program csr lapindo

21
1 MENJADI PRIMADONA DI TENGAH LUMPUR PT. Lapindo Brantas (Studi Kasus) “A project submitted to make social betterment” Sidi Rana Menggala Post-Graduated, Social Welfare, University of Indonesia 1306500063

Upload: sidi-rana-menggala

Post on 21-Jul-2015

463 views

Category:

Education


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Program CSR Lapindo

1

MENJADI PRIMADONA DI TENGAH LUMPUR

PT. Lapindo Brantas (Studi Kasus)

“A project submitted to make social betterment”

Sidi Rana Menggala

Post-Graduated, Social Welfare, University of Indonesia

1306500063

Page 2: Program CSR Lapindo

2

DAFTAR ISI

Pendahuluan 3

Latar Belakang 4

Pembahasan 5

Dampak Semburan Lumpur Lapindo 6

Bencana Alam & Hak Asasi Manusia 7

Profil PT. Lapindo Brantas 9

Corporate Social Responsibility PT. Lapindo Brantas 10

Tataran Praktis CSR Officer 13

Panduan CSROfficer 14

Program Sosial Berkelankutan 16

Penutup 18

Daftar Pustaka 19

Page 3: Program CSR Lapindo

3

PENDAHULUAN

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah sebuah bagian kontribusi perusahaan yang established dan

dikonsepkan dalam sebuah model nyata dan dilakukan berkesinambungan untuk kemajuan masyarakat

dan lingkungannya terutama yang terkena dampak dari seluruh aspek operasional perusahaan dalam

proses jangka panjang. CSR identik dengan usaha untuk menciptakan pertumbuhan dan pembangunan

masyarakat secara berkelanjutan (Ismail Solihin, 2009). Menurut hemat pribadi saya, bahwa “CSR is the

ultimate level towards sustainability of development”.

Umumnya kegiatan-kegiatan community development, charity maupun philanthropy yang saat ini mulai

berkembang di bumi. Indonesia masih merupakan kegiatan yang bersifat pengabdian kepada masyarakat

ataupun lingkungan yang berada tidak jauh dari lokasi tempat dunia usaha melakukan kegiatannya. Dan

sering kali kegiatannya belum dikaitkan dengan tiga elemen yang menjadi kunci dari pembangunan

berkelanjutan tersebut. Namun hal ini adalah langkah awal positif yang perlu dikembangkan dan diperluas

hingga benar-benar dapat dijadikan kegiatan Corporate Social Responsibility yang benar-benar

berkelanjutan (Arif Budimanta, 2003).

Selain itu program CSR baru dapat menjadi berkelanjutan apabila, program yang dibuat oleh suatu

perusahaan benar-benar merupakan komitmen bersama dari segenap unsur yang ada di dalam perusahaan

itu sendiri. Tentunya tanpa adanya komitmen dan dukungan dengan penuh antusias dari karyawan akan

menjadikan program-program tersebut bagaikan program penebusan dosa dari pemegang saham belaka.

Dengan melibatkan karyawan secara intensif, maka nilai dari program-program tersebut akan

memberikan arti tersendiri yang sangat besar bagi perusahaan.

Melakukan program CSR yang berkelanjutan akan memberikan dampak positif dan manfaat yang lebih

besar baik kepada perusahaan itu sendiri maupun para stakeholder yang terkait. Sebagai contoh nyata dari

program CSR yang dapat dilakukan oleh perusahaan dengan semangat keberlanjutan antara lain, yaitu:

pengembangan bioenergi, melalui kegiatan penciptaan Jaringan Gas Bumi Untuk Rumah Tangga

(CITYGAS) oleh PT. Lapindo Brantas.

Jaringan gas bumi untuk rumah tangga merupakan program pemerintah yang bertujuan meningkatkan

pemenuhan kebutuhan energi pada sektor rumah tangga dengan memanfaatkan gas bumi. Pembangunan

infrastruktur gas kota oleh pemerintah ini juga bertujuan untuk mempercepat pengurangan penggunaan

minyak tanah rumah tangga, sehingga pada akhirnya masyarakat dapat memperoleh energi rumah tangga

yang lebih murah, bersih dan aman.

Page 4: Program CSR Lapindo

4

PT. Lapindo Brantas dalam hal ini ditunjuk oleh Dirjen Migas sebagai penyedia gas bumi rumah tangga

untuk wilayah Kabupaten Sidoarjo dan Kotamadya Surabaya (Kelurahan Rungkut Kidul dan Kelurahan

Rungkut), di mana gas bumi dialirkan dari lapangan Tanggulangin di Kabupaten Sidoarjo.

CSR yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas tidak selalu merupakan promosi perusahaan yang

terselubung, bila ada iklan atau kegiatan PR mengenai program CSR yang dilakukan satu perusahaan, itu

merupakan himbauan kepada dunia usaha secara umum bahwa kegiatan tersebut merupakan

keharusan/tanggung jawab bagi setiap pengusaha. Sehingga dapat memberikan pancingan kepada

pengusaha lain untuk dapat berbuat hal yang sama bagi kepentingan masyarakat luas, agar pembangunan

berkelanjutan dapat terealisasi dengan baik. Karena untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera dan

mandiri semua dunia usaha harus secara bersama mendukung kegiatan yang terkait hal tersebut. Dimana

pada akhirnya dunia usaha pun akan menikmati keberlanjutan dan kelangsungan usahanya dengan baik

LATAR BELAKANG - LAPINDO BRANTAS (STUDI KASUS)

Semburan lumpur mulai terjadi sejak tanggal 28 Mei 2006 di kawasan Porong, Sidoarjo.Insiden ini terjadi

akibat pengeboran gas yang diLakukan oleh PT Lapindo Brantas (saat ini bernama PT Minarak Lapindo

Jaya) sedalam 32 km yang menyemburkan gas bercampur lumpur yang ditengarai oleh beberapa pihak

sebagai lumpur gunung berapi. Hingga saat ini lumpur terus menyembur dan berbagai cara telah

ditempuh untuk menghentikannya, namun belum berhasil.

