poposal hamdi
TRANSCRIPT
PENINGKATAN PRESTASI DAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI TEAMS GAMES TURNAMENTS (TGT) PADA PESERTA DIDIK
KELAS V SD INPRES NO. 15 LALANG TEDONG KABUPATEN MAROS
PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Seminar ProposalPada sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Yayasan Perguruan Islam Maros
HAMDI06.20717.053
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANYAYASAN PERGURUAN ISLAM MAROS
2010
HALAMAN PERSETUJUAN
Proposal penelitian dengan Judul ” Peningkatan Prestasi dan Aktivitas Belajar melalui Teams, Games, Turnaments pada Peserta Didik Kelas V SD Inpres No. 15 Lalang Tedong Kabupaten Maros.”
Atas nama mahasiwa
Nama : HAMDINIM : 06.20717.053Jurusan : Pendidikan Bahasa dan SeniProgram Studi : Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Setelah diperiksa dan diteliti ulang telah memenuhi persyaratan untuk diseminarkan.
Maros, Maret 2010
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Ir. Lahadassy Jusuf, MS. Drs. H. Hasanuddin, M. Pd.
MengetahuiKetua Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Yayasan Perguruan Islam Maros,
Prof. Dr. H. Kaharuddin, M. Hum. NIP 19591231 198703 1 020
ii
A. Identitas Diri
Nama Lengkap : HAMDI
NIM : 06.20717.053
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni
Program Studi : Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Alamat : Balosi, Kecamaan Bontoa, Kabupaten Maros
B. Judul Penelitian
Peningkatan Prestasi dan Aktivitas Belajar melalui Teams Games Turnaments (TGT) pada Peserta Didik Kelas V SD Inpres No. 15 Lalang Tedong Kabupaten Maros.
C. Latar Belakang
Pendidikan diartikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan
sumber belajar kepada peserta didik untuk memperoleh pengetahuan dan
keterampilan agar peserta didik dapat mengalami perubahan pada dirinya
(Hamalik 1983 : 21) belajar merupakan suatu bentuk pertumbuhan atau
perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara
bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.
Di sekolah seorang guru berperan sangat penting untuk dapat
meningkatkan aktvitas belajar siswa agar dapat mencapai tujuan yang
diharapkan.
1
Saat pembelajaran bahasa indonesia yang didominasi dengan metode
ceramah ternyata aktivitas tidak muncul secara maksimal karena
pembelajara berpusat pada guru (Sardiman 2004 : 95) pada prinsipnya
belajar merupakan berbuat atau melakukan. Berbuat untuk mengubah
tingkah laku. Tidak dikatakan belajar apabila di dalamnya tidak terdapat
aktivitas. Oleh sebab itu aktivitas merupakan suatu prinsip atau asas yang
sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Rendahnya hasil belajar
siswa di SD No 15 Inpres Lalang Tedong Kabupaten Maros pada pelajaran
Bahasa Indonesia masih ada anak yang nilainya masih di bawah Kriteria
Ketuntasan Minimal ideal yaitu 75, hal itu diduga disebabkan kurangnya
aktivitas dan perhatian siswa pada mata pelajaran di sekolah khususnya
mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pada saat pembelajaran berlangsung
siswa kurang terlibat pikir atau dengan kata lain siswa cenderung pasif,
prestasi belajar anak sangat ditentukan oleh aktivitas belajar anak itu
sendiri. Katagori aktivitas digunakan pedoman menurut Memes (2001: 36 ).
Bila nilai aktivitas siswa < 75,6 maka dikatagorikan aktif, bila 59, 4 < nilai
aktifitas < 75,6 maka dikatagorikan cukup aktif bila nilai aktivitas < 59, 4
dikatagorikan kurang aktif.
Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan, dengan
menerapkan suatu metode pembelajaran yaitu melalui Teams Games
Tournaments (TGT). Metode ini dapat melatih pola pikir siswa karena
2
dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan kemudian dituntut untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut. Selain itu dapat melatih kerja sama
siswa didalam kelompok dan melatih tanggung jawab siswa terhadap tugas
yang diberikan.
Dengan demikian metode ini diharapkan siswa terbisa terlibat dan
aktif mengikuti pembelajaran sehingga aktifitas siswa meningkat dan
berujung pada peningkatan hasil belajar (Slameto 1991 : 2) belajar
merupakan proses usaha yng dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman sendiri dan interaksi dengan lingkungan. Belajar diharapkan
dapat mempengaruhi daya pikir seseorang yang berujung pada perubahan
tingkah laku untuk memantapkan penguasaan konsep suatu materi
diperlukan suatu metode pembelajaran yang baik..
Nana Sudjana (1987: 19 ) menyatakan “mengajar adalah
membimbing kegiatan siswa belajar, mengajar adalah mengatur dan
mengorganisasikan ingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat
mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar”.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui peningkatan
prestasi dan aktivitas belajar melalui Teams Games Tournaments (TGT)
peserta didik kelas V di SD No. 15 Inpres Lalang Tedong Kabupaten Maros
3
dan selain itu pertimbangan biaya dan kemudahan akomodasi. Selain itu
pula, di tempat tersebut belum ada yang mengangkat masalah tersebut.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
rumusan masalah yang diajukan adalah ”Apakah dengan penerapan Team
Games Tournaments (TGT) dapat meningkatkan prestasi dan aktivitias
belajar siswa pada kelas V SD Inpres No 15 Lalang Tedong?”
E. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan
Team Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan prestasi dan aktivitas
belajar siswa pada kelas V SD Inpres Lalang Tedong Kabupaten Maros.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Dapat memberikan suatu masukan pada pengajaran bahasa dan sastra
Indonesia, khususnya model pembelajaran tipe Teams Games
Tournamenet (TGT) di SD No. 15 Inpres Lalang Tedong Kabupaten
Maros;
4
2. Memberikan sumbangan pikiran terhadap guru-guru mata pelajaran
bahasa Indonesia di SD tentang cara penyusunan materi bagi
pembelajaran/ pengajaran Bahasa Indonesia.
3. Memberikan masukan dalam rangka peningkatan kemampuan
kreativitas guru-guru bahasa Indonesia di SD No. 15 Inpres Lalang
Tedong Kabupaten Maros dalam mengajarkan bahasa indonesia dengan
menggunakan metode pembelajaran kooperatif melalui Teams Games
Turnaments (TGT)
G. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pikir
1. Tinjauan pustaka
a. Pengertian belajar
Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat
tafsirannya tentang ”belajar”. Seringkali pula perumusan dan tafsiran
itu berbeda satu sama lain. Dalam uraian ini kita akan berkenalan
dengan beberapa perumusan saja, guna melengkapi dan memperluas
pandangan kita tentang mengajar.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalaui pengalaman. (learning is definied as the modification or strengthening of behavior through experience)(Oemar Hamalik, 2008: 36).
5
Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu
proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar
bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni
mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan,
melainkan perubahan kelakuan.(Oemar Hamalik, 2008: 36)
Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang
belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah memperoleh
pengetahuan ; belajar adalah latihan-latian pembentukan kebiasaan
secara otomatis, dan seterusnya.
Sejalan dengan perumusan di atas, ada pula tafsiran lain
tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan
lingkungan. (Oemar Hamalik, 2008: 36)
Dibandingkan dengan pengertian pertama, maka jelas,
tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku,
hanya berbeda cara atau usaha pencapainnya. Pengertian ini
menitikberatkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan.
Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar.
Pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan
sebagainya yang dimiliki seseorang tidak dapat diidentifikasi, karena
ini merupakan kecenderungan perilaku saja. Hal ini dapat
6
diidentifikasi bahkan dapat diukur dari penampilan (behavior
performance). Penampilan ini dapat berupa kemampuan
menjelaskan, menyebutkan sesuatu, atau melakukan suatu
perbuatan. Jadi, kita dapat mengidentifikasi hasil belajar melalui
penampilan. Namun demikian, individu dapat dikatakan telah
menjalani proses belajar, meskipun pada dirinya hanya ada
perubahan dalam kecenderungan perilaku. (De Cocco & Crawford,
1977: 178).
Menurut Kimble & Garmezy, sifat perubahan perilaku dalam
belajar relatif permanen. Dengan demikian hasil belajar dapat
diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara
permanen, dapat berulang-ulang dengan hasil yang sama. Kita
membedakan antara perubahan perilaku hasil belajar dengan terjadi
secara kebetulan. Orang yang secara kebetulan dapat melakukan
seasuatu, tentu tidak dapat menghalangi perbuatan itu dengan hasil
yang sama. Sedangkan orang dapat melakukan sesuatu karena hasil
belajar dapat melakukannya secara berulang-ulang dengan hasil
yang sama.
7
b. Aktivitas belajar
Aktivitas belajar yang dimaksud adalah seluruh aktivitas
peserta didik dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai
kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa ketrampilan-ketrampilan dasar
sedangkan kegiatan psikis berupa ketrampilan terintegrasi.
Ketrampilan dasar yaitu mengobservasi, mengklasifikasi,
memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan.
Sedangkan ketrampilan terintegrasi terdiri dari mengidentifikasi
variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk
grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan
dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis,
mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian
dan melaksanakan eksperimen. Pada prinsipnya belajar adalah
berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah mengapa
aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi
belajar mengajar (Sardiman, 2001:93). Dalam aktivitas belajar ada
beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa, yaitu
pandangan ilmu jiwa lama dan modern. Menurut pandangan ilmu
jiwa lama, aktivitas didominasi oleh guru sedangkan menurut
pandangan ilmu jiwa modern, aktivitas didominasi oleh siswa. Paul
8
B. Diedrich membuat suatu daftar kegiatan siswa yang antara lain
dapat digolongkan sebagai berikut.
1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya seperti membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan.
2. Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
4. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5. Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konsstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.
7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: mengingat, memecahkan soal, menganalisis, mengambil keputusan.
8. Emotional activities, seperti minat, merasa bosan, berani, tenang, gugup, gembira, bersemangat. Tentu saja kegiatan itu tidak terpisah satu sama lain. Dalam suatu kegiatan motoris terkandung kegiatan mental dan disertai oleh perasaan tertentu. Dalam tiap pelajaran dapat dilakukan bermacam-macam kegiatan (Nasution, 1982:94-95).
c. Pembelajaran Teams Games Turnaments (TGT)
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menempatkan siswa dalam kelompok–kelompok belajar yang
beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan,
jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan
materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing–masing.
9
Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap
kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama–sama dengan
anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang
tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota
kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban
atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut
kepada guru.
Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota
kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan
diberikan permainan akademik. Dalam permainan akademik siswa
akan dibagi dalam meja–meja turnamen, dimana setiap meja
turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil dari
kelompoknya masing–masing. Dalam setiap meja permainan
diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang
sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara
homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja
turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Hal ini
dapat ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada
saat pre-test. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan
akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok
diperoleh dengan menjumlahkan skor–skor yang diperoleh anggota
10
suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok
tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan
penghargaan tim berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat
tertentu.
