jtm 20100105

14
JTM Vol. XVII No. 1/2010 55 PEMODELAN PERSEBARAN SATURASI AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE FOIL FUNCTION (BULK VOLUME OF WATER) PADA RESERVOIR MINYAK DI LAPANGAN “X” Jovie Yunara 1 , Taufan Marhaendrajana 1 Sari Pemodelan persebaran saturasi air sangat penting dalam simulasi dan pemodelan reservoir, terutama pada perhitungan jumlah minyak awal di tempat (OOIP) dan peramalan kinerja reservoir. Dalam kenyataannya, penentuan persebaran saturasi air tidak mudah, dikarenakan reservoir memiliki karakteristik hubungan saturasi air dengan ketinggian di atas free water level (FWL) yang unik. Sedangkan saturasi air secara statistik dari data sumur tidak memiliki relevansi untuk membandingkan realita fenomena fisik. Beberapa metode yang umum digunakan untuk memodelkan hubungan saturasi air dengan ketinggian di atas FWL adalah metodeLeverett J-Function, FOIL Function (Bulk Volume of Water) dan Lambda Function (effective porosity classes). Metode FOIL function menawarkan opsi yang lebih sederhana dengan memanfaatkan data logging dari beberapa sumur untuk memodelkan saturasi air. FOIL function menggunakan prinsip Bulk Volume of Water (BVW) yang merupakan produk dari saturasi air dan porositas. Satu reservoir akan memiliki karakteristik fungsi BVWterhadap ketinggian di atas FWL. Dengan memanfaatkan hubungan ini, dapat dibuat suatu hubungan antara saturasi air dengan ketingian di atas FWL untuk masing-masing nilai porositas di sebuah reservoir. Penelitian ini membahas penggunaan metode FOIL function untuk persebaran saturasi air di reservoir minyak pada lapangan “X”. Pembahasannya meliputi langkah kerja dalam penggunaan metode FOIL function, seperti analisa log, penentuan konstanta “a” dan “b” yang merupakan parameter dalam FOIL function, pemodelan persebaran saturasi air di model reservoir, dan perhitungan OOIP. Tugas akhir ini juga menunjukkan kelemahan dan kelebihan dari penggunaan metode FOIL Function sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam penentuan metode pemodelan persebaran saturasi air sesuai dengan data reservoir yang dimiliki. Kata Kunci : pemodelan reservoir, saturasi air, bulk volume of water, foil function Abstract Water saturation distribution modelling is one of important procedure to do in reservoir modelling and simulation, especially for original oil in place calculation and reservoir performance forecasting. In fact, water saturation modelling is not trivial, because reservoir has unique characterization of water saturation and height above free water level relationship. Besides, water saturation statistically from well data does not have any relevancy to compare with physics phenomena. There are some methods generally used to determine the relation between height above free water level and water saturation such as Leverett J-function, FOIL function (Bulk Volume of Water) and Lambda function (effective porosity classes). FOIL function offers more simple option which only use logging data from several wells. FOIL function uses the principal of Bulk Volume of Water (BVW) which is water saturation and porosity product. A reservoir will have a certain BVW vs height above free water level function. By using this relationship, the water saturation and height above FWL for each porosity in a reservoir can be determined. This research about using FOIL Function method for water saturation distribution modelling in oil reservoir in “X” field. It includes the procedure in using FOIL function, such as log analysis, determining “a” and “b” constant which are the parameters in FOIL function, water saturation distribution modelling in reservoir model, and OOIP calculation. It also discusses about the advantages and disadvantages in using FOIL function method, so it can be consideration in determining water saturation distribution modelling that conforms with the reservoir data. Keywords : reservoir modelling, water saturation, bulk volume of water, foil function 1 ) Program Studi Teknik Perminyakan, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa No. 10 Bandung 40132, Telp.: +62 22-2504955, Fax.: +62 22-2504955, Email:[email protected] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu langkah kerja dalam simulasi dan pemodelan reservoir adalah pemodelan persebaran saturasi air di reservoir. Untuk memodelkan saturasi air tersebut dibutuhkan suatu fungsi yang dapat mengambarkan persebaran saturasi air di tiap ketinggian di atas free water level (FWL). Fungsi tersebut lebih dikenal sebagai SwH function. Sebenarnya, data saturasi air dapat diperoleh melalui interpretasi logging. Namun demikian, data ini hanya terbatas pada radius beberapa inch dari lubang sumur. Data ini tidak dapat digunakan sebagai representasi perseberan saturasi air di seluruh reservoir. Dengan demikian, penggunaan data ini untuk perhitungan OOIP menjadi tidak tepat. SwH function merupakan salah satu metode untuk menyebarkan data saturasi air di satu reservoir. Dengan cara ini diharapkan perhitungan OOIP menjadi lebih akurat. Ada beberapa metode yang umumnya digunakan untuk memodelkan fungsi persebaran saturasi air terhadap ketinggian di atas FWL. Metode-metode tersebut diantaranya adalah metode Leverett J-function, Lambda function, dan FOIL function. Persamaan- persamaan tersebut merupakan fungsi matematik

