laporan avifauna taman nasional baluran

Upload: nisakn11

Post on 02-Jun-2018

250 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    1/17

    Keanekaragaman Spesies Avifauna di Kawasan Taman Nasional Baluran,

    Jawa Timur

    Titi Rindi ANTIKA1, Rizka RAHMAWATI1, Ika Puspita SARI1, Kufah Nur

    AFIFAH1

    ,Yohanes DANIAR1

    ,Khoirun NISAK1

    Ekologi Project 2014, Laboratorium Ekologi1Jurusan Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember

    ABSTRAK

    Burung merupakan salah satu kelompok vertebrata terbesar yang banyak dikenal, Bentuk

    tubuh burung umumnya seperti gelendong benang yang kedua ujungnya melancip. Kelebihan

    bentuk tersebut adalah untuk memudahkan burung ketika menembus udara saat terbang, atau

    ketika menembus air pada waktu berenang. Warna bulu burungbermacam-macam. Burung-

    burung dari daerah yang kering warnanya cenderung warnanya pucat, sedangkan pada daerah

    yang lembab warnanya lebih gelap. Sayap pada burung digunakan untuk terbang, tapi pada

    beberapa burung air dimodifikasi untuk menggerakan badannya di dalam air, sayapnya telah

    berdegenerasi sehingga tidakdapat terbang, ekornya digunakan untuk mengemudi dan

    keseimbangan badan.Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan pada keanekaragaman

    spesies avifauna dengan tujuan untuk memahami cara identifikasi jenis burung di suatu

    komunitas serta mampu membandingkan dan memberikan argumentasi jenis burung pada

    suatu komunitas dengan dikaitkan habitatnya. Penelitian dilaksanakan pada hari Jumat,

    tanggal 04 April 2014 pada pukul 09.00-11.00 WIB di kawasan Taman Nasional Baluran

    serta penelitian kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 05 April 2014 pada pukul 07.00-

    10.00 WIB. Tiap kelompok melakukan pengamatan dengan kombinasi, gabungan dari

    metode line transect dan teknik hitung (point count). Ditentukan empat titik,dengan setiap

    titik waktu pengamatan 20menit, pada setiap titik diidentifikasi tiap jenis burung yang

    terdapat pada titik tersebut.

    Kata Kunci : Avifauna, Keanekaragaman, Line transect, Point count

    1. PENDAHULUAN

    Burung merupakan satwa liar yang

    hidup di alam dan mempunyai peranan

    penting dalam menjaga kelestarian

    lingkungan contohnya sebagai pengontrol

    hama, pemencar biji dan sebagai pollinator

    (Purwantoro, 2005). Lingkungan yang

    dianggap sesuai sebagai habitat bagi

    burung akan menyediakan makanan,

    tempat berlindung maupun tempat berbiak

    yang sesuai bagi burung (Whitten, 1996).

    Setiap jenis burung mempunyai cara

    tersendiri untuk menyesuaikan diriterhadap lingkungannya, penyesuaian yang

    dilakukan dapat berupa perubahan perilaku

    maupun pergerakan untuk menghindar

    (Purwantoro, 2005). Burung memiliki

    persebaran merata secara vertical maupun

    horizontal. Persebaran dan

    keanekaragaman burung pada setiap

    wilayah berbeda, hal tersebut dipengaruhi

    oleh luasan habitat, struktur vegetasi, serta

    kualitas habitat di masing-masing wilayah

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    2/17

    (Bibby, 1998). Burung dapat digunakan

    sebagai indikator perubahan ekosistem

    pada suatu lingkungan, hal ini dikarenakan

    burung adalah satwa dengan mobilisasi

    tinggi dan dinamis sehingga dapat dengancepat merespon perubahan yang terjadi di

    lingkungan (Whitten, 1996). Menurut

    McKinnon (2000) burung dapat dibedakan

    menjadi beberapa kategori sesuai dengan

    fungsi dan peranannya masing-masing.

    Berdasarkan habitatnya dikategorikan

    menjadi burung air dan burung non-air.

    Menurut Setyawan (1999) burung air

    merupakan jenis burung yang seluruh

    maupun sebagian aktifitas hidupnya

    berkaitan dengan daerah perairan atau

    lahan basah sedangkan burung non-air

    merupakan jenis burung yang aktifitas

    hidupnya berada di daratan terrestrial

    (tanah) dan arboreal (pohon). Burung

    merupakan komponen penting dalam

    siklus rantai makanan di sebuah kawasan.

    Burung berperan dalam membantu proses

    penyebaran biji-bijian, membantu prosespenyerbukan pada bunga, dan sebagai

    indikator pencemaran lingkungan. Untuk

    kepentingan konservasi burung perlu

    adanya pendataan keragaman dan

    kemelimpahan burung di kawasan tertentu,

    terutama di Taman nasional baluran Jawa

    Timur.

    Burung merupakan salah satu

    satwa yang dapat dijadikan sebagai bio

    indikator bagi lingkungan (mcKinnon et

    al, 2000). Di Jawa dan Bali memiliki

    kekayaan avifauna sebanyak 494 spesies.

    Jumlah tersebut mencakup setengah dari

    famili burung di dunia. Jenis avifauna

    yang dijumpai tersebut dapat dibedakan

    menjadi 2 kelompok, yaitu burung penetap

    (368 spesies, 24 endemik) dan 126 spesies

    burung migran (Whitten et al, 1996).

    Menurut Peterson (1971) salah satu faktor

    yang mendukung suatu persebaran dan

    kemampuan bertahan suatu jenis burung

    pada satu area adalah variasi karakter

    morfologi. Dimana terdapat variasi pada

    ukuran, lapisan bulu, bentuk paruh, bentuk

    kaki, pada tiap spesies. Faktor lain yangmenentukan keanekaragaman jenis burung

    pada suatu habitat adalah kerapatan

    kanopi. Habitat yang mempunyai kanopi

    yang relatif terbuka akan digunakan oleh

    banyak jenis burung untuk melakukan

    aktivitasnya, dibandingkan dengan habitat

    yang rapat dan tertutup (Zakaria, 2009).

