10 adab buang hajat dan 12 tempat yang disukai syetan
DESCRIPTION
Dalam Islam, buang hajat pun ada adabnya untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan.Adab-adab itu semua semata-mata hanya untuk memberikan kenyamanan bagi Muslim dalam menjalani kehidupan.TRANSCRIPT
10 ADAB BUANG HAJAT dan 12 TEMPAT YANG DISUKAI SYETANBy Semesta Ilmu on 19.15
Siapa saja yang hendak menunaikan hajatnya, buang air besar atau air kecil, maka
hendaklah ia mengikuti 10 adab berikut ini. Semoga bermanfaat.
Bismillah..
Pertama : Menutup diri dan menjauh dari manusia ketika buang hajat.
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
$ا َن ْج& ُس/وِل, َم$َع$ َخ$َر$ 3ِه, َر$ َف$َر< ِف,ى- وُسَّلم عَّليِه الَّلِه صَّلى -الَّل $اَن$ ُس$ ُس/وِل/ و$َك 3ِه, َر$ $- وُسَّلم عَّليِه الَّلِه صَّلى -الَّل ,ى َال &ِت $ْأ اَز$ َي $َر$ &َب ال
3َب$ َح$َّت3ى $َغ$ي $َّت $ َي /َر$ى ِف$َال َي .
“Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
safar, beliau tidak menunaikan hajatnya di daerah terbuka, namun beliau
pergi ke tempat yang jauh sampai tidak nampak dan tidak terlihat.”[1]
Kedua : Tidak membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah.
Seperti memakai cincin yang bertuliskan nama Allah dan semacamnya. Hal ini terlarang
karena kita diperintahkan untuk mengagungkan nama Allah dan ini sudah diketahui
oleh setiap orang secara pasti. Allah Ta’ala berfirman,/َع$ِّظWم& و$َم$ْن& َذ$ل,َك$ ,َر$ َي َع$اِئ 3ِه, َش$ 3َه$ا الَّل ,َّن $ْق&و$ى َم,ْن& ِف$ِإ &ْق/َّل/وِب, ِت ال
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar
Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj: 32)
Ada sebuah riwayat dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,
$اَن$ ,ىh َك 3َب ,َذ$ا- وُسَّلم عَّليِه الَّلِه صَّلى -الَن $َء$ َد$َخ$َل$ ِإ &َخ$َال $َم$ِه/ و$َض$َع$ ال اِت َخ$
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki kamar mandi,
beliau meletakkan cincinnya.”[2]
Akan tetapi hadits ini adalah hadits munkar yang diingkari oleh banyak peneliti hadits.
Namun memang cincin beliau betul bertuliskan “Muhammad Rasulullah”.[3] Syaikh Abu
Malik hafizhohullah mengatakan, “Jika cincin atau semacam itu dalam keadaan
tertutup atau dimasukkan ke dalam saku atau tempat lainnya, maka boleh
barang tersebut dimasukkan ke WC. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan,
“Jika ia mau, ia boleh memasukkan barang tersebut dalam genggaman
tangannya.” Sedangkan jika ia takut barang tersebut hilang karena diletakkan
di luar, maka boleh masuk ke dalam kamar mandi dengan barang tersebut
dengan alasan kondisi darurat.”[4]
Ketiga : Membaca basmalah dan meminta perlindungan pada Allah (membawa
ta’awudz) sebelum masuk tempat buang hajat.
