jurnal teknik pomits vol. 2, no. 1, (2013) issn: 2337-3539 ... · salah satu kawasan yang terkena...

6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 AbstrakSyiah Kuala merupakah salah satu kecamatan di kota Banda Aceh yang paling parah diterjang tsunami 2004 silam. Tercatat korban 77.804 orang meninggal dan 96.576 rumah hancur di kota Banda Aceh akibat gempa dan tsunami. Sebagai daerah yang memiliki tingkat aktivitas gempa dan tsunami yang tinggi, maka perlu dilakukan analisa terhadap ketersediaan fasilitas penunjang evakuasi yang ada di kecamatan tersebut, salah satunya adalah Bangunan Evakuasi (BE). Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan metode yang sesuai digunakan untuk menganalisa persebaran Bangunan Evakuasi sebagai salah satu upaya perencanaan evakuasi bencana. SIG dapat membantu menganalisa persebaran BE tersebut dengan memanfaatkan fasilitas Network Analyst. Network Analyst memanfaatkan data jaringan jalan untuk menemukan area jangkauan BE Tool utama yang digunakan yaitu Service Areas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 17.764 orang yang berada di area rawan tsunami. Dari jumlah tersebut, 9.899 orang yang dapat diselamatkan melalui evakuasi horizontal. Sedangkan sisanya diselamatkan melalui evakuasi vertikal, yaitu dengan menaikkan pengungsi ke Bangunan Evakuasi (BE). Dari hasil observasi lapangan, teridentifikasi 11 bangunan yang dapat dijadikan BE. Namun jumlah pengungsi yang dapat ditampung di BE tersebut adalah 2.684 orang. Sedangkan sisanya, yaitu sebesar 5.181 orang, memerlukan penambahan kapasitas BE dan pembuatan BE tambahan. Ada 4 BE yang perlu ditambah kapasitasnya dan 12 BE tambahan yang perlu dibangun. Kata KunciNetwork Analyst, tsunami, SIG, evakuasi, BE. I. PENDAHULUAN YIAH KUALA merupakan salah satu kecamatan di kota Banda Aceh. Wilayah kecamatan Syiah Kuala yang terletak di pesisir bagian timur Kota Banda Aceh adalah salah satu kawasan yang terkena dampak bencana alam gempa bumi dan tsunami tanggal 24 Desember 2004 yang lalu. Sebagian besar wilayah ini, terutama yang berada di bagian pesisir, mengalami dampak berupa banyaknya korban jiwa serta hancurnya sarana dan prasarana seperti rumah, tempat ibadah, fasilitas pendidikan, jaringan jalan, saluran drainase, tambak dan lain-lain. Tercatat korban 77.804 orang meninggal dan 96.576 rumah hancur di kota Banda Aceh akibat gempa dan tsunami [1]. Sebagai daerah yang memiliki tingkat aktivitas gempa dan tsunami yang tinggi, maka perlu diketahui ketersediaan fasilitas evakuasi yang ada di wilayah tersebut. Selain itu, besarnya jumlah korban yang ditimbulkan dapat menjadi indikasi bahwa masih kurangnya pengetahuan mengenai cara menyelamatkan diri dari bencana tsunami. Pengalaman dari berbagai gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh pada 2004 yang menelan jumlah korban yang sangat besar menunjukkan bahwa masih kurangnya perhatian terhadap upaya penyelamatan diri saat bencana terjadi. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan analisa terhadap persebaran BE yang ada di Kecamatan Syiah Kuala dengan memanfaatkan fasilitas Network Analyst yang terdapat di SIG sehingga dapat dijadikan sebagai masukan untuk perencanaan evakuasi bencana ke depannya. II. METODE PENELITIAN Dalam menganalisa persebaran BE untuk perencanaan evakuasi tsunami, jaringan jalan merupakan bahan dasar dari analisa yang dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengumpulan data jaringan jalan serta data-data lain untuk menunjang proses analisa. Berhubung BE dibutuhkan dalam proses evakuasi vertikal, maka analisa mengenai area evakuasi tersebut perlu dilakukan. Proses analisa dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan area aman. Area aman dapat berupa area yang berada di luar jangkauan gelombang tsunami ataupun area yang berada di dalam area rendaman tsunami. Untuk evakuasi yang dilakukan dengan mengarahkan pengungsi ke area yang berada di luar jangkauan tsunami, maka disebut evakuasi horizontal. Sedangkan evakuasi yang dilakukan dengan mengarahkan pengungsi ke area aman yang berada dalam area jangkauan tsunami dinamakan evakuasi vertikal [2]. A. PERSIAPAN DATA Sebelum analisa dilakukan, maka perlu dipersiapkan beberapa data sebagai bahan dasar analisa yang akan dilakukan. Berikut adalah data-data yang diperlukan untuk kepentingan penelitian ini: a. Peta Rendaman Tsunami: Peta ini menunjukkan zonasi ketinggian gelombang tsunami serta sejauh mana jangkauan gelombang tsunami. Peta ini diperlukan untuk menentukan lokasi area aman (area di luar jangkauan tsunami) serta sebagai kriteria penilaian kelayakan suatu bangunan sebagai BE. b. Peta Topografi: Peta ini digunakan untuk menentukan Analisa Persebaran Bangunan Evakuasi Bencana Tsunami menggunakan Network Analyst di SIG Ahmad Muhajir, Agung Budi Cahyono Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected] S

