perjalanan nahdlatul ulama dari masa ke masa

7
Perjalanan Nahdlatul Ulama dari Masa ke Masa (Part. I) Posted by moh najiib Posted on 3/09/2013 with No comments Mulai berdirinya NU dalam perjuangannya dititik beratkan pada penguatan paham Ahlus Sunah wal Jama’ah terhadap serangan penganut ajaran Wahabi. Diantara program kerjanya adalah menyeleksi kitab-kitab yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan ajaran Ahlus Sunah wal Jama’- ah, disamping melakukan penguatan persatuan diantara para Kyai dan Pengasuh Pesantren. Pada tahun 1937 M, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Dahlan Ahyad ( NU ), KH. Mas Mansur ( Muhammadiyah ) dan Wondoamiseno ( Syarikat Islam / SI ), mereka berkumpul di Surabaya mendirikan federa si organisasi Islam yang diberi nama Majelis Islam ‘Ala Indonesia (MIAI) dan KH. A. Wahid Hasyim terpilih sebagai Ketua, dan pada giliran beri-kutnya jabatan ketua digantikan oleh KH. M. Dahlan dari NU. Di dalam MIAI dibentuk pula sebuah Komisi Pemberantas Penghinaan Islam, yang di ketuai oleh KH. Zainul Arifin ( NU ), dan Komisi Luar Negeri yang di ketuai oleh KH. Mahfudz Shidiq ( NU ). Pada tahun 1942 M, Jepang datang menjajah Indonesia, semua or- ganisasi sosial kemasyarakatan dan organisasi politik di Indonesia di be-kukan, termasuk NU dan MIAI, bahkan Rais Akbar NU KH. Hasyim As-‘ari dan Ketua umum PBNU KH. Mahfudz Shidiq ditahan oleh Jepang. Ketika ormas-ormas dibekukan oleh Dai Nipon, perjuangan para Kyai NU difokuskan melalui jalur diplomasi, KH. A. Wahid Hasyim dan bebe-rapa Kyai yang lain masuk sebagai anggota Chuo Sangi In ( parlemen buatan Jepang ). Pada bulan September 1943 M, Jepang mengijinkan NU dan Mu- hammadiyah diaktifkan kembali atas permintaan KH. A.Wahid Hasyim lewat parlemen, dan bisa beraktivitas kembali seperti di masa penjajahan Belanda. Pada 14 Oktober 1944 M, KH. A.Wahid Hasyim, meminta agar Jepang melatih kemiliteran pemuda Islam secara khusus dan terpisah dan bergabung menjadi prajurit pembantu tentara Jepang ( Heiho ), perminta-an tersebut dikabulkan dengan dibentuknya Hizbullah. Mereka dilatih kemiliteran oleh para komandan PETA dengan pengawasan prajurit dari Jepang, ketika itu bertindak sebagai Panglima Tertinggi Hizbullah adalah KH. Zainul Arifin dari NU. Sementara di bidang politik KH. A.Wahid Hasyim selain duduk dalam parlemen juga duduk sebagai Pimpinan Ter-tinggi Shumubu

Upload: ahmad-fauzan

Post on 10-Aug-2015

100 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perjalanan nahdlatul ulama dari masa ke masa

Perjalanan Nahdlatul Ulama dari Masa ke Masa (Part. I) Posted by moh najiib Posted on 3/09/2013 with No comments Mulai berdirinya NU dalam perjuangannya dititik beratkan pada penguatan paham Ahlus Sunah wal Jama’ah terhadap serangan penganut ajaran Wahabi. Diantara program kerjanya adalah menyeleksi kitab-kitab yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan ajaran Ahlus Sunah wal Jama’- ah, disamping melakukan penguatan persatuan diantara para Kyai dan Pengasuh Pesantren.

Pada tahun 1937 M, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Dahlan Ahyad ( NU ), KH. Mas Mansur ( Muhammadiyah ) dan Wondoamiseno ( Syarikat Islam / SI ), mereka berkumpul di Surabaya mendirikan federa si organisasi Islam yang diberi nama Majelis Islam ‘Ala Indonesia (MIAI) dan KH. A. Wahid Hasyim terpilih sebagai Ketua, dan pada giliran beri-kutnya jabatan ketua digantikan oleh KH. M. Dahlan dari NU. Di dalam MIAI dibentuk pula sebuah Komisi Pemberantas Penghinaan Islam, yang di ketuai oleh KH. Zainul Arifin ( NU ), dan Komisi Luar Negeri yang di ketuai oleh KH. Mahfudz Shidiq ( NU ).