Ini jika seseorang memasuki tempat buang hajat berupa bangunan. Sedangkan ketika
berada di tanah lapang, maka ia mengucapkannya di saat melucuti pakaiannya.[5] Dalil
dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
&َر/ َّت &ْن$ َم$ا ُس$ $ي /ْن, َب $ع&ي &ِج,ْنW َأ اِت, ال $َن,ى و$ع$و&َر$ ,َذ$ا آَد$َم$ َب $َح$ُد/ُه/م/ َد$َخ$َل$ ِإ $َء$ َأ &َخ$َال $َن& ال $ْق/وِل$ َأ , َي م ,ْس& 3ِه, َب الَّل
“Penghalang antara pandangan jin dan aurat manusia adalah jika salah
seorang di antara mereka memasuki tempat buang hajat, lalu ia ucapkan
“Bismillah”.”[6]
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,
$اَن$ ,ىh َك 3َب ,َذ$ا – وُسَّلم عَّليِه الَّلِه صَّلى – الَن $َء$ َد$َخ$َل$ ِإ &َخ$َال 3َه/م3 » َق$اِل$ ال Wى الَّل ,َّن $ع/وَذ/ ِإ ,َك$ َأ /ِث, َم,ْن$ َب َب &َخ/ ,ِث, ال $اِئ َب &َخ$ و$ال «
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memasuki jamban, beliau
ucapkan: Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khobaits (Ya Allah,
aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan[7]).”[8]
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Adab membaca doa semacam ini tidak
dibedakan untuk di dalam maupun di luar bangunan.”[9] Untuk do’a “Allahumma inni
a’udzu bika minal khubutsi wal khobaits”, boleh juga dibaca Allahumma inni a’udzu bika
minal khubtsi wal khobaits (denga ba’ yang disukun). Bahkan cara baca khubtsi
(dengan ba’ disukun) itu lebih banyak di kalangan para ulama hadits sebagaimana
dikatakan oleh Al Qodhi Iyadh rahimahullah. Sedangkan mengenai maknanya, ada
ulama yang mengatakan bahwa makna khubtsi (dengan ba’ disukun) adalah gangguan
setan, sedangkan khobaits adalah maksiat.[10] Jadi, cara baca dengan khubtsi (dengan
ba’ disukun) dan khobaits itu lebih luas maknanya dibanding dengan makna yang di
awal tadi karena makna kedua berarti meminta perlindungan dari segala gangguan
setan dan maksiat.
Keempat : Masuk ke tempat buang hajat terlebih dahulu dengan kaki kiri dan keluar
dari tempat tersebut dengan kaki kanan.
Untuk dalam perkara yang baik-baik seperti memakai sandal dan menyisir, maka kita
dituntunkan untuk mendahulukan yang kanan. Sebagaimana terdapat dalam hadits,
$اَن$ ,ىh َك 3َب /ِه/ – وُسَّلم عَّليِه الَّلِه صَّلى – الَن َب /َع&ِج, $َمhْن/ َي 3ي ,ِه, ِف,ى الَّت $َعhَّل $َن ,ِه, ِت َّل hْج $َر$ ,ِه, و$ِف,ى و$ُط/َه/وَر,ِه, و$ِت &َّن ْأ Wِه, َش$ /َّل َك
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka mendahulukan yang kanan
ketika memakai sandal, menyisir rambut, ketika bersuci dan dalam setiap
perkara (yang baik-baik).”[11] Dari hadits ini, Syaikh Ali Basam mengatakan,
“Mendahulukan yang kanan untuk perkara yang baik, ini ditunjukkan oleh dalil syar’i,
dalil logika dan didukung oleh fitrah yang baik. Sedangkan untuk perkara yang jelek,
maka digunakan yang kiri. Hal inilah yang lebih pantas berdasarkan dalil syar’i dan
logika.”[12] Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun mendahulukan kaki kiri
ketika masuk ke tempat buang hajat dan kaki kanan ketika keluar, maka itu memiliki
alasan dari sisi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka mendahulukan yang
kanan untuk hal-hal yang baik-baik. Sedangkan untuk hal-hal yang jelek (kotor), beliau
lebih suka mendahulukan yang kiri. Hal ini berdasarkan dalil yang sifatnya global.”[13]
Kelima : Tidak menghadap kiblat atau pun membelakanginya.
