ustek
DESCRIPTION
kawasanTRANSCRIPT
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
BAB – D TANGGAPAN DAN SARAN TERHADAP
KERANGKA ACUAN KERJA DAN PERSONIL DAN FASILITAS
PENDUKUNG D.1 TANGGAPAN DAN SARAN TERHADAP KERANGKA ACUAN KERJA D.1.1 UMUM
Penyedia Jasa Konsultansi Penyusunan Dokumen DED Kawasan Industri
Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan pada intinya setuju
dan memahami terhadap Kerangka Acuan Kerja dalam kegiatan ini.
Pada Bab ini akan diuraikan mengenai agenda tanggapan Konsultan terhadap
Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Berita Acara Penjelasan dari paket pekerjaan
penyusunan “DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan”.
No. Kerangka Acuan Kerja Tanggapan
1. Latar Belakang
Latar belakang kegiatan penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan sudah sangat jelas berdasarkan kondisi karakteristik wilayah perencanaan yang sudah diuraikan dalam KAK.
2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan Tujuan dalam penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan dalam KAK serta penjelasan yang diberikan pihak pejabat pemberi tugas telah cukup jelas yaitu agar kawasan industri yang direncanakan nantinya tertata dengan baik dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang standar dan memperhatikan dampak terhadap lingkungan. Kami dalam memberikan layanan jasa Konsultasi penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan akan selalu memperhatikan tujuan setiap tahapan ataupun tujuan akhir dari dokumen yang hendak kita capai agar bisa nantinya menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan fisik di lapangan sehingga diperoleh efisiensi, efektifitas dan bangunan yang handal.
3. Sasaran
Uraian sasaran dalam penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan yang tertuang dalam KAK serta penjelasan yang diberikan pihak pemberi tugas telah cukup jelas. Hal ini memberikan batasan dari dua induk tujuan utama secara jelas akan
1 BaB D-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
No. Kerangka Acuan Kerja Tanggapan
sasaran yang hendak dicapai dari penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan yaitu Penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Penyusunan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan.
4. Ruang Lingkup
Uraian lingkup wilayah perencanaan dan materi yang ada serta penjelasan yang diberikan pihak pemberi tugas telah cukup jelas dalam KAK.
5. Metodologi Metodologi penyusunan dari tahap pelaksanaan, pengumpulan data hingga metode analisis sudah sangat jelas dan rinci dalam KAK sehingga mudah dipahami oleh pihak konsultan penyusun DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan
6. Jangka Waktu Pelaksanaan
Uraian jangka waktu Pelaksanaan 180 (seratus delapan puluh ) Hari Kalender serta penjelasan yang diberikan pihak pemberi tugas telah cukup jelas.
7 Tenaga Ahli dan kebutuhan personil
Uraian Tenaga Ahli dan kebutuhan personil yang ada serta penjelasan yang diberikan pihak pemberi tugas telah cukup jelas
8 Keluaran
Sebagai bagian dari rangkaian input-proces dan output, sasaran yang tercantum pada KAK sudah memadai. Artinya, komponen keluaran sudah mengandung unsur proses maupun masukan yang diperlukan dalam menghasilkan produk yang diinginkan yaitu dokumen DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Industri Bangkalan.
D.2. TANGGAPAN DAN SARAN TERHADAP PERSONIL/FASILITAS PENDUKUNG DARI PPK
Didasarkan pada lingkup Pekerjaan yang dibebankan kepada Konsultan dari sisi
Kebutuhan dan ketersediaan personil/Tenaga Ahli yang tercantum dalam KAK
telah mencukupi, baik dari segi jumlah durasi dan kualifikasi.
Dalam hal ini pihak penyedia jasa konsultansi setuju dengan fasilitas yang
diberikan oleh pihak pejabat pembuat komitmen dalam rangka mendukung
Penyusunan DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan
Industri Bangkalan. Sedangkan untuk dukungan berupa ruang kerja, transportasi
dan peralatan teknis lainnya pihak penyedia jasa konsultansi penyediakan
sendiri peralatan tersebut, sebab telah dijelaskan di atas bahwa pihak pejabat
pembuat komitmen dalam pekerjaan ini membantu dalam pengurusan dukungan
administrasi dan penyediaan data-data sekunder yang dibutuhkan oleh pihak
penyedia jasa konsultansi.
2 BaB D-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
BAB- E PENDEKATAN, METODOLOGI
DAN PROGRAM KERJA
E.1 PENDEKATAN TEKNIS DAN METODOLOGI
E.1.1 UMUM
Pekerjaan Penyusunan Dokumen DED Kawasan Industri Banyuwangi dan
Masterplan Kawasan Industri Bangkalan secara umum dilakukan untuk
menjamin kawasan industri serta lingkungannya tertata dengan baik beserta
kelengkapan sarana prasarana yang standar dan memperhatikan dampak
lingkungan. Sehingga tersedianya sebuah dokumen lengkap perencanaan teknis
yang nantinya dapat dijadikan rujukan dalam melaksanakan kegiatan fisik di
lapangan.
E.1.2. PENDEKATAN PERMASALAHAN E.1.2.1 Pendekatan Teknis
Pendekatan teknis diperlukan sebagai suatu arahan agar dalam pelaksanaan
pekerjaan dicapai tujuan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan syarat-
syarat atau ketentuan yang telah ditetapkan
Secara garis besar pendekatan teknis ini disesuaikan tahapan pekerjaan
• Tahapan Persiapan :
o Penyusunan rencana kerja, penyusunan desain survei, mobilisasi
tim dan pengumpulan data awal
• Tahapan pengkajian pustaka & data umum.
• persiapan teknis berupa peta dasar, daftar pertanyaan, program survei &
pengadaan peralatan survei
E.1.2.2. Pendekatan Ekonomis
Disamping adanya teknis juga diperlukan suatu pendekatan ekonomis. Salah
satu hal penting dalam pendekatan ekonomis ini adalah pemanfaatan
ketersediaan personil secara efektif dan efisien yang disusun berdasarkan
analisis terhadap lingkup pekerjaan, jangka waktu pelaksanaan, kebutuhan
1 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
personil dan struktur organisasi yang akan diterapkan dalam pelaksanaan
pekerjaan. Berdasarkan uraian tersebut diatas personil yang akan terlibat
dalam kegiatan Penyusunan Dokumen DED Kawasan Industri Banyuwangi dan
Masterplan Kawasan Industri Bangkalan adalah sebagai berikut :
• Team Leader 1 Orang
Disamping itu dari masing-masing Tim tersebut didukung Tenaga pendukung
• Tenaga Ahli Ekonomi Wilayah 1 Orang
• Tenaga Ahli Hukum/Kelembagaan 1 Orang
• Tenaga Ahli teknik Sipil 2 orang
• Tenaga Ahli Teknik Industri 1 Orang
• Tenaga Ahli Teknik Lingkungan 2 Orang
• Tenaga Ahli Arsitek Landscape 1 Orang
• Tenaga Ahli Geologi/Geodesi 2 Orang
• Tenaga Ahli Cost Estimator 1 Orang
• Drafter 4 Orang
• Surveyor 6 Orang
• Administrasi 2 Orang
E.1.3 METODOLOGI PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Secara umum metodologi kegiatan Penyusunan Dokumen DED Kawasan Industri
Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan ini akan menyangkut
beberapa tahapan yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Langkah-langkah
tersebut adalah:
1. Mempelajari dan memahami aspek peraturan perundangan yang berkaitan
langsung dengan kawasan industri
2. Mempelajari dan memahami maksud, tujuan, dan sasasaran pekerjaan ini
yaitu Penyusunan Dokumen DED Kawasan Industri Banyuwangi dan
Masterplan Kawasan Industri Bangkalan
3. Mempelajari dan memahami aspek kesesuaian lokasi peruntukan kawasan
dengan RTRW
4. Melakukan kajian wilayah dan topografi tanah di lokasi kawasan industri
5. Dalam melengkapi pemahaman mengenai pekerjaan, konsultan melakukan
analisis struktur ruang yang mencakup :
a) Analisis fungsional unsur – unsur ruang/tapak
2 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
b) Tata guna lahan
c) Vegetasi
d) Iklim
e) Sifat fisik dan kimia tanah
f) Profil fisik kawasan industri
g) Sistem drainase dan kondisi jaringan utilitas lainnya.
6. Selanjutnya konsultan akan mengkaji industri yang akan menjadi penggerak
kawasan industri.
7. Setelah itu konsultan memberikan konsep pengembangan Kawasan Industri
di Kabupaten Bangkalan dengan merencanakan zoning dan besaran
perbandingan lahan meliputi lahan komersial dan lahan sarana prasarana
serta ruang terbuka hijau.
8. Selanjutnya konsultan menyusun rencana pengembangan infrastruktur atau
sarana prasarana yang mencakup :
a) Jaringan jalan
b) Listrik, air bersih, telekomunikasi
c) Sistem drainase, pengolahan limbah, IPAL
d) Ruang terbuka hijau
e) Kantor pengelola kawasan industri
f) Penerangan jalan, unit pemadam kebakaran dan sarana penunjang
laiinya.
9. Menyusun site plan dengan skala 1:1000 yang mencakup :
g) Rencana perpetakan lahan lingkungan (kavling)
h) Rencana tata letak bangunan dan pemanfaatan bangunan
i) Rencana tata letak jaringan pergerakan lingkungan
j) Rencana tata letak jaringan utilitas lingkungan
k) Rencana ruang hijau dan penghijauan.
10. Nantinya dokumen tersebut dilengkapi dengan analisis kelayakan finansial
(NPV, IRR, Payback Period).
E.1.4 TAHAPAN KEGIATAN E.1.4.1 Tahap Persiapan
Tahap Persiapan merupakan awal kegiatan Penyusunan Dokumen DED
Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan
3 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
yang besar artinya bagi sukses tidaknya pelaksanaan pekerjaan ini diantaranya
adalah
mobilisasi & alokasi tenaga survey
pengkajian pustaka & data umum
persiapan teknis berupa peta dasar, daftar pertanyaan, program survei
& pengadaan peralatan survei
E.1.4.2. TAHAP KOMPILASI DATA
Proses survey, kompilasi data dan analisis terhadap data primer dan sekunder
yang terkait dengan kawasan perencanaan, proses ini merupakan kegiatan awal untuk
menggali potensi dan permasalahan kawasan untuk dimanfaatkan dalam menyusun
konsep dan skenario perencanaan Detail Engineering Design Kawasan Industri
Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan.
Survei
Data Primer
Data Sekunder
Studi Literatur : Peraturan perundang-
undangan terkait pengembangan Kawasan Industri
Kajian-kajian terkini mengenai pengembangan kawasan industri
Studi geoteknik
Data Instansional : RTRW Masterplan Kawasan Tata lingkungan Studi tata ruang
kota/kawasan
Kondisi eksisting jaringan infrastruktur
Topografi Pemanfaatan lahan
Pengukuran : • Topografi • Inventory
Kompilasi Data Analisa Data
Kuantitatif (tabel, angka, grafis, peta dll)
Kualitatif (deskriptif)
Analisa Kondisi Fisik Kawasan
Analisa bangunan dan ruang
4 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
E.1.4.2.1. Survey
Pada tahapan survei, kegiatan yang dilakukan antara lain akan meliputi
observasi fisik lapangan untuk mengenali eksisting lapangan serta
pengumpulan data penunjang (secondary data) yang diperlukan dalam
penyusunan Detail Engineering Design melalui “metoda survei lapangan,
review data-data, dokumentasi, peta-peta dasar dan perencanaan terkait”
yang melibatkan peran stakeholders.
Data yang dikumpulkan dibedakan dalam 2 (dua) jenis, yaitu data
kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif dapat langsung disajikan
dalam berupa tabel angka, diagram, grafik, peta dan sebagainya. Data
kualitatif berupa informasi yang disajikan secara deskriptif.
E.1.4.2.2 Pengukuran
Untuk kegiatan pengukuran lapangan terdiri dari dua kegiatan yaitu survey topografi dan inventory bangunan eksisting.
a. Topografi • Survey pengukuran terlebih dahulu dilaksanakan dengan mengkaji
laporan laporan terdahulu • Melakukan peninjauan lapangan dengan berpedoman pada data-data
fisik, mencocokan tata letak jaringan jalan, Mencocokan tata guna lahan, mencocokan batas-batas petak tersier, batas desa dan sebagainya, menentukan rencana pengukuran untuk updating peta dasar.
• Pelaksanaan Pengukuran, pengukuran situasi detail dan data hasil pengukuran harus ditambahkan pada peta dasar pendahuluan.
b. Inventory
Pekerjaan yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut : • Inventarisasi kondisi saluran-saluran drainase serta saluran-saluran
alam dan bangunan-bangunan yang ada. • Melakukan penelusuran setiap saluran, suplesi, saluran pembuang dan
setiap bangunan di sepanjang saluran drainase baik drainage tersier sekunder dan atau sungai drainase utama serta menginventarisasi kondisi saluran dan bangunannya.
• Inventarisasi vegetasi yang memungkinkan untuk dapat dipertahankan keberadaannya.
Semua hasil pengukuran lapangan akan dibuat dalam gambar hasil
pengukuran dan data inventory yang akan digunakan pada tahap identifikasi masalah, sehingga dapat dibuat sebagai bahan perencanaan.
5 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
E.1.4.2.2 Metode Survey Topografi
Tujuan survai ini adalah untuk mendatakan dan menggambarkan situasi lahan
di kawasan rencana lokasi studi. Peralatan yang digunakan :
Theodolit T2 dan TL2.
Water Pass.
Radio Komunikasi.
Meteran Sepanjang 50 m.
Alat-alat Tulis dan Alat bantu lainnya
A. Metode Pelaksanaan
Pengamatan azimuth matahari (pengukuran azimuth) dilakukan pada
salah satu BM yang telah dibuat.
Pengukuran dengan menggunakan sistem triangulasi : Rangkaian
poligon dibuat tertutup dengan menggunakan BM.O sebagai titik awal
pengukuran, dan rangkaian poligon melewati titik-titik patok griding.
Pengukuran sudut dilakukan dengan 4 (empat) seri biasa – luar biasa.
Selisih sudut antara tiap bacaan titik boleh lebih dari 10 detik dan
pengukuran poligon sepanjang titik-titik poligon adalah 75 m
Pengukuran harus dimulai dari titik ikat awal dan pengukuran poligon
harus tertutup (dimulai dari titik ikat awal dan berakhir pada titik yang
sama atau ditutup pada titik lain yang sudah diketahui koodinatnya
sehingga kesalahan-kesalahan sudut maupun jarak dapat dikontrol).
Pengukuran Sifat Dasar
• Pengukuran sipat datar dilakukan sepanjang titik-titik poligon dan diikatkan pada
bench mark. Pekerjaan ini dilakukan untuk mendapatkan data-data posisi
bangunan, jalan, saluran, yang ada maupun elevasi permukaan tanah di areal
yang dipetakan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat theodolite T2
dan Waterpas.
• Pengukuran sipat datar dari bench mark ke bench mark dengan alat waterpass
dilakukan dengan teliti, dengan kesalahan penutup tidak boleh lebih dari (3√d) mm
dimana d = jarak jalur pengukuran (dalam km).
• Semua ketinggian harus mengacu pada LWS.
• Untuk memindahkan elevasi dari titik yang sudah diketahui elevasinya ke titik-titik
poligon, maka digunakan alat ukur waterpass.
• Elevasi yang digunakan sebagai referensi adalah elevasi hasil perhitungan pasang
surut atau patok tetap yang sudah diketahui elevasinya.
6 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
• Pengukuran sipat datar dilakukan dengan cara double / pulang pergi. Selisih
bacaan setiap atand maksimum 2 mm dan selisih hasil ukuran total antara pergi
dan pulang tidak boleh lebih dari (8√d) mm dimana nilai d = jarak jalur pengukuran
(dalam km)
Pengukuran Situasi dan detail
• Bangunan-bangunan yang penting dan berkaitan dengan pekerjaan design harus
diambil posisinya.
Titik-titik poligon diplot berdasarkan koordinat pada kertas milimeter. Sedangkan
titik-titik bangunan maupun titik-titik elevasi permukaan tanah diplot dengan
menggunakan busur dan mistar sesuai dengan stationnya masing-masing. Disamping
garis-garis ketinggian, maka angka-angka elevasi dicantumkan pula dalam peta. Setelah
ploting gambar dalam kertas milimeter selesai dilakukan, selanjutnya gambar peta
tersebut disalin ke dalam kertas kalkir untuk diperbanyak sesuai dengan keperluannya.
Peta dibuat dalam skala 1 : 1000 baik untuk vertikal maupun horizontal.
E.1.4.2.2 Tahap Pelaksanaan Survei Topografi A. Pembuatan Bench Mark (BM).
Sebelum melakukan pekerjaan topografi terlebih dahulu ditentukan titik
referensi koordinat lokal atau geografis/UTM dan ketinggian terhadap 00.00 LWS.
B. Pengukuran Titik-titik Poligon.
Pelaksanaan pengukuran titik-titik poligon dimaksudkan untuk membantu
dalam pengukuran situasi, dengan menggunakan metoda tertutup (kring), hal ini untuk
mengetahui berapa besar kesalahan yang dihasilkan dari pengukuran.
Pengukuran dimulai dari titik BM1, titik-titik bantu poligon, BM2 dan kembali ke
BM1 yang mencakup sekitar daerah survei dengan referensi ketinggian terhadap
00.00 LWS.
Ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran poligon yaitu:
1. Pengukuran Jarak.
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 m dan
Untuk pengukuran pada daerah yang miring dilakukan dengan cara :
Jarak AB = d1 + d2 +d3
Selain itu untuk ketelitian pengukuran jarak dilakukan dengan pengukuran
jarak optis hasil pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.
7 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
2. Pengukuran sudut jurusan.
Sudut jurusan sisi-sisi poligon yaitu besarnya bacaan horizontal alat ukur
sudut pada waktu pembacaan kesuatu titik, besarnya sudut jurusan ditentukan
berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon.
