tinjauan primal-dual dalam pengambilan...

16
TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN Oleh : Lusi Melian Staf Pengajar Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia ABSTRAK Suatu program linear dengan bentuk asli disebut sebagai primal, sedangkan bentuk kedua yang berhubungan disebut dual yang merupakan sebuah bentuk alternatif suatu program linear yang berisi informasi mengenai nilai-nilai sumber yang biasanya merupakan pembatas dari suatu model. Dual merupakan bentuk alternatif model sebagai pengembangan bentuk primal. Bentuk dual dirumuskan dan diinterpretasikan untuk mendapatkan informasi tambahan setelah menentukan solusi optimal suatu masalah program linear. Tabel simpleks yang diperoleh dari pemecahan masalah program linear primal mengandung informasi ekonomi tambahan yang tidak kalah penting daripada solusi optimum masalah tersebut, sehingga suatu solusi terhadap primal juga memberikan solusi pada bentuk dualnya. Analisis pada bentuk primal akan menghasilkan solusi-solusi dalam bentuk jumlah laba yang diperoleh, sedangkan analisis pada bentuk dual akan memberikan informasi mengenai harga dari sumber daya yang menjadi kendala tercapainya laba tersebut. . I. HUBUNGAN PRIMAL & DUAL a. Masalah Primal-Dual Simetrik Suatu program linear dikatakan berbentuk simetrik jika semua konstanta ruas kanan pembatas bernilai non negatif dan semua pembatas berupa pertidaksamaan, dimana pertidaksamaan dalam masalah maksimasi berbentuk , dan pertidaksamaan dalam minimasi berbentuk . Dalam notasi matriks masalah primal-dual simetrik adalah: Primal : Maksimasi Z = cX dengan pembatas AX ≤ b X ≥ 0 Dual : Minimasi W = Yb dengan pembatas YA ≥ c Y ≥ 0 dimana c adalah vektor baris 1xn, X adalah vektor kolom nx1, A adalah suatu matriks mxn, b adalah vektor kolom mx1, dan Y adalah vektor baris 1xm. Atau lebih jelasnya: Primal : Maksimasi Z = c1X1 + c2X2 + …+ cnXn a11X1 + a12X2 +…+ a1nXn b1 a21X1 + a22X2 +…+ a2nXn b2 . .

Upload: vuongxuyen

Post on 15-Apr-2018

226 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Oleh : Lusi Melian

Staf Pengajar Program Studi Sistem Informasi

Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer

Universitas Komputer Indonesia

ABSTRAK

Suatu program linear dengan bentuk asli disebut sebagai primal, sedangkan bentuk

kedua yang berhubungan disebut dual yang merupakan sebuah bentuk alternatif

suatu program linear yang berisi informasi mengenai nilai-nilai sumber yang

biasanya merupakan pembatas dari suatu model. Dual merupakan bentuk alternatif

model sebagai pengembangan bentuk primal. Bentuk dual dirumuskan dan

diinterpretasikan untuk mendapatkan informasi tambahan setelah menentukan

solusi optimal suatu masalah program linear. Tabel simpleks yang diperoleh dari

pemecahan masalah program linear primal mengandung informasi ekonomi

tambahan yang tidak kalah penting daripada solusi optimum masalah tersebut,

sehingga suatu solusi terhadap primal juga memberikan solusi pada bentuk

dualnya. Analisis pada bentuk primal akan menghasilkan solusi-solusi dalam bentuk

jumlah laba yang diperoleh, sedangkan analisis pada bentuk dual akan memberikan

informasi mengenai harga dari sumber daya yang menjadi kendala tercapainya

laba tersebut. .

I. HUBUNGAN PRIMAL & DUAL

a. Masalah Primal-Dual Simetrik

Suatu program linear

dikatakan berbentuk simetrik jika

semua konstanta ruas kanan pembatas

bernilai non negatif dan semua

pembatas berupa pertidaksamaan,

dimana pertidaksamaan dalam

masalah maksimasi berbentuk , dan

pertidaksamaan dalam minimasi

berbentuk .

Dalam notasi matriks masalah

primal-dual simetrik adalah:

Primal :

Maksimasi Z = cX

dengan pembatas

AX ≤ b

X ≥ 0

Dual :

Minimasi W = Yb

dengan pembatas

YA ≥ c

Y ≥ 0

dimana c adalah vektor baris 1xn, X

adalah vektor kolom nx1, A adalah

suatu matriks mxn, b adalah vektor

kolom mx1, dan Y adalah vektor baris

1xm.

Atau lebih jelasnya:

Primal :

Maksimasi

Z = c1X1 + c2X2 + …+ cnXn

a11X1 + a12X2 +…+ a1nXn ≤ b1

a21X1 + a22X2 +…+ a2nXn ≤ b2

.

.

Page 2: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

am1X1 + am2X2 +…+ amnXn ≤ bn

1, X2 , … , Xn ≥ 0

Dual :

Minimum

W = b1Y1 + b2Y2 + … + bmYm

a11Y1 + a21Y2 + … + am1Ym ≥ c1

a12Y1 + a22Y2 + … + am2Ym ≥ c2

.

.

a1nY1 + a2nY2 + … + amnYm ≥ cn

Y1 ,Y2 , … , Ym ≥ 0

Bila masalah primal dibandingkan

dengan masalah dual, terlihat

beberapa hubungan sebagai berikut:

1. Koefisien fungsi tujuan masalah

primal (c) menjadi konstanta ruas

kanan pembatas dual. Sebaliknya,

konstanta ruas kanan pembatas

dual menjadi koefisien fungsi

tujuan dual.

2. Tanda pertidaksamaan pembatas

dibalik (pada primal , pada dual

)

3. Tujuan berubah dari min (maks)

pada primal menjadi maks (min)

pada dual.

4. Setiap kolom pada primal

berhubungan dengan suatu baris

(kendala) dalam dual. Sehingga

banyaknya pembatas dual akan

sama banyaknya dengan variabel

keputusan primal.

5. Setiap baris (pembatas) pada

primal berhubungan dengan suatu

kolom dalam dual. Sehingga

setiap pembatas primal ada satu

variabel keputusan dual.

6. Bentuk dual dari dual adalah

primal.

