iptek

3
Potensi Bekatul yang Betul Bekatul yang dulunya sebagai pakan ternak, kini dikembangkan untuk mengatasi penyakit degeneratif. Bebicara mengenai bekatul, tentu tidak lepas dari tanaman yang menjadi sumber makanan pokok di negara ini. Padi (Oriza sativa), tidak hanya bulirnya yang mengenyangkan perut, ternyata bekatulnya pun punya nilai lebih. Bekatul memiliki warna krem kecoklatan dengan aroma sama seperti aroma berasnya. Sekilas yang tergambar dalam pikiran kita, bekatul adalah hasil samping penggilingan gabah (padi) yang hanya dijadikan pakan ternak. Untuk dijadikan sebagai bahan pangan yang bermanfaat bagi kesehatan, apakah mungkin?. Jawabannya ya. Ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Dr Saifuddin Sirajuddin MS, seorang dosen Prodi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas. Sebagai bahan pangan, bekatul memiliki potensi yang cukup besar yang ditunjang oleh produksi padi yang meningkat tiap tahunnya. Produksi bekatul di Indonesia sendiri telah mencapai 4-6 juta ton per tahun. Ketersediaannya yang berlimpah dengan potensi gizi yang dimiliki, terasa kurang jika bekatul hanya dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Penggunaannya sebagai bahan pangan, di satu sisi akan meningkatkan kesehatan masyarakat yang mengonsumsinya. Sedangkan di sisi lain, akan meningkatkan nilai ekonominya di lingkup masyarakat. “Bekatul memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras. Selain itu, terkhusus untuk Sulawesi Selatan sebagai lumbung padi, provinsi ini menyediakan bahan baku ini dalam jumlah yang cukup banyak. Untuk itu, dari hal tersebut terpikirkan bagaimana meningkatkan nilai ekonomi bekatul yang mulanya hanya sebagai pakan ternak, menjadi produk yang memiliki manfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan,” terangnya saat ditemui, Kamis (21/8). Penelitian yang telah digeluti sejak tahun 2013 hingga saat ini, menunjukkan bahwa bekatul memilki potensi dalam mengatasi penyakit degeneratif. Penyakit yang masuk dalam daftar penyakit ini yaitu diabetes melitus, stroke, jantung koroner, obesitas dan masih banyak lagi. Faktor utama yang

