pneumotoraks

32
PNEUMOTORAKS I. PENDAHULUAN Respirasi (pernapasan) melibatkan keseluruhan proses yang menyebabkan pergerakan pasif O 2 dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pergerakan pasif CO 2 selanjutnya yang merupakan produk sisa metabolisme dari jaringan ke atmosfer. Sistem pernapasan ikut berperan dalam homeostasis dengan mempertukarkan O 2 dan CO 2 antara atmosfer dan darah. Darah mengangkut O 2 dan CO 2 antara sistem pernapasan dan jaringan. (1) Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik (2) . II. EPIDEMIOLOGI Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 1

Upload: rizki-ria-sari

Post on 02-Aug-2015

60 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: PNEUMOTORAKS

PNEUMOTORAKS

I. PENDAHULUAN

Respirasi (pernapasan) melibatkan keseluruhan proses yang menyebabkan pergerakan

pasif O2 dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pergerakan pasif

CO2 selanjutnya yang merupakan produk sisa metabolisme dari jaringan ke atmosfer. Sistem

pernapasan ikut berperan dalam homeostasis dengan mempertukarkan O2 dan CO2 antara

atmosfer dan darah. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara sistem pernapasan dan jaringan.(1)

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.

Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan

terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal

sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan

maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder.

Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik (2).

II. EPIDEMIOLOGI

Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak

diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa

pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.

Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1 (2).

Sesuai perkembangan di bidang pulmonologi telah banyak dikerjakan pendekatan

baru berupa tindakan torakostomi disertai video (VATS = video assisted thoracoscopy

surgery), ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien-pasien yang mengalami

pneumotoraks relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap di rumah sakit (2).

Insidensinya adalah 10/100.000 orang dewasa per teahun, laki-laki > perempuan,

kadang-kadang diturunkan dalam keluarga orang dengan tubuh lebih tinggi cenderung lebih

sering mengalam pneumotoraks. (4)

III. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI PNEUMOTORAKS

1

Page 2: PNEUMOTORAKS

Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu (2), (3) :

1. Pneumotoraks spontan

Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini

dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba

tanpa diketahui sebabnya.

b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan

didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya

fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma,

dan infeksi paru.

2. Pneumotoraks traumatik,

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma

penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun

paru.

Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena

jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat

komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan

menjadi dua, yaitu :

1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental

Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis

karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada

parasentesis dada, biopsi pleura.

2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara

mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini

dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan

tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan

paru.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan

ke dalam tiga jenis, yaitu (2) :

2

Page 3: PNEUMOTORAKS

1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada

dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam

rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif

karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum

mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di

dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan

udara di rongga pleura tetap negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),

Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan

bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).

Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada

pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai

dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (4).

Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan

menjadi positif (4). Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,

tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang

terluka (sucking wound) (2).

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama

makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada

waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan

selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di

dalam rongga pleura tidak dapat keluar (4). Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura

makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul

dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal

napas (2).

Penghitungan Luas Pneumotoraks

Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan jenis

kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai

dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :

3

Page 4: PNEUMOTORAKS

1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-

masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus (2).

Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus rata-

rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus

adalah :

83 512______ = ________ = ± 50 % 103 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan

jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat

antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh (2).

IV. PATOGENESIS

4

% luas pneumotoraks

A + B + C (cm) = __________________ x 10

3

Page 5: PNEUMOTORAKS

Pleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial, ditunjang oleh

jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Rongga pleura dibatasi

oleh 2 lapisan tipis sel mesotelial yakni pleura parietalis dan pleura visceralis. Pleura

parietalis melapisi otot-otot, dinding dada, tulang , dan kartilago. Diagfragma dan

mediastinum, sangat sensitif terhadap nyeri. Pleura visceralis melapisi paru dan menyusup ke

dalam semua fisura dan tidak sensitif terhadap nyeri. Rongga pleura individu sehat terisi

cairan (10-20 mL) dan berfungsi sebagai pelumas di antara kedua lapisan pleura.(2)

Efek pneumotoraks bergantung pada ada ridaknya kebocoran pleura.