B
αAB
β
αAC
C
Sudut jurusan ditentukan berdasarkan rumus :
β = αAC - αAB
dimana :
β = Sudut mendatar
αAC = Bacaan skala horizontal ke target kiri
αAB = Bacaan skala horizontal ke target kiri
Pembacaan sudut jurusan dilakukan dalam posisi teropong biasa dan luar
biasa.dengan spesifikasi pengukuran poligon sebagai berikut :
• Jarak antar titik poligon < 50 m
• Alat ukur yang digunakan Theodolite T2
• Alat ukur yang digunakan pita ukur 100 meter
• Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1 dan LB2)
• Pengamatan azimut astronomis
• Alat ukur yang digunakan Theodolite T2
• Jumlah seri 4 seri (pagi hari)
• Tempat pengamatan titik awal BM1
• Selisih sudut antara dua pembacaac < 5” (detik)
• Ketelitian jarak linier K1 = ( fx2 + fy2 ) < 1 : 5.000
= ∑ d
• Bentuk geometris poligon adalah loop
8 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
3. Pengamatan Azimuth Astronomis.
Pengamatan matahari dimaksudkan untuk koreksi azimut guna
menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-sudut terukur dalam jaringan
poligon dan menentukan azimut arah titik-titik kontrol poligon yang tidak terlihat
satu dengan yang lainnya.
U (Geografi)
ατ ιM Matahari
αM
β
ιτ
Target
Untuk menetukan Azimut target (ατ) digunakan rumus sebagai berikut :
ατ = αM + β atau
ατ = αM +(ιτ - ιM)
dimana :
ατ = Azimut ke target
αM = Azimut pusat matahari
ιτ = Bacaan jurusan mendatar
ιM = Bacaan jurusan mendatar ke matahari
= Sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan
target
4. Pengukuran Sifat Datar.
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan
pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (LWS).
Pelaksanaan pengukuran waterpass sebagai berikut :
• Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi
• Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap
• Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu
belakang menjadi rambu muka
9 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
• Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu
lengkap (Bt, Ba dan Bb).
• Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm
• Jarak rambu ke alat maksimum 75 m
• Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik
• Toleransi salah penutup beda tinggi (T) :
T = (8√D) mm
Dimana :
D = jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan kilometer
C. Pengukuran Situasi.
Pengukuran situasi dimaksudkan untuk mengetahui keadaan topografi dan
fasilitas-fasilitas yang ada di kawasan industri.
E.1.4.2.3. Hasil Survei Topografi A. Bench Mark (BM).
Untuk survei daerah ini dibuat 3 buah BM berukuran 30x30 cm (BM1, BM2,
dan BM3), masing-masing diletakkan di tempat yang relatif aman dari kerusakan dan
mudah dikenal.
Koordinat BM ini diambilkan dari koordinat titik BM1 hasil pengukuran koordinat
dengan menggunakan koordinat lokal, yang selanjutnya akan dirubah dalam bentuk
koordinat geografis, kemudian ditransformasi ke UTM dalam sistim WGS84. Koordinat
lokal masing-masing BM sebagai berikut :.
• BM 1 (1000,000; 1000,000; 4,280 mLWS)
• BM 2 (1004,823; 981,630; 4,879 mLWS)
• BM 3 ( 973,051; 982,962; 5,636 mLWS)
10 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
bagi
an y
ang
tam
pak
di
perm
ukaa
n (3
0 cm
)
bagi
an y
ang
terta
nam
( 7
0 cm
)
30 cm 30 cm
Gambar E- 1 Pemasangan Bench Mark
B. Poligon.
Pengukuran poligon dilakukan dengan 2 metode yaitu metode tertutup (kring)
metode terbuka.
E.1.4.2.4. Evaluasi Tata Ruang
Metode untuk evaluasi didasarkan pada hirarki rencana kota yaitu Rencana
Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang kegiatannya meliputi pengumpulan data tentang
penggunaan tanah saat ini dengan klasifikasi sesuai kedalaman rencana, selanjutnya
dilakukan analisa teknik tindih (super impose), untuk melihat kesesuaian wujud fisiknya.
Secara lebih rinci variabel-variabel yang dianalisa dan pendekatan yang dilakukan
meliputi :
A. Struktur Pemanfaatan ruang
a. Melakukan teknik tindih peta penggunaan tanah saat ini dengan peta Rencana
Tata Ruang Kawasan Perkotaan .
b. Melakukan pemeriksaan pada kawasan-kawasan yang terjadi penyimpangan.
c. Mengukur luas terjadinya penyimpangan dengan wujud fisik saat ini.
B. Sistem Utama Jaringan Utilitas
a. Melakukan teknik tindih peta jaringan utilitas kota saat ini dengan peta
RTRW/RDTRK.
b. Melakukan pemeriksaan jaringan dan luas kawasan pelayanan yang
menyimpang.
Materi yang dinilai meliputi:
Sistem jaringan air bersih, terdiri dari:
11 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Bangunan pengambil air baku
Saluran atau pipa transmisi air baku
Instalasi produksi
Pipa transmisi air bersih utama
Pipa transmisi air bersih sekunder
Bak penampung
Pipa distribusi utama
Pipa distribusi sekunder/ distribusi hingga blok peruntukan
Jaringan listrik dan kawasan pelayanan, terdiri dari:
Bangunan pembangkit
Gardu induk ekstra tinggi
Gardu induk
Saluran udara tegangan ekstra tinggi
Saluran udara tegangan tinggi
Saluran udara tegangan menengah
Jaringan telepon dan kawasan pelayanan, terdiri dari:
Sistem telepon otomat
Saluran primer
Rumah kabel
Saluran sekunder
Sistem pembuangan air hujan, terdiri dari:
Saluran primer
Saluran sekunder
Bangunan pengolahan
Sistem persampahan, terdiri dari:
Tempat pembuangan akhir
Bangunan pengolahan sampah
Penampungan sementara
E.1.5 ANALISIS
E.1.5.1 ANALISIS KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI E.1.5.1.1 Analisis Lahan
Pembangunan industri di Indonesia berdasarkan konsepsi Wilayah Pusat
Pertumbuhan Industri yang mencerminkan keterpaduan dan keterkaitan serta bertumpu
pada potensi sumberdaya alam dan energi. Atas dasar ini dilakukan dua macam
12 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
pendekatakan yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral
dilakukan melalui pembangunan industri dasar sedangkan pendekatan regional dilakukan
melalui pengembangan wilayah industri, meliputi wilayah pusat pertumbuhan industri,
zona industri, kawasan industri, pemukiman industri kecil dan sentra-sentra industri kecil.
Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan kawasan peruntukan industri yang
berorientasi bahan mentah:
1. Kemiringan lereng : kemiringan lereng yang sesuai untuk kegiatan industri
berkisar 0%-25%, pada kemiringan >25%-45% dapat dikembangkan kegiatan
industri dengan perbaikan kontur serta ketinggian tidak lebih dari 1000 dpl.
2. Hidrologi : bebas genangan, dekat dengan sumber air, drainase baik sampai
sedang;
3. Klimatologi : lokasi berada pada kecenderungan minimum arah angin yang
menuju permukiman penduduk.
4. Geologi : dapat menunjang konstruksi bangunan, tidak berada di daerah rawan
bencana longsor;
5. Lahan : area cukup luas minimal 20 ha, karakteristik tanah bertekstur sedang
sampai kasar, berada pada tanah marginal untuk pertanian.
Kawasan peruntukan industri ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut :
1. Berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri
2. Tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup
3. Tidak mengubah lahan produktif
4. Memberikan dampak perkembangan terhadap pusat produksi seperti kawasan
pertanian, pertambangan, perikanan, peternakan.
5. Mempunyai hubungan fungsional yang erat dengan pasar lokal, regional, nasional
dan internasional (pelabuhan dan laut, terminal cargo, angkutan sungai, Bandar
udara, jalan raya, kereta api).
6. Mempunyai hubungan yang fungsional yang erat dengan konsumen dan bahan
baku
7. Memiliki akses yang tinggi dengan jaringan jalan regional atau sekitar jalan
regional untuk menampung angkutan berat (klasifikasi jalan kelas A≥10.000 ton.
8. Mempunyai hubungan fungsional yang erat dengan tenaga kerja.
9. Di luar wilayah permukiman penduduk /permukiman perkotaan dan hutan lindung
minimal jarak 3 – 20 km dengan batas yang jelas, dapat dipisahkan oleh hutan
dan atau perkebunan;
13 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
10. Antara kawasan industri dan perumahan perlu dikembangkan suatu kawasan
penyangga (buffer zone);
11. Tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas sumber daya air (sungai,
mata air, air tanah, waduk dan udara).
Kriteria Teknis
1. Harus memperhatikan kelesatrian lingkungan;
2. Harus dilengkapi dengan unit pengelolaan limbah;
3. Harus meperhatikan suplai air bersih;
4. Jenis industri yang dikembangkan adalah industri ramah lingkungan dan
memenuhi kriteria ambang limbah yang ditetapkan Kementeri Lingkungan Hidup;
5. Pengelolaan limbah untuk industri yang berkumpul di lokasi berdekatan sebaiknya
dikelola secara terpadu;
6. Pembatasan pembangunan perumahan baru di kawasan peruntukan industri.
7. Harus memenuhi syarat amdal sesuai dengan ketentuan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.
8. memperhatikan penataan kawasan perumahan di sekitar dan kawasan
peruntukan industri. Pembangunan kawasan industi minimal berjarak 2 km dari
permukiman dan berjarak 15-20 km dari pusat kota.
9. Kawasan industri minimal berjarak 5 km dari sungai tipe C atau D.
10. Persyaratan pemanfaatan air tanah dalam sesuai dengan peraturan yang berlaku.
11. Penggunaan lahan pada kawasan industri terdiri dari penggunaan lahan kaveling
industri, jalan dan saluran, ruang terbuka hijau dan fasilitas penunjang. Pola
penggunaan lahan pada kawasan industri secara teknis dapat dilihat pada tabel…
12. Setiap kawasan industri, sesuai dengan luas lahan yang dikelola, harus
mengalokasikan lahannya untuk kaveling industri, kaveling perumahan, jalan dan
sarana penunjang dan ruang terbuka hijau.
Tabel E.1 Pola Penggunaan Lahan pada Kawasan Industri
No. Jenis Peggunaan Struktur Penggunaan (%) Keterangan
1. Kaveling Industri Maksimal 70% Setiap kaveling harus mengikuti ketentuan KDB sesuai dengan Perda setempat.
2. Jalan dan saluran 8-12% - Terdapat jalan primer dan jalan sekunder;
- Tekanan gandar primer minimal 8 ton dan sekunder minimal 5 ton;
- Perkerasan jalan inimal 7 meter. 3. Ruang Terbuka
Hijau Minimal 10% Dapat berupa jalur hijau (green belt),
taman dan perimeter.
14 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
No. Jenis Peggunaan Struktur Penggunaan (%) Keterangan
4. Fasilitas penunjang
6-12% Dapat berupa kantin, guest house, tempat ibadah, fasilitas olahraga, tempat pengolahan air bersih, gardu induk, rumah telekomunikasi.
Sumber : Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di Daerah, Balitbang
Indag-Puslitbag, 2001.
Tabel E.2
Alokasi Lahan pada Kawasan Industri Luas Lahan Yang Dapat Dijual (maksimal 70%) Jalan & Sarana
Penunjang Lainnya
maksimal 70%
Ruang Terbuka Hijau (%)
Luas Kawasan
Industri (Ha)
Kaveling Industri
(%)
Kaveling Komersial
(%)
Kaveling Perumahan
(%) 10 – 20 65 – 70 Maksimal 10 Maksimal 10 Sesuai
kebutuhan Minimal 10
>20 – 50 65 – 70 Maksimal 10 Maksimal 10 Sesuai kebutuhan
Minimal 10
>50 – 100 60 – 70 Maksimal 12,5
Maksimal 10 Sesuai kebutuhan
Minimal 10
>100 – 200 50 – 70 Maksimal 15 Maksimal 10 Sesuai kebutuhan
Minimal 10
>200 – 500 45 – 70 Maksimal 17,5
Maksimal 10-25
Sesuai kebutuhan
Minimal 10
>500 40 – 70 Maksimal 20 Maksimal 10-30
Sesuai kebutuhan
Minimal 10
Sumber : Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di Daerah, Balitbang Indag-
Puslitbag, 2001
Analisa kemampuan dan Kesesuaian Lahan
Analisis kesesuaian lahan dimulai dengan menganalisis kemampuan lahan di
wilayah perencanaan, untuk analisis kemampuan lahan mengacu pada tiga kebijakan
yakni :
1. SK Menteri Pertanian No. 837/KPTS/1980
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 17 tahun 2009 Tentang Pedoman
Penentuan daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 20/PRT/M/2007 Tentang Pedoman
Teknis Analisis Aspek Fisisk dan Lingkungan, Ekonomi Serta Sosial Budaya
Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 41/PRT/M/2007 Tentang Pedoman
Kriteria Teknis Penataan Ruang Kawasan Budidaya
Untuk menilai kemampuan lahan maka sesuai acuan yang ada terdapat lima
variabel yang dipakai, yakni :
a. Tekstur Tanah
15 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Penilaian tekstur tanah diklasifikasikan menjadi lima kelompok :
- t1 : Halus Liat dan Berdebu
- t2 : Agak halus, Liat berpasir dan lempung liat berdebu, lempung berliat,
lempung liat berpasir
- t3 : Sedang, debu lempung berdebu, lempung
- t4 : Lempung berpasir
- t5 : Kasar, pasir berlempung berpasir
b. Kedalaman Efektif Tanah
Untuk variabel kedalaman efektif tanah di kelompokan menjadi empat, yakni :
- k0 : dalam > 90 cm
- k1 : Sedang 90-50 cm
- k2 : dangkal 50-25 cm
- k3 : sangat dangkal < 25 cm
c. Kelerengan
Lereng permukaan (l) Lereng permukaan dikelompokkan sebagai berikut:
- l0 = (A) = 0-3% : datar
- l1 = (B) = 3-8% : landai/berombak
- l2 = (C) = 8-15% : agak miring/bergelombang
- l3 = (D) = 15-30% : miring berbukit
- l4 = (E) = 30-45% : agak curam
- l5 = (F) = 45-65% : curam
- l6 = (G) = > 65% : sangat curam.
d. Bahaya Erosi
- Kerusakan oleh erosi dikelompokkan sebagai berikut:
- e 0 = tidak ada erosi
- e 1 = ringan: < 25% lapisan atas hilang
- e 2 = sedang: 25-75% lapisan atas hilang, < 25% lapisan bawah
hilang.
- e 3 = berat: > 75% lapisan atas hilang, < 25% lapisan bawah hilang.
- e 4 = sangat berat: sampai lebih dari 25% lapisan bawah hilang.
e. Bahaya Banjir
Ancaman banjir atau penggenangan dikelompokkan sebagai berikut:
- o 0 = tidak pernah: dalam periode satu tahun tanah tidak pernah
tertutup banjir untuk waktu lebih dari 24 jam.
16 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
- o 1 = kadang-kadang: banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam
terjadinya tidak teratur dalam periode kurang dari satu bulan.
- o 2 = selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara teratur
tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam.
- o 3 = selama waktu 2-5 bulan dalam setahun, secara teratur selalu
dilanda banjir lamanya lebih dari 24 jam.
- o 4 = selama waktu enam bulan atau lebih tanah selalu dilanda banjir
secara teratur yang lamanya lebih dari 24 jam
Selanjutnya adalah penilaian kesesuaian lahan untuk lokasi industri, Ada beberapa variabel dalam menetukan kesesuaian lahan untuk industri, beberapa hal yang
perlu di perhatiakan dalam analisis kesesuaian lahan adalah kemampuan lahan dan kelas
lahan. Kemampuan lahan dianggap sebagai klasifikasi lahan dalam hubungannya dengan
tingkat resiko kerusakan akibat penggunaan tertentu, Kemampuan lahan pun termasuk
ke dalam salah satu pertimbangan fisik dimana kemampuan lahan merupakan analisis
dari faktor fisik lahan yang menguntungkan dan faktor fisik lahan yang merugikan.
Berdasarkan berbagai sumber yang dipakai, maka di dapat criteria penentuan
kesesuaian lahan untuk lokasi industri adalah sebagai berikut :
Tabel E.3 Kriteria Kesesuaian Lokasi Industri No Kriteria Variabel Standard
1 Kemiringan Lereng 0 – 25 %
2 Ketinggian < 1000 mdpl
3 Hidrologi
Sumber Air Diluar radius 1 Km dari Sumber Air
Genangan Bebas Genangan
Drainase Minimal kondisi drainase Sedang
Sungai Berjarak minimal 5 Km dari Sungai tipe
C atau D
4 Klimatologi Arah Angin
Kecenderungan Minimum Ke Arah
Permukiman
Curah Hujan Sedang - Tinggi
5 Geologi
Kepekaan
Erosi
(berdasarkan
jenis Tanah)
Alluvial, glei, planosol, hidromorf
kelabu, laterik, latosol (Kurang peka
terhada erosi)
6 Tanah
Kesubura
Tanah
(berdasarkan
Brown forest soil, noncolcic brown
mediterian, Andosol, laterik, Grumosol,
potsal, podsolik, Regosol, litosol,
17 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
No Kriteria Variabel Standard
jenis tanah) Organosol, Razina (Bukan Tanah
Subur)
Struktur Tanah Sedang-Kasar
7 Aksesbilitas Kelas Jalan
Minimal terjangkau oleh kelas jalan A
Kapasitas > 10.000 ton atau sekurang-
kurangnya perkerasan jalan dengan
lebar 7m
8 Pemanfatan Ruang
Permukiman Minimal jarak dengan permukiman pada
radius 2 Km
Kawasan
Lindung
Bukan Pada Kawasan
Konservasi/Lindung
Sumber :Hasil Analisa dari
1. SK Menteri Pertanian No. 837/KPTS/1980
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 20/PRT/M/2007
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 41/PRT/M/2007
4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 17 tahun 2009
1. Kemiringan Lereng
Satuan Kesesuaian Lahan (SKL) kemiringan lereng atau morfologi di dasarkan
pada Standard sebesar 0-25 %, hal ini di karenakan pada kondisi kelerengan
tersebut masih datar, sehingga tidak perlu adanya perbaikan kontur, mengingat
kegiatan industri merupakan kegiatan yang penting dan memiliki dampak penting,
maka kesesuaian lokasinya harus terhindar dari segala gangguan.