Contoh dari bentuk primal-

dual simetrik adalah sebagai berikut:

Primal:

Maks

Z = 40000x1+ 50000x2 + 40000x3

4x1+ 4x2 + 6x3 ≤ 600

8x1+ 4x2 + 6x3 ≤ 800

x1 , x2 ,x3 ≥ 0

Dual:

Min W = 600y1 + 800y2

4y1 + 8y2 ≥ 40000

4y1 + 4y2 ≥ 50000

6y1 + 6y2 ≥ 40000

y1 , y2 ≥ 0

Apabila persoalan primal

tersebut diselesaikan dengan metode

simpleks maka diperoleh tabel

simpleks optimum sebagai berikut:

VB

40000 50000 40000 0 0

RK

x1 x2 x3 S1 S2

50000x2 1 1 3/2 1/4 0 150

0S2 4 0 0 -1 1 200

Zj-Cj 10000 0 35000 12500 0

7500000

Z 50000 50000 75000 12500 0

Berdasarkan tabel tersebut

kita peroleh solusi optimum x1=0,

x2=150 dan x3=0. Adapun nilai-nilai

variabel slack adalah S1=0 dan

S2=200, sedangkan nilai Z optimal

adalah 7500000. Adapun tabel

simpleks optimum untuk persoalan

dual adalah sebagai berikut:

VB

600 800 0 0 0 M M M

RK

y1 y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3

0S3 0 0 0 -

3/2 1 0 3/2 -1 35000

0S1 0 -4 1 -1 0 -1 1 0 10000

600y1 1 1 0 -

1/4 0 0 1/4 0 12500

Zj-Cj 0 -

200 0

-

150 0

-

M

150-

M -M

7500000

Z 600 600 0 -

150 0 0 150 0

Berdasarkan tabel diatas kita

peroleh solusi optimum y1 = 12500

dan y2 = 0 adapun nilai-nilai variabel

slack adalah S1 = 10000, S2 = 0 dan

Page 3: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

S3= 35000, sedangkan nilai Z optimal

adalah 7500000.

Apabila kita menelaah solusi

optimum primal dan solusi optimum

dual terdapat hasil yang menarik

yaitu:

Variabel Slack Primal S1 S2

Koef. Pers. Zj-Cj pada

optimum primal 12500 0

Variabel keputusan dual

yang berhubungan y1 y2

Kemudian perhatikan :

Variabel Slack Dual S1 S2 S3

Koef. Pers. Zj-Cj pada

optimal dual (dikalikan

-1)

0 150 0

Variabel keputusan

primal yang

berhubungan

x1 x2 x3

Terlihat bahwa solusi

optimum primal memberikan solusi

terhadap permasalahan dual yang

berhubungan, begitu juga sebaliknya

solusi optimum dual akan

memberikan solusi terhadap

permasalahan optimalnya. Sehingga

dengan memecahkan salah satu

persoalan baik primal maupun dual,

kita dapat menentukan solusi

optimum dari permasalahan

kawannya.

Selain itu keterkaitan antara

solusi optimum primal dan solusi

optimum dual pun dapat ditunjukan

oleh kedua tabel berikut:

Variabel basis awal Primal S1 S2

Koef. Pers. Zj-Cj pada

optimum primal 12500 0

Variabel keputusan dual

yang berhubungan y1 y2

Kemudian perhatikan:

Variabel basis awal

dual R1 R2 R3

Koef. Pers. Zj-Cj pada

optimal dual (dengan

menghilangkan M)

0 150 0

Variabel keputusan

primal yang

berhubungan

x1 x2 x3

Kedua tabel tersebut

memberikan kesimpulan yang sama,

yaitu bahwa solusi optimum primal

memperlihatkan solusi optimum dual,

begiru juga sebaliknya.

Hal lain yang dapat kita lihat

dari tabel solusi optimum primal dan

dual adalah nilai optimum fungsi

tujuannya yang bernilai sama yaitu Z

= W = 7500000. Hal tersebut sesuai

dengan Main Duality Theorem yang

menyatakan bahwa “ Jika baik

masalah primal maupun dual adalah

layak, maka keduanya memiliki solusi

demikian hingga nilai optimum fungsi

tujuannya adalah sama “.

Selain itu solusi optimum

primal dan dual dapat diperoleh

melaui penerapan metode Revised

simpleks :

Z = W = CB.B-1.b

Dimana:

CB = matrik koefisien fungsi tujuan dari

variabel basis (VB) pada iterasi

yang bersangkutan

B-1 = matriks dibawah variabel basis

awal pada iterasi yang

bersangkutan

CB.B-1 = optimum simpleks multiplier.

b = vektor baris koefisien fungsi tujuan

Penerapan rumus diatas pada

masalah primal-dual yang sedang

dibahas adalah sebagai berikut ; pada

tabel simpleks optimum primal

diperoleh variabel basis optimum

adalah x2 dan S2 , sedangkan variabel

basis awalnya adalah S1 dan S2

Page 4: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

sehingga optimum simpleks

multipliernya adalah:

x2 S2 S1 S2

cB.B-1 = 50000 0

1

41

1

0

y2 y1

= 12500 0

Terlihat bahwa y1 = 12500

dan y2 = 0 sesuai dengan solusi

optimum dual dan nilai fungsi tujuan

dual adalah W = 600(12500) + 800(0)

= 7500000.

Sedangkan apabila ditinjau

dari tabel optimum dual diperoleh

variabel basis optimum adalah S3, S1,

dan y1, adapun variabel basis awalnya

adalah R1, R2, dan R3, sehingga

optimum simpleks multiplier-nya:

S3 S1 y1 R1 R2 R3

CB.B1=

04/10

011

12/30

60000

= 01500

x1 x2 x3

Terlihat bahwa x1 = 0 , x2 =

150 , dan x3 = 0 memenuhi kendala

primal dan nilai fungsi tujuan primal

adalah Z = 40000 (0) + 50000 (150)

+ 40000 (0) = 7500000.

b. Masalah primal-dual asimetrik

Misalkan masalah primal

yang tidak simetrik adalah sebagai

berikut:

Maks Z = 2x1 + 4x2 + 3x3

x1 + 3x2 + 2x3 ≤ 60

3x1 + 5x2 + 3x3 ≥ 120

x1 ,x2 ,x3 ≥ 0

Tabel di bawah ini

menyajikan hubungan primal-dual

untuk semua masalah program linear.

Sehingga bentuk dual dari primal

tersebut adalah:

Min W = 60y1 + 120y2

y1 + 3y2 ≥ 2

3y1 + 5y2 ≥ 4

2y1 + 3y2 ≥ 3

y1 ≥ 0

y2 ≤ 0

Apabila persoalan bentuk

primal diselesaikan dengan metode

simpleks maka selain variabel slack

dibutuhkan juga artificial variabel R

pada kendala kedua , variabel R

merupakan variabel buatan dimana

nilainya selalu nol, maka diperoleh

tabel simpleks optimum primal

sebagai berikut:

VB 2 4 3 0 0

-

M RK

x1 x2 x3 S1 S2 R1

0S2 0 4 3 3 1 -1 60

2x1 1 3 2 1 0 0 60

Zj-

Cj 0 2 1 2 0 M

120

Zj 2 6 4 2 0 0

Berdasarkan tabel optimum

tersebut kita peroleh solusi optimum x

1 = 60 , x2 = 0 , dan x3 = 0, adapun

nilai-nilai variabel slack S1 dan S2

berturut-turut adalah 0 dan 60 dengan

nilai optimal 120.

