tasbih

Download Tasbih

If you can't read please download the document

Upload: diklatpimempat-angkatanlimabelas

Post on 09-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

Bertasbih

TRANSCRIPT

Abu Ayaz's BlogDari Sa'id bin Musayyab Radhiyallahu anhu, bahwa ia melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang itu berkata, "Wahai Sa'id, apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?", lalu Sa'id menjawab :"Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyalahisunnah"[SHAHIH. HR Baihaqi dalam "As Sunan Al Kubra" II/466, Khatib Al Baghdadi dalam "Al Faqih wal mutafaqqih" I/147, Ad Darimi I/116].BERZIKIR DENGAN BIJI-BIJIAN "TASBIH", BOLEHKAH ??Oleh : Abu Ibrohim Muhammad Ali AM.Kebanyakan orang di tempat kita menganggap bahwa termasuk ciri khas seorang muslim yang taat kepada Alloh adalah selalu berdzikir dengan biji tasbih di tangan.Gambaran ini semakin kuat dengan gambar tokoh-tokoh yang dianggap berjasa bagi Islam tampil dengan busana muslim lengkap dengan tasbihnya yang sengaja dibuat dan dijual untuk keuntungan duniawi seperti gambar-gambar wali songo dan lainnya,ditambah lagi tayangan sinetron religi yang sarat dengan kebatilan, apabila menampilkan tokoh agama, hampir dipastikan ada biji tasbih di tangannya.Ada di antara mereka yang selalu terlihat menjalankan tasbih di tangannya walaupun sedang mengobrol dengan rekannya, padahal terkadang pembicaraannya bertolak belakang dengan dzikir. Yang lebih merasa kurang puas, ada yang menggantungkan tasbihnya di leher walaupun mulutnya tidak terlihat berdzikir, tetapianehnyaorang menganggap dia selalu berdzikir (mengingat Alloh).Sebagian lagi meyakini bahwa biji tasbih yang digantungkan di leher adalah cirikhas para malaikat yang sedang berdzikir. Ada pula yang mengatakan bahwa termasuk peninggalan (warisan) Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam adalah biji tasbih. Adalagi yang menjadikannya sebagai sarana pengobatan alternatif, dan masih banyaktujuan lain digunakannya biji tasbih ini dan tidak mungkin kami sampaikan semuanya.Hal-hal di atas terjadi tidak lain karena makin jauhnya kaum muslimin dari agamanya. Oleh karena itu, para ulama yang cemburu akan agamanya segera bangkit menjelaskan hakikat biji tasbih ini. Mereka menulis tentang asal-usul dan hukum tasbih dalam agama Islam yang mulia ini (1) . Dan tulisan ini sekadar menyadur dari tulisan mereka. Mudah-mudahan Alloh melapangkan hati kita untuk menerima setiap kebenaran.Sekilas Tentang Untaian Biji2an TasbihBerdzikir menggunakan ruas-ruas jari atau ujung-ujung jari adalah petunjuk NabiShollallohu Alaihi wa Sallam yang paling sempurna. Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam memberikan petunjuk dengan cara yang paling mudah yang dapat dilakukansiapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Demikianlah yang diamalkan oleh generasiterbaik umat ini, dan awal generasi yang setelah mereka. Lalu orang-orang yang datang setelah mereka beranggapan bahwa berdzikir hanya sebanyak hitungan ruas-ruas jari tidak cukup. Berdzikir dalam jumlah yang banyak tidak dapat dilakukan melainkan harus dihitung dengan sesuatu seperti batu kerikil atau biji-bijian, menurut mereka.Tidak ada satu pun hadits dari Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam yang shohih tentang berdzikir dengan batu kerikil atau biji-bijian. Yang ada hanyalah riwayat-riwayat hadits yang dhoif (lemah) dan maudhu (palsu).Syaikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid Rohimahulloh menjelaskan(2) bahwa biji tasbihtidak dikenal dalam agama Islam. Ia hanya perkara baru dalam agama (Islam). Biji tasbih adalah alat bantu ibadahnya orang Buddha dan menjadi ciri khusus agamamereka saat itu. Lalu biji tasbih dipakai orang Hindu di India oleh sekte wisnuatau siwa, kemudian juga dipakai oleh orang-orang Nasrani khususnya para pendetadan rahib-rahibnya, setelah itu berkembang ke sebelah barat Asia. Agama Buddhaterpecah menjadi dua aqidah (keyakinan): Mahayana dan Hinayana. Mahayana tersebar di sebagian besar Asia utara seperti Nepal, Tibet, Cina, Jepang, Mongol, Korea, dan lainnya. Sedangkan Hinayana banyak tersebar di Asia Selatan seperti Indiabagian selatan, Bangladesh, Burma (Myanmar), dan lainnya. Tatkala agama Nasranimuncul, barulah para pendetanya menggunakan biji tasbih ini untuk ibadah mereka.Adapun kaum muslimin maka tidak mengenal biji tasbih ini, kecuali orang-orang muslim yang tidak mengetahui asal usulnya mengambil cara agama lain untuk ibadahmereka.Sendainya hadits-hadits tersebut dianggap sah(3) , justru yang lebih tampak darikisah-kisah itu menunjukkan bahwa Rosululloh mengingkari kerikil dan biji-bijitasbih yang digunakan untuk berdzikir dan beliau memberi petunjuk yang lebih afdhol, lebih bagus, lebih sempurna, dan lebih mudah. Dan perkataan lebih afdhol ataulebih bagus bukan berarti kerikil atau biji tasbih dibolehkan, tetapi justru selain ruas-ruas jari atau ujung-ujungnya hukumnya dilarang, sebagaimana firman Alloh:(.. Apakah Alloh yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?(QS. an-Naml [27]: 59)Ayat di atas menunjukkan bahwa Alloh itu lebih bagus daripada sekutu-sekutu selain-Nya, dan bukan berarti sekutu-sekutu itu juga bagus dan dibolehkan (untuk disembah). (Lihat as-Subhah Tarikhuha wa Hukmuha hlm. 11)Makna TasbihBiji tasbih dalam bahasa Arab biasa disebut dengan istilah, atau,t kebiasaan yang berjalan saja (4).Adapun kataataudalam hadits-hadits yang shohih maknanya bukan bijebagaimana dalam hadits Abdulloh bin Amr Rodhiyallohu anhuma bahwa ayahnya mengabarinya:Bahwa beliau pernah melihat Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam sholat sunnah padamalam hari ketika sedang safar di atas kendaraan menghadap ke arah perjalanannya. (HR. al-Bukhori: 1104)Dzikir Ada Dua MacamBerdzikir adalah salah satu bentuk ibadah yang sangat diperintahkan. Dzikir terbagi menjadi dua macam:1. Dzikir secara mutlak, yaitu dzikir yang diperintahkan tanpa ada ikatan waktu,tempat, atau jumlah tertentu, maka dzikir semacam ini tidak boleh (5)dilakukandengan menentukan jumlah-jumlah yang dikhususkan seperti seribu kali dan semisalnya.Dzikir semacam ini sebagaimana dalam firman-Nya:(Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Alloh, dzikiryang sebanyak-banyaknya. (QS. al-Ahzab [33]: 41)Membatasi suatu ibadah yang tidak dibatasi oleh Alloh adalah menambah syariat Alloh. Alloh tidak mengikat dengan jumlah tertentu dalam dzikir jenis ini merupakankemurahan dan kemudahan dari Alloh. Setiap hamba-Nya bebas berdzikir sesuai dengan kemampuannya tidak terikat dengan jumlah dzikir tertentu (6).2. Dzikir muqoyyad, yaitu dzikir-dzikir yang dianjurkan supaya dilakukan denganhitungan tertentu seperti ucapan Subhanalloh 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, danAllohu Akbar 33 kali, dan hitungan paling banyak yang pernah dianjurkan oleh Nabi adalah 100 kali, sebagaimana Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam:Barang siapa mengucapkan Subhanallohi wabihamdihi setiap hari seratus kali, makadihapus dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan. (HR. al-Bukhori: 6042 danMuslim: 2691)Berdzikir Disyariatkan untuk Menggunakan Ruas-Ruas Jari atau Ujung-UjungnyaAdapun yang disyariatkan dalam dzikir muqoyyad adalah dengan menggunakan ruas-ruas jari atau ujung-ujungnya, sebagaimana perintah Rosululloh Shollallohu Alaihi waSallam kepada para istri dan kaum wanita dari kalangan sahabatnya. Beliau bersabda:.Hitunglah (dzikir) itu dengan ruas-ruas jari karena sesungguhnya (ruas-ruas jari)itu akan ditanya dan akan dijadikan dapat berbicara (pada hari Kiamat). (HR. AbuDawud: 1345, dishohihkan oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi, dihasankan oleh an-Nawawi dan al-Hafizh, al-Albani dalam Silsilah Dhoifah: 1/186)MaknaAdapun tentang maknaQotadah berkata bahwa maksudnya adalah ujung-ujung jari. Sedau Masud, as-Suddiy, dan Robi bin Anas berkata,adalah jari-jemari itu sendiri (nil Azhim kar. Ibnu Katsir 2/108).Ibnu Manzhur (Lisanul Arab 14/295) mengatakan bahwayang ada kukunya.Dalam al-Qomush al-Muhith: 2/955 disebutkan bahwa.adalah ruas-ruas jari yang paladalah ruas-ruas jari atau sendiDari keterangan di atas jelas bahwa berdzikir disyariatkan dengan ujung-ujung jari atau ruas-ruas jari. Dan inilah cara yang paling mudah sesuai dengan Islam yang penuh dengan kemudahan, sehingga kaum muslimin dari semua kalangan dapat melakukannya tanpa menggunakan alat bantu seperti kerikil, biji-bijian, butiran-butiran tanah liat, atau alat penghitung modern, dan semisalnya.Sahabat Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam Mengingkari Biji TasbihPara sahabat Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam adalah generasi terbaik dari umatini. Mereka selalu melakukan yang terbaik buat diri dan agama mereka. Oleh karena itu, tatkala menjumpai satu penyimpangan dalam bentuk ibadah mereka segera mengingkarinya. Dalam sebuah hadits Ibnu Masud Rodhiyallohu anhu menjumpai kaum muslimin berkumpul di masjid menjadi beberapa halaqoh berdzikir dengan biji tasbih, lalu masing-masing ketua halaqoh itu menyuruh anggotanya supaya bertakbir 100 kali, maka mereka lakukan, lalu mereka disuruh bertahlil 100 kali, maka mereka lakukan, lalu mereka disuruh bertasbih 100 kali, maka mereka lakukan. Lalu Ibnu Masudmengingkari mereka dan tidak menerima alasan mereka walaupun niat mereka baik dan sekadar menggunakan biji tasbih untuk menghitung dzikir mereka, Ibnu Masud Rodhiyallohu anhu berkata:Demi Zat yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh kalian ini sedang berada di atas agama yang lebih bagus daripada agamanya Muhammad, atau (kalau tidak) maka kalian ini sedang membuka pintu kesesatan. Mereka berkata: Wahai Abu Abdirrohman (Ibnu Masud), yang kami inginkan hanyalah kebaikan. Ibnu Masud berkata: Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tetapi tidak mendapatkannya. (HR. ad-Darimi, dandishohihkan oleh al-Albani dalam Silsilah Shohihah: 2005)Hadits-Hadits Tentang Biji Tasbih Tidak Sah atau tidak ShahihAda beberapa hadits yang dijadikan sandaran bagi mereka yang membolehkan penggunaan biji tasbih dalam berdzikir, akan tetapi semuanya tidak lepas dari kelemahanbahkan kepalsuan sehingga semuanya tidak bisa dijadikan hujjah, di antaranya;1. Hadits palsu yang disandarkan pada Ali bin Abi Tholib Rodhiyallohu anhu:Sebaik-baik pengingat adalah biji tasbih, dan seutama-utama tempat yang dipakai sujud adalah bumi dan yang ditumbuhkan oleh bumi.Takhrij hadits:Hadits di atas dikeluarkan oleh ad-Dailami dalam Mukhtashor Musnad al-Firdaus: 4/98, as-Suyuthi dalam al-Minhah Fis Subhah: 2/141 dari al-Hawi, dan dinukil olehasy-Syaukani dalam Nailul Author: 2/166-167.Keterangan:Hadits di atas adalah MAUDHU/PALSU (7), dikarenakan beberapa sebab:* Sanad (jalur periwayatan) hadits ini kebanyakan rowi (periwayat)nya adalah majhul (tidak dikenal), bahkan sebagian mereka tertuduh dusta dalam meriwayatkan hadits. (Di antara rowinya) Umul Hasan binti Jafar bin al-Hasan, dia tidak dikenalbiografinya.* Abdush Shomad bin Musa al-Hasyimi dikatakan oleh Imam adz-Dzahabi dalam Mizanal-Itidal, menukil perkataan al-Khothib al-Baghdadi (14/41), beliau mengatakan: Para ulama (pakar hadits) telah melemahkannya.