    Taman Nasional sebagai kawasan

    konservasi adalah sebuah strategi

    pelestarian. Kelestarian ekosistem, habitat,

    flora dan satwanya. Avifauna Jawa dan

    Bali telah menjadi contoh betapa

    pentingnya kondisi habitat terhadap

    kelangsungan hidup fauna yang

    menghuninya (McKinnon, dkk., 2000).

    Dari tujuh bioregion yang memiliki

    sejumlah burung terancam punah di

    Indonesia, pulau Jawa dan Bali berada

    pada urutan tertinggi setelah Sumateradengan kondisi habitat endemiknya

    berstatus sangat kritis (McKinnon, dkk.,

    2000). Pada penelitian ini akan dibahas

    tentang bagaimana mengetahui

    keanekaragaman spesies avifauna di

    kawasan Taman Nasional Baluran.

    2. METODOLOGI

    Pengamatan avifauna dilakukan di

    kawasan Taman Nasional Baluran.

    Pengamatan avifauna ini dilakukan pada

    dua hari, yaitu hari Jumat dan Sabtu yang

    berlokasi di kawasan Taman Nasional

    Baluran Banyuwangi, Jawa Timur. Untuk

    pengamatan hari pertama dilaksanakan

    pada hari Jumat pada pukul 09.00-11.00

    WIB, sedangkan pengamatan kedua

    dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 05

    April 2014 pada pukul 07.00-10.00 WIB.

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    3/17

    Gambar 1. Lokasi Pengamatan Avifauna

    Pengamatan avifauna dilakukan

    pada titik koordinat Elev 52ft

    S=0750'.743" E= 11427'.483".

    pengamatan dilakukan dengan kombinasi,

    teknik yang dilakukan yaitu dengan

    menggabungkan dua teknik. Pertamadigunakan metode line transect dan

    metode teknik hitung (point count).

    Metode line transect, transek yang

    digunakan sepanjang 30 meter dan lebar

    kiri-kanan 10 meter atau pandangan mata

    pengamat. Selanjutnya metodepoint count,

    digunakan lingkaran dengan radius 50

    meter pada empat titik yaitu 0 m, 100 m,

    200 m, dan 300 m. dengan metode pointcount diutamakan pengamatan pada

    burung yang sedang makan atau

    bertengger pada pohon-pohon sepanjang

    lokasi pengamatan. Selain itu dilakukan

    pula analisis vegetasi, hal itu

    dimungkingkan ada kaitan antara burung

    yang ditemukan dengan vegetasi tempat

    dia ditemukan, hal ini dapat dikaitkan

    dengan pola makan, jenis makanan

    ataupun perilaku nesting. Dilakukan

    pengamatan sekitar 20 menit pada setiap

    titik. Diidentifikasi serta dihitung semua

    jenis burung yang teramati mau pun hanya

    suaranya yang terdengar. Dicatat pula

    perilaku (terbang atau bertengger), serta

    kategori tegakan apabila burungbertengger. Dimasukkan data yang

    diperoleh pada table data. Selanjutnya

    dicari nilai indeks-indeks ekologi.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1 Metode pengamatan avifauna

    a. Metode Transek (Jalur)

    Untuk vegetasi padang rumputpenggunaan metode plot kurang praktis.

    Oleh karena itu digunakan metode transek,

    yang terdiri dari :

    - Line Intercept (Line Transect),

    yaitu suatu metode dengan cara

    menentukan dua titik sebagai pusat garis

    transek. Panjang garis transek dapat 10 m,

    25 m, 50 m atau 100 m. Tebal garis

    transek biasanya 1 cm. Garis transek

    kemudian dibuat segmen-segmen yang

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    4/17

    panjangnya 1 m, 5 m atau 10 m.

    Selanjutnya dilakukan pencatatan,

    penghitungan dan pengukuran panjang

    penutupan semua spesies tumbuhan pada

    segmen-segmen tersebut.-Belt Transect, yaitu suatu metode

    dengan cara mempelajari perubahan

    keadaan vegetasi menurut keadaan tanah,

    topografi dan elevasi. Transek dibuat

    memotong garis topografi dari tepi laut ke

    pedalaman, memotong sungai atau

    menaiki dan menuruni lereng pegunungan.

    Lebar transek 10 20 m dengan jarak

    antar transek 200 1000 m (tergantung

    intensitas yang dikehendaki). Untuk

    kelompok hutan yang luasnya 10.000 ha,

    intensitas yang digunakan 2 % dan hutan

    yang luasnya 1.000 Ha atau kurang

    intensitasnya 10 %.

    - Strip Sensus, yaitu pada dasarnya

    sama dengan line transect hanya saja

    penerapannya ekologi vertebrata terestrial

    (daratan). Metode ini meliputi berjalan

    sepanjang garis transek dan mencatatspesies-spesies yang diamati di sepanjang

    garis transek tersebut. Data yang dicatat

    berupa indeks populasi (indeks kepadatan).

    MetodePoint countadalah metode sensus

    satwa dengan konsep dan teori yang sama

    dengan line transects, namun petak contoh

    yang dipergunakan berbentuk lingkaran

    dengan radius tertentu dan tidak

    tergantung pada kecepatan (Krebs,1989).

    b. Metode Kuadran

    pada umumnya dilakukan jika

    hanya vegetasi tingkat pohon saja yang

    menjadi bahan penelitian. Metode ini

    mudah dan lebih cepat digunakan untuk

    mengetahui komposisi, dominansi pohon

    dan menaksir volumenya. Ada dua macam

    metode yang umum digunakan :

    - Point-quarter, yaitu metode yang

    penentuan titik-titik terlebih dahulu

    ditentukan disepanjang garis transek. Jarak

    satu titik dengan lainnya dapat ditentukan

    secara acak atau sistematis. Masing-

    masing titik dianggap sebagai pusat dari

    arah kompas, sehingga setiap titik didapatempat buah kuadran. Pada masing-masing

    kuadran inilah dilakukan pendaftaran dan

    pengukuran luas penutupan satu pohon

    yang terdekat dengan pusat titik kuadran.

    Selain itu diukur pula jarak antara pohon

    terdekat dengan titik pusat kuadran.

