ustek

76
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN BAB – D TANGGAPAN DAN SARAN TERHADAP KERANGKA ACUAN KERJA DAN PERSONIL DAN FASILITAS PENDUKUNG D.1 TANGGAPAN DAN SARAN TERHADAP KERANGKA ACUAN KERJA D.1.1 UMUM Penyedia Jasa Konsultansi Penyusunan Dokumen DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan pada intinya setuju dan memahami terhadap Kerangka Acuan Kerja dalam kegiatan ini. Pada Bab ini akan diuraikan mengenai agenda tanggapan Konsultan terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Berita Acara Penjelasan dari paket pekerjaan penyusunan “DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan”. No. Kerangka Acuan Kerja Tanggapan 1. Latar Belakang Latar belakang kegiatan penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan sudah sangat jelas berdasarkan kondisi karakteristik wilayah perencanaan yang sudah diuraikan dalam KAK. 2. Maksud dan Tujuan Maksud dan Tujuan dalam penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan dalam KAK serta penjelasan yang diberikan pihak pejabat pemberi tugas telah cukup jelas yaitu agar kawasan industri yang direncanakan nantinya tertata dengan baik dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang standar dan memperhatikan dampak terhadap lingkungan. Kami dalam memberikan layanan jasa Konsultasi penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan akan selalu memperhatikan tujuan setiap tahapan ataupun tujuan akhir dari dokumen yang hendak kita capai agar bisa nantinya menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan fisik di lapangan sehingga diperoleh efisiensi, efektifitas dan bangunan yang handal. 3. Sasaran Uraian sasaran dalam penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan yang tertuang dalam KAK serta penjelasan yang diberikan pihak pemberi tugas telah cukup jelas. Hal ini memberikan batasan dari dua induk tujuan utama secara jelas akan 1 BaB D-

Upload: agus-taruna

Post on 11-Jan-2016

246 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

kawasan

TRANSCRIPT

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

BAB – D TANGGAPAN DAN SARAN TERHADAP

KERANGKA ACUAN KERJA DAN PERSONIL DAN FASILITAS

PENDUKUNG D.1 TANGGAPAN DAN SARAN TERHADAP KERANGKA ACUAN KERJA D.1.1 UMUM

Penyedia Jasa Konsultansi Penyusunan Dokumen DED Kawasan Industri

Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan pada intinya setuju

dan memahami terhadap Kerangka Acuan Kerja dalam kegiatan ini.

Pada Bab ini akan diuraikan mengenai agenda tanggapan Konsultan terhadap

Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Berita Acara Penjelasan dari paket pekerjaan

penyusunan “DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan”.

No. Kerangka Acuan Kerja Tanggapan

1. Latar Belakang

Latar belakang kegiatan penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan sudah sangat jelas berdasarkan kondisi karakteristik wilayah perencanaan yang sudah diuraikan dalam KAK.

2. Maksud dan Tujuan

Maksud dan Tujuan dalam penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan dalam KAK serta penjelasan yang diberikan pihak pejabat pemberi tugas telah cukup jelas yaitu agar kawasan industri yang direncanakan nantinya tertata dengan baik dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang standar dan memperhatikan dampak terhadap lingkungan. Kami dalam memberikan layanan jasa Konsultasi penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan akan selalu memperhatikan tujuan setiap tahapan ataupun tujuan akhir dari dokumen yang hendak kita capai agar bisa nantinya menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan fisik di lapangan sehingga diperoleh efisiensi, efektifitas dan bangunan yang handal.

3. Sasaran

Uraian sasaran dalam penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan yang tertuang dalam KAK serta penjelasan yang diberikan pihak pemberi tugas telah cukup jelas. Hal ini memberikan batasan dari dua induk tujuan utama secara jelas akan

1 BaB D-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

No. Kerangka Acuan Kerja Tanggapan

sasaran yang hendak dicapai dari penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan yaitu Penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Penyusunan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan.

4. Ruang Lingkup

Uraian lingkup wilayah perencanaan dan materi yang ada serta penjelasan yang diberikan pihak pemberi tugas telah cukup jelas dalam KAK.

5. Metodologi Metodologi penyusunan dari tahap pelaksanaan, pengumpulan data hingga metode analisis sudah sangat jelas dan rinci dalam KAK sehingga mudah dipahami oleh pihak konsultan penyusun DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan

6. Jangka Waktu Pelaksanaan

Uraian jangka waktu Pelaksanaan 180 (seratus delapan puluh ) Hari Kalender serta penjelasan yang diberikan pihak pemberi tugas telah cukup jelas.

7 Tenaga Ahli dan kebutuhan personil

Uraian Tenaga Ahli dan kebutuhan personil yang ada serta penjelasan yang diberikan pihak pemberi tugas telah cukup jelas

8 Keluaran

Sebagai bagian dari rangkaian input-proces dan output, sasaran yang tercantum pada KAK sudah memadai. Artinya, komponen keluaran sudah mengandung unsur proses maupun masukan yang diperlukan dalam menghasilkan produk yang diinginkan yaitu dokumen DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan.

D.2. TANGGAPAN DAN SARAN TERHADAP PERSONIL/FASILITAS PENDUKUNG DARI PPK

Didasarkan pada lingkup Pekerjaan yang dibebankan kepada Konsultan dari sisi

Kebutuhan dan ketersediaan personil/Tenaga Ahli yang tercantum dalam KAK

telah mencukupi, baik dari segi jumlah durasi dan kualifikasi.

Dalam hal ini pihak penyedia jasa konsultansi setuju dengan fasilitas yang

diberikan oleh pihak pejabat pembuat komitmen dalam rangka mendukung

Penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan

Industri Bangkalan. Sedangkan untuk dukungan berupa ruang kerja, transportasi

dan peralatan teknis lainnya pihak penyedia jasa konsultansi penyediakan

sendiri peralatan tersebut, sebab telah dijelaskan di atas bahwa pihak pejabat

pembuat komitmen dalam pekerjaan ini membantu dalam pengurusan dukungan

administrasi dan penyediaan data-data sekunder yang dibutuhkan oleh pihak

penyedia jasa konsultansi.

2 BaB D-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

BAB- E PENDEKATAN, METODOLOGI

DAN PROGRAM KERJA

E.1 PENDEKATAN TEKNIS DAN METODOLOGI

E.1.1 UMUM

Pekerjaan Penyusunan Dokumen DED Kawasan Industri Banyuwangi dan

Masterplan Kawasan Industri Bangkalan secara umum dilakukan untuk

menjamin kawasan industri serta lingkungannya tertata dengan baik beserta

kelengkapan sarana prasarana yang standar dan memperhatikan dampak

lingkungan. Sehingga tersedianya sebuah dokumen lengkap perencanaan teknis

yang nantinya dapat dijadikan rujukan dalam melaksanakan kegiatan fisik di

lapangan.

E.1.2. PENDEKATAN PERMASALAHAN E.1.2.1 Pendekatan Teknis

Pendekatan teknis diperlukan sebagai suatu arahan agar dalam pelaksanaan

pekerjaan dicapai tujuan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan syarat-

syarat atau ketentuan yang telah ditetapkan

Secara garis besar pendekatan teknis ini disesuaikan tahapan pekerjaan

• Tahapan Persiapan :

o Penyusunan rencana kerja, penyusunan desain survei, mobilisasi

tim dan pengumpulan data awal

• Tahapan pengkajian pustaka & data umum.

• persiapan teknis berupa peta dasar, daftar pertanyaan, program survei &

pengadaan peralatan survei

E.1.2.2. Pendekatan Ekonomis

Disamping adanya teknis juga diperlukan suatu pendekatan ekonomis. Salah

satu hal penting dalam pendekatan ekonomis ini adalah pemanfaatan

ketersediaan personil secara efektif dan efisien yang disusun berdasarkan

analisis terhadap lingkup pekerjaan, jangka waktu pelaksanaan, kebutuhan

1 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

personil dan struktur organisasi yang akan diterapkan dalam pelaksanaan

pekerjaan. Berdasarkan uraian tersebut diatas personil yang akan terlibat

dalam kegiatan Penyusunan Dokumen DED Kawasan Industri Banyuwangi dan

Masterplan Kawasan Industri Bangkalan adalah sebagai berikut :

• Team Leader 1 Orang

Disamping itu dari masing-masing Tim tersebut didukung Tenaga pendukung

• Tenaga Ahli Ekonomi Wilayah 1 Orang

• Tenaga Ahli Hukum/Kelembagaan 1 Orang

• Tenaga Ahli teknik Sipil 2 orang

• Tenaga Ahli Teknik Industri 1 Orang

• Tenaga Ahli Teknik Lingkungan 2 Orang

• Tenaga Ahli Arsitek Landscape 1 Orang

• Tenaga Ahli Geologi/Geodesi 2 Orang

• Tenaga Ahli Cost Estimator 1 Orang

• Drafter 4 Orang

• Surveyor 6 Orang

• Administrasi 2 Orang

E.1.3 METODOLOGI PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Secara umum metodologi kegiatan Penyusunan Dokumen DED Kawasan Industri

Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan ini akan menyangkut

beberapa tahapan yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Langkah-langkah

tersebut adalah:

1. Mempelajari dan memahami aspek peraturan perundangan yang berkaitan

langsung dengan kawasan industri

2. Mempelajari dan memahami maksud, tujuan, dan sasasaran pekerjaan ini

yaitu Penyusunan Dokumen DED Kawasan Industri Banyuwangi dan

Masterplan Kawasan Industri Bangkalan

3. Mempelajari dan memahami aspek kesesuaian lokasi peruntukan kawasan

dengan RTRW

4. Melakukan kajian wilayah dan topografi tanah di lokasi kawasan industri

5. Dalam melengkapi pemahaman mengenai pekerjaan, konsultan melakukan

analisis struktur ruang yang mencakup :

a) Analisis fungsional unsur – unsur ruang/tapak

2 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

b) Tata guna lahan

c) Vegetasi

d) Iklim

e) Sifat fisik dan kimia tanah

f) Profil fisik kawasan industri

g) Sistem drainase dan kondisi jaringan utilitas lainnya.

6. Selanjutnya konsultan akan mengkaji industri yang akan menjadi penggerak

kawasan industri.

7. Setelah itu konsultan memberikan konsep pengembangan Kawasan Industri

di Kabupaten Bangkalan dengan merencanakan zoning dan besaran

perbandingan lahan meliputi lahan komersial dan lahan sarana prasarana

serta ruang terbuka hijau.

8. Selanjutnya konsultan menyusun rencana pengembangan infrastruktur atau

sarana prasarana yang mencakup :

a) Jaringan jalan

b) Listrik, air bersih, telekomunikasi

c) Sistem drainase, pengolahan limbah, IPAL

d) Ruang terbuka hijau

e) Kantor pengelola kawasan industri

f) Penerangan jalan, unit pemadam kebakaran dan sarana penunjang

laiinya.

9. Menyusun site plan dengan skala 1:1000 yang mencakup :

g) Rencana perpetakan lahan lingkungan (kavling)

h) Rencana tata letak bangunan dan pemanfaatan bangunan

i) Rencana tata letak jaringan pergerakan lingkungan

j) Rencana tata letak jaringan utilitas lingkungan

k) Rencana ruang hijau dan penghijauan.

10. Nantinya dokumen tersebut dilengkapi dengan analisis kelayakan finansial

(NPV, IRR, Payback Period).

E.1.4 TAHAPAN KEGIATAN E.1.4.1 Tahap Persiapan

Tahap Persiapan merupakan awal kegiatan Penyusunan Dokumen DED

Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan

3 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

yang besar artinya bagi sukses tidaknya pelaksanaan pekerjaan ini diantaranya

adalah

mobilisasi & alokasi tenaga survey

pengkajian pustaka & data umum

persiapan teknis berupa peta dasar, daftar pertanyaan, program survei

& pengadaan peralatan survei

E.1.4.2. TAHAP KOMPILASI DATA

Proses survey, kompilasi data dan analisis terhadap data primer dan sekunder

yang terkait dengan kawasan perencanaan, proses ini merupakan kegiatan awal untuk

menggali potensi dan permasalahan kawasan untuk dimanfaatkan dalam menyusun

konsep dan skenario perencanaan Detail Engineering Design Kawasan Industri

Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan.

Survei

Data Primer

Data Sekunder

Studi Literatur : Peraturan perundang-

undangan terkait pengembangan Kawasan Industri

Kajian-kajian terkini mengenai pengembangan kawasan industri

Studi geoteknik

Data Instansional : RTRW Masterplan Kawasan Tata lingkungan Studi tata ruang

kota/kawasan

Kondisi eksisting jaringan infrastruktur

Topografi Pemanfaatan lahan

Pengukuran : • Topografi • Inventory

Kompilasi Data Analisa Data

Kuantitatif (tabel, angka, grafis, peta dll)

Kualitatif (deskriptif)

Analisa Kondisi Fisik Kawasan

Analisa bangunan dan ruang

4 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

E.1.4.2.1. Survey

Pada tahapan survei, kegiatan yang dilakukan antara lain akan meliputi

observasi fisik lapangan untuk mengenali eksisting lapangan serta

pengumpulan data penunjang (secondary data) yang diperlukan dalam

penyusunan Detail Engineering Design melalui “metoda survei lapangan,

review data-data, dokumentasi, peta-peta dasar dan perencanaan terkait”

yang melibatkan peran stakeholders.

Data yang dikumpulkan dibedakan dalam 2 (dua) jenis, yaitu data

kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif dapat langsung disajikan

dalam berupa tabel angka, diagram, grafik, peta dan sebagainya. Data

kualitatif berupa informasi yang disajikan secara deskriptif.

E.1.4.2.2 Pengukuran

Untuk kegiatan pengukuran lapangan terdiri dari dua kegiatan yaitu survey topografi dan inventory bangunan eksisting.

a. Topografi • Survey pengukuran terlebih dahulu dilaksanakan dengan mengkaji

laporan laporan terdahulu • Melakukan peninjauan lapangan dengan berpedoman pada data-data

fisik, mencocokan tata letak jaringan jalan, Mencocokan tata guna lahan, mencocokan batas-batas petak tersier, batas desa dan sebagainya, menentukan rencana pengukuran untuk updating peta dasar.

• Pelaksanaan Pengukuran, pengukuran situasi detail dan data hasil pengukuran harus ditambahkan pada peta dasar pendahuluan.

b. Inventory

Pekerjaan yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut : • Inventarisasi kondisi saluran-saluran drainase serta saluran-saluran

alam dan bangunan-bangunan yang ada. • Melakukan penelusuran setiap saluran, suplesi, saluran pembuang dan

setiap bangunan di sepanjang saluran drainase baik drainage tersier sekunder dan atau sungai drainase utama serta menginventarisasi kondisi saluran dan bangunannya.

• Inventarisasi vegetasi yang memungkinkan untuk dapat dipertahankan keberadaannya.

Semua hasil pengukuran lapangan akan dibuat dalam gambar hasil

pengukuran dan data inventory yang akan digunakan pada tahap identifikasi masalah, sehingga dapat dibuat sebagai bahan perencanaan.

5 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

E.1.4.2.2 Metode Survey Topografi

Tujuan survai ini adalah untuk mendatakan dan menggambarkan situasi lahan

di kawasan rencana lokasi studi. Peralatan yang digunakan :

Theodolit T2 dan TL2.

Water Pass.

Radio Komunikasi.

Meteran Sepanjang 50 m.

Alat-alat Tulis dan Alat bantu lainnya

A. Metode Pelaksanaan

Pengamatan azimuth matahari (pengukuran azimuth) dilakukan pada

salah satu BM yang telah dibuat.

Pengukuran dengan menggunakan sistem triangulasi : Rangkaian

poligon dibuat tertutup dengan menggunakan BM.O sebagai titik awal

pengukuran, dan rangkaian poligon melewati titik-titik patok griding.

Pengukuran sudut dilakukan dengan 4 (empat) seri biasa – luar biasa.

Selisih sudut antara tiap bacaan titik boleh lebih dari 10 detik dan

pengukuran poligon sepanjang titik-titik poligon adalah 75 m

Pengukuran harus dimulai dari titik ikat awal dan pengukuran poligon

harus tertutup (dimulai dari titik ikat awal dan berakhir pada titik yang

sama atau ditutup pada titik lain yang sudah diketahui koodinatnya

sehingga kesalahan-kesalahan sudut maupun jarak dapat dikontrol).

Pengukuran Sifat Dasar

• Pengukuran sipat datar dilakukan sepanjang titik-titik poligon dan diikatkan pada

bench mark. Pekerjaan ini dilakukan untuk mendapatkan data-data posisi

bangunan, jalan, saluran, yang ada maupun elevasi permukaan tanah di areal

yang dipetakan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat theodolite T2

dan Waterpas.

• Pengukuran sipat datar dari bench mark ke bench mark dengan alat waterpass

dilakukan dengan teliti, dengan kesalahan penutup tidak boleh lebih dari (3√d) mm

dimana d = jarak jalur pengukuran (dalam km).

• Semua ketinggian harus mengacu pada LWS.

• Untuk memindahkan elevasi dari titik yang sudah diketahui elevasinya ke titik-titik

poligon, maka digunakan alat ukur waterpass.

• Elevasi yang digunakan sebagai referensi adalah elevasi hasil perhitungan pasang

surut atau patok tetap yang sudah diketahui elevasinya.

6 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

• Pengukuran sipat datar dilakukan dengan cara double / pulang pergi. Selisih

bacaan setiap atand maksimum 2 mm dan selisih hasil ukuran total antara pergi

dan pulang tidak boleh lebih dari (8√d) mm dimana nilai d = jarak jalur pengukuran

(dalam km)

Pengukuran Situasi dan detail

• Bangunan-bangunan yang penting dan berkaitan dengan pekerjaan design harus

diambil posisinya.

Titik-titik poligon diplot berdasarkan koordinat pada kertas milimeter. Sedangkan

titik-titik bangunan maupun titik-titik elevasi permukaan tanah diplot dengan

menggunakan busur dan mistar sesuai dengan stationnya masing-masing. Disamping

garis-garis ketinggian, maka angka-angka elevasi dicantumkan pula dalam peta. Setelah

ploting gambar dalam kertas milimeter selesai dilakukan, selanjutnya gambar peta

tersebut disalin ke dalam kertas kalkir untuk diperbanyak sesuai dengan keperluannya.

Peta dibuat dalam skala 1 : 1000 baik untuk vertikal maupun horizontal.