Perusahaan Lapindo Brantas merupakan anak perusahaan PT Energi Mega Persada Tbk, yang 60%

sahamnya dimiliki oleh Bakrie Group, pimpinan Aburizal Bakrie, mantan Menteri Koordinator

Perdagangan dan Industri yang sekarang menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Sosial serta

merupakan pengusaha ternama di Asia

Banyak spekulasi yang berkembang di masyarakat, dari bencana alam hingga kesalahan manusia, dalam

hal ini PT Lapindo. Hasil penyelidikan pihak kepolisian juga menemukan adanya kesalahan standar

pengeboran dalam kasus ini. Pengeboran yang dilakukan oleh PT Medicitra Nusantara sebagai sub

kontraktor dari PT Lapindo Brantas terjadi pada kedalaman 9.297 kaki di dalam sumur gas yang sedang

dibor. Berdasarkan investigasi, baik sub kontraktor maupun kontraktor harus bertanggung jawab. Selain

tidak menggunakan casing dalam proses pengeborannya, prosedur pengeboran P.T Lapindo Brantas juga

diduga menggunakan teknik pengeboran bertekanan rendah dan juga tidak ada pengawasan dari pihak

perusahaan serta Kementerian Lingkungan Hidup. Tanpa adanya lapisan pengaman (casing), benda cair

dari berbagai tingkatan dapat masuk lubang yang dibor dan menyembur ke permukaan.

Akibat yang ditimbulkan oleh Insiden lumpur sidoarjo ini adalah kerugian yang sangat fatal bagi

masyarakat yang tinggal di daerah sekitar kejadian.Penanganan kasus dan upaya untuk membantu

Page 5: Program CSR Lapindo

5

masyarakat korban terus dilakukan baik dari segi kebijakan dan tindakan hukum. Namun hingga saat ini

permasalah ganti rugi ini belum diselesaikan total oleh PT Lapindo Brantas

PEMBAHASAN

1. Bagaimana pemahaman saudara tentang kasus tersebut dengan mengaitkan pemahaman saudara

mengenai konsep dan perkembangan teori CSR (mengacu pada bahan bacaan yang telah kami

berikan).

2. Bagaimana pendapat saudara mengenai keterlibatan negara dalam proses penanganan kasus

tersebut khususnya terkait dengan ganti rugi tanah

3. Pelajaran berharga apa yang dapat diambil dari kasus Lapindo terkait dengan pelaksanaan CSR

suatu perusahaan.

4. Apakah yang akan dilakukan jika Anda sebagai CSR officer dalam pelaksanaan CSR PT

Lapindo.

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan

membangun hubungan harmonis dengan masyarakat lokal. Secara teoretik, CSR dapat didefinisikan

sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategic-stakeholdersnya, terutama

komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya. CSR memandang perusahaan sebagai

agen moral. Dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas.

Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam pandangan CSR adalah pengedepanan prinsip moral dan

etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, dengan paling sedikit merugikan kelompok masyarakat lainnya

(Jackie Ambadar, 2008). Salah satu prinsip moral yang sering digunakan adalah golden-rules, yang

mengajarkan agar seseorang atau suatu pihak memperlakukan orang lain sama seperti apa yang mereka

ingin diperlakukan. Dengan begitu, perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan

etis akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat.

Dalam CSR perusahaan tidak diharapkan pada tanggung jawab yang hanya berpijak pada single bottom

line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja.

Tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom line, selain aspek finansial juga sosial dan

lingkungan. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan

(sustainable), tetapi juga harus memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup.

Berdasarkan contoh kasus PT. Lapindo Brantas. Ada semacam pengabaian kewajiban yang dilakukan

perusahaan setelah terjadinya kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo. Kasus lumpur tersebut merupakan

dampak dari terabaikannya faktor lingkungan oleh perusahaan. Perusahaan cenderung lebih eksploitatif,

Page 6: Program CSR Lapindo

6

tanpa memperhatikan sustainability. Jika digambarkan dalam triple bottom line, perusahaan hanya

mempertimbangkan corporate value dengan peningkatan laba, dengan mengabaikan aspek sosial dan

lingkungan. Hasil akhirnya adalah hancurnya perusahaan dengan terperosoknya saham-saham Bakrie

Brothers yang merupakan induk perusahaan Lapindo Brantas, di pasar modal.

Prinsip keberlanjutan mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat miskin dalam mengelola

lingkungannya dan kemampuan institusinya dalam mengelola pembangunan, serta strateginya adalah

kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial yang menghargai

kemajemukan ekologi dan sosial budaya. Kemudian dalam proses pengembangannya tiga stakeholder inti

diharapkan mendukung penuh, di antaranya adalah; perusahaan, pemerintah dan masyarakat

(Kartasasmita, 1996).

Dalam implementasi program-program CSR, diharapkan ketiga elemen di atas saling berinteraksi dan

mendukung, karenanya dibutuhkan partisipasi aktif masing-masing stakeholder agar dapat bersinergi,

untuk mewujudkan dialog secara komprehensif. Karena dengan partisipasi aktif para stakeholder

diharapkan pengambilan keputusan, menjalankan keputusan, dan pertanggungjawaban dari implementasi

CSR akan di bertumbuh secara bersama.