Upload: vivi-tan-noc

Post on 06-Dec-2015

247 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

--

TRANSCRIPT

JTM Vol. XVII No. 1/2010

55

PEMODELAN PERSEBARAN SATURASI AIR DENGAN

MENGGUNAKAN METODE FOIL FUNCTION (BULK VOLUME OF

WATER) PADA RESERVOIR MINYAK DI LAPANGAN “X”

Jovie Yunara1, Taufan Marhaendrajana

1

Sari Pemodelan persebaran saturasi air sangat penting dalam simulasi dan pemodelan reservoir, terutama pada perhitungan

jumlah minyak awal di tempat (OOIP) dan peramalan kinerja reservoir. Dalam kenyataannya, penentuan persebaran

saturasi air tidak mudah, dikarenakan reservoir memiliki karakteristik hubungan saturasi air dengan ketinggian di atas

free water level (FWL) yang unik. Sedangkan saturasi air secara statistik dari data sumur tidak memiliki relevansi untuk

membandingkan realita fenomena fisik. Beberapa metode yang umum digunakan untuk memodelkan hubungan saturasi

air dengan ketinggian di atas FWL adalah metodeLeverett J-Function, FOIL Function (Bulk Volume of Water) dan

Lambda Function (effective porosity classes). Metode FOIL function menawarkan opsi yang lebih sederhana dengan

memanfaatkan data logging dari beberapa sumur untuk memodelkan saturasi air. FOIL function menggunakan prinsip

Bulk Volume of Water (BVW) yang merupakan produk dari saturasi air dan porositas. Satu reservoir akan memiliki

karakteristik fungsi BVWterhadap ketinggian di atas FWL. Dengan memanfaatkan hubungan ini, dapat dibuat suatu

hubungan antara saturasi air dengan ketingian di atas FWL untuk masing-masing nilai porositas di sebuah reservoir.

Penelitian ini membahas penggunaan metode FOIL function untuk persebaran saturasi air di reservoir minyak pada

lapangan “X”. Pembahasannya meliputi langkah kerja dalam penggunaan metode FOIL function, seperti analisa log,

penentuan konstanta “a” dan “b” yang merupakan parameter dalam FOIL function, pemodelan persebaran saturasi air

di model reservoir, dan perhitungan OOIP. Tugas akhir ini juga menunjukkan kelemahan dan kelebihan dari

penggunaan metode FOIL Function sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam penentuan metode pemodelan

persebaran saturasi air sesuai dengan data reservoir yang dimiliki.

Kata Kunci : pemodelan reservoir, saturasi air, bulk volume of water, foil function

Abstract Water saturation distribution modelling is one of important procedure to do in reservoir modelling and simulation,

especially for original oil in place calculation and reservoir performance forecasting. In fact, water saturation modelling

is not trivial, because reservoir has unique characterization of water saturation and height above free water level

relationship. Besides, water saturation statistically from well data does not have any relevancy to compare with physics

phenomena. There are some methods generally used to determine the relation between height above free water level and

water saturation such as Leverett J-function, FOIL function (Bulk Volume of Water) and Lambda function (effective

porosity classes). FOIL function offers more simple option which only use logging data from several wells. FOIL

function uses the principal of Bulk Volume of Water (BVW) which is water saturation and porosity product. A reservoir

will have a certain BVW vs height above free water level function. By using this relationship, the water saturation and

height above FWL for each porosity in a reservoir can be determined. This research about using FOIL Function method

for water saturation distribution modelling in oil reservoir in “X” field. It includes the procedure in using FOIL

function, such as log analysis, determining “a” and “b” constant which are the parameters in FOIL function, water

saturation distribution modelling in reservoir model, and OOIP calculation. It also discusses about the advantages and

disadvantages in using FOIL function method, so it can be consideration in determining water saturation distribution

modelling that conforms with the reservoir data.

Keywords : reservoir modelling, water saturation, bulk volume of water, foil function

1) Program Studi Teknik Perminyakan, Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesa No. 10 Bandung 40132, Telp.: +62 22-2504955, Fax.: +62 22-2504955, Email:[email protected]

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Salah satu langkah kerja dalam simulasi dan

pemodelan reservoir adalah pemodelan

persebaran saturasi air di reservoir. Untuk

memodelkan saturasi air tersebut dibutuhkan

suatu fungsi yang dapat mengambarkan

persebaran saturasi air di tiap ketinggian di atas

free water level (FWL). Fungsi tersebut lebih

dikenal sebagai SwH function.

Sebenarnya, data saturasi air dapat diperoleh

melalui interpretasi logging. Namun demikian,

data ini hanya terbatas pada radius beberapa inch

dari lubang sumur. Data ini tidak dapat digunakan

sebagai representasi perseberan saturasi air di

seluruh reservoir. Dengan demikian, penggunaan

data ini untuk perhitungan OOIP menjadi tidak

tepat.

