laporan praktikum
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
DECISION SUPPORT SYSTEM UNTUK PEMBANGUNAN WILAYAH
( GPW 0118 )
PRIORITAS PENENTUAN PUSAT PENGEMBANGAN PARIWISATA
KAWASAN PESISIR PROVINSI DIY DENGAN MENGGUNAKAN
ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
Disusun oleh:
Sriulina Shinta Lingga (09/ 284521/ GE/ 6609)
Mohammad Ainun Najib Anshori (09/ 284750/ GE/ 6637)
Alpeus Manihuruk (09/ 284820/ GE/ 6643)
Desita Anggraeni (09/ 285189/ GE/ 6678)
Cesar Widyasmara (09/ 288936/ GE/ 6761)
LABORATORIUM ANALISIS DATA WILAYAH
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pada abad 21 industri pariwisata diperkirakan akan menjadi
andalanperolehan devisa negara dan perkembangannya dapat memacu
perekonomiansuatu negara. Industri pariwisata akan tumbuh secara berlanjut
rata-rata sebesar 4,6% per tahun dan pertumbuhan pasar pariwisata rata-rata
10% per tahun(WTTC, 2004). Industri pariwisata pada tahun 2010
diperkirakan akanmemberikan kontribusi devisa pada gross domestic product
(GDP) sebesar 12%.Pertumbuhan pariwisata pada tahun yang sama
diperkirakan akan menciptakan lapangan kerja sebanyak 2,5 juta orang di
Indonesia (WTO, 2002 diacu dalam Cabrini, 2002).
World Tourism Organization (WTO) memperkirakan pada tahun 2020
jumlah wisatawan akan meningkat hingga 1.600 juta orang. Para wisatawan
tersebut akan berwisata ke berbagai negara di dunia. Negara-negara yang
diperkirakan menjadi tujuan wisata meliputi Eropa 816 juta orang (51%),
Amerika 304 juta orang (19%), Asia Timur 240 juta orang (15%), Asean 96
juta orang (6%), Afrika 80 juta orang (5%), dan Asia Selatan 64 juta orang
(4%), (WTO and UNEP, 2002; WTO, 2000). Jumlah wisatawan mancanegara
(wisman) yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2006 mencapai 4.833.507
orang.
Kekayaan alam merupakan sumberdaya utama yang mempengaruhi
tingkat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi wilayah. Salah satu andalan
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada era otonomi daerah adalah
sektor kepariwisataan, dengan sifatnya yang multi sektor dan multi efek
berpotensi untuk menghasilkan pendapatan yang besar. Dengan
berkembangnya sektor kepariwisataan akan menghasilkan pendapatan wilayah
dari berbagai sisi diantaranya retribusi masuk obyek wisata, pajak hotel,
restoran dan industri makanan, perijinan usaha pariwisata maupun penyerapan
tenaga kerja dari sektor formal maupun informal.
Pesisir DIY memiliki potensi wisata cukup berlimpah dan bervariasi.
Obyek wisata di Pesisir DIY dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori
yaitu wisata alam serta wisata budaya dan sejarah. Kegiatan pariwisata
merupakan kegiatan yang strategis untuk dikembangkan di Pesisir DIY dalam
upaya meningkatkan pendapatan daerah dan memperluas lapangan usaha dan
kesempatan kerja. Masyarakat di wilayah pesisir Pesisir DIY sejak lama
mengandalkan pemenuhan kebutuhan hidup dari kegiatan pertanian dan
pariwisata (Asyiawati et. al., 2002). Kegiatan pariwisata yang dilakukan di
Pesisir DIY di dominasi oleh obyek wisata pantai sebagai komoditas
unggulan wilayah.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Di manakah prioritas pusat pengembangan pariwisata kawasan pesisir di
provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi Kulonprogo, Bantul dan
Gunung Kidul menggunakan software Expert Choice?
2. Apakah alternatif kebutuhan pengembangan yang dibutuhkan untuk
pengembangan pariwisata kawasan pesisir di provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta pada kawasan terpilih.
1.3. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat menentukan prioritas pusat pengembangan pariwisata
kawasan pesisir di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi
Kulonprogo, Bantul dan Gunung Kidul menggunakan software Expert
Choice.