DAMPAK SEMBURAN LUMPUR LAPINDO

Semenjak Mei 2006, lebih dari 13,000 orang di wilayah Porong telah mengungsi dari delapan desa. Dua

puluh lima pabrik harus ditinggalkan, hektaran sawah, tambak ikan dan udang telah musnah. Berbagai

infrastruktur telah terganggu termasuk jalan tol, rel kereta api, saluran gas dan minyak Pertamina.

Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas

perekonomian di Jawa Timur.Dampak tersebut berupa rusaknya infrastruktur, seperti mengenanggi desa

dan kecamatan, rusaknya rel dan tergenangnya jalan raya, 600 hektar lahan terendam, sutet yang tidak

berfungsi, dan ditutupnya pabrik-pabrik. Dampak tersebut membuat berubahnya struktur perekonomian

bagi masyarakat yang lahan dan tempat tinggalnya terendam oleh lumpur Lapindo. Mereka pada saat itu

hanya menggantungkan hidup dari dana ganti rugi oleh pihak Lapindo. Namun dalam pelaksanaannya

masyarakat merasakan bahwa dana yang dialokasikan oleh pihak yang bersangkutan sangat kurang.

Page 7: Program CSR Lapindo

7

Para korban pada umumnya berubah menjadi komunitas yang penuh kemarahan, frustasi dan putus asa.

Mereka susah untuk saling bergantung karena semua mengalami kesusahan yang sama. Mereka merasa

menjadi korban dan bahkan setelah bencana terjasi, mereka terkadang hanya menjadi komoditi politik.

Aspek sosiologi yang ditimbulkan oleh peristiwa ini akan dibahas dari sudut pandang hukum yang ada.

Peraturan terkait, terutama UU tentang lingkungan hidup menjadi salah satu materi pembahasan

Dilihat dari Sosiologi Hukum, ada tiga sarana penegakan hukum lingkungan, yaitu sarana administratif,

sarana kepidanaan, dan sarana keperdataan. Sarana administratif dapat bersifat pencegahan dan bertujuan

untuk menegakkan peraturan perundang-undangan seperti yang diatur dalam UU 23/1997 pasal 23 ayat

(1), untuk “melakukan paksaan”, pasal 25 ayat (5) tentang “pembayaran sejumlah uang tertentu”, dan

pasal 27 yaitu “pencabutan izin”(sumber : http://io.ppijepang.org/). Pihak pemerintah harus melakukan

tindakan paksa terhadap PT Lapindo Brantas untuk menanggulangi akibat salah prosedur pengeboran

yang menimbulkan lumpur panas sampai saat ini.Pemerintah juga harus memaksa PT Lapindo Brantas

untuk melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan dan/atau pemulihan atas beban biaya

perusahaan.Pihak pemerintah seharusnya mencabut izin PT Lapindo Brantas karena telah terbukti

melakukan pengeboran yang tidak sesuai dengan prosedur.

Semburan lumpur panas yang mengandung hidrogen sulfida H2 sehingga akibatnya, penduduk di empat

desa harus mengungsi. Mereka kehilangan rumah, sawah, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Bencana itu

juga mengakibatkan pencemaran air, tanah, dan udara. Hingga kini, penyebab musibah itu tidak pernah

jelas akibat aktivitas alam atau kesalahan pengeboran oleh Lapindo Brantas Inc. Ada yang menyatakan,

Page 8: Program CSR Lapindo

8

fenomena semburan lumpur itu termasuk hal biasa dalam dunia pertambangan dan merupakan risiko yang

sering terjadi.

Namun, harus diingat, hanya di Indonesia pertambangan boleh dilakukan di permukiman seperti di

Sidoarjo. Maka, sesuai prinsip pertanggungjawaban dalam hukum lingkungan, Lapindo Brantas Inc

mutlak (absolut liability) harus bertanggung jawab atas dampak lumpur panas tanpa melihat apakah itu

kesalahan aktivitas Lapindo Brantas atau tidak. Di sisi lain, karena dalam perkembangannya bencana itu

mengakibatkan pelanggaran HAM, negara juga harus bertanggung jawab tanpa menghilangkan tanggung

jawab perusahaan.

BENCANA ALAM & HAK ASASI MANUSIA

Bencana lumpur panas ini menggenangi empat desa di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, dan

ribuan penduduknya kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan. Mereka kehilangan lingkungan yang sehat

untuk tumbuh dan berkembang. Anak-anak mereka terhambat perkembangan dan pendidikannya. Korban

akan kian besar jika diperhitungkan dampak bencana itu menghambat aktivitas ekonomi dan sosial

masyarakat Jawa Timur.

Penjelasan lebih lanjut, bencana itu telah menimbulkan kondisi yang mengakibatkan tidak terlindungi dan

terpenuhinya hak asasi korban. Hak-hak yang terlanggar antara lain:

1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan seperti dijamin dalam

Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945.

2. Hak untuk bekerja, mendapat imbalan, dan perlakuan adil dan layak dalam hubungan kerja

sebagaimana dijamin Pasal 28D Ayat (2) UUD 1945.

3. Hak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya sebagaimana dijamin Pasal

27A UUD 1945.

4. Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di

bawah kekuasaannya, serta hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan

untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi seperti dijamin Pasal 28G

Ayat (1) UUD 1945.

5. Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup

yang baik dan sehat, serta hak mendapat layanan kesehatan sebagaimana dijamin Pasal 28H

Ayat (1) UUD 1945.