* Hadits ini secara makna juga batil karena beberapa perkara (8):a. Biji tasbih termasuk perkara baru, tidak pernah digunakan pada zaman Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam. Munculnya biji tasbih ini setelah wafatnya Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam. Hal ini dikuatkan oleh perkataan para ahli bahasa Arab yang mengatakan:Sesungguhnya kata subhah (biji tasbih) adalah istilah baru yang tidak dikenal oleh orang Arab).b. Hadits di atas menyelisihi petunjuk Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam yang shohih dalam berdzikir.Abdulloh bin Amr Rodhiyallohu anhuma berkata: Aku melihat Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam berdzikir dengan tangan kanannya. (HR. Abu Dawud: 1/235, at-Tirmidzi: 4/255, Ibnu Hibban: 2334, al-Hakim: 1/547, al-Baihaqi: 2/253, dishohihkan al-Albani dalam Shohih Abu Dawud: 1346)Demikian pula bertentangan dengan perintah Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam yangshohih dalam berdzikir, beliau bersabda:.Hitunglah (dzikir) itu dengan ruas-ruas jari karena sesungguhnya (ruas-ruas jari)itu akan ditanya dan akan dijadikan dapat berbicara (pada hari Kiamat). (HR. AbuDawud: 1345, dishohihkan al-Hakim dan adz-Dzahabi, dihasankan an-Nawawi dan alHafizh, al-Albani dalam Silsilah Dhoifah: 1/186)2. Hadits palsu yang disandarkan pada Abu Huroiroh Rodhiyallohu anhu:Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam bertasbih dengan kerikil.Takhrij hadits:Hadits ini diriwayatkan oleh Abul Qosim al-Jurjani dalam Tarikh-nya: 68, dari jalan Sholih bin Ali an-Naufali, menceritakan kepadanya Abdulloh bin Muhammad binRobiah al-Qudami, menceritakan kepadanya Ibnul Mubarok dari Sufyan ats-Tsauri dari Samiy, dari Abu Sholih dari Abu Huroiroh Rodhiyallohu anhu terangkat (sampai) kepada Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam.Keterangan (9):Hadits di atas MAUDHU/PALSU karena Abdulloh bin Muhammad bin Robiah al-Qudami tertuduh dusta.Imam adz-Dzahabidalam Mizanul Itidalberkata: Dia (al-Qudami) adalah salah satu rowilemah, demikian dalam al-Lisan dikatakan bahwa Ibnu Adi dan ad-Daruquthni melemahkannya.Ibnu Hibban berkata: Dia membalik hadits-hadits. Barangkali (kira-kira) dia telahmembalik riwayat Imam Malik lebih dari 150 hadits. Dia juga meriwayatkan dari Ibrahim bin Saad satu kitab yang kebanyakan (hadits)nya terbalik.Imam al-Hakim dan an-Naqqosy berkata: Dia juga meriwayatkan hadits dari Malik banyak hadits yang palsu.Abu Nuaim berkata: Dia meriwayatkan hadits-hadits yang mungkar.3. Hadits Shofiyah bintu Huyay istri Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam (10), beliau berkata:::Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam masuk ke (rumah) saya sedangkan di hadapanku ada 4.000 biji kurma yang kugunakan untuk bertasbih. Lalu beliau Shollallohu Alaihi wa Sallam bertanya: Wahai Bintu Huyay, apa ini? Aku menjawab: (Biji kurma) ini kupakai untuk bertasbih. Lalu Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam bersabda: Sungguh aku telah bertasbih lebih banyak sejak aku beranjak dari sisi kepalamu daripada (tasbihmu) ini. Aku berkata: Ajari aku (yang lebih banyak dari ini) ya Rosululloh! Beliau bersabda: Ucapkan(Aku bertasbih sebanyak apa yang Alloh ciptakan dari segala sesuatu apa pun).Takhrij hadits:Hadits di atas dikeluarkan oleh at-Tirmidzi: 4/274, Abu Bakar asy-Syafii dalam al-Fawaid: 37/255/1, al-Hakim: 1/547, dari jalan Hasyim bin Said dari Kinanah maulaShofiyah dari Shofiyah.Keterangan:Hadits ini DHOIF/LEMAH (11), didhoifkan oleh at-Tirmidzi, beliau mengatakan: Haditsini ghorib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalannya Hasyim bin Said al-Kufi dan sanad beliau tidak dikenal.Ibnu Main berkata tentang Hasyim al-Kufi: Dia tidak ada apa-apanya.Ibnu Adiy berkata: Apa yang diriwayatkan tidak dapat dikuatkan dengan yang lain.Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: Dia adalah dhoif (lemah).Demikian juga salah satu rowi hadits ini bernama Kinanah, dia rowi yang majhul (tidak dikenal), tidak ada yang menyatakan dia terpercaya kecuali Ibnu Hibban. Akan tetapi, terdapat penguat lain meriwayatkan dari Kinanah seperti Zuhair, Hudaij (keduanya putra Muawiyah), Muhammad bin Tholhah bin Mushorrif, dan Sadan bin Basyir al-Juhani, empat orang tersebut semuanya terpercaya ditambah lagi riwayat Yazid al-Bahili hanya beliau dinyatakan terpercaya oleh beberapa ulama dan dinyatakan dhoif oleh yang lainnya. Oleh karena itu, cacat hadits ini hanyalah pada Hasyim bin Said al-Kufi yang majhul (tidak dikenal) sehingga hadits ini dhoif, dan tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.Berdzikir Dengan Kedua Tangan atau Tangan Kanan Saja?Hal ini diperselisihkan oleh para ulama.Pendapat pertama (12)mengatakan bahwa berdzikir boleh menggunakan kedua tangannya baik kiri atau kanan. Dalilnya:* Keumuman hadits-hadits yang menyebutkan bahwa Nabi berdzikir dengan menggunakan tangannya, dan tangan mencakup tangan kanan dan kiri, sebagaimana dalam sebuah hadits;Dari Abdulloh bin Amr bin Ash Rodhiyallohu anhuma, beliau berkata: Aku pernah melihat Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam menghitung dzikir dengan tangannya. (HR. at-Tirmidzi: 3486)* Adapun lafazh hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam berdzikir dengan menggunakan tangan kanannya, maka hadits ini tergolong hadits syadz (ganjil) yaitu hadits yang menyelisihi riwayat yang lebih shohih yaitu riwayat yang umum mencakup semua tangan.Pendapat kedua (13) mengatakan bahwa berdzikir hanya dengan tangan kanan saja lebih afdhol. Dalilnya:* Ada sebuah hadits shohih menyebutkan bahwa Nabi berdzikir dengan menggunakan tangan kanannya saja, sebagaimana hadits berikut;Dari Abdulloh bin Amr Rodhiyallohu anhuma, beliau berkata: Aku pernah melihat Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam menghitung dzikir dengan tangan kanannya. (HR.Abu Dawud: 1330 dan dishohihkan oleh al-Albani (14)dalam Sislsilah Dhoifah: 1002)Pendapat yang KuatPendapat yang kuat insya Alloh adalah pendapat yang kedua yaitu berdzikir hanyadengan tangan kanan saja tidak selayaknya dengan tangan kiri, sebagaimana ditegaskan oleh Syaikh Ibnu Baz (Fatawa Islamiyyah hlm. 320), beliau berkata: Sungguh telah sah dari Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam bahwa beliau menghitung tasbihnya (dzikirnya) dengan tangan kanannya, dan barang siapa berdzikir dengan kedua tangannya maka tidak berdosa, lantaran riwayat kebanyakan hadits yang mutlak(mencakup tangan kedua tangan), tetapi berdzikir dengan tangan kanan saja lebihafdhol karena mengamalkan sunnah yang sah dari Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam.Pendapat ini sejalan dengan hadits lain yang muttafaq alaihi tentang menggunakananggota badan yang kanan dalam perkara yang terpuji, di antaranya:Dari Aisyah Rodhiyallohu anha, beliau berkata: Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam suka mendahulukan bagian kanan baik dalam bersandal, bersisir, bersuci, dan setiapurusannya. (HR. al-Bukhori 1866 dan Muslim 268)Adapun perkataan bahwa hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam berdzikir dengan tangan kanan saja termasuk hadits syadz (ganjil/janggal),maka pendapat ini tidak benar karena keduanya tidak bertentangan, justru satu dengan yang lain saling melengkapi dan menjelaskan yang masih umum/global.Beberapa Mafsadat Biji TasbihSetelah jelas bahwa biji tasbih tidak disyariatkan dalam berdzikir, kita juga menjumpai beberapa perkara terjadi pada orang yang menggunakan biji tasbih, di antaranya:* Penggunaan biji tasbih akan mengabaikan sunnah Rosul Shollallohu Alaihi wa Sallam yang lebih mulia dan akhirnya terjatuh kepada larangan Alloh yang ditujukan kepada Bani Israil sebagaimana dalam firman-Nya:. Apakah engkau mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?.(QS. al-Baqoroh [2]: 61)* Menggunakan biji tasbih membuat pelakunya lalai dengan apa yang ia ucapkan, dan kita bisa menyaksikan banyak di antara mereka yang menggunakan biji tasbih sedangkan matanya ke sana kemari, karena mereka sudah tahu benar jumlah dzikirnya sesuai dengan jumlah biji tasbih. Berbeda dengan orang yang berdzikir dengan jari-jarinya, dia lebih khusyuk, tidak lalai, dan berusaha mengetahui hitungan dzikirnya dengan jari-jarinya(15).* Menggunakan biji tasbih sangat dikhawatirkan menimbulkan riya (niat ingin dilihat) dan sumah (niat ingin didengar) di dalamnya. Kita jumpai banyak di antara mereka mengalungkan biji tasbih yang sangat panjang dan besar, seakan-akan jiwanyaberkata kepada kepada manusia: Lihat wahai manusia, aku selalu berdzikir sebanyakjumlah biji tasbih ini(16).* Menggunakan biji tasbih adalah ciri khusus ibadahnya orang Buddha dan Hindu, apabila kita melakukannya maka kita terjatuh pada pelanggaran terhadap larangan menyerupai mereka, sebagaimana sabda Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam:Barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk mereka. (HR. Ahmad dan Abu Dawud dan dihasankan oleh al-Albani dalam Misykat al-Mashobih: 4347)PenutupDzikir menggunakan ruas-ruas jari atau ujung-ujung jari adalah petunjuk Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam yang paling sempurna, yang telah diamalkan oleh generasi terbaik umat ini. Dalam ibadah agama Islam tidak pernah mengenalkan biji tasbih kepada pemeluknya. Oleh karena itu, Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam danpara sahabatnya tidak menggunakannya dalam ibadah. kemudian sebagian orang setelah generasi terbaik ini, bersusah payah ingin ibadahnya lebih banyak dan lebihmantap menurut pikiran mereka, lalu mereka meniru kebiasaan orang Buddha, Hindu,dan para pendeta Nasrani dalam ibadahnya, dan tatkala para sahabat mengetahui hal baru ini mereka segera mengingkarinya, untuk menjaga kemurnian agama Islam ini, lalu selanjutnya para ulama kemudian juga mengikuti jalan para salafush sholih dalam berdzikir dan mengingkari hal-hal yang baru dalam agama ini.Wallohu Alam.________________________FooteNote(1) Di antaranya kitab as-Subhah Tarikhuha wa Hukmuha kar. Dr. Bakar Abu Zaid (dan kami sarikan tulisan ini dari kitab tersebut. Demikian juga, telah difatwakantentang masalah ini oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu Fatawa: 22/506, Ibnul Qoyyim dalam Madarijus Salikin: 3/120, al-Albani dalam Silsilah Dhoifahno. 83, Fatawa Rosyid Ridho: 3/435, Lajnah Fatwa al-Azhar dalam Majalah al-Azharjilid 21 th. 1949, Fatawa Lajnah Daimah KSA no. 2229, dan lainnya.(2) Lihat as-Subhah Tarikhuha wa Hukmuha hlm. 43-45.(3) Akan tetapi, semua hadits tentang biji tasbih terbukti kelemahannya bahkan kepalsuannya sebagaimana kami jelaskan dalam pokok bahasan Hadits-Hadits TentangBiji Tasbih Tidak Sah.(4) Lihat as-Subhah Tarikhuha wa Hukmuha hlm. 39. Al-Albani berkata kalimat(dengan makna biji tasbih) adalah kalimat yang baru yang tidak dikenal oleh orang-orang Arab (Silsilah Dhoifah: 1/185).(5) Lihat Ilmu Ushul Bida bab/pasal Hadyus Salaf wal Amal bin Nushushil Ammah.(6) Lihat as-Subhah Tarikhuha wa Hukmuha hlm. 102-103.(7) Sebagaimana dikatakan al-Albani dalam Silsilah Dhoifah: 1/ 184.(8) Dinukil secara ringkas dari Silsilah Dhoifah: 1/ 185-187.(9) Lihat Silsilah Dhoifah: 3/47(10) Demikian juga, ada hadits semisal dari Saad bin Abi Waqqosh tetapi dalam sanadnya ada rowi majhul (periwayat tak dikenal) bernama Khuzaimah sebagaimana dikatakan oleh Imam adz-Dzahabi dan Ibnu Hajar, demikian juga rowi lainnya bernama Said bin Abi Hilal dikatakan oleh Imam Ahmad rowi yang mukhtalith, dan ditambah lagi sebagian rowi hadits tidak menyebutkan Khuzaimah tetapi langsung dari Aisyahs\ sehingga hadits ini terputus. Kesimpulannya, hadits tersebut cacatdisebabkan oleh adanya rowi majhulatau hadits tersebut terputus.