laporan penelitian ta 2017...i laporan penelitian ta 2017 studi evaluasi eliminasi filariasis...

210
i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim Peneliti: drh. Rais Yunarko; Ni Wayan Dewi Adnyana, S.Si; Yona Patanduk, S.Km; Mefi Mariana Tallan S.Si; Maria Astiana Mapada, S.Km; Anderias Karniwan Bulu, S.Si; Justus Edyson Tangkuyah, Amd. KL; Dewi Rahayu, Amd. Kep; Jerianto Leba Dara; Vhensiana Benyamin; Piter W Praing KEMENTERIAN KESEHATAN RI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN LOKA LITBANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG (LOKA LITBANG P2B2) WAIKABUBAK 2018

Upload: others

Post on 16-Oct-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

i

LAPORAN PENELITIAN TA 2017

STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN

KOLAKA UTARA TAHUN 2017

(Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik)

Tim Peneliti:

drh. Rais Yunarko; Ni Wayan Dewi Adnyana, S.Si; Yona Patanduk, S.Km; Mefi

Mariana Tallan S.Si; Maria Astiana Mapada, S.Km; Anderias Karniwan Bulu,

S.Si; Justus Edyson Tangkuyah, Amd. KL; Dewi Rahayu, Amd. Kep; Jerianto

Leba Dara; Vhensiana Benyamin; Piter W Praing

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

LOKA LITBANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG

(LOKA LITBANG P2B2) WAIKABUBAK

2018

Page 2: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

ii

SK TIM PENELITIAN

Page 3: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 4: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 5: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 6: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 7: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 8: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 9: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 10: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 11: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 12: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 13: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 14: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 15: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 16: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 17: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 18: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 19: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 20: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 21: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 22: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 23: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 24: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 25: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 26: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 27: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

SUSUNAN TIM PENELITI

No Nama Kedudukan dalam Tim

1 Muhammad Kazwaini, S.KM., M.Kes PJT Provinsi Sultra

2 drh. Rais Yunarko PJT Kab. Bombana

3 Ni Wayan Dewi Adnyana, S.Si PJT Kab. Kolaka Utara

4 Yona Patanduk, S.KM Anggota Peneliti

5 Mefi Mariana T, S.Si Anggota Peneliti

6 Mariana A. Mapada, S.KM Anggota Peneliti

7 Anderias Karniawan Bulu, S.Si Anggota Peneliti

8 Dewi Rahyau, Amd. Kep Anggota Peneliti

9 Justus Edyson Tangkuyah, Amd.KL Anggota Peneliti

10 Jerianto Leba Dara Anggota Peneliti

11 Vhensiana Benyamin Anggota Peneliti dan Administrasi

12 Piter W Praing Anggota Peneliti dan Administrasi

Page 28: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

PERSETUJUAN ETIK

Page 29: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

KATA PENGANTAR

Limfatik filariasis atau kaki gajah merupakan penyakit menular yang

terabaikan. Di Indonesia limfatik filariasis lebih dikenal sebagai filariasis. Filariasis

merupakan penyakit menular menahun yang menyebabkan kecacatan yang menetap,

meskipun penyakit ini bukan menyebabkan kematian utama. Penderitaan karena kasus

kronis filariasis diidentifikasi sebagai penyebab kecacatan terbesar kedua di dunia

setela kecacatan mental. Kecacatan yang ditimbulkannya akan mengurangi

produktifitas, selain itu juga berdampak pada kondisi psikologis penderita, dan juga

menghambat mendapat keturunan.

Indonesia merupakan salah satu negara endemis filariasis, dimana masalah

filariasis masih menjadi masalah di beberapa Kabupaten/Kota. WHO mencanangkan

bahwa eliminasi filariasis pada tahun 2020, namun masih ada kabupaten/kota endemis

filariasis di Indonesia yang belum/sedang melakukan pengobatan massal filariasis.

Kabupaten Bombana merupakan salah satu kabupaten/kota yang pada tahun 2017

menerima sertifikat bebas filariasis. Proses eliminasi filariasis di Kabupaten Bombana

sudah dimulai sejak tahun 2005 untuk pemberian obat massal filariasis. Dari program

TAS yang dilakukan selama 3 periode dinyatakan bahwa kegiatan pemberian obat

pencegahan secara massal filariasis telah berhasil memtus mata rantai penularan.

Untuk itu perlu dikaji dari aspek epidemiologi maupun aspek manajemen eliminasi

filariasis di Kabupaten Bombana.

Dari hasil peneltian yang dilakukan di Kabupaten Bombana, didapatkan hasil

bahwa eliminasi filariasis dipengaruhi oleh dukungan yang baik dari aspek

manajemen yang dilakukan di level Dinas Kabupaten, Puskesmas, dan tingkat

pemerintah desa. Keberhasilan program filariasis di Kabupaten Bombana dipengaruhi

oleh kader kesehatan dan petugas Puskesmas yang merupakan pelaksana utama dalam

hal pembagian obat ke masyarakat yang dibantu oleh kepala desa dan Babinsa,

sedangkan perencanaan logistik obat dan anggaran dikerjakan oleh Dinas kesehatan.

Page 30: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG

STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA Tahun

2017

(Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik)

Waikabubak, …. Januari 2017

Menyetujui,

Kepala Loka Litbang P2B2 Waikabubak

Rosiana Kali Kulla, S.KM

NIP. 196512291989032001

PJT Kabupaten Bombana

drh. Rais Yunarko

NIP. 198506092010121001

Ketua Panitia Pembina Ilmiah

Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Sri Irianti, S.KM., M.Phil., Ph.D

NIP 195804121981022001

Kepala

Puslitbang Upaya Kesehatan

Masyarakat

drg. Agus Suprapto, M.Kes

NIP 196408131991011001

Page 31: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

RINGKASAN EKSEKUTIF

LAPORAN PENELITIAN

STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA Tahun

2017

(Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik)

PENYUSUN:

drh. Rais Yunarko; Ni Wayan Dewi Adnyana, S.Si; Yona Patanduk, S.Km; Mefi

Mariana Tallan S.Si; Maria Astiana Mapada, S.Km; Anderias Karniwan Bulu,

S.Si; Justus Edyson Tangkuyah, Amd. KL; Dewi Rahayu, Amd. Kep; Jerianto

Leba Dara; Vhensiana Benyamin; Piter W Praing

Filariasis dikategorikan sebagai neglected diseases (penyakit yang terabaikan)

menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai belahan dunia. Indonesia

merupakan salah satu dari 53 negara di dunia yang merupakan negara endemis

filariasis. Dari 236 kabupaten/kota yang endemis filariasis tersebut, 55 kabupaten/kota

telah melakukan pemberian obat pencegahan massal filariasis (POPM) selama 5 tahun

berturut-turut (5 putaran). Sisanya sebanyak 181 kabupaten/kota akan melaksanakan

POPM sampai dengan tahun 2020, dengan jumlah penduduk sebesar 76 juta jiwa.

Sampai akhir tahun 2016, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 236

kabupaten/ kota endemis filariasis. Dari 236 kabupaten/kota yang endemis filariasis

tersebut, 55 kabupaten/kota telah melakukan pemberian obat pencegahan massal

filariasis (POPM) selama 5 tahun berturut-turut (5 putaran). Adanya pengulangan

pengobatan menimbulkan kendala bagi kabupaten/kota karena besarnya sumber daya

yang diperlukan (biaya operasional dan dukungan SDM) serta berubahnya rencana

strategis kabupaten/kota dalam hal pengendalian penyakit menular.

Pada tahun 2017 Kabupaten Bombana telah mendapatkan sertifikat eliminasi

fialriasis. Untuk mengetahui keberhasilan yang telah dilakukan Kabupaten Bombana

guna mengetahui berbagai aspek terkait dengan kegagalan/keberhasilan suatu

kabupaten/kota dalam melaksanakan eliminasi filariasis. Studi yang dilaksanakan

meliputi aspek pemberian pengobatan pencegah massal, manajemen pengendalian,

lingkungan (fisik, biologis: vektor dan reservoir), dan perilaku masyarakat. Peneltian

ini diharapkan dapat mengetahui kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis dari

aspek epidemiologi (host, agent, lingkungan) dan juga aspek manajemen.

Page 32: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Keberhasilan eliminasi filariasis di Kabupaten Bombana dimulai dengan

diadakaannya pelaksanaan POPM filariasis pada tahun 2005 kemudian dilanjutkan

dengan program TAS selama 3 periode. Dari aspek epidemiologi dari survei darah jari

malam di dua desa dan pemeriksaan nyamuk tidak didapatkan hasil positif mikrofilaria

ataupun nyamuk yang berpotensi menularkan filariasis. Namun, masih perlu menjadi

perhatian adalah lingkungan yang masih dijumpai adanya tempat potensial perindukan

nyamuk disekitar pemukiman. Keberhasilan eliminasi filariasis di Kabuapten Bombana

mendapat dukungan yang baik dari aspek manajemen yang dilakukan di level Dinas

Kabupaten, Puskesmas, dan tingkat pemerintah desa. Keberhasilan program filariasis di

Kabupaten Bombana dipengaruhi oleh kader kesehatan dan petugas Puskesmas yang

merupakan pelaksana utama dalam hal pembagian obat ke masyarakat yang dibantu

oleh kepala desa dan Babinsa, sedangkan perencanaan logistik obat dan anggaran

dikerjakan oleh Dinas kesehatan.

Page 33: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

DAFTAR ISI

SK TIM PENELITIAN ........................................................................................................................... ii

SUSUNAN TIM PENELITI ............................................................................................................. xxvii

PERSETUJUAN ETIK .................................................................................................................... xxviii

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... xxix

PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG ......................................................................... xxx

RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................................. xxxi

BAB I ....................................................................................................................................................... i

PENDAHULUAN ................................................................................................................................... i

BAB II.................................................................................................................................................... iii

METODE ............................................................................................................................................... iii

1. Dasar Pemikiran ......................................................................................................................... iii

2. Tujuan ......................................................................................................................................... v

3. Manfaat ....................................................................................................................................... v

4. Kerangka Konsep ...................................................................................................................... vii

5. Waktu, Tempat/Lokasi, Pelaksana & Penanggung Jawab, dan Sumber Biaya. ....................... viii

6. Jenis Studi .................................................................................................................................. ix

7. Transmission Assesment Survey (TAS). ................................................................................... ix

8. Survei Darah Jari (SDJ) .............................................................................................................. x

9. Stool Survey (StS) ...................................................................................................................... xi

10. Deteksi DNA Brugia malayi ................................................................................................ xiii

11. KAP Survey Filariasis .......................................................................................................... xiv

12. Wawancara Mendalam (In-depth Interview) ....................................................................... xiv

13. Survei Vektor (Nyamuk). ...................................................................................................... xv

14. Survei Lingkungan ............................................................................................................... xvi

15. Bahan dan Cara Pengumpulan Data .................................................................................... xvii

16. Alur Kegiatan ...................................................................................................................... xxv

17. Definisi Operasional ........................................................................................................ xxviii

18. Manajemen dan Analisis Data ......................................................................................... xxviii

Bab III ................................................................................................................................................ xxix

Hasil Penelitian .................................................................................................................................. xxix

1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ..................................................................................... xxix

2. Gambaran Umum Pengendalian Filariasis di Daerah Penelitian ............................................ xxx

3. Gambaran Jumlah & Karakteristik Subyek Penelitian/Sampel............................................. xxxi

4. Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Filariasis. ....................................................... xxxv

5. Gambaran Sikap Responden Tentang Filariasis. ................................................................ xxxvii

6. Gambaran Perilaku Responden Tentang POPM Filariasis .................................................. xxxix

7. Gambaran Status Endemisitas Daerah Penelitian .................................................................... xlv

8. Gambaran Status Infeksi Kecacingan .................................................................................... xlvii

9. Gambaran Deteksi Gen Brugia malayi .................................................................................. xlvii

10. Gambaran Hasil Survei Vektor ......................................................................................... xlviii

11. Gambaran Hasil Survei Lingkungan ................................................................................... xlix

12. Gambaran Hasil Wawancara Mendalam .................................................................................. l

BAB IV ................................................................................................................................................ lvii

PEMBAHASAN .................................................................................................................................. lvii

1. Survei KAP. ............................................................................................................................. lvii

2. Pemeriksaan Klinis Filariasis. ................................................................................................... lix

3. Survei Darah Jari. ....................................................................................................................... lx

4. Stool Survey .............................................................................................................................. lxi

5. Deteksi Gen Bm ...................................................................................................................... lxiii

6. Survei Vektor .......................................................................................................................... lxiii

7. Survei Lingkungan .................................................................................................................. lxiv

8. Wawancara Mendalam (Studi Kualitatif) ................................................................................ lxv

Page 34: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

BAB V .............................................................................................................................................. lxviii

KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................................................... lxviii

BAB VI ............................................................................................................................................... lxix

DAFTAR RUJUKAN ......................................................................................................................... lxix

Page 35: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Cakupan POPM di Kabupaten Bombana................................................................. xxx

Tabel 2. Jumlah Responden/Subyek Penelitian/Sampel Berdasarkan Jenis Data/Informasi

Yang Dikumpulkan Kabupaten Bombana Tahun 2017. ....................................................... xxxi

Tabel 3. Karakteristik Responden Survei KAP Kabupaten Bombana Tahun 2017 ............ xxxii

Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Yang Mengetahui Penyebab Penyakit Kaki Gajah

Kabupaten Bombana Tahun 2017 ........................................................................................ xxxv

Tabel 5 Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Efek Dari Penyakit Filariasis ........ xxxvi

Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Demam Berulang Disertai

Pembengkakan Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017............................... xxxvi

Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Pencarian Pengobatan Penyakit

Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017 ...................................................................... xxxvii

Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Pengetahuan POPM Penyakit Filariasis

Kabupaten Bombana Tahun 2017 ...................................................................................... xxxvii

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Sumber Informasi POPM Penyakit

Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017 ...................................................................... xxxvii

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Sikap Tentang Penyakit Filariasis

Kabupaten Bombana Tahun 2017 .....................................................................................xxxviii

Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Keterlibatan Dalam POPM Penyakit

Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017 ....................................................................... xxxix

Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Macam Obat Yang Diberikan Dalam

POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017 .................................................. xl

Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Untuk Minum Obat Yang Diberikan Dalam

POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017 .................................................. xl

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Cara Meminum Obat Yang Diberikan

Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017 ...................................... xl

Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Waktu Minum Obat Yang Diberikan

Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017 ..................................... xli

Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Alasan Tidak Minum Obat Yang

Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017 .................... xli

Tabel 17 Jumlah dan Persentase Responden Tentang Efek Samping Setelah Minum Obat

Yang Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017 ..........xlii

Page 36: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Tentang Cacing Yang Keluar Setelah Minum

Obat Yang Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017 xliii

Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Tentang Alasan Tidak Ikut Dalam POPM

Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017 .......................................................... xliii

Tabel 20. Pemberitahuan Sebelum Pelaksanaan POPM filariasis di Kabupaten Bombana

Tahun 2017 ............................................................................................................................ xliv

Tabel 21. Upaya Yang Dilakukan Di Dalam Rumah Untuk Menghindari Gigitan Nyamuk

Pada Waktu Malam Hari di Kabupaten Bombana Tahun 2017 ............................................. xliv

Tabel 22. Upaya Yang Dilakukan Di Luar Rumah Untuk Menghindari Gigitan Nyamuk Pada

Waktu Malam Hari di Kabupaten Bombana Tahun 2017 ...................................................... xlv

Tabel 23. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Klinis .................................. xlvi

Tabel 24. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Mikroskop ..........................xlvii

Tabel 25. Jumlah dan Persentase Responden yang Positif Kecacingan ..............................xlvii

Tabel 26. Jumlah Anak SD Hasil Pemeriksaan Gen Brugia malayi Kabupaten Bombana xlviii

Tabel 27. Jumlah Vektor (Nyamuk) yang Berhasil Ditangkap Dalam Dua Periode

Penangkapan Kabupaten Bombana Tahun 2017 ................................................................ xlviii

Tabel 28. Jenis Habitat Lingkungan di Desa Margajaya dan Lantawonua................................. l

Page 37: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta plotting rumah responden di Kabupaten Bombana. Atas untuk Desa

Lantawonua dan Bawah untuk Desa Margaja. ................................................................... xxxiv

Gambar 2. Penderita Kasus Kronis di Kabupaten Bombana ................................................. xlvi

Gambar 3. Zona Penyangga Tempat Potensial Perindukan Nyamuk di Desa Lantawonua dan

Desa Margajaya .......................................................................................................................... l

Page 38: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam resolusi World Health Assembly (WHA) tahun 1997,

filariasis yang dikategorikan sebagai neglected diseases (penyakit yang

terabaikan) menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai belahan

dunia.1 Indonesia adalah salah satu dari 53 negara di dunia yang

merupakan negara endemis filariasis, dan satu-satunya negara di dunia

dengan ditemukannya tiga spesies cacing filaria pada manusia yaitu:

Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.2

Tahun 2000 WHO mendeklarasikan global eliminasi filariasis

pada tahun 2020. Di Indonesia program eliminasi filariasis telah

dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI pada tanggal 8 April 2002 di

Sumatera Selatan. Sejak pencanangan tersebut, Menteri Kesehatan

mengeluarkan Keputusan Nomor: 157/Menkes/SK/X/2003 tentang

Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota yaitu

Penatalaksanaan Kasus Kronis Filariasis. Tahun 2005 dikeluarkan

Keputusan Nomor: 1582/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman

Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah).2

Sampai akhir tahun 2016, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia,

terdapat 236 kabupaten/ kota endemis filariasis. Dari 236 kabupaten/kota

yang endemis filariasis tersebut, 55 kabupaten/kota telah melakukan

pemberian obat pencegahan massal filariasis (POPM) selama 5 tahun

berturut-turut (5 putaran). Sisanya sebanyak 181 kabupaten/kota akan

melaksanakan POPM sampai dengan tahun 2020, dengan jumlah

penduduk sebesar 76 juta jiwa.

Kabupaten/kota yang melaksanakan POPM, pada tahun ketiga

dilakukan evaluasi yang berupa pre-survei dengan melaksanakan survei

darah jari guna mengetahui ada tidaknya mikrofilaria dalam darah.

Selanjutnya setelah 5 tahun POPM dilakukan evaluasi dengan survei

kajian penularan (Transmission Assesment Survey)-1/TAS-1 dengan

menggunakan rapid diagnostic test/RDT1. RDT yang digunakan adalah

Page 39: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

brugia rapid testTM untuk parasit Brugia malayi dan/atau Brugia timori1–4,

dan immunochromatographic test (ICT) untuk parasit Wuchereria

bancrofti. Brugia rapid test digunakan untuk mendiagnosis ada tidaknya

antibodi B. malayi/B. timori, sedangkan ICT untuk mendiagnosis ada

tidaknya antigen W. bancrofti. Dari hasil TAS-1 tersebut akan diketahui

apakah di kabupaten/kota tersebut masih terjadi penularan filariasis atau

masih dikategorikan sebagai daerah endemis. Terhadap daerah yang masih

terjadi penularan filariasis akan dilakukan POPM ulang selama 2 putaran

(2 tahun).5–7 Untuk hasil TAS-1 dengan nilai di bawah nilai cut-off maka

kabupaten/kota tersebut dinyatakan lulus TAS. Selama 2 tahun setelah

dinyatakan lulus, kabupaten/kota melaksanakan surveilans filariasis.

Setelah 2 tahun masa surveilans, dilakukan evaluasi (TAS-2). Dua tahun

kemudian dilakukan lagi evaluasi (TAS-3). Jika dalam 2 periode masa

surveilans dapat dilalui dengan status lulus TAS, maka kabupaten/kota tsb

disertifikasi dengan status filariasis telah tereliminasi. Dari status terakhir

per tahun 2015, terdapat 29 kabupaten/kota yang telah lulus TAS dan 22

kabupaten/kota gagal TAS baik TAS-1, TAS-2 atau TAS-3.

Pada tahun 2015, Menteri Kesehatan mencanangkan Bulan

Eliminasi Kaki Gajah (Belkaga). Sebelumnya pada tahun 20147, Menkes

mengeluarkan Permenkes No. 94 Tahun 2014 tentang Penanggulangan

Filariasis. Dengan berlakunya Permenkes ini, maka Kepmenkes No.

1582/2005 dan Kepmenkes No. 893/2007 dinyatakan tidak berlaku. Bagi

kabupaten/kota yang gagal TAS menimbulkan kendala karena harus

mengulangi POPM.

Tahun 2017 Kabupaten Bombana telah mendapatkan sertifikat

eliminasi filariasis. POPM tahun pertama dilakukan pada tahun 2005 dan

terakhir dilakukan pada tahun 2010. TAS-1 dilakukan pada tahun 2011,

kemudian dilanjutkan TAS-2 pada tahun 2014 dan TAS-3 pada tahun

2016. Dari seluruh rangkaian kegiatan TAS itu semuanya dinyatakan

lulus. Dengan sertifikat eliminasi filariasis tersebut Kabupaten Bombana

Telah dinyatakan berhasil dalam membrantas masalah filariasis di

wilayahnya.

Page 40: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Adanya pengulangan pengobatan menimbulkan kendala bagi

kabupaten/kota karena besarnya sumber daya yang diperlukan (biaya

operasional dan dukungan SDM) serta berubahnya rencana strategis

kabupaten/kota dalam hal pengendalian penyakit menular. Adanya

masalah dan kendala tersebut di atas, perlu dilaksanakan suatu studi yang

menyeluruh guna mengetahui berbagai aspek terkait dengan

kegagalan/keberhasilan suatu kabupaten/kota dalam melaksanakan

eliminasi filariasis. Studi yang dilaksanakan meliputi aspek pemberian

pengobatan pencegah massal, manajemen pengendalian (surveilans: tools

dan metode, promosi, penanganan penderita), lingkungan (fisik, biologis:

vektor dan reservoir), dan perilaku masyarakat.

BAB II

METODE

1. Dasar Pemikiran

Banyak faktor yang mempengaruhi kegagalan kabupaten/kota

untuk lulus TAS. Salah satu adalah cakupan POPM yang belum mencapai

target yang ditentukan. Dari hasil kajian yang dilakukan Pusat Data dan

Surveilans Epidemiologi, Kemenkes RI; persentase cakupan pengobatan

massal pada tahun 2009 mencapai 59,48%. Persentase cakupan ini masih

jauh di bawah target yang ditetapkan WHO (minimal 65% dari total

populasi atau 85% dari total sasaran). Rendahnya cakupan POPM antara

lain terbatasnya sumber daya yang tersedia, tingginya biaya operasional

kegiatan POPM, dan penolakan masyarakat dengan adanya reaksi

pengobatan seperti demam, mual, muntah, pusing, sakit sendi dan badan.8,9

Namun kegagalan TAS tidak hanya dari aspek manajemen POPM dan

metode surveilans yang diterapkan. Aspek lain yang terkait dengan

lingkungan (masih adanya reservoar dan vektor penyakit), perilaku

masyarakat, faktor sosial ekonomi masyarakat yang masih rendah, dan

kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kabupaten/kota terkait dengan

pengendalian filariasis; yang perlu diketahui secara lebih mendalam dan

komprehensif.

Page 41: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Salah satu keberhasilan POPM di Kabupaten Alor adalah

meningkatnya KAP (Knowledge, Attitudes, and Practice) penduduk.

Semula 54% penduduk yang mendengar dan mengetahui filariasis,

menjadi 89% penduduk yang tahu filariasis setelah dilaksanakan

sosialisasi. Meningkatnya KAP penduduk tentang POPM filariasis

berdampak dengan meningkatnya cakupan penduduk yang makan obat

sebesar 80%10. Studi yang dilaksanakan oleh Sekar Tuti dkk pada tahun

2006 di Pulau Alor menunjukkan bahwa selama 5 tahun POPM di 9 desa,

mf rate turun dari 2,1%--3% menjadi 0%11. Demikian juga hasil studi yang

dilakukan oleh Clare Huppatz pada 5 negara di Pasifik menemukan bahwa

pelaksanaan POPM selama 5 tahun berturut-turut dapat menurunkan

antigenaemia di bawah 1%12. Di India filariasis endemik di 17 negara

bagian dan 6 union territories dengan 553 juta penduduk berisiko

terinfeksi filariasis. Umumnya India endemis W. bancrofti, hanya 2% yang

endemis B. malayi yaitu di negara bagian Kerala, Tamil Nadu, Andhra

Pradesh, Orissa, Madhya Pradesh, Assam dan Benggala Barat. Pada tahun

2007, dari 250 kabupaten endemik, cakupan pengobatan massal adalah

82% dari 518 juta penduduk, dan setahun kemudian meningkat menjadi

85,92%. Meningkatnya angka cakupan pengobatan massal dikarenakan

kampanye pengendalian dan pencegahan filariasis yang merupakan

Kebijakan Kesehatan Nasional Tahun 2000 dalam upaya eliminasi

filariasis tahun 2015.13 Secara fenomenal, Tiongkok berhasil

melaksanakan eliminasi filariasis pada tahun 2006 dengan menggunakan

fortifikasi garam dapur dengan DEC. Keberhasilan program eliminasi

filariasis tersebut karena merupakan program prioritas di 864

kabupaten/kota, sebagai upaya yang berkelanjutan sejak tahun 1949,

adanya kerja sama yang erat antar instansi yang terkait, partisipasi aktif

masyarakat di wilayah endemis, dan tingginya intensitas kampanye

pengendalian dan pencegahan.14 Keberhasilan Tiongkok ini dapat

dijadikan contoh atas adanya partisipasi aktif masyarakat dan kampanye

pengendalian dan pencegahan filariasis.

Page 42: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Dari pengalaman Tiongkok dan hasil keempat studi tersebut di

atas, tampak bahwa keberhasilan pelaksanaan eliminasi filariasis terjadi

jika adanya kebijakan pemerintah daerah untuk menjadikan eliminasi

filariasis sebagai program prioritas, adanya kontinuitas POPM, dan

promosi kesehatan yang intensif. Berdasarkan hal tersebut, bagaimana

dengan Indonesia?. Dimana letak kegagalan dan keberhasilan

kabupaten/kota dalam pelaksanaan eliminasi filariasis yang telah

berlangsung sejak tahun 2002. Faktor kegagalan dan keberhasilan inilah

yang akan dicari dalam studi ini dengan melibatkan berbagai unit/instansi

yang berada di lingkup Badan Litbangkes.

2. Tujuan

Tujuan Umum

Diketahui dan dianalisis program eliminasi filariasis di kabupaten/kota

yang telah melaksanakan POPM.

Tujuan Khusus

i. Diketahui dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi

filariasis dari hasil analisis aspek epidemiologi (host, agent,

lingkungan).

ii. Diketahuinya dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi

filariasis dari hasil analisis aspek manajemen.

iii. Didapatkannya masukan yang signifikan untuk perbaikan eliminasi

filariasis di Indonesia.

3. Manfaat

Hasil studi diharapkan dapat dijadikan dasar atau acuan dalam hal

pengembangan model eliminasi filariasis yang dapat diterapkan oleh

pelaksana program dalam penanggulangan filariasis.

Untuk melaksanakan program penanggulangan filariasis, telah

ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 94 Tahun 2014 tentang

Page 43: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Penanggulangan Filariasis. Dalam Permenkes tersebut, penyelenggaraan

penanggulangan filariasis dilaksanakan oleh Pemerintah, dalam hal ini

Kementerian Kesehatan, dan Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran

serta masyarakat. Penanggulangan filariasis dilaksanakan dengan empat

pokok kegiatan yaitu (1) surveilans kesehatan (penemuan penderita, survei

data dasar prevalensi mikrofilaria, survei evaluasi prevalensi mikrofilaria,

dan survei evaluasi penularan); (2) penanganan penderita; (3)

pengendalian faktor risiko melalui pemberian obat pencegah massal

(POPM); dan (4) komunikasi, informasi, dan edukasi.

Page 44: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

4. Kerangka Konsep

Keterangan Diagram

1. Keberhasilan kabupaten/kota dalam eliminasi filariasis didasari oleh

lulus tidaknya saat dilakukan evaluasi (TAS). Pelaksanaan TAS

dilakukan setelah POPM dilakukan selama 5 putaran (5 tahun)

berturut-turut tanpa terputus. Pernyataan lulus TAS jika jumlah

sampel anak usia sekolah (kelas 1 dan 2 atau berumur 6-7 tahun) yang

diperiksa antibodi/antigen lebih rendah dari nilai cut-off kritis yang

ditetapkan (= 18). Sedangkan yang gagal TAS adalah sebaliknya (di

atas nilai cut-off kritis yang ditetapkan).

2. Untuk menuju tercapainya eliminasi filariasis, secara garis besar ada 6

faktor yang perlu dilakukan pengamatan dan pelaksanaan. Ke enam

faktor tersebut adalah reservoir, vektor, lingkungan fisik, pemberian

obat pencegah, perilaku masyarakat, dan manajemen pengendalian.

3. Jika digunakan model pendekatan berdasarkan teori H.L Blum,

keberhasilan eliminasi dipengaruhi atas faktor lingkungan, perilaku,

pelayanan, dan genetik. Enam faktor dalam diagram kerangka konsep

POPM -- Cakupan -- Kesesuaian Pelaksanaan dengan Prosedur -- Kepatuhan Masyarakat Minum Obat

Manajemen Pengendalian -- Surveilans -- Penanganan penderita -- Pengendalian faktor risiko -- Promosi/KIE -- SDM -- Rasio Pembiayaan -- Kebijakan dan Dukungan Pemkab/Pemkot.

Vektor -- Spesies -- Infectivity rate -- Jenis Tempat Perindukan

Reservoir – Spesies – Microfilaremia rate - Jarak Habitat dari Pemukiman Penduduk

Keberhasilan Eliminasi Filariasis

Perilaku Masyarakat -- Pengetahuan -- Sikap -- Kebiasaan

Lingkungan Fisik -- Tipe Wilayah -- Kondisi Pemukiman

Metoda TAS -- Penentuan Subyek -- Teknik Diagnosis -- Penentuan Batas Cut-Off

Page 45: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

dapat dikelompokkan sebagai faktor lingkungan (vektor, reservoar,

lingkungan fisik), perilaku (perilaku masyarakat), pelayanan

(pemberian obat pencegah dan manajemen pengendalian), sedangkan

faktor genetik kontribusinya kecil dan dapat diabaikan.

5. Waktu, Tempat/Lokasi, Pelaksana & Penanggung Jawab, dan

Sumber Biaya.

Waktu: Studi dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan dimulai dari bulan

Februari sampai dengan November 2017.

Tempat/Lokasi studi adalah Desa Lantawonua dan Desa Margajaya,

Kabupaten Bombana yang merupakan wilayah endemis Brugia malayi.

Pemilihan lokasi kabupaten berdasarkan hasil TAS yang dilaksanakan

Subdit P2 Filariasis tahun 2016. Hasil TAS kabupaten Bombana

dilaporkan seluruh anak yang diperiksa hasilnya negatif. Adanya hasil

negatif tersebut, maka kriteria inklusi lokasi studi ditentukan berdasarkan

kriteria endemisitas dari hasil pemetaan dan survei darah jari (SDJ) yang

pernah dilakukan untuk menetapkan daerah sentinel dan/atau spot.

Kabupaten Bombana merupakan kabupaten pemekeran dari Kabupaten

Buton. Desa Lantawonua dipilih karena pada lokasi tersebut ditemukan

dua penderita kasus kronis kaki gajah, satu orang sudah meninggal dunia

dan satu orang masih hidup. Desa Margajaya dipilih karena merupakan

desa yang pada survey TAS ke 2 pada tahun 2014 ditemukan kasus positif.

Pelaksana dan Penanggung Jawab adalah Loka Litbang P2B2

Waikabubak yang merupakan satuan kerja yang berada di bawah Badan

Litbangkes.

Sumber Biaya studi berasal dari dana APBN pada DIPA Loka Litbang

P2B2 Waikabubak. Selain bersumber dari DIPA satuan kerja Loka

Litbang P2B2 Waikabubak, salah satu kegiatan yaitu pelaksanaan TAS di

Kabupaten Bombana bersumber dari DIPA Ditjen P2P, Kemenkes RI

tahun 2016. Untuk kegiatan TAS ini pelaksana adalah Subdit P2 Filariasis

dan Kecacingan, Direktorat Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan

Zoonosis, Ditjen P2P.

Page 46: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

6. Jenis Studi

Jenis studi adalah potong lintang (cross sectional).

7. Transmission Assesment Survey (TAS).

Transmission Assessment Survey (TAS) atau Survei Kajian Penularan

adalah salah satu langkah penentuan evaluasi keberhasilan POPM untuk

menuju eliminasi filariasis. Merupakan survei potong lintang

mengumpulkan data pada waktu yang ditetapkan. Disain survei tergantung

pada jenis parasit dan vektor, rasio angka partisipasi masuk sekolah,

besaran populasi anak usia 6-7 tahun atau kelas 1 dan 2, dan jumlah

sekolah atau daerah pencacahan. Tujuan dari TAS ini adalah untuk

mengukur apakah di daerah tersebut pasca POPM dapat mempertahankan

prevalensi infeksi di tingkatan yang aman, dalam pengertian tidak terjadi

lagi penularan baru meskipun POPM telah dihentikan.

Populasi: anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) kelas 1 dan 2

di Kabupaten Bombana.

Sampel: Pemilihan sampel dilakukan secara klaster dengan menggunakan

survey sample builder (SSB)8,15. SSB adalah suatu perangkat yang

dirancang untuk membantu pelaksanaan TAS. Program SSB digunakan

untuk mengotomatisasi perhitungan guna menentukan strategi survei yang

tepat. Dibuat dengan disain survei yang fleksibel agar sesuai dengan

situasi lokal yang tergantung dengan tingkat sekolah dasar, ukuran

populasi, jumlah sekolah atau daerah pencacahan, dan siswa yang dipilih.

Dalam SSB tersebut sudah diperhitungkan tingkat absensi 15%. Dari

seluruh SD/MI di kabupaten/kota dipilih secara random (acak) sebanyak

30 SD/MI sesuai dengan standar yang telah ditentukan WHO. Dalam

daftar random pada SSB mencantumkan juga 5 SD/MI cadangan yang

bisa diikutsertakan dalam survey berdasarkan urutan yang dipilih. Total

sampel antara 1.524-1.552 anak. Dari setiap SD/MI tersebut diambil

sampel anak-anak kelas 1 dan 2 untuk diambil darah jari guna mengetahui

antibodi/antigen dengan rapid diagnostic test. Untuk subyek yang positif

antibodi (lemah), pengambilan dilakukan satu kali lagi.

Page 47: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Kriteria Sampel

Inklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2.

Eksklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang sakit.

Lokasi: Lokasi pada SD/MI yang terpilih sebagai sampel (30 SD/MI) di

setiap kabupaten.

8. Survei Darah Jari (SDJ)

SDJ yaitu pengambilan darah jari untuk mengetahui ada tidaknya

mikrofilaria di dalam darah. Spesimen darah dilihat dengan mikroskop.

Waktu pengambilan malam hari untuk daerah endemis Brugia malayi dan

Wuchereria bancrofti.

Populasi: masyarakat di Desa Lantawonua dan Desa Margajaya

Sampel: Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi satu proporsi

dengan pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling)

dari Stanley Lemeshow et.al (1997):

n=[Z2 1-2. P(1-P)]/d2

Ket. n = jumlah sampel. Z2 1-2 = 1,960 (tingkat kepercayaan 95%). P=0,28.

d = 0,05.

Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel setiap desa adalah:

n = 1,96x1,96x0,28(1-0,28)/0,05 x 0,05 = 309,78 orang, dibulatkan

menjadi 310 orang (minimal).

Jumlah 310 orang terdapat pada l.k. 70--100 rumah tangga (1 rumah

tangga 4,5 orang) per lokasi. Total sampel untuk setiap kabupaten adalah

620 orang di 2 desa pada kecamatan yang berbeda. Subyek yang diambil

Catatan: Kegiatan TAS ini dilaksanakan oleh tim dari Subdit P2 Filariasis dan Kecacingan, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Tular Vektor dan Zoonosis, Ditjen P2P pada tahun 2016.

Page 48: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

darah adalah penduduk yang berusia 5 tahun ke atas, termasuk anak

SD/MI yang positif antibodi/antigen dan 10% yang negatif

antibodi/antigen.

Kriteria Sampel:

Inklusi: penduduk usia 5 tahun ke atas, terutama anak-anak kelas 1 dan 2

SD/MI yang positif hasil test antibodi/antigen. Saat pelaksanaan penelitian

anak-anak tersebut sudah menduduki bangku kelas 2 dan 3.

Eksklusi: penduduk yang sakit kronis (TBC, kusta), dan gangguan jiwa.

Lokasi: adalah Desa Lantawonua dan Desa Margajaya

9. Stool Survey (StS)

StS yaitu pemeriksaan tinja pada anak-anak SD/MI. Tujuannya adalah

untuk mengetahui apakah kemungkinan adanya reaksi silang brugia rapid

diagnostic test yang positif dengan kejadian infeksi kecacingan perut.

Pemeriksaan tinja dilakukan dengan pemeriksaan langsung. Kegiatan StS

ini dilakukan pada daerah yang endemis B. malayi.

Populasi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 di Kabupaten Bombana

Sampel: Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi satu proporsi

dengan pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling)

dari Stanley Lemeshow et.al (1997):

n=[Z2 1-2. P(1-P)]/d2

Ket. n = jumlah sampel. Z2 1-2 = 1,645 (tingkat kepercayaan 90%). d =

0,05.

Prevalensi kecacingan adalah 18% sehingga P = 0,18.

Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel setiap kabupaten adalah

antara 146 – 178 anak; dengan N = 1.464 – 1.783 anak.

Subyek yang diambil faeces adalah anak SD/MI yang positif dan negatif

antibodi/antigen.

Kriteria Sampel:

Page 49: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Inklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif dan negatif test

antibodi/antigen.

Eksklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang sakit (diare).

Teknik pengambilan sampel:

Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak 150 anak SD kelas 1 dan 2

dengan cara sebagai berikut:

1) Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD yang positif (hanya pada satu

SD), maka SD dimana ada anak yang positif tadi diambil sebanyak

150 anak SD kelas 1 dan 2. Jika sampel masih kurang maka diambil

pada SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut

ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, jika masih kurang juga maka

diambil dari SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD

tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016.

2) Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD yang positif (pada 2 SD),

maka pada kedua SD tersebut diambil sebanyak 150 anak SD kelas 1

dan 2. Jika sampel masih kurang maka diambil pada SD yang

berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi

sampel TAS tahun 2016, jika masih kurang juga maka diambil dari

SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut

menjadi sampel TAS tahun 2016.

3) Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD semua negative, maka

sampel anak SD diambil pada SD yang menjadi sampel TAS tahun

2016 dan paling berdekatan dengan lokasi penelitian. Jika sampel

masih kurang maka diambil pada SD yang berdekatan dengan SD

sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016,

jika masih kurang juga maka diambil dari SD yang berdekatan

dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS

tahun 2016.

Lokasi: Untuk Kabupaten Bombana ditetapkan SDN 47 Lameroro dengan

jumlah sasaran (target) sebanyak 90 anak; SDN 148 Lampopala dengan

jumlah sasaran (target) sebanyak 22 anak dan SDN 52 Hukaea dengan

Page 50: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

jumlah sasaran (target) sebanyak 50 anak; sebagai lokasi pengumpulan

sampel stool. Pemilihan SD berdasarkan hasil Pre-TAS dan TAS 2016.16

10. Deteksi DNA Brugia malayi

Deteksi DNA Brugia malayi adalah pemeriksaan ada tidaknya jejak

keberadaan fragmen mikrofilaria Brugia malayi di dalam darah.

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan teknik polymerase chain

reaction (PCR). Kegiatan deteksi DNA B. malayi ini dilakukan pada

daerah yang endemis B. malayi.

Populasi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 di Kabupaten Bombana

Sampel: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif/negatif hasil tes antibodi.

Jumlah sampel 15-20 per kabupaten. Subyek diambil darah jari sebanyak

150—200 µl, dimasukkan ke tabung microtainer dan sebagian diteteskan

ke kertas Whattman filter. Darah yang ada di tabung microtainer dan

kertas Whattman filter akan diperiksa dengan metode polymerase chain

reaction (PCR).

Kriteria Sampel:

Inklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif/negatif hasil tes antibodi.

Eksklusi: anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang tidak datang/hadir di sekolah

karena sakit atau ijin ada keperluan lainnya.