E.1.4.2.2 Tahap Pelaksanaan Survei Topografi A. Pembuatan Bench Mark (BM).

Sebelum melakukan pekerjaan topografi terlebih dahulu ditentukan titik

referensi koordinat lokal atau geografis/UTM dan ketinggian terhadap 00.00 LWS.

B. Pengukuran Titik-titik Poligon.

Pelaksanaan pengukuran titik-titik poligon dimaksudkan untuk membantu

dalam pengukuran situasi, dengan menggunakan metoda tertutup (kring), hal ini untuk

mengetahui berapa besar kesalahan yang dihasilkan dari pengukuran.

Pengukuran dimulai dari titik BM1, titik-titik bantu poligon, BM2 dan kembali ke

BM1 yang mencakup sekitar daerah survei dengan referensi ketinggian terhadap

00.00 LWS.

Ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran poligon yaitu:

1. Pengukuran Jarak.

Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 m dan

Untuk pengukuran pada daerah yang miring dilakukan dengan cara :

Jarak AB = d1 + d2 +d3

Selain itu untuk ketelitian pengukuran jarak dilakukan dengan pengukuran

jarak optis hasil pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.

7 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

2. Pengukuran sudut jurusan.

Sudut jurusan sisi-sisi poligon yaitu besarnya bacaan horizontal alat ukur

sudut pada waktu pembacaan kesuatu titik, besarnya sudut jurusan ditentukan

berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon.

B

αAB

β

αAC

C

Sudut jurusan ditentukan berdasarkan rumus :

β = αAC - αAB

dimana :

β = Sudut mendatar

αAC = Bacaan skala horizontal ke target kiri

αAB = Bacaan skala horizontal ke target kiri

Pembacaan sudut jurusan dilakukan dalam posisi teropong biasa dan luar

biasa.dengan spesifikasi pengukuran poligon sebagai berikut :

• Jarak antar titik poligon < 50 m

• Alat ukur yang digunakan Theodolite T2

• Alat ukur yang digunakan pita ukur 100 meter

• Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1 dan LB2)

• Pengamatan azimut astronomis

• Alat ukur yang digunakan Theodolite T2

• Jumlah seri 4 seri (pagi hari)

• Tempat pengamatan titik awal BM1

• Selisih sudut antara dua pembacaac < 5” (detik)

• Ketelitian jarak linier K1 = ( fx2 + fy2 ) < 1 : 5.000

= ∑ d

• Bentuk geometris poligon adalah loop

8 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

3. Pengamatan Azimuth Astronomis.

Pengamatan matahari dimaksudkan untuk koreksi azimut guna

menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-sudut terukur dalam jaringan

poligon dan menentukan azimut arah titik-titik kontrol poligon yang tidak terlihat

satu dengan yang lainnya.

U (Geografi)

ατ ιM Matahari

αM

β

ιτ

Target

Untuk menetukan Azimut target (ατ) digunakan rumus sebagai berikut :

ατ = αM + β atau

ατ = αM +(ιτ - ιM)

dimana :

ατ = Azimut ke target

αM = Azimut pusat matahari

ιτ = Bacaan jurusan mendatar

ιM = Bacaan jurusan mendatar ke matahari

= Sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan

target

4. Pengukuran Sifat Datar.

Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan

pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (LWS).

Pelaksanaan pengukuran waterpass sebagai berikut :

• Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi

• Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap

• Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu

belakang menjadi rambu muka

9 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

• Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu

lengkap (Bt, Ba dan Bb).

• Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm

• Jarak rambu ke alat maksimum 75 m

• Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik

• Toleransi salah penutup beda tinggi (T) :

T = (8√D) mm

Dimana :

D = jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan kilometer

C. Pengukuran Situasi.

Pengukuran situasi dimaksudkan untuk mengetahui keadaan topografi dan

fasilitas-fasilitas yang ada di kawasan industri.

E.1.4.2.3. Hasil Survei Topografi A. Bench Mark (BM).

Untuk survei daerah ini dibuat 3 buah BM berukuran 30x30 cm (BM1, BM2,

dan BM3), masing-masing diletakkan di tempat yang relatif aman dari kerusakan dan

mudah dikenal.

Koordinat BM ini diambilkan dari koordinat titik BM1 hasil pengukuran koordinat

dengan menggunakan koordinat lokal, yang selanjutnya akan dirubah dalam bentuk

koordinat geografis, kemudian ditransformasi ke UTM dalam sistim WGS84. Koordinat

lokal masing-masing BM sebagai berikut :.

• BM 1 (1000,000; 1000,000; 4,280 mLWS)

• BM 2 (1004,823; 981,630; 4,879 mLWS)

• BM 3 ( 973,051; 982,962; 5,636 mLWS)

10 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

bagi

an y

ang

tam

pak

di

perm

ukaa

n (3

0 cm

)

bagi

an y

ang

terta

nam

( 7

0 cm

)

30 cm 30 cm

Gambar E- 1 Pemasangan Bench Mark

B. Poligon.

Pengukuran poligon dilakukan dengan 2 metode yaitu metode tertutup (kring)

metode terbuka.

E.1.4.2.4. Evaluasi Tata Ruang

Metode untuk evaluasi didasarkan pada hirarki rencana kota yaitu Rencana

Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang kegiatannya meliputi pengumpulan data tentang

penggunaan tanah saat ini dengan klasifikasi sesuai kedalaman rencana, selanjutnya

dilakukan analisa teknik tindih (super impose), untuk melihat kesesuaian wujud fisiknya.

Secara lebih rinci variabel-variabel yang dianalisa dan pendekatan yang dilakukan

meliputi :

A. Struktur Pemanfaatan ruang

a. Melakukan teknik tindih peta penggunaan tanah saat ini dengan peta Rencana

Tata Ruang Kawasan Perkotaan .

b. Melakukan pemeriksaan pada kawasan-kawasan yang terjadi penyimpangan.

c. Mengukur luas terjadinya penyimpangan dengan wujud fisik saat ini.

B. Sistem Utama Jaringan Utilitas

a. Melakukan teknik tindih peta jaringan utilitas kota saat ini dengan peta

RTRW/RDTRK.

b. Melakukan pemeriksaan jaringan dan luas kawasan pelayanan yang

menyimpang.

Materi yang dinilai meliputi:

Sistem jaringan air bersih, terdiri dari:

11 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Bangunan pengambil air baku

Saluran atau pipa transmisi air baku

Instalasi produksi

Pipa transmisi air bersih utama

Pipa transmisi air bersih sekunder

Bak penampung

Pipa distribusi utama

Pipa distribusi sekunder/ distribusi hingga blok peruntukan

Jaringan listrik dan kawasan pelayanan, terdiri dari:

Bangunan pembangkit

Gardu induk ekstra tinggi

Gardu induk

Saluran udara tegangan ekstra tinggi

Saluran udara tegangan tinggi

Saluran udara tegangan menengah

Jaringan telepon dan kawasan pelayanan, terdiri dari:

Sistem telepon otomat

Saluran primer

Rumah kabel

Saluran sekunder

Sistem pembuangan air hujan, terdiri dari:

Saluran primer

Saluran sekunder

Bangunan pengolahan

Sistem persampahan, terdiri dari:

Tempat pembuangan akhir

Bangunan pengolahan sampah

Penampungan sementara

E.1.5 ANALISIS

E.1.5.1 ANALISIS KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI E.1.5.1.1 Analisis Lahan

Pembangunan industri di Indonesia berdasarkan konsepsi Wilayah Pusat

Pertumbuhan Industri yang mencerminkan keterpaduan dan keterkaitan serta bertumpu

pada potensi sumberdaya alam dan energi. Atas dasar ini dilakukan dua macam

12 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

pendekatakan yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral

dilakukan melalui pembangunan industri dasar sedangkan pendekatan regional dilakukan

melalui pengembangan wilayah industri, meliputi wilayah pusat pertumbuhan industri,

zona industri, kawasan industri, pemukiman industri kecil dan sentra-sentra industri kecil.

Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan kawasan peruntukan industri yang

berorientasi bahan mentah:

1. Kemiringan lereng : kemiringan lereng yang sesuai untuk kegiatan industri

berkisar 0%-25%, pada kemiringan >25%-45% dapat dikembangkan kegiatan

industri dengan perbaikan kontur serta ketinggian tidak lebih dari 1000 dpl.

2. Hidrologi : bebas genangan, dekat dengan sumber air, drainase baik sampai

sedang;

3. Klimatologi : lokasi berada pada kecenderungan minimum arah angin yang

menuju permukiman penduduk.

4. Geologi : dapat menunjang konstruksi bangunan, tidak berada di daerah rawan

bencana longsor;

5. Lahan : area cukup luas minimal 20 ha, karakteristik tanah bertekstur sedang

sampai kasar, berada pada tanah marginal untuk pertanian.

Kawasan peruntukan industri ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut :

1. Berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri

2. Tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup

3. Tidak mengubah lahan produktif

4. Memberikan dampak perkembangan terhadap pusat produksi seperti kawasan

pertanian, pertambangan, perikanan, peternakan.

5. Mempunyai hubungan fungsional yang erat dengan pasar lokal, regional, nasional

dan internasional (pelabuhan dan laut, terminal cargo, angkutan sungai, Bandar

udara, jalan raya, kereta api).

6. Mempunyai hubungan yang fungsional yang erat dengan konsumen dan bahan

baku

7. Memiliki akses yang tinggi dengan jaringan jalan regional atau sekitar jalan

regional untuk menampung angkutan berat (klasifikasi jalan kelas A≥10.000 ton.

8. Mempunyai hubungan fungsional yang erat dengan tenaga kerja.

9. Di luar wilayah permukiman penduduk /permukiman perkotaan dan hutan lindung

minimal jarak 3 – 20 km dengan batas yang jelas, dapat dipisahkan oleh hutan

dan atau perkebunan;

13 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

10. Antara kawasan industri dan perumahan perlu dikembangkan suatu kawasan

penyangga (buffer zone);

11. Tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas sumber daya air (sungai,

mata air, air tanah, waduk dan udara).

Kriteria Teknis

1. Harus memperhatikan kelesatrian lingkungan;

2. Harus dilengkapi dengan unit pengelolaan limbah;

3. Harus meperhatikan suplai air bersih;

4. Jenis industri yang dikembangkan adalah industri ramah lingkungan dan

memenuhi kriteria ambang limbah yang ditetapkan Kementeri Lingkungan Hidup;

5. Pengelolaan limbah untuk industri yang berkumpul di lokasi berdekatan sebaiknya

dikelola secara terpadu;

6. Pembatasan pembangunan perumahan baru di kawasan peruntukan industri.

7. Harus memenuhi syarat amdal sesuai dengan ketentuan peraturan dan

perundang-undangan yang berlaku.

8. memperhatikan penataan kawasan perumahan di sekitar dan kawasan

peruntukan industri. Pembangunan kawasan industi minimal berjarak 2 km dari

permukiman dan berjarak 15-20 km dari pusat kota.

9. Kawasan industri minimal berjarak 5 km dari sungai tipe C atau D.

10. Persyaratan pemanfaatan air tanah dalam sesuai dengan peraturan yang berlaku.

11. Penggunaan lahan pada kawasan industri terdiri dari penggunaan lahan kaveling

industri, jalan dan saluran, ruang terbuka hijau dan fasilitas penunjang. Pola

penggunaan lahan pada kawasan industri secara teknis dapat dilihat pada tabel…

12. Setiap kawasan industri, sesuai dengan luas lahan yang dikelola, harus

mengalokasikan lahannya untuk kaveling industri, kaveling perumahan, jalan dan

sarana penunjang dan ruang terbuka hijau.

Tabel E.1 Pola Penggunaan Lahan pada Kawasan Industri

No. Jenis Peggunaan Struktur Penggunaan (%) Keterangan

1. Kaveling Industri Maksimal 70% Setiap kaveling harus mengikuti ketentuan KDB sesuai dengan Perda setempat.

2. Jalan dan saluran 8-12% - Terdapat jalan primer dan jalan sekunder;

- Tekanan gandar primer minimal 8 ton dan sekunder minimal 5 ton;

- Perkerasan jalan inimal 7 meter. 3. Ruang Terbuka

Hijau Minimal 10% Dapat berupa jalur hijau (green belt),

taman dan perimeter.

14 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

No. Jenis Peggunaan Struktur Penggunaan (%) Keterangan

4. Fasilitas penunjang

6-12% Dapat berupa kantin, guest house, tempat ibadah, fasilitas olahraga, tempat pengolahan air bersih, gardu induk, rumah telekomunikasi.

Sumber : Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di Daerah, Balitbang

Indag-Puslitbag, 2001.

Tabel E.2

Alokasi Lahan pada Kawasan Industri Luas Lahan Yang Dapat Dijual (maksimal 70%) Jalan & Sarana

Penunjang Lainnya

maksimal 70%

Ruang Terbuka Hijau (%)

Luas Kawasan

Industri (Ha)

Kaveling Industri

(%)

Kaveling Komersial

(%)

Kaveling Perumahan

(%) 10 – 20 65 – 70 Maksimal 10 Maksimal 10 Sesuai

kebutuhan Minimal 10

>20 – 50 65 – 70 Maksimal 10 Maksimal 10 Sesuai kebutuhan

Minimal 10

>50 – 100 60 – 70 Maksimal 12,5

Maksimal 10 Sesuai kebutuhan

Minimal 10

>100 – 200 50 – 70 Maksimal 15 Maksimal 10 Sesuai kebutuhan

Minimal 10

>200 – 500 45 – 70 Maksimal 17,5

Maksimal 10-25

Sesuai kebutuhan

Minimal 10

>500 40 – 70 Maksimal 20 Maksimal 10-30

Sesuai kebutuhan

Minimal 10

Sumber : Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di Daerah, Balitbang Indag-

Puslitbag, 2001

Analisa kemampuan dan Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan dimulai dengan menganalisis kemampuan lahan di

wilayah perencanaan, untuk analisis kemampuan lahan mengacu pada tiga kebijakan

yakni :

1. SK Menteri Pertanian No. 837/KPTS/1980

2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 17 tahun 2009 Tentang Pedoman

Penentuan daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 20/PRT/M/2007 Tentang Pedoman

Teknis Analisis Aspek Fisisk dan Lingkungan, Ekonomi Serta Sosial Budaya

Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang.

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 41/PRT/M/2007 Tentang Pedoman

Kriteria Teknis Penataan Ruang Kawasan Budidaya

Untuk menilai kemampuan lahan maka sesuai acuan yang ada terdapat lima

variabel yang dipakai, yakni :

a. Tekstur Tanah

15 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Penilaian tekstur tanah diklasifikasikan menjadi lima kelompok :

- t1 : Halus Liat dan Berdebu

- t2 : Agak halus, Liat berpasir dan lempung liat berdebu, lempung berliat,

lempung liat berpasir

- t3 : Sedang, debu lempung berdebu, lempung

- t4 : Lempung berpasir

- t5 : Kasar, pasir berlempung berpasir

b. Kedalaman Efektif Tanah

Untuk variabel kedalaman efektif tanah di kelompokan menjadi empat, yakni :

- k0 : dalam > 90 cm

- k1 : Sedang 90-50 cm

- k2 : dangkal 50-25 cm

- k3 : sangat dangkal < 25 cm

c. Kelerengan

Lereng permukaan (l) Lereng permukaan dikelompokkan sebagai berikut:

- l0 = (A) = 0-3% : datar

- l1 = (B) = 3-8% : landai/berombak

- l2 = (C) = 8-15% : agak miring/bergelombang

- l3 = (D) = 15-30% : miring berbukit

- l4 = (E) = 30-45% : agak curam

- l5 = (F) = 45-65% : curam

- l6 = (G) = > 65% : sangat curam.

d. Bahaya Erosi

- Kerusakan oleh erosi dikelompokkan sebagai berikut:

- e 0 = tidak ada erosi

- e 1 = ringan: < 25% lapisan atas hilang

- e 2 = sedang: 25-75% lapisan atas hilang, < 25% lapisan bawah

hilang.

- e 3 = berat: > 75% lapisan atas hilang, < 25% lapisan bawah hilang.

- e 4 = sangat berat: sampai lebih dari 25% lapisan bawah hilang.

e. Bahaya Banjir

Ancaman banjir atau penggenangan dikelompokkan sebagai berikut:

- o 0 = tidak pernah: dalam periode satu tahun tanah tidak pernah

tertutup banjir untuk waktu lebih dari 24 jam.

16 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

- o 1 = kadang-kadang: banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam

terjadinya tidak teratur dalam periode kurang dari satu bulan.

- o 2 = selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara teratur

tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam.

- o 3 = selama waktu 2-5 bulan dalam setahun, secara teratur selalu

dilanda banjir lamanya lebih dari 24 jam.

- o 4 = selama waktu enam bulan atau lebih tanah selalu dilanda banjir

secara teratur yang lamanya lebih dari 24 jam

Selanjutnya adalah penilaian kesesuaian lahan untuk lokasi industri, Ada beberapa variabel dalam menetukan kesesuaian lahan untuk industri, beberapa hal yang

perlu di perhatiakan dalam analisis kesesuaian lahan adalah kemampuan lahan dan kelas

lahan. Kemampuan lahan dianggap sebagai klasifikasi lahan dalam hubungannya dengan

tingkat resiko kerusakan akibat penggunaan tertentu, Kemampuan lahan pun termasuk

ke dalam salah satu pertimbangan fisik dimana kemampuan lahan merupakan analisis

dari faktor fisik lahan yang menguntungkan dan faktor fisik lahan yang merugikan.