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari
5 langkah tahapan yaitu: tahap penyajian kelas (class
precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (gemes),
pertandingan (tournament), dan perhargaan kelompok ( team
recognition). Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka
model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri–ciri sebagai
berikut.
1) Siswa bekerja dalam kelompok–kelompok kecil
Siswa ditempatkan dalam kelompok–kelompok belajar
yang beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki
kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda.
Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan
dapat memotifasi siswa untuk saling membantu antar siswa
yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan
kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan
11
menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa
belajar secara kooperatif sangat menyenangkan.
2) Games tournament
Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing
merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili
kelompoknya, masing–masing ditempatkan dalam meja–meja
turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5 sampai 6 orang
peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari
kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan
setiap peserta homogen. Permainan ini diawali dengan
memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan
dimulai dengan membagikan kartu–kartu soal untuk bermain
(kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga
soal dan kunci tidak terbaca). Permainan pada tiap meja
turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama,
setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal
dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian
pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang
berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca
soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang
12
diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara
mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan
soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil
pekerjaannya yang akan ditangapi oleh penantang searah jarum
jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban
dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar
atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu
dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal
berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dimana
posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta
dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca
soal, pemain, dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan
berkali – kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus
mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang,
dan pembaca soal.
Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas
untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh
ikut menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain.
Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu
13
meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan
berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah
disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada
kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh
berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap
pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan
poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok
memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya pada
tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria
penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.
3) Penghargaan kelompok
Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan
kelompok adalah menghitung rerata skor kelompok. Untuk
memilih rerata skor kelompok dilakukan dengan cara
menjumlahkan skor yang diperoleh oleh masing – masing
anggota kelompok dibagi dengan dibagi dengan banyaknya
anggota kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas
rata – rata poin yang didapat oleh kelompok tersebut. Dimana
penentuan poin yang diperoleh oleh masing – masing anggota
14
kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh oleh
seperti ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 1 Perhitungan Poin Permainan Untuk Empat Pemain
Pemain denganPoin Bila Jumlah Kartu
yang Diperoleh
Top Score 40
High Middle Score 30
Low Middle Score 20
Low Score 10
Tabel 2 Perhitungan Poin Permainan Untuk Tiga Pemain
Pemain denganPoin Bila Jumlah Kartu
yang Diperoleh
Top Score 60
High Middle Score 40
Low Score 20
Sumber : Slavin, 1995:90
Top Scorer (skor tertinggi), High Middle scorer (skor
tinggi), Low Middle Scorer (skor sedang), Low Scorer (skor
terendah).
15
Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ada
beberapa tahapan yang perlu ditempuh, yaitu :
1) Mengajar (teach)
Mempersentasekan atau menyajikan materi,
menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan
siswa, dan memberikan motivasi.
2) Belajar Kelompok (team study)
Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 5 sampai
6 orang dengan kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras /
suku yang berbeda. Setelah guru menginformasikan materi, dan
tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengen menggunakan
LKS. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan
masalah bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi
jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab.
3) Permainan (game tournament)
Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing –
masing kelompok yang berbeda. Tujuan dari permainan ini
adalah untuk mengetahui apakah semua anggota kelompok telah
menguasai materi, dimana pertanyaan – pertanyaan yang
16
diberikan berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan
dalam kegiatan kelompok.
4) Penghargaan kelompok (team recognition)
Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada
rerata poin yang diperoleh oleh kelompok dari permainan.
Lembar penghargaan dicetak dalam kertas HVS, dimana
penghargaan ini akan diberikan kepada tim yang memenuhi
kategori rerata poin sebagai berikut.
Tabel 3 Kriteria Pengahrgaan KelompokKriteria (rerata
kelompok)Predikat
30 sampai 39 Tim kurang baik
40 sampai 44 Tim baik
45 sampai 49 Tim baik sekali
50 ke atas Tim istimewa
(Sumber Slavin, 1995 )
d. Hasil Belajar
1) Pengertian hasil belajar
Belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada
diri seseorang melalui penguatan (reinfarcemen), sehingga
terjadi perubahan ynag bersifat permanen dan persistem pada
dirinya sebagai hasil pengalaman (Learning is a change of
17
behavior of experience),demikian pendapat John Dewey, salah
seorang ahli pendidikan Amerika Serikat dari aliran bahavioural
approach (Dwitaqma, 2008:1).
Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat
progresif dan akumulatif, mengarah pada kesempatan, misalnya
dari tidak mampu menjadi mampu, dan tidak mengerti menjadi
mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan (coqnitive domain),
aspek afektif (afektive domain). Hal tersebut sejalan dengan apa
yang dikemukakan oleh Winkel (1996:244) bahwa “dalam
taksonomi Bloom, aspek belajar yang harus diukur
keberhasilannya adalah aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
sehingga dapat menggambarkan tingkah laku menyeluruh
sebagai hasil belajar siswa?”.
Pencapaian hasil belajar dapat diukur dengan melihat
prestasi belajar yang diperoleh pada proses pembelajaran.
Tingkah laku sebagai hasil belajar juga tidak terlepas dari proses
pembelajaran di kelas dan berbagai bentuk interaksi belajar
lainnya.Menurut Sudjana (1984 : 3) bahwa hasil belajar adalah
“tingkah laku yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti
program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang
18
diharapkan. Hasil belajar dalam hal ini, meliputi wawasan
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Adapun menurut Mappasoro (2006: 1-2) bahwa “hasil
belajar adalah sejumlah perubahan yang terjadi pada diri
seseorang yang disebabkan oleh faktor lain di luar seperti
perubahan karena kematangan, perubahan karena kelelahan fisik
dan sebagainya”.