Page 9: Program CSR Lapindo

9

6. Hak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar; hak mendapat pendidikan

dan manfaat dari ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas

hidup dan demi kesejahteraan manusia seperti dijamin Pasal 28C UUD 1945.

7. Hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang sebagaimana dijamin Pasal 28B

Ayat (2) UUD 1945.

Pasal 28I UUD 1945 mengamanatkan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi

manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Untuk itu, dalam kasus lumpur Sidoarjo

pemerintah harus bertanggung jawab tanpa menghilangkan tanggung jawab Lapindo Brantas Inc.

Menjadi sebuah ironi, bencana yang sudah terjadi tujuh bulan belum ditangani dengan baik. Bahkan,

hingga kini belum ada keputusan yang menyatakan, apakah semburan lumpur dapat dihentikan dalam

waktu dekat atau tidak. Selain ganti rugi bagi korban, yang lebih penting adalah memberi kepastian dan

pilihan yang menentukan masa depan korban yang lama terkatung-katung.

Jika semburan itu mungkin dihentikan dalam waktu dekat, yang dibutuhkan adalah penampungan

sementara yang memenuhi kelayakan hingga dapat menempati tempat tinggal semula. Tentu harus

disiapkan pembangunan kembali perumahan, infrastruktur dan fasilitas sosial yang rusak terendam

lumpur. Tidak kalah penting, menyiapkan program ekonomi untuk mengembalikan penghidupan korban

yang dalam jangka panjang tidak akan dapat menggantungkan pada lahan persawahan atau tambak.

Jika semburan lumpur itu tidak dapat dihentikan dalam waktu dekat, harus segera diputuskan adanya

relokasi korban. Persoalan paling krusial adalah menentukan apakah relokasi itu dilakukan di wilayah

Kabupaten Sidoarjo sendiri atau ke wilayah lain karena menyangkut identitas kelahiran dan ikatan nenek

moyang yang tidak mudah dihilangkan. Karena itu, proses relokasi harus benar-benar dilakukan secara

Page 10: Program CSR Lapindo

10

partisipatif tanpa pemaksaan. Relokasi juga harus dilakukan dengan menyediakan sarana perumahan,

infrastruktur memadai, fasilitas umum dan sosial, serta ketersediaan lapangan kerja baru sesuai keahlian

yang dimiliki masing-masing korban.

PROFIL PT. LAPINDO BRANTAS

Lapindo Brantas, Inc (LBI) bergerak di bidang usaha eksplorasi dan produksi migas di Indonesia yang

beroperasi melalui skema Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di blok Brantas, Jawa Timur. LBI

melakukan eksplorasi secara komersil di 2 wilayah kerja (WK) di darat dan 3 WK lepas pantai dan saat

ini total luas WK Blok Brantas secara keseluruhan adalah 3.042km2. Sementara komposisi jumlah

Penyertaan Saham (Participating Interest) perusahaan terdiri dari Lapindo Brantas Inc. (Bakrie Group)

sebagai operator sebesar 50%, PT Prakarsa Brantas sebesar 32% dan Minarak Labuan Co. Ltd (MLC)

sebesar 18%. Dari kepemilikan sebelumnya, walaupun perizinan usaha LBI terdaftar berdasarkan hukum

negara bagian Delaware di Amerika Serikat, namun saat ini 100% sahamnya dimiliki oleh pengusaha

nasional.

Dari berbagai kegiatan eksplorasi yang dilakukan, LBI telah menemukan cadangan-cadangan migas yang

berpotensi sangat baik, antara lain di lapangan Wunut yang terletak di Kecamatan Porong, Kabupaten

Sidoarjo. Lapangan Wunut dinyatakan komersial dan mulai berproduksi pada bulan Januari 1999.

Kemudian disusul oleh lapangan Carat di Kabupaten Mojokerto juga yang telah dinyatakan komersial

pada tahun 2006, lalu lapangan Tanggulangin yang mulai dinyatakan komersial pada bulan Juni 2008.

Untuk memajukan usahanya, LBI didukung oleh 77 orang karyawan tetap dan kontrak, ditambah 142

orang dari kontrak pihak ketiga (sumber: http://lapindo-brantas.co.id/id/about/profile/).

Seiring dengan upaya pemenuhan perbaikan kuantitas dan kualitas SDM, LBI telah menjalankan

serangkaian program guna menunjang pelaksanaan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)

Page 11: Program CSR Lapindo

11

Berbasis Kompetensi secara konsisten. Sistem tersebut diterapkan sejalan dengan inisiatif LBI untuk

memperbarui strategi-strategi SDM dan strategi pengembangan bisnis secara keseluruhan melalui

meningkatkan kemampuan karyawan kami.

Dalam rangka memantapkan dan menunjang semangat, etos, motivasi dan produktivitas kerja, perusahaan

senantiasa mengupayakan peningkatan kesejahteraan pegawainya dengan memberlakukan kenaikan upah

setiap tahunnya yang jatuh pada bulan April dengan menerapkan merit increase, berdasarkan hasil kinerja

(performance rating) yang dihasilkan dari online performnace management system (PMS). Di samping

itu, untuk menciptakan lingkungan kerja yang hormonis serta menjunjung tinggi kerja sama tim,

perusahaan selalu mengedapankan kesetaraan kesempatan bagi seluruh karyawan perusahaan.