    - Wandering-quarter, yaitu suatu metode

    dengan cara membuat suatu garis transek

    dan menetapkan titik sebagai titik awal

    pengukuran. Dengan menggunakan

    kompas ditentukan satu kuadran (sudut

    90) yang berpusat pada titik awal tersebut

    dan membelah garis transek dengan dua

    sudut sama besar. Kemudian dilakukan

    pendaftaran dan pengukuran luas

    penutupan dan jarak satu pohon terdekat

    dengan titik pusat kuadran (Soegianto,

    1994). Penarikan contoh sampling dengan

    metode-metode diatas umumnyadigunakan pada penelitian-penelitian yang

    bersifat kuantitatif.

    3.1.1Macam-macam metode pengamatan

    avifauna.

    Metode pengamatan avifauna yang

    digunakan dalam praktikum ini ada 2 yaitu

    metode point count dan line transect.

    Metode Point count adalah metode sensus

    satwa dengan konsep dan teori yang sama

    dengan line transects, namun petak contoh

    yang dipergunakan berbentuk lingkaran

    dengan radius tertentu dan tidak

    tergantung pada kecepatan. Sedangkan

    Untuk metode line transect adalah metode

    yang umumnya digunakan untuk sensus

    primata, burung dan herbivora besar. Garis

    transek merupakan suatu petak contoh,

    dimana seorang pengamat/pencatat

    berjalan sepanjang garis transek dan

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    5/17

    mencatat setiap jenis satwa liar yang

    dilihat baik jumlah maupun jaraknya dari

    pencatat (Krebs,1989).

    3.1.2 Kelebihan dan KekuranganMetodePoint countadalah metode

    sensus satwa dengan konsep dan teori yang

    sama dengan line transects, namun petak

    contoh yang dipergunakan berbentuk

    lingkaran dengan radius tertentu dan tidak

    tergantung pada kecepatan (Krebs,1989).

    Keuntungan dari metode point count ini

    adalah lebih efisien, dimana peneliti dapat

    meletakkan beberapa titik pengamatan

    yang terdistribusi secara random di lokasi

    pengamatan. Metode point count ini

    digunakan dengan cara mengamati

    keberadaan satwa secara langsung dan

    dengan mendengarkan suaranya, di dalam

    lingkaran dengan radius yang telah

    ditetapkan. Jarak antar titik tidak boleh

    kurang dari 200 m di seluruh lokasi

    penelitian, jika titik terlalu dekat akan ada

    invidu yang terhitung lebih pada beberapatitik. Periode waktu yang dipergunakan

    adalah 10 menit untuk tiap titik, dengan

    menunggu 2 menit saat kedatang pada titik

    pengamatan. Setiap titik yang dibuat

    dilakukan pencatatan koordinat dengan

    menggunakan Global Positioning System

    (GPS). Asumsi yang dipergunakan dalam

    metode ini yaitu bahwa Burung tidak

    mendekati pengamat atau terbang, Burung

    yang ada dalam sample dapat terdeteksi

    100%, Burung tidak bergerak selama

    perhitungan, Burung berperilaku bebas

    (tidak tergantung satu sama lain),

    Pelanggaran terhadap asumsi tersebut tidak

    berpengaruh terhadap habitat atau desain

    studi, Estimasi jarak akurat, Burung dapat

    teridentifikasi dengan baik seluruhnya

    (Bolen,1995).

    Point countini memiliki kelebihan

    jika digunakan pada topografi yang sulit

    dan juga metode point count ini lebih

    efisien, dimana peneliti dapat meletakkan

    beberapa titik pengamatan yang

    terdistribusi secara random di lokasi

    pengamatan (Buckland, 1993). Metodepoint count lebih mengutamakan burung

    yang sedang bertengger pada pohon-pohon

    dilokasi pengamatan sehingga kekurangan

    dari metode ini adalah fokusan

    pengamatannya terbagi menjadi dua yaitu

    antara spesies burung itu dan cara makan

    serta pengamatan terhadap pohon yang

    digunakan untuk bertengger (Buckland,

    1993).

    Untuk metode line transect yaitu

    adalah metode yang umumnya digunakan

    untuk sensus primata, burung dan

    herbivora besar. Garis transek merupakan

    suatu petak contoh, dimana seorang

    pengamat/pencatat berjalan sepanjang

    garis transek dan mencatat setiap jenis

    satwa liar yang dilihat baik jumlah maupun

    jaraknya dari pencatat (Krebs,1989).

    Pada pengamatan ini metode linetransek menggunakan transek sepanjang

    300 meter dan lebar kiri-kanan 10 meter

    atau sejauh pandangan mata. Keuntungan

    dari metode ini adalah Metode transek ini

    dapat dipergunakan untuk mencatat data

    dari beberapa jenis satwa secara

    bersamaan. Asumsi-asumsi yang

    dipergunakan dalam metode ini adalah

    satwa dan garis transek terletak secara

    random, Satwa tidak bergerak/pindah

    sebelum terdeteksi, Tidak ada satwa yang

    terhitung dua kali (double account), Seekor

    satwa atau kelompok satwa berbeda satu

    sama lainnya. Seekor satwa yang terbang

    tidak mempengaruhi kegiatan satwa yang

    lainnya, Respon tingkah laku satwa

    terhadap kedatangan pengamat tidak

    berubah selama dilakukan sensus, Habitat

    homogen, bila tidak homogen dapat

    dipergunakan stratifikasi . kerugian dari

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    6/17

    metode line transect ini adalah kurange

    terfolusnya pengamat pada burung yang

    teramati katena jarak kiri dan kanan nya

    yang relatif dekat yaitu hanya 10 meter

    saja sehingga kurang banyak spesies yangmungkin akan ditemukan atau

    terodentifikasi sedangkan jarak transek

    300 meter dan pengamatan sejauh

    pandangan mata akan lebih menyulitkan

    dan menyempitkan ruang pengamatan

    (Buckland, 1993).

    3.1.3 Alasan Pengguaan Metode

    Kombinasi

    Metode point count lebih efisien,

    dimana peneliti dapat meletakkan beberapa

    titik pengamatan yang terdistribusi secara

    random di lokasi pengamatan Dalam

    pengamatan avifauna digunakan

    pengkombinasian metode untuk

    mendapatkan data yang lebih representatif.Sedangkan Metode transek ini dapat

    dipergunakan untuk mencatat data dari

    beberapa jenis satwa secara bersamaan.