Hasil belajar dan prestasi belajar ibarat dari sisi mata uang
yang tidak dapat dipisahkan. Oleh Karena itu, berbicara hasil
belajar maka orientasinya adalah berbicara prestasi belajar yang
diukur dengan nilai tertentu.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang dicapai
seorang pelajar setelah mengikuti program belajar mengajar
sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan yang meliputi
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Berdasarkan hal tersebut, maka hasil yang dimaksudkan
adalah prestasi belajar yang diperoleh dari kegiatan belajar
mengajar. Dengan demikian, tujuan pembelajaran dipandang
sebagai suatu harapan yang akan diperoleh siswa setelah
mengikuti kegiatan belajar mengajar. Hal ini sebagaimana
19
dikemukakan oleh Nasution (2000: 61) bahwa “hasil belajar
siswa dirumuskan sebagai standar kompetensi yang dinyatakan
dalam bentuk yang lebih spesifik dan merupakan komponen dari
tujuan umum bidang studi”.
2) Fungsi hasil belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dapat dijadikan indikator
untuk mengikuti tingkat kemampuan, kesanggupan, penguasaan
tentang materi belajar. Sehingga hasil belajar dalam pendidikan
tidak dapat dilepaskan dari tujuan evaluasi itu sendiri. Di dalam
pengertian tentang evaluasi pendidikan ialah untuk mendapatkan
data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana
kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan
kurikuler.
Di samping hasil belajar yang digunakan oleh guru-guru
dan para pengawas pendidik untuk mengukur dan menilai sampai
di mana keefektifan pengalaman-pengalaman mengajar,
kegiatan-kegiatan belajar dan metode-metode mengajar yang
digunakan. Dengan demikian, dapat dikatakan betapa penting
peranan dan fungsi hasil belajar dalam pendidikan dan
20
pengajaran dikelompokkan menjadi empat fungsi (Purnama,
1996 : 2) yaitu :
a) Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta
keberhasilan peserta didik setelah mengalami atau melakukan
kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu. Hasil belajar
dapat diperoleh itu selanjutnya dapat digunakan untuk
memperbaiki cara belajar peserta didik (fungsi formatif) dan
atau untuk mengisi rapor atau Surat Keterangan Hasil Ujian
Nasional, yang berbarti pula untuk menentukan kenaikan
kelas atau lulus tidak hanya seorang peserta didik dari suatu
lembaga pendidikan tertentu (fungsi sumatif).
b) Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran.
Pengajaran sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa
komponen yang saling berkaitan satu sama lainnya.
c) Untuk keperluan bimbingan dan konseling (BK). Hasil-hasil
yang telah dilaksanakan terhadapa peserta didiknya dapat
dijadikan informasi atau data bagi pelayanan BK oleh para
konselor sekolah.
d) Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum
sekolah yang bersangkutan.
21
Adapun menurut Winkel (1996: 483-484) bahwa hasil
belajar dapat digunakan untuk :
a) Mendapatkan informasi tentang masing-masing peserta didik,
sampai sejauh mana mereka telah mencapai tujuan-tujuan
intruksional. Hasil belajar pada tahap evaluasi formatif
merupakan bahan untuk memonitor kemajuan peserta didik
menyangkut pencapaian tujuan intruksional untuk unit
pelajaran tertentu, pada tahap evaluasi sumatif dapat
digunakan sebagai bahan informasi untuk menentukan tingkat
keberhasilan peserta didik dalam beberapa tujuan
instruksional yang diuji bersama-sama.
b) Mendapatkan informasi tentang suatu kelompok peserta didik
sampai berapa jauh kelompok peserta didik mengenai tujuan-
tujuan instruksional, misalnya satu satuan kelas di bidang
studi Bahasa Indonesia. Informasi ini diperoleh dengan
menerapkan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Hasil
evaluasi tersebut juga bersifat diganostik yaitu membantu
menentukan faktor kesulitan dan kesukaran yang masih
dialami peserta didik dalam mencapai tujuan instruksional
tertentu, dimana faktor tersebut mungkin terdapat pada
22
pribadi peserta didik dan mungkin juga terletak dalam model
proses belajar mengajar itu sendiri.
3) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar
Belajar merupakan proses kegiatan untuk mengubah
tingkah laku subyek belajar ternyata banyak faktor yang
mempengaruhi dari sekian banyak yang berpengaruh terhadap
pencapaian hasil belajar, menurur Sardiman (2003 : 49) bahwa
secara garis besar dapat dibagi dalam klasifikasi faktor interen
(dari dalam) dan faktor eksteren (dari luar) diri subyek belajar.
Hal ini, sama dikemukakan oleh Abdurahman (1993 : 114)
bahwa “hasil belajar secara pokok dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu:
a) Faktor internal dan
b) Faktor eksternal
Faktor internal terdapat pada diri siswa itu sendiri, yang
meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologi. Sedangkan faktor
eksternal merupakan kondisi yang berada di luar siswa yang
terdiri atas faktor keluarga atau rumah tangga, faktor sekolah dan
faktor lingkungan masyarakat.