2. Ketinggian
Dalam perencanaan lokasi industri kemiringan lahan/topografi merupakan unsur
yang penting untuk ditelaah. Kesesuaian lahan bagi peruntukkan bangunan atau
lokasi industri tidak terlepas dari pertimbangan kemiringan lahan di kawasan
tersebut.
3. Hidrologi Analisis Kesesuaaian lahan dari segi hidrologi memiliki empat variable, yang
pertama adalah sumber air, dimana kesesuaian untuk lokasi industri harus berada
pada jarak radius 1 Km dari sumber mata air atau sumber air, yang kedua adalah
variable genangan, lokasi industri harus berada pada lokasi bebas genangan baik
genangan periodik maupun genangan permananen, variable ketiga adalah
Drainase, kondisi drainase minimal dalam kondisi baik, hal ini dilihat dari kelerengan
dan daya porositas tanah pada wilayah perencanaan, dan yang terahir adalah
18 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
variable sungai dimana kesesuaian lokasi industri harus berada di luar radius 5 Km
dari sungai tipe C atau D, hal ini untuk menghindari pembuangan limbah secara
langsung oleh industri ke badan air (sungai).
4. Klimatologi
SKL Klimatologi memiliki dua variabel, yang pertama adalah melihat
kecenderungan arah angin di wilayah perencanaan, hal ini dimaksudkan untuk
meminimalisir dampak polusi dari kegiatan industri yang di bangun, kesesuaian
lokasi industri harus berada pada lokasi kecenderungan minimum angin kearah
permukiman. Untuk variable yang kedua adalah kondisi curah hujan, dimana
kesesuaian lokasi industri berada pada wilayah dengan curah hujan sedang sampai
baik, mengingat kebutuhan akan air.
5. Pemanfatan Ruang
SKL industri untuk pemanfatan ruang memiliki dua variable penting yang harus
diperhatikan, yang pertama adalah variabel permukiman dimana kesesuaian lahan
industri harus berada pada radius atau jarak minimal sekurang-kurangnya 2 km dari
permukiman penduduk, hal ini dimungkinkan karena dampak kegiatan indutsri akan
mempengaruhi masyarakat, sehingga lokasi industri harus berada jauh dari
permukiman. Untuk variabel yang kedua lokasi industri harus mempertimbangkan
kawasan konservasi atau kawasan lindung, hal ini berguna untuk mengurangi
dampak atau pengurangan kawasan penyangga bagi wilayah perencanaan,
kawasan lindung merupakan wilayah penting dalam keberlangsungan suatu
wilayah.
6. Geologi
SKL industri dari segi geologi adalah untuk melihat kepekaan lokasi terhadap
bahaya erosi, serta kemampuan lahan untuk menopang beban kegiatan, industri
merupakan kegiatan vital sehingga dalam perencanaannya harus melihat juga
aspek kerentanan terhadap bahaya yang terjadi.
7. Tanah
Faktor tanah menjadi pertimbangan penting, sebab lokasi industri sebaiknya berada
pada lahan marginal untuk pertanian, mengingat pertanian merupakan sektor vital
dalam keberlangsungan kehidupan suatu wilayah, lahan marginal untuk pertanian
adalah lahan-lahan yang tidak produktif dan kurang subur untuk dijadikan lahan
pertanian, dan yang kedua adalah variable tekstur tanah yakni tanah yang memiliki
tekstur sedang sampai kasar lebih cocok untuk kegiatan industri.
19 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
8. Aksesbilitas
SKL Aksesbilitas merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi industri,
dimana kesesuaian lokasi industri harus berada minimal pada terjangkau oleh
jaringan jalan dengan kelas minimal A, yang mampu menampung beban > 10.000
ton, atau minimal jalan dengan perkerasan minimal 7m, hal ini dikarenakan kegiatan
industri membutuhkan aksesbilitas tinggi untuk menunjang kegiatannya, serta
keberadaan lokasi industri sebisa mungkin tidak menganggu mobilitas masyarakat
sekitar.
E.1.5.1.2 Analisis Sarana Prasarana A. Analisis Pola Jaringan jalan
Sistem jaringan jalan disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan
struktur pengembangan kawasan, yang mencakup :
Jaringan Jalan primer
o Kecepatan rencana 60 Km/jam dengan lebar badan jalan tidak
kurang dari 8 m.
o Batas luar Daerah Pengawasan Jalan yang diukur dari as jalan
tidak kurang dari 20 meter.
o Mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-
rata.
o Tidak boleh terganggu oleh laulintas ulang alik, lalu lintas lokal dan
kegiatan lokal.
o Jumlah jalan masuk dibatasi Jaringan Jalan Sekunder
o Kecepatan rencana 30 Km /jam dengan lebar badan jalan tidak
kurang dari 8 m.
o Batas luar Daerah Pengawasan Jalan yang diukur dari as jalan
tidak kurang dari 20 meter.
o Mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-
rata.
o Tidak boleh terganggu oleh laulintas ulang alik, lalu lintas lokal dan
kegiatan lokal.
o Jumlah jalan masuk dibatasi.
o Jalan Kolektor Sekunder
20 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
o Kecepatan rencana 20 Km /jam dengan lebar badan jalan tidak
kurang dari 7 m.
o Batas luar Daerah Pengawasan Jalan yang diukur dari as jalan
tidak kurang dari 7 meter B. Air Bersih
Pemenuhan kebutuhan air bersih di kawasan industri didasarkan pada beberapa
hal terutama kepentingan kesehatan, sosial, dan ekonomi. Untuk mencapai hal ini
diperlukan perhitungan yang tepat efektif dan efisien, dengan memperhatikan
segala aspek yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Jaringan air bersih
pada kawasan industri dianalisis dengan memperhitungkan tingkat pelayanan
kebutuhannya sesuai dengan zona masing – masing industri.
C. Drainase
Sistem drainase pada kawasan industri berfungsi mengendalikan kelebihan air
permukaan sehingga tidak menganggu aksesibiltas kawasan dan memberi
manfaat bagi kegiatan manusia. Sistem drainase terdiri dari saluran-saluran yang
mengalirkan kelebihan air permukaan tersebut. Saluran drainase memiliki hirarki
tersendiri dalam sistemnya, yaitu saluran primer (dalam hal ini berupa sungai
sebagai pembuangan akhir), saluran sekunder, dan saluran tersier, di mana
masing-masing hirarki memiliki kapasitas debit air yang berbeda.
Besarnya debit air maksimum (Q total) yang harus ditampung dan dialirkan oleh
saluran-saluran drainase pada suatu kawasan merupakan akumulasi dari debit air
hujan yang harus dialirkan (Q limpasan) ditambah dengan debit air buangan
limbah rumah tangga yang ada disekitar saluran tersebut (Q buangan). Secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
1. Qtotal = Qlimpasan + Qbuangan
2. Qbuangan = Jml Pend. yang terlayani X (70% x kebutuhan air bersih)
3. Qlim = 0,278. C. I. A
Keterangan :
Qlim = debit aliran (m3/dt)
C = koefisien run off (berdasarkan standar baku)
I = intensitas hujan rata-rata (mm/jam)
A = luas daerah tangkapan (km2)
Dari debit total yang diperoleh, dapat ditentukan pola dan sistem pembuangan
(drainase) pada suatu suatu kawasan perkotaan.
21 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Pada prakteknya jaringan drainase selalu memiliki pola yang terintegrasi dengan
pola jaringan jalan. Dan bila disesuaikan dengan pola jalan yang terhirarki, maka
perkiraan penampang saluran drainase dapat ditetapkan sebagai berikut :
Jalan arteri lebar > 1,5m; dalam 1,0 - 1,5m.
Jalan kolektor lebar 0,8 – 1,5m; dalam 1,0 – 1,5m
Jalan lokal primer lebar 0,5 – 0,8m; dalam 0,5 – 1,0m
Jalan lokal sekunder lebar 0,3 – 0,5m; 0,3 – 0,5m.
Sedangkan potongan melintang saluran, terbuka atau tertutup disesuaikan
dengan kondisi setempat, sehingga dikategorikan sebagai berikut : Tipe saluran I,
berupa pasangan batu kali dengan kemiringan talud 4:1
Tipe saluran II, berupa pasangan batu kali dengan dinding vertikal dilengkapi trikel
Tipe saluran III, berupa saluran tertutup dengan tutup plat beton bertulang
Tipe saluran IV, berupa gorong-gorong plat beton
Tipe saluran V, berupa gorong-gorong box beton bertulang.
Sistem saluran drainase ada 2 macam :
1. Sistem Saluran Terpisah, saluran antara air hujan dan air buangan terpisah
2. Sistem Saluran Tercampur, saluran antara air buangan dan air hujan menjadi
satu.
Sedangkan jenis saluran penyalurannya ada 2 macam :
1. Saluran Primer, biasanya berupa sungai. Saluran ini merupakan penampungan
air buangan dari saluran-saluran sekunder.
2. Saluran Sekunder, merupakan saluran untuk mengalirkan air buangan dari rumah
tangga. Bisanya berupa got.
D. Listrik
Kebutuhan listrik PLN pada kawasan industri pasti akan semakin meningkat. Hal
ini sejalan dengan perkembangan kegiatan industri pada saat ini dan masa yang
akan datang. Untuk memprediksi kebutuhan listrik , dipakai standart sebagai
berikut :
Industri dan Perdagangan : 70% kebutuhan rumah tangga
Fas. Sosial dan Ekonomi : 15% kebutuhan rumah tangga
Fasilitas Perkantoran : 10% kebutuhan rumah tangga
Penerangan jalan : 1% kebutuhan rumah tangga
Cadangan : 5% kebutuhan rumah tangga
Dengan daya rata-rata :
Fasum/Fasos : 0,900 KVA
22 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Industri : 0,2200 KVA
Sistem pelayanan listrik di kawasan industri secara garis besar dibagi atas 3 jenis
jaringan, yaitu
Jaringan listrik tegangan tinggi (SUTT 70/150 KV)
Pembangunan SUTT ini harus memperhatikan banyak hal antara lain
keselamatan dan keamanan. Untuk itu dalam radius 25 meter sekitar jalur
tegangan tinggi harus merupakan kawasan bebas bangunan. Pada kondisi
tertentu bila sekitar jalur tegangan tinggi ini akan digunakan sebagai kawasan
terbangun, maka diarahkan agar pada kanan-kiri jalur tegangan tinggi tersebut
digunakan untuk jalan sejajar, sehingga tidak langsung berhubungan dengan
kawasan terbangun.
Jaringan listrik tegangan menengah (SUTM 6/20 KV)
Jaringan tegangan menengah ini harus dilengkapi dengan gardu penurun
tegangan dan transformator sebelum masuk tegangan rendah dan distribusi yang
akan digunakan konsumen.
Jaringan listrik tegangan rendah (SUTR 110/220 KV)
Jaringan listrik tegangan rendah ini harus dilengkapi dengan gardu distribusi yang
akan digunakan untuk menurunkan tegangan sekaligus mendistribusikannya
melalui jaringan tegangan rendah ke konsumen-konsumen.
Gardu-gardu yang diperlukan dalam pendistribusian jaringan listrik adalah sebagai
berikut:
Gardu distribusi
Diperlukan untuk menurunkan tegangan dari 20 KV menjadi 220/380 V dan
mendistribusikannya melalui jaringan tegangan rendah.
Gardu induk
Untuk melayani akan kebutuhan listrik, gardu induk berfungsi sebagai pengumpul
dan penyebar listrik kepada gardu yang lain yang mempunyai klasifikasinya lebih
rendah. Kawasan sekitar gardu ini harus dibebaskan dari bangunan dan diberi
pembatas khusus (dipagar), sehingga tidak digunakan untuk kawasan publik.
Gardu (Penurun Tegangan)
Gardu ini merupakan turunan dari gardu induk. Gardu ini tersebar pada setiap
kebutuhan dalam jumlah yang besar sehingga lokasinya menyesuaikan dengan
arah pengembangan kota
23 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
E. Persampahan
Penanganan masalah sampah terbagi dalam penentuan TPS, TPA, serta sistem
pembuangan dan pemusnahan sebagai berikut :
Tempat pembuangan sampah sementara (TPS).
Tempat pembuangan sampah akhir (TPA).
Sistem, pembuangan dilakukan melalui pengumpulan dari sumber sampah
(rumah tangga, fasilitas umum, pasar dan sebagainya) melalui gerobak
diangkut ke container di lokasi TPS, dan dari container diangkut dengan truk
sampah ke lokasi TPA.
Sistem pemusnahan, dilakukan dengan pembakaran atau dengan sistem
open dumping.
Volume sampah kawasan dihitung pertahun sebagai standar kebutuhan transfer
depo/TPS, serta Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Perhitungan tersebut adalah
sebagai berikut :
Volume sampah kota pertahun (Qk) Qk = q . P
Volume sampah masuk TPA (Qtpa) Qtpa = Kp . Qk + sampah jalan + sampah pasar
K = faktor kompaksi
Sampah jalan = 5% . Qk Sampah pasar = 10% . Qk
Volume sampah tahun ke-n (Qn)
Qn = 365 . 10 . Qtpa
Volume sampah terpadatkan (Vp)
Vp = Km . Qm
Beban TPA
Vtpa = Vp + Vtp
Luas tumpukan sampah
q = standar kuantitas timbunan sampah
Ekonomi rendah, q = 1,686 l/org/hari
Ekonomi menengah q = 1,803 l/org/hari
Ekonomi tinggi q = 1,873 l/org/hari
P = jumlah penduduk
24 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
A = Vtpa / Hs
Hs = tinggi sampah, maks 10m
E.1.5.1.3 Evaluasi Tapak Kawasan
Evaluasi tapak kawasan dilakukan dengan pendekatan melalui Analisis
perancangan yang dimaksudkan adalah proses analisis melalui pendekatan- pendekatan
Kontekstualisme, dan merupakan suatu tahapan kegiatan yang terdiri dari perencanaan
kondisi kawasan. Proses analisis ini meliputi analisis tapak, analisis aktifitas, analisis
pelaku/pengguna, analisis ruang, analisis struktur, dan bangunan. Analisis-analisis ini
nantinya dikaitkaan dengan tema Kontekstualisme dalam proses perancangannya.
A. Analisis Tapak
Menggunakan metode analisis tapak yang nantinya terkait dengan fungsi dan
fasilitas yang akan diwadahi pada tapak perancangan. Adapun analisis ini meliputi
persyaratan tapak, analisis kebisingan, analisis pandangan, analisis aksesibilitas,
sirkulasi, matahari, angin, vegetasi dan zoning.
B. Analisis fungsi
Menggunakan analisis fungsi terkait dengan kegiatan, penentuan ruang, dan
aktifitas dengan memperhatikan fungsi dari data yang telah diperoleh.
C. Analisis aktivitas
Menggunakan metode analisis aktivitas yang bertujuan untuk mngetahui aktivitas
yang terjadi pada bangunan dan ruang-ruang tiap bangunan. Aktivitas ini meliputi
analisis aktivitas pengguna, konservasi, dan penunjang.
D. Analisis penataan ruang
Menggunakan analisis fisik terhadap fungsi ruang-ruang yang nantinya dibutuhkan
baik secara karakteristik bangunan maupun secara fungsi dari penggunaan material
lokal yang diterapkan pada bangunan, sehingga terjadinya hubungan fungsi dalam
konteks budaya, maupun secara arsitektural pada fasade bangunan.
E. Analisis Bentuk
Analisis bentuk dilakukan gunakan untuk memperoleh data yang sesuai dengan
tema Kontekstualisme yang bersinergi dengan material dan langgam masa kini
tanpa meninggalkan tipologi yang sudah ada.
F. Analisis Perancangan
Konsep rancangan sesuai dengan tema Kontekstualisme yang menekankan pada
segi arsitektural dan penggunaan material pada bangunan.
25 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
E.1.5.2 ANALISIS MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN E.1.5.2.1 Analisis Kebijakan
Analisis Isi (content Analysis), yaitu suatu metode untuk mengkaji substansi
dan konsistensi dari suatu kebijakan, program, dan/atau perangkat hukum tertentu yang
berkaitan dengan suatu permasalahan tertentu. Dalam hal ini, analisis isi difokuskan
untuk menganalisis berbagai kebijakan dan strategi pembangunan yang tertuang dalam
berbagai dokumen pembangunan daerah dan peraturan perundangan yang berlaku.
Melakukan kajian/kaji ulang (review) terhadap kebijakan, strategi, dan
program pembangunan daerah. kajian dilakukan terhadap semua dokumen kebijakan,
strategi, dan program yang telah dimiliki dan dijadikan acuan dalam pelaksanaan
pembangunan oleh pemerintah daerah (RPJP, RPJM, Renstra Dinas, RTRW, dan
sebagainya).
Data-data yang akan digunakan dalam analisis Isi terkait dalam penyusunan
Dokumen Masterplan Kawasan Industri Bangkalan, antara lain:
RTRW Kabupaten bangkalan
RPIJM Kabupaten bangkalan
RPJMD Kabupaten bangkalan
Tabel E.4 Contoh Matriks Review Kebijakan dan Strategi Pembangunan
No Jenis Kebijakan Sumber Kebijakan Muatan Strategi
Program
1 Dokumen
Perencanaan
Pembangunan
RPJPD
RPJMD
RPIJMD
Renstra SKPD
APBD
2 Dokumen
Penataan Ruang
RTRW Propinsi
RTRW
Kabupaten
RDTR
Kecamatan
RP4D
26 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
E.1.5.2.2 Analisis Lokasi Industri
Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan kawasan peruntukan industri yang
berorientasi bahan mentah:
1. Kemiringan lereng : kemiringan lereng yang sesuai untuk kegiatan industri
berkisar 0%-25%, pada kemiringan >25%-45% dapat dikembangkan kegiatan
industri dengan perbaikan kontur serta ketinggian tidak lebih dari 1000 dpl.