Dari Abu Ayyub Al Anshori, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
,َذ$ا » /م/ ِإ &َّت $ي $ِت ,َط$ َأ &َغ$اِئ $ ال /وا ِف$َال ,َّل $ْق&َب َّت $ْس& $َة$ ِت &َّل &ْق,َب $ ال وُه$ا و$َال ,َر/ $ُد&َب َّت $ْس& $ِك,ْن& ، ِت َق/وا و$ل Wَر و& َش$$ /وا َأ َب Wو َق$اِل$ . « َغ$َر/ $َب hوِب$ َأ $َي $ا َأ َم$ ِف$ْق$ُد,َم&َن
& ْأ الَّش3
$ا ُد&َّن اَح,يَض$ ِف$و$ْج$ $ْت& َم$َر$ ,ي /َن $َل$ َب $َة, َق,َب &َّل &ْق,َب &َح$َر,ُف/ ، ال $َن $َغ&َف,َر/ ِف$َن َّت $ْس& 3ِه$ و$َّن $َع$ال$ى الَّل ِت
“Jika kalian mendatangi jamban, maka janganlah kalian menghadap kiblat
dan membelakanginya. Akan tetapi, hadaplah ke arah timur atau barat.” Abu
Ayyub mengatakan, “Dulu kami pernah tinggal di Syam. Kami mendapati
jamban kami dibangun menghadap ke arah kiblat. Kami pun mengubah arah
tempat tersebut dan kami memohon ampun pada Allah Ta’ala.”[14]
Yang dimaksud dengan “hadaplah arah barat dan timur” adalah ketika kondisinya di
Madinah. Namun kalau kita berada di Indonesia, maka berdasarkan hadits ini kita
dilarang buang hajat dengan menghadap arah barat dan timur, dan diperintahkan
menghadap ke utara atau selatan. Namun apakah larangan menghadap kiblat dan
membelakanginya ketika buang hajat berlaku di dalam bangunan dan di luar
bangunan? Jawaban yang lebih tepat, hal ini berlaku di dalam dan di luar bangunan
berdasarkan keumuman hadits Abu Ayyub Al Anshori di atas. Pendapat ini dipilih oleh
Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Ibnu Hazm, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah[15],
Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani[16] dan pendapat terakhir dari Syaikh Ali Basam[17].
Adapun hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang mengatakan,
&ْت/ $ْق$ي ِت &ْت, َظ$َه&َر, ِف$و&َق$ اَر& $ي $َع&َض, َح$َف&َص$َة$ َب ,َب &ْت/ ، َح$اْج$َّت,ى ل $َي َأ ُس/وِل$ ِف$َر$ 3ِه, َر$ $ْق&ِض,ى – وُسَّلم عَّليِه الَّلِه صَّلى – الَّل $ِه/ َي َّت ,َر$ َح$اْج$ $ُد&َب َّت َم/ْس&
$َة, &َّل &ْق,َب ,َل$ ال $ْق&َب َّت , َم/ْس& َم& ْأ الَّش3
“Aku pernah menaiki rumah Hafshoh karena ada sebagian keperluanku.
Lantas aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam buang hajat
dengan membelakangi kiblat dan menghadap Syam.”[18]
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membelakangi kiblat
ketika buang hajat. Maka mengenai hadits Ibnu ‘Umar ini kita dapat memberikan
jawaban sebagai berikut.
1. Pelarangan menghadap dan membelakangi kiblat lebih kita dahulukan daripada yang
membolehkannya.
2. Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang menghadap dan
membelakangi kiblat ketika buang hajat lebih didahulukan dari perbuatan beliau.
3. Hadits Ibnu ‘Umar tidaklah menasikh (menghapus) hadits Abu Ayyub Al Anshori karena
apa yang dilihat oleh Ibnu ‘Umar hanyalah kebetulan saja dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak memaksudkan adanya hukum baru dalam hal ini.[19]
Simpulannya, pendapat yang lebih tepat dan lebih hati-hati adalah haram secara
mutlak menghadap dan membelakangi kiblat ketika buang hajat.
