perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/bab ii tinjauan... · web...

30
Daun Batang Stolen Akar 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Pegagan (Centella asiatica. L. Urban) 2.1.1 Deskripsi Tanaman Herba pegagan merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili : Apiaceae, spesies : Centella asiatica. L. Urban Tanaman ini adalah tanaman liar yang banyak tumbuh di perkebunan, ladang, tepi jalan serta pematang sawah, berasal dari daerah Asia tropis, tersebar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, India, Republik Rakyat Cina, Jepang dan Australia kemudian menyebar ke berbagai negara-negara lain. Nama yang biasa dikenal untuk tanaman ini selain pegagan adalah daun kaki kuda dan antanan (Januwati dan Yusron, 2007). Gambar 1.Herba Pegagan Sumber: BPOM (2010) Gambar 1. Herba Pegagan Sumber: BPOM (2010)

Upload: others

Post on 06-Jul-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Daun

Batang

Stolen

Akar

4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Pegagan (Centella asiatica. L. Urban)

2.1.1 Deskripsi Tanaman

Herba pegagan merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili :

Apiaceae, spesies : Centella asiatica. L. Urban

Tanaman ini adalah tanaman liar yang banyak tumbuh di perkebunan,

ladang, tepi jalan serta pematang sawah, berasal dari daerah Asia tropis, tersebar

di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, India, Republik Rakyat Cina, Jepang dan

Australia kemudian menyebar ke berbagai negara-negara lain. Nama yang biasa

dikenal untuk tanaman ini selain pegagan adalah daun kaki kuda dan antanan

(Januwati dan Yusron, 2007).

Gambar 1.Herba PegaganSumber: BPOM (2010)

Gambar 1. Herba PegaganSumber: BPOM (2010)

Pegagan merupakan herba tahunan dengan akar tunggang, bulat dan

putih. Herba pegagan memiliki daun tunggal, tersusun dalam roset akar, dua

sampai sepuluh, bentuk ginjal, pangkal membulat, tepi beringgit, diameter 1

sampai 7 cm, pertulangan menyirip, tangkai 1 sampai 5 cm, hijau dan tidak

berbatang. Pegagan bersifat kosmopolitan tumbuh liar di tempat-tempat

yang lembab pada intensitas sinar yang rendah hingga pada tempat-tempat

5

terbuka, seperti di padang rumput, pinggir selokan dan pematang sawah

(Januwati dan Yusron, 2007).

Tiap daerah memiliki pegagan dengan bentuk daun yang berbeda walaupun

masih berada dalam satu spesies yang sama, ada yang daunnya lebar tapi tipis, ada

yang daunnya kecil-kecil tapi tebal, ada yang sisi daunnya bergerigi, ada yang

bergelombang, ada yang bulat persis seperti tombol dan lain-lain. Daun pegagan

dari Bengkulu misalnya, memiliki bentuk yang berbeda dibandingkan pegagan

dari Cianjur atau dari Bali. Begitu juga pegagan asal dari Ungaran, akan berbeda

bentuk daunnya jika dibandingkan dengan pegagan dari Banjaran atau pegagan

dari daerah Samukren.

A B C

D E F

Gambar 2. Varietas Daun PegaganKeterangan : A. Banjaran, B. Bengkulu, C. Cianjur, D. Bali, E. Samukren

dan F. UngaranSumber : BPOM (2010)

Ketinggian tempat optimum untuk tanaman ini adalah 200 sampai

800 m di atas permukaan laut. Pada ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut,

produksi dan mutunya akan menjadi lebih rendah. Tanaman ini dapat tumbuh

dan berproduksi dengan baik hampir pada semua jenis tanah lahan kering

(Januwati dan Yusron, 2007).

2.1. 2 Kandungan Kimia

Kandungan kimia yang terdapat pada herba pegagan adalah asam amino,

flavonoid, terpenoid, volatile oil dan unsur-unsur lainnya. Asam amino: alanin

6

dan serin (komponen utama), aminobutirat, aspartat, glutamat, histidin, lisin dan

tironin.