Untuk memperlihatkan

keterkaitan antara solusi optimum

primal dan solusi optimum dual pada

hubungan primal-dual asimetrik,

sebelumnya masalah primal yang

asimetrik perlu ditransformasikan

kedalam bentuk simetrik, dalam hal

ini karena bentuk primal adalah

maksimasi maka semua pembatas

harus bertanda ≤ , maka pembatas

kedua 3x1 + 5x2 + 3x3 ≥ 120 dikalikan

dengan bilangan -1 agar pembatas

bertanda ≤.

Page 5: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

3x1 + 5x2 + 3x3 ≥ 120 (-1)

-3x1 - 5x2 - 3x3 ≤ -120

Sehingga bentuk primal persoalan

tersebut menjadi:

Maks Z = 2x1 + 4x2 + 3x3

x1 + 3x2 + 2x3 ≤ 60

-3x1 - 5x2 - 3x3 ≤ -120

x1 ,x2 ,x3 ≥ 0

Tabel Hubungan Primal-Dual

Primal Dual

A elemen matriks kendala Transpose elemen matriks

b vektor sisi kanan Koefisien fungsi tujuan

c koefisien fungsi tujuan Vektor sisi kanan

Kendala ke-i berupa persamaan Variabel dual Yi tak terbatas

Xj tak terbatas Kendala ke-j berupa persamaan

I. Maksimasi Minimasi

Kendala ke-i jenis ≤ Variabel dual Yi ≥ 0

Kendala ke-i jenis ≥ Variabel dual Yi ≤ 0

Xj ≥ 0 Kendala ke-j jenis ≤

Xj ≤ 0 Kendala ke-j jenis ≥

II. Minimasi Maksimasi

Kendala ke-i jenis ≤ Variabel dual Yi ≤ 0

Kendala ke-i jenis ≥ Variabel dual Yi ≥ 0

Xj ≥ 0 Kendala ke-j jenis ≤

Xj ≤ 0 Kendala ke-j jenis ≥

Sumber : Mulyono, Sri, Operations Research,

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1999

Bentuk primal yang baru ini

tampaknya tidak sesuai dengan

persyaratan simpleks karena terdapat

nilai konstanta ruas kanan pembatas

bernilai negative , padahal dalam

suatu program linear simetrik semua

konstanta ruas kanan pembatas

bernilai non negative. Akan tetapi,

nilai konstanta ruas kanan pembatas

negative tersebut tidak perlu

dipermasalahkan karena perubahan

bentuk tersebut bukan untuk maksud

diselesaikan melainkan untuk maksud

perubahan kedalam bentuk dual. Nilai

konstanta ruas kanan pembatas primal

membentuk koefisien-koefisien fungsi

tujuan dual yang nilainya boleh

negative. Maka bentuk dual dari

model ini diformulasikan sebagai :

Min W = 60y1 - 120y2

y1 - 3y2 ≥ 2

3y1 - 5y2 ≥ 4

2y1 - 3y2 ≥ 3

y1, y2 ≥ 0

Maka tabel simpleks

optimum dari dual tersebut adalah:

VB

60 -

120 0 0 0 M M M

RK

y1 y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3

0S3 0 -3 -2 0 1 2 0 -1 1

60

y1 1 -3 -1 0 0 1 0 0 2

0

S2 0 -4 -3 1 0 3 -1 0 2

W 0 -60 -

60 0 0

60-

M

-

M

-

M 120

Dari tabel tersebut solusi optimal dual

y1 = 2 , y2 = 0 , nilai variabel slack S1=

0 , S2 = 2 , dan S3= 1 dan nilai W

optimal 120.

Dengan cara yang sama

seperti telah ditunjukan pada contoh

hubungan primal-dual simetrik,

hasilnya adalah:

Page 6: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

Variabel basis awal primal S1 R1

Koef. Pers. Zj-Cj pada

optimum primal 2 M

Var. kep dual yang

bersangkutan y1 y2

Jika M diabaikan , koefisien

persamaan Zj-Cj adalah 2 dan 0 yang

menunjukan solusi optimum pada

masalah dual, yaitu nilai y1 =2 dan y2

= 0.

Pengamatan yang sama

terhadap solusi optimum dual

memberikan informasi sebagai

berikut:

Variabel basis awal dual R1 R2 R3

Koef. Pers. Zj-Cj optimal

dual (dengan

mengabaikan M)

60 0 0

Var. keputusan primal

yang berhubungan x1 x2 x3

Hasil dari koefisien persamaan Zj-Cj

memberikan solusi optimum primal x1

= 60 , x2 = 0 dan x3 = 0.

Melalui penerapan revised

simpleks method pada contoh ini

dengan cara mencari optimum

simpleks multiplier seperti telah

dicontohkan sebelumnya, akan

memberikan kesimpulan yang sama

bahwa suatu solusi optimum primal

(dual) juga merupakan solusi

optimum masalah dual (primal).

Contoh berikut merupakan contoh

lain masalah primal-dual asimetrik,

dimana pada contoh berikut akan

diperlihatkan suatu bentuk primal

dengan pembatas bertanda =.

Maks Z = 5x1 + 2x2 + 3x3

x1 + 5x2 + 2x3 = 30

x1 - 5x2 - 6x3 ≤ 40

x1 , x2 , x3 ≥ 0

Apabila bentuk primal ini

dianalogikan dengan persoalan

sebelumnya , maka apabila bentuk

primal ini akan diubah kedalam

bentuk dual untuk kemudian

diselesaikan dengan metode simpleks,

maka langkah pertama yang perlu

dilakukan adalah mengubah bentuk

primal asimetrik menjadi bentuk

primal simetrik. Pembatas kedua

dalam contoh tersebut merupakan

suatu persamaan x1 + 5x2 + 2x3 = 30

dan harus diubah kedalam bentuk ≤.

