229765927 pemanfaatan bacilus thuringiensis sebagai bahan dasar bioinsektisida terhadap serangan...

Upload: yossie-kharisma-dewi

Post on 02-Jun-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    1/16

  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    2/16

    menghasilkan matriks protein yang merupakan toksik ketika berada di saluran mesonteron

    serangga, sehingga menyebabkan kematian pada serangga. Dalam tulisan ini akan diulas secara

    singkat mengenai pengendalian hama penggerek batang padi pada tanaman padi dengan

    memanfaatkan agensi hayati, berupa bakteri entomopathogen Basilus thuringiensis beserta

    teknik pengembangannya.

    Tujuan dan Manfaat

    Penulisan ini mempunyai tujuan untuk:

    Memberikan solusi alternatif kepada lembaga terkait mengenai teknik pengendalian

    hama yang efektif serta memperhatikan aspek ekologis beserta ekonomisnya

    Mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan

    solusi tersebut

    Mengetahui teknik implementasi mengenai pengendalian hama yang dilakukan

    Adapun manfaat yang dapat dicapai dari penulisan ini adalah:

  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    3/16

    GAGASAN

    Kondisi Kekinian

    Penggunaan bahan kimia sebagai pengendali organisme penganggu tanaman mulai

    banyak dikenal petani pada pertengahan dekade 1960-an hingga pada saat ini marak digunakan.

    Hal ini sejalan dengan berbagai program pemerintah pada saat itu untuk meningkatkan produkasi

    beras yang banyak dikenal dengan istilah revolusi hijau (Iman M.Fahmid. 2004).

    Gambar 1. Penyemprotan pestisida sebagai salah satu upaya pengendalian hama

    penggerek batang padi

    Pengendalian Hama Penggerek Batang Padi yang umum dilakukan sejauh ini adalah

    pengendalian fisik berupa memunguti telur atau paket telur yang terdapat di persemaian dan

    daun padi di lapang, dimana sesudah panen, dilakukan penggenangan air 1-2 minggu, lalu

    dibajak dalam keadaan basah, agar ulat atau pupa yang bersembunyi pada pangkal batang

    menjadi mati (Riyadi, 2008). Dan pengendalian kimiawi dengan insektisida berupa

    penggunaanWinGran 0,5GR, Matrix 200EC, dan Trisula 450SL secara bergantian sejak

    tanaman mengalami pertumbuhan vegetatif. Akan tetapi, ketidakefektifan dalam memilih sasaran

    justru menyebabkan organisme yang bukan menjadi sasaran ikut mati, OPT menjadi resisten dan

    menyebabkan degradasi lahan secara berkelanjutan.

    http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=264:wingran-05-gr&catid=274:wingran-05-gr&Itemid=75http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=264:wingran-05-gr&catid=274:wingran-05-gr&Itemid=75http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=268:matrix-200-ec&catid=278:matrix-200-ec&Itemid=75http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=268:matrix-200-ec&catid=278:matrix-200-ec&Itemid=75http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=268:matrix-200-ec&catid=278:matrix-200-ec&Itemid=75http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=264:wingran-05-gr&catid=274:wingran-05-gr&Itemid=75
  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    4/16

    Bioinsektisida Sebagai Teknik Pengendalian Hama Secara Terpadu

    Pengendalian hama secara terpadu muncul sebagai akibat dari penerapan pertanian secara

    konvensional, yang mana terjadi ketergantungan penggunaan pestisida sebagai usaha dalam

    pengendalian hama. Konsep PHT sendiri merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir

    tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan ekologi dan efisiensi

    ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang

    berkelanjutan (Sunarno, 2004). Pengendalian Hama Terpadu adalah upaya pengendalian

    populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan satu atau

    lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan, untuk

    mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup (Dikjen

    Perkebunan, 2009). Komponen pengendalian yang menjadi acuan dalam PHT adalah

    pengendalian alami atau hayati, cara bercocok tanam, varietas tahan, fisik ataupun mekanik, dan

    pestisida selektif. Pestisida selektif sebagai komponen pengendali seyogianya digunakan sebagai

    langkah terakhir dan komponen pengendalian hayati ataupun alami seharusnya mendapat

    perhatian pertama (Baco, 2005).

    Gambar 2. Pemanfaatan agen hayatiBeauveria bassianasebagai salah satu teknik

    implementasi pengendalian hama secara terpadu.