Teknik pengambilan sampel:

Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak 20 anak SD kelas 2 dan 3

dengan cara sebagai berikut:

1) Semua sampel anak SD yang positif hasil TAS 2016 diambil sebagai

sampel, jika jumlah sampel positif tidak sampai 20 maka untuk

memenuhi minimal sampel 20 ditambah dengan sampel anak SD

yang negatif pada TAS 2016. Sampel negatif ini bisa diambil pada

salah satu SD yang ada anak yang positif sampai terpenuhi minimal

sampel. Cara pengambilannya denga purposive sampling.

2) Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD semua negatif maka sampel

anak SD sebanyak 20 buah diambil mengikuti lokasi pengambilan

sampel stools.

Page 51: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Lokasi: SDN 47 Lameroro, SDN 148 Lampopala, SDN 52 Hukaea.

11. KAP Survey Filariasis

KAP survey filariasis yaitu survei untuk mengetahui aspek pengetahuan,

sikap dan perilaku masyarakat terkait dengan program eliminasi filariasis

(penyebab penyakit, pengobatan, dan pencegahan).

Populasi: masyarakat di Desa Lantawonua dan Desa Margajaya

Sampel: Jumlah sampel sebanyak 310 orang yang berusia 5 tahun ke atas

pada 70—100 rumah tangga. Total sampel 620 orang per kabupaten.

Subyek diwawancarai dengan kuesioner terstruktur yang telah

dikembangkan oleh WHO.

Kriteria Sampel:

Inklusi: penduduk usia 5 tahun ke atas.

Eksklusi: penduduk yang kesulitan dalam berkomunikasi (tuna wicara dan

tuna rungu), dan lansia dementia.

Teknik pengambilan sampel:

Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak minimal 310 responden.

Untuk Desa Lantawonua responden pertama dipilih dengan kriteria adalah

rumah penderita kronis kaki gajah. Untuk Desa Margajaya responden

pertama dipilih dengan kriteria adalah rumah anak positif SDJ dari hasil

TAS, karena di desa tersebut tidak ditemukan penedirita kasus kronis kaki

gajah; maka rumah pertama yang terpilih dimulai dari rumah

anak/penderita tersebut. Sampel rumah tangga berikutnya diambil yang

paling dekat dengan rumah pertama dan seterusnya sampai mendapatkan

310 responden yang akan dilakukan pengambilan darah jari. Untuk

menentukan titik global positioning system (GPS) rumah responden

tinggal dilakukan plotting mulai dari rumah pertama sampai seluruh rumah

tempat tinggal calon responden.

Lokasi: Desa Lantawonua dan Desa Margajaya

12. Wawancara Mendalam (In-depth Interview)

Page 52: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Wawancara mendalam ditujukan kepada informan yang terdiri atas para

pejabat lintas program dan sektor di tingkat provinsi, kabupaten,

kecamatan, dan desa; serta penderita klinis kronis filariasis.

Kriteria Sampel:

a. Para pejabat lintas program dan sektor

Inklusi: Para pejabat lintas program dan sektor di

provinsi/kabupaten/kecamatan/desa yang berada di bawah kordinasi deputi

kesejahteraan rakyat.

Eksklusi: Para pejabat lintas program dan sektor di

provinsi/kabupaten/kecamatan/desa yang berada di bawah kordinasi deputi

kesejahteraan rakyat yang tidak terkait dengan program pengendalian

penyakit menular.

Untuk wawancara mendalam, jumlah informan berkisar 4—10 orang.

Lokasi: Bombana/Kecamatan Rumbia dan Rarowatu Utara/Desa

Lantawonua, Anekamarga, dan Marga Jaya.

b. Penderita klinis filariasis:

Inklusi: penderita klinis filariasis dengan ekstremitas (kaki/tangan) yang

membesar dalam stadium I—IV.

Eksklusi: penderita klinis filariasis yang tidak menunjukkan pembesaran

ekstremitas.

Untuk wawancara mendalam, jumlah informan adalah satu

orang/penderita.

Lokasi: Desa Lantawonua

13. Survei Vektor (Nyamuk).

Survei vektor (nyamuk) dilakukan untuk melihat spesies nyamuk

yang mengandung larva L1, L2 dan L3. Pelaksanaannya 2 kali, dengan

selang waktu 1 bulan, pada 3 titik/lokasi di Desa Lantawonua dan Desa

Margajaya. selama 2 malam berturut-turut. Dimulai sore hari pukul 17

sampai esok hari pukul 6. Metode yang digunakan adalah modifikasi

human landing collection dalam kelambu.

Page 53: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Selain survei vektor, juga dilakukan survei habitat vektor. Dalam

survei ini dilakukan pengamatan dan pencatatan habitat vektor filariasis

yang meliputi type breeding site, pengamatan flora dan fauna (naungan

dan kepadatan flora), kondisi ekologi (tanaman air, lumut, ganggang), dan

keberadaan hewan air predator, jarak dari rumah penduduk, penggunaan

lahan, dan total larva yang ditemukan per spesies. Untuk mengetahui

lokasi habitat vektor dilakukan plotting sehingga akan diperoleh titik

global positioning system (GPS) habitat vektor tersebut.

Kriteria Sampel:

Inklusi: Titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi ekologi yang

mendukung keberadaan vektor (ada kobakan air yang tergenang,

kelompok tumbuhan yang hidup di air, semak belukar, hutan sekunder atau

tersier).

Eksklusi: Titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi ekologi yang

tidak menunjukkan keberadaan vektor.

Lokasi: Lokasi adalah Desa Lantawonua dan Desa Margajaya.

14. Survei Lingkungan

Survei lingkungan adalah pengumpulan data dan informasi yang terkait

dengan lingkungan biologis vektor dan reservoar pada daerah tempat

pelaksanaan studi.

Sampel: Untuk lingkungan biologis vektor, jumlah sampel sebanyak 70—

100 bangunan rumah di tempat pelaksanaan SDJ.

Kriteria Sampel:

Lingkungan biologis vektor.

Inklusi: Lingkungan bangunan rumah responden yang terpilih dalam

survei KAP.

Eksklusi: Lingkungan bangunan umum (sekolah, kantor, gedung

pertemuan, pos keamanan, rumah kosong, masjid/mushalla/gereja/pura).

Lokasi: Lingkungan rumah penduduk tempat pelaksanaan SDJ pada 2

desa/kelurahan di setiap kabupaten.

Page 54: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Untuk mengetahui kondisi lingkungan biologis vektor dilakukan plotting

sehingga akan diperoleh titik global positioning system (GPS) lingkungan

di sekitar bangunan rumah responden.

15. Bahan dan Cara Pengumpulan Data

Transmission Assesment Survey (TAS).

a. Tim TAS terdiri atas (1) pengawas utama yaitu petugas yang sudah

menerima pelatihan TAS dan atau memiliki pengalaman mengikuti

survei TAS sebagai supervisor; (2) kordinator lapangan yang

bertugas melakukan kordinasi dengan pihak sekolah dan melakukan

penyuluhan kesehatan; (3) pendaftar yaitu petugas yang mencatat dan

mendaftar anak-anak yang dipilih sebagai sampel untuk diambil

darahnya; (4) pengambil darah yaitu petugas yang akan mengambil

sampel darah; (5) pembaca hasil tes yaitu petugas yang khusus

memonitor dan membaca hasil tes cepat antibodi/antigen termasuk

memonitor waktu (pengelola timer).

b. Di lokasi kegiatan (sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah), pengawas

utama akan memberi penjelasan singkat kepada kepala sekolah dan

guru-guru tentang maksud dan tujuan pemeriksaan TAS. Selanjutnya

didiskusikan tempat terbaik untuk pengambilan darah, sebaiknya di

ruangan terpisah untuk mencegah murid merasa takut melihat proses

pengambilan darah.

c. Kordinator lapangan memberi penjelasan singkat kepada murid

(subyek penelitian) tentang maksud dan tujuan pemeriksaan.

Penjelasan tersebut mengenai risiko terhadap subyek penelitian,

meskipun kegiatan ini merupakan bagian dari suatu kegiatan rutin

program filariasis. Risiko yang dihadapi adalah risiko minimal yang

dapat menyebabkan kecemasan dan ketidaknyamanan. Jarang sekali

terjadi infeksi atau perdarahan kecuali pada beberapa individu

tertentu. Dari hal ini subyek akan memperoleh manfaat karena bagi

subyek yang hasil pengujiannya positif akan diberi pemeriksaan dan

tindakan pengobatan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Page 55: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

d. Tim TAS menyiapkan meja yang berpermukaan rata untuk mengatur

alat yang dibutuhkan dan membaca hasil-hasil tes. Anggota tim yang

telah ditentukan sebagai pengambil darah dan pembaca tes siap di

posisi masing-masing.

e. Pendaftar mengisi data demografis (nama, jenis kelamin, umur,

alamat) untuk setiap murid yang terpilih sebagai subyek penelitian di

formulir yang telah disediakan. Pendaftar memasukkan setiap data

dari murid yang menolak atau tidak mendapat ijin dan menuliskan

jumlah murid yang absen dalam formulir serta mengisikan nama

subyek dan nomor kode spesimen pada formulir.

f. Pengambil darah menuliskan nama dan nomor kode spesimen pada

perangkat kit diagnostik yang digunakan. Lakukan pengambilan darah

jari pada subyek sebanyak 35 μl.

g. Hasil yang diperoleh berupa jumlah anak/murid SD/MI yang positif

dan negatif diinformasikan ke Tim Pelaksana Riset Filariasis. Data

dan informasi anak/murid SD/MI positif antibodi/antigen yang

disampaikan adalah: nama SD/MI, nama anak, umur, alamat

(dusun/RT, desa/kelurahan, kecamatan), dan nama orang tua/wali.

Survei Darah Jari (SDJ) dan Survei KAP-Lingkungan (SKAP-L).

a. Tim SDJ dan SKAP-L terdiri atas (1) pemeriksa gejala klinis yaitu

peneliti yang akan melakukan anamnesa kepada subyek penelitian

terkait dengan gejala klinis yang dirasakan saat ini atau yang pernah

dirasakan subyek setahun terakhir, pemeriksa gejala klinis juga

merangkap sebagai ketua tim; (2) pewawancara yaitu peneliti yang

bertugas melakukan wawancara dari rumah ke rumah kepada subyek

penelitian dengan menggunakan kuesioner terstruktur; (3) pencatat

lokasi GPS yaitu peneliti yang bertugas melakukan plotting rumah

calon responden; (4) pendaftar yaitu pembantu peneliti yang

mencatat dan mendaftar subyek penelitian yang dipilih sebagai sampel

untuk diambil darahnya; (5) pengambil darah yaitu peneliti yang

mengambil sampel darah; (6) pemroses spesimen yaitu peneliti yang

Page 56: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

memproses spesimen sejak spesimen diteteskan pada slaid sampai

diperiksa; (7) pemberi bahan kontak yaitu pembantu peneliti yang

membagikan bahan kontak kepada subyek penelitian yang telah

selesai diambil darah jari dan wawancara.

b. Tim melakukan plotting pada bangunan rumah calon responden,

lingkungan rumah calon responden, dan habitat vektor.

c. Tim KAP melakukan wawancara ke masing-masing rumah responden

yang dilakukan pada siang hari. Pemilihan rumah responden

dilakukan dengan dimulai dari rumah penderita (positif antibodi atau

positif mikrofilaria atau kronis elefantiasis) sebagai titik pusat.

Selanjutnya dipilih rumah yang berdekatan di sekeliling rumah

penderita secara melingkar atau secara zig-zag disesuaikan dengan

posisi letak antar rumah.

d. Tim mengisi formulir identitas rumah tangga yang berisikan nama-

nama anggota rumah tangga dan informed concent. Untuk pengisian

formulir ini, dapat ditanyakan kepada kepala rumah tangga atau salah

seorang anggota rumah tangga yang berusia dewasa. Informed concent

ini diberikan kepada responden/subyek penelitian untuk dibawa ke

tempat pengambilan darah jari sebagai bukti bahwa rumah tangga

tersebut telah dilakukan wawancara.

e. Wawancara dilakukan pada responden yang berusia di atas 5 tahun ke

atas. Proses wawancara berlangsung antara 15—20 menit.

f. Sebelum melakukan wawancara, pewawancara akan menyodorkan

formulir persetujuan setelah penjelasan (PSP) kepada

responden/subyek penelitian untuk dibaca dan ditandatangani

responden jika responden setuju. Jika responden tidak dapat atau

kesulitan membaca, pewawancara akan membacakan PSP.

g. Setelah selesai wawancara ke seluruh subyek penelitian (responden),

tim melakukan persiapan tempat/posko untuk pengambilan darah jari.

h. Di tempat pengambilan darah/posko; tim menyiapkan tempat yang

cukup lapang. Di tempat pengambilan darah hendaknya disediakan

kursi secukupnya untuk subyek duduk menunggu giliran serta

Page 57: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

minimal 4 buah meja untuk menaruh berbagai peralatan pengambil

darah dan bahan-bahan. Disiapkan satu tempat/ruangan khusus untuk

pemeriksaan klinis.

i. Subyek penelitian (responden) yang telah datang di tempat

pengambilan darah, mendaftar ke meja petugas pendaftar dengan

menyerahkan informed concent. Petugas pendaftar akan mendaftar

subyek penelitian pada formulir yang disediakan.

j. Subyek penelitian (responden) beralih ke tempat pemeriksaan klinis.

Oleh ketua tim, sebagai pemeriksa gejala klinis, diberikan penjelasan

singkat kepada subyek penelitian tentang maksud dan tujuan

pemeriksaan. Penjelasan tersebut mengenai risiko terhadap subyek

penelitian. Risiko yang dihadapi adalah risiko minimal yang dapat

menyebabkan ketidaknyamanan (rasa sakit pada ujung jari) namun

jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan kecuali pada beberapa

individu tertentu. Dari hal ini subyek akan memperoleh manfaat

karena bagi subyek yang hasil pengujiannya positif akan dilakukan

pemeriksaan dan tindakan pengobatan lanjutan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Pemeriksa gejala klinis akan melakukan

anamnesa kepada subyek penelitian. Gejala klinis yang ditemukan

dan yang pernah dirasakan subyek penelitian dalam setahun terakhir

dicatat dalam formulir yang telah disiapkan.

k. Selanjutnya subyek penelitian akan diambil darah jari sebanyak 60 μl

untuk sediaan apus tebal oleh petugas pengambil darah. Pengambilan

darah jari dimulai pada pukul 21.00. Sediaan darah yang ada pada

kaca slaid akan diproses oleh pemroses spesimen sampai sedian darah

diperiksa dan disimpan pada kotak slaid.

l. Setelah selesai diambil darah jari, subyek penelitian beralih ke meja

petugas pemberi bahan kontak. Petugas pemberi bahan kontak akan

memberikan bahan kontak kepada subyek. Subyek menandatangani

tanda terima bahan kontak.

m. Proses pengambilan darah jari selesai, subyek kembali ke tempat

tinggal.

Page 58: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

n. Proses pewarnaan sediaan darah dan pemeriksaan dilakukan oleh tim.

Bagi subyek penelitian yang hasil pemeriksaan darah jarinya positif,

dirujuk ke Puskesmas untuk diberikan pengobatan dengan DEC dan

albendazol sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

o. Hasil pemeriksaan slaid yang positif dan 10% dari slaid yang negatif

dikirim ke Tim Teknis (Laboratorium Parasitologi, Puslitbang

Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan) untuk dilakukan

pemeriksaan silang (cross check).

p. Data hasil pemeriksaan klinis, pemeriksaan sediaan darah, dan

wawancara dientri oleh tim.

Stool Survey (StS)

a. Tim StS terdiri atas (1) ketua tim yaitu peneliti yang memimpin

pelaksanaan kegiatan; (2) pengumpul dan pemeriksa spesimen

yaitu peneliti yang akan mengampulkan dan memeriksa spesimen

tinja; (3) pendaftar yaitu pembantu peneliti yang mencatat, mendaftar

dan memberikan bahan kontak kepada subyek penelitian (anak-anak)

yang dipilih sebagai sampel untuk menyerahkan tinjanya; (4)

penghubung adalah pembantu peneliti yang melakukan kordinasi

dengan pihak sekolah dan melakukan penyuluhan kesehatan kepada

subyek penelitian.

b. Sehari sebelum pengumpulan spesimen, ketua tim memberikan

penjelasan singkat kepada kepala sekolah dan guru-guru tentang

maksud dan tujuan survei. Selanjutnya pendaftar melakukan

pendaftaran dan pencatatan nama murid SD/MI yang terpilih sebagai

sampel yang akan menyerahkan spesimen tinja. Proses selanjutnya

adalah membagikan pot tinja tempat spesimen tinja disertai

keterangan cara pengambilan, pengemasan, dan waktu penyerahan.

Saat pembagian pot, kepada murid SD/MI dijelaskan maksud dan

tujuan pemeriksaan spesimen tinja dan manfaat yang diterima dari

Page 59: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

kegiatan yang dilakukan. Informed concent diberikan ke murid untuk

ditandatangani oleh orang tua murid/wali murid.

c. Hari kedua; murid SD/MI yang terpilih sebagai sampel menyerahkan

pot yang telah terisi spesimen tinja kepada tim.

d. Setelah pemeriksaan klinis subyek penelitian menerima bahan kontak

dari pendaftar. Subyek menandatangani tanda terima bahan kontak.

e. Pemeriksaan spesimen tinja dilakukan langsung di lapangan. Bagi

subyek penelitian yang hasil pemeriksaan tinja positif, dirujuk ke

Puskesmas untuk diberikan pengobatan dengan albendazol sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

f. Hasil pemeriksaan spesimen tinja yang positif dikirim ke Tim Teknis

(Laboratorium Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar

Kesehatan) untuk dilakukan pemeriksaan silang (cross check).

Deteksi DNA Brugia malayi

a. Tim Deteksi DNA Brugia malayi (DDB) terdiri atas (1) pengambil

darah yaitu peneliti yang akan mengambil sampel darah jari murid

SD/MI yang positif/negatif antibodi brugia; (2) pendaftar yaitu

peneliti yang mencatat, mendaftar dan memberikan bahan kontak

kepada subyek studi (anak-anak) yang dipilih sebagai sampel.

b. Tim DDB akan mendatangi SD/MI tempat anak-anak yang

positif/negatif antibodi.

c. Sebelum pengumpulan spesimen, tim memberikan penjelasan singkat

kepada kepala sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan

pengambilan darah pada siang hari. Selanjutnya petugas pendaftar

melakukan pendaftaran dan pencatatan nama murid SD/MI yang

terpilih sebagai sampel.

d. Subyek studi diambil darah jari sebanyak 200 µl dimasukkan ke

tabung microtainer dan sebagian diteteskan ke kertas Whattman filter.

Darah yang ada di tabung vacutainer dan kertas Whattman akan

diperiksa dengan metode polymerase chain reaction (PCR).

Page 60: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

e. Spesimen darah tersebut dikirim ke Laboratorium Nasional Badan

Litbangkes di Jakarta.

Wawancara Mendalam (Depth Interview)

a. Tim Wawancara Mendalam terdiri atas (1) pewawancara, dan (2)

pencatat (notulis).

b. Tim Wawancara akan mendatangi informan di tempat masing-masing.

c. Sebelum pelaksanaan wawancara mendalam, pewawancara

memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan wawancara

mendalam. Informan diminta untuk membaca dan menandatangani

PSP.

Survei Vektor (Nyamuk).

a. Tim Survei Vektor (Nyamuk) berjumlah 4 (empat) orang dan dibantu

tenaga lokal sebanyak 9 (sembilan) orang. Salah seorang dari empat

peneliti tersebut menjadi ketua tim/ kordinator.

b. Sehari sebelum pelaksanaan survei, ketua tim/kordinator

mendatangi lokasi penangkapan vektor untuk menentukan lokasi

penangkapan vektor serta melakukan kordinasi dengan aparat

desa/kelurahan setempat.

c. Kelambu dipasang pada 6 titik/tempat di 3 rumah. Setiap rumah

dipasang 2 kelambu yaitu di dalam dan luar rumah.

d. Kelambu yang dipasang terdiri atas 2 kelambu yaitu kelambu luar

yang tempat masuknya terbuka dan kelambu dalam yang lebih kecil

dari kelambu luar. Umpan manusia berada di kelambu dalam.

e. Setiap 10 menit seorang peneliti dibantu tenaga lokal menangkap

nyamuk yang hinggap, baik yang di kelambu luar atau pun dalam.

f. Nyamuk yang terkumpul dibawa ke posko/tempat pemeriksaan untuk

dilakukan identifikasi. Hasil identifikasi nyamuk dicatat dalam form

yang telah disiapkan.

g. Penangkapan nyamuk dilakukan mulai pukul 18.00 sore sampai pukul

06.00 pagi berikutnya (12 jam).

Page 61: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

h. Dua sampai empat spesies yang tertangkap dan diperkirakan sebagai

vektor potensial dikirim ke Laboratorium Entomologi Puslitbang

Upaya Kesehatan Masyarakat untuk diperiksa dengan teknik PCR

guna menentukan besarnya infectivity rate vector. Pemeriksaan

dilakukan secara pooling berdasarkan spesies dan lokasi. Untuk

efisiensi pemeriksaan PCR maka hanya nyamuk betina parous yang

akan diperiksa keberadaan larva cacing filaria.

Page 62: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

16. Alur Kegiatan

Berikut di bawah ini alur kegiatan penelitian.

TRANSMISSION ASESSMENT SURVEY (dilakukan pada tahun 2016)

Populasi Sampel Murid SD/MI kelas 1 & 2 per kab/kota

Klaster/Sekolah 30--40 SD/MI di setiap kab/kota

yang lulus/gagal TAS.

Rapid Diagnostic Test (RDT) Brugia Rapid Test/ICT

Hasil RDT semua neg

Pilih lokasi: daerah sentinel dan/atau daerah spot.

Hasil RDT ada yg pos

DUA desa/kelurahan yang terpilih

Pilih lokasi: RDT positif terbanyak dan/atau keberadaan reservoar (kucing, anjing, lutung/ monyet) bagi daerah endemis B. malayi.

Daerah B. malayi: Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi

Kabupaten/Kota Masa Surveilans (Pasca Lulus TAS-1/TAS-2)

Kabupaten/Kota Pasca POPM (5 -- 7 thn)

Page 63: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

DUA desa/kelurahan yang terpilih

Survei Darah Jari Bm = 20.00—02.00 Wb = 21.00—24.00 Jumlah sampel = 620 org, usia 5 thn >

Positif

Negatif

Pengobatan

KAP Survei: Jumlah responden = 620 org, usia 5 thn >

Survei Vektor: Mansonia, Culex, Aedes, Anopheles.

Data kuantitatif diolah dan dianalisis

Data kuantitatif diolah dan dianalisis

Pemeriksaan PCR

Positif

Negatif

Data kuantitatif dan kualita-tif diolah dan dianalisis

Survei Reservoar (pada daerah endemis B. malayi): Pengambilan sampel darah kucing, anjing, dan primata (lutung, monyet) sebanyak 100 ekor.

Positif

Negatif

Data kuantitatif diolah dan dianalisis

Survei Lingkungan: Lingkungan di seputar desa/kelurahan.

Data kuantitatif diolah dan dianalisis

Wawancara Mendalam (Indepth Interview): Responden adalah (1) pejabat lintas program/sektor tingkat provinsi/kabupaten/kecamatan/desa, (2) penderita elephantiasis (jumlah responden 2—5 orang/kabupaten).

Data kualitatif diolah dan dianalisis

Identifikasi Status Antibodi IgG B. malayi: Jumlah responden 124 orang yang juga sebagai responden survei darah jari. Darah diambil sebanyak l.k 3 cc dari vena responden.

Data kuantitatif diolah dan dianalisis

Page 64: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Keterangan: = dilaksanakan oleh Subdit Filariasis dan Kecacingan,

Dit. P2TVZ.

Penjelasan diagram

1. Secara garis besar ada 5 faktor utama dalam pelaksanaan eliminasi

filariasis, yaitu sumber daya manusia yang kapasitas dan kapabilitas

terkait filariasis cukup baik kompetensinya; sistem logistik yang

memadai; pelaksanaan promosi kesehatan yang tepat sasaran,

melibatkan lintas sektor dan upaya kesehatan sekolah yang kontinu dan

terencana; adanya kebijakan dan peraturan yang mendukung kegiatan

eliminasi; dan tersedianya anggaran operasional yang memadai.

Data kuantitatif diolah dan dianalisis

Daerah B. malayi: Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi

Dari 30--40 SD/MI yang dilakukan TAS, pilih: SD/MI yg murid kelas 1 dan 2-nya (saat puldat sudah duduk di kelas 2 dan 3), ada dan banyak yg positif. Minimal 4 SD/MI. Jika kab/kota tsb tidak ada hasil TAS positif, pilih: SD/MI pada daerah sentinel dan/atau daerah spot atau SD/MI yang berdekatan dengan daerah sentinel dan/atau daerah spot; yang terkena sampel TAS. Minimal 4 SD/MI.

Stool Survey: Sampel 150—170 anak SD/MI kelas 1 dan 2 (10% dari total anak yang menjadi sampel TAS) untuk setiap kabupaten, diutamakan anak-anak yang positif TAS dan sisanya anak-anak yang negatif TAS.

Positif

Negatif

Deteksi DNA B. malayi Jumlah sampel = 15—20.

Data kuantitatif diolah dan dianalisis

Pengobatan

Catatan: tahun 2017 saat penelitian dilaksanakan, anak-anak kelas 1 dan 2 SD/MI tersebut telah duduk di kelas 2 dan 3.

Page 65: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

2. Kegiatan eliminasi filariasis ditujukan ke segenap masyarakat yang

berdomisili di kabupaten/kota.

3. Dalam studi ini sasaran penelitian (subyek studi) adalah anak SD/MI,

tokoh masyarakat, anggota masyarakat termasuk orang tua anak SD/MI,

lingkungan, vektor dan reservoar penyakit.

4. Pada diagram di atas, tampak tergambar urutan tahapan pelaksanaan

studi yang dimulai dari TAS, pemeriksaan hasil SDJ secara

mikroskopis, stool survey, wawancara ke stake holder dan masyarakat,

survei lingkungan, penangkapan vektor, dan pemeriksaan reservoar.

17. Definisi Operasional

1) Kabupaten/Kota Gagal TAS adalah kabupaten/kota yang dalam

pelaksanaan TAS tidak lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3

dikarenakan dari jumlah sampel anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang

positif antibodi/antigen di atas nilai cut off yang ditetapkan.

2) Kabupaten/Kota Lulus TAS adalah kabupaten/kota yang dalam

pelaksanaan TAS lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3

dikarenakan dari jumlah sampel anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang

positif antibodi/antigen di bawah nilai cut off yang ditetapkan.

3) Sentinel area adalah wilayah (desa/kelurahan) yang terpilih pada

saat survei pemetaan sebelum pelaksanaan POPM.

4) Spot area adalah wilayah (desa/kelurahan) yang dicurigai masih

terjadinya penularan filariasis (cakupan POPM rendah, faktor

epidemiologi mendukung).

18. Manajemen dan Analisis Data

1) Manajemen Data

Data dan informasi yang diperoleh diedit, coding dan dientri

langsung di lapangan dengan program yang telah disiapkan. Entri

data dilakukan oleh tim pengumpul data. Selanjutnya data dikirim

via internet atau secara langsung dengan menyimpan dalam flash

disk.

2) Analisis Data

Page 66: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Data kuantitatif yang sudah bersih akan dilakukan analisis secara

deskriptif dan bivariat. Data kualitatif dari hasil wawancara

mendalam akan dilakukan pengkajian untuk diperoleh kesimpulan

di setiap variabel yang dikaji.

Bab III

Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kabupaten Bombana merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah

Provinsi Sulawesi Tenggara yang terbentuk berdasarkan undang-undang

nomor 29 tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Bombana,Kabupaten

Wakatobi, dan Kabupaten Kolaka Utara di Propinsi Sulawesi Tenggara.

Kabupaten Bombana terletak di bagian selatan garis khatulistiwa memanjang

dari utara ke selatan diantara 4.30o – 6.25o LS dan dari Barat ke Timur antara

120,82o – 122,20o Bujur Timur. Batas wilayahnya adalah Sebelah utara

berbatasan dengan Kabupaten Kolaka dan Konawe Selatan; Sebelah Selatan

berbatasan dengan Laut Flores; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten

Muna dan Buton; Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Bone. Luas

wilayah daratan Kabupaten Bombana sekitar 3.316,16 km2, dan luas

perairan laut sekitar 11.837,31 km2. Secara administratif pemerintahan

Kabupaten Bombana tahun 2016 terbagi atas 22 kecamatan dan 143

desa/kelurahan. Puskesmas di Kabupaten Bombana berjumlah 22

Puskesmas. Jumlah rumah Sakit di Kabupaten Bombana sampai tahun 2016

adalah 1 rumah sakit daerah tipe D dengan nama RSUD Bombana dan 2

Rumah Sakit Pratama.17

Geografis Kabupaten Bombana terdiri atas daerah pegunungan,

daerah pesisir dan kepulauan serta daerah daratan dataran rendah dengan

ketinggian 1.000 mdpl, dan sebagian kecil di bagian utara dengan

Page 67: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

ketinggian 500 mdpl. Wilayah Pulau Kabaena merupakan bagian dari

Kabupaten Bombana yang terpisah dari daratan utama Pulau Sulawesi.

Kabupaten Bombana beriklim tropis kering yang terbagi atas dua musim,

yakni musim hujan dan musim kemarau (RPJMD Kab. Bombana).

2. Gambaran Umum Pengendalian Filariasis di Daerah Penelitian

Pengendalian filariasis di Kabupaten Bombana dimulai dari sejak

kabupaten ini masih bergabung dengan Kabupaten Buton. POPM di

Kabupaten Bombana dimulai pada tahun 2005 dan berakhir pada tahun

2010. Cakupan POPM setiap tahunnya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Cakupan POPM di Kabupaten Bombana

No Tahun

Cakupan

POPM

1 2005 71%

2 2006 72%

3 2007 72%

4 2008 60%

5 2009 58%

6 2010 41%

Sumber: Subdit Filariasis, P2PL, Kemenkes RI.

Dari tabel cakupan POPM dapat terlihat bahwa POPM di

Kabupaten Bombana dimulai pada tahun 2005 dengan cakupan 71%,

cakupan POPM menurun pada tahun 2008 sebesar 60%, dan semakin

menurun pada tahun 2010 yang hanya sebesar 41% dari seluruh penduduk.

Jika mengacu pada Permenkes RI No. 94 Tahun 2014 tentang

Penanggulangan Filariasis, angka cakupan POPM itu belum memenuhi

kriteria daerah yang siap dievaluasi TAS dan harus mengulang POPM

hingga minimal cakupan POPM 65% dari jumlah penduduk. Namun,

berdasarkan dari informasi dari Subdit Filariasis, P2PL Kemenkes RI, bahwa

pada tahun tersebut belum berlaku Peraturan menteri kesehatan tersebut dan

Page 68: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

mengingat panduan dari WHO belum diterapkan. Sehingga setelah POPM

tahun 2010 dihentikan dan dilanjutkan dengan evaluasi kegiatan

Transmission Asessment Survey (TAS) untuk mengevaluasi dan mengetahui

apakah masih ada transmisi penularan filaraisis di daerah tersebut. Kegiatan

TAS 1 dilakukan pada tahun 2011, ditemukan 7 anak yang positif dan

dinyatakan lulus. Kegiatan TAS 2 dilakukan pada tahun 2014, ditemukan 12

anak yang positif, dan dinyatakan lulus. Kegiatan TAS 3 dilakukan pada

tahun 2016, tidak ditemukan kasus positif. Dari kegiatan TAS tersebut maka

tahun 2017 Kabupaten Bombana sudah menerima sertifikat bebas filariasis.

3. Gambaran Jumlah & Karakteristik Subyek Penelitian/Sampel

Berikut Tabel 2. disajikan jumlah responden/subyek

penelitian/sampel yang dikumpulkan dalam studi ini.

Tabel 2. Jumlah Responden/Subyek Penelitian/Sampel Berdasarkan Jenis

Data/Informasi Yang Dikumpulkan Kabupaten Bombana Tahun 2017.

No Jenis

Data/Informasi

Jumlah Res/

SP/Sampel

Keterangan

1 TAS * 1538 Subyek Penelitian (SP) adalah anak SD kelas

1 dan 2 (thn 2016)

2 Survei KAP 648 Desa Lantawonua 328 dan Desa Margajaya

320

3 Pemeriksaan Klinis 620 Desa Lantawonua 310 dan Desa Margajaya

310

4 Survei Darah Jari 620 Desa Lantawonua 310 dan Desa Margajaya

310

5 Stool Survey

151 SP sama dengan subyek penelitian pada TAS

(saat puldat anak duduk di kelas 2 dan 3 (thn

2017)

6 Deteksi Gen Bm 21 SP sama dengan SP TAS (saat puldat anak

duduk di kelas 2 dan 3 (thn 2017)

8 Studi Kualitatif 16 Informan adalah Kepala Dinas kesehatan,

Page 69: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Kabid, Kasie, Pemegang Program, Kepala

Puskesmas, Kader, Kepala Desa, Tokoh

Agama, Penderita kronis.

* = Pengumpulan data dilakukan oleh Ditjen P2 pada tahun 2016.

Dari Tabel 2 menunjukkan jumlah responden dari masing-masing

kegiatan tidak sama. Responden KAP, SDJ dan Pemeriksaan Klinis

seyogyanya sama. Namun dalam kenyataan di lapangan jumlah responden

KAP lebih banyak dibandingkan dengan responden SDJ atau pemeriksaan

klinis. Hal ini dikarenakan ada penduduk yang bersedia diwawancara pada

siang harinya namun tidak bersedia diambil darah jari pada malam hari.

Dalam gambaran karakteristik responden/subyek penelitian

kegiatan survey KAP ditampilkan 6 variabel yaitu jenis kelamin, umur,

status kawin, pendidikan, dan pekerjaan. Berikut Tabel 3. di bawah ini

menyajikan karakterisitik responden/subyek penelitian di Kabupaten

Bombana.

Tabel 3. Karakteristik Responden Survei KAP Kabupaten Bombana Tahun

2017

No Variabel

Desa Lantawonua

(N=328)

Desa Margajaya

(N=320) Jumlah

N % n % n %

1 Jenis kelamin

Laki-laki 140 42,7% 159 46,1% 299 46,1%

Perempuan 188 57,3% 161 53,9% 349 53,9%

Jumlah 328 100,0% 320 100,0% 648 100,0%

2 Kelompok Umur

< 15 TAHUN 109 33,2% 57 26,3% 166 25,6%

15-24 TAHUN 48 14,6% 53 20,3% 101 15,6%

25-34 TAHUN 67 20,4% 60 13,8% 127 19,6%

35-44 TAHUN 56 17,1% 50 15,6% 106 16,4%

45-54 TAHUN 25 7,6% 51 13,4% 76 11,7%

55-64 TAHUN 10 3,0% 28 8,4% 38 5,9%

>= 65 TAHUN 13 4,0% 21 2,2% 34 5,2%

Jumlah 328 100,0% 320 100,0% 648 100,0%

3 Status kawin

Belum Kawin 142 43,3% 109 34,1% 251 38,7%

Kawin 165 50,3% 195 60,9% 360 55,6%

Cerai Hidup 8 2,4% 5 1,6% 13 2,0%

Cerai Mati 13 4,0% 11 3,4% 24 3,7%

Page 70: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Jumlah 328 100,0% 320 100,0% 648 100,0%

4 Tingkat pendidikan

Tidak pernah sekolah 11 4,0% 14 4,8% 25 4,4%

Tidak tamat SD 50 18,1% 43 14,8% 93 16,4%

Tamat SD/MI 82 29,6% 88 30,2% 170 29,9%

Tamat SLTP/MTs 58 20,9% 77 26,5% 135 23,8%

Tamat SLTA/MA 63 22,7% 55 18,9% 118 20,8%

Tamat D1/D2/D3 1 0,4% 3 1,0% 4 0,7%

Tamat Perguruan Tinggi 12 4,3% 11 3,8% 23 4,0%

Jumlah 277 100,0% 291 100,0% 568 100,0%

5 Pekerjaan Utama

Tidak bekerja 19 6,9% 19 6,5% 38 6,7%

Sekolah 79 28,5% 46 15,8% 125 22,0%

Ibu Rumah Tangga 82 29,6% 80 27,5% 162 28,5%

PNS/TNI/POLRI 7 2,5% 9 3,1% 16 2,8%

Pegawai Swasta 4 1,4% 2 0,7% 6 1,1%

Wiraswasta/Pedagang 14 5,1% 19 6,5% 33 5,8%

Petani 61 22,0% 103 35,4% 164 28,9%

Buruh Tani 3 1,1% 5 1,7% 8 1,4%

Lainnya 8 2,9% 8 2,7% 16 2,8%

Jumlah 277 100,0% 291 100,0% 568 100,0%

Dari Tabel 3. di atas menunjukkan bahwa responden KAP paling

banyak ditemui pada jenis kelamin perempuan sebesar 53,9% dan sisanya

adalah laki-laki. Sedangkan kelompok umur yang paling banyak pada

umur di bawah 15 tahun. Status kawin lebih banyak dijumpai penduduk

dengan status sudah pernah kawin. Variabel tingkat pendidikan paling

banyak dijumpai pada penduduk di dua desa yang tamat SD/MI sebesar

29,9%. Mayoritas pekerjaan utama dua desa tersebut berbeda. Di Desa

Lantawonua paling banyak dijumpai adalah ibu rumah tangga sebesar

29,6%, paling banyak kedua pekerjaan utama penduduk adalah sekolah,

dan paling banyak ketiga bekerja sebagai petani. Pekerjaan utama di Desa

Margajaya paling tinggi adalah petani sebesar 35,4%, paling banyak kedua

adalah ibu rumah tangga, dan pekerjaan paling banyak ketiga adalah

sekolah.

Page 71: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Gambar 1. Peta plotting rumah responden di Kabupaten Bombana. Atas untuk Desa Lantawonua dan Bawah untuk Desa Margaja.

Page 72: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Dari gambaran karakteristik responden di atas ditampilkan hasil plotting

rumah responden berdasarkan penentuan titik koordinat (Gambar 1). Di

Desa Lantawonua rumah pemukiman responden KAP memanjang terletak

pada lingkungan dengan habitat persawahan dan hutan. Berbeda dengan

Desa Margajaya yang merupakan pemukiman transmigrasi, dimana letak

antara persawahan dan pemukiman cukup jauh. Pada saat pengumpulan

data di lapangan merupakan musim kering dan bukan musim tanam padi,

sehingga pada ke dua desa sedikit ditemui banyak genangan di persawahan

maupun disekitar pemukiman.

4. Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Filariasis.

Dalam studi ini dilakukan wawancara kepada responden yang akan

dilakukan pemeriksaan klinis dan diambil darah jari. Tabel 4

menampilkan jumlah responden yang mengetahui penyebab penyakit kaki

gajah (elephantiasis)/filariasis. 10,8% responden di dua desa sudah

mengetahui bahwa penyakit filariasis ditularkan oleh nyamuk, dan 3,1%

sudah mengetahui bahwa penyakit ini disebabkan oleh cacing. Namun

3,1% responden di dua desa masih beranggapan bahwa penyakit filariasis

merupakan penyakit keturunan. Pengetahuan responden di dua desa

tersebut 45,4% mengetahui bahwa penyakit filariasis menyebabkan kaki

atau tangan yang membesar (Tabel 5). Pada tabel 6 menunjukkan 14,6%

responden dari Desa Lantawonua pernah mengalami demam berulang dan

pembengkakan pada lipat paha, hal ini lebih banyak daripada di Desa

Margajaya yang hanya 1,5% yang mengalami demam dan pembengkakan

pada lipat paha.

Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Yang Mengetahui Penyebab

Penyakit Kaki Gajah Kabupaten Bombana Tahun 2017

Variabel

Desa

Lantawonua

Desa

Margajaya Jumlah

n % n % n %

Pengetahuan tentang penyebab filariasis

a. Penyakit yang disebabkan oleh cacing 12 5,5% 3 1,1% 15 3,1%

Page 73: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

b. Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk 26 11,9% 26 9,9% 52 10,8%

c. Penyakit keturunan 8 3,7% 7 2,7% 15 3,1%

d. Penyakit akibat gangguan makhluk halus 2 ,9% 6 2,3% 3 ,6%

e. Penyakit karena melanggar pantangan 1 0,5% 6 2,3% 8 1,7%

f. Lainnya 11 5,0% 1 0,4% 12 2,5%

Tabel 5 Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Efek Dari Penyakit

Filariasis

Kabupaten Bombana Tahun 2017

Variabel

Desa

Lantawonua

Desa

Margajaya Jumlah

n % n % n %

Pengetahuan jika terkena penyakit filariasis

a. Menyebabkan kaki atau tangan membesar 100 45,7% 119 45,2% 219 45,4%

b. Tidak menimbulkan gejala dan akibat pada tubuh 14 6,4% 12 4,6% 26 5,4%

c. Menyebabkan demam & tubuh lemah/sakit-sakit 22 10,0% 10 3,8% 32 6,6%

d. Menimbulkan pembengkakan pada lipat paha/ketiak 12 5,5% 6 2,3% 18 3,7%

e. buah dada/skrotum 2 0,9% 3 1,1% 5 1,0%

f. Lainnya, sebutkan 4 1,8% 0 0,0% 4 0,8%

Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Demam Berulang

Disertai Pembengkakan Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun

2017

Variabel

Desa

Lantawonua

Desa

Margajaya Jumlah

n % n % n %

Apakah ada dari antara sanak famili/tetangga

[NAMA] yang pernah mengalami demam

berulang disertai pembengkakan kelenjar pada

lipat paha

Ya 32 14,6% 4 1,5% 36 7,5%

Tidak 187 85,4% 259 98,5% 446 92,5%

Total 219 100,0% 263 100,0% 482 100,0%

Pada tabel 7 menunjukkan bahwa dalam hal pencarian pengobatan

61,1% responden di dua desa mencari pengobatan ke petugas kesehatan.

namun demikian masih ada 13,9% yang mencari pengobatan ke dukun.

Hal yang cukup mengejutkan adalah bahwa 74,1% responden di dua desa

tersebut tidak mengetahui adanya POPM yang diberikan untuk semua

penduduk desa (Tabel 8). Pada tabel 9 menunjukkan bahwa 84%

responden mendapatkan informasi mengenai adanya POPM Filariasis dari

petugas kesehatan dan guru.

Page 74: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Pencarian Pengobatan

Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017

Variabel

Desa

Lantawonua

Desa

Margajaya Jumlah

n % n % n %

Mencari pengobatan

a. Petugas kesehatan 18 56,3% 4 100,0% 22 61,1%

b. Dukun 5 15,6% 0 0,0% 5 13,9%

c. Beli obat sendiri/beli di warung 1 3,1% 0 0,0% 1 2,8%

d. Pengobatan tradisional 1 3,1% 0 0,0% 1 2,8%

e. Lainnya 4 12,5% 0 0,0% 4 11,1%

Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Pengetahuan POPM

Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017

Variabel

Desa

Lantawonua Desa Margajaya Jumlah

n % n % n %

Pengetahui tentang pengobatan pencegahan

penyakit kaki gajah (filariasis) untuk semua

penduduk di desa ini

Ya, mengetahui 28 12,8% 78 29,7% 106 22,0%

Tidak mengetahui 184 84,0% 173 65,8% 357 74,1%

Lupa 7 3,2% 12 4,6% 19 3,9%

Total 219 100,0% 263 100,0% 482 100,0%

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Sumber Informasi

POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017

Variabel

Desa

Lantawonua Desa Margajaya Jumlah

n % n % n %

a. Petugas kesehatan/Guru 20 71,4% 69 88,5% 89 84,0%

b. Teman/tetangga/sanak keluarga 6 21,4% 2 2,6% 8 7,5%

c. Membaca papan pengumuman di balai desa 4 14,3% 2 2,6% 6 5,7%

d. Membaca dari selebaran/suratkabar 2 7,1% 0 0,0% 2 1,9%

e. Mendengar pengumuman dari tempat ibadah 1 3,6% 1 1,3% 2 1,9%

f. Mendengar dari radio/televisi 2 7,1% 0 0,0% 2 1,9%

g. Lainnya 0 0,0% 2 2,6% 2 1,9%

5. Gambaran Sikap Responden Tentang Filariasis.

Sikap responden dalam mendukung kegiatan POPM cukup baik,

hal ini ditunjukkan dari beberapa jawaban responden. 40,5% responden

tidak setuju jika penyakit filariasis dapat dicegah dengan tidak minum obat

Page 75: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

filariasis. Dalam hal penggunan kelambu paling banyak menjawab ragu-

ragu sebesar 41,7% yaitu penyakit filariasis dapat dicegah dengan hanya

tidur menggunakan kelambu. Dalam hal pelaksannan POPM 66%

responden menjawab setuju jika pelaksanaan minum obat massal filariasis

harus ada pemberitahuan terlebih dahulu. Terkait dengan efek samping

obat, 55,8% responden ragu-ragu jika obat filariasis menimbulkan efek

dan 27,8% responden menjawab setuju adanya efek samping yang

ditimbulkan dari pengobatan filariasis. Sikap responden dalam minum

obat cukup bagus, 76,3% responden setuju jika minum obat filariasis akan

meyebabkan dirinya seha dan 77,8% akan minum obat filariasis karena

kesadarannya sendiri.

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Sikap Tentang

Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017

No Variabel

Desa

Lantawonua

Desa

Margajaya Jumlah

n % n % n %

1

Penyakit filariasis dapat dicegah

dengan tidak minum obat filariasis

Setuju 43 19,6% 59 22,4% 102 21,2%

Ragu-ragu 63 28,8% 122 46,4% 185 38,4%

Tidak

setuju 113 51,6% 82 31,2% 195 40,5%

2 Penyakit filariasis dapat dicegah

dengan hanya tidur menggunakan

kelambu

Setuju 102 46,6% 85 32,3% 187 38,8%

Ragu-ragu 60 27,4% 141 53,6% 201 41,7%

Tidak

setuju 57 26,0% 37 14,1% 94 19,5%

3

Jika minum obat filariasis harus

ada pemberitahuan terlebih dahulu

Setuju 170 77,6% 148 56,3% 318 66,0%

Ragu-ragu 34 15,5% 103 39,2% 137 28,4%

Tidak

setuju 15 6,8% 12 4,6% 27 5,6%

4

Minum obat filariasis akan ada efek

sampingnya

Setuju 67 30,6% 67 25,5% 134 27,8%

Ragu-ragu 97 44,3% 172 65,4% 269 55,8%

Tidak

setuju 55 25,1% 24 9,1% 79 16,4%

5

Jika tidak minum obat filariasis

yakin tidak akan tertular

Setuju 50 22,8% 31 11,8% 81 16,8%

Ragu-ragu 85 38,8% 173 65,8% 258 53,5%

Tidak

setuju 84 38,4% 59 22,4% 143 29,7%

6 Jika minum obat filariasis akan

menyebabkan kaki/tangan

membengkak

Setuju 35 16,0% 33 12,5% 68 14,1%

Ragu-ragu 75 34,2% 141 53,6% 216 44,8%

Tidak

setuju 109 49,8% 89 33,8% 198 41,1%

7 Minum obat filariasis karena disuruh Setuju 92 42,0% 84 31,9% 176 36,5%

Page 76: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

orangtua/keluarga/kepala desa/tokoh

masyarakat/kader kesehatan desa Ragu-ragu 61 27,9% 111 42,2% 172 35,7%

Tidak

setuju 66 30,1% 68 25,9% 134 27,8%

8 Minum obat filariasis karena segan

kepada kepala desa/tokoh

masyarakat/kader kesehatan desa

Setuju 58 26,5% 71 27,0% 129 26,8%

Ragu-ragu 59 26,9% 121 46,0% 180 37,3%

Tidak

setuju 102 46,6% 71 27,0% 173 35,9%

9

Minum obat filariasis kita akan sehat

Setuju 169 77,2% 199 75,7% 368 76,3%

Ragu-ragu 37 16,9% 62 23,6% 99 20,5%

Tidak

setuju 13 5,9% 2 0,8% 15 3,1%

10

Minum obat filariasis karena

kesadaran sendiri

Setuju 166 75,8% 209 79,5% 375 77,8%

Ragu-ragu 34 15,5% 51 19,4% 85 17,6%

Tidak

setuju 19 8,7% 3 1,1% 22 4,6%

6. Gambaran Perilaku Responden Tentang POPM Filariasis

Keterlibatan responden dalam POPM Filariasis cukup rendah,

Tabel 11 menunjukkan bahwa 83,6% responden di desa tersebut tidak

pernah ikut dalam kegiatan minum obat POPM filariasis yang dilakukan

mulai dari tahun 2005 sampai dengan 2010. Dari 106 responden yang

pernah ikut POPM filariasis 28,3% menjawab meminum 3 macam obat

yang diberikan, 23,6% meminum 2 macam obat, 22,6% meminum 1

macam jenis obat dan 11,3% menjawab lupa (Tabel 12). Tabel 13

menunjukkan dari 106 orang di dua desa tersebut yang mendapatkan obat

POPM filariasis 85,8% mengaku meminum obat dan 10,4% tidak

meminum obat.

Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Keterlibatan Dalam

POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017

Variabel

Desa Lantawonua

(N=328)

Desa Margajaya

(N=320)

Jumlah

n % n % n %

Pernah ikut POPM Filariasis

Pernah 12 3,7% 94 29,4% 106 16,4%

Tidak pernah 316 96,3% 226 70,6% 542 83,6%

Total 328 100,0% 320 100,0% 648 100,0%

Page 77: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Macam Obat Yang

Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun

2017

Variabel Desa Lantawonua Desa Margajaya

Jumlah

n % n % n %

Macam obat yang diberikan petugas

1 macam 2 16,7% 22 23,4% 24 22,6%

2 macam 5 41,7% 20 21,3% 25 23,6%

3 macam 5 41,7% 25 26,6% 30 28,3%

4 macam 0 0,0% 10 10,6% 10 9,4%

>4 macam 0 0,0% 5 5,3% 5 4,7%

Lupa 0 0,0% 12 12,8% 12 11,3%

Total 12 100,0% 94 100,0% 106 100,0%

Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Untuk Minum Obat Yang

Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun

2017

Variabel Desa Lantawonua Desa Margajaya

Jumlah

n % n % n %

Responden meminum semua obat tersebut?

Ya, diminum semua 9 75,0% 82 87,2% 91 85,8%

Ya, tidak diminum semua 0 0,0% 4 4,3% 4 3,8%

Tidak minum obat 3 25,0% 8 8,5% 11 10,4%

12 100,0% 94 100,0% 106 100,0%

Tabel 14 menunjukkan dari 95 responden di dua desa tersebut

mengaku paling banyak tidak meminum di hadapan petugas maupun kader

kesehatan, namun 95,8% meminum obat filariasis di rumahnya masing-

masing. Waktu meminum obat paling banyak dilakukan pada malam hari

sebesar 52,6%, dan lainnya dilakukan pada pagi, siang, mapun sore hari

(Tabel 15). Alasan 11 responden yang menerima obat POPM filariasis

namun tidak minum adalah karena lupa sebesar 36,4%; kemudian takut

efek samping sebesar 45,5%; dan menjawab lainnya sebesar 27,3% (Tabel

16).

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Cara Meminum Obat

Yang Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana

Tahun 2017

Variabel Desa

Lantawonua Desa Margajaya

Jumlah

Page 78: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

n % n % n %

Bagaimana cara minum obat tersebut?

Diminum di hadapan petugas/guru 0 0,0% 2 2,3% 2 2,1%

Diminum di hadapan kader kesehatan 0 0,0% 2 2,3% 2 2,1%

Diminum sendiri di rumah 9 100,0% 82 95,3% 91 95,8%

9 100,0% 86 100,0% 95 100,0%

Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Waktu Minum Obat

Yang Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana

Tahun 2017

Variabel Desa Lantawonua Desa Margajaya

Jumlah

n % n % n %

Kapan obat tersebut diminum?

Pagi 2 22,2% 12 14,0% 14 14,7%

Siang 3 33,3% 12 14,0% 15 15,8%

Sore 0 0,0% 16 18,6% 16 16,8%

Malam 4 44,4% 46 53,5% 50 52,6%

9 100,0% 86 100,0% 95 100,0%

Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Alasan Tidak Minum

Obat Yang Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten

Bombana Tahun 2017

Variabel

Desa

Lantawonua Desa Margajaya

Jumlah

n % n % n %

Alasan Tidak Minum Obat

a. Lupa Ya 1 33,3% 3 37,5% 4 36,4%

Tidak 2 66,7% 5 62,5% 7 63,6%

Total 3 100,0% 8 100,0% 11 100,0%

b. Sibuk bekerja Ya 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Tidak 3 100,0% 8 100,0% 11 100,0%

Total 3 100,0% 8 100,0% 11 100,0%

c. Takut efk samping obat Ya 2 66,7% 3 37,5% 5 45,5%

Tidak 1 33,3% 5 62,5% 6 54,5%

Total 3 100,0% 8 100,0% 11 100,0%

d. Lainnya Ya 1 33,3% 2 25,0% 3 27,3%

Tidak 2 66,7% 6 75,0% 8 72,7%

Total 3 100,0% 8 100,0% 11 100,0%

Efek samping yang dirasakan setelah minum obat filariasis

ditunjukkan pada tabel 17, dimana 17,9% responden mengaku mengalami

pusing/sakit kepala, 2,1% mengalami panas/demam, 3,2% mengalami

Page 79: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

sakit perut, 1,1% mengalami muntah, 4,2% mengalami jantung berdebar-

debar, 4,2 merasaka mengantuk, dan 3,2% merasakan efek/gejala yang

lain. Dari 95 responden yang minum obat 6,3% mengaku ada cacing yang

keluar dari mulut atau keluar bersama feses (Tabel 18). Sedangkan 553

responden yang tidak ikut kegiatan POPM mempunyai alasan malas

sebesar 1,8%, kemudian 0,5% pernah mendengar jika minum obat malah

jadi sakit, 6% tidak tau manfaat sebenarnya, 3,3% merasa sehat jadi tidak

perlu minum obat, dan 55,5% repsonden menjawab lainnya (Tabel 19).

Tabel 20 menunjukkan bahwa 77,3% responden mengaku tidak

mengetahui adanya pemberitahuan sebelum pelaksanaan POPM filariasis.

Tabel 17 Jumlah dan Persentase Responden Tentang Efek Samping Setelah

Minum Obat Yang Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten

Bombana Tahun 2017

Variabel Desa Lantawonua Desa Margajaya

Jumlah

n % n % n %

a. Pusing/sakit kepala Ya 0 0,0% 17 19,8% 17 17,9%

Tidak 9 100,0% 69 80,2% 78 82,1%

Total 9 100,0% 86 100,0% 95 100,0%

b. Panas/demam Ya 0 0,0% 2 2,3% 2 2,1%

Tidak 9 100,0% 84 97,7% 93 97,9%

Total 9 100,0% 86 100,0% 95 100,0%

c. Badan sakit/nyeri/linu Ya 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Tidak 9 100,0% 86 100,0% 95 100,0%

Total 9 100,0% 86 100,0% 95 100,0%

d. Perut mulas/sakit Ya 0 0,0% 3 3,5% 3 3,2%

Tidak 9 100,0% 83 96,5% 92 96,8%

Total 9 100,0% 86 100,0% 95 100,0%

e. Muntah Ya 0 0,0% 1 1,2% 1 1,1%

Tidak 9 100,0% 85 98,8% 94 98,9%

Total 9 100,0% 86 100,0% 95 100,0%

f. Nafas sesak Ya 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Tidak 9 100,0% 86 100,0% 95 100,0%

Total 9 100,0% 86 100,0% 95 100,0%

g. Jantung berdebar-

debar

Ya 0 0,0% 4 4,7% 4 4,2%

Tidak 9 100,0% 82 95,3% 91 95,8%

Total 9 100,0% 86 100,0% 95 100,0%

h. Mengantuk Ya 0 0,0% 4 4,7% 4 4,2%

Tidak 9 100,0% 82 95,3% 91 95,8%

Total 9 100,0% 86 100,0% 95 100,0%

Page 80: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

i. Lainnya Ya 3 33,3% 0 0,0% 3 3,2%

Tidak 6 66,7% 86 100,0% 92 96,8%

Total 9 100,0% 86 100,0% 95 100,0%

Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Tentang Cacing Yang Keluar

Setelah Minum Obat Yang Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis

Kabupaten Bombana Tahun 2017

Variabel

Desa

Lantawonua Desa Margajaya

Jumlah

n % n % n %

Setelah minum obat yang diberikan ada cacing

yang keluar dari mulut atau keluar sewaktu buang

air besar?

Ada 1 11,1% 5 5,8% 6 6,3%

Tidak ada 5 55,6% 77 89,5% 82 86,3%

Tidak tahu 2 22,2% 2 2,3% 4 4,2%

Lupa 1 11,1% 2 2,3% 3 3,2%

Total 9 100,0% 86 100,0% 95 100,0%

Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Tentang Alasan Tidak Ikut

Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017

Variabel

Desa

Lantawonua Desa Margajaya

Jumlah

n % n % n %

Alasan tidak ikut/ tidak mau ikut/ tidak minum obat

pencegah filariasis

a. Malas (kurang berminat) Ya 7 2,2% 3 1,3% 10 1,8%

Tidak 312 97,8% 231 98,7% 543 98,2%

Total 319 100,0% 234 100,0% 553 100,0%

b. Pernah mendengar, jika minum obat

malah jadi sakit

Ya 1 ,3% 2 ,9% 3 ,5%

Tidak 318 99,7% 232 99,1% 550 99,5%

Total 319 100,0% 234 100,0% 553 100,0%

c. Tidak tahu faedah/manfaat

sebenarnya

Ya 24 7,5% 9 3,8% 33 6,0%

Tidak 295 92,5% 225 96,2% 520 94,0%

Total 319 100,0% 234 100,0% 553 100,0%

d. Merasa sehat, jadi tidak perlu minum

obat

Ya 8 2,5% 10 4,3% 18 3,3%

Tidak 311 97,5% 224 95,7% 535 96,7%

Total 319 100,0% 234 100,0% 553 100,0%

e. Lainnya Ya 151 47,3% 156 66,7% 307 55,5%

Tidak 168 52,7% 78 33,3% 246 44,5%

Total 319 100,0% 234 100,0% 553 100,0%

Page 81: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Tabel 20. Pemberitahuan Sebelum Pelaksanaan POPM filariasis di

Kabupaten Bombana Tahun 2017

Variabel

Desa

Lantawonua Desa Margajaya Jumlah

n % n % n %

Apakah ada pemberitahuan sebelum

pengobatan pencegahan penyakit kaki

gajah (filariasis) secara massal

Ya 46 14,0% 101 31,6% 147 22,7%

Tidak 282 86,0% 219 68,4% 501 77,3%

Total Ya 328 100,0% 320 100,0% 648 100,0%

Pada tabel 21 menujukkan bahwa upaya yang dilakukan respoden

untuk menghindari gigitan nyamuk pada waktu malam hari paling banyak

adalah ketika pada malam hari tidur di dalam kelambu 88,1% dan

penggunaan obat nyamuk bakar sebanyak 74,4%. Sedangkan yang

menggunakan obat gosok anti nyamuk hanya 24,1% dan menyemprot

kamar tidur dengan obat nyamuk semprot hanya 13,4%. Sedangkan upaya

untuk menghindari gigitan nyamuk di luar rumah pada malam hari tidak

ada yang dominan (>50%), yang paling banyak adalah penggunanan baju

lengan panjang, celana panjang , serta kaus kaki sebesar 47,5% (Tabel 22).

Tabel 21. Upaya Yang Dilakukan Di Dalam Rumah Untuk Menghindari

Gigitan Nyamuk Pada Waktu Malam Hari di Kabupaten Bombana Tahun

2017

Variabel Desa Lantawonua Desa Margajaya Jumlah

n % n % n %

a. Malam tidur pakai

kelambu

Ya 271 82,6% 300 93,8% 571 88,1%

Tidak 57 17,4% 20 6,3% 77 11,9%

Total 328 100,0% 320 100,0% 648 100,0%

b. Memakai obat gosok anti

nyamuk

Ya 58 17,7% 98 30,6% 156 24,1%

Tidak 270 82,3% 222 69,4% 492 75,9%

Total 328 100,0% 320 100,0% 648 100,0%

c. Menggunakan obat

nyamuk bakar

Ya 244 74,4% 238 74,4% 482 74,4%

Tidak 84 25,6% 82 25,6% 166 25,6%

Total 328 100,0% 320 100,0% 648 100,0%

d. Menyemprot kamar tidur

dengan obat nyamuk semprot

Ya 33 10,1% 54 16,9% 87 13,4%

Tidak 295 89,9% 266 83,1% 561 86,6%

Total 328 100,0% 320 100,0% 648 100,0%

e. Lainnya Ya 10 3,0% 6 1,9% 16 2,5%

Tidak 318 97,0% 314 98,1% 632 97,5%

Total 328 100,0% 320 100,0% 648 100,0%

Page 82: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Tabel 22. Upaya Yang Dilakukan Di Luar Rumah Untuk Menghindari

Gigitan Nyamuk Pada Waktu Malam Hari di Kabupaten Bombana Tahun

2017

Variabel Desa Lantawonua Desa Margajaya Jumlah

n % n % n %

a. Memakai obat gosok anti

nyamuk atau minyak sereh

Ya 71 21,6% 129 40,3% 200 30,9%

Tidak 257 78,4% 191 59,7% 448 69,1%

Total 328 100,0% 320 100,0% 648 100,0%

b. Menggunakan baju lengan

panjang dan celana panjang

serta kaus kaki

Ya 138 42,1% 170 53,1% 308 47,5%

Tidak 190 57,9% 150 46,9% 340 52,5%

Total 328 100,0% 320 100,0% 648 100,0%

c. Membakar sampah

sehingga menimbulkan asap

Ya 40 12,2% 59 18,4% 99 15,3%

Tidak 288 87,8% 261 81,6% 549 84,7%

Total 328 100,0% 320 100,0% 648 100,0%

d. Lainnya Ya 6 1,8% 0 0,0% 6 ,9%

Tidak 322 98,2% 320 100,0% 642 99,1%

Total 328 100,0% 320 100,0% 648 100,0%

7. Gambaran Status Endemisitas Daerah Penelitian

Sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, wilayah penelitian

merupakan daerah endemis filariasis. Berdasarkan data sekunder yang

diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana dilaporkan adanya

empat orang yang menunjukkan kasus kronis filariasis. Tiga orang kasus

kronis berada di wilayah kerja Puskesmas Rumbia yang berjenis kelamin

perempuan dan satu laki-laki, semua menunjukkan pembengkakan kaki

dengan grade 3. Sedangkan satu orang berada di kepulauan Kabaena,

tepatnya di wilayah kerja Puskesmas Kabaena Tengah yang menunjukkan

pembengkakan di bawah lutut kanan dan kiri serta scrotum.

Dari pemeriksaan klinis yang dilakukan dalam penelitian ini

ditemukan satu orang yang menunjukkan kasus kronis filariasis.

Berdasarkan dari hasil pemeriksaan didapatkan beberapa gejala yaitu:

Demam filariasis, Kasus kronis filariasis, Retrograde limfangitis, Early

lymphodema, elefantiasis (Tabel 23).

Page 83: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Gambar 2. Penderita Kasus Kronis di Kabupaten Bombana

Tabel 23. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Klinis

Kabupaten Bombana Tahun 2017

No Gejala Klinis Jumlah Jumlah

Diperiksa Persentase

1 Demam filaria 1 620 0,2%

2 Kasus Kronis

Elefantiasis 1 620 0,2%

3 Retrograde

Limphangitis 1 620 0,2%

4 Lymphadenitis 1 620 0,2%

5 Early Lymphodema 1 620 0,2%

6 Filarial Abscess 0 620 0,0%

7 Elefantiasis 1 620 0,2%

8 Hydro-cele 0 620 0,0%

9 Tidak ada gejala klinis 619 620 99,8%

Berikut Tabel 24 di bawah ini memperlihatkan hasil pemeriksaan

mikroskop untuk mendeteksi adanya mikrofilaria dari survei darah jari

(SDJ) pada masyarakat di Desa Lantawonua dan Desa Margajaya. Hasil

pemeriksaan darah jari menunjukkan tidak ada hasil yang positif, dari total

620 sampel sediaan darah jari tidak ditemukan mikrofilaria dalam darah.

Page 84: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Tabel 24. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Mikroskop

Survei Darah Jari Kabupaten Bombana Tahun 2017

No Desa Hasil

Jumlah Positif Mf Negatif Mf

1 Desa Lantawonua 0 310 310

2 Desa Margajaya 0 310 310

Jumlah 0 620 620

8. Gambaran Status Infeksi Kecacingan

Pelaksanaan pengumpulan data untuk pengambilan tinja (stool)

dilakukan di SDN 47 Lameroro, SDN 148 Lampopala, dan SDN 52

Hukaea pada anak-anak yang duduk di bangku kelas 2 dan 3. Tabel 25 di

bawah ini menunjukkan bahwa dari 151 anak SD kelas 2 dan kelas 3 yang

diperiksa ada 3 (2%) anak yang positif cacing Trichuris trichuria. Anak

SD yang positif berada di SDN 52 Hukaea.

Tabel 25. Jumlah dan Persentase Responden yang Positif Kecacingan

Kabupaten Bombana Tahun 2017

No Sekolah Dasar/

Madrasah Ibtidaiyah

Jumlah

Sampel

Hasil

Positif

Al

Positif

Tt

Positif

Ad/Na

Positif

Cacing

Lainnya

1 SDN 47 Lameroro 85 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

2 SDN 148 Lampopala 18 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

3 SDN 52 Hukaea 48 0 (0%) 3 (6%) 0 (0%) 0 (0%)

Jumlah 151 0 (0%) 3 (2%) 0 (0%) 0 (0%)

Keterangan: Al = Ascaris lumbricoides; Tt = Trichuris trichiura; Ad/Na =

Ancylostoma duodenale/Necator

Americanus.

9. Gambaran Deteksi Gen Brugia malayi

Untuk melihat apakah anak SD yang telah dilakukan TAS, meski

hasilnya positif atau negatif, terdapat fragmen dari B. malayi; maka

dilakukan pengambilan darah jari pada anak-anak SD yang juga menjadi

subyek penelitian untuk stool survey. Spesimen yang diperiksa

Page 85: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR). Hasil PCR

ditampilkan pada tabel 26, dimana dari 21 sampel yang diperiksa

semuanya menunjukkan hasil negatif.

Tabel 26. Jumlah Anak SD Hasil Pemeriksaan Gen Brugia malayi

Kabupaten Bombana

No SD/MI Hasil

Positif Negatif

1 SDN 47 Lameroro 0 11

2 SDN 148 Lampopala 0 8

3 SDN 52 Hukaea 0 2

Jumlah 0 21

10. Gambaran Hasil Survei Vektor

Pelaksanaan penangkapan vektor dilakukan selama 2 malam

berturut-turut, dan kemudian satu bulan setelah penangkapan pertama

dilakukan kembali penangkapan kedua di tempat yang sama dengan

tempat penangkapan pertama. Tabel 27 Menunjukkan bahwa Genus Culex

mendominasi hasil tangkapan. Spesies yang paling banyak di Desa

Lantawonua adalah Culex vishnui sebanyak 260 ekor, demikian juga di

Desa Margajaya C. Vishnui tertangkap sebanyak 89 ekor. Sedangkan hasil

PCR nyamuk tidak ditemukan adanya nyamuk yang terdeteksi adanya gen

mikrofilaria.

Tabel 27. Jumlah Vektor (Nyamuk) yang Berhasil Ditangkap Dalam Dua

Periode Penangkapan Kabupaten Bombana Tahun 2017

NO Desa Genus Spesies Total

1

Lantawonua Aedes Aedes vexans 1

Anopheles Anopheles subpictus 1

Anopheles vagus 6

Culex Culex annulus 20

Culex fuscana 1

Culex gellidus 3

Culex quinquefasciatus 51

Culex tritaeniorrhyncus 14

Culex vishnui 260

2 Margajaya Aedes vexans 1

Page 86: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Anopheles Anopheles barbirostris 2

Anopheles indefinitus 2

Anopheles subpictus 22

Anopheles vagus 8

Culex Culex annulus 1

Culex bitaenirrhyncus 2

Culex gelidus 1

Culex quinquefasciatus 70

Culex tritaeniorrhyncus 50

Culex vishnui 89

11. Gambaran Hasil Survei Lingkungan

Berikut di bawah ini hasil plotting penetapan titik geo-spasial

habitat vektor di Desa Lantawonua dan Desa Margajaya dengan zona

penyangga 1 km dari plotting titik koordinat habitat vektor.

Page 87: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Gambar 3. Zona Penyangga Tempat Potensial Perindukan Nyamuk di Desa

Lantawonua dan Desa Margajaya

Dari gambar hasil plotting tersebut di atas, tampak bahwa rumah

responden pada tempat penelitian barada dalam radius kurang dari satu

kilometer tempat potensial perindukan nyamuk. Dari hasil buffer titik

koordinat terlihat di Desa Margajaya dan Desa Lantawonua berada tidak

jauh dari genangan air yang bisa menjadi tempat potensial perindukan

nyamuk.

Jenis habitat di Desa Margajaya paling banyak adalah genangan air

sebesar 67%, kemudian tepi sungai, rawa, dan kolam sebesar masing-

masing 11%. Untuk Desa Lantawonua paling banyak adalah habitat sawah

sebesar 60%, kemudian diikuti genangan air sebesar 33% dan tepi sungai

sebesar 7% (Tabel 28).

Tabel 28. Jenis Habitat Lingkungan di Desa Margajaya dan Lantawonua

Desa Jenis Habitat Jumlah %

Margajaya

Genangan air 6 67%

Tepi sungai 1 11%

Rawa 1 11%

Kolam 1 11%

Lantawonua

Sawah 9 60%

Genangan air 5 33%

Tepi sungai 1 7%

12. Gambaran Hasil Kualitatif

Proses eliminasi filariasis di tingkat kabupaten

Dalam melakukan indepth interview kendala yang dihadapi oleh

tim adanya recall bias dan susahnya mencari informan yang berkompeten

untuk menjawab terkait dengan eliminasi filariasis. Dalam menggali

ingatan informan cukup susah, karena mengingat bahwa proses POPM

Page 88: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

filariasis dan pra POPM filariasis dilakukan terakhir tujuh tahun yang

lampau. Demikian dengan para pejabat/beberapa tokoh kunci program

filariasis di Kabupaten Bombana yang beberapa sudah pindah tugas,

maupun purna tugas.

Proses eliminasi di kabupaten ini merupakan proses yang telah

berjalan ketika kabupaten ini masih menyatu dengan Kabupaten Buton.

Pengumpulan data dasar juga dilakukan ketika Kabupaten Bombana masih

jadi satu dengan Kabupaten Buton. Tidak ada dokumen mengenai

Peraturan Bupati maupun surat edaran bupati untuk pelaksanaan POPM

pada waktu itu, namun berdasarkan keterangan dari beberapa informan ada

instruksi langsung dari bupati dan juga adanya sosialisasi dan

pencanangan POPM filariasis yang diikuti oleh aparat kecamatan dan juga

desa. Pelaksanaan eliminasi di Kabupaten Bombana berjalan sesuai

dengan peraturan pusat maupun petunjuk teknis dari pusat dan

berdasarkan informan tidak terjadi gap antara pertauran pusat dan daerah

terkait dengan pelaksanaan eliminasi filariasis.

Terkait Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pelaksanaan

eliminasi filariasis semua informan menyebutkan bahwa jumlah SDM

cukup karena adanya keterlibatan kader kesehatan.

“Kalau SDM kemarin saya rasa sudah cukup ya karena kemarin teman-teman di

P2M memang dari Sarjana Kesehatan Masyarakat jadi lebih kurang nereka

pahan epidemiologi, kemudian programernya saat POPM Ibu Rahma juga

Sarjana Kesehatan Masyarakat jadi paham epidemiologi. Cuma paska eliminasi

masih ada beberapa yang sudah tidak terlalu paham kaki gajahkarena kasus

kita sedikit jadi untuk teknis pemeriksaannya termasuk pengobatannya mereka

sudah lupa. Tapi sebelum eliminasi kerena memang waktu itu masih aktif semua

berjalan, tapi sejak eliminasi laporan kita sudah nihil karena memang untuk

pelaporan kasus kita juga sudah tidak ada.”

Pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan eliminasi di kabupaten ini

melibatkan kader kesehatan dan aparat desa sedangkan untuk kegiatan

TAS melibatkan guru-guru sekolah. Tenaga kader terlibat dalam

pembagian obat sedangkan perangkat desa berperan dalam

Page 89: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

mensosialisasikan kegiatan pengobatan di wilayah desanya masing-

masing.

“Yang dilibatkan dari luar dari dinas pendidikan, guru-gurunya tapi mereka tidak

melakukan pemeriksaan cuma ikut koordinasi pada saat pemeriksaan”

“Jadi puskesmas yang menindaklanjuti ke sekolah-sekolah dan guru-gurunya.

Jadi sekolah kemarin yang menjadi sampel guru- gurunya yang menjadi kader,

kita tidak mengambil dari masyarakat langsung, gurunya yang dijadikan kader

karena terkait sampelnya adalah anak sekolah jadi yang kita ambil gurunya.”

Hampir semua informan menyebutkan bahwa ada anggaran dalam

kegiatan eliminasi filariasis yang bersumber dari Anggaaran Pendapatan

Belanja Daerah (APBD). Kecuali untuk kegiatan Transmission Assesment

Survey (TAS) yang dananya ditanggung oleh pusat. Untuk kendala terkait

perencanaan anggaran sebagian informan menyebutkan bahwa dalam

penganggaran tidak ada istilah dana ditolak tetapi mungkin jumlahnya

yang tidak sesuai dengan yang diusulkan. Sebagian informan lagi

menyebutkan tidak mengetahui terkait perencanaan anggaran eliminasi

filariasis.

Untuk aspek sarana dan prasarana terkait eliminasi filariasis

beberapa informan menyebutkan adanya kendala terkait transportasi dan

tenaga mikroskopis, tetapi untuk logistik obat selau tersedia. Pada

pelaksanaan eliminasi tidak ada kerjasama dengan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM).

“LSM tidak ada, kalo desa iya karena dia pemerintah desa. Kalo sektor lain tidak

ada. saya tidak pernah lihat ada sektor lain yang ikut POPM, kalo pemerintah

desa iya karena dia yang mendorong”

Lintas sektor lainnya yang terlibat dalam kegiatan eliminasi yaitu

aparat desa, tokoh agama dan bantuan dari Babinsa. Dinas sosial

melakukan pendampingan khusus untuk penderita kronis, sedangkan untuk

kegiatan TAS dilakukan kerjasama dengan dinas pendidikan dan

kebudayaan yang nantinya melakukan koordinasi dengan kepala sekolah

tempat kegiatan TAS dilakukan.

Page 90: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Proses eliminasi filariasis di tingkat Puskesmas

Pada tingkat Puskesmas hampir semua informan menyebutkan

bahwa mereka tidak mengetahui dengan pasti kebijakan dalam

pelaksanaan eliminasi filariasis, karena mereka melaksanakan sesuai

dengan arahan atau instruksi dari tingkat kabupaten dalam hal ini adalah

Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana. Semua informan menyebutkan

bahwa untuk melaksanakan kegiatan eliminasi filariasis mereka

melibatkan semua tenaga yang ada di puskesmas meskipun demikian

jumlah SDM masih kurang sehingga harus melibatkan pihak di luar tenaga

puskesmas.

“kalo perencanannya kan sudah direncanakan memang karena sudah ada kasus.

Kita mungkin masih 2002, kabupaten di buton, baru kita distribuskan ke

masyarakat dengan bantuan kader, karena kita kurang tenaga dulu to. Jadi

kader yang bantu tapi diberikan petunjuk pedoman pemberiannya.”

Dalam pelaksanaan eliminasi filariasis di level Puskesmas ada

keterlibatan kader dan aparat desa termasuk bantuan dari Bintara Pembina

Desa (Babinsa). Kader berperan dalam pelaksanaan pembagian obat

sedangkan aparat desa dan Babinsa membantu dalam memberikan

informasi dan mobilisasi masyarakat.

“kader dibantu desa, kerjasama dengan Babinsa. Mereka ikut akitif.”

Untuk aspek anggaran hampir semua informan menyebutkan ada biaya

berupa transport yang diberikan tetapi tidak mengetahui sumber dana

pelaksanaan eliminasi filariasis apakah itu dari LSM atau pemerintah.

Semua informan menyebutkan bahwa yang menjadi kendala dam sarana

dan prasarana pelaksanaan eliminasi filariasis adalah terkait transportasi

baik itu jalan maupun kendaraan untuk menjangkau ke rumah-rumah

warga. Terkait jumlah obat mereka menyebutkan jumlahnya cukup.

Proses Eliminasi Filariasis di Tingkat Kader Kesehatan

Filariasis atau penyakit kaki gajah begitu masyarakat di kabupaten

Bombana menyebutnya, dan tidak ada nama lokal untuk nama penyakit

Page 91: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

ini. Pengetahuan kader mengenai penyakit filariasis cukup memahami

bahwa penyakit ini dapat ditularkan oleh nyamuk dan penyakit ini bisa

diobati asalkan belum terlambat/cacat. Pengetahuan kader ini didapatkan

dari penyuluhan oleh petugas puskesmas sebelum mereka turun

melakukan pembagian obat ke masyarakat.

Kader dilibatkan dalam eliminasi filariasis di tingkat desa dan

dusun untuk membagikan obat ke masyarakat dengan metode door to

door. Menurut pengakuan petugas puskesmas dan kader bahwa metode

tersebut untuk menjaring masyarakat yang tidak datang ketika posyandu

ataupun ketika dikumpulkan untuk pembagian minum obat. Berdasarkan

cerita dari kader di Desa Margajaya yang dulu ikut membagikan obat

filariasis mengatakan bahwa mereka mengaku hanya membagikan obat

selama tiga periode. Pada tahun terkahir mereka tidak mau ikut

membagikan karena takut.

“tiga kali, yang tahun pertama di balai desa, yang ke dua keliling, yang ke tiga

keliling, yang keempat tidak berani. Sampai sekarang tidak ada program lagi itu,

kan kadernya takut.”

Ketakutan mereka karena pada tahun tersebut di media telvisi

tersiar kabar bahwa kader di daerah Jawa Timur ada yang dituntut oleh

masyarakat karena ada masyarakat yang meninggal diakbiatkan

pembagian obat massal yang dibagikan ke masyarakat. Dengan alasan

tersebut maka mereka tidak mau membagikan obat, sehingga obat

dibagikan langsung oleh petugas Puskesmas.

“...Yang terkahir tidak mau membagi karena di berita di jawa tengah atau

gimana kadernya dituntut karena habis konsumsi obat kaki gajah, terus

meninggal. Makanya pas kita nonton ndak mau pak, ndak berani. Nanti terjadi

apa2 malah”

Selama pengobatan massal filariasis, kader mendapatkan dukungan

anggaran dari Puskesmas, namun menurut keterangan kader uang yang

didapatkan jumlahnya sedikit untuk ukuran waktu itu. Secara keseluruhan

selama kader membagikan obat tidak ditemukan hambatan berarti. Sedikit

hambatan yang ditemui adalah penerimaan awal masyarakat karena

Page 92: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

kejadian ikut paska pengobatan. Pada pelaksanaannya pemerintah desa

membantu dalam penyampaian ke warga, untuk pembagiannya kader

berjalan sendiri kerumah warga. Dalam pembagian obat mereka

mengambil contoh warga sekitar yang merupakan penderita kasus kronis.

“Kan sudah ada yang terkena apakah ibu mau terkena seperti ibu yang disana

itu, kan tinggalnya di hutan yang kena itu.”

Peran Tokoh Agama/Tokoh Masyarakat Dalam Pelaksanaan POPM

Menurut tokoh agama dan tokoh masyarakat tidak ada istilah lokal

untuk menyebut kaki gajah. Tokoh agama dan masyarakat di Desa

Margajayan dan Lantawonua kurang mengetahui tentang penyakit kaki

gajah. Mereka mengetahui penyakit kaki gajah, gejala yang

ditimbulkannya, namun tidak mengetahui proses penularan dan status

endemis daerahnya. Berdasarkan keterangan tokoh agama dan masyarakat

bahwa dulu pernah dilakukan pengobatan massal, namun mereka lupa

tahun diadakannya pengobatan massal.

Beberapa tokoh agama dan masyarakat mengaku terlibat dalam

pengobaatan massal filariasis pada waktu itu. Keterlibatan mereka hanya

sebatas memberikan informasi akan diadakannya pengobatan massal.

Informasi di wilayah itu biasa disampaikan melalui pengumuman di

masjid dan tempat ibadah lainnya. Ketika ada pembagian obat massal

dengan cara mengumpulkan warga, biasanya Puskesmas akan melibatkan

tokoh masyarakat dalam hal ini bapak desa dan tokoh agama.