Terpenoid yang terdapat dalam herba pegagan adalah triterpen,

asiatikosida, centelloside, madecasoside, brahmoside dan brahminoside (saponin

glikosida). Sedangkan dalam minyak atsiri (Volatile oils) terdapat berbagai

macam terpenoid termasuk ß-caryophyllene, trans-ß-farn esene dan germacrene

D (sesquiterpen) sebagai komponen utama, α-pinene dan ß-pinene.

Unsur-unsur lain hydrocotylin (alkaloid), vallerine (zat pahit), asam lemak

(linoleic acid, linolenic acid, lignocene, oleic acid, palmitat acid, stearad acid),

phytosterol (campesterol, sitosterol, stigmasterol), resin dan tanin (Newal dkk.,

1996 dalam Erdiana, 2009).

2.1.3 Ekologi Dan Wilayah Penyebaran

Tumbuh liar di seluruh Indonesia serta daerah-daerah beriklim tropis pada

umumnya, dari dataran rendah hingga ketinggian 2.500 m di atas permukaan laut.

Tumbuh di tempat terbuka, pada tanah yang lembab dan subur seperti tegalan,

padang rumput, tepi parit, di antara batu-batu, di tepi jalan dan tembok (Heyne,

1987).

2.1.4 Khasiat

Pegagan berasa manis, bersifat mendinginkan, berfungsi membersihkan darah,

melancarkan peredaran darah, peluruh kencing (diuretika), penurun panas

(antipiretika), menghentikan pendarahan (Hemostatika), radang hati disetai kuning

(hepatitis ikterik) dan antibakteri (Dalimartha, 2005).

Hasil penelitian Tang (1992) diketahui bahan ekstrak tumbuhan pegagan

dan 3 senyawa kandungannya yaitu asam asiatat, asam madecasat dan asiatikosida

dapat menyembuhkan luka.

Hasil penelitian Tang dikuatkan oleh Cheng (2004) yang melaporkan

bahwa ekstrak air pegagan dan senyawa asiatikosida yang merupakan senyawa

aktif dalam ekstrak tersebut, memberikan efek penyembuhan peradangan usus

pada tikus percobaan (Arifin, 2009).

7

Tang (1992) maupun Leung (1996) mencatat bahwa saponin yang terdapat

didalam pegagan memperlihatkan efek sedatif. Leung (1996) mencatat pula

bahwa pegagan memperlihatkan aktivitas antiinflamasi, analgesik dan penenang

sistem syaraf pusat (Arifin, 2009).

2.2 Ekstraksi

Dalam buku Farmakope Indonesia edisi 4 ( 1995 ), disebutkan bahwa:

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi buku yang telah

ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengektraksi bahan baku obat

secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan

pengurangan tekanan, agar bahan sesedikit mungkin terkena panas.

Pada penelitian ini jenis ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi dengan

cara dekok. Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan

herbal dengan air pada suhu 900C selama 30 menit. Pembuatan dengan cara

mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air,

panaskan di atas tangas air selama 30 menit terhitung mulai suhu 900C sambil

sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas

secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume dekok yang dikehendaki.

Jika tidak ditentukan perbandingan yang lain dan tidak mengandung bahan

berkhasiat keras, maka untuk 100 bagian dekok harus dipergunakan 10 bagian

dari bahan dasar atau simplisia (BPOM, 2010).

2.3 Pengertian Demam

2.3.1. Termoregulasi dan Demam

Suhu tubuh pada manusia adalah hasil akhir produksi panas oleh proses

metabolik dan atau aktivitas otot dan kehilangan panas, dihantar oleh aliran darah

ke struktur subkutan dan kutan dan disebarkan oleh keringat. Suhu sekitar

8

memainkan peran dalam mencapai keseimbangan dan dalam pengaturan individu

(Davis dan Phair, 1994).

Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persyarafan umpan

balik dan hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu pada

hipotalamus. Area utama dalam otak yang mempengaruhi pengaturan suhu tubuh

terdiri dari nukleus preoptik dan nukleus hipotalamik anterior hipotalamus

(Guyton, 1997).