    Kekhawatiran akan adanya pengaruh negatif tentang pemakaian pestisida kimia telah

    meningkatkan perhatian masyarakat kepada bioinsektisida sebagai alternatif teknologi untuk

    menurunkan populasi hama.Bioinsektisida adalah bahan-bahan alami yang bersifat racun serta

    dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan,

    kesehatan, memengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat,

  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    5/16

    penolak, dan aktivitas lainnya yang dapat memengaruhi organisme pengganggu tanaman. Lebih

    lanjut Djunaedy (2009) menambahkan mikroba yang digunakan haruslah mempunyai sifat yang

    spesifik, artinya hanya menyerang pada serangga yang menjadi sasaran.

    Gambar 3. Pemanfaatan bakteriBeauveria spdanMetarrhizium sp sebagai bahan dasar

    bioinsektisida

    Kelebihan dan Kekurangan Bioinsektisida

    Bioinsektisida dapat dijadikan sebagai solusi pemecahan masalah

    penggunaan insektisida. Hal ini dikarenakan aplikasi bioinsektisida pada umumnya tidak

    menimbulkanresidu sehingga aman bagi kesehatan manusia. Selain itu konsumen dalam negeri

    maupun luar negeri banyak yang mensyaratkan bahwa produk yang mereka beli harus bebas dari

    pengaruh insektisida. Peningkatan permintaan terhadap bahan organik ini tidak ditentukan oleh

    pendapatan konsumen melainkan kesadaran akan pentingnya komoditasorganik Hal inilah yang

    menjadi keunggulan bioinsektisida.

    Jumar (2000) menambahkan, pengendalian hama menggunakan bioinsektisida memiliki

    beberapa keuntungan yaitu:

    Aman artinya tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan keracunan pada

    manusia dan ternak

    Tidak menyebabkan resistensi pada hama sasaran

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Residu&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Organik&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Organik&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Residu&action=edit&redlink=1
  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    6/16

    Musuh alami bekerja secara selektif terhadap inangnya atau mangsanya

    Bersifat permanen untuk jangka waktu panjang lebih murah, apabila keadaan

    lingkungan telah setabil atau telah terjadi keseimbangan antara hama dan musuh

    alaminya.

    Selain keuntungan pengendalian hayati juga terdapat kelemahan atau kekurangan seperti :

    Hasilnya sulit diramalkan dalam waktu yang singkat

    Diperlukan biaya yang cukup besar pada tahap awal baik untuk penelitian maupun

    untuk pengadaan sarana dan prasarana

    Dalam hal pembiakan di laboratorium kadang-kadang menghadapi kendala karena

    musuh alami menghendaki kondisi lingkungan yang khusus

    Teknik aplikasi dilapangan belum banyak dikuasai.

    Bacill us Thuri ngiensisSebagai Bahan Dasar Bioinsektisida

    Bacillus thuringiensis merupakan bakteri berbetuk batang yang tergolong kedalam

    bakteri gram positif, dan tersebar secara luas di berbagai negara. Bakteri yang namanya diambil

    dari lokasi ditemukannya ini termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup di daun tanaman

    konifer maupun pada tanah. Berbeda dengan bakteri Bacillus pada umumnya, Bacillus

    thuringiensis ini dapat mengalami sporulasi atau pembentukkan kristal paraspora yang bersifatendotoksin (Khetan, 2001).

    Gambar 4. BakteriBacillus thuringiensis

    Sasaran bakteri ini adalah serangga dari golongan Lepideptera, namun berdasarkan

    penelitian yang dilakukan oleh Margino (2002), bakteri ini juga menyerang dari golongan

    Diptera dan Coleoptera. Bakteri ini mempunyai endospora subterminal berbentuk oval dan

  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    7/16

    selama masa sporulasi menghasilkan satu kristal protein dalam setiap selnya. Kristal protein ini

    dikenal juga sebagai -endotoksin yang merupakan komponen utama yang menyebabkan bersifat

    insektisidal. Menurut Faust dan Bulla (1982), -endotoksin tersebut bersifat termolabil karena

    dapat terdenaturasi oleh panas (walaupun lebih stabil dibandingkan eksotoksin yang terlarut) dan

    tidak larut dalam pelarut organik namun larut dalam pelarut alkalin.