Berdasarkan berbagai sumber yang dipakai, maka di dapat criteria penentuan

kesesuaian lahan untuk lokasi industri adalah sebagai berikut :

Tabel E.3 Kriteria Kesesuaian Lokasi Industri No Kriteria Variabel Standard

1 Kemiringan Lereng 0 – 25 %

2 Ketinggian < 1000 mdpl

3 Hidrologi

Sumber Air Diluar radius 1 Km dari Sumber Air

Genangan Bebas Genangan

Drainase Minimal kondisi drainase Sedang

Sungai Berjarak minimal 5 Km dari Sungai tipe

C atau D

4 Klimatologi Arah Angin

Kecenderungan Minimum Ke Arah

Permukiman

Curah Hujan Sedang - Tinggi

5 Geologi

Kepekaan

Erosi

(berdasarkan

jenis Tanah)

Alluvial, glei, planosol, hidromorf

kelabu, laterik, latosol (Kurang peka

terhada erosi)

6 Tanah

Kesubura

Tanah

(berdasarkan

Brown forest soil, noncolcic brown

mediterian, Andosol, laterik, Grumosol,

potsal, podsolik, Regosol, litosol,

17 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

No Kriteria Variabel Standard

jenis tanah) Organosol, Razina (Bukan Tanah

Subur)

Struktur Tanah Sedang-Kasar

7 Aksesbilitas Kelas Jalan

Minimal terjangkau oleh kelas jalan A

Kapasitas > 10.000 ton atau sekurang-

kurangnya perkerasan jalan dengan

lebar 7m

8 Pemanfatan Ruang

Permukiman Minimal jarak dengan permukiman pada

radius 2 Km

Kawasan

Lindung

Bukan Pada Kawasan

Konservasi/Lindung

Sumber :Hasil Analisa dari

1. SK Menteri Pertanian No. 837/KPTS/1980

2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 20/PRT/M/2007

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 41/PRT/M/2007

4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 17 tahun 2009

1. Kemiringan Lereng

Satuan Kesesuaian Lahan (SKL) kemiringan lereng atau morfologi di dasarkan

pada Standard sebesar 0-25 %, hal ini di karenakan pada kondisi kelerengan

tersebut masih datar, sehingga tidak perlu adanya perbaikan kontur, mengingat

kegiatan industri merupakan kegiatan yang penting dan memiliki dampak penting,

maka kesesuaian lokasinya harus terhindar dari segala gangguan.

2. Ketinggian

Dalam perencanaan lokasi industri kemiringan lahan/topografi merupakan unsur

yang penting untuk ditelaah. Kesesuaian lahan bagi peruntukkan bangunan atau

lokasi industri tidak terlepas dari pertimbangan kemiringan lahan di kawasan

tersebut.

3. Hidrologi Analisis Kesesuaaian lahan dari segi hidrologi memiliki empat variable, yang

pertama adalah sumber air, dimana kesesuaian untuk lokasi industri harus berada

pada jarak radius 1 Km dari sumber mata air atau sumber air, yang kedua adalah

variable genangan, lokasi industri harus berada pada lokasi bebas genangan baik

genangan periodik maupun genangan permananen, variable ketiga adalah

Drainase, kondisi drainase minimal dalam kondisi baik, hal ini dilihat dari kelerengan

dan daya porositas tanah pada wilayah perencanaan, dan yang terahir adalah

18 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

variable sungai dimana kesesuaian lokasi industri harus berada di luar radius 5 Km

dari sungai tipe C atau D, hal ini untuk menghindari pembuangan limbah secara

langsung oleh industri ke badan air (sungai).

4. Klimatologi

SKL Klimatologi memiliki dua variabel, yang pertama adalah melihat

kecenderungan arah angin di wilayah perencanaan, hal ini dimaksudkan untuk

meminimalisir dampak polusi dari kegiatan industri yang di bangun, kesesuaian

lokasi industri harus berada pada lokasi kecenderungan minimum angin kearah

permukiman. Untuk variable yang kedua adalah kondisi curah hujan, dimana

kesesuaian lokasi industri berada pada wilayah dengan curah hujan sedang sampai

baik, mengingat kebutuhan akan air.

5. Pemanfatan Ruang

SKL industri untuk pemanfatan ruang memiliki dua variable penting yang harus

diperhatikan, yang pertama adalah variabel permukiman dimana kesesuaian lahan

industri harus berada pada radius atau jarak minimal sekurang-kurangnya 2 km dari

permukiman penduduk, hal ini dimungkinkan karena dampak kegiatan indutsri akan

mempengaruhi masyarakat, sehingga lokasi industri harus berada jauh dari

permukiman. Untuk variabel yang kedua lokasi industri harus mempertimbangkan

kawasan konservasi atau kawasan lindung, hal ini berguna untuk mengurangi

dampak atau pengurangan kawasan penyangga bagi wilayah perencanaan,

kawasan lindung merupakan wilayah penting dalam keberlangsungan suatu

wilayah.

6. Geologi

SKL industri dari segi geologi adalah untuk melihat kepekaan lokasi terhadap

bahaya erosi, serta kemampuan lahan untuk menopang beban kegiatan, industri

merupakan kegiatan vital sehingga dalam perencanaannya harus melihat juga

aspek kerentanan terhadap bahaya yang terjadi.

7. Tanah

Faktor tanah menjadi pertimbangan penting, sebab lokasi industri sebaiknya berada

pada lahan marginal untuk pertanian, mengingat pertanian merupakan sektor vital

dalam keberlangsungan kehidupan suatu wilayah, lahan marginal untuk pertanian

adalah lahan-lahan yang tidak produktif dan kurang subur untuk dijadikan lahan

pertanian, dan yang kedua adalah variable tekstur tanah yakni tanah yang memiliki

tekstur sedang sampai kasar lebih cocok untuk kegiatan industri.

19 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

8. Aksesbilitas

SKL Aksesbilitas merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi industri,

dimana kesesuaian lokasi industri harus berada minimal pada terjangkau oleh

jaringan jalan dengan kelas minimal A, yang mampu menampung beban > 10.000

ton, atau minimal jalan dengan perkerasan minimal 7m, hal ini dikarenakan kegiatan

industri membutuhkan aksesbilitas tinggi untuk menunjang kegiatannya, serta

keberadaan lokasi industri sebisa mungkin tidak menganggu mobilitas masyarakat

sekitar.

E.1.5.1.2 Analisis Sarana Prasarana A. Analisis Pola Jaringan jalan

Sistem jaringan jalan disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan

struktur pengembangan kawasan, yang mencakup :

Jaringan Jalan primer

o Kecepatan rencana 60 Km/jam dengan lebar badan jalan tidak

kurang dari 8 m.

o Batas luar Daerah Pengawasan Jalan yang diukur dari as jalan

tidak kurang dari 20 meter.

o Mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-

rata.

o Tidak boleh terganggu oleh laulintas ulang alik, lalu lintas lokal dan

kegiatan lokal.

o Jumlah jalan masuk dibatasi Jaringan Jalan Sekunder

o Kecepatan rencana 30 Km /jam dengan lebar badan jalan tidak

kurang dari 8 m.

o Batas luar Daerah Pengawasan Jalan yang diukur dari as jalan

tidak kurang dari 20 meter.

o Mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-

rata.

o Tidak boleh terganggu oleh laulintas ulang alik, lalu lintas lokal dan

kegiatan lokal.

o Jumlah jalan masuk dibatasi.

o Jalan Kolektor Sekunder

20 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

o Kecepatan rencana 20 Km /jam dengan lebar badan jalan tidak

kurang dari 7 m.

o Batas luar Daerah Pengawasan Jalan yang diukur dari as jalan

tidak kurang dari 7 meter B. Air Bersih

Pemenuhan kebutuhan air bersih di kawasan industri didasarkan pada beberapa

hal terutama kepentingan kesehatan, sosial, dan ekonomi. Untuk mencapai hal ini

diperlukan perhitungan yang tepat efektif dan efisien, dengan memperhatikan

segala aspek yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Jaringan air bersih

pada kawasan industri dianalisis dengan memperhitungkan tingkat pelayanan

kebutuhannya sesuai dengan zona masing – masing industri.

C. Drainase

Sistem drainase pada kawasan industri berfungsi mengendalikan kelebihan air

permukaan sehingga tidak menganggu aksesibiltas kawasan dan memberi

manfaat bagi kegiatan manusia. Sistem drainase terdiri dari saluran-saluran yang

mengalirkan kelebihan air permukaan tersebut. Saluran drainase memiliki hirarki

tersendiri dalam sistemnya, yaitu saluran primer (dalam hal ini berupa sungai

sebagai pembuangan akhir), saluran sekunder, dan saluran tersier, di mana

masing-masing hirarki memiliki kapasitas debit air yang berbeda.

Besarnya debit air maksimum (Q total) yang harus ditampung dan dialirkan oleh

saluran-saluran drainase pada suatu kawasan merupakan akumulasi dari debit air

hujan yang harus dialirkan (Q limpasan) ditambah dengan debit air buangan

limbah rumah tangga yang ada disekitar saluran tersebut (Q buangan). Secara

matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

1. Qtotal = Qlimpasan + Qbuangan

2. Qbuangan = Jml Pend. yang terlayani X (70% x kebutuhan air bersih)

3. Qlim = 0,278. C. I. A

Keterangan :

Qlim = debit aliran (m3/dt)

C = koefisien run off (berdasarkan standar baku)

I = intensitas hujan rata-rata (mm/jam)

A = luas daerah tangkapan (km2)

Dari debit total yang diperoleh, dapat ditentukan pola dan sistem pembuangan

(drainase) pada suatu suatu kawasan perkotaan.

21 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Pada prakteknya jaringan drainase selalu memiliki pola yang terintegrasi dengan

pola jaringan jalan. Dan bila disesuaikan dengan pola jalan yang terhirarki, maka

perkiraan penampang saluran drainase dapat ditetapkan sebagai berikut :

Jalan arteri lebar > 1,5m; dalam 1,0 - 1,5m.

Jalan kolektor lebar 0,8 – 1,5m; dalam 1,0 – 1,5m

Jalan lokal primer lebar 0,5 – 0,8m; dalam 0,5 – 1,0m

Jalan lokal sekunder lebar 0,3 – 0,5m; 0,3 – 0,5m.

Sedangkan potongan melintang saluran, terbuka atau tertutup disesuaikan

dengan kondisi setempat, sehingga dikategorikan sebagai berikut : Tipe saluran I,

berupa pasangan batu kali dengan kemiringan talud 4:1

Tipe saluran II, berupa pasangan batu kali dengan dinding vertikal dilengkapi trikel

Tipe saluran III, berupa saluran tertutup dengan tutup plat beton bertulang

Tipe saluran IV, berupa gorong-gorong plat beton

Tipe saluran V, berupa gorong-gorong box beton bertulang.

Sistem saluran drainase ada 2 macam :

1. Sistem Saluran Terpisah, saluran antara air hujan dan air buangan terpisah

2. Sistem Saluran Tercampur, saluran antara air buangan dan air hujan menjadi

satu.

Sedangkan jenis saluran penyalurannya ada 2 macam :

1. Saluran Primer, biasanya berupa sungai. Saluran ini merupakan penampungan

air buangan dari saluran-saluran sekunder.

2. Saluran Sekunder, merupakan saluran untuk mengalirkan air buangan dari rumah

tangga. Bisanya berupa got.

D. Listrik

Kebutuhan listrik PLN pada kawasan industri pasti akan semakin meningkat. Hal

ini sejalan dengan perkembangan kegiatan industri pada saat ini dan masa yang

akan datang. Untuk memprediksi kebutuhan listrik , dipakai standart sebagai

berikut :

Industri dan Perdagangan : 70% kebutuhan rumah tangga

Fas. Sosial dan Ekonomi : 15% kebutuhan rumah tangga

Fasilitas Perkantoran : 10% kebutuhan rumah tangga

Penerangan jalan : 1% kebutuhan rumah tangga

Cadangan : 5% kebutuhan rumah tangga

Dengan daya rata-rata :

Fasum/Fasos : 0,900 KVA

22 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Industri : 0,2200 KVA

Sistem pelayanan listrik di kawasan industri secara garis besar dibagi atas 3 jenis

jaringan, yaitu

Jaringan listrik tegangan tinggi (SUTT 70/150 KV)

Pembangunan SUTT ini harus memperhatikan banyak hal antara lain

keselamatan dan keamanan. Untuk itu dalam radius 25 meter sekitar jalur

tegangan tinggi harus merupakan kawasan bebas bangunan. Pada kondisi

tertentu bila sekitar jalur tegangan tinggi ini akan digunakan sebagai kawasan

terbangun, maka diarahkan agar pada kanan-kiri jalur tegangan tinggi tersebut

digunakan untuk jalan sejajar, sehingga tidak langsung berhubungan dengan

kawasan terbangun.

Jaringan listrik tegangan menengah (SUTM 6/20 KV)

Jaringan tegangan menengah ini harus dilengkapi dengan gardu penurun

tegangan dan transformator sebelum masuk tegangan rendah dan distribusi yang

akan digunakan konsumen.

Jaringan listrik tegangan rendah (SUTR 110/220 KV)

Jaringan listrik tegangan rendah ini harus dilengkapi dengan gardu distribusi yang

akan digunakan untuk menurunkan tegangan sekaligus mendistribusikannya

melalui jaringan tegangan rendah ke konsumen-konsumen.

Gardu-gardu yang diperlukan dalam pendistribusian jaringan listrik adalah sebagai

berikut:

Gardu distribusi

Diperlukan untuk menurunkan tegangan dari 20 KV menjadi 220/380 V dan

mendistribusikannya melalui jaringan tegangan rendah.

Gardu induk

Untuk melayani akan kebutuhan listrik, gardu induk berfungsi sebagai pengumpul

dan penyebar listrik kepada gardu yang lain yang mempunyai klasifikasinya lebih

rendah. Kawasan sekitar gardu ini harus dibebaskan dari bangunan dan diberi

pembatas khusus (dipagar), sehingga tidak digunakan untuk kawasan publik.

Gardu (Penurun Tegangan)

Gardu ini merupakan turunan dari gardu induk. Gardu ini tersebar pada setiap

kebutuhan dalam jumlah yang besar sehingga lokasinya menyesuaikan dengan

arah pengembangan kota

23 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

E. Persampahan

Penanganan masalah sampah terbagi dalam penentuan TPS, TPA, serta sistem

pembuangan dan pemusnahan sebagai berikut :

Tempat pembuangan sampah sementara (TPS).

Tempat pembuangan sampah akhir (TPA).

Sistem, pembuangan dilakukan melalui pengumpulan dari sumber sampah

(rumah tangga, fasilitas umum, pasar dan sebagainya) melalui gerobak

diangkut ke container di lokasi TPS, dan dari container diangkut dengan truk

sampah ke lokasi TPA.

Sistem pemusnahan, dilakukan dengan pembakaran atau dengan sistem

open dumping.

Volume sampah kawasan dihitung pertahun sebagai standar kebutuhan transfer

depo/TPS, serta Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Perhitungan tersebut adalah

sebagai berikut :

Volume sampah kota pertahun (Qk) Qk = q . P

Volume sampah masuk TPA (Qtpa) Qtpa = Kp . Qk + sampah jalan + sampah pasar

K = faktor kompaksi

Sampah jalan = 5% . Qk Sampah pasar = 10% . Qk

Volume sampah tahun ke-n (Qn)

Qn = 365 . 10 . Qtpa

Volume sampah terpadatkan (Vp)

Vp = Km . Qm

Beban TPA

Vtpa = Vp + Vtp

Luas tumpukan sampah

q = standar kuantitas timbunan sampah

Ekonomi rendah, q = 1,686 l/org/hari

Ekonomi menengah q = 1,803 l/org/hari

Ekonomi tinggi q = 1,873 l/org/hari

P = jumlah penduduk

24 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

A = Vtpa / Hs

Hs = tinggi sampah, maks 10m

E.1.5.1.3 Evaluasi Tapak Kawasan

Evaluasi tapak kawasan dilakukan dengan pendekatan melalui Analisis

perancangan yang dimaksudkan adalah proses analisis melalui pendekatan- pendekatan

Kontekstualisme, dan merupakan suatu tahapan kegiatan yang terdiri dari perencanaan

kondisi kawasan. Proses analisis ini meliputi analisis tapak, analisis aktifitas, analisis

pelaku/pengguna, analisis ruang, analisis struktur, dan bangunan. Analisis-analisis ini

nantinya dikaitkaan dengan tema Kontekstualisme dalam proses perancangannya.

A. Analisis Tapak

Menggunakan metode analisis tapak yang nantinya terkait dengan fungsi dan

fasilitas yang akan diwadahi pada tapak perancangan. Adapun analisis ini meliputi

persyaratan tapak, analisis kebisingan, analisis pandangan, analisis aksesibilitas,

sirkulasi, matahari, angin, vegetasi dan zoning.

B. Analisis fungsi

Menggunakan analisis fungsi terkait dengan kegiatan, penentuan ruang, dan

aktifitas dengan memperhatikan fungsi dari data yang telah diperoleh.

C. Analisis aktivitas

Menggunakan metode analisis aktivitas yang bertujuan untuk mngetahui aktivitas

yang terjadi pada bangunan dan ruang-ruang tiap bangunan. Aktivitas ini meliputi

analisis aktivitas pengguna, konservasi, dan penunjang.

D. Analisis penataan ruang

Menggunakan analisis fisik terhadap fungsi ruang-ruang yang nantinya dibutuhkan

baik secara karakteristik bangunan maupun secara fungsi dari penggunaan material

lokal yang diterapkan pada bangunan, sehingga terjadinya hubungan fungsi dalam

konteks budaya, maupun secara arsitektural pada fasade bangunan.

E. Analisis Bentuk

Analisis bentuk dilakukan gunakan untuk memperoleh data yang sesuai dengan

tema Kontekstualisme yang bersinergi dengan material dan langgam masa kini

tanpa meninggalkan tipologi yang sudah ada.

F. Analisis Perancangan

Konsep rancangan sesuai dengan tema Kontekstualisme yang menekankan pada

segi arsitektural dan penggunaan material pada bangunan.

25 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

E.1.5.2 ANALISIS MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN E.1.5.2.1 Analisis Kebijakan

Analisis Isi (content Analysis), yaitu suatu metode untuk mengkaji substansi

dan konsistensi dari suatu kebijakan, program, dan/atau perangkat hukum tertentu yang

berkaitan dengan suatu permasalahan tertentu. Dalam hal ini, analisis isi difokuskan

untuk menganalisis berbagai kebijakan dan strategi pembangunan yang tertuang dalam

berbagai dokumen pembangunan daerah dan peraturan perundangan yang berlaku.

Melakukan kajian/kaji ulang (review) terhadap kebijakan, strategi, dan

program pembangunan daerah. kajian dilakukan terhadap semua dokumen kebijakan,

strategi, dan program yang telah dimiliki dan dijadikan acuan dalam pelaksanaan

pembangunan oleh pemerintah daerah (RPJP, RPJM, Renstra Dinas, RTRW, dan

sebagainya).