    Sehingga pengkombinasian metode

    pengamatan memungkinkan untuk

    mendapatkan data yang lebih valid untuk

    membandingkan habitat, keragaman, serta

    kelimpahan suatu spesies dalam area

    tertentu.

    3.2 Analis Data

    3.2.1 Dominansi Spesies Avifauna di daerah Savana Bekol

    Gambar 2. Diagram Pie Dominansi Spesies Avifauna di Savana Bekol (Transek 5)

    Diagram pie diatas merupakan

    diagram dominansi spesies avifauna yang

    ada di transek 5 yaitu di savana bekol.

    Pada tansek 5 terdapat spesies 11 spesies

    yaitu Collocalia linchi, Orthotomus

    surtorius, Anthracoceros albirostris,

    Pycnonotus goiavier, Dicaeum trochileum,

    Cynnyrisjugularis, Pycnonotus aurigaster,

    Halchyon chloris, Lonchura punctulata,

    Streptopelia chinensis, Dendrocopus

    macei. Selanjutnya dalah penentuan

    spesies yang mendominasi pada transek

    tersebut. Berdasarkan diagram pie diatas,

    spesies dikatakan mendominasi apabila

    lebih dari 5%. Pada daerah ini avifauna

    yang paling mendominansi adalah

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    7/17

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    8/17

    yak-yak-yak tidak terputusakan semakin

    mudah menemukan burung ini. Suka

    berkelompok dalam jumlah tidak lebih dari

    10 ekor dalam satu kelompok. Sama

    dengan saudaranya yang lain, warnadominannya adalah hitam dengan tanduk

    besar berwarna kuning sampai ke paruh,

    ujung tanduk terdapat noda hitam besar.

    Perut dan ekor berwarna putih bersih

    (Winnasis, 2009).

    Dominansi keempat adalah

    Pycnonotus goiavier, menurut buku

    Burung - Burung Taman Nasional

    Baluran burung ini sangat mudah

    dijumpai di seluruh kawasan Taman

    Nasional Baluran. Persis sama dengan

    Cucak Kutilang burung ini sangat aktif

    sepanjang hari. Berkelompok dan sering

    terlihat berbaur dengan burung jenis

    lainnya Suaranya berulang cukk cukkk

    cukk, crook crook crook. Memiliki

    ukuran tubuh sedang dengan panjang

    tubuhnya 20 cm, tubuh bagian atas dan

    mahkota coklat, kekang, iris dan paruhhitam, alis putih, tubuh bagian bawah

    putih kusam, tungging kuning dan kaki

    abuabu (Winnasis, 2009).

    Dominansi kelima adalah Dicaeum

    trochileum, menurut buku Burung -

    Burung Taman Nasional Baluranburung

    ini memiliki ukuran tubuhnya yang kecil 8

    cm, burung ini sangat lincah, agresif, tidak

    pernah diam, selalu melompat-lompat

    diantara cabang dan ranting pohon yang

    rimbun kemudian pindah lagi ke pohon

    lainnya sambil mengeluarkan suara ci-tt

    ci-tt. Biasanya hidup berpasangan. Warna

    tubuhnya merah dan hitam. Warna merah

    pada jantan akan terlihat dengan jelas

    mulai kepala, punggung dan tunggir.

    Sedangkan pada betina warna merah hanya

    terdapat pada tunggirnya. Penyebarannya

    hampir merata di seluruh kawasan Taman

    Nasional Baluran, terutamanya di hutan

    musim dataran rendah dan pinggiran hutan

    pantai. Sering terlihat bersama burung

    madu atau cinenen (Winnasis, 2009).

    Dominansi keenam adalah

    Cynnyrisjugularis, menurut buku Burung- Burung Taman Nasional Baluran

    merupakan bururng yang persebarannya di

    Taman Nasional Baluran sangat luas.

    Burung ini dapat ditemukan di pinggir-

    pinggir hutan yang terbuka di hutan

    musim, hutan pantai dan hutan mangrove.

    Sering terlihat berpasangan atau kelompok

    kecil. Satu kelompok biasanya hanya ada

    satu jantan. Ukuran tubuhnya kecil (10

    cm). Saat terbang mengeluarkan suara

    cwhiit - cwhiit - cwhiit yang nyaring,

    biasanya sering berkejar kejaran antara

    betina dengan jantan. Warna tubuh kuning

    matang, dan warna hitam keungu-unguan

    pada jantan cukup mencolok untuk

    mengenalinya.

    Selanjutnya adalah subdominansi,

    spesies pertama Pycnonotus aurigaster,

    menurut buku Burung - Burung TamanNasional Baluran merupakan burung

    yang sangat umum di Taman Nasional

    Baluran, meskipun populasinya tidak

    sebanyak Merbah Cerukcuk. Burung yang

    aktif sepanjang hari, ribut dan hidup dalam

    kelompok, mengunjungi savana atau

    daerah terbuka dan tepi hutan musim.

    Suaranya berulang dengan cepat dan

    bernada nyaring cuk-cuk dan cang-

    kur. Berukuran sedang 20 cm, bertopi

    hitam membentuk jambul pendek. Tunggir

    putih dan tungging jingga kuning, sayap

    dan ekor coklat, perut putih, paruh dan

    kaki hitam. Hampir menempati semua

    relung, dari dasar tanah sampai pucuk-

    pucuk pohon tinggi.

    Subdominansi kedua adalah

    Halcyon chloris famili Alcedinidae,

    menurut buku Burung - Burung Taman

    Nasional Baluran merupakan burung

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    9/17

    yang sangat mudah ditemui di Taman

    Nasional Baluran. Sering ditemukan

    bertengger pada ranting pohon baik

    sendirian atau berpasangan. Memiliki

    suara yang sangat ribut, agresif, dan kerasparau ciuw ciuw ciuw ciuw ciuw atau

    nada ganda ges-ngek, ges-ngek, ges-

    ngek. Menempati semua tipe habitat,

    hutan mangrove, hutan pantai, dan hutan

    musim. Sangat jarang ditemukan di

    savana. Saat air laut surut, sering terlihat di

    atas batu karang di padang lamun sambil

    mengawasi mangsa. Berukuran sedang

    dengan pajang tubuh 24 cm. Berwarna

    dominan hijau kebiruan dan putih. Hampir

    sama dengan H. sancta kecuali warna

    perutnya yang putih bersih. Meskipun

    sangat mudah diamati tapi sangat susah

    didekati (Winnasis, 2009).

