perang melawan trafficking
TRANSCRIPT
-
7/25/2019 PERANG MELAWAN TRAFFICKING
1/3
PERANG MELAWAN TRAFFICKING
Oleh Paul SinlaEloE
Perdagangan orang adalah bentuk modern dari
perbudakan manusia dan merupakan salah satubentuk perlakuan terburuk dari pelanggaranharkat dan martabat manusia (Penjelasan UmumUU No. 21 Tahun 2007, tentang PemberantasanTindak Pidana Perdagangan Orang). Fenomena inioleh banyak pihak dianggap lebih banyak terjadidi luar negeri. Padahal perbudakan modern inibanyak juga terjadi di dalam wilayah NegaraKesatuan Republik Indonesia, khususnya di NusaTenggara Timur (NTT).
Di NTT, Tindak Pidana Perdagangan Orang
(TPPO) begitu subur dan menjamur. Media massa
lokal setiap harinya selalu menyuguhkan berbagai kasus (dugaan) TPPO yang terjadi
hampir di semua wilayah Kab/Kota di NTT. Keseluruhan kasus TPPO yang dipublikasi
ini, menggambarkan betapa gampangnya anak NTT yang miskin, tidak bisa baca tulis,
diperdagangkan di depan mata dari mereka yang oleh konstitusi diberi tanggungjawab
untuk mensejahterakan rakyat. Bahakan, TPPO di NTT sering terjadi di pelupuk mata
dari para petinggi agama yang selalu berpikir tentang surga, padahal belum tetntu
mereka lolos dari ujian duniawi.
Data pendampingan/advokasi dari Perkumpulan Pengembangan Inisiatif dan Advokasi
Rakyat (PIAR NTT) dalam 3 tahun terakhir menunjukan bahwa pada tahun 2013, PIAR
NTT beserta jaringannya melakukan advokasi terhadap 4 kasus TPPO dengan jumlah
korban sebanyak 127 orang. Di tahun 2014, PIAR NTT melakukan advokasi 6 kasus
TPPO dengan korban sebanyak 216 orang dan pada tahun 2015, ada 3 kasus TPPO
yang advokasi oleh PIAR NTT dengan korban berjumlah 21 orang.
Merajalelanya kasus TPPO di NTT, dipertegas dengan data Polda NTT yang mana di
tahun 2015, telah menangani 27 kasus trafficking, dengan jumlah tersangka 31 orang
dan jumlah korban 238 orang. Dari total 27 kasus trafficking yang ditangani Polda NTT,
9 kasus diantanya telah lengkap penyidikannya (P-21), sedangkan 4 kasus lainnya
masih dilengkapi petunjuk jaksa (P-19), 11 kasus dalam tahap penyidikan, dan 3 kasus
dalam penyelidikan.
Menurut Sarah Lery Mboeik (2012), maraknya kasus TPPO di NTT di sebabkan oleh
berbagai faktor, diantaranya: Pembangunan yang memiskinkan, hak rakyat atas
-
7/25/2019 PERANG MELAWAN TRAFFICKING
2/3
pekerjaan yang terabaikan, politik gender yang timpang, rakyat pekerja yang tidak
berdaulat atas pangan, masyarakat sipil yang belum fokus pada rakyat pekerja,
lemahnya proses penegakan hukum, pelayanan publik yang korup dan sistem
ketenagakerjaan yang korup.
Bertolak dari realita TPPO di NTT yang demikian, maka tidaklah mengherankan apabila
dalam kunjungan kerjanya ke NTT pada Desember 2015, Presiden Jokowi memberikan
pesan khusus kepada Kapolda NTT, Brigjen Pol. Endang Sunjaya untuk memberantas
kasus TPPO di NTT. Pesan khusus itu disampaikan langsung Presiden kepada Kapolda
NTT di Bandara El Tari Kupang, Senin (28/12/2015).
Secara substansi, pesan dari Presiden Jokowi pada dasarnya mengajak seluruh
komponen serta instansi terkait maupun rakyat NTT untuk melakukan perang terhadap
trafficking dan Kapolda NTT diharapkan untuk menjadi panglimanya. Karenanya,
Kapolda NTT, Brigjen Pol. Drs. Eustachius Widyo Sunaryo yang pada tanggal 11 Januari2016 telah dilantik untuk menggantikan Brigjen Pol. Endang Sunjaya, harus
menindaklanjuti pesan dari Presiden Jokowi tersebut.
Dalam melakukan perang terhadap trafficking, pembenahan internal (manajamen, SDM
dan pendekatan dalam penanganan kasus) pada institusi kepolisian di NTT dalam
konteks penegakan hukum kasus TPPO merupakan sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
Hal ini menjadi penting karena belajar dari pengalaman, pihak Polda NTT dalam
DIPAnya Ditreskrimum Polda NTT tahun anggaran 2015, hanya menargetkan
penanganan 2 kasus trafficking.
Selain pembenahan internal untuk penegakan hukum kasus TPPO, Kapolda NTT juga
diharpkan bisa menjadi panglima dalam perang terhadap trafficking dengan melakukan
gerakan pencegahan. Gerakan pencegahan ini tidak dapat terlepas dari kebijakan
penanggulangan pidana, yang secara keseluruhan merupakan bagian dari penegakan
hukum (law enforcement) dan sekaligus memberikan perlindungan pada masyarakat
(social defence).
Membahas konsep pencegahan TPPO, harus difokuskan pada upaya pencegahannya
dan tidak boleh terjebak pada aspek penjahat dan atau kejahatannya. Konsep
pencegahan TPPO yang di desain, tidak dapat terlepas dari kebijakan kriminal (criminalpolicy), yakni kebijakan pencegahan dan penanggulangan kejahatan yang pada
implementasinya menggunakan sarana hukum pidana.
-
7/25/2019 PERANG MELAWAN TRAFFICKING
3/3
Konsep pencegahan dan penanggulangan TPPO yang dirancang, harus dilaksanakan
secara sistematis dan integral, dengan mengutamakan keseimbangan antara upaya
perlindungan masyarakat (social defence) serta upaya kesejahteraan masyarakat (social
welfare).
Pendekatan integral untuk pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan
mekanisme penaldan non penal, dapat dilakukan secara fungsional/operasionalisasinya
melalui beberapa tahap: Pertama, tahap formulasi (kebijakan legislatif); Kedua, tahap
aplikasi (yudikatif/yudisial); Ketiga, tahap eksekusi (kebijakan eksekutif/administrasi).
Dengan pendekatan integral, upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan bukan
hanya tugas aparat penegak hukum, tetapi juga tugas dari pihak eksekutif dan para
pembuat hukum (legislative). Dalam pendekatan integral, kebijakan legislatif
merupakan tahap paling strategis dari penal policy. Karena, kesalahan/kelemahan
kebijakan legislatif, dapat menjadi penghambat upaya pencegahan danpenanggulangan kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi.
Pada akhirnya, apabila hukum pidana hendak digunakan sebagai sarana untukmenanggulangi kejahatan, maka penggunanya tidak terlepas dalam hubungankeseluruhan politik kriminal atau "planning for social defence". Social defence planningini pun harus merupakan bagian yang integral dari rencana pembangunannasional/daerah. LAWAN MAFIA PERDAGANGAN ORANG..!!! (Tulisan ini pernahdipublikasikan dalam Harian Umum Victory News, tanggal 19 Januari 2016).
-------------------------------Penulis: Aktivis PIAR NTT