ummu hisyam binti haritsah
DESCRIPTION
Wanita dalam IsilamTRANSCRIPT
UMMU HISYAM BINTI HARITSAH
A. Biografi
Nama : Ummu Hisyam binti Haritsah
Nama ibu : Ummu Khalid binti Khalid bin Ya’isy Al-Anshariyah dari
suku malik (Masuk Islam dan berbaiat pada Nabi)
Nama Ayah : Harisah bin Nu’man dari suku Najar.
Nama saudara : Abdullah,Abdurrahman,Saudah,Umrah.(semuanya berbaiat
pada Nabi)
B. Latar belakang keluarga :
Haritsah bin nu’man adalah seorang tokoh sahabat yang masuk islam
pada masa-masa awal. Beliau masuk Islam lewat dakwahnya Mushab bin
Umair.Dan mengajak seluruh keluarganya serta ibunya untuk masuk
Islam.Beliau sangat berbakti pada ibunya.Aisyah menceritakan bahwa
Rasullah berabda,”Aku tidur dan bermimpi ada di surga.Aku mendengar suara
orang laki-laki membaca Al-Quran.Aku bertanya ,”Siapa orang ini? Para
malaikat menjawab, Ini adalah Haritsah bin Nu’man.”Lalu Rasullah berkata
pada Aisyah,”Itulah pahala kebajikan ,itulah pahala kebajikan.”Nu’man
adalah orang yang paling berbakti pada ibunya.Dia selalu menyuapi ibunya
dan selalu mentaati perintahnya.Dan sepanjang usianya pernah melihat
Malaikat Jibril 2 kali. Pada peristiwa Shauran (dalan sosok Dihya) dan perang
hunain. Malaikat Jibril mengabarkan bahwa dia dijamin rizkinya di
surga.Harisah memiliki beberapa rumah yang dekat dengan tempat tinggal
Nabi,Setiap Keluarga Nabi bertambah ,maka dia memberikan satu persatu
rumahnya.Karena rumahnya dekat dengan rumah Nabi, maka keluarga ini
sering mengantar makanan dan membantu keperluanya selain itu keluarga ini
dapat berinteraksi langsung dengan Nabi dalam menimba ilmu Islam.Bahkan
Ummu Hisyam menghafal surah Qaf langsung dari lisan Nabi.
C. Keistemewaan :
1. Semangat tinggi dalam mempelajari Islam
Ummu Hisyam sangat besemangat dalam mempelajari Islan.Ia tidak
berputus asa dalam menghafal Al-Quran dan hadits,hingga ia menjadi
Hafidhah dan telah meriwayatkan beberapa hadits Nabi.Rasul telah
bersabda,”Orang yang dikehendaki Allah menjadi baik,pasti akan
dipahamkan ajaran Islam.
Rasul bersabda,”Orang yang menempuh perjalanan untuk mencari
ilmu,maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.Para malaikat
meletakkan sayapnya sebagai tanda senang kepada orang yang mencari
ilmu.Orang yang mencari ilmu akan dimintakan ampun oleh penduduk
langit dan penduduk bumi sampai ikan-ikan pun ikut beristighfar
untuknya.Keutamaan orang yang berilmu di banding ahli ibadah.Seperti
keutamaan bulan dibanding bintang lainya .
2. Mengikuti sumpah baiat Ridwan
Pada bulan Dzulqa’dah tahun 6 Hijrah. Nabi mengumumkan
berangkat melaksanakan umrah di Makkah.kaum muslimin menyambut
dengan gembira.1500 orang siap berangkat termasuk Ummu
Hisyam.Ketika orang Quraisy mendengar berita ini ,mereka sepakat untuk
menghalangi kaum muslimin.Sesampainya di Makkah ,Nabi mengutus
Usman bin affan untuk berunding,terdengar kabar bahwa Usman terbunuh,
maka kaum muslimin bersatu padu mengambil sumpah setia.Sumpah setia
ini dilakukan Rasul di bawah pohon.Umar bin Khatab memegang tangan
rasul dan Ma’qil bin Yasar memegang ranting pohon untuk memayungi
Rasul.Sumpah setia inilah yang disebut baiat Ridwan.berkaitan dengan
baiat ini.Allah menurunkan firmanya,”Allah benar-benar merindhoi orang-
orang mukmin ketika bersumpah setia kepadamu di bawah sebuah
pohon........(Al-Fath :18).