    Subdominansi ketiga adalah

    Lonchura punctulat, menurut buku

    Burung - Burung Taman Nasional

    Baluran merupakan salah satu burung

    yang umum dijumpai di dekat arealpersawahan, ladang atau daerah terbuka di

    tepi hutan. Hidupnya dalam kelompok

    yang berjumlah belasan ekor dalam satu

    kelompok dan biasanya bergabung dengan

    jenis bondol lainnya seperti Bondol Jawa

    dan Bondol Haji. Bersuara ribut ketika

    hinggap dan terbang dari rerumputan.

    Mudah diamati Bondol Peking pada saat

    musim kemarau, saat rumput mulai

    mengering dan terdapat banyak biji

    rumput. Burung ini berukuran agak kecil

    dengan panjang tubuh 11 cm, tubuh bagian

    atas berwarna coklat, tubuh bagian bawah

    berwarna putih kotor dan bersisik coklat,

    tenggorokan coklat kemerahan, paruh abu-

    abu dan kaki hitam.

    Subdominansi keempat adalah

    Streptopelia chinensis, menurut buku

    Burung - Burung Taman Nasional

    Baluran merupakan burung yang tersebar

    merata hampir di seluruh kawasan Taman

    Nasional Baluran meskipun dengan jumlah

    populasi yang lebih sedikit. Perilakunya

    tidak jauh berbeda dengan Dederuk Jawa,

    menyukai daerah terbuka dan pohon-pohon dengan tajuk ringan untuk

    bertengger, tidak jarang turun ke atas atas

    untuk mencari makan berpasangan atau

    sendiri. Secara umum memiliki ciri-ciri

    yang hampir sama pula, kecuali bintik-

    bintik hitam-putih di tengkuk dan penutup

    sayap yang dipenuhi coretan hitam. Warna

    dominan abu-abu muda agak kecoklatan.

    Kemudian spesies yang kurang

    mendominasi didaerah savana bekol

    (Transek 5) adalah Dendrocopus macei,

    menurut buku Burung - Burung Taman

    Nasional Baluran merupakan burung

    yang sekilas hampir sama dengan Caladi

    Tilik. Namun jika diamati lebih seksama

    dia memiliki perbedaan pada perutnya

    yang agak kemerahan, penutup ekor bawah

    merah dan tidak memiliki garis pada mata

    setebal saudaranya tadi. Sangat lincahketika berjalan di batang atau ranting

    pohon. Berjalan berputar, mengitari batang

    dan ranting sambil mematukinya. Suara

    patukan tidak terlalu keras. Mudah

    ditemukan di hutan musim mulai dari

    Bama, Bekol, sepanjang jalan Batangan-

    Bekol sampai sekitar kantor Batangan.

    3.2.2 Keanekaragaman Spesies pada setiap

    Transek

    Burung di kawasan Taman Nasional

    Baluran terdiri dari banyak spesies dengan

    tingkat keanekaragaman jenis burung yang

    banyak, diantaranya dapat dilihat dari

    beberapa transek. Pada transek satu,

    burung yang paling banyak dijumpai

    adalah spesies Collocalia linchiatau Walet

    Linci dari family Apodidae dengan jumlah

    13 spesies. Nilai dominansi (D) adalah

    24.52830189 % dan termasuk dalam

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    10/17

    kategori dominan dikarenakan nilai

    dominansinya melebihi angka 5%. Nilai

    dominansi tersebut diperoleh dengan cara

    perhitungan rumus berikut:

    D = (ni/N) x 100%Dimana, D merupakan dominansi spesies,

    ni merupakan jumlah individu spesies, dan

    N merupakan jumlah total individu

    keseluruhan spesies. Sedangkan nilai

    diversitas Shannon-Wiener dari spesies ini

    adalah 0.344706665 yang diperoleh dari

    rumus berikut:

    H = -[(ni/N) x ln (ni/N)]

    Dimana H merupakan indeks diversitas

    Shannon-Wiener, ni merupakan jumlah

    individu spesies, dan N merupakan jumlah

    total individu semua spesies.

    Tabel 1. Keanekaragaman Spesies Avifauna

    Transek 1

    No Nama Spesies H

    1 Orthotomus sepium 3,773584906

    2 Spizaetus cirrhatus 7,547169811

    3 Dicrurus macrocercus 3,7735849064 Cacomantis sepulcralis 3,773584906

    5 Microhierax fringillarius 1,886792453

    6 Corvus enca 1,886792453

    7 Spilornis cheela 1,886792453

    8 Collocalia linchi 24,52830189

    9 Elanus caeruleus 3,773584906

    10 Aegithina tiphia 1,886792453

    13 Streptopelia bitorquata 1,886792453

    12 Hirundo rustica 1,886792453

    13 Pericrocotus flammeus 1,886792453

    14 Ducula aenea 11,32075472

    15 Pycnonotus aurigaster 18,86792453

    16 Pycnonotus goiavier 5,660377358

    17 Streptopelia chinensis 3,773584906

    Burung Collocalia linchi banyak

    ditemukan di transek satu yang berlokasi

    di daerah savana Bekol. Hal ini

    dikarenakan burung ini memiliki kebiasaanterbang di atas kubangan air di savana.

    Selain itu, tipe vegetasi savana yang relatif

    terbuka membuat burung ini mudah

    teramati. Taman Nasional Baluran

    memiliki banyak daerah bertebing dan

    bergoa yang sering digunakan WaletLinchi sebagai lokasi sarang. Sarang

    lumut, rumput atau bahan nabati lainnya

    yang direkatkan dengan air ludah

    (Winnasis, 2009).