(11) Lihat Silsilah Dhoifah no. 83, dan as-Subhah Tarikhuha wa Hukmuha hlm. 16-19.(12) Seperti yang diungkapkan oleh Syaikh Dr. Bakar Abu Zaid dalam kitab La Jadida Fi Ahkamish Sholat: 52-64.(13) Seperti yang dikatakan oleh Ibnul Jazari dalam Syarah Ibnu Allan Lil Adzkar: 1/255, Ibnu Baz dalam Fatawa Islamiyyah hlm. 320, al-Albani dalam kitabnya Silsilah Dhoifah: 3/47, demikian juga keputusan fatwa Lajnah Daimah KSA dalam fatwa no. 11829 tgl. 23 Romadhon 1422 H.(14) Demikian pula hadits ini dihasankan oleh Imam an-Nawawi dalam al-Adzkar: 23, al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Nataij al-Afkar: 1/18.(15) Dinukil secara bebas dari Kutub wa Rosail Syaikh Ibnu Utsaimin: 1/198.(16) Idem.Sumber : Catatan al akh Ahmado Ferizzihttp://www.facebook.com/note.php?note_id=150087125629&ref=nfHadits Palsu Tentang Keutamaan Berdzikir Dengan Biji-bijian TasbihBy abdurrahmanDiriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah bersabda: Sebaik-baik alat untuk berdzikir adalah subhah (biji-bijian tasbih).Hadits ini dikeluarkan oleh imam ad-Dailami dalam Musnadul Firdaus (4/98 al-Mukhtashar) dari Jalur Muhammad bin harun bin Isa bin Manshur al-Hasyimi, dari Muhammadbin Ali bin Hamzah al-Alawi, dari Abdush Shamad bin Musa, dari Zainab binti Sulaiman bin Ali, dari Ummul Hasan binti Jafar bin al-Hasan, dari bapaknya, dari kakeknya, dari Ali bin Abi Thalib , dari Rasulullah .Hadits ini adalah hadits palsu, dalam sanadnya ada rawi yang bernama Muhammad bin harun bin Isa bin Manshur al-Hasyimi yang dikenal dengan Ibnul bariyyah, Imam Ibnu Asakir berkata tentangnya: Dia memalsukan hadits[1]. Imam al-Khathib al-Bagdadiberkata: Hadits (yang diriwayatkan)nya rusak dan dia tertuduh memalsukan hadits[2].Juga ada rawi yang bernama Abdush Shamad bin Musa al-Hasyimi, dia dinyatakan lemah riwayatnya oleh para ulama dan dia meriwayatkan hadits-hadits yang mungkar[3].Hadits ini dihukumi sebagai hadits palsu oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani karena rawi pemalsu hadits tersebut di atas[4].Ada hadits lain yang menjelaskan kebolehan berdzikir dengan biji-bijian, diriwayatkan oleh Abu Hurairah , bahwa Rasulullah berdzikir dengan menggunakan batu-batu kerikil. Hadits ini juga hadits palsu, karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Abdullah bin Muhammad al-Qudami, dia meriwayatkan hadits-hadits yang palsudari Imam Malik, sebagaimana pernyataan para ulama Ahli hadits[5].Demikian pula beberapa hadits semakna yang menunjukkan bahwa Rasulullah membolehkan dan membiarkan beberapa orang shahabat yang berdzikir dengan menggunakan batu-batu kerikil dan biji-bijian kurma, semua hadits tersebut lemah dan sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai sandaran.Yang paling terkenal adalah dua hadits, dari Saad bin Abi Waqqash dan Shafiyyahbintu Huyay . Hadits yang pertama dalam sanadnya ada rawi yang tidak dikenal (majhul) dan rawi yang tercampur hafalannya. Sedangkan hadits yang kedua dalam sanadnya ada rawi yang lemah[6].Kesimpulannya, hadits ini adalah hadits palsu dan hadits-hadits yang semakna dengannya berkisar antara palsu dan lemah.Oleh karena itu, hadits ini tidak boleh dinisbatkan kepada Rasulullah dan tidakbisa dijadikan sebagai dalil (argumentasi) untuk menetapkan bolehnya memakai biji-bijian tasbih untuk menghitung jumlah dzikir, apalagi menetapkan keutamaannya. Meskipun ada di antara para ulama yang membolehkannya hal tersebut dengan bersandar pada hadits-hadits tersebut di atas.Akan tetapi pendapat yang membolehkan ini lemah, karena tidak ada argumentasi kuat yang mendukungnya, bahkan penggunaan biji-bijian tasbih ini bertentangan dengan petunjuk yang benar dari Rasulullah , sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits berikut;Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash dia berkata: Aku melihat Rasulullah menghitung tasbih (dzikir) dengan tangan kanan beliau [7].Dari Yusairah bahwa Rasulullah bersabda kepada para Shahabat perempuan : Hendaknya kalian selalu bertasbih (mengucapkan subhanallah/maha suci Allah), bertahlil(mengucapkan laa ilaaha illallah/tidak ada sembahan yang benar selain Allah) dan mensucikan/mengagungkan-Nya, dan hitunglah (dzikir-dzikir tersebut) dengan ruas-ruas jari tangan, karena jari-jari tangan akan ditanya dan dijadikan berbicara/bersaksi (di hadapan Allah pada hari kiamat)[8].Maka petunjuk yang sesuai dengan sunnah Rasulullah dan diridhai Allah dalam menghitung jumlah dzikir adalah dengan menggunakan jari-jari tangan kanan. Adapunmenggunakan biji-bijian tasbih, maka ini bertentangan dengan petunjuk Rasulullahdan para Shahabat , sehingga sebagian dari para ulama menghukuminya termasuk perbuatan bidah[9]. Rasulullah bersabda: Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk NabiMuhammad dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (bidah), semua bidah adalah kesesatan (dan tempatnya di Neraka)[10].Perlu juga ditegaskan di sini bahwa menghitung dzikir dengan biji-bijian tasbihtidak dibutuhkan dalam mengamalkan dzikir yang benar dan bersumber dari hadits Rasulullah yang shahih, karena jumlah terbanyak yang dihitung dalam dzikir-dzikir yang diajarkan oleh Rasulullah adalah seratus[11], dan ini sangat mudah dihitung dengan jari-jari tangan kanan.Adapun dzikir dalam jumlah yang sangat banyak, seperti seribu, lima ribu, sepuluh ribu atau jumlah lainnya, maka semua ini bertentangan dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya , bahkan termasuk bidah dan kesesatan. Kemudian kesesatan inilah yang menarik kesesatan berikutnya, yaitu menghitung dzikir dengan biji-bijian tasbih, karena jumlah dzikir yang dihitung sangat banyak.Kalau seandainya orang-orang yang melakukan dzikir-dzikir yang menyimpang tersebut mau mencukupkan diri dengan dzikir yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya , maka tentu, dengan izin Allah , mereka akan terhindar dari keburukan dan kesesatan ini. Wallahul mustaan[12].Kota Kendari, 7 Shafar 1436 HAbdullah bin Taslim al-Buthoni[1] Kitab Tarikh Dimasyq (14/28).[2] Kitab Tarikh Bagdad (7/403).[3] Lihat penjelasan imam adz-Dzahabi dalam kitab Miizaanul Itidaal (2/621).[4] Lihat penjelasan rinci tentang kepalsuan hadits ini oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Silsilatul ahaadiitsidh dhaiifah wal maudhuuah (1/184-187, no. 83).[5] Lihat penjelasan rinci tentang kepalsuan hadits ini oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Silsilatul ahaadiitsidh dhaiifah wal maudhuuah (3/47-48, no. 1002).[6] Lihat penjelasan rinci tentang kelemahan hadits-hadits ini oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Silsilatul ahaadiitsidh dhaiifah wal maudhuuah (1/188-190).[7] HR Abu Dawud (no. 1502), at-Tirmidzi (no. 3485), an-Nasai, Ibnu Hibban (no. 843) dan al-Baihaqi (2/187), dinyatakan shahih oleh Imam Ibnu Hibban dan Syaikh al-Albani.[8] HR Abu Dawud (no. 1501), at-Tirmidzi (no. 3583), dinyatakan hasan oleh Imaman-Nawawi, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dan Syaikh al-Albani (Lihat Silsilatul ahaadiitsidh dhaiifah wal maudhuuah 1/160).[9] Lihat kitab Silsilatul ahaadiitsidh dhaiifah wal maudhuuah (1/185). Bidah adalahsemua perbuatan yang diada-adakan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah .[10] HSR Muslim (no. 867).[11] Memang ada hadits yang menyebutkan jumlah dzikir lebih dari seratus, akan tapi kelebihan tersebut tidak diperintahkan untuk dihitung.[12] Lihat kitab Silsilatul ahaadiitsidh dhaiifah wal maudhuuah (1/192).vHukum Mengunakan Tasbih Ketika BerdzikirMachfud Bin Ilyas 09:05 ShalatKebanyakan orang-orang menganggap bahwa termasuk ciri khas seorang muslim yang taat kepada Allah adalah selalu berdzikir dengan tasbih di tangan. Gambaran ini semakin kuat dengan gambar tokoh-tokoh yang dianggap berjasa bagi Islam tampil dengan busana muslim lengkap dengan tasbihnya yang sengaja dibuat dan dijual untukkeuntungan duniawi seperti gambar-gambar wali songo dan lainnya, ditambah lagitayangan sinetron religi yang sarat dengan kebatilan, apabila menampilkan tokohagama, hampir dipastikan ada tasbih di tangannya.Ada di antara mereka yang selalu terlihat menjalankan tasbih di tangannya walaupun sedang mengobrol dengan rekannya, padahal terkadang pembicaraannya bertolak belakang dengan dzikir. Yang lebih merasa kurang puas, ada yang menggantungkan tasbihnya di leher walaupun mulutnya tidak terlihat berdzikir, tetapianehnyaorang menganggap dia selalu berdzikir (mengingat Allah).Sebagian lagi meyakini bahwa tasbih yang digantungkan di leher adalah ciri khaspara malaikat yang sedang berdzikir. Ada pula yang mengatakan bahwa termasuk peninggalan (warisan) Nabi SAW adalah tasbih. Ada lagi yang menjadikannya sebagai sarana pengobatan alternatif, dan masih banyak tujuan lain digunakannya biji tasbih ini dan tidak mungkin kami sampaikan semuanya.Hal-hal di atas terjadi tidak lain karena makin jauhnya kaum muslimin dari agamanya. Oleh karena itu, para ulama yang cemburu akan agamanya segera bangkit menjelaskan hakikat tasbih ini. Mereka menulis tentang asal-usul dan hukum tasbih dalam agama Islam yang mulia ini. Dan tulisan ini sekadar menyadur dari tulisan mereka. Mudah-mudahan Allah melapangkan hati kita untuk menerima setiap kebenaran.Para ulama menyatakan bahwa berdzikir dengan menggunakan tasbih hukumnya boleh berdasarkan hadits-hadits berikut:1. Hadits riwayat Sad ibn Abi Waqqash bahwa dia bersama Rasulullah melihat seorang perempuan sedang berdzikir. Di depan perempuan tersebut terdapat biji-bijian atau kerikil yang ia digunakan untuk menghitung dzikirnya. Lalu Rasulullah berkata kepadanya:Aku beritahu kamu cara yang lebih mudah dari ini atau lebih afdlal. Bacalah: Subhanallah Adada Ma Khalaqa Fi as-Sama, Subhanallah Adada Ma Khalaqa Fi al-Ardl, Subhanallah Adada Ma Baina Dzalika, Subhanallah Adada Ma Huwa Khaliq, (Subhanallah -mahasuci Allah- sebanyak makhluk yang Dia ciptakan di langit, Subhanallah sebanyak makhluk yang Dia ciptakan di bumi, Subhanallah sebanyak makhluk yang Dia ciptakandi antara langit dan bumi, Subhanallah sebanyak semua makhluk yang Dia ciptakan). Kemudian baca Allahu Akbar seperti itu. Lalu baca Alhamdulillah seperti itu. Danbaca La Ilaha Illallah seperti itu. Serta baca La Hawla Wala Quwwata Illa Billah seperti itu. (HR. at-Tirmidzi dan dinilainya Hasan. Dinyatakan Shahih oleh Ibn Hibban dan al-Hakim. Serta dinilai Hasan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Takhrij alAdzkar).2. Hadits diriwayatkan dari Umm al-Mukminin, salah seorang istri Rasulullah, bernama Shafiyyah. Bahwa beliau (Shafiyyah) berkata:Suatu ketika Rasulullah menemuiku dan ketika itu ada di hadapanku empat ribu biji-bijian yang aku gunakan untuk berdzikir. Lalu Rasulullah berkata: Kamu telah bertasbih dengan biji-bijian ini?! Maukah kamu aku ajari yang lebih banyak dari ini? Shafiyyah menjawab: Iya, ajarkanlah kepadaku. Lalu Rasulullah bersabda: Bacalah: Subhanallah Adada Ma Khalaqa Min Syai (HR. at-Tirmidzi, al-Hakim, ath-Thabarani dan lainnya, dan dihasankan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam kitab Nata-ij al-AfkarFi Takhrij al-Adzkar).Dzikir menggunakan ruas-ruas jari atau ujung-ujung jari adalah petunjuk Nabi SAWyang paling sempurna, yang telah diamalkan oleh generasi terbaik umat ini. Dalam ibadah agama Islam tidak pernah mengenalkan tasbih kepada pemeluknya. Oleh karena itu, Rasulullah dan para sahabatnya tidak menggunakannya dalam beribadah. kemudian sebagian orang setelah generasi terbaik ini, bersusah payah ingin ibadahnya lebih