Ummu Hisyam adalah salah seorang wanita yang mengikuti baiat
itu. Dan Rasul bersabda”Tidak akan masuk neraka orang yang bersumpah
setia di bawah pohon”1.
D. Hadist
Al Hafizh Adz Dzahabi berkata: “Belum ditemukan pada wanita bahwa dia
berdusta dalam (meriwayatkan) suatu hadits.”[1] Berkata pula Asy Syaukani:
“Tidak pernah diriwayatkan dari salah seorang ulama bahwa dia menolak
riwayat seorang wanita karena dia wanita. Betapa banyak sunnah yang sampai
kepada umat ini diterima dari salah seorang istri sahabat. Dalam hal ini, belum
seorang pun yang menyangkal, betapa pun rendah pengetahuannya tentang
sunnah.”
Ummu Hisyam binti Haritsah ibn An-Nu’man An-Najjariy Al-Anshariyah
adalah saudara seibu dengan ‘Amrah ibn ‘Abdurrahman. Ia meriwayatkan
Hadits langsung dari Nabi. Adapun yang meriwayatkan Haditsnya adalah
saudarinya: ‘Amrah; Muhammad ibn ‘Abdurrahman ibn Sa’ad ibn Zurarah,
Yahya ibnu ‘Abdullah ibn ‘Abdurrahman ibn Sa’ad ibn Zurarah. Ia masuk
Islam dan mengikuti bai’at al-ridwan. Suaminya bernama ‘Umarah ibn Al-
Hijab ibn Sa’ad ibn Qays.
Ummu Hisyam meriwayatkan 10 Hadits yang terdapat dalam kitab-kitab
berikut ini: Shahih Muslim 3 Hadits; Sunan An-Nasaiy 2 Hadits; Sunan Abî
Dawud 2 Hadits; Musnad Ahmad 3 Hadits.
Hadits Ahmad 26344
ب�ن� ب�ي�ب� خ ع�ن� ع�ب�ة ش ث�ن�ا ال� ق� ر� ع�ف� ج� ب�ن د م� مح� د�ث�ن�ا ح�ع�ن� ع�ن� م� ب�ن� د� م� ح� م ب�ن� الل�ه� ع�ب�د� ع�ن� م�ن� ح� الر� ع�ب�د�
ن� م� إ�ال� ق ظ�ت ف� ح� ا م� ال�ت� ق� الن)ع�م�ان� ب�ن� ار�ث�ة� ح� اب�ن�ة�ي�خ�طب و� و�ه ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه� الل�ه ل�ى ص� الل�ه� ول� س ر� ف�ي
1 Endang, Ummu Hisyam Binti Haritsah (Surga Dan Ridho Allah Diperoleh Pada Peristiwa Baiat Ridwan http://paiendang.blogspot.com/2011/11/ummu-hisyam-binti-haritsah-surga-dan.html
الل�ه� ول� س ر� ت�ن)ور و� ن�ا ت�ن)ور و�ك�ان� ال�ت� ق� ع�ة� م ال�ج ي�و�م�د;ا و�اح� ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه� الل�ه ل�ى ص�
Aku hafal surat Qaaf langsung dari Rasulullah sewaktu beliau khutbah Jum'at,
dia berkata, Karena kompor kami & kompor Rasulullah itu satu. [HR. Ahmad
No.26344].
Hadits Ahmad 26345
�ن�ا أ ع�ته م� و�س� الل�ه� ع�ب�د ال� ق� ى موس� ب�ن ك�م ال�ح� د�ث�ن�ا ح�ال� ج� الر? ب�ي
� أ ب�ن م�ن� ح� الر� ع�ب�د ث�ن�ا ال� ق� ك�م� ال�ح� م�ن�ام� ه�ش� أم? ع�ن� ة� ر� ع�م� ع�ن� ع�يد� س� ب�ن ي�ى ي�ح� ه ذ�ك�ر� ال� ق�
آن� ر� ال�ق و� ق ذ�ت أ�خ� ا م� ال�ت� ق� الن)ع�م�ان� ب�ن� ث�ة� ار� ح� ب�ن�ت�ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه� الل�ه ل�ى ص� الن�ب�ي? اء� و�ر� م�ن� إ�ال� يد� ال�م�ج�
ب�ح� الص) ف�ي ا ب�ه� ل?ي يص� ك�ان�
Aku tak mengambil QAAF WAL QUR'ANIL MAJIID (surat Qaaf) kecuali di
belakang Nabi , sewaktu beliau membacanya pada saat shalat subuh. [HR.