    Tabel 2. Keanekaragaman Spesies Avifauna

    Transek 2

    No Nama Spesies H

    1 Collocalia linchi 59,64912281

    2 Corvus enca 5,263157895

    3 Zosterop palpebrosus 3,50877193

    4 Parus major 10,52631579

    5 Pycnonotus aurigaster 5,263157895

    6 Dicrurus macrocercus 1,754385965

    7 Treron vernans 1,754385965

    8 Treron griseicauda 1,754385965

    9 Spizaetus cirrhatus 1,754385965

    10 Picus puniceus 1,754385965

    11 Spilornis cheela 3,50877193

    12 Pavo muticus 1,754385965

    13 Halcyon chloris 1,754385965

    Pada transek dua yang berlokasi di

    savana , burung yang paling banyak

    dijumpai adalah spesies Collocalia linchi

    atau Walet Linci dari family Apodidae

    dengan jumlah 34 spesies. Nilai dominansi

    (D) adalah 59.64912281% dan termasuk

    dalam kategori dominan dikarenakan nilaidominansinya melebihi angka 5%.

    Sedangkan nilai indeks diversitas

    Shannon-Wiener spesies Collocalia linchi

    pada transek dua adalah 0.308201496.

    Burung Collocalia linchi banyak

    ditemukan di transek dua yang berlokasi di

    sekitar daerah savana Bekol. Hal ini

    dikarenakan burung ini memiliki kebiasaan

    terbang di atas kubangan air di savana.Selain itu, tipe vegetasi savana yang relatif

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    11/17

    terbuka membuat burung ini mudah

    teramati. Taman Nasional Baluran

    memiliki banyak daerah bertebing dan

    bergoa yang sering digunakan Walet

    Linchi sebagai lokasi sarang. Saranglumut, rumput atau bahan nabati lainnya

    yang direkatkan dengan air ludah

    (Winnasis, 2009).

    Tabel 3. Keanekaragaman Spesies Avifauna

    Transek 3

    No Nama Spesies H

    1 Ducula aenea 42,85714286

    2 Collocalia linchi 14,28571429

    3 Halcyon chloris 1,785714286

    4 Anthracoceros

    albirostris 8,928571429

    5 Pavo muticus 1,785714286

    6 Spilornis cheela 1,785714286

    7 Pycnonotus goiavier 3,571428571

    8 Pycnonotus goiavier 1,785714286

    9 Dryocopus javensis 1,785714286

    10 Convus enca 5,357142857

    11 Collocalia linchi 16,07142857

    Pada transek tiga yang berlokasi di

    sepanjang jalanan Bekol, burung yang

    paling banyak dijumpai adalah spesies

    Ducula aenea atau Pergam Hijau dari

    family Columbidae dengan jumlah 24

    spesies. Nilai dominansi (D) adalah

    42.85714286% dan termasuk dalam

    kategori dominan dikarenakan nilai

    dominansinya melebihi angka 5%.

    Sedangkan nilai indeks diversitas

    Shannon-Wiener spesies Collocalia linchi

    pada transek dua adalah 0.363127654.

    Burung Ducula aenea banyak ditemukan

    di transek tiga dan memiliki persebaran

    sangat luas di seluruh kawasan Taman

    Nasional Baluran, diantaranya sepanjang

    jalan Batangan-Bekol, Pondok Mantri,

    Sambi Kerep, Alas Malang dan Merak.

    Burung ini mempunyai kebiasaan

    bertengger di atas tajuk pohon yang tinggi

    dan menyukai pohon yang sedang berbuah(Winnasis, 2009).

    Tabel 4. Keanekaragaman Spesies AvifaunaTransek 4

    No Nama Spesies H

    1 Halcyon cyanoventris 3,8461538462 Collocalia linchi 13,46153846

    3 Spilornis cheela 1,923076923

    4 Ducula aenea 15,38461538

    5 Zosterops palpebrosus 5,769230769

    6 Crypsirina temia 1,923076923

    7 Geopelia striata 1,923076923

    8 Streptopelia chinensis 11,53846154

    9 Pericrocotus

    cinnamomeus 3,846153846

    10 Aegithina tiphia 5,769230769

    11 Pycnonotus goiavier 9,615384615

    12 Anthracoceros

    albirostris 3,846153846

    13 Artamus leucorynchus 1,923076923

    14 Lonchura punctulata 3,846153846

    15 Lonchura

    leucogastroides 1,923076923

    16 Pycnonotus aurigaster 5,769230769

    17 Lalage nigra 1,923076923

    18 Ictinaetus malayensis 3,846153846

    19 Dendrocopus sp. 1,923076923

    Pada transek empat yang berlokasi

    di daerah sekitar savana , burung yang

    paling banyak dijumpai adalah spesies

    Collocalia linchi atau Walet Linci dari

    family Apodidae dengan jumlah 7 spesies.

    Nilai dominansi (D) adalah 13.46153846%

    dan termasuk dalam kategori dominandikarenakan nilai dominansinya melebihi

    angka 5%. Sedangkan nilai indeks

    diversitas Shannon-Wiener spesies

    Collocalia linchi pada transek dua adalah

    0.26994875. Burung Collocalia linchi

    banyak ditemukan di transek dua yang

    berlokasi di sekitar daerah savana Bekol.

    Hal ini dikarenakan burung ini memiliki

    kebiasaan terbang di atas kubangan air di

    savana. Selain itu, tipe vegetasi savana

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    12/17

    yang relatif terbuka membuat burung ini

    mudah teramati. Taman Nasional Baluran

    memiliki banyak daerah bertebing dan

    bergoa yang sering digunakan Walet

    Linchi sebagai lokasi sarang. Saranglumut, rumput atau bahan nabati lainnya

    yang direkatkan dengan air ludah

    (Winnasis, 2009).

    Tabel 5. Keanekaragaman Spesies Avifauna

    Transek 5

    No Nama Spesies H

    1 Pycnonotus goiavier 10,14492754

    2 Cinnyris jugularis 7,246376812

    3 Dicaeum trochileum 8,6956521744 Anthrococeros

    albinostris 5,797101449

    5 Orthotomus surtoris 13,04347826

    6 Dendrocopus macei 1,449275362

    7 Halchyon chloris 2,898550725

    8 Anthracoceros

    albirostris 5,797101449

    9 Collocalia linchi 34,7826087

    10 Pycnonotus aurigaster 4,347826087

    11 Lonchura punctulata 2,89855072512 Streptopelia chinensis 2,898550725

    Pada transek lima yang berlokasi di

    daerah sekitar savana , burung yang paling

    banyak dijumpai adalah spesies Collocalia

    linchi atau Walet Linci dari family

    Apodidae dengan jumlah 24 spesies. Nilai

    dominansi (D) adalah 34.7826087% dan

    termasuk dalam kategori dominan

    dikarenakan nilai dominansinya melebihi

    angka 5%. Sedangkan nilai indeks

    diversitas Shannon-Wiener spesies

    Collocalia linchi pada transek dua adalah

    0.367322669. Burung Collocalia linchi

    banyak ditemukan di transek lima yang

    berlokasi di sekitar daerah savana Bekol.