Data-data yang akan digunakan dalam analisis Isi terkait dalam penyusunan

Dokumen Masterplan Kawasan Industri Bangkalan, antara lain:

RTRW Kabupaten bangkalan

RPIJM Kabupaten bangkalan

RPJMD Kabupaten bangkalan

Tabel E.4 Contoh Matriks Review Kebijakan dan Strategi Pembangunan

No Jenis Kebijakan Sumber Kebijakan Muatan Strategi

Program

1 Dokumen

Perencanaan

Pembangunan

RPJPD

RPJMD

RPIJMD

Renstra SKPD

APBD

2 Dokumen

Penataan Ruang

RTRW Propinsi

RTRW

Kabupaten

RDTR

Kecamatan

RP4D

26 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

E.1.5.2.2 Analisis Lokasi Industri

Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan kawasan peruntukan industri yang

berorientasi bahan mentah:

1. Kemiringan lereng : kemiringan lereng yang sesuai untuk kegiatan industri

berkisar 0%-25%, pada kemiringan >25%-45% dapat dikembangkan kegiatan

industri dengan perbaikan kontur serta ketinggian tidak lebih dari 1000 dpl.

2. Hidrologi : bebas genangan, dekat dengan sumber air, drainase baik sampai

sedang;

3. Klimatologi : lokasi berada pada kecenderungan minimum arah angin yang

menuju permukiman penduduk.

4. Geologi : dapat menunjang konstruksi bangunan, tidak berada di daerah rawan

bencana longsor;

5. Lahan : area cukup luas minimal 20 ha, karakteristik tanah bertekstur sedang

sampai kasar, berada pada tanah marginal untuk pertanian.

Kawasan peruntukan industri ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut :

1. Berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri

2. Tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup

3. Tidak mengubah lahan produktif

4. Memberikan dampak perkembangan terhadap pusat produksi seperti kawasan

pertanian, pertambangan, perikanan, peternakan.

5. Mempunyai hubungan fungsional yang erat dengan pasar lokal, regional, nasional

dan internasional (pelabuhan dan laut, terminal cargo, angkutan sungai, Bandar

udara, jalan raya, kereta api).

6. Mempunyai hubungan yang fungsional yang erat dengan konsumen dan bahan

baku

7. Memiliki akses yang tinggi dengan jaringan jalan regional atau sekitar jalan

regional untuk menampung angkutan berat (klasifikasi jalan kelas A≥10.000 ton.

8. Mempunyai hubungan fungsional yang erat dengan tenaga kerja.

9. Di luar wilayah permukiman penduduk /permukiman perkotaan dan hutan lindung

minimal jarak 3 – 20 km dengan batas yang jelas, dapat dipisahkan oleh hutan

dan atau perkebunan;

10. Antara kawasan industri dan perumahan perlu dikembangkan suatu kawasan

penyangga (buffer zone);

27 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

11. Tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas sumber daya air (sungai,

mata air, air tanah, waduk dan udara).

Kriteria Teknis

1. Harus memperhatikan kelesatrian lingkungan;

2. Harus dilengkapi dengan unit pengelolaan limbah;

3. Harus meperhatikan suplai air bersih;

4. Jenis industri yang dikembangkan adalah industri ramah lingkungan dan

memenuhi kriteria ambang limbah yang ditetapkan Kementeri Lingkungan Hidup;

5. Pengelolaan limbah untuk industri yang berkumpul di lokasi berdekatan sebaiknya

dikelola secara terpadu;

6. Pembatasan pembangunan perumahan baru di kawasan peruntukan industri.

7. Harus memenuhi syarat amdal sesuai dengan ketentuan peraturan dan

perundang-undangan yang berlaku.

8. memperhatikan penataan kawasan perumahan di sekitar dan kawasan

peruntukan industri. Pembangunan kawasan industi minimal berjarak 2 km dari

permukiman dan berjarak 15-20 km dari pusat kota.

9. Kawasan industri minimal berjarak 5 km dari sungai tipe C atau D.

10. Persyaratan pemanfaatan air tanah dalam sesuai dengan peraturan yang berlaku.

11. Penggunaan lahan pada kawasan industri terdiri dari penggunaan lahan kaveling

industri, jalan dan saluran, ruang terbuka hijau dan fasilitas penunjang. Pola

penggunaan lahan pada kawasan industri secara teknis dapat dilihat pada tabel…

12. Setiap kawasan industri, sesuai dengan luas lahan yang dikelola, harus

mengalokasikan lahannya untuk kaveling industri, kaveling perumahan, jalan dan

sarana penunjang dan ruang terbuka hijau.

Tabel E.5 Pola Penggunaan Lahan pada Kawasan Industri

No. Jenis Peggunaan Struktur Penggunaan (%) Keterangan

1. Kaveling Industri Maksimal 70% Setiap kaveling harus mengikuti ketentuan KDB sesuai dengan Perda setempat.

2. Jalan dan saluran 8-12% - Terdapat jalan primer dan jalan sekunder;

- Tekanan gandar primer minimal 8 ton dan sekunder minimal 5 ton;

- Perkerasan jalan inimal 7 meter. 3. Ruang Terbuka

Hijau Minimal 10% Dapat berupa jalur hijau (green belt),

taman dan perimeter. 4. Fasilitas

penunjang 6-12% Dapat berupa kantin, guest house,

tempat ibadah, fasilitas olahraga, tempat pengolahan air bersih, gardu

28 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

No. Jenis Peggunaan Struktur Penggunaan (%) Keterangan

induk, rumah telekomunikasi. Sumber : Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di Daerah, Balitbang

Indag-Puslitbag, 2001.

Analisa kemampuan dan Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan dimulai dengan menganalisis kemampuan lahan di

wilayah perencanaan, untuk analisis kemampuan lahan mengacu pada tiga kebijakan

yakni :

1. SK Menteri Pertanian No. 837/KPTS/1980

2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 17 tahun 2009 Tentang Pedoman

Penentuan daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 20/PRT/M/2007 Tentang Pedoman

Teknis Analisis Aspek Fisisk dan Lingkungan, Ekonomi Serta Sosial Budaya

Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang.

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 41/PRT/M/2007 Tentang Pedoman

Kriteria Teknis Penataan Ruang Kawasan Budidaya

Untuk menilai kemampuan lahan maka sesuai acuan yang ada terdapat lima

variabel yang dipakai, yakni :

a. Tekstur Tanah

Penilaian tekstur tanah diklasifikasikan menjadi lima kelompok :

- t1 : Halus Liat dan Berdebu

- t2 : Agak halus, Liat berpasir dan lempung liat berdebu, lempung berliat,

lempung liat berpasir

- t3 : Sedang, debu lempung berdebu, lempung

- t4 : Lempung berpasir

- t5 : Kasar, pasir berlempung berpasir

b. Kedalaman Efektif Tanah

Untuk variabel kedalaman efektif tanah di kelompokan menjadi empat, yakni :

- k0 : dalam > 90 cm

- k1 : Sedang 90-50 cm

- k2 : dangkal 50-25 cm

- k3 : sangat dangkal < 25 cm

c. Kelerengan

Lereng permukaan (l) Lereng permukaan dikelompokkan sebagai berikut:

- l0 = (A) = 0-3% : datar

29 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

- l1 = (B) = 3-8% : landai/berombak

- l2 = (C) = 8-15% : agak miring/bergelombang

- l3 = (D) = 15-30% : miring berbukit

- l4 = (E) = 30-45% : agak curam

- l5 = (F) = 45-65% : curam

- l6 = (G) = > 65% : sangat curam.

d. Bahaya Erosi

- Kerusakan oleh erosi dikelompokkan sebagai berikut:

- e 0 = tidak ada erosi

- e 1 = ringan: < 25% lapisan atas hilang

- e 2 = sedang: 25-75% lapisan atas hilang, < 25% lapisan bawah

hilang.

- e 3 = berat: > 75% lapisan atas hilang, < 25% lapisan bawah hilang.

- e 4 = sangat berat: sampai lebih dari 25% lapisan bawah hilang.

e. Bahaya Banjir

Ancaman banjir atau penggenangan dikelompokkan sebagai berikut:

- o 0 = tidak pernah: dalam periode satu tahun tanah tidak pernah

tertutup banjir untuk waktu lebih dari 24 jam.

- o 1 = kadang-kadang: banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam

terjadinya tidak teratur dalam periode kurang dari satu bulan.

- o 2 = selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara teratur

tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam.

- o 3 = selama waktu 2-5 bulan dalam setahun, secara teratur selalu

dilanda banjir lamanya lebih dari 24 jam.

- o 4 = selama waktu enam bulan atau lebih tanah selalu dilanda banjir

secara teratur yang lamanya lebih dari 24 jam

E.1.5.2.3 Analisis Struktur Ruang

Analisis struktur ruang kawasan merupakan analisis penentu bagi

penyusunan konsep komponen perangcangan kawasan, sebagai dasar bagi penentuan

konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan dan rencana umum serta

panduan rancangan. Analisis ini harus mencakup gagasan yang komprehensif dan

terintegrasi terhadap komponen-komponen perancangan kawasan, yang meliputi kriteria:

30 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

A. Struktur Peruntukan Lahan

Struktur Peruntukan Lahan merupakan komponen rancang kawasan yang berperan

penting dalam alokasi penggunaan dan penguasaan lahan/tata guna lahan yang telah

ditetapkan dalam suatu kawasan perencanaan tertentu berdasarkan ketentuan dalam

rencana tata ruang wilayah.

Prinsip-prinsip penataan yang menjadi dasar bagi analisis Struktur Peruntukan

Lahan:

1) Secara Fungsional meliputi penataan:

a) Keragaman tata guna yang seimbang, saling menunjang (compatible) dan

terintegrasi

i. Penetapan kaitan secara fungsional antarberbagai jenis peruntukan untuk

mendukung prinsip keragaman yang seimbang dan saling menguntungkan

namun tidak memberikan dampak penting terhadap fungsi utama lingkungan;

ii. Penetapan besaran komponen tata bangunan yang dapat mengadaptasi dan

mengadopsi kebutuhan keragaman fungsi/peruntukan dalam blok/kaveling/

bangunannya;

iii. Penetapan peruntukan mengantisipasi aktivitas interaksi sosial yang

direncanakan, dengan tetap mengacu pada rencana tata ruang wilayah;

iv. Penetapan kualitas ruang yang menyediakan lingkungan yang aman,

nyaman, sehat dan menarik, berwawasan ekologis, serta tanggap terhadap

tuntutan ekonomi dan sosial.

b) Pola distribusi jenis peruntukan yang mendorong terciptanya interaksi aktivitas.

i. Penyebaran distribusi jenis peruntukan lahan mikro yang diatur secara

keruangan untuk membentuk ruang-ruang kota yang hidup, layak huni, serta

menciptakan kualitas taraf hidup;

ii. Pembentukan kualitas lingkungan yang optimal, terutama dengan adanya

interaksi antara aktivitas pejalan kaki di muka bangunan dan aktivitas di lantai

dasar bangunan.

c) Pengaturan pengelolaan area peruntukan. Penetapan distribusi persentase jenis

peruntukan lahan mikro yang akan dikelola dan dikendalikan oleh pemerintah

daerah, di antaranya Ruang Terbuka Hijau, Daerah Milik Jalan (Damija), dan

fasilitas umum.

d) Pengaturan kepadatan pengembangan kawasan dengan pertimbangan

i. Daya dukung dan karakter kawasan tersebut;

ii. Variasi/pencampuran peruntukan.

31 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

2) Secara Fisik, meliputi:

a) Estetika, karakter, dan citra kawasan

i. Penetapan pengendalian peruntukan yang mendukung karakter khas

kawasan yang telah ada atau pun yang ingin dibentuk;

ii. Penetapan pengaruh ideologi, nilai-nilai social budaya setempat, misalnya

bangunan masjid dengan peruntukan fasilitas umum diorientasikan pada

pusat lingkungan/kawasan.

b) Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki serta aktivitas

yang diwadahi

i. Penciptaan keseimbangan tata guna lahan yang berorientasi pada pemakai

bangunan dan ramah pejalan kaki;

ii. Penetapan alokasi untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial yang ditempatkan

sebagai pusat lingkungan yang dapat dijangkau pejalan kaki;

iii. Penetapan peruntukan lahan yang tidak saja melibatkan pertimbangan fisik,

tetapi juga sosialbudaya dan perilaku pemakai/aktivitas lingkungan yang

dikehendaki.

3) Dari sisi Lingkungan, meliputi :

a) Keseimbangan kawasan perencanaan dengan sekitar, Penciptaan karakter

lingkungan yang tanggap dan integral dengan karakter peruntukan eksisting

lingkungan sekitar;

b) Keseimbangan peruntukan lahan dengan daya dukung lingkungan

i. Penetapan peruntukan lahan yang mempertimbangkan daya dukung

lingkungan, namun tetap dapat memperkuat karakter kawasan tersebut;

ii. Pengaturan peruntukan lahan secara ketat dan detail pada kawasan khusus

konservasi hijau.

c) Kelestarian ekologis kawasan. Penetapan peruntukan lahan yang tanggap

terhadap topografi dan kepentingan kelestarian lingkungan dengan

meminimalkan penyebaran area terbangun dan perkerasan serta beradaptasi

dengan tatanan kontur yang ada.

Secara lebih detail, analisis lahan makro dapat dijelaskan untuk mengetahui fungsi

dan kedudukan wilayah studi yang direncanakan dalam wilayah yang lebih luas, untuk

mengetahui potensi-potensi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk

penunjang pengembangan wilayah yang lebih luas atau kemungkinan timbulnya masalah

yang nantinya akan dapat mempengaruhi wilayah sekitarnya (analisa hubungan antar

wilayah yang direncanakan), sedangkan analisis lahan mikro bertujuan untuk mengetahui

32 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

kaplingLuasterbangunAreaKDB =

kondisi, yang berguna untuk menerapkan kebijaksanaan serta rekomendasi yang menjadi

dasar penetapan rencana yang bersifat khusus untuk wilayah perencanaan. Adapun

analisis yang dilakukan meliputi :

1. Analisis data fisik bangunan eksisting di wilayah studi dengan kebijakan mengenai

fisik bangunan di wilayah studi baik secara makro maupun secara mikro

2. Analisis data fisik lingkungan pada wilayah studi dengan kebijakan mengenai fisik

lingkungan

3. Evaluasi deviasi rencana guna lahan melalui pengukuran guna lahan yang ada

pada wilayah studi dengan kebijakan guna lahan yang telah diperdakan. Sehingga

dapat diketahui seberapa besar penyimpangan yang terjadi terhadap wilayah studi

B. Intensitas Pemanfaatan Lahan

Intensitas Pemanfaatan Lahan adalah tingkat alokasi dan distribusi luas lantai

maksimum bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya. Analisis intensitas bangunan

terdiri dari analisis :

1) Koefisien Dasar Bangunan (KDB), yaitu angka persentase perbandingan antara

luas seluruh lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun dan luas lahan/

tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai.

Yaitu kepadatan alas bangunan yang direkomendasikan untuk menentukan

perbandingan antara luas yang terbangun dengan luas total kawasan yang

bersangkutan.

Koefisien Dasar Bangunan (KDB) merupakan nilai perbandingan antara area

terbangun dengan luas kapling yang ada, atau :

2) Koefisien Lantai Bangunan (KLB), yaitu angka persentase perbandingan antara

jumlah seluruh luas lantai seluruh bangunan yang dapat dibangun dan luas lahan/

tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai.

Yaitu kepadatan alas bangunan yang direkomendasikan untuk menentukan

perbandingan antara luas lantai yang terbangun dengan luas total kawasan yang

bersangkutan

Sedangkan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan nilai perbandingan antara

luas lantai keseluruhan dengan luas kapling, atau:

33 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

kaplingLuasnkeseluruhalantaiLuasKLB =

mLD 121

+=

3) Garis Sempadan Bangunan (GSB),

Garis Sempadan Bangunan atau street line setback merupakan jarak antara

bangunan terhadap as jalan. GSB dapat digunakan untuk memberikan arahan

mengenai jarak batas muka bangunan atau set back bangunan terhadap jalan

sehingga dapat mengendalikan tata letak bangunan terhadap jalan. GSB merupakan

garis patokan untuk menentukan kemunduran bangunan.

Garis yang pada pendirian bangunan ke arah yang berbatasan dengan permukaan

tanah tidak boleh melampaui kecuali mengenai pagar pekarangan. Umumnya

pengaturan sempadan ini merupakan 0,5 dari Daerah Milik Jalan (Damija), khusus

untuk daerah perencanaan dilakukan dengan menggunakan standar ideal jarak

antara pagar dengan bangunan, yaitu dengan rumus:

L = lebar jalan

D = jarak pagar bangunan

Rumus tersebut merupakan penggunaan untuk kondisi ideal bagi penentuan

sempadan bangunan pada kawasan yang masih tersedia dan belum terbangun.

Pada kawasan yang telah dibangun, perencanaan sempadan jalan dan bangunan

harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan jaringan yang telah terbentuk,

sehingga dengan demikian harus dilakukan penyesuaian jarak sempadan dengan

bangunannya.

4) Koefisien Daerah Hijau (KDH), yaitu angka persentase perbandingan antara luas

seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi

pertamanan/ penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang

dikuasai.

5) Koefisien Tapak Besmen (KTB), yaitu angka persentase perbandingan antara luas

tapak besmen dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai.

6) Sistem Insentif-Disinsentif Pengembangan, terdiri atas:

a. Insentif Luas Bangunan, yaitu insentif yang terkait dengan KLB dan diberikan

apabila bangunan gedung terbangun memenuhi persyaratan peruntukan lantai

34 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

dasar yang dianjurkan. Luas lantai bangunan yang ditempati oleh fungsi tersebut

dipertimbangkan untuk tidak diperhitungkan dalam KLB.

b. Insentif Langsung, yaitu insentif yang memungkinkan penambahan luas lantai

maksimum bagi bangunan gedung yang menyediakan fasilitas umum berupa

sumbangan positif bagi lingkungan permukiman terpadu; termasuk di antaranya

jalur pejalan kaki, ruang terbuka umum, dan fasilitas umum.

7) Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai Bangunan (TDR=Transfer of Development Right), yaitu hak pemilik bangunan/pengembang yang dapat dialihkan

kepada pihak atau lahan lain, yang dihitung berdasarkan pengalihan nilai KLB, yaitu

selisih antara KLB aturan dan KLB terbangun. Maksimum KLB yang dapat dialihkan

pada umumnya sebesar 10% dari nilai KLB yang ditetapkan. Pengalihan nilai KLB

hanya dimungkinkan bila terletak dalam satu daerah perencanaan yang sama dan

terpadu, serta yang bersangkutan telah memanfaatkan minimal 60% KLB-nya dari

KLB yang sudah ditetapkan pada daerah perencanaan.