Konsep “Set-Point” dalam pengaturan temperatur yaitu semua mekanisme

pengaturan temperatur yang terus-menerus berupaya untuk mengembalikan

temperatur tubuh kembali ke tingkat “Set-Point”. Set-point disebut juga tingkat

temperatur krisis, apabila suhu tubuh seseorang melampaui di atas set-point ini,

maka kecepatan kehilangan panas lebih cepat dibandingkan dengan produksi

panas, begitu sebaliknya, sehingga suhu tubuhnya kembali ke tingkat set-point.

Jadi suhu tubuh dikendalikan untuk mendekati nilai set-point (Mutschler, 1991).

Stimulasi pada pusat penurunan panas mengaktivasi mekanisme

penurunan temperatur seperti vasodilatasi, berkeringat, atau terengah-engah,

sedang stimulasi pada pusat peningkatan suhu menyebabkan vasokonstriksi dan

menggigil (Landau, 1980). Tidak ada tingkat suhu yang dapat dianggap normal,

karena pengukuran pada banyak orang normal memperlihatkan rentang suhu

normal, mulai kurang dari 36°C sampai lebih dari 37,5°C. Suhu normal rata-rata

secara umum adalah 36,7°C dan 37°C (Guyton, 1997).

Demam pada mamalia dapat memberi petunjuk bahwa pada suhu 39°C,

produksi antibodi dan proliferasi sel limfosit–T meningkat sampai 20 kali

dibandingkan dengan keadaan pada suhu normal (37°C) (Nelwan, 1990).

Kenaikan suhu tubuh terjadi pada sejumlah keadaan fisiologis dan patofisiologis,

namun sebagian besar demam timbul akibat kondisi yang berkaitan dengan

perubahan dalam hipotalamus melalui pengaruh sitokin yang dihasilkan oleh

makrofag (Davis, dkk. , 1994).

Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang

sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang berasal dari

9

mikrooorganisme atau merupakan suatu reaksi imunologik yang tidak berdasarkan

suatu infeksi (Nelwan, 1990).

2.3.2. Mekanisme dan penyebab demam

Demam adalah keadaan ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu tubuh

normal, istilah umum dan beberapa istilah lain yang sering digunakan adalah

pireksia atau febris, apabila suhu tubuh sangat tinggi (mencapai sekitar 40°C)

demam disebut hipertermi (Guyton, 1996).

Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih

dikarenakan oleh zat toksin yang masuk ke dalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit

terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses

peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh

terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh (Guyton,

1996).

Peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) ke

dalam tubuh kita, zat toksin yang dikenal sebagai pirogen eksogen, dengan

masuknya mikroorganisme tersebut, tubuh akan melawan dan mencegah dengan

memerintahkan leukosit, makrofag dan limfosit untuk memakannya (fagositosit),

dengan adanya proses fagositosit ini, tubuh akan melakukan perlawanan, berupa

zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi

sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang

sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam

arakhidonat ( Nelwan, 1996 ).

Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase

A2, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan memacu

pengeluaran prostaglandin (PGE2), prostaglandin dibantu oleh enzim

siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari

termostat hipotalamus, sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan

titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Peningkatan titik patokan ini

dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang di

bawah batas normal, akibatnya terjadilah respon dingin/menggigil. Adanya proses

10

mengigil (pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh

yang lebih banyak, dan terjadilah demam (Nelwan, 1996).

Gambar 3 : Mekanisme terjadinya demam (Nelwan, 1996).

2.3.2. Tipe-tipe demam

1. Demam septik

11

Demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali

pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari,

sering disertai keluhan mengigil dan berkeringat. Demam tersebut dinamakan

juga demam hektik.

2. Demam remiten

Tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak

pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu mungkin tercatat dapat

mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada

demam septik.

3. Demam intermiten

Tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama

beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari

sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua

serangan demam disebut kuartana.

4. Demam kontinyu

Tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari

satu derajat. Tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut

hiperpireksia.