2. Mahasiswa dapat menentukanalternatif kebutuhan pengembangan yang
dibutuhkan untuk pengembangan pariwisata kawasan pesisir di provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta pada kawasan terpilih.
1.4. MANFAAT
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambil keputusan
dalammenetapkan kebijakan pengembangan pariwisata.
2. Memberikan informasi dan gambaran yang jelas bagi berbagai
pihakmengenai kegiatan yang dilaksanakan dalam pengembangan
danpemanfaatan sumberdaya pesisir sebagai kawasan pariwisata.
3. Bagi para peneliti dan perguruan tinggi, sebagai salah satu bahan
kajianilmiah dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai
pariwisatapesisir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PARIWISATA
Pariwisata atau turisme adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk
rekreasi atau liburan, dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini.
Seorang wisatawan atau turis adalah seseorang yang melakukan perjalanan
paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi,
merupakan definisi oleh Organisasi Pariwisata Dunia.
Definisi yang lebih lengkap, turisme adalah industri jasa. Mereka
menangani jasa mulai dari transportasi, jasa keramahan, tempat tinggal,
makanan, minuman, dan jasa bersangkutan lainnya seperti bank, asuransi,
keamanan, dll. Dan juga menawarkan tempat istrihat, budaya, pelarian,
petualangan, dan pengalaman baru dan berbeda lainnya.
Banyak negara, bergantung banyak dari industri pariwisata ini sebagai
sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada
wisatawan. Oleh karena itu pengembangan industri pariwisata ini adalah salah
satu strategi yang dipakai oleh Organisasi Non-Pemerintah untuk
mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk meningkatkan
perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada orang non-lokal.
Menurut Undang Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang
dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang
didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat,
pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2.2. PERENCANAAN PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN
Sebagaimana pengembangan bidang-bidang lainnya, pengembangan
kepariwisataan pun memerlukan perencanaan yang seksama. Satu dan lain
hal, karena kepariwisataan menyangkut berbagai bidang kehidupan, baik bagi
wisatawan maupun bagi masyarakat setempat yang menjadi “tuan rumah”.
Perencanaan kepariwisataan, tidak hanya berkepentingan dengan
wisatawan, melainkan juga melibatkan kepentingan masyarakat setempat
(local), daerah (regional) maupun nasional pada umumnya di negara yang
bersangkutan. Oleh karena itu pengembangan kepariwisataan harus digarap
bukan hanya dalam hal penyediaan hotel dan kegiatan promosi semata,
melainkan juga segi-segi lainnya yang menjadi kebutuhan hidup wisatawan,
baik nusantara maupun mancanegara, sebagaimana kebutuhan hidup
masyarakat setempat selaku tuan rumah, mulai dari kebutuhan tempat tinggal,
makan-minum, mobilitas, udara segar, lingkungan bersih, indah, nyaman,
keselamatan perjalanan, keamanan pribadi dan harta bendanya.
Seorang wisatawan (nusantara maupun mancanegara) selaku seorang
tamumembutuhkan layanan (services). Demikian komplexnya pengembangan
kepariwisataan sehingga perlu melibatkan semua pihak pemangku
kepentingan (stakeholder), mulai dari kalangan pemerintah, vertikal maupun
horizontal (pusat maupun daerah secara lintas sektoral), para pelaku usaha
pariwisata sampai pada kalangan masyarakat umum, yang secara logika
memerlukan koordinasi yang serasi, solid dan konsisten.