    Bacillus thuringiensis dapat menghasilkan dua jenis racun endotoksin, yaitu toksin kristal

    (Crystal, Cry) dan toksin sitolitik (Cyt). Toksin Cry merupakan protoksin, yang harus diaktifkan

    terlebih dahulu dengan enzim protease yang terdapat di usus sebelum dapat memberikan dampak

    negatif. Toksin ini tidak akan aktif pada kondisi normal, sehingga tidak akan membahayakan

    manusia, tetapi akan teraktivasi ketika nilai pH tinggi atau kondisi sekitarnya bersifat basa,

    seperti yang ditemui pada kebanyakan hewan tingkat tinggi ataupun insekta yang tergolong

    dalam ordo Lepidoptera. Berikut merupakan tabel klasifikasi toksin yang dihasilkan oleh bakteri

    Bacillus thuringiensis.

    Gen Bentuk Kristal Bobot Protein

    (Kda)

    Insekta Yang

    Dipengaruhi

    Cry I [Several Subgrup:A(A), A(B),

    A(C), B, C, D, E, F, G]

    Bipiramida 130-138 Larva Lepidoptera

    Cry II [Subgrup A, B, C] Kuboid 69-71 Lepidoptera dan

    Diptera

    Cry III [Subgrup A, B, C] Datar/Tidak

    Teratur

    73-74 Koleoptera

    Cry IV [Subgrup A, B, C, D] Bipiramida 73-134 Diptera

    Cry V-IX Berbagai

    Macam

    35-129 Berbagai Macam

    Tabel 1. Klasifikasi kristal protein (Cry)Bacillus thuringiensis dan spesifikasi terhadap serangga

    dan nematoda (Margino dan Mangundihardjo, 2002)

  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    8/16

    Toksisitas dan Proses Infeksi Bacill us thuri ngiensis

    Proses toksisitas kristal protein sebagai bioinsektisida serangga dimulai saat serangga

    memakan kristal tersebut. Kristal tersebut selanjutnya larut dalam usus tengah serangga. Setelah

    itu, dengan bantuan enzim protease pada pencernaan serangga, maka kristal protein tersebut akan

    terpecah struktur kristalnya.

    Gambar 5. A. Spora bakteriBacillus thuringiensisyang tengah mengalami sporulasi. B.

    Isolasi sporaBacillus thuringiensis yang mengandung kristal protein. C. InfeksiBacillus

    thuringiensis terhadap larva nyamuk.

    Toksin aktif yang dihasilkan akan berinteraksi dengan reseptor pada sel-sel epitelium

    usus tengah larva serangga, sehingga akan membentuk pori-pori kecil berukuran 0.5-1.0 nm. Hal

    ini akan mengganggu keseimbangan osmotik sel di dalam usus serangga sehingga ion-ion dan air

  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    9/16

    dapat masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel mengembang dan mengalami lisis (hancur).

    Larva akan berhenti makan dan akhirnya mati (Hofte dan Whiteley 1989; Gill et al. 1992).

    Pada umumnya kristal Bt di alam bersifat protoksin, karena adanya aktivitas proteolisis

    dalam sistem pencernaan serangga dapat mengubah Bt-protoksin menjadi polipeptida yang lebih

    pendek dan bersifat toksin. Toksin yang telah aktif berinteraksi dengan sel-sel epithelium di

    midgut serangga. Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa toksin Bt ini menyebabkan terbentuknya

    pori-pori di sel membran di saluran pencernaan dan mengganggu keseimbangan osmotik dari sel-

    sel tersebut. Karena keseimbangan osmotik terganggu, sel menjadi bengkak dan pecah dan

    menyebabkan matinya serangga (Hofte dan Whiteley, 1989).

    Kristal ini sebenarnya hanya merupakan pro-toksin yang jika larut dalam usus serangga

    akan berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek (27-149 kd) serta mempunyai sifat

    insektisidal. Feitelson (1992) menyebutkan toksisitasnya berlipat kali dibandingakan dengan

    pestisida, misalnya 300 kali dibandingkan dengansintetik pyrethroid. Lebih lanjut lagi, Bt sudah

    dikomersialkan di Amerika Serikat dalam bentuk spora yang membentuk inklusi bodi. Inklusi ini

    mengandung protein yang dikeluarkan pada saat bakteri lisis pada phase stationary. Produk

    tersebut digunakan sebanyak 10-50 g per acreatau 1020 molekul per acre.