23
Menurut Abdurrahman (1993: 114) bahwa
Faktor fisiologis-biologis yang berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik, antara lain: (1) bentuk atau postur tubuh, (2) kesegaran dan kebugaran, (3) kesehatan atau keutuhan tubuh, (4) instink, refleks dan driff (dorongan), (5) komposisi zat cair tubuh, dan (6) rentang dan susunan saraf. Adapun faktor psikologis, antara lain : (1) kemampuan kognitif (pengenalan) berupa pengamatan, tanggapan, ingatan, assosiasi/ reproduksi, fantasi dan intelegensi, (2) kematangan emosi (perasaan berupa kematangan emosi biologis dan emosi rohani, (3) kekuatan konasi (kemauan), dan dorongan kombinasi berupa minat, perhatian, dan sugesti.
Lebih lanjut Abdurrahman (1993: 115)
Faktor-faktor yang berkaitan dengan keluarga dan lingkungan, antara lain: (1) suasana kehidupan dalam keluarga, (2) kondisi sosial ekonomi, (3) perhatian orang tua terhadap pelajaran anaknya, (4) pemberian motivasi dan dorongan untuk belajar, (5) fasilitas belajar. Faktor sekolah berkaitan dengan (1) pengelolaan kelas dan sekolah, (2) hubungan antara guru dan peserta didik, antara peserta didik dan antara peserta didik dengan guru, (3) pelaksanaan bimbingan konseling, (4) fasilitas dan sumber belajar, (5) penetapan dan penggunaan metode dan media pembelajaran oleh guru, (6) kondisi ruangan dan tempat belajar, dan (7) kerjasama orang tua dengan guru dan sekolah dengan masyarakat. Sedangkan faktor ligkungan masyarakat berkaitan dengan (8) perhatian dan kepedulian lembaga-lembaga masyarakat akan pendidikan, (9) keteladanan para pemimpin formal dan informal, (10) peranan media massa, dan (11) bentuk kehidupan masyarakat.
24
4) Prinsip-prinsip pengembangan hasil belajar
Pengembangan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan
cara mengemas pelajaran dan suasana menantang, merangsang
dan menggugah daya cipta siswa untuk menemukan dan
mengesankan. Gagne dalam Mulyasa (2007: 111) menambahkan
bahwa ”Jika seorang peserta didik dihadapkan pada suatu
masalah pada akhirnya mereka bukan hanya sekedar
memecahkan masalah memegang peranan penting dalam
pemgembangan siswa.”
Menurut Abdurrahman (1993 : 189-110) bahwa “beberapa
prinsip yang dapat digunakan dalam mengembangkan hasil
belajar antara lain:
a) Prinsip motivasi
Prinsip motivasi dimaksudkan untuk merangsan daya
dorong pribadi peserta didik melakukan sesuatu (motivasi
intrinsil dan motivasi ekstrinsik). Untuk motivasi instrinsik,
gairahkanlah perasaan ingin tahu anak, keinginan mencoba
dan hasrta untuk lebih memajukan hasil belajar.
25
b) Prinsip latar atau konteks;
Peserta didik akan terangsang mempelajari sesuatu
jika mengetahui adanya hubungan langsung pada hal-hal
yang sudah diketahui sebelumnya. Guru hendaknya
mengetahui apa kira-kira pengetahuan, keterampilan, sikap,
dan pengalaman yang sudah dimiliki peserta didi. Dengan
pengetahuan latar ini, guru dapat mengembangkan
kemampuan dan hasil belajar peserta didik.
c) Prinsip sosialisasi;
Kegiatan belajar bersama dala kelompok perlu
dikembangkan di kalangan peserta didik, karena hasil belajar
akan lebih baik. Pengelompokan peserta idik dapat dilakukan
dengan pendekatan kemampuan, tempat tinggal, jenis
kelamin, dan minat. Setiap kelompok diberi tugas yang
berbeda dari sumber yang sama.
d) Prinsip belajar sambil bermain.
Bekerja merupakan tuntutan menyatakan diri utuk
berprestasi pada diri anak, karena itu berilah kesempatan
mengembangkan kemampuan dan hasil belajarnya melalui
kegiatan bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain.
26
2. Kerangka Pikir
Dalam proses belajar mengajar akan lebih baik bila peserta didik
secara aktif terlibat dalam proses penemuan pertalian-pertalian atau
hubungan dari informasi yang diperoleh. Dengan adanya aktivitas
belajar ini akan menghasilkan kemampuan belajar dan peningkatan
pengetahuan. Proses belajar tidak mungkin akan berhasil tanpa adanya
aktivitas belajar itu sendiri. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip
yang penting dalam interaksi belajar mengajar.
Minat erat sekali hubungannya dengan suka atau tidak suka,
tertarik atau tidak tertarik dan senang atau tidak senang. Minat tidak
tercetus dengan sendirinya, tetapi sesuatu yang terwujud disebabkan
oleh pengaruh-pengaruh tertentu seperti penguasaan terhadap materi
pelajaran. Perasaan senang akan menimbulkan minat, yang diperkuat
lagi oleh sikap yang positif. Yang jelas perasaan tidak senang akan
menghambat dalam belajar, karena tidak melahirkan sikap positif dan
tidak menunjang minat belajar peserta didik. Penyebab turunnya minat
belajar peserta didik antara lain karena kurangnya motivasi dalam diri
peserta didik itu sendiri. Turunnya minat belajar ini akan berdampak
negatif pada hasil belajar, karena sesuatu yang dilakukan tanpa dilandasi
niat, kemauan dan usaha yang keras hanya akan sia-sia dan memberikan
hasil yang tidak maksimal. Dengan demikian, motivasi dan aktivitas
27
belajar peserta didik menentukan tingkat keberhasilan peserta didik
dalam pembelajaran.