5. Demam siklik

Tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang

diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti

lagi oleh kenaikan suhu seperti semula (Nelwan, 1996).

Faktor-faktor penting yang memegang peranan dalam menentukan

kecepatan pembentukan panas adalah:

1. Kecepatan metabolisme basal semua sel tubuh.

2. Peningkatan kecepatan metabolisme disebabkan oleh aktivitas otot,

termasuk yang disebabkan mengigil.

3. Peningkatan metabolisme yang disebabkan oleh efek tiroksin pada sel.

4. Peningkatan metabolisme yang disebabkan oleh epinefrin, noreprinefrin,

daya rangsang simpatis pada sel (termogenesis kimia).

5. Peningkatan metabolisme yang disebabkan oleh peningkatan suhu sel-sel

12

tubuh (Guyton, 1996).

Kenaikan pengeluaran panas badan melalui beberapa cara yaitu:

1. Terjadinya vasodilatasi kapiler kulit sehingga menaikkan pengeluaran

panas badan dengan jalan konduksi dan radiasi.

2. Terjadi peningkatan volume udara penafasan sehingga menaikkan

pengeluaran panas badan dengan penguapan dan pemanasan udara yang

masuk.

3. Keluarnya keringat sehingga menaikkan pengeluaran panas badan dengan

jalan penguapan (Nelwan, 1996).

2.4 Antipiretik

Antipiretik adalah obat yang dapat menekan suhu tubuh pada keadaan

demam contohnya aspirin dapat menurunkan suhu tubuh hanya dalam keadaan

demam. Kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik in vitro, akan

tetapi tidak semua golongan obat ini berguna sebagai antipiretik karena bersifat

toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama (Freddy, 1995). Cara kerja

antipiretik dengan cara melebarkan pembuluh darah di kulit, sehingga akan terjadi

penurunan suhu darah oleh udara luar.

Analgetik non narkotik berasal dari golongan anti inflamasi nonsteroid

( AINS) yang menghilangkan nyeri ringan sampai sedang disebut AINS karena

selain sebagai analgetik, juga mempunyai efek anti inflamasi dan penurun panas

(antipiretik) dan secara kimiawi bukan steroid, oleh karena itu AINS sering

disebut analgetik, antipiretik dan anti inflamasi atau disebut 3A.

Penggunaan obat-obat antipiretik jelas diperlukan pada keadaan hipereksia

(demam ≥ 41o C) dan pendinginan fisis sementara set point hipotalamus diatur

kembali dengan obat-obat antipiretik akan mempercepat proses tersebut. Obat-

obatan antipiretik mensupresi gejala konstitusional yang menyertai demam

(mialgia, kedinginan, nyeri kepala, dan lain-lain), namun pada kenaikan suhu

rendah atau sedang, tidak terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa demam

merupakan keadaan berbahaya atau bahwa terapi antipiretik bermanfaat (Freddy,

1995)

13

2.5 Parasetamol

Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari

101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian

hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau dan rasa pahit. Larut dalam 70

bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40

bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P; larut dalam larutan alkali hi-

droksida. Khasiat dan penggunaan sebagai analgetik dan antipiretik (DepKes,

1995).

Gambar 4. Strukur parasetamol (DepKes, 1995)

Parasetamol merupakan obat analgetik dan antipiretik yang paling

banyak digunakan, karena bersifat lebih aman. Parasetamol diabsorbsi cepat dan

sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai

dalam waktu (jam) dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Parasetamol

menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek

sentral seperti salisilat. Efek analgetiknya serupa salisilat yaitu menghilangkan

atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol merupakan

penghambat biosintesa prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi dan

perdarahan lambung tidak terlihat dengan obat ini, demikian juga gangguan

pernapasan dan keseimbangan asam basa (Freddy, 1995).