Keenam : Terlarang berbicara secara mutlak kecuali jika darurat.
Dalilnya adalah hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
$َن3 � َأ َال ْج/ ُس/وِل/ َم$َر3 َر$ 3ِه, و$َر$ /وِل/- وُسَّلم عَّليِه الَّلِه صَّلى -الَّل $َب 3م$ َي َّل $م& ِف$ْس$ َد3 ِف$َّل $َر/ &ِه, َي $ي ع$َّل .
“Ada seseorang yang melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
beliau sedang kencing. Ketika itu, orang tersebut mengucapkan salam,
namun beliau tidak membalasnya.”[20]
Syaikh Ali Basam mengatakan, “Diharamkan berbicara dengan orang lain ketika buang
hajat karena perbuatan semacam ini adalah suatu yang hina, menunjukkan kurangnya
rasa malu dan merendahkan murua’ah (harga diri).” Kemudian beliau berdalil dengan
hadits di atas.[21] Syaikh Abu Malik mengatakan, “Sudah kita ketahui bahwa menjawab
salam itu wajib. Ketika buang hajat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkannya,
maka ini menunjukkan diharamkannya berbicara ketika itu, lebih-lebih lagi jika dalam
pembicaraan itu mengandung dzikir pada Allah Ta’ala. Akan tetapi, jika seseorang
berbicara karena ada suatu kebutuhan yang mesti dilakukan ketika itu, seperti
menunjuki jalan pada orang (ketika ditanya saat itu, pen) atau ingin meminta air dan
semacamnya, maka dibolehkan saat itu karena alasan darurat. Wallahu a’lam.”[22]
Ketujuh: Tidak buang hajat di jalan dan tempat bernaungnya manusia.
Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
3ْق/وا » &ْن, اِت $ي 3َع3اَّن /وا. « الَّل $اَن, و$َم$ا َق$ال 3َع3اَّن $ا الَّل ُس/وِل$ َي 3ِه, َر$ 3ِذ,ى » َق$اِل$ الَّل $َخ$َّل3ى ال $َّت 3اِس, ُط$َر,َيِق, ِف,ى َي و& الَن$ Wَه,م& ِف,ى َأ َظ,َّل «.
“Hati-hatilah dengan al la’anain (orang yang dilaknat oleh manusia)!” Para
sahabat bertanya, “Siapa itu al la’anain (orang yang dilaknat oleh manusia),
wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Mereka adalah orang yang buang hajat
di jalan dan tempat bernaungnya manusia.”[23]
Kedelapan: Tidak buang hajat di air yang tergenang.
Dalilnya adalah hadits Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,
3ِه/ َّن$ $َه$ى َأ $َن& َّن $اِل$ َأ /َب &َم$اَء, ِف,ى َي ,ُد, ال اَك الَر3 .
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kencing di air
tergenang.”[24]
Salah seorang ulama besar Syafi’iyah, Ar Rofi’i mengatakan, “Larangan di sini berlaku
untuk air tergenang yang sedikit maupun banyak karena sama-sama dapat
mencemari.”[25]
Dari sini, berarti terlarang kencing di waduk, kolam air dan bendungan karena dapat
menimbulkan pencemaran dan dapat membawa dampak bahaya bagi yang lainnya. Jika
kencing saja terlarang, lebih-lebih lagi buang air besar. Sedangkan jika airnya adalah air
yang mengalir (bukan tergenang), maka tidak mengapa. Namun ahsannya (lebih baik)
tidak melakukannya karena seperti ini juga dapat mencemari dan menyakiti yang lain.
[26]
Kesembilan: Memperhatikan adab ketika istinja’ (membersihkan sisa kotoran setelah
buang hajat, alias cebok),
di antaranya sebagai berikut.