“Artinya begini sy cerita sedikit bahwa untuk pemerintah desa kalau ada

kegiatan begitu. Dia sifatnya hanya memediasi kalau terjun langsung bahwa dia

harus membagikan jangan sampai dia salah membagi karena memang bukan

pekerjaanya.”

“...kalo ada kegiatan kayak pengobatan itu informasi yang cepat itu melalaui

imam desa, selain diundang dikasih surat untuk mengumumkan di masjid”

Dalam pelakasanna pengobatan massal pada tahun 2005-2011

tidak ditemui kendala oleh tokoh agama maupun masyarakat. Pengobatan

massal filariasis pada waktu itu juga tidak bertentangan dengan nilai atau

Page 93: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

tatanan adat di wilayah Kabupaten Bombana. Sedikit hambatan yang

dialami oleh mereka adalah warga yang menolak untuk minum obat

karena merasa tidak sakit. Menurut keterangan salah satu tokoh agama

mengatakan:

“Mereka bilang kita tidak kena penyakit jadi tidak di minum..saya tidak minum

karena banyak yang tidak minum.”

Ketika masyarakat sudah menolak tokoh agama dan kepala desa tidak

memberikan pendampingan karena menganggap bahwa itu sudah urusan

dari tenaga kesehatan/kader.

Page 94: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

BAB IV

PEMBAHASAN

1. Survei KAP.

Kelemahan dan kendala dari studi ini adalah dalam hal menggali

keterangan responden/recall bias, hal ini dikarenakan proses kegaiatan

POPM filariasis di Kabupaten Bombana terakhir kali dilakukan pada tahun

2010 yang artinya adalah 7 tahun yang lampau. Jumlah penduduk di

Kabupaten Bombana menurut Data Sensus Penduduk adalah 139.235

jiwa.18 Setelah proses POPM filariasis selesai hampir tidak ada program

filariasis yang menyentuh masyarakat, kecuali kegiatan TAS yang

tujuannya adalah murid sekolah kelas 1 dan 2.

Secara demografi penduduk di Desa Margajaya dan Lantawonua

bekerja sebagai petani. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Tanah

Bumbu, Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa adanya hubungan yang

signifikan dengan kejadian filariasis. Responden yang bekerja sebagai

petani mempunyai risiko terkena filariasis sebesar 8,4 kali lebih besar

dibandingkan dengan seseorang yang bekerja sebagai pegawai.19

Pengetahuan masyarakat mengenai filariasis masih kurang.

Pengetahuan masyarakat mengenai adanya POPM filariasis juga kurang

dimana 74,1% tidak mengetahui adanya POPM filariasis. Ada dua

kemungkinan kegiatan POPM filariasis yang sudah lama, yaitu

kemungkinan pertama adalah bahwa memang tidak ada kegiatan POPM

filariasis, dan kemungkinan kedua adalah adanya recall bias

mengakibatkan penduduk sudah lupa karena kegiatan POPM filariasis

terakhir diadakan pada tahun 2010. Sumber informasi dari responden yang

mengaku mengikuti kegiatan POPM filariasis paling banyak dari petugas

kesehatan sebesar 84%. Hal ini menunjukkan bahwa peran dari petugas

kesehatan cukup penting dalam POPM filariasis.

Sikap yang ditunjukkan oleh responden cukup baik, meskipun

perilaku responden tentang POPM filariasis kurang memuaskan. 83,6%

mengaku tidak pernah mengikuti ataupun terlibat dalam POPM filariasis.

Page 95: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Dari 106 responden yang mengaku diberikan obat, masih ada 10,4% yang

tidak meminum obat yang dibagikan dalam kegaitan POPM filariasis.

95,8% responden tidak meminum obat dihadapan petugas dan

meminumnya ketika di rumah dan paling banyak diminum ketika malam

hari. Hal ini berhubungan dengan hasil dari indepth interview bagi kader,

dimana kader dan petugas kesehatan pada waktu itu memang

menyarankan untuk meminum obat POPM filariasis pada malam hari

ketika akan tidur, menurut keterangan kader dan petugas kesehatan hal ini

untuk mengantisipasi adanya efek samping dari obat. Dengan meminum

obat pada malam hari memang sedikit yang menunjukkan gejala efek

samping, gejala dari efek samping obat yang paling banyak adalah

pusing/sakit kepala sebesar 17,9%. Pengawasan minum obat tetap perlu

diperlukan untuk memastikan bahwa masyarakat benar-benar patuh dalam

pengobatan.20

Kegiatan POPM filariasis dilakukan selama lima tahun berturut-

turut di seluruh wilayah kabupaten/kota endemis filariasis dengan sasaran

yang harus minum obat adalah seluruh penduduk berusia lebih dari dua

tahun. Obat yang direkomendasikan oleh program adalah

Diethylcarbamazine Citrate (DEC) dengan dosis 6 mg/kg dan Albendazole

dengan dosis 400 mg. Obat DEC mampu membunuh mikrofilaria dalam

darah dalam beberapa jam, selain itu DEC juga dapat membunuh sebagian

cacing dewasa serta menghambat pertumbuhan cacing dewasa yang masih

hidup selama 9-12 bulan. Kombinasi dengan Albendazole dapat

meningkatkan efek DEC dalam membunuh cacing dewasa dan

mikrofilaria serta meminimalisir efek obat yang tidak dikehendaki.

Kegiatan POPM yang dilakukan selama lima tahun berturut-turut dengan

cakupan minimal ˃65% diharapkan dapat memutus mata rantai penularan.

Selain itu, penduduk berisiko yang tinggal di daerah endemis dapat

dicegah dengan pemberian obat pencegahan selama lima tahun sebelum

timbul gejala klinis lebih lanjut.21,22

Page 96: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

2. Pemeriksaan Klinis Filariasis.

Berdasarkan pemeriksaan klinis hanya ditemukan satu orang di dua

desa yang menunjukkan enam gejala kinis yang muncul, yaitu: demam

filarial, kasus kronis elefenatiasis retrograde limphangitis, lymphadenitis,

early lymphedema, dan elephantiasis. Gejala klinis yang ditimbulkan

antara beberapa jenis cacing, Infeksi W. bancrofti dapat menyebabkan

kelainan pada saluran kemih dan alat kelamin, tetapi infeksi oleh B. malayi

dan B. timori tidak menimbulkan kelainan pada saluran kemih dan alat

kelamin.7

Morbiditas kasus filariasis di Provinsi Sulawesi Tenggara sampai

dengan tahun 2012 sebesar 3,08 per 100.000 penduduk. Berdasarkan

pemetaan kejadian kasus tahun 2012 dilaporkan kasus kronis tersebar di 7

kabupaten/kota, yang tertinggi berada di Kabupaten Kolaka sebanyak 27

kasus dan yang terendah di Kabupaten Muna sebanyak 1 kasus. Kabupaten

Bombana menurut profil kesehatan provinsi tahun 2012 dilaporkan ada 19

kasus kronis filariasis.23 Kasus kronis di Kabupaten Bombana pada tahun

2012 paling banyak ditemukan pada perempuan dengan 12 kasus kronis,

sedangkan laki-laki hanya 7 orang.24 Hal ini berbeda dengan peneltian

yang dilakukan di Kabupaten Sumba Barat Daya dan Kabupaten Muaro

Jambi. Jenis kelamin berhubungan dengan kejadian filariasis, di

Kabupaten Sumba Barat Daya kasus positif filariasis lebih banyak

ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.25 Penelitian yang lain di

Kabupaten Muaro Jambi menunjukkan laki-laki lebih berisiko 6,2 kali

terkena filariasis dibandingkan dengan perempuan.26 Hal ini berhubungan

dengan proses penularan filariasis, penularan filariasis pada daerah

endemis filariasis terjadi pada malam hari (periodik nokturnal). Aktifitas

keluar rumah pada malam hari lebih banyak di jumpai laki-laki daripada

perempuan. Hasil analisis multivariat di Kabupaten Sambas menunjukkan

bahwa kebiasaan keluar rumah pada malam hari memiliki risiko menderita

filariasis 39,054 lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak

memiliki kebiasaan keluar rumah pada malam hari.27 Lebih banyak kasus

kronis yang ditemukan di Kabupaten Bombana pada perempuan

Page 97: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

kemungkinan karena laki-laki lebih malu untuk melaporkan kasus kronis

dibandingkan perempuan.

Gejala klinis akut yang ditimbulkan filariasis berupa limfadenitis,

limfangitis, adenolimfangitis yang disertai demam, sakit kepala, rasa

lemah dan timbulnya abses. Limfadema pada infeksi Brugia, terjadi

pembengkakan kaki dibawah lutut, lengan di bawah siku dimana siku dan

lutut masih normal.28 Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa tidak

adanya hydrocele, gejala ini hanya ditunjukkan pada infeksi W. bancrofti.

Limfadema yang ditunjukkan dari pemeriksaan klinis menetap dan tidak

ditemukan lipatan kulit dan nodul. Stadium limfadema ini digolongkan

pada stadium 2. Sesuai dengan Permenkes No. 94 Tahun 2014, Perawatan

yang dianjurkan adalah menjaga kebersihan anggota tubuh yang bengkak,

perawatan luka dan lesi di kulit, pelatihan anggota tubuh yang bengkak,

meninggikan anggota tubuh yang bengkak saat duduk lama, pemakaian

alas kaki yang cocok, memkai perban elastis atau pembalutan saat

melakukan aktivitas.28

3. Survei Darah Jari.

Berdasarkan pemeriksaan survey darah jari malam tidak ditemukan

mikrofilaria di dalam darah. Suatu daerah dinyatakan endemis filariasis

jika Mf rate ≥ 1%.28 Dari hasil survey darah jari malam menunjukkan

bahwa wilayah Kabupaten Bombana sudah bukan daerah endemis

filariasis. Dinamika penularan filariasis tergolong lambat, hal ini

dikarenakan penderita baru akan terinfeksi cacing mikrofilaria setelah

mengalami gigitan nyamuk vektor filariasis yang mengandung larva

cacing filarial stadium tiga.29

Kejadian filariasis di Sulawesi Tenggara pertama kalo telah

dipublikasikan oleh Joesoef A, dkk pada tahun 1984. Empat desa yang

dilakukan survey darah jari di Kbaupaten Kendari, Sulawesi Tenggara

menunjukkan prevalensi anatar 9,6% - 19,7%. Mikrofilaria yang

ditemukan adalah B. malayi dengan tipe periodik nokturna. Data Mf rate

Page 98: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

pada tahun 2005 di Kabupaten Bombana (Desa Lantawonua)

menunjukkan Mf rate sebssar 1,18%.30 Pada riset kali ini tidak ditemukan

mikrofilara dalam survey darah jari menunjukkan keberhasilan

pelaksanaan POPM di Desa Lantawonua. Untuk Desa Margajaya

sebelumnya memang tidak ada data tentang Mf rate dan pada riset ini juga

tidak ditemukan mikrofilaria pada saat survey darah jari menunjukkan

bahwa tidak ada penularan filariasis yang terjadi di desa tersebut.

Desa Margajaya yang merupakan daerah transmigran, hampir

sebagian masyarakatnya adalah pendatang dari Pulau Jawa dan Bali. Pada

survey darah jari di Desa tersebut tidak ditemukan kasus positif maupun

kasus kronis. Semua manusia berpeluang untuk dapat tertular filariasis

apabila digigit nyamuk infektif yang mengandung larva stadium 3. Namun

tidak semua orang yang terinfeksi menunjukkan gejala klinis. Penduduk

pendatang pada suatu daerah endmis filariasis mempunyai risiko terinfeksi

filariasis lebih besar dibanding penduduk asli. Biasanya para transmigran

akan menunjukkan gejala klinis yang lebih berat jika dibadingkan dengan

penduduk asli.7

4. Stool Survey

Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuknya

parasit berupa cacing ke dalam tubuh manusia. Beberapa jenis cacing yang

sering ditemukan menimbulkan infeksi dalah cacing gelang (Ascaris

lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), cacing kait

(Hookworm) yang penularannya melalui tanah.31 Tiga anak sekolah dari

151 sampel ditemukan adanya telur cacing Trichuris trichuria atau cacing

cambuk. Kasus infeksi cacing memang lebih sering terjadi pada Soil

Transmitted Helminthiasis (STH) karena cacing jenis ini tidak

membutuhkan hospes perantara untuk melanjutkan siklus hidupnya.

Prevalensi hasil stool survey pada tiga Sekolah Dasar di Kabupaten

Bombana adalah 2%. Di Indonesia, prevalensi kecacingan masih tinggi

antara 60-90% tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan. Tinggi

Page 99: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

rendahnya frekuensi kecacingan berhubungan erat dengan kebersihan

pribadi dan sanitasi lingkungan menjadi sumber infeksi. Kasus positif

yang ditemukan dari tiga siswa sekolah dasar merupakan kasus infeksi

tunggal dari T. trichuria. Secara epidemiologi karakteristik jenis parasit

pada manusia terjadi dalam periode yang panjang dengan spesies parasit

yang menginfeksi lebih dari satu (Polyparasitism). Jika dibandingkan

dengan infeksi tunggal, infeksi parasit lebih dari satu parasit mungkin

lebih berakibat fatal. Kecacingan pada manusia hampir dapat ditemukan di

seluruh dunia lebih dari satu milyar orang di seluruh dunia terinfeksi oleh

satu atau lebih spesies cacing usus. Kejadian kecacingan ini tidak lepas

dari lingkaran kemiskinan, penurunan produktivitas dan pembangunan

sosio-ekonomi yang tidak merata. Kejadian kecacingan pada manusia

paling umum disebabkan oleh STH yang disebabkan oleh ascariasis,

trichuriasis, dan infeksi cacing tambang (necatoriasis, ancylostomiasis),

diikuti oleh schistosomiasis dan filariasis.32

Penyakit kecacingan umumnya tidak akut dan tidak fatal, namun

bersifat kronis yang sulit untuk diukur validitasnya. Penyakit kecacingan

oleh parasit usus termasuk kedalam kelompok Neglected Tropical

Disease, penyakit yang kurang diperhatikan. Keacacingan juga merupakan

salah satu penyakit yang kurang mendapat perhatian dari perencana

kesehatan dalam hal ini dinas kesehatan setempat.33 Keberadaan cacing di

dalam usus manusia berpengaruh terhadap proses penyerapan, pencernaan,

dan metabolisme makanan. Perilaku dari cacing tambang ini pada infeksi

yang berat serta berlangsung lama dapat menyebabkan anemia kronis pada

anak sekolah dan juga kekurangan protein. Hal ini berakibat pada

kelemahan fisik dan perkembangan intelektual anak. Diperhitungkan jika

ada seorang penderita ada 100 cacing dalam ususnya maka perkiraan

jumlah kehilangan darah akibat cacing ini adalah 44.000 liter per

harinya.34

Faktor risiko kejadian infeksi oleh parasit usus tidak lepas dari

siklus hidupnya. Untuk melakukan eliminasi kecacingan tidak cukup jika

hanya dilakukan dengan pengobatan, tetapi juga perlu untuk melakukan

Page 100: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

perbaikan kondisi linkungan dan merubah perilaku yang berisiko.

Penanggulangan terhadap permasalahan gizi yang disebabkan oleh

kecacingan adalah melakukan pengobatan pada sumber infeksi selain

memperbaiki lingkungan, mengurangi populasi lalat/kecoa, menjaga

kebersihan makan/minuman, pemakaian jamban keluarga, menghindarkan

anak-anak untuk bermain di tanah, menjaga kebersihan kuku, serta

membiasakan mencucui tangan sebelum makan.33

5. Deteksi Gen Bm

Dari 21 sampel darah yang diperiksa Gen Bm tidak ditemukan

hasil positif. Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan TAS pada tahun

2016, dimana dengan pemeriksaan Brugia Rapid Test juga tidak

ditemukan hasil positif. Mengapa anak sekolah yang diperiksa untuk TAS,

sesuai dengan Permenkes No. 94 Tahun 2017, bahwa untuk melakukan

evaluasi POPM filariasis dilakukan pemeriksaan pada anak Sekolah Dasar

dalam rentang umut 6-7 tahun.7 Pemeriksaan dengan PCR lebih sepesifik

untuk mendeteksi adanya DNA cacing mikrofilaria. Hasil pemeriksaan

negatif menggambarkan bahwa penularan dan penyebaran filariasis di

Kabupaten Bombana sudah tidak terjadi.

6. Survei Vektor

Di Indonesia sampai saat ini sudah diketahui 23 spesies nyamuk

dari 5 genus yang menularkan filariasis yaitu: Mansonia, Anopheles,

Culex, Aedes, dan Armigeres. Untuk melaksanakan pemberantasan vektor

filariasis perlu mengetahui bionomik vektor yang mencakup tempat

berkembang biak, perilaku mengigit dan tempat istirahat. Perilaku nyamuk

dapat berpengaruh terhadap distribusi kasus filariasis. setiap daerah

mempunyai spesies nyamuk berbeda-beda, dan pada umumnya terdapat

beberapa spesies nyamuk sebagai vektor utama dan spesies lainnya

merupakan vektor potensial.7

Page 101: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Dari hasil penangkapan nyamuk di Kabupaten Bombana

menunjukkan bahwa ada 3 genus nyamuk yang tertangkap, yaitu dari

genus Aedes, Culex, dan Anopheles. Culex vishnui mendominasi dari hasil

tangkapan di Desa Lantawonua, sedangkan Cx. quinquefasciatus lebih

mendominasi di Desa Margajaya. Dari genus Anopheles ada dua spesies

yang ditemukan di Desa Lantawonua yaitu Anopheles subpictus dan An.

vagus. Genus Anopheles lebih beragam ditemukan di Desa Margajaya

ditemukan 4 spesies, yaitu An. barbirostris, An. indefinitus, An. subpictus,

An. vagus.

Vektor filariasis di Kabupaten Kendari, Provinsi Sulawesi

Tenggara yang telah dikonfirmasi adalah An. barbirostris, An. nigerimus,

Ma. uniformis, dan Ma. indiana.30 Dari nyamuk yang tertangkap ada

beberapa sepesies yang perlu mendapatkan perhatian karena sudah

dinyatakan sebagai vektor filariasis yaitu: An. barbirostris sebagai vektor

filariasis di Provinsi Sulawesi Tenggara. Selain itu An. subpictus dan An.

vagus merupakan vektor Brugia timori di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Dalam Permenkes No. 94 tahun 2014, ada 9 spesies nyamuk yang

menularkan cacing filarial B. malayi dan W. bancrofti di Provinsi Sulawesi

Tenggara yaitu: Ma. uniformis, Ma. indiana, Ma. dives, An. aconitus, An.

barbirostris, An. nigerimus, Cx. annularistris, Cx. withmorei7. Dari

hasil pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan adanya nyamuk yang

positif filarial, hal ini menunjukkan penularan filariasis tidak terjadi.

7. Survei Lingkungan

Lingkungan Desa Margajaya dan Lantawonua memiliki

karakteristik yang berbeda. Desa Lantawonua merupakan perumahan

memanjang yang dikelilingi oleh sawah dan kebun, sedangkan Desa

Margajaya merupakan daerah pemukiman yang kering. Jenis habitat yang

ditemukan di Desa Margajaya paling banyak adalah genangan air disekitar

pemukiman, sedangkan di Desa Lantawonua adalah sawah. Yang perlu

menjadi perhatian adalah bahwa pemukiman sangat dekat dengan tempat

Page 102: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

potensial. Tidak hanya masalah penyakit filariasis namun juga penyakit

tular vektor lainnya.

Desa Lantawonua yang merupakan daerah sentinel yang pada

tahun 2005 mempunyai Mf rate ≥ 1%, merupakan daerah persawahan.

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap distribusi kasus Filariasis dan

mata rantai penularannya. Biasanya daerah endemis B. malayi adalah

daerah dengan hutan rawa, sepanjang sungai yang ditumbuhi tanaman air7.

Penelitian di Kabupaten Sambas menunjukkan adanya hubungan antara

habitat nyamuk dengan kejadian filariasis. Responden yang rumahnya

terdapat habitat nyamuk memiliki risiko 38,031 kali lebih besar menderita

filariasis dibandingkan dengan responden yang rumahnya tidak terdapat

habitat nyamuk.27

Jarak antara rumah dan titik koordinat tempat potensial perindukan

nyamuk terhubung pada jarak kurang dari 1 kilometer. Penelitian di

Kabupaten Sumba Barat Daya juga menunjukkan bahwa penularan

filariasis terjadi karena rumah penderita filariasis berada pada zona

penyangga yang berjarak kurang dari 1 kilometer dari tempat potensial

perindukan nyamuk.25 Jarak terbang nyamuk Anopheles pada umumnya

adalah 1-2 kilometer.25,27 Genangan air terbuka yang tidak terawat dan

terdapat tumbuhan air akan menjadi tempat potensial perindukan nyamuk.

Risiko penularan filariasis dapat ditekan dengan mengendalikan populasi

nyamuk vektor. Kegiatan membersihkan genagan air di sekitar rumah,

mengalirkan air pada persawahan dan menaburkan ikan pemakan jentik

merupakan upaya untuk mengurangi risiko penularan filariasis.25

8. Studi Kualitatif

Kabupaten Bombana menerima sertifikat eliminasi filariasis pada

tahun 2016 bersama 3 kabupaten lain yaitu Kabupaten Waringin Barat,

Kabupaten Kolaka Utara, dan Kota Bogor.35 Keberhasilan ini dipengaruhi

oleh berbagai faktor mulai dari perencanaan dan penganggaran di tingkat

Kabupaten dan Puskesmas sampai dengan komitmen kader dan petugas

Page 103: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Puskesmas untuk menyelesaikan POPM filariasis. Capaian POPM

filariasis mulai dari tahun 2005 sampai dengan 2007 mampu mencakup

lebih dari 65%, namun setelah tahun ketiga mengalami penurunan yang

cukup drastis dibawah 65%. Meskipun capaian setelah tahun ketiga

menurun, namun ternyata berdasarkan hasil TAS dan hasil SDJ pada riset

ini menunjukkan bahwa transimisi penularan filariasis sudah tidak terjadi

dan Kabupaten Bombana dinyatakan bebas dari filariasis.

Pemberian pengobatan massal diharapkan mampu menurunkan

angka Mf rate dan mencegah orang yang tinggal di daerah endemis.

Cakupan POPM yang rendah akan menghambat eliminasi filariasis di

suatu daerah. Hasil penelitian di Kecamatan Pekalongan Utara

menunjukkan bahwa cakupan POPM yang kurang dari 75% selama tiga

periode pemberian obat massal filariasis belum mampu menurunkan angka

Mf rate kurang dari 1%.36

Dalam kegiatan POPM filariasis di Kabupaten Bombana kerjasama

antar lintas sektor dan program lebih banyak terjadi di tingkat Puskesmas

dengan melibatkan aparat desa, Babinsa dari TNI dan kader. Keterlibatan

dari lintas program dan lintas sektor sangat dibutuhkan dalam eliminasi

filariasis. Sosialisasi dan Promosi Kesehatan dalam eliminasi filariasis

dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat untuk berpartisipasi dalam

kegiatan POPM dan diharapkan mampu meningkatkan cakupan POPM.22

Perencanaan kegiatan POPM filariasis di Kabupaten Bombana

dilakukan ditingkat kabupaten. Dilihat dari kecukupan Sumber Daya

Manusia (SDM) pada tingkat kabupaten dikatakan cukup, namun SDM

pada tingkat Puskesmas dikatakan kurang, sehingga dalam pembagian

obat dibutuhkan bantuan kader. Kebutuhan SDM di tingkat Dinas

Kabupaten diperlukan dalam hal perencanaan penyediaan obat dan juga

anggaran. Kegiatan program eliminasi filariasis pada waktu itu yang

dilakukan hanyalah pembagian obat massal dan tidak diikuti kegiatan

penyelidikan epidemiologi tidak dilakukan. Hal ini sama terjadi di

Kabupaten Bandung, dimana surveilans yang berjalan di Kabupaten

Page 104: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Bandung satu-satunya adalah surveilens pengobatan sedangkan kegiatan

penyelidikan epidemiologi dan survei lingkungan tidak dilakukan.

Pengamatan lingkungan yang berhubungan dengan vektor perlu dilakukan

karena nyamuk mempunyai potensi sebagai penular.37

Kader kesehatan, petugas polindes, dan pustu sangat berperan

dalam pembagian obat dalam kegiatan POPM filariasis di Kabupaten

Bombana. Karena mereka yang langsung membagikan obat ke

masyarakat. Kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan yang

mendistribusikan obat massal filariasis merupakan peluang yang mampu

mensukseskan kepatuhan masyarakat dalam minum obat20. Kebutuhan

SDM tidak hanya diperlukan saat pelaksannan POPM filariasis namun

juga saat sweeping dan monitoring, selain itu peduduk sasaran yang tidak

datang ke pos pengobatan akan didatangi oleh kader atau petugas.37

Page 105: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Keberhasilan eliminasi ini dimulai dengan diadakaannya pelaksanaan

POPM filariasis pada tahun 2005 kemudian dilanjutkan dengan program

TAS selama 3 periode.

2. Dari aspek epidemiologi dari survey darah jari malam di dua desa dan

pemeriksaan nyamuk tidak didapatkan hasil positif mikrofilaria ataupun

nyamuk yang berpotensi menularkan filariasis. Namun, masih perlu

menjadi perhatian adalah lingkungan yang masih dijumpai adanya tempat

potensial perindukan nyamuk disekitar pemukiman.

3. Keberhasilan eliminasi filariasis di Kabuapten Bombana mendapat

dukungan yang baik dari aspek manajemen yang dilakukan di level Dinas

Kesehatan Kabupaten, Puskesmas, dan tingkat pemerintah desa.

Dukungan yang baik di Dinas Kesehatan Kabupaten sudah terpenuhi dari

SDM pemegang program filariasis yang berkompeten dalam hal

perencanaan dan advokasi. Dukungan SDM pada tingkat Puskesmas

bekerjasama dengan pemerintah desa perlu adanya komitmen dari kepala

Puskesmas, kader dan kepala desa. Pembiayaan program eliminasi

filariasis tidak ditemukan kendala pada saat pelaksanaan, dari segi biaya

pengadaan obat sudah ditanggung oleh pemerintah pusat dan dari dinas

kesehatan provinsi. Biaya operasional kader selama pelaksanaan

pengobatan disediakan oleh Puskesmas.

4. Keberhasilan program filariasis di Kabupaten Bombana dipengaruhi oleh

kader kesehatan dan petugas Puskesmas yang merupakan pelaksana

utama dalam hal pembagian obat ke masyarakat yang dibantu oleh kepala

desa dan Babinsa, sedangkan perencanaan logistik obat dan anggaran

dikerjakan oleh Dinas kesehatan.

Saran

Meskipun sudah berhasil dalam eliminasi filariasis namun perlu

adanya surveilans penemuan kasus baru filariasias di daerah terpencil.

Page 106: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Masih adanya penderita kasus kronis filariasis perlu mendapatkan

perawatan dan pendampingan. Dari hasil survey lingkungan dan vektor

nyamuk perlu mendapatkan perhatian terkait dengan penyakit tular vektor

yang sewaktu-waktu dapat menjadikan permasalahan kesehatan di

Kabupaten Bombana.

BAB VI

DAFTAR RUJUKAN

1. WHO. Monitoring and Epidemiological Assessment of Mass Drug

Adminstration: Lymphatic Filariasis, Manual for National Elimination

Programmes. 2011.

2. Ditjen PP & PL. Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia. Ditjen

PP & PL, Depkes RI; 2009.

3. Rahmah N, Taniawati S, Shenoy RK, Lim BH, Kumaraswami V, Anuar a.

K, et al. Specificity and sensitivity of a rapid dipstick test (Brugia Rapid) in

the detection of Brugia malayi infection. Trans R Soc Trop Med Hyg.

2001;95(6):601–4.

4. Noordin R, Abdul Aziz RA, Ravindran B. Homologs of the Brugia malayi

diagnostic antigen BmR1 are present in other filarial parasites but induce

different humoral immune responses. Filaria J. 2004;3:1–7.

5. Subdit Filariasis dan Kecacingan. Data Endemisitas Filariasis di Indonesia

Sampai Dengan Bulan Juli 2014. Jakarta; 2014.

6. Subdit Filariasis dan Kecacingan. Rencana Pre TAS Kabupaten/Kota.

Jakarta; 2012.

7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan

Repubik Indonesia Nomor 94 tahun 2014, tentang Penanggulangan

Filariasis. Indonesia; 2014 p. 1–118.

8. Anorital, Indiarto AH, Dewi RM, Sugianto. Laporan Kajian Pengaruh

Upaya Pengobatan Massal Filariasis Terhadap Pengendalian Penyakit

Kecacingan (tidak dipublikasikan). Jakarta; 2014.

9. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. “Filariasis di Indonesia” dalam

Buletin Jendela Epidemiologi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

2010;1–8.

Page 107: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

10. Supali T. Keberhasilan Program Eliminasi Filariasis di Kabupaten Alor,

Nusa Tenggara Timur” dalam Buletin Jendela Epidemiologi. Kementerian

Kesehatan RI. 2010;20–3.

11. Filariasis S, Pulau DI, Pada A. Situasi filariasis di pulau alor pada tahun

2006. 2009;69–76.

12. Huppatz C, Capuano C, Palmer K, Kelly PM, Durrheim DN. Lessons from

the Pacific programme to eliminate lymphatic filariasis: A case study of 5

countries. BMC Infect Dis. 2009;9:1–6.

13. Sabesan S, Vanamail P, Raju K, Jambulingam P. Lymphatic Filariasis in

India: Epidemiology and Control Measures. J Postgrad Med. 2010;56:232–

8.

14. De-jian S, Xu-li D, Ji-hui D. The history of the elimination of lymphatic

filariasis in China. Infect Dis Poverty. 2013;2(1):1–9.

15. WHO. Slides on training in monitoring and epidemiological assessment

mass drug administration for eliminatiion filariasis: Module 8 Survey

sample builder [Internet]. 2016. Available from:

http://www.who.int/lymphatic_filariasis/resources/TAS_training_materials/

en/

16. Subdit Filariasis dan Kecacingan Kementerian Kesehatan RI. Hasil Pre-

TAS & TAS 2016. Jakarta; 2017.

17. Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana. Profil Kesehatan Kabupaten

Bombana Tahun 2016. Bombana; 2017.

18. BPS. No Title [Internet]. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun

1992-2015. 2016 [cited 2017 Dec 27]. Available from:

https://bombanakab.bps.go.id/statictable/2016/09/15/42/jumlah-penduduk-

menurut-jenis-kelamin-tahun-1992-2015.html

19. Rahayu N, Soeyoko, Sumarni S. Faktor Yang Berhubungan Dengan

Penularan Filariasis di Puskesmas Lasung Kec. Kusan Hilir Kab. Tanah

Bumbu Prop. Kalimantan Selatan. Kesmas. 2008;2(3):133–93.

20. Patanduk Y, Yunarko R, Mading M. Penerimaan Masyarakat dan Cakupan

Pengobatan Massal Filariasis di Kecamatan Kodi Balaghar, Kabupaten

Sumba Barat Daya. Bul Penelit Sist Kesehat. 2016;19(2):157–63.

21. Depkes RI. Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia. Direktorat

Jendral PP&PL, Depkes RI; 2008.

Page 108: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

22. Santoso, Cahyaningrum S. Re-Transmission Assessment Survey Filariasis

Pasca Pengobatan Massal di Kabupaten Agam , Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2016. BALABA. 2017;13(2):143–52.

23. Dinas kesehatan propinsi Sulawesi Tenggara. Profil Kesehatan Prov. Sul-

Tra 2012. Profil Kesehatan Prov. Sul-Tra 2012. Kendari; 2013.

24. Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana. Profil Kesehatan Kabupaten

Bombana Tahun 2012. Bombana; 2012.

25. Yunarko R, Patanduk Y. Distribusi Filariasis Brugia Timori dan

Wuchereria Bancrofti di Desa Kahale , Kecamatan Kodi Balaghar ,

Kabupaten S umba Barat Daya , Nusa Tenggara Timur. Balaba.

2016;12(2):89–98.

26. Santoso, Hotnida, S dan Oktarina R. Faktor Risiko Filariasis Di Kabupaten

Muaro Jambi. Bul Penelit Kesehat. 2013;41(3):152–62.

27. Ardias A, Setiani O, Darundiati YH. Faktor Lingkungan dan Perilaku

Masyarakat yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten

Sambas. J Kesehat Lingkung Indones [Internet]. 2013;11(2):199–207.

Available from: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/article/view/5032

28. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. 94 Tahun

2014 Tentang Penanggulangan Filariasis. Indonesia; 2016.

29. Santoso. Hubungan Kondisi Lingkungan dengan Kasus Filariasis di

Masyarakat (Analisis Lanjut Hasil Riskesdas 2007). Aspirator.

2011;3(1):1–7.

30. Joesoef A, Lifwarni, Wardiyo, Maneoba L, Bahang Z, Kirnowardoyo S, et

al. Malayan Filariasis Studies in Kendari Regency, Southeast Sulawesi,

Indonesia: Parasitological Survey. Bull Penelit Kesehat. 1984;XII(I):1–7.

31. Hairani B, Andiarsa D, Fakhrizal D. Risiko Infeksi Cacing Usus Pada Anak

Sekolah Dasar Berdasarkan Ekosistem Yang Berbeda di Kabupaten Tanah

Bumbu Tahun 2009. Buski. 2013;4(3):109–14.

32. WHO. Research Priorities for Helminth Infections [Internet]. 2012.

Available from:

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/75922/1/WHO_TRS_972_eng.pdf?

ua=1

33. Rahayu N, Ramdani M. Faktor risiko terjadinya kecacingan di SDN Tebing

Tinggi di Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan. Buski.

2013;4(3):150–4.

Page 109: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

34. Sardjono TW. Strategi Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit Parasitik

di Masyarakat. Maj Kedokt Indones. 2009;59(7):297–301.

35. Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat. Tahun Ini, 13

Kabupaten/Kota Dapat Sertifikat Eliminasi Filariasis. Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia. 2017. p.

http://www.depkes.go.id/article/view/17100900001/t.

36. Wahyudi BF, Pramestuti N. Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di

Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan. Balaba.

2016;12(1):55–60.

37. Ipa M, Astuti EP, Ruliansyah A, Wahono T, Hakim L. Gambaran

Surveilans Filariasis di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. J Ekol

Kesehat. 2014;13 (2):153–64.

Page 110: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Cover dalam

LAPORAN PENELITIAN TAHUN 2017

Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis di Indonesia Tahun 2017

(Studi Multisenter Filariasis)

STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN

BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017

(Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik)

Tim Peneliti:

drh. Rais Yunarko; Ni Wayan Dewi Adnyana, S.Si; Yona Patanduk, S.Km;

Mefi Mariana Tallan S.Si; Maria Astiana Mapada, S.Km; Anderias

Karniawan Bulu, S.Si; Justus Edyson Tangkuyah, Amd. KL; Dewi Rahayu,

Amd. Kep; Jerianto Leba Dara; Vhensiana Benyamin; Piter W Praing

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

LOKA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG

(LOKA LITBANG P2B2) WAIKABUBAK

2017

Page 111: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

SK PENELITI

Page 112: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 113: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 114: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 115: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 116: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 117: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 118: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 119: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 120: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 121: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 122: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 123: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 124: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 125: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 126: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 127: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 128: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 129: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 130: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 131: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 132: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 133: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 134: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

DAFTAR SUSUNAN TIM PENELITI

No Nama kedudukan dalam tim

1 Muhammad Kaswaini, SKM, M.Kes PJT Provinsi Sultra

2 drh. Rais Yunarko PJT Kabupaten Bombana

3 NI Wayan Dewi Adnyana, S.Si

PJT Kabupaten Kolaka

Utara

4 Yona Patanduk, SKM Anggota peneliti

5 Mefi Mariana Tallan, S.Si Anggota peneliti

6 Mariana A. Mapada, SKM Anggota peneliti

7 Anderias Karniawan Bulu, S.Si Anggota peneliti

8 Dewi rahayu, Amd. Kep Anggota peneliti

9 Justus Edyson tangkuyah, Amd. KL Anggota peneliti

10 Jerianto Leba dara Anggota peneliti

11 Vhensiana Benyamin

Anggota peneliti dan

administrasi

12 Piter W Praing

Anggota peneliti dan

administrasi

COPY DOKUMEN PERSETUJUAN ETIK

Page 135: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

LEMBAR PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG

Judul penelitian :

Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis di Indonesia Tahun 2017

(Studi Multisenter Filariasis)

Waikabubak, Januari 2018

Page 136: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Kepala Loka Litbang P2B2

Waikabubak

Rosiana K. Kulla, SKM

NIP 196512291989032001

PJT Kabupaten Kolaka Utara

Ni Wayan Dewi Adnyana, S.Si

NIP 198101212008122002

Menyetujui

Ketua Panitia Pembina Ilmiah

Sri Irianti, SKM,M.Phil,PhD

NIP 195804121981022001

Kepala

Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

drg.Agus Suprapto, M.Kes

NIP 196408131991011001

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas

berkat dan karunianya, kami dapat menyusun laporan penelitian yang berjudul

Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis di Indonesia Tahun 2017 (Studi Multisenter

Filariasis)

Upaya untuk memutuskan rantai penularan filariasis dapat dilakukan salah

satunya melalui POPM. Banyak daerah yang telah berhasil melakukan hal

tersebut, namun masih banyak juga daerah yang belum berhasil.

Mengingat besarnya masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh penyakit

filariasis apabila POPM tidak berhasil, maka dipandang perlu dilakukan penletian

yang bertujuan melihat faktor- faktor yang menyebabkan keberhasilan maupun

Page 137: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

kegagalan di suatu daerah. Dengan harapan hasil yang telah diperoleh dapat

digunakan sebagai dasar upaya pengembangan metode pengendalian filariasis di

daerah yang masih gagal eliminasi filariasis.

Kami sampaikan limpah terimakasih semua pihak yang telah membantu

dan bekerjasama dan memberikan konstribusi baik pikiran maupun tenaga

sehingga laporan ini berhasil disusun.

Waikabubak, Januari 2017

Peneliti

ABSTRAK

Di Indonesia, terdapat 239 kabupaten/ kota endemis filariasis. Dari 236

kabupaten/kota yang endemis filariasis tersebut, 55 kabupaten/kota telah

melakukan pemberian obat pencegahan massal filariasis (POPM) selama 5 tahun

berturut-turut (5 putaran). Sisanya sebanyak 181 kabupaten/kota akan

melaksanakan POPM sampai dengan tahun 2020. Dari status terakhir per tahun

2015, terdapat 29 kabupaten/kota yang telah lulus Transmission Assesment Survey

(TAS) dan 22 kabupaten/kota gagal TAS baik TAS1, TAS2 atau TAS3. Banyak

faktor adanya kegagalan kabupaten/kota untuk lulus TAS. Salah satu aspek

kegagalan tersebut adalah cakupan POPM yang belum mencapai target yang

ditentukan. Namun kegagalan TAS tidak hanya dari aspek manajemen POPM

yang diterapkan. Aspek lain yang terkait dengan lingkungan (masih adanya

reservoar dan vektor penyakit), perilaku masyarakat, faktor sosial ekonomi

masyarakat yang masih rendah, dan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah

kabupaten/kota terkait dengan pengedalian filariasis; yang perlu diketahui secara

lebih mendalam dan komprehensif. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan

penelitian ini adalah Mengetahui dan menganalisis program eliminasi filariasis di

kabupaten/kota yang telah melaksanakan POPM.

Metode yang digunakan adalah Survei darah jari ,KAP, Stool survey

Detekesi Gen Brugia malayi, wawancara mendalam dan survei vektor

menggnakan metode Human Landing collection. Hasil pengumpulan data

diketahui bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku responden tentang eliminasi

filariasis masih sangat kurang. Hasil survei darah jari dan deteksi gen Brugia

malayi tidak ditemukan responden yang positif mikrofilaria maupun jejak

fragmen Brugia malayi. Begitupula dengan survei vektor, tidak ditemukan

nyamuk dengan positif vektor. Hasil wawancara mendalam diketahui bahwa

pemerintah setempat sangat mendkung pelaksanaan POPM, hanya saja

permasalahan penerimaan dari masyarakat yang masih kurang terhadap

pelaksanaan POPM.