Pengalihan ini terdiri atas:

a. Hak Pembangunan Bawah Tanah, hak ini memungkinkan pembangunan fungsi-

fungsi di bawah tanah yang tidak diperhitungkan ke dalam KLB yang dimiliki

bangunan gedung di atasnya, dengan memenuhi kriteria sesuai Peraturan Menteri

PU No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.

b. Hak Pembangunan Layang (Air Right Development), merupakan mekanisme yang

mirip dengan Hak Pembangunan Bawah Tanah, namun berlaku untuk

pembangunan di atas prasarana umum (melayang), seperti jalan, yaitu berupa

bangunan pedestrian layang atau bangunan komersial layang, dengan ketentuan

sesuai Peraturan Menteri PU No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan

Teknis Bangunan Gedung.

Pengendalian intensitas peruntukan tanah dimaksudkan untuk mengarahkan

kepadatan bangunan, tata massa bangunan dan dimensi vertikalnya. Dengan demikian

dalam rencana peruntukan tanah sudah mampu memberi arti perwujudan spasial fisik

bangunan yang dapat dikembangkan. Pengendalian intensitas peruntukan tanah

termasuk upaya pengendalian dalam memberi ijin/rekomendasi syarat zoning sebelum

ijin bangunan (dalam arti kontruksi) sendiri ditetapkan. Aspek – aspek penilaian intensitas

tersebut dianalisis.

Prinsip-prinsip penataan yang menjadi dasar bagi analisis Inmtensitas Pemanfaatan

Lahan :Secara Fungsional meliputi:

35 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

a) Kejelasan distribusi intensitas pemanfaatan lahan, yaitu pengarahan sistem

pengaturan dan distribusi luas lantai maksimum yang dapat dibangun di berbagai

subbagian kawasan sehingga tercipta besaran ruang/bangunan yang akan

menempati lahan sesuai dengan masing-masing peruntukan lahan yang

ditetapkan.

b) Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki, yaitu penciptaan

keseimbangan lingkungan yang berorientasi pada pemakai bangunan berskala

ramah pejalan kaki, sekaligus menghidupkan ruang kota dengan berbagai

aktivitas pada tingkat lingkungan pejalan kaki.

c) Kejelasan skala pengembangan, yaitu:

(i) Penggambaran skala pengembangan pada kawasan perencanaan tertentu

dengan arahan fungsi yang ditetapkan;

(ii) Penciptaan suatu skala pengembangan yang mengaitkan satu komponen

dengan komponen lain (misalnya antara KLB dan tinggi bangunan) secara

tepat untuk membatasi pengembangan lahan sesuai dengan daya dukung

atau kapasitas infrastruktur yang ada.

d) Pengaturan kepadatan pengembangan kawasan (development density) yang

memperhatikan:

(i) Pengarahan distribusi kepadatan lahan yang tepat untuk mencapai nilai tambah

yang dikehendaki sesuai dengan ketentuan daya dukung dan karakter

kawasan tersebut;

(ii) Pembatasan besaran nilai dari komponen Intensitas Pemanfaatan Lahan yang

tepat agar tercapai kenyamanan iklim mikro berskala lingkungan;

(iii) Penggunaan beberapa satuan unit per hektar yang berbeda antara

perencanaan kawasan pemukiman (lebih menitikberatkan pada KDB) dan

kawasan komersial (lebih menitikberatkan pada kombinasi KLB dan KDB);

(iv) Penyelesaian suatu kawasan padat yang diarahkan sebagai kawasan

pembangunan kompak dan terpadu (compact and integrated development)

melalui pengaturan peruntukan campuran serta jenis kepadatan yang

beragam.

(1) Secara Fisik meliputi penataan:

Estetika, karakter dan citra (image) kawasan melalui:

a) Penetapan kepadatan kelompok bangunan dalam kawasan perencanaan melalui

pengaturan besaran berbagai elemen Intensitas Pemanfaatan Lahan yang ada

36 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

(seperti KDB, KLB, KTB, dan KDH) yang mendukung terciptanya berbagai

karakter khas dari berbagai subarea;

b) Pembentukan citra lingkungan yang tepat melalui pembatasan nilai-nilai dari

elemen Intensitas Pemanfaatan Lahan (misalnya pembatasan KDB dan KLB

secara khusus) untuk membentuk lingkungan yang berjati diri.

(2) Secara Lingkungan, meliputi:

a) Keseimbangan kawasan perencanaan dengan wilayah sekitar, melalui:

Pengaturan keseimbangan, kaitan dan keterpaduan berbagai elemen Intensitas

Pemanfaatan Lahan dalam hal fungsi, estetis dan sosial, agar mencapai keselaras

serasian antara kawasan perencanaan dan lahan di

luarnya.

b) Keseimbangan dengan daya dukung lingkungan melalui:

(i) Penentuan kepadatan khusus pada kawasan/ kondisi lingkungan tertentu

seperti: daerah bantaran sungai, daerah khusus resapan, daerah konservasi

hijau, atau pun daerah yang memiliki kemiringan lahan lebih dari 25%.

(ii) Penentuan kepadatan kawasan perencanaan dengan mempertimbangkan

daya dukung lingkungan, pelestarian ekosistem, namun tetap dapat

memperkuat karakter kawasan. Salah satunya adalah pada lahan rawan

bencana alam, yang kepadatan bangunannya harus dikendalikan dengan

ketat, bahkan bila perlu hingga 0 (nol) unit per hektar.

c) Pelestarian ekologis kawasan melalui:

(i) Penetapan ambang Intensitas Pemanfaatan lahan secara merata (terutama

KLB rata-rata) dapat memakai sistem deposit, yaitu lebih rendah daripada

kapasitas maksimumnya berdasarkan pertimbangan ekologis, di mana

kelebihan kapasitas tersebut disimpan sebagai cadangan perkembangan

masa mendatang, atau pun dialihkan ke bagian lain dalam kawasan

perencanaan yang sama;

(ii) Pembatasan besaran beberapa elemen yang terkait dengan pembentukan

ruang terbuka dan penghijauan, seperti KDB dan KDH yang tepat, untuk

membatasi luas lahan yang terbangun atau tertutup perkerasan sebagai

upaya melestarikan ekosistem, sehingga lingkungan yang bersangkutan

masih memiliki sisa tanah sebanyak-banyaknya, yang diperuntukkan bagi

penghijauan atau ruang terbuka, dan dapat menyerap/mengalirkan air hujan

ke dalam tanah;

37 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

(iii) Penetapan distribusi daerah hijau yang menyeluruh, termasuk dan tidak

terkecuali, bangunan-bangunan berlantai sedang atau pun tinggi dalam hal

penyediaan ruang terbuka hijau pada daerah podium atau daerah atap

bangunan tersebut;

(iv) Penetapan kebutuhan ruang terbuka ini juga dimungkinkan untuk melayani

kebutuhan di luar lingkungan perencanaan.

d) Pemberdayaan kawasan melalui:

(i) Peningkatan promosi pembangunan melalui peningkatan nilai tanah dan

distribusi Intensitas Pemanfaatan Lahan yang tepat pada kawasan

perencanaan dalam konteks lingkungan skala regional;

(ii) Peningkatan hubungan fungsional antarberbagai jenis peruntukan dalam

kawasan perencanaan melalui alokasi distribusi Intensitas Pemanfaatan

Lahan yang saling terkait, seimbang dan terpadu;

(iii) Peningkatan modifikasi desain/pengembangan sesuai karakter setempat.

C. Tata Bangunan

Tata Bangunan adalah produk dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta

lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek termasuk

pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran, dan konfigurasi dari elemen-

elemen: blok, kaveling/petak lahan, bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai

bangunan, yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota

yang akomodatif terhadap keragaman kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung

dalam ruang-ruang publik. Analisis Tata Bangunan terdiri dari Komponen – komponen

analisis :

(1) Pengaturan Blok Lingkungan, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam

kawasan menjadi blok dan jalan, di mana blok terdiri atas petak lahan/kaveling

dengan konfigurasi tertentu. Pengaturan ini terdiri atas:

(a) Bentuk dan Ukuran Blok;

(b) Pengelompokan dan Konfigurasi Blok;

(c) Ruang terbuka dan tata hijau.

(2) Pengaturan Kaveling/Petak Lahan, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam

blok menjadi sejumlah kaveling/ petak lahan dengan ukuran, bentuk,

pengelompokan dan konfigurasi tertentu. Pengaturan ini terdiri atas:

(a) Bentuk dan Ukuran Kaveling;

(b) Pengelompokan dan Konfigurasi Kaveling;

(c) Ruang terbuka dan tata hijau.

38 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Maksud perpetakan tanah adalah unit perpetakan berupa sistem blok perencanaan

yang terdiri dari gabungan beberapa persil atau kapling tanah dan sistem kavling

atau tanah persil tanah. Pertimbangan untuk menentukan luasan blok perencanaan

adalah sebagai berikut :

a. Adanya jalan, gang atau saluran yang berpotensi untuk digunakan sebagai

batas fisik blok perencanaan

b. Ketentuan luas kapling minimum yang telah ditetapkan pada tiap wilayah (jika

ada).

Klasifikasi perpetakan tanah berdasar Keputusan Menteri Kimpraswil nomor

327/KPTS/M/2002 Bab VI, yang membagi 8 klasifikasi sebagai berikut:

a. Petak peruntukan & penggal jalan dg petak klasifikasi I (diatas 2500m2)

b. Petak peruntukan & penggal Jl dg petak klasifikasi II (1000 - 2500m2)

c. Petak peruntukan & penggal Jl dg petak klasifikasi III (600 - 1000m2)

d. Petak peruntukan & penggal Jl dg petak klasifikasi IV (250 - 600m2)

e. Petak peruntukan & penggal Jl dg petak klasifikasi V (100 - 250m2)

f. Petak peruntukan & penggal Jl dg petak klasifikasi VI (50 - 100m2)

g. Petak peruntukan & penggal Jl dg petak klasifikasi VII (dibawah 50m2)

h. Petak peruntukan & penggal Jl dg petak klasifikasi VIII (rumah susun/flat)

(3) Pengaturan Bangunan, yaitu perencanaan pengaturan massa bangunan dalam

blok/kaveling. Pengaturan ini terdiri atas:

(a) Pengelompokan Bangunan;

(b) Letak dan Orientasi Bangunan;

(c) Sosok Massa Bangunan;

(d) Ekspresi Arsitektur Bangunan.

Kepadatan Bangunan

Merupakan perbandingan antara luas lahan keseluruhan dengan luas persil

bangunan. Kepadatan bangunan menyangkut aspek jarak dan kerenggangan

antar bangunan yang terkait dengan banyaknya bangunan yang ada di wilayah

tersebut, sehingga dapat ditentukan apakah wilayah tersebut temasuk wilayah

dengan kepadatan bangunan tinggi atau rendah.

39 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Sumber : Perda No. 7 tahun 1992 Mengenai Bangunan di Kota

Gambar E- 2 Pedoman Menentukan Kerenggangan Bangunan

Keterangan:

Tinggi : H = 1 D

Kerenggangan bangunan Y minimum 3 m untuk H = 8 m, selanjutnya variabel dari

fungsi sudut 77o

Bidang Muka (Fasade) Bangunan

Merupakan pengamatan dan pengendalian terhadap arah hadap dan bentuk

muka bangunan

Elevasi/peil

Yaitu ketinggian dasar bangunan dari muka jalan atau standar tertentu yang

ditentukan untuk pengendalian keselamatan bangunan dan pengendalian bentuk

estetika bangunan secara keseluruhan/kesatuan kawasan di samping faktor

pencapaian pemakai.

Amplop Bangunan (Building Envelope)

Adalah merupakan batasan maksimum ruang yang diijinkan untuk dibangun.

Batas maksimum ruang tersebut adalah perkalian faktor luas lantai yang diijinkan

dengan faktor ketinggian maksimum bangunan dalam wilayah kota, di mana tapak

berada.

40 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Gubahan massa

Yaitu penataan perletakan massa-massa bangunan pada satu lingkungan

permukiman tertentu dengan mempertimbangkan kondisi fisik, non fisik, serta

dengan waktu tertentu.

Orientasi bangunan

Yaitu penataan arah bangunan yang dipertimbangkan terhadap kondisi fisik dan

non fisik lokasi perencanaan.

Estetika bangunan

Yaitu penampilan visual bangunan yang seimbang atas dasar pertimbangan fisik

dan non fisik. Pertimbangan fisik yaitu keseimbangan antara bentuk dasar vertikal

dan horizontal atau pola keseimbangan antara konstruksi dan bahan bangunan

yang digunakan. Pertimbangan non fisik misalnya adanya muatan konsep

identitas arsitektur lokal

Material exterior Yaitu perencanaan atas penggunaan material luar bangunan yang

mempertimbangkan faktor-faktor seperti iklim, panas, hujan, ketahanan bahaya

kebakaran, pengaruh yang diakibatkan karena adanya refleksi cahaya dan refleksi

penyebaran panas matahari.

(4) Pengaturan Ketinggian dan Elevasi Lantai Bangunan, yaitu perencanaan

pengaturan ketinggian dan elevasi bangunan baik pada skala bangunan tunggal

maupun kelompok bangunan pada lingkungan yang lebih makro (blok/kawasan).

Pengaturan ini terdiri atas:

(a) Ketinggian Bangunan;

(b) Komposisi Garis Langit Bangunan;

(c) Ketinggian Lantai Bangunan.

Ketinggian dan jarak bangunan

Merupakan perencanaan atas bangunan, batas ketinggian bangunan yang bisa

berupa batas maksimal ataupun minimal yang direkomendasikan tergantung pada

daya dukung lahan dan potensi sarana/prasarana kawasan yang bersangkutan.

Ketinggian Bangunan

Tinggi bangunan yang dikaitkan dengan kedudukan bangunan, perlengkapan

dekoratif bangunan, jenis dan bahan konstruksi bangunan, fungsi bangunan.

Tinggi maksimum bangunan pada umumnya ditentukan berdasarkan ketentuan:

dh211=

41 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

12

25,015,0−

+=

hhd

Dimana:

h = tinggi puncak bangunan maksimum.

d = jarak antara proyeksi puncak bangunan pada lantai dasar terhadap sumbu

jalan yang berdampingan.

h dan d merupakan variabel dari fungsi sudut alpha dan beta.

Jika lebar jalan yang berdampingan < 20 m maka titik sudut ditetapkan pada as

jalan.

Jika lebar jalan yang berdampingan > 20 m maka titik sudut ditetapkan 10 m dari

garis sempadan pagar ke jalan.

Gambar E- 3 Pedoman Menentukan Tinggi Bangunan

Keterangan:

h = tinggi puncak bangunan maksimum

d = jarak antara proyeksi puncak bangunan yang dicari pada lantai dasar

dengan sumbu (as) jalan yang berdampingan

h dan d merupakan variabel dari fungsi sudut α dan β

Jarak Bangunan

Jarak bangunan yang dimaksudkan di sini adalah jarak antar bangunan yang

berada di dalam persil yang sama. Sesuai konsep yang dirumuskan, jarak

bangunan untuk berbagai ketinggian, diusulkan sebagai berikut :

Dimana :

d = jarak bangunan 1 dengan bangunan 2 (dalam meter)

h1 = tinggi bangunan 1 (dalam meter)

h2 = tinggi bangunan 2 (dalam meter)

42 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Gambar E- 4 Pedoman Menentukan Jarak Antar Bangunan

Tahapan analisis bangunan dan lingkungan tersebut di atas dilakukan dengan

memperhatikan dan disertai dengan beberapa panduan rancangan, yang berupa :

A. Panduan Rancangan Elemen Spesifik

Pedoman ini memberikan arahan elemen-elemen spesifik yang menentukan

kualitas fisik lingkungan (design guidelines) dan arahan substansi teknis. Adanya

arahan ini juga dimaksudkan untuk mengantisipasi pelaksanaan rencana, sehingga

implementasinya tidak terlalu menyimpang dari arahan rencana yang telah dibuat.

Panduan rancangan elemen spesifik :

a. Rancangan wujud bangunan

b. Rancangan ruang terbuka

c. Rancangan parkir

d. Rancangan pedestrian

e. Rancangan utilitas lingkungan

f. Rancangan jembatan penyeberangan/ halte

B. Panduan Peraturan Bangunan Kawasan

a. Pengaturan bangunan (Building Code Sector)

b. Pengaturan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (Zoning Code Sector)

c. Pengaturan administrasi pelaksanaan/program dan pengendalian pembangunan

d. Pengaturan kemungkinan insentif dan disinsentif

43 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

e. Pengaturan perijinan bangunan

f. Pengaturan pemanfaatan bangunan dan fungsi bangunan

D. Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung

Sistem sirkulasi dan jalur penghubung terdiri dari jaringan jalan dan pergerakan,

sirkulasi kendaraan umum, sirkulasi kendaraan pribadi, sirkulasi kendaraan informal

setempat dan sepeda, sirkulasi pejalan kaki (termasuk masyarakat penyandang cacat

dan lanjut usia), sistem dan sarana transit, sistem parkir, perencanaan jalur pelayanan

lingkungan, dan sistem jaringan penghubung.

Analisis Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung terdiri dari Komponen – komponen

analisis :

(1) Sistem jaringan jalan dan pergerakan, yaitu rancangan sistem pergerakan yang

terkait, antara jenis-jenis hirarki/kelas jalan yang tersebar pada kawasan

perencanaan (jalan arteri, kolektor dan jalan lingkungan/ lokal) dan jenis pergerakan

yang melaluinya, baik masuk dan keluar kawasan, maupun masuk dan keluar

kaveling.

(2) Sistem sirkulasi kendaraan umum, yaitu rancangan sistem arus pergerakan

kendaraan umum formal, yang dipetakan pada hirarki/kelas jalan yang ada pada

kawasan perencanaan.

(3) Sistem sirkulasi kendaraan pribadi, yaitu rancangan sistem arus pergerakan bagi

kendaraan pribadi sesuai dengan hirarki/kelas jalan pada kawasan perencanaan.