Upload: nguyendat

Post on 09-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

1

Abstrak— Syiah Kuala merupakah salah satu kecamatan di

kota Banda Aceh yang paling parah diterjang tsunami 2004

silam. Tercatat korban 77.804 orang meninggal dan 96.576

rumah hancur di kota Banda Aceh akibat gempa dan tsunami.

Sebagai daerah yang memiliki tingkat aktivitas gempa dan

tsunami yang tinggi, maka perlu dilakukan analisa terhadap

ketersediaan fasilitas penunjang evakuasi yang ada di kecamatan

tersebut, salah satunya adalah Bangunan Evakuasi (BE). Sistem

Informasi Geografis (SIG) merupakan metode yang sesuai

digunakan untuk menganalisa persebaran Bangunan Evakuasi

sebagai salah satu upaya perencanaan evakuasi bencana. SIG

dapat membantu menganalisa persebaran BE tersebut dengan

memanfaatkan fasilitas Network Analyst. Network Analyst

memanfaatkan data jaringan jalan untuk menemukan area

jangkauan BE Tool utama yang digunakan yaitu Service Areas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 17.764 orang

yang berada di area rawan tsunami. Dari jumlah tersebut, 9.899

orang yang dapat diselamatkan melalui evakuasi horizontal.

Sedangkan sisanya diselamatkan melalui evakuasi vertikal, yaitu

dengan menaikkan pengungsi ke Bangunan Evakuasi (BE). Dari

hasil observasi lapangan, teridentifikasi 11 bangunan yang dapat

dijadikan BE. Namun jumlah pengungsi yang dapat ditampung

di BE tersebut adalah 2.684 orang. Sedangkan sisanya, yaitu

sebesar 5.181 orang, memerlukan penambahan kapasitas BE dan

pembuatan BE tambahan. Ada 4 BE yang perlu ditambah

kapasitasnya dan 12 BE tambahan yang perlu dibangun.

Kata Kunci—Network Analyst, tsunami, SIG, evakuasi, BE.

I. PENDAHULUAN

YIAH KUALA merupakan salah satu kecamatan di kota

Banda Aceh. Wilayah kecamatan Syiah Kuala yang

terletak di pesisir bagian timur Kota Banda Aceh adalah

salah satu kawasan yang terkena dampak bencana alam gempa

bumi dan tsunami tanggal 24 Desember 2004 yang lalu.

Sebagian besar wilayah ini, terutama yang berada di bagian

pesisir, mengalami dampak berupa banyaknya korban jiwa

serta hancurnya sarana dan prasarana seperti rumah, tempat

ibadah, fasilitas pendidikan, jaringan jalan, saluran drainase,

tambak dan lain-lain. Tercatat korban 77.804 orang meninggal

dan 96.576 rumah hancur di kota Banda Aceh akibat gempa

dan tsunami [1].

Sebagai daerah yang memiliki tingkat aktivitas gempa dan

tsunami yang tinggi, maka perlu diketahui ketersediaan

fasilitas evakuasi yang ada di wilayah tersebut. Selain itu,

besarnya jumlah korban yang ditimbulkan dapat menjadi

indikasi bahwa masih kurangnya pengetahuan mengenai cara

menyelamatkan diri dari bencana tsunami. Pengalaman dari

berbagai gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh pada 2004

yang menelan jumlah korban yang sangat besar menunjukkan

bahwa masih kurangnya perhatian terhadap upaya

penyelamatan diri saat bencana terjadi.

Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut,

perlu dilakukan analisa terhadap persebaran BE yang ada di

Kecamatan Syiah Kuala dengan memanfaatkan fasilitas

Network Analyst yang terdapat di SIG sehingga dapat

dijadikan sebagai masukan untuk perencanaan evakuasi

bencana ke depannya.

II. METODE PENELITIAN

Dalam menganalisa persebaran BE untuk perencanaan

evakuasi tsunami, jaringan jalan merupakan bahan dasar dari

analisa yang dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan

pengumpulan data jaringan jalan serta data-data lain untuk

menunjang proses analisa. Berhubung BE dibutuhkan dalam

proses evakuasi vertikal, maka analisa mengenai area evakuasi

tersebut perlu dilakukan. Proses analisa dilakukan dengan

terlebih dahulu menentukan area aman. Area aman dapat

berupa area yang berada di luar jangkauan gelombang tsunami

ataupun area yang berada di dalam area rendaman tsunami.

Untuk evakuasi yang dilakukan dengan mengarahkan

pengungsi ke area yang berada di luar jangkauan tsunami,

maka disebut evakuasi horizontal. Sedangkan evakuasi yang

dilakukan dengan mengarahkan pengungsi ke area aman yang

berada dalam area jangkauan tsunami dinamakan evakuasi

vertikal [2].

A. PERSIAPAN DATA

Sebelum analisa dilakukan, maka perlu dipersiapkan

beberapa data sebagai bahan dasar analisa yang akan

dilakukan. Berikut adalah data-data yang diperlukan untuk

kepentingan penelitian ini:

a. Peta Rendaman Tsunami: Peta ini menunjukkan zonasi

ketinggian gelombang tsunami serta sejauh mana

jangkauan gelombang tsunami. Peta ini diperlukan

untuk menentukan lokasi area aman (area di luar

jangkauan tsunami) serta sebagai kriteria penilaian

kelayakan suatu bangunan sebagai BE.

b. Peta Topografi: Peta ini digunakan untuk menentukan

Analisa Persebaran Bangunan Evakuasi

Bencana Tsunami menggunakan Network

Analyst di SIG Ahmad Muhajir, Agung Budi Cahyono

Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: [email protected]

S

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

2

batas administrasi wilayah penelitian serta referensi

dalam melakukan koreksi geometrik pada citra satelit.

c. Peta Jaringan Jalan: Peta ini menunjukkan jalan yang

dapat dijadikan sebagai rute evakuasi.

d. Peta Tutupan Lahan: Peta ini digunakan sebagai

rekomendasi dalam menentukan lokasi pembangunan

BE tambahan.

e. Peta Persebaran Bangunan Penting: Peta ini

menunjukkan lokasi bangunan-bangunan yang dapat

dijadikan sebagai BE. BE digunakan sebagai lokasi

aman bagi penduduk yang tidak dapat mencapai area

yang berada di luar jangkauan tsunami dalam waktu

yang tersedia.

f. Peta Persebaran Penduduk: Peta ini menunjukkan

bagaimana penduduk terdistribusi dalam wilayah studi.

Distribusi penduduk ini digunakan sebagai titik awal

pemodelan evakuasi.

g. Lebar jalan: Lebar jalan digunakan sebagai konstrain

dalam menentukan kecepatan berjalan penduduk

sepanjang rute evakuasi. Lebar jalan ini mempangaruhi

sejauh mana jalan yang dapat dilalui para pengungsi

dalam waktu yang tersedia.

h. Perkiraan waktu tibanya gelombang tsunami pertama:

Perkiraan waktu ini digunakan untuk menghitung

waktu yang tersedia bagi para pengungsi untuk

melakukan evakuasi ke area aman [2].

B. NETWORK ANALYST

Jaringan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari elemen-

elemen yang saling terkoneksi, sebagaimana jalan yang saling

terhubung pada persimpangan jalan, yang merepresentasikan

rute-rute yang mungkin dari suatu lokasi ke lokasi yang lain

[3].