    Hal ini dikarenakan burung ini memiliki

    kebiasaan terbang di atas kubangan air di

    savana. Selain itu, tipe vegetasi savanayang relatif terbuka membuat burung ini

    mudah teramati. Taman Nasional Baluran

    memiliki banyak daerah bertebing dan

    bergoa yang sering digunakan Walet

    Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang

    lumut, rumput atau bahan nabati lainnyayang direkatkan dengan air ludah

    (Winnasis, 2009).

    Tabel 6. Keanekaragaman Spesies AvifaunaTransek 6

    No Nama Spesies H

    1 Pycnonotus aurigaster 6,666666667

    2 Anthracoceros

    albirostris 28,33333333

    3 Hirudo rustica 3,333333333

    4 Prinia familiaris 5

    5 Dicaeum trochileum 5

    6 Hirundo tahitica 1,666666667

    7 Streptopelia chinensis 1,666666667

    8 Geopelia striata 13,33333333

    9 Ducula aenea 1,666666667

    10 Collocalia linchi 13,33333333

    11 Pycnonotus goiavier 6,666666667

    12 Halcyon chloris 6,666666667

    13 Gerygone sulphurea 1,66666666714 Alcedo coerulenscens 5

    Pada transek enam yang berlokasi

    di daerah sehutan musim dataran rendah,

    burung yang paling banyak dijumpai

    adalah spesies Anthracoceros albirostris

    atau Kangkareng dari family Bucerotidae

    dengan jumlah 17 spesies. Nilai dominansi

    (D) adalah 28.33333333% dan termasuk

    dalam kategori dominan dikarenakan nilai

    dominansinya melebihi angka 5%.

    Sedangkan nilai indeks diversitas

    Shannon-Wiener spesies Anthracoceros

    albirostris pada transek dua adalah

    0.357320512. Burung Anthracoceros

    albirostris banyak ditemukan di transek

    enam yang berlokasi di sekitar hutan

    musim. Burung ini sangat umum di Taman

    Nasional Baluran. Tersebar di hutan

    pantai, hutan musim dataran tinggi di

    Gunung Baluran, dan hutan musim dataranrendah, diantaranya blok Bama, Manting,

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    13/17

    Kelor, Ketokan Kendal, Evergreen, Kali

    Kepuh, Sambi Kerep, dan Pondok Mantri

    (Winnasis, 2009).Tabel 7. Keanekaragaman Spesies Avifauna

    Transek 7

    No Nama Spesies H1 Alcedo coerulenscens 4,166666667

    2 Bubulcus ibis 1,388888889

    3 Buceros rhinoceros 2,777777778

    4 Collocalia linchi 47,22222222

    5 Dendrocopus

    moluccensis 2,777777778

    6 Dicaeum trochileum 5,555555556

    7 Gallus sp 5,555555556

    8 Halcyon chloris 2,777777778

    9 Hemipus hirundinaceus 2,77777777810 Hirundo rustica 1,388888889

    11 Orthotomus ruficeps 2,777777778

    12 Pavo muticus 1,388888889

    13 Pycnonotus aurigaster 2,777777778

    14 Rhyticeros undulatus 4,166666667

    15 Spizaetus cirrhatus 1,388888889

    16 Streptopelia chinensis 6,944444444

    17 Treron vernans 4,166666667

    Pada transek tujuh yang berlokasi

    di savana, burung yang paling banyak

    dijumpai adalah spesies Collocalia linchi

    atau Walet Linci dari family Apodidae

    dengan jumlah 34 spesies. Nilai dominansi

    (D) adalah 47.22222222% dan termasuk

    dalam kategori dominan dikarenakan nilai

    dominansinya melebihi angka 5%.

    Sedangkan nilai indeks diversitas

    Shannon-Wiener spesies Collocalia linchipada transek dua adalah 0.354310975.

    Burung Collocalia linchi banyak

    ditemukan di transek tujuh yang berlokasi

    di sekitar daerah savana Bekol. Hal ini

    dikarenakan burung ini memiliki kebiasaan

    terbang di atas kubangan air di savana.

    Selain itu, tipe vegetasi savana yang relatif

    terbuka membuat burung ini mudah

    teramati. Taman Nasional Baluranmemiliki banyak daerah bertebing dan

    bergoa yang sering digunakan Walet

    Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang

    lumut, rumput atau bahan nabati lainnya

    yang direkatkan dengan air ludah

    (Winnasis, 2009).

    Tabel 8. Keanekaragaman Spesies AvifaunaTransek 8

    No Nama Spesies H

    1 Collocalia linchi 52,94117647

    2 Sturnus melanopterus 2,941176471

    3 Streptopelia chinensis 2,941176471

    4 Ducula aenea 2,941176471

    5 Pycnonotus goiavier 2,941176471

    6 Tephrodornis virgatus 2,941176471

    7 Prinia familiaris 8,823529412

    8 Lonchura punctulata 8,823529412

    9 Lonchura

    leucogastroides 2,941176471

    10 Spilornis cheela 2,941176471

    11 Lanius schach 2,941176471

    12 Geopelia striata 2,941176471

    13 Cinnyris jugularis 2,941176471

    Pada transek delapan yangberlokasi di savana, burung yang paling

    banyak dijumpai adalah spesies Collocalia

    linchi atau Walet Linci dari family

    Apodidae dengan jumlah 18 spesies. Nilai

    dominansi (D) adalah 52.94117647% dan

    termasuk dalam kategori dominan

    dikarenakan nilai dominansinya melebihi

    angka 5%. Sedangkan nilai indeks

    diversitas Shannon-Wiener spesies

    Collocalia linchi pada transek dua adalah

    0.336699935. Burung Collocalia linchi

    banyak ditemukan di transek delapan yang

    berlokasi di sekitar daerah savana Bekol.

