khusyu’ dan thariqah qadiriyah naqsabandiyah a....

33
15 BAB II SHALAT KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. Shalat Khusyu’ 1. Pengertian Shalat Khusyu’ 1) Pengertian Khusyu’ a. Khusyu’ Menurut Bahasa Kata khusyu’ dalam bahasa Arab yang fasih adalah inkhifadh (kerendahan), dzul (kehinaan) dan sukun (ketenangan). Di antara contoh makna ini adalah firman Allah dalam surat Thaha ayat 108-109: ﹶﻪ ﹶﻋ ﺍﻋ ﺍﻟﺪ ﹶﻼ ﻤﻦ ﻠﺮ ﺍﺕ ﹶﺻ ﹾﻻ . ﹶﻮ ﹶﻪ ﺿ ﻤﻦ ﺍﻟﺮ ﹶﻪ ﹶﺫ ﺔﹸ ﹶﺎﻋ ﺍﻟﺸ ﹶﻊ ﻻﱠﺗ . } ﻃﻪ: 108 - 109 { Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyeru dengan tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja. Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang Yang Maha Pemurah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhoi perkataannya. 1 (QS. Thaha:108-109) Jadi, khusyu’nya bunyi-bunyian adalah perubahan frekuensi suara dari terdengar pelan, sayup-sayup, tenang dan akhirnya hening setelah sebelumnya bersuara keras. Khusyu’ hampir sama dengan khudhu’. Hanya saja. Khudhu’ itu berkenan dengan fisik, sedangkan khusyu’ mencakup keseluruhannya, baik fisik maupun psikis. Jadi arti khusyu’ secara lughawi tersebut, 1 Muhammad Noor, dkk., Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1996), hlm. 255.

Upload: dangkhue

Post on 03-Mar-2019

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

15

BAB II

SHALAT KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH

A. Shalat Khusyu’

1. Pengertian Shalat Khusyu’

1) Pengertian Khusyu’

a. Khusyu’ Menurut Bahasa

Kata khusyu’ dalam bahasa Arab yang fasih adalah inkhifadh

(kerendahan), dzul (kehinaan) dan sukun (ketenangan). Di antara

contoh makna ini adalah firman Allah dalam surat Thaha ayat 108-109:

وخشعت االصوات للرحمن فال تسمع جيومئذ يتبعون الداعي العوج له . يومئذ التنفع الشفاعة اال من اذن له الرحمن ورضي له قوال. اال همسا

} 109-108:طه{Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyeru dengan tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja. Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang Yang Maha Pemurah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhoi perkataannya.1(QS. Thaha:108-109)

Jadi, khusyu’nya bunyi-bunyian adalah perubahan frekuensi suara

dari terdengar pelan, sayup-sayup, tenang dan akhirnya hening setelah

sebelumnya bersuara keras.

Khusyu’ hampir sama dengan khudhu’. Hanya saja. Khudhu’ itu

berkenan dengan fisik, sedangkan khusyu’ mencakup keseluruhannya,

baik fisik maupun psikis. Jadi arti khusyu’ secara lughawi tersebut,

1 Muhammad Noor, dkk., Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra,

1996), hlm. 255.

Page 2: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

16

dapat dipahami bahwa shalat yang khusyu’ harus mengandung unsur

ketundukan dan kepasrahan kepada Allah SWT.2

Orang yang khusyu’ adalah orang yang padanya terlihat tanda-

tanda ketenangan, seperti tenangnya sebuah gedung yang kokoh

berdiri.

b. Khusyu’ Menurut Istilah

Khusyu’ menurut para ulama adalah lembutnya hati manusia,

redupnya hasrat yang bersumber dari hawa nafsu dan halusnya hati

karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

tinggi hati. Pada saat itulah, perasaan berada di hadapan Allah SWT

akan menguasai seorang hamba, sehingga dia tidak akan bergerak

kecuali bila diperintah dan tidak akan diam kecuali diperintah pula.

Oleh karena itu khusyu’ bisa diartikan sebagai berikut:

a) Komitmen untuk taat kepada Allah SWT dan meninggalkan segala

larangan-Nya.

b) Kondisi jiwa yang tenang dan berdampak pada ketenangan organ

tubuhnya.

c) Tergugahnya hati oleh keagungan Allah SWT., dan merasakan

hadirnya keagungan itu juga kewibawaan-Nya.

d) Merasakan hadir di hadapan Allah SWT., dengan penuh

ketundukan dan kehinaan.

e) Memancarnya cahaya pengagungan kepada Allah SWT., dalam hati

dan padamnya api syahwat.

f) Menerima dan tunduk pada kebenaran, tatkala berlawanan dengan

kehendak hawa nafsunya.3

2 Muchtar Adam, Meraih Salat Khsuyu’, dalam Abdullah Gymnastiar, dkk., “Salat dalam

Perspektif Sufi”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 204. 3 Salim bin Id Al-Hilali, Menggapai Khusyuk Menikmati Ibadah, (Solo: Era Intermedia, 2004),

hlm. 20-21.

Page 3: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

17

Begitulah pengertian khusyu’ secara syariat. Di dalamnya

terkandung makna kerendahan diri dan kepatuhan kepada Allah, Tuhan

semesta alam, dan dipadukan dengan sikap mengagungkan dan

mencintai-Nya.

2) Pengertian Shalat Khusyu’

Shalat secara bahasa berarti berdoa. Ia disebut doa karena sebagian

pelaksanaan shalat adalah doa. Dengan kata lain shalat secara bahasa

mempunyai arti mengagungkan. Dinamakan shalat karena ia merupakan

salah satu bentuk ibadah yang mengagungkan Allah SWT dan

mensucikan-Nya.4

Adapun pengertian shalat menurut syara’ adalah ucapan-ucapan dan

perbuatan-perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbiratul ihram dan

diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.5 Sedangkan secara

hakekat shalat mengandung pengertian berhadap hati (jiwa) kepada Allah

dan mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa

rasa keagungan, kebesaran-Nya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya.6

Sedangkan khusyu’ berarti jiwa raganya tunduk dan penuh taat dalam

mengerjakan shalat di hadapan Allah. Raganya tenang dan menunduk

karena merasa rendah di hadapan Allah. Semua ini bisa tercapai bila yang

bersangkutan merasa berada di bawah pengawasan Allah.7

Adapun ciri-ciri orang yang khusyu’ dalam shalatnya adalah selama

shalat ia bisa merasakan nikmatnya berinteraksi / berkomunikasi dengan

Allah dan seusai shalat berbuah dalam perubahan perilaku yaitu

akhlaknya semakin baik,8 hatinya semakin tenang (QS. at-Taubah: 40,

4 Misa Abdu, Al-Khusyu’ fish Shalat wa Asraruhu, (terj.) Jujuk Najibah Ardianingsih,

Menjernihkan Batin dengan Shalat Khusyu’, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2005), cet. 3, hlm. 16-17. 5 Zaini, Syahminan, Sudah Benarkah Shalatku?, (Jakarta: Samudra Ilmu, 2005), hlm. 16. 6 Sentot Haryanto, Psikologi Shalat; Kajian Aspek-aspek Psikologis Ibadah Shalat,

(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2005), hlm. 59. 7 Muhammad Thalib, 20 Tuntunan Khusyu’, (Surakarta: Kaafah Media, 2005), hlm. 26. 8 Abdullah Gymnastiar, Shalat Best of the Best, (Bandung: Khas MQ, 2005), hlm. 28.

Page 4: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

18

QS. al-Fath: 18), dada terbuka (QS. al-Insyirakh: 1-2) dan menangis

terharu (QS. Maryam: 58, QS. al-Isra’: 109).

Memperhatikan arti shalat dan khusyu’ tersebut di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa pengertian khusyu’ dalam shalat ialah melakukan

shalat dengan sikat taat dan tunduk kepada perintah-Nya, takut shalatnya

tidak diterima, mengharapkan ampunan-Nya, dan selalu merasa diawasi

oleh-nya sehingga timbul semangat untuk shalat dengan sempurna supaya

menjadi dekat kepada-Nya. Namun pada pokoknya semua itu harus

menyentuh hakikat shalat, yaitu rasa berkomunikasi dan menerima respon

dari yang disembah.9 Shalat merupakan sebuah tiang amaliyah agama

yang teramat besar. Shalat merupakan aktifitas jiwa (soul).10 Sedangkan

kekhusyu’an di dalam shalat tersebut merupakan tuntutan syari’at.