SwH function merupakan salah satu metode untuk

menyebarkan data saturasi air di satu reservoir.

Dengan cara ini diharapkan perhitungan OOIP

menjadi lebih akurat. Ada beberapa metode yang

umumnya digunakan untuk memodelkan fungsi

persebaran saturasi air terhadap ketinggian di atas

FWL. Metode-metode tersebut diantaranya

adalah metode Leverett J-function, Lambda

function, dan FOIL function. Persamaan-

persamaan tersebut merupakan fungsi matematik

Jovie Yunara, Taufan Marhaendrajana

56

dari properti reservoir yang diperoleh baik dari

data core maupun logging. Masing-masing

metode tersebut membutuhkan data yang

berbeda-beda dan memakan waktu analisa yang

berbeda-beda pula.

Metode FOIL function merupakan salah satu

metode yang lebih ekonomis dan sederhana untuk

dilakukan. Metode ini memanfaatkan prinsip dari

Bulk Volume of Water yang merupakan produk

dari porositas dan saturasi. Kedua data tersebut

dapat diperoleh dengan menggunakan logging,

sehingga pemodelan saturasi air dapat di lakukan

setelah pemboran dilakukan tanpa melakukan

special core analysis (SCAL) terlebih dahulu.

Namun demikian, penggunaan metode ini masih

belum terlalu populer dibandingkan metode

Leverett J-function.

Dilatarbelakangi oleh hal tersebut, di dalam

penelitian ini akan dibahas mengenai metodologi

penerapan FOIL Function dalam pemodelan

saturasi air di satu reservoir minyak. Lapangan

yang digunakan pada penelitian ini adalah

lapangan “X”. Lapangan ini memiliki tiga sumur

dan masing-masing sumur tersebut telah

dilakukan logging. Hasil pemodelan saturasi air

yang dilakukan pada reservoir ini akan digunakan

sebagai data inisialisasi simulasi reservoir untuk

menentukan OOIP dari lapangan “X”.

1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menunjukkan

metodologi dalam memodelkan persebaran

saturasi air dengan menggunakan metode FOIL

function di reservoir minyak.

Dalam penelitian ini, dijelaskan bagaimana

metodologi dalam penggunaan metode FOIL

function secara menyeluruh mulai dari

interpretasi data logging hingga menghitung

jumlah minyak di tempat (OOIP) melalui

simulator komersil untuk reservoir minyak, serta

kelebihan dan kekurangan dalam pengaplikasian

metode ini. Dengan demikian, diharapkan melalui

tugas akhir ini dapat membantu para akademisi

ataupun profesional dalam menentukan opsi

pemodelan persebaran saturasi air di sebuah

reservoir secara ekonomis dan sederhana namun

tidak mengurangi keakuratan data yang

dihasilkan.

1.3 Metodologi Dalam penyusunan penelitian ini, langkah-

langkah yang dilakukan oleh penulis dalam

penerapan metodologi FOIL function adalah:

1. Melakukan review data reservoir pada

lapangan “X”

2. Mengumpulkan data logging serta

melakukan interpretasi terhadap data

logging dari 3 sumur yang ada pada

lapangan “X” tersebut. Data logging yang

diinterpretasi diantaranya adalah log gamma

ray, log densitas, dan hasil interpretasi data

saturasi.

3. Melakukan plotting antara porositas vs

kedalaman dan kandungan shale vs

kedalaman untuk melihat homogenitas

litologi reservoir.

4. Melakukan plotting antara log BVW vs log

ketinggian di atas FWL (HFWL) untuk

mendapatkan konstanta “a” dan “b”.

5. Menyusun persamaan FOIL function serta

melakukan sensitivitas konstanta “a” untuk

melihat perbandingan antara data

sebenarnya dengan data persamaan melalui

plot BVW vs HFWL. Dalam uji senistivitas

ini digunakan 3 nilai “a” yang berbeda, yaitu

“a average” yang diperoleh dari regresi pada

plot log BVW vs log HFWL, “a optimis”

yang menunjukkan kecenderungan nilai

BVW yang kecil dan “a pesimis” yang

menunjukkan kecenderungan nilai BVW

yang besar.

6. Mengaplikasikan persamaan FOIL function

di simulator untuk memodelkan persebaran

saturasi air di seluruh reservoir pada

lapangan “X”. Terdapat tiga model

persebaran saturasi air yang berdasarkan

nilai konstanta “a” hasil uji sensitivitas pada

langkah sebelumnya.

7. Melakukan perhitungan volumetrik dalam

menentukan OOIP dari lapangan “X”

dengan nilai saturasi yang diperoleh dari

FOIL function.

8. Melakukan validasi hasil perhitungan OOIP

untuk ketiga nilai FOIL function terhadap

metode Leverett J-function.