Persamaan ini ekuivalen

dengan dua pembatas berikut ini: x1 + 5x2 + 2x3 ≤ 30

x1 + 5x2 + 2x3 ≥ 30

Artinya jika nilai pembatas

lebih besar atau sama dengan 30 dan

kurang dari atau sama dengan 30,

maka kuantitas yang memenuhi kedua

pembatas tersebut adalah 30. Tetapi

pada pembatas tersebut tanda ≥ masih

tetap ada, dan pembatas ini dapat

diubah dengan cara mengalikannya

dengan (-1).

x1 + 5x2 + 2x3 ≥ 30 x(-1)

-x1 - 5x2 - 2x3 ≤ -30

Sehingga model primal dalam bentuk

normal adalah:

Maks Z = 5x1 + 2x2 + 3x3

x1 + 5x2 + 2x3 ≤ 30

- x1 - 5x2 - 2x3 ≤ -30

x1 - 5x2 - 6x3 ≤ 40

x1 ,x2 ,x3 ≥ 0

Bentuk dual dari model ini

diformulasikan sebagai:

Min W = 30y1 – 30 y2 + 40y3

y1 – y2 + y3 ≥ 5

5y1 – 5y2 – 5y3 ≥ 2

2y1 – 2y2 – 6y3 ≥ 3

y1 , y2 , y3 ≥ 0

Tetapi bentuk dual ini pun

tidak sesuai dengan ketentuan

hubungan primal-dual yang telah

dikemukakan pada awal bagian ini.

Ketidaksesuaian tersebut terletak pada

jumlah pembatas primal asimetrik

yang tidak sesuai dengan jumlah

koefisien fungsi tujuan dual, padahal

pada hubungan primal-dual setiap

Page 7: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

pembatas pada primal berhubungan

dengan satu kolom dalam dual,

sehingga setiap pembatas primal

terdapat satu variabel keputusan dual.

Sedangkan dalam contoh ini pada

bentuk primal asimetrik terdapat 2

pembatas tetapi setelah bentuk primal

asimetrik ini ditransformasikan

menjadi primal normal lalu kemudian

dibuat bentuk dualnya, ternyata pada

bentuk dual tersebut terdapat 3

variabel keputusan.

Untuk menyelesaikan

masalah tersebut, maka bentuk dual

dapat dibentuk dari primal asimetrik

tanpa harus mentrasnsformasikannya

terlebih dahulu menjadi primal

normal. Maka dengan mengikuti

aturan tabel hubungan primal dual

bentuk dual dari primal asimetrik itu

adalah:

Min W = 30y1 + 40 y2

y1 + y2 ≥ 5

5y1 – 5y2 ≥ 2

2y1 – 6y2 ≥ 3

y1 tidak terbatas tanda

y2 ≥ 0

Karena y1 tidak terbatas tanda, maka

y1 digantikan dengan y1’–y1” (y1 =

y1’–y1”) dimana y1’ dan y1” ≥ 0,

sehingga bentuk dualnya menjadi:

Min W = 30(y1’–y1”) – 40 y2

(y1’–y1”) + y2 ≥ 5

5(y1’–y1”) – 5y2 ≥ 2

2(y1’–y1”) – 6y2 ≥ 3

(y1’–y1”) = y1

y2 ≥ 0

atau

Min W = 30y1’–30y1” – 40 y2

y1’ – y1” + y2 ≥ 5

5y1’ – 5y1” – 5y2 ≥ 2

2y1’ – 2y1” – 6y2 ≥ 3

y1’ ≥ 0

y1” ≥ 0

y2 ≥ 0

Apabila diamati bentuk dual

dari primal simetrik dengan bentuk

dual dari primal asimetrik memiliki

bentuk yang hampir sama. Tabel

solusi primal asimetrik adalah:

VB 5 2 3 0 -M

RK x1 x2 x3 S1 R1

5 x1 1 5 2 0 1 30

0S1 0 -10 -8 1 -1 10

Zj-

Cj 0 23 7 0 5+M 150

Sedangkan tabel solusi optimum

dualnya adalah:

Table 1

VB 30 -30 40 0 0 0 M M M

RK y1’ y1” y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3

0S3 0 0 8 -2 0 1 2 0 -1 7

30 y1’ 1 -1 1 -1 0 0 1 0 0 5

0 S2 0 0 10 -5 1 0 5 -1 0 23

Wj - Cj 0 0 -10 -30 0 0 30-

M -M -M 150

Dari tabel solusi optimum

dual tersebut didapat y1’ = 5 , y1” = 0

( y1 = y1’- y1” = 5 – 0 = 5) dan y2 = 0

dengan nilai-nilai variabel slack

berturut-turut S1= 0 , S2 = 23 , S3 = 7

dan nilai W = Z = 150.

Hasil-hasil yang menarik

terungkap dengan mengamati tabel

optimum pimal dan dual. Sekarang

perhatikan koefisien persamaan Zj-Cj

pada tabel optimum primal, hasilnya

adalah:

Variabel basis awal primal R1 S1

Koef. Pers. Zj-Cj pada

optimum primal (abaikan M) 5 0

Var. keputusan dual yang

berhubungan y1 y2

Lalu perhatikan koefisien Wj-Cj pada

tabel optimum dual:

Variabel basis awal dual R1 R2 R3

Koef. pers.Wj-Cj pada

optimum dual (abaikan

M)

30 0 0

Var. keputusan primal

yang berhubungan x1 x2 x3

Page 8: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

Contoh-contoh tersebut telah

menunjukan bahwa setiap masalah

program linear dapat diselesaikan

dengan merumuskan baik bentuk

primal maupun dual. Sehingga tidak

perlu menyelesaikan kedua bentuk,

cukup salah satunya saja karena solusi

primal dapat menunjukan solusi dual

begitu juga sebaliknya.

Pada umumnya suatu

program linear dengan jumlah

pembatas yang lebih sedikit daripada

jumlah variabel keputusan lebih

mudah diselesaikan dibandingkan

masalah dengan jumlah pembatas

yang lebih banyak daripada variabel

keputusan. Untuk itu jika akan

menyelesaikan salah satu dari

masalah primal atau dual, lebih

mudah jika memilih dari kedua

bentuk tersebut yang jumlah

pembatasnya lebih sedikit dari

variabel keputusan.