Perubahan sosial dan budaya

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. LAPINDO BRANTAS

Perusahaan Lapindo Brantas telah melakukan usaha penanggulangan terhadap lumpur panas di Sidoarjo

dengan mengeluarkan dana tidak kurang 140 juta dolar Amerika. Berdasarkan laporan, PT Lapindo

Brantas telah berusaha membangun jaringan dam dan pelindung untuk menampung semburan lumpur

panas dari tempat pengeboran gas yang dilakukannya. Namun, pada tanggal 26 September 2006 dam

yang dibuat untuk melokalisasi lumpur panas telah jebol membanjiri lebih banyak desa-desa sekitarnya.

Namun yang tidak bisa dibantah adalah, penyelesaian ganti rugi sampai saat inipun belum diselesaikan

dengan baik.

Bantuan sosial ditujukan untuk mengurangi dampak sosial pada kondisi darurat, baik yang terjadi karena

dampak semburan maupun penurunan tanah, serta melaksanakan tindakan berjaga-jaga sebagai bentuk

kesiapsiagaan apabila terjadi bencana. Kesiapsiagaan ini perlu terus dikembangkan dengan mengingat

bahwa hingga kini sumber bencana masih belum berhenti.

Berdasar Perpres 14/2007, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh berkaitan dengan kegiatan Bantuan

Sosial adalah sebagai berikut (sumber: https://accounting1st.wordpress.com/tag/kasus-lapindo/):

1. Melaksanakan pengawasan pemberian bantuan sosial

Pemberian bantuan sosial dilaksanakan oleh PT Minarak Lapindo Jaya. Besaran bantuan sosial yang

diberikan kepada warga desa terdampak adalah (1) jaminan hidup per jiwa sebesar Rp. 300.000.00 selama

9 bulan (2) uang evakuasi per kepala keluarga sebesar Rp. 500.000.00 dan (3) uang kontrak per kepala

keluarga sebesar Rp. 5.000.000.00 untuk 2 tahun.

2. Melaksanakan pemantauan pelaksanaan evakuasi warga korban luapan lumpur

Page 12: Program CSR Lapindo

12

Menurut data Timnas pelaksanaan evakuasi korban lumpur ke Pasar Porong Baru dilaksanakan dalam tiga

tahap. Pengungsi tahap pertama, periode bulan Juni s/d Oktober 2006 yang berasal dari Kelurahan Siring,

Jatirejo, Desa Kedungbendo, dan Renokenongo berjumlah 3080 KK/11.456 jiwa. Pengungsi tahap kedua,

periode November 2006 s/d April 2007 berasal dari Desa Kedungbendo (Perumtas I, Perum Citra

Pesona), Ketapangkeres, Kalitengah, dan Glagaharum, berjumlah 4.350 KK/16.525. Dari jumlah ini

sebanyak 210 KK/1758 jiwa merupakan penduduk musiman. Setelah mendapatkan bantuan sosial yang

berupa uang kontrak rumah, jaminan hidup dan biaya pindah, kecuali penduduk musiman tidak diberikan

jaminan hidup, mereka bersedia meninggalkan Pasar Porong Baru. Namun pengungsi tahap ketiga,

periode April s/d 8 Juni 2008 yang berasal dari Desa Renokenongo, berjumlah 867 KK/2924 Jiwa tidak

bersedia menerima bantuan sosial, mereka memilih untuk tetap tinggal di Pasar Porong Baru, serta

menolak skema penanganan masalah sosial kemasyarakatan yang dituangkan dalam Perpres No. 14 tahun

2007.

Kewajiban untuk memberikan bantuan sosial sebenarnya tidak tercantum dalam Perpres No. 14 Tahun

2007. Bantuan sosial yang diberikan kepada warga di dalam peta area terdampak oleh PT. Lapindo

Brantas/ PT Minarak Lapindo Jaya merupakan bentuk dari Corporate Social Responsibility (CSR) dari

badan usaha tersebut.

3. Bantuan Sosial Berdasarkan Perpres 48 / 2008

Bantuan sosial yang diamanahkan oleh Perpres 48 / 2008 adalah bantuan sosial untuk warga di 3 Desa

yaitu Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan. Bantuan sosial untuk warga di tiga desa

di atas diberikan karena adanya rencana pemerintah untuk memanfaatkan desa tersebut sebagai kolam

penampung lumpur sebelum dialirkan ke sungai Kali Porong. Sesuai dengan jadwal waktu yang

ditetapkan, proses pencairan dana bantuan sosial telah dapat diselesaikan pada tanggal 28 September 2007

sehingga bantuan sosial yang berupa bantuan kontrak rumah dan biaya pindah telah diberikan kepada

1.666 Kepala Keluarga di tiga desa yaitu Kedungcangkring 151 KK, Besuki 1.066 KK dan Pejarakan 449

KK dengan dana bantuan yang berjumlah Rp. 4.998.000.000,-. Sedangkan bantuan sosial yang berupa

jaminan hidup diberikan kepada semua warga desa yang namanya tercantum dalam Kartu Keluarga

sebanyak 6.094 Jiwa, dengan nilai uang sebesar Rp. 1.828.200.000.

4. Bantuan Air Bersih

Bantuan air bersih diberikan kepada warga di 12 desa/kelurahan yang sumber airnya tercemar, yaitu

Siring, Jatirejo, Renokenongo, Kedungbendo, Ketapang, Kalitengah, Gempolsari, Glagaharum, Besuki,

Kedungcangkring, Pejarakan dan Mindi. Pelaksanaan pekerjaan dimulai tanggal 14 April 2008. Bantuan

air bersih ditujukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dengan jatah tiap jiwa 20 liter/hari.