Page 138: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Key word : Eliminasi filariasis, Survei darah jari, survey vektor, TAS

RINGKASAN EKSEKUTIF

Sampai akhir tahun 2016, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat

239 kabupaten/ kota endemis filariasis. Dari 236 kabupaten/kota yang endemis

filariasis tersebut, 55 kabupaten/kota telah melakukan pemberian obat pencegahan

massal filariasis (POPM) selama 5 tahun berturut-turut (5 putaran). Sisanya

sebanyak 181 kabupaten/kota akan melaksanakan POPM sampai dengan tahun

2020, dengan jumlah penduduk sebesar 76 juta jiwa. Kabupaten/kota yang

melaksanakan POPM, pada tahun ketiga dilakukan evaluasi yang berupa pre-

survei dengan melaksanakan survei darah jari guna mengetahui ada tidaknya

mikrofilaria dalam darah. Selanjutnya setelah 5 tahun POPM dilakukan evaluasi

dengan survei kajian penularan/TAS-1 dengan menggunakan rapid diagnostic

test/RDT 1. Dari hasil TAS-1 tsb akan diketahui apakah di kabupaten/kota

tersebut masih terjadi penularan filariasis atau masih dikategorikan sebagai daerah

endemis. Terhadap daerah yang masih terjadi penularan filariasis akan dilakukan

POPM ulang selama 2 putaran (2 tahun) 123. Untuk hasil TAS-1 dengan nilai di

bawah nilai cut-off maka kabupaten/kota tersebut dinyatakan lulus TAS. Selama 2

tahun setelah dinyatakan lulus, kabupaten/kota melaksanakan surveilans filariasis.

Setelah 2 tahun masa surveilans, dilakukan evaluasi (TAS-2). Dua tahun

kemudian dilakukan lagi evaluasi (TAS-3). Jika dalam 2 periode masa surveilans

dapat dilalui dengan status lulus TAS, maka kabupaten/kota tsb disertifikasi

dengan status filariasis telah tereliminasi. Dari status terakhir per tahun 2015,

terdapat 29 kabupaten/kota yang telah lulus Transmission Assesment Survey

(TAS) dan 22 kabupaten/kota gagal TAS baik TAS1, TAS2 atau TAS3.

Banyak faktor adanya kegagalan kabupaten/kota untuk lulus TAS. Salah

satu aspek kegagalan tersebut adalah cakupan POPM yang belum mencapai target

yang ditentukan. Dari hasil kajian yang dilakukan Pusat Data dan Surveilans

Epidemiologi, Kemenkes RI; persentase cakupan pengobatan massal pada tahun

2009 mencapai 59,48%. Persentase cakupan ini masih jauh di bawah target yang

ditetapkan WHO (minimal 65% dari total populasi atau 85% dari total sasaran) 4.

Rendahnya cakupan POPM antara lain terbatasnya sumber daya yang tersedia,

tingginya biaya operasional kegiatan POPM, dan penolakan masyarakat dengan

adanya reaksi pengobatan seperti demam, mual, muntah, pusing, sakit sendi dan

badan 45 Namun kegagalan TAS tidak hanya dari aspek manajemen POPM yang

diterapkan. Aspek lain yang terkait dengan lingkungan (masih adanya reservoar

dan vektor penyakit), perilaku masyarakat, faktor sosial ekonomi masyarakat

Page 139: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

yang masih rendah, dan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah

kabupaten/kota terkait dengan pengedalian filariasis; yang perlu diketahui secara

lebih mendalam dan komprehensif.

Berdasarkan hal tersebut, dimana letak kegagalan dan keberhasilan

kabupaten/kota dalam pelaksanaan eliminasi filariasis yang telah berlangsung

sejak tahun 2002. Faktor kegagalan dan keberhasilan inilah yang akan dicari

dalam studi ini dengan melibatkan berbagai unit/instansi yang berada di lingkup

Badan Litbangkes.

Tujuan penelitian Mengetahui dan menganalisis program eliminasi

filariasis di kabupaten/kota yang telah melaksanakan POPM. Dengan tujuan

khusus untuk diketahui dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi

filariasis dari hasil analisis aspek epidemiologi (host, agent, lingkungan serta

diketahui dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis dari hasil

analisis aspek manajemen. Didapatkannya masukan yang signifikan untuk

perbaikan eliminasi filariasis di Indonesia.

Metode yang digunakan adalah Survei darah jari terhadap 620 responden

yang berdomisili di daerah sentinel atau spot., KAP untuk mengetahui

pengetahuan sikap dan perilaku responden sebesar jumlah responden SDJ tentang

penyebab, efek dan pengobatan filariasis, Stool survey merupakan survei

kecacingan yang dilakukan terhadap 10% anak dari total TAS yaitu sekitar 150-

160 anak, Detekesi Gen Brugia malayi dilakukan terhadap anak kelas 1-2 yang

positif atau negatif hasil tes antibodi sehingga jumlahnya sebanyak 15-20 anak per

kabupaten, wawancara mendalam dilakukan kepada pejabat dinas kesehatan yang

terlibat pada saat pelaksanaan POPM dari tingkat kabupaten hingga desa dan

terakhir adalah survei vektor menggunakan metode Human Landing collection

Hasil pengumpulan data diketahui bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku

responden tentang eliminasi filariasis masih sangat kurang. Hasil survei darah jari

dan deteksi gen Brugia malayi tidak ditemukan responden yang positif

mikrofilaria maupun jejak fragmen Brugia malayi. Begitu pula dengan survei

vektor, tidak ditemukan nyamuk dengan positif vektor. Hasil wawancara

mendalam diketahui bahwa pemerintah setempat sangat mendukung pelaksanaan

POPM, hanya saja permasalahan penerimaan dari masyarakat yang masih kurang

terhadap pelaksanaan POPM.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa keberhasilan eliminasi

filariasis di Kabupaten Kolaka Utara dimulai sejak pelaksanaan POPM 2005 dan

pelaksanaan TAS yang dilaksanakan sebanyak 3 kali. Secara epidemiologi,

keberhasilan ini dipengaruhi oleh tidak ditemukan agen maupun host definitif

dari penyakit filariasis dan juga tidak ditemukan nyamuk yang mengandung

cacing filariasis, walaupun lingkungan masih tersedia habitat perkembangbiakan

nyamuk. Keberhasilan ini juga didukung oleh aspek manajemen yang dilakukan

dari tingkat dinas kesehatan kabupaten, puskesmas dan tingkat pemerintah desa.

Dengan Kader dan petugas puskesmas sebagai pelaksana utama dan perencanaan

logistik obat dan anggaran dikerjakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka

Utara.

Page 140: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Berdasarkan hasil penelitian ini saran yang dapat diajukan adalah Untuk

tetap waspada agar tidak terjadi penularan kembali dengan memberikan informasi

tentang filariasis yang tepat dan mudah dipahami oleh masyarakat setempat.

DAFTAR ISI

COVER DALAM LXXIII SK PENELITI LXXIV DAFTAR SUSUNAN TIM PENELITI XCVII COPY DOKUMEN PERSETUJUAN ETIK XCVII LEMBAR PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG XCVIII KATA PENGANTAR XCIX ABSTRAK C RINGKASAN EKSEKUTIF CI DAFTAR ISI CIII DAFTAR TABEL CV DAFTAR GAMBAR CVI DAFTAR LAMPIRAN CVII BAB I 1 PENDAHULUAN 1

I.1. latar belakang ................................................................................................ 1

I.2. Dasar pemikiran ............................................................................................ 2

I.3 Tujuan penelitian ........................................................................................... 4

I.4. Manfaat penelitian ........................................................................................ 4

BAB II METODE PENELITIAN 5

II. 1. Kerangka konsep 5 II.2.Waktu, Tempat/Lokasi, Pelaksana & Penanggung Jawab, dan

Sumber Biaya. ................................................................................................ 6

II.3. Jenis Studi .............................................................................................. 8

II.4. Populasi, Sampel, dan Lokasi. .............................................................. 8

II.6. Bahan dan Cara Pengumpulan Data ................................................. 14

II.7. Alur kegiatan ........................................................................................ 18

II.8.Definisi operasional

23

II. 9. Manajemen dan analisis data ............................................................ 24

II. 10.Pertimbangan izin .............................................................................. 24

II. 11.Jadual kegiatan .................................................................................. 25

II. 12.Organisasi ........................................................................................... 27

BAB III HASIL PENELITIAN 28

1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ............................................................. 28

2. Gambaran Jumlah & Karakteristik Subyek Penelitian/Sampel .................... 29

3. Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Filariasis. ................................ 32

Page 141: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

4. Gambaran Sikap Responden Tentang Filariasis. ........................................... 35

5. Gambaran Perilaku Responden Tentang POPM Filariasis ............................ 36

6. Gambaran Status Endemisitas Daerah Penelitian .......................................... 42

7. Gambaran Status Infeksi Kecacingan ............................................................ 43

8 Gambaran Hasil Survei Vektor ...................................................................... 44

9. Gambaran Hasil Survei Lingkungan

45

BAB IV 51

PEMBAHASAN 51 1. Survei KAP .................................................................................................... 51

2. Pemeriksaan klinis filariasis .......................................................................... 52

3. Survei darah jari ............................................................................................. 53

4. Stool survey .................................................................................................. 53

5. Deteksi Gen Bm ............................................................................................. 54

6. Survei vektor .................................................................................................. 54

7. Survei lingkungan .......................................................................................... 55

8. Wawancara mendalam studi kualitatif ........................................................... 55

BAB V 58

KESIMPULAN DAN SARAN 58 V.1. Kesimpulan ............................................................................................... 58

V.2. saran .......................................................................................................... 58

BAB VI 59

DAFTAR RUJUKAN 59 LAMPIRAN 62

3. Tim melakukan survei vektor ........................................................................ 64

4. Survei lingkungan .......................................................................................... 64

Page 142: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

DAFTAR TABEL

TABEL 1. CAKUPAN POPM DI KABUPATEN KOLAKA UTARA .............. 28

TABEL2.JUMLAH RESPONDEN/SUBYEK PENELITIAN/SAMPEL

BERDASARKAN JENIS DATA/INFORMASI YANG DIKUMPULKAN

KABUPATEN BOMBANA TAHUN 2017. ........................................................ 29

TABEL 3. KARAKTERISTIK RESPONDEN SURVEI KAP KABUPATEN

KOLAKA UTARA TAHUN 2017 ....................................................................... 31

TABEL 4. JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN YANG

MENGETAHUI PENYEBAB PENYAKIT DI KAB DI KOLAKA UTARA

....................................................................................33

TABEL 5 JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN MENGENAI EFEK

DARI PENYAKIT FILARIASIS ......................................................................... 33

TABEL 6. JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN MENGENAI

DEMAM BERULANG DISERTAI PEMBENGKAKAN PENYAKIT

FILARIASIS KABUPATEN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 ....................... 33

TABEL 7. JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN MENGENAI

PENCARIAN PENGOBATAN PENYAKIT FILARIASIS KABUPATEN

KOLAKA UTARA TAHUN 2017 ....................................................................... 34

TABEL 8. JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN MENGENAI

PENGETAHUAN POPM PENYAKIT FILARIASIS KABUPATEN KOLAKA

UTARA TAHUN 2017 ......................................................................................... 34

TABEL 9. JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN MENGENAI

SUMBER INFORMASI POPM PENYAKIT FILARIASIS KABUPATEN

KOLAKA UTARA TAHUN 2017 ....................................................................... 34

TABEL 10. JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN MENGENAI SIKAP

TENTANG PENYAKIT FILARIASIS KABUPATEN KOLAKA UTARA

TAHUN 2017 ........................................................................................................ 35

TABEL 11. JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN MENGENAI

KETERLIBATAN DALAM POPM PENYAKIT FILARIASIS KABUPATEN

KOLAKA UTARA TAHUN 2017 ....................................................................... 36

TABEL 12. JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN MENGENAI

MACAM OBAT YANG DIBERIKAN DALAM POPM PENYAKIT

FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA TAHUN 2017................................... 36

TABEL 13. JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN UNTUK MINUM

OBAT YANG DIBERIKAN DALAM POPM PENYAKIT FILARIASIS

KABUPATEN BOMBANA TAHUN 2017 ......................................................... 37

TABEL 14. JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN MENGENAI CARA

MEMINUM OBAT YANG DIBERIKAN DALAM POPM PENYAKIT

FILARIASIS KABUPATEN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 ....................... 37

TABEL 15. JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN MENGENAI

WAKTU MINUM OBAT YANG DIBERIKAN DALAM POPM PENYAKIT

FILARIASIS KABUPATEN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 ....................... 38

TABEL 16. JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN MENGENAI

ALASAN TIDAK MINUM OBAT YANG DIBERIKAN DALAM POPM

PENYAKIT FILARIASIS KABUPATEN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 .. 38

Page 143: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

TABEL 17 JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN TENTANG EFEK

SAMPING SETELAH MINUM OBAT YANG DIBERIKAN DALAM POPM

PENYAKIT FILARIASIS KABUPATEN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 .. 39

TABEL 18. JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN TENTANG

CACING YANG KELUAR SETELAH MINUM OBAT YANG DIBERIKAN

DALAM POPM PENYAKIT FILARIASIS KABUPATEN KOLAKA UTARA

TAHUN 2017 ........................................................................................................ 39

TABEL 19. JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN TENTANG

ALASAN TIDAK IKUT DALAM POPM PENYAKIT FILARIASIS

KABUPATEN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 .............................................. 40

TABEL 20. PEMBERITAHUAN SEBELUM PELAKSANAAN POPM

FILARIASIS DI KABUPATEN KOLAKA UTARA .......................................... 40

TABEL 21. UPAYA YANG DILAKUKAN DI DALAM RUMAH UNTUK

MENGHINDARI GIGITAN NYAMUK PADA WAKTU MALAM HARI DI

KABUPATEN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 .............................................. 41

TABEL 22. UPAYA YANG DILAKUKAN DI LUAR RUMAH UNTUK

MENGHINDARI GIGITAN NYAMUK PADA WAKTU MALAM HARI DI

KABUPATEN BOMBANA TAHUN 2017 ......................................................... 41

TABEL 23. JUMLAH RESPONDEN BERDASARKAN HASIL

PEMERIKSAAN KLINIS .................................................................................... 42

TABEL 24. JUMLAH RESPONDEN BERDASARKAN HASIL

PEMERIKSAAN MIKROSKOP .......................................................................... 43

TABEL 25. JUMLAH DAN PERSENTASE RESPONDEN YANG POSITIF

KECACINGAN KABUPATEN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 ................. 43

TABEL 26. JUMLAH ANAK SD HASIL PEMERIKSAAN GEN BRUGIA

MALAYI KABUPATEN KOLAKA UTARA ....................................................... 43

TABEL 27. JUMLAH VEKTOR (NYAMUK) YANG BERHASIL

DITANGKAP DALAM DUA PERIODE PENANGKAPAN ............................. 45

DAFTAR GAMBAR

Page 144: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

GAMBAR 1. PETA PLOTTING RUMAH RESPONDEN KOLAKA UTARA,

ATAS (DESA LATALI) DAN BAWAH (DESA

PAKUE)...................................................................................... 32

GAMBAR 2. ZONA PENYANGGA TEMPAT POTENSIAL PERINDUKAN

NYAMUK DI DESA LATALI DAN DESA

PAKUE.............................................................................................. 46

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 TIM MELAKUKAN WAWANCARA

KAP....................................................... 63

LAMPIRAN 2 TIM MELAKUKAN SURVEI DARAH

JARI........................................................ 63

LAMPIRAN 3 TIM MELAKUKAN SURVEY

VEKTOR............................................................. 64

LAMPIRAN 4 SURVEI

LINGKUNGAN................................................................................ 64

Page 145: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim
Page 146: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. latar belakang

Dalam resolusi World Health Assembly (WHA) pada tahun 199, filariasis yang

dikategorikan sebagai neglected diseases (penyakit yang terabaikan) menjadi masalah

kesehatan masyarakat di berbagai belahan dunia 6. Indonesia adalah salah satu dari 53 negara

di dunia yang merupakan negara endemis filariasis, dan satu-satunya negara di dunia dengan

ditemukannya tiga spesies cacing filaria yang ada pada manusia yaitu: Wuchereria

bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori 7.

Tahun 2000 WHO mendeklarasikan global eliminasi filariasis pada tahun 2020. Di

Indonesia program eliminasi filariasis telah dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI pada

tanggal 8 April 2002 di Sumatera Selatan. Sejak pencanangan tersebut, Menteri Kesehatan

mengeluarkan Keputusan Nomor: 157/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan

Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota yaitu Penatalaksanaan Kasus Kronis

Filariasis. Tahun 2005 dikeluarkan Keputusan Nomor: 1582/Menkes/SK/XI/2005 tentang

Pedoman Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) 7

Sampai akhir tahun 2016, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 239

kabupaten/ kota endemis filariasis. Dari 236 kabupaten/kota yang endemis filariasis tersebut,

55 kabupaten/kota telah melakukan pemberian obat pencegahan massal filariasis (POPM)

selama 5 tahun berturut-turut (5 putaran). Sisanya sebanyak 181 kabupaten/kota akan

melaksanakan POPM sampai dengan tahun 2020, dengan jumlah penduduk sebesar 76 juta

jiwa. Kabupaten/kota yang melaksanakan POPM, pada tahun ketiga dilakukan evaluasi yang

berupa pre-survei dengan melaksanakan survei darah jari guna mengetahui ada tidaknya

mikrofilaria dalam darah. Selanjutnya setelah 5 tahun POPM dilakukan evaluasi dengan

survei kajian penularan/TAS-1 dengan menggunakan rapid diagnostic test/RDT 1. RDT yang

digunakan adalah brugia rapid testTM untuk parasit Brugia malayi dan/atau Brugia timori

6789 ., dan immunochromatographic test (ICT) untuk parasit Wuchereria bancrofti.

Brugia rapid test digunakan untuk mendiagnosis ada tidaknya antibodi B. malayi/B.

timori, sedangkan ICT untuk mendiagnosis ada tidaknya antigen W. bancrofti. Dari hasil

TAS-1 tsb akan diketahui apakah di kabupaten/kota tersebut masih terjadi penularan

filariasis atau masih dikategorikan sebagai daerah endemis. Terhadap daerah yang masih

terjadi penularan filariasis akan dilakukan POPM ulang selama 2 putaran (2 tahun) 123. Untuk

hasil TAS-1 dengan nilai di bawah nilai cut-off maka kabupaten/kota tersebut dinyatakan

Page 147: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

lulus TAS. Selama 2 tahun setelah dinyatakan lulus, kabupaten/kota melaksanakan surveilans

filariasis. Setelah 2 tahun masa surveilans, dilakukan evaluasi (TAS-2). Dua tahun kemudian

dilakukan lagi evaluasi (TAS-3). Jika dalam 2 periode masa surveilans dapat dilalui dengan

status lulus TAS, maka kabupaten/kota tsb disertifikasi dengan status filariasis telah

tereliminasi. Dari status terakhir per tahun 2015, terdapat 29 kabupaten/kota yang telah lulus

Transmission Assesment Survey (TAS) dan 22 kabupaten/kota gagal TAS baik TAS1, TAS2

atau TAS3.

Pada tahun 2015, Menteri Kesehatan mencanangkan Bulan Eliminasi Kaki Gajah

(Belkaga). Sebelumnya pada tahun 2014 3, Menkes mengeluarkan Permenkes No. 94 Tahun

2014 tentang Penanggulangan Filariasis. Dengan berlakunya Permenkes ini, maka

Kepmenkes No. 1582/2005 dan Kepmenkes No. 893/2007 dinyatakan tidak berlaku.

Salah satu kabupaten yang telah mendapat sertifikat eliminasi filariasis adalah

Kabupaten Kolaka Utara. Kolaka Utara telah memperoleh sertifikat eliminasi filariasis pada

tahn 2017. POPM tahun pertama dilakukan pada tahun 2005 dan terakhir dilakukan pada

tahun 2010. TAS-1 dilakukan pada tahun 2011, kemudian dilanjutkan TAS-2 pada tahun

2014 dan TAS-3 pada tahun 2016. Dari seluruh rangkaian kegiatan TAS itu semuanya

dinyatakan lulus. Dengan sertifikat eliminasi filariasis tersebut Kabupaten Kolaka Utara

Telah dinyatakan berhasil dalam pengendalian filariasis di wilayahnya.

Banyaknya kabupaten/kota yang gagal TAS menimbulkan kendala bagi

kabupaten/kota karena besarnya sumber daya yang diperlukan (biaya operasional dan

dukungan SDM), dan belum seluruh kabupaten/kota yang endemis filariasis melaksanakan

POPM filariasis secara menyeluruh (minimal 65% dari total populasi).

Berdasarkan hal tersebut maka, perlu dilakukan studi secara menyeluruh untuk

mengidentifikasi berbagai aspek terkait keberhasilan eliminasi filariasis di Kolaka

Utara. Dengan harapan hasil studi tersebut, dapat menjadi masukan bagi daerah lain

yang belum berhasil.

Studi tersebut meliputi aspek endemisitas, keberadaan vektor, cakupan

pengobatan massal dan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terkait filariasis

serta manajemen pengendalian yang telah dilakukan.

I.2. Dasar pemikiran

Banyak faktor adanya kegagalan kabupaten/kota untuk lulus TAS. Salah satu aspek

kegagalan tersebut adalah cakupan POPM yang belum mencapai target yang ditentukan. Dari

hasil kajian yang dilakukan Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kemenkes RI;

Page 148: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

persentase cakupan pengobatan massal pada tahun 2009 mencapai 59,48%. Persentase

cakupan ini masih jauh di bawah target yang ditetapkan WHO (minimal 65% dari total

populasi atau 85% dari total sasaran) 4. Rendahnya cakupan POPM antara lain terbatasnya

sumber daya yang tersedia, tingginya biaya operasional kegiatan POPM, dan penolakan

masyarakat dengan adanya reaksi pengobatan seperti demam, mual, muntah, pusing, sakit

sendi dan badan 45 Namun kegagalan TAS tidak hanya dari aspek manajemen POPM yang

diterapkan. Aspek lain yang terkait dengan lingkungan (masih adanya reservoar dan vektor

penyakit), perilaku masyarakat, faktor sosial ekonomi masyarakat yang masih rendah, dan

kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kabupaten/kota terkait dengan pengedalian

filariasis; yang perlu diketahui secara lebih mendalam dan komprehensif.

Salah satu keberhasilan POPM di Kabupaten Alor adalah meningkatnya KAP

(Knowledge, Attitudes, and Practice) penduduk. Semula 54% penduduk yang mendengar dan

mengetahui filariasis, menjadi 89% penduduk yang tahu filariasis setelah dilaksanakan

sosialisasi. Meningkatnya KAP penduduk tentang POPM filariasis berdampak dengan

meningkatnya cakupan penduduk yang makan obat sebesar 80% 10. Studi yang dilaksanakan

oleh Sekar Tuti dkk pada tahun 2006 di Pulau Alor menunjukkan bahwa selama 5 tahun

POPM di 9 desa, mf rate turun dari 2,1%--3% menjadi 0% 11. Demikian juga hasil studi yang

dilakukan oleh Clare Huppatz pada 5 negara di Pasifik menemukan bahwa pelaksanaan

POPM selama 5 tahun berturut-turut dapat menurunkan antigenaemia di bawah 1% 12. Di

India filariasis endemik di 17 negara bagian dan 6 union territories dengan 553 juta

penduduk berisiko terinfeksi filariasis. Umumnya India endemis W. bancrofti, hanya 2%

yang endemis B. malayi yaitu di negara bagian Kerala, Tamil Nadu, Andhra Pradesh, Orissa,

Madhya Pradesh, Assam dan Benggala Barat. Pada tahun 2007, dari 250 kabupaten endemik,

cakupan pengobatan massal adalah 82% dari 518 juta penduduk, dan setahun kemudian

meningkat menjadi 85,92%. Meningkatnya angka cakupan pengobatan massal dikarenakan

kampanye pengendalian dan pencegahan filariasis yang merupakan Kebijakan Kesehatan

Nasional Tahun 2000 dalam upaya eliminasi filariasis tahun 2015 13. Secara fenomenal,

Tiongkok berhasil melaksanakan eliminasi filariasis pada tahun 2006 dengan menggunakan

fortifikasi garam dapur dengan DEC. Keberhasilan program eliminasi filariasis tersebut

karena merupakan program prioritas di 864 kabupaten/kota, sebagai upaya yang

berkelanjutan sejak tahun 1949, adanya kerja sama yang erat antar instansi yang terkait,

partisipasi aktif masyarakat di wilayah endemis, dan tingginya intensitas kampanye

pengendalian dan pencegahan 14. Keberhasilan Tiongkok ini dapat dijadikan contoh atas

Page 149: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

adanya partisipasi aktif masyarakat dan kampanye pengendalian dan pencegahan

filariasis.

Dari pengalaman Tiongkok dan hasil keempat studi tersebut di atas, tampak bahwa

keberhasilan pelaksanaan eliminasi filariasis terjadi jika adanya kebijakan pemerintah daerah

untuk menjadikan eliminasi filariasis sebagai program prioritas, adanya kontinuitas POPM,

dan promosi kesehatan yang intensif. Berdasarkan hal tersebut, bagaimana dengan

Indonesia?. Dimana letak kegagalan dan keberhasilan kabupaten/kota dalam pelaksanaan

eliminasi filariasis yang telah berlangsung sejak tahun 2002. Faktor kegagalan dan

keberhasilan inilah yang akan dicari dalam studi ini dengan melibatkan berbagai unit/instansi

yang berada di lingkup Badan Litbangkes.

I.3 Tujuan penelitian

2.1. Tujuan Umum

Mengetahui dan menganalisis program eliminasi filariasis di kabupaten/kota yang telah

melaksanakan POPM.

2.2. Tujuan Khusus

2.2.2. Diketahui dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis dari hasil

analisis aspek epidemiologi (host, agent, lingkungan).

2.2.3. Diketahuinya dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis dari hasil

analisis aspek manajemen.

2.2.4. Didapatkannya masukan yang signifikan untuk perbaikan eliminasi filariasis di

Indonesia.

I.4. Manfaat penelitian

Hasil dari studi ini diharapkan dapat dijadikan dasar atau acuan dalam hal pengembangan

model eliminasi filariasis yang dapat diterapkan oleh pelaksana program dalam

penanggulangan filariasis.

Untuk melaksanakan program penanggulangan filariasis, telah ditetapkan Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 94 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Filariasis. Dalam Permenkes

tersebut, penyelenggaraan penanggulangan filariasis dilaksanakan oleh Pemerintah, dalam hal

ini Kementerian Kesehatan, dan Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran serta

masyarakat. Penanggulangan filariasis dilaksanakan dengan empat pokok kegiatan yaitu (1)

Page 150: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

surveilans kesehatan (penemuan penderita, survei data dasar prevalensi mikrofilaria, survei

evaluasi prevalensi mikrofilaria, dan survei evaluasi penularan); (2) penanganan penderita;

(3) pengendalian faktor risiko melalui pemberian obat pencegah massal (POPM); dan (4)

komunikasi, informasi, dan edukasi.

BAB II

Metode penelitian

II. 1. Kerangka konsep

Keterangan Diagram

1. Keberhasilan kabupaten/kota dalam eliminasi filariasis didasari oleh lulus tidaknya saat

dilakukan evaluasi (TAS). Pelaksanaan TAS dilakukan setelah POPM dilakukan selama

5 putaran (5 tahun) berturut-turut tanpa terputus. Pernyataan lulus TAS jika jumlah

sampel anak usia sekolah (kelas 1 dan 2 atau berumur 6-7 tahun) yang diperiksa

antibodi/antigen lebih rendah dari nilai cut-off kritis yang ditetapkan. Sedangkan yang

gagal TAS adalah sebaliknya (di atas nilai cut-off kritis yang ditetapkan).

2. Untuk menuju tercapainya eliminasi filariasis, secara garis besar ada 6 faktor yang perlu

dilakukan pengamatan dan pelaksanaan. Ke enam faktor tersebut adalah reservoir,

vektor, lingkungan fisik, pemberian obat pencegah, perilaku masyarakat, dan manajemen

pengendalian.

Page 151: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

3. Jika digunakan model pendekatan berdasarkan teori H.L Blum, keberhasilan eliminasi

dipengaruhi atas faktor lingkungan, perilaku, pelayanan, dan genetik. Enam faktor dalam

diagram kerangka konsep dapat dikelompokkan sebagai faktor lingkungan (vektor,

reservoar, lingkungan fisik), perilaku (perilaku masyarakat), pelayanan (pemberian obat

pencegah dan manajemen pengendalian), sedangkan faktor genetik kontribusinya kecil

dan dapat diabaikan.

II.2.Waktu, Tempat/Lokasi, Pelaksana & Penanggung Jawab, dan Sumber Biaya.

Waktu: Studi akan dilakukan pada tahun 2017 selama 10 (sepuluh) bulan dimulai dari bulan

Februari sampai dengan November 2017.

Tempat/Lokasi studi adalah kabupaten/kota yang gagal dan lulus pre-TAS dan TAS yaitu di

kabupaten/kota Pidie, Aceh Jaya, Nias, Labuhan Batu, Pasaman Barat, Pesisir Selatan, Agam,

Limapuluh Kota, Bangka Barat, Belitung, Kuantan Senggigi, Pelalawan, Tangerang, Subang,

Kotawaringin Barat, Hulu Sungai Utara, Enrekang, Donggala, Bombana, Kolaka Utara,

Buton, Tidore Kepulauan, Merauke, dan Boven Digul 15. Pemilihan lokasi sampel

berdasarkan hasil pre TAS dan TAS yang dilaksanakan Subdit P2 Filariasis tahun 2016. Ke

24 kabupaten (lokasi penelitian) adalah wilayah endemis B. malayi zoonotic dan non-

zoonotic, serta W. bancrofti.

Pelaksana dan Penanggung Jawab adalah satuan kerja yang berada di bawah Badan

Litbangkes, yaitu Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat, Puslitbang Biomedis dan

Teknologi Dasar Kesehatan, Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Loka

Litbang Biomedis Aceh, Loka Litbang P2B2 Baturaja, Loka Litbang P2B2 Ciamis, Balai

Besar Litbang Vektor dan Reservoar Penyakit, Balai Litbang P2B2 Banjarnegara, Balai

Litbang P2B2 Tanah Bumbu, Balai Litbang P2B2 Donggala, Loka Litbang P2B2

Waikabubak, dan Balai Litbang Biomedis Papua.

Sumber Biaya studi berasal dari dana APBN pada DIPA Puslitbang Upaya Kesehatan

Masyarakat, Loka Litbang Biomedis Aceh, Loka Litbang P2B2 Baturaja, Loka Litbang P2B2

Ciamis, Balai Litbang P2B2 Banjarnegara, Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu, Balai Litbang

P2B2 Donggala, dan Loka Litbang P2B2 Waikabubak. Selain bersumber dari DIPA 7 satuan

kerja tersebut di atas, salah satu kegiatan yaitu untuk pelaksanaan TAS di 24 kabupaten/kota

bersumber dari DIPA Ditjen P2P, Kemenkes RI. Untuk kegiatan TAS ini pelaksana adalah

Subdit P2 Filariasis dan Kecacingan, Direktorat Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan

Zoonosis, Ditjen P2P.

Page 152: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Berikut Tabel 1 yang menggambarkan lokasi, pelaksana dan sumber biaya studi multisenter

ini.

Tabel 1Lokasi, Status Endemisitas, Pelaksana dan Sumber Anggaran

Studi Multisenter Filariasis 2017

No Provinsi Kabupaten

Status

Pelaksana Sumber

Anggaran Endemisitas Pasca

POPM

1

Aceh

Pidie Wb TAS-1 Loka Litbang

Biomedis Aceh

Loka Litbang

Biomedis Aceh 2 Aceh Jaya

Wb Pre-

TAS

3 Sumut

Nias Bm TAS-1 Puslitbang

UKM, BTDK,

SDPK, dan

HKK.

Puslitbang

UKM

4 Labuhan Batu Bm TAS-2

5

Sumbar

Limapuluh

Kota

Bm TAS-3

6 Agam Bm TAS-1

7 Pesisir Selatan Bm TAS-1 Balai Litbang

P2B2

Banjarnegara

Balai Litbang

P2B2

Banjarnegara 8 Pasaman Barat Bm TAS-1

9

Riau

Kuantan

Senggigi

Bm TAS-1

Loka Litbang

P2B2 Baturaja

Loka Litbang

P2B2 Baturaja 10 Pelalawan Bm TAS-2

11 Babel

Bangka Barat Bm TAS-3

12 Belitung Bm TAS-3

13 Banten Tangerang Wb TAS-2 Balai Litbang

P2B2 Ciamis

Balai Litbang

P2B2 Ciamis 14 Jabar Subang Wb TAS-1

15 Kalteng

Kotawaringin

Barat

Bm TAS-3 Balai Litbang

P2B2 Tanah

Bumbu

Balai Litbang

P2B2 Tanah

Bumbu 16

Kalsel Hulu Sungai

Utara Bm TAS-1

17 Sulteng Donggala Bm TAS-1 Balai Litbang

P2B2 Donggala

Balai Litbang

P2B2 Donggala 18 Sulsel Enrekang Bm TAS-3

19

Sultra

Bombana Bm TAS-3 Loka Litbang

P2B2

Waikabubak

Loka Litbang

P2B2

Waikabubak 20 Kolaka Utara Bm TAS-3

21 Buton Bm TAS-1

BB Litbang VRP

Salatiga

Puslitbang

UKM

22 Papua

Merauke Wb TAS-1 Balai Litbang

Biomedis Papua

23 Boven Digul Wb TAS-1 Puslitbang

UKM, BTDK,

SDPK, dan

HKK.

24 Malut Tidore

Kepulauan Wb TAS-1

Keterangan: Bm = Brugia malayi.

Page 153: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Wb = Wuchereria bancrofti.

II.3. Jenis Studi

Jenis studi adalah potong lintang (cross sectional).

II.4. Populasi, Sampel, dan Lokasi.

II.4.1. Transmission Assesment Survey (TAS).

Transmission Assessment Survey (TAS) atau Survei Kajian Penularan adalah salah satu

langkah penentuan evaluasi keberhasilan POPM untuk menuju eliminasi filariasis.

Merupakan survei potong lintang mengumpulkan data pada waktu yang ditetapkan. Disain

survei tergantung pada jenis parasit dan vektor, rasio angka partisipasi masuk sekolah,

besaran populasi anak usia 6-7 tahun atau kelas 1 dan 2, dan jumlah sekolah atau daerah

pencacahan. Tujuan dari TAS ini adalah untuk mengukur apakah di daerah tersebut pasca

POPM dapat mempertahankan prevalensi infeksi di tingkatan yang aman, dalam pengertian

tidak terjadi lagi penularan baru meskipun POPM telah dihentikan.

Populasi: anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) kelas 1 dan 2 di kabupaten/kota

lokasi studi.

Sampel: Pemilihan sampel dilakukan secara klaster dengan menggunakan survey sample

builder (SSB) 616. SSB adalah suatu perangkat yang dirancang untuk membantu pelaksanaan

TAS. Program SSB digunakan untuk mengotomatisasi perhitungan guna menentukan strategi

survei yang tepat. Dibuat dengan disain survei yang fleksibel agar sesuai dengan situasi lokal

yang tergantung dengan tingkat sekolah dasar, ukuran populasi, jumlah sekolah atau daerah

pencacahan, dan siswa yang dipilih. Dalam SSB tersebut sudah diperhitungkan tingkat

absensi 15%. Dari seluruh SD/MI di kabupaten/kota dipilih secara random (acak) sebanyak

30 SD/MI sesuai dengan standar yang telah ditentukan WHO. Dalam daftar random pada

SSB mencantumkan juga 5 SD/MI cadangan yang bisa diikutsertakan dalam survey

berdasarkan urutan yang dipilih. Total sampel antara 1.524-1.552 anak. Dari setiap SD/MI

tersebut diambil sampel anak-anak kelas 1 dan 2 untuk diambil darah jari guna mengetahui

antibodi/antigen dengan rapid diagnostic test. Untuk subyek yang positif antibodi (lemah),

pengambilan dilakukan satu kali lagi.

Kriteria Sampel

Inklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2.

Eksklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang sakit.

Lokasi: Lokasi pada SD/MI yang terpilih sebagai sampel (30 SD/MI) di setiap kabupaten.

II.4.2 Survei Darah Jari (SDJ)

SDJ yaitu pengambilan darah jari untuk mengetahui ada tidaknya mikrofilaria di dalam

darah. Spesimen darah dilihat dengan mikroskop. Waktu pengambilan malam hari untuk

daerah endemis Brugia malayi dan Wuchereria bancrofti.

Populasi: masyarakat di sekitar tempat berdomisilinya anak SD/MI yang positif tes

antibodi/antigen, dan/atau masyarakat yang berdomisili di sentinel area dan spot area.

Catatan: Untuk kegiatan poin nomor 1 ini dilaksanakan oleh tim dari Subdit P2 Filariasis dan Kecacingan, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Tular Vektor dan Zoonosis, Ditjen P2 P.

Page 154: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Sampel: Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi satu proporsi dengan

pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dari Stanley Lemeshow et.al

(1997):

n=[Z2 1-2. P(1-P)]/d2

Ket. n = jumlah sampel. Z2 1-2 = 1,960 (tingkat kepercayaan 95%). P=0,28. d = 0,05.

Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel setiap desa/kelurahan adalah:

n = 1,96x1,96x0,28(1-0,28)/0,05 x 0,05 = 309,78 orang, dibulatkan menjadi 310 orang.

Jumlah 310 orang terdapat pada l.k. 70--100 rumah tangga (1 rumah tangga 4,5 orang) per

lokasi (desa/kelurahan). Total sampel untuk setiap kabupaten adalah 620 orang di 2 desa.

Subyek yang diambil darah adalah penduduk yang berusia 5 tahun ke atas, termasuk anak

SD/MI yang positif antibodi/antigen dan 10% yang negatif antibodi/antigen

Kriteria Sampel:

Inklusi: penduduk usia 5 tahun ke atas, terutama anak-anak kelas 1 dan 2 SD/MI yang positif

hasil test antibodi/antigen.

Eksklusi: penduduk yang sakit kronis (TBC, kusta, gangguan jiwa), ibu hamil (trimester

kedua ke atas), dan lansia tua (di atas 70 tahun).

Lokasi: Lokasi dipilih pada 2 desa/kelurahan di setiap kabupaten/kota. Pemilihan lokasi

tersebut berdasarkan lokasi dengan jumlah anak-anak kelas 1 dan 2 SD/MI yang positif

terbanyak dan/atau sentinel dan spot area. Khusus untuk kabupaten endemis Brugia agar

dipilih lokasi yang terdapat keberadaan primata liar (Presbytis cristatus/lutung dan Macaca

fascicularis/monyet ekor panjang).

Dari hasil TAS yang dilakukan pada tahun 2016 akan diperoleh kabupaten yang anak-

anak SD/MI positif dan kabupaten yang anak-anak SD/MI semua negatif. Jika semua

hasil TAS negatif, maka dipilih desa sentinel/spot. Berikut Tabel 2 di bawah ini yang

menggambarkan hasil TAS 2016 tsb.

Catatan: tahun 2017 saat penelitian dilaksanakan, anak-anak kelas 1 dan 2 SD/MI tersebut telah duduk di kelas 2 dan 3.

Page 155: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Tabel 2 Hasil Pre-TAS/TAS Tahun 2016 dan Lokasi Pengumpulan Data

No Provin

si Kabupaten

Hasil Pre-

TAS/TAS Lokasi Puldat

Positif Negatif Desa Pertama Desa Kedua

1

Aceh

Pidie 0 1.824 Buloh Reubaa (**)

Payapi Kunyet

(**)

2 Aceh Jaya (*) 5 548 Ligan Lhok Bot

3 Sumut

Nias 0 1.585 Lolofaoso (**) Tugala Gawu (**)

4 Labuhan Batu 0 1.590 Hiligeo Alfa (**) Siringo-ringo (**)

5

Sumbar

Limapuluh Kota 0 1.621 Batu Puyuang (**) Pakan Raba-a

(**)

6 Agam 3 1.692 Pasir Tiku Sungai Jaring

7 Pesisir Selatan 0 1.644 Talok Kasai (**) Koto Pulai (**)

8 Pasaman Barat 1 1.621 Ujung Gading Katiagan (**)

9 Riau

Kuantan Senggigi 11 1.772 Sukadamai Cerenti Subur

10 Pelalawan 17 1.559 Tanjung Air Hitam Lubuk Keranji

11 Babel

Bangka Barat 0 1.611 Air Gantang (**) Tanjung Niur (**)

12 Belitung 0 1.590 Suak Gual (**) Kembiri (**)

13 Banten

Tangerang 0 1.692 Rajeg (**)

Sepatan Timur

(**)

14 Jabar

Subang 0 1.694

Curug Rendeng

(**) Ranca Hilir (**)

15 Kalteng

Kotawaringin

Barat

4 1.544 Sungai Bakau Dawak

16 Kalsel

Hulu Sungai

Utara 0 1.573 Lok Bangkai (**) Banjang (**)

17 Sulteng Donggala 2 1.699 Banawa Dampelas

18 Sulsel Enrekang 0 1.610 Potokulin (**) Buntubarana (**)

19

Sultra

Bombana 0 1.524 Lanto Wonua (**) Lampalo (**)

20 Kolaka Utara 0 1.464 Salulotong Latali

21 Buton 0 1.476 Bonelalo (**) Lasalimu (**)

22 Papua

Merauke 0 1.587 Tanah Miring (**) Kudamati (**)

23 Boven Digul 16 1.288 Manggelum Aifo

24 Malut Tidore Kepulauan 0 1.444 Mareku (**) Ome (**)

Keterangan: (*) = Pre-TAS, positif hasil SDJ.