Pada tahun 1942 M, Jepang datang menjajah Indonesia, semua or-ganisasi sosial kemasyarakatan dan organisasi politik di Indonesia di be-kukan, termasuk NU dan MIAI, bahkan Rais Akbar NU KH. Hasyim As-‘ari dan Ketua umum PBNU KH. Mahfudz Shidiq ditahan oleh Jepang. Ketika ormas-ormas dibekukan oleh Dai Nipon,  perjuangan para Kyai NU difokuskan melalui jalur diplomasi, KH. A. Wahid Hasyim dan bebe-rapa Kyai yang lain masuk sebagai anggota Chuo Sangi In ( parlemen buatan Jepang ).

Pada bulan September 1943 M, Jepang mengijinkan NU dan Mu-hammadiyah diaktifkan kembali atas permintaan KH. A.Wahid Hasyim lewat parlemen, dan bisa beraktivitas kembali seperti di masa penjajahan Belanda.

Pada 14 Oktober 1944 M, KH. A.Wahid Hasyim, meminta agar Jepang melatih kemiliteran pemuda Islam secara khusus dan terpisah dan bergabung menjadi prajurit pembantu tentara Jepang ( Heiho ), perminta-an tersebut dikabulkan dengan dibentuknya Hizbullah. Mereka dilatih kemiliteran oleh para komandan PETA dengan pengawasan prajurit dari Jepang, ketika itu bertindak sebagai Panglima Tertinggi Hizbullah adalah KH. Zainul Arifin dari NU. Sementara di bidang politik KH. A.Wahid Hasyim selain duduk dalam parlemen juga duduk sebagai Pimpinan Ter-tinggi Shumubu ( Departemen Agama ), menggantikan KH. Hasyim Asy’ ari yang berhalangan untuk berkantor di Jakarta.

Pada tanggal 29 April 1945 M, dibentuklah Badan Penyelidik Usa ha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ), dan KH. A. Wahid Hasyim, KH. A.Wahab Hasbullah, KH. Masykur dan KH. Zainul Arifin duduk sebagai anggota. Disamping itu KH. A.Wahid Hasyim bergabung sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ), ia juga tercatat sebagai salah seorang Perumus Dasar Negara dan turut serta sebagai penanda tangan Piagam Jakarta, bersama delapan orang lainnya. Kemudian setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 KH. A.Wahid Hasyim menduduki jabatan dari salah satu menteri Negara.

Tanggal 22 Oktober 1945 Belanda datang lagi dengan membon-ceng tentara Sekutu sambil mengultimatom agar pejuang Indonesia me-nyerah, disaat seperti ini NU tampil dengan mengeluarkan Resolusi Jihad nya yang mampu membakar semangat perjuangan kaum muslimin, mere-ka tidak gentar menghadapi kematian, karena perang tersebut dihukumi Perang Sabil (perang agama).

Tanggal 25 Mei 1947 diselenggarakan muktamar NU ke 17 di kota Madiun,  dimana  dalam  muktamar  ini atas prakarsa KH. A. Wahid Hasyim  mendirikan “Biro Politik NU”, dan disetujui oleh Muktamar. Biro ini bertugas mengadakan perundingan-perundingan dengan kelom-pok

Page 2: Perjalanan nahdlatul ulama dari masa ke masa

intelektual yang mendominir Masyumi, guna menyelesaikan berba-gai ketimpangan yang dirasakan amat merugikan NU.

Sumber Rujukan: http://my-dock.blogspot.com/#ixzz3Os73ACB7

Perjalanan Nahdlatul Ulama dari Masa ke Masa (Part. II) Posted by moh najiib Posted on 3/09/2013 with No comments

Tanggal 21 Juli 1947 dan 18 Desember 1948, niat untuk menyele-saikan ketimpangan dengan Masyumi ditangguhkan, berhubung suasana Revolusi dan dua kali menghadapi agresi militer Belanda. Tiada maksud lain dari NU kecuali agar konsentrasi umat Islam menghadapi agresi militer Belanda tidak tergoyahkan. Dua bulan setelah muktamar Madiun agresi militer Belanda yang pertama 21 Juli 1947 behasil merebut markas tertinggi Hizbullah dan Sabilillah di Malang, berita buruk ini di sampai-kan oleh K. Ghufron pimpinan Sabilillah Surabaya dan Panglima Besar Jendral Sudirman dan Bung Tomo kepada KH. Hasyim Asy’ari di Jom-bang, mendengar berita ini beliau memegangi kepalanya sambil berseru : “Masya Alloh, Masya Alloh, Masya Alloh”, lalu beliau pingsan dan me-ngalami pendarahan otak, malam itu juga tanggal 7 Ramadlan 1366 H / 25 Juli 1947 Rais Akbar NU berpulang ke Rahmatulloh.