banyak dan lebih mantap menurut pikiran mereka, lalu mereka meniru kebiasaan orang Buddha, Hindu, dan para pendeta Nasrani dalam ibadahnya, dan tatkalapara sahabat mengetahui hal baru ini mereka segera mengingkarinya, untuk menjaga kemurnian agama Islam ini, lalu selanjutnya para ulama kemudian juga mengikutijalan para salafush sholih dalam berdzikir dan mengingkari hal-hal yang baru dalam agama ini.Sejarah Tasbih Dan HukumnyaRabu, 15 Februari 2006 14:28:28 WIBKategori : AhkamSEJARAH TASBIH DAN HUKUMNYAOlehUstadz Nurul Mukhlisin AsyrafuddinDzikrullah, merupakan amalan yang sangat dianjurkan oleh Allah Jalla Jalaluhu dan RasulNya, dan diperintahkan untuk melakukannya sebanyak-banyaknya, sebagaimanafirmanNya, artinya: Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebutnama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. [Al Ahzab : 41]Aisyah Radhiyallahu anha berkata:"Rasulullah selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap kesempatannya". [HR Bukhari dan Muslim].Dzikir dibagi menjadi dua. Pertama, dzikir mutlaq. Yaitu dzikir yang tidak terkait dengan waktu, jumlah, tempat dan keadaan. Semua perbuatan dan perkataan yangbisa mengingatkan seseorang kepada Allah Jalla Jalaluhu, termasuk dalam dzikir jenis ini, seperti: membaca Al Quran, menuntut ilmu, dan lainnya. Seseorang bisa melakukan dzikir kapan saja, berapapun jumlahnya selama tidak bertentangan denganhal-hal yang sudah ditetapkan dalam agama. Kedua, dzikir muqayyad. Yaitu dzikiryang terikat dengan tempat, seperti: dzikir di Arafah, di Multazam, ketika masuk dan keluar masjid, kamar mandi dan lainnya. Atau terikat dengan jumlah, waktudan cara. Oleh karenanya, dalam pelaksanaannya juga terikat dengan tata cara yang pernah dilakukan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Di antara contoh dzikir yang terikat dengan jumlah, waktu dan cara, misalnya sebagaimana disabdakanRasulullah Shallallahu alaihi wa sallam :"Barangsiapa yang mengucapkan subhaanallah setiap selesai shalat 33 kali, alhamdulillah 33 kali dan Allahu Akbar 33 kali; yang demikian berjumlah 99 dan menggenapkannya menjadi seratus dengan La ilaha illallahu wahdahu la syarikalah, la hul mulkuwalahul hamdu wa huwa la kulli syai-in qadir (BAGAIMANA CARA RASULULLAH SHALALLLAHU ALAIHI WA SALLAM MENGHITUNG DZIKIR (SUBHAANALLAH, ALHAMDULILLAH DAN ALLAHU AKBAR) TERSEBUT?Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Dzaid, salah satu anggota Majelis Kibaar Ulama di Saudi Arabia, ketika membahas masalah ini menyebutkan: Sudah tsabit (jelas dan ada) petunjuk Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, baik dalam bentuk perkataan, perbuatan dan keputusan (taqrir), bahwa beliau menghitung dzikir dengan jaritangannya, tidak pernah dengan yang lainnya. Demikian itulah yang diamalkan olehpara sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan hingga hari ini. Dan termasuk perbuatan yang secara turun-temurun dipraktikkan di kalangan umat, sebagai wujud iqtida (percontohan) mereka kepada beliau Shallallahu alaihi wa sallam. Inilah cara yang sesuai dengan ruh Islam, yaitu menghendaki kemudahandan bisa diamalkan oleh semua orang, kapan saja dan di mana pun tempatnya.[1]Syaikh Athiyah Muhammad Salim, salah seorang mudarris (guru) di Masjid Nabawi, ketika membahas cara RasulullahShallallahu alaihi wa sallam menghitung tasbih tersebut, mencontohkannya dengan menggunakan tangan kanan dan menyatakan: Setiap jari tangan kita memiliki tiga ruas. Apabila setiap ruas mendapatkan satu tasbih,tahmid dan takbir, kemudian dikalikan lima, maka akan berjumlah lima belas dandiulangi lagi sekali, sehingga menjadi tiga puluh, kemudian ditambah dengan satujari hingga berjumlah tigapuluh tiga kali. Dan ini, selaras dengan hadits yangdiriwayatkan oleh Abu Dzar, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda."Setiap pergelangan salah seorang dari kamu adalah shadaqah, setiap tasbih shadaqah, setiap tahmid shadaqah, tahlil shadaqah, takbir shadaqah, mengajak kepada kebaikan shadaqah dan mencegah dari kemungkaran shadaqah dan semua itu cukup dengan dua rakaat dhuha". [HR Bukhari dan Muslim].Beliau (Syaikh Athiyah) tidak menyebutkan dalilnya harus dengan ruas jari [2]. Yang pasti, menurut beliau, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menghitung dzikirnya dengan jari tangannya, sebagaimana disebutkan oleh Abdullah bin Umar, beliau berkata:"Saya melihat Rasulullah menghitung tasbih (dzikirnya); Ibnu Qudamah mengatakandengan tangan kanannya". [3]Saat sekarang ini, kita sering melihat -khususnya selesai shalat-, orang menghitung dzikirnya dengan menggunakan alat tasbih, yaitu semacam biji-bijian terbuatdari kayu, tulang atau lainnya yang dirangkai dengan benang atau tali, yang jumlahnya biasanya seratus biji. Orang Arab menyebutnya subhah, misbahah, tasaabih,nizaam, atau alat. Sementara orang-orang sufi menyebutnya al mudzakkirah billah(pengingat kepada Allah), raabitatul qulub (pengikat hati), hablul washl atau sauth asy syaithan (cambuk syaitan). Karena dzikir merupakan bagian dari ibadah atau dianggap sebagai ibadah, maka kita harus mengetahui hukumnya, agar benar dalam mengamalkannya. Bagaimana hukum menggunakan alat-alat tersebut?Sebenarnya, sudah banyak ulama yang menulis dan membahas hukum penggunaan alat tasbih untuk menghitung dzikir [4]. Menurut Syaikh Bakr Abu Dzaid, dari ulama yang terdahulu ataupun yang sekarang (kontemporer), yang pendapatnya bisa dijadikansebagai hujjah, menunjukkan kesimpulan, bahwa tidak ada satupun hadits yang shahih yang membolehkan menggunakan selain jari tangan untuk menghitung dzikir.Terhitung ada tiga hadits yang sering dijadikan dalil bolehnya menggunakan alattasbih untuk menghitung dzikir, diantaranya sebagai berikut:Pertama: Hadits Shafiyah binti Hayyi (isteri Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam) yang berbunyi:"Dari Kinanah budak Shafiyah berkata, saya mendengar Shafiyah berkata: Rasulullah pernah menemuiku dan di tanganku ada empat ribu nawat (bijian korma) yang akupakai untuk menghitung dzikirku. Aku berkata,Aku telah bertasbih dengan ini. Rasulullah bersabda,Maukah aku ajari engkau (dengan) yang lebih baik dari pada yang engkau pakai bertasbih? Saya menjawab,Ajarilah aku, maka Rasulullah bersabda,Ucapkanlah :. (Maha Suci Allah sejumlah apa yang diciptakan oleh Allah dKedua : Hadits yang diriwayatkan oleh Saad bin Abi Waqqash:"Dia (Saad bin Abi Waqqash) bersama Rasulullah menemui seorang wanita dan di tangan wanita tersebut ada bijian atau kerikil yang digunakan untuk menghitung tasbih (dzikir). Rasulullah bersabda,Maukah kuberitahu engkau dengan yang lebih mudahdan lebih afdhal bagimu dari pada ini? (Ucapkanlah): Maha Suci Allah sejumlah ciptaanNya di langit, Maha Suci Allah sejumlah ciptaanNya di bumi, Maha Suci Allahsejumlah ciptaanNya diantara keduanya, Maha Suci Allah sejumlah ciptaanNya sejumlah yang Dia menciptanya, dan ucapan:seperti itu,Ketiga : Hadits Abu Hurairah, ia berkata:"Rasulullah bertasbih dengan menggunakan kerikil." [7]Jawaban dan bantahan terhadap ketiga riwayat di atas:Hadits Abu Hurairah sudah disepakati kepalsuannya, sehingga tidak bisa dijadikanhujjah. Hadits Shafiyah dan riwayat Said bin Abi Waqqash, seandainya dianggap shahih sanadnya dan bisa diterima, tetapi apakah kedua hadits tersebut menunjukkanbolehnya memakai tasbih untuk menghitung dzikir?.Pada hadits Shafiyah, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mempertanyakan perbuatan Shafiyah yang mengumpulkan biji-bijian di tangannya. Hal ini menunjukkanpengingkaran dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, karena ia melakukanperbuatan yang tidak biasa dilakukan oleh orang lain. Itulah sebabnya, beliau Shallallahu alaihi wa sallam mengajarkannya sesuatu yang lebih baik, yaitu lafadz tasbih yang benar. Karena, jika tindakan Shafiyah yang mengumpulkan bijian itubenar, mestinya tidak akan diingkari, bahkan ia akan dimotivasi untuk melanjutkannya atau paling tidak dibiarkan tetap melakukannya. Dengan demikian, sesungguhnya hadits tersebut sama sekali tidak menunjukkan dalil bolehnya menggunakan tasbih atau kerikil untuk menghitung dzikir.Adapun hadits Saad bin Abi Waqqash yang menyebutkan beliau melihat wanita yang memegang bijian untuk bertasbih, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menawarkan sesuatu yang lebih mudah, yang akan dijarkan kepadanya dan lebih afdhal. Lafadz afdhal atau aisar (lebih mudah), bukan berarti yang lainnya itu baik atau mudah juga. Ushlub (metode) seperti ini sering dipakai dalam bahasa Arab, sebagaimana fseperirman Allah :"Penghuni-penghuni surga pada hari itu lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat istirahatnya". [Al Furqon : 24].Syaikh Abdurraman As Sadi menyatakan,Sesungguhnya, penggunaan isim tafdhil (menunjukkan yang lebih baik) pada sesuatu yang tidak terdapat pada yang kedua. Karenatidak ada kebaikan pada ahli neraka dan tempat tinggalnya, dibandingkan dengan neraka. [8]Contoh lainnya, juga sebagaimana dalam firman Allah Jalla Jalaluhu."Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?"[An Naml : 59].Apakah bisa disamakan kebaikan yang ada pada Allah, dengan yang ada pada sekutusekutuNya? Ini suatu kemustahilan.BAGAIMANA SEJARAH MUNCULNYA ALAT TASBIH? DAN BAGAIMANA ALAT TERSEBUT BISA MASUKKE DUNIA ISLAM, HINGGA KEMUDIAN MENJADI BAGIAN DARI RITUAL IBADAH KAUM MUSLIMIN?Alat tasbih memiliki sejarah yang sangat panjang [9]. Syaikh Bakr Abu Dzaid menyebutkan, bahwa tasbih sudah dikenal sejak sebelum Islam. Tahun 800M orang-orangBudha sudah menggunakan tasbih dalam ritualnya. Begitu juga Al Barahimah di India, pendeta Kristen dan Rahib Yahudi. Dari India inilah kemudian berkembang ke benua Asia. Beliau juga mengutip sejarah tasbih yang dimuat di Al Mausuat Al Arabiyah Al Alamiyah, 23/157, ringkasannya sebagai berikut:Orang-orang Katolik menggunakan limapuluh biji tasbih kecil yang dibagi empat yang diberi pemisah dengan biji tasbih besar dengan jumlah yang sama. Juga dijadikan sebagai kalung yang terdiri dari dua biji besar dan tiga biji kecil, kemudianmatanya dibuat dengan tanda salib. Mereka membaca puji Tuhan dengan biji tasbih yang besar, dan membaca pujian Maryamiyah dengan biji tasbih yang kecil.Orang-orang Budha diyakini sebagai orang yang pertama menggunakan tasbih untuk menyelaraskan antara perbuatan dan ucapannya ketika sedang melakukan persembahyangan. Juga dilakukan oleh orang-orang Hindu di India, dan dipraktikkan oleh orang-orang Kristen pada abad pertengahan.Perkembangan tasbih yang pesat terjadi pada abad 15 M dan 16 M. Dalam kitab Musaahamatul Hindi disebutkan, bahwa orang-orang Hindu terbiasa menggunakan tasbih untuk menghitung ritualnya. Sehingga menghitung dzikir dengan tasbih diakui sebagai inovasi dari orang Hindu (India) yang bersekte Brahma. Dari sanalah kemudianmenyebar ke berbagai penjuru dunia.Sudah disepakati oleh ahli sejarah, bahwa orang-orang Arab Jahiliyah tidak mengenal istilah dan penggunaan tasbih dalam peribadatan mereka. Itulah sebabnya, satu pun tidak ada syair jahiliyah yang menyebutkan kalimat tasbih. Ia merupakan istilah yang muarrabah (diarabkan). Begitu juga pada zaman Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam dan para sahabat. Mereka tidak mengenal istilah tasbih, apalagimenggunakannya. Hal ini berlangsung sampai akhir masa tabiin. Jika mendapatkan sebuah hadits yang memuat lafadz subhah jangan sekali-kali membayangkan, bahwa makna lafadz tersebut adalah alat tasbih, seperti yang dipakai oleh orang sekarang