2. Pengaruh Shalat Khusyu’ dalam Jiwa Manusia

Khusyu’ mempunyai pengaruh yang besar dan kuat bagi jiwa seseorang,

karena khusyu’ dapat mengantarkan seseorang kepada hal-hal sebagai

berikut:11

1) Menumbuhkan kemampuan untuk berkonsentrasi

Ketika seseorang akan mengerjakan shalat untuk menghadap

Tuhannya, biasanya akan muncul hal-hal lain dalam pikirannya. Maka dia

harus berusaha untuk menghilangkan pikiran tersebut supaya dapat hadir

ketika mengagungkan dan bermunajat kepada Allah SWT. Konsentrasi

dalam shalat itu membutuhkan kekuatan atau latihan yang sangat berat,

kesabaran, rasa takut kepada Allah, dan kemampuan memusatkan diri

mengingat kepada Allah SWT, bukan perhatian pada lainnya. Ketika

orang shalat mencegah dirinya dari memikirkan selain Allah SWT, dan

9 Abu Sangkan, Pelatihan Shalat…op.cit.,hlm. 17. 10 Abu Sangkan, Pelatihan Shalat Khusyu’; Shalat Sebagai Meditasi Tertinggi dalam Islam,

(Jakarta: Baitul Ihsan, 2005), hlm. 7. 11 Misa Abdu, Al-Khusyu’ fish Shalat… op. cit., hlm. 21-30.

Page 5: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

19

dia hendak berkonsentrasi menghadap kepada-Nya, maka akal dan

tubuhnya dipusatkan menjadi satu, yaitu untuk mengingat Allah SWT.

Cara ini akan membantu terbentuknya daya konsentrasi pada diri

seseorang.12

2) Khusyu’dapat mempengaruhi jiwa seseorang di kala ruhnya berhubungan

dengan Tuhan dan menjadi khusyu’ kepada-Nya, sekalipun dalam waktu

yang sebentar.

Pengaruh khusyu’ bagi jiwa ini merupakan suatu hal yang pasti

terjadi, karena ruh seseorang yang tidak pernah berkomunikasi terhadap

Dzat yang menciptakannya atau bahkan jarang, maka akan muncul dalam

dirinya rasa gelisah, tidak qanaah, cinta dunia, bingung dan lain

sebagainya. Tetapi dengan shalat dan bermunajat kepada Allah SWT,

seseorang akan dapat berserah diri dan meminta apa saja yang

dikehendaki sehingga ia akan merasa lega dari perasaan-perasaan yang

menyertainya. Selain itu, ia juga akan mencari kekuatan, rasa qanaah dan

ridha dengan memohon kepada Allah SWT. Jika mushalla (orang yang

melakukan shalat) semakin khusyu’ dan dekat dengan Allah, maka

semakin bertambah keyakinannya terhadap Allah SWT sehingga ia tidak

mengenal putus asa dan keluh kesah dalam hatinya. Selain itu, dia juga

akan memiliki jiwa yang kuat dalam menghadapi persoalan-persoalan

yang kecil maupun yang besar dalam kehidupannya.

3) Khusyu’ membuat seseorang memiliki sifat rendah hati, sebab ia melihat

keagungan Allah SWT, dan sifat tawadhu’ karena dia melihat kemegahan-

Nya. Sifat-sifat inilah yang seharusnya dimiliki oleh hamba Allah SWT.

Seseorang yang meninggalkan tabiatnya dan mengikuti keinginan hawa

nafsunya maka akan muncul dalam dirinya sifat sombong atau bahkan

12 Imam Musbikin, Rahasia Shalat Bagi Penyembuhan Fisik dan Psikis, (Yogyakarta: Mitra

Pustaka, 2004), hlm. 57-58.

Page 6: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

20

sifat yang lebih jelek dari itu. Hal itu terjadi, karena dia keluar dari

tabiatnya dengan tidak mengagungkan Allah dan memuji-Nya.

Apalagi ketika kejelekan menimpanya maka ia akan semakin

berkeluh kesah. Namun sebaliknya, jika ia mendapatkan kebaikan, maka

ia menjadi kikir dan tidak mau melaksanakan hak dan kewajibannya

kepada Allah SWT, karenanya orang-orang yang selamat dari sifat yang

keji ini adalah mereka yang senantiasa melaksanakan shalat pada

waktunya. Shalat juga dapat mengubah sifat jelek pada diri seseorang

menjadi baik, bahkan dapat mengantarkannya mencapai kesempurnaan

dan keutamaan. Dengan demikian, kita akan tahu betapa besarnya

pengaruh shalat bagi jiwa dan perangai seseorang.

4) Khusyu’ akan mengantarkan seseorang kepada ma’rifat yang hakiki

terhadap Allah SWT dan keinginan untuk selalu menghadap-Nya. Selain

itu, khusyu’ akan membuat hati pelakunya merasa takut seakan-akan

mereka berada dalam suatu keadaan pada hari Kiamat.

5) Khusyu’ akan menjauhkan seseorang dari ucapan dan perbuatan yang

tidak berguna dan sesuatu yang dapat membuat hati mereka berpaling dari

dzikir kepada Allah SWT.

6) Shalat merupakan bentuk wasilah mensyukuri nikmat-nikmat Allah SWT

yang tak terhitung jumlahnya. Oleh karena itu orang yang meninggalkan

shalat berarti ia ingkar terhadap nikmat Tuhan, menyia-nyiakan hak dan

kewajiban atasnya, melanggar sumpah (ikrar) untuk beramal kepada-Nya

dan ingkar untuk mengakui keutamaan Dzat yang memberi rizki

kepadanya.

Sedangkan menurut Aa Gym pengaruh shalat khusyu’ dalam kehidupan

seseorang adalah pembawaannya tenang, sungguh-sungguh dalam kebaikan,

optimis penuh gairah dan semangat, tawadhu’, penyayang dan anti dzalim,

Page 7: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

21

disiplin terhadap waktu, mencintai hidup bersih, rapi, teratur, indah dan cara

berpikirnya bisa mudah konsentrasi.13

3. Fungsi Khusyu’ shalat dalam kehidupan sehari-hari

Shalat yang khusyu’ berfungsi sebagai berikut:

1) Memberi keberuntungan di dunia dan di akhirat. Maksudnya di dunia kita

dapat hidup bahagia sehingga terjauh dari perbuatan nista dan

mencelakakan diri, sedang di akhirat kita mendapatkan balasan surga. Hal

ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Mukminun ayat 1-2 yang

artinya; “Sungguh beruntunglah orang-orang mukmin, yaitu orang-orang

yang khusyu’ dalam salatnya”. (QS. al-Mukminun: 1-2)

2) Terjauh dari perbuatan keji dan merusak diri sendiri. Hal ini sesuai dengan

firman Allah dalam surat al-Ankabut ayat 45:

قلـى ولذكر اهللا اكبر قلىن الفحشآء والمنكر ان الصلوة تنهى ع الواقم الصلوة } 45: العنكبوت{. واهللا يعلم ما تصنعون

Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.14(QS. al-Ankabut: 45).

Maksud ayat ini ialah bahwa orang-orang yang melakukan shalat

dengan benar, (yaitu) shalat dengan khusyu’, pasti akan terjauh dari hal-

hal yang merugikannya, merusak akhlaknya, dan melindunginya dari

segala macam keburukan yang mengancam ketenangan hidupnya.

Demikianlah sebab shalat merupakan urusan yang paling besar dalam

usaha manusia mendekatkan diri kepada Allah atau mengingat-Nya.

Tujuan shalat seperti ini akan tercapai hanyalah bila shalat kita lakukan

13 Abdullah Gymnastiar, Shalat…op. cit., hlm. 28. 14 Muhammad Noor, dkk., Al-Qur’an…op. cit., hlm. 321.

Page 8: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

22

dengan sikap tunduk lahir dan batin, penuh rasa harap dan cemas akan

ampunan Allah, serta dengan sikap penuh mengagungkan kebesaran

Allah. Tanpa sikap ini, tentu kita tidak akan mendapatkan keuntungan

sedikit pun bagi kehidupan kita di dunia dan di akhirat.

3) Menumbuhkan rasa kasih sayang dan semangat tolong-menolong kepada

fakir miskin, yatim dan orang lemah lainnya. Hal ini sesuai dengan surat

al-Mudatstsir ayat 42-45:

قرس في لككماسم.نلياملص من كن ا لمقالو . نكيالمس طعمن كمل نا . الوكنونآئضيالخ عم ضوخ45-42: املدثر{. ن {

Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. Dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya.15 (QS. al-Mudatstsir: 42-45)

Dari ayat di atas kita memperoleh gambaran bahwa orang-orang

yang shalatnya benar akan memiliki sifat suka menolong kepada orang

miskin dan kaum lemah lainnya. Dikatakan demikian sebab shalat yang

khusyu’ akan menjauhkan orang dari melakukan perbuatan-perbuatan

yang menjerumus-kannya ke dalam sikap melanggar ajaran-ajaran Allah.

Di antara ajaran-ajaran Allah kepada orang mukmin adalah menolong dan

memberi makan orang miskin, anak yatim dan orang yang lemah.

Tegasnya shalat khusyu’ dapat melahirkan sikap kepedulian sosial yang

tinggi pada golongan yang lemah.

