al hikam

3
Al-Hikam Bagian satu BERSERAH DIRI KEPADA TADIR DAN ANUGERAH “Termasuk tanda pengandalan pada amal ialah berkurangnya harapan kita ketika ada kesalahan” Tidaklah mudah melepaskan diri dari keterikatan hati pada apa yang kita kerjakan. Kita bahkan sering memenuhi pikiran dan perasaan kita dengannya. Bukan hanya saat mengerjakan, tetapi terlebih sesudahnya. Tentu ini karena kita ingin sempurna melewati semua proses kerja (amal) hingga akhir. Akhirnya tanpa kita sadari, kita lupa menempatkan Allah dalam perbuatan dan tindakan kita (Q. 53: 24-25). Padahal, kita mestinya “melibatkan”-Nya sejak awal agar apa pun hasilnya tidak mengubah kedudukan kita di sisi-Nya. Maka, bekerja keraslah sembari tetap beribadah. Beribadahlah dengan benar dan ikhlas maka bekerja pun menjadi lepas. Bila tergoda, senantiasalah meluruskan hati. “Keinginanmu untuk melulu beribadah padahal Allah masih menempatkanmu pada posisi harus berusaha (mencari nafkah) termasuk syahwat yang samar. Sebaliknya, keinginanmu untuk berusaha padahal Allah telah menempatkanmu pada posisi melulu beribadah merupaka bentuk penurunan semangat dari tekad yang tinggi.” Allah telah menetukan peran unik setiap kita dalam hidup. Dengan hiasan karakter dasar yang mengelilinginya. Untuk yang satu ini kita sebaiknya bersikap menerima (Q 28: 68). Tentu, tidaklah mudah untuk belajar menjalani “peran bawaan” ini- menjadi “khalifah di bumi” dalam bagiannya masing-masing. Karena itu, kita mesti menerima dengan wajar perbedaan peran satu sama lain. Biarkanlah ada di anatara kita yang “memperkenalkan” diri kepada khalayak ramai untuk membawa mereka kepada kesejahteraan hidup. Biarkan juga di antara kita ada yang tetap “tersembunyi” untuk

Upload: tita-novitasari

Post on 07-Aug-2015

12 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Al hikam

Al-Hikam

Bagian satu

BERSERAH DIRI KEPADA TADIR DAN ANUGERAH

“Termasuk tanda pengandalan pada amal ialah berkurangnya harapan kita ketika ada kesalahan”

Tidaklah mudah melepaskan diri dari keterikatan hati pada apa yang kita kerjakan. Kita bahkan sering memenuhi pikiran dan perasaan kita dengannya. Bukan hanya saat mengerjakan, tetapi terlebih sesudahnya. Tentu ini karena kita ingin sempurna melewati semua proses kerja (amal) hingga akhir. Akhirnya tanpa kita sadari, kita lupa menempatkan Allah dalam perbuatan dan tindakan kita (Q. 53: 24-25). Padahal, kita mestinya “melibatkan”-Nya sejak awal agar apa pun hasilnya tidak mengubah kedudukan kita di sisi-Nya. Maka, bekerja keraslah sembari tetap beribadah. Beribadahlah dengan benar dan ikhlas maka bekerja pun menjadi lepas. Bila tergoda, senantiasalah meluruskan hati.

“Keinginanmu untuk melulu beribadah padahal Allah masih menempatkanmu pada posisi harus berusaha (mencari nafkah) termasuk syahwat yang samar. Sebaliknya, keinginanmu untuk berusaha padahal Allah telah menempatkanmu pada posisi melulu beribadah merupaka bentuk penurunan semangat dari tekad yang tinggi.”

Allah telah menetukan peran unik setiap kita dalam hidup. Dengan hiasan karakter dasar yang mengelilinginya. Untuk yang satu ini kita sebaiknya bersikap menerima (Q 28: 68). Tentu, tidaklah mudah untuk belajar menjalani “peran bawaan” ini- menjadi “khalifah di bumi” dalam bagiannya masing-masing. Karena itu, kita mesti menerima dengan wajar perbedaan peran satu sama lain. Biarkanlah ada di anatara kita yang “memperkenalkan” diri kepada khalayak ramai untuk membawa mereka kepada kesejahteraan hidup. Biarkan juga di antara kita ada yang tetap “tersembunyi” untuk menjaga keseimbangan hidup. Dalam bahasa awam, kita boleh beraktivitas di dunia formal maupun informal, memperoleh profit ataupun benefit, sepanjang tidak melupakan keterkaitan kita dengan Allah. Dengan begitu kita akan lebih mudah menerima kenyataan bersama-Nya.

“Menggebunya semangat tidak akan mampu menerobos benteng takdir”

Page 2: Al hikam

Pertemuan antara kehendakmu dengan kehendak-Nya bagaikan angin yang membatasi busur panahmu dengan sasaran. Meskipun perhitunganmu sangat akurat, bisa saja angin “membelokan” busurmu ke arah yang lain. Tugasmu hanyalah memfokuskan perhatianmu pada sasaran, mempersiapkan segala kemungkinan “membidk” tepat sasaran. Selanjutnya biarkan ketentuan-Nya yang bermain (Q 39: 38). Karena sejujurnya kita memang tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi saat busur melesat dan mengarah ke sasaran. Berbelokah atau tetap lurus?

“Isitrahatkan dirimu dari ikut mengatur (urusanmu). Sebab apa yang telah diurus untukmu oleh selainmu tak perlu lagi kau turut mengurusnya.”

Ini kebiasaan unik manusia pada umumnya. Meskipun sudah “mewakilkan” urusan kita pada orang lain, kita terus mencampuri dan melibatkan diri. Inilah yang menyebabkan kita selalu kelelahan dalam hidup ini. Sebab kita tidak pernah isitrahat dari hal-hal yang sesungguhnya sudah diurus orang lain. Begitupun, kita sangat sering “meragukan” kekuasaan Allah atas apa yang sesungguhnya telah diurus oleh-Nya (Q 65: 3). Karena itu, alih-alih kita damai menjalani kehidupan ini, kita malah makin tertekan.

“sesungguhnya meraih apa yang telah dijamin untukmu dan kelalaiamu mengerjakan apa yang dituntut darimu merupakan bukti padamnya mata hati.”

Hidup orang beriman mengalir bersama-Nya (Q 16: 99). Karena Dia-lah dzat yang maha pemberi. Jadi, tidak sepantasnya kita menjalani hidup dengan penuh ketegangan. Sebab, ketegangan dan rasa tertekan itulah yang sering menjadikan kita mengejar kebutuhan duniawi dan melupakan kepentingan ukhrawi. Kita ibarat orang yang berjuang menggapai kebahagiaan “sesaat” untuk penderitaan “seabad”. Kita membutakan diri dari penghambaan kepada-Nya dan jatuh pada penghambaan terhadap dunia.