ini. Karena, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berbicara dengan sahabat dan umatnya dengan bahasa yang mereka pahami dan ketahui. Sedangkan tasbih -seperti yang beredar sekarang ini- tidak dikenal oleh sahabat dan juga tabiin.Ketika pada akhir masa tabiin ada orang yang menghitung dzikirnya dengan kerikilatau biji korma (tanpa dirangkai), maka para sahabat, seperti Abdullah bin Masudmengingkari dan melarangnya dengan keras; menganggapnya melakukan perbuatan bidahyang besar. Begitu pula yang dilakukan oleh Ibrahim An Nakhai, seorang tabiin senior, telah melarang puterinya melakukan perbuatan seperti itu, sebagaimana sebelumnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah mengingkari Shafiyah dan memberitahukannya perbuatan yang lebih baik dan afdhalBanyak atsar sahabat dan tabiin yang menunjukkan, bahwa mereka mengingkari orangyang menggunakan bijian atau kerikil untuk menghitung dzikirnya. Diantara atsartersebut ialah:- Atsar Aisyah, yaitu ketika melihat seorang wanita dari Bani Kulaib yang menghitung dzikirnya dengan bijian. Aisyah berkata,Mana jarimu? [10]- Atsar Abdullah bin Masud, dari Ibrahim berkata:Abdullah bin Masud membenci hitungan (dengan tasbih) dan berkata,Apakah mereka menyebut-nyebut kebaikannya di hadaan Allah? [11]- Atsar dari Ash Shalat bin Bahram, berkata: Ibnu Masud melihat seorang wanita yang bertasbih dengan menggunakan subhah, kemudian beliau memotong tasbihnya dan membuangnya. Beliau juga melewati seorang laki-laki yang bertasbih menggunakan kerikil, kemudian memukulnya dengan kakinya dan berkata,Kamu telah mendahului (Rasulullah) dengan melakukan bidah yang dzalim, dan kamu lebih tahu dari para sahabatnya. [12]- Atsar dari Sayyar Abi Al Hakam, bahwasanya Abdullah bin Masud menceritakan tentang orang-orang Kufah yang bertasbih dengan kerikil di dalam masjid. Kemudian beliau mendatanginya dan menaruh kerikil di kantong mereka, dan mereka dikeluarkandari masjid. Beliau berkata,Kamu telah melakukan bidah yang zhalim dan telah melebihi ilmunya para sahabat Nabi. [13]- Atsar dari Amru bin Yahya; dia menceritakan pengingkaran Abdullah bin Masud terhadap halaqah di masjid Kuffah yang orang-orangnya bertasbih, bertahmid dan bertahlil dengan kerikil. [14]Adapun yang membawa masuk alat tersebut ke dunia Islam dan yang pertama kali memperkenalkannya ialah kelompok-kelompok thariqat atau tasawuf; disebutkan oleh Sidi Gazalba sebagai hasil kombinasi pemikiran antara Islam dengan Yahudi, Kristen, Manawi, Majusi, Hindu dan Budha serta mistik Pytagoras [15]. Sehingga, sampaisekarang hampir semua kelompok-kelompok thariqat dan pengikut tasawuf menjadikanalat tasbih ini sebagai bagian dari ibadah mereka. Bahkan, tidak jarang pula mengalungkan tasbih di leher, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Hindu, Budha dan Pendeta Kristen; menjadikannya sebagai wasilah (perantara) untuk mengobati orang sakit atau hajat lainnya dengan membasuhnya dan meminum airnya, nauzubillah. Dapat dipastikan, bahwa kelompok-kelompok yang menjadikan thariqat atau tasawuf sebagai landasan manhajnya, akan menjadikan alat tasbih ini sebagai syiaribadah mereka.Ada juga orang yang menggunakannya dengan alasan karena dzikirnya banyak, dan sering lupa atau keliru jumlahnya kalau tidak menggunakan alat tasbih.Seorang tokoh sufi Al Bannan dalam kitabnya Minhah Ahlul Futuhat Wal Zauq menyebutkan, penggunaan jari tangan hanya dilakukan oleh orang-orang yang dzikirnya sedikit, yaitu seratus atau yang kurang dari itu. Adapun ahlu dzikir wal aurad (istilah untuk mereka yang banyak dzikirnya di kalangan sufi dan tharikat), kalau mereka menggunakan jarinya untuk menghitung dzikirnya yang banyak, pasti banyak salahnya dan disibukkan dengan jarinya. Dan inilah hikmah penggunaan tasbih.Subhanallah. Adakah ketentuan dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dzikir muqayyad (terikat dengan waktu, tempat dan jumlah) yang lebih dari seratus? Perintah Allah Jalla Jalaluhu seperti dalam Al Quran, artinya: Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak. (Al Ahzab:35)dan lainnya, tidak menentukan bentuk dan jumlah tertentu untuk berdzikir.Jumlah dzikir seperti seratus atau yang kurang dari itu, merupakan taabbudiyah (ketentuan dari Rasulullah) yang wajib dipatuhi oleh orang yang mengaku sebagai pengikut Rasulullah. Ibnu Masud menasihatkan, bahwa sedikit dalam sunnah jauh lebihbaik daripada banyak namun bidah.Perlulah diingat, janganlah hanya dzikir (kebaikan) yang kita hitung, namun kesalahan yang pernah dilakukan juga perlu dipikirkan, sebagaimana nasihat Umar binKhattab : Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab.[16] Artinya, yang harus dihisab (dihitung) ialah semua yang telah kita lakukan, baik berupa kebaikan maupun kejelekan. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda."Jauhilah yang diharamkan. Engkau akan menjadi orang yang paling baik" [17].Orang yang melakukan perbuatan bidah sering berdalih, bahwa tidak semua yang tidak dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan sahabatnya dianggap bidah. Misalnya, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak memakai tasbih,bukan berarti itu tidak boleh menggunakannya. Karena mungkin tasbih waktu itu belum ada, atau menggunakan tasbih hanya sebuah sarana agar lebih khusyu dalam berdzikir.Untuk menjawab masalah ini, Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi, salah satu murid senior Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani menulis bab tersendiri dalam kitabnyaUshul Al Bida yang kesimpulannya, bahwa semua ibadah yang tidak pernah disyariatkan oleh Rasulullah, baik dengan perkataannya dan tidak pernah beliau lakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah Jalla Jalaluhu adalah bertentangan dengan sunnah. Karena sunnah itu ada yang filiyah (dilakukan) dan ada yang tarkiyah (yang tidak dilakukan oleh Rasulullah). Dengan demikian, ibadah yang tidak dilakukan olehRasulullah Shallallahu alaihi wa sallam termasuk sunnah yang harus ditinggalkan.Ketika salah satu dari tiga orang sahabat berjanji untuk melakukan shalat semalam suntuk dan tidak akan tidur, yang lainnya akan berpuasa sepanjang masa dan tidak akan berbuka, dan yang terakhir tidak mau menikah, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengingkarinya dan bersabda, "Demi Allah, sayalah (orang) yang paling takut diantara kalian kepada Allah, dan paling bertaqwa kepadaNya; tetapi saya berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur dan menikahi wanita. Barangsiapayang benci kepada sunnahku, maka bukan termasuk golonganku." [HR Bukhari Muslimdari Anas bin Malik].Pada prinsipnya, tiga sahabat tadi melakukan perbuatan yang disunnahkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, seperti: berpuasa, iffah (menjaga diri) dan shalat malam, namun dengan cara yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sehingga beliau mengingkarinya. Hadits di atas sekaligus membantah, bahwa niat yang baik, kalau tidak sesuai dengan sunnah (praktik) Rasulullah, maka tidak akan menjadi sebab suatu amal perbuatan itu diterima di sisi Allah. Ibnu Rajab, dalam kitab Fadl Ilmu Salaf, hlm. 31 menyebutkan, apayang telah disepakati oleh Salaf untuk ditinggalkan, maka tidak boleh diamalkan;karena mereka tidak meninggalkan sesuatu, kecuali atas dasar ilmu bila sesuatuhal dimaksud tidak boleh diamalkan.KESIMPULANRasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak pernah menggunakan alat tasbih dalam menghitung dzikirnya; dan ini merupakan sunnah yang harus diikuti. Seandainya menggunakan tasbih merupakan kebaikan, niscaya RasulullahShallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat merupakan yang pertama sekali melakukannya.Oleh sebab itu, orang yang paham dan berakal tidak akan menyelisihi sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menghitung dzikir dengan jari tangannya, menggantinya dengan hal-hal yang bidah, yaitu menghitung dzikir dengan tasbih atau alat penghitung lainnya. Inilah yang disepakati oleh seluruh ulama pengikut madzhab, seperti yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. [18]Alangkah indah pesan Imam Asylullah Shallallahu alaihi waam meninggalkannya. Abdullahn manusia memandangnya baik.Syafii rahimahullah ,Kami akan mengikuti sunnah Rasusallam, baik dalam melakukan suatu ibadah atau dalbin Umar menambahkan,Semua bidah adalah sesat, meskipu[19]Wallahu alam.[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun VI/1423H/2002M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]_______Footnote[1]. Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Dzaid, Tashih Ad Dua, Riyad, Daar Al Ashimah, 1419, hlm. 136.[2]. Penulis menghadiri kajiannya dan melihat langsung beliau mempraktikkan haltersebut. Hal ini, kata beliau, hanya sebuah ijtihad saja, tidak harus begitu. Yang penting menghitungnya dengan jari tangan kanan sebagaimana dalam hadits Rasulullah di atas.[3]. HR Abu Dawud, Bab tasbih bil hasha, no. 1502.[4]. Syaikh Bakar Abu Dzaid menyebutkan beberapa kitab yang membahas masalah ini. Diantaranya, kitab: Al Minhah fi As Subhah; kitab Al Haawi, II/ 139-144 karangan As Suyuthi; Nuzhatul Fikar fi Subhati Adz Dzikr oleh Al Kanawi; Kamus TaajulArus pada kalimat sabaha; Majmu Fatawa, Syaikhul Islam, juz 22/506; Madaarij As Salikiin, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, III/ 120; As Silsilah Adh Dhaifah, Syaikh Al Albani, no. 83; Nailul Authar, II/166, Majalah Al Azhar, Edisi 21 Tahun 1949M hlm.62-63; Majalah Al Wai Al Islamy, Edisi 308; Fatawa Lajnah Daimah, no. 2229, 6460,4300, dan masih banyak lagi kitab dan media lainnya yang membahas masalah tersebut.[5]. HR Tirmidzi, beliau berkata,Hadist ini gharib. Saya tidak mengetahuinya, kecuali lewat jalan ini, yaitu Hasyim bin Said Al Kufi. Ibnu Hajar dalam kitab At Taqrib menyebutnya dhaif (lemah), begitu juga gurunya, Kinanah Maula Shafiyah didhaifkan oleh Al Adzdi.[6]. HR Abu Dawud, 4/ 366; At Tirmidzi, no. 3568 dan berkata,Hadits hasan gharib.Nasaii dalam Amal Al Yaum wa Lailah; Ath Thabrani dalam Ad Dua, 3/ 1584; Al Baihaqi dalam Asy Syuab, 1/347 Al Baghawi, dalam Syarhu As Sunnah, 1279 dan lainnya. Semua sanadnya bersumber pada Said bin Abi Hilal. Ibnu Hajar menganggapnya shaduuq.[7]. HR Abu Al Qashim Al Jurjaani dalam Tarikh Jurjaan, no. 68. Dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Muhammad bin Rabiah Al Qudami yang sering membuat hadits munkar dan maudhu. Dan didhaifkan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah, no.1002.[8]. Tafsir Karimurrahman, II/ 190[9]. Sejarah lengkapnya bisa dibaca di Dairatul Maarif Al Islamiyah, juz 11/233-234; Al Mausuat Al Arabiyah Al Muyassarah, 1/958; Al Mausuat Al Arabiyah Al Alamiyah, 23/157; Fatawa Rasyid Ridha, 3/ 435-436, dan lainnya.[10]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al Mushnaf, no. 7657, dalamsanadnya terdapat jahalah (orang yang tidak diketahui).[11]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al Mushnaf, no. 7667 dengansanad yang shahih.[12]. Diriwayatkan oleh Ibnu Waddaah Al Qurthub dalam kitab Al Bida wa An Nahyu Anha, hlm. 12 dengan sanad yang shahih, tetapi ada inqitha, karena Ash Shalat tidakpernah mendengar dari Ibnu Masud.[13]. Diriwayatkan oleh Ibnu Waddaah Al Qurthubi dalam kitab Al Bida Wa An Nahyu Anha, hlm. 11 dengan sanad yang shahih. Juga ada inqitha, karena Sayyar tidak pernah mendengar dari Ibnu Masud.