(4) Sistem sirkulasi kendaraan umum informal setempat, yaitu rancangan sistem arus

pergerakan bagi kendaraan umum dari sektor informal, seperti ojek, becak, andong,

dan sejenisnya, yang dipetakan pada hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan

perencanaan.

(5) Sistem pergerakan transit, yaitu rancangan system perpindahan arus pergerakan

dari dua atau lebih moda transportasi yang berbeda, yang dipetakan pada hirarki/

kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan.

(6) Sistem parkir, yaitu rancangan sistem gerakan arus masuk dan keluar kaveling atau

grup kaveling untuk parkir kendaraan di dalam internal kaveling.

(7) Sistem perencanaan jalur servis/pelayanan lingkungan, yaitu rancangan sistem

arus pergerakan dari kendaraan servis (seperti pengangkut sampah, pengangkut

barang, dan kendaraan pemadam kebakaran) dari suatu kaveling atau blok

lingkungan tertentu, yang dipetakan pada hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan

perencanaan.

44 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

(8) Sistem sirkulasi pejalan kaki dan sepeda, yaitu rancangan sistem arus pejalan

kaki (termasuk penyandang cacat dan lanjut usia) dan pemakai sepeda, yang khusus

disediakan pada kawasan perencanaan.

(9) Sistem jaringan jalur penghubung terpadu (pedestrian linkage), yaitu rancangan

sistem jaringan berbagai jalur penghubung yang memungkinkan menembus

beberapa bangunan atau pun beberapa kaveling tertentu dan dimanfaatkan bagi

kepentingan jalur publik.

Jalur penghubung terpadu ini dibutuhkan terutama pada daerah dengan intensitas

kegiatan tinggi dan beragam, seperti pada area komersial lingkungan permukiman

atau area fungsi campuran (mixed-used). Jalur penghubung terpadu harus dapat

memberikan kemudahan aksesibilitas bagi pejalan kaki

E. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau

Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau merupakan komponen rancang kawasan,

yang tidak sekadar terbentuk sebagai elemen tambahan atau pun elemen sisa setelah

proses rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian

integral dari suatu lingkungan yang lebih luas.

Penataan sistem ruang terbuka diatur melalui pendekatan desain tata hijau yang

membentuk karakter lingkungan serta memiliki peran penting baik secara ekologis,

rekreatif dan estetis bagi lingkungan sekitarnya, dan memiliki karakter terbuka sehingga

mudah diakses sebesar-besarnya oleh publik.

Analisis Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau terdiri dari Komponen – komponen

analisis :

(1) Sistem Ruang Terbuka Umum (kepemilikan publikaksesibilitas publik), yaitu ruang

yang karakter fisiknya terbuka, bebas dan mudah diakses publik karena bukan milik

pihak tertentu.

(2) Sistem Ruang Terbuka Pribadi (kepemilikan pribadi– aksesibilitas pribadi), yaitu

ruang yang karakter fisiknya terbuka tapi terbatas, yang hanya dapat diakses oleh

pemilik, pengguna atau pihak tertentu.

(3) Sistem Ruang Terbuka Privat yang dapat diakses oleh Umum (kepemilikan

pribadi–aksesibilitas publik), yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka, serta bebas

dan mudah diakses oleh publik meskipun milik pihak tertentu, karena telah

didedikasikan untuk kepentingan publik sebagai hasil kesepakatan antara pemilik

dan pihak pengelola/pemerintah daerah setempat, di mana pihak pemilik

mengizinkan lahannya digunakan untuk kepentingan publik, dengan mendapatkan

45 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

kompensasi berupa insentif/disinsentif tertentu, tanpa mengubah status

kepemilikannya.

(4) Sistem Pepohonan dan Tata Hijau, yaitu pola penanaman pohon yang disebar

pada ruang terbuka publik.

(5) Bentang Alam, yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka dan terkait dengan area

yang dipergunakan sebesarbesarnya untuk kepentingan publik, dan pemanfaatannya

sebagai bagian dari alam yang dilindungi.

Pengaturan ini untuk kawasan:

a) Pantai dan laut, sebagai batas yang melingkupi tepian kawasan, menentukan

atmosfir dari suasana kehidupan kawasan, serta dasar penciptaan pola tata

ruang;

b) Sungai, sebagai pembentuk koridor ruang terbuka;

c) Lereng dan perbukitan, sebagai potensi pemandangan luas;

d) Puncak bukit, sebagai titik penentu arah orientasi visual, serta memberikan

kemudahan dalam menentukan arah (tengaran alam).

(6) Area Jalur Hijau, yaitu salah satu ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai area

preservasi dan tidak dapat dibangun. Pengaturan ini untuk kawasan:

a) Sepanjang sisi dalam Daerah Milik Jalan (Damija);

b) Sepanjang bantaran sungai;

c) Sepanjang sisi kiri kanan jalur kereta;

d) Sepanjang area di bawah jaringan listrik tegangan tinggi;

e) Jalur hijau yang diperuntukkan sebagai jalur taman kota atau hutan kota, yang

merupakan pembatas atau pemisah suatu wilayah.

Analisis ini bertujuan menganalisa dimensi ruang terbuka pada wilayah studi, yang

meliputi taman kota, ruang terbuka hijau berdasarkan fungsi dan penempatan yang

memperhatikan aspek-aspek fungsional, sosial, dan ekologi, dimana nantinya dapat

dihasilkan pola ruang luar, amenity/street picture dan signage.

1. Penghijauan

Pembahasan dibagi menjadi dua, menurut jenis pohon dan sifatnya. Dalam

kaitannya dengan perancangan lansekap, tata hijau atau planting design,

merupakan satu hal pokok yang menjadi dasar pemebentukan ruang luar.

Peletakan tanaman haruslah disesuaikan dengan tujuan dari perancangannya

tanpa melupakan fungsi daripada tanaman yang dipilih.

46 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Tabel E.6 Jenis Tanaman dan Peletakannya

Nama Tanaman

D/T Bentuk Tajuk

Peletakan

Cemara

gunung

6/20m Segitga Sepanjang tepi jalan

raya

Bambu halus 1,5/6m Rumpun Tepi jalan keluar

kendaraan, area parkir

Cemara

gembel

2,5/5 Segitiga Area parkir

Tanjung 8/8m Bebas Area parkir, tepi jalan

Cemara tiang 2,5/5m Segitiga Jalan sekunder

Cemara susun 10/30m Segitiga Pembentuk ruang tepi

jalan sekunder

Kenari 6/22m Bebas Tepi jalan raya

Bunga sapu

tangan

6/15m Kubah Untuk identitas lokasi

peneduh

Rasamala 8/20m Bebas Sebagai peneduh

Sumber: Hakim (2002)

2. Penandaan (Signage)

Suatu tulisan (huruf, angka, atau kata), gambar (ilustrasi/dekorasi), lambang

(simbol, atau merk dagang), bendera (spanduk, atau umbul-umbul) atau sesuatu

yang ;

• Ditempelkan atau digambarkan pada suatu bangunan atau struktur lainnya

• Digunakan sebagai pemberitahuan, penarik perhatian, atau iklan

• Terlihat dari luar bangunan

• Tanda harus selalu menunjukkan kepada sesuatu yang riil atau nyata

Unsur-unsur penandaan dapat dikelompokkan atas beberapa jenis:

1. Reklame dengan kontruksi tiang

Unsur ini merupakan penandaan yang berdiri bebas dengan kontruksi kaki

sehingga memberi banyak kebebasan agar bisa dilihat dari kejauhan. Bentuk

penandaan lain dari unsur ini adalah penggunaan tiang tunggal.

2. Tanda sebagai identifikasi primer

Tanda semacam ini digunakan informasi nama gedung/kantor, papan

pengumuman, dan lain-lain.

47 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

3. Penandaan dengan konstruksi tempel dan muncul

Bentuk konstruksi tempel merupakan jenis penandaan yang paling banyak

digunakan setelah penandaan dengan tiang reklame. Jenis reklame ini dibuat

dengan kotruksi khusus sehingga reklame timbul keluar dari bangunan.

4. Penandaan dengan lampu

Seperti halnya penandaan lain, disini informasi publik non komersial tenggelam

dalam reklame lampu, yang membutuhkan kreatifitas dalam design sehingga

mewujudkan wajah kota yang lebih menarik.

5. Tanda yang berfungsi sebagai unsur dekoratif kota

Penandaan yang berbentuk sebagai elemen dekoratif sekaligus informasi dapat

dijumpai sebagai bendera atau umbul-umbul.

6. Tanda yang berbentuk spanduk

Penandaan dalam bentuk spanduk biasanya dipakai sebagi media untuk

menyampaikan acara-acara tententu

7. Tanda sebagai sirkulasi transportasi

Tanda ini digunakan untuk mengatur pergerakan lalu lintas untuk mengurangi

kemacetan atau tundaan yang mungkin terjadi.

• Pedagang kaki lima

• Pos polisi lalu lintas

• Tempat sampah

• Sarana utilitas : listrik dan telepon

Prinsip-prinsip penataan yang menjadi dasar bagi analisis Sistem Ruang Terbuka

dan Tata Hijau :

(1) Secara Fungsional, meliputi:

(a) Pelestarian ruang terbuka kawasan Pendistribusian berbagai jenis ruang terbuka

yang disesuaikan dengan kebutuhan tipologis fungsi/ peruntukan, sirkulasi dan

elemen perancangan lainnya.

(b) Aksesibilitas publik

(i) Penciptaan integrasi sosial secara keruangan bagi semua pengguna

(termasuk penyandang cacat dan lanjut usia) pada berbagai ruang terbuka

kawasan yang ada;

(ii) Penciptaan ruang publik yang dapat diakses secara terbuka (sebesar-

besarnya) oleh public sehingga dapat memperkaya karakter dan integrasi

sosial para pemakai ruang kota.

48 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

(c) Keragaman fungsi dan aktivitas

(i) Penciptaan ruang yang dapat mengadaptasi dan mengadopsi berbagai

aktivitas interaksi social yang direncanakan, dan tetap mengacu pada

ketentuan rencana tata ruang wilayah;

(ii) Penetapan kualitas ruang yang menyediakan lingkungan yang aman,

nyaman, sehat dan menarik, serta berwawasan ekologis.

(d) Skala dan proporsi ruang yang manusiawi dan berorientasi bagi pejalan kaki

(i) Penciptaan keseimbangan ruang terbuka atau pun ruang terbuka

antarbangunan dengan tema ramah bagi pejalan kaki sekaligus

menghidupkan ruang kawasan melalui berbagai aktivitas pada area pejalan

kaki;

(ii) Penciptaan iklim mikro berskala lingkungan yang memberi kenyamanan dan

keserasian pada area pejalan kaki.

(e) Sebagai pengikat lingkungan/bangunan Penciptaan ruang terbuka sebagai

sarana interaksi dan sosialisasi penghuni, atau pun ruang pengikat/penyatu

antarbangunan kelompok bangunan.

(f) Sebagai pelindung, pengaman dan pembataslingkungan/bangunan bagi pejalan

kaki.

Penciptaan ruang terbuka dan tata hijau sebagai pelindung, peneduh, maupun

pembatas antarruang.

(2) Secara Fisik dan Nonfisik, meliputi:

(a) Peningkatan estetika, karakter dan citra kawasan

(b) Kualitas fisik

Perancangan lingkungan yang memenuhi criteria kenyamanan bagi pemakai,

kelancaran sirkulasi udara, pancaran sinar matahari, tingkat kebisingan, dan

aspek klimatologi lainnya.

(c) Kelengkapan fasilitas penunjang lingkungan

Penyediaan elemen pendukung kegiatan seperti street furniture (kios, tempat

duduk, lampu, material perkerasan elemen, dan lain-lain).

(3) Dari Sisi Lingkungan, meliputi:

(a) Keseimbangan kawasan perencanaan dengan sekitar

(b) Keseimbangan dengan daya dukung lingkungan

(c) Kelestarian ekologis kawasan

(d) Pemberdayaan kawasan

49 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

(i) Pengembangan potensi bentang alam sebagai unsur kenyamanan kota

dengan merencanakannya sebagai ruang terbuka bagi publik;

(ii) Penekanan adanya pelestarian alam dengan merencanakan proteksi

terhadap area bentang alam yang rawan terhadap kerusakan.

F. Tata Kualitas Lingkungan

Penataan Kualitas Lingkungan merujuk pada upaya rekayasa elemen-elemen

kawasan yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan atau subarea dengan

sistem lingkungan yang informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu.

Analisis Tata Kualitas Lingkungan terdiri dari Komponen – komponen analisis :

(1) Konsep Identitas Lingkungan, yaitu perancangan karakter (jati diri) suatu

lingkungan yang dapat diwujudkan melalui pengaturan dan perancangan elemen fisik

dan nonfisik lingkungan atau subarea tertentu.

Pengaturan ini terdiri atas:

a) Tata karakter bangunan/lingkungan (built-in signage and directional system),

yaitu pengolahan elemen-eleman fisik bangunan/lingkungan untuk mengarahkan

atau memberi tanda pengenal suatu lingkungan/bangunan, sehingga pengguna

dapat mengenali karakter lingkungan yang dikunjungi atau dilaluinya sehingga

memudahkan pengguna kawasan untuk berorientasi dan bersirkulasi.

b) Tata penanda identitas bangunan, yaitu pengolahan elemen-eleman fisik

bangunan/lingkungan untuk mempertegas identitas atau penamaan suatu

bangunan sehingga pengguna dapat mengenali bangunan yang menjadi

tujuannya.

c) Tata kegiatan pendukung secara formal dan informal (supporting activities),

yaitu pengolahan secara terintegrasi seluruh aktivitas informal sebagai pendukung

dari aktivitas formal yang diwadahi dalam ruang/bangunan, untuk menghidupkan

interaksi social dari para pemakainya.

Lynch (1960) menguraikan secara rinci tentang lima komponen pembentuk identitas

lingkungan, yaitu sebagai berikut:

a. Path, adalah ruang luar yang menghubungkan beberapa jenis pusat kegiatan,

dapat berupa pedestrian, jalan lorong tempat pejalan kaki dan lain-lain.

b. Edge, adalah ruang luar yang menjadi pembatas antara dua kegiatan atau

antar jenis penggunaan, dapat berupa ruang luar yang menjadi pembatas

antara bangunan dengan ruang terbuka hijau, pembatas bangunan dengan

jalan, bangunan dengan pedestrian, dan lain-lain.

50 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

c. Node, adalah suatu bagian dari kota yang secara fungsional menonjol dalarn

arti sebagai suatu konsentrasi kegiatan manusia, merupakan lokasi-lokasi

strategis berupa ruang luar yang mempunyai intensitas kegiatan tinggi seperti

sudut-sudut jalan atau persimpangan jalan, ruang terbuka yang seakan menjadi

pusat distrik seperti tempat pemberhentian kendaraan umum.

d. Landmark, adalah struktur fisik yang bersifat dominan dan akan menjadi

perhatian utama di dalam suatu lingkungan kota, dapat berupa struktur

dominan yang secara fisik memang lebih menonjol dibanding dengan struktur

lainnya, tetapi suatu landmark mungkin juga tidak dicirikan sebagai suatu

struktur yang menonjol tetapi dikenal luas karena nilai seni atau sejarah atau

penampilannya yang khas.

e. District, merupakan integrasi dari berbagai kegiatan fungsional, lokasi suatu

kawasan didasarkan pada pertimbangan fungsi pelayanan, pertimbangan

strategis, jenis kegiatan fungsional serta intensitas perkembangannya.

(2) Konsep Orientasi Lingkungan, yaitu perancangan elemen fisik dan nonfisik guna

membentuk lingkungan yang informatif sehingga memudahkan pemakai untuk

berorientasi dan bersirkulasi.

Pengaturan ini terdiri atas:

a) Sistem tata informasi (directory signage system), yaitu pengolahan elemen fisik di

lingkungan untuk menjelaskan berbagai informasi/petunjuk mengenai tempat

tersebut, sehingga memudahkan pemakai mengenali lokasi dirinya terhadap

lingkungannya.

b) Sistem tata rambu pengarah (directional signage system), yaitu pengolahan

elemen fisik di lingkungan untuk mengarahkan pemakai bersirkulasi dan

berorientasi baik menuju maupun dari bangunan atau pun area tujuannya.

(3) Wajah Jalan, yaitu perancangan elemen fisik dan nonfisik guna membentuk

lingkungan berskala manusia pemakainya, pada suatu ruang publik berupa ruas jalan

yang akan memperkuat karakter suatu blok perancangan yang lebih besar.

Pengaturan ini terdiri atas:

a) Wajah penampang jalan dan bangunan;

b) Perabot jalan (street furniture);

c) Jalur dan ruang bagi pejalan kaki (pedestrian);

d) Tata hijau pada penampang jalan;

e) Elemen tata informasi dan rambu pengarah pada penampang jalan;

f) Elemen papan reklame komersial pada penampang jalan.

51 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

G. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan

Sistem prasarana dan utilitas lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik suatu

lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan

berfungsi sebagaimana semestinya. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan mencakup

jaringan air bersih dan air limbah, jaringan drainase, jaringan persampahan, jaringan gas

dan listrik, serta jaringan telepon, sistem jaringan pengamanan kebakaran, dan sistem

jaringan jalur penyelamatan atau evakuasi.

Analisis Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan terdiri dari Komponen- komponen

analisis :

(1) Sistem jaringan air bersih, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan

penyediaan air bagi penduduk suatu lingkungan, yang memenuhi persyaratan bagi

operasionalisasi bangunan atau lingkungan, dan terintegrasi dengan jaringan air

bersih secara makro dari wilayah regional yang lebih luas.

(2) Sistem jaringan air limbah dan air kotor, yaitu system jaringan dan distribusi

pelayanan pembuangan/pengolahan air buangan rumah tangga, lingkungan

komersial, perkantoran, dan bangunan umum lainnya, yang berasal dari manusia,

binatang atau tumbuh-tumbuhan, untuk diolah dan kemudian dibuang dengan cara-

cara sedemikian rupa sehingga aman bagi lingkungan, termasuk di dalamnya

buangan industri dan buangan kimia.

(3) Sistem jaringan drainase, yaitu sistem jaringan dan distribusi drainase suatu

lingkungan yang berfungsi sebagai pematus bagi lingkungan, yang terintegrasi

dengan system jaringan drainase makro dari wilayah regional yang lebih luas.