    Hal ini dikarenakan burung ini memiliki

    kebiasaan terbang di atas kubangan air di

    savana. Selain itu, tipe vegetasi savana

    yang relatif terbuka membuat burung ini

    mudah teramati. Taman Nasional Baluran

    memiliki banyak daerah bertebing danbergoa yang sering digunakan Walet

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    14/17

    Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang

    lumut, rumput atau bahan nabati lainnya

    yang direkatkan dengan air ludah

    (Winnasis, 2009).

    Dari kedelapan transek tersebut,diperoleh nilai indeks diversitas Shannon-

    Wiener (H) seperti berikut:

    Tabel 9. Indeks Keanekaragaman Spesies

    Avivauna Di Masing Masing Transek

    Lokasi H'

    T1 2.406269

    T2 1.586717

    T3 1.785831

    T4 2.684443T5 2.10349

    T6 2.271927

    T7 2.09279

    T8 1.802291

    Sehingga apabila dimasukkan ke

    dalam perbandingan nilai indeks diversitas

    Shannon-Wiener (H) dapat diamati dari

    diagram berikut:

    Gambar 3. Diagram Batang Keanekaragaman

    Setiap Transek

    Dari diagram perbandingan indeks

    diversitas Shannon-Wiener (H) di atas,

    dapat disimpulkan bahwa tingkat

    keanekaragaman spesies burung di transek

    empat lebih tinggi daripada tingkat

    keanekaragaman spesies di transek lain.

    Hal ini dikarenakan pada transek empat

    memiliki keanekaragaman vegetasi yang

    tinggi. Keanekaragaman vegetasi

    memunginkan spesies burung yang

    memiliki keanekaragaman cara hidup,

    seperti cara terbang, jenis makanan, dantempat sarang yang dapat menunjang

    perkembangan dari spesies burung

    tersebut.

    3.3 Analisis Kecenderungan Habitat

    Dari hasil analisis kecenderungan

    habitat melalui software Canocoo

    diperoleh grafik berikut:

    Gambar 4. Diagram Multivarian

    Kecenderungan Habitat Avifauna

    Dari grafik analisis kecenderungan

    habitat di atas, dapat disimpulkan bahwa

    pada kuadran satu spesies Ducula aenea

    dan Dryocopus javensis memiliki

    kecenderungan habitat pada transek tiga.

    Spesies Ducula aenea dan Dryocopus

    javensis. Spesies Dryocopus javensis

    banyak ditemukan bertengger di pohon-pohon tinggi dan Dryocopus javensis

    banyak ditemukan di hutan pantai yang

    memiliki banyak pohon tinggi (Winnasis,

    2009). Pada kuadran dua, spesies Convus

    enca, Pavo muticus, dan Collocalia linchi

    memiliki kecenderungan habitat di transek

    dua. Ketiga spesies tersebut memiliki

    kecenderungan habitat di daerah savana

    atau tepi jalan, dikarenakan ketiganya

    menyukai daerah terbuka (Winnasis,

    2009). Pada kuadran tiga, spesiesDicaeumtrochileum dan Alcedo coerulenscens

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    15/17

    memiliki kecenderungan habitat di transek

    lima. Kedua spesies tersebut memiliki

    kecenderungan habitat di daerah pinggiran

    hutan pantai dan suka bertengger ranting-

    ranting (Winnasis, 2009). Pada kuadran

    empat, spesies Anthracoceros albirostris,Geopelia striata, dan Orthotomus surtoris

    memiliki kecenderungan habitat di transek

    enam. Ketiga spesies tersebut memiliki

    kecenderungan habitat di daerah hutan

    musim dataran tinggi di gunung Baluran

    dan hutan musin di dataran rendah

    (Winnasis, 2009).

    4. KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian dapatdisimpulkan bahwa di daerah Savana

    Bekol Taman Nasional Baluran terdapat

    keanekaragaman spesies yang sangat

    tinggi. Dalam suatu wilayah terdapat satu

    spesies yang mendominasi daripada

    spesies lain. Pada Savana Bekol Spesies

    yang mendominasi adalah Collocalia

    linchi. Spesies akan cenderung berada

    dihabitat tertentu karena sumber daya

    akanan tersebut dan kondisi daerah

    tersebutyang terbuka.

    5. DAFTAR PUSTAKA

    Bibby dkk, 1998 Expedition Field

    TechniquesBird Surveys: London

    SW7 2AR.

    Buckland et all.,1993, Distance Sampling,

    Estimating abundance of biological

    populations Bolen, EG., and

    Robinson, WL., 1995, WildlifeEcology and Management, Third

    Edition,Prentice Hall, New Jersey,

    USA.

    John MacKinnon. Phillips, K. and van

    Balen, B. 2000. BurungBurung di

    Sumatera, Jawa, Bali, dan

    Kalimantan (termasuk Sabah,

    Serawak, dan Brunei Darussalam).

    Jakarta: Puslitbang- LIPI.

    Krebs,CJ., 1989, Ecological Methodology,

    University of British Colombia :United Kingdom

    Peterson, R. T. 1971. The Birds. New

    York : Time Life Nature Library.

    Purwantoro, A., Erlina Ambarwati dan

    Fitria Setyaningsih. 2005.

    Phylogenetic Of Orchids Based On

    Morphological Characters. IlmuPertanian. 12 (1) : 111.

    Setyawan, A. D. 1999. Status Taksonomi

    Genus Alpinia Berdasarkan Sifat-

    Sifat Morfologi, Anatomi, dan

    Kandungan Minyak Atsiri.

    BioSMART 1(1) : 31-40.

    UGM.,2007 Buku Petunjuk Praktikum

    Pengelolaan Satwa Liar,Fakultas

    Kehutaan UniversitasGadjah Mada

    Yogjakarta.

    Whitten, T, and R. E. Soeriatmadja, S, A.Afif. 1996. The Ecology of Java and

    Bali. Vol II. Singapore : Peripuls

    Edition (Hk) Ltd.

    Zakaria, M., Rajpar, M. N., and Sajap, A.

    S. 2009. Spesies Diversity and

    Feeding Guilds of Birds in Paya

    IndahWetland Reserve, Peninsular

    Malaysia. Zoological Research 5 (3)

    : 86-100.

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    16/17

    Lampiran

  • 8/10/2019 laporan avifauna Taman Nasional Baluran

    17/17