II. SIFAT-SIFAT PRIMAL-DUAL

Untuk lebih memahami sifat-sifat

primal-dual, pehatikanlah contoh

primal-dual berikut ini:

Primal :

Maks Z = 2x1 + 4x2 + 3x3

x1 + 3x2 + 2x3 ≤ 60

3x1 + 5x2 + 3x3 ≥ 120

x1 , x2 , x3 ≥ 0

Bentuk standar persoalan tersebut

adalah :

Maks

Z = 2x1 + 4x2 + 3x3 + 0S1 - 0 S2 -

MR1

x1 + 3x2 + 2x3 + S1 = 60

3x1 + 5x2 + 3x3 –S2 + R1 = 120

x1 , x2 , x3 ≥ 0

Cat : Vmb = Variabel masuk basis

Vkb = Variabel keluar basis

Iterasi 0

VB 2 4 3 0 0 - M

RK x1 x2 x3 S1 S2 R1

0S1 1 3 2 1 0 0 60

-

MR1 3 5 3 0 -1 1 120

Zj-Cj -3M-2 -5M-4 -3M-3 0 M 0 -120M

Z -3M -5M -3M 0 M -M

Vmb Vkb

Iterasi 1

VB

2 4 3 0 0 - M

RK

x1 x2 x3 S1 S2 R1

4x2 1/3 1 2/3 1/3 0 0 20

-MR1 4/3 0 -1/3 -5/3 -1 1 20

Zj-Cj -4/3M-2/3 0 1/3M-1/3 5/3M+4/3 M 0

-20M+80 Z

-

4/3M+4/3 4 1/3M+8/3 5/3M+4/3 M -M

Vmb Vkb

Iterasi 2

VB 2 4 3 0 0 - M

RK x1 x2 x3 S1 S2 R1

4x2 0 1 3/4 3/4 1/4 -1/4 15

2x1 1 0 -1/4 -5/4 -3/4 3/4 15

Zj-Cj 0 0 -1/2 1/2 -1/2 ½+M 90

Z 2 4 5/2 1/2 -1/2 1/2

Vkb Vmb

Iterasi 3 (solusi optimal primal)

VB 2 4 3 0 0 - M

RK x1 x2 x3 S1 S2 R1

0S2 0 4 3 3 1 -1 60

2x1 1 3 2 1 0 0 60

Zj-Cj 0 2 1 2 0 M 120

Z 2 6 4 2 0 0

Solusi optimal persoalan primal

adalah

x1 = 60

x2 = x3 = 0

S1 = 0

S2 = 60

Z = 120.

Page 9: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

Setelah bentuk primal

ditransformasikan ke dalam bentuk

normalnya, maka dual dari persoalan

diatas adalah:

Dual : Min W = 60y1 – 120 y2

y1 – 3y2 ≥ 2

3y1 – 5y2 ≥ 4

2y1 – 3y2 ≥ 3

y1 , y2 ≥ 0

Bentuk standar persoalan dual

tersebut adalah :

Min W = 60y1 – 120 y2 – 0S1 – 0S2 –

0S3 + MR1 + MR2 + MR3

y1 – 3y2 – S1 + R1 = 2

3y1 – 5y2 – S2 + R2 = 4

2y1 – 3y2 – S3 + R3 = 3

y1 , y2 ≥ 0

Iterasi 0

VB

60 -120 0 0 0 M M

M RK

y1 y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3

MR1 1 -3 -1 0 0 1 0 0 2

MR2 3 -5 0 -1 0 0 1 0 4

MR3 2 -3 0 0 -1 0 0 1 3

Wj-Cj 6M-60 -

11M+120 -M -M -M 0 0 0

9M

W 6M -11M -M -M -M M M M

Vmb Vkb

Iterasi 1

VB

60 -120 0 0 0 M M M

RK

y1 Y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3

MR1 0 -4/3 -1 1/3 0 1 -1/3 0 2/3

60Y1 1 -5/3 0 -1/3 0 0 1/3 0 4/3

MR3 0 1/3 0 2/3 -1 0 -2/3 1 1/3

Wj-Cj 0 -M+20 -M M-20 -M 0 -

2M+20 0

M+80

W 60 -M -M M -M M -M+20 M

Vmb Vkb

Iterasi 2

VB

60 -120 0 0 0 M M M

RK

y1 y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3

MR1 0 -3/2 -1 0 1/2 1 0 -1/2 ½

60Y1 1 -3/2 0 0 -1/2 0 0 1/2 3/2

0S2 0 1/2 0 1 -3/2 0 -1 3/2 1/2

Wj-

Cj 0

30-

3/2M -M 0

-

30+1/2M 0

-

M

30-

3/2M 90+1/2M

W 60 -90-

3/2M -M 0

-

30+1/2M M 0

30-

1/2M

Vmb Vkb

Iterasi 3 (solusi optimal dual)

VB

60 -120 0 0 0 M M M

RK

y1 Y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3

0S3 0 -3 -2 0 1 2 0 -1 1

60Y1 1 -3 -1 0 0 1 0 0 2

0S2 0 -4 -3 1 0 3 -1 0 2

Wj-

Cj 0 -60 -60 0 0 60-M -M -M

120

W 60 -180 -60 0 0 60 0 0

Solusi optimal persoalan dual tersebut

adalah :

y1 = 2

y2 = S1 = 0

S2 = 2

S3 = 1

W = 120

Contoh primal-dual diatas selanjutnya akan

digunakan sebagai contoh penerapan sifat-

sifat primal-dual yang akan dibahas pada

bagian selanjutnya

Sifat 1:

Menentukan koefisien persamaan

Zj-Cj pada variabel-variabel basis

awal pada suatu iterasi.

Pada setiap iterasi baik primal

maupun dual, koefisien persamaan Zj-

Cj variabel-variabel basis awal dapat

dicari dengan cara:

WB = CB.B-1 - CW

dimana:

WB = matriks koefisien persamaan

Zj-Cj dibawah variabel-

Page 10: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

variabel basis awal pada

iterasi yang bersangkutan.

CB = matriks koefisien fungsi

tujuan dari variabel-variabel

basis pada iterasi yang

bersangkutan

B-1 = matriks dibawah variabel-

variabel basis awal pada

iterasi yang bersangkutan.

CB.B-1 = simpleks multiplier

CW = matriks koefisien fungsi

tujuan variabel-variabel

basis awal

Sebagai contoh lihat tabel

primal. Dalam persoalan tersebut

variabel basis awalnya adalah S1 dan

R1 dengan koefisien fungsi tujuan

variabel basis awal 0 dan –M atau

CW = [0 -M]

Untuk iterasi 0 : Variabel basis pada

iterasi nol atau awal adalah S1 dan R1

WB = CB.B-1 - CW

= M0

10

01 M0

S1 R1 S1 R1

= MM 00

= 00

S1 R1

Sekarang lihat tabel optimum

dual, misalnya untuk iterasi 3,

variabel basis awal bentuk dual

adalah R1, R2, dan R3 dengan

koefisien fungsi tujuanvariabel basis

awal masing-masing adalah M atau

Cw = [ M M M ] sedangkan

variabel basis pada iterasi 3 adalah S3,

y1 dan S2 dengan koefisien fungsi

tujuan variabel basis iterasi 3 masing-

masing 0, 60, dan 0 atau CB= [ 0 60

0 ] sehingga koefisien persamaan Wj –

Cj pada variabel basis awal iterasi 3

adalah:

WB = CB.B-1 – CW

= 0600

013

001

102

MMM

S3 1y S2 R1 R2 R3

= MMM0060

= MMM 60

R1 R2 R3

Sifat 2:

Menentukan koefisien persamaan

Zj-Cj pada variabel-variabel non

basis awal suatu iterasi.