- Pneumotoraks “tertutup” : lubang kebocoran menutup saat paru mengempis

sehingga jumlah udara yang masuk ke rongga pleura terbatas, tekanan pleura tetap

negatif dan secara perlahan-lahan terjadi resolusi walaupun tidak diterapi.(4)

- Pneumotoraks “terbuka” : bila terdapat hubungan persisten anatar saluran

pernapasan dengan rongga pleura (fistula bronkopleura) ditandai oleh adanya

gelembung udara yang persisten pada drainase dada. Paru tidak bisa mengembang

dan terdapat infeksi yang signifikan karena transmisi organisme melalui saluran

pernapasan ke rongga pleura.(4)

- Pneumotoraks tension : bila lubang bocor tetap terbuka namun berfungsi sebagai

katup searah (one way valve) antara saluran pernapasan dengan rongga pleura.

Kenaikan progresif dari volume udara dalam rongga pleura menyebabkan

meningkatnya tekanan udara dalam rongga pleura di atas tekanan atmosfer yang

menekan paru, jantung dan garis mediastinal. Pengisian dan output jantung

menyebabkan sakit berat dan kematian.(4)

V. GAMBARAN KLINIS

Pneumotoraks kecil bisa asimptomatik, pneumotoraks sedang-besar, nyeri dada

menddadak disertai sesak adalah gejala yang palimg sering dijumpai.Terdapat hiperinflasi

dengan menurunnya ekspansi paru dan melemahnya bunyi napas.(4)

Emfisema subkutan bisa terjadi akibat cocornya udara ke kulit dan jaringan subkutan

yang terasa menetas (cracklng) dalam kulit. Bisa disertai pembengkakan wajah dan gangguan

5

Page 6: PNEUMOTORAKS

saluran pernapasan. Pnemuotraks tension menybabkan dispnea yang berat, deviasi trakea,

takikardia dan hipotensi.(4)

VI. DIAGNOSIS

A. Anamnesis

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah (2) (5) :

1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan

mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,

dengan mulut terbuka.

2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi

yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.

3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

4. Denyut jantung meningkat.

5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.

6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada

jenis pneumotoraks spontan primer.

Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut, (2):

1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat

2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat

3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada

tidaknya jalan napas.

4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila

penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan

pengisian yang kurang.

B. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3),:

1. Inspeksi :

a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding

dada)

b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :

6

Page 7: PNEUMOTORAKS

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi :

a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura

tinggi

4. Auskultasi :

a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Röntgen

Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara lain (3):

a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan

tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak

membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.

b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang

berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.

Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang

dikeluhkan.

c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals

melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan

jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi

pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.

d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai

berikut (3):

1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung,

mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel

mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di

mediastinum.

2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit.

Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara

7

Page 8: PNEUMOTORAKS

yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju

daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat

banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila

jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan

ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.

3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak

permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah

merupakan bagian paru yang kolaps

2. Analisa Gas Darah

Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada

kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang

berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

3. CT-scan thorax

8

Page 9: PNEUMOTORAKS

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa

dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan

untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

VII. DIAGNOSIS BANDING

Pneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark miokard, emboli paru dan

pneumonia. Pada pasien muda, tinggi pria dan perokok jika setelah difoto diketahui ada

pneumotoraks umumnya diagnosis kita menjurus ke pneumotoraks spontan primer.

Pneumotoraks spontan spontan sekunder kadang-kadang sulit dibedakan dengan

pneumotoraks yang terlokalisasi dari suatu bleb atau bulla subpleura. (2)

VIII. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari

rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya,

penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :

1. Observasi dan Pemberian O2

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup,

maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi

tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam

beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari (2)

2. Tindakan dekompresi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang

luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra

pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan

cara (2) :

9

Page 10: PNEUMOTORAKS

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan

demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi

negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut (2),.

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

1) Dapat memakai infus set

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,

kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan

dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka,

akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang

berada di dalam botol (2).

2) Jarum abbocath

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum

dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding

toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula

tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik

infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air.

Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang

keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol (2).

3) Pipa water sealed drainage (WSD)

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura

dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.

Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat

dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau

pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2

di garis mid klavikula.

Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke

rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter

toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter

toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa

plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya

berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat

dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (2), (3).

10

Page 11: PNEUMOTORAKS

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura

tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif

sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang.

Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura

sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba

terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam.

Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa

belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam

keadaan ekspirasi maksimal (2).

3. Torakoskopi

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat

bantu torakoskop.

4. Torakotomi

5. Tindakan bedah dengan abrasi pleura atau pleurektomi untuk melekatkan kedua

pleura dilakukan pada pneumotoraks yang tidak membaik setelah drainage dengan

selang dan pada pneumotoraks rekuren.(4)

IX. PROGNOSIS

Pasien dengan pneumotorkas spontan hampir separuhnya akan mneglami

kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube thoracostomy .

Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang dilakukan torakotomi

terbuka. Pasien-pasien yang pentalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai

komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder tergantung penyakit paru yang

mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan PPOK harus lebih berhati-hati karena

sangat berbahaya. (2)

KESIMPULAN

11

Page 12: PNEUMOTORAKS

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara, sehingga

menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam

pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien

sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada.

Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun

traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan

pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel

yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).

Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto

röntgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru

yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil

röntgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang

terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.

Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian O2 yang

dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat dilakukan tindakan

pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit yang

mendasarinya.

DAFTAR PUSTAKA12

Page 13: PNEUMOTORAKS

1. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC;

1996. p. 410.

2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.

Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2006. p. 1063.

3. Bascom, Rebecca. Pneumothorax,. Updated: 2011 June 21; cited 2011 August 6

Available from http://emedicine.medscape.com/article/ 424547

4. Davey, patrick. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga Medical Series; 2002. p.26-

27

5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). Cited

: 2011 August 6 . Available from :

http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm

6. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.

Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2006. p. 315.

7. David, Rhacel Davids. Guillian-Barre Syndrome,. Updated: 2011 May 10; cited 2011

August 14 Available from http://emedicine.medscape.com/article/ 315632

8. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.

Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2006. p. 1650.

9. Anonim. Tuberculosis (TB). Cited : 2011 August 14. Available from :

http:// www.totalkesehatananda.com/tuberculosis5.html

10. Anonim. Amrboxol 30 MG. Cited : 2011 August 14. Available from :

http:// www.farmasiku.com

11. Nabili,Siamak, . Anemia . Cited : 2011 August 14 . Available from :

http://www.medicinenet.com/ script/main/art.asp?articlekey=2015

LAPORAN KASUS

13

Page 14: PNEUMOTORAKS

Nama Penderita : Tuan. MD

Kelamin : Laki-laki

Tgl. Lahir : Makassar, 30 Juni 1961

Alamat : Jalan Manuruki II

No. RM : 22 78 45

Tgl. Pemeriksaan : 29 Juli 2011

Ruangan : Baji Pamai II kamar 208

Keluhan Utama : Sesak nafas

Anamnesis terpimpin :

Dialami 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit,sebelumnya pasien sudah sering mengalami

gejala seperti ini sejak 1 tahun yang lalu namun tidak terus menerus. Pasien tidur dengan

bantal yang tinggi. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas maupun cuaca. Sesak tidak

membaik jika merubah posisi. Batuk (+) sejak 2 bulan terakhir dengan lendir yang sulit

dikeluarkan. Berkeringat lebih di malam hari. Penurunan berat badan dirasakan dalam 1

tahun tahun terakhir kurang lebih 10 kg. Nyeri dada (-)

Demam (-) Riwayat demam (+) kadang-kadang tetapi turun sendiri tanpa pemberian obat.

Menggigil (-) Pusing (-).

Mual (-) Muntah (-) Nyeri Ulu Hati (-) 1 bulan terakhir pasien mengeluh nafsu makan

menurun.

- Riwayat penyakit tekanan darah tinggi dan kencing manis tidak diketahui

- Riwayat penyakit jantung (-)

- Riwayat ibu (sudah meninggal) dengan keluhan sesak nafas.