Parasetamol atau asetaminofen merupakan derivat anilin yang masih

berkaitan dengan fenasetin. Parasetamol adalah suatu analgesik dan antipiretik,

namun memiliki kerja anti inflamasi dan diberikan pada individu yang tidak

mampu mentoleransi AINS (dipepsia, hipersensitivitas). Obat ini hanya

menghambat sintesa prostaglandin di jaringan syaraf dan merupakan suatu

antipiretik yang selektif jika dibandingkan dengan aspirin, parasetamol diabsorbsi

dengan baik di usus, memiliki efek gastrointestial yang lebih sedikit dan tidak

14

menimbulkan masalah pendarahan ataupun toksisitas pada ginjal. Parasetamol di

toleransi dengan baik, berbeda dengan aspirin yang bisa ditemukan dalam ASI

maka asetaminofen aman diberikan pada kehamilan, parasetamol bersifat

hepatotoksik pada pemberian lebih dari 10 g dosis tunggal (Tjay, 1991).

Reaksi alergi terhadap parasetamol jarang terjadi, manifestasinya berupa

eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada

mukosa. Pada dosis terapi, kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati

dalam darah tanpa disertai ikterus, keadaan ini reversibel bila obat dihentikan.

Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis

di atas 6 gram mengakibatkan nekrose hati yang tidak reversibel (Tjay, 1991).

Parasetamol memperkuat daya kerja antikoagulansia, antidiabetika oral,

dan metotreksat. Efek obat encok probenesid dan sulfinpirazon berkurang bila

disertai dengan penggunaan parasetamol, begitu pula dengan diuretika furosemid

dan spironolakton. Kerja analgetiknya diperkuat oleh kodein dan d-propoksifen.

Penggunaan alkohol disertai parasetamol akan meningkatkan resiko perdarahan

lambung usus. Karena efek anti trombositnya yang mengakibatkan perdarahan

meningkat, penggunaan parasetamol perlu dihentikan satu minggu sebelum

pencabutan gigi. Sangat sedikit orang yang mengalami efek samping akibat

penggunaan parasetamol.

Ada sebagian orang yang mungkin mengalami efek samping setelah

mengkonsumsi parasetamol. Efek samping berikut jarang terjadi, tetapi harus

segera dikonsultasikan kepada dokter jika anda mengalaminya, yaitu demam yang

disertai menggigil atau sakit tenggorokan yang tidak terkait dengan penyakit

sebelumnya menjadi tanda dari reaksi alergi terhadap parasetamol. Luka, bintik-

bintik putih di mulut dan bibir dan luka pada mulut juga merupakan efek samping

lain yang bisa terjadi. Ruam kulit atau gatal-gatal dicatat pula sebagai efek

samping yang lebih umum, dan dalam beberapa kasus, terjadi perdarahan atau

memar yang tidak biasa. Lemah, lelah dan nyeri di punggung bagian bawah atau

samping adalah efek samping lain terkait dengan intoleransi terhadap parasetamol.

Penggunaan parasetamol sebagai kontrol positif karena parasetamol merupakan

15

antipiretik yang secara umum dipakai di masyarakat dan parasetamol sedikit

merusak mukosa lambung (Tjay, 1991).

Parasetamol merupakan pengganti fenasetin yang di banyak negara, juga

di Indonesia dilarang peredarannya karena dapat mengakibatkan kanker ginjal dan

kandung kemih. Obat antinyeri dan antipiretik ini paling banyak digunakan,

karena pada takaran biasa bersifat aman tanpa memberikan efek samping, juga

bagi anak-anak kecil dan ibu hamil bila dimakan dalam waktu singkat. Ibu yang

menyusui sebaiknya tidak menggunakan obat ini, karena parasetamol masuk ke

dalam air susu. Daya kerjanya sama kuatnya dengan asetosal dan lama kerjanya

sedikit lebih singkat, tidak berkhasiat sebagai anti radang karena hanya merintangi

prostaglandin di otak (efek antipiretik) dan tidak di ujung-ujung syaraf (Tjay,

1991).

Derivat asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin yang dahulu banyak

digunakan sebagai analgetik, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran

karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya analgetik

dan antipiretik, tetapi tidak anti radang. Derivat ini dianggap sebagai zat anti nyeri

yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Reabsorbsinya

di usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih lambat. Dalam hati, zat ini

diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang diekskresi dengan kemih

sebagai konjugat-glukoronida (Tjay, 1991).