9. Melakukan analisa dan menyimpulkan hasil

pengaplikasian metode FOIL function dalam

memodelkan saturasi air di reservoir minyak

lapangan “X”.

II. TEORI DASAR Bulk Volume of Water (BVW) merupakan hasil

perkalian antara porositas dan saturasi air.

��� = ∅ � � (1)

Harga BVW ini akan relatif sama bila berada

pada zona irreducible water saturation dan

nilainya akan meningkat dari zona transisi hingga

zona FWL. Hal ini sesuai dengan teori fungsi

tekanan kapiler terhadap saturasi yang dapat

digunakan sebagai SwH function.

Steve Cuddy dalam papernya menjelaskan bahwa

terdapat hubungan antara BVW dengan

ketinggian di atas FWL yang disebut sebagai

FOIL function (Cuddy 1993). Cuddy melakukan

Pemodelan Persebaran Saturasi Air dengan Menggunakan Metode Foil Function (Bulk Volume Of Water)

pada Reservoir Minyak di Lapangan “X”

57

studi penerapan metode ini pada lapangan gas di

Laut Utara. Hubungan antara height above FWL

dan BVW dituliskan dalam persamaan sebagai

berikut: ��� = ∅� = �� (2)

Persamaan (2) menunjukkan bahwa nilai saturasi

air akan bervariasi tergantung dari porositas dan

posisi pengukuran relatif terhadap FWL.

Sehingga, bila persamaan di atas disusun kembali

akan diperoleh persamaan umum yaitu: � = ��∅ (3)

Dari persamaan (2) dan (3) di atas dapat dilihat

bahwa metode FOIL function tidak bergantung

pada nilai permeabilitas dan litologi batuan. Nilai

fungsi bulk volume of water terhadap HWFL

akan konsisten untuk satu jenis reservoir, tanpa

dipengaruhi oleh keragaman dari porositas dan

permeabilitas reservoir tersebut. Namun

demikian, tetap harus diperhatikan bahwa

persamaan ini hanya berlaku pada satu unit

geologi atau lithofacies, dilihat dari fungsi

hubungan antara porositas dan permeabilitas yang

seragam. (Amabeoku, 2005). Selain itu, karena

perhitungan berdasarkan analisa hasil interpretasi

log, maka keakuratan data log menjadi sangat

penting dalam penerapan metode tersebut.

Metode FOIL dianggap lebih cocok diterapkan

untuk 3-D modelling dibandingkan dengan

metode Leverett J-function. Keunggulan metode

FOIL function ini adalah metode ini

memanfaatkan prinsip BVW yang tidak

bergantung pada nilai porositas dan permeabilitas.

Dalam penggunaan Leverett J-function, perlu

dilakukan denormalisasi untuk mendapatkan

fungsi saturasi terhadap ketinggian di atas free

water level, yaitu dengan pengelompokan SwH

function untuk nilai-nilai porositas tertentu.

Fungsi seperti ini akan menimbulkan

ketidakpastian dalam pemodelan reservoir karena

membutuhkan data yang cukup untuk membuat

fungsi SwH yang lebih sensitif. Selain itu, metode

Leverett J-function juga merupakan fungsi dari

permeabilitas. Dalam kenyataannya, pemodelan

permebalitas dalam 3-D sangat sulit. Akibatnya,

pemodelan saturasi air memiliki ketidakpastian

yang cukup tinggi sehingga perhitungan OOIP

menjadi tidak akurat. Oleh karena itu, metode

FOIL function dianggap lebih baik dan sangat

dianjurkan untuk memodelkan persebaran saturasi

air dalam suatu reservoir (Worthington, 2002).

III. METODOLOGI FOIL FUNCTION

3.1 Analisa Keseragaman Litologi Reservoir

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa metode

FOIL function hanya berlaku pada satu unit

geologi atau litofacies. Oleh karena itu perlu

dilakukan identifikasi keseragaman litologi dari

reservoir pada lapangan “X” sebelum

menerapkan metode FOIL function pada reservoir

ini. Keseragaman ini dapat diidentifikasi dengan

melihat nilai keseragaman hubungan porositas

terhadap permeabilitas melalui routine core

analysis, serta keseragaman nilai porositas dan

kandungan shale untuk tiap kedalaman reservoir

melalui interpretasi log.

Gambar 1. Semilog plot log permeabilitas vs porositas

Jovie Yunara, Taufan Marhaendrajana

Untuk melihat keseragaman litologi reservoir,

dapat dilihat dari hubungan antara log

permeabilitas vs porositas. Masing-masing nilai

permeabilitas dan porositas ini diperoleh dari

routine core analysis. Hubungan antara porositas

dan permeabilitas ini digunakan sebagai model

untuk persebaran permeabilitas di reservoir. Hasil

pemodelan hubungan log permeabilitas dan

porositas dapat dilihat pada Gambar 1. Dari

pemodelan ini menunjukkan bahwa reservoir ini

hanya memiliki satu unit geologi atau litofacies

dilihat dari hanya ada satu pemodelan hubungan

antara porositas dan permeabilitas.