Dengan memperhatikan fungsi khusyu’ dalam shalat dan manfaat

dalam membina akhlak manusia, kita dapat mengambil pelajaran bahwa

shalat yang khusyu’ dapat menjadikan kehidupan pribadi, keluarga,

masyarakat dan pergaulan segenap umat manusia penuh suasana

15 Ibid., hlm. 460.

Page 9: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

23

persaudaraan tolong-menolong, tenteram dan bahagia. Orang yang

melakukan shalat dipenuhi oleh rasa takut dan harap akan kehadiran

Allah, sehingga setiap gerak-geriknya merasa diawasi oleh Allah. Oleh

karena itu, dalam dirinya hanya ada dorongan dan motivasi melakukan

segala kebaikan dengan kemampuan agar mendapat keridhaan dan pahala

dari Allah.16

Kekhusyu’an dalam shalat akan berpengaruh pula pada

kekhusyu’an dalam kehidupan insan yang melakukannya.17 Adapun yang

dimaksud dengan khusyu’ pada kehidupan adalah mampu menjaga diri

dari perbuatan keji dan munkar dengan mewujudkan perilaku-perilaku

terpuji sebagai bukti nyata dari pernyataan-pernyataan yang dibaca

sewaktu shalat.18

Shalat apabila ditegakkan dan dijalankan dengan niat ikhlas karena

Allah SWT dan penuh kekhusyu’an, maka manfaatnya dapat dirasakan

langsung dalam kehidupan sehari-hari.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekhusyu’an Shalat

Adapun yang membantu lahirnya khusyu’, sebagaimana pendapat Salim

bin Ied Al-Hilali yang dikutip Ma’ruf Abdul Jalil dan Syahriel, adalah sebagai

berikut:19

1) Mengenal Allah melalui nama dan sifat-Nya

Khusyu’ dalam hati manusia bertingkat-tingkat sesuai dengan

tingkat pengenalannya terhadap Allah dan sesuai dengan perbedaan hati

dalam menyaksikan sifat-sifat-Nya yang akan melahirkan kekhusyu’an.

16 Muhammad Thalib, 20 Tuntunan….op. cit., hlm. 28-31. 17 M. Hembing Wijayakusuma, Hikmah Shalat Untuk Pengobatan dan Kesehatan, (Jakarta:

Pustaka Kartini, 1994), hlm. 179

18 Ibid. 19 Salim bin Ied al-Hilali, Al-Khusyu wa Atsaruhu fi Bina il-Ummah, (terj.) Ma’ruf Abdul Jalil

dan Syahriel, Khusyuk Sebagai Pola Hidup Akhlakul Karimah, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001), cet. 2, hlm.103-119.

Page 10: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

24

Seseorang yang bermaksud hendak memperkuat kekhusyu’annya

hendaknya mengkaji arti dekatnya Allah kepadanya, mengkaji rahasia-

rahasia-Nya yang menjadikan dirinya merasa malu kepada-Nya dan harus

merasa terawasi oleh-Nya dalam segala gerak-geriknya.

Seseorang yang ingin meningkatkan kualitas khusyu’nya

hendaklah menelaah ke-Mahasempurnaan-Nya dan ke-Mahaindahan-Nya

yang memastikan dirinya cinta dan rindu untuk bertemu dan melihat-Nya.

Seseorang yang ingin meningkatkan mutu khusyu’nya hendaklah

mempelajari dengan baik perihal kerasnya siksa dan balasan-Nya yang

menyebabkan dirinya merasa takut kepada-Nya.

Seseorang yang punya beberapa hal di atas dalam hatinya, dijamin

bahagia karena ia bakal merasakan manisnya iman yang akan

mengantarkan dirinya kepada khusyu’, sakinah dan thuma’ninah.

2) Ilmu yang bermanfaat

Banyak sekali orang-orang mengerti dan mengetahui tentang

sesuatu, tapi pengetahuan mereka sebatas lahiriah saja.

Orang yang hatinya tidak terjalin hubungan baik dengan pencipta

jagat raya ini dan tidak mengetahui sunnah-Nya yang sama sekali tidak

mengalami perubahan dan pergantian, melihat sesuatu dengan bingung

seolah-olah tidak melihat. Dia melihat romantika kehidupan sebatas

lahiriah saja, tanpa mengetahui apa hikmahnya. Demikian mayoritas

manusia sekarang.

Orang yang hatinya tidak mengenal, tidak akan dapat mengambil

manfaat dari apa yang dilihat dan didengar serta dari apa yang dilihat dan

didengar serta dari apa yang dicoba. Hatinya tidak berhubungan dengan

hakikat kebenaran yang ada di balik kehidupan yang konkret dan nyata

ini. Mereka pada hakikatnya tidak dianggap mengetahui. Sehubungan

dengan mereka ini, Allah berfirman dalam surat ar-Rum ayat 6-7:

Page 11: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

25

يعلمون ظاهرا من . اليخلف اهللا وعده ولكن اكثر الناس اليعلمونقلى وعد اهللا } 7-6: الروم{. وهم عن االخرة هم غفلونقلىالحيوة الدنيا

(sebagian) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.20 (QS. ar-Rum: 6-7)

Allah SWT telah menganugerahkan ayat-ayat-Nya dan berbagai

karunia lainnya kepada manusia. Mereka diberi Allah perhiasan ilmu,

kesempatan yang luas untuk mengangkat harkat dan martabatnya dari

permukaan bumi menuju langit dan agar mereka melalui jalan yang lurus.

Akan tetapi kenyataannya, mereka justru membangkang, mereka

menyimpang dari ayat-ayat-Nya, menanggalkan pakaian takwanya,

sehingga mereka tergelincir dari petunjuk-Nya menuju hawa nafsunya

hingga mereka meninggal dunia.

Betapa banyak orang-orang diberi karunia ilmu dan kesempatan

yang luas, tetapi mereka tidak mendapat hidayah! Mereka menjadikan

ilmunya sebagai sarana untuk mengubah firman-Nya dan demi

kepentingan hawa nafsunya. Mereka lebih patuh kepada pada penguasa

yang zalim yang mereka anggap sebagai pemilik penuh jagat raya ini dari

pada kepada Tuhannya.

Itulah ilmu yang tidak bisa memelihara pemiliknya dari syahwat

keinginan-keinginan rendahan, sehingga ia lebih suka bergelimang dengan

urusan duniawi saja hingga masuk ke liang lahat. Ia hanya memanfaatkan

ilmunya untuk kepentingan hawa nafsunya, mengikuti setan dan antek-

anteknya.

20 Muhammad Noor, dkk., Al-Qur’an…op. cit., hlm. 323.

Page 12: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

26

Maka dari itu, sebenarnya ilmu bukan hanya sekedar ma’rifah

(pengetahuan), akan tetapi meliputi juga akidah yang mampu

menanamkan dalam hati kesungguhan untuk beribadah kepada Allah

semata ketika di dunia.

Sesungguhnya ilmu yang bersifat teori tidak bisa melahirkan

sesuatu, karena ia berupa ma’rifah (pengetahuan) yang statis yang tidak

sanggup memelihara pemiliknya dari tarikan hawa nafsu, tidak mampu

menghidarkannya dari hal-hal yang menggiurkan dan tidak mampu

mendorong pemiliknya untuk menolak setan bahkan dapat menjadikan

orang yang bersangkutan tunduk kepada seleranya sepanjang hayat.

Kebanyakan otak manusia hanya memikirkan urusan duniawi

semata, sedang terhadap kehidupan akhirat, mereka lalai. Mereka tidak

tahu tentang hikmah penciptaan alam, mereka lalai terhadap kehidupan

akhirat, mereka tidak bisa menilai hikmah penciptaan alam dengan tepat,

mereka tidak bisa menghitung hikmahnya dengan benar dan mereka tidak

mengetahui bahwa kehidupan akhirat adalah finish dari suatu perjalanan

panjang dan sebagai permulaan bagi tempat kembali kepada-Nya yang

tersusun rapi dan kokoh.

Sesungguhnya terhadap negeri akhirat menyebabkan semua

standar nilai yang dipakai oleh orang-orang yang lalai rusak, sehingga

mereka tidak mampu memikirkan kejadian-kejadian dalam dunia dengan

pikiran jernih karena ilmu yang mereka miliki sama sekali tidak dikaitkan

dengan urusan akhirat. Hati manusia yang berhubungan dengan urusan

akhirat akan mampu melahirkan pemikiran yang tepat. Kehidupan di

dunia hanyalah merupakan masa transit untuk menuju perjalanan yang

amat panjang. Orang-orang seperti mereka mendapat bagian dunia sedikit

dan bagian akhirat pun sedikit.

Page 13: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

27

3) Men-tadabburi ayat al-Qur’an

Allah sangat mendorong hamba-hamba Nya agar mengkaji

nasihat-nasihat al-Qur’an dan Dia juga menjelaskan bahwa tiada alasan

apa pun bagi seseorang untuk tidak men-tadabburinya. Sebab, andaikata

al-Qur’an ini disampaikan kepada gunung-gunung, niscaya gunung-

gunung tersebut tunduk dan tersungkur karena khusyu’ dan takut kepada

Nya. Sebagaimana firman Allah dan surat al-Hasyr ayat 21:

وتلك قلىلو انزلنا هذا القران على جبل لرايته خاشعا متصدعا من خشية اهللا } 21: احلشر{. االمثال نضربها للناس لعلهم يتفكرون

Kalau sekiranya Kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir.21 (QS. al-Hasyr: 21)

Begitu juga hati yang terbuka yang menerima al-Qur’an dalam

keadaan bergetar, berdebar dan kulitnya menggigil, kemudian jiwanya

menjadi tunduk dan hatinya menjadi luluh berkat al-Qur’an. Maka kulit

dan hati mereka menjadi lunak serta tenang di waktu disebut nama Allah.