Dengan meninggalnya KH. Hasyim Asy’ari ini, bukan berarti per juangan NU harus berhenti. Seperti kata peribahasa “Patah satu tumbuh seribu, patah hilang tumbuh kembali”. Perhatian NU tetap tertuju kearah pertempuran pisik melawan agresi Belanda, beberapa pasukan tempur Hizbullah dan Sabilillah dikirim ke garis depan, dan sebagian lagi di ke-rahkan untuk mengamati aksi-aksi komunis yang mulai mencurigakan.

Pada bulan September 1948 aksi-aksi komunis ( PKI ) telah sam-pai pada puncaknya melakukan pemberontakan bersenjata yang dikenal dengan “Madiun Affair”. NU memandang pemberontakan PKI sebagai an caman serius bagi keselamatan Republik Indonesia. Untuk menghadapi pemberontakan ini markas tertinggi Hizbullah pimpinan Zainul Arifin me ngirim devisi Hizbullah Surabaya pimpinan Wahib Wahab dan memasu-ki Madiun dari jurusan Nganjuk, sedang devisi Hizbullah Magelang pim-pinan Saifuddin Zuhri memasuki Madiun dari jurusan Ngawi, sementara itu pasukan Siliwangi mengadakan pengejaran dari Selatan Madiun.

Pada tanggal 31 Oktober 1948, pimpinan pemberontak PKI Madi-un yang bernama Muso berhasil disergap dan mati di tembak oleh kesa- tuan dari devisi Saifudin Zuhri pimpinan Hizbullah di Desa Niten Keca matan Kauman Sumoroto Kabupaten Ponorogo.

Pada tanggal 29 Nopember 1948, Amir Syarifuddin pimpinan pemberontak PKI Madiun dengan kawan-kawannya ditangkap hidup di Desa Klompok Purwodadi Jawa Tengah. Kedua devisi Hizbullah Surabaya pimpinan Wahib Wahab dan Hizbullah Magelang pimpinan Saifuddin Zuhri dengan cara bahu membahu bersama TNI dan lain-lain kelasykaran bersenjata dapat merebut kembali Madiun ke pangkuan Republik Indonesia. Kemudian pada tanggal 1 Desember 1948 tokoh-tokoh pemberontak seperti : Amir Syarifuddin, Djoko Suyono, Maruto Darusman, dan Suripno di bawa ke Yogjakarta untuk di adili dengan pera dilan  Setelah permusuhan dengan Belanda dinyatakan selesai dengan berhasilnya “Konferensi Meja Bundar” ( KMB ) di Den Haag tanggal 23 Agustus 1949 s/d 29 Oktober 1949 disusul dengan dibentuknya “Negara Republik Indonesia Serikat” ( RIS ) dan kemudian disusul lagi terbentuk-nya “Negara Kesatuan Republik Indonesia” ( NKRI ) dengan kembalinya ibukatoa negara dari Yogjakarta ke Jakarta, NU mengalihkan perhatianya  kepada penyelesaian organisatoris dengan partai Masyumi.

Page 3: Perjalanan nahdlatul ulama dari masa ke masa

Pada tanggal 30 April 1950 s/d 3 Mei 1950 diselenggarakan Muk-tamar NU ke XVIII di Jakarta, dengan salah satu keputusannya adalah NU keluar dari Masyumi, selain keputusan penting itu Muktamar juga menetapkan KH. Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais Am ( istilahnya bukan lagi Rais Akbar ) menggantikan KH. Hasyim Asy’ari. Dan juga menyetujui berdirinya organisasi Remaja Wanita NU yang diberi nama “Fatayat NU”.

Pada Muktamar NU ke 19 di Palembang tahun 1952 diputuskan bahwa NU menjadi partai Politik. Dalam pemilu pertama 1955 partai NU menduduki peringkat ketiga setelah PNI dan Masyumi.

Selama perkembangan tahun 1926 – 1955 NU telah melakukan berbagai perubahan cukup berarti, baik untuk kepentingan intern NU maupun bagi kepentingan bangsa pada umumnya. Untuk kepentingan in-tern, NU telah mengadakan perbaikan di bidang pendidikan, sosial mau-pun dakwah, bahkan mengembangkan sayap organisasinya di kalangan kaum muda, remaja puteri maupun kaum ibu, berupa organisasi GP. An-sor, Fatayat NU dan Muslimat NU, ini berarti eksistensi NU sebagai orga nisasi sosial keagamaan semakin kokoh.