- Riwayat penggunaan OAT (-)

- Riwayat merokok (-)

- Riwayat trauma dada (-)

Status Praecens

14

Page 15: PNEUMOTORAKS

Sakit Sedang/Gizi Kurang/ Compus Mentis

BB : 30 kg TB : 153 IMT : 12.81 kg/m2

Tekanan darah :110/70 mmHg

Nadi : 80 kali/menit

Pernapasan : 30 kali/menit

Suhu : 37.0 C

Pemeriksaan Fisis

Anemis (+) Ikterus (-) Sianosis (-) DVS : R -2 cmHg

Dada

Inspeksi : simetris

Palpasi : fremitus raba menurun (D), nyeri tekan (+)

Perkusi : Paru kiri :sonor

Paru kanan : hipersonor

Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikular, menghilang pada ICS IV (D)

Bunyi tambahan : Rh : + + Wh : - - - + - - - + - -Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis terlihat di ICS V linea midklavikularis sinistra

Palpasi : Ictus Cordis teraba

Perkusi : Pekak, Batas jantung sulit dinilai

Auskultasi : BJ I/II : murni reguler

Bunyi tambahan : bising (-)

Perut

Inspeksi : datar, ikut gerak nafas

Palpasi : Nyeri tekan (-) Massa Tumor (-) Hepar/Lien tidak teraba

Perkusi : Tymphani

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan Normal

Ektremitas : edema (-) wasting (+)

Pemeriksaan Laboratorium :

15

Page 16: PNEUMOTORAKS

Jenis pemeriksaan 27 Juli 2011 28 Juli 2011 29 Juli 2011

WBC 8.300 12.5

RBC 4.46 x 103 4.28 x 103

HgB 11.5 10.9↓ 10.9↓

MCV 78↓ 78↓ 73↓

MCHC 33.0 32.6 29.1↓

MCH 25.8↓ 25.6↓ 21.2↓

Trombosit 440. 103

SGOT/SGPT 12/15

GDS 142

Ureum 42.2

Kreatinin 0.21

Pemeriksaan Penunjang Lainnya :

Foto Thoraks PA

Kesan : Pneumotoraks Dextra16

Page 17: PNEUMOTORAKS

Suspek KP Lama Aktif

Apusan Darah Tepi ( 28 Juli 2011)

Kesan : Anemia bimorfik + Leukositosis tanda-tanda infeksi

Ringkasan:

Laki-laki 50 tahun, dyspneu, sejak 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Gejala ini sudah

sering dirasakan 1 tahun terakhir Pasien tidur dengan bantal yang tinggi. Dyspneu d effort (-)

Batuk (+) dengan lendir yang sulit dikeluarkan. Berkeringat lebih pada malam hari. Riwayat

penurunan berat badan dalam 1 tahun terakhir kurang lebih 10 kg. Riwayat demam (+) turun

sendiri tanpa pemberian obat. Riwayat penggunaan OAT disangkal pasien.

Pada pemeriksaan fisis toraks didapatkan bunyi pernapasan menghilang (D) pada ICS IV,

vokal fremitus menghilang (D), paru kanan hipersonor dan didapatkan bunyi tambahan

ronkhi di paru sebelah kiri.

Pada pemeriksaan fisis jantung Ictus cordis terlihat di ICS 5 Linea Midklavikularis sinistra

dan teraba.Batas jantung sulit dinilai.

Diagnosis Sementara : Pneumotoraks (D)

Suspek TB Paru

Anemia mikrositik hipokrom e.c susp Def. Fe

Gizi Buruk

Diagnosis Diferensial : Suspek Tumor Paru

Pengobatan : O2 2-4 liter

Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

Rencana Pemeriksaan : Sputum BTA 3 kali Analisa Gas Darah

Foto Thoraks kontrol Feses Rutin

Prognosis : Dubia et bonam

FOLLOW UP

27 Juli 2011

T : 110/70

N : 84

P : 30

S : 36.8 C

PH 1

KU : Sesak

SS/CM/ GK

Anemia ( +) Ikterus (-) Sianosis (-)

DVS R-2 cmHg

Respi :

Bunyi pernapasan : Vesikular

R/

IVFD RL 20 tts/menit

02 2 liter

Konsul CITO pasang WSD

Konsul Pulmo

Konsul Gizi

17

Page 18: PNEUMOTORAKS

menghilang pada ICS IV (D)

Bunyi tambahan : Rh: + + Wh : - - - + - - - + - - Vokal Fremitus (D) menghilang

Vokal Fremitus (S) normal

Sonor pada hemithoraks sinistra

Hipersonor pada hemithoraks dextra

Cardio :