Mereka dikuasai oleh emosi dari pengaruh al-Qur’an, sehingga

mulutnya tidak sanggup mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya,

maka bercucuranlah air matanya sambil membaca al-Qur’an.

Khusyu’ di waktu nama Allah disebut adalah suatu kenyataan yang

tidak bisa dibantah oleh siapapun, walaupun hal ini hanya diketahui oleh

orang-orang yang imanya kuat dan selalu berzikrullah. Perasaan khusyuk

dan takut seperti ini tidak bisa diungkapkan dengan lisan dan perasaan

seperti ini tidak bisa dipindahkan kepada orang lain melalui perkataan.

Sebab ini di atas perkataan, ia adalah ketenangan dan kesejukan yang ada

dalam hati. Sebagaimana firman Allah dan surat ar-Ra’du ayat 28:

21 Ibid., hlm. 437.

Page 14: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

28

. اال بذكر اهللا تطمئن القلوبقلىالذين امنوا وتطمئن قلوبهم بذكر اهللا }28: الرعد{

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.22 (QS. ar-Ra’du: 28)

Ketahuilah karena mengingat Allah, bahwasanya faedah-faedah

dzikrullah tidak bisa dihitung oleh kemampuan manusia.23

Adapun untuk mencapai khusyu’ dalam shalat, kaitannya dengan

ini M. Thalib (2005), merangkumnya dalam 20 (dua puluh) langkah;24

(1) bila lapar, makan lebih dahulu; (2) tidak menahan kencing, kentut dan buang air besar atau kecil; (3) tidak mengantuk; (4) berpakaian baik dan bersih; (5) udara tidak panas; (6) melakukan shalat di awal waktu; (7) pergi ke masjid dengan tenang dan didahului dengan do’a, jika shalat di masjid; (8) tempat shalat harus bersih dari kotoran; (9) tempat shalat harus bersih dari gambar; (10) tempat shalat tidak bising; (11) ketika shalat pikiran tidak disibukkan oleh urusan duniawi; (12) tidak tergesa-gesa melakukan bacaan dan gerakan shalat; (13) menyadari bacaan yang diucapkan; (14) ruku’ dan sujud dengan tenang; (15) tidak menoleh ke kanan atau ke kiri; (16) melihat ke tempat sujud; (17) tidak mengusap pasir (debu) ke tempat sujud; (18) tidak menguap; (19) tidak meludah kecuali terpaksa; dan (20) meluruskan dan merapatkan saf (barisan) dalam shalat berjamaah.

5. Upaya Menguatkan Kekhusyu’an Shalat

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka menguatkan

ke-khusyu’an dalam pelaksanaan shalat, yaitu sebagai berikut:25

1) Persiapan sebelum shalat

Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa kegiatan, antara lain;

mengulang-ulangi bacaan muadzdzin, membaca doa sesudah adzan,

22 Ibid., hlm. 201. 23 Salim bin Ied al-Hilali, Al-Khusyu’…op. cit., hlm. 122. 24 Muhammad Thalib, 20 Tuntunan….op. cit., hlm. 37-121. 25 Muhammad Shaleh Al-Munjid, Shalat Yang Khsuyuk…op. cit., hlm. 13-33.

Page 15: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

29

memanjatkan doa pada rentang waktu antara adzan dan iqamat,

membaguskan wudhu, membaca basmalah dipermulaannya, serta

membaca doa diakhirnya. Memakai pakaian yang bersih, mempersiapkan

lokasi tempat shalat, membersihkan lokasi tempat shalat, bersegera ke

masjid, menunggu pelaksanaan shalat dengan berdzikir, meluruskan,

menyamakan dan merapatkan saf (barisan) shalat.

Di samping itu yang perlu dilakukan dalam persiapan shalat ini

adalah lepaskanlah duniawiyah, baguskan budi pekerti ingatlah Allah,

sejalan dengan itu siapkan rasa tawakkal untuk mendapat khusyu’ yang

kekal.26

2) Thumakninah di dalam shalat

Hal ini dilakukan karena seseorang yang tidak thumakninah di

dalam shalatnya tidak mungkin dia bisa memperoleh ke-khusyu’an, karena

sikap ngebut (tergesa-gesa) itu bisa menghilangkan rasa khusyu’.

3) Mengingat mati di dalam shalat

Maksudnya di sini adalah shalat orang yang menduga dia tidak

bakal melakukan shalat lagi sesudah itu. Dan jika si pelaku tadi mati –

yang mana hal itu suatu kemestian baginya – maka itulah shalatnya yang

terakhir. Oleh karena itu, hendaklah dia menghadapi shalat yang tengah

dikerjakannya itu dengan khusyu’. Dia tidak tahu, mana tahu inilah yang

terakhir ia lakukan.

4) Menghayati ayat-ayat dan semua bacaan shalat

Penghayatan itu terwujud, bila si pembaca memiliki pemahaman

terhadap apa yang tengah ia baca, lalu meneteslah air matanya dan

tergores kesan-kesannya di dalam jiwa. Di antara usaha-usaha yang

membantu banyak dalam pemahaman, ialah mengulang-ulang ayat dan

memperhatikan (men-tadabburkan) kandungannya. Termasuk juga dalam

26 Ahmad, Pengantar Shalat Yang Khusyu’, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1984), hlm. 194.

Page 16: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

30

upaya menambah pemahaman ialah berlarasan (tajawud) dan berinteraksi

(tafa’ul) dengan ayat-ayat yang dibaca. Di samping itu juga termasuk

usaha dalam rangka meningkatkan pemahaman, ialah menghafal al-

Qur’an dan beragam bacaan yang termasuk dalam rukun shalat, untuk

dibaca dan direnungkan kandungannya.

Tak dapat dipungkiri, bahwa semua tindakan ini, yaitu perenungan

(tadabbur), pengulangan dan berlarasan atau berinteraksi dengan ayat dan

bacaan shalat, adalah di antara penambah ke-khusyu’an dalam shalat.

5) Membaca dengan tartil

Bacaan dengan tartil dan perlahan-lahan, lebih memudahkan untuk

tafakur (tadabbur) dan khusyu’, berbeda dengan bacaan cepat dan tergesa-

gesa.

6) Memandang ke tempat sujud

Di dalam rangka mengundang ke-khusyu’an dalam shalat salah

satunya dengan cara mengalihkan pandangan mata ke tempat sujud,

karena hal ini akan tidak mengganggu konsentrasi, beda halnya jika

pandangan mata diarahkan selain tempat sujud.

Kemudian selain itu ada empat cara yang harus diperhatikan dan

harus ditempuh dalam rangka mendapatkan kekhuyu’an dalam shalat.

Pertama, melupakan segala urusan di luar shalat dimulai sejak melakukan

takbiratul ihram hingga salam. Kedua, melakukan shalat dengan memilih

tempat yang jauh dari keramaian. Ketiga, menguasai bacaan-bacaan dalam

shalat dengan lancar. Keempat, memahami makna yang terkandung dalam

setiap bacaan shalat.27

27 M. Hembing Wijayakusuma, Hikmah…op. cit., hlm. 179.

Page 17: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

31

6. Penghalang yang Memalingkan dan Mengeruhkan Rasa Khusyu’

Ada beberapa hal yang menjadi penghalang bahkan bisa memalingkan

rasa khusyu’ dalam shalat, yaitu sebagai berikut:28

1) Menyingkirkan segala yang mengganggu dari lokasi shalat

2) Tidak shalat dengan memakai pakaian yang dipenuhi ukiran, gambar dan

warna-warni yang bakal mengganggu si pelaku shalat

3) Tidak shalat dalam keadaan menahan buang air besar dan buang air kecil

4) Tidak shalat dalam keadaan sangat mengantuk

5) Tidak shalat dekat orang yang sedang mengobrol atau sedang tidur

6) Tidak menimbulkan gangguan terhadap pelaku shalat yang lain dengan

menyaringkan bacaan

7) Tidak menoleh-noleh di dalam shalat

8) Tidak mengangkat pandangan ke langit

9) Tidak meludah ke arah depan ketika shalat

10) Menahan kuap di dalam shalat.

B. Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah

1. Pengertian Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah

Sebelum masuk pada pengertian thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah

terlebih dahulu kita pahami bersama pengertian thariqah itu sendiri. Thariqah

berasal dari kata serapan bahasa Arab yaitu al-Thariqah yang artinya

perjalanan, metode.29 Adapun menurut istilah thariqah adalah jalan, petunjuk

dalam melakukan sesuatu ibadat sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan

dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun-temurun

sampai kepada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai berantai.30

28 Muhammad Shaleh Al-Munjid, Shalat Yang Khsuyuk…op. cit., hlm. 75-92. 29 Husen Al-Hasbi, Kamus al-Kutsar, YPAI, 1988, hlm. 232. Lihat juga dalam Abu Su’ud,

Islamologi; Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 193.