(4) Sistem jaringan persampahan, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan

pembuangan/pengolahan sampah rumah tangga, lingkungan komersial, perkantoran

dan bangunan umum lainnya, yang terintegrasi dengan system jaringan pembuangan

sampah makro dari wilayah regional yang lebih luas.

(5) Sistem jaringan listrik, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan

daya listrik dan jaringan sambungan listrik bagi penduduk suatu lingkungan, yang

memenuhi persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan, dan

terintegrasi dengan jaringan instalasi listrik makro dari wilayah regional yang lebih

luas.

(6) Sistem jaringan telepon, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan

kebutuhan sambungan dan jaringan telepon bagi penduduk suatu lingkungan yang

memenuhi persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan, yang

52 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

terintegrasi dengan jaringan instalasi listrik makro dari wilayah regional yang lebih

luas.

(7) Sistem jaringan pengamanan kebakaran, yaitu system jaringan pengamanan

lingkungan/kawasan untuk memperingatkan penduduk terhadap keadaan darurat,

penyediaan tempat penyelamatan, membatasi penyebaran kebakaran, dan/atau

pemadaman kebakaran.

(8) Sistem jaringan jalur penyelamatan atau evakuasi, yaitu jalur perjalanan yang

menerus (termasuk jalan ke luar, koridor/selasar umum dan sejenis) dari setiap

bagian bangunan gedung termasuk di dalam unit hunian tunggal ke tempat aman,

yang disediakan bagi suatu lingkungan/ kawasan sebagai tempat penyelamatan atau

evakuasi.

Prinsip-prinsip penataan yang menjadi dasar bagi analisis Sistem Prasarana dan

Utilitas Lingkungan :

(1) Secara Fungsional, meliputi:

a) Strategi penetapan sistem yang tepat.

Penetapan sistem prasarana dan utilitas yang tepat sesuai dengan tipe penataan

lingkungan yang ditetapkan pada kawasan perencanaan.

b) Kualitas dan taraf hidup pengguna.

Penetapan sistem yang dapat mencapai kualitas lingkungan kota yang layak huni

baik dari segi keamanan, keselamatan maupun kesehatan (higienitas), sekaligus

dapat mendorong penciptaan kualitas hidup dan kenyamanan warga.

c) Integrasi

(i) Integrasi berbagai elemen utilitas dalam satu ruang kontrol secara bersamaan

akan memudahkan pembangunan dan pengontrolan;

(ii) Penciptaan suatu sistem yang terpadu dan terkait dengan sistem dan kapasitas

prasarana/infrastruktur wilayah/kawasan secara lebih luas.

(2) Secara Fisik, meliputi:

Aspek estetika, karakter dan citra kawasan

(a) Penataan elemen prasarana dan utilitas diselesaikan dengan

mempertimbangkan aspek estetika baik pada bagian dari perabot jalan, public

art, maupun elemen lansekap.

(b) Penempatan elemen utilitas yang terlihat dari ruang luar atau di muka tanah

diupayakan menjadi bagian dari elemen wajah kawasan atau wajah jalan dan

dikaitkan dengan pembentukan karakter khas.

53 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

NNiSSi

NSNiSiLQ

//

//

==

(3) Secara Lingkungan, meliputi:

(a) Lingkungan yang berlanjut

Penetapan sistem yang sekaligus menerapkan proses daur ulang untuk

mewujudkan keberlanjutan system ekologis, khususnya pada sistem

persampahan dan air limbah.

(b) Keseimbangan jangka waktu pembangunan

Penetapan sistem pelaksanaan konstruksi/pembangunan yang berimbang dan

bertahap.

(c) Keseimbangan daya dukung lingkungan

Penetapan keseimbangan antara kebutuhan & daya dukung lingkungan secara

luas.

(4) Dari Sisi Pemangku Kepentingan, meliputi:

Keseimbangan kepentingan bersama antarpelaku kota

(a) Penetapan sistem yang dikelola berdasarkan kesepakatan dari, oleh dan untuk

masyarakat.

(b) Penetapan kewenangan yang jelas pada saat penyediaan, pengelolaan, dan

perawatan, yang terkait dengan peraturan daerah dan instansi atau pun

pemangku kepentingan terkait

E.1.5.2.4 Analisis Industri Penggerak Kawasan Industri

Dalam analisis ini dilakukan melalui pendekatan LQ, Shit share, serta analisis

cluster. Metode LQ bertujuan untuk menunjukkan dominasi dan peranan suatu sektor

industri dalam lingkup daerah tertentu.

Teknik analisis:

Dengan :

Si = Besaran dari suatu kegiatan tertentu yang akan diukur di daerah yang ditelaah.

Ni = Besaran total untuk kegiatan tertentu dalam daerah yang lebih luas.

S = Besaran total untuk seluruh kegiatan di daerah yang diteliti (ditelaah).

N = Besaran total untuk seluruh kegiatan di daerah yang lebih luas.

Sementara metode shift share bertujuan untuk melihat perkembangan/

pertumbuhan dari sektor industri pada kawasan indsutri yang telah ditetapkan. Teknik

analisis, meliputi:

54 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Metode Analisa Shift, dengan rumus

Total Shift : ST = Ejt – (Et/Eo)Ejo

Differential Shift : SD = Eijt – (Eit/Eio)Eijo

Proportionality Shift : SP = ST – SD

Metode Analisa Share, dengan rumus : N = Ejo (Et/Eo) – Eoj

Dimana :

Ejo = Besaran aktivitas ekonomi di daerah j pada tahun dasar.

E = Besaran aktivitas ekonomi nasional atau sistem daerah yang

lebih luas pada tahun terakhir.

Eo = Besaran aktivitas ekonomi nasional atau sistem daerah

yang lebih luas pada tahun dasar

Pemodelan Cluster

Analisis dengan pemodelan cluster merupakan teknik multivariat yang mempunyai

tujuan utama untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristik yang

dimilikinya. Analisis cluster mengklasifikasi objek sehingga setiap objek yang paling dekat

kesamaannya dengan objek lain berada dalam cluster yang sama. Cluster-cluster yang

terbentuk memiliki homogenitas internal yang tinggi dan heterogenitas eksternal yang

tinggi. Berbeda dengan teknik multivariat lainnya, analisis ini tidak mengestimasi set

vaiabel secara empiris sebaliknya menggunakan setvariabel yang ditentukan oleh peneliti

itu sendiri. Fokus dari analisis cluster adlah membandingkan objek berdasarkan set

variabel, hal inilah yang menyebabkan para ahli mendefinisikan set variabel sebagai

tahap kritis dalam analisis cluster. Set variabel cluster adalah suatu set variabel yang

merpresentasikan karakteristik yang dipakai objek-objek. Bedanya dengan analisis faktor

adalah bahwa analisis cluster terfokus pada pengelompokan objek sedangkan analisis

faktor terfokus pada kelompok variabel.

Solusi analisis cluster bersifat tidak unik, anggota cluster untuk tiap

penyelesaian/solusi tergantung pada beberapa elemen prosedur dan beberapa solusi

yang berbeda dapat diperoleh dengan mengubah satu elemen atau lebih. Solusi cluster

secara keseluruhan bergantung pada variabel-variaabel yang digunakan sebagai dasar

untuk menilai kesamaan. Penambahan atau pengurangan variabel-variabel yang relevan

dapat mempengaruhi substansi hasi analisisi cluster.

a. Cara Kerja Analisis Cluster

Secara garis besar ada tiga hal yang harus terjawab dalam proses kerja analisis

cluster, yaitu :

55 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

1. Bagaimana mengukur kesamaan ?

Ada tiga ukuran untuk mengukur kesamaaan antar objek, yaitu ukuran korelasi,

ukuran jarak, dan ukuran asosiasi.

2. Bagaimana membentuk cluster ?

Prosedur yang diterapkan harus dapat mengelompokkan objek-objek yang

memiliki kesamaan yang tinggi ke dalam sutau cluster yang sama.

3. Berapa banyak cluster/kelompok yang akan dibentuk ?

Pada prinsipnya jika jumlah cluster berkurang maka homogenitas alam cluster

secra otomatis akan menurun.

b. Proses Analisis Cluster

Sebagaimana teknik multivariat lain proses analisis cluster dapat dijelaskan dalam

enam tahap sebagai berikut :

Tahap Pertama : Tujuan Analisis Cluster Tujuan utama analisis cluster adalah mempartisi suatu set objek menjadi dua kelompok

atau lebih berdasarkan kesamaan karakteristik khusus yang dimilikinya.

Dalam pembentukan kelompok/cluster dapat dicapai tiga tujuan, yaitu :

A. Deskripsi klasifikasi (Taxonomy Description)

Penerapan anallisis cluster secara tradisisonal bertujuan mengeksplorasi dan

membentuk suatu klasisfikasi/taksonomi secara empiris. Karena kemampuan partisinya

analisis cluster dapat diterapkan secara luas. Meskipun secara empiris merupakan teknik

eksplorasi analisis cluster dapat pula digunakan untuk tujuan konfirmasi.

a. Penyederhanaan Data

Penyederhanaan data merupakan bagian dari suatu taksonomi. Dengan struktur

yang terbatas observasi/objek dapat dikelompokkan untuk analisis selanjutnya.

b. Identifikasi Hubungan (Relationship Identification)

Hubunganantar objek diidentifikasi secara empiris. Struktur analisis cluster yang

sederhana dapat menggambarkan adanya hubungan atau kesamaan dan

perbedaan yang tidak dinyatakan sebelumnya.

Pemilihan pada Pengelompokan Variabel

Tujuan analisis cluster tidak dapat dipisahkan dengan pemilihan variabel

yang digunakan untuk menggolongkan objek ke dalam clucter-cluster. Cluster

yang terbentuk merefleksikan struktur yang melekat pada data seperti yang

didefinisikan oleh variabel-variabel. Pemilihan variabel harus sesuai dengan teori

dan konsep yang umum digunakan dan harus rasional. Rasionalitas ini didasarkan

pada teori-teori eksplisit atau penelitian sebelumnya. Variabel-variabel yang

56 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

dipilih hanyalah variabel yang dapat mencirikan objek yang akan dikelompokkan

dan secara spesifik harus sesuai dengan tujuan analisis cluster.

Tahap Kedua : Desain Penelitian dalam Analisis Cluster

Tiga hal penting dalam tahap ini adalah pendeteksian outlier, mengukur kesamaan, dan

standarisasi data.

A. Pendeteksian Outlier

Outlier adlah suatu objek yang sangat berbeda dengan objek lainnya. Outlier

dapat digambarkan sebagai observasi yang secara nyata kebiasaan, tidak mewakili

populasi umum, dan adanya undersampling dapat pula memunculkan outlier. Outlier

menyebabkan menyebabkan struktur yang tidak benar dan cluster yang terbentuk

menjadi tidak representatif.

B. Mengukur Kesamaan antar Objek

Konsep kesamaan adalah hal yang fundamental dalam analisis cluster.

Kesamaan antar objek merupakan ukuran korespondensi antar objek. Ada tiga metode

yang dapat diterapkan, yaitu ukuran korelasi, ukuran jarak, dan ukuran asosiasi.

a. Ukuran Korelasi

Ukuran ini dapat diterapkan pada data dengan skala metrik, namun jarang

digunakan karena titik bertnya pada nilai suatu pola tertentu, padahal tisik berat

analisis cluster adalah besarnya objek. Kesamaan antar objek dapat dilihat dari

koefisien korelasi antar pasangan objek yang diukur dengan beberapa variabel.

b. Ukuran Jarak

Merupakan ukuran yang paling sering digunakan. Diterapkan untuk data berskala

metrik. Sebenarnya merupakan ukuran ketidakmiripan, dimana jarak yang besar

menunjukkan sedikit kesamaan sebaliknya jarak yang pendek/kesil menunjukkan

bahwa suatu objek makin mirip dengan objek lain. Bedanya dengan ukuran

korelasi adalah bnahwa ukuran jarak fokusnya pada besarnya nilai. Cluster

berdasarkan ukuran korelasi bisa saja tidak memiliki kesamaan nilai tapi memiliki

kesamaan pola, sedangkan cluster dberdasrkan ukuran jarak lebih memiliki

kesamaan nilai meskipun polanya berbeda.

Ada beberapa tipe ukuran jarak antara lain jarak Euklidian, jarak city-Box, dan

jarak Mahalanobis. Ukuran yang paling sering digunakan adalah jarak Euklidian.

Jarak Euklidian adalah besarnya jarak suatu garis lurus yang menghubungkan

antar objek.

c. Ukuran Asosiasi

57 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Ukuran asosiasi dipakai untuk mengukur data berskala nonmetrik (nominal atau

ordinal).

C. Standarisasi Data

a. Standarisasi Variabel

Bentuk paling umum dalam standarisasi variabel adalah konversi setiap variabel

terhadap skor atandar ( dikenal dengan Z score) dengan melakukan substraksi

nilai tengan dan membaginyadengan standar deviasi tiap variabel.

b. Standarisasi Data

Berbeda dengan standarisasi variabel, standarisasi ndata dilakukan terhadap

observasi/objek yang akan dikelompokkan.

Tahap Ketiga : Asumsi-asumsi dalam Analisis Cluster

Seperti hal teknik analisis lain,analisis cluster juga menetapkan adanya suatu asumsi.

Ada dua asumsi dalam analisis cluster, yaitu :

• Kecukupan Sampel untuk merepresentasikan/mewakili Populasi

Biasanya suatu penelitian dilakukan terhadap populasi diwakili oleh sekelompok

sampel. Sampel yang digunakan dalam analisis ckuster harus dapat mewakili populasi

yang ingin dijelaskan, karena analisis ini baik jika sampel representatif. Jumlah sampel

yang diambil tergantung penelitinya, seorang peneliti harus yakin bahwa sampil yang

diambil representatif terhadap populasi.

• Pengaruh Multukolinieritas

Ada atau tidaknya multikolinieritas antar variabel sangat diperhatikan dalam analisis

cluster karena hal itu berpengaruh, sehingga variabel-variabel yang bersifat

multikolinieritas secara eksplisit dieprtimbangkan dengan lebih seksama.

Tahap Keempat : Proses Mendapatkan Cluster dan Menilai kelayakan secara keseluruhan

Ada dua proses penting yaitu algoritma cluster dalam pembentukan cluster dan

menentukan jumlah cluster yang akan dibentuk. Keduanya mempunyai implikasi

substansial tidak hanya pada hasil yang diperoleh tetapi juga pada interpretasi yang akan

dilakukan terhadap hasil tersebut.

Algoritma Cluster Algoritma cluster harus dapat memaksimalkan perbedaan relatif cluster terhadap

variasi dalam cluster. Dua metode paling umum dalam algoritma cluster adalahmetode

hirarkhi dan metode non hirarkhi. Penentuan metode mana yag akan dipakai tergantung

kepada peneliti dan konteks penelitian dengan tidak mengabaikan substansi, teori dan

konsep yang berlaku. Keduanya memiliki kelebihan sendiri-sendiri. Keuntungan metode

58 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

hirarkhi adalah cepat dalam proses pengolahan sehingga menghemat waktu, namun

kelemahannya metode ini dapat menimbulkan kesalahan. Selain itu tidak baik diterapkan

untuk menganalisis sampel dengan ukuran besar. Metode Non Hirarkhi memiliki

keuntungan lebih daripada metode hirarkhi. Hasilnya memiliki sedikit kelemahan pada

data outlier, ukuran jarak yang digunakan, dan termasuk variabel tak relevan atau

variabel yang tidak tepat. Keuntungannya hanya dengan menggunakan titik bakal

nonrandom, penggunaan metode non hirarkhi untuk titik bakal random secara nyata

lebih buruk dari pada metode hirarkhi.

Alternatif lain adalah dengan mengkombinasikan kedua metode ini. Pertama

gunakan metode hirarkhi kemudian dilanjutkan dengan metode non hirarkhi.

A. Metode Hirarkhi

Tipe dasar dalam metode ni adalah aglomerasi dan pemecahan. Dalam metode

aglomerasi tiap observasi pada mulanya dianggap sebagai cluster tersendiri sehingga

terdapat cluster sebyak jumlah observasi. Kemudian dua cluster yang terdekat

kesamaannya digabung menjadi suatu cluster babru, sehingga jumlah cluster berkurang

satu pada tiap tahap. Sebaliknya pada metode pemecahan dimulai dari satu cluster besar

yang mengandung seluruh observasi, selanjutnya observasi-observasi yang paling tidak

sama dipisah dan dibentuk cluster-cluster yang lebih kecil. Proses ini dilakukan hingga

tiap observasi menjadi cluster sendiri-sendiri.

Hal penting dalam metode hirarkhi adalah bahwa hasil pada tahap sebelumnya selalu

bersarang di dalam hasil pada tahap berikutnya, membentuk sebuah pohon. Ada lima

metode aglomerasi dalam pembentukan cluster, yatiu :

a. Pautan Tunggal (Single Linkage)

Metode ini didasarkan pada jarak minimum. Dimulai dengan dua objek yang

dipisahkan dengan jarak paling pendek maka keduanya akan ditempatkan pada

cluster pertama, dan seterusnya. Metode ini dikenal pula dengan nama

pendekatan tetangga terdekat.

B. Pautan Lengkap (Complete Linkage)

Disebut juga pendekatan tetangga terjauh. Dasarnya adalah jarak maksimum.

Dalam metode ini seluruh objek dalam suatu cluster dikaitkan satu sama lain pada

suatu jarak maksimuma atau dengan kesamaan minimum.

C. Pautan Rata-rata (Average Linkage)

Dasarnya adalah jarak rata-rata antar observasi. pengelompokan dimulai dari

tengan atau pasangan observasi dengan jarak paling mendekati jarak rata-rata.

59 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

D. Metode Ward (Ward’s Method)

Dalam metode ini jarak antara dua cluster adalah jumlah kuadrat antara dua

cluster untuk seluruh variabel. Metode ini cenderung digunakan untuk

mengkombinasi cluster-cluster dengan jumlah kecil.

E. Metode Centroid

Jarak antara dua cluster adalah jarak antar centroid cluster tersebut. Centroid

cluster adalah nilai tengah observasi pada variabel dalam suatu set variabel

cluster. Keuntungannya adalah outlier hanya sedikit berpengaruh jika

dibandingkan dengan metode lain.

B. Metode Non Hirarkhi

Masalah utama dalam metoda non hirarkhi adalah bagaimana memilih bakal cluster.

Harus disadari pengaruh pemilihan bakal cluster terhadap hasil akhir analisis cluster.