Gambar 1 Skema kerangka penelitian
H. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka rumusan hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
Ht : Ada peningkatan antara aktivitas belajar dan minat siswa dalam
pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) secara bersama-sama
terhadap hasil belajar bahasa indonesia.
Proses Belajar Mengajar
Motivasi Belajar
Teams Games Tournaments
Aktivitas Belajar
Sikap Pengetahuan
Temuan
28
Ho : Tidak ada peningkatan antara aktivitas belajar dan minat siswa dalam
pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) secara bersama-sama
terhadap hasil belajar bahasa indonesia
I. Metode Penelitian
1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di SD No 15 Inpres Lalang Tedong
Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros
2. Variabel penelitian
Dalam penelitian ini, variabel yang diambil adalah sebagai berikut.
a. Variabel terikat, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Teams
Games Touernament (TGT).
b. Variabel bebas, yaitu aktivitas belajar peserta didik kelas V SD No
15 Inpres Lalang Tedong Kabupate Maros dan minat siswa kelas V
SD No 15 Inpres Lalang Tedong Kabupaten Maros
3. Desain penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan peneliti pada saat penelitian
adalah sebagai berikut.
a. Dengan teknik random sampling, ditentukan sampel penelitian yaitu
siswa kelas V SD No 15 Inpres Lalang Tedong Kabupaten Maros.
29
b. Menentukan kelas uji coba di luar sampel penelitian yaitu siswa
kelas V SD No. 15 Inpres Lalang Tedong Kabupaten Maros.
c. Mengambil data nilai tes pada materi sebelumnya, untuk
menentukan pembagian kelompok. Kelompok dibentuk berdasarkan
siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah.
d. Membuat instrumen penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian.
e. Menyusun kisi-kisi tes.
f. Menyusun instrumen tes uji coba berdasarkan kisi-kisi tes yang ada.
g. Mengujicobakan instrumen tes uji coba, di mana instrumen tes itu
akan digunakan sebagai tes hasil belajar.
h. Menganalisis data hasil uji coba
i. Menentukan soal-soal yang memenuhi syarat berdasarkan poin h).
j. Menyampaikan langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe
TGT. Dan Melaksanakan pembelajaran.
k. Mengadakan observasi dan mengumpulkan data-data yang
diperlukan dalam penelitian.
l. Melaksanakan tes.
m. Menganalisis data yang telah dikumpulkan dengan metode yang
telah ditentukan.
n. Menyusun hasil penelitian.
30
4. Insrumen penelitian
Instrumen penelitian ini adalah
a. Tes, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan butir soal sehingga dapat diseleksi atau revisi.
b. Angket , dilakukan dengan memberikan sejumlah pertanyaan.
c. Observasi, tentang hasil belajar peserta didik dan keaktifan peserta
didik selama mengikuti kegiatan belajar mengajar. Observasi
terhadap aktivitas kelas yang berhubungan dengan perilaku peserta
didik maupun guru.
5. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik
kelas V Sekolah Dasar Nomor 15 Inpres Lalang Tedong Kabupaten
Maros.
b. Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
teknik proporsional random sampling atau secara acak berimbang.
Mengingat keadaan populasi yang banyak, maka tidak semua
populasi dijadikan sampel. Hal ini sejalan dengan pendapat Arikunto
(1992: 70) bahwa: ”Apabila subjeknya kurang dari 100 orang, lebih
31
baik diambil semua. Sehingga penelitiannya adalah penelitian
populasi. Selanjutnya jika jumlah sujeknya di atas 100 orang dapat
diambil antara 10%-15% atau 20%-25%. Jadi, dalam pengampilan
sampel dilakukan secara sampel populasi karena hal ini populasi
yang diteliti kurang dari 100 orang. Selain siswa, guru juga dijadikan
sampel karena teknik pengumpulan datanya adalah observasi,
angket, dan wawancara.
6. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui beberapa
teknik sebagai berikut:
a. Tes, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan butir soal sehingga dapat diseleksi atau revisi.Tes adalah
serentetan atau latihan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan,
pengetahuan, sikap, intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok (Rianto, 1963:83). Tes dibuat
untuk mengukur sejauh mana siswa dapat memahami atau mengerti
materi yang diajarkan oleh guru. Sebelumnya perlu dilakukan
analisis butir soal dari soal pada tes tersebut. Pemberian tes
dilakukan setelah akhir pokok bahasan pecahan. Dalam penelitian
32
ini, tes digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar
matematika.
b. Angket
Angket adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa
daftar pertanyaan yang disampaikan kepada responden untuk
dijawab secara tertulis. Jenis angket yang dipergunakan adalah jenis
angket tertutup. Angket tertutup merupakan angket yang
menghendaki jawaban pendek atau jawabannya diberikan dengan
membubuhkan tanda tertentu. Daftar pertanyaan disusun dengan
disertai alternatif jawaban, responden diminta untuk memilih salah
satu jawaban dari alternatif jawaban yang tersedia (Rianto, 1996:70).
Dalam penelitian ini angket dibuat untuk mengukur minat
siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT. Menurut Rianto
(1996:73) prosedur penyusunan instrumen yang berupa angket
secara operasional dapat diuraikan sebagai berikut.
1) Merumuskan tujuan yang akan dicapai melalui kuesioner
(angket).
2) Setelah tujuan dirumuskan, tetapkan variabel-variabel yang akan
diangkat dalam penelitian.
33
3) Dari variabel-variabel yang telah ditetapkan, jabarkan indikator-
indikator variabelnya.
4) Dari indikator variabel tersebut, jabarkan ke dalam deskriptor-
deskriptor yang selanjutnya dirumuskan dalam item pertanyaan.