Sedangkan yang bersifat ekstern (keluar), NU telah mempelopori terbentuknya MIAI, sekaligus mengakhiri pertikaian Khilafiyah hingga kemudian bisa bahu membahu dengan GAPI, menuntut Indonesia berpar-lemen kepada pemerintah Hindia Belanda. Di jaman Jepang, politik Yahannu, NU cukup berhasil untuk mendirikan Masyumi, Shumuka, Hizbullah dan Sabilillah bersama tokoh-tokoh Islam diluar NU. Dan semua itu akan memaksa kita untuk mengakui keterlibatan NU dalam per juangan merebut Kemerdekaan Indonesia baik secara politik dan fisik.

Pada April 1961, tokoh-tokoh NU memprihatinkan Penpres no. 7 tahun 1959 dan Penpres no. 13 tahun 1960 tentang penyederhanaan partai dan syarat-syarat partai yang berhak hidup, pertanyaan mereka : Apakah NU masih boleh hidup atau tidak ?.

Pada tanggal 15 April 1961, Presiden Soekarno menetapkan putu-sannya untuk mengakui kedudukan 8 (delapan) Partai Politik yang berhak hidup, satu diantaranya adalah NU. Setelah eksistensi NU diakui, dan beberapa bulan sebelum itu terjadi permusuhan politik “Poros Jakarta Peking” yang mengakibatkan politik condong ke kiri, NU segera menga-dakan konsulidasi organisasi. NU sudah melihat tindakan politik PKI se-makin berani dan keras, saat itu KH. Syaifuddin Zuhri mengemukakan :

“Perlawanan NU terhadap PKI dilakukan di semua medan juang, PKI menggerakkan massanya, NU mengorganisasi pemuda Ansor menjadi Banser yang lebih militan. PKI menyanyikan lagu Genjer-Genjer yang penuh hasutan dan sindiran, NU mengobarkan bacaan Shalawat Badar.. ....NU mengobarkan semaangat perlawanan terhadap PKI sebagai kelanjutan peristiwa aksi PKI di Madiun 1948”.

Pada bulan Juli dan Agustus 1965, CGMI dan PR (Pemuda Rak-yat) mengadakan latihan rahasia di Lubang Buaya, untuk apa latihan kemiliteran itu dilakukan belum bisa diketahui secara pasti. Melihat kea-daan yang menghawatirkan itu Ketua IV PBNU HM. Subhan ZE yang sejak lama menggalang persatuan di kalangan HMI, PMII, Pemuda Ansor, Muhammadiyah dan lain sebagainya, mengadakan kontak dengan kekuatan pemuda lainnya, khususnya dari partai atau ormas Katholik dan Kristen terutama PMKRI.

Sumber Rujukan: http://my-dock.blogspot.com/#ixzz3Os7BIJIg

Perjalanan Nahdlatul Ulama dari Masa ke Masa (Part. III)

Page 4: Perjalanan nahdlatul ulama dari masa ke masa

Posted by moh najiib Posted on 3/09/2013 with 2 comments

Pada tanggal 1 Oktober 1965 hari Jum’at dinihari meletuslah Gerakan 30 September ( G 30 S / PKI ), di saat dimulainya latihan kemili teran antara Pemuda Ansor dengan melibatkan TNI AD untuk mengimba ngi latihan kemiliteran yang diadakan PKI. Sebelum Subuh tanggal 1 Ok-tober 1965 Gestapu sudah meletus, gerombolan penculik ( PKI ) menem-bak mati Letjend Ahmad Yani ( Menteri / Panglima TNI AD ), dan diba wa ke Lubang Buaya, tempat pembunuhan yang sudah mereka sediakan untuk MayJend. Haryono, MayJend. Suprapto, Mayjend S. Parman, Brig Jend. D.I Panjaitan, BrigJend. Sutoyo Siswomihardjo, mereka ini diculik dan dibunuh dengan kejam di Lubang Buaya. Ketika itu Jendral AH. Na-sution lolos dari dari sergapan Gestapu PKI, namun putrinya yang masih berumur 5 tahun, Ade Irma Nasution menjadi korban keganasan PKI.