Page 13: Program CSR Lapindo

13

5. Bantuan Pemberdayaan

Pada tahun 2007 Bantuan Pemberdayaan diberikan berupa peralatan parutan kelapa kepada sebanyak 50

orang, yang berada di Besuki, Mindi, Pejarakan, Kedungcangkring, Gempolsari, dan Glagaharum.

Lebih lanjut lagi, Di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup (selanjutnya kita sebut dengan UU 23/1997), tertulis “Pembangunan tidak lagi menempatkan

sumber daya alam sebagai modal, tetapi sebagai suatu kesatuan ekosistem yang di dalamnya berisi

manusia, lingkungan alam dan/atau lingkungan buatan yang membentuk kesatuan fungsional, saling

terkait dan saling tergantung dalam keteraturan yang bersifat spesifik, berbeda dari satu tipe ekosistem ke

tipe ekosistem lain”. Oleh sebab itu, pengelolaan lingkungan hidup bersifat spesifik, terpadu, holistik, dan

berdimensi ruang.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Insiden LUSI yang telah meluluhlantakkan infrastruktur

yang ada telah memaksa 13.000 orang untuk mengungsi dari delapan desa, menenggelamkan 4 desa dan

25 pabrik, memusnahkan sawah, tambak ikan dan udang, menimbulkan dampak dan kerugian ekonomi

bagi masyrakat, kerusakan lingkungan fisik dan manusia, belum ditangani secara hukum dengan baik dan

sistem CSR yang dilakukan oleh PT Lapindo kurang berjalan secara efektif dan tepat guna serta terkesan

PT lapindo setengah-setengah menyelesaikan kewajibannya oleh sebab itu perlu adanya intervensi dari

pemerintah pusat dari sisi penanganan sosial

Program Bina Lingkungan

Lapindo Brantas hidup dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat di daerah operasinya. Melalui

membangun hubungan yang saling menguntungkan dengan masyarakat, Lapindo Brantas berharap untuk

memberikan masyarakat dengan kualitas hidup yang lebih baik.

Empat program Tanggung Jawab Sosial (CSR) utama PT. Lapindo Brantas

Pemberdayaan Ekonomi: Dengan berbagai kegiatan termasuk memberikan lokakarya di bordir,

pembuatan sepatu, membuat teka-teki dan kerajinan lainnya, serta memberikan bantuan untuk

pengembangan Koperasi Unit Desa (KUD).

Peningkatan Infrastruktur: Peningkatan infrastruktur pedesaan jalan, rekonstruksi limbah desa dan

fasilitas drainase, dan perbaikan sistem penerangan jalan desa.

Page 14: Program CSR Lapindo

14

Pendidikan dan Kesehatan: Termasuk renovasi sekolah; menyediakan beasiswa bagi mahasiswa

berprestasi, penyuluhan kesehatan, kesadaran dan pencegahan demam berdarah, donor darah, dan

khitanan massal (memenuhi persyaratan agama).

Umum dan Fasilitas Sosial Dukungan: Rekonstruksi sumur air dan renovasi balai desa desa;

agama dan fasilitas olahraga.

TATARAN PRAKTIS CSR OFFICER

Dalam menjalankan tanggungjawab sosialnya, perusahaan memfokuskan perhatiannya kepada tiga hal

yaitu (profit), masyarakat (people), dan lingkungan (planet). Perusahaan harus memiliki tingkat

profitabilitas yang memadai sebab laba merupakan fondasi bagi perusahaan untuk dapat berkembang dan

mempertahankan eksistensinya. Perhatian terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan cara perusahaan

melakukan aktivitas-aktivitas serta pembuatan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan

kesejahteraan, kualitas hidup dan kompetensi masyarakat diberbagai bidang. Dengan memperhatikan

lingkungan, perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya

kualitas hidup umat manusia dalam jangka panjang (Hendrik, 2008).

Tabel Motivasi Diri – Pekerja CSR Officer

Sumber: Saidi dan Abidin (2004 ) dalam Edi Suharto PhD. Pekerjaan Sosial, CSR dan ComDev

Karitatif Filantropis Kerwargaan

Semangat/prinsip Agama, tradisi,

adat

Norma, etika dan

hukum universal:

redistribusi

kekayaan

Pencerahan diri dan

rekonsiliasi dengan

ketertiban sosial

Misi Mengatasi masalaj

sesaat/saat itu

Menolong sesama Mencari dan mengatasi

akar permasalahan;

memberikan kontribusi

kepada masyarakat

Pengelolaan Jangka pendek dan

parsial

Yayasan/Dana

Abadi

Profesional: keterlibatan

tenaga-tenaga ahli di

bidangnya

Penerima Manfaat Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan

perusahaan

Kontribusi Hibah sosial Hibah

Pembangunan

Hibah sosial maupun

pembangunan dan

keterlibatan sosial

Inspirasi Kewajiban Kemanusiaan Kepentingan bersama

Page 15: Program CSR Lapindo

15

Pada tataran praktis CSR biasanya berupa program yang memiliki tujuan mengembangkan masyarakat.

Konsep pengembangan masyarakat sendiri memiliki tujuan pemberdayaan. Proses pengembangan

masyarakat mengajak masyarakat agar turut serta dalam berkembang, bukan hanya mendapat bantuan.

Konsep Community Development mengajak dan merangkul seluruh masyarakat untuk dapat bekerja sama

dan berpartisipasi penuh dalam pengembangan dan pembangunan masyarakat. Sehingga setelah adanya

bentuk kegiatan pengembangan masyarakat ini, mereka dapat lebih mandiri dan berdaya dari sebelumnya.