1. Tidak beristinja’ dan menyentuh kemaluan dengan tangan kanan. Dalilnya adalah
hadits Abu Qotadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
,َذ$ا َر,ِب$ ِإ /م& َش$ $َح$ُد/َك $ َأ $َف3ْس& ِف$َال $َن $َّت $اَء, ِف,ى َي ,َّن ,َذ$ا ، اِإل $ى و$ِإ $ِت $َء$ َأ &َخ$َال $ ال $َم$ْس3 ِف$َال ِه/ َي $َر$ ,ِه, َذ$َك $َم,يَن ,ي $ ، َب ْح& و$َال $َم$ْس3 $َّت ,ِه, َي $َم,يَن ,ي َب
“Jika salah seorang di antara kalian minum, janganlah ia bernafas di dalam
bejana. Jika ia buang hajat, janganlah ia memegang kemaluan dengan tangan
kanannya. Janganlah pula ia beristinja’ dengan tangan kanannya.”[27]
2. Beristinja’ bisa dengan menggunakan air atau menggunakan minimal tiga batu
(istijmar). Beristinja’ dengan menggunakan air lebih utama daripada menggunakan batu
sebagaimana menjadi pendapat Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarok, Imam Asy Syafi’i,
Imam Ahmad dan Ishaq.[28] Alasannya, dengan air tentu saja lebih bersih. Dalil yang
menunjukkan istinja’ dengan air adalah hadits dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,
$اَن$ ,ىh َك 3َب ,َذ$ا – وُسَّلم عَّليِه الَّلِه صَّلى – الَن َج$ ِإ ,ِه, َخ$َر$ َّت ,َح$اْج$ ْج,ىَء/ ل$ $ا َأ $َّن $َ̈م َأ $ا و$َغ/َال ,َد$او$ٌة¨ َم$َع$َن $َع&َن,ى . َم$اَء< َم,ْن& ِإ &ِج,ى َي $َن َّت $ْس& ,ِه, َي َب
“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk buang hajat, aku dan
anak sebaya denganku datang membawa seember air, lalu beliau beristinja’
dengannya.”[29]
Dalil yang menunjukkan istinja’ dengan minimal tiga batu adalah hadits Jabir bin
‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
,َذ$ا $ِج&َم$َر$ ِإ َّت /م& اُس& $َح$ُد/َك $ِج&َم,َر& َأ َّت $ْس& &ي � ِف$َّل $ثا $َال ث
“Jika salah seorang di antara kalian ingin beristijmar (istinja’ dengan batu),
maka gunakanlah tiga batu.”[30]
3. Memerciki kemaluan dan celana dengan air setelah kencing untuk menghilangkan
was-was.
Ibnu ‘Abbas mengatakan,
$َن3 ,ى3 َأ 3َب $- وُسَّلم عَّليِه الَّلِه صَّلى -الَن $و$َض3ْأ ٌة� ِت ٌة� َم$َر3 $ِض$ْح$ َم$َر3 ِه/ و$َّن ْج$ ِف$َر&
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan satu kali – satu kali
membasuh, lalu setelah itu beliau memerciki kemaluannya.”[31]
Jika tidak mendapati batu untuk istinja’, maka bisa digantikan dengan benda lainnya,
asalkan memenuhi tiga syarat:
[1] benda tersebut suci, [2] bisa menghilangkan najis, dan [3] bukan barang berharga
seperti uang atau makanan.[32]
Sehingga dari syarat-syarat ini, batu boleh digantikan dengan tisu yang khusus untuk
membersihkan kotoran setelah buang hajat.
Kesepuluh: Mengucapkan do’a “ghufronaka” setelah keluar kamar mandi.
