nikmat dan rezeki bukan untuk memuliakan

Upload: via

Post on 04-Mar-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

NIKMAT DAN REJEKI BUKAN UNTUK MEMULIAKAN

TRANSCRIPT

Nikmat dan Rezeki Bukan Untuk MemuliakanManusia

Betapa sering kita saksikan orang-orang yang berlimpah rezeki dan kenikmatan mengungkapkanrasa iba dan kasihan (bahkan terkadang muncul sikap sombongnya) atas nasib malang yang ditimpa orang-orang lain. Mereka merasa lebih beruntung hidupnya dan sangat bersyukur (dengan caranya sendiri) atas kenikmatan hidup dan terhindarnya diri mereka dari berbagai kesusahan hidup didunia. Pada sisi lain, sebagian dari mereka merasa kenikmatan dan rezeki yang mereka terima merupakan wujud darirasa sayang Allah Subhanahu Wa Taala kepada mereka. Bahkan mereka berpikir bahwa dengan harta benda, rezeki dankemudahan hidup yang mereka terima merupakan cara Allah memuliakan diri mereka.Fenomena ini ditunjukkan dalam firman Allah Subhanahu Wa Taala :Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: Rabbku telah memuliakanku. Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: Rabbku menghinakanku.(Al-Fajr: 15-16) [Ijtima Al-Juyusy Al-Islamiyyah, hal. 33]Kemudahan dan Kesulitan adalahUjian dari AllahKenikmatan, kemudahan, harta, sehat, sakit, kesusahan dankemiskinan, semuanya adalah bagian dari ujian dari Allah subhanahu wa taaa.Allah Subhanahu wa Taala berfirman:Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.(Al-Anbiya: 35)Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata menafsirkan ayat ini: (Kami uji kalian) dengan kesusahan dan kesenangan, dengan sehat dan sakit, dengan kekayaan dan kefakiran, serta dengan yang halal dan yang haram. Semuanya adalah ujian.Dalam ayat lainnya, Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.(Al-Anam: 165)Juga firman-Nya:Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik amalannya.(Al-Kahfi: 7)Nabi Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:Sesungguhnya bagi tiap umat ada fitnah (ujian yang menyesatkan), dan fitnah umatku adalah harta.(Shahih Sunan At-Tirmdzi no. 2336)Dua Jenis NikmatIbnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullahu membagi nikmat ke dalam dua bagian.Pertama, an-nimah al-muthlaqah.Yaitu kenikmatan yang bisa mengantarkan kepada kebahagiaan abadi. Seperti nikmat dalam berislam dan mengikuti As-Sunnah. Allah Subhanahu wa Taala telah memerintahkan untuk memohon meraup nikmat ini. Memohon agar mendapat hidayah untuk menempuh jalan orang-orang yang meraih nikmat ini:Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.(An-Nisa`: 69)Kedua, an-nimah al-muqayyadah.Yaitu kenikmatan yang digambarkan seperti nikmat memperoleh kesehatan, kekayaan, kekuatan jasad, kedudukan, banyak anak dan memiliki para istri yang baik, serta nikmat-nikmat yang sejenis.

Kenikmatan semacam ini diberikan kepada orang yang berbuat kebaikan, juga kepada orang yang berbuat kemaksiatan, mukmin maupun kafir. Kenikmatan seperti di atas, bila diberikan kepada orang kafir, merupakan bentuk istidraj (dalam bahasa Jawa: dilulu) dengan kenikmatan itu, mengarahkan dirinya kepada azab, petaka. Hakikatnya dia tidak memperoleh nikmat, tapi sesungguhnya dirinya memperoleh bala (sesuatu yang bisa menyusahkan).Nikmat & Rezeki Bukan Untuk Memuliakan ManusiaFirman Allah Subhanahu Wa Taala :Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: Rabbku telah memuliakanku. Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: Rabbku menghinakanku.(Al-Fajr: 15-16) [Ijtima Al-Juyusy Al-Islamiyyah, hal. 33]Kata Ibnu Katsir rahimahullahu bahwa firman Allah Subhanahu wa Taala (dalam ayat di atas) sebagai bentuk pengingkaran terhadap orang yang berkeyakinan apabila Allah Subhanahu wa Taala meluaskan rizkinya berarti dirinya mendapat kemuliaan. Padahal tidak demikian. Bahkan hal itu merupakan bentuk bala dan ujian. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Taala firmankan :Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.(Al-Mu`minun: 55-56)Demikian pula sebaliknya, apabila mengalami bala, ujian dan kesempitan rizki, dirinya berkeyakinan bahwa Allah Subhanahu wa Taala menghinakannya. Firman Allah Subhanahu wa Taala: (Sekali-kali tidak demikian). Permasalahannya tidaklah seperti yang dia yakini. Karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Taala memberikan harta kepada siapa yang Dia suka dan yang tidak Dia suka, serta menyempitkan harta kepada yang Dia suka dan yang tidak Dia suka.Bersyukur Karena NikmatSesungguhnya titik pijak dari itu semua adalah ketaatan terhadap Allah Subhanahu wa Taala dalam (menyikapi) dua keadaan: apabila dia sebagai orang yang berkecukupan (kaya), hendaknya dia bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Taala atas yang demikian ini. Apabila dia fakir, hendaknya menyikapinya dengan sabar. (Umdatut Tafsir an Al-Hafizh Ibni Katsir, Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullahu, 3/683)Karenanya, seseorang yang telah dikaruniai nikmat (harta, anak dan sebagainya) hendaknya memanfaatkan nikmat tersebut di jalan yang diridhoi Allah agar tidak menghadirkan bala dan malapetaka. Kehadiran nikmat agar tidak menjadi fitnah (ujian) yang menyeret penerima kenikmatan tersebut kepada sesuatu yang dimurkai Allah Subhanahu wa Taala.