[14]. Riwayat selengkapnya, lihat Sunan Ad Darimi, Kitabul Muqaddimah, hadits no. 206. Juga disebutkan dalam Tarikh Wasith, Aslam bin Sahl Ar Razzaz Al Wasithi.Syaikh Al Albani menshahihkan sanad hadits ini dalam As Silsilah Ash Shahihah,hadits no. 2005.[15]. Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat (Jakarta, Bulan Bintang, Juli 1991), Cet. Kelima, hlm. 20. Untuk mengetahui hubungan antara tasawuf dengan agama Hindu,Budha dan lainnya, lihat di dua kitab Ihsan Ilahi Dzahir, Mansya Wa Al Mashadir;telah diterjemahkan dengan judul Sejarah Hitam Tasawuf Latar Belakang KesesatanSufi, oleh Fadhli Bahri, (Jakarta, Darul Falah, 2001), Cet.I. dan Dirasatun FiAt Tashawuf; telah diterjemahkan dengan judul Tasawuf, Bualan Kaum Sufi AtaukahSebuah Konspirasi? oleh Abu Ihsan Al Atsari, (Jakarta, Darul Haq, 2001), Cet. I.[16]. Ingat, riwayat ini bukanlah hadits, tetapi perkataan Umar bin Khattab. Lihat Ibnu Katsir IV/ 414 dan Silsilah Adh Dhaifah, no. 1201.[17]. Shahihul Jami, I/ 82 no. 100.[18]. Lihat Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah, 22/506; Al Waabil Ash Shayyib, Ibnul Qayyim, Fashl 68; Nailul Authar, Syaukani, II/353 dan Al Mausuah Al Fiqhiyah, 11/ 284.[19]. Lihat kembali bahaya bidah, As Sunnah, Edisi 08/Tahun VII/1424 H hlm. 31-32.Tasbih, bidahkah?9 JulPengantarPembicaraan bahkan fitnah terkait masalah ini sangatlah meresahkan, bagaimana tidak. Sejatinya hal ini merupakan wilayah furu yang selayaknya hanya dibicarakandalam tataran pencarian terhadap kebenaran lewat diskusi-diskusi hangat yang konstruktif.Namun harapan-harapan tersebut pupus lewat mulut-mulut sembrono yang dengan mudahnya mengklaim sesuatu dan memaksakan klaim tersebut kepada orang awam yang bermodal kehanifan dan taqlid dalam beragama. Akibatnya nafsu ammarah menguasai mereka lalu terjadilah caci maki yang disebabkan pemahaman yang keliru dan kurang menyeluruh terhadap pendapat para ulama mengenai hal tersebut.Masalah apakah itu? Biji tasbih!Yah, pengetahuan yang keliru dan atau tidak menyeluruh serta taqlid buta menyebabkan caci maki terkait perdebatan seputar hukum syari menggunakan tasbih untuk berdzikir kepada Allah Subahanahu Wataala.Sebagai blog yang memaparkan tentang biografi dan sikap serta fatwa Ibnu Taimiyah, maka saya mencoba untuk mengulas pendapat beliau yang begitu wasath dalam masalah ini.Semoga tulisan ini menjadi pemberat dalam timbangan amal baik serta amal jariyahbagi pemilik dan pengelola blog ini. Amin.Perselisihan tentang TasbihPara ulama berselisih menjadi 3 pendapat besar tentang penggunaan tasbi untuk berdzikir.Pertama, Sebagian ulama membolehkannya. Inilah pendapat yang UmumBerkata Ibnu Nujaim Al Hanafi dalam kitab al Bahri al Riq sebagai komentar terhadap Hadits Nabi tentang berdzikir dengan biji-biji tasbih:):::.:(Ucapannya: tidak mengapa menggunakan misbahah) dengan huruf mim dikasrahkan adalah alat untuk bertasbih, ada pun yang tertulis dalam Al Bahr, Al Hilyah, dan AlKhazain adalah tanpa mim. Disebutkan dalam Al Mishbah: Subhah adalah manik-manikyang terangkai, kata ini menunjukkan bahwa ia adalah bahasa arab asli. Al Azhari berkata: Itu adalah kata yang muwalladah (tidak asli Arab), bentuk jamaknya seperti ghurfah dan ghuraf.Yang masyhur secara syariat adalah penggunaaan subhah ini terdapat pada shalat sunnah. Disebutkan dalam Al Maghrib: karena dia bertasbih padanya.Ada pun dalil kebolehannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasai, Ibnu Hibban, dan Al Hakim, dia berkata: shahih sanadnya.Bahwa dia (Saad) bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam masuk menemui seorang wanita, dan dihadapan wnaita itu terdapat biji-bijian atau kerikil. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: Maukah kau aku beritahu dengan yanglebih mudah bagimu dari ini atau lebih utama? (Lalu nabi menyebutkan macam-macam dzikir yang tertulis dalam teks di atas ..)[1]Lalu katanya: Nabi tidak melarangnya. Beliau hanyalah menunjukkan cara yang lebihmudah dan utama, seandainya makruh tentu Beliau akan menjelaskan hal itu kepadawanita tersebut. Dari kandungan hadits ini, kita dapat memahami bahwa subhahtidak lebih dari kumpulan bijian yang dirangkai dengan benang. Masalah seperti ini tidak berdampak pada pelarangan. Maka, bukan pula kesalahan jika ikut menggunakannya sebagaimana sekelompok kaum sufi yang baik dan selain mereka. Kecuali jika didalamnya tercampur muatan riya dan sumah, tetapi kami tidak membahas hal ini.[2]Al Imm al Syaukn membahas hadits-hadits terkait biji-bijian tasbih dan berkomentarsebagai berikut sesungguhnya ujung jari jemari akan ditanyakan dan diajak bicara, yakni mereka akan menjadi saksi hal itu. Maka, menghimpun (menghitung) tasbih dengan jari adalah lebih utama dibanding dengan untaian biji tasbih dan kerikil. Dua hadits yanglainnya, menunjukkan bolehnya menghitung tasbih dengan biji, kerikil, dan jugadengan untaian biji tasbih karena tidak ada bedanya, dan ini perbuatan yang ditaqrirkan (didiamkan/disetujui) oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam terhadap dua wanita tersebut atas perbuatan itu. Dan, hal yang menunjukkan dan mengarahkan kepada hukum yang lebih utama tidak berarti menghilangkan hukum boleh. [3]Syaikh Abu al Ala Muhammad Abdurrahmn bin Abdurrahm Al Mubrakfri Rahimahullah Beliaumenerangkan dalam Tuhfah al Ahwdzi, ketika menjelaskan hadits Ibnu Amr dan Yusairah binti Yasir, sebagai berikut:Hadits ini menunjukkan disyariatkannya bertasbih menggunakan ujung jari jemari, alasan hal ini adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits Yusairah yang diisyaratkan oleh At Tirmidzi bahwa ujung jari jemari akan ditanyakan dandiajak bicara, yakni mereka akan menjadi saksi hal itu. Dalam hal ini, menghitung tasbih dengan menggunakan ujung jari adalah lebih utama dibanding dengan subhah (untaian biji tasbih) dan kerikil. Dalil yang menunjukkan kebolehan menghitung tasbih dengan kerikil dan biji-bijian adalah hadits Saad bin Abi Waqqash, bahwa beliau bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam masuk menemui seorang wanita yang dihadapannya terdapat biji-biji atau kerikil yang digunakannya untukbertasbih (Al Hadits). Dan juga hadits Shafiyah bin Huyai, dia berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam masuk menemuiku dan dihadapanku ada 4000 biji-bijian yang aku gunakan untuk bertasbih. (Al Hadits). [4]Syaikh Abdul Azz bin Abdullh bin Bz Al Hambali Rahimahullah pernah ditanya tentangseseorang yang berdzikir setelah shalat menggunakan subhah, bidahkah?Beliau menjawab:Berzikir dengan subhah tidak patut dilakukan, meninggalkannya adalah lebih utamadan lebih hati-hati. Tetapi boleh baginya kalau bertasbih menggunakan kerikil atau misbahah (alat tasbih) atau biji-bijian dan meninggalkan subhah tersebut dirumahnya, agar manusia tidak mentaklidinya. Dahulu para salaf -pun melakukannya.Masalah ini lapang, tetapi menggunakan jari adalah lebih utama pada setiap tempat, dan utamanya dengan tangan kanan. Ada pun membawanya ditangan ke masjid, sepatutnya jangan dilakukan, minimal hal itu makruh. [5]Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin pernah ditanya tentang hadits: Setiap bidahadalah sesat, artinya tidak ada bidah kecuali sesat dan tidak ada bidah yang baik,bahkan setiap bidah adalah sesat.Pertanyaan: apakah tasbih dipandang sebagai bidah? Apakah ia termasuk bidah yang baik atau yang sesat?Beliau menjawab: tasbih tidak termasuk bidah dalam agama, karena manusia tidak bertujuan beribadah kepada Allah swt dengannya. Tujuannya hanya untuk menghitung jumlah tasbih yang dibacanya, atau tahlil, atau tahmid, atau takbir. Maka ia termasuk sarana, bukan tujuan.Akan tetapi yang lebih utama darinya adalah bahwa seseorang menghitung tasbih dengan jari jemarinya:karena ia adalah petunjuk dari Nabi saw.[6]Karena menghitung tasbih dan yang lainnya dengan alat tasbih bisa membawa kepada kelalaian. Sesungguhnya kita menyaksikan kebanyakan orang-orang yang menggunakan tasbih, mereka bertasbih sedangkan mata mereka menoleh ke sana ke sini, karena telah menjadikan jumlah tasbih menurut jumlah yang mereka inginkan dari tasbihnya atau tahlilnya atau tahmidnya atau takbirnya. Maka engkau mendapatkan mereka menghitung biji-bii tasbih ini dengan tangannya, sedangkan hatinya lupa sambil menoleh ke kanan dan kiri. Berbeda dengan orang yang menghitungnya dengan jemarinya, maka biasanya hal itu lebih menghadirkan hatinya.Alasan ketiga: sesungguhnya menggunakan tasbih bisa membawa kepada riya. Sesungguhnya kita menemukan kebanyakan orang yang menyukai banyak bertasbih, menggantungkan di leher mereka tasbih yang panjang. Seolah-olah mereka berkata: lihatlah kepada kami, sesungguhnya kami bertasbih kepada Allah swt sejumlah bilangan ini. Aku meminta ampun kepada Allah swt dalam menuduh mereka seperti ini, akan tetapi dikhawatirkan terjadinya hal itu.Tiga alasan ini menuntut manusia agar meninggalkan tasbih dengan biji tasbih inidan hendaklah ia bertasbih kepada Allah swt dengan jari jemarinya.Kemudian, sesungguhnya yang utama agar menghitung tasbih dengan jari tangan kanannya, karena Nabi saw menghitung tasbih dengan tangan kanannya, dan tanpa diragukan lagi yang kanan lebih baik dari pada yang kiri. Karena inilah yang kanan lebih diutamakan atas yang kiri. Nabi saw melarang seseorang makan atau minum dengan tangan kirinya dan menyuruh manusia makan dengan tangan kanannya. Nabi saw bersabda:,Wahai gulam (anak kecil), bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang dekat denganmu.[7]Dan beliau saw bersabda:Apabila seseorang darimu makan maka hendaklah ia makan dengan tangan kanannya, dan apabila minum hendaklah ia minum dengan tangan kanannya. Sesungguhnya syetan makan dengan tangan kirinya dan minum dengan tangan kirinya.[8]Tangan kanan lebih utama dengan tasbih daripada tangan kiri karena mengikuti sunnah dan mengambil dengan kanan. Dan Nabi saw menyukai yang kanan dalam memakai sendal, bersisir, bersuci dan dalam seluruh perkaranya. Atas dasar inilah, maka membaca tasbih dengan alat tasbih tidak termasuk bidah dalam agama, namun hanya sebagai sarana untuk mencatat hitungan. Ia merupakan sarana yang tidak utama, danyang utama darinya adalah menghitung tasbih dengan jemarinya.[9]Kedua, sebagian ulama menganggapnya MustahabImam Muhammad Abdurrauf Al Munawi Rahimahullah menjelaskan dalam kitab Faidhul Qadir Syarh Al Jami Ash Shaghir, ketika menerangkan hadits Yusairah:Hadits ini merupakan dasar terhadap sunahnya subhah (untaian biji tasbih) yang sudah dikenal. Hal itu dikenal pada masa sahabat, Abdullah bin Ahmad telah meriwayatkan bahwa Abu Hurairah memiliki benang yang memiliki seribu himpunan, beliau tidaklah tidur sampai dia bertasbih dengannya. Dalam riwayat Ad Dailami: Sebaik-baiknya dzikir adalah subhah. Tetapi muallif (yakni Imam As Suyuthi) mengutip dari sebagian ulama belakangan, Al Jalal Al Bulqini, dari sebagian mereka bahwa menghitung tasbih dengan jari jemari adalah lebih utama sesuai zhahir hadits.