Dalilnya adalah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
$َن3 ,ى3 َأ 3َب $اَن$- وُسَّلم عَّليِه الَّلِه صَّلى -الَن ,َذ$ا َك َج$ ِإ ,َط, َم,ْن$ َخ$َر$ &َغ$اِئ $َك$ » َق$اِل$ ال اَّن َغ/َف&َر$ «.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa setelah beliau keluar kamar mandi
beliau ucapkan “ghufronaka” (Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).”[33]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Kenapa
seseorang dianjurkan mengucapkan “ghufronaka” selepas keluar dari kamar kecil, yaitu
karena ketika itu ia dipermudah untuk mengeluarkan kotoran badan, maka ia pun ingat
akan dosa-dosanya. Oleh karenanya, ia pun berdoa pada Allah agar dihapuskan dosa-
dosanya sebagaimana Allah mempermudah kotoran-kotoran badan tersebut
keluar.”[34]
Demikian beberapa adab ketika buang hajat yang bisa kami sajikan di tengah-tengah
pembaca sekalian. Semoga Allah memberi kepahaman dan memudahkan untuk
mengamalkan adab-adab yang mulia ini. Semoga Allah selalu menambahkan ilmu yang
bermanfaat yang akan membuahkan amal yang sholih.
Diselesaikan di malam hari, di Pangukan-Sleman, 7 Rabi’ul Akhir 1431 H (22/03/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel www.muslim.or.id
Sumber : http://elektrocyber.wordpress.com/2010/04/03/10-adab-ketika-buang-hajat/
12 TEMPAT YANG DISUKAI SYETAN
1. Tempat Peristirahatan Unta
Dalam hadits Abdullah bin Mughaffal radiyallohu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah
Shallallohu ‘alaihi wasallam: “Shalatlah kalian di tempat peristirahatan
(kandang) kambing dan janganlah kalian shalat di tempat peristirahatan
(kandang) unta karena sesungguhnya unta itu diciptakan dari syaitan." (Lihat
didalam HR. Ahmad (4/85), Ibnu Majah (769) dan Ibnu Hibban (5657) dan selainnya).
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah sebagaimana yang disebutkan di
dalam "Majmu Fatawa" (19/41) ketika menjelaskan tentang penyebab dilarangnya
shalat di tempat peristirahatan unta. Yang benar bahwa penyebab (dilarangnya shalat)
di kamar mandi, tempat peristirahatan unta dan yang semisalnya adalah karena itu
adalah tempat-tempat para setan.
2. Tempat Buang Air Besar dan Kecil
Dalam hadits Zaid bin Arqam radiyallohu ‘anhu, dan selainnya yang diriwayatkan oleh
Ahmad (4/373), Ibnu Majah (296), Ibnu Hibban ( 1406), Al Hakim (1/187) dan selainnya
bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda : “Sesungguhnya tempat-
tempat buang hajat ini dihadiri (oleh para setan, pen), maka jika salah
seorang dari kalian hendak masuk kamar mandi (WC), ucapkanlah "Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari setan laki-laki dan setan
perempuan." )ُب+ِث ُب3اِئ(ِث( adalah setan laki-laki dan اْل.ُخ+ .adalah setan perempuan اْل.ُخ3
Demikian banyak orang yang terkena gangguan jin adalah di tempat-tempat
buang hajat."
3. Lembah-lembah.
Sesungguhnya jin dan setan ditemukan di lembah-lembah dan tidak ditemukan di
pegunungan. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam "Majmu
Fatawa" (19/33) : "Lembah-lembah adalah tempatnya kaum jin karena
sesungguhnya mereka lebih banyak ditemukan di lembah-lembah daripada di
dataran tinggi."
4. Tempat Sampah dan Kotoran.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam "Majmu
Fatawa"(19/41) : "(Para Setan) ditemukan di tempat-tempat bernajis seperti
kamar mandi dan WC, tempat sampah, kotoran serta pekuburan."