(**) = desa sentinel/spot.

II.4.3. Stool Survey (StS)

StS yaitu pemeriksaan tinja pada anak-anak SD/MI. Tujuannya adalah untuk mengetahui

apakah kemungkinan adanya reaksi silang brugia rapid diagnostic test yang positif dengan

kejadian infeksi kecacingan perut. Pemeriksaan tinja dilakukan dengan metode langsung.

Populasi: anak SD/MI kelas 1 dan 2 di kabupaten lokasi penelitian.

Sampel: Jumlah sampel sebanyak 10% dari total sampel TAS yaitu 150-160 anak termasuk

anak yang positif antibodi/antigen. Subyek yang diambil faeces adalah anak SD/MI yang

positif dan negatif antibodi/antigen.

Page 156: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Kriteria Sampel:

Inklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif dan negatif test antibodi/antigen.

Eksklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang sakit (diare).

Lokasi: SD/MI pada anak yang positif/negatif dan/atau pada SD/MI di sentine/spot area yang

dilakukan TAS di setiap kabupaten.

II.4.4 Deteksi DNA Brugia malayi

Deteksi DNA Brugia malayi adalah pemeriksaan ada tidaknya jejak keberadaan fragmen

mikrofilaria Brugia malayi di dalam darah. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan

teknik polymerase chain reaction (PCR).

Populasi: anak SD/MI kelas 1 dan 2 di kabupaten lokasi penelitian.

Sampel: anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif/negatif hasil tes antibodi. Jumlah sampel 15-

20 per kabupaten. Subyek diambil darah jari sebanyak 150—200 µl, dimasukkan ke tabung

microtainer dan sebagian diteteskan ke kertas Whattman filter. Darah yang ada di tabung

microtainer dan kertas Whattman filter akan diperiksa dengan metode polymerase chain

reaction (PCR).

Kriteria Sampel:

Inklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif/negatif hasil tes antibodi.

Eksklusi: anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang tidak datang/hadir di sekolah karena sakit atau ijin

ada keperluan lainnya.

Lokasi: SD/MI pada anak yang positif/negatif dan/atau pada SD/MI di sentine/spot area yang

dilakukan TAS di setiap kabupaten.

II.4.5. KAP Survey Filariasis

KAP survey filariasis yaitu survei untuk mengetahui aspek pengetahuan, sikap dan perilaku

masyarakat terkait dengan program eliminasi filariasis (penyebab penyakit, pengobatan, dan

pencegahan).

Populasi: masyarakat di sekitar tempat berdomisilinya anak SD/MI yang positif tes

antibodi/antigen dan atau masyarakat yang berdomisili di sentinel dan spot area.

Sampel: Jumlah sampel sebanyak 200 orang pada 70—100 rumah tangga yang berusia 15

tahun ke atas. Total sampel 400 orang per kabupaten. Subyek akan diwawancarai dengan

kuesioner terstruktur yang telah dikembangkan oleh WHO.

Kriteria Sampel:

Inklusi: penduduk usia 15 tahun ke atas.

Eksklusi: penduduk yang kesulitan dalam berkomunikasi (tuna wicara dan tuna rungu), dan

lansia dementia.

Lokasi: Lokasi sesuai dengan lokasi tempat pelaksanaan SDJ.

Catatan: tahun 2017 saat penelitian dilaksanakan, anak-anak kelas 1 dan 2 SD/MI tersebut telah duduk di kelas 2 dan 3.

Catatan: tahun 2017 saat penelitian dilaksanakan, anak-anak kelas 1 dan 2 SD/MI tersebut telah duduk di kelas 2 dan 3.

Page 157: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

II.4.6 Focus Group Discussion (FGD) -- Modifikasi

FGD (modifikasi) adalah salah satu metode pengumpulan data secara kualitatif untuk

mengetahui sampai seberapa jauh informan (stake holder) mengetahui masalah yang terkait

dengan program eliminasi filariasis.

Populasi:

Para pejabat di tingkat kabupaten dan kecamatan (lintas program dan lintas sektor).

Kriteria Sampel:

Inklusi: Para pejabat lintas program dan sektor di kabupaten dan kecamatan yang berada di

bawah kordinasi asisten kesejahteraan rakyat (tingkat kabupaten) dan kepala seksi

kesejahteraan rakyat (tingkat kecamatan).

Eksklusi: Para pejabat lintas program dan sektor di kabupaten dan kecamatan yang berada di

bawah kordinasi asisten kesejahteraan rakyat (tingkat kabupaten) dan kepala seksi

kesejahteraan rakyat (tingkat kecamatan) yang tidak terkait dengan program pengendalian

penyakit menular.

Para pejabat lintas program dan sektor (informan) yang menjadi sampel dalam FGD ini

berjumlah 10—12 orang per tingkatan.

II.4.7. Wawancara Mendalam (In-depth Interview)

Wawancara mendalam ditujukan kepada informan yang terdiri atas para pejabat lintas

program dan sektor di tingkat provinsi, penduduk yang minum obat dan yang tidak minum

obat, dan tokoh masyarakat yang ada di desa/kelurahan dan kecamatan lokasi penelitian.

Kriteria Sampel:

Pejabat lintas program dan sektor tingkat provinsi:

Inklusi: Para pejabat lintas program dan sektor di provinsi yang berada di bawah kordinasi

deputi kesejahteraan rakyat (tingkat provinsi).

Eksklusi: Para pejabat lintas program dan sektor di provinsi yang berada di bawah kordinasi

deputi kesejahteraan rakyat (tingkat provinsi) yang tidak terkait dengan program

pengendalian penyakit menular.

Penduduk yang minum dan tidak minum obat:

Inklusi: penduduk yang minum dan tidak minum obat berusia dewasa (15 tahun ke atas).

Eksklusi: penduduk yang minum dan tidak minum obat berusia dewasa (15 tahun ke atas)

yang berdomisili di bawah 1 tahun di desa lokasi penelitian.

Tokoh masyarakat:

Inklusi: tokoh masyarakat formal dan informal yang telah menetap 3 tahun lebih di desa

tersebut.

Eksklusi: tokoh masyarakat formal dan informal yang telah menetap 3 tahun lebih di desa

tersebut yang tidak bersedia diwawancarai.

Untuk wawancara mendalam jumlah informan berkisar 10—12 orang.

Lokasi: Lokasi adalah desa/kelurahan tempat pelaksanaan SDJ. Di setiap kabupaten akan

dilaksanakan pada 2 desa/kelurahan.

II.4.8. Survei Vektor (Nyamuk).

Survei vektor (nyamuk) dilakukan untuk melihat spesies nyamuk yang mengandung larva L1,

L2 dan L3. Pelaksanaannya 2 kali, dengan selang waktu 1 bulan, pada 3 titik/lokasi di setiap

kabupaten/kota selama 2 malam berturut-turut. Dimulai sore hari pukul 17 sampai esok hari

pukul 6. Metode yang digunakan adalah modifikasi human landing collection dalam

kelambu, umpan hewan reservoir, dan light trap collection sepanjang malam.

Selain survei vektor, juga dilakukan survei habitat vektor. Dalam survei ini dilakukan

pengamatan dan pencatatan habitat vektor filariasis yang meliputi type breeding site,

pengamatan flora dan fauna (naungan dan kepadatan flora), kondisi ekologi (tanaman air,

Page 158: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

lumut, ganggang), dan keberadaan hewan air predator, jarak dari rumah penduduk,

penggunaan lahan, dan total larva yang ditemukan per spesies.

Kriteria Sampel:

Inklusi: Titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi ekologi yang mendukung

keberadaan vektor (ada kobakan air yang tergenang, kelompok tumbuhan yang hidup di air,

semak belukar, hutan sekunder atau tersier).

Eksklusi: Titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi ekologi yang tidak menunjukkan

keberadaan vektor.

Lokasi: Lokasi adalah desa/kelurahan tempat pelaksanaan SDJ, dipilih pada 3-4 titik

wilayah/desa. Untuk setiap kabupaten ada 2 desa/kelurahan yang menjadi tempat pelaksanaan

pengumpulan vektor.

4.1.1. Survei Darah Reservoar (Kucing, Lutung dan Monyet Ekor Panjang).

Pengumpulan darah reservoar (kucing, monyet ekor panjang, dan lutung/monyet daun)

dilakukan di kabupaten/kota yang endemis Brugia malayi. Tujuannya adalah untuk melihat

ada tidaknya mikrofilaria dalam darah reservoar. Pemilihan kucing/monyet ekor

panjang/lutung (peliharaan dan liar) dilakukan secara purposif. Jumlah sampel sebanyak 100

ekor di setiap kabupaten yang tersebar di setiap titik pengambilan.

Kriteria Sampel:

Kucing:

Inklusi: Kucing rumah (Felis catus) atau kucing liar (Felis silvestris) yang berumur minimum

6 bulan dan dipelihara di/berasal dari desa lokasi penelitian.

Eksklusi: Kucing rumah (Felis catus) atau kucing liar (Felis silvestris) yang sakit berat.

Lutung:

Inklusi: Lutung (Presbitys cristatus) yang berumur minimum 6 bulan dan dipelihara

di/berasal dari sekitar desa lokasi penelitian yang berjarak maksimum 5 km.

Eksklusi: Lutung (Presbitys cristatus) yang berumur minimum 6 bulan dan dipelihara

di/berasal dari sekitar desa lokasi penelitian yang berjarak maksimum 5 km yang sakit berat.

Monyet Ekor Panjang:

Inklusi: Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang berumur minimum 6 bulan dan

dipelihara di/berasal dari sekitar desa lokasi penelitian yang berjarak maksimum 5 km.

Eksklusi: Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang berumur minimum 6 bulan dan

dipelihara di/berasal dari sekitar desa lokasi penelitian yang berjarak maksimum 5 km yang

sakit berat.

Lokasi: Lokasi adalah desa/kelurahan tempat pelaksanaan SDJ (2 desa/kelurahan di setiap

kabupaten).

4.1.2. Survei Lingkungan

Survei lingkungan adalah pengumpulan data dan informasi yang terkait dengan lingkungan

biologis dari vektor dan reservoar pada daerah tempat pelaksanaan studi.

Sampel: Jumlah sampel sebanyak 70—100 bangunan rumah di tempat pelaksanaan SDJ.

Kriteria Sampel:

Inklusi: Lingkungan bangunan rumah responden yang terpilih dalam survei KAP.

Eksklusi: Lingkungan bangunan umum (sekolah, kantor, gedung pertemuan, pos keamanan,

rumah kosong, masjid/mushalla/gereja).

Page 159: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Lokasi: Lingkungan rumah penduduk tempat pelaksanaan SDJ pada 2 desa/kelurahan di

setiap kabupaten.

II.6. Bahan dan Cara Pengumpulan Data

6.1.1Transmission Assesment Survey (TAS).

a. Tim TAS terdiri atas (1) pengawas utama yaitu petugas yang sudah menerima

pelatihan TAS dan atau memiliki pengalaman mengikuti survei TAS sebagai supervisor;

(2) kordinator lapangan yang bertugas melakukan kordinasi dengan pihak sekolah dan

melakukan penyuluhan kesehatan; (3) pendaftar yaitu petugas yang mencatat dan

mendaftar anak-anak yang dipilih sebagai sampel untuk diambil darahnya; (4)

pengambil darah yaitu petugas yang akan mengambil sampel darah; (5) pembaca hasil

tes yaitu petugas yang khusus memonitor dan membaca hasil tes cepat antibodi/antigen

termasuk memonitor waktu (pengelola timer).

b. Di lokasi kegiatan (sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah), pengawas utama akan memberi

penjelasan singkat kepada kepala sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan

pemeriksaan TAS. Selanjutnya didiskusikan tempat terbaik untuk pengambilan darah,

sebaiknya di ruangan terpisah untuk mencegah murid merasa takut melihat proses

pengambilan darah.

c. Kordinator lapangan memberi penjelasan singkat kepada murid (subyek penelitian)

tentang maksud dan tujuan pemeriksaan. Penjelasan tersebut mengenai risiko terhadap

subyek penelitian, meskipun kegiatan ini merupakan bagian dari suatu kegiatan rutin

program filariasis. Risiko yang dihadapi adalah risiko minimal yang dapat menyebabkan

kecemasan dan ketidaknyamanan. Jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan kecuali

pada beberapa individu tertentu. Dari hal ini subyek akan memperoleh manfaat karena

bagi subyek yang hasil pengujiannya positif akan diberi pemeriksaan dan tindakan

pengobatan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

d. Tim TAS menyiapkan meja yang berpermukaan rata untuk mengatur alat yang

dibutuhkan dan membaca hasil-hasil tes. Anggota tim yang telah ditentukan sebagai

pengambil darah dan pembaca tes siap di posisi masing-masing.

e. Pendaftar mengisi data demografis (nama, jenis kelamin, umur, alamat) untuk setiap

murid yang terpilih sebagai subyek penelitian di formulir yang telah disediakan.

Pendaftar memasukkan setiap data dari murid yang menolak atau tidak mendapat ijin dan

menuliskan jumlah murid yang absen dalam formulir serta mengisikan nama subyek dan

nomor kode spesimen pada formulir.

f. Pengambil darah menuliskan nama dan nomor kode spesimen pada perangkat kit

diagnostik yang digunakan. Lakukan pengambilan darah jari pada subyek sebanyak 35

μl. Berikut Lampiran 1.1 prosedur pengujian untuk brugia rapid test dan Lampiran

1.2 untuk prosedur pengujian filaria test strip.

g. Hasil yang diperoleh berupa jumlah anak/murid SD/MI yang positif dan negatif

diinformasikan ke Tim Pelaksana Riset Filariasis. Data dan informasi anak/murid SD/MI

positif antibodi/antigen yang disampaikan adalah: nama SD/MI, nama anak, umur,

alamat (dusun/RT, desa/kelurahan, kecamatan), dan nama orang tua/wali.

6.1.2. Survei Darah Jari (SDJ) dan Survei KAP-Lingkungan (SKAP-L).

a. Tim SDJ dan SKAP-L terdiri atas (1) pemeriksa gejala klinis yaitu petugas yang akan

melakukan anamnesa kepada subyek penelitian terkait dengan gejala klinis yang dirasakan

saat ini atau yang pernah dirasakan subyek setahun terakhir, pemeriksa gejala klinis juga

merangkap sebagai ketua tim; (2) pewawancara yang bertugas melakukan wawancara

kepada subyek penelitian dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan yang melakukan

survei pengamatan lingkungan; (3) pendaftar yaitu petugas yang mencatat dan mendaftar

Page 160: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

subyek penelitian yang dipilih sebagai sampel untuk diambil darahnya dan diwawacarai;

(4) pengambil darah yaitu petugas yang akan mengambil sampel darah; (5) pemroses

spesimen yaitu petugas yang memproses spesimen sejak spesimen diteteskan pada slaid

sampai diperiksa; (6) pemberi bahan kontak yaitu petugas yang membagikan bahan

kontak kepada subyek penelitian yang telah selesai diambil darah jari dan wawancara.

b. Tim melakukan wawancara dan survei lingkungan ke masing-masing rumah responden

yang dilakukan pada siang hari. Pemilihan rumah responden dilakukan dengan dimulai

dari rumah penderita (positif antibodi atau positif mikrofilaria) sebagai titik pusat.

Selanjutnya dipilih rumah yang berdekatan di sekeliling rumah penderita secara

melingkar.

c. Tim mengisi formulir identitas rumah tangga yang berisikan nama-nama anggota rumah

tangga. Untuk pengisian formulir ini, dapat ditanyakan kepada kepala rumah tangga atau

salah seorang anggota rumah tangga yang berusia dewasa. Formulir ini diberikan kepada

responden/subyek penelitian untuk dibawa ke tempat pengambilan darah jari sebagai bukti

bahwa rumah tangga tersebut telah dilakukan wawancara. Terlampir formulir identitas

rumah tangga pada Lampiran 2.1.a.

d. Wawancara dilakukan pada responden yang berusia di atas 15 tahun ke atas. Proses

wawancara berlangsung antara 10—15 menit. Terlampir daftar pertanyaan (kuesioner)

pada Lampiran 2.5.

e. Sebelum melakukan wawancara, pewawancara akan menyodorkan formulir persetujuan

setelah penjelasan (PSP) kepada responden/subyek penelitian untuk dibaca dan

ditandatangani responden jika responden setuju. Formulir PSP terlampir pada Lampiran

2.2.a. Jika responden tidak dapat atau kesulitan membaca, pewawancara akan

membacakan PSP.

f. Setelah selesai wawancara, dilakukan survei lingkungan pada rumah responden.

g. Setelah dilakukan wawancara ke seluruh subyek penelitian (responden), tim melakukan

persiapan tempat untuk pengambilan darah jari.

h. Tim menyiapkan tempat yang cukup lapang. Di tempat pengambilan darah hendaknya

disediakan kursi secukupnya untuk subyek duduk menunggu giliran serta minimal 4 buah

meja untuk menaruh berbagai peralatan pengambil darah dan bahan-bahan.

i. Subyek penelitian (responden) yang telah datang di tempat pengambilan darah, mendaftar

ke meja petugas pendaftar dengan menyerahkan formulir identitas rumah tangga. Petugas

pendaftar akan mendaftar subyek penelitian pada formulir yang disediakan. Terlampir

pada Lampiran 2.1.b.

j. Subyek penelitian (responden) beralih ke tempat pemeriksaan klinis. Oleh ketua tim,

sebagai pemeriksa gejala klinis, diberikan penjelasan singkat kepada subyek penelitian

tentang maksud dan tujuan pemeriksaan. Penjelasan tersebut mengenai risiko terhadap

subyek penelitian. Risiko yang dihadapi adalah risiko minimal yang dapat menyebabkan

ketidaknyamanan (rasa sakit pada ujung jari) namun jarang sekali terjadi infeksi atau

perdarahan kecuali pada beberapa individu tertentu. Dari hal ini subyek akan memperoleh

manfaat karena bagi subyek yang hasil pengujiannya positif akan dilakukan pemeriksaan

dan tindakan pengobatan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemeriksa gejala

klinis akan melakukan anamnesa kepada subyek penelitian. Gejala klinis yang ditemukan

dan yang pernah dirasakan subyek penelitian dalam setahun terakhir dicatat dalam

formulir yang telah disiapkan. Terlampir pedoman penetapan gejala klinis pada Lampiran

2.3. dan formulir pencatatan pada Lampiran 2.4.

k. Selanjutnya subyek penelitian akan diambil darah jari sebanyak 60 μl untuk sediaan apus

tebal oleh petugas pengambil darah. Sediaan darah yang ada pada kaca slaid akan

diproses oleh pemroses spesimen sampai sedian darah diperiksa dan disimpan pada kotak

slaid. Terlampir prosedur pengambilan dan pemrosesan sedian darah pada Lampiran 2.6.

Page 161: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

l. Setelah selesai diambil darah jari, subyek penelitian beralih ke meja petugas pemberi

bahan kontak. Petugas pemberi bahan kontak akan memberikan bahan kontak kepada

subyek. Subyek menandatangani tanda terima bahan kontak. Terlampir form tanda terima

bahan kontak pada Lampiran 2.7.

m. Proses pengambilan darah jari selesai, subyek kembali ke tempat tinggal.

n. Proses pewarnaan sediaan darah dan pemeriksaan dilakukan oleh tim. Bagi subyek

penelitian yang hasil pemeriksaan darah jarinya positif, dirujuk ke Puskesmas untuk

diberikan pengobatan dengan DEC dan albendazol sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

o. Hasil pemeriksaan slaid yang positif dan 10% dari slaid yang negatif dikirim ke Tim

Teknis (Laboratorium Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan)

untuk dilakukan pemeriksaan silang (cross check).

p. Data hasil pemeriksaan klinis, pemeriksaan sediaan darah, dan wawancara dientri oleh

tim.

6.1.3. Stool Survey (StS)

a. Tim StS terdiri atas (1) pemeriksa gejala klinis yaitu petugas yang akan melakukan

anamnesa kepada subyek penelitian terkait dengan gejala klinis yang dirasakan subyek,

pemeriksa gejala klinis juga merangkap sebagai ketua tim; (2) pengumpul dan

pemeriksa spesimen yaitu petugas yang akan mengampulkan dan memeriksa spesimen

tinja; (3) pendaftar yaitu petugas yang mencatat, mendaftar dan memberikan bahan

kontak kepada subyek penelitian (anak-anak) yang dipilih sebagai sampel untuk

menyerahkan tinjanya; (4) penghubung adalah petugas yang melakukan kordinasi dengan

pihak sekolah dan melakukan penyuluhan kesehatan kepada subyek penelitian. b. Sehari sebelum pengumpulan spesimen, ketua tim memberikan penjelasan singkat kepada

kepala sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan survei. Selanjutnya petugas

pendaftar melakukan pendaftaran dan pencatatan nama murid SD/MI yang terpilih

sebagai sampel yang akan menyerahkan spesimen tinja. Proses selanjutnya adalah

membagikan pot tempat spesimen tinja disertai keterangan cara pengambilan,

pengemasan, dan waktu penyerahan. Saat penyerahan pot, kepada murid SD/MI dijelaskan

maksud dan tujuan pemeriksaan spesimen tinja dan manfaat yang diterima dari kegiatan

yang dilakukan. Terlampir form daftar murid SD/MI yang terpilih sebagai sampel pada

Lampiran 3.1. dan formulir persetujuan setelah penjelasan (PSP) pada Lampiran

2.2.b.

c. Hari kedua; murid SD/MI yang terpilih sebagai sampel menyerahkan pot yang telah terisi

spesimen tinja kepada tim. Saat penyerahan spesimen tinja, dilakukan pemeriksaan klinis

oleh petugas pemeriksa gejala klinis. Terlampir pedoman pemeriksaan klinis kecacingan

pada Lampiran 3.2.

d. Setelah pemeriksaan klinis subyek penelitian menerima bahan kontak dari petugas

pendaftar. Subyek menandatangani tanda terima bahan kontak. Terlampir form tanda

terima bahan kontak pada Lampiran 2.7.

e. Pemeriksaan spesimen tinja dilakukan langsung di lapangan. Bagi subyek penelitian yang

hasil pemeriksaan tinja positif, dirujuk ke Puskesmas untuk diberikan pengobatan dengan

albendazol sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

f. Hasil pemeriksaan spesimen tinja yang positif dikirim ke Tim Teknis (Laboratorium

Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan) untuk dilakukan

pemeriksaan silang (cross check).

g. Terlampir prosedur penanganan dan pemeriksaan spesimen tinja pada Lampiran 3.3. dan

form pencatatan hasil pemeriksaan tinja pada Lampiran 3.4.

Page 162: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

6.1.4. Deteksi DNA Brugia malayi

a. Tim Deteksi DNA Brugia malayi (DDB) terdiri atas (1) pengambil darah yaitu petugas

yang akan mengambil sampel darah jari murid SD/MI yang positif/negatif antibodi brugia;

(2) pendaftar yaitu petugas yang mencatat, mendaftar dan memberikan bahan kontak

kepada subyek studi (anak-anak) yang dipilih sebagai sampel.

b. Tim DDB akan mendatangi SD/MI tempat anak-anak yang positif/negatif antibodi.

c. Sebelum pengumpulan spesimen, tim memberikan penjelasan singkat kepada kepala

sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan pengambilan darah pada siang hari.

Selanjutnya petugas pendaftar melakukan pendaftaran dan pencatatan nama murid SD/MI

yang terpilih sebagai sampel.

d. Subyek studi diambil darah jari sebanyak 150—200 µl dimasukkan ke tabung microtainer

dan sebagian diteteskan ke kertas Whattman filter. Darah yang ada di tabung vacutainer

dan kertas Whattman akan diperiksa dengan metode polymerase chain reaction (PCR).

e. Spesimen darah tersebut dikirim ke Laboratorium Nasional Badan Litbangkes di Jakarta.

f. Terlampir form tanda terima bahan kontak pada Lampiran 2.7, formulir persetujuan

setelah penjelasan (PSP) pada Lampiran 2.2.c. dan form daftar murid SD/MI yang

diambil darah jari pada Lampiran 4.1.

6.1.5. Focus Group Discussion (FGD)

a. Tim Focus Group Discussion (FGD) terdiri atas (1) moderator merangkap sebagai ketua

tim, (2) asisten moderator, dan (3) notulis. b. Sehari sebelum pelaksanaan, tim FGD mendatangi lokasi pelaksanaan FGD dan

melakukan kordinasi dengan instansi setempat terkait persiapan pelaksanaan meliputi

tempat FGD, penataan ruangan, dan lain hal yang diperlukan agar pelaksanaan FGD dapat

berjalan baik tanpa kendala.

c. Sebelum pelaksanaan FGD, ketua tim memberikan penjelasan kepada para peserta tentang

maksud dan tujuan FGD. Selanjutnya salah seorang wakil peserta menandatangani PSP.

Terlampir formulir PSP pada Lampiran 2.2.d, panduan ringkas FGD pada Lampiran 5.1,

dan daftar pertanyaan yang diajukan saat FGD pada Lampiran 5.2.

6.1.6. Wawancara Mendalam (Depth Interview)

a. Tim Wawancara Mendalam terdiri atas (1) pewawancara, dan (2) pencatat (notulis). b. Tim Wawancara akan mendatangi informan di tempat masing-masing.

c. Sebelum pelaksanaan wawancara mendalam, pewawancara memberikan penjelasan

tentang maksud dan tujuan wawancara mendalam. Informan diminta untuk membaca dan

menandatangani PSP. Terlampir formulir PSP pada Lampiran 2.2.e, panduan

pengumpulan data manajemen pada Lampiran 6.1, matriks informasi esensial pada

Lampiran 6.2. dan panduan ringkas wawancara mendalam pada Lampiran 6.3.

6.1.7. Survei Vektor (Nyamuk).

a. Tim Survei Vektor (Nyamuk) berjumlah 4 (empat) orang dan dibantu tenaga lokal

sebanyak 8 (delapan) orang. Salah seorang dari empat peneliti tersebut menjadi ketua tim/

kordinator.

b. Sehari sebelum pelaksanaan survei, ketua tim/kordinator mendatangi lokasi

penangkapan vektor untuk menentukan lokasi penangkapan dan lokasi survei habitat

vektor serta melakukan kordinasi dengan aparat desa/kelurahan setempat.

c. Identifikasi nyamuk dilakukan di lapangan.

d. Dua sampai empat spesies yang tertangkap dan diperkirakan sebagai vektor potensial

dikirim ke Laboratorium Entomologi Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat dan

Laboratorium Entomologi Balai/Loka Litbangkes yang mampu untuk diperiksa dengan

Page 163: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

teknik PCR guna menentukan besarnya infectivity rate vector. Pemeriksaan dilakukan

secara pooling berdasarkan spesies dan lokasi. Untuk efisiensi pemeriksaan PCR maka

hanya nyamuk betina parous yang akan diperiksa keberadaan cacing filarianya.

e. Hasil identifikasi nyamuk dicatat dalam form yang telah disiapkan.

f. Panduan teknis survei vektor dan form survei habitat dapat dilihat pada Lampiran 7.1.

dan 7.2.

6.1.8. Survei Lingkungan

a. Survei Lingkungan dilakukan oleh 1 orang peneliti sebagai pengamat lingkungan.

b. Pengamat lingkungan akan mendatangi setiap rumah yang akan menjadi sampel

pengamatan. Selain membawa form pencatatan, perlengkapan lain yang digunakan adalah

kamera pada telepon genggam atau gadget guna merekam situasi dan kondisi yang

ditemukan.

c. Hasil pengamatan dicatat peneliti dalam form pencatatan pengamatan lingkungan pada

Lampiran 9.1.

II.7. Alur kegiatan

Berikut di bawah ini alur kegiatan penelitian.

TRANSMISSION ASESSMENT SURVEY

Populasi Sampel Murid SD/MI kelas 1 & 2 per kab/kota

Klaster/Sekolah 30--40 SD/MI di setiap kab/kota

yang lulus/gagal TAS.

Kabupaten/Kota Masa Surveilans (Pasca Lulus TAS-1/TAS-2)

Kabupaten/Kota Pasca POPM (5 thn atau 7 thn)

Page 164: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Daerah B. malayi: Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi

Dari 30--40 SD/MI yang dilakukan TAS, pilih: SD/MI yg murid kelas 1 dan 2-nya, ada dan banyak yg positif. Minimal 4 SD/MI. Jika kab/kota tsb tidak ada hasil TAS positif, pilih: SD/MI pada daerah sentinel dan/atau daerah spot atau SD/MI yang berdekatan dengan daerah sentinel dan/atau daerah spot. Minimal 4 SD/MI.

Stool Survey: Sampel 150—160 anak SD/MI kelas 1 dan 2 (10%

Page 165: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Keterangan: = dilaksanakan oleh Subdit Filariasis dan Kecacingan, Di

Penjelasan diagram

1. Secara garis besar ada 5 faktor utama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis, yaitu sumber

daya manusia yang kapasitas dan kapabilitas terkait filariasis cukup baik kompetensinya;

sistem logistik yang memadai; pelaksanaan promosi kesehatan yang tepat sasaran,

melibatkan lintas sektor dan upaya kesehatan sekolah yang kontinu dan terencana; adanya

kebijakan dan peraturan yang mendukung kegiatan eliminasi; dan tersedianya anggaran

operasional yang memadai.

2. Kegiatan eliminasi filariasis ditujukan ke segenap masyarakat yang berdomisili di

kabupaten/kota.

3. Dalam studi ini sasaran penelitian (subyek studi) adalah anak SD/MI, tokoh masyarakat,

anggota masyarakat termasuk orang tua anak SD/MI, lingkungan, vektor dan reservoar

penyakit.

4. Pada diagram di atas, tampak tergambar urutan tahapan pelaksanaan studi yang dimulai

dari TAS, pemeriksaan hasil SDJ secara mikroskopis, stool survey, wawancara ke

masyarakat, RTD ke stake holder, survei lingkungan, penangkapan vektor, dan

pemeriksaan reservoar.

Berikut matriks di bawah ini yang menggambarkan kerangka kegiatan pada masing-masing

lokasi penelitian.

No Kab/Kota Endemis

SDJ

+

KAP

SF

StS Indepth

+ FGD

Gen

Bm Vektor Reservoar Lingk

1 Aceh Jaya Bm √ -- √ -- √ k + p √

2 Pidie Wb √ -- √ -- √ -- √

3 Nias Bm √ √ √ √ √ k + p √

4 Labuhan

Batu

Bm √ √ √ √ √ k + p √

5 Agam Bm √ √ √ √ √ k + p √

6 Limapuluh

Kota

Bm √ √ √ √ √ k + p √

7 Pasaman

Barat

Bm √ √ √ √ √ k + p √

8 Pesisir

Selatan

Bm √ √ √ √ √ k + p √

9 Kuantan

Senggigi

Bm √ √ √ √ √ k + p √

10 Pelalawan Bm √ √ √ √ √ k + p √

11 Bangka Barat Bm √ √ √ √ √ k + p √

12 Belitung Bm √ √ √ √ √ k + p √

13 Kota

Tangerang

Wb √ -- √ -- √ -- √

Catatan: tahun 2017 saat penelitian dilaksanakan, anak-anak kelas 1 dan 2 SD/MI tersebut telah duduk di kelas 2 dan 3.

Page 166: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

14 Subang Wb √ -- √ -- √ -- √

15 Kotawaringin

Barat

Bm √ √ √ √ √ k + p √

16 Hulu Sungai

Utara

Bm √ √ √ √ √ k + p √

17 Donggala Bm √ √ √ √ √ -- √

18 Enrekang Bm √ √ √ √ √ -- √

19 Bombana Bm √ √ √ √ √ -- √

20 Kolaka Utara Bm √ √ √ √ √ -- √

21 Buton Bm √ √ √ √ √ -- √

22 Tidore Wb √ -- √ -- √ -- √

23 Merauke Wb √ -- √ -- √ -- √

24 Boven Digul Wb √ -- √ -- √ -- √

Keterangan:

√ = dilaksanakan.

-- = tidak dilaksanakan.

k + p = dilakukan pengambilan darah pada kucing dan primata.

Berikut di bawah ini matriks pengumpulan data

Matriks Pengumpulan Data

No Tujuan

Puldata

Cara Pengumpulan

Data

Responden/Sampel Lokasi

1 Survei Darah Jari (SDJ)

Mengetahui ada

tidaknya mikrofilaria di

dalam darah

Pengambilan darah

jari

Penduduk usia 5

tahun ke atas

di 2 atau 3 titik

lokasi pada 2

desa di

kabupaten/kota

terpilih

2 Deteksi DNA B. Malayi

Mengetahui ada

tidaknya jejak

keberadaan fragmen

mikrofilaria Brugia

malayi di dalam darah.

Pengambilan darah

jari

10% dari total TAS

yaitu 150-160 anak

SD/MI yang positif

dan negatif uji

antibodi

Pada daerah

yang positif dan

atau sentinel dan

spot area di

kabupaten yang

endemis brugia

3 Stool Survey

Untuk mengetahui

kemungkinan adanya

reaksi silang brugia

rapid test yang positif

dengan kejadian infeksi

kecacingan perut.

Pengambilan dan

pemeriksaan tinja

10% dari total TAS

yaitu 150-160 anak

SD/MI yang positif

dan negatif uji

antibodi

Pada daerah

yang positif dan

atau sentinel dan

spot area di

kabupaten

yang endemis

Page 167: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

brugia

4 KAP tentang Filariasis

Untuk mengetahui

aspek pengetahuan,

sikap dan perilaku

masyarakat terkait

dengan program

filariasis

Wawancara dengan

kuesioner terstuktur

ART umur 15 tahun

ke atas

Sesuai dengan

lokasi SDJ

5 Focus Group Discussion (FGD)

Untuk mengetahui

sampai seberapa jauh

informasi tentang

masalah yang terkait

dengan program

eliminasi filariasis

FGD Para pejabat lintas

program dan sektor

tingkat kabupaten

dan kecamatan.

Sesuai dengan

lokasi SDJ

Page 168: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

No Tujuan

Puldata

Cara Pengumpulan

Data

Responden/Sampel Lokasi

6 Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Untuk mengetahui

pengetahuan tokoh

masyarakat (toma)

formal dan informal

tentang filariasis

Wawancara

Mendalam

Pejabat lintas

program dan sektor

tingkat provinsi,

tokoh masyarakat

(Toma), dan

penduduk yang

minum dan tidak

minum obat

Sesuai dengan

lokasi SDJ. Di 2

desa/kelurahan

setiap kabupaten

7 Survei Vektor

Untuk mengetahui ada

tidaknya larva L1, L2

dan L3 pada spesies

nyamuk yang dicurigai

sebagai vektor

Koleksi nyamuk Nyamuk Sesuai dengan

lokasi SDJ. Di 2

desa/kelurahan

setiap

kabupaten/kota

8 Survei Darah Reservoar

Mengetahui ada

tidaknya mikrofilaria

dalam darah reservoar

Pengambilan darah

kucing dan primata

Kucing dan primata

liar dan peliharaan

Di 2-3 titik

lokasi di 2 desa

setiap

kabupaten

terpilih.

9 Survey Lingkungan

Untuk mengetahui

informasi yang terkait

dengan lingkungan

biologis dari vektor dan

reservoir

Observasi Lingkungan rumah

penduduk

Sesuai dengan

lokasi SDJ. Di

2-3 titik lokasi

pada 2

desa/kelurahan

setiap kabupaten

II.8. Definisi Operasional

8.1. Kabupaten/Kota Gagal TAS adalah kabupaten/kota yang dalam pelaksanaan

TAS tidak lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3 dikarenakan dari jumlah

sampel anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif antibodi/antigen di atas nilai cut off

yang ditetapkan.

8.2. Kabupaten/Kota Lulus TAS adalah kabupaten/kota yang dalam pelaksanaan

TAS lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3 dikarenakan dari jumlah sampel anak

SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif antibodi/antigen di bawah nilai cut off yang

ditetapkan.

8.3.Sentinel area adalah wilayah (desa/kelurahan) yang terpilih pada saat survei

pemetaan sebelum pelaksanaan POPM.

8.4.Spot area adalah wilayah (desa/kelurahan) yang dicurigai masih terjadinya penularan

filariasis (cakupan POPM rendah, faktor epidemiologi mendukung).

Page 169: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

II. 9. Manajemen Dan Analisis Data

9.1. Manajeme

n Data

Data dan informasi yang diperoleh diedit, coding dan dientri langsung di lapangan

dengan program yang telah disiapkan. Entri data dilakukan oleh tim pengumpul data

dan sebagian oleh pihak ketiga. Selanjutnya data dikirim via internet atau secara

langsung dengan menyimpan dalam flash disk.

9.2. Analisis

Data:

Data kuantitatif yang sudah bersih akan dilakukan analisis secara deskriptif dan

bivariat. Data kualitatif dari hasil RTD dan wawancara mendalam akan dilakukan

pengkajian untuk diperoleh kesimpulan di setiap variabel yang dikaji.

II.10. Pertimbangan Izin

Permintaan ijin dilakukan kepada Kementerian Dalam Negeri. Tembusan surat

ijin disampaikan ke pemerintah kabupaten/kota dan dinas kesehatan kabupaten/kota

tempat pelaksanaan studi.

Studi ini melibatkan manusia dan hewan sebagai subyek studi/penelitian. Untuk

melindungi subyek studi maka akan dimintakan pertimbangan etik penelitian (ethical

clearance) ke Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbang Kesehatan.

Page 170: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

9.3.

II.11. Jadual Kegiatan

No Kegiatan Jan-

Mart

Apr--

Jun

Juli Agus

t

Sep

t

Ok

t

No

v

Des

1 Persiapan XXX

2 Uji Coba Kuesioner

dan Persiapan

Daerah Penelitian

XXX

3 Pelatihan X

4 Puldat Tahap I (SDJ,

Sosbud, Manajemen)

X X

5 Puldat Tahap II

(Stool Survey,

Deteksi Gen B.

malayi, Entomologi

dan Reservoar)

X X

6 Supervisi X X X

7 Analisis Data X

8 Pelaporan &

Diseminasi

X X

Page 171: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Urutan Pelaksanaan Kegiatan Secara skematis rangkaian kegiatan studi adalah sbb:

Persiapan: + Pengembangan studi protokol dan kuesioner + surat menyurat + Pengusulan bahan lab dan perlengkapan lapangan kepada Panitia Pengadaan untuk dilakukan tender . + Rapat-rapat intern Tim Teknis dengan Tim Pengarah dan Tim Pakar. + Penyusunan instrumen form puldat. + Pengadaan ATK dan penggandaan form puldat. + Pengecekan peralatan yang akan digunakan di laboratorium dan lapangan. + Penyusunan detil rencana kegiatan dan rencana anggaran + Pengajuan ijin etik ke Komisi Etik Penelitian Badan Litbangkes + Pengajuan ijin penelitian ke Kemendagri + Pengajuan ijin penangkapan lutung & monyet (hewan yang dilindungi) ke Kemenhut dan LH. + Pengajuan permintaan daftar lokasi studi ke Ditjen P2P (hasil TAS dan/atau daerah sentinel di kab/kota). + Pemantauan proses kelengkapan administrasi penelitian (SP3 dan SK). + Penyusunan laporan triwulan I

Waktu: Januari— Maret 2017

Luaran

* Studi Protokol * Rencana kegiatan dan rencana anggaran * Surat ijin etik penelitian * Surat ijin pelaksanaan studi dari Kemendagri, * Surat ijin penangkapan hewan * SP3 * SK Tim Peneliti * Catatan rinci kegiatan di log- book penelitian * Dokumen pertanggung- jawaban keuangan. * Dokumen pengadaan. * Daftar wilayah/lokasi Studi (hasil TAS dan/atau daerah sentinel) * Laporan Triwulan I

Ujicoba Kuesioner dan Persiapan Daerah Studi: + Ujicoba kuesioner di Kab. Musi Rawas. + Persiapan daerah/sosialisasi studi di 24 kab/kota. Waktu: Bulan April—Juni 2017

Luaran

* Laporan hasil persiapan Daerah. * Laporan perjalanan dinas persiapan daerah. * Kuesioner dan form yang sudah diperbaiki pasca ujicoba. * Laporan perjalanan dinas Ujicoba. * Catatan rinci kegiatan di log- book studi. * Dokumen pertanggung jawaban keuangan

Waktu: Bulan Juli 2017

Luaran

* Laporan pelatihan * Laporan Triwulan II. * Catatan rinci kegiatan di log-book penelitian * Dokumen pertanggung- jawaban keuangan

Pelatihan + Pelatihan PJT Prov, PJT Kab/Kota, dan Tim Puldat di Jakarta. + Penyusunan laporan triwulan II.