[10]Ketiga, Sebagian Ulama secara tegas melarang dan membidahkan penggunaan Tasbih untuk berdzikir.Inilah yang masyhur dari pendapat al Imm al Albni dan murid-muridnya. Pendapat Inijuga didukung oleh Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr. Bahkan syaikh Bakr AbuZaid memiliki risalah khusus yang menegaskan larangan menggunakan biji-bijian tasbih dalam menghitung Dzikir.Dalil-dalil mereka adalah sebagai berikut:Hal itu menyalahi Sunnah dan tidak disyariatkan oleh Rasulullah bahkan bidahyang tidak memiliki asal dalam syariat sedangkan permasalah ibadah adalah Tauqifiyah oleh karena itu ibadah kepada Allah itu hanya boleh dilakukan jika ada syariatnyaadanya riwayat ketidaksukaan Ibnu Masud dan Sahabat lain terhadap hal tersebut. Ibnu Waddhah[11] berkata dalam kitabnya al Bidu wan nahyu anha: Dari Ibrahim berkata : Dahulu Abdullah (Ibnu Masud) membenci berdzikir dengan tasbih seraya bertanya : Apakah kebaikan-kebaikannya telah diberikan kepada Allah? (Riwayat Ibnu AbiSyaibah dalam al-Mushannaf No. 7667) dengan sanad shohih. Dari as-Shalt bin Bahram berkata : Ibnu Masud melewati seorang wanita yang berdzikir dengan tasbih, makasegera beliau potong tasbih lalu membuangnya. Kemudian beliau melewati seoranglai-laki berdzikir dengan kerikil, maka beliau menendangnya, kemudian berkata : Sungguh kalian telah mendahului Rasulullah, kalian melakukan bidah dengan zhalim dan ilmu kalian telah melebihi ilmu Sahabat-Sahabat Muhammad.Dalam Mushannaf Ibnu Abi syaibah disebutkan: telah menceritakan kepadaku yahya Bin Said al Qatthni dari Al Taimi dari Abi Tamimiyah dari seorang perempuan bani Kulaib yang berkata bahwa ia dilihat oleh Aisyah sedang berdzikir dengan biji-biji tasbih, maka Aisayah berkata: Mana Syawahid? yang dimaksud adalah jari jemari.Dari Atsar ini bisa dipahami bahwa Asiyah menegur perempuan tersebut dan menyuruhnya menggunakan jari, namun sayang dalam atsar ini ada rawi yang mubhamPendapat Ibnu Taimiyah dan TarjihIbnu Taimiyah memberi pendapat yang wasath dalam hal ini, beliau mengatakan[12],Menghitung tasbih dengan jari jemari adalah sunah, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada kaum wanita: Bertasbihlah dan menghitunglah dengan jari jemari, karena jari jemari itu akan ditanya dan diajak bicara.Adapun menghitung tasbih dengan biji-bijian dan batu-batu kecil (semacam kerikil) dan semisalnya, maka hal itu perbuatan baik (hasan). Dahulu sebagian sahabatpun (Radhiallahu Anhum )ada yang memakainya dan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melihat ummul mukminin bertasbih dengan batu-batu kecil dan beliau menyetujuinya. Diriwayatkan pula bahwa Abu Hurairah pernah bertasbih dengan batu-batu kecil tersebuthukum menggunakan tasbih sebagai alat untuk berdzikir adalah boleh dan mubah bukan bidah, inilah yang masyhur dari pendapat para ulama dari 4 Mazhab dan juga ulama-ulama Salafi serta sesuai dengan kaidah bahwa asal sesuatu adalah Mubah selama tidak ada dalil yang melarang. Adapun jika ada kesan menganggapnya hasan makahal tersebut adalah kelaziman dari hukum mubah yang diniatkan untuk kebaikanDalam matan zubad, Ibnu Ruslan berkata:Dikhususkan kesamaan dalam hukum mubah baik meninggalkan maupun melakukanNamun jika seseorang makan agar kuat dalam ketaatan kepada Allah, maka ia mendapatkan sesuai yang ia Niatkan.Syaikh Muhammad bin sholih al Utsaimin menjelaskan ketika membahas tentang hukumMubah dalam kitab al ushul min ilmil Ushul:Seandainya ada kaitannya dengan perintah karena keberadaannya (yakni suatu yangmubah) sebagai wasilah terhadap hal yang diperintahkan, atau ada kaitannya dengan larangan karena keberadaannya sebagai wasilah terhadap hal yang dilarang, makabagi hal yang mubah tersebut hukumnya sesuai dengan keadaan wasilah tersebut.Adapun yang menyunahkan, maka hal tersebut keliru Karena tidak ada dalil khususyang mengindikasikan hal tersebut, bahkan Rasulullah menyarankan agar menggantinya dengan menggunakan jemari.Adapun yang mengharamkannya dengan dalil dari kebencian Ibnu Masud, maka tidak diketahui secara jelas ada indikasi Ibnu Masud membenci biji-biji tasbih, namun yang dzohir adalah beliau membenci menghitung tasbih (zikir). Dalam menyebutkan atsar-atsar terkait hal tersebut, Ibnu Abi syaibah membuat fasal tentang orang-orangyang membenci menghitung-hitung tasbih lalu beliau menyebutkan riwayat dari IbnuMasud dan ibnu Umar. Begitu juga yang terdapat dalam Sunan Al Drimi, hal tersebuttidak mengindikasikan secara tegas tentang kebencian beliau. Apakah terkait menunggu waktu sholat dengan menghitung-hitung zikir dan melakukannya secara berjamaah dengan pimpinan satu orang ataukah kebencian beliau terkait kerikil-kerikilnya saja. Namun yang zohir larangan tersebut adalah terkait yang pertama. WallahualamPeringatanFatwa-fatwa terkait kebolehan menggunakan tasbih selalu diiringi dengan beberapaperingatan. Ibnu Taimiyah mengatakan setelah membolehkan tasbih:Adapun Tasbih yang dibentuk seperti manik-marik yang terangkai dan semisalnya, maka sebagian manusia ada yang membencinya dan sebagian lagi tidak membencinya. Kalau niatnya baik maka hal itu menjadi baik dan tidak makruh. Adapun menggunakannya tanpa keperluan atau memamerkannya kepada manusia, misanya digantungkan dileher atau dijadikan gelang atau semisalnya, maka hal ini bisa saja riya terhadapmanusia atau merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan riya dan menyerupai orangyang riya. Yang pertama (riya, red) adalah haram sedangkan yang kedua minimal makruh. Sesunggunhya riya kepada manusia dalam ibadah-ibadah khusus seperti sholat, puasa, zikir, dan membaca quran adalah termasuk dosa yang paling besar.Allah berfirman:(4)(5)Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat (4) (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya (5) orang-orang yang berbuat riya (6) dan enggan (menolong dengan) barang berguna (7)[13]Allah juga berfirman:Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali [14]Senada dengan peringatan diatas juga difatwakan oleh Faqihuzzaman Ibnu utsaimindan Ibnu Bz, oleh karena itu hendaknya kita menggunakan tasbih jika ada hajat saja untuk menghitung zikir yang jumlahnya cukup banyak seperti zikir pagi dan petang yang merepotkan jika dihitung dengan jemari. Adapun untuk zikir setelah sholat dan senantiasa membawa tasbih ketika sholat atau bepergian seperti berlaku pada sebagian orang yang diklaim alim, maka hal tersebut makruh menurut Syaikh IbnuBz. Lagipula yang secara tegas dianjurkan oleh Rasulullah dan disepakati kesunnahannya oleh ummat adalah menggunakan jemari karena Ia akan menjadi saksi diakherat atas zikir-zikir yang telah kita ucapkan.Wallahu alam BisshowbSemoga bermanfaatSaudaramu: dobdob[1] HR. Abu Daud No. 1500, At Tirmidzi No. 3568, katanya: hasan gharib. Ibnu Hibban No. 837[2] Imam Ibnu Abidin, Raddul Muhtar, 5/54. Mawqi Al Islam[3] Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 2/316-317. Maktabah Ad Dawah Al Islamiyah[4] Tuhfah al Ahwdzi, 9/458. Cet. 2, 1383H-1963M. Al Maktabah As Salafiyah, Madinah. Tahqiq: Abdul Wahhab bin Abdul Lathif[5] Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Majmu Fatawa wa Maqallat, 29/318. Mawqi Ruh Al Islam[6] Ahmad 6/270, Abu Daud 1501, at-Tirmidzi 3583, Ibnu Hibban 842, al-Hakim 1/457 (2007) dan ia tidak memberi komentar dan dishahihkan oleh adz-Dzahabi, dihasankan oleh Albani dalam Shahih Abu Daud 1329.[7] Al-Bukhari 5376 dan Muslim 2022[8] Muslim 2020[9] http://www.islamhouse.com/p/278161 . Syaikh Ibnu Utsaimin Nur ala darb, halqahkedua hal 68[10] Faidhul Qadir, 4/468. Cet. 1, 1415H-1994M. Darul Kutub Al Ilmiyah, Beirut Libanon[11] Al Zahabi menyebutkan biografinya dalam siyar 13/445 : Berkata Ibnu al Fardhi : dia banyak mengklaim sabda-sabda nabi Shallallhu Alaihi Wasallm padahal itu merupakan kata-katanya sendiri, dia banyak melakukan kesalahan yang telah diketahui berasal darinya, keliru, dan melakukan tashif, serta tidak memiliki ilmu dalam bahasa arab dan juga fiqh[12] Majmu Fatwa 22/506[13] Qs al Mn:4-7[14] Qs Ali Imrn 142Berdzikir Menggunakan Tasbih (Lengkap Dengan Bantahan Terhadap Kaum Wahabi YangMengharamkannya)13 Desember 2012 pukul 18:37Berdzikir Menggunakan TasbihAl-Muhaddits asy-Syekh as-Sayyid Abdullah al-Ghumari dalam Itqan ash-Shanah Fi Tahqiq Mana al-Bidah, menuliskan sebagai berikut:Tasbih bisa menghitung jumlah-jumlah dzikir yang dianjurkan dalam sunnah. Dan karena alat-alat untuk ibadah memiliki hukum yang sama dengan tujuannya itu sendiri; yaitu ibadah, maka berarti tasbih juga disyariatkan (Artinya, karena dzikir disyariatkan maka alat untuk berdzikir-pun disyariatkan)[1].Para ulama menyatakan bahwa berdzikir dengan menggunakan tasbih hukumnya boleh berdasarkan hadits-hadits berikut:Hadits riwayat Sad ibn Abi Waqqash bahwa dia bersama Rasulullah melihat seorang perempuan sedang berdzikir. Di depan perempuan tersebut terdapat biji-bijianatau kerikil yang ia digunakan untuk menghitung dzikirnya. Lalu Rasulullah berkata kepadanya:Aku beritahu kamu cara yang lebih mudah dari ini atau lebih afdlal. Bacalah: Subhanallah Adada Ma Khalaqa Fi as-Sama, Subhanallah Adada Ma Khalaqa Fi al-Ardl, Subhanallah Adada Ma Baina Dzalika, Subhanallah Adada Ma Huwa Khaliq, (Subhanallah -mahasuci Allah- sebanyak makhluk yang Dia ciptakan di langit, Subhanallah sebanyak makhluk yang Dia ciptakan di bumi, Subhanallah sebanyak makhluk yang Dia ciptakandi antara langit dan bumi, Subhanallah sebanyak semua makhluk yang Dia ciptakan). Kemudian baca Allahu Akbar seperti itu. Lalu baca Alhamdulillah seperti itu. Danbaca La Ilaha Illallah seperti itu. Serta baca La Hawla Wala Quwwata Illa Billah seperti itu. (HR. at-Tirmidzi dan dinilainya Hasan. Dinyatakan Shahih oleh Ibn Hibban dan al-Hakim. Serta dinilai Hasan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Takhrij alAdzkar).2. Hadits diriwayatkan dari Umm al-Mukminin, salah seorang istri Rasulullah, bernama Shafiyyah. Bahwa beliau (Shafiyyah) berkata:Suatu ketika Rasulullah menemuiku dan ketika itu ada di hadapanku empat ribu biji-bijian yang aku gunakan untuk berdzikir. Lalu Rasulullah berkata: Kamu telah bertasbih dengan biji-bijian ini?! Maukah kamu aku ajari yang lebih banyak dari ini? Shafiyyah menjawab: Iya, ajarkanlah kepadaku. Lalu Rasulullah bersabda: Bacalah: Subhanallah Adada Ma Khalaqa Min Syai (HR. at-Tirmidzi, al-Hakim, ath-Thabarani dan lainnya, dan dihasankan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam kitab Nata-ij al-AfkarFi Takhrij al-Adzkar)Faedah Hadits:Dalam dua hadits ini Rasulullah mendiamkan, artinya menyetujui (iqrar), dan tidak mengingkari sahabat yang berdzikir dengan biji-bijian dan kerikil-kerikil tersebut. Rasulullah hanya menunjukkan kepada yang lebih afdlal dari menghitung dzikir dengan biji-bijian atau kerikil. Dan ketika Rasulullah menunjukkan kepada sesuatu yang lebih afdlal (al-afdlal), hal ini bukan berarti untuk menafikan yang sudah ada (al-mafdlul). Artinya, yang sudah adapun (al-mafdlul) boleh dilakukan.Dari iqrar Rasulullah ini dapat diambil dalil bahwa bertasbih denganu biji-bijian ada keutamaan atau faedah pahalanya. Karena seandainyaeutamaannya, berarti Rasulullah menyetujui ibadah yang sia-sia, yanghala, dan jelas hal ini tidak mungkin terjadi. Rasulullah tidak akansesuatu yang tidak ada gunanya.kerikil atatidak ada ktidak berpamendiamkanSyekh Mulla Ali al-Qari ketika menjelaskan hadits Sad ibn Abi Waqqash di atas, dalam kitab Syarh al-Misykat, menuliskan sebagai berikut:Ini adalah dasar yang shahih untuk membolehkan penggunaan tasbih, karena tasbih ini semakna dengan biji-bijian dan kerikil tersebut. Karena tidak ada bedanya antara yang tersusun rapi (diuntai dengan tali) atau yang terpencar (tidak teruntai) bahwa setiap itu semua adalah alat untuk menghitung dzikir[2].3. Hadits Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah bersabda:()Sebaik-baik pengingat kepada Allah adalah tasbih (HR. ad-Dailami dalam Musnad al-Firdaus)Faedah Hadits:Hadits ini adalah hadits Dlaif. Hadits ini bukan Maudlu (palsu) seperti dikatakanoleh Nashiruddin al-Albani. Hadits ini mendukung dua hadits shahih di atas yangmembolehkan bertasbih