Layer Network Analyst dapat dikelompokkan menjadi lima

jenis, yaitu:

1. Route

Ekstensi ini digunakan untuk menemukan rute terbaik

untuk bergerak dari suatu lokasi ke lokasi lain. Rute

terbaik dapat memiliki beragam arti. Rute terbaik dapat

berarti terdekat, tercepat atau terindah tergantung pada

impedansi yang dipakai. Bila impedansi yang dipakai

adalah waktu, maka rute terbaik adalah rute yang

tercepat.

2. Closest Facility

Closest facility merupakan ekstensi yang digunakan

untuk menemukan fasilitas mana yang paling dekat,

seperti rumah sakit yang terdekat dari sekian banyak

rumah sakit, sekolah mana yang terdekat dengan rumah

dan lain-lain. Setelah menemukan fasilitas terdekat,

maka ekstensi ini juga dapat menampilkan rute yang

terbaik untuk menuju fasilitas tersebut.

3. Service Areas

Service areas digunakan untuk menemukan area yang

dapat diakses dari suatu titik yang ada pada suatu

jaringan. Sebagai contoh, service area 10 menit dari

suatu fasilitas akan menunjukkan seluruh jalan yang

dapat mencapai fasilitas tersebut dalam waktu 10

menit.

4. OD cost matrix

OD (Origin-Destination) cost matrix adalah suatu tabel

yang berisi impedansi jaringan dari berbagai titik asal

ke berbagai titik tujuan.

5. Vehicle routing problem

Tool ini berfungsi untuk menyediakan pelayanan

tingkat tinggi terhadap pelanggan dengan

memperhatikan waktu operasi secara keseluruhan dan

biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap rute sekecil

mungkin [3].

Penentuan rute terbaik oleh software Network Analyst

dilakukan dengan menggunakan sebuah algoritma yang

dikembangkan oleh Edgar Dijkstra (1959). Algoritma

Dijkstra digunakan untuk mengkalkulasi jalur terpendek

dari titik awal ke semua titik lainnya. Gambar 1 merupakan

contoh dari Algoritma Dijkstra [4]. Jarak terpendek dari

titik 1 ke semua titik lain ditunjukkan melalui garis panah

yang ditebalkan. Angka di atas garis panah tersebut

menunjukkan biaya atau cost dari setiap jalur.

C. WAKTU EVAKUASI

Sejak analisa dilakukan dengan tool Network Analyst di

SIG, maka perlu untuk mendefinisikan cost atau biaya yang

diperlukan untuk bergerak di atas suatu jaringan jalan.

Waktu digunakan sebagai faktor biaya dalam Network

Analyst ini karena waktu yang tersedia untuk melakukan

evakuasi bencana tsunami ini sangat terbatas.

Waktu evakuasi terdiri dari empat komponen waktu [5],

yaitu waktu keputusan (waktu antara terdeteksinya bencana

dan keputusan institusi untuk memerintahkan evakuasi),

waktu pengumuman ke masyarakat (peringatan evakuasi),

waktu reaksi dari masyarakat (Reaction Time/RT) dan

waktu respon (Response Time/RsT) yang merupakan waktu

yang tersedia bagi para pengungsi untuk melakukan

evakuasi ke area aman.

Waktu evakuasi (ET) atau waktu respon bagi masyarakat

dapat dikalkulasi berdasarkan formula [5] berikut:

(1)

(2)

Keterangan:

RsT = ET = Waktu yang tersedia untuk evakuasi

ETA = Perkiraan waktu tsunami tiba

ToNW = Waktu teknis peringatan alami

RT = Waktu reaksi masyarakat

IDT = Waktu pengambilan keputusan dari institusi

INT = Waktu pemberitahuan dari institusi

Gambar. 1. Contoh Algoritma Dijkstra

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

3

Gambar. 2. Alokasi Waktu untuk Evakuasi Tsunami [4]

D. KECEPATAN PENGUNGSI

Dengan asumsi seluruh pengungsian dilakukan dengan

berjalan kaki, maka perlu dikalkulasi kecepatan berjalan

pengungsi sehingga dapat sampai ke tempat evakuasi dalam

waktu yang tersedia. Hasil perhitungan ini selanjutnya

diperlukan untuk mengetahui area jangkauan dari BE. Berikut

adalah kecepatan berjalan pada evakuasi bencana [4]:

Berdasarkan data di atas, maka kecepatan 0,751 m/s

dijadikan sebagai kecepatan evakuasi penduduk. Kecepatan ini

dipilih karena jika pengungsi dengan kecepatan terendah dapat

diselamatkan, maka otomatis pengungsi yang lain diasumsikan

juga selamat. Kecepatan berjalan dipengaruhi oleh berbagai

faktor seperti lebar jalan, kepadatan jalan, jumlah pejalan kaki

dalam suatu kelompok, dan lain-lain [6]. Namun karena

keterbatasan waktu, faktor yang digunakan dalam penelitian

ini adalah kecepatan berjalan pengungsi dan lebar jalan.