Satu hal yang pasti sangat dibutuhkan adalah kesefahaman di antara
pemangku kepentingan tentang berbagai hal, antara lain:
Perlunya pemahaman secara menyeluruh (comprihensive) setiap pihak
pemangku kepentingan mengenai seluk beluk kepariwisataan,
termasuk dampaknya baik positif maupun negatif secara timbal balik
antara kepariwisataan dengan bidang / sektor lainnya;
Perlunya perencanaan pengembangan kepariwisataan, secara lokal,
regional dan nasional sebagaimana diamanatkan juga oleh Undang-
undang No. 10/Th. 2009 Tentang Kepariwisataan; serta
Keterkaitan perencanaan pengembangan kepariwisatan pada
pembangunan ekonomi, kehidupan sosial-budaya, stabilitas sosial-
politik dan keamanan, kelestarian lingkungan, keserasian tataruang
dan tataguna lahan (land-use), dsb, baik setempat, regional, maupun
nasional;
Untuk menyusun rencana pengembangan kepariwisataan perlu terlebih
dahulu mengenali sistem kepariwisataan itu melalui tiga sub-sistem sebagai
berikut:
A. Sisi Penyelenggara (Kelembagaan) atau Organizations, yang terdiri dari:
1. Pemerintah selaku penentu, pengatur, pembina dan penyelenggara
kebijakan umum (public policy) yang memberikan jasa/ layanan
kebutuhan umum (public services), termasuk layanan keperluan
penyelenggaraan pariwisata a.l. pelayanan informasi pariwisata;
2. Penyelenggara Usaha Pariwisata, yang menyediakan jasa / layanan
khusus kebutuhan wisatawan (traveller; orang yang bepergian atau
berada dalam perjalanan) termasuk layanan informasi perjalanan;
3. Masyarakat pada umumnya, berupa sikap dan perilaku masyarakat,
termasuk para pengusaha barang dan jasa kebutuhan masyarakat
secara umum, dalam menerima dan melayani wisatawan, termasuk
juga layanan informasi umum;
B. Sisi Supply (Penawaran) atau Tourism Resourcesbisa dibagi ke dalam tiga
kelompok besar sebagai berikut:
1. Kelompok Atraksi, baik yang berupa Atraksi Alam, Budaya maupun
Karya Manusia, yang terdiri dari Site Attraction (Obyek Wisata) yang
pada dasarnya bersifat statis dan tangible dan Event Attraction
(Peristiwa Wisata) bersifat dinamis (tidak terikat tempat) dan
intangible;
2. Kelompok Aksesibilitas, yang tercermin dalam berbagai fasilitas antara
lain angkutan (darat, laut, udara, danau, sungai), izin-izin berkunjung
(kebijakan visa, izin masuk daerah yang dilindungi protected area
seperti suaka alam, suaka margasatwa, suaka budaya, situs sejarah,
dll.)
3. Kelompok Akomodasi, yang menawarkan tempat berteduh, tempat
tinggal, sarana konferensi dan pameran, sarana ibadah, sarana
hidangan (restoran, cafe, bar) dan sejenisnya.
C. Sisi Demand (Permintaan) atau Tourism Markets. Sisi permintaan ini bisa
dikelompokkan ke dalam berbagai kategori:
1. Wisatawan nusantara (wisnus) yang terbagi lagi menjadi berbagai
sub-kategori, kunjungan sehari dalam radius 90km dan dalam radius
90-200km; dalam transit (lewat dalam perjalanan ke tujuan lain);
menginap 1-2 malam; menginap lebih dari 2 malam, dst.;
2. Wisatawan mancanegara (wisman)sama halnya dengan wisnus,
wisman dapat terbagi lagi menjadi sub-kategori;
3. Di samping lamanya kunjungan dan jauhnya jarak perjalanan, juga
dibagi atas dasar lokasi geografi: Negara asal (tempat tinggal) dan
Kebangsaannya;
4. Motivasi (maksud kunjungan) merupakan salah satu indikasi mengenai
produk yang diinginkan wisatawan, seperti pesiar dengan motivasi
alam, budaya, kesehatan, kunjungan keluarga, keagamaan; bisnis,
konferensi, penelitian, studi (belajar), kunjungan resmi (kenegaraan),
dsb.;
5. Kelompok demografis, laki-laki, perempuan, kelompok usia, kelompok
pekerjaan/ profesi, kelompok penghasilan, dsb.
6. Kelompok Psychografis, gaya hidup, yang antara lain. merinci status
dalam masyarakat, pandangan hidup, selera, dsb.;
Dengan mengenali hal itu semua, perencanaan dapat dilakukan secara
terarah pada hal-hal yang sifatnya berorientasi pada pasar. Pengembangan
kepariwisataan pun menjadi upaya yang efektif dan produktif.