2. Hidrologi : bebas genangan, dekat dengan sumber air, drainase baik sampai
sedang;
3. Klimatologi : lokasi berada pada kecenderungan minimum arah angin yang
menuju permukiman penduduk.
4. Geologi : dapat menunjang konstruksi bangunan, tidak berada di daerah rawan
bencana longsor;
5. Lahan : area cukup luas minimal 20 ha, karakteristik tanah bertekstur sedang
sampai kasar, berada pada tanah marginal untuk pertanian.
Kawasan peruntukan industri ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut :
1. Berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri
2. Tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup
3. Tidak mengubah lahan produktif
4. Memberikan dampak perkembangan terhadap pusat produksi seperti kawasan
pertanian, pertambangan, perikanan, peternakan.
5. Mempunyai hubungan fungsional yang erat dengan pasar lokal, regional, nasional
dan internasional (pelabuhan dan laut, terminal cargo, angkutan sungai, Bandar
udara, jalan raya, kereta api).
6. Mempunyai hubungan yang fungsional yang erat dengan konsumen dan bahan
baku
7. Memiliki akses yang tinggi dengan jaringan jalan regional atau sekitar jalan
regional untuk menampung angkutan berat (klasifikasi jalan kelas A≥10.000 ton.
8. Mempunyai hubungan fungsional yang erat dengan tenaga kerja.
9. Di luar wilayah permukiman penduduk /permukiman perkotaan dan hutan lindung
minimal jarak 3 – 20 km dengan batas yang jelas, dapat dipisahkan oleh hutan
dan atau perkebunan;
10. Antara kawasan industri dan perumahan perlu dikembangkan suatu kawasan
penyangga (buffer zone);
27 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
11. Tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas sumber daya air (sungai,
mata air, air tanah, waduk dan udara).
Kriteria Teknis
1. Harus memperhatikan kelesatrian lingkungan;
2. Harus dilengkapi dengan unit pengelolaan limbah;
3. Harus meperhatikan suplai air bersih;
4. Jenis industri yang dikembangkan adalah industri ramah lingkungan dan
memenuhi kriteria ambang limbah yang ditetapkan Kementeri Lingkungan Hidup;
5. Pengelolaan limbah untuk industri yang berkumpul di lokasi berdekatan sebaiknya
dikelola secara terpadu;
6. Pembatasan pembangunan perumahan baru di kawasan peruntukan industri.
7. Harus memenuhi syarat amdal sesuai dengan ketentuan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.
8. memperhatikan penataan kawasan perumahan di sekitar dan kawasan
peruntukan industri. Pembangunan kawasan industi minimal berjarak 2 km dari
permukiman dan berjarak 15-20 km dari pusat kota.
9. Kawasan industri minimal berjarak 5 km dari sungai tipe C atau D.
10. Persyaratan pemanfaatan air tanah dalam sesuai dengan peraturan yang berlaku.
11. Penggunaan lahan pada kawasan industri terdiri dari penggunaan lahan kaveling
industri, jalan dan saluran, ruang terbuka hijau dan fasilitas penunjang. Pola
penggunaan lahan pada kawasan industri secara teknis dapat dilihat pada tabel…
12. Setiap kawasan industri, sesuai dengan luas lahan yang dikelola, harus
mengalokasikan lahannya untuk kaveling industri, kaveling perumahan, jalan dan
sarana penunjang dan ruang terbuka hijau.
Tabel E.5 Pola Penggunaan Lahan pada Kawasan Industri
No. Jenis Peggunaan Struktur Penggunaan (%) Keterangan
1. Kaveling Industri Maksimal 70% Setiap kaveling harus mengikuti ketentuan KDB sesuai dengan Perda setempat.
2. Jalan dan saluran 8-12% - Terdapat jalan primer dan jalan sekunder;
- Tekanan gandar primer minimal 8 ton dan sekunder minimal 5 ton;
- Perkerasan jalan inimal 7 meter. 3. Ruang Terbuka
Hijau Minimal 10% Dapat berupa jalur hijau (green belt),
taman dan perimeter. 4. Fasilitas
penunjang 6-12% Dapat berupa kantin, guest house,
tempat ibadah, fasilitas olahraga, tempat pengolahan air bersih, gardu
28 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
No. Jenis Peggunaan Struktur Penggunaan (%) Keterangan
induk, rumah telekomunikasi. Sumber : Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di Daerah, Balitbang
Indag-Puslitbag, 2001.
Analisa kemampuan dan Kesesuaian Lahan
Analisis kesesuaian lahan dimulai dengan menganalisis kemampuan lahan di
wilayah perencanaan, untuk analisis kemampuan lahan mengacu pada tiga kebijakan
yakni :
1. SK Menteri Pertanian No. 837/KPTS/1980
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 17 tahun 2009 Tentang Pedoman
Penentuan daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 20/PRT/M/2007 Tentang Pedoman
Teknis Analisis Aspek Fisisk dan Lingkungan, Ekonomi Serta Sosial Budaya
Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 41/PRT/M/2007 Tentang Pedoman
Kriteria Teknis Penataan Ruang Kawasan Budidaya
Untuk menilai kemampuan lahan maka sesuai acuan yang ada terdapat lima
variabel yang dipakai, yakni :
a. Tekstur Tanah
Penilaian tekstur tanah diklasifikasikan menjadi lima kelompok :
- t1 : Halus Liat dan Berdebu
- t2 : Agak halus, Liat berpasir dan lempung liat berdebu, lempung berliat,
lempung liat berpasir
- t3 : Sedang, debu lempung berdebu, lempung
- t4 : Lempung berpasir
- t5 : Kasar, pasir berlempung berpasir
b. Kedalaman Efektif Tanah
Untuk variabel kedalaman efektif tanah di kelompokan menjadi empat, yakni :
- k0 : dalam > 90 cm
- k1 : Sedang 90-50 cm
- k2 : dangkal 50-25 cm
- k3 : sangat dangkal < 25 cm
c. Kelerengan
Lereng permukaan (l) Lereng permukaan dikelompokkan sebagai berikut:
- l0 = (A) = 0-3% : datar
29 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
- l1 = (B) = 3-8% : landai/berombak
- l2 = (C) = 8-15% : agak miring/bergelombang
- l3 = (D) = 15-30% : miring berbukit
- l4 = (E) = 30-45% : agak curam
- l5 = (F) = 45-65% : curam
- l6 = (G) = > 65% : sangat curam.
d. Bahaya Erosi
- Kerusakan oleh erosi dikelompokkan sebagai berikut:
- e 0 = tidak ada erosi
- e 1 = ringan: < 25% lapisan atas hilang
- e 2 = sedang: 25-75% lapisan atas hilang, < 25% lapisan bawah
hilang.
- e 3 = berat: > 75% lapisan atas hilang, < 25% lapisan bawah hilang.
- e 4 = sangat berat: sampai lebih dari 25% lapisan bawah hilang.
e. Bahaya Banjir
Ancaman banjir atau penggenangan dikelompokkan sebagai berikut:
- o 0 = tidak pernah: dalam periode satu tahun tanah tidak pernah
tertutup banjir untuk waktu lebih dari 24 jam.
- o 1 = kadang-kadang: banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam
terjadinya tidak teratur dalam periode kurang dari satu bulan.
- o 2 = selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara teratur
tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam.
- o 3 = selama waktu 2-5 bulan dalam setahun, secara teratur selalu
dilanda banjir lamanya lebih dari 24 jam.
- o 4 = selama waktu enam bulan atau lebih tanah selalu dilanda banjir
secara teratur yang lamanya lebih dari 24 jam
E.1.5.2.3 Analisis Struktur Ruang
Analisis struktur ruang kawasan merupakan analisis penentu bagi
penyusunan konsep komponen perangcangan kawasan, sebagai dasar bagi penentuan
konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan dan rencana umum serta
panduan rancangan. Analisis ini harus mencakup gagasan yang komprehensif dan
terintegrasi terhadap komponen-komponen perancangan kawasan, yang meliputi kriteria:
30 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
A. Struktur Peruntukan Lahan
Struktur Peruntukan Lahan merupakan komponen rancang kawasan yang berperan
penting dalam alokasi penggunaan dan penguasaan lahan/tata guna lahan yang telah
ditetapkan dalam suatu kawasan perencanaan tertentu berdasarkan ketentuan dalam
rencana tata ruang wilayah.
Prinsip-prinsip penataan yang menjadi dasar bagi analisis Struktur Peruntukan
Lahan:
1) Secara Fungsional meliputi penataan:
a) Keragaman tata guna yang seimbang, saling menunjang (compatible) dan
terintegrasi
i. Penetapan kaitan secara fungsional antarberbagai jenis peruntukan untuk
mendukung prinsip keragaman yang seimbang dan saling menguntungkan
namun tidak memberikan dampak penting terhadap fungsi utama lingkungan;
ii. Penetapan besaran komponen tata bangunan yang dapat mengadaptasi dan
mengadopsi kebutuhan keragaman fungsi/peruntukan dalam blok/kaveling/
bangunannya;
iii. Penetapan peruntukan mengantisipasi aktivitas interaksi sosial yang
direncanakan, dengan tetap mengacu pada rencana tata ruang wilayah;
iv. Penetapan kualitas ruang yang menyediakan lingkungan yang aman,
nyaman, sehat dan menarik, berwawasan ekologis, serta tanggap terhadap
tuntutan ekonomi dan sosial.
b) Pola distribusi jenis peruntukan yang mendorong terciptanya interaksi aktivitas.
i. Penyebaran distribusi jenis peruntukan lahan mikro yang diatur secara
keruangan untuk membentuk ruang-ruang kota yang hidup, layak huni, serta
menciptakan kualitas taraf hidup;
ii. Pembentukan kualitas lingkungan yang optimal, terutama dengan adanya
interaksi antara aktivitas pejalan kaki di muka bangunan dan aktivitas di lantai
dasar bangunan.
c) Pengaturan pengelolaan area peruntukan. Penetapan distribusi persentase jenis
peruntukan lahan mikro yang akan dikelola dan dikendalikan oleh pemerintah
daerah, di antaranya Ruang Terbuka Hijau, Daerah Milik Jalan (Damija), dan
fasilitas umum.
d) Pengaturan kepadatan pengembangan kawasan dengan pertimbangan
i. Daya dukung dan karakter kawasan tersebut;
ii. Variasi/pencampuran peruntukan.
31 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
2) Secara Fisik, meliputi:
a) Estetika, karakter, dan citra kawasan
i. Penetapan pengendalian peruntukan yang mendukung karakter khas
kawasan yang telah ada atau pun yang ingin dibentuk;
ii. Penetapan pengaruh ideologi, nilai-nilai social budaya setempat, misalnya
bangunan masjid dengan peruntukan fasilitas umum diorientasikan pada
pusat lingkungan/kawasan.
b) Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki serta aktivitas
yang diwadahi
i. Penciptaan keseimbangan tata guna lahan yang berorientasi pada pemakai
bangunan dan ramah pejalan kaki;
ii. Penetapan alokasi untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial yang ditempatkan
sebagai pusat lingkungan yang dapat dijangkau pejalan kaki;
iii. Penetapan peruntukan lahan yang tidak saja melibatkan pertimbangan fisik,
tetapi juga sosialbudaya dan perilaku pemakai/aktivitas lingkungan yang
dikehendaki.
3) Dari sisi Lingkungan, meliputi :
a) Keseimbangan kawasan perencanaan dengan sekitar, Penciptaan karakter
lingkungan yang tanggap dan integral dengan karakter peruntukan eksisting
lingkungan sekitar;
b) Keseimbangan peruntukan lahan dengan daya dukung lingkungan
i. Penetapan peruntukan lahan yang mempertimbangkan daya dukung
lingkungan, namun tetap dapat memperkuat karakter kawasan tersebut;
ii. Pengaturan peruntukan lahan secara ketat dan detail pada kawasan khusus
konservasi hijau.
c) Kelestarian ekologis kawasan. Penetapan peruntukan lahan yang tanggap
terhadap topografi dan kepentingan kelestarian lingkungan dengan
meminimalkan penyebaran area terbangun dan perkerasan serta beradaptasi
dengan tatanan kontur yang ada.
Secara lebih detail, analisis lahan makro dapat dijelaskan untuk mengetahui fungsi
dan kedudukan wilayah studi yang direncanakan dalam wilayah yang lebih luas, untuk
mengetahui potensi-potensi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
penunjang pengembangan wilayah yang lebih luas atau kemungkinan timbulnya masalah
yang nantinya akan dapat mempengaruhi wilayah sekitarnya (analisa hubungan antar
wilayah yang direncanakan), sedangkan analisis lahan mikro bertujuan untuk mengetahui
32 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
kaplingLuasterbangunAreaKDB =
kondisi, yang berguna untuk menerapkan kebijaksanaan serta rekomendasi yang menjadi
dasar penetapan rencana yang bersifat khusus untuk wilayah perencanaan. Adapun
analisis yang dilakukan meliputi :
1. Analisis data fisik bangunan eksisting di wilayah studi dengan kebijakan mengenai
fisik bangunan di wilayah studi baik secara makro maupun secara mikro
2. Analisis data fisik lingkungan pada wilayah studi dengan kebijakan mengenai fisik
lingkungan
3. Evaluasi deviasi rencana guna lahan melalui pengukuran guna lahan yang ada
pada wilayah studi dengan kebijakan guna lahan yang telah diperdakan. Sehingga
dapat diketahui seberapa besar penyimpangan yang terjadi terhadap wilayah studi
B. Intensitas Pemanfaatan Lahan
Intensitas Pemanfaatan Lahan adalah tingkat alokasi dan distribusi luas lantai
maksimum bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya. Analisis intensitas bangunan
terdiri dari analisis :
1) Koefisien Dasar Bangunan (KDB), yaitu angka persentase perbandingan antara
luas seluruh lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun dan luas lahan/
tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai.
Yaitu kepadatan alas bangunan yang direkomendasikan untuk menentukan
perbandingan antara luas yang terbangun dengan luas total kawasan yang
bersangkutan.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) merupakan nilai perbandingan antara area
terbangun dengan luas kapling yang ada, atau :
2) Koefisien Lantai Bangunan (KLB), yaitu angka persentase perbandingan antara
jumlah seluruh luas lantai seluruh bangunan yang dapat dibangun dan luas lahan/
tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai.
Yaitu kepadatan alas bangunan yang direkomendasikan untuk menentukan
perbandingan antara luas lantai yang terbangun dengan luas total kawasan yang
bersangkutan
Sedangkan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan nilai perbandingan antara
luas lantai keseluruhan dengan luas kapling, atau:
33 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
kaplingLuasnkeseluruhalantaiLuasKLB =
mLD 121
+=
3) Garis Sempadan Bangunan (GSB),
Garis Sempadan Bangunan atau street line setback merupakan jarak antara
bangunan terhadap as jalan. GSB dapat digunakan untuk memberikan arahan
mengenai jarak batas muka bangunan atau set back bangunan terhadap jalan
sehingga dapat mengendalikan tata letak bangunan terhadap jalan. GSB merupakan
garis patokan untuk menentukan kemunduran bangunan.
Garis yang pada pendirian bangunan ke arah yang berbatasan dengan permukaan
tanah tidak boleh melampaui kecuali mengenai pagar pekarangan. Umumnya
pengaturan sempadan ini merupakan 0,5 dari Daerah Milik Jalan (Damija), khusus
untuk daerah perencanaan dilakukan dengan menggunakan standar ideal jarak
antara pagar dengan bangunan, yaitu dengan rumus:
L = lebar jalan
D = jarak pagar bangunan
Rumus tersebut merupakan penggunaan untuk kondisi ideal bagi penentuan
sempadan bangunan pada kawasan yang masih tersedia dan belum terbangun.
Pada kawasan yang telah dibangun, perencanaan sempadan jalan dan bangunan
harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan jaringan yang telah terbentuk,
sehingga dengan demikian harus dilakukan penyesuaian jarak sempadan dengan
bangunannya.
4) Koefisien Daerah Hijau (KDH), yaitu angka persentase perbandingan antara luas
seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi
pertamanan/ penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang
dikuasai.
5) Koefisien Tapak Besmen (KTB), yaitu angka persentase perbandingan antara luas
tapak besmen dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai.
6) Sistem Insentif-Disinsentif Pengembangan, terdiri atas:
a. Insentif Luas Bangunan, yaitu insentif yang terkait dengan KLB dan diberikan
apabila bangunan gedung terbangun memenuhi persyaratan peruntukan lantai
34 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
dasar yang dianjurkan. Luas lantai bangunan yang ditempati oleh fungsi tersebut
dipertimbangkan untuk tidak diperhitungkan dalam KLB.
b. Insentif Langsung, yaitu insentif yang memungkinkan penambahan luas lantai
maksimum bagi bangunan gedung yang menyediakan fasilitas umum berupa
sumbangan positif bagi lingkungan permukiman terpadu; termasuk di antaranya
jalur pejalan kaki, ruang terbuka umum, dan fasilitas umum.
7) Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai Bangunan (TDR=Transfer of Development Right), yaitu hak pemilik bangunan/pengembang yang dapat dialihkan
kepada pihak atau lahan lain, yang dihitung berdasarkan pengalihan nilai KLB, yaitu
selisih antara KLB aturan dan KLB terbangun. Maksimum KLB yang dapat dialihkan
pada umumnya sebesar 10% dari nilai KLB yang ditetapkan. Pengalihan nilai KLB
hanya dimungkinkan bila terletak dalam satu daerah perencanaan yang sama dan
terpadu, serta yang bersangkutan telah memanfaatkan minimal 60% KLB-nya dari
KLB yang sudah ditetapkan pada daerah perencanaan.
Pengalihan ini terdiri atas:
a. Hak Pembangunan Bawah Tanah, hak ini memungkinkan pembangunan fungsi-
fungsi di bawah tanah yang tidak diperhitungkan ke dalam KLB yang dimiliki
bangunan gedung di atasnya, dengan memenuhi kriteria sesuai Peraturan Menteri
PU No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
b. Hak Pembangunan Layang (Air Right Development), merupakan mekanisme yang
mirip dengan Hak Pembangunan Bawah Tanah, namun berlaku untuk
pembangunan di atas prasarana umum (melayang), seperti jalan, yaitu berupa
bangunan pedestrian layang atau bangunan komersial layang, dengan ketentuan
sesuai Peraturan Menteri PU No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan
Teknis Bangunan Gedung.