Untuk memperkuat analisa, juga dilakukan

interpretasi logging dari 3 sumur yang telah dibor

di lapangan “X”. Interpretasi dilakukan untuk

mengidentifikasi keseragaman kandungan shale

dan porositas terhadap kedalaman. Log gamma

ray digunakan untuk megidentifikasi kandungan

shale pada reservoir, sedangkan untuk

menentukan nilai porositas digunakan log

densitas. Kedalaman reservoir untuk masing-

masing sumur bervariasi. Untuk sumur 1,

reservoir berada pada kedalaman 3707 – 3785 ft

TVDSS. Untuk sumur 2, reservoir berada pada

kedalaman 3745 – 3775 ft TVDSS. Sedangkan

sumur 3, kedalaman reservoir berada pada 3707 –

3773 ft TVDSS. Data logging dapat dilihat pada

Gambar 2. Lokasi sumur bisa dilihat pada

Gambar 3.

Top Reservoir Free Water Level

Gambar 2. Hasil logging gamma ray, densitas dan resistivitas dari 3 sumur lapangan “X”

Pemodelan Persebaran Saturasi Air dengan Menggunakan Metode Foil Function (Bulk Volume Of Water)

pada Reservoir Minyak di Lapangan “X”

Gambar 3. Lokasi sumur pada lapangan “X” (dari kiri : sumur-1, sumur 3, sumur 2)

Perhitungan shale content dengan interpretasi

gamma ray didekati oleh persamaan berikut:

��� = �����������������−����� (4)

Vsh merupakan nilai yang menunjukkan

presentasi volume shale dalam volume batuan.

Nilai kandungan shale untuk tiap kedalaman hasil

interpretasi log gamma ray pada masing-masing

sumur dapat dilihat dari Gambar 4. Dari Gambar

4 tersebut, dapat dilihat bahwa kandungan shale

untuk tiap kedalaman untuk masing-masing

sumur relatif seragam. Dari data ini dapat

diidentifikasi tidak adanya laminasi shale yang

membagi-bagi zona reservoir.

Gambar 4. Plot kandungan shale vs HFWL dari Sumur-1, Sumur-2 dan Sumur-3

Sumur 2

Sumur 3

Sumur 1

Jovie Yunara, Taufan Marhaendrajana

60

Perhitungan porositas dapat dilakukan dengan

interpretasi log densitas. Persamaan umum dalam

perhitungan log densitas adalah

�� = ∅�� + !1 − ∅$�% (5)

Persamaan di atas disusun kembali untuk

menghitung porositas menjadi:

∅ = &��� &�&���&' (6)

Untuk studi kali ini, diasumsikan bahwa mud

filtrate merupakan fresh water, dengan besar ρf =

1.0. Sedangkan jenis batuan diketahui merupakan

sandstone dengan ρma = 2.65. Porositas yang

dihasilkan dari interpretasi log densitas, diplot

terhadap kedalaman. Hasil plot ditunjukkan pada

Gambar 5. Dari Gambar 5 tersebut, dapat dilihat

bahwa porositas terhadap kedalaman hampir

seragam atau tidak berubah. Hal ini semakin

memperkuat anggapan bahwa reservoir pada

lapangan “X” ini merupakan reservoir yang

terdiri dari satu jenis litologi batuan.

Gambar 5. Plot porositas vs HFWL dari Sumur-1, Sumur-2, dan Sumur-3

Hasil analisa core dan interpretasi log telah

membuktikan bahwa reservoir pada lapangan “X”

terdiri dari satu jenis litologi batuan. Dengan

demikian, pada lapangan ini dapat diterapkan

metode FOIL function untuk memodelkan

persebaran saturasi air pada reservoir tersebut.

3.2 Penentuan Konstanta “a” dan “b” Telah dijelaskan sebelumnya bahwa persamaan

FOIL function menghubungkan antara saturasi air

dengan porositas dan ketinggian dari free water

level. Persamaan yang digunakan adalah oleh

persamaan (3):

Untuk menentukan persamaan khusus dari

persamaan (3) diatas, maka perlu dilakukan

penentuan nilai konstanta “a” dan “b”. Kedua

nilai konstanta tersebut dapat ditentukan dengan

memodifikasi persamaan (2).

Log BVW = log α + b log H (7)

Berdasarkan persamaan (7) di atas, nilai

konstanta “a” dan “b” dapat ditentukan dengan

melakukan log-log plot antara BVW dan HFWL.

Untuk mendapatkan data BVW, dibutuhkan data

porositas dan saturasi air untuk setiap kedalaman.