Pada setiap iterasi baik primal

maupun dual, koefisien Zj-Cj pada

variabel-variabel non basis awal dapat

dicari dengan cara:

WB = SM . an- Cn

dimana:

WB = matriks koefisien persamaan

Zj-Cjj dibawah variabel-

variabel non basis awal pada

iterasi yang bersangkutan.

SM = CB.B-1 = simpleks multiplier

pada itersi yang

bersangkutan.

an = matriks dibawah variabel-

variabel non basis pada

iterasi awal

Cn = matriks koefisien fungsi tujuan

variabel-variabel non basis

awal.

Sebagai contoh, lihat

optimum primal. Dalam persoalan

tersebut variabel non basis awalnya

adalah x1, x2, x3 dan S2 dengan

koefisien fungsi tujuan masing-

masing 2 , 4 , 3 dan 0 atau Cn = [ 2 4

3 0 ]

Untuk iterasi 0 : SM pada iterasi 0

adalah [ 0 –M ]

WB = SM . na – Cn

Page 11: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

=

03421353

02310

M

x1 x2 x3 S2

= MMMM 334523

x1 x2 x3 S2

Sekarang lihat tabel optimum

dual, misalkan untuk iterasi 3,

variabel non basis awal bentuk dual

adalah y1, y2, S1 , S2 , dan S3 dengan

koefisien fungsi tujuan variabel non

basis awal masing-masing adalah 60,

-120, 0, 0, 0 atau Cn = [ 60 -120 0 0

0 ] sedangkan SM pada iterasi 3

adalah [ 60 0 0 ] sehingga koefisien

persamaan Wj-Cj pada variabel non

basis awal iterasi 3 adalah :

WB = SM . an- Cn

=

10032

01053

00131

0060

y1 y2 S1 S2 S3

00012060

= 0060600

y1 y2 S1 S2 S3

Sifat 3:

Menentukan ruas kanan (RK) dari

variabel-variabel basis suatu iterasi

Pada setiap iterasi baik primal

maupun dual, nilai ruas kanan dari

variabel-variabel basis suatu iterasi

dapat diperoleh dengan rumus :

RK = B-1.b

Dimana:

RK = matriks ruas kanan dari

variabel-variabel basis suatu

iterasi.

b = matriks ruas kanan pada iterasi

awal.

Sebagai contoh, lihat iterasi

ke-3 solusi primal. Diketahui

sebelumnya bahwa matriks ruas

kanan pada iterasi awal primal adalah

120

60 maka ruas kanan pada iterasi

ke-3 :

RK = B-1.b

=

60

60

120

60

01

13

Untuk contoh pada dual,

pandang iterasi ke-1 tabel solusi dual,

diketahui bahwa matriks ruas kanan

pada iterasi awal dual adalah

3

4

2

maka ruas kanan pada iterasi ke-1

adalah :

RK = B-1.RK

=

0

0

1

32

31

31

1

0

0

3

4

2

=

31

34

32

Sifat 4:

Menentukan koefisien pembatas

variabel non basis suatu iterasi

Pada setiap iterasi baik primal

maupun dual, koefisien pembatas

variabel non basis suatu iterasi

ditentukan menggunakan rumus:

Yi = B-1.ai

Dimana:

Yi = matriks koefisien pembatas

variabel non basis awal pada

iterasi yang bersangkutan.

ai = matriks koefisien pembatas

variabel non basis awal pada

iterasi awal.

Sebagai contoh, lihat iterasi ke-

3 persoalan primal

Page 12: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

Untuk x1 Y1 = B-1.a1

=

01

13

3

1

=

1

0

x2 Y2 = B-1.a2

=

01

13

5

3

=

3

4

hal yang sama dapat dilakukan pada

variabel-variabel non basis awal yang

lain baik pada iterasi ke-3 maupun

iterasi sebelumnya.

Untuk contoh dual,

perhatikan iterasi ke-2 solusi

persoalan dual

Untuk y1 Y1 = B-1.a1

=

2/310

2/100

2/101

2

3

1

=

0

1

0

y2 Y2 = B-1.a2

=

21

23

23

3

5

3

2/310

2/100

2/101

Dengan mempelajari keempat

sifat ini kita dapat menentukan nilai

variabel-variabel tertentu dengan cara

yang lebih mudah.

III. CONTOH KASUS

Untuk menjelaskan konsep

dualitas, cara yang paling mudah

adalah dengan memberikan contoh

setelah teori-teori diberikan. Berikut

ini merupakan contoh yang

memperlihatkan bagaimana bentuk

dual dari bentuk suatu model primal

dikembangkan.

Sebuah garment PT. Bintang

memproduksi dua jenis pakaian yaitu

pakaian wanita dan pakaian pria. Tiap

produksi 1 unit pakaian wanita

memberikan keuntungan sebesar Rp

100.000,- dan tiap produksi 1 unit

pakian pria memberikan keuntungan

sebesar Rp. 80.000,-. Produksi

pakaian pria dan wanita dihitung atas

dasar harian. Tabel berikut

memperlihatkan sumber-sumber daya

yang terbatas beserta kebutuhan

sumber-sumber berupa jumlah bahan

kain, jumlah tenaga kerja dan luas

gudang penyimpanan untuk

memproduksi setiap unit pakaian

wanita dan pria:

Table 2 Sumber

Daya

Kebutuhan sumber daya Jumlah yang

tersedia/hari Wanita Pria

Kain

Tenaga

Kerja

Gudang

Penyimpa

nan

3m

4orang

12m2

3m

2orang

18m2

72m

40 orang

240m2

Keuntung

an

Rp

100.000,-

Rp

80.000,-

Untuk mengetahui berapa

banyak pakaian wanita dan pria yang

harus diproduksi untuk

memaksimalkan keuntungan, maka

diformulasikan suatu model

matematika sebagai berikut :

Maks

Z = 100.000x1 + 80.000x2 keuntungan

3x1 + 3x2 72m bahan kain

4x1 + 2x2 40orang tenaga kerja

12x1 +18x2 240m2 gudang

penyimpanan

Diketahui

x1 = Jumlah pakaian wanita yang

diproduksi

x2 = Jumlah pakaian pria yang

diproduksi

Model matematika tersebut

merupakan model primal. Adapun

model dual dari primal ini adalah:

Page 13: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

Min

W =72y1 + 40y2 + 240y3

3y1 + 4y2 + 12y3 100.000

3y1 + 2y2 + 18y3 80.000

y1, y2, y3 0

Setelah model dual dikembangkan

dari model primal, langkah

selanjutnya adalah menentukan arti

dual model tersebut.

