perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/bab ii tinjauan... · web...
TRANSCRIPT
Daun
Batang
Stolen
Akar
4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Pegagan (Centella asiatica. L. Urban)
2.1.1 Deskripsi Tanaman
Herba pegagan merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili :
Apiaceae, spesies : Centella asiatica. L. Urban
Tanaman ini adalah tanaman liar yang banyak tumbuh di perkebunan,
ladang, tepi jalan serta pematang sawah, berasal dari daerah Asia tropis, tersebar
di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, India, Republik Rakyat Cina, Jepang dan
Australia kemudian menyebar ke berbagai negara-negara lain. Nama yang biasa
dikenal untuk tanaman ini selain pegagan adalah daun kaki kuda dan antanan
(Januwati dan Yusron, 2007).
Gambar 1.Herba PegaganSumber: BPOM (2010)
Gambar 1. Herba PegaganSumber: BPOM (2010)
Pegagan merupakan herba tahunan dengan akar tunggang, bulat dan
putih. Herba pegagan memiliki daun tunggal, tersusun dalam roset akar, dua
sampai sepuluh, bentuk ginjal, pangkal membulat, tepi beringgit, diameter 1
sampai 7 cm, pertulangan menyirip, tangkai 1 sampai 