Oleh karena itu, untuk menghitung kecepatan berjalan

pengungsi pada sebuah jalan, digunakan rumus berikut:

Keterangan:

C0 = Kapasitas dasar jalan (nilai dibulatkan ke bawah)

C1 = Kapasitas aktual jalan saat bencana (nilai dibulatkan ke

atas)

V = Kecepatan berjalan saat bencana (m/s)

Vs = Kecepatan berjalan orang tua berkelompok 0.751 m/s

W = Lebar jalan (m)

S = Luas yang dibutuhkan tiap pengungsi 0.625 m2 [4]

E. BANGUNAN EVAKUASI (BE)

Pada kondisi dimana dalam waktu yang tersedia untuk

melakukan evakuasi (RsT) para pengungsi tidak dapat

menyelamatkan diri ke area di luar jangkauan tsunami, maka

para pengungsi tersebut diarahkan ke bangunan evakuasi

terdekat. Untuk itu, maka perlu dilakukan penilaian terhadap

suatu bangunan untuk mengetahui kelayakannya untuk

dijadikan BE. Berikut adalah beberapa kriteria penilaian

bangunan tersebut:

1. Terletak pada jarak lebih dari 200 meter dengan garis

pantai atau 100 meter dengan sungai yang berada dekat

pantai;

2. Terletak dekat dengan konsentrasi penduduk; 3. Memiliki fungsi alternatif seperti mesjid, sekolah,

kantor pemerintahan, pusat perbelanjaan, convention

centre, gelanggang olahraga, hotel dan gedung parkir; 4. Lantai gedung yang digunakan sebagai tempat evakuasi

memiliki ketinggian di atas ketinggian gelombang

tsunami; 5. Didesain dan terencana dengan baik; 6. Kualitas konstruksi bagus (bangunan tahan gempa dan

tsunami) [7].

F. ANALISIS AREA EVAKUASI

Dalam menentukan area evakuasi, maka sasaran evakuasi

menjadi hal pertama yang harus ditentukan. Sebagaimana

yang telah disebutkan sebelumnya, area aman dijadikan

sebagai sasaran evakuasi. Dalam hal ini, area aman yang

dijadikan sebagai sasaran evakuasi petama kali adalah area

yang berada di luar jangkauan tsunami. Untuk mendapatkan

area ini, maka digunakan peta rendaman tsunami [2].

Berhubung jaringan jalan merupakan sarana yang dipakai

dalam melakukan evakuasi, maka setiap perpotongan antara

jaringan jalan dan batas area rendaman tsunami dijadikan

sebagai titik sasaran evakuasi. Dengan demikian, area

evakuasi horizontal dapat ditentukan dengan menghitung dari

sejauh mana seseorang dapat mencapai lokasi tersebut dalam

waktu evakuasi (RsT) yang tersedia. Untuk mendapatkan

lokasi ini, maka digunakan tool Service Area yang tersedia

pada ekstensi Network Analyst.

Setelah mendapatkan area evakuasi horizontal, maka

otomatis seluruh area yang tidak termasuk area evakuasi

horizontal menjadi area evakuasi vertikal. Untuk melakukan

evakuasi vertikal, maka BE dijadikan sebagai sasaran

evakuasi. Setelah BE ditentukan, maka selanjutnya dibuat

Service Area dari BE tersebut untuk mengetahui area yang

menunjukkan dari mana saja bangunan tesebut dapat

dijangkau. Untuk wilayah yang memiliki BE namun dengan

kapasitas yang tidak mencukupi, maka diberikan rekomendasi

penambahan jumlah kapasitas penampungan. Sedangkan

untuk wilayah yang tidak dapat menjangkau BE, maka

direkomendasikan lokasi pembangunan BE tambahan [4].