30 Aboebakar Aceh, Pengantar Ilmu Thariqah, (Solo: Ramadhani, 1996), hlm. 67.

Page 18: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

32

Sedangkan pengertian thariqah menurut pandangan para ulama

mutashawwifin, yaitu jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah

sesuai dengan ajaran yang di bawa oleh Rasulullah saw., dan yang

dicontohkan oleh beliau dan para sahabatnya serta para tabi’in, tabi’it tabi’in

dan terus bersambung sampai kepada guru-guru, ulama secara bersambung

hingga pada masa sekarang ini.31 Lebih khusus lagi thariqah di kalangan

sufiyah berarti sistem dalam rangka mengadakan latihan jiwa, membersihkan

diri dari sifat-sifat yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji

dan memperbanyak dzikir dengan penuh ikhlas semata-mata untuk

mengharapkan bertemu dengan bersatu secara rohaniah dengan Tuhan.32

Kalau menurut beberapa ahli pengertian thariqah adalah sebagai

berikut; menurut Prof. Dr. Abu Bakar Aceh, thariqah yaitu jalan menuju

kepada Tuhan yang dapat membawa manusia kebahagiaan dunia dan

akhirat.33

Sedangkan Prof. Dr. Buya Hamka sebagaimana dikutip Sodikin,

thariqah yaitu antara makhluk dan Khaliq itu ada perjalanan yang harus kita

tempuh.34

Dari beberapa pengertian para ulama di atas, jelas bagi kita bahwa

thariqah itu suatu jalan atau cara yang ditempuh oleh seseorang penganutnya

guna mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta mencari keridhaan-Nya

dalam bentuk beribadat. Demikianlah thariqah itu merupakan tindak lanjut

dalam perkembangan tasawuf yang kian hari kian banyak jumlah

pengikutnya.

31 Moh. Saifullah Al-Aziz Senali, Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf, (Surabaya: Terbit

Terang, 1998), hlm. 77. 32 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 270. 33 Moh. Saifullah Al-Aziz Senali, Risalah…op. cit., hlm. 77. 34 Sodikin Faqih, Ajaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, (Tasikmalaya: Yayasan Bhakti

Pom. Pes. Suryalaya Jabar, tt.), hlm. 8.

Page 19: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

33

Setelah dipahami pengertian thariqah secara umum sebagaimana

tersebut di atas, maka selanjutnya perlu dipahami bersama mengenai

pengertian thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah secara khusus dan mendalam.

Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah merupakan penggabungan dari

kedua thariqah, yakni Qadiriyah dan Naqsabandiyah. Thariqah Qadiriyah

yaitu suatu thariqah yang dinisbatkan kepada nama pendirinya yaitu Syekh

Abdul Qadir Jaelani yang hidup pada tahun 1078-1166 (471-560H).

Sedangkan Naqsabandiyah juga merupakan suatu thariqah yang

diambil dari nama pendirinya yaitu Syekh Muhammad Bahauddin

Naqsabandi, yang hidup pada tahun (717-791 H).35

Sehingga thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah yang berkembang di

Indonesia adalah merupakan penggabungan antara thariqah Qadiriyah dan

thariqah Naqsabandiyah yang tidak dikenal di dunia Islam. Dalam thariqah

ini beberapa dari teknik dari thariqah Qadiriyah digabungkan dengan teknik

yang dipilih dari thariqah Naqsabandiyah.

Orang yang dikenal sebagai pendiri thariqah baru ini adalah seorang

sufi dari Indonesia yang bernama Ahmad al-Sambasi. Dia berasal dari

Sambas, Kalimantan Barat, tetapi menetap dan mengajar di Makkah pada

pertengahan abad 19.36

Akan tetapi dalam masyarakat ada asumsi bahwa bilamana hal-ikhwal

amaliah thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah itu jika dilihat oleh orang-orang

yang belum berma’rifat sudah pasti ditolak, bahkan mungkin terjadi macam

prasangka tidak baik terhadap ulama ahli thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah,

dan para pengikutnya dianggap sebagai melakukan sesuatu amalan atau

ibadah yang tidak dijumpai di dalam syari’at nabi Muhammad saw., akan

tetapi apabila amaliah thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah itu dilihat oleh

35 Lembaga Research dan Survey IAIN Walisongo, Pola Hubungan Penganut Thariqah di Jawa Tengah, (Semarang: IAIN Walisongo, 1980), hlm. 35.

36 Martin Van Brulnessen, Kitab Kuning Pesantren dan Thariqah, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 308.

Page 20: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

34

orang yang sudah sedikit banyak berada dalam ma’rifat, setidak-tidaknya

menguasai ilmu tasawuf, maka sewajarnya dan seyogyanya mereka itu

mempercayai ajaran thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah tersebut.37

Hal ini dikarenakan bahwa amalan-amalan thariqah Qadiriyah

Naqsabandiyah ini sudah jelas berlandaskan syara’ yang mulia, maka tidak

mustahil semakin hari semakin bertambah dan berkembang pesat

pengaruhnya di kalangan masyarakat, misalnya di Indonesia terutama di

Sumatera dan Jawa.

2. Tujuan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah

Amalan thariqah sebagaimana yang lazim dikerjakan oleh para jama’ah,

sebenarnya banyak sekali tujuan yang hendak dicapai antara lain yaitu:

a) Dengan mengamalkan thariqah berarti mengadakan beberapa latihan jiwa (riyadhah) dan berjuang melawan hawa nafsu (mujahadah) membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan diisi dengan sifat-sifat yang terpuji dengan melalui perbaikan budi pekerja dalam berbagai segi kehidupan.

b) Dapat mewujudkan ingat kepada Allah Dzat Yang Maha Besar dan Maha Kuasa atas segalanya dengan cara mengamalkan wirid dan dzikir dibarengi (tawajjuh) tafakkur yang dikerjakan secara terus menerus.

c) Dari sini maka timbul perasaan takut kepada Allah sehingga dalam diri seseorang itu timbul suatu usaha untuk menghindarkan diri dari segala macam pengaruh dunia yang dapat dikarenakan lupa kepada Allah.

d) Jika hal itu semua dapat dilakukan dengan penuh keikhlasan dan ketaatan kepada Allah, maka tidak mustahil akan dapat dicapai suatu tingkatan ma’rifah.

e) Akhirnya dapat diperoleh apa yang sebenarnya yang menjadi tujuan hidup ini.38

Itulah tujuan yang diperoleh setiap pengamal thariqah yang

mu’tabarah. Kendatipun thariqah atau jalan itu banyak jumlahnya, tidaklah

berarti seluruhnya boleh ditempuh karenanya cukup satu saja, yang dapat

mengantarkan pada tujuan.

37 Imran ABA, Di Sekitar Thariqah Naqsabandiyah, (Kudus: Menara, 1980), hlm. 24. 38 Sodikin Faqih, op. cit.,hlm. 8.

Page 21: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

35

Dari segi eksistensi amalan thariqah yang bertujuan hendak mencapai

pelaksanaan syari’at secara tertib dan teratur serta teguh di atas norma-norma

yang semestinya dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya. Hal ini sesuai firman

Allah dalam surat al-Jin ayat 16:

}16: اجلن{.وان لو استقاموا على الطريقة ال سقينهم مآء غدقاDan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak). 39 (QS. al-Jin: 16)

Menurut tinjauan ulama thariqah ayat di atas secara formal (bunyi

lafalnya) maupun material (isi yang tersirat didalamnya) adalah jelas

merupakan sumber hukum diizinkan melaksanakan amalan-amalan thariqah.

Hal ini dikarenakan dengan mengamalkan thariqah akan dapat diperoleh

tujuan melaksanakan syari’at Islam yang sebenar-benarnya sesuai dengan

yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya.

Demikian antara lain beberapa tujuan yang akan diperoleh bagi setiap

orang yang mengamalkan thariqah. Jelasnya ia akan dapat mengerjakan

syari’at Allah dan Rasul-Nya dengan melalui jalan dengan sistem yang

mengantarkan tercapainya tujuan hakikat sebenarnya sesuai dengan yang

dikehendaki oleh syari’at itu sendiri.

3. Sejarah dan Pendirinya Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah

Di Indonesia thariqah ini terkenal dengan thariqah Qadiriyah

Naqsabandiyah. Thariqah ini dianggap sebagai thariqah terbesar, terutama di

pulau Jawa.

Pada abad ke-8, hanya ada thariqah Qadiriyah dan Naqsabandiyah di

samping ratusan thariqah lainnya. Thariqah ini lebih merupakan sebuah

39 Muhammad Noor, dkk., Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra,

1996), hlm. 457.

Page 22: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

36

thariqah baru yang didalamnya unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan

Naqsabandiyah telah dipadukan menjadi sesuatu yang baru.40

Menelusuri sejarah perkembangan thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah di

dunia Islam merupakan suatu pekerjaan yang tidak mungkin karena tidak

dikenalnya jenis thariqah tersebut. Namun kehadiran jenis thariqah tersebut

tentu tidak terlepas dari sejarah yang digabungkan itu yaitu thariqah

Qadiriyah Naqsabandiyah.

Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyyah ialah sebuah thariqah gabungan

dari thariqah Qadariyah dan thariqah Naqsabandiyyah (TQN). Thariqah ini

didirikan oleh Syaikh Ahmad Khatib Sambas (1802-1872) yang dikenal

sebagai penulis Kitab Fath al-Arifin. Sambas adalah nama sebuah kota di

sebelah utara Pontianak, Kalimantan Barat. Syaikh Naquib al-‘Attas

mengatakan bahwa;

(TQN) tampil sebagai sebuah thariqah gabungan karena Syaikh Sambas adalah seorang Syaikh dari kedua thariqah 41dan mengajarkanya dalam satu versi yaitu mengajarkan dua jenis zikir sekaligus yaitu zikir yang dibaca dengan keras (jahar) dalam thariqah Qadariyah dan zikir yang dilakukan di dalam hati (khafi) dalam thariqah Naqsabandiyyah.42 Sesudah belajar agama dasar di kampungnya, Syaikh Sambas berangkat

ke Makkah pada usia sembilan belas tahun untuk meneruskan studinya dan

40 Martin Van Brulnessen, Thariqah Naqsabadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: Khasanah Ilmu-

ilmu Islam, 1992), hlm. 89. 41 Syed Naquib al-‘Attas, Some Aspecte of Sufism as Understand an Practises among the

Malays ed. Shirie Gordon, (Singapore: Malayan Socialogical Research Institute, 163), hlm. 33. 42 Ahmad Khatib Sambas, Fath al-‘Arifin, hlm. 3. Syaikh Sambas juga mengatakan bahwa zikr

al-nafy wa al-itsbat dapat dilakukan dengan suara keras atau perlahan. Dari data historis tentang zikr, kita menjumpai bahwa zikir Qadiriyah selalu dibaca dengan suara keras, sementara zikir yang dikaksanakan Naqsabandiyah biasanya secara perlahan. Namun begitu diberitakan bahwa pernah zikir juga dibaca dengan suara keras. Mengenai sejarah pelaksanaan zikir dalam thariqah Naqsabandiyah dapat dibaca dalam tulisan Hamis Algar, “Silent Vokal Dhikr in the Naqsabandi Order”, dalam “Akten des VII Kongreses fir Arabistik und Islam wissenschat Gottingen”, ed. Albert Dietrich (Gottingen, 1976), hlm. 44. Keterangan ini sebagaimana dikutip Sri Sulyati, et’al., dalam “Mengenal Dan Memahami Thariqah-thariqah Muktabarah di Indonesia”, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm. 253.

Page 23: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

37

menetap di sana hingga wafatnya pada tahun 1289 H / 1872. Di Makkah

beliau belajar ilmu-ilmu Islam termasuk tasawuf, dan mencapai posisi yang

sangat dihargai di antara teman-teman sejawatnya, dan kemudian menjadi

seorang tokoh yang berpengaruh di seluruh Indonesia. Di antara gurunya

adalah Syaikh Daud bin Abd Allah bin Iddris al- Fatani (wafat sekitar 1843),

seorang ‘alim besar yang juga tinggal di Makkah, yaitu Syaikh Syams al-Din,

Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari (w. 8112) dan bahkan menurut sebuah

sumber, Syaikh Abd al-Shamad al-Palimbani (w. 1800). Dari semua murid-

murid Syaikh Syams al-Din, Ahmad Khatib Sambas mencapai tingkat yang

tertinggi dan kemudian ditunjuk sebagai Syaikh Murshid Kamil Mukammil. 43

Gurunya yang lain yaitu Syaikh Muhammad Shalih Rays, seorang

mufti Syafi’i, Syaikh Umar bin Abd al-Rasul al-‘Attar, seorang mufti Safi’i

lainnya (w. 1249/1833/4), dan Syaikh ‘Abd al-Hafizh Ajami (w.

1235/1819/20). Beliau juga menghadiri kuliah-kuliah yang diberikan oleh

Syaikh Bisri al-Jabati, seorang mufti Maliki, lalu Sayyid Ahmad al-Marzuqi,

seorang mufti Hanafi, Sayyid Abd Allah (bin Muhammad) al-Mirghani (w.

1273/1856/7) dan ‘Utsman Bin Hassan al-Dimyati (w. 1849).44

Dari keterangan tersebut kita dapat mengetahui bahwa Syaikh Sambas

telah belajar Fikih dengan padat, belajar kepada tiga dari empat Mazhab fikih

terkemuka. Kebetulan al-‘Attar, al-‘Ajami dan al-Rays, adalah terdaftar

sebagai guru teman semasa beliau di Makkah yaitu Muhammad bin ‘Ali al-

Sanusi (w. 1859), pendiri thariqah Sanusiyah dan Muhammad ‘Utsman al-

Mirghani, pendiri thariqah Khatmiyah.45 Berikut ini secara singkat kedua asal

thariqah yang dibentuk Syaikh Sambas (TQN). Istilah Thariqah Qadiriyah

Naqsabandiyah merupakan gabungan dua macam thariqah yakni Qadiriyah

dan Naqsabandiyah.

43 Sri Mulyati, et’al., Mengenal Dan Memahami Thariqah-thariqah Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm. 255.

44 Ibid., 254-255. 45 Ibid., hlm. 255.

Page 24: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

38

Thariqah Qadiriyah adalah suatu thariqah yang didirikan oleh Syekh

‘Abd al-Qadir al-Jelani (1077-1167). Ayahnya bernama Abu Shalih bin

Jankidust. Sewaktu muda, ‘Abd al-Qadir pergi ke Baghdad untuk belajar dari

sejumlah guru, tetapi tetap menganut mazhab Hanbali. Pelajaran ini

mencakup hadits dan fikih dalam mazhab Hanbali, pertama di bawah

bimbingan Abu Sa’ad al-Mubarak al-Mukharrimi, lalu diajar oleh Syaikh

Ahmad (atau Hammad) Abu al-Kahyr al-Dabbas (w. 523 / 1121), dan

kemudian dari sejumlah guru lain. Setelah belajar beberapa lama, termasuk

masa berkelana di Irak, ‘Abd al-Qadir kembali ke Baghdad dan mulai terkenal

sebagai penceramah dalam acara-acara publik.46

Syekh ‘Abd al-Qadir al-Jelani adalah seorang yang ‘alim (ahli ilmu

agama Islam) dan zahid (seorang yang mempraktikkan zuhud, tidak terikat

hati kepada dunia) semula sebagai seorang ahli fikih mazhab Hanbali lalu

dikenal sebagai seorang sufi besar yang banyak keramatnya. Setelah wafatnya

putranya Abd al-Wahhab (1157-1196 M) meneruskan kegiatan ayahnya, lalu

dilanjutkan oleh putranya yang lain ‘Abd al-Salam (w. 1213M), kemudian

oleh putranya yang seorang lagi Abd al-Razzaq (1134-1206 M), dan

kemudian oleh cucunya Syams al-Din. Ribath47 Qadiriyah sudah berdiri di

Makkah sejak masih hidupnya Syekh ‘Abd al-Qadir al-Jelani. Thariqah ini

juga mempunyai metode dzikir yang dikenal dengan dzikir jahar (diucapkan

dengan suara keras). 48

Kitab manaqib merupakan refleksi dari perilaku beliau yang meliputi

riwayat hidup beliau, budi pekertinya yang baik, kesalehannya, kezuhudannya

dan kekeramatannya.49

Adapun karya-karya Syekh ‘Abd al-Qadir al-Jelani banyak sekali

antara lain; al-Ghuyah li Thalib Thariq al-Haqq fi al-Akhlaq wa al-

46 Ibid., hlm. 256. 47 Ribath adalah suatu tempat untuk melakukan suluk dan latihan-latihan spiritual. 48 Sri Sulyati, et’al., Mengenal…op. cit., hlm. 256. 49 Ibid.

Page 25: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

39

Tashawwuf wa al-dab al-Islamiyah, Futuh al-Ghaib, al-Fath al-Rabbani wa

al-Faydh al-Rahmani, dan dua karya yang juga diatribusikan kepada beliau

yaitu al-Fuyudhat al-Rabbaniyah fi al-Ma’atsir wa al-Awrad al-Qadiriya,

Sirri al-Asrar fi ma Yahtaj ilal al-Abrar.

Thariqah Naqsabandiyyah adalah suatu thariqah yang didirikan oleh

Muhammad bin Baha al-Din al-Uwaist al-Bukhari (717-791 / 1318 – 1389).

Naqsaband berarti lukisan, atau penjagaan bentuk kebahagiaan hati. Baha’ al-

Din Naqsabandi berarti juga dikenal sebagai seorang yang ahli dalam

memberi lukisan kehidupan yang gaib-gaib. Baha al-Din belajar thariqah dan

ilmu adab dari Amir Sayyid Kulal al-Bukhari (w. 772/1371), tetapi

kerohaniannya dididik oleh ‘Abd al-Khaliq al-Ghujdawani (w. 617/1220)

yang mengamalkan pendidikan Uwaisi. Ada pendapat nama al-Uwaisi

dicantumkan di belakang namanya, karena ada hubungan nenek dengan

Uwais al-Qarani.