Pada pembahasan log interpretasi sebelumnya,

telah dijelaskan bahwa porositas diperoleh dari

interpretasi log densitas. Sedangkan untuk data

saturasi air merupakan hasil interpretasi log

resistivitas dan ditunjukkan oleh Gambar 6. Dari

nilai porositas dan saturasi yang telah diketahui,

maka nilai BVW dapat ditentukan dari hasil

perkalian porositas dan saturasi air.Untuk posisi

free water level dilakukan hanya dengan

pengamatan pada hasil interpretasi log resistivity.

Free water level ditandai dengan nilai saturasi air

yang mencapai 100%.

Pemodelan Persebaran Saturasi Air dengan Menggunakan Metode Foil Function (Bulk Volume Of Water)

pada Reservoir Minyak di Lapangan “X”

61

Gambar 6. Saturasi vs kedalaman hasil interpretasi log

Gambar 7. Log-Log plot HFWL vs BVW

y = -0.308x - 0.499

R² = 0.502

-1.4

-1.2

-1

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2

Log

BV

W

Log HFWL

Jovie Yunara, Taufan Marhaendrajana

62

Hasil log-log plot BVW vs HFWL ditunjukkan

pada Gambar 7. Dari hasil log-log plot tersebut,

dilakukan regresi linier, dimana gradien garis

menunjukkan nilai konstanta “b” dan intercept

merupakan nilai “log a”. Dari nilai-nilai konstanta

“a” dan “b”, persamaan FOIL function untuk

reservoir pada lapangan “X” akan menjadi:

� = (.*+,-∅�../.01 (8)

3.3 Analisa FOIL Function Menurut Cuddy (1993), FOIL function dapat

diturunkan dari persamaan Leverett J-function

dan fungsi tekanan kapiler terhadap HFWL.

Persamaan tersebut diturunkan sebagai berikut :

��� = 2∅ 3 4567�89!&:�&.$ ;∅<$=1>? ��1> (9)

Bila dibandingkan dengan persamaan (2), maka

konstanta “a” dan “b” adalah:

= 2∅ 3 4567�89!&:�&�$ ;∅<$=1>? (10)

@ = − +A (11)

Dari persamaan (10) dan (11) di atas,

menunjukkan bahwa konstanta “a” memuat

parameter-parameter properti fluida dan properti

batuan, sedangkan konstanta “b” merupakan

sebuah konstanta dimensionless. Dari hasil studi,

telah dibuktikan bahwa yang sangat

mempengaruhi besaran SwH function adalah

konstanta “a”, sedangkan konstanta “b” relatif

sama untuk suatu lapangan. Bila kita nyatakan

kualitas reservoir ditentukan oleh nilai saturasi

pada ketinggian tertentu dari FWL pada nilai

porositas tertentu, maka bila suatu lapangan

memiliki kualitas reservoir yang bervariasi , maka

FOIL function yang diperoleh akan bervariasi

pada konstanta “a” sedangkan konstanta “b”

relatif sama (Gagnon, D., 2008).

3.3 Sensitivitas Konstanta “a” Dari hasil plot antara BVW vs HFWL, diperoleh

tren garis yang menggambarkan SwH function

dari reservoir lapangan “X”. Dan bila

dibandingkan dengan penggunaan persamaan (8),

terlihat bahwa persamaan tersebut cukup

representatif untuk digunakan dalam pemodelan

saturasi air di reservoir tersebut. Hal ini dapat

dilihat pada Gambar 8. Namun demikian, bila

dilihat secara seksama, terdapat pola sebaran

yang tidak mengikuti persamaan (8) yang telah

dikembangkan tersebut. Dengan kata lain, ada

kemungkinan pola SwH function yang berbeda

dengan persamaan yang telah diperoleh. Hal ini

tidak dapat dibuktikan sepenuhnya, karena

diperlukan data-data log tambahan dari pemboran

sumur-sumur baru.

Gambar 8. Plot BVW vs HFWL

0

10

20

30

40

50

60

70

80

-0.1 6E-16 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

HFW

L (f

t)

BVW

a average

Data

Pemodelan Persebaran Saturasi Air dengan Menggunakan Metode Foil Function (Bulk Volume of Water)

pada Reservoir Minyak di Lapangan “X”

63

Karena keterbatasan data tersebut, maka alternatif

yang dilakukan adalah dengan menggunakan uji

sensitifitas. Dalam studi ini yang diuji adalah

sensitifitas konstanta “a”. Hal ini didasarkan pada

studi mengenai FOIL function yang menganggap

suatu reservoir akan memiliki nilai konstanta “b”

yang relatif sama, dan kualitas reservoir akan

sangat dipengaruhi oleh konstanta “a” (Gagnon,

D., 2008).

Pada studi ini, uji sensitifitas hanya mengambil 2

nilai, yaitu konstanta “a optimis” dan konstanta “a

pesimis”. Konstanta “a optimis” mengikuti tren

BVW vs HFWL yang memberikan nilai saturasi

air yang paling kecil atau kualitas reservoir yang

paling baik. Sedangkan konstanta “a pesimis”

mengikuti tren BVW vs HFWL yang memberikan

ilai saturasi air yang paling besar atau kualitas

reservoir yang paling buruk.