Pengendalian intensitas peruntukan tanah dimaksudkan untuk mengarahkan
kepadatan bangunan, tata massa bangunan dan dimensi vertikalnya. Dengan demikian
dalam rencana peruntukan tanah sudah mampu memberi arti perwujudan spasial fisik
bangunan yang dapat dikembangkan. Pengendalian intensitas peruntukan tanah
termasuk upaya pengendalian dalam memberi ijin/rekomendasi syarat zoning sebelum
ijin bangunan (dalam arti kontruksi) sendiri ditetapkan. Aspek – aspek penilaian intensitas
tersebut dianalisis.
Prinsip-prinsip penataan yang menjadi dasar bagi analisis Inmtensitas Pemanfaatan
Lahan :Secara Fungsional meliputi:
35 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
a) Kejelasan distribusi intensitas pemanfaatan lahan, yaitu pengarahan sistem
pengaturan dan distribusi luas lantai maksimum yang dapat dibangun di berbagai
subbagian kawasan sehingga tercipta besaran ruang/bangunan yang akan
menempati lahan sesuai dengan masing-masing peruntukan lahan yang
ditetapkan.
b) Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki, yaitu penciptaan
keseimbangan lingkungan yang berorientasi pada pemakai bangunan berskala
ramah pejalan kaki, sekaligus menghidupkan ruang kota dengan berbagai
aktivitas pada tingkat lingkungan pejalan kaki.
c) Kejelasan skala pengembangan, yaitu:
(i) Penggambaran skala pengembangan pada kawasan perencanaan tertentu
dengan arahan fungsi yang ditetapkan;
(ii) Penciptaan suatu skala pengembangan yang mengaitkan satu komponen
dengan komponen lain (misalnya antara KLB dan tinggi bangunan) secara
tepat untuk membatasi pengembangan lahan sesuai dengan daya dukung
atau kapasitas infrastruktur yang ada.
d) Pengaturan kepadatan pengembangan kawasan (development density) yang
memperhatikan:
(i) Pengarahan distribusi kepadatan lahan yang tepat untuk mencapai nilai tambah
yang dikehendaki sesuai dengan ketentuan daya dukung dan karakter
kawasan tersebut;
(ii) Pembatasan besaran nilai dari komponen Intensitas Pemanfaatan Lahan yang
tepat agar tercapai kenyamanan iklim mikro berskala lingkungan;
(iii) Penggunaan beberapa satuan unit per hektar yang berbeda antara
perencanaan kawasan pemukiman (lebih menitikberatkan pada KDB) dan
kawasan komersial (lebih menitikberatkan pada kombinasi KLB dan KDB);
(iv) Penyelesaian suatu kawasan padat yang diarahkan sebagai kawasan
pembangunan kompak dan terpadu (compact and integrated development)
melalui pengaturan peruntukan campuran serta jenis kepadatan yang
beragam.
(1) Secara Fisik meliputi penataan:
Estetika, karakter dan citra (image) kawasan melalui:
a) Penetapan kepadatan kelompok bangunan dalam kawasan perencanaan melalui
pengaturan besaran berbagai elemen Intensitas Pemanfaatan Lahan yang ada
36 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
(seperti KDB, KLB, KTB, dan KDH) yang mendukung terciptanya berbagai
karakter khas dari berbagai subarea;
b) Pembentukan citra lingkungan yang tepat melalui pembatasan nilai-nilai dari
elemen Intensitas Pemanfaatan Lahan (misalnya pembatasan KDB dan KLB
secara khusus) untuk membentuk lingkungan yang berjati diri.
(2) Secara Lingkungan, meliputi:
a) Keseimbangan kawasan perencanaan dengan wilayah sekitar, melalui:
Pengaturan keseimbangan, kaitan dan keterpaduan berbagai elemen Intensitas
Pemanfaatan Lahan dalam hal fungsi, estetis dan sosial, agar mencapai keselaras
serasian antara kawasan perencanaan dan lahan di
luarnya.
b) Keseimbangan dengan daya dukung lingkungan melalui:
(i) Penentuan kepadatan khusus pada kawasan/ kondisi lingkungan tertentu
seperti: daerah bantaran sungai, daerah khusus resapan, daerah konservasi
hijau, atau pun daerah yang memiliki kemiringan lahan lebih dari 25%.
(ii) Penentuan kepadatan kawasan perencanaan dengan mempertimbangkan
daya dukung lingkungan, pelestarian ekosistem, namun tetap dapat
memperkuat karakter kawasan. Salah satunya adalah pada lahan rawan
bencana alam, yang kepadatan bangunannya harus dikendalikan dengan
ketat, bahkan bila perlu hingga 0 (nol) unit per hektar.
c) Pelestarian ekologis kawasan melalui:
(i) Penetapan ambang Intensitas Pemanfaatan lahan secara merata (terutama
KLB rata-rata) dapat memakai sistem deposit, yaitu lebih rendah daripada
kapasitas maksimumnya berdasarkan pertimbangan ekologis, di mana
kelebihan kapasitas tersebut disimpan sebagai cadangan perkembangan
masa mendatang, atau pun dialihkan ke bagian lain dalam kawasan
perencanaan yang sama;
(ii) Pembatasan besaran beberapa elemen yang terkait dengan pembentukan
ruang terbuka dan penghijauan, seperti KDB dan KDH yang tepat, untuk
membatasi luas lahan yang terbangun atau tertutup perkerasan sebagai
upaya melestarikan ekosistem, sehingga lingkungan yang bersangkutan
masih memiliki sisa tanah sebanyak-banyaknya, yang diperuntukkan bagi
penghijauan atau ruang terbuka, dan dapat menyerap/mengalirkan air hujan
ke dalam tanah;
37 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
(iii) Penetapan distribusi daerah hijau yang menyeluruh, termasuk dan tidak
terkecuali, bangunan-bangunan berlantai sedang atau pun tinggi dalam hal
penyediaan ruang terbuka hijau pada daerah podium atau daerah atap
bangunan tersebut;
(iv) Penetapan kebutuhan ruang terbuka ini juga dimungkinkan untuk melayani
kebutuhan di luar lingkungan perencanaan.
d) Pemberdayaan kawasan melalui:
(i) Peningkatan promosi pembangunan melalui peningkatan nilai tanah dan
distribusi Intensitas Pemanfaatan Lahan yang tepat pada kawasan
perencanaan dalam konteks lingkungan skala regional;
(ii) Peningkatan hubungan fungsional antarberbagai jenis peruntukan dalam
kawasan perencanaan melalui alokasi distribusi Intensitas Pemanfaatan
Lahan yang saling terkait, seimbang dan terpadu;
(iii) Peningkatan modifikasi desain/pengembangan sesuai karakter setempat.
C. Tata Bangunan
Tata Bangunan adalah produk dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta
lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek termasuk
pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran, dan konfigurasi dari elemen-
elemen: blok, kaveling/petak lahan, bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai
bangunan, yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota
yang akomodatif terhadap keragaman kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung
dalam ruang-ruang publik. Analisis Tata Bangunan terdiri dari Komponen – komponen
analisis :
(1) Pengaturan Blok Lingkungan, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam
kawasan menjadi blok dan jalan, di mana blok terdiri atas petak lahan/kaveling
dengan konfigurasi tertentu. Pengaturan ini terdiri atas:
(a) Bentuk dan Ukuran Blok;
(b) Pengelompokan dan Konfigurasi Blok;
(c) Ruang terbuka dan tata hijau.
(2) Pengaturan Kaveling/Petak Lahan, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam
blok menjadi sejumlah kaveling/ petak lahan dengan ukuran, bentuk,
pengelompokan dan konfigurasi tertentu. Pengaturan ini terdiri atas:
(a) Bentuk dan Ukuran Kaveling;
(b) Pengelompokan dan Konfigurasi Kaveling;
(c) Ruang terbuka dan tata hijau.
38 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Maksud perpetakan tanah adalah unit perpetakan berupa sistem blok perencanaan
yang terdiri dari gabungan beberapa persil atau kapling tanah dan sistem kavling
atau tanah persil tanah. Pertimbangan untuk menentukan luasan blok perencanaan
adalah sebagai berikut :
a. Adanya jalan, gang atau saluran yang berpotensi untuk digunakan sebagai
batas fisik blok perencanaan
b. Ketentuan luas kapling minimum yang telah ditetapkan pada tiap wilayah (jika
ada).
Klasifikasi perpetakan tanah berdasar Keputusan Menteri Kimpraswil nomor
327/KPTS/M/2002 Bab VI, yang membagi 8 klasifikasi sebagai berikut:
a. Petak peruntukan & penggal jalan dg petak klasifikasi I (diatas 2500m2)
b. Petak peruntukan & penggal Jl dg petak klasifikasi II (1000 - 2500m2)
c. Petak peruntukan & penggal Jl dg petak klasifikasi III (600 - 1000m2)
d. Petak peruntukan & penggal Jl dg petak klasifikasi IV (250 - 600m2)
e. Petak peruntukan & penggal Jl dg petak klasifikasi V (100 - 250m2)
f. Petak peruntukan & penggal Jl dg petak klasifikasi VI (50 - 100m2)
g. Petak peruntukan & penggal Jl dg petak klasifikasi VII (dibawah 50m2)
h. Petak peruntukan & penggal Jl dg petak klasifikasi VIII (rumah susun/flat)
(3) Pengaturan Bangunan, yaitu perencanaan pengaturan massa bangunan dalam
blok/kaveling. Pengaturan ini terdiri atas:
(a) Pengelompokan Bangunan;
(b) Letak dan Orientasi Bangunan;
(c) Sosok Massa Bangunan;
(d) Ekspresi Arsitektur Bangunan.
Kepadatan Bangunan
Merupakan perbandingan antara luas lahan keseluruhan dengan luas persil
bangunan. Kepadatan bangunan menyangkut aspek jarak dan kerenggangan
antar bangunan yang terkait dengan banyaknya bangunan yang ada di wilayah
tersebut, sehingga dapat ditentukan apakah wilayah tersebut temasuk wilayah
dengan kepadatan bangunan tinggi atau rendah.
39 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Sumber : Perda No. 7 tahun 1992 Mengenai Bangunan di Kota
Gambar E- 2 Pedoman Menentukan Kerenggangan Bangunan
Keterangan:
Tinggi : H = 1 D
Kerenggangan bangunan Y minimum 3 m untuk H = 8 m, selanjutnya variabel dari
fungsi sudut 77o
Bidang Muka (Fasade) Bangunan
Merupakan pengamatan dan pengendalian terhadap arah hadap dan bentuk
muka bangunan
Elevasi/peil
Yaitu ketinggian dasar bangunan dari muka jalan atau standar tertentu yang
ditentukan untuk pengendalian keselamatan bangunan dan pengendalian bentuk
estetika bangunan secara keseluruhan/kesatuan kawasan di samping faktor
pencapaian pemakai.
Amplop Bangunan (Building Envelope)
Adalah merupakan batasan maksimum ruang yang diijinkan untuk dibangun.
Batas maksimum ruang tersebut adalah perkalian faktor luas lantai yang diijinkan
dengan faktor ketinggian maksimum bangunan dalam wilayah kota, di mana tapak
berada.
40 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Gubahan massa
Yaitu penataan perletakan massa-massa bangunan pada satu lingkungan
permukiman tertentu dengan mempertimbangkan kondisi fisik, non fisik, serta
dengan waktu tertentu.
Orientasi bangunan
Yaitu penataan arah bangunan yang dipertimbangkan terhadap kondisi fisik dan
non fisik lokasi perencanaan.
Estetika bangunan
Yaitu penampilan visual bangunan yang seimbang atas dasar pertimbangan fisik
dan non fisik. Pertimbangan fisik yaitu keseimbangan antara bentuk dasar vertikal
dan horizontal atau pola keseimbangan antara konstruksi dan bahan bangunan
yang digunakan. Pertimbangan non fisik misalnya adanya muatan konsep
identitas arsitektur lokal
Material exterior Yaitu perencanaan atas penggunaan material luar bangunan yang
mempertimbangkan faktor-faktor seperti iklim, panas, hujan, ketahanan bahaya
kebakaran, pengaruh yang diakibatkan karena adanya refleksi cahaya dan refleksi
penyebaran panas matahari.
(4) Pengaturan Ketinggian dan Elevasi Lantai Bangunan, yaitu perencanaan
pengaturan ketinggian dan elevasi bangunan baik pada skala bangunan tunggal
maupun kelompok bangunan pada lingkungan yang lebih makro (blok/kawasan).
Pengaturan ini terdiri atas:
(a) Ketinggian Bangunan;
(b) Komposisi Garis Langit Bangunan;
(c) Ketinggian Lantai Bangunan.
Ketinggian dan jarak bangunan
Merupakan perencanaan atas bangunan, batas ketinggian bangunan yang bisa
berupa batas maksimal ataupun minimal yang direkomendasikan tergantung pada
daya dukung lahan dan potensi sarana/prasarana kawasan yang bersangkutan.
Ketinggian Bangunan
Tinggi bangunan yang dikaitkan dengan kedudukan bangunan, perlengkapan
dekoratif bangunan, jenis dan bahan konstruksi bangunan, fungsi bangunan.
Tinggi maksimum bangunan pada umumnya ditentukan berdasarkan ketentuan:
dh211=
41 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
12
25,015,0−
+=
hhd
Dimana:
h = tinggi puncak bangunan maksimum.
d = jarak antara proyeksi puncak bangunan pada lantai dasar terhadap sumbu
jalan yang berdampingan.
h dan d merupakan variabel dari fungsi sudut alpha dan beta.
Jika lebar jalan yang berdampingan < 20 m maka titik sudut ditetapkan pada as
jalan.
Jika lebar jalan yang berdampingan > 20 m maka titik sudut ditetapkan 10 m dari
garis sempadan pagar ke jalan.
Gambar E- 3 Pedoman Menentukan Tinggi Bangunan
Keterangan:
h = tinggi puncak bangunan maksimum
d = jarak antara proyeksi puncak bangunan yang dicari pada lantai dasar
dengan sumbu (as) jalan yang berdampingan
h dan d merupakan variabel dari fungsi sudut α dan β
Jarak Bangunan
Jarak bangunan yang dimaksudkan di sini adalah jarak antar bangunan yang
berada di dalam persil yang sama. Sesuai konsep yang dirumuskan, jarak
bangunan untuk berbagai ketinggian, diusulkan sebagai berikut :
Dimana :
d = jarak bangunan 1 dengan bangunan 2 (dalam meter)
h1 = tinggi bangunan 1 (dalam meter)
h2 = tinggi bangunan 2 (dalam meter)
42 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Gambar E- 4 Pedoman Menentukan Jarak Antar Bangunan
Tahapan analisis bangunan dan lingkungan tersebut di atas dilakukan dengan
memperhatikan dan disertai dengan beberapa panduan rancangan, yang berupa :
A. Panduan Rancangan Elemen Spesifik
Pedoman ini memberikan arahan elemen-elemen spesifik yang menentukan
kualitas fisik lingkungan (design guidelines) dan arahan substansi teknis. Adanya
arahan ini juga dimaksudkan untuk mengantisipasi pelaksanaan rencana, sehingga
implementasinya tidak terlalu menyimpang dari arahan rencana yang telah dibuat.
Panduan rancangan elemen spesifik :
a. Rancangan wujud bangunan
b. Rancangan ruang terbuka
c. Rancangan parkir
d. Rancangan pedestrian
e. Rancangan utilitas lingkungan
f. Rancangan jembatan penyeberangan/ halte
B. Panduan Peraturan Bangunan Kawasan
a. Pengaturan bangunan (Building Code Sector)
b. Pengaturan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (Zoning Code Sector)
c. Pengaturan administrasi pelaksanaan/program dan pengendalian pembangunan
d. Pengaturan kemungkinan insentif dan disinsentif
43 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
e. Pengaturan perijinan bangunan
f. Pengaturan pemanfaatan bangunan dan fungsi bangunan
D. Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung
Sistem sirkulasi dan jalur penghubung terdiri dari jaringan jalan dan pergerakan,
sirkulasi kendaraan umum, sirkulasi kendaraan pribadi, sirkulasi kendaraan informal
setempat dan sepeda, sirkulasi pejalan kaki (termasuk masyarakat penyandang cacat
dan lanjut usia), sistem dan sarana transit, sistem parkir, perencanaan jalur pelayanan
lingkungan, dan sistem jaringan penghubung.
Analisis Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung terdiri dari Komponen – komponen
analisis :
(1) Sistem jaringan jalan dan pergerakan, yaitu rancangan sistem pergerakan yang
terkait, antara jenis-jenis hirarki/kelas jalan yang tersebar pada kawasan
perencanaan (jalan arteri, kolektor dan jalan lingkungan/ lokal) dan jenis pergerakan
yang melaluinya, baik masuk dan keluar kawasan, maupun masuk dan keluar
kaveling.
(2) Sistem sirkulasi kendaraan umum, yaitu rancangan sistem arus pergerakan
kendaraan umum formal, yang dipetakan pada hirarki/kelas jalan yang ada pada
kawasan perencanaan.
(3) Sistem sirkulasi kendaraan pribadi, yaitu rancangan sistem arus pergerakan bagi
kendaraan pribadi sesuai dengan hirarki/kelas jalan pada kawasan perencanaan.
(4) Sistem sirkulasi kendaraan umum informal setempat, yaitu rancangan sistem arus
pergerakan bagi kendaraan umum dari sektor informal, seperti ojek, becak, andong,
dan sejenisnya, yang dipetakan pada hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan
perencanaan.
(5) Sistem pergerakan transit, yaitu rancangan system perpindahan arus pergerakan
dari dua atau lebih moda transportasi yang berbeda, yang dipetakan pada hirarki/
kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan.
(6) Sistem parkir, yaitu rancangan sistem gerakan arus masuk dan keluar kaveling atau
grup kaveling untuk parkir kendaraan di dalam internal kaveling.