2.6 Vaksin DPT

Vaksin dapat terdiri dari virus hidup yang telah dilemahkan, sediaan virus

atau bakteri yang telah mengalami inaktivasi serta ekstrak eksotoksin yang

dihasilkan oleh mikroorganisme atau eksotoksin yang menjalani detoksifikasi.

Vaksin DTP-Hb, tiap dosis mengandung zat aktif : toksoid difteri murni 20

Lf, toksoid tetanus murni 7,5 Lf, inaktivasi Bordetella pertusis 12 OU, HbsAg 5

mcg, zat tambahan: aluminium fosfat 1,5 mg, natrium klorida 4,5 mg, thimerosal

0,05 mg. Vaksin ini diindikasikan untuk imunisasi aktif terhadap difteri, tetanus,

pertussis (batuk rejan) dan hepatitis B secara simultan. Adapun kontra indikasinya

yaitu hipersensitivitas terhadap salah satu komponen vaksin, reaksi berat terhadap

16

dosis vaksin kombinasi sebelumnya, penderita acute severe febrile illness

merupakan kontra indikasi dari vaksin DPT-Hb. Penggunaan pada anak dengan

riwayat kejang dan demam. Dosis: intramuskuler, terdiri dari 3 dosis setiap dosis

adalah 0,5 ml, diberikan mulai pada bayi usia 2 bulan dengan jadwal 0-1-2 bulan.

Efek samping: bengkak, nyeri, penebalan kemerahan pada bekas suntikan,

menangis >3 jam bersamaan dengan demam, kadang-kadang terjadi reaksi umum

seperti demam >38,50ºC, muntah dan diare.

2.7 Leukosit (Sel Darah Putih)

Sel darah putih sesungguhnya tidaklah berwarna putih, tetapi jernih.

Disebut sel darah putih untuk membedakannya dari sel darah merah yang

berwarna merah. Sel darah putih bentuknya tidak teratur atau tidak tetap, tidak

seperti sel darah merah yang selalu berada di dalam pembuluh darah, sel darah

putih dapat keluar dari pembuluh darah. Kemampuan untuk bergerak bebas

diperlukan sel darah putih agar dapat menjalankan fungsinya untuk menjaga tubuh

(Dharma, dkk., 1983).

Sel darah putih memiliki inti sel tetapi tidak berwarna atau tidak memiliki

pigmen. Berdasarkan zat warna yang diserapnya dan bentuk intinya sel darah

putih dibagi menjadi 5 jenis, yaitu basofil, neutrofil, monosit, eosinofil, dan

limfosit. Secara normal jumlah sel darah putih pada tubuh kita adalah kurang

lebih 8.000 pada tiap 1 mm3 darah. Sel darah putih hanya hidup sekitar 12 – 13

hari. Fungsi sel darah putih sebagai pertahanan tubuh dari serangan penyakit. Jika

tubuh terluka dan ada kuman yang masuk, sel-sel darah putih akan menyerang

atau memakan kuman-kuman tersebut. Ibarat sebuah negara, sel darah putih

adalah pasukan tempur. Jika seseorang diserang penyakit, tubuh akan

memproduksi lebih banyak sel-sel darah putih untuk melawan bibit penyakit

tersebut (Dharma, dkk., 1983).

2.7.1 Jumlah Leukosit (Sel Darah Putih)

Hitung leukosit adalah menghitung jumlah leukosit per milimeterkubik

atau mikroliter darah. Leukosit merupakan bagian penting dari sistem pertahanan

17

tubuh, terhadap benda asing, mikroorganisme atau jaringan asing, sehingga hitung

jumlah leukosit merupakan indikator yang baik untuk mengetahui respon tubuh

terhadap infeksi (Dharma, dkk., 1983).

Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal

dan lain-lain. Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar

10.000-30.000/μl. Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara

13.000-38.000 /μl. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada

umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500- 11.000/μl. Pada keadaan

basal jumlah leukosit pada orang dewasa berkisar antara 5000 - 10.000/μl

(Dharma, et al, 1983). Jumlah leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas

fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari 11.000/μl. Peningkatan jumlah leukosit

di atas normal disebut leukositosis, sedangkan penurunan jumlah leukosit di

bawah normal disebut lekopenia (Dharma, dkk., 1983).

Terdapat dua metode yang digunakan dalam pemeriksaan hitung leukosit,

yaitu cara automatik menggunakan mesin penghitung sel darah (hematology

analyzer) dan cara manual dengan menggunakan pipet leukosit, kamar hitung dan

mikroskop. Cara automatik lebih unggul dari cara pertama karena tekniknya lebih

mudah, waktu yang diperlukan lebih singkat dan kesalahannya lebih kecil yaitu ±

2%, sedang pada cara manual kesalahannya sampai ± 10% (Dharma, dkk., 1983).

Nilai normal leukosit:

Dewasa                : 4000-10.000/ µLBayi / anak          : 9000-12.000/ µLBayi baru lahir    : 9000-30.000/ µL

2.7.2 Hubungan demam dengan peningkatan jumlah leukosit

Beberapa bukti penelitian in-vitro (tidak dilakukan langsung terhadap

tubuh manusia) menunjukkan fungsi pertahanan tubuh manusia bekerja baik pada

temperatur demam, dibandingkan suhu normal. IL-1 dan pirogen endogen lainnya

akan meningkatkan jumlah leukosit dan meningkatkan aktivitas dalam

menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Jeffrey, 1994).

2.8 Hitung jenis leukosit

18

Leukosit tidak memiliki hemoglobin sehingga tidak berwarna, tidak

seperti eritrosit yang strukturnya seragam, bersifat identik dan jumlahnya konstan.

Leukosit bervariasi dalam struktur fungsi dan jumlah. Leukosit yang bersirkulasi

ada 5 jenis yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit dengan masing-

masing struktur dan fungsi yang khas. Tiga jenis granulosit berdasarkan afinitas

mereka terhadap zat warna yaitu eosinofil memiliki afinitas terhadap zat warna

eosin, basofil cenderung menyerap zat warna biru basa, neutrofil bersifat netral,

tidak memperlihatkan kecenderungan zat warna. Monosit dan limfosit dikenal

sebagai agranulosit. Keduanya memiliki nukleus besar tidak bersegmen dan

sedikit granula. Granulosit dan monosit melindungi organisme penyerang

terutama dengan cara mencernakannya yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama

limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan system imun (Dharma, et all,

1983).

Untuk melakukan hitung jenis leukosit, pertama membuat sediaan apus

darah yang diwarnai dengan pewarna Giemsa, Wright atau May Grunwald. Amati

di bawah mikroskop dan hitung jenis-jenis leukosit hingga didapatkan 100 sel.

Tiap jenis sel darah putih dinyatakan dalam persen (%). Jumlah absolut dihitung

dengan mengalikan persentase jumlah dengan hitung leukosit, hasilnya dinyatakan

dalam sel/μL (Dharma, dkk., 1983).

19

Gambar 5. Jenis Leukosit Sumber: (Dharma, dkk., 1983).

2.8.1 Neutrofil

Neutrofil berkembang dalam sum-sum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi,

sel-sel ini merupakan 60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12

um, satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula

spesifik (0;3-0,8 um) mendekati batas resolusi optik, berwarna salmon pink.

Granul pada neutrophil ada dua :

Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase.

Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat

bakterisidal (protein Kationik) yang dinamakan fagositin.

Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit

mitokonria, apparatus golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil

merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, menfagosit

partikel kecil dengan aktif. Adanya asam amino D oksidase dalam granula

azurofilik penting dalam penceran dinding sel bakteri yang mengandung asam

amino D, selama proses fagositosis dibentuk peroksidase.