Ahmad No.26345].
Dari hadits ini dapat ditangkap pengertian, Pertama: “Ada seorang perempuan
setiap hari jumat menghadiri Jum’atan dan selama itu pula mendapati
Rasulullah SAW membaca Al Qur’an surah Qaf dalam khutbah Jumat”.
Inilah satu dalil bahwa perempuan diizinkan mendatangi shalat jum’at di
masjid.
Kedua: “Rasulullah berkhutbah membaca ayat-ayat kitabullah”.
Ketiga: “Isi surah Qaf menekankan keimanan kepada hari akhirat.”
.
Oleh karenanya khutbah yang lalu menekankan surah Qaf, yakni ayat 24-26
dan 45: Allah berfirman: “Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka
semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala, yang sangat enggan
melakukan kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu, yang menyembah
sembahan yang lain beserta Allah, maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan
yang sangat”2.
Inilah ayat yang menunjukkan nasib ummat Islam yang kafir (ingkar) kepada
ajaran agamanya, menentang praktek Islam, keras kepala, menolak usaha
mengamalkan Islam, ragu-ragu terhadap Islam, akhirnya menjadi musyrik
karena memilih aturan lain selain Islam.
Karenanya Allah dan Rasul-Nya memperingatkan dengan surah Qaf
selanjutnya yaitu ayat 45: Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka
katakan, dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka.
Maka berilah peringatan dengan Al Qur’an orang yang takut kepada ancaman-
Ku.
Surat ini merupakan surat pertama dari kelompok surat mufashshal
(terpotong-potong/ terperinci). Ada juga yang berpendapat bahwa surat
tersebut termasuk surat al-Hujuraat. Imam Ahmad meriwayatkan dari
‘Abdullah bin ‘Abdillah, bahwa ‘Umar bin al-Khaththab pernah bertanya
kepada Abu Waqid al-Laitsi mengenai apa yang dibaca Rasulullah saw. pada
shalat ‘Ied. Ia menjawab: “Yaitu surat Qaaf dan surat Iqtarabatissaa’ah.”
Demikian yang diriwayatkan oleh Muslim dan para penulis kitab as-Sunan
yang empat (Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah) dari hadits
Malik.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ummu Hisyam binti Hatitsah, ia bercerita:
“Sesungguhnya kami dan Nabi saw. telah mendapat cahaya dari satu surat
selama dua tahun, atau satu tahun setengah. Dan aku tidak mendapatkan surat
‘Qaaf wal qur-aanil majiid’ melainkan dari lisan Rasulullah saw.. Beliau
senantiasa membacanya setiap hari Jum’at di atas mimbar jika menyampaikan
2 Muslim, Kitab: Jum’at, Bab: Menyederhanakan shalat dan khotbah, jilid 3, hlm. 13
khutbah kepada orang-orang.” Demikian yang diriwayatkan oleh Muslim dari
hadits Ibnu Ishaq; an-Nasa-i, dan Ibnu Majah dari hadits Syu’bah.
Maksudnya, Rasulullah saw. senantiasa membacakan surat ini dalam
pertemuan-pertemuan besar, misalnya pada hari Raya dan hari Jum’at.
Karena surat ini mencakup tentang penciptaan pertama, kebangkitan,
pengumpulan, pengembalian, kiamat, hisab, surga, neraka, siksaan, targhib,
dan tarhib. WallaaHu a’lam.
“1. Qaaf[1] demi Al Quran yang sangat mulia. 2. (mereka tidak menerimanya)
bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang
pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, Maka berkatalah orang-
orang kafir :”Ini adalah suatu yang Amat ajaib”. 3. Apakah Kami setelah mati
dan setelah menjadi tanah (kami akan kembali lagi) ?, itu adalah suatu
pengembalian yang tidak mungkin. 4. Sesungguhnya Kami telah mengetahui
apa yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka, dan pada sisi
Kamipun ada kitab yang memelihara (mencatat). 5. sebenarnya, mereka telah
mendustakan kebenaran tatkala kebenaran itu datang kepada mereka, Maka
mereka berada dalam Keadaan kacau balau.” (Qaaf: 1-5)
[1] Ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-
surat Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad
dan sebagainya. diantara Ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya
kepada Allah karena dipandang Termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada
pula yang menafsirkannya. golongan yang menafsirkannya ada yang
memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa
huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian Para Pendengar
supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al
Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-
huruf abjad. kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari
Allah dan hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, Maka cobalah
mereka buat semacam Al Quran itu.