2.3. WILAYAH PESISIR
Wilayah ini merupakan wilayah pertemuan antara darat dan laut. Ke
arah daratan wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik yang kering
maupun yang terndam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti
pasang surut, angin laut, dan perembesan ikan asin. Untuk ke arah laut
wilayahnya mencakup bagian laut yang masih di pengaruhi oleh prose salami
yang terjadi di darat, contohnya sedimentasi dan aliran air tawar, maupun
yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti pencemaran.
Banyaknya permukiman yang ada di sekitar pesisir, seperti
permukiman nelayan. Hal inilah yang menjadi penyebab permasalahan yang
ada di wilayah pesisir seperti permasalahan di aspek ekonomi, social, budaya
dan politik masyarakat. Hal inilah yang menjadi dorongan untuk
mengembangkan wilayah pesisir.
2.4. PENGEMBANGAN PARIWISATA WILAYAH PESISIR
Keadaan dan perkembangan masyarakat pesisir sangat tidak
terpisahkan oleh pembangunan di wilayah pesisir. Apalagi di Indonesia
merupakan Negara kepulauan yang memiliki daerah pesisir yang sangat luas.
Tetapi hal ini bertolak belakang dengan keadaan SDM yang ada disana.
Pendidikan masyarakat yang ada disana masih tergolong rendah sehingga
pengembangan daerahnya masih sangat kurang.
Pembangunan wilayah akan lebih berkembang bila memperhatikan
fasilitas-fasilitas yang mendukung guna melengkapi kegiatan penduduk.
Untuk hal ini diperlukan pengembangan sarana dan prasarana dengan
mempermudah aksisibilitas dan transportasi yang ada. Hal ini dikarenakan
pembangunan tidak akan berjalan dengan lancar tanpa ada prasarana yang
baik dan memadahi.
Aspek yang penting dalam suatu pusat pengembangan antara lain :
1. Aspek ekonomi (jasa, pertanian, industri).
2. SDM (jumlah penduduk, jumlah wisatawan, kepadatan
penduduk, jumlah penduduk produktif).
3. Aksesibilitas (jarak dengan pusat kota, kualitas jalan,waktu
tempuh).
4. Atraksi (keamanan, luas lahan, potensi perikanan dan panjang
garis pantai, keindahan panorama).
5. Amenitas (Infrastruktur) yang mencakup ketersediaan pos
pelayanan.
2.5. ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
Analitycal Hierarchy Process (AHP) adalah metode untuk
memecahkan suatu situasi yang komplek tidak terstruktur kedalam beberapa
komponen dalam susunan yang hirarki, dengan memberi nilai subjektif
tentang pentingnya setiap variabel secara relatif, dan menetapkan variabel
mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna mempengaruhi hasil pada
situasi tersebut.
Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu
alternatif yang terbaik. Seperti melakukan penstrukturan persoalan, penentuan
alternatif-alternatif, penenetapan nilai kemungkinan untuk variabel aleatori,
penetap nilai, persyaratan preferensi terhadap waktu, dan spesifikasi atas
resiko. Betapapun melebarnya alternatif yang dapat ditetapkan maupun
terperincinya penjajagan nilai kemungkinan, keterbatasan yang tetap
melingkupi adalah dasar pembandingan berbentuk suatu kriteria yang tunggal.
Peralatan utama Analitycal Hierarchy Process (AHP) adalah memiliki
sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan
hirarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam
kelomok-kelompoknya dan diatur menjadi suatu bentuk hirarki.
Kelebihan AHP dibandingkan dengan lainnya adalah :
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekwensi dari kriteria yang
dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkosistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil
keputusan
3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis
sensitivitas pengambilan keputusan.
Selain itu, AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah
yang multi obyektif dan multi-kriteria yang berdasarkan pada perbandingan
preferensi dari setiap elemen dalam hirarki. Jadi, model ini merupakan suatu
model pengambilan keputusan yang komprehensif
2.5.1. Prinsip Dasar Pemikiran AHP
Dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, ada tiga
prinsip yang mendasari pemikiran AHP, yakni : prinsip menyusun hirarki,
prinsip menetapkan prioritas, dan prinsip konsistensi logis.