Mielo peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan dengan

peroksida dan halida bekerja pada molekul tirosin dinding sel bakteri dan

menghancurkannya. Di bawah pengaruh zat toksik tertentu seperti streptolisin

toksin streptokokus membran granula-granula neutrofil pecah, mengakibatkan

proses pembengkakan diikuti oleh aglutinasi organel-organel dan destruksi

neutrofil. Neutrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu

melakukan glikolisis baik secara aerob maupun anaerob. Kemampuan neutrofil

untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena mereka

dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan

20

nekrotik. Fagositosis oleh neutrofil merangsang aktivitas heksosa monofosfat

shunt, meningkatkan glikogenolisis (Dharma, dkk., 1983).

2.8.2 Eosinofil

Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9

um (sedikit lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, retikulum

endoplasma mitokondria dan apparatus golgi kurang berkembang. Mempunyai

granula ovoid yang dengan eosin asidofkik. Granula adalah lisosom yang

mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase, tidak mengandung lisosim.

Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid dan mampu melakukan fagositosis,

lebih lambat tapi lebih selektif dibanding neutrofil. Eosinofil memfagositosis

komplek antigen dan antibodi, ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan

fagositosis selektif terhadap komplek antigen dan antibodi. Eosinofil mengandung

profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan,

khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses patologi (Dharma,

dkk., 1983).

2.8.3 Basofil

Basofil merupakan bagian dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12 µm,

inti satu, besar bentuk pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma

basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, granul

bentuknya ireguler berwarna metakromatik, dengan campuran jenis Romonovsky

tampak lembayung. Granula basofil metakromatik dan mensekresi histamin dan

heparin. Keadaan tertentu, basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan

ini dinamakan hipersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil

mempunyai hubungan kekebalan (Dharma, dkk., 1983).

2.8.4 Limfosit

Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8 µm, 20-30% leukosit

darah. Normal, inti relatif besar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin

inti padat, anak inti baru terlihat dengan elektron mikroskop. Sitoplasma sedikit

21

sekali, sedikit basofilik, mengandung granula-granula azurofilik yang berwarna

ungu dengan Romonovsky mengandung ribosom bebas dan poliribisom.

Klasifikasi lainnya dari limfosit terlihat dengan ditemuinya tanda-tanda

molekuler khusus pada permukaan membran sel-sel tersebut. Beberapa

diantaranya membawa reseptor seperti imunoglobulin yang mengikat antigen

spesifik pada membrannya. Limfosit dalam sirkulasi darah normal dapat

berukuran 10-12 µm ukuran yang lebih besar disebabkan sitoplasmanya yang

lebih banyak, kadang-kadang disebut dengan limfosit sedang. Sel limfosit besar

yang berada dalam kelenjar getah bening dan akan tampak dalam darah dalam

keadaan patologis, pada sel limfosit besar ini inti vasikuler dengan anak inti yang

jelas. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan asal, struktur halus,

surface markers yang berkaitan dengan sifat imunologisnya, siklus hidup dan

fungsi (Dharma, dkk., 1983).

2.8.5 Monosit

Merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal,

diameter 9-10 µm tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20 µm atau

lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda.

Kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, ini merupakan sifat tetap monosit.

Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian

kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil.

Ditemui retikulum endoplasma sedikit. Juga ribosom, piliribosom sedikit, banyak

mitokondria. Aparatus golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen

dan mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit ditemui dalam darah,

jaringan penyambung dan rongga-rongga tubuh, monosit juga tergolong fagositik

mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor

pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen, monosit

beredar melalui aliran darah menembus dinding kapiler masuk ke dalam jaringan

penyambung (Dharma, dkk., 1983).

2.9 Hewan Percobaan

22

2.9.1 Karakteristik utama hewan percobaan

Hewan tikus putih merupakan hewan yang termasuk ke dalam Classis:

Mammalia, Species: Rattus norvegicus.

Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan

sangat cerdas, tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan

kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar.

Aktifitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya, ada dua sifat

yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain, yaitu tikus putih

tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus

bermuara ke dalam lubang dan tikus putih tidak mempunyai kantung empedu

(Mangkoewidjojo, 1988).

23