    Gambar 6. Proses InfeksiBacillus thuringiensis terhadapErionota thrax yang termasuk dalam

    ordo Lepidoptera

  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    10/16

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Schunemann (2012), proses infeksi Bacillus

    thuringiensis diawali dengan proses Ingestion yaitu proses ditelannya bakteri Bacillus

    thuringiensis oleh hama lepidoptera, lalu ketika bakteri tersebut berada dalam saluan pencernaan

    hama yang memiliki pH antara 9-12, Bacillus thurigiensis akan melarutkan kristal proteinnya.

    Tahapan ini disebut sebagai proses Solubilization. Kristal protein tersebut memiliki sifat yang

    spesifik pada Lepidoptera, yaitu hanya akan larut ketika nilai pH diatas 9,5. Kondisi pH tersebut

    memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap aktivitas Cry-toksin, beberapa toksin seperti

    CryIII A akan teraktivasi ketika kondisi basa, dan kristal lainnya seperti Cry1b akan teraktivasi

    ketika kondisi pH netral. Proses pelarutan kristal protein merupakan langkah yang penting dalam

    aktivasi toksin, karena ketika toksin dilarutkan, protoksin akan dilepaskan dengan dibantu oleh

    enzim protease dalam sistem pencernaan hama yang akan menghasilkan protein aktif 60-70 kDa.

    Setelah terbentuk, protoksin akan mengalami proses Binding atau pengikatan di

    membran sel hama, prooksin akan melintasi membran peritrofik dengan mengikatkan

    reseptornya kepada membran apical sel usus hama yang akan menyebabkan pembukaan dan

    pembukaan pori vakuola dan sitoplasma, sehingga terjadi ketidakseimbangan osmotik antara

    intraseluler dan ekstraseluler lingkungan dan terjadi gangguan sel. Hal tersebut mengabikatkan

    hancurnya Microvili, dan menyebabkan serangga akan berhenti makan yang menyebabkan

    kematiannya.

    KESIMPULAN

    Gagasan yang Diajukan

    Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa bakteri

    Bacillus thuringiensis dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida karena bakteri tersebut dapat

    mengalami sporulasi dan menghasilkan protoksin yang dapat membunuh serangga jika

    teraktivasi. Khususnya pada hama yang tergolong kedalam ordo Lepidoptera karena pada hama

    ordo tersebut memiliki sistem pencernaan yang dapat mengaktivasi protoksin yang dihasilkan

    Bacillus thuringiensis. Dengan asumsi bahwa mudahnya bakteri ini ditemukan di sekitar kita,

    serta diperlukannya suatu teknik pengendalian yang memperhatikan aspek ekologi dan ekonomi

    yang mendukung terciptanya suatu sistem pertanian yang berlanjut, maka gagasan ini dirasa

    layak untuk diimplementasikan.

  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    11/16

    Teknik Implementasi

    Dalam proses implementasinya, dibutuhkan suatu teknik pengaplikasian yang efektif dan

    efisien mengingat serangan hama penggerek batang padi dapat merusak komoditas tanaman padi

    dalam skala yang luas, adapun teknik pengaplikasian bakteri Bacillus thuringiensis sebagai

    bioinsektisida dapat diimplementasikan dengan metode formulasi untuk perbanyakan bakteri

    Bacillus thuringiensis dalam media cair menggunakan fermentor.

    Cara Perbanyakan

    Perbanyakan bakteriB. thuringiensisdalam media cair dapat dilakukan dengan cara yang

    mudah dan sederhana. Karena yang kita perlukan sebagai bioinsektisida adalah protein

    kristalnya, maka diperlukan media yang dapat memicu terbentuknya kristal tersebut. Media yang

    mengandung tryptose telah diuji cukup efektif untuk memicu sporulasiB. thuringiensis. Dalam

    25 hariB. thuringiensisakan bersporulasi dalam media ini dengan pengocokan pada suhu 30C.

    PerbanyakanB. thuringiensisini dapat pula dilakukan dalam skala yang lebih besar dengan

    fermentor.