H.A.R. Gibb menulis bahwa Muhammad bin Baha’ al-Din dalam usia

depalan belas tahun pernah dikirim ke al-Sammas, sebuah desa yang letaknya

kira-kira tiga mil dari Bukhara, untuk mempelajari ilmu tasawuf dari seorang

guru ternama Muhammad Baba al-Sammasi (w. 740/1340). Thariqah ini

asalnya diambil dari Abu Bakar al-Shiddiq, sahabat kesayangan Nabi dan

khalifahnya yang pertama, yang dipercaya telah menerima ilmu yang

istimewa seperti diterangkan oleh Nabi Muhammad sendiri; “Tidak ada

sesuatu pun yang dicurahkan Allah ke dalam dadaku, melainkan aku

mencurahkan kembali ke dalam dada Abu Bakar.”

‘Abd al-Khaliq al-Ghujdawani dianggap sebagai pendiri pertama

Thariqah Naqsabandiyah. Al-Ghujdawain dan guru-guru Naqsyabandi

berikutnya yang semuanya tinggal di Asia Tengah, secara kolektif terkenal

dengan sebutan Khwajagan (para tuan guru). Mereka itu adalah ‘Arif al-

Riwgari (w. 657/1259), Mahmud Anjar Faghnawi (w. 705/1306), Muhammad

Baba al-Sammasi, dan Amir Kulal. Tidak ada batasan yang persis siapa yang

Page 26: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

40

termasuk Khwajagan dan siapa yang tidak. Terkadang Abu A’qub Yusuf al-

Hamadzani (w.535/1140) termasuk didalamnya. Al-Ghujdawani mengajarkan

zikir khafi (tanpa suara, zikir di dalam hati) kepada Baha al-Din sebagai

norma dalam thariqah Naqsyabandiyah, walaupun begitu Amir Kulal

mempraktekkan dzikir jahar (dengan suara keras).50

4. Ajaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah

Thariqah secara umum mempunyai lima pokok ajaran, yaitu:

Pertama, mempelajari ilmu pengetahuan yang bersangkut paut dengan pelaksanaan semua perintah, kedua; mendampingi guru-guru dan teman sethariqah untuk melihat bagaimana cara melakukan suatu ibadah, ketiga; meninggalkan segala rukhsah dan ta’wil untuk menjaga dan memelihara kesempurnaan amal, keempat; menjaga dan mempergunakan waktu serta mengisikannya dengan segala wirid dan do’a guna mempertebal khusyu’ dan hudur, dan kelima; mengekang diri jangan sampai keluar melakukan hawa nafsu dan supaya diri terjaga dari kesalahan.51 Thariqah Qadiriyah mempunyai ajaran pokok seperti menjunjung

tinggi cita-cita, menjaga dari segala yang haram, memperbaiki khidmat

terhadap Tuhan, melaksanakan tujuan baik, dan memperbesar arti karunia

nikmat dari Tuhan.52 Di samping itu thariqah ini juga mengajarkan kepada

pengikutnya untuk membaca kitab manaqib yang isinya adalah sebagian besar

mengenai riwayat hidup syaikh Abdul Qodir al-Jailani, tetapi yang terutama

ditonjolkan adalah budi pekerti yang baik, kesalahannya, kezuhudannya, dan

keramat atau keanehan-keanehan yang didapati orang pada dirinya.53

Sedangkan thariqah Naqsabandiyah terdapat dua ajaran pokok,

pertama mengenai dasar thariqah, ialah memegang teguh kepada i’tiqad

Ahlus Sunah, meninggalkan keentengan, membiasakan kesungguhan,

50 Ibid., hlm. 256-257. 51 Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu…op. cit., hlm. 70. 52 Abu Bakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, (Solo: CV. Ramadhani, 1984), hlm.

362 53 Ibid, hlm. 312.

Page 27: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

41

senantiasa muraqabah, meninggalkan kebimbangan dunia dari selain Allah,

hudur terhadap Allah, mengisi diri (tahalli) dengan segala sifat-sifat yang

berfaedah dan ilmu agama, mengikhlaskan zikir, menghindarkan kealpaan

terhadap Tuhan, dan berakhlak nabi Muhammad. Kedua mengenai syarat-

syaratnya yaitu, i’tiqad yang sah, taubat yang benar, menunaikan hak orang

lain, memperbaiki kezaliman, mengalah dalam perselisihan, teliti terhadap

azab dan sunah, memilih amal menurut syariat yang sah, menjauhkan diri

daripada segala yang munkar dan bid’ah, pengaruh hawa nafsu dan dari

perbuatan yang tercela.54

Pada thariqah Qadiriyah, zikir disuarakan keras dan ekstatis,

sedangkan pada Naqsabandiyah cukup diucapkan dalam hati. Walaupun

pengikut thariqah Qadiriyah wa al-Naqsabandiyah mengaku mengamalkan

kedua macam ritual dari kedua aliran itu secara umum, ritual Qadiriyah

tampak lebih dominan. Zikir berjamaah yang biasanya dilakukan ba'da shalat

Shubuh atau ba'da shalat Maghrib, diucapkan dengan keras yang berakar pada

tradisi zikir pengikut thariqah Qadiriyah. Demikian pula halnya ketika

membaca kalimah tauhid sebanyak 165 kali, cara membacanya dikeraskan.

Mereka tetap dalam posisi duduk, tetapi pembacaannya disertai dengan gerak

kepala (dengan sentakan). Mula-mula, dengan penuh kesadaran, zikir

dilakukan dengan cara menarik kata "la" dari pusar ke ubun-ubun kepala,

dengan isyarat tarikan kepala ke kanan. Lalu dilanjutkan dengan menarik

kalimat "ilaha" ke bahu kanan, dan akhirnya dengan menggerakkan kepala ke

kiri sambil menarik kalimat "illa Allah" disertai dengan hentakan yang seolah-

olah ditusukkan ke jantung di dada kiri bawah.

Mula-mula, dalam beberapa kali pengucapannya, zikir sengaja

dilakukan dalam gerakan lambat dan mengalun. Kemudian secara perlahan-

lahan iramanya bergerak semakin cepat sehingga menjadi lebih menghentak-

54 Ibid, hlm. 361.

Page 28: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

42

hentak hingga kalimat yang diucapkan menjadi makin sulit dicerna. Gerakan

zikir itu berhenti ketika intensitasnya sedang berada di puncak. Sebagai

gerakan penutup atau semacam gerakan pendinginan, kalimah tauhid diulangi

sekali atau dua kali lagi secara perlahan-lahan dengan irama mengalun.

Zikir keras yang dilakukan secara berjamaah ini seolah-olah mampu

memberikan kekuatan spiritual bagi para pelakunya. Satu sama lain saling

berinteraksi secara fisik sebab dilakukan dalam keadaan duduk rapat bersama.

Di sini pula terlihat proses pembentukan kelompok kohesif dalam ikatan

semangat primordial keagamaan. Zikir yang diawali oleh shalat berjamaah ini

berlangsung dalam kesadaran religiusitas yang mendalam. Bahkan, pada

gilirannya, kesadaran tersebut dapat memberikan implikasi sosiologis,

terutama ketika kesadaran kelompok semakin kuat terbentuk. Keadaan ini

kemudian dikukuhkan oleh simbol-simbol verbal, seperti dalam penyebutan

sesama jamaah, yaitu ikhwan.55

Zikir keras biasanya dilanjutkan dengan zikir diam (khafi), yaitu hanya

diucapkan dalam hati. Bentuk zikir yang biasa disebut zikir ism al-dzat ini

bersumber dari ajaran thariqah Naqsabandiyah. Dengan zikir ini, pelaksanaan

zikir para pengikut thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah sesungguhnya

bersumber dari dua ajaran zikir. Zikir ini dipusatkan pada tujuh titik halus

(lathaif) dalam badan, yaitu (1) lathifah al-qalbi yang terletak di jantung,

setelah murid itu masuk suluk maka kemudian melakukan zikir lathifah al-

kalb, perlu diketahui bahwa lathifah al-kalb itu berhubungan hati jasmani,

akan tetapi yang dimaksud dengan lathifah al-qalbi itu bukan hati jasmani

tadi, Dia adalah lathifah rabbaniyah yang sangat halus dan bernasib kepada

‘alamul amri, yaitu alam yang tinggi, (2) lathifah al-ruh yang terletak di dada

kanan, (3) lathifah al-sirr yang terletak pada dua jari di atas puting kiri, (4)

lathifah al-khafi yang terletak di puting susu kanan, (5) lathifah al-akhfa yang

55 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 56-57.

Page 29: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

43

terletak di tengah dada, (6) lathifah al-nafs al-nathiqah yang terletak di otak

dan (7) lathifah kullu jasad, yaitu lathifah yang mengendarai di seluruh tubuh

jasmani.56 Tempat-tempat yang menjadi pusat konsentrasi ini diisyaratkan

dengan gerakan badan ketika zikir itu diucapkan.