G. BE TAMBAHAN

Penentuan BE tambahan dilakukan dengan membuat

Service Area dari titik-titik awal evakuasi, yaitu titik-titik

konsentrasi penduduk. Service Area dibuat dengan

memperhatikan waktu evakuasi dan aturan jalan satu arah

untuk menghindari penggunaan jalan menuju garis pantai yang

berarti pengungsi akan bergerak dari titik awal evakuasi

menjauhi garis pantai. Kapasitas dari BE tambahan ini

bergantung pada jumlah penduduk yang ada di sekitar BE

tambahan tersebut.

Langkah selanjutnya adalah memeriksa kesesuaian lokasi

BE tambahan tersebut dengan menggunakan peta tutupan

lahan. BE tambahan sebaiknya dibangun di area terbuka,

karena area ini masih belum dipergunakan. Prioritas kedua

bila area terbuka tidak ditemukan adalah fasilitas umum yang

telah ada di sekitar area tesebut. Alternatif selanjutnya adalah

area kebun karena area ini memiliki nilai ekonomi yang lebih

ToNW

Gempa Bumi Gelombang Tsunami

pertama tiba

RT RsT (Waktu Evakuasi)

WAKTU PERJALANAN

TSUNAMI

Tabel 1.

Kecepatan berjalan saat evakuasi

Kondisi Berjalan Kecepatan Berjalan Rata-rata

Seseorang dengan kereta bayi 1.070 m/s Seseorang dengan seorang anak 1.020 m/s

Orang tua berjalan sendiri 0.948 m/s

Orang tua berjalan berkelompok 0.751 m/s

(3)

(4)

(5)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

4

rendah dari sawah. Sedangkan sawah, tambak dan sungai tidak

direkomendasikan untuk pembangunan BE tambahan [6].

III. HASIL DAN DISKUSI

A. ANALISA PERSEBARAN PENDUDUK

Penelitian tugas akhir ini mengambil studi kasus di area

rawan tsunami di Kecamatan Syiah Kuala yang mencakup 8

desa, yaitu Aluenaga, Deah Raya, Tibang, Jeulingke,

Lamgugop, Prada, Rukoh dan Kopelma Darussalam.

Berikut adalah peta distribusi penduduk di Kecamatan

Syiah Kuala.

B. INVENTARISASI BE EKSISTING

Data mengenai BE diperoleh melalui observasi lapangan.

Berikut adalah bangunan-bangunan yang dapat dijadikan

sebagai BE beserta kapasitas penampungannya:

Dari estimasi di atas, maka dapat diketahui bahwa Mesjid

Jami’ul Wustha memiliki daya tampung terbesar yaitu 889

orang. Total dari seluruh daya tampung di atas adalah sebesar

4.195 orang.

C. ANALISIS EVAKUASI HORIZONTAL DAN VERTIKAL

Untuk evakuasi horizontal, maka yang dijadikan sebagai

titik evakuasi adalah perpotongan antara jalan dengan batas

rendaman tsunami. Selanjutnya dari titik-titik tersebut di buat

service area sebesar 22 menit, artinya ditentukan lokasi mana

saja yang dapat mencapai titik evakuasi tersebut dalam waktu

22 menit. 22 menit adalah waktu yang tersedia untuk

melakukan evakuasi. Berikut adalah peta service area untuk

evakuasi horizontal berdasarkan waktu perjalanan 22 menit.

Berdasarkan hasil analisa di atas, maka diperoleh jumlah

penduduk yang dapat diselamatkan melalui evakuasi

horizontal sebesar 9.899 orang dari 17.764 orang penduduk

yang berada di area rawan tsunami.

Setelah menganalisa daerah evakuasi horizontal, maka

otomatis seluruh daerah yang tidak termasuk daerah tersebut

menjadi daerah evakuasi vertikal. Hal ini dikarenakan tidak

tersedianya waktu yang cukup bagi penduduk diluar daerah

evakuasi horizontal untuk mencapai titik aman. Sehingga

untuk mengevakuasi panduduk di daerah tersebut diperlukan

BE darurat.

Untuk evakuasi vertikal, BE dijadikan sebagai lokasi tujuan

evakuasi. Maka seperti halnya evakuasi horizontal, dari BE

tersebut dibuat service area dalam hal ini sebesar 17 menit.

Berbeda dengan evakuasi horizontal yang memiliki waktu 22

menit, 5 menit digunakan untuk pengungsi menaiki gedung

evakuasi darurat sehingga waktu yang tersisa adalah 17 menit.