“Qaaf” termasuk salah satu huruf Hijaiyyah yang disebutkan pada permulaan
beberapa surat, seperti firman Allah Ta’ala: Thaa siin, haa miim, alif laam
miim, nuun, shaad, dan lain sebagainya. Demikian yang dikemukakan oleh
Mujahid dan ulama lainnya.
Firman-Nya: wal qur-aanil majiid (“Demi Al-Qur’an yang sangat mulia”)
yakni yang sangat terhormat lagi agung. Yang menjadi jawaban adalah
kandungan firman yang tercantum setelah sumpah, yaitu penetapan tentang
kenabian, hari kiamat, pengukuhan dan penegasannya. Meskipun sumpah di
dalam ayat ini tidak memiliki jawaban yang tegas, namun hal ini banyak
terdapat di dalam sumpah-sumpah yang terdapat di dalam al-Qur’an.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya dalam firman Allah Ta’ala:
Shaad, wal qur-aani dzidzikr. Balil ladziina kafaruu fii ‘izzatiw wa syiqaaq
(“Shaad. Demi Al-Qur’an yang mempunyai keagungan. Sebenarnya orang-
orang kafir itu berada dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit.”)
(Shaad: 1-2)
Demikian pula Allah berfirman disini yang artinya: “Qaaf, demi Al Quran
yang sangat mulia. (mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang
karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari
(kalangan) mereka sendiri, Maka berkatalah orang-orang kafir :”Ini adalah
suatu yang Amat ajaib”. Maksudnya mereka benar-benar merasa heran atas
diutusnya seorang Rasul kepada mereka dari kalangan manusia. Padahal yang
demikian itu sesungguhnya bukan suatu hal yang mengherankan. Karena
Allah telah memilih utusan dari kalangan malaikat dan juga dari kalangan
manusia.
Selanjutnya Allah berfirman seraya memberitahukan pula tentang keheranan
mereka terhadap hari pengembalian dan keingkaran mereka terhadap
kejadiannya: a idzaa mitnaa wa kunnaa turaaban dzaalika raj’um ba’iid
(“Apakah kami setelah mati dan setelah menjadi tanah [akan kembali lagi]?
Yang demikian itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin.”) artinya,
mereka berkata: “Apakah jika kami sudah mati, hancur luluh, terputus-putus,
dan menjadi tanah, [bagaimana mungkin] kami ini akan dikembalikan lagi
setelah itu seperti keadaan yang ada sesuai dengan susunannya?” dzaalika
raj’um ba’iid (“Yang demikian itu adalah suatu pengembalian yang tidak
mungkin.”) maksudnya, sesuatu yang tidak mungkin terjadi.
Dan sebagai bantahan terhadap mereka, Allah Ta’ala berfirman: qad ‘alimnaa
maa tangqushul ardlu minHum (“Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa
yang telah dihancurkan oleh bumi dari [tubuh-tubuh] mereka.”) maksudnya,
tubuh-tubuh mereka yang telah dihancurkan oleh bumi, Kami [Allah]
mengetahuinya. Tidak ada sedikitpun yang tersembunyi dari Kami, dimana
bagian tubuh-tubuh mereka itu berceceran, kemana dan dimana semuanya itu
berada. Wa ‘indanaa kitaabun hafiidz (“Dan pada sisi Kami pun ada kitab
yang memelihara [mencatat].”) yakni, yang menjaga hal tersebut. Jadi, ilmu
dan kitab-Nya itu sangat sempurna mencakup segala sesuatu secara
terperinci.
Al-‘Aufi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas mengenai firman Allah Ta’ala: qad
‘alimnaa maa tangqushul ardlu minHum (“Sesungguhnya Kami telah
mengetahui apa yang telah dihancurkan oleh bumi dari [tubuh-tubuh]
mereka.”) yakni daging, kulit, tulang dan rambut mereka yang telah
dihancurkan oleh bumi. Hal yang sama juga disampaikan oleh Mujahid,
Qatadah, adl-Dlahhak, dan lain-lain.