Angket ini diberikan kepada siswa setelah pembelajaran
dilakukan/setelah dikenai kondisi buatan. Teknik ini digunakan
untuk mengambil data tentang minat siswa dalam pembelajaran
kooperatif tipe TGT terhadap mata pelajaran bahasa indonesia.
c. Observasi, tentang hasil belajar peserta didik dan keaktifan peserta
didik selama mengikuti kegiatan belajar mengajar. Observasi
terhadap aktivitas kelas yang berhubungan dengan perilaku peserta
didik maupun guru.Observasi merupakan teknik pengumpulan data
yang menggunakan pengmatan terhadap obyek penelitian. Observasi
yang akan dilakukan adalah observasi langsung, dalam artian
mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala
subyek yang diselidiki, baik pengamatan itu dilakukan dalam situasi
sebenarnya maupun dilakukan dalam situasi buatan yang khusus
diadakan. Petunjuk yang bersifat umum yang mendasari pelaksanaan
obervasi menurut Winarno Surachmad dalam Rianto (1996:78)
adalah sebagai berikut.
34
1. Lebih dahulu harus ditetapkan bahwa metode observasi merupakan metode yang tepat untuk tujuan penelitian.
2. Bila observasi ini merupakan teknik yang tepat, kita harus mulai merinci segala unsur data misal sifatnya, banyaknya dan unsur-unsur lain yang mungkin penting dalam penelitian.
3. Bila telah jelas jenis dan jumlah data yang harus dikumpulkan dan penggunaannya, maka perlu dipikirkan bagaimana cara kita mencatat dan menyusun data tersebut.
4. Apabila dalam poin ke-3, ternyata membutuhkan alat-alat pembantu data, maka alat-alat tersebut harus disediakan.
5. Kini tibalah saatnya untuk mengadakan observasi guna pengumpulan data.
Petunjuk yang dikemukakan di atas memang tampak
mengacu kepada petunjuk prosedur umum dalam observasi.
Sedangkan menurut Rummel dalam Rianto (1996:78), petunjuk
dalam menggunakan metode observasi adalah sebagai berikut.
1. Memperoleh dahulu pengetahuan tentang apa yang akan diobservasi.
2. Menyelidiki tujuan-tujuan umum atau khusus dari masalah-masalah penelitian untuk menentukan apa yang harus diobservasi.
3. Membuat suatu cara untuk mencatat hasil-hasil observasi. 4. Mengadakan batasan yang tegas mengenai macam-macam
tingkat yang akan digunakan. 5. Mempertimbangkan observasi secara cermat dan kritis.
Lembar observasi dilakukan dengan menggunakan check list.
Check list atau daftar cek terdiri dari daftar item yang berisi faktor-
faktor yang diselidiki. Jenis alat ini mensistematisasi dan
35
memudahkan perekaman hasil observasi. Lembar observasi ini
digunakan untuk mengukur aktivitas belajar siswa.
7. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Siklus I
a. Tahap Perencanaan (planning)
1) Guru membuat Rencana Pelakasanaan Pembelajaran (RPP)
sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2) Membuat bahan evaluasi berdasarkan materi yang diajarkan.
3) Selain perangkat pembelajaran juga disiapkan instrumen
penelitian berupa lembar observasi dan tes hasil belajar.
b. Tahap Tindakan (acting)
Guru melaksanakan langkah-langkah kegiatan belajar
mengajar sesuai dengan rancana pelaksanaan pembelajaran yang
sudah disiapkan.
Adapun hal yang dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan
adalah implementasi rencana yang telah dirumuskan sebelumnya.
Dalam penelitian ini yang dimaksud adalah pelaksanaan langkah-
langkah proses pembelajaran yang telah disusun pada rencana
perbaikan pembelajaran.
36
c. Tahap Observasi (observation)
Untuk melihat penampilan guru dan pengaruhnya terhadap
aktivitas peserta didik selama proses belajar mengajar, maka peneliti
mengamati lembar observasi yang suda disiapkan.
Pelaksanaan tindakan, dilakukan pencatatan dengan
menggunakan daftar observasi untuk memudahkan pelaksanaannya.
Observator mengamati kegiatan yang berlangsung sambil mengisi
daftar observasi yang telah disiapkan.
Adapun hal-hal yang dicatat selama berlangsungnya
kegiatan observasi adalah keaktifan peserta didik meliputi
kerjasama, partisipasi, kejujuran. Sedangkan observasi untuk guru
adala segala perubahan tindakan/ perilaku guru saat terjadi proses
belajar mengajar yang meliputi memotivasi peserta didik,
menyampaikan tujuan, peguasaan materi, dan pemberian umpan
balik.
d. Tahap Refleksi (reflection)
Guru dan peneliti berdiskusi untuk melihat keberhasilan dan
kegagalan yang telah terjadi setelah proses belajar mengajar dalam
selang waktu tertentu. Hasil sebagai masukan guru dan observatori
untuk membuat perencanaan siklus berikutnya. Untuk memperaiki
37
kelemahan-kelemahan siklus I, maka disepakati bersama observatori
untuk merevisi rencana perbaikan pemelajaran siklus II. Revisi
dilakukan metode pendekatan proses dan mengoptimalkan motivasi
peserta didik serta peraikan umpan balik.