Arti model dual dapat

diinterpretasikan dengan cara

mengamati solusi optimal dari bentuk

primal model yang bersangkutan.

Model primal diatas apabila

dipecahkan dengan metode simpleks,

maka solusi optimal ditunjukkan pada

tabel berikut ini :

VB

100.000 80.000 0 0 0

RK

x1 x2 S1 S2 S3

0S1 0 0 1 -3/8 -1/8 27

100.000x1 1 0 0 3/8 -1/24 5

80.000x2 0 1 0 -1/4 1/12 10

Zj-Cj 0 0 0 17500 2500 1.300.000

Z 100.000 80.000 0 17500 2500

Berdasarkan solusi optimal

simpleks untuk model primal kita

mendapatkan:

x1 = 5 pakaian wanita

S2 = 0 keuntungan

x2 = 10 pakaian pria

S3 = 0 gudang

S1 = 27m kain

Z = Rp 1.300.000,- keuntungan

Keuntungan setiap satu buah pakaian

wanita adalah Rp 100.000,-, karena

diproduksi sebanyak 5 buah pakaian

wanita (x1=5) maka keuntungan total

dari produksi pakaian wanita adalah 5

x Rp 100.000,- = Rp 500.000,- ,

sedangan keuntungan setiap satu buah

pakaian pria adalah Rp 80.000,- ,

karena diproduksi sebanyak 10

pakaian pria (x2=10) maka

keuntungan total dari produksi

pakaian pria adalah 10 x Rp 80.000,-

= Rp 800.000,- sehingga keuntungan

total yang diperoleh PT. Bintang

sebesar Rp 500.000,- + Rp 800.000,-

= Rp 1.300.000,-

Tabel optimal ini memuat

informasi mengenai primal,

sedangkan S1=27 m kain merupakan

jumlah kain yang tersisa dalam

memproduksi pakaian-pakaian

tersebut, adapun S2=0 mencerminkan

tenaga kerja yang tidak terpakai dan

S3=0 mencerminkan gudang

penyimpanan yang dimiliki

PT.Bintang telah habis digunakan

dalam produksi pakaian wanita dan

pria sehingga tidak ada kelebihan

(slack) tenaga kerja maupun gudang

penyimpanan yang tersisa.

Analisis lebih lanjut pada

tabel optimal ini pun memuat

informasi mengenai dual, nilai baris

Zj-Cj sebesar 17.500 dan 2500

dibawah kolom S2 dan S3 secara

berurutan merupakan nilai marginal

(marginal value) dari tenaga kerja

(S2) dan gudang penyimpanan (S3).

Dalam solusi tersebut S2 dan

S3 bukan merupakan variabel basis

sehingga keduanya sama dengan nol.

Jika kita memasukkan S2 atau S3 ke

dalam variabel basis maka S2 atau S3

tidak akan bernilai nol lagi. Sebagai

contoh, jika satu orang tenaga kerja

dimasukkan kedalam solusi (S2=1)

maka satu orang tenaga kerja yang

sebelumnya digunakan menjadi tidak

digunakan atau tidak bekerja

(menganggur). Hal ini akan

menyebabkan penurunan keuntungan

sebesar Rp 17.500,- tetapi jika tenaga

kerja ini bekerja kembali (S2=0) yang

berarti mengeluarkan lagi S2 dari

variabel basis maka keuntungan

PT.Bintang akan naik sebesar Rp

17.500,- Dengan demikian, jika kita

dapat membayar 1 orang tenaga kerja,

kita hanya bersedia membayar sampai

setinggi Rp 17.500,- per orang karena

Page 14: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

sebesar itulah jumlah yang dapat

meningkatkan keuntungan.

Selain itu, pada tabel solusi

optimal primal memperlihatkan

bahwa nilai Zj-Cj pada kolom S1

adalah nol. Hal tersebut berarti bahwa

bahan baku kain memiliki nilai

marginal nol yaitu kita tidak akan

bersedia membayar apapun untuk

setiap unit kelebihan bahan baku kain.

Pada tabel yang sama memperlihatkan

solusi bahwa S1=27m yang berarti

masih tersisa kain sebanyak 27 m

setelah memproduksi 5 pakaian

wanita dan 10 pakaian pria. Hal

tersebut menunjukkan bahwa

perusahaan tidak dapat menggunakan

seluruh kain yang saat ini tersedia,

alasan mengapa penambahan kain

tidak memiliki nilai marginal karena

kain bukan merupakan kendala dalam

memproduksi pakaian wanita dan

pria.

Nilai-nilai marginal sering

dianggap sebagai shadow prices

(harga bayangan) karena

mencerminkan ongkos maksimum

yang bersedia dibayar oleh

perusahaan untuk menambah satu unit

sumber-sumber daya.

Pada tabel ini pun

memperlihatkan bahwa keuntungan

yang diperoleh perusahaan adalah

sebesar Rp 1.300.000,-. Hal ini dapat

dihubungkan dengan kontribusi

sumber-sumber daya terhadap

keuntungan sebesar Rp 1.300.000,-.

Biaya yang dikeluarkan perusahaan

tidak dapat melebihi keuntungan yang

dihasilkan oleh sumber-sumber daya

tersebut. Apabila ongkos yang

dikeluarkan perusahaan untuk

mendapatkan sumber-sumber daya

melebihi Rp 1.300.000,- maka

perusahaan akan mengalami kerugian.

Nilai dari sumber-sumber daya sama

dengan laba optimal.