Pelaksanaan Pengumpulan Data Tahap Pertama dan Kedua: + Puldat SDJ, sosbud, kebijakan, stool survei, deteksi gen, entomologi, reservoar, dan lingkungan. + Kompilasi data hasil puldat + Pengolahan dan analisis data.

Waktu: Bulan Juli—September 2017

Luaran

* Laporan hasil puldat. * Data hasil puldat. * Catatan rinci kegiatan di log-book Studi.

Page 172: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

II.12. Organisasi

Susunan organisasi studi adalah sbb:

a. Tim pengarah (Pusat dan daerah) dan pakar terdiri atas pejabat eselon I dan II Badan

Litbangkes dan Ditjen P2P, pejabat eselon III di lingkungan Puslitbang UKM dan Dit.

P2TVZ, kepala dinas kesehatan provinsi dan kabupaten, dan pakar (Profesor/Profesor

Riset/Doktor).

b. Tim Teknis terdiri atas peneliti dan praktisi yang berpengalaman di bidang epidemiologi,

biomedis, entomologi, lingkungan, sosial & budaya, biostatistik, manajemen data, dan

manajemen & administrasi keuangan dari Puslitbang di lingkungan Badan Litbangkes dan

Ditjen Pengendalian Penyakit.

c. PJT Provinsi: Peneliti Senior Puslitbang/Balai Besar Litbang/Balai Litbang/Loka Litbang.

d. PJT Kabupaten/Kota: Peneliti Puslitbang/Balai Besar Litbang/Balai Litbang/Loka

Litbang.

e. PJO Provinsi: Penanggung jawab program pengendalian dan pencegahan filariasis dinas

kesehatan provinsi.

f. PJO Kabupaten: Penanggung jawab program pengendalian dan pencegahan filariasis dinas

kesehatan kabupaten.

g. Tim Pengumpul Data yang akan mengumpulkan data/informasi dalam SDJ, sosial—

budaya (wawancara dan FGD), dan kebijakan (wawancara mendalam di institusi

kesehatan), stool survei, deteksi DNA B. malayi, survei entomologi dan reservoar.

Page 173: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

BAB III

HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kabupaten Kolaka utara merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Provinsi

Sulawesi Tenggara yang terbentuk berdasarkan undang-undang nomor 29 tahun 2003 tentang

pembentukan kabupaten Bombana, kabupaten Wakatobi, dan kabupaten Kolaka utara.

Kolaka Utara membentang dari Utara ke Selatan pada bujur 120°45’00’’ sampai 120°30’13’’

BT dan lintang 02°00’00’’ sampai 03°30’00’’ Lintang selatan. Kabupaten ini sebelah utara

berbatasan dengan Kabupaten Luwu Timur (Provinsi Sulawesi Selatan), sebelah timur

berbatasan dengan Kabupaten Kolaka dan Konawe Utara (Provinsi Sulawesi Tenggara),

sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kolaka (Provinsi Sulawesi Tenggara), sebelah

barat berbatasan dengan pantai timur teluk Bone.

Kabupaten ini terdiri dari wilayah daratan seluas ±3.391,67 km, disertai pulau-pulau

kecil dengan pemandangan indah. Selain itu juga, memiliki wilayah perairan laut

membentang sepanjang teluk Bone, seluas ± 12.376 km2. Secara administratif, wilayah

pemerintahan Kabupaten Kolaka Utara terdiri dari 15 Kecamatan, 6 Kelurahan, 127 desa

dengan wilayah seluas kurang lebih 3. 391,6 km2.

Topografi wilayah Kabupaten Kolaka Utara umumnya terdiri dari gunung dan bukit

yang memanjang dari utara ke selatan. Diantara Gunung dan bukit terbentang dataran-dataran

yang merupakan daerah potensial untuk pengembangan sektor pertanian. Kabupaten ini

memiliki ketinggian umumnya dibawah 1000 mdpl dan berada di sekitar daerah katulistiwa

sehingga daerah ini beriklim tropis.

Gambaran Umum Pengendalian Filariasis di Daerah Penelitian

Pengendalian filariasis di Kabupaten Kolaka Utara di mulai sejak tahun 2005

dan berakhir di tahun 2010. Namun, berdasarkan penelusuran data cakupan

pengobatan tidak ditemukan data cakupan pengobatan dari tahun 2005 hingga 2007.

Selanjutnya, dilakukan TAS (Transmission Assesment Survey) TAS merupakan

survei penilaian penularan filariasis pada anak sekolah. Survei penularan ini

dilakukan pada murid SD usia 6-7 tahun dengan pengambilan darah. Jika Survei

Penilaian Penularan (TAS) hasilnya didapatkan microfilaria <1 atau antigen < 2%

berati tidak terjadi transmisi baru, maka Kabupaten tersebut bisa menghentikan

POPM17

Tabel 29. Cakupan POPM di Kabupaten Kolaka Utara

No Tahun Cakupan POPM

Page 174: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

1 2005 -

2 2006 -

3 2007 -

4 2008 90,5%

5 2009 90,5 %

6 2010 68 %

Sumber: Dinkes Kolaka Utara

Dari tabel 1 cakupan POPM terlihat bahwa POPM di Kabupaten Kolaka Utara

dimulai sejak tahun 2005 hingga 2010. Cakupan POPM tahun 2005, 2006, 2007 tidak

diketahui, sedangkan cakupan tahun 2008 dan 2009 masing-masing sebesar 90,5% dan

terjadi penurunan cakupan pada tahun 2010 menjadi 68%. Berdasarkan Permenkes RI

No. 94 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Filariasis, angka 68 % sudah memenuhi

kriteria daerah yang siap dievaluasi TAS.

Dengan demikian, setelah POPM tahun 2010 dihentikan, dilanjutkan kegiatan

TAS untuk mengevaluasi dan mengetahui apakah masih ada transmisi penularan filariasis

di daerah tersebut. Kegiatan TAS 1 dilakukan pada tahun 2011, tidak ditemukan anak

yang positif dan dinyatakan lulus. Kegiatan TAS 2 dilakukan pada tahun 2014,

ditemukan 15 anak yang positif, dan dinyatakan lulus. Kegiatan TAS 3 dilakukan pada

tahun 2016, tidak ditemukan kasus positif. Berdasarkan hasil TAS tersebut, maka pada

tahun 2017 Kabupaten Kolaka Utara sudah menerima sertifikat bebas filariasis.

2. Gambaran Jumlah & Karakteristik Subyek Penelitian/Sampel

Berikut Tabel 2 disajikan jumlah responden/subyek penelitian/sampel yang

dikumpulkan dalam studi ini.

Tabel 30. Jumlah Responden/Subyek Penelitian/Sampel Berdasarkan Jenis Data/Informasi Yang Dikumpulkan Kabupaten Bombana Tahun 2017.

No Jenis

Data/Informasi

Jumlah Res/

SP/Sampel

Keterangan

1 TAS * 1485 Subyek Penelitian (SP) adalah anak SD kelas

1 dan 2 (thn 2016)

2 Survei KAP 653 Desa Latali 337 dan Desa Pakue 316

3 Pemeriksaan Klinis 620 Desa Latali 310 dan Desa Pakue 310

4 Survei Darah Jari 620 Desa Latali 310 dan Desa Pakue 310

5 Stool Survey

156 SP sama dengan subyek penelitian pada TAS

(saat puldat anak duduk di kelas 2 dan 3 (thn

2017)

Page 175: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

6 Deteksi Gen Bm 20 SP sama dengan SP TAS (saat puldat anak

duduk di kelas 2 dan 3 (thn 2017)

8 Studi Kualitatif

16 Informan adalah Kepala Dinas kesehatan,

Kabid, Kasie, Pemegang Program, Kepala

Puskesmas, Kader, Kepala Desa, Tokoh

Agama, Penderita kronis.

* = Pengumpulan data dilakukan oleh Ditjen P2 pada tahun 2016.

Pada Tabel 2 menunjukkan jumlah responden dari masing-masing kegiatan

tidak sama. Responden KAP, SDJ dan Pemeriksaan Klinis idealnya sama. Namun

dalam kenyataan di lapangan jumlah responden KAP lebih banyak dibandingkan

dengan responden SDJ atau pemeriksaan klinis. Hal ini dikarenakan terdapat

responden yang bersedia diwawancara pada siang hari, namun pada malam hari tidak

bersedia diambil darah jari.

Gambaran karakteristik responden/subyek penelitian kegiatan survey KAP

ditampilkan 6 variabel yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, lama tinggal,

pekerjaan, dan keikutsertaan dalam POPM. Berikut Tabel 3. di bawah ini menyajikan

karakterisitik responden/subyek penelitian di Kabupaten Kolaka Utara

Page 176: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Tabel 31. Karakteristik Responden Survei KAP Kabupaten Kolaka Utara Tahun

2017

n % n % n %

1 Jenis kelaminLaki-laki 171 50,7% 139 44,0% 310 47,5%

Perempuan 166 49,3% 177 56,0% 343 52,5%

Jumlah 337 100,0% 316 100,0% 653 100,0%

2 Kelompok umur< 15 TAHUN 93 27,6% 81 25,6% 174 26,6%

15-24 TAHUN 49 14,5% 51 16,1% 100 15,3%

25-34 TAHUN 54 16,0% 60 19,0% 114 17,5%

35-44 TAHUN 73 21,7% 59 18,7% 132 20,2%

45-54 TAHUN 39 11,6% 43 13,6% 82 12,6%

55-64 TAHUN 17 5,0% 15 4,7% 32 4,9%

>= 65 TAHUN 12 3,6% 7 2,2% 19 2,9%

Jumlah 337 100,0% 316 100,0% 653 100,0%

3 Status kawin

Belum Kawin 140 41,5% 141 44,6% 281 43,0%

Kawin 179 53,1% 162 51,3% 341 52,2%

Cerai Hidup 8 2,4% 7 2,2% 15 2,3%

Cerai Mati 10 3,0% 6 1,9% 16 2,5%

Jumlah 337 100,0% 316 100,0% 653 100,0%

4 Tingkat pendidikan

Tidak pernah sekolah 6 2,0% 5 1,8% 11 1,9%

Tidak tamat SD 41 13,9% 29 10,6% 70 12,3%

Tamat SD/MI 84 28,6% 63 23,1% 147 25,9%

Tamat SLTP/MTs 52 17,7% 59 21,6% 111 19,6%

Tamat SLTA/MA 69 23,5% 67 24,5% 136 24,0%

Tamat D1/D2/D3 9 3,1% 17 6,2% 26 4,6%

Tamat Perguruan Tinggi 33 11,2% 33 12,1% 66 11,6%

Jumlah 294 100,0% 273 100,0% 567 100,0%

5 Pekerjaan Utama

Tidak bekerja 35 11,9% 16 5,9% 51 9,0%

Sekolah 68 23,1% 61 22,3% 129 22,8%

Ibu Rumah Tangga 80 27,2% 67 24,5% 147 25,9%

PNS/TNI/POLRI 21 7,1% 26 9,5% 47 8,3%

Pegawai Swasta 12 4,1% 15 5,5% 27 4,8%

Wiraswasta/Pedagang 16 5,4% 24 8,8% 40 7,1%

Nelayan 10 3,4% 0 0,0% 10 1,8%

Petani 41 13,9% 47 17,2% 88 15,5%

Buruh Tani 1 0,3% 1 ,4% 2 0,4%

Lainnya 10 3,4% 16 5,9% 26 4,6%

Jumlah 294 100,0% 273 100,0% 567 100,0%

No Karakteristik DESA LATALI (N=337) DESA PAKUE (N=316) Jumlah

Tabel 3 menunjukkan bahwa responden KAP paling banyak ditemui ber jenis

kelamin perempuan sebesar 52,5 % dan sisanya adalah laki-laki. Sedangkan

kelompok umur yang paling banyak pada umur dibawah 15 tahun dan lebih banyak

lebih banyak dijumpai penduduk dengan status sudah pernah kawin. Variabel tingkat

pendidikan paling banyak dijumpai pada penduduk di dua desa yang tamat SD/MI

sebesar 25,9%. Pekerjaan utama paling banyak adalah ibu rumah tangga sebesar

25,9%.

Page 177: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Dari gambaran karakteristik responden di atas, berikut ditampilkan hasil

plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial.

3. Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Filariasis.

Pada penelitian ini sebelum dilakukan pemeriksaan klinis dan pengambilan darah

jari terhadap responden, terlebih dahulu dilakukan wawancara pengetahuan masyarakat

tentang penyebab, efek, dan pengobatan filariasis. Tabel 4 dibawah, menampilkan

responden yang mengetahui penyebab penyakit kaki gajah (elephantiasis)/ filariasis.

Sebanyak 18,4 % responden di dua desa sudah mengetahui bahwa penyakit filariasis

ditularkan

oleh nyamuk dan 13,2 % sudah mengetahui bahwa penyakit ini disebabkan oleh

cacing. Namun, masih terdapat 8,0 % responden beranggapan bahwa penyakit kaki

gajah disebabkan karena melanggar pantangan. Akibat dari kaki gajah, responden paling

banyak mengetahui bahwa kaki gajah menyebabkan kaki atau tangan membesar sebesar

56,2% dan tidak menimbulkan gejala dan akibat pada tubuh 14,2% (Tabel 5).

Pengetahuan masyarakat tentang sanak famili atau tetangga yang pernah mengalami

demam berulang disertai pembengkakan kelenjar pada lipat paha, hanya di desa Pakue

sebesar 0,4 %. (Tabel 6)

Variabel

DESA

LATALI

(N=244)

DESA

PAKUE

(N=235) Jumlah

Gambar 4. Peta plotting rumah responden di Kabupaten Bombana. Atas untuk Desa Lantawonua dan Bawah untuk Desa Margaja.

gambar 1. Peta plotting rumah responden Kabupaten Kolaka utara, atas (Desa Latali) dan bawah (Desa Pakue)

Page 178: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Tabel 32. Jumlah dan Persentase Responden Yang Mengetahui Penyebab penyakit filariasis di Kabupaten Kolaka Utara tahun 2017

Tabel 33 Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Efek Dari Penyakit filariasis Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

Variabel

DESA

LATALI

(N=244)

DESA

PAKUE

(N=235) Jumlah

N % n % N %

a. Menyebabkan kaki atau tangan

membesar 124 50,8% 145 61,7% 269 56,2%

b. Tidak menimbulkan gejala dan akibat

pada tubuh 25 10,2% 43 18,3% 68 14,2%

c. Menyebabkan demam & tubuh

lemah/sakit-sakit 13 5,3% 31 13,2% 44 9,2%

d. Menimbulkan pembengkakan pada

lipat paha/ketiak 7 2,9% 30 12,8% 37 7,7%

e. buah dada/skrotum 6 2,5% 14 6,0% 20 4,2%

f. Lainnya, sebutkan 27 11,1% 0 0,0% 27 5,6%

Tabel 34. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Demam Berulang Disertai Pembengkakan Penyakit filariasis Kabupaten Kolaka Utara tahun 2017

N % N % N %

a. Penyakit yang disebabkan oleh cacing 16 6,6% 47 20,0% 63 13,2%

b. Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk 24 9,8% 64 27,2% 88 18,4%

c. Penyakit keturunan 4 1,6% 8 3,4% 12 2,5%

d. Penyakit akibat gangguan makhluk halus 0 ,0% 3 1,3% 3 ,6%

e. Penyakit karena melanggar pantangan 1 0,4% 3 1,3% 4 8,0%

f. Lainnya 53 21,7% 2 0,9% 55 11,5%

Variabel

Desa Latali DesaPakue

Jumlah

n % n % N %

Apakah ada

dari antara

sanak

famili/tetangga

[NAMA] yang

pernah

mengalami

demam

berulang

disertai

pembengkakan

kelenjar pada

Ya 0 0,0% 1 0,4% 478 99,8%

Tidak 244 100,0% 235 100,0% 464 100,0%

Page 179: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Pada tabel 7 menunjukkan bahwa dalam hal pencarian pengobatan 100% responden di

dua desa mencari pengobatan ke petugas kesehatan, sedangkan pengetahuan

responden tentang POPM lebih banyak yang menyatakan tidak mengetahui sebesar

80,2% dan yang mengetahui sebesar 14,6 % (tabel 8). Sumber informasi tentang

pelaksanaan POPM tersebut, paling banyak diperoleh dari petugas kesehatan/ guru

91,4% dan teman/tetangga/sanak keluarga 30,0 %. (tabel 9)

Tabel 35. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Pencarian Pengobatan Penyakit Filariasis Kabupaten Kolaka Utara tahun 2017

Tabel 36. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Pengetahuan POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Kolaka Utara tahun 2017

Tabel 37. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Sumber Informasi POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

Variabel Desa Latali

Desa Pakue Jumlah

N % N % n %

lipat paha

Mencari pengobatan deSa Latali desa pakue Jumlah

n % n % N %

a. Petugas kesehatan 1 100,0% 0 0,0% 1 100,0%

b. Dukun 0 0,0% 1 100,0% 1 100,0%

c. Beli obat sendiri/beli di

warung 0 0,0% 1 100,0% 1 100,0%

d. Pengobatan tradisional 0 0,0% 1 100,0% 1 100,0%

e. Lainnya 0 0,0% 1 100,0% 1 100,0%

Variabel desa pakue desa latali jumlah

N % n % N %

Ya, mengetahui 19 7,8% 51 21,7% 70 14,6%

Tidak

mengetahui 209 85,7% 175 74,5% 384 80,2%

Lupa 16 6,6% 9 3,8% 25 5,2%

Total 244 100,0% 235 100,0% 479 100,0%

Page 180: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

n % n % n %Setuju 39 16,0% 45 19,1% 84 17,5%

Ragu-

ragu98 40,2% 104 44,3% 202 42,2%

Tidak

setuju107 43,9% 86 36,6% 193 40,3%

Setuju 61 25,0% 66 28,1% 127 26,5%

Ragu-

ragu117 48,0% 109 46,4% 226 47,2%

Tidak

setuju66 27,0% 60 25,5% 126 26,3%

Setuju 121 49,6% 108 46,0% 229 47,8%

Ragu-

ragu72 29,5% 90 38,3% 162 33,8%

Tidak

setuju51 20,9% 37 15,7% 88 18,4%

Setuju 68 27,9% 71 30,2% 139 29,0%

Ragu-

ragu116 47,5% 116 49,4% 232 48,4%

Tidak

setuju60 24,6% 48 20,4% 108 22,5%

Setuju 36 14,8% 37 15,7% 73 15,2%

Ragu-

ragu134 54,9% 135 57,4% 269 56,2%

Tidak

setuju74 30,3% 63 26,8% 137 28,6%

Setuju 40 16,4% 34 14,5% 74 15,4%

Ragu-

ragu122 50,0% 111 47,2% 233 48,6%

Tidak

setuju82 33,6% 90 38,3% 172 35,9%

Setuju 43 17,6% 40 17,0% 83 17,3%

Ragu-

ragu103 42,2% 104 44,3% 207 43,2%

Tidak

setuju96 40,2% 91 38,7% 189 39,5%

Setuju 52 21,3% 37 15,7% 89 18,6%

Ragu-

ragu92 37,7% 99 42,1% 191 39,9%

Tidak

setuju100 41,0% 99 42,1% 199 41,5%

Setuju 153 62,7% 124 52,8% 277 57,8%

Ragu-

ragu52 21,3% 73 31,1% 125 26,1%

Tidak

setuju39 16,0% 38 16,2% 77 16,1%

Setuju 160 65,6% 145 61,7% 305 63,7%

Ragu-

ragu47 19,3% 54 23,0% 101 21,1%

Tidak

setuju37 15,2% 36 15,3% 73 15,2%

3

4

5

6

7

8

9

10

SIKAP

VARIABELNO DESA LATALI DESA PAKUE JUMLAH

1

2

Minum obat filariasis akan ada efek sampingnya

Jika tidak minum obat filariasis yakin tidak akan

tertular

Jika minum obat filariasis akan menyebabkan

kaki/tangan membengkak

Minum obat filariasis karena disuruh

orangtua/keluarga/kepala desa/tokoh

masyarakat/kader kesehatan desa

Minum obat filariasis karena segan kepada kepala

desa/tokoh masyarakat/kader kesehatan desa

Minum obat filariasis kita akan sehat

DESA LATALI (N=244) DESA PAKUE (N=235) Jumlah

Penyakit filariasis dapat dicegah dengan tidak

minum obat filariasis

Penyakit filariasis dapat dicegah dengan hanya tidur

menggunakan kelambu

Jika minum obat filariasis harus ada

pemberitahuan terlebih dahulu

Minum obat filariasis karena kesadaran sendiri

a. Petugas kesehatan/Guru 18 94,7% 46 90,2% 64 91,4%

b. Teman/tetangga/sanak keluarga 4 21,1% 17 33,3% 21 30,0%

c. Membaca papan pengumuman di

balai desa 3 15,8% 11 21,6% 14 20,0%

d. Membaca dari selebaran/suratkabar 2 10,5% 9 17,6% 11 15,7%

e. Mendengar pengumuman dari

tempat ibadah 4 21,1% 16 31,4% 20 28,6%

f. Mendengar dari radio/televisi 4 21,1% 15 29,4% 19 27,1%

g. Lainnya 19

100,0

% 51 100,0% 70

100,0

%

4. Gambaran Sikap Responden Tentang Filariasis.

Sikap responden terkait pelaksanaan POPM di dua desa cukup mendukung, hal ini

terlihat sebanyak 40,3 % responden tidak setuju apabila pencegahan dengan tidak minum

obat. Terkait penggunaan kelambu, paling banyak responden ragu-ragu ( 47,2%) apakah

filariasis dapat dicegah hanya dengan menggunakan kelambu. Dalam hal POPM, responden

sangat setuju sebesar 47,8% Jika minum obat filariasis harus ada pemberitahuan terlebih

dahulu. Terkait efek samping minum obat, responden paling banyak rag-ragu sebesar 56,2 %

dan sebanyak 29 % setuju jika minum obat filariasis ada efek sampingnya. Sikap responden

dalam minum obat cukup bagus, sebanyak 57,8% responden setuju jika minum obat filariasis

kita akan sehat dan sebanyak 63,7% setuju, jika minum obat filariasis karena kesadaran

sendiri (tabel 10)

Tabel 38. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Sikap Tentang Penyakit Filariasis Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

Page 181: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

5. Gambaran Perilaku Responden Tentang POPM Filariasis

Keikutsertaan responden dalam POPM filariasis cukup rendah, tabel 11

menunjukkan bahwa 85,9 % responden di dua desa tersebut tidak pernah ikut dalam

kegiatan minum obat POPM filariasis yang dilakukan sejak tahun 2005 hingga 2010.

Dari 92 responden yang pernah ikut POPM filariasis 43,5% menjawab meminum 3

macam obat yang diberikan, 13 % meminum 2 macam obat, 8,7% meminum 1

macam obat dan 2,2% menjawab lupa (tabel 12).

Tabel 13 menunjukan bahwa dari 92 orang yang mendapat obat POPM

filariasis sebanyak 85,8% responden meminum semua obat dan 10,4% tidak

meminum obat.

Tabel 39. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Keterlibatan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

Variabel

Desa

Lantawonua

(N=328)

Desa

Margajaya

(N=320)

Jumlah

N % n % N %

Pernah ikut POPM Filariasis

Pernah 33 9,8% 59 18,7% 92 14,1%

Tidak pernah 304 90,2% 257 81,3% 561 85,9%

Total 337 100,0% 316 100,0% 653 100,0%

Tabel 40. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Macam Obat Yang Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017

Variabel Desa Latali Desa Pakue

Jumlah

N % n % N %

Macam obat yang diberikan

petugas

Page 182: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

1 macam 1 3,0% 7 11,9% 8 8,7%

2 macam 7 21,2% 5 8,5% 12 13,0%

3 macam 18 54,5% 22 37,3% 40 43,5%

4 macam 1 3,0% 23 39,0% 24 26,1%

>4 macam 5 15,2% 1 1,7% 6 6,5%

Lupa 1 3,0% 1 1,7% 2 2,2%

Total 33 100,0% 59 100,0% 92 100,0%

Tabel 41. Jumlah dan Persentase Responden Untuk Minum Obat Yang Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Bombana Tahun 2017

Variabel

Desa

Lantawonua

Desa

Margajaya

Jumlah

N % N % n %

Responden meminum semua obat

tersebut?

Ya, diminum semua 9 75,0% 82 87,2% 91 85,8%

Ya, tidak diminum semua 0 0,0% 4 4,3% 4 3,8%

Tidak minum obat 3 25,0% 8 8,5% 11 10,4%

12 100,0% 94 100,0% 106 100,0%

Tabel 14 menunjukkan dari 95 responden di dua desa tersebut mengaku paling

banyak tidak meminum obat di hadapan petugas maupun kader kesehatan dan 95,8%

meminum obat filariasis di rumahnya masing-masing. Waktu meminum obat paling

banyak dilakukan pada malam hari sebesar 52,6%, dan lainnya dilakukan pada pagi,

siang, mapun sore hari (Tabel 15). Alasan 11 responden yang menerima obat POPM

filariasis namun tidak minum adalah karena lupa sebesar 36,4%; kemudian takut efek

samping sebesar 45,5%; dan menjawab lainnya sebesar 27,3% (Tabel 16).

.

Tabel 42. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Cara Meminum Obat Yang Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

Variabel Desa Latali Desa Pakue

Jumlah

n % N % N %

Bagaimana cara minum obat tersebut?

Diminum di hadapan petugas/guru 2 6,5% 10 16,9% 12 13,3%

Diminum di hadapan kader kesehatan 2 6,5% 0 0,0% 2 2,2%

Diminum sendiri di rumah 72 87,1% 48 81,4% 75 83,3%

0 0,0% 1 1,7% 1 1,1%

Page 183: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Tabel 43. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Waktu Minum Obat Yang Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

Variabel Desa Latali Desa Pakue

Jumlah

n % n % N %

Kapan obat tersebut diminum?

Pagi 1 2,3% 9 15,3% 10 11,1%

Siang 4 12,9% 20 33,9% 24 26,7%

Sore 3 9,7% 3 5,1% 6 6,7%

Malam 23 74,2% 27 45,8% 50 55,6%

31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

Tabel 44. Jumlah dan Persentase Responden Mengenai Alasan Tidak Minum Obat Yang Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

Variabel Desa Latali Desa Pakue

Jumlah

N % N % n %

Alasan Tidak Minum Obat

a. Lupa Ya 0 0,0%

0 0,0%

Tidak 2 100,0%

2 100,0%

Total 2 100,0%

2 100,0%

b. Sibuk bekerja Ya 0 0,0%

0 0,0%

Tidak 2 100,0%

2 100,0%

Total 2 100,0%

2 100,0%

c. Takut efk samping obat Ya 2 100,0%

2 100,0%

Tidak 0 0,0%

0 0,0%

Total 2 100,0%

2 100,0%

d. Lainnya Ya 0 0,0%

0 0,0%

Tidak 2 100,0%

2 100,0%

Total 2 100,0%

2 100,0%

Efek samping yang dirasakan setelah minum obat filariasis ditunjukkn pada

tabel 17, terdapat 26,7% responden mengaku mengalami pusing/ sakit kepala, 1,1%

panas/demam, mengantuk 8,9% ( tabel 18). Selanjutnya, responden yang mengaku

terdapat cacing yang keluar setelah minum obat POPM filariasis hanya 7,8 %

responden sedangkan sebanyak 80 % reponden mengaku tidak ada cacing yang keluar

(tabel 18). Responden yang tidak ikut kegiatan POPM mempunyai alasan malas

sebesar 0,7%, 0,95% pernah mendengar jika minum obat malah menjadi sakit, 1,8%

tidak tahu manfaatnya dan 2,0% merasa sehat jadi tidak perlu minum obat (tabel 19).

Page 184: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Tabel 20 menunjukkan bahwa 84,8% rsponden mengaku tidak mengetahui adanya

pemberitahuan sebelum pelaksanaan POPM filariasis.

Tabel 45 Jumlah dan Persentase Responden Tentang Efek Samping Setelah Minum Obat Yang Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

Tabel 46. Jumlah dan Persentase Responden Tentang Cacing Yang Keluar Setelah Minum Obat Yang Diberikan Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

Variabel Desa Latali Desa Pakue

Jumlah

n % n % N %

Setelah minum obat yang diberikan ada

cacing yang keluar dari mulut atau

keluar sewaktu buang air besar?

Variabel Desa Latali Desa Pakue

Jumlah

n % N % N %

a.Pusing/sakit

kepala

Ya 8 25,8% 16 27,1% 24 26,7%

Tidak 23 74,2% 43 72,9% 66 73,3%

Total 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

b. Panas/demam Ya 1 3,2% 0 0,0% 1 1,1%

Tidak 30 96,8% 59 100,0% 89 98,9%

Total 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

c.Badan

sakit/nyeri/linu

Ya 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Tidak 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

Total 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

d. Perut mulas/sakit Ya 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Tidak 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

Total 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

e. Muntah Ya 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Tidak 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

Total 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

f. Nafas sesak Ya 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Tidak 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

Total 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

g. Jantung berdebar-

debar

Ya 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Tidak 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

Total 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

h. Mengantuk Ya 7 22,6% 1 1,7% 8 8,9%

Tidak 24 77,4% 58 98,3% 82 91,1%

Total 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

i. Lainnya Ya 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Tidak 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

Total 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

Page 185: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Ada 5 16,1% 2 3,4% 7 7,8%

Tidak ada 25 80,6% 47 79,7% 72 80,0%

Tidak tahu 1 3,2% 7 11,9% 8 8,9%

Lupa 0 0,0% 3 5,1% 3 3,3%

Total 31 100,0% 59 100,0% 90 100,0%

Tabel 47. Jumlah dan Persentase Responden Tentang Alasan Tidak Ikut Dalam POPM Penyakit Filariasis Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

Variabel Desa Latali Desa Pakue

Jumlah

N % n % N %

Alasan tidak ikut/ tidak mau ikut/ tidak minum

obat pencegah filariasis

a. Malas (kurang berminat) Ya 3 1,0% 1 0,4% 4 0,7%

Tidak 303 99,0% 256 99,6% 559 99,3%

Total 306 100,0% 257 100,0% 563 100,0%

b. Pernah mendengar, jika

minum obat malah jadi sakit

Ya 4 1,3% 1 0,4% 5 0,9%

Tidak 302 98,7% 256 99,6% 558 99,1%

Total 306 100,0% 257 100,0% 563 100,0%

c. Tidak tahu faedah/manfaat

sebenarnya

Ya 7 2,3% 3 1,2% 10 1,8%

Tidak 299 97,7% 254 98,8% 553 98,2%

Total 306 100,0% 257 100,0% 563 100,0%

d. Merasa sehat, jadi tidak perlu

minum obat

Ya 7 2,3% 4 16,8% 11 2,0%

Tidak 299 97,7% 253 98,4% 552 98,0%

Total 306 100,0% 257 100,0% 563 100,0%

e. Lainnya Ya 51 16,7% 38 14,8% 89 15,8%

Tidak 255 83,3% 219 85,2% 474 84,2%

Total 306 100,0% 257 100,0% 563 100,0%

Tabel 48. Pemberitahuan Sebelum Pelaksanaan POPM filariasis di Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

Variabel Desa Latali Desa Pakue Jumlah

N % N % N %

Apakah ada pemberitahuan

sebelum pengobatan

pencegahan penyakit kaki gajah

(filariasis) secara massal

Ya 39 11,6% 60 19,0% 99 15,2%

Tidak 298 88,4% 256 81,0% 554 84,8%

Total Ya 337 100,0% 316 100,0% 653 100,0%

Page 186: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Pada tabel 21 menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan responden untuk

menghindari gigitan nyamuk pada waktu malam hari di dalam rumah paling banyak

adalah ketika pada malam hari tidur di dalam kelambu sebesar 88,5% dan

menggunakan obat nyamuk bakar 80,2%. Selanjutnya, upaya responden yang

dilakukan untuk menghindari gigitan nyamuk pada malam hari di luar rumah, paling

banyak responden yang menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang serta

kaus kaki sebesar 72,3% dan memakai obat gososk anti nyamuk atau minyak sereh

sebesar 58,3% (tabel 22)

Tabel 49. Upaya Yang Dilakukan Di Dalam Rumah Untuk Menghindari Gigitan Nyamuk Pada Waktu Malam Hari di Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

Variabel Desa Latali Desa Pakue Jumlah

n % n % N %

a. Malam tidur pakai

kelambu

Ya 319 94,7% 259 82,0% 578 88,5%

Tidak 18 5,3% 57 18,0% 75 11,5%

Total 337 100,0% 316 100,0% 653 100,0%

b. Memakai obat gosok

anti nyamuk

Ya 161 47,8% 150 47,5% 311 47,6%

Tidak 176 52,2% 166 52,5% 342 52,4%

Total 337 100,0% 316 100,0% 653 100,0%

c. Menggunakan obat

nyamuk bakar

Ya 263 78,0% 261 82,6% 524 80,2%

Tidak 74 22,0% 55 17,4% 129 19,8%

Total 337 100,0% 316 100,0% 653 100,0%

d. Menyemprot kamar

tidur dengan obat

nyamuk semprot

Ya 58 17,2% 67 21,2% 125 19,1%

Tidak 279 82,8% 249 78,8% 528 80,9%

Total 337 100,0% 316 100,0% 653 100,0%

e. Lainnya Ya 21 6,2% 10 3,2% 31 4,7%

Tidak 316 93,8% 306 96,8% 622 95,3%

Total 337 100,0% 316 100,0% 653 100,0%

Tabel 50. Upaya Yang Dilakukan Di Luar Rumah Untuk Menghindari Gigitan Nyamuk Pada Waktu Malam Hari di Kabupaten Bombana Tahun 2017

Variabel Desa Latali Desa Pakue Jumlah

n % n % N %

a. Memakai obat gosok

anti nyamuk atau

minyak sereh

Ya 198 58,8% 183 57,9% 381 58,3%

Tidak 139 41,2% 133 42,1% 272 41,7%

Total 337 100,0% 316 100,0% 653 100,0%

b. Menggunakan baju

lengan panjang dan

celana panjang serta

kaus kaki

Ya 254 75,4% 218 69,0% 472 72,3%

Tidak 83 24,6% 98 31,0% 181 27,7%

Page 187: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Total 337 100,0% 316 100,0% 653 100,0%

c. Membakar sampah

sehingga menimbulkan

asap

Ya 75 22,3% 61 19,3% 136 20,8%

Tidak 262 77,7% 255 80,7% 517 79,2%

Total 337 100,0% 316 100,0% 653 100,0%

d. Lainnya Ya 12 3,6% 1 0,3% 13 ,2,0%

Tidak 325 96,4% 315 99,7% 640 98,0%

Total 337 100,0% 316 100,0% 653 100,0%

6. Gambaran Status Endemisitas Daerah Penelitian

Dari pemeriksaan klinis yang dilakukan dalam penelitian ini tidak ditemukan

orang yang menunjukkan kasus kronis filariasis (Tabel 23).

Tabel 51. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Klinis

Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

No Gejala Klinis Jumlah Jumlah

Diperiksa Persentase

1 Demam filaria 0 620 0,0%

2 Kasus Kronis

Elefantiasis 0 620 0,0%

3 Retrograde

Limphangitis 0 620 0,0%

4 Lymphadenitis 0 620 0,0%

5 Early Lymphodema 0 620 0,0%

6 Filarial Abscess 0 620 0,0%

7 Elefantiasis 0 620 0,0%

8 Hydro-cele 0 620 0,0%

9 Tidak ada gejala klinis 620 620 100%

Berikut Tabel 24 di bawah ini memperlihatkan hasil pemeriksaan mikroskop

untuk mendeteksi adanya mikrofilaria dari survei darah jari (SDJ) pada masyarakat di

Desa Latali dan Desa Pakue. Hasil pemeriksaan darah jari menunjukkan tidak ada

hasil yang positif, dari total 620 sampel sediaan darah jari tidak ditemukan

mikrofilaria dalam darah.

Page 188: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Tabel 52. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Mikroskop

Survei Darah Jari Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

No Desa Hasil

Jumlah Positif Mf Negatif Mf

1 Desa Latali 0 310 310

2 Desa Pakue 0 310 310

Jumlah 0 620 620

7. Gambaran Status Infeksi Kecacingan

Pengumpulan data untuk pengambilan tinja (stool) dilakukan di 6 Sekolah dasar

terpilih. Tabel 25 dibawah ini menunjukkan bahwa dari 156 anak SD kelas 2 dan kelas 3

yang diperiksa, terdapat 6 % anak di SDN Labipi dan 12,5 % anak di SDN 1 Lawata

yang mengandung cacing Trichuris trichuria dan 33% anak di SDN Lawata mengandung

cacing lainnya.

Tabel 53. Jumlah dan Persentase Responden yang Positif Kecacingan Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

No Sekolah Dasar/

Madrasah Ibtidaiyah

Jumlah

Sampel

Hasil

Positif

Al

Positif

Tt

Positif

Ad/Na

Positif

Cacing

Lainnya

1 SDN Majapahit 41 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

2 SDN To’lemo 19 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

3 SDN Labipi 9 0 (0%) 3 (6%) 0 (0%) 0 (0%)

4 SDN 1 Pakue 39 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

5 SDN 1 Lawata

24 0 (0%) 3

(12,5%)

0 (0%) 8 (33%)

6 SDN 1 Mataleuno B 24 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Jumlah 156 0 (0%) 3 (2%) 0 (0%) 0 (0%)

Keterangan: Al = Ascaris lumbricoides; Tt = Trichuris trichiura; Ad/Na = Ancylostoma

duodenale/Necato Americanus.

Gambaran Deteksi Gen Brugia malayi

Untuk melihat apakah anak SD yang telah dilakukan TAS, meski hasilnya

positif atau negatif, terdapat fragmen dari B. malayi; maka dilakukan pengambilan

darah jari pada anak-anak SD yang juga menjadi subyek penelitian untuk stool survey.

Spesimen yang diperiksa menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR).

Hasil PCR ditampilkan pada tabel 26, dimana dari 21 sampel yang diperiksa

kesemuanya menunjukkan hasil negatif.

Tabel 54. Jumlah Anak SD Hasil Pemeriksaan Gen Brugia malayi Kabupaten Kolaka Utara

No SD/MI Hasil

Positif Negatif

Page 189: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

8. Gambaran Hasil Survei Vektor

Pelaksanaan penangkapan vektor dilakukan selama 2 malam berturut-turut,

dan kemuadian satu bulan setelah penangkapan pertama dilakukan kembali

penangkapan kedua di tempat yang sama dengan tempat penangkapan pertama. Tabel

27 Menunjukkan bahwa Genus Culex mendominasi hasil tangkapan. Spesies yang

paling banyak di Desa Pakue adalah adalah Culex vishnui sebanyak 913 ekor,

demikian juga di Desa Latali Culex vishnui tertangkap sebanyak 834 ekor.

Sedangkan hasil deteksi mikrofilaria pada nyamuk dengan menggunakan PCR tidak

ditemukan adanya nyamuk yang terdeteksi gen mikrofilaria.