Setelah dipetakan ada beberapa motivasi yang melandasi sebuah perusahaan untuk melakukan CSR, dari

mulai menjalankan kewajiban hingga demi membantu sesama, dan beramal kepada sesama menjadi

memberdayakan dan membangun masyarakat.

PANDUAN CSR OFFICER

Dalam rangka menciptakan Good CSR harus memadukan empat prinsip good corporate governance,

yakni fairness, transparency, accountability dan responsibility, secara harmonis. Ditambah dengan harus

menggabungkan kepentingan shareholders dan stakeholders. Karenanya, CSR tidak hanya fokus pada

hasil yang ingin dicapai. Melainkan pula pada proses untuk mencapai hasil tersebut. Lima langkah di

bawah ini bisa dijadikan panduan dalam merumuskan program CSR, termasuk ComDev (Alfitri, 2011).

1. Engagement.

Pendekatan awal kepada masyarakat agar terjalin komunikasi dan relasi yang baik. Tahap ini

juga bisa berupa sosialisasi mengenai rencana pengembangan program CSR. Tujuan utama

langkah ini adalah terbangunnya pemahaman, penerimaan dan trust masyarakat yang akan

dijadikan sasaran CSR. Modal sosial bisa dijadikan dasar untuk membangun ”kontrak sosial”

antara masyarakat dengan perusahaan dan pihak-pihak yang terlibat.

2. Assessment.

Identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat yang akan dijadikan dasar dalam

merumuskan program. Tahapan ini bisa dilakukan bukan hanya berdasarkan needs-based

approach (aspirasi masyarakat), melainkan pula berpijak pada rights-based approach

(konvensi internasional atau standar normatif hak-hak sosial masyarakat).

3. Plan of action.

Merumuskan rencana aksi. Program yang akan diterapkan sebaiknya memerhatikan aspirasi

masyarakat (stakeholders) di satu pihak dan misi perusahaan termasuk shareholders di lain

pihak.

4. Action and Facilitation.

Page 16: Program CSR Lapindo

16

Menerapkan program yang telah disepakati bersama. Program bisa dilakukan secara mandiri

oleh masyarakat atau organisasi lokal. Namun, bisa pula difasilitasi oleh LSM dan pihak

perusahaan. Monitoring, supervisi dan pendampingan merupakan kunci keberhasilan

implementasi program.

6. Evaluation and Termination or Reformation.

Menilai sejauh mana keberhasilan pelaksanaan program CSR di lapangan. Bila berdasarkan

evaluasi, program akan diakhiri (termination) maka perlu adanya semacam pengakhiran

kontrak dan exit strategy antara pihak-pihak yang terlibat. Misalnya, melaksanakana TOT

CSR melalui capacity building terhadap masyarakat (stakeholders) yang akan melanjutkan

program CSR secara mandiri. Bila ternyata program CSR akan dilanjutkan (reformation),

maka perlu dirumuskan lessons learned bagi pengembangan program CSR berikutnya.

Kesepakatan baru bisa dirumuskan sepanjang diperlukan.

Dalam prakteknya, upaya CSR Officer dapat ditelaah dan dilakukan dengan mengacu pada tiga:

1. Enabling

Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang

(enabling). Di sini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat,

memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali

tanpa daya, karena, kalau demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk

membangun daya itu, dengan mendorong memotivasikan dan membangkitkan kesadaran

akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

2. Empowering

Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering).Dalam rangka

ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan

suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai

masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang

akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi

masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku untuk semua,

tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.

3. Protecting

Page 17: Program CSR Lapindo

17

Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus

dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam

menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah

amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti

mengisolasi atau menutupi dari interaksi. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk

mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang

lemah.

Ketiga kerangka pemikiran tersebut harus ditambah dengan konsep sustainability dan integrated

development. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, salah satu aspek mendasar dari CSR adalah

sustainability atau berkelanjutan. Dimana setiap program dan kegiatan CSR tidak hanya dilaksanakan

untuk jangka waktu pendek. Melainkan dapat diterapkan dalam kurun waktu tertentu dengan membuat

serangkaian kegiatan, dengan memperhatikan faktor-faktor lain seperti lingkungan, sosial, religi. Sebagai

contoh setelah masyarakat mendapatkan bantuan modal usaha, perusahaan membuat pelatihan dan

pengusaha kecil dan mikro ini juga diajarkan cara untuk menjaga kelestarian lingkungan. Setelah usaha

cukup maju masyarakat juga diajarkan bagaimana caranya untuk mengembangkan usaha tersebut,

sehingga sumber daya lokal dapat terserap. Dengan pola pembangunan yang berkelanjutan dan

terintegrasi diharapkan dapat memberikan alternatif terobosan baru untuk memberdayakan masyarakat

dalam mengatasi permasalahan sosial dan lingkungan yang semakin kompleks dan rumit dalam dekade

terakhir.

PROGRAM SOSIAL BERKELANKUTAN

Lele Lapindo

Pengembangan masyarakat (community development) dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang

diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat untuk mencapai kondisi sosial-ekonomi-budaya yang

lebih baik dibandingkan dengan sebelum adanya kegiatan pengembangan atau pemberdayaan. Sehingga

masyarakat di tempat tersebut diharapkan menjadi lebih mandiri dengan kualitas kehidupan dan

kesejahteraan yang lebih baik.

Program community development memiliki tiga karakter utama yaitu berbasis masyarakat (community

based), berbasis sumber daya setempat (local resource based) dan berkelanjutan (sustainable). Melalui

pengembangan budidaya lele di Kalidawir, hal ini sesuai dengan potensi yang ada dan kesiapan petani

serta peluang pasar yang menjanjikan.