    Gambar 8. Skema teknik implementasiBacillus thuringiensis sebagai bioinsektisida

    Isolasi Bakteri Seleksi Bakteri Karakterisasi danIdentifikasi

    IdentifikasiPemeliharaan

    Kultur

    Propagasi Kulturdan Pembuatan

    StarterFermentasi

    PengembanganMutan

    Formulasi Aplikasi

  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    12/16

    Proses Pembuatan Bioinsektisida

    1. Isolasi Bakteri

    IsolatBacillus thuringiensisdapat diisolasi dari tanah, bagian tumbuhan, kotoran hewan,

    serangga dan bangkainya dan sumber lain. Isolat yang diperoleh dan bersifat unggul akan

    digunakan untuk memproduksi senyawa yang bernilai ekonomi.

    Beberapa gram sumber isolat disuspensikan ke dalam media pertumbuhan bakteri (misalLB)

    yang mengandung natrium asetat kemudian dikocok. Media asetat tersebut menghambat

    pertumbuhan sporaB. thuringiensismenjadi sel vegetatif. Setelah beberapa jam media tersebut

    dipanaskan pada suhu 80C selama beberapa menit. Pemanasan bertujuan membunuh sel-sel

    bakteri atau mikroorganisme yang sedang tumbuh termasuk spora-spora bakteri lain yang

    tumbuh. Kemudian sebagian kecil dari suspensi yang telah dipanaskan diratakan pada media

    padat. Koloni-koloni yang tumbuh kemudian dipindahkan ke media sporulasiB. thuringiensis.

    Koloni yang tumbuh pada media ini dicek keberadaan spora atau protein kristalnya untuk

    menentukan apakah koloni tersebut termasuk isolatB. thuringiensis.

    2. Seleksi Bakteri

    Dari sejumlah isolat yang didapat, perlu dilakukan seleksi untuk memilih isolat terbaik atau

    unggul dalam produksi. Sifat-sifat yang harus dimiliki isolat terpilih adalah:

    1. Murni, bebas dari segala kontaminan

    2.Dapat tumbuh dengan subur, fase adaptasi singkat atau tidak ada

    3.Dapat menghasilkan produk yang diinginkan (aktivitas spesifik)

    4.Mampu menghasilkan produk yang diinginkan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu

    singkat

    5.Mudah disimpan dan dipelihara dalam jangka waktu lama

    3. Karakterisasi dan Identifikasi

    Identifikasi karakter mikroba meliputi: morfologi dan struktur sel (spora, flagel), sifat Gram,

    morfologi koloni pada media padat, sifat petumbuhan pada medium cair, kebutuhan oksigen,

  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    13/16

    kebutuhan energi dan nutrient, suhu dan pH optimal untuk pertumbuhan, serta kurva

    pertumbuhan,

    4. Identifikasi Pemeliharaan Kultur

    Pemeliharaan kultur bertujuan untuk mencegah kontaminasi dan perubahan genetik serta

    untuk mempertahankan tingkat aktivitas dan viabilitas sel serta mutu genetik. Mikroba mudah

    sekali mengalami mutasi secara spontan, sehingga mutu genetik kultur relatif sulit dipertahankan

    dan dapat menyebabkan penurunan kemampuan dalam menghasilkan metabolit.

    5. Propagasi Kultur dan Pembuatan Starter

    Propagasi kultur bertujuan untuk mendapatkan inokulum yang sehat dan aktif serta tersedia

    dalam jumlah mencukupi. Inokulum yang berupa kultur kerja tidak dapat langsung digunakan

    untuk fermentasi. Inokulum yang siap diinokulasikan ke fermentor disebut

    denganstarter (biakan aktif). Starter biasanya dibuat dalam fermentor kecil dengan kondisi

    medium terkendali menyerupai fermentor besar.

    6. Fermentasi

    Gambar 7. Proses FermentasiBacillus thuringiensis menggunakan bioreaktor

    Fermentasi adalah suatu proses untuk menghasilkan produk dengan melibatkan aktivitas

    mikroba secara terkontrol, baik dalam kondisi aerob maupun anaerob. Fermentasi dilakukan

    http://aguskrisnoblog.files.wordpress.com/2011/12/a06fig01-copy.jpg
  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    14/16

    dalam fermentor yang berisi medium dengan kandungan nutrien yang cukup dan kondisi medium

    yang optimal untuk pertumbuhan dan sintesis produk yang diinginkan, baik suhu, pH, aerasi

    maupun homogenitas. Selanjutnya fermentor dihubungkan dengan monitor untuk mengatur

    parameter-parameter yang terkait dengan proses fermentasi. Scale-up perlu dilakukan karena

    selama fermentasi terjadi perubahan lingkungan internal fermentor, yang dapat mempengaruhi

    aktivitas dan produktivitas mikroba. Pada fermentasi skala laboratorium digunakan fermentor

    gelas 1-5 liter, skala pilot plan 300 3000 liter dan pada tahap industri digunakan fermentor

    10.000400.000 liter.