1 SDN Majapahit 0 11

2 SDN To’lemo 0 8

3 SDN Labipi 0 2

4 SDN 1 Pakue

5 SDN 1 Lawata

6 SDN 1 Mataleuno B

Jumlah 0 21

Page 190: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Tabel 55. Jumlah Vektor (Nyamuk) yang Berhasil Ditangkap Dalam Dua Periode

Penangkapan Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017

No Desa Genus Spesies Total

Aedes Aedes albolineatus 1

Aedes albopictus 7

Anopheles Anopheles barbirostris 1

Armigeres Armigeres kuchingensis 3

armigeres subalbatus 2

1 Latali Culex Culex annulus 6

Culex gellidus 5

Culex quinquefasciatus 236

Culex tritaenyorhinchus 14

Culex vishnui 834

Aedes Aedes aegypti 19

Aedes albolineata 2

Aedes albopictus 2

Aedes vexans 22

Anopheles Anopheles indefinitus 44

2 Pakue Anopheles subpictus 82

Anopheles vagus 9

Culex Culex gellidus 16

Culex quinquefasciatus 465

Culex tritaenyorhinchus 78

Culex vishnui 913

Total 2761

9. Gambaran Hasil Survei Lingkungan

Berikut di bawah ini hasil plotting penetapan titik geo-spasial habitat vektor di

Desa Latali dan Desa Pakue dengan zona penyangga 1 km dari plotting titik

koordinat habitat vektor.

Page 191: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

gambar 2. Zona Penyangga Tempat Potensial Perindukan Nyamuk di Desa Latali dan Desa Pakue

Berdasarkan gambar hasil plotting tersebut di atas, terlihat bahwa rumah responden di

lokasi penelitian berada pada radius kurang dari 1 kilometer dari habitat potensial nyamuk.

Dari hasil buffer titik koordinat, terlihat bahwa di desa Latali dan desa Pakue berada tidak

jauh dari genangan air yang bisa menjadi habitat potensial nyamuk.

Di Desa Latali maupun desa Pakue, jenis habitat didominasi oleh sawah dengan

persentase masing-masing sebesar 45 % dan 60 %, sedangkan habitat yang paling sedikit

dijumpai di Desa Latali adalah lubang galian sebesar 20 % dan di desa Pakue habitat tepi

sungai dengan persentase sebesar 6,7%.

10. Gambaran Hasil Kualitatif

Proses Eliminasi Filariasis Di Tingkat Kabupaten

Dalam melakukan indepth interview kendala yang dihadapi oleh tim adanya

recall bias dan susahnya mencari responden yang berkompeten untuk menjawab

terkait dengan eliminasi filariasis. Dalam menggali ingatan responden cukup susah,

karena mengingat bahwa proses POPM filariasis dan pra POPM filariasis dilakukan

terakhir tujuh tahun yang lampau. Demikian juga, dengan para pejabat/beberapa tokoh

kunci program filariasis di Kabupaten kolaka utara yang beberapa sudah pindah

tugas, maupun purna tugas

Kebijakan berkaitan dengan eliminasi filariasis di Kabupaten ini bermula dari

kebijakan pemerintah pusat yang memberikan pengobatan massal filariasis untuk

kabupaten ini, meskipun pada jadwalnya seharusnya baru mendapat pengobatan pada

tahun 2010.

“...Kalau kebijakan pemerintah pusat yang saya rasakan pada waktu itu karena dia

mau memberi yang bukan pada jadwalnya, harusnya saya katanya kabupaten kolut

harusnya mendapat transferan obat di tahun 2010...”

Untuk pelaksanaan TAS seluruh kebijakan dan pelaksanaannya langsung dari

pusat. Hampir semua informan menyebutkan bahwa pemerintah daerah sangat

mendukung pengobatan filariasis.

“...Jadi kalau kebijakan pemerintah pada waktu itu karena apa namanya itu lansung

booming muncul di permukaan karena kita kabupaten baru ada...”

Page 192: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Tidak ada disharmoni antara peraturan pusat dengan daerah. Tantangan yang

dihadapi hanya berasal dari penerimaan masyarakat.

“...Kalau pertentangan antara kebijakan pemerintah daerah dengan itu tidak ada.

Tetapi yang kami hadapi itu adalah masyarakatnya...”

Terkait dengan kecukupan Sumber Daya Manusia, terpenuhi karena adanya

tenaga yang direkrut untuk membantu pelaksanaan pembagian obat. Namun, tenaga

mikroskopis yang mampu melakukan pemeriksaan filariasis di Kabupaten jumlah

masih sangat kurang.

Pemberdayaan masyarakat melibatkan tenaga aparat desa dan kader yang

berasal dari desa setempat yang membantu dalam membagikan obat. Aspek

anggaran, pelaksanaan eliminasi berasal dari APBD dan DHS ADB (Decentralized

Health Service Asian Development Bank). DHS merupakan proyek yang dibiayai

oleh lembaga donor multilateral yaitu ADB. Anggaran TAS bersumber dari

Kementerian pusat. Untuk tata kelola anggaran tidak ada disharmoni antara

pemerintah pusat dan daerah, hanya saja kendala yang dihadapi terkait keterbatasan

anggaran banyaknya program yang harus dibiayai.

“...Tidaklah,pak karena kita memang mengalami keterbatasan anggaran jadi

tidaklah sesuai...”

“...Masalahnya kalo kemarin-kemarin saya kasih masuk anggarannya tetap cuma

dikasih perjalanan sekian. Makanya kalau ada kegiatan TAS saya kan ada anggaran

dari pusat juga makanya sebelum pelaksanaan saya konfirmasi ke pusat”

Untuk mengatasi keterbatasan anggaran, jalan keluarnya adalah beberapa

kegiatan dilakukakan dalam waktu bersamaan dan mengurangi jumlah kunjungan

lapangan.

Aspek sarana prasarana, kendala yang dihadapi adalah sarana transportasi dan

peningkatan laboratorium. Sehingga dibutuhkan dukungan dari kemenkes pusat

khususnya di bidang peningkatan kapasitas SDM untuk laboratorium.

‘...ya sebenarnya kalo dikatakan cukup tidaklah...memenuhi syarat saja tidak. Tapi

mau diapakan namanya saja daerah baru...”

Pencanangan POPM melibatkan lintas sektor, dalam hal ini semua satuan

kerja pemerintah daerah yang berada di Kolaka utara dikutsertakan. selain itu,

Page 193: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

melibatkan kepala desa yang membantu mobilisasi masyarakat. Pada kegiatan TAS

kerjasama lintas sektor yang dilakukan adalah dengan melibatkan sekolah-sekolah

lokasi kegiatan untuk meminta bantuan guru menangani murid saat dilakukan

pemeriksaan.

“...Karena mereka pada waktu pencanangan langsung dipanggil kadisnya langsung

disuruh minum obat di situ supaya meyakinkan staf-stafnya karena obat ini saya

bawa ke SKPD juga dan pak kadisnya harus minum pas pencanangan kan

dicanangkan tahun pertama...”

Proses Eliminasi Filariasis Di Tingkat Puskesmas

Pelaksanaan eliminasi filariasis di tingkat puskesmas diperoleh dari dinas kesehatan yang

kemudian ditindak lanjuti oleh pukesmas hingga ke desa.

“...Biasanya kalo dari itu ada tindaklanjut dari instruksi bupati, makanya dinas bikin surat

untuk puskesmas memanggil program untuk pelatihan. Sampai situ puskesmas bersurat ke

desa...”

Dukungan pemerintah pada kegiatan eliminasi terlihat pada pencanangan kegiatan oleh

camat dan adanya reklame atau spanduk tentang pembagian obat.

“...Ada waktu itu pencanangan orang camat dengan orang dinas...”

Semua informan menyebutkan bahwa jumlah SDM dalam kegiatan eliminasi tercukupi

karena dibantu oleh tenaga puskesmas dan kader. Untuk koordinasi melibatkan aparat desa

yang berperan dalam mensosialisasikan kegiatan kepada masyarakat.

“...cukup, dibantu kader dan bidan desa...tidak ada maksudnya tersalurkan semua

obatnya...”

Semua informan menyebutkan adanya anggaran untuk kegiatan eliminasi berupa

insentif atau transport tetapi mereka tidak tahu tentang jumlah dan sumber dananya.

“ ...Ada, kabupaten yang tangani, kayaknya anggaran dari pusat. Besar wawktu itu, lebih 10

juta.Lainnya dengan gajinya,intensifnya, lain kepala puskesmas...”

Dari segi sarana dan prasarana yang menjadi kendala adalah trasnportasi sehingga

beberapa lokasi harus ditempuh dengan berjalan kaki selama berjam-jam. Namun, jumlah

obat tersedia dengan cukup karena diminta sesuai data sasaran.

“...Satu kendala saya waktu di Latali, satu desa, desa Taranggek, saya jalan kaki dari jam 7

sampai jam 12, padahal dekat Cuma 4 kilo, tapi mendaki terus...”

Page 194: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Koordinasi lintas sektor dimulai dengan surat yang berasal dari dinas Kabupaten

yang diteruskan hingga ke tingkat desa. Tenaga yang dilibatkan adalah tenaga puskesmas

dibantu oleh kader, aparat desa dan babinsa berperan dalam pengumpulan massa/ masyarakat

untuk ikut dalam pengobatan.

“...Kepala desa dan aparat untuk mengumpulkan massa, biasa kalo pelayanan begitu kita

melibatkan babinsa, karena mereka betul-betul turun ke rumah-rumah...”

Proses Eliminasi Filariasis di Tingkat Kader Kesehatan

Hampir semua semua informan kader adalah penduduk asli desa dan menyatakan

bahwa tidak ada bahasa atau istilah lokal/ daerah untuk kaki gajah. Semua informan juga

menjawab bahwa mereka tidak tahu apakah desa mereka termasuk wilayah endemis filariasis

atau bukan.

“...Kurang tahu...”

Hampir semua informan menyebutkan bahwa filariasis bukan penyakit yang menular

namun bisa disembuhkan dengan diobati dan apabila sudah parah penyakit ini berbahaya

bahkan dapat menyebabkan kematian. Hanya satu informan yang mengetahui bahwa penyakit

filariasis ditularkan oleh nyamuk.

“...Insyaallah bisa, berbahaya kan kalau seumpama kita sudah terkena kalau dibiarkan bisa

parah jadi berbahaya bisa kalau sudah parah, misalnya kalau kena alat vital / kelamin

sampai bengkak bisa menyebabkan kematian...”

Semua informan menyebutkan bahwa di wilayah mereka pernah ada pengobatan

massal. Pelaksanaan pembagian obat melibatkan kader yang berperan dalam mempersiapkan

dan membagikan obat ke masyarakat. Semua informan kader menyebutkan bahwa di wilayah

mereka pernah dilaksanakan pengobatan massal tetapi tidak mengetahui dengan pasti berapa

lama pengobatan berlangsung.

“...Pernah 3 kali, 2006 selanjutnya...”.

Pembengkalan diberikan sebelum melakukan pembagian obat. Masyarakat diberikan

penyuluhan agar bersedia terlibat dalam pengobatan massal. Aparatur desa membantu

mesosialisasikan kegiatan dimesjid termasuk membantu mengumpulkan penduduk. Adapun

kendala yang dihadapi adalah penerimaan masyakarat yang kurang menerima karena reaksi

pengobatan.

“...Kayaknya ada bilang terlalu banyak obatnya. Ada yang makan, ada yang sebagian makan,

ada yang makan semua...”

Peran tokoh agama/ tokoh masyarakat dalam pelaksanaan POPM

Page 195: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Menurut tokoh masyarakat tidak ada istilah lokal untuk menyebut kaki gajah.

Tokoh masyarakat kurang mengetahui tentang penyakit kaki gajah. Mereka tidak

mengetahui tetang penyakit kaki gajah, gejala yang ditimbulkannya, dan tidak

mengetahui proses penularan dan status endemis daerahnya. Berdasarkan keterangan

toko masyarakat bahwa dulu pernah dilakukan pengobatan massal tetapi lupa tepatnya

tahun berapa.

Tokoh masyarakat mengaku terlibat dalam pengobaatan massal filariasis pada

waktu itu. Keterlibatan mereka hanya sebatas memberikan informasi akan

diadakannya pengobatan massal. Informasi tentang POPM biasa disampaikan melalui

pengumuman di mesjid dan tempat ibadah lainnya. Ketika ada pembagian obat massal

dengan cara mengumpulkan warga, biasanya Puskesmas akan melibatkan tokoh

masyarakat dalam hal ini bapak desa dan tokoh agama

“...Ya... memfasilitasi untuk mengumpulkan masyarakat, masyarakat dikumpulkan di

gedung dan kalaupun tidak datang dikunjungi ke rumahnya...”

“...Gampang kalau disini pak..karena setiap jumatan diumumkan. Kalau beberapa hari lagi

baru jumatan berarti kami umumkan lewat kepala dusun. Gampang di sini pak”

Dalam pelaksanaan pengobatan massal tidak ditemui kendala oleh tokoh

masyarakat. Pengobatan massal filariasis pada waktu itu juga tidak bertentangan

dengan nilai atau tatanan adat di wilayah Kabupaten Kolaka Utara. Sedikit hambatan

yang dialami oleh mereka adalah warga yang menolak untuk minum.

“...Kalau hambatan pada intinya masyarakat ingin berobat mengantisipasi itu penyakit. Tapi

hambatan itu ada yang tidak minum obat itu...”

Akan tetapi setelah diberi penjelasan masyarakat sangat antusias untuk

meminum obat tersebut.

Page 196: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

BAB IV

PEMBAHASAN

1. Survei KAP

Secara demografi responden yang paling banyak diwawancarai adalah perempuan

dan ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Distribusi pekerjaan dan jenis kelamin yang

diperoleh berkaitan dengan pelaksanaan wawancara yang dilakukan pada pagi dan siang

hari, sehingga laki-laki dan bekerja jarang ditemui pada saat wawancara. Tingkat

pendidikan paling rendah adalah tidak pernah sekolah, Tingkat pendidikan tertinggi

adalah tamat perguruan tinggi. Namun, relatif pendidikan rendah karena didominasi oleh

responden yang tamat SD. Hal ini sangat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang

penyakit filariasis. Hal ini didukung oleh pernyataan Santoso dkk yang menyatakan

bahwa rendahnya tingkat pendidikan responden dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan

responden tentang penyakit kaki gajah18. .

Hal ini sesuai dengan fakta yang ditemukan pada hasil penelitian ini bahwa

Pengetahuan reponden tentang filariasis masih kurang, hal ini terlihat dengan masih

banyaknya responden yang tidak mengetahui penyebab filariasis dan masih terdapat

responden yang beranggapan bahwa filariasis disebabkan karena melanggar pantangan.

Sama halnya, dengan pengetahuan masyarakat tentang efek filariasis, jawaban yang

paling dominan adalah hanya pada beberapa gejala klinis yang umum terlihat seperti

pembesaran kaki atau tangan.

Fakta ini terlihat pada tingkat pendidikan yang masih rendah sehingga

berdampak pada pengetahuan masyarakat tentang penyakit filariasis. Hal ini sejalan

dengan pernyataan Azhari (2008) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang

rendah mempengaruhi masyarakat untuk dapat mengetahui dan memahami pengetahuan

filariasis dengan baik19

Hal yang paling mengejutkan adalah pengetahuan masyarakat tentang adanya

pelaksanaan POPM di daerah mereka masih sangat rendah. Hal ini kemungkinan karena

adanya recall bias mengakibatkan responden lupa karena kegiatan POPM terakhir

dilaksanakan pada tahun 2010. Namun, paling banyak responden (91,4%) yang mengaku

bahwa mereka memperoleh informasi pelaksanaan POPM dari petugas kesehatan.

Page 197: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Sikap respoden terkait pelaksanaan POPM cukup mendukung. Akan tetapi,

perilaku responden kurang memuaskan. Hal ini diindikasikan dengan lebih banyak

responden ( 85,9%) yang tidak mengikuti POPM dibanding yang mengikuti dan

responden yang mengaku mengikuti POPM masih ada 10,4 % yang tidak minum obat

dengan alasan takut efek samping. Obat yang diperoleh responden tersebut hanya 13,3%

responden yang minum di hadapan petugas, yang lainnya lebih banyak ( 83,3 %) yang di

bawah pulang dan diminum sendiri di rumah. Pada umumnya, obat tersebut diminum

pada malam hari. Pemilihan waktu minum obat pada malam hari, kemungkinan untuk

mengurangi efek samping. Menurut pengakuan responden efek samping yang dirasakan

setelah meminum obat POPM, paling banyak ( 26,7%) yang merasakan pusing atau sakit

kepala.

Hal ini disebabkan karena pengetahuan masyarakat yang masih rendah sehingga

tidak menunjukan perilaku yang positif terhadap pengobatan. Hal ini didukung oleh hasil

penelitian Azhari (2008), yang menyatakan bahwa Kurangnya pengetahan masyarakat

tentang bahaya filariasis, menolak memakan obat yang diberikan pada program

pengobatan massal, alasannya karena obat tersebut mengandung rasa yang kurang enak

dan mempunyai efek samping seperti mual,pusing dan lain-lain, sebagian masyarakat

mengganggap bahwa penyakit ini merupakan penyakit keturuanan dan ada juga yang

beranggapan bahwa penyakit ini karena mistik dan lainnya 19

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku

seseorang. Semakin baik perilaku seseorang maka diharapkan semakin positif sikap yang

ditunjukkan terhadap suatu hal tersebut. Dan sikap itu akan ditunjukan dalam bentuk

perilaku positif pula. Dalam pengobatan massal adakalanya masyarakat takut terhadap

efek samping obat dan lain sebagainya sehingga menolak untuk meminum obat, hal ini

merupakan bagian dari tingkat pengetahuan rendah 20

2. Pemeriksaan klinis filariasis

Berdasarkan pemeriksaan klinis di dua lokasi tersebut tidak ditemukan responden

dengan 6 gejala klinis filariasis, Yaitu demam filariasis, kasus kronis, elefantiasis,

retrograde, limphangitis, lymphadenitis, early lymphodema, filarial abses, elefantiasis,

hidrocele. Gejala klinis filariasis merupakan manifestasi seseorang yang sudah terinfeksi

cacing filaria, Cacing filaria tersebut bisa masih hidup atau sudah mati. Munculnya

gejala klinis tersebut bertahap sesuai dengan tingkat peradangan yang ditimbulkan oleh

cacing filaria tersebut21

Page 198: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Gejala klinis yang akut berupa limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang

disertai dengan demam, sakit kepala, rasa lemah dan timbulnya abses. Abses dapat pecah

dan bisa sembuh menimbulkan parut. Parut lebih sering terjadi pada infeksi Brugia

malayi dan Brugia timori sedangkan infeksi Wuchereria bancrofti sering terjadi

peradangan buah pelir21

3. Survei darah jari

Diagnosa filariasis umumnya melalui identifikasi mikrofilaria secara mikroskopis.

Menggunakan bantuan pewarnaan Giemsa sediaan darah apus tipis dan tebal serta gold

standar yang disebut SDJ (Sediaan Darah Jari) dengan mengambil darah dari kapiler

ujung jari22

Hasil pemeriksaan darah jari di dua desa tersebut, menunjukkan bahwa dari 620

reponden yang diperiksa tidak satupun orang yang positif mikrofilaria (mf rate 0%).

Suatu daerah dinyatakan endemis filariasis jika mf rate ≥ 1 %. Dengan demikian,

Kabupaten Kolaka Utara dapat dikatakan bukan merupakan daerah endemis lagi. Hal ini

sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 94 tahun 2014 ,

tentang penanggulangan filariasis yang menyatakan bahwa apabila mf rate ≥ 1 % di salah

satu atau lebih lokasi survei( desa), maka kabupaten tersebut dinyatakan sebagai

kabupaten /kota endemis 1

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang ditemukan oleh Giati (2008) di

Kabupaten Kunjang, bahwa hasil pengambilan SDJ yang dilanjutkan dengan analisis di

laboratorium ditemukan bahwa semua sampel menunjukkan hasil negatif sehingga

perhitungan mf rate 0%. Dengan demikian, Kabupaten Kunjang merupakan daerah non

endemis filariasis.23

4. Stool survey

Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuknya cacing ke

dalam tubuh manusia. Infeksi cacing ini melalui tanah Beberapa jenis cacing yang sering

ditemukan menginfeksi manusia adalah Trichuris trichuria, Ascaris lumbricoides,

Necator americanus, Ancylostoma duodenale24

Hasil survei di 6 sekolah dasar di Kolaka Utara, diperoleh positif infeksi

kecacingan di dua SD yaitu SD Lawata dan SD Labipi. Di SD Lawata sebesar 12,5 %

anak yang mengandng Trichuris trihuria dan 33% anak mengangdung jenis cacing

lainnya, sedangkan di SD Labipi 6% anak mengandung cacing Trichuris trichuria.

Page 199: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Kombinasi Obat DEC dan albendazol dalam kegiatam POPM berdampak pada

infeksi kecacingan sehingga diharapkan program eliminasi filariasis dapat menurunkan

prevalensi kecacingan25.

Infeksi kecacingan biasanya berhubungan dengan lingkungan yang kumuh. Di

Indonesia daerah dengan insidenn Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichuaraI tinggi

salah satunya, di daerah kumuh di Jakarta. Tidak hanya faktor lingkungan yang

mempengaruhi kejadian kecacingan, jumlah anggota keluarga juga memiliki hubungan

yang signifikan dengan infeksi kecacingan24.

5. Deteksi Gen Bm

Hasil deteksi gen Brugia malayi pada 21 anak di lokasi penelitian tidak ditemukan

jejak fragmen Brugia malayi sehingga hasilnya semua negatif. Hal ini sesuai dengan

pemeriksaan TAS 2016, dimana tidak ditemukan positif Brugia malayi pada anak

sekolah.

Sasaran survei TAS adalah anak sekolah berumur 6-7 tahun dengan

menggunakan rapid test, baik pengujian antigen maupun antibodi. Hasil TAS ini

digunakan untuk menetapkan suatu kabupaten telah mengalami eliminasi filariasis.21

6. Survei vektor

Nyamuk hasil survei vektor setelah diidentifikasi diketahui spesies nyamuk yang

paling dominan adalah Culex vishnui sebanyak 1. 747 ekor dan yang paling sedikit

jumlahnya adalah Anopheles barbirostris sebanyak 1 ekor. Semua spesies nyamuk yang

telah diidentifikasi dilakukan pembedahan ovarium untuk melihat umur nyamuk dan rata-

rata umur nyamuk paling banyak berumur dibawah 3 hari. Apabila dihubungkan dengan

proses penularan filariasis maka nyamuk tersebut tergolong masih muda sehingga belum

mampu menularkan cacing filaria karena semakin panjang umur nyamuk semakin besar

potensi nyamuk tersebut sebagai vektor26

Dari spesies genus nyamuk yang ditemukan di lokasi tersebut Aedes, Anopheles,

Armigeres dan culex diketahui telah menjadi vektor di daerah lain. Hal ini didukung

oleh pernyataan 27 yang menyatakan bahwa filariasis ditularkan oleh nyamuk vektor baik

dari genus Aedes, Anopheles, Armigeres Culex dan Mansonia. Salah satu jenis nyamuk

yang telah menjadi vektor filariasis adalah Anopheles barbirostris. Nyamuk ini telah

terbukti sebagai vektor filariasis yang disebakan oleh Brugia malayi di kawasan

sulawesi28

Page 200: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

7. Survei lingkungan

Keberadaan nyamuk sangat erat kaitannya dengan tempat perkembangbiakan

nyamuk atau disebut sebagai habitat. Habitat nyamuk sangat penting bagi

kerberlangsungan hidup nyamuk karena fase aquatik nyamuk berlangung di habitat

perkembangbiakan nyamuk. Perbedaan lokasi serta beragam jenis tempat perindukan

nyamuk sangat berpengaruh terhadap jumlah individu nyamuk yang ditemukan29.

Beranekaragam habitat perkembangbiakan nyamuk adalah persawahan, saluran

irigasi, kolam ikan, kebun kangkung, genangan air hujan, rawa, saluran air, jejak kaki

binatang, tepi sungai, bekas galian, muara/ air payau30.

Di desa Latali dan Pakue, jenis habitat didominasi oleh sawah dengan persentase

masing-masing sebesar 45% dan 60%, sedangkan habitat yang paling sedikit dijumpai di

desa Latali adalah lubang galian sebesar 20% dan Pakue berupa habitat tepi sungai

dengan persentase sebesar 6,7%.

8. Wawancara mendalam studi kualitatif

Program eliminasi filariasis yang menjadi agenda utama nasional untuk

memutuskan rantai penularan filariasis pada penduduk di Kabupaten atau kota adalah

melaksanakan kegiatan pemberian obat pencegahan secara massal.

Kebijakan Pelaksanaan eliminasi filariasis di Kabupaten Kolaka Utara, diawali

dari kebijakan pemerintah pusat yang memberikan pengobatan massal filariasis untuk

Kabupaten ini. Pelaksanaan pengobatan ini tidak sesuai dengan jadwal pengobatan yaitu

pada tahun 2010. Selanjutnya, dari Dinas Kesehatan Kabupaten yang kemudian

ditindaklanjuti oleh puskesmas hingga ke tingkat desa.

Demikian pula, dengan pelaksanaan TAS seluruh kebijakan dan pelaksanaannya

langsung dari pusat. Pemerintah daerah cukup mendukung kegiatan eliminasi ini. Hal ini

terbukti dengan dilakukan pencanangan dan sosialisasi yang melibatkan satuan kerja

perangkat daerah (SKPD) di Kabupaten tersebut.

Perencanaan kegiatan POPM di Kolaka utara dilakukan oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten dan dilakukan oleh puskesmas. Terkait sumber daya manusia, kebutuhan

tenaga terpenuhi karena adanya tenaga yang direkrut untuk membantu pelaksanaan

pembagian obat. Namun, tenaga mikroskopis untuk pemeriksaan survei darah jari

jumlahnya masih sangat kurang. Hasil ini sebanding denga hasil analisis SWOT

(Strenght, Weakness, Oppurtunity, Threath) di tingkat pusat yang menyatakan bahwa

tenaga terlatih di daerah masih kurang31

Page 201: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Pemberdayaan masyarakat dilakukan di tingkat desa melibatkan kader yang

sangat berperan dalam pembagian obat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Ipa dkk (2014) bahwa pengobatan filariasis di Kabupaten Bandung melibatkan

kader dalam pendistribusian obat didampingi oleh Puskesmas sebagai supervisor

puskesmas. Kader dalam program filariasis merupakan sumber daya yang sangat penting

dan merupakan perpanjangan tangan puskesmas. 31.

Kebutuhan SDM tidak hanya pada saat pengobatan berlangsung tetapi sangat

dibutuhkan juga pada saat sweeping masyarakat yang tidak datang pada saat pengobatan

berlangsung. Untuk mengatasi hal tersebut dibantu oleh aparat desa dan Babinsa dari TNI

yang juga berperan dalam pengumpulan massa/ masyarakat untuk ikut kegiatan

pengobatan.

Pengetahuan kader dan tokoh masyarakat dalam hal ini kepala desa tentang

penyebab, penularan, gejala dan pengobatan filariasis masih kurang. Hal ini sejalan

dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh Hapsari dan Santoso (2012) di Kecamatan

Madang Suku III, bahwa pengetahuan kader dan tokoh masyrakat tentang penyebab,

gejala dan pengobatan filariasis masih kurang32

Anggaran untuk pelaksanaan POPM berasal dari APBD dan DHS ABD

(Decentralized Health Service Asian Development Bank), serta anggaran TAS bersumber

dari kementerian. Kendala yang dihadapi terkait anggaran adalah keterbatasan anggaran

karena banyaknya program. Untuk menyiasiatinya beberapa kegiatan dilakukan dalam

waktu bersamaan dan mengurangi jumlah kunjungan lapangan. Penggunaan anggaran

APBD, merupakan salah satu bentuk dukungan pemerintah daerah dalam kegiatan

eliminasi filariasis. Karena dengan berjalannya otonomi daerah dan desentralisasi maka

kegiatan pengobatan massal filariasis diserahkan sepenuhnya ke pemerintah daerah, tetapi

obat tetap disediakan oleh pemerintah pusat33

Aspek sarana prasarana yang menjadi substansi dalam kegiatan pengobatan

adalah obat. Ketersediaan obat yang digunakan untuk pengobatan ini cukup. Kendala

yang dihadapi adalah berbagai lokasi ditempuh dengan berjalan kaki dan membutuhkan

waktu yang sangat lama untuk sampai ke tujuan.

Secara epidemiologis dapat dikatakan bahwa penularan filariasis melibatkan

banyak faktor yang sangat kompleks yaitu cacing filaria sebagai agen penyakit, manusia

sebagai inang dan nyamuk dewasa sebagai vektor serta lingkungan fisik, biologis dan

sosial (faktor sosial dan perilaku penduduk setepat34

Page 202: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Oleh karena itu, manusia sedapat mungkin harus mampu menghindarkan diri dari

gigitan nyamuk agar manusia tidak mengambil peran sebagai hospes cacing filariasis.

Hasil yang diperoleh pada penelitian di Kolaka Utara terlihat bahwa responden masih

memiliki pengetahuan yang minim tentang penyebab dan dampak dari filariasis. Padahal

pengetahuan yang sangat baik akan menyadarkan individu dan menguatkan sikap serta

praktik yang dilakukan3536. Hal ini terlihat pada hasil penelitian bahwa dengan

pengetahuan yang minim, responden memiliki sikap yang cukup baik terhadap POPM

namun perilakunya kurang. Hal ini terlihat, lebih banyak masyarakat yang tidak

mengikuti POPM. Bahkan, masih ada responden yang mengikuti POPM namun obatnya

tidak diminum karena takut efek samping. Hal ini kemungkinan disebabkan karena,

informasi tentang POPM tidak tersampaikan dengan baik di masyarakat. Seperti kader

yang membantu pada saat POPM, seharusnya memiliki pengetahuan tentang filariasis

yang lebih dari masyarakat pada umumnya. Namun, para kader masih beranggapan salah

satunya bahwa filariasis tidak menular, filariasis dapat sembuh dengan minum obat dan

juga mereka tidak mengetahui tingkat endemisitas daerah mereka.

Sebelum dilakukan pengambilan darah jari, terlebih dahulu dilakukan

pemeriksaan klinis terhadap responden . Namun, tidak ditemukan responden dengan

gejala klinis yang telah ditetapkan pada saat pemeriksaan tersebut. Selanjutnya,

Berdasarkan pemeriksaan darah jari, tidak ditemukan cacing filariasis pada semua

responden yang diperiksa. Begitu pula dengan deteksi gen Brugia malayi yang dilakukan

pada anak SD kelas 2 dan kelas 3, tidak juga ditemukan fragmen gen Brugia malayi.

Lingkungan fisik erat kaitannya dengan kehidupan vektor, sehingga berpengaruh

terhadap munculnya sumber-sumber penularan filariasis. Lingkungan fisik mencakup

antara lain keadaan iklim, keadaan geografis, suhu dan kelembaban. Dengan demikian

lingkungan fisik dapat menciptakan habitat perkembangbiakan nyamuk34. Habitat

tersebut berupa air tergenang, sawah, rawa35. Pada lingkungan tersebut ditemukan

nyamuk dengan berbagai genus dan salah satu spesies yang telah terkonfirmasi sebagai

vektor filariasis di kawasan sulawesi. Namun, tidak juga ditemukan cacing filariasis pada

nyamuk- nyamuk tersebut.

Berdasarkan hal tersebut maka, meskipun pengetahuan masyarakat tentang

filariasis dan POPM filariasis sangat minim. Tetapi, karena tidak ditemukan lagi

responden yang mengandung cacing filaria dan nyamuk yang mengandung cacing filaria

maka daerah ini bisa dinyatakan tidak ada lagi proses penularan filariasis.

Page 203: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

Kelemahan dari penelitian ini adalah, pada saat pengumpulan data Pengetahuan

sikap dan perilaku, masyarakat diharuskan untuk mengingat kembali kejadian yang

sudah lampau sehingga terjadi recall bias sangat mungkin. Survei vektor dilakukan pada

saat musim kemarau sehingga populasi nyamuk yang diperoleh tidak terlalu padat.

Ketersediaan data cakupan pengobatan sulit ditelusuri, karena data tersebut tidak

tersedia di penanggungjawab program filariasis Dinas Kabupaten Kolaka Utara. Serta,

untuk wawancara mendalam terkait pelaksanaan eliminasi filariasis, sangat sulit

menemui infoman yang saat itu terlibat kegiatan eliminasi filariasis. Seperti, tokoh

masyarakat dan tokoh agama, pada saat pengumpulan data berlangsung tidak berada di

lokasi penelitian.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa keberhasilan eliminasi filariasis di

Kabupaten Kolaka Utara dimulai sejak pelaksanaan POPM 2005 dan pelaksanaan TAS yang

dilaksanakan sebanyak 3 kali. Secara epidemiologi, keberhasilan ini dipengaruhi oleh tidak

ditemukan agen maupun host definitif dari penyakit filariasis dan juga tidak ditemukan

nyamuk yang mengandung cacing filariasis, walaupun lingkungan masih tersedia habitat

perkembangbiakan nyamuk. Keberhasilan ini juga didukung oleh aspek manajemen yang

dilakukan dari tingkat dinas kesehatan kabupaten, puskesmas dan tingkat pemerintah desa.

Dengan Kader dan petugas puskesmas sebagai pelaksana utama dan perencanaan logistik

obat dan anggaran dikerjakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka Utara.

V.2. saran

Dinas Kesehatan Kolaka Utara agar tetap waspada sehingga tidak terjadi penularan

kembali. Upaya ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi tentang filariasis yang

tepat dan mudah dipahami oleh masyarakat setempat.

Page 204: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

BAB VI

DAFTAR RUJUKAN

1. Ditjen P2PL KKR. Data endemisitas filariasis di Indonesia sampai dengan bulan Juli

2014. 2014.

2. Subdit filariasis dan Kecacingan K kesehatan. Rencana Pre TAS kabupaten/Kota.

2012.

3. Kesehatan K. Peraturan Keshetan menteri no 94/2014 penanggulangan filariasis. 2015.

4. Filariasis di Indonesia. Bul jendela Epidemiol. 1.

5. Anorital, Aris Hadi Indiarto rita MD. Laporan kajian pengaruh upaya pengobatan

massal filariasis terhadap pengendalian penyakit kecacingan.

6. Organization WH. Global programme to eliminate, Monitoring and epidemiological

asssesment of mass drug administration. 2011.

7. Ditjen PP dan PL DR. Pedoman Program eliminasi di Indonesia. 2009.

8. N. rahmah et al. Invection, d sensitivity of rapid dipstick tes(Brugia rappid) in

detection of Brugia malayi. Trans R Soc Trop Med Hyg. 95:601–4.

9. Et R noordin. Homologs of Brugia malayi diagnostic antigen BmR1 are present in

other filarial parasites but induce different humoral immune responses. Filarial J.

2004;3:10.

10. Tania Supali. Keberhasilan Program eliminasi filariasis di Kabupaten Alor, Nusa

tenggara Timur. Bul Jendela Epidemiol. 2010;1 Juli.

11. Sekar Tuti, Prijanto Sismadi RE dan PM. situasi Filariasis di Pulau Alor pada tahun

2006. Bul Penelitoan Kesehat. 2010;13 no 1.

12. clare huppatz, Corine Capuano, Kevin Palmer PMK and DND. Lesson from the pacific

Programme to eliminate Lymphatic Filariasis: a case Study of 5 Countries. 2009.

13. S Sabesan, P Vanamail, KHK Raju PJ. Lymphatic filariasis in India: Epidemiology

and control measures. J Post Grad Med. 2010;56:232–8.

14. sun de-jian DX dan D ji-hui. The History of the elimination of lymphatic filariasis in

china. In: Infectious Diseases of Poverty. 2013.

15. Subdit filariasis dan Kecacingan K kesehatan. Rencana Pre TAS Kabupaten/ Kota

tahun 2017. Jakarta; 2016.

Page 205: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

16. WHO. Slide Training in Monitoring and Epidemiological assesment mass Drug

administration For Elimination Filariasis. 2016.

17. Assessment T, Sebagai S, Satu S, Eliminasi LP. Transmission assessment survey

sebagai salah satu langkah penentuan eliminasi filariasis. Kesehat Masy Andalas.

2014;(94):85–92.

18. Santoso, Saikhu A, Taviv Y., Yuliani R.D. MR dan S. KEPATUHAN

MASYARAKAT TERHADAP PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS DI

KABUPATEN BELITUNG TIMUR TAHUN 2008. Bul Penelit Kesehat. 2010;38 no

4:192–204.

19. Azhari. Partisipasi masyarakat petani dalam pencegahan penyakit filariasis di

Kabupaten Asahan tahun 2007. 2008.

20. Dewi K. Gambaran faktor-faktor predisposisi dan prakti minum obat pada pengobatan

filariasis di 7 RW Kelurahan Bakti Jaya Depok tahun 2009. 2009.

21. kementerian kesehatan RI. peraturan Kesehatan republik indonesia nomor 94 tahun

2014 tentang penanggulangan filarisis. 2016.

22. Riandi umar dan wahono. Filariasis penyakit yang terabaikan. In: Mengenal filariasis

penyakit tropis yang terabaikan di Jawa barat. 2014. p. 8.

23. Giati Suprihatin. lapon SDJ pogram elimnai filaria di kedii jawa timur. Bul Hum

media. 2008;3 no 4.

24. Widyasari A. demam filariasis, kasus kronis, elefantiasis, retrograde, limphangitis,

lymphadenitis, early lymphodema, filarial abses, elefantiasis, hidrocele. In: Skripsi.

2012.

25. Anorital DR dan P. Studi Kajian Upaya Pemberian Obat Pencegah Masal Filariasis

Terhadap Pengendalian Penyakit Infeksi Kecacingan. J Biotek Medisiana Indones.

2016;5 no 2:95–103.

26. Nasrin. FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU YANG

BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KABUPATEN

BANGKA BARAT. 2008.

27. Puji A E dan Ipa Mara. epidemiologi filariasis. In: Mengenal filariasis penyakit tropis

yang terabaikan di Jawa barat. 2014. p. 19.

28. Triwibowo Ambar Garjito*, Jastal**, Rosmini**, Hayani Anastasia** YS, Labatjo**

Y. FILARIASIS DAN BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN.

2013;V(2):54–65.

29. Ningsih Nopia Welmi. KEANEKARAGAMAN PHYTOTHELMATA DAN LARVA

NYAMUK YANG MENDIAMINYA PADA HABITAT YANG BERBEDA DI

DESA TAMAN SARI, KECAMATAN GEDONG TATAAN, KABUPATEN

PESAWARAN, LAMPUNG. 2016.

Page 206: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

30. Arsin AA. MALARIA di Indonesia tinjauan aspek epidemiologi. 2012.

31. Ipa M, Astuti EP, Ruliansyah A, Wahono T, Hakim L. GAMBARAN SURVEILANS

FILARIASIS DI KABUPATEN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT. Ekol

Kesehat. 2014;13.

32. Hapsari N dan Santoso. ELIMINASI FILARIASIS LIMFATIK DI KECAMATAN

MADANG SUKU III KABUPATEN OKU TIMUR Nungki Hapsari dan Santoso

Kabupaten Oku Timur belum sampai keputusan World Health Organization Dinas

Kesehatan maupun Puskesmas. Pembang Mns. 2012;6(3).

33. Ompusunggu S, sekar tuti armedy roni hasugian. Endemisitas filariasis dengan lama

pengobatan massal berbeda. Maj Kedokt indon. 2008;58 nomor 1.

34. Yanelza S, Hotnida S, Irpan PR. BIONOMIK NYAMUK MANSONIA DAN

ANOPHELES DI DESA KARYA MAKMUR , KABUPATEN OKU TIMUR

Mosquito Bionomic of Mansonia and Anopheles in Karya Makmur Village , East

OKU Regency melibatkan banyak faktor yang sangat kompleks yaitu cacing filaria

sebagai agen penyak. Ekol Kesehat. 2012;11:158–66.

35. Juriastuti A, Kartika M, Djaja M susanna D. DI KELURAHAN JATI SAMPURNA.

Makara Kesehat. 2010;14(1):31–6.

36. Suharjo. PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TENTANG

MALARIA DI DAERAH ENDEMIS KALIMANTAN SELATAN. Media Litbangkes.

2015;25:23–32.

Page 207: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

LAMPIRAN

Page 208: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

1. Tim melakukan wawancara KAP

Lampiran 6 1

2. Tim melakukan survei darah jari

gbrGGam

Page 209: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim

3.Tim melakukan survei vektor

lampiran 6 3

4. Survei lingkungan

lampiran 6 4

Page 210: LAPORAN PENELITIAN TA 2017...i LAPORAN PENELITIAN TA 2017 STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN BOMBANA DAN KOLAKA UTARA TAHUN 2017 (Daerah Brugia malayi Non-Zoonotik) Tim