Page 18: Program CSR Lapindo

18

Salah satu modelnya adalah Lele - Lapindo, dimana pihak pengelola program csr melakukan upaya

penebaran benih lele ini sebagai wujud kepedulian terhadap warga Kalidawir dan juga merupakan

implementasi salah satu program pengembangan masyarakat bidang ekonomi di Desa Kalidawir

Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo.

Landasan Program

Kabupaten Sidoarjo memiliki potensi yang besar dalam sektor pengembangan perikanan. Tahun 2009-

2029 Sidoarjo merencanakan pengembangan sektor perikanan yaitu agropolitan perikanan.

Pengembangan agropolitan yang direncanakan menekankan keterkaitan dalam pengembangan sektor hulu

hingga hilir yaitu industri pengolahan.

Di RT 11 RW 4 Kalidawir Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo yang menjadi lokasi pengabdian

masyarakat, lebih banyak pada budidaya bandeng, padahal kualitas air di daerah tersebut kurang baik

sehingga ukuran bandeng yang dihasilkan tidaklah besar. Aspek inilah yang menjadi pertimbangan utama

bahwa budidaya lele akan bisa lebih meningkatkan pendapatan masyarakat oleh divisi CSR PT. Lapindo

Brantas. Mengingat bahwa sifat ikan lele yang kuat sehingga tidak mudah mati dalam

pengembangbiakan.

Pelaksanaan Program

Tahap pertama adalah penyediaan 1,1 hektar (11.000 m2) yang dibagi pada 40 petak kolam.

Terdiri dari 18 kolam untuk lele konsumsi isi 6000 bibit/kolam, 22 kolam untuk lele gelondongan

40000 bibit/kolam, serta 108 ribu bibit lele konsumsi dan 880 ribu bibit lele glondongan

Tahapan selanjutnya adalah diberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani ikan di

Kalidawir

Tahapan terakhir adalah program pendampingan untuk olahan produk ikan lele, seperti Abon lele,

Nugget lele, Krupuk lele dan rumah makan “Warung Lele Barokah Indonesia” dengan menu

utama ikan lele, sehingga budidaya ini memberi nilai tambah

Tahap Pembuatan Kolam

Pada tahap awal budidaya lele organik, dengan membuat kolam ukuran 2×3 meter dengan ketinggian

120 cm, dengan kedalaman air kolam idealnya minimum 80 cm. Ataupun ukuran dapat disesuaikan

dengan lokasi lahan budidaya (kelipatan dari ukuran diatas). Penggunaan air bisa menggunakan air

sumur, air pam, ataupun air hujan.

Page 19: Program CSR Lapindo

19

PENUTUP

CSR merupakan suatu konsep terintegrasi yang menggabungkan aspek bisnis dan sosial dengan selaras

agar perusahaan dapat membantu tercapainya kesejahteran stakeholders, serta dapat mencapai profit

maksimum sehingga dapat meningkatkan harga saham. CSR merupakan kepedulian perusahaan yang

didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah Triple Bottom Lines, yaitu: Profit (keuntungan),

People (masyarakat) dan Planet (lingkungan)

CSR merupakan salah satu hal yang memiliki peranan yang cukup penting dalam hal keberlangsungan

hidup suatu perusahaan. Apabila perusahaan mengabaikan tanggung jawab sosialnya, maka hal tersebut

dapat mengganggu going concern perusahaan yang berupa tuntutan dari lingkungan internal dan eksternal

perusahaan khususnya masyarakat. Oleh sebab itu untuk mengantisipasi terganggungnya going concern

perusahaan perlu sikap yang tegas dan komitmen yang tinggi dari pihak perusahaan untuk menjaga

hubungan yang baik dan berkesinambungan terhadap stakeholders nya. Perubahan-perubahan yang terjadi

setelah perusahaan memperhatikan tanggung jawab sosialnya biasanya akan tampak pada kinerja

perusahaan dan penampilan finansialnya dimana kondisi dan posisi keuangan perusahaan mengalami

perubahan dan hal ini tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang sadar akan pentingnya

memperhatikan tanggung jawab sosial bagi pertumbuhan dan keberlangsungan usahanya.

Dengan adanya pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang dikelola dengan baik maka

secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan. Selain itu

perusahaan dapat pula melindungi lingkungan sekitar agar terjadi keharmonisasian antara perusahaan

dengan lingkungan sekitar dan masyarakat sehingga PT. Lapindo Brantas menjadi “PRIMADONA DI

TENGAH LUMPUR” dengan program CSR budidaya lele.

Page 20: Program CSR Lapindo

20

DAFTAR PUSTAKA

o Alfitri, Community Development (Teori Dan Aplikasi), 2011

o Arif Budimanta & Bambang Rudito, Metode Dan Teknik : Pengelolaan Community

Development, 2003

o Hendrik Budi Untung, Corporate Social Responsibility, 2008

o Ismail Solihin, Corporate Social Responsibility: from Charity to Sustainability, 2009

o Jackie Ambadar, CSR dalam Praktik di Indonesia, 2008

o Jim Ife & Frank Tesoriero, Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat Di

Era Globalisasi, 2008

o Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan

Pemerataan. Penerbit PT.Pustaka CIDESINDO

o Trianita Kurniati, Panduan Praktis Pengelolaan CSR, 2011

o Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, 2007

o Resensi online : Google/lumpur lapindo

o Undang-Undang Negara :

Peraturan Presiden nomor 14 tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo

(BPLS).

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan

Kewenangan Provinsi Sebagai Otonomi.

Page 21: Program CSR Lapindo

21

APPENDIX