(7) Sistem perencanaan jalur servis/pelayanan lingkungan, yaitu rancangan sistem
arus pergerakan dari kendaraan servis (seperti pengangkut sampah, pengangkut
barang, dan kendaraan pemadam kebakaran) dari suatu kaveling atau blok
lingkungan tertentu, yang dipetakan pada hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan
perencanaan.
44 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
(8) Sistem sirkulasi pejalan kaki dan sepeda, yaitu rancangan sistem arus pejalan
kaki (termasuk penyandang cacat dan lanjut usia) dan pemakai sepeda, yang khusus
disediakan pada kawasan perencanaan.
(9) Sistem jaringan jalur penghubung terpadu (pedestrian linkage), yaitu rancangan
sistem jaringan berbagai jalur penghubung yang memungkinkan menembus
beberapa bangunan atau pun beberapa kaveling tertentu dan dimanfaatkan bagi
kepentingan jalur publik.
Jalur penghubung terpadu ini dibutuhkan terutama pada daerah dengan intensitas
kegiatan tinggi dan beragam, seperti pada area komersial lingkungan permukiman
atau area fungsi campuran (mixed-used). Jalur penghubung terpadu harus dapat
memberikan kemudahan aksesibilitas bagi pejalan kaki
E. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau
Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau merupakan komponen rancang kawasan,
yang tidak sekadar terbentuk sebagai elemen tambahan atau pun elemen sisa setelah
proses rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian
integral dari suatu lingkungan yang lebih luas.
Penataan sistem ruang terbuka diatur melalui pendekatan desain tata hijau yang
membentuk karakter lingkungan serta memiliki peran penting baik secara ekologis,
rekreatif dan estetis bagi lingkungan sekitarnya, dan memiliki karakter terbuka sehingga
mudah diakses sebesar-besarnya oleh publik.
Analisis Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau terdiri dari Komponen – komponen
analisis :
(1) Sistem Ruang Terbuka Umum (kepemilikan publikaksesibilitas publik), yaitu ruang
yang karakter fisiknya terbuka, bebas dan mudah diakses publik karena bukan milik
pihak tertentu.
(2) Sistem Ruang Terbuka Pribadi (kepemilikan pribadi– aksesibilitas pribadi), yaitu
ruang yang karakter fisiknya terbuka tapi terbatas, yang hanya dapat diakses oleh
pemilik, pengguna atau pihak tertentu.
(3) Sistem Ruang Terbuka Privat yang dapat diakses oleh Umum (kepemilikan
pribadi–aksesibilitas publik), yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka, serta bebas
dan mudah diakses oleh publik meskipun milik pihak tertentu, karena telah
didedikasikan untuk kepentingan publik sebagai hasil kesepakatan antara pemilik
dan pihak pengelola/pemerintah daerah setempat, di mana pihak pemilik
mengizinkan lahannya digunakan untuk kepentingan publik, dengan mendapatkan
45 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
kompensasi berupa insentif/disinsentif tertentu, tanpa mengubah status
kepemilikannya.
(4) Sistem Pepohonan dan Tata Hijau, yaitu pola penanaman pohon yang disebar
pada ruang terbuka publik.
(5) Bentang Alam, yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka dan terkait dengan area
yang dipergunakan sebesarbesarnya untuk kepentingan publik, dan pemanfaatannya
sebagai bagian dari alam yang dilindungi.
Pengaturan ini untuk kawasan:
a) Pantai dan laut, sebagai batas yang melingkupi tepian kawasan, menentukan
atmosfir dari suasana kehidupan kawasan, serta dasar penciptaan pola tata
ruang;
b) Sungai, sebagai pembentuk koridor ruang terbuka;
c) Lereng dan perbukitan, sebagai potensi pemandangan luas;
d) Puncak bukit, sebagai titik penentu arah orientasi visual, serta memberikan
kemudahan dalam menentukan arah (tengaran alam).
(6) Area Jalur Hijau, yaitu salah satu ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai area
preservasi dan tidak dapat dibangun. Pengaturan ini untuk kawasan:
a) Sepanjang sisi dalam Daerah Milik Jalan (Damija);
b) Sepanjang bantaran sungai;
c) Sepanjang sisi kiri kanan jalur kereta;
d) Sepanjang area di bawah jaringan listrik tegangan tinggi;
e) Jalur hijau yang diperuntukkan sebagai jalur taman kota atau hutan kota, yang
merupakan pembatas atau pemisah suatu wilayah.
Analisis ini bertujuan menganalisa dimensi ruang terbuka pada wilayah studi, yang
meliputi taman kota, ruang terbuka hijau berdasarkan fungsi dan penempatan yang
memperhatikan aspek-aspek fungsional, sosial, dan ekologi, dimana nantinya dapat
dihasilkan pola ruang luar, amenity/street picture dan signage.
1. Penghijauan
Pembahasan dibagi menjadi dua, menurut jenis pohon dan sifatnya. Dalam
kaitannya dengan perancangan lansekap, tata hijau atau planting design,
merupakan satu hal pokok yang menjadi dasar pemebentukan ruang luar.
Peletakan tanaman haruslah disesuaikan dengan tujuan dari perancangannya
tanpa melupakan fungsi daripada tanaman yang dipilih.
46 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Tabel E.6 Jenis Tanaman dan Peletakannya
Nama Tanaman
D/T Bentuk Tajuk
Peletakan
Cemara
gunung
6/20m Segitga Sepanjang tepi jalan
raya
Bambu halus 1,5/6m Rumpun Tepi jalan keluar
kendaraan, area parkir
Cemara
gembel
2,5/5 Segitiga Area parkir
Tanjung 8/8m Bebas Area parkir, tepi jalan
Cemara tiang 2,5/5m Segitiga Jalan sekunder
Cemara susun 10/30m Segitiga Pembentuk ruang tepi
jalan sekunder
Kenari 6/22m Bebas Tepi jalan raya
Bunga sapu
tangan
6/15m Kubah Untuk identitas lokasi
peneduh
Rasamala 8/20m Bebas Sebagai peneduh
Sumber: Hakim (2002)
2. Penandaan (Signage)
Suatu tulisan (huruf, angka, atau kata), gambar (ilustrasi/dekorasi), lambang
(simbol, atau merk dagang), bendera (spanduk, atau umbul-umbul) atau sesuatu
yang ;
• Ditempelkan atau digambarkan pada suatu bangunan atau struktur lainnya
• Digunakan sebagai pemberitahuan, penarik perhatian, atau iklan
• Terlihat dari luar bangunan
• Tanda harus selalu menunjukkan kepada sesuatu yang riil atau nyata
Unsur-unsur penandaan dapat dikelompokkan atas beberapa jenis:
1. Reklame dengan kontruksi tiang
Unsur ini merupakan penandaan yang berdiri bebas dengan kontruksi kaki
sehingga memberi banyak kebebasan agar bisa dilihat dari kejauhan. Bentuk
penandaan lain dari unsur ini adalah penggunaan tiang tunggal.
2. Tanda sebagai identifikasi primer
Tanda semacam ini digunakan informasi nama gedung/kantor, papan
pengumuman, dan lain-lain.
47 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
3. Penandaan dengan konstruksi tempel dan muncul
Bentuk konstruksi tempel merupakan jenis penandaan yang paling banyak
digunakan setelah penandaan dengan tiang reklame. Jenis reklame ini dibuat
dengan kotruksi khusus sehingga reklame timbul keluar dari bangunan.
4. Penandaan dengan lampu
Seperti halnya penandaan lain, disini informasi publik non komersial tenggelam
dalam reklame lampu, yang membutuhkan kreatifitas dalam design sehingga
mewujudkan wajah kota yang lebih menarik.
5. Tanda yang berfungsi sebagai unsur dekoratif kota
Penandaan yang berbentuk sebagai elemen dekoratif sekaligus informasi dapat
dijumpai sebagai bendera atau umbul-umbul.
6. Tanda yang berbentuk spanduk
Penandaan dalam bentuk spanduk biasanya dipakai sebagi media untuk
menyampaikan acara-acara tententu
7. Tanda sebagai sirkulasi transportasi
Tanda ini digunakan untuk mengatur pergerakan lalu lintas untuk mengurangi
kemacetan atau tundaan yang mungkin terjadi.
• Pedagang kaki lima
• Pos polisi lalu lintas
• Tempat sampah
• Sarana utilitas : listrik dan telepon
Prinsip-prinsip penataan yang menjadi dasar bagi analisis Sistem Ruang Terbuka
dan Tata Hijau :
(1) Secara Fungsional, meliputi:
(a) Pelestarian ruang terbuka kawasan Pendistribusian berbagai jenis ruang terbuka
yang disesuaikan dengan kebutuhan tipologis fungsi/ peruntukan, sirkulasi dan
elemen perancangan lainnya.
(b) Aksesibilitas publik
(i) Penciptaan integrasi sosial secara keruangan bagi semua pengguna
(termasuk penyandang cacat dan lanjut usia) pada berbagai ruang terbuka
kawasan yang ada;
(ii) Penciptaan ruang publik yang dapat diakses secara terbuka (sebesar-
besarnya) oleh public sehingga dapat memperkaya karakter dan integrasi
sosial para pemakai ruang kota.
48 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
(c) Keragaman fungsi dan aktivitas
(i) Penciptaan ruang yang dapat mengadaptasi dan mengadopsi berbagai
aktivitas interaksi social yang direncanakan, dan tetap mengacu pada
ketentuan rencana tata ruang wilayah;
(ii) Penetapan kualitas ruang yang menyediakan lingkungan yang aman,
nyaman, sehat dan menarik, serta berwawasan ekologis.
(d) Skala dan proporsi ruang yang manusiawi dan berorientasi bagi pejalan kaki
(i) Penciptaan keseimbangan ruang terbuka atau pun ruang terbuka
antarbangunan dengan tema ramah bagi pejalan kaki sekaligus
menghidupkan ruang kawasan melalui berbagai aktivitas pada area pejalan
kaki;
(ii) Penciptaan iklim mikro berskala lingkungan yang memberi kenyamanan dan
keserasian pada area pejalan kaki.
(e) Sebagai pengikat lingkungan/bangunan Penciptaan ruang terbuka sebagai
sarana interaksi dan sosialisasi penghuni, atau pun ruang pengikat/penyatu
antarbangunan kelompok bangunan.
(f) Sebagai pelindung, pengaman dan pembataslingkungan/bangunan bagi pejalan
kaki.
Penciptaan ruang terbuka dan tata hijau sebagai pelindung, peneduh, maupun
pembatas antarruang.
(2) Secara Fisik dan Nonfisik, meliputi:
(a) Peningkatan estetika, karakter dan citra kawasan
(b) Kualitas fisik
Perancangan lingkungan yang memenuhi criteria kenyamanan bagi pemakai,
kelancaran sirkulasi udara, pancaran sinar matahari, tingkat kebisingan, dan
aspek klimatologi lainnya.
(c) Kelengkapan fasilitas penunjang lingkungan
Penyediaan elemen pendukung kegiatan seperti street furniture (kios, tempat
duduk, lampu, material perkerasan elemen, dan lain-lain).
(3) Dari Sisi Lingkungan, meliputi:
(a) Keseimbangan kawasan perencanaan dengan sekitar
(b) Keseimbangan dengan daya dukung lingkungan
(c) Kelestarian ekologis kawasan
(d) Pemberdayaan kawasan
49 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
(i) Pengembangan potensi bentang alam sebagai unsur kenyamanan kota
dengan merencanakannya sebagai ruang terbuka bagi publik;
(ii) Penekanan adanya pelestarian alam dengan merencanakan proteksi
terhadap area bentang alam yang rawan terhadap kerusakan.
F. Tata Kualitas Lingkungan
Penataan Kualitas Lingkungan merujuk pada upaya rekayasa elemen-elemen
kawasan yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan atau subarea dengan
sistem lingkungan yang informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu.
Analisis Tata Kualitas Lingkungan terdiri dari Komponen – komponen analisis :
(1) Konsep Identitas Lingkungan, yaitu perancangan karakter (jati diri) suatu
lingkungan yang dapat diwujudkan melalui pengaturan dan perancangan elemen fisik
dan nonfisik lingkungan atau subarea tertentu.
Pengaturan ini terdiri atas:
a) Tata karakter bangunan/lingkungan (built-in signage and directional system),
yaitu pengolahan elemen-eleman fisik bangunan/lingkungan untuk mengarahkan
atau memberi tanda pengenal suatu lingkungan/bangunan, sehingga pengguna
dapat mengenali karakter lingkungan yang dikunjungi atau dilaluinya sehingga
memudahkan pengguna kawasan untuk berorientasi dan bersirkulasi.
b) Tata penanda identitas bangunan, yaitu pengolahan elemen-eleman fisik
bangunan/lingkungan untuk mempertegas identitas atau penamaan suatu
bangunan sehingga pengguna dapat mengenali bangunan yang menjadi
tujuannya.
c) Tata kegiatan pendukung secara formal dan informal (supporting activities),
yaitu pengolahan secara terintegrasi seluruh aktivitas informal sebagai pendukung
dari aktivitas formal yang diwadahi dalam ruang/bangunan, untuk menghidupkan
interaksi social dari para pemakainya.
Lynch (1960) menguraikan secara rinci tentang lima komponen pembentuk identitas
lingkungan, yaitu sebagai berikut:
a. Path, adalah ruang luar yang menghubungkan beberapa jenis pusat kegiatan,
dapat berupa pedestrian, jalan lorong tempat pejalan kaki dan lain-lain.
b. Edge, adalah ruang luar yang menjadi pembatas antara dua kegiatan atau
antar jenis penggunaan, dapat berupa ruang luar yang menjadi pembatas
antara bangunan dengan ruang terbuka hijau, pembatas bangunan dengan
jalan, bangunan dengan pedestrian, dan lain-lain.
50 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
c. Node, adalah suatu bagian dari kota yang secara fungsional menonjol dalarn
arti sebagai suatu konsentrasi kegiatan manusia, merupakan lokasi-lokasi
strategis berupa ruang luar yang mempunyai intensitas kegiatan tinggi seperti
sudut-sudut jalan atau persimpangan jalan, ruang terbuka yang seakan menjadi
pusat distrik seperti tempat pemberhentian kendaraan umum.
d. Landmark, adalah struktur fisik yang bersifat dominan dan akan menjadi
perhatian utama di dalam suatu lingkungan kota, dapat berupa struktur
dominan yang secara fisik memang lebih menonjol dibanding dengan struktur
lainnya, tetapi suatu landmark mungkin juga tidak dicirikan sebagai suatu
struktur yang menonjol tetapi dikenal luas karena nilai seni atau sejarah atau
penampilannya yang khas.
e. District, merupakan integrasi dari berbagai kegiatan fungsional, lokasi suatu
kawasan didasarkan pada pertimbangan fungsi pelayanan, pertimbangan
strategis, jenis kegiatan fungsional serta intensitas perkembangannya.
(2) Konsep Orientasi Lingkungan, yaitu perancangan elemen fisik dan nonfisik guna
membentuk lingkungan yang informatif sehingga memudahkan pemakai untuk
berorientasi dan bersirkulasi.
Pengaturan ini terdiri atas:
a) Sistem tata informasi (directory signage system), yaitu pengolahan elemen fisik di
lingkungan untuk menjelaskan berbagai informasi/petunjuk mengenai tempat
tersebut, sehingga memudahkan pemakai mengenali lokasi dirinya terhadap
lingkungannya.
b) Sistem tata rambu pengarah (directional signage system), yaitu pengolahan
elemen fisik di lingkungan untuk mengarahkan pemakai bersirkulasi dan
berorientasi baik menuju maupun dari bangunan atau pun area tujuannya.
(3) Wajah Jalan, yaitu perancangan elemen fisik dan nonfisik guna membentuk
lingkungan berskala manusia pemakainya, pada suatu ruang publik berupa ruas jalan
yang akan memperkuat karakter suatu blok perancangan yang lebih besar.
Pengaturan ini terdiri atas:
a) Wajah penampang jalan dan bangunan;
b) Perabot jalan (street furniture);
c) Jalur dan ruang bagi pejalan kaki (pedestrian);
d) Tata hijau pada penampang jalan;
e) Elemen tata informasi dan rambu pengarah pada penampang jalan;
f) Elemen papan reklame komersial pada penampang jalan.
51 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
G. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan
Sistem prasarana dan utilitas lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik suatu
lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan
berfungsi sebagaimana semestinya. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan mencakup
jaringan air bersih dan air limbah, jaringan drainase, jaringan persampahan, jaringan gas
dan listrik, serta jaringan telepon, sistem jaringan pengamanan kebakaran, dan sistem
jaringan jalur penyelamatan atau evakuasi.
Analisis Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan terdiri dari Komponen- komponen
analisis :
(1) Sistem jaringan air bersih, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan
penyediaan air bagi penduduk suatu lingkungan, yang memenuhi persyaratan bagi
operasionalisasi bangunan atau lingkungan, dan terintegrasi dengan jaringan air
bersih secara makro dari wilayah regional yang lebih luas.
(2) Sistem jaringan air limbah dan air kotor, yaitu system jaringan dan distribusi
pelayanan pembuangan/pengolahan air buangan rumah tangga, lingkungan
komersial, perkantoran, dan bangunan umum lainnya, yang berasal dari manusia,
binatang atau tumbuh-tumbuhan, untuk diolah dan kemudian dibuang dengan cara-
cara sedemikian rupa sehingga aman bagi lingkungan, termasuk di dalamnya
buangan industri dan buangan kimia.
(3) Sistem jaringan drainase, yaitu sistem jaringan dan distribusi drainase suatu
lingkungan yang berfungsi sebagai pematus bagi lingkungan, yang terintegrasi
dengan system jaringan drainase makro dari wilayah regional yang lebih luas.
(4) Sistem jaringan persampahan, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan
pembuangan/pengolahan sampah rumah tangga, lingkungan komersial, perkantoran
dan bangunan umum lainnya, yang terintegrasi dengan system jaringan pembuangan
sampah makro dari wilayah regional yang lebih luas.
(5) Sistem jaringan listrik, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan
daya listrik dan jaringan sambungan listrik bagi penduduk suatu lingkungan, yang
memenuhi persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan, dan
terintegrasi dengan jaringan instalasi listrik makro dari wilayah regional yang lebih
luas.