Beberapa guru secara teratur melakukan kedua bentuk zikir tersebut

secara berurutan dalam suatu pertemuan, sedangkan guru lainnya tetap

menjalankan zikir Qadiriyah, yaitu zikir jali, zikir yang diucapkan dengan

suara keras. Sebelum berzikir, para pengikut thariqah melakukan rabithah

syeikh, yaitu mengingat dan menghadirkan rupa sang syeikh di hadapannya

selama beberapa detik dan mengucapkan terima kasih kepadanya dalam hati,

seraya membayangkan bagaimana karunia Allah dilimpahkan melalui Nabi

dan syeikh kepadanya. Di samping zikir bersama yang dilaksanakan harian

atau mingguan, ada beberapa cara zikir lainnya yang para pengikut thariqah

ini berkumpul bersama.57

Para pengikut thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah memang tidak

diharuskan untuk mengamalkan kedua jenis zikir itu secara bersama-sama.

Bahkan, para pengikut thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah yang

berlatarbelakang sosial ekonomi dan pendidikan kelas menengah ke atas, pada

umumnya hanya melaksanakan zikir khafi (diam). Sebaliknya, mereka yang

berlatar belakang sosial menengah ke bawah, sebagian besar di antaranya

mengamalkan zikir jali (keras). Beberapa pertimbangan dari pemilihan cara

berzikir ini, antara lain dianalisis dari kondisi lingkungan tempat zikir itu

dilaksanakan. Sebab, berzikir pada akhirnya juga melibatkan orang lain dalam

lingkungan komunitas tertentu yang tidak berpendirian sama.

Ajaran thariqah merupakan salah satu pokok ajaran yang ada dalam

tasawuf. Ilmu thariqah sama sekali tidak dapat dipisahkan dengan tasawuf

dan tidak bisa dicerai-beraikan dengan kehidupan orang-orang sufi. Orang

56 Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu…op. cit., hlm. 329-333. 57 Abu Bakar Aceh, Pengantar Sejarah….op. cit., hlm. 89.

Page 30: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

44

sufi adalah orang yang menerapkan ajaran tasawuf, dan tasawuf adalah

tingkatan ajaran pokok dari thariqah tersebut.58

Ajaran dasar (aqidah) yang ditetapkan dalam thariqah ini adalah

aqidah yang benar, seperti aqidah para salaf saleh (ulama terdahulu yang

saleh-saleh, aqidah ahli sunnah terdahulu yang mengamalkan al-Qur’an dan

sunnah Rasulullah dengan sungguh-sungguh, sehingga ia mendapat petunjuk

dalam menapaki jalan (thariq) yang menyampaikan ke hadirat Allah SWT.

Murid dituntut untuk mempunyai sikap mubtadi, yaitu mengikuti berbagai

sifat sebagai berikut:

a. Bersih hati

b. Muka jernih

c. Berbuat kebajikan

d. Menolak kemungkaran dan kejahatan

e. Fakir

f. Menjaga kehormatan para syekh (guru)

g. Bergaul dengan baik dengan sesama

h. Memberi nasihat sesama mukmin

i. Menjauhkan permusuhan

j. Memberi bantuan dalam masalah agama dan dunia.59

Setelah ajaran dasar tersebut dihayati dan diamalkan oleh para murid,

maka ia harus menjalani berbagai maqam atau tahapan latihan-latihan

kerohanian.

Tahapan awal adalah suatu tahapan yang dilalui dalam waktu singkat,

hanya membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam. Apabila tahapan ini

lancar maka pindah ke tahapan berikutnya. Secara kronologis tahap awal ini

dapat dideskripsikan sebagai berikut:

58 Khall al-Bamar I, Hanatir Ajaran Thariqah, (Surabaya: Bintang Remaja, 1990), hlm. 10. 59 Dewan Redaksi Emsiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,

1997), cet. 4, hlm. 340.

Page 31: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

45

1) Pertemuan awal antara murid dan guru. Sebelum berlangsungnya pertemuan, seorang murid diharuskan shalat dua rakaat setelah itu ia membaca surat al-Fatihah yang dihadiahkan bagi Rasulullah saw., para Rasul dan para Nabi. Kemudian murid duduk di hadapan guru dengan posisi lulut murid sebelah kanan bersentuhan dengan tangan guru yang sebelah kanan. Dalam posisi yang demikian murid dianjurkan untuk mengucap istighfar (memohon ampun kepada Allah) beserta lafal-lafal tertentu, dan guru mengajarkan kalimat tauhid la ilaha illallah (tiada Tuhan selain Allah) tiga kali dan murid mengikuti sambil memejamkan kedua matanya. Pada saat inilah murid dibai’at oleh guru dan seterusnya syekh mengajarkan kalimat tauhid dan cara melakukan dzikir dengannya sebanyak tiga kali. Setelah guru meyakini bahwa murid telah mengikuti ajarannya secara benar, berarti tahapan pertama selesai, dan murid dapat mengikuti tahapan berikutnya.

2) Wasiat guru kepada murid. Syekh memberi wasiat atau nasihat kepada murid agar mengikuti dan mengamalkan nasihat-nasihatnya yang semuanya berupa etika muslim lahir batin, serta mengekalkan (mendawamkan) wudlu, istighfar dan shalawat atas Nabi.

3) Pernyataan syekh atau guru membai’at muridnya diterima sebagai murid dengan lafal tertentu dan diterima juga oleh murid.

4) Pembacaan do’a oleh syekh dalam bentuk umum maupun yang khusus bagi murid yang baru dibai’at dengan lafal do’a masing-masing.

5) Pemberian minum oleh guru kepada murid. Syekh mengambil segelas air yang sudah tersedia dan biasanya bercampur gula lalu dibacanya atasnya beberapa ayat al-Qur’an. Kemudian air dalam gelas itu diberikan kepada muridnya untuk diminum pada saat itu.60

Dengan selesainya pemberian minum tersebut, maka selesailah

tahapan pertama. Dengan demikian resmilah seorang murid menjadi anggota

thariqah.

5. Manfaat Thariqah

Adapun manfaat thariqah antara lain menghilangkan “matsalussau”

(sifat-sifat keji yang dibenci Allah), seperti; sombong, angkuh, iri hati,

dengki, khianat, mengumpat, kikir, tamak, menganiaya,61 dan sifat-sifat

negatifnya yang ditujukan kepada sesama manusia sehingga situasi

60 Ibid., hlm. 340. 61 Sadikin Faqih, op. cit., hlm. 62.

Page 32: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

46

mengendalikan nafsu yang membeludak seperti air bah melanda tanpa arah.

Sesungguhnya suatu keadaan yang merugikan padahal sewajarnya sifat yang

positif harus ditujukan kepada sesama manusia, sehingga semakin banyak

jumlah mereka di permukaan bumi, maka semakin dirasakan nikmat

kehidupan yang lega dan cerah.

Berthariqah sebagai petunjuk hidup adalah amat penting artinya bagi

setiap orang yang menginginkan selamat dalam perjalanan hidup yang

sesungguhnya hingga sampai tujuan akhir yang didambakan.

Sebab bagaimanapun juga itu baru pertama kali mengarungi kehidupan

dunia ini, sehingga perlu akan petunjuk (thariqah). Orang yang bepergian

jauh saja memerlukan petunjuk, padahal ia bermaksud kembali ke tempat

semula. Apalagi bila akan menempuh perjalanan yang amat jauh dan tidak

akan kembali untuk selama-lamanya, yaitu negeri akhirat. Oleh karena itu

yang baqa’ tentunya memerlukan petunjuk yang lengkap dan orisinil serta

terjamin kebenarannya itulah al-Qur’an yang mutlak kebenarannya itulah al-

Hadits sebagai tuntunan.

Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari pengikut thariqah tetap

berperilaku sebagaimana makna yang terkandung dalam gerakan-gerakan

shalat, misalnya seperti ketika melakukan ruku’, sebagaimana firman Allah

dalam surat al-Hajj ayat 77:

}77: احلج{. اركعوا واسجدوايآيها الذين امنوا

Wahai orang-orang yang beriman ruku’lah dan sujudlah.62 (QS. al-Hajj: 77). Ruku’ merupakan ibadah yang menggambarkan sifat tawadhu’ dan

tunduknya seorang hamba kepada Allah SWT. Ruku’ yang didalamnya

mengandung arti tawadhu’ itu lebih sesuai daripada keadaan berdiri dan hal

62 Muhammad Noor, dkk.,..op. cit., hlm. 272.

Page 33: KHUSYU’ DAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSABANDIYAH A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1...karena Allah SWT. Sehingga menjadi bersih dari rasa sombong dan

47

ini sudah diketahui oleh manusia. Sehingga menjadi kebiasaan orang Arab

ketika menghormati orang lain mereka menundukkan kepalanya seperti ketika

melakukan ruku’ dalam shalat.63

Khudhu’ (tunduk) yang sempurna ketika ruku’ adalah hati yang tunduk

kepada Allah SWT dan merasa rendah di hadapan-Nya baik batin maupun

lahirnya. Oleh karena kaitannya dengan ini maka perilaku pengikut thariqah

Qadiriyah Naqsabandiyah seyognya mencerminkan makna yang terkandung

dalam gerakan ruku’ dalam shalat.

63 Misa Abdu, Al-Khusyu’ fish Shalat… op. cit., hlm. 138-139.