5. Pekuburan.
Telah datang dari hadits Abu Said Al Khudri radiyallohu ‘anhu bahwa Rasulullah
Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda: /َر&ُض$ hَه$ا اَأل /َّل ُد¨ َك ِج, 3 َم$ْس& ,َال ٌة$ ِإ $َر$ &َم$ْق&َب &َح$َم3اَم$ ال و$ال "Permukaan
bumi itu semuanya masjid (bisa dijadikan tempat untuk shalat, pen) kecuali
pekuburan dan kamar mandi."(Lihat juga di HR. Ahmad (3/83), Abu Daud
(492),Tirmidzi (317), Ibnu Hibban (1699), Al Hakim (1/251) serta yang lainnya).
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah sebagaimana yang disebutkan di
dalam "Majmu Fatawa" (19/41) ketika berbicara tentang tempat-tempat jin : "Pada
pekuburan itu terdapat sarana menuju kesyirikan sebagaimana pekuburan
juga menjadi tempat mangkalnya para syaitan Lihat ucapan beliau
sebelumnya."
Para syaitan menuntut orang yang hendak menjadi tukang sihir untuk selalu tinggal di
pekuburan. Dan disanalah para syaitan turun mendatanginya dan tukang sihir itu bolak
balik ke tempat ini. Para syaitan menuntutnya untuk memakan sebagian orang-orang
mati.
6. Tempat yang Telah Rusak dan Kosong.
Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam "Al Adab Al Mufrad" (579) dari Tsauban radiyallohu
‘anhu berkata : Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, berkata kepadaku : "Janganlah
kamu tinggal di tempat yang jauh dari pemukiman karena tinggal di tempat
yang jauh dari pemukiman itu seperti tinggal di kuburan."
Hadits ini hasan. Berkata lebih dari satu ulama bahwa Al Kufuur adalah tempat yang
jauh dari pemukiman manusia dan hampir tidak ada seorang pun yang lewat di situ.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sebagaimana yang disebutkan dalam "Majmu
Fatawa" (19/40-41) ketika berbicara tentang jin: "Oleh karena itu, (para syaitan) banyak
ditemukan di tempat yang telah rusak dan kosong."
7. Lautan
Dalam hadits Jabir radiyallohu ‘anhu berkata : Bersabda Rasulullah Shallallohu ‘alaihi
wasallam:"Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas lautan dalam
riwayat lain di atar airdan kemudian dia pun mengutus pasukannya. (HR.
Muslim: 2813).
Dan juga datang dari hadits Abu Musa radiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Ibnu
Hibban dan yang lainnya dan hadits ini shahih. Sebagian ulama menyebutkan bahwa
lautan yang dimaksud adalah samudera "Al Haadi" karena di sanalah tempat
berkumpulnya semua benua.
8. Celah-celah di Bukit.
Telah datang hadits Ibnu Sarjis radiyallohu ‘anhu dia berkata: bersabda Rasulullah
Shallallohu ‘alaihi wasallam : "Janganlah salah seorang diantara kalian kencing di
lubang…" Mereka berkata kepada Qatadah: "Apa yang menyebabkan dibencinya
kencing di lubang?", dia berkata : "Disebutkan bahwa itu adalah tempat
tinggalnya jin". Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad (5/82), Abu Daud (29), An Nasaai
(34), Al Hakim (1/186) dan Al Baihaqi (1/99).
Lebih dari satu ulama yang membenarkan bahwa Qatadah mendengar dari Abdullah bin
Sarjis radiyallohu ‘anhu,. Lihat kitab "Jami' At Tahshiil."
Hadits ini dishahihkan oleh Al Walid Al Allamah Al Wadi'i dalam "Ash Shahih Al Musnad
Mimma Laisa fii Ash Shahihain" (579).
9. Tempat-tempat Kesyirikan, Bid'ah dan Kemaksiatan
Para setan ditemukan di setiap tempat yang di dalamnya manusia melakukan
kesyirikan, bid'ah dan kemaksiatan. Tidaklah dilakukan kebid'ahan dan penyembahan
kepada selain Allah Subhaanahu wat’ala, kecuali syaitan memiliki andil yang cukup
besar di dalamnya dan terhadap para pelakunya.