(6) Sistem jaringan telepon, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan
kebutuhan sambungan dan jaringan telepon bagi penduduk suatu lingkungan yang
memenuhi persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan, yang
52 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
terintegrasi dengan jaringan instalasi listrik makro dari wilayah regional yang lebih
luas.
(7) Sistem jaringan pengamanan kebakaran, yaitu system jaringan pengamanan
lingkungan/kawasan untuk memperingatkan penduduk terhadap keadaan darurat,
penyediaan tempat penyelamatan, membatasi penyebaran kebakaran, dan/atau
pemadaman kebakaran.
(8) Sistem jaringan jalur penyelamatan atau evakuasi, yaitu jalur perjalanan yang
menerus (termasuk jalan ke luar, koridor/selasar umum dan sejenis) dari setiap
bagian bangunan gedung termasuk di dalam unit hunian tunggal ke tempat aman,
yang disediakan bagi suatu lingkungan/ kawasan sebagai tempat penyelamatan atau
evakuasi.
Prinsip-prinsip penataan yang menjadi dasar bagi analisis Sistem Prasarana dan
Utilitas Lingkungan :
(1) Secara Fungsional, meliputi:
a) Strategi penetapan sistem yang tepat.
Penetapan sistem prasarana dan utilitas yang tepat sesuai dengan tipe penataan
lingkungan yang ditetapkan pada kawasan perencanaan.
b) Kualitas dan taraf hidup pengguna.
Penetapan sistem yang dapat mencapai kualitas lingkungan kota yang layak huni
baik dari segi keamanan, keselamatan maupun kesehatan (higienitas), sekaligus
dapat mendorong penciptaan kualitas hidup dan kenyamanan warga.
c) Integrasi
(i) Integrasi berbagai elemen utilitas dalam satu ruang kontrol secara bersamaan
akan memudahkan pembangunan dan pengontrolan;
(ii) Penciptaan suatu sistem yang terpadu dan terkait dengan sistem dan kapasitas
prasarana/infrastruktur wilayah/kawasan secara lebih luas.
(2) Secara Fisik, meliputi:
Aspek estetika, karakter dan citra kawasan
(a) Penataan elemen prasarana dan utilitas diselesaikan dengan
mempertimbangkan aspek estetika baik pada bagian dari perabot jalan, public
art, maupun elemen lansekap.
(b) Penempatan elemen utilitas yang terlihat dari ruang luar atau di muka tanah
diupayakan menjadi bagian dari elemen wajah kawasan atau wajah jalan dan
dikaitkan dengan pembentukan karakter khas.
53 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
NNiSSi
NSNiSiLQ
//
//
==
(3) Secara Lingkungan, meliputi:
(a) Lingkungan yang berlanjut
Penetapan sistem yang sekaligus menerapkan proses daur ulang untuk
mewujudkan keberlanjutan system ekologis, khususnya pada sistem
persampahan dan air limbah.
(b) Keseimbangan jangka waktu pembangunan
Penetapan sistem pelaksanaan konstruksi/pembangunan yang berimbang dan
bertahap.
(c) Keseimbangan daya dukung lingkungan
Penetapan keseimbangan antara kebutuhan & daya dukung lingkungan secara
luas.
(4) Dari Sisi Pemangku Kepentingan, meliputi:
Keseimbangan kepentingan bersama antarpelaku kota
(a) Penetapan sistem yang dikelola berdasarkan kesepakatan dari, oleh dan untuk
masyarakat.
(b) Penetapan kewenangan yang jelas pada saat penyediaan, pengelolaan, dan
perawatan, yang terkait dengan peraturan daerah dan instansi atau pun
pemangku kepentingan terkait
E.1.5.2.4 Analisis Industri Penggerak Kawasan Industri
Dalam analisis ini dilakukan melalui pendekatan LQ, Shit share, serta analisis
cluster. Metode LQ bertujuan untuk menunjukkan dominasi dan peranan suatu sektor
industri dalam lingkup daerah tertentu.
Teknik analisis:
Dengan :
Si = Besaran dari suatu kegiatan tertentu yang akan diukur di daerah yang ditelaah.
Ni = Besaran total untuk kegiatan tertentu dalam daerah yang lebih luas.
S = Besaran total untuk seluruh kegiatan di daerah yang diteliti (ditelaah).
N = Besaran total untuk seluruh kegiatan di daerah yang lebih luas.
Sementara metode shift share bertujuan untuk melihat perkembangan/
pertumbuhan dari sektor industri pada kawasan indsutri yang telah ditetapkan. Teknik
analisis, meliputi:
54 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Metode Analisa Shift, dengan rumus
Total Shift : ST = Ejt – (Et/Eo)Ejo
Differential Shift : SD = Eijt – (Eit/Eio)Eijo
Proportionality Shift : SP = ST – SD
Metode Analisa Share, dengan rumus : N = Ejo (Et/Eo) – Eoj
Dimana :
Ejo = Besaran aktivitas ekonomi di daerah j pada tahun dasar.
E = Besaran aktivitas ekonomi nasional atau sistem daerah yang
lebih luas pada tahun terakhir.
Eo = Besaran aktivitas ekonomi nasional atau sistem daerah
yang lebih luas pada tahun dasar
Pemodelan Cluster
Analisis dengan pemodelan cluster merupakan teknik multivariat yang mempunyai
tujuan utama untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristik yang
dimilikinya. Analisis cluster mengklasifikasi objek sehingga setiap objek yang paling dekat
kesamaannya dengan objek lain berada dalam cluster yang sama. Cluster-cluster yang
terbentuk memiliki homogenitas internal yang tinggi dan heterogenitas eksternal yang
tinggi. Berbeda dengan teknik multivariat lainnya, analisis ini tidak mengestimasi set
vaiabel secara empiris sebaliknya menggunakan setvariabel yang ditentukan oleh peneliti
itu sendiri. Fokus dari analisis cluster adlah membandingkan objek berdasarkan set
variabel, hal inilah yang menyebabkan para ahli mendefinisikan set variabel sebagai
tahap kritis dalam analisis cluster. Set variabel cluster adalah suatu set variabel yang
merpresentasikan karakteristik yang dipakai objek-objek. Bedanya dengan analisis faktor
adalah bahwa analisis cluster terfokus pada pengelompokan objek sedangkan analisis
faktor terfokus pada kelompok variabel.
Solusi analisis cluster bersifat tidak unik, anggota cluster untuk tiap
penyelesaian/solusi tergantung pada beberapa elemen prosedur dan beberapa solusi
yang berbeda dapat diperoleh dengan mengubah satu elemen atau lebih. Solusi cluster
secara keseluruhan bergantung pada variabel-variaabel yang digunakan sebagai dasar
untuk menilai kesamaan. Penambahan atau pengurangan variabel-variabel yang relevan
dapat mempengaruhi substansi hasi analisisi cluster.
a. Cara Kerja Analisis Cluster
Secara garis besar ada tiga hal yang harus terjawab dalam proses kerja analisis
cluster, yaitu :
55 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
1. Bagaimana mengukur kesamaan ?
Ada tiga ukuran untuk mengukur kesamaaan antar objek, yaitu ukuran korelasi,
ukuran jarak, dan ukuran asosiasi.
2. Bagaimana membentuk cluster ?
Prosedur yang diterapkan harus dapat mengelompokkan objek-objek yang
memiliki kesamaan yang tinggi ke dalam sutau cluster yang sama.
3. Berapa banyak cluster/kelompok yang akan dibentuk ?
Pada prinsipnya jika jumlah cluster berkurang maka homogenitas alam cluster
secra otomatis akan menurun.
b. Proses Analisis Cluster
Sebagaimana teknik multivariat lain proses analisis cluster dapat dijelaskan dalam
enam tahap sebagai berikut :
Tahap Pertama : Tujuan Analisis Cluster Tujuan utama analisis cluster adalah mempartisi suatu set objek menjadi dua kelompok
atau lebih berdasarkan kesamaan karakteristik khusus yang dimilikinya.
Dalam pembentukan kelompok/cluster dapat dicapai tiga tujuan, yaitu :
A. Deskripsi klasifikasi (Taxonomy Description)
Penerapan anallisis cluster secara tradisisonal bertujuan mengeksplorasi dan
membentuk suatu klasisfikasi/taksonomi secara empiris. Karena kemampuan partisinya
analisis cluster dapat diterapkan secara luas. Meskipun secara empiris merupakan teknik
eksplorasi analisis cluster dapat pula digunakan untuk tujuan konfirmasi.
a. Penyederhanaan Data
Penyederhanaan data merupakan bagian dari suatu taksonomi. Dengan struktur
yang terbatas observasi/objek dapat dikelompokkan untuk analisis selanjutnya.
b. Identifikasi Hubungan (Relationship Identification)
Hubunganantar objek diidentifikasi secara empiris. Struktur analisis cluster yang
sederhana dapat menggambarkan adanya hubungan atau kesamaan dan
perbedaan yang tidak dinyatakan sebelumnya.
Pemilihan pada Pengelompokan Variabel
Tujuan analisis cluster tidak dapat dipisahkan dengan pemilihan variabel
yang digunakan untuk menggolongkan objek ke dalam clucter-cluster. Cluster
yang terbentuk merefleksikan struktur yang melekat pada data seperti yang
didefinisikan oleh variabel-variabel. Pemilihan variabel harus sesuai dengan teori
dan konsep yang umum digunakan dan harus rasional. Rasionalitas ini didasarkan
pada teori-teori eksplisit atau penelitian sebelumnya. Variabel-variabel yang
56 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
dipilih hanyalah variabel yang dapat mencirikan objek yang akan dikelompokkan
dan secara spesifik harus sesuai dengan tujuan analisis cluster.
Tahap Kedua : Desain Penelitian dalam Analisis Cluster
Tiga hal penting dalam tahap ini adalah pendeteksian outlier, mengukur kesamaan, dan
standarisasi data.
A. Pendeteksian Outlier
Outlier adlah suatu objek yang sangat berbeda dengan objek lainnya. Outlier
dapat digambarkan sebagai observasi yang secara nyata kebiasaan, tidak mewakili
populasi umum, dan adanya undersampling dapat pula memunculkan outlier. Outlier
menyebabkan menyebabkan struktur yang tidak benar dan cluster yang terbentuk
menjadi tidak representatif.
B. Mengukur Kesamaan antar Objek
Konsep kesamaan adalah hal yang fundamental dalam analisis cluster.
Kesamaan antar objek merupakan ukuran korespondensi antar objek. Ada tiga metode
yang dapat diterapkan, yaitu ukuran korelasi, ukuran jarak, dan ukuran asosiasi.
a. Ukuran Korelasi
Ukuran ini dapat diterapkan pada data dengan skala metrik, namun jarang
digunakan karena titik bertnya pada nilai suatu pola tertentu, padahal tisik berat
analisis cluster adalah besarnya objek. Kesamaan antar objek dapat dilihat dari
koefisien korelasi antar pasangan objek yang diukur dengan beberapa variabel.
b. Ukuran Jarak
Merupakan ukuran yang paling sering digunakan. Diterapkan untuk data berskala
metrik. Sebenarnya merupakan ukuran ketidakmiripan, dimana jarak yang besar
menunjukkan sedikit kesamaan sebaliknya jarak yang pendek/kesil menunjukkan
bahwa suatu objek makin mirip dengan objek lain. Bedanya dengan ukuran
korelasi adalah bnahwa ukuran jarak fokusnya pada besarnya nilai. Cluster
berdasarkan ukuran korelasi bisa saja tidak memiliki kesamaan nilai tapi memiliki
kesamaan pola, sedangkan cluster dberdasrkan ukuran jarak lebih memiliki
kesamaan nilai meskipun polanya berbeda.
Ada beberapa tipe ukuran jarak antara lain jarak Euklidian, jarak city-Box, dan
jarak Mahalanobis. Ukuran yang paling sering digunakan adalah jarak Euklidian.
Jarak Euklidian adalah besarnya jarak suatu garis lurus yang menghubungkan
antar objek.
c. Ukuran Asosiasi
57 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Ukuran asosiasi dipakai untuk mengukur data berskala nonmetrik (nominal atau
ordinal).
C. Standarisasi Data
a. Standarisasi Variabel
Bentuk paling umum dalam standarisasi variabel adalah konversi setiap variabel
terhadap skor atandar ( dikenal dengan Z score) dengan melakukan substraksi
nilai tengan dan membaginyadengan standar deviasi tiap variabel.
b. Standarisasi Data
Berbeda dengan standarisasi variabel, standarisasi ndata dilakukan terhadap
observasi/objek yang akan dikelompokkan.
Tahap Ketiga : Asumsi-asumsi dalam Analisis Cluster
Seperti hal teknik analisis lain,analisis cluster juga menetapkan adanya suatu asumsi.
Ada dua asumsi dalam analisis cluster, yaitu :
• Kecukupan Sampel untuk merepresentasikan/mewakili Populasi
Biasanya suatu penelitian dilakukan terhadap populasi diwakili oleh sekelompok
sampel. Sampel yang digunakan dalam analisis ckuster harus dapat mewakili populasi
yang ingin dijelaskan, karena analisis ini baik jika sampel representatif. Jumlah sampel
yang diambil tergantung penelitinya, seorang peneliti harus yakin bahwa sampil yang
diambil representatif terhadap populasi.
• Pengaruh Multukolinieritas
Ada atau tidaknya multikolinieritas antar variabel sangat diperhatikan dalam analisis
cluster karena hal itu berpengaruh, sehingga variabel-variabel yang bersifat
multikolinieritas secara eksplisit dieprtimbangkan dengan lebih seksama.
Tahap Keempat : Proses Mendapatkan Cluster dan Menilai kelayakan secara keseluruhan
Ada dua proses penting yaitu algoritma cluster dalam pembentukan cluster dan
menentukan jumlah cluster yang akan dibentuk. Keduanya mempunyai implikasi
substansial tidak hanya pada hasil yang diperoleh tetapi juga pada interpretasi yang akan
dilakukan terhadap hasil tersebut.
Algoritma Cluster Algoritma cluster harus dapat memaksimalkan perbedaan relatif cluster terhadap
variasi dalam cluster. Dua metode paling umum dalam algoritma cluster adalahmetode
hirarkhi dan metode non hirarkhi. Penentuan metode mana yag akan dipakai tergantung
kepada peneliti dan konteks penelitian dengan tidak mengabaikan substansi, teori dan
konsep yang berlaku. Keduanya memiliki kelebihan sendiri-sendiri. Keuntungan metode
58 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
hirarkhi adalah cepat dalam proses pengolahan sehingga menghemat waktu, namun
kelemahannya metode ini dapat menimbulkan kesalahan. Selain itu tidak baik diterapkan
untuk menganalisis sampel dengan ukuran besar. Metode Non Hirarkhi memiliki
keuntungan lebih daripada metode hirarkhi. Hasilnya memiliki sedikit kelemahan pada
data outlier, ukuran jarak yang digunakan, dan termasuk variabel tak relevan atau
variabel yang tidak tepat. Keuntungannya hanya dengan menggunakan titik bakal
nonrandom, penggunaan metode non hirarkhi untuk titik bakal random secara nyata
lebih buruk dari pada metode hirarkhi.
Alternatif lain adalah dengan mengkombinasikan kedua metode ini. Pertama
gunakan metode hirarkhi kemudian dilanjutkan dengan metode non hirarkhi.
A. Metode Hirarkhi
Tipe dasar dalam metode ni adalah aglomerasi dan pemecahan. Dalam metode
aglomerasi tiap observasi pada mulanya dianggap sebagai cluster tersendiri sehingga
terdapat cluster sebyak jumlah observasi. Kemudian dua cluster yang terdekat
kesamaannya digabung menjadi suatu cluster babru, sehingga jumlah cluster berkurang
satu pada tiap tahap. Sebaliknya pada metode pemecahan dimulai dari satu cluster besar
yang mengandung seluruh observasi, selanjutnya observasi-observasi yang paling tidak
sama dipisah dan dibentuk cluster-cluster yang lebih kecil. Proses ini dilakukan hingga
tiap observasi menjadi cluster sendiri-sendiri.
Hal penting dalam metode hirarkhi adalah bahwa hasil pada tahap sebelumnya selalu
bersarang di dalam hasil pada tahap berikutnya, membentuk sebuah pohon. Ada lima
metode aglomerasi dalam pembentukan cluster, yatiu :
a. Pautan Tunggal (Single Linkage)
Metode ini didasarkan pada jarak minimum. Dimulai dengan dua objek yang
dipisahkan dengan jarak paling pendek maka keduanya akan ditempatkan pada
cluster pertama, dan seterusnya. Metode ini dikenal pula dengan nama
pendekatan tetangga terdekat.
B. Pautan Lengkap (Complete Linkage)
Disebut juga pendekatan tetangga terjauh. Dasarnya adalah jarak maksimum.
Dalam metode ini seluruh objek dalam suatu cluster dikaitkan satu sama lain pada
suatu jarak maksimuma atau dengan kesamaan minimum.
C. Pautan Rata-rata (Average Linkage)
Dasarnya adalah jarak rata-rata antar observasi. pengelompokan dimulai dari
tengan atau pasangan observasi dengan jarak paling mendekati jarak rata-rata.
59 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
D. Metode Ward (Ward’s Method)
Dalam metode ini jarak antara dua cluster adalah jumlah kuadrat antara dua
cluster untuk seluruh variabel. Metode ini cenderung digunakan untuk
mengkombinasi cluster-cluster dengan jumlah kecil.
E. Metode Centroid
Jarak antara dua cluster adalah jarak antar centroid cluster tersebut. Centroid
cluster adalah nilai tengah observasi pada variabel dalam suatu set variabel
cluster. Keuntungannya adalah outlier hanya sedikit berpengaruh jika
dibandingkan dengan metode lain.
B. Metode Non Hirarkhi
Masalah utama dalam metoda non hirarkhi adalah bagaimana memilih bakal cluster.
Harus disadari pengaruh pemilihan bakal cluster terhadap hasil akhir analisis cluster.
Bakal cluster pertama adalah observasi pertama dalam set data tanpa missing value.