Siklus II
a. Perencanaan (planning)
Rencana tindakan untuk siklus II masih menggunakan tahap
kegiatan seperti pada siklus I, namun diberikan penekanan untuk
perbaikan terhadap kekurangan berdasarkan hasil refleksi dan
penemuan penelitian siklus I, rencana tindakan perbaikan
dilaksanakan pada siklus II.
b. Pelaksaaan Tindakan (actioan)
Fokus utama dalam siklus II dibandingkan siklus
sebelumnya adalah mengupayakan semaksimal mungkin bagaimana
peserta didik menjawab soal-soal pertanyaan yang berkaitan dengan
materi.
c. Tahap Observasi (observation)
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan ternyata paa siklus
kedua ini menunjukkan kreativitas belajar dengan kegiatan sangat
baik pada seluruh aktivitas yang diamati. Selanjutnya tindakan/
38
perilaku guru memperlihatkan perubahan yang signifikan setelah
rencana perbaikan pembelajaran direvisi. Seluruh aspek yang
diamati dalam proses belajar mengajar dengan kualitas yang baik.
d. Refleksi (reflection)
Pada akhir siklus dilakukan refleksi hal-hal yang diperoleh
baik dari hasil observasi maupun hasil tes. Kekurangan-kekurangan
yang terjadi pada siklus I akan diperbaiki pada siklus selanjutnya.
Siklus II dilakukan dengan mangacu pada prosedur kegiatan
yang sama pada siklus I yang meliputi perencanaan, tindakan,
osbservasi, dan refleksi. Hanya saja, pada siklus II seluruh
perencanaan dan pengambilan tindakan mengacu pada upaya
peraikan terhadap kekurangan-kekurangan yang diperoleh pada
siklus I guna mencapai hasil yang diharapkan.
39
Alur pelaksanaan penelitian sebagai berikut.
Gambar 2 Alur Penilaian Tindakan Kelas
8. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
statistik deskriptif, yang terdiri dari rata-rata nilai maksimal dan
minimum yang diperoleh siswa pada setiap siklus untuk analisis
kuantitatif, yang digunakan teknik kategorisasi yang dikemukakan oleh
Suherman (1990 : 272) sebagai berikut:
Perencanaan
Perencanaan tindakan I
Pelaksanaan Tindakan I
Observasi
Refleksi
Perencanaan Tindakan II
HasilPelaksanaan Tindakan II
Observasi Refleksi Observasi
Hasil
40
a. Tingkat penguasaan 85 % ≤A≤ 100% atau 85 % - 100% sangat
tinggi
b. Tingkat penguasaan 75% ≤B≤ 84% atau 75% - 84% tinggi
c. Tingkat penguasaan 55 % ≤C≤ 74% atau 55 % - 74% sedang, cukup
d. Tingkat penguasaan 40 % ≤D≤ 55% atau 40 % - 74% rendah
e. Tingkat penguasaan 0 % ≤A≤ 40 % atau 0 % - 40 % jelek, sangat
rendah
Untuk analisis deskriptif, rumus yang digunakan sebagai berikut :
Keterangan :
Me = Mean
f = Frekuensi
x = Nilai perolehan siswa
N = Jumlah siswa
41
9. Jadwal penelitian
No.
Jenis KegiatanMaret April Mei Juni Juli Agustus1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Persiapana. Pengajuan Judul
b. Penyusunan Proposal
c. Konsultasi Dosen
d. Perbaikan Proposal
2 Pelaksanaan
a. Pengumpulan data
b. Analisis data
3 Penyelesaian
a. Seminar ujian skripsi
b. Perbaikan hasil seminar
c. Pemasukan skripsi
42
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, 1993. Pengelolahan Pengajaran. Ujung Pandang : PT. Bintang Selatan.
Ali, Muhammad. 1985. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Bandung : Angkasa
Anni, Tri, Catharina, dkk. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT UNNES Press.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Tingkat Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah (Permen Mendiknas No. 22, No. 23, dan No. 24 Tahun 2006). Jakarta: PT. Binatama Raya.
Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Standar Isi dan Standar
Kompetensi Lulusan Tingkat Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah (Permen Mendiknas No. 22, No. 23, dan No. 24 Tahun 2006). Jakarta: PT. Binatama Raya.
Burns, P.C., Betty, D. dan Ross, E.P. 1996. Teaching Reading in Today’s elemtary Schools. Chicago: Rand Mc. Anlly College Publishing Company.
Dimyati, Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud dan PT Rineka Cipta.
Ibrahim, M. & Nur, Mohamad. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:
University Press. Moentoyah. 1993. “Aspek-aspek Psikologi dalam Kesulitan Belajar pada
Anak dan Remaja”. Makalah Seminar Kesehatan Jiwa Semarang. Mulyasa. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
43
Moedjiono, Moh. Dimiyanti, 1992, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.
Nasution. 2000. Metode Research. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Nurhadi, 2005. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Algasindo.
Ridha Ardhi, Erwin. 2007.Skripsi Pengaruh Aktivitas Belajar dan Minat Siswa dalam pembelajaran kooperarif tipe student teams Achievement division (STAD) terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas v semester ii dalam pokok Bahasan penjumlahan dan pengurangan berbagai Bentuk pecahan di sd negeri kalirejo Tahun pelajaran 2006/2007. UNNES.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Surabaya.
Rianto, Yatim. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Tinjauan Dasar. Surabaya: SIC Surabaya.
Puji Santoso, dkk. 2007. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sardiman, 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
Grasindo.
Slameto. 2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sudjana. 1992. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Yasa, Doantara. 2008. Pembelajaran Koopertatif tipe Teams Games Tournaments (TGT). http://ipotes.wordpress.com/2008/05/11/pembelajaran-kooperatif -tipe-teams-games-tournaments-tgt/.
Wingkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo.
44