Berikut adalah peta service area untuk evakuasi vertikal

berdasarkan waktu perjalanan 17 menit

Gambar. 3. Peta Distribusi Penduduk Kec. Syiah Kuala

Tabel 2. Estimasi kapasitas BE

No Nama

Bangunan

Luas

Area

(m2)

Jumlah

Lantai

Estimasi Kapasitas

(Orang)

1 Mesjid Jami'ul Wustha

570.12 3 (570.12*2*0.78)=889

2 SDN 46 Banda

Aceh

258.8 2 (258.8*1*0.3)=77

3 SDN 81 Tibang 380.04 2 (380.04*1*0.3)=114

4 Mesjid

Baitussalam

208.56 2 (208.56*1*0.78)=162

5 Meunasah

Rukoh

364.8 2 (364.8*1*0.78)=285

6 MTsN & MAN Rukoh

2640 2 (2640*1*0.3)=792

7 SDN 19 Banda

Aceh

160.8 2 (160.8*1*0.3)=48

8 Mesjid Jamik

Silang

66 2 (66*1*0.78)=51

9 BPN Aceh 1665 3 (1665*2*0.236)=785 10 Wisma Kompas 569 3 (569*2*0.263)=300

11 Asrama Baru

USK

877 4 (877*3*0.263)=692

Gambar. 4. Area Evakuasi Horizontal

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

5

Jumlah penduduk yang dapat dievakuasi melalui evakuasi

vertikal tergantung pada kapasitas gedung evakuasi vertikal

yang tersedia. Oleh karena itu, tidak semua penduduk yang

berada dalam service area dapat diselamatkan. Tabel berikut

menunjukkan perbandingan kapasitas BE dengan jumlah

penduduk yang dapat dievakuasi ke BE tersebut.

Berdasarkan tabel di atas, maka jumlah orang yang dapat

diselamatkan melalui evakuasi ke BE adalah 2.684 orang atau

65 % dari total kapasitas BE. Untuk BE nomor 7 dan 8

dijadikan satu karena terletak dalam satu komplek dan saling

berdekatan (< 10 meter).

Dengan 9.899 orang yang dapat dievakuasi melalui

evakuasi horizontal dan 2.684 orang yang dapat dievakuasi ke

BE, maka terdapat 5.181 orang dari total 17.764 orang

penduduk yang tidak dapat dievakuasi melalui kedua macam

evakuasi tersebut. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

1. Keterbatasan kapasitas BE yang dapat dijangkau

2. Terdapat BE yang memiliki kapasitas yang jauh lebih

besar dibandingkan jumlah penduduk yang dapat

dievakuasi ke BE tersebut, namun penduduk dari area

lain tidak dapat dievakuasi ke BE tersebut karena tidak

tersedianya waktu yang cukup.

Oleh karena itu, diperlukan BE tambahan untuk dapat

mengevakuasi penduduk yang tersisa.

D. BE TAMBAHAN

Semenjak BE yang tersedia hanya mampu menampung

2.710 orang, maka terdapat 5.387 orang yang tidak dapat

dievakuasi menuju BE. Hal ini menjadikan penduduk yang

tidak dapat dievakuasi tersebut sangat rawan terhadap

tsunami. Oleh karena itu, diperlukan tambahan BE.

BE tambahan ditentukan dengan membuat service area dari

tiap-tiap heksagon (sumber populasi) dengan konstrain waktu

17 menit. Kemudian dari service area tersebut, dipilih lokasi

dimana service area tersebut saling bertampalan yang berarti

lokasi tersebut dapat dijangkau oleh seluruh sumber populasi

dalam waktu 17 menit. Sedangkan penentuan kapasitasnya

berdasarkan jumlah penduduk yang service areanya

bertampalan tersebut. Berikut adalah daftar BE tambahan

beserta kapasitas yang diusulkan.

Selain membuat BE tambahan, rekomendasi yang dapat

diberikan adalah dengan menambah kapasitas BE yang telah

ada. Hal ini dikarenakan BE tersebut memiliki kapasitas yang

kecil namun dekat dengan sumber populasi. Selain itu,

penambahan kapasitas juga memakan biaya yang lebih kecil

dibandingkan dengan membangun BE dari awal. Berikut

rekomendasi BE yang dapat ditambah kapasitasnya beserta

kapasitas tambahan yang diperlukan.