Pada pagi setelah subuh Gestapu menguasai kantor pusat Teleko-munikasi ( Telphon ) dan studio RRI ( Radio Republik Indonesia ) Letnan Untung pimpinan Gestapu menyiarkan bahwa perbuatan atau tin-dakan itu dilakukan untuk menggagalkan rencana perebutan kekuasaan yang akan dilakukan oleh Dewan Jendral pada 5 Oktober mendatang. Dan siaran ini diulang lagi oleh Letkol Untung pada jam 12.30 tanggal 1 Oktober 1965.

Pada Jam 14.30 tanggal 1 Oktober 1965, setelah dua jam siaran Letkol Untung melalui RRI, NU bersama tokoh-tokoh GP Ansor tanpa ragu-ragu lagi menyatakan sikapnya bahwa NU mengutuk tindakan Ges-tapu PKI dan menentang pembentukan Dewan Revolusi seperti yang di umumkan oleh Letkol Untung. Hari itu juga RRI dan pusat telekomuni-kasi berhasil dikuasai oleh Panglima KOSTRAD MayJend. Soeharto dan RPKAD serta berhasil menggiring pelaku Gestapu PKI ke Lubang Buaya, dan menyatakan bahwa Gestapu PKI adalah perbuatan “kontra revolusi”.

Pada tanggal 5 Oktober 1965, empat hari setelah peristiwa Gesta-pu PKI, dan belum ada satupun partai politik yang menyatakan sikapnya PBNU bersama ormas pendukungnya tampil meyatakan sikap menentang dan mengutuk usaha PKI itu, lewat siaran RRI, publikasi Surat Kabar dan Majalah baik dalam maupun luar negeri. PBNU mengeluarkan resolusi mengutuk Gestapu PKI yang isinya antara lain :

1. Mendesak Presiden Soekarno untuk segera membubarkan PKI dan seluruh antek-anteknya.

2. Mendesak Presiden Soekarno untuk mencabut Surat Ijin Terbit (SIT) seluruh media cetak baik yang langsung maupun tidak lang-sung telah membantu Gestapu PKI.

3. Menyerukan kepada seluruh ummat Islam agar membantu sepe-nuhnya kepada ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dalam usahanya mengembalikan ketertiban Nasional akibat Ges-tapu PKI.

Pada tanggal 5 Oktober 1965, HM. Subhan ZE, berhasil melahirkan KAP Gestapu ( Komando Aksi Pengganyangan Gestapu ) yang dipimpin langsung oleh beliau, dimana wadah ini himpunan dari HMI, PMII,Ansor maupun Muhammadiyah dan kekuatan ormas partai Kristen dan Katolik.

Peranan NU dalam ikut menumpas pemberontakan PKI, bukan hanya dibuktikan dengan pernyataan sikap tanggal 5 Oktober 1965 dan terben-tuknya KAP GESTAPU yang dipimpin oleh HM. Subhan ZE, saja melainkan lebih dari itu juga dibuktikan dalam pertempuran phisik di ber bagai daerah. Ini membuktikan bahwa partai NU satu-satunya partai poli-tik yang berani menanggung segala resiko berhadapan dengan PKI, demi kepentingan bangsa, negara dan agama.

Sikap keras NU terhadap PKI bukan hanya karena motif politik, tatapi yang paling dominan adalah motivasi agama, sebab PKI sendiri me mandang NU bukan hanya sebagai lawan politik, melainkan juga lawan dari ideologi komunis yang harus dihabisi secara phisik.

Page 5: Perjalanan nahdlatul ulama dari masa ke masa

Pada tanggal 3 Oktober 1965, di Demak Jawa Tengah ditemukan do-kumen PKI yang isinya daftar para Ulama dan Kyai seluruh Demak yang hendak diculik dan dibunuh oleh PKI. Di Banyuwangi PKI mengepung dan membunuh beberapa tokoh NU dan Ansor, akibat dari kajadian ini terjadilah pertempuran berdarah yang membawa korban 40 anggota Ansor, kemarahan massa NU semakin memuncak, akhirnya pembasmian tokoh-tokoh PKI terjadi dimana-mana.

Pada bulan Desember 1965, atas perintah Pangdam VIII Brawijaya agar kampanye penumpasan PKI dihentikan dan massa NU berdiri dibela kang ABRI, maka berhentilah aktivitas massa NU sebagai barisan terdepan, dan beralih di belakang ABRI dalam operasi penumpasan beri-kutnya.

Sumber Rujukan: http://my-dock.blogspot.com/#ixzz3Os7H8NeG

Muktamar ke 33 di jombang