dengan tasbih. Maka hadits ini boleh dimaknai: bahwa Sebaik-baik pengingat kepada Allah adalah alat dzikir yang dinamakan tasbih.Al-Muhaddits asy-Syekh Abdullah al-Harari dalam risalahnya berjudul at-Taaqqub alHatsits Ala Man Thaana Fima Shahha Min al-Hadits, menuliskan sebagai berikut:Kemudian kesimpulan pembahasan kita sesuai kaedah-kaedah ilmu hadits, bahwa hadits Nima al-Mudzkkir as-Subhah adalah Dlaif dengan sanad ini. Tetapi tidaklah dilarangmengamalkan hadits ini. Melainkan yang dilarang adalah mengamalkan hadits dla if -selain maudlu (palsu)- apa bila hadits tersebut sangat lemah (Syadid adl-Dlaf).Hadits yang sangat lemah adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang kadzdzab (pendusta), atau dituduh berdusta atau sangat parah kesalahannya dalam meriwayatkan hadits. Sedangkan dalam sanad hadits ini tidak terdapat perawi-perawiseperti itu, dan tidak ada seorang ahli hadits-pun yang menyatakan adanya tafarrud di dalamnya (hanya diriwayatkan oleh perawi dengan sifat-sifat yang disebutkan). Dalam hadits ini juga terdapat syarat lain (untuk dibolehkan mengamalkan hadits Dlaif yang bukan Maudlu dan bukan Syadid adl-Dla f), yaitu masuk dalam dalil umum. Dan dalil umum dalam masalah ini diambil dari hadits bertasbih dengan kerikil dari sisi bahwa dibenarkan menggunakan alat untuk menghitung jumlah dzikir dengan apapun yang semakna dengan kerikil. Jadi jika dilihat kondisi hadits ini, tidak ada larangan untuk mengamalkannya. Apalagi ada sebagian ahli hadits sepertial-Imam Ahmad ibn Hanbal, Abu Dawud, Ibn Mahdi, Ibn al-Mubarak yang membolehkanmengamalkan hadits Dlaif tanpa syarat atau ketentuan apapun seperti disebutkan dalam Tadrib ar-Rawi dan buku-buku ilmu Musthalah al-Hadits yang lain[3].Bahkan al-Muhaddits asy-Syekh Abdullah al-Ghumari dalam Itqan ash-Shunah Fi TahqiqMana al-Bidah, hlm. 45-46, menegaskan bahwa ketika orang berdzikir menggunakan biji-bijian, kerikil atau tasbih, sesungguhnya dia menghitung dzikir dengan jari-jari tangannya juga, karena dia menggunakan jari-jarinya untuk mengambil dan memegang biji-bijian atau kerikil tersebut, ia juga menggunakan jari-jarinya untuk menggerakkan dan memutar tasbih tersebut. Berarti ia memperoleh pahala seperti halnya bila dia hanya menggunakan jari-jarinya untuk menghitung dzikirnya tersebut. Dengan demikian menghitung dzikir dengan biji-bijian, kerikil atau tasbih, berarti masuk dalam kesunnahan berdzikir dengan menggunakan jari-jari tangan yang disebutkan dalam hadits Yusairah[4]. Dalam hadits Ysairah ini Rasulullah bersabda:Bacalah oleh kalian Tasbih, Tahlil dan Taqdis, dan jangan lupa memohon rahmat Allah, dan hitunglah dengan jari-jari tangan karena nanti di akhirat jari-jari tersebut akan ditanya dan nantinya akan berbicara dan menjawab. (HR. Ibn Abi Syaibah,Abu Dawud dan at-Tirmidzi)Antara Menghitung Dzikir Dengan Jari Atau TasbihDzikir yang dibaca oleh seseorang jika dihitung dengan jari-jari tangan kanan itu lebih afdlal. Karena hal itu yang dianjurkan oleh Rasulullah (Warid) dengan perkataan dan dengan perbuatannya sendiri. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah ibn Umar bahwa Rasulullah ketika bertasbih beliau menghitungnya dengan jari-jari tangan kanannya (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, al-Hakim dan al-Baihaqi dalam Sunannya).Namun demikian, hal ini bukan berarti menghitung dzikir dengan sesuatu yang laintidak boleh, walaupun memang yang lebih afdlal menghitung dengan jari-jari tangan. Dengan dalil bahwa suatu ketika Rasulullah mendapati salah seorang istrinyayang bernama Shafiyyah meletakkan empat ribu biji kurma dihadapannya yang ia gunakan untuk menghitung tasbihnya (HR. at-Tirmidzi, al-Hakim, ath-Thabarani dan lainnya). Dalam hadits ini Rasulullah tidak melarang, serta tidak mengingkari perbuatan Shafiyyah tersebut. Rasulullah hanya menunjukkan kepada Shafiyyah terhadapyang lebih mudah dan lebih afdlal, seperti yang telah kita kemukakan di atas dengan dalil-dalilnya.Demikian juga ada beberapa sahabat lain yang menghitung bacaan dzikirnya denganbiji kurma, kerikil atau benang yang disimpulkan. Di antaranya sahabat Abu Shafiyyah; salah seorang bekas budak Rasulullah, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad ibn Hanbal dalam kitab az-Zuhd, dan kitab al-Jami fi al-Ilal wa Marifat arRijal. Juga seperti yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Baghawi dalam kitab Mujam ash-Shahabah. Termasuk di antaranya sahabat Sad ibn Abi Waqqash, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam kitab al-Mushannaf, dan Ibn Sad dalam kitab ath-Thabaqaat. Juga di antaranya sahabat Abu Hurairah, sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah ibn Ahmad dalam kitab Zawaa-id az-Zuhd, al-Hafizh Abu Nuaim dalam kitab Hilyah al-Auliya, serta diriwayatkan adz-Dzahabi dalam kitab Tadzkirah al-Huffazh dan kitab Siyar Alam an-Nubala. Kemudian pula di antaranya sahabat Abu ad-Darda,sebagaimana diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad ibn Hanbal dalam kitab az-Zuhd, danlainnya.Dari sini para ulama menyimpulkan bahwa hukum menghitung dzikir dengan tasbih atau semacamnya adalah boleh, tidak haram, walaupun yang lebih baik (afdlal) menghitungnya dengan jari tangan kanan. Hukum yang serupa dengan ini adalah tentang shalat Rawatib al-Faraidl (Qabliyyah dan Badiyyah). Bahwa yang lebihafdlal shalat sunnah Rawatib tersebut dilaksanakan di rumah, namun bukan berartiharam jika shalat sunnah tersebut dilakukan di masjid.Bahkan al-Faqih al-Allamah Ibn Hajar al-Haitami dalam kitab al-Fatawaal-Kubra al-Fiqhiyyah, menuliskan bahwa sebagian ulama telah merinci tentang keutamaan berdzikir antara dengan jari-jari atau dengan untaian tasbih. Beliau menuliskan sebagai berikut:Jika orang yang berdzikir tidak khawatir salah hitung maka menghitung dzikirdengan jari-jari tangan hukumnya lebih afdlal. Namun jika ia khawatir salah hitung maka menghitung dengan tasbih lebih afdlal[5].Amaliah Para Ulama Salaf Dan KhalafBerikut ini sebagian para ulama Salaf dan para ulama Khalaf yang berdzikir menggunakan kerikil, biji kurma, atau semacam ikatan yang disimpulkan menjadi untaian tasbih. Di antaranya ialah:Shafiyyah. Beliau adalah Umm al-Muminin, salah seorang istri Rasulullah. Dalam menghitung dzikir beliau menggunakan biji-biji kurma atau kerikil-kerikil seperti yang telah kita sebutkan di atas. Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi,al-Hakim, dan ath-Thabarani.Abu Shafiyyah. Beliau adalah salah seorang bekas budak Rasulullah. Dalam menghitung dzikirnya beliau menggunakan kerikil-kerikil atau biji-biji kurma. Hadits ini dituturkan oleh al-Imam al-Baghawi dalam kitab Mujam ash-Shahabah, al-Hafizh Ibn Asa-kir dalam kitab Tarikh Dimasyq, al-Imam Ahmad ibn Hanbal dalam kitab az-Zuhd dan kitab al-Jami Fi al-Ilal Wa Marifah ar-Rijal, al-Imam al-Bukhari dalam kitab at-Tarikh al-Kabir, al-Imam Ibn Abi Hatim dalam kitab al-Jarh Wa at-Tadil, Ibn Sayyid an-Nas dalamkitab Uyun al-Atsar, al-Imam al-Baihaqi dalam kitab Syuab alIman, dan Ibn Katsir dalam al-Bidayah Wa an-Nihayah.Saad ibn Abi Waqqash. Beliau adalah salah seorang sahabat Rasulullah terkemuka. Dalam berdzikir beliau menggunakan kerikil dan biji-biji kurma. Diriwayatkanoleh Ibn Sad dalam kitab ath-Thabaqat al-Kubra, dan Ibn Abi Syaibah dalam kitab al-Mushannaf.Abu Hurairah. Sahabat Rasulullah terkemuka ini memiliki benang dengan simpulannya sebanyak dua ribu bundelan. Sebelum tidur beliau berdzikir dengan menggunakan alat ini hingga selesai. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam kitab Hilyah al-Awliya, Abdullah ibn Ahmad dalam kitab Zawa-id az-Zuhd, adz-Dzahabi dalamkitab Tadzkirah al-Huffazh dan Siyar Alam an-Nubala. Juga diriwayatkan bahwa AbuHurairah berdzikir dengan mempergunakan biji kurma atau kerikil sebagaimana disebutkan oleh Abu Dawud dalam kitab Sunan, dan Ahmad ibn Hanbal dalam kitab Musnad.Abu ad-Darda. Sahabat Rasulullah ini berdzikir dengan biji kurma Ajwah, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad ibn Hanbal dalam kitab az-Zuhd.Abu Said al-Khudri. Sahabat Rasulullah ini berdzikir dengan biji-bijian seperti yang dituturkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam kitab al-Mushannaf.Abu Muslim al-Khaulani, sebagaimana dituturkan oleh Abu al-Qasim ath-Thabari.Al-Imam al-Junaid al-Baghdadi. Beliau adalah pemimpin kaum sufi (Sayyid athThaifah ash-Shufiyyah). Dalam berdzikir beliau mempergunakan untaian tasbih, sebagaimana dituturkan oleh Ibn Khallikan dalam kitab Wafayat al-Ayan, al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi dalam kitab Tarikh Baghdad, dan al-Qadli Iyadl dalam kitab alGhun-yah --Fahrasah Syuyukh al-Qadli Iyadl--).Al-Hafizh al-Muhaddits al-Mujtahid Yahya ibn Said al-Qaththan. Belaiu adalahulama terkemuka yang telah mencapai derajat mujtahid mutlak. (w 198 H). dalam berdzikir selalu mempergunakan untaian tasbih, seperti yang dituturkan oleh adz-Dzahabi dalam kitab Tadzkirah al-Huffazh dan kitab Siyar Alam an-Nubala.Al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani. Ahli hadits terkemuka, yang digelar dengan Amir al-Muminin Fi al-Hadits. Dalam berdzikir beliau mempergunakan untaian tasbih, sebagaimana diituturkan oleh muridnya sendiri, yaitu al-Hafizh as-Sakhawi dalam kitab al-Jawahir Wa ad-Durar.Abu Said Abd as-Salam ibn Said ibn Hubaib al-Maliki (w 240 H) yang lebih dikenal dengan nama Sahnun. Beliau mengalungkan tasbih di lehernya dan berdzikir dengannya, seperti dituturkan oleh adz-Dzahabi dalam Siyar Alam an-Nubala.Al-Kharsyi al-Maliki (w 1101 H). Penulis Hasyiyah Ala Mukhtashar Khalil, atauyang di sebut dengan Hasyiyah al-Kharsyi.Dan masih banyak para ulama lainnya.Perkataan Sebagian Ulama Tentang TasbihPerkataan al-Junaid al-Baghdadi. Al-Qadli Iyadl al-Maliki dalam kitab al-Ghun-yah, (Fahrasat Syuyukh al-Qadli Iyadl). (Kitab berisi tentang guru-guru al-QadliIyadl sendiri), meriwayatkan dari salah seorang gurunya, bahwa guru al-Qadli Iyadl ini berkata::Aku mendengar Abu Ishaq al-Habbal berkata: Aku mendengar Abu al-Hasan ibn alMurtafiq ash-Shufi berkata: Aku mendengar Abu Amr ibn Alwan berkata ketika aku melihat tasbih di tangannya dan aku berkata kepadanya: Wahai Guru-ku, dengan keagungan isyaratmu dan ketinggian tutur katamu masih juga-kah engkau menggunakan tasbih?!. Beliau berkata kepadaku: Demikian ini aku melihat al-Junaid ibn Muhammad dandi tangannya ada tasbih, lalu aku bertanya kepadanya tentang apa yang engkau tanyakan kepadaku, maka al-Junaid berkata kepadaku: Demikian ini aku melihat gurukuBisyr ibn al-Harits dan di tangannya ada tasbih, lalu aku bertanya kepadanya tentang apa yang engkau tanyakan kepadaku, maka Bisyr berkata kepadaku: Demikian ini aku melihat Amir ibn Syuaib dan di tangannya ada tasbih, lalu aku bertanya kepadanya tentang apa yang engkau tanyakan kepadaku, maka Amir berkata kepadaku: Demikian ini aku melihat guruku; al-Hasan ibn Abu al-Hasan al-Bashri dan di tangannya ada tasbih, lalu aku bertanya kepadanya tentang apa yang engkau tanyakan kepadaku, maka al-Hasan berkata kepadaku: Wahai anak-ku, tasbih ini adalah alat yang kita pakai saat kita memulai mujahadah kita, dan kita tidak akan pernah meninggalkannya di saat kita telah sampai pada puncak tingkatan kita sekarang. Aku inginberdzikir; menyebut Allah dengan hati, tangan dan lidahku[6].2. al-Imam an-Nawawi (w 676 H) dalam kitab Tahdzib al-Asma Wa al-Lughat, menuliskan sebagai berikut:Subhah -dengan harakat dlammah pada huruf sin dan ba yang di-sukun-kan- adalahsesuatu yang