Berdasarkan hal tersebut, diperoleh nilai

konstanta “a optimis” = 0.2 sedangkan konstanta

“a pesimis” = 0.5. Hasil plot dengan persamaan

tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.

Berdasarkan hal tersebut, maka pemodelan

saturasi air di reservoir minyak pada lapangan

“X” ini akan menggunakan 3 persamaan, salah

satunya adalah persamaan (8):

� = (.B∅�../.01 (12) � = (.C∅�../.01 (13)

Gambar 9. Plot BVW vs HFWL untuk Berbagai Konstanta “a”

IV. HASIL PEMODELAN DAN

PERHITUNGAN OOIP

Untuk memodelkan persebaran saturasi air di

reservoir pada lapangan “X” tersebut, penulis

menggunakan simulator PETRELTM

. Model

reservoir yang digunakan dapat dilihat pada

Gambar 14 dengan ukuran 187 x 196 x 110 grid

cells. Pada model ini, properti reservoir seperti

porositas telah di sebarkan ke seluruh reservoir,

serta telah dilakukan penentuan zona aquifer dan

posisi free water level.Persebaran saturasi air di

reservoir ini menggunakan fungsi dari persamaan

(8), (12), dan (13). Hasil pemodelan saturasi

dengan menggunakan tiga persamaan tersebut

ditampilkan dalam bentuk model 3-D pada

Gambar 15.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

HF

WL

(ft)

BVW

a average

a optimis

a pesimis

Data

Jovie Yunara, Taufan Marhaendrajana

64

Gambar 14. Model reservoir lapangan “X”

(a)

(b)

Pemodelan Persebaran Saturasi Air dengan Menggunakan Metode Foil Function (Bulk Volume of Water)

pada Reservoir Minyak di Lapangan “X”

65

(c)

Gambar 15. Hasil pemodelan saturasi air dengan FOIL function: (a) FOIL function a = 0.356,

(b) FOIL function a = 0.2, (c) Foil function dengan a = 0.5

Dari ketiga pemodelan saturasi di atas dilakukan

perhitungan jumlah minyak di tempat (OOIP)

secara volumetrik. Persamaan umum yang

digunakan adalah:

DDEF = �@ � ∅ � !1 − �G$ (14)

Hasil perhitungan dengan menggunakan

persamaan-persamaan di atas ditunjukkan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Hasil perhitungan konstanta ”a” dan

OOIP

Konstanta “a” OOIP (x 106res.bbl)

0.3164 285.04

0.2 368.7

0.5 165.97

Sebagai pembanding, hasil perhitungan OOIP

yang diperoleh dengan metode FOIL function ini

dibandingkan dengan metode Leverett J-function.

Dari hasil lab, diperoleh persamaan untuk

Leverett J-funtcion adalah sebagai berikut:

FHIJ� = !0.435 − 0.3691$� (15) FHQ � = FHIJ� RS+B,T (16)

UQ � = 0.2166 RW6_Q �SB T ;Y∅ (17) �6 Z6[I\J = 0.2777 U�(.B--^ (18)

Dengan pemodelan saturasi air metode Leverett J-

function, diperoleh OOIP sebesar 369.77 x 106

res.bbl. Hal ini menjadi perhatian, karena nilai

OOIP yang diperoleh dengan metode FOIL

function dengan konstanta “a average” tidak

sesuai dengan nilai OOIP yang diperoleh dengan

pemodelan saturasi air metode Leverett J-

function.

Ada beberapa hal perlu dianalisa untuk

mengetahui ketidaksesuaian antara hasil

perhitungan OOIP dengan menggunakan metode

FOIL functiondan Leverett J-function. Pertama,

adalah kurva BVW vs HFWL. Telah dijelaskan

sebelumnya bahwa terdapat beberapa data yang

tidak mengikuti tren garis persamaan (8),

sehingga perlu dilakukan sensitifitas konstanta

“a”. Dan dari hasil perhitungan OOIP,

ditunjukkan bahwa perhitungan dengan metode

Leveret J-function akan mendekati perhitungan

FOIL function dengan konstanta “a optimis”. Bila

data Leverett J-function dipercaya lebih akurat,

maka terdapat kemungkinan bahwa mayoritas

reservoir memiliki kecenderungan data

sebenarnya untuk mengikuti tren BVW vs HFWL

dengan konstanta “a optimis”. Namun, untuk

membuktikan hal tersebut, dibutuhkan data

logging dari pemboran sumur-sumur baru.