Upload: riyami

Post on 09-Nov-2015

224 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Gizi

TRANSCRIPT

Potensi Bekatul yang Betul

Bekatul yang dulunya sebagai pakan ternak, kini dikembangkan untuk mengatasi penyakit degeneratif.Bebicara mengenai bekatul, tentu tidak lepas dari tanaman yang menjadi sumber makanan pokok di negara ini. Padi (Oriza sativa), tidak hanya bulirnya yang mengenyangkan perut, ternyata bekatulnya pun punya nilai lebih. Bekatul memiliki warna krem kecoklatan dengan aroma sama seperti aroma berasnya. Sekilas yang tergambar dalam pikiran kita, bekatul adalah hasil samping penggilingan gabah (padi) yang hanya dijadikan pakan ternak. Untuk dijadikan sebagai bahan pangan yang bermanfaat bagi kesehatan, apakah mungkin?. Jawabannya ya. Ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Dr Saifuddin Sirajuddin MS, seorang dosen Prodi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas. Sebagai bahan pangan, bekatul memiliki potensi yang cukup besar yang ditunjang oleh produksi padi yang meningkat tiap tahunnya. Produksi bekatul di Indonesia sendiri telah mencapai 4-6 juta ton per tahun. Ketersediaannya yang berlimpah dengan potensi gizi yang dimiliki, terasa kurang jika bekatul hanya dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Penggunaannya sebagai bahan pangan, di satu sisi akan meningkatkan kesehatan masyarakat yang mengonsumsinya. Sedangkan di sisi lain, akan meningkatkan nilai ekonominya di lingkup masyarakat. Bekatul memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras. Selain itu, terkhusus untuk Sulawesi Selatan sebagai lumbung padi, provinsi ini menyediakan bahan baku ini dalam jumlah yang cukup banyak. Untuk itu, dari hal tersebut terpikirkan bagaimana meningkatkan nilai ekonomi bekatul yang mulanya hanya sebagai pakan ternak, menjadi produk yang memiliki manfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan, terangnya saat ditemui, Kamis (21/8).Penelitian yang telah digeluti sejak tahun 2013 hingga saat ini, menunjukkan bahwa bekatul memilki potensi dalam mengatasi penyakit degeneratif. Penyakit yang masuk dalam daftar penyakit ini yaitu diabetes melitus, stroke, jantung koroner, obesitas dan masih banyak lagi. Faktor utama yang menjadi penyebabnya, yakni pola makan dan aktifitas fisik tubuh. Faktor ini meningkat seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang mengarah pada konsumsi makanan dengan kadar lemak dan gula yang tinggi, ditambah jenis pekerjaan/aktivitas yang tidak banyak menguras tenaga (sedentary), serta pola makan yang rendah akan serat.Persentase kandungan serat dalam bekatul sebesar 5,2-7,3% lebih tinggi dari tepung terigu yang hanya 1,5%. Kandungan gizi yang terdapat dalam tepung bekatul, antara lain protein, lemak, vitamin, dan komponen bioaktif oryzanol menjadikannya berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan. Selain itu, studi literatur juga menunjukkan bahwa kandungan gamma oryzanol dan asam ferulat pada bekatul, berkhasiat untuk memperbaiki profil lipid dengan cara menurunkan kadar kolesterol jahat dan meningkatkan kadar kelosterol baik dalam tubuh. Kandungan sakaridanya mampu mencegah kanker. Rekomendasi diet dengan olahan bekatul dapat dianjurkan bagi penderita obesitas, untuk mencegah hyperglicemia (kadar gula darah yang tinggi) dan menunda komplikasi sekundernya.Terkait dengan teknis pengolahan bekatul hingga menjadi tepung bekatul, dosen yang satu ini belum mau mengutarakannya. Hal ini dikarenakan ia belum mematenkan hasil penemuannya ini. Hingga saat ini, penelitiannya terkait bekatul sudah meliputi pemanfaatan tepung bekatul dalam pembuatan biskuit, cookies, kerupuk, roti, serta bubur bekatul instan sebagai alternatif penanggulangan penyakit degeneratif. Penelitian ini juga telah mencakup analisis kandungan zat gizi (nutrisi makro dan mikro) dan penentuan masa kadaluarsa pada produk bubur bekatul instan dengan metode accelerate self life test. Analisis daya terima dan pengaruh bubur bekatul instan terhadap kadar glukosa dan profil lipid pada anak obesitas usia sekolah dasar di Makassar pun tak luput dari penelitiannya. Kedepannya pengembangan penelitian produk bekatul di Laboratorium Terpadu FKM ini, akan dilanjutkan pada uji efektifitas bubur bekatul instan terhadap penurunan kadar glukosa dan perbaikan profil lipid anak sekolah dasar yang obesitas, serta uji aspek nutrigenomik dari produk tersebut. Pengembangan penelitian ini untuk mengukur sejauh mana produk ini efektif untuk menurunkan kadar gula darah dan kolesterol, apakah dengan mengonsumsinya dapat berangsur-angsur menyembuhkan penyakit degeneratif secara lebih baik dibandingkan dengan mengonsumsi obat-obatan, paparnya.Menengok beberapa penelitian yang telah dilakukan, ia berharap bekatul dapat dikembangkan menjadi beberapa produk makanan maupun minuman yang memiliki nilai gizi dan kesehatan. Sehingga, dapat bermanfaat untuk mengatasi penyakit degeneratif.

Riyami