Selanjutnya Allah menjelaskan sebab kekufuran, keingkaran, dan penolakan
mereka terhadap apa yang sesungguhnya bukan sesuatu yang mustahil,
dimana Dia berfirman: bal kadzdzabuu bil haqqi lammaa jaa-aHum fa Hum
fii amrim mariij (“Sebenarnya mereka telah mendustakan kebenaran, tatkala
kebenaran itu datang kepada mereka, maka mereka berada dalam keadaan
kacau balau.”) demikianlah keadaan setiap orang yang keluar dari kebenaran.
Apa pun yang ia katakan setelah itu, maka semuanya adalah kebathilan3.
ebuah ayat yang menarik sekali untuk dikaji yang berisi pelajaran agar kita
pintar-pintar menjaga lisan. Ayat tersebut terdapat dalam surat Qaaf tepatnya
ayat 18.
Allah Ta’ala berfirman,
�يد� ع�ت ق�يب� ر� �ه� �د�ي ل �ال� إ ق�و�ل� م�ن� �ف�ظ� �ل ي م�ا
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya
Malaikat Pengawas yang selalu hadir” (QS. Qaaf: 18)
Ucapan yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah yang diucapkan oleh
manusia, keturunan Adam. Ucapan tersebut dicatat oleh malaikat yang
sifatnya roqib dan ‘atid yaitu senantiasa dekat dan tidak pernah lepas dari
seorang hamba. Malaikat tersebut tidak akan membiarkan satu kalimat dan
satu gerakan melainkan ia akan mencatatnya. Hal ini sebagaimana firman
Allah Ta’ala,
Tentang masalah ini para ulama ada dua pendapat. Ada ulama yang
mengatakan bahwa yang dicatat hanyalah yang bernilai pahala dan dosa.
Namun jika kita melihat dari tekstual ayat, yang dimaksud ucapan dalam ayat
tersebut adalah ucapan apa saja, sampai-sampai ucapan yang mubah
sekalipun. Akan tetapi, untuk masalah manakah yang kena hukuman, tentu
saja amalan yang dinilai berpahala dan dinilai dosa.
Sebagian ulama yang berpendapat bahwa semua ucapan yang bernilai netral
(tidak bernilai pahala atau dosa) akan masuk dalam lembaran catatan amalan,
sampai-sampai punya sikap yang cukup hati-hati dengan lisannya. Cobalah
kita saksikan bagaimana kisah dari Imam Ahmad ketika beliau merintih sakit.
Imam Ahmad pernah didatangi oleh seseorang dan beliau dalam keadaan
sakit. Kemudian beliau merintih kala itu. Lalu ada yang berkata kepadanya
(yaitu Thowus, seorang tabi’in yang terkenal), “Sesungguhnya rintihan sakit
3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Qaaf
juga dicatat (oleh malaikat).” Setelah mendengar nasehat itu, Imam Ahmad
langsung diam, dan beliau tidak merintih lagi. Beliau takut jika merintih sakit,
rintihannya tersebut akan dicatat oleh malaikat.
Coba bayangkan bahwa perbuatan yang asalnya wajar-wajar saja ketika sakit,
Imam Ahmad pun tidak ingin melakukannya karena beliau takut perbuatannya
tadi walaupun dirasa ringan masuk dalam catatan malaikat. Oleh karena itu,
beliau rahimahullah pun menahan lisannya. Barangkali saja rintihan tersebut
dicatat dan malah dinilai sebagai dosa nantinya. Barangkali rintihan tersebut
ada karena bentuk tidak sabar.
Mari berdzikir dengan Al Qur’an karena Qur’an memang adz-dzikra. Dan
khutbah yang lalu sudah pula kita peringatkan dengan surah Ali Imran ayat 7,
dimana orang-orang yang sesat dari ummat Islam ini adalah mereka yang
gandrung, hobi dan sangat senang dengan ayat-ayat sub-hat yang multi tafsir:
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab kepada kamu. Di antaranya ada ayat-ayat
muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain mutasyaabihaat.
Adapun orang-orang yang di dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka
mereka mengikuti sebagian ayat-ayat mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah
dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui
takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat, semuanya itu dari sisi
Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran melainkan orang-orang
yang berakal.