Analisa kedua adalah dengan membandingkan

hasil logging dengan hasil pemodelan persebaran

saturasi air di reservoir tersebut. Pada Gambar 11,

terlihat bahwa data dengan persebaran saturasi

dengan metode FOIL function dengan persamaan

(8) akan mendekati nilai data logging

dibandingkan dengan Leverett J-function ataupun

data dari FOIL function dengan konstanta “a

optimis” dan “a pesimis” untuk ke tiga sumur

(Gambar 10, 12, 13). Dari hasil analisa di atas,

disimpulkan bahwa pemodelan persebaran

saturasi dengan metode FOIL function dengan

konstanta “a average” telah merepresentasikan

keadaan sebenarnya dibandingkan dengan data

Leverett J-function. Hasil pemodelan saturasi air

Jovie Yunara, Taufan Marhaendrajana

66

dengan metode Leverett J-function yang

dihasilkan tidak sesuai dengan data logging bisa

jadi dikarenakan saat penggunaan metode

Leverett J-function data yang digunakan berasal

dari sebaran data yang paling optimis, atau

memberikan hasil nilai saturasi air yang paling

kecil.

Gambar 10. Perbandingan hasil simulasi pemodelan saturasi air

metode Leverett J-function dengan saturasi

Gambar 11. Perbandingan hasil simulasi pemodelan saturasi air FOIL function a = 0.3164 dengan saturasi air

hasil logging

Pemodelan Persebaran Saturasi Air dengan Menggunakan Metode Foil Function (Bulk Volume of Water)

pada Reservoir Minyak di Lapangan “X”

67

Gambar 12. Perbandingan hasil simulasi pemodelan saturasi air FOIL function a = 0.2 dengan saturasi air

hasil logging

Gambar 13. Perbandingan hasil simulasi pemodelan saturasi air FOIL function a = 0.5 dengan saturasi air

hasil loggin

Jovie Yunara, Taufan Marhaendrajana

68

Namun demikian, untuk lebih memvalidasi data

tersebut, tetap diperlukan data-data dari pemboran

sumur-sumur baru, sehingga persebaran saturasi

dapat dimodelkan dengan tepat, perhitungan OOIP

menjadi lebih akurat, dan simulasi reservoir yang

dilakukan semakin representatif.

V. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini

adalah :

1. Metode FOIL function memiliki beberapa

keunggulan dibandingkan metode Leverett J-

function karena tidak memerlukan data SCAL,

merupakan fungsi yang tidak bergantung pada

jenis litologi, dan lebih representatif untuk

pemodelan 3 dimensi.

2. Metode FOIL function sangat bergantung pada

keakuratan data interpretasi logging.

3. Satu persamaan FOIL function hanya berlaku

untuk satu unit geologi atau litofacies.

4. Lapangan “X” yang digunakan pada tugas akhir

ini sangat cocok diterapkan metode FOIL

function, dengan hasil pemodelan saturasi air

yang cukup baik dan representatif.

5. Uji sensitifitas konstanta “a” (properti fluida dan

properti batuan) dapat menjadi opsi untuk

penentuan OOIP bila data logging dari sedikit

sumur masih belum representatif untuk satu

reservoir.

VI. DAFTAR PUSTAKA 1. Amabeoku, M.O., 2005. Incorporating hydraulics

units concepts in saturation-height modelling in a

gas field : 2005 SPE Asia Pacifik Oil and Gas

Conference – Proceeding, pp. 609

2. Cuddy, S., 1993. The FOIL function – a simple,

convincing model for calculating water

saturations in Southern North Sea Gas

Fields : Transactions of the 34th Annual Logging

Symposium of the Society of Proffesional Well

Log Analysts, H1-17, Calgary, Canada., BP

Expoloration.

3. Gagnon, D., 2008. The effect of pore geometry on

the distribution of reservoir fluids in U.K North

Sea oil and gas fields: 49th Annual Logging

Symposium of the Society of Proffesional Well

Log Analysts, Edinburgh, Scotland, 2008, Nexen

Petroleum U.K. Ltd.

4. Worthington, P. F., Lovell, M. and Parkinson, N.,

2002. Application of saturation-height functions

in intergrated reservoir description: AAPG

Methods in Exploartion Series, 13, pp. 89.

DAFTAR SIMBOL a, b = Konstanta dalam FOIL function

BVW = Bulk Volume of Water

g = Percepatan gravitasi (m/s2)

GRlog = Pembacaan Gamma Ray dari log

GRmaks = Pembacaan log Gamma Ray maksimum

GRmin = Pembacaan log Gamma Ray minimum

H = Height above free water level (ft)

Sw = Saturasi air (fraksi)

Vsh = Kandungan shale dalam batuan (%)

ρw = Densitas fasa air (g/cm3) _ = Konstanta dimensionless ` = Konstanta dimensionless a = Sudut kontak (

0) ∅ = Porositas (fraksi)

ρb = Densitas batuan terbaca dari log

ρf = Densitas fluida yang mengisi pori batuan

ρma = Densitas matriks batuan

ρo = Densitas fasa minyak (g/cm3) b = Tegangan antar permukaan