BJ I/II murni reguler

Abd : Peristaltik (+) Kesan N

Hepar/ Lien tidak teraba

BAB : Normal

BAK : Lancar kesan biasa

RT : Ampula kosong, Mukosa licin,

Sphinkter mencekik, Feses (+) Darah (-)

Lendir (-)

A : Pneumotoraks (D)

Suspek TB Paru

Keluarga menolak

pemasangan WSD

30 Juli 2011

T : 120/70

N : 78

P : 28

S : 36,8

PH 4

KU : Sesak menurun

SS/CM/ GK

Anemia ( +) Ikterus (-) Sianosis (-)

DVS R-2 cmHg

Respi :

Bunyi pernapasan : Vesikular

menghilang pada ICS IV (D)

Bunyi tambahan : Rh : + + Wh : - - - + - - - + - - Vokal Fremitus (D) menghilang

Vokal Fremitus (S) normal

Sonor pada hemithoraks sinistra

R/

IVFD RL 20 tts/menit

02 2 liter

Ambroxol tab 3 x 1

SPUTUM BTA ( +)

18

Page 19: PNEUMOTORAKS

Hipersonor pada hemithoraks dextra

Cardio :

BJ I/II murni reguler

Abd : Peristaltik (+) Kesan N

Hepar/ Lien tidak teraba

BAB : Normal

BAK : Lancar kesan biasa

A : Pneumotoraks (D) e.c TB Paru

Anemia mikrositik hipokrom e.c susp

Def. Fe

1 Agustus 2011

T : 110/60

N : 80

P : 30

S : 36.7 C

PH 6

KU : Sesak menurun

SS/CM/ GK

Anemia ( +) Ikterus (-) Sianosis (-)

DVS R-2 cmHg

Respi :

Bunyi pernapasan : Vesikular

menghilang pada ICS IV (D)

Bunyi tambahan : Rh : + + Wh : - - - + - - - + - - Vokal Fremitus (D) menghilang

Vokal Fremitus (S) normal

Sonor pada hemithoraks sinistra

Hipersonor pada hemithoraks dextra

Cardio :

BJ I/II murni reguler

Abd : Peristaltik (+) Kesan N

Hepar/ Lien tidak teraba

BAB : Normal

BAK : Lancar kesan biasa

A : Pneumotoraks (D) e.c TB Paru

R/

Diet TKTP sesuai advise

Gizi

IVFD NaCl 0.9 % 20 tts/

menit

Rifampisin 1 x 300 mg

INH 1 x 300 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Etambutol 1 x 500 mg

Vit B6 1 x 1

Ambroxol 3 x 1

19

Page 20: PNEUMOTORAKS

Anemia mikrositik hipokrom e.c susp

Def. Fe

4 Agustus 2011

T : 130/ 70

N : 89

P : 28

S : 36.7

PH 9

KU : Sesak menurun

SS/CM/ GK

Anemia ( +) Ikterus (-) Sianosis (-)

DVS R-2 cmHg

Respi :

Bunyi pernapasan : Vesikular

menghilang pada ICS IV (D)

Bunyi tambahan : Rh : + + Wh : - - - + - - - + - - Vokal Fremitus (D) menghilang

Vokal Fremitus (S) normal

Sonor pada hemithoraks sinistra

Hipersonor pada hemithoraks dextra

Cardio :

BJ I/II murni reguler

Abd : Peristaltik (+) Kesan N

Hepar/ Lien tidak teraba

BAB : Normal

BAK : Lancar kesan biasa

A : Pneumotoraks (D) e.c TB Paru

Anemia mikrositik hipokrom e.c susp

Def. Fe

R/

Diet TKTP sesuai advise

Gizi

IVFD NaCl 0.9 % 20 tts/

menit

Rifampisin 1 x 300 mg

INH 1 x 300 mg

Pirazinamid 1 x 750 mg

Etambutol 1 x 750 mg

Vit B6 1 x 1

Ambroxol 3 x 1

*keluarga minta pulang

paksa

DISKUSI

Pasien masuk dengan keluhan sesak nafas, yang kami pikirkan adalah penyebab

sesak nafas itu sendiri. Penyebab sesak nafas dapat dibedakan atas dua hal yakni

cardiopulmonal dan non cardiopulmonal.