10. Rumah-rumah yang di Dalamnya Dilakukan Kemaksiatan
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasalla, bersabda :"Sesungguhnya malaikat tidak
masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar." (HR. Al
Bukhari: 3226 dan Muslim : 2106 dari hadits Abu Thalhah dan Aisyah Radhiyallahu
'anhuma dan datang pula dari para sahabat yang lain).
Jika malaikat tidak masuk ke dalam rumah, maka syaitanlah yang masuk adalah
syaitan karena malaikat adalah tentara-tentara Allah Subhanahu wa ta’ala yang diutus
untuk menjaga kaum mukminin dan menolak kemudharatan dari mereka. Termasuk
kebodohan adalah jika seorang muslim mengusir malaikat dari rumahnya yang
menyebabkan masuknya jin dan setan ke dalamnya. Maka makmurkanlah rumah itu
dengan dzikir kepada Allah Subhanahu wata’ala, ibadah, dan membaca Al Qur'an.
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda : “Janganlah kalian menjadikan
rumah-rumah kalian sebagai pekuburan karena sesungguhnya setan itu lari
dari rumah yang di dalamnya dibacakan Surat Al Baqarah." (HR. Muslim (780),
Ahmad (2/337), Tirmidzi (2877) dan selainnya).
11. Pasar-pasar
Telah datang dari Salman radiyallohu ‘anhu, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
(2451) dan selainnya berkata : “Janganlah engkau menjadi orang pertama yang masuk
pasar jika engkau mampu dan jangan pula menjadi orang paling terakhir yang keluar
darinya pasar karena pasar itu adalah tempat peperangan para syaitan dan disanalah
ditancapkan benderanya." Ucapan ini memiliki hukum marfu (disandarkan kepada
Rasululla Shallallohu ‘alaihi wasallam, pen). Yang dimaksud dengan َكَة لَمَعَر ا dalam kata
الَّشيطاَن َمَعَرَكَة " " adalah tempat peperangan para syaitan dan mereka menjadikan pasar
sebagai tempat perang tersebut karena dia mengalahkan mayoritas penghuninya
disebabkan karena mereka lalai dari dzikrullah dan gemar melakukan kemaksiatan.
Dan ucapannya " َراَيَّتِه َيَنَصَب وَبَها " (dan dengannya dipasang benderanya), merupakan
isyarat ditemukannya para syaitan untuk mengadu domba sesame manusia.
Oleh karena itu, pasar merupakan tempat yang dibenci oleh Alla Subhanahu wata’ala.
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “ Tempat yang paling disukai oleh
Allah adalah masjid dan tempat yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar."
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (671) dan selainnya dari hadits Abu Hurairah
radiyallohu ‘anhu. Demikianlah para setan berkumpul di tempat-tempat yang di
dalamnya gemar dilakukan perbuatan maksiat dan kemungkaran.
12. Jin dan Para Syetan Berkeliaran di Jalan-jalan dan Lorong-lorong.
Dalam hadits Riwayat Bukhari (3303) dan Muslim (2012) dari Jabir radiyallohu ‘anhu,
bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda : “ Jika telah datang malam,
maka cegahlah anak-anak kalian untuk keluar karena sesungguhnya jin itu
berkeliaran dan melakukan penculikan. Matikan lentera di saat tidur karena
sesungguhnya binatang fasik (tikus, pen) itu kadang menarik sumbu lampu
sehingga membakar penghuni rumah tersebut".
Semoga bermanfaat Agar kita Bisa lebih berhati2 dari gangguan Setan yang
Terkutuk........
Salam DAYMAZ......
Sumber : http://daymazzone.blogspot.com/2010/08/12-tempat-yang-disukai-
syetan.html