amanah seorang pemimpin

3
Amanah Seorang Pemimpin Oleh : Mailan Bastari Sekretaris Komisi A DPRD Pringsewu Pada suatu hari, Khalifah Umar bin Abdul Aziz sedang berpidato di atas mimbar. Sambil berpidato, beliau mengibas-ngibaskan bajunya. Para jamaah bertanya-tanya tentang apa yang dilakukan beliau. Ketika diperhatikan, ternyata baju beliau itu basah. Beliau mengibas-ngibaskan bajunya agar cepat kering. Ketika hal ini dikonfirmasikan, dengan tenang beliau bercerita bahwa beliau hanya punya sepotong baju dan kebetulan baju itu belum kering. Ketika itu, khalifah mengucapkan satu kalimat yang sangat bagus, yang pada intinya adalah beliau tidak ingin memberatkan harta negara atau harta rakyatnya. Jawaban itu sekilas terasa membingungkan bila dilihat dari kacamata kita sekarang. Sebab pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, justru negara saat itu sedang dalam kondisi sangat makmur, baik dari sisi rakyat maupun kondisi keuangan negara. Saking makmurnya, sampai-sampai petugas zakat negara selalu bingung ketika hendak menyalurkan zakat yang melimpah lantaran tidak ada yang mau menerima karena semua orang sudah merasa memiliki kecukupan harta. Sangat berbeda dengan kondisi negara kita sekarang ini. Untuk urusan zakat saja, setiap orang merasa dirinya layak menerima zakat. Sementara itu, pemimpinnya terlihat sering menggunakan aji mumpung. Mumpung sedang berkuasa, maka keruklah harta sebanyak- banyaknya. Lebih jauh lagi dari masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Rasulullah mencontohkan sikap seorang pemimpin. Peristiwanya terjadi ketika Rasulullah dan para sahabat sedang shalat berjamaah. Ketika itu, terdengar badan Rasulullah mengeluarkan suara berderak-derak, seperti suara tulang yang sedang kaku.

Upload: smk-nurul-huda

Post on 26-May-2015

305 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Amanah seorang pemimpin

Amanah Seorang PemimpinOleh : Mailan Bastari

Sekretaris Komisi A DPRD Pringsewu

Pada suatu hari, Khalifah Umar bin Abdul Aziz sedang berpidato di atas mimbar. Sambil berpidato, beliau mengibas-ngibaskan bajunya. Para jamaah bertanya-tanya tentang apa yang dilakukan beliau. Ketika diperhatikan, ternyata baju beliau itu basah. Beliau mengibas-ngibaskan bajunya agar cepat kering.

Ketika hal ini dikonfirmasikan, dengan tenang beliau bercerita bahwa beliau hanya punya sepotong baju dan kebetulan baju itu belum kering. Ketika itu, khalifah mengucapkan satu kalimat yang sangat bagus, yang pada intinya adalah beliau tidak ingin memberatkan harta negara atau harta rakyatnya.

Jawaban itu sekilas terasa membingungkan bila dilihat dari kacamata kita sekarang. Sebab pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, justru negara saat itu sedang dalam kondisi sangat makmur, baik dari sisi rakyat maupun kondisi keuangan negara. Saking makmurnya, sampai-sampai petugas zakat negara selalu bingung ketika hendak menyalurkan zakat yang melimpah lantaran tidak ada yang mau menerima karena semua orang sudah merasa memiliki kecukupan harta.

Sangat berbeda dengan kondisi negara kita sekarang ini. Untuk urusan zakat saja, setiap orang merasa dirinya layak menerima zakat. Sementara itu, pemimpinnya terlihat sering menggunakan aji mumpung. Mumpung sedang berkuasa, maka keruklah harta sebanyak-banyaknya.

Lebih jauh lagi dari masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Rasulullah mencontohkan sikap seorang pemimpin. Peristiwanya terjadi ketika Rasulullah dan para sahabat sedang shalat berjamaah. Ketika itu, terdengar badan Rasulullah mengeluarkan suara berderak-derak, seperti suara tulang yang sedang kaku.

Seleai shalat, para sahabat memeriksanya dan ternyata Rasulullah mengikatkan batu-batu di perutnya sebab beliau sedang kelaparan. Pada saat dikonfirmasi, Rasulullah mengaku bingung tentang apa yang harus beliau katakan nanti di hari akhir bila menjadi pemimpin itu hanya memberatkan umat.

Memimpin adalah mengabdi. Memimpin bukanlah masa-masa untuk mengeluarkan jurus aji mumpung. Islam mengajarkan bahwa sebuah jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kelak. Sehingga kita tidak bisa sembarangan memperlakukan jabatan itu.

Lalu, apa yang dimaksud dengan amanah? Amanah bisa berarti sesuatu yang harus ditepati. Bisa juga berarti amal atau dipercaya. Kadang bisa juga berarti sesuatu yang dipercayakan.

Page 2: Amanah seorang pemimpin

Dari pengertian ini, jelas seseorang yang diberi amanah wajib menjalankan amanah. Dari situ, kita bisa menyimpulkan bahwa seorang pemimpin yang kepadanya dititipkan amanah melindungi dan mengatur rakyatnya, jelas tidak boleh memberatkan rakyatnya dari sisi apapun juga.

Tapi coba kita lihat kondisi negara kita sekarang? Kondisi kita sangatlah jauh dari cerita-cerita masa lalu. Rakyat kita masih banyak yang miskin dan suka meminta-minta di semua tempat. Sementara pemimpin kita dari berbagai posisi dan tingkat jabatan, justru terlihat semakin makmur.

Para pemimpin kita nampaknya seperti tidak memahami konsep kepemimpinan. Hal ini terlihat dari seringnya mereka berganti kendaraan, merenovasi rumah padahal masih terlihat bagus, dan menaikkan tunjangan lain-lain di luar tunjangan standar mereka.

Padahal kita sama-sama tahu sumber uang yang mereka gunakan. Enam puluh hingga tujuh persen murni berasal dari pajak yang dibayar oleh rakyat.

Itulah bukti bahwa amanah yang seharusnya dijalankan ternyata melenceng dari yang seharusnya. Ini adalah bukti kerakusan dan kebodohan manusia dalam memegang amanah. Hal ini termaktub dalam AL-Quran, antara lain pada surta Al Ahzab ayat 72:

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.

Akhirnya, kita sebagai rakyat tidak bisa melakukan hal lain kecuali berdoa. Semoga para pemimpin kita kelak akan menyadari kelemahan dan kesalahannya dalam menjalankan amanah dan pada akhirnya mereka tidak akan menyalahi amanah itu, termasuk tidak lagi membebankan kita sebagai rakyatnya.

Wallahu aklam bishowab.Wasalamualaikum