Gambar. 5. Service Area BE berdasarkan 17 menit waktu perjalanan

Tabel 3. Jumlah Penduduk yang dapat dievakuasi

No Nama Bangunan Kapasitas Jumlah Penduduk yang

dapat dievakuasi

1 Mesjid Jami'ul

Wustha

889 872

2 SDN 46 Banda

Aceh

77 76

3 SDN 81 Tibang 114 113 4 Mesjid Baitussalam 162 132

5 Meunasah Rukoh 285 264

6 MTsN & MAN Rukoh

792 764

7-

8

SDN 19 Banda

Aceh - Mesjid Jamik Silang

99 46

9 BPN Aceh 785 140

10 Wisma Kompas 300 171 11 Asrama Baru USK 692 106

Total 4.195 2.684

Tabel 4. Bangunan Evakuasi tambahan dan kapasitas yang diusulkan

No Bangunan Evakuasi

Tambahan

Usulan Kapasitas

1 MIN Rukoh 302

2 Al-Washliyah 112 3 Jeulingke 1 1044

4 Jeulingke 2 388

5 Tibang 1 659 6 Aluenaga 1 187

7 Aluenaga 2 232

8 Aluenaga 3 185 9 Aluenaga 4 342

10 Aluenaga 5 129

11 Deah Raya 1 390 12 Deah Raya 2 348

Tabel 4.

Kapasitas tambahan untuk Bangunan Evakuasi Eksisting

No Bangunan Evakuasi

Eksisting

Kapasitas Tambahan

13 SDN 19 Rukoh 180

14 Mesjid Jamik Silang 181

15 SDN 46 Rukoh 62

16 Meunasah Rukoh 76

17 SDN 81 Tibang 324

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

6

IV. KESIMPULAN

Berikut adalah beberapa hal yang dapat disimpulkan dari

penelitian ini:

a. Dari 17.764 penduduk yang berada di area rendaman

tsunami, hanya 9.899 penduduk yang dapat

diselamatkan melalui evakuasi horizontal. Sedangkan

sisanya, 7.865 penduduk, harus diungsikan melalui

evakuasi vertikal.

b. Dalam evakuasi vertikal, bangunan yang tinggi dan

resistan terhadap tsunami dijadikan sebagai titik

evakuasi. Terdapat sebelas bangunan yang dapat

dijadikan sebagai BE. Jumlah penduduk yang dapat

disungsikan ke BE tersebut adalah 2.684 orang.

Artinya, terdapat 5.181 dari 7.865 penduduk yang

belum bisa dievakuasi.

c. Untuk mengevakuasi 5.181 orang tersebut, maka

dibutuhkan penambahan kapasitas BE dan

pembangunan BE tambahan. Ada 5 BE yang perlu

ditingkatkan kapasitasnya dan 12 BE tambahan yang

perlu dibangun.

DAFTAR PUSTAKA

[1] DIBA, “Data dan Informasi Bencana Aceh,” diakses 12 Juni 2013,

http://diba.acehprov.go.id:8080/DesInventar/results.jsp

[2] S. J. Scheer V. Varela, G. Eftychidis, “A generic framework for tsunami evacuation planning,” Physics and Chemistry of the Earth 49 (2012) 79-

91

[3] ESRI, “ArcGIS 10.0 Desktop Help : Network Analyst – Type of Networks,” diakses 5 Juni 2013,

http://webhelp.esri.com/arcgisdesktop/10.0/index.cfm?TopicName=Typ

es_of_networks. [4] R. S. Dewi. “A-Gis Based Approach of an Evacuation Model for

Tsunami Risk Reduction,” Journal of Integrated Disaster Risk

Management. (2012) 2 (2) [5] Post, J., et al. “Assessment of Human Immediate Resonse Capability

Related to Tsunami Threats in Indonesia at a Sub-national Scale,”

Natural Hazards Earth System Sciences. No.9 (2009) 1075 – 1086.

[6] R. L. Knoblauch, M. T. Pietrucha, M. Nitzburg,”Field Studies of

Pedestrian walking Speed and Start-Up Time,” Transportation Research

Record 1538: 27-38

[7] A. Budiarjo, “Evacuation Shelter Building planning for tsunami prone

area : a case study of Meulaboh city, Indonesia.” Enschede, ITC. (2006)

Gambar. 6. Persebaran BE Eksisting dan BE Tambahan yang diusulkan