Bakal cluster pertama adalah observasi pertama dalam set data tanpa missing value.

Bakal kedua adalah observasi lengkap berikutnya (tanpa missing data) yang dipisahkan

dari bakal pertama oleh jarak minimum khusus. Ada tiga prosedur dalam metode non

hirarkhi, yaitu :

a. Sequential threshold

Metode ini dimulai dengan memilih bakal cluster dan menyertakan seluruh objek

dalam jarak tertentu. Jika seluruh objek dalam jarak tersebut disertakan, bakal

cluster kedua terpilih, kemudian proses terus berlangsung seperti sebelumnya.

b. Parallel Threshold

Metode ini memilih beberapa bakal cluster secara simultan pada permulaannya

dan menandai objek-objek dengan jarak permulaan ke bakal terdekat.

c. Optimalisasi

Metode ketiga ini mirip dengan kedua metode sebelumnya kecuali pada

penandaan ulang terhadap objek-objek.

Hal penting lain dalam tahap keempat adalah menentukan jumlah cluster yang akan

dibentuk.Sebenarnya tidak ada standar,prosedur pemilihan tujuan eksis. Karena tidak

ada kriteria statistik internal digunakan untuk inferensia, seperti tes signifikansipada teknik

multivariat lainnya, para peneliti telah mengembangkan beberapa kriteria dan petunjuk

sebagai pendekatan terhadap permasalahan ini dengan memperhatikan substansi dan

aspek konseptual.

60 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Tahap Kelima : Interpretasi terhadap Cluster Tahap interpretasi meliputi pengujian tiap cluster dalam term untuk menamai dan

menandai dengan suatu label yang secara akurat dapat menjelaskan kealamian cluster.

Proes ini dimulai dengan suatu ukuran yang sering digunakan yaitu centroid cluster.

Membuat profil dan interpretasi cluster tidak hanya tidak hanya untuk memoeroleh suatu

gambaran saja melainkan pertama, menyediakan suatu rata-rata untuk menilai

korespondensi pada cluster yang terbentuk, kedua, profil cluster memberikan araha bagi

penilainan terhadap signifikansi praktis.

Tahap Keenam: Proses Validasi dan Pembuatan Profil (PROFILING) Cluster

A. Proses validasi solusi cluster

Proses validasi bertujuan menjamin bahwa solusi yang dihasilkan dari analisis

cluster dapat mewakili populasi dan dapat digeneralisasi untuk objek lain. Pendekatan ini

membandingkan solusi cluster dan menilai korespondensi hasil. Terkadang tidak dapat

dipraktekkan karena adanya kendala waktu dan biaya atau ketidaktersediaan ibjek untuk

analisis cluster ganda.

B. Pembuatan Profil ( Profiling) Solusi Cluster

Tahap ini menggambarkan karakteristik tiap cluster untuk menjelaskan cluster-

cluster tersebut dapat dapat berbeda pada dimensi yang relevan. Titik beratnta

pada karakteristik yang secara signifikan berbeda antar clustre dan

memprediksi anggota dalam suatu cluster khusus.

Secara keseluruhan proses analisis cluster berakhir setelah keenam tahap ini

dilalui. Hasil analisis cluster dapat digunakan untuk berbagai kepentingan sesuai

dengan materi yang dianalisis.

E.1.5.2.5 Analisis Kelembagaan

Analisis Kelembagaan digunakan untuk memfasilitasi kajian hubungan antara

masyarakat dengan lembaga-lembaga yang ada di lingkungannya. Hasil pengkajian

dituangkan ke dalam Diagram Venn, yang akan menunjukkan besarnya manfaat,

pengaruh dan dekatnya hubungan suatu lembaga dengan masyarakat.

Informasi yang dikaji adalah :

Lembaga secara umum, yaitu informasi mengenai semua lembaga yang

berhubungan dengan masyarakat desa, baik yang berada di desa tersebut, maupun

yang berada di luar desa tetapi berhubungan dengan desa. Jenis lembaga yang dikaji

adalah :

61 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Lembaga-lembaga lokal

Lembaga-lembaga pemerintahan

Lembaga-lembaga swasta

Lembaga-lembaga khusus, yaitu informasi mengenai lembaga-lembaga tertentu saja.

Sumber informasi yang dipergunakan adalah:

Sumber informasi utama adalah para warga masyarakat, terutama mereka secara

langsung maupun tidak langsung mempunyai pengalaman yang menyangkut

lembaga-lembaga yang bersangkutan.

Informasi dari masyarakat bisa dicek silang dengan informasi dari pengelolaan

lembaga yang bersangkutan.

Data sekunder.

E.1.5.2.6 Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial kawasan industri dikaji melalui 2 faktor, yakni

faktor Eksternal dan Internal.

A. Faktor Eksternal

Faktor Ekternal yang dmaksud adalah faktor eksternal perputaran bisnis di

Kawasan industri, meliputi :

1. Data Potensi Kabupaten Bangkalan

a. Potensi Lingkungan Fisik

b. Potensi Lingkungan Sosial Budaya

c. Lingkungan Sosial Ekonomi

d. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bangkalan : (a) Kebijakan

Pengembangan Produksi dan Pemasaran komoditi unggulan, (b)

Kebijakan Fiskal dan Nonfiskal bagi Investor, (c) Kebijakan Jaminan

kepastian hukum bagi investor, (d) Kebijakan Jaminan keamanan

dan ketertiban bagi investor, (e) Kebijakan Jaminan zero illegal fee

(bebas pungutan liar), (f) Kebijakan kemudahan penyelesaian

masalah dalam keadaan force major;

2. Data Umum Kawasan

a. Potensi Lingkungan Fisik

b. Lingkungan Sosial Budaya

c. Lingkungan Ekonomi.

3. Peluang Pasar hasil industri.

4. Potensi kompetitor bisnis

62 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

B. Faktor Internal

Faktor Internal yang dimaksud adalah faktor internal bisnis di Kawasan Industri

Kabupaten Bangkalan, meliputi :

1. Tujuan Situasional Perusahaan

2. Fungsi-fungsi Baku Perusahaan

a. Fungsi Transaksi

b. Fungsi Perebutan Pelanggan

c. Fungsi Produksi

d. Fungsi Perencanaan Pemasaran

e. Fungsi Perencanaan Produksi

f. Fungsi Riset Pasar dan Pemasaran

g. Fungsi Riset dan Pengembangan Produksi.

E.1.5.2.7 Konsep Pengembangan Kawasan Industri Kabupaten Bangkalan A. Analisis Efas – Ifas

Analisis IFAS-EFAS adalah analisis untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi pengembangan sector sanitasi, yaitu untuk melihat Strength (kekuatan),

Weakness (kelemahan), Opportunity (kesempatan) dan Threathen (ancaman), dan

menginventarisasi faktor-faktor tersebut dalam Strategis

pengembangansanitasilingkunganKabupatenKonawe yang dipakai sebagai dasar untuk

menentukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan dalam pengembangan

selanjutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan tersebut adalah sebagai

berikut :

• Potensi (Strength) : kekuatan apa yang dapat dikembangkan agar lebih

tangguh, sehingga dapat bertahan di pasaran, yang berasal dari dalam wilayah itu

sendiri

• Masalah (Weaknes ) : segala faktor yang merupakan masalah atau kendala yang

datang dari dalam wilayah atau obyek itu sendiri

• Peluang (Opportunities) : Kesempatan yang berasal dari luar wilayah studi.

Kesempatan tersebut diberikan sebagai akibat dari pemerintah, peraturan atau

kondisi ekonomi secra global

• Ancaman (Threaten) : merupakan hal yang dapat mendatangkan kerugian yang

berasal dari luar wilayah atau obyek

Keempat faktor tersebut masing-masing dianalisis yang ditinjau dari beberapa variabel

yang akan mempengaruhi pengembangan. Kemudian dilakukan penilaian untuk

63 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

mengetahui posisi obyek pada kuadran SWOT. Dari penilaian tersebut diketahui

koordinat pada sumbu X dan sumbu Y, sehingga diketahui posisinya sebagai berikut :

a. Kwadran I (Growth), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada kuadran ini terdiri

dari dua ruang yaitu :

Ruang A dengan Rapid Growth Strategy yaitu Strategis pertumbuhan aliran cepat

untuk diperlihatkan pengembangan secara maksimal untuk target tertentu dan

dalam waktu singkat

Ruang B dengan Stable Growth Strategy yaitu Strategis pertumbuhan stabil

dimana pengembangan dilakukan secara bertahap dan target disesuaikan dengan

kondisi

b. Kwadran II (Stability), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada kuadran ini terdiri

dari dua ruang yaitu :

Ruang C dengan Agresif Maintenance Strategy dimana pengelola obyek

melaksanakan pengembangan secara aktif dan agresif

Ruang D dengan Selective Maintenance Strategy dimana pengelolaan obyek

adalah dengan pemilihan hal-hal yang dianggap penting

c. Kwadran III (Survival), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada kuadran ini terdiri

dari dua ruang yaitu :

Ruang E dengan Turn Around Strategy yaitu Strategis bertahan dengan cara

tambal sulam untuk operasional obyek

Ruang F dengan Guirelle Strategy yaitu Strategis gerilya, sambil operasional

dilakukan, diadakan pembangunan atau usaha pemecahan masalah dan

ancaman

d. Kwadran IV (Diversification), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada kuadran ini

terdiri dari dua ruang yaitu :

Ruang G dengan Concentric Strategy yaitu Strategis pengembangan obyek

dilakukan secara bersamaan dalam satu naungan atau koordinator oleh satu

pihak

Ruang H dengan Conglomerate Strategy yaitu Strategis pengembangan masing-

masing kelompok dengan cara koordinasi tiap sektor itu sendiri.

64BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

(+ ) Internal(KEKUATAN)

(+ ) Eksternal(KESEMPATAN)

(-) Internal(KELEMAHAN)

(-) Eksternal(ANCAMAN)

KuadranKuadranII

Rapid Rapid GrowthGrowth

StabelStabelGrowthGrowth

AgresifAgresifMainteMainte--nancenance

Selective Selective MainteMainte--nancenance

Turn Turn AroundAround

GuirelleGuirelle ConcenConcen--trictric

CongloConglo--meratemerate

KuadranKuadranIIIIII

KuadranKuadranIIII

KuadranKuadranIVIV

Gambar E- 5 Posisi Kawasan Dalam Metode SWOT

B. Analisis Matriks SWOT

Analisa SWOT digunakan untuk penelaahan terhadap kondisi fisik, ekonomi dan

sosial wilayah perencanaan serta struktur ruang dan kelembagaan dari kegiatan

penyusunan Dokumen DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan

Industri Bangkalan. Dari penelaahan terhadap rona wilayah tersebut dihasilkan potensi

dan masalah pengembangan wilayah, yang dipergunakan untuk menentukan arah

pengembangan kawasan indsutri.

Tabel E.7 Matriks Analisis SWOT

Internal Audit

Eksternal Audit

Strengths

Kekuatan

Weakness

Kelemahan

Opprtunities

Kesempatan SO WO

Threats

Ancaman ST WT

65 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Keterangan :

• SO, memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk meraih peluang (O).

• ST, memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk mengantisipasi/

menghadapi ancaman (T) dan berusaha secara maksimal manjadikan ancaman

tersebut sebagai peluang.

• WO, meminimalkan kelemahan (W) untuk meraih peluang (O)

• WT, meminimalkan kelemahan (W) untuk menghindari secara lebih baik dari

ancaman (T)

66 BaB E-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

BAB – F JADWAL PELAKSANAAN

Jadwal Pelaksanaan Penyusunan “DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan” dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

1 BaB F-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Tabel Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan

No. Kegiatan Bulan I II III IV V VI

1. Koordinasi Awal

2. Penyusunan Laporan Pendahuluan

3. Pengumpulan Data

4. Pengolahan Data

5. FGD 6. FGD 7. Analisis 8. Penyusunan

Laporan Antara

9. FGD 10 FGD 11. Penyusunan

Laporan Akhir

12 Rapat Koordinasi

13. Revisi Laporan Akhir

2 BaB F-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

BAB – GKOMPOSISI TIM DAN PENUGASAN

Komposisi Tim dan Penugasan Penyusunan “DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan”

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel Komposisi Tim dan Penugasan

Nama Personil Perusahaan Tenaga Ahli Lokal/Asing Lingkup Keahlian Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan

Jumlah Orang Bulan

Dr. Ken Martina Kasikoen, MT

PT. PASYA MITRA UTAMA

Tenaga Ahli Lokal

Ahli Perencanaan Wilayah

Team Leader • Mengkoordinir tenaga ahli• Menyusun rencana kerja• Menyusun strategi penataan

dan pengembangan kawasanindustri

• Ahli perencanaan wilayahkota

6

Chairul Anam, SE. M.Si

PT. PASYA MITRA UTAMA

Tenaga Ahli Lokal

Ahli Ekonomi Wilayah Tenaga Ahli Ekonomi Wilayah

• Melakukan analisis dayasaing ekonomi kawasan danpengaruh keberadaankawasan industri terhadapperekonomian wilayah

6

Saiful Bahri, SH. M.Hum

PT. PASYA MITRA UTAMA

Tenaga Ahli Lokal

Ahli Hukum Kelembagaan

Tenaga Ahli Hukum/Kelembagaan

• Melakukan analisa terkaitaspek hukum dankelembagaan

5

Aji Suraji, ST Tahajudin, ST

PT. PASYA MITRA UTAMA

Tenaga Ahli Lokal

Ahli Teknik Sipil Tenaga Ahli Teknik Sipil

• Melakukan tindakan mekanikatanah dan topografi

• Rncang infrastruktur kawasan

12

1BaB G-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Nama Personil Perusahaan Tenaga Ahli Lokal/Asing Lingkup Keahlian Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan

Jumlah Orang Bulan

Euis Prisamayasanti, ST

PT. PASYA MITRA UTAMA

Tenaga Ahli Lokal

Ahli Teknik Sipil Tenaga Ahli Teknik Industri

• Membuat konsep industri danrancangan kegiatan industri didalam kawasan yangterintegrasi antar pabrik danbangunan di dalam kawasanindustri

5

Ratih Widyaningsih, ST

Hani Burhanudin, ST

PT. PASYA MITRA UTAMA

Tenaga Ahli Lokal

Ahli Industri Tenaga Ahli Teknik Lingkungan

• Membuat konsep sistemlingkungandan pembuanganlimbah di dalam kawasan yangterintegrasi antar pabrik danbangunan di dalam kawasanindustri

10

Adi Nugroho Ngetitomo, ST

PT. PASYA MITRA UTAMA

Tenaga Ahli Lokal

Ahli Teknik Lingkungan Tenaga Ahli Arsitek Lanscape

• Membuat konsepperancangan yangmenyangkut eksterior daninterior bangunan

• Bertanggung jawab penuhterhadap seluruh hasilperumusan konsep desainbangunan gedung serta hal-hal lainnya yang terkait

6

Baharudin Achmad, ST

Deny Sukamto Kadarisman, ST

PT. PASYA MITRA UTAMA

Tenaga Ahli Lokal

Ahli Teknik Lingkungan Tenaga Ahli Geologi/Geodesi

• Mengkoordinir pengumpulandan pengolahan data fisikkawasan

• Menganalisis aspekgeografi/topografi dari wilayahmaupun kawasan industridalam peta tematik

5

Ir. Hikmad Lukman PT. PASYA MITRA UTAMA

Tenaga Ahli Lokal

Ahli Cost Estimate Tenaga Ahli Cost Estimator

• Menyusun rancangananggaran biaya

4

Mirza Permana, ST Andi Effendi, ST

PT. PASYA MITRA UTAMA

Tenaga Ahli Lokal

Tenaga Pendukung Drafter • Membantu analisis danrancang bangun serta rancang

20

2BaB G-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

Nama Personil Perusahaan Tenaga Ahli Lokal/Asing Lingkup Keahlian Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan

Jumlah Orang Bulan

Afdal, ST Aggy Dwi Putrawan, ST

teknis kawasan

Adi Prasetyo, ST Rudy Suwandi, ST Arif Ashari, ST Didin Sukma Jaya, ST Wagisam, ST Wigig Hadisusilo, ST

PT. PASYA MITRA UTAMA

Tenaga Ahli Lokal

Tenaga Pendukung Surveyor • Membantu pengumpulan datadan uji laboratorium

30

Nanang Eko Aryadi, SE Bramasto Ariwibowo, SE

PT. PASYA MITRA UTAMA

Tenaga Ahli Lokal

Tenaga Pendukung Administrasi • Mengurus administrasi

kegiatan

12

3BaB G-

PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN

BAB – H JADWAL PENUGASAN TENAGA AHLI

Jadwal penugasan Tenaga Ahli dalam penyusunan “DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan” dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

1 BaB G-

1 DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota 6

2 Chairul Anam, M.Si. SE Ekonomi Wilayah 6

3 Saiful Bahri, SH, M.Hum Hukum Kelembagaan 5

4 Aji Suraji, ST Teknik Sipil 1 6

5 Tahajuddin, ST Teknik Sipil 2 6

6 Euis Primayasanti, ST Teknik Industri 5

7 Ratih Widyaningsih, ST Teknik Lingkungan 1 5

8 Hani Burhanudin, ST Teknik Lingkungan 2 5

9 Adi Nugroho Ngetitomo, ST Teknik Arsitek Lansecap 6

10 Baharudin Achmad, ST Teknik Geodesi 5

11 Denny Sukamto Kadarisman, ST Teknik Geologi 5

12 Hikamd Lukman, ST Ahli Cost Estimator 4

TENAGA PENDUKUNG

1 Mirza Permana, ST Drafter 5

2 Andi Effendi, ST Drafter 5

3 Afdal, ST Drafter 5

4 Aggy Dwi Putrawan, ST Drafter 5

5 Adi Prasetyo, ST Surveyor 5

BULAN

JADWAL PENUGASAN TENAGA AHLI

Orang

BulanPOSISINAMANO

1 42 3 5 6

TENAGA AHLI

6 Rudy Suwandi, ST Surveyor 5

7 Arif Ashari, ST Surveyor 5

8 Didin Sukma Cahya, ST Surveyor 5

9 Wagisam, ST Surveyor 5

10 Wigig Hadisusilo, ST Surveyor 5

11 Nanang Eko Ariadi, SE Administrasi 6

12 Bramasto Ari Wibowo, SE Administrasi 6