Analisis lebih lanjut dapat

dilihat sebagai berikut pandanglah

pembatas tenaga kerja 4x1 + 2x2 40

orang, dari tabel primal didapat solusi

optimal x1=5 pakaian wanita, x2=10

pakaian pria dan nilai satu orang

tenaga kerja adalah Rp 17.500,-

Karena satu pakaian wanita

memerlukan 4 tenaga kerja dan setiap

tenaga kerja bernilai Rp 17.500,-

maka jika memproduksi 5 pakaian

wanita, biaya yang akan dikeluarkan

adalah Rp 17.500,- x 5 x 4 orang = Rp

350.000,- sedangkan satu pakaian pria

memerlukan 2 orang tenaga kerja dan

setiap tenaga kerja bernilai Rp

17.500,- maka jika memproduksi 10

pakaian pria, biaya yang akan

dikeluarkan adalah Rp 17.500,- x 10 x

2 = Rp 350.000,-

Dengan menjumlahkan biaya

tenaga kerja yang digunakan untuk

memproduksi pakaian wanita dan pria

akan menghasilkan biaya total tenaga

kerja Rp 350.000,- + Rp 350.000,- =

Rp 700.000,-

Analisis yang sama dapat

digunakan untuk menentukan biaya

total gudang penyimpanan dalam

memproduksi pakaian wanita dan

pria. Pandanglah pembatas gudang

penyimpanan 12x1 + 18x2 240m2

dan biaya setiap m2 gudang

penyimpanan adalah Rp 2500,-

Maka biaya gudang penyimpanan

untuk pakaian wanita adalah :

Rp 2500,- x 5 x 12 = Rp 150.000,-

dan biaya gudang penyimpanan untuk

pakaian pria adalah :

Rp 2500,- x 10 x 18 = Rp 450.000,-

Dengan menjumlahkan biaya

gudang penyimpanan untuk pakaian

wanita dan pria menghasilkan biaya

total gudang penyimpanan:

Rp 150.000,- + Rp 450.000,- = Rp

600.000,-

Maka dengan menjumlahkan

biaya total tenaga kerja dan gudang

Page 15: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

penyimpanan menghasilkan Rp

700.000,- (tenaga kerja) + Rp

600.000,- (gudang penyimpanan) =

Rp 1.300.000,- yang sama dengan

keuntungan total yang diperoleh PT.

Bintang.

Adapun disini tidak

diperhitungkan mengenai biaya bahan

kain karena telah dibahas sebelumnya

bahwa masih tersisa bahan kain

sebanyak 27 m, maka bahan kain

memiliki nilai marginal nol; yaitu PT.

Bintang tidak akan bersedia

membayar apapun untuk satu meter

ekstra dari bahan kain. Karena

perusahaan masih mempunyai 27 m

bahan kain yang tersisa, dalam hal ini

satu meter ekstra bahan kain tidak

mempunyai nilai tambahan;

perusahaan bahkan tidak dapat

menggunakan seluruh bahan kain

yang saat ini tersedia.

Bentuk dual dari model ini adalah :

Min W = 72y1 + 40y2 + 240y3

3y1 + 4y2 + 12y3 100.000

3y1 + 2y2 + 18y3 80.000

y1, y2, y3 0

Variabel-variabel keputusan

dual mewakili nilai marginal sumber-

sumber daya:

y1 = nilai marginal 1 m kain = 0

y2 = nilai marginal 1 orang tenaga

kerja = Rp 17.500,-

y3 = nilai marginal 1 m2 gudang = Rp

2.500,-

Model dual tersebut apabila

dipecahkan dengan metode simpleks,

maka solusi optimal dual ditunjukkan

oleh tabel berikut :

Table 3

VB

72 40 240 0 0

RK

y1 y2 y3 S1 S2

40y2 3/8 1 0 -3/8 1/4 17.500

240y3 1/8 0 1 1/24 -1/12 2.500

Wj-Cj -27 0 0 -5 -10 1.300.000

W 45 40 240 -5 -10

Pembahasan mengenai

batasan-batasan dual adalah sebagai

berikut; pandanglah batasan dual yang

pertama

3y1 + 4y2 + 12y3 100.000

Dengan mensubstitusikan nilai-nilai

variabel kedalam pembatas diatas

akan menghasilkan

3(0)+4(17.500)+ 12(2.500) ≥ 100.000

100.000 ≥ 100.000

Pembatas ini menunjukkan bahwa

nilai dari ketiga sumber daya yang

digunakan dalam memproduksi

pakaian wanita paling sedikit harus

sebesar atau sama dengan laba yang

diperoleh pakaian wanita.

Dengan cara yang sama, apabila

dibahas mengenai pembatas kedua:

3y1 + 2y2 + 18y3 80.000

3(0) + 2(17.500) +18(2.500) ≥ 80.000

80.000 ≥ 80.000

Dengan kata lain, Rp 80.000-, yaitu

nilai sumber-sumber yang digunakan

untuk memproduksi sebuah pakaian

pria, sedikitnya adalah sebesar atau

sama dengan Rp 80.000,- yaitu laba

dari pakaian pria.

Adapun penjelasan untuk

fungsi tujuan dual adalah sebagai

berikut:

Min W =72y1 + 40y2 + 240y3

dimana koefisien-koefisien fungsi

tujuan dual mencerminkan total

kuantitas sumber yang tersedia. jadi

jika nilai-nilai marginal dari satu unit

sumber daya dikalikan dengan masing

koefisien-koefisien tersebut, kita akan

mendapatkan nilai total sumber:

W=72(0)+40(Rp17.500)+240(Rp 2.500)

= Rp 1.300.000,-

Page 16: TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN …profit.is.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-01/4-lusi-melian.pdf/... · =150 dan x 3 =0. Adapun nilai-nilai variabel slack adalah S 1

Jika kita lihat ternyata nilai total

sumber ini sama dengan keuntungan

yang didapat dari nilai optimal Z

dalam primal. Z= Rp 1.300.000,- = W

Untuk itu nilai dari sumber-sumber

tidak dapat melebihi keuntungan yang

diperoleh dari penggunaan sumber-

sumber tersebut.

IV. KESIMPULAN

Setelah model dual

didefinisikan secara lengkap, dapat

dikatakan bahwa model dual

dikembangkan dari model primal

sepenuhnya. Hal tersebut dapat berarti

bahwa operasi simpleks tidak perlu

dilakukan untuk mengetahui

informasi tentang dual karena solusi

dual dapat ditentukan dari solusi

primal.

Solusi optimum primal

memberikan informasi mengenai

banyaknya jumlah laba yang

diperoleh, sedangakan solusi optimum

dual yang juga didapat dari solusi

terhadap suatu masalah primal

memberikan informasi yang tidak

kalah penting dalam pengambilan

keputusan. Bentuk dual akan

memberikan informasi mengenai

nilai-nilai sumber yang biasanya

merupakan pembatas dari suatu model

sehingga dapat membantu

pengambilan keputusan dalam

menentukan harga dari sumber daya

yang menjadi pembatas bagi

tercapainya laba tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Hiliier, & Lieberman,. (1990).

Pengantar Riset Operasi.

Jakarta : Erlangga

Mulyono, Sri. (1999). Operations

Research. Jakarta : Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia

Siagian, P. (1987). Penelitian

Operasional. Jakarta : UI-Press

Tarliah, Tjutju. (2003). Operations

Research. Bandung : Sinar

Baru Algensindo

Taylor, Bernard. W. (2001). Sains

Manajemen. Jakarta : Salemba

Empat