Untuk non kardiopulmonal, sesak nafas dapat didapatkan misalnya pada penyakit

Gastro Esofageal Refluks Diseaese (GERD), keadaan psikososomatis atau pada penyakit

Guiliian Barre Syndrome (GBS) namun untuk mengarahkan diagnosis ke arah non

20

Page 21: PNEUMOTORAKS

cardiopulmonal dapat kita singkirkan, karena tidak ditemukan hal-hal yang mendukung ke

arah tersebut. Gastro Esofageal Refluks Diseases (GERD) misalnya tidak didapatkan nyeri

dada ataupun rasa terbakar (heartburn)(6) , sedangkan keadaan psikosomatis pada pasien ini

tidak ditemukan adanya gangguan kejiwaan seperti cemas berlebihan ataupun waham-waham

tertentu. Guillian Barre Syndrome (GBS) pun dapat kita singkirkan mengingat tidak

ditemukannya parese pada extremitas bawah dan angka kejadian GBS yang sering terjadi

pada umur muda(7) , sedangkan pada pasien ini sudah tidak tergolong umur muda.

Pasien ini sesak tidak dipengaruhi aktivitas dan tidak ada nyeri dada serta tidak

didapatkan faktor resiko cardiovaskuler misalnya hipertensi, riwayat merokok, diabetes

mellitus dan obesitas (8) ,sehingga kami memfokuskan ke arah pulmonal.

Pasien ini kami curigai dengan Tuberculosis paru atas dasar gejala klinis berupa

batuk sejak 2 bulan yang lalu dengan lendir yang sulit dikeluarkan, penurunan berat badan

kurang lebih 10 kg dalam 1 tahun terakhir disertai penurunan nafsu makan dan pada

pemeriksaan sputum BTA didapatkan hasil yang positif.

Pemeriksaan fisis kami dapatkan fremitus raba menurun pada paru sebelah kanan dan

pada perkusi kami mendapatkan hipersonor pada paru sebelah kiri. Dari hal tersebut kami

memikirkan komplikasi dari tuberculosis paru yakni pneumotoraks dan efusi pleura.Efusi

pleura dapat kita singkirkan atas dasar sesak nafas tidak dipengaruhi perubahan posisi.

Pneumotoraks pada pasien ini tergolong pneumotoraks spontan sekunder yakni suatu

pneumotoraks yang terjadi akibat adanya penyakit paru yang mendasarinya (2), dalam kasus

ini tuberkulosis paru. Kami mendiagnosis banding dengan tumor paru atas dasar adanya

penurunan berat badan yang signifikan.

Prinsip penanganan pada pasien ini terbagi atas dua hal yakni penanganan

pneumotoraks itu sendiri serta penanganan penyakit yang mendasarinya(2). Untuk penanganan

pneumotoraks hal yang dapat dilakukan adalah pemasangan water sealed drainage (WSD)

dengan tujuan untuk mengeluarkan udara dalam paru namun sangat disayangkan pada pasien

ini pemasangan WSD tidak dilakukan karena keluarga tidak setuju. Dalam keadaan gawat

darurat dapat dilakukan tindakan torakotomi, sedangkan untuk mengobati penyakit yang

mendasarinya yakni pengobatan tuberculosis paru kategori I yang menurut WHO 1991

ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum BTA positif(2). Pemberian vitamin B6 untuk

mencegah efek samping dari INH (9). Pemberian mukolitik bertujuan untuk membantu

pengluaran lendir (10).

21

Page 22: PNEUMOTORAKS

Pasien ini tergolong anemia yang berdasarkan bentuk dan jumlah sel dengan

interpretasi anemia mikrositik hipokrom, dugaan sementara disebabkan oleh suatu perjalanan

penyakit yang kronik yakni tuberkulosis paru. Anemia mikrositik hipokrom sendiri dapat

disebabkan oleh defisiensi Fe (11).

Pasien ini termasuk gizi buruk, untuk lebih optimalnya penanganan nutrisi kami

konsultasikan ke bagian gizi klinik dan sebagai hasil konsultasi pasien diberikan diet TKTP.

Prognosis untuk pneumotoraks adalah dubia et bonam jika segera ditangani, namun

pada pada pasien ini prognosisnya dubia et malam karena penanganan awal tidak maksimal

dalam hal ini pemasangan water sealed drainage (WSD).

22