Bakal kedua adalah observasi lengkap berikutnya (tanpa missing data) yang dipisahkan
dari bakal pertama oleh jarak minimum khusus. Ada tiga prosedur dalam metode non
hirarkhi, yaitu :
a. Sequential threshold
Metode ini dimulai dengan memilih bakal cluster dan menyertakan seluruh objek
dalam jarak tertentu. Jika seluruh objek dalam jarak tersebut disertakan, bakal
cluster kedua terpilih, kemudian proses terus berlangsung seperti sebelumnya.
b. Parallel Threshold
Metode ini memilih beberapa bakal cluster secara simultan pada permulaannya
dan menandai objek-objek dengan jarak permulaan ke bakal terdekat.
c. Optimalisasi
Metode ketiga ini mirip dengan kedua metode sebelumnya kecuali pada
penandaan ulang terhadap objek-objek.
Hal penting lain dalam tahap keempat adalah menentukan jumlah cluster yang akan
dibentuk.Sebenarnya tidak ada standar,prosedur pemilihan tujuan eksis. Karena tidak
ada kriteria statistik internal digunakan untuk inferensia, seperti tes signifikansipada teknik
multivariat lainnya, para peneliti telah mengembangkan beberapa kriteria dan petunjuk
sebagai pendekatan terhadap permasalahan ini dengan memperhatikan substansi dan
aspek konseptual.
60 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Tahap Kelima : Interpretasi terhadap Cluster Tahap interpretasi meliputi pengujian tiap cluster dalam term untuk menamai dan
menandai dengan suatu label yang secara akurat dapat menjelaskan kealamian cluster.
Proes ini dimulai dengan suatu ukuran yang sering digunakan yaitu centroid cluster.
Membuat profil dan interpretasi cluster tidak hanya tidak hanya untuk memoeroleh suatu
gambaran saja melainkan pertama, menyediakan suatu rata-rata untuk menilai
korespondensi pada cluster yang terbentuk, kedua, profil cluster memberikan araha bagi
penilainan terhadap signifikansi praktis.
Tahap Keenam: Proses Validasi dan Pembuatan Profil (PROFILING) Cluster
A. Proses validasi solusi cluster
Proses validasi bertujuan menjamin bahwa solusi yang dihasilkan dari analisis
cluster dapat mewakili populasi dan dapat digeneralisasi untuk objek lain. Pendekatan ini
membandingkan solusi cluster dan menilai korespondensi hasil. Terkadang tidak dapat
dipraktekkan karena adanya kendala waktu dan biaya atau ketidaktersediaan ibjek untuk
analisis cluster ganda.
B. Pembuatan Profil ( Profiling) Solusi Cluster
Tahap ini menggambarkan karakteristik tiap cluster untuk menjelaskan cluster-
cluster tersebut dapat dapat berbeda pada dimensi yang relevan. Titik beratnta
pada karakteristik yang secara signifikan berbeda antar clustre dan
memprediksi anggota dalam suatu cluster khusus.
Secara keseluruhan proses analisis cluster berakhir setelah keenam tahap ini
dilalui. Hasil analisis cluster dapat digunakan untuk berbagai kepentingan sesuai
dengan materi yang dianalisis.
E.1.5.2.5 Analisis Kelembagaan
Analisis Kelembagaan digunakan untuk memfasilitasi kajian hubungan antara
masyarakat dengan lembaga-lembaga yang ada di lingkungannya. Hasil pengkajian
dituangkan ke dalam Diagram Venn, yang akan menunjukkan besarnya manfaat,
pengaruh dan dekatnya hubungan suatu lembaga dengan masyarakat.
Informasi yang dikaji adalah :
Lembaga secara umum, yaitu informasi mengenai semua lembaga yang
berhubungan dengan masyarakat desa, baik yang berada di desa tersebut, maupun
yang berada di luar desa tetapi berhubungan dengan desa. Jenis lembaga yang dikaji
adalah :
61 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Lembaga-lembaga lokal
Lembaga-lembaga pemerintahan
Lembaga-lembaga swasta
Lembaga-lembaga khusus, yaitu informasi mengenai lembaga-lembaga tertentu saja.
Sumber informasi yang dipergunakan adalah:
Sumber informasi utama adalah para warga masyarakat, terutama mereka secara
langsung maupun tidak langsung mempunyai pengalaman yang menyangkut
lembaga-lembaga yang bersangkutan.
Informasi dari masyarakat bisa dicek silang dengan informasi dari pengelolaan
lembaga yang bersangkutan.
Data sekunder.
E.1.5.2.6 Analisis Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial kawasan industri dikaji melalui 2 faktor, yakni
faktor Eksternal dan Internal.
A. Faktor Eksternal
Faktor Ekternal yang dmaksud adalah faktor eksternal perputaran bisnis di
Kawasan industri, meliputi :
1. Data Potensi Kabupaten Bangkalan
a. Potensi Lingkungan Fisik
b. Potensi Lingkungan Sosial Budaya
c. Lingkungan Sosial Ekonomi
d. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bangkalan : (a) Kebijakan
Pengembangan Produksi dan Pemasaran komoditi unggulan, (b)
Kebijakan Fiskal dan Nonfiskal bagi Investor, (c) Kebijakan Jaminan
kepastian hukum bagi investor, (d) Kebijakan Jaminan keamanan
dan ketertiban bagi investor, (e) Kebijakan Jaminan zero illegal fee
(bebas pungutan liar), (f) Kebijakan kemudahan penyelesaian
masalah dalam keadaan force major;
2. Data Umum Kawasan
a. Potensi Lingkungan Fisik
b. Lingkungan Sosial Budaya
c. Lingkungan Ekonomi.
3. Peluang Pasar hasil industri.
4. Potensi kompetitor bisnis
62 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
B. Faktor Internal
Faktor Internal yang dimaksud adalah faktor internal bisnis di Kawasan Industri
Kabupaten Bangkalan, meliputi :
1. Tujuan Situasional Perusahaan
2. Fungsi-fungsi Baku Perusahaan
a. Fungsi Transaksi
b. Fungsi Perebutan Pelanggan
c. Fungsi Produksi
d. Fungsi Perencanaan Pemasaran
e. Fungsi Perencanaan Produksi
f. Fungsi Riset Pasar dan Pemasaran
g. Fungsi Riset dan Pengembangan Produksi.
E.1.5.2.7 Konsep Pengembangan Kawasan Industri Kabupaten Bangkalan A. Analisis Efas – Ifas
Analisis IFAS-EFAS adalah analisis untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembangan sector sanitasi, yaitu untuk melihat Strength (kekuatan),
Weakness (kelemahan), Opportunity (kesempatan) dan Threathen (ancaman), dan
menginventarisasi faktor-faktor tersebut dalam Strategis
pengembangansanitasilingkunganKabupatenKonawe yang dipakai sebagai dasar untuk
menentukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan dalam pengembangan
selanjutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan tersebut adalah sebagai
berikut :
• Potensi (Strength) : kekuatan apa yang dapat dikembangkan agar lebih
tangguh, sehingga dapat bertahan di pasaran, yang berasal dari dalam wilayah itu
sendiri
• Masalah (Weaknes ) : segala faktor yang merupakan masalah atau kendala yang
datang dari dalam wilayah atau obyek itu sendiri
• Peluang (Opportunities) : Kesempatan yang berasal dari luar wilayah studi.
Kesempatan tersebut diberikan sebagai akibat dari pemerintah, peraturan atau
kondisi ekonomi secra global
• Ancaman (Threaten) : merupakan hal yang dapat mendatangkan kerugian yang
berasal dari luar wilayah atau obyek
Keempat faktor tersebut masing-masing dianalisis yang ditinjau dari beberapa variabel
yang akan mempengaruhi pengembangan. Kemudian dilakukan penilaian untuk
63 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
mengetahui posisi obyek pada kuadran SWOT. Dari penilaian tersebut diketahui
koordinat pada sumbu X dan sumbu Y, sehingga diketahui posisinya sebagai berikut :
a. Kwadran I (Growth), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada kuadran ini terdiri
dari dua ruang yaitu :
Ruang A dengan Rapid Growth Strategy yaitu Strategis pertumbuhan aliran cepat
untuk diperlihatkan pengembangan secara maksimal untuk target tertentu dan
dalam waktu singkat
Ruang B dengan Stable Growth Strategy yaitu Strategis pertumbuhan stabil
dimana pengembangan dilakukan secara bertahap dan target disesuaikan dengan
kondisi
b. Kwadran II (Stability), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada kuadran ini terdiri
dari dua ruang yaitu :
Ruang C dengan Agresif Maintenance Strategy dimana pengelola obyek
melaksanakan pengembangan secara aktif dan agresif
Ruang D dengan Selective Maintenance Strategy dimana pengelolaan obyek
adalah dengan pemilihan hal-hal yang dianggap penting
c. Kwadran III (Survival), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada kuadran ini terdiri
dari dua ruang yaitu :
Ruang E dengan Turn Around Strategy yaitu Strategis bertahan dengan cara
tambal sulam untuk operasional obyek
Ruang F dengan Guirelle Strategy yaitu Strategis gerilya, sambil operasional
dilakukan, diadakan pembangunan atau usaha pemecahan masalah dan
ancaman
d. Kwadran IV (Diversification), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada kuadran ini
terdiri dari dua ruang yaitu :
Ruang G dengan Concentric Strategy yaitu Strategis pengembangan obyek
dilakukan secara bersamaan dalam satu naungan atau koordinator oleh satu
pihak
Ruang H dengan Conglomerate Strategy yaitu Strategis pengembangan masing-
masing kelompok dengan cara koordinasi tiap sektor itu sendiri.
64BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
(+ ) Internal(KEKUATAN)
(+ ) Eksternal(KESEMPATAN)
(-) Internal(KELEMAHAN)
(-) Eksternal(ANCAMAN)
KuadranKuadranII
Rapid Rapid GrowthGrowth
StabelStabelGrowthGrowth
AgresifAgresifMainteMainte--nancenance
Selective Selective MainteMainte--nancenance
Turn Turn AroundAround
GuirelleGuirelle ConcenConcen--trictric
CongloConglo--meratemerate
KuadranKuadranIIIIII
KuadranKuadranIIII
KuadranKuadranIVIV
Gambar E- 5 Posisi Kawasan Dalam Metode SWOT
B. Analisis Matriks SWOT
Analisa SWOT digunakan untuk penelaahan terhadap kondisi fisik, ekonomi dan
sosial wilayah perencanaan serta struktur ruang dan kelembagaan dari kegiatan
penyusunan Dokumen DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan
Industri Bangkalan. Dari penelaahan terhadap rona wilayah tersebut dihasilkan potensi
dan masalah pengembangan wilayah, yang dipergunakan untuk menentukan arah
pengembangan kawasan indsutri.
Tabel E.7 Matriks Analisis SWOT
Internal Audit
Eksternal Audit
Strengths
Kekuatan
Weakness
Kelemahan
Opprtunities
Kesempatan SO WO
Threats
Ancaman ST WT
65 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Keterangan :
• SO, memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk meraih peluang (O).
• ST, memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk mengantisipasi/
menghadapi ancaman (T) dan berusaha secara maksimal manjadikan ancaman
tersebut sebagai peluang.
• WO, meminimalkan kelemahan (W) untuk meraih peluang (O)
• WT, meminimalkan kelemahan (W) untuk menghindari secara lebih baik dari
ancaman (T)
66 BaB E-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
BAB – F JADWAL PELAKSANAAN
Jadwal Pelaksanaan Penyusunan “DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan” dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
1 BaB F-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Tabel Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
No. Kegiatan Bulan I II III IV V VI
1. Koordinasi Awal
2. Penyusunan Laporan Pendahuluan
3. Pengumpulan Data
4. Pengolahan Data
5. FGD 6. FGD 7. Analisis 8. Penyusunan
Laporan Antara
9. FGD 10 FGD 11. Penyusunan
Laporan Akhir
12 Rapat Koordinasi
13. Revisi Laporan Akhir
2 BaB F-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
BAB – GKOMPOSISI TIM DAN PENUGASAN
Komposisi Tim dan Penugasan Penyusunan “DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan”
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel Komposisi Tim dan Penugasan
Nama Personil Perusahaan Tenaga Ahli Lokal/Asing Lingkup Keahlian Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Jumlah Orang Bulan
Dr. Ken Martina Kasikoen, MT
PT. PASYA MITRA UTAMA
Tenaga Ahli Lokal
Ahli Perencanaan Wilayah
Team Leader • Mengkoordinir tenaga ahli• Menyusun rencana kerja• Menyusun strategi penataan
dan pengembangan kawasanindustri
• Ahli perencanaan wilayahkota
6
Chairul Anam, SE. M.Si
PT. PASYA MITRA UTAMA
Tenaga Ahli Lokal
Ahli Ekonomi Wilayah Tenaga Ahli Ekonomi Wilayah
• Melakukan analisis dayasaing ekonomi kawasan danpengaruh keberadaankawasan industri terhadapperekonomian wilayah
6
Saiful Bahri, SH. M.Hum
PT. PASYA MITRA UTAMA
Tenaga Ahli Lokal
Ahli Hukum Kelembagaan
Tenaga Ahli Hukum/Kelembagaan
• Melakukan analisa terkaitaspek hukum dankelembagaan
5
Aji Suraji, ST Tahajudin, ST
PT. PASYA MITRA UTAMA
Tenaga Ahli Lokal
Ahli Teknik Sipil Tenaga Ahli Teknik Sipil
• Melakukan tindakan mekanikatanah dan topografi
• Rncang infrastruktur kawasan
12
1BaB G-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Nama Personil Perusahaan Tenaga Ahli Lokal/Asing Lingkup Keahlian Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Jumlah Orang Bulan
Euis Prisamayasanti, ST
PT. PASYA MITRA UTAMA
Tenaga Ahli Lokal
Ahli Teknik Sipil Tenaga Ahli Teknik Industri
• Membuat konsep industri danrancangan kegiatan industri didalam kawasan yangterintegrasi antar pabrik danbangunan di dalam kawasanindustri
5
Ratih Widyaningsih, ST
Hani Burhanudin, ST
PT. PASYA MITRA UTAMA
Tenaga Ahli Lokal
Ahli Industri Tenaga Ahli Teknik Lingkungan
• Membuat konsep sistemlingkungandan pembuanganlimbah di dalam kawasan yangterintegrasi antar pabrik danbangunan di dalam kawasanindustri
10
Adi Nugroho Ngetitomo, ST
PT. PASYA MITRA UTAMA
Tenaga Ahli Lokal
Ahli Teknik Lingkungan Tenaga Ahli Arsitek Lanscape
• Membuat konsepperancangan yangmenyangkut eksterior daninterior bangunan
• Bertanggung jawab penuhterhadap seluruh hasilperumusan konsep desainbangunan gedung serta hal-hal lainnya yang terkait
6
Baharudin Achmad, ST
Deny Sukamto Kadarisman, ST
PT. PASYA MITRA UTAMA
Tenaga Ahli Lokal
Ahli Teknik Lingkungan Tenaga Ahli Geologi/Geodesi
• Mengkoordinir pengumpulandan pengolahan data fisikkawasan
• Menganalisis aspekgeografi/topografi dari wilayahmaupun kawasan industridalam peta tematik
5
Ir. Hikmad Lukman PT. PASYA MITRA UTAMA
Tenaga Ahli Lokal
Ahli Cost Estimate Tenaga Ahli Cost Estimator
• Menyusun rancangananggaran biaya
4
Mirza Permana, ST Andi Effendi, ST
PT. PASYA MITRA UTAMA
Tenaga Ahli Lokal
Tenaga Pendukung Drafter • Membantu analisis danrancang bangun serta rancang
20
2BaB G-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
Nama Personil Perusahaan Tenaga Ahli Lokal/Asing Lingkup Keahlian Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Jumlah Orang Bulan
Afdal, ST Aggy Dwi Putrawan, ST
teknis kawasan
Adi Prasetyo, ST Rudy Suwandi, ST Arif Ashari, ST Didin Sukma Jaya, ST Wagisam, ST Wigig Hadisusilo, ST
PT. PASYA MITRA UTAMA
Tenaga Ahli Lokal
Tenaga Pendukung Surveyor • Membantu pengumpulan datadan uji laboratorium
30
Nanang Eko Aryadi, SE Bramasto Ariwibowo, SE
PT. PASYA MITRA UTAMA
Tenaga Ahli Lokal
Tenaga Pendukung Administrasi • Mengurus administrasi
kegiatan
12
3BaB G-
PENYUSUNAN DOKUMEN DED KAWASAN INDUSTRI BANYUWANGI DAN MASTERPLAN KAWASAN INDUSTRI BANGKALAN
BAB – H JADWAL PENUGASAN TENAGA AHLI
Jadwal penugasan Tenaga Ahli dalam penyusunan “DED Kawasan Industri Banyuwangi dan Masterplan Kawasan Industri Bangkalan” dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
1 BaB G-
1 DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota 6
2 Chairul Anam, M.Si. SE Ekonomi Wilayah 6
3 Saiful Bahri, SH, M.Hum Hukum Kelembagaan 5
4 Aji Suraji, ST Teknik Sipil 1 6
5 Tahajuddin, ST Teknik Sipil 2 6
6 Euis Primayasanti, ST Teknik Industri 5
7 Ratih Widyaningsih, ST Teknik Lingkungan 1 5
8 Hani Burhanudin, ST Teknik Lingkungan 2 5
9 Adi Nugroho Ngetitomo, ST Teknik Arsitek Lansecap 6
10 Baharudin Achmad, ST Teknik Geodesi 5
11 Denny Sukamto Kadarisman, ST Teknik Geologi 5
12 Hikamd Lukman, ST Ahli Cost Estimator 4
TENAGA PENDUKUNG
1 Mirza Permana, ST Drafter 5
2 Andi Effendi, ST Drafter 5
3 Afdal, ST Drafter 5
4 Aggy Dwi Putrawan, ST Drafter 5
5 Adi Prasetyo, ST Surveyor 5
BULAN
JADWAL PENUGASAN TENAGA AHLI
Orang
BulanPOSISINAMANO
1 42 3 5 6
TENAGA AHLI