    7. Pengembangan Mutan

    Mikroba yang berperan dalam industri perlu ditingkatkan aktivitas metabolismenya, sebab

    isolat alami hanya mampu menghasilkan produk dalam jumlah sedikit. Pengembangan mutan

    dapat dilakukan dengan transformasi lisogeni, rekombinasi dan pembuatan mutan auxotrof.

    Sifat-sifat mutan yang diinginkan, yaitu waktu fermentasi lebih singkat, tidak memproduksi

    senyawa yang tidak diinginkan, dapat menggunakan substrat yang lebih murah, mampu

    menghasilkan produk dalam jumlah tinggi dan lain sebagainya.Selanjutnya mikroba dengan

    sifat-sifat yang menguntungkan tersebut digunakan dalam industri, untuk menghasilkan produk

    yang berkualitas dalam jumlah maksimal.

    8. Formulasi

    Bahan aktif Bt umumnya diformulasikan dalam bentuk wettable powder, dust atau granular.

    Meskipun wettable powder kurang digemari karena mempunyai kelemahan tidak larut dan

    menyebabkan sedimentasi. Namun sejak tahun 1980-an wettable powder ini dimodifikasi

    sehingga banyak digunakan tanpa menyebabkan kesulitan dalam aplikasinya.

    Dalam formulasi ini sering ditambahkan zat additive yang berfungsi memperbaiki

    persistensi, mengurangi degradasi kristal Bt yang disebabkan kontaminasi dengan protease,

    melindungi dari sinar UV dan mencegah berkecambahnya spora karena air atau larutan yang

    berada pada permukaan daun tanaman. Beberapa additive merupakan feeding stimulant atau

    materi yang memperbaiki aplikasi atau ritensinya. Semula persistensi Bt mempunyai jangka

    waktu yang relatif pendek, yaitu sekitar 4 hari atau kurang,. Inaktivasi kristal Bt oleh sinar UV

  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    15/16

    merupakan faktor pembatas utama dalam aplikasi di lapang. Salah satu solusi adalah

    memberikan zat yang dapat melindungi dari sinar UV dalam formulasinya. Materi yang dapat

    dipakai misalnya congo red, folic acid, dan paraamino benzoate. Enkapsulasi kristal Bt dengan

    starch matrix dapat juga digunakan (Dunkle dan Shasha, 1989).

    9. Aplikasi Bacill us thuri ngiensis di Lahan

    Kelebihan dan Kelemahan Bioinsektisida Bacill us thur ingiensis

    Keuntungan pemakaian Bt jika dibandingkan dengan pestisida kimiawi adalah Bt bersifat

    toksin terhadap hama dari spesies tertentu sehingga tidak membunuh serangga dan hewan bukan

    sasaran. Bt yang dikomersialkan dalam bentuk spora yang membentuk inklusi bodi. Inklusi bo-di

    ini mengandung kristal protein yang dikeluarkan pada saat bakteri lisis pada masa phase

    stationary. Produk ini digunakan sebanyak 10-50 g per acreatau 1020 molekul per acre. Potensi

    toksisitasnya berlipat kali dibandingkan dengan pestisida, misalnya 300 kali dibandingkan

    dengan sintetik pyrethroid (Feitelson et al., 1992). Setelah diaplikasikan ke suatu

    ekosistem tertentu, sel vegetatif dan spora akan bertahan pada lingkungan sebagai komponen

    alami mikroflora dalam hitungan minggu, bulan, atau tahunan dan perlahan-lahan akan

    berkurang jumlahnya. Namun demikian, setelah pemakaian pestisida mikrobial ini selama

    bertahun-tahun di lapang, ada indikasi hama menjadi resisten terhadap Bt. (Bahagiawati, 2002).

    http://id.wikipedia.org/wiki/Ekosistemhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ekosistem
  • 8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen

    16/16

    DAFTAR PUSTAKA