A. Prinsip Menyusun Hirarki
Prinsip menyusun hirarki adalah dengan menggambarkan dan
menguraikan secara hirarki, dengan cara memecahakan persoalan menjadi
unsur-unsur yang terpisah-pisah. Caranya dengan memperincikan
pengetahuan, pikiran kita yang kompleks ke dalam bagian elemen pokoknya,
lalu bagian ini ke dalam bagian-bagiannya, dan seterusnya secara hirarkis.
Penjabaran tujuan hirarki yang lebih rendah pada dasarnya ditujukan
agar memperolah kriteria yang dapat diukur. Walaupun sebenarnya tidaklah
selalu demikian keadaannya. Dalam beberapa hal tertentu, mungkin lebih
menguntungkan bila menggunakan tujuan pada hirarki yang lebih tinggi
dalam proses analisis. Semakin rendah dalam menjabarkan suatu tujuan,
semakin mudah pula penentuan ukuran obyektif dan kriteria-kriterianya. Akan
tetapi, ada kalanya dalam proses analisis pangambilan keputusan tidak
memerlukan penjabaran yang terlalu terperinci. Maka salah satu cara untuk
menyatakan ukuran pencapaiannya adalah menggunakan skala subyektif.
B. Prinsip Menetapkan Prioritas Keputusan
Menetapkan prioritas elemen dengan membuat perbandingan
berpasangan, dengan skala banding telah ditetapkan oleh Saaty ( Yan O.,
1995).
Table 2.1. Penetapan Prioritas Elemen dengan Perbandingan Berpasangan
Intensitas
KepentinganKeterangan Penjelasan
1Kedua elemen sama
pentingnya
Dua elemen mempunyai pengaruh yang
sama besar terhadap tujuan
3
Elemen yang satu sedikit
lebih penting dari pada
elemen yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit
menyokong satu elemen dibandingkan
elemen lainnya
5
Elemen yang satu lebih
penting dari pada elemen
yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat kuat
menyokong satu elemen dibandingkan
elemen lainnya
7
Satu elemen jelas lebih
penting dari pada elemen
lainnya
Satu elemen yang kuat dikosong san
dominan terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak penting
dari pada elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang
satu terhadap elemen lain memiliki
tingkat penegasan tertinggi yang
mungkin menguatkan
2,4,6,8
Nilai-nilai antara dua nilai
pertimbangan yang
berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua
kompromi diantara dua pilihan
KebalikanJika untuk aktivitas I mendapat satu angka disbanding dengan aktivitas
j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i
Perbandingan ini dilakukan dengan matriks. Misalkan untuk memilih
manajer, hasil pendapat para pakar atau sudah menjadi aturan yang dasar
(generic), managerial skill sedikit lebih penting daripada pendidikan, teknikal
skill sama pentingnya dengan pendidikan serta personal skill berada diantara
managerial dan pendidikan.
C. Prinsisp Konsistensi Logika
Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara
berpasangan tersebut, harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal,
sebagai berikut:
Hubungan kardinal : aij . ajk = ajk
Hubungan ordinal : Ai>Aj>Aj>Ak, maka Ai>Ak
Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut:
1. Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya jika apel lebih enak
4 kali dari jeruk dan jeruk lebih enak 2 kali dari melon, maka apel
lebih enak 8 kali dari melon.
2. Dengan melihat preferensi transitif, misalnya apel lebih enak dari
jeruk, dan jeruk lebih enak dari melon, maka apel lebih enak dari
melon.
Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari
hubungan tersebut, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal
ini terjadi karena ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang.
Untuk model AHP, matriks perbandingan dapat diterima jika nilai
rasio konsisten < 0.1. nilai CR < 0.1 merupakan nilai yang tingkat
konsistensinya baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian
nilai CR merupakan ukuran bagi konsistensi suatu komparasi berpasangan
dalam matriks pendapat. Jika indeks konsistensi cukup tinggi maka dapat
dilakukan revisi judgement, yaitu dengan dicari deviasi RMS dari barisan (a ij
dan Wi / Wj ) dan merevisi judgment pada baris yang mempunyai nilai
prioritas terbesar.
Memang sulit untuk mendapatkan konsisten sempurna, dalam
kehidupan misalnya dalam berbagai kehidupan khusus sering mempengaruhi
preferensi sehingga keadaan dapat berubah. Jika buah apel lebih disuka dari
pada jeruk dan jeruk lebih disukai daripada pisang, tetapi orang yang sama
dapat menyukai pisang daripada apel, tergantung pada waktu, musim dan lain-
lain. Namun konsistensi sampai kadar tertentu dalam menetapkan perioritas
untuk setiap unsur adalah perlu sehingga memperoleh hasil yang sahih dalam
dunia nyata. Rasio ketidak konsistenan maksimal yang dapat ditolerir 10 %.
2.6. PENGGUNAAN SOFTWARE EXPERT CHOISE UNTUK METODE
AHP
Expert Choise adalah suatu sistem yang digunakan untuk melakukan
analisa, sistematis, dan pertimbangan (justifikasi) dari sebuah evaluasi
keputusan yang kompleks. Expert Choice telah banyak digunakan oleh
berbagai instansi bisnis dan pemerintah diseluruh dunia dalam berbagai
bentuk aplikasi, antara lain:
Pemilihan alternatif
Alokasi sumber daya
Keputusan evaluasi dan upah karyawan
Quality Function Deployment
Penentuan Harga
Perumusan Strategi Pemasaran
Evaluasi proses akuisisi dan merger
Dan sebagainya
Dengan menggunakan expert choice, maka tidak ada lagi metode
coba-coba dalam proses pengambilan keputusan. Dengan didasari oleh
Analitycal Hierarchy Process (AHP), penggunaan hirarki dalam expert choice
bertujuan untuk mengorganisir perkiraan dan intuisi dalam suatu bentuk logis.
Pendekatan secara hierarki ini memungkinkan pengambil keputusan untuk
menganalisa seluruh pilihan untuk pengambilan keputusan yang efektif.
BAB III
DESKRIPSI WILAYAH
3.1. PROFIL DAERAH BANTUL
Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5
Kabupaten/Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terletak
di Pulau Jawa. Bagian utara berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan
Kabupaten Sleman, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul,
bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo dan bagian selatan
berbatasan dengan Samudera Indonesia. Kabupaten Bantul terdiri dari 17
Kecamatan, yaitu Kecamatan Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong,
Bambanglipuro, Pandak, Bantul, Jetis, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan,
Banguntapan, Sewon, Kasihan, Pajangan dan Sedayu. Luas wilayah
Kabupaten Bantul adalah 50.685 Ha yang terbagi dalam 17 Kecamatan, yaitu :
1. Kec. Srandakan, luas 1.832 Ha (3,61%)
2. Kec. Sanden, luas 2.316 Ha (4,57%)
3. Kec. Kretek, luas 2.677 Ha (5,28%)
4. Kec. Pundong, luas 2.368 Ha (4,67%)
5. Kec. Bambanglipuro, luas 2.270 Ha (4,48%)
6. Kec. Pandak, luas 2.430 Ha (4,79%)
7. Kec. Bantul, luas 2.195 Ha (4,33%)
8. Kec. Jetis, luas 2.447 Ha (4,83%)
9. Kec. Imogiri, luas 5.449 Ha (10,75%)
10. Kec. Dlingo, luas 5.587 Ha (11,02%)
11. Kec. Pleret, luas 2.297 Ha (4,53%)
12. Kec. Piyungan, luas 3.254 Ha (6,42%)
13. Kec. Banguntapan, luas 2.848 Ha (5,62%)
14. Kec. Sewon, luas 2.716 Ha (5,36%)
15. Kec. Kasihan, luas 3.238 Ha (6,39%)
16. Kec. Pajangan, luas 3.325 Ha (6,56%)
17. Kec. Sedayu,luas 3.436 Ha (6,78%)
Sedangkan daerah yang berbatasan langsung dengan samudra Hidia
ada 3 kecamata yaitu Sanden, Kretek, Srandakan yang sekaligus menjadi
daerah kajian sebagai daerah pesisir dan pantai yang ada disana natara lain :
Parangtritis, Depok, Samas, Kuwaru dll.
Menurut data dari Dinas Pengairan di Kabupaten Bantul terdapat 12
titik Stasiun Pemantau curah hujan, yaitu Stasiun Pemantau Ringinharjo,
Nyemengan, Gandok, Kotagede, Pundong, Barongan, Ngetal, Gedongan,
Piyungan, Sedayu, Ngestiharjo dan Dlingo. Sepanjang tahun 2009 curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan April yang tercatat di Stasiun Pemantau Gandok,
yaitu sebanyak 711 mm dengan jumlah hari hujan 15 hari.
3.2. PROFIL DAERAH GUNUNG KIDUL
Wilayah Kabupaten Gunung-kidul terletak antara 7o 46’- 8o 09’
Lintang Selatan dan 110o 21’ - 110o 50’ Bujur Timur, yang berbatasan
dengan Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah di sebelah
utara. Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah di sebelah timur. Samudra
Indonesia di sebelah selatan dan Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, DI
Yogyakarta di sebelah barat. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul tercatat
1.485,36 Km2 yang meliputi 18 kecamatan dan 144 desa/kelurahan.
Kecamatan Semanu merupakan kecamatan terluas dengan luas sekitar 108,39
Km2 atau sekitar 7,30 persen luas Kabupaten Gunungkidul. Berdasarkan
pantauan Dinas Pertanian Pangan dan Hortikultura Kabupaten Gunungkidul,
hari hujan terbanyak dalam satu bulan adalah 14 hari, dengan rata-rata curah
hujan tertinggi 265,11 mm. Lokasi yang berbatasan dengan samudera Hindia
misalnya pantai Wediombo, Indrayanti, Sundak, dll.
3.3. PROFIL DAERAH KULONPROGO
Kabupaten Kulon Progo dengan ibu kota Wates memiliki luas wilayah
58.627,512 ha (586,28 km2), terdiri dari 12 kecamatan 88 desa dan 930
dukuh. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima
kabupaten/kota di propinsi D.I Yogyakarta yang terletak paling barat, dengan
batas wilayah sebagai berikut:
Barat : Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah.
Timur : Kabupaten Sleman dan Bantul, Prop. D.I. Yogyakarta
Utara : Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah
Selatan : Samudera Hindia
Bagian Utara merupakan dataran tinggi/perbukitan Menoreh dengan
ketinggian antara 500 -1.000 meter dari permukaan laut, meliputi Kecamatan
Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Samigaluh. Bagian Tengah
merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100meter sampai
dengan 500 meter dari permukaan air laut,meliputi Kecamatan Sentolo,
Pengasih, dan Kokap. Bagian Selatan merupakan dataran rendah dengan
ketinggian 0 sampai dengan 100 meter dari permukaan air laut, meliputi
Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur dan Lendah. Untuk potensi pantai
yang terdapat di Kulonprogo salah satunya adalah pantai Glagah.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. JENIS STUDI
Jenis studi dalam kegiatan kelompok ini termasuk dalam jenis studi
kuantitatif yaitu jenis studi yang menggunakan rancangan penelitian
berdasarkan prosedur statistik atau dengan cara lain dari kuantifikasi untuk
mengukur variable penelitiannya.
4.2. UNIT ANALISIS
Unit analisis dalam studi kali ini adalah kawasan pariwisata pesisir
yang meliputi kawasan pariwisata pesisir Kabupaten Kulon Progo, Bantul,
dan Gunungkidul.
4.3. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL
Variabel adalah sesuatu yang mempunyai nilai, sedangkan definisi
operasional adalah operasionalisasi konsep agar dapat diteliti atau diukur
melalui gejala-gejala yang ada. Variabel penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah variabel AHP yaitu:
1. Aspek ekonomi;
Variabel yang digunakan meliputi:
Jasa.
Pertanian.
Industri.
2. Sumber daya manusia; atau biasa disingkat menjadi SDM potensi
yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya
sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu
mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di
alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang
seimbang dan berkelanjutan. Variabel yang digunakan meliputi:
Jumlah penduduk.
Jumlah wisatawan.
Kepadatan penduduk.
Jumlah penduduk produktif.
3. Aksesibilitas Pariwisata; adalah semua jenis sarana dan prasarana
transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah asal
wisatawan ke Destinasi Pariwisata maupun pergerakan di dalam
wilayah Destinasi Pariwisata dalam kaitan dengan motivasi kunjungan
wisata. Variabel yang digunakan meliputi:
Jarak dengan pusat kota.
Kualitas jalan.
Waktu tempuh.
4. Atraksi pariwisata; adalah keunikan dan kualitas daya tarik destinasi
secara berkelanjutan yang dapat meningkatkan pengalaman, lama
tinggal, dan belanja wisatawan serta mampu mendorong adanya
kunjungan ulang.Variabel yang digunakan meliputi:
Keamanan.
Potensi perikanan.
Panjang garis pantai.
Keindahan panorama.
5. Amenitas (Infrastruktur); merupakan sarana pelayanan dasar fisik
suatu lingkungan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum dalam
melakukan aktifitas kehidupan keseharian yang mencakup
ketersediaan fasilitas pelayanan, contohnya: hotel, dll.
4.4. PENGUMPULAN DATA
Dalam studi ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
pengumpulan data sekunder.Data sekunderadalah data yang diperoleh dari
survei instansional melalui sumber yang relevan dengan topik yang
ditelitiPengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi pustaka. Studi
pustaka merupakan metode pengumpulan data dengan cara mempelajari
litaratur-literatur yang berhubungan dengan topik penelitian, antara lain buku,
jurnal, laporan dari lembaga terkait dan bahan lainnya yang berhubungan
dengan penelitian ini, khusus dt Daerah Dalam Angka (DAA) Kabupaten
Kulon Progo, Bantul, dan Gunungkidul.
4.5. METODE ANALISIS
Metode analisis yang digunakan adalah AHP (Analisis Hirarki
Proses). Metode AHP merupakan suatu model yang diperkenalkan oleh
Thomas L. Saaty pada tahun 1971. Saaty menyatakan bahwa AHP adalah
suatu model untuk membangun gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan
cara membuat asumsi-asumsi dam memperoleh pemecahan yang diinginkan,
serta memungkinkan menguji kepekaan hasilnya. Dalam prosesnya, AHP
memasukkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis yang
bergantung pada imajinasi, pengalaman dan pengetahuan. Dilain pihak proses
AHP memberi suatu kerangka bagi partisipasi kelompok dalam pengambilan
keputusan atau pemecahan persoalan.
Metode ini dipandang sangat tepat dalam memecahkan berbagai
persoalan yang ingin diketahui karena bersifat fleksibel dalam
pemanfaatannya dan dapat digunakan untuk berbagai kepentingan penelitian.
Dengan demikian, maka dalam upaya mendapatkan model penelitian yang
signifikan baik dalam disiplin ilmu perencanaan, sosial, ekonomi dan politik,
model AHP ini dapat mewakili kepentingan dari berbagai disiplin tersebut
dalam konteks penelitian yang ingin dilakukan. Karaktersiktik peralatan AHP
yang komprehensif ini tentunya merupakan suatu jalan keluar yang tepat
dalam mengatasi kendala yang selama ini dirasakan dalam pemodelan
kuantitatif sehingga hasil-hasil penelitian yang dilakukan tertata secara
kuantitatif dan menyeluruh serta dapat dipertanggungjawabkan. Namun di sisi
lain metode AHP juga memiliki kelemahan yaitu adanya unsur subjektivitas
dalam prosesnya karena AHP dibuat berdasarkan adanya pendapat dari
responden ahli untuk penentuan variabel-variabelnya.
Sehingga nantinya diperoleh lokasi prioritas pusat pengembangan
pariwisata kawasan pesisir di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi
Kulonprogo, Bantul dan Gunung Kidul melalui metode AHP dengan
menggunakan software Expert Choice.
Setelah diperoleh lokasi prioritas pusat pengembangan pariwisata
kawasan pesisir di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,kemudian disusun
alternatif-alternatif kebutuhan pengembangan yang dibutuhkan untuk
pengembangan pariwisata kawasan pesisir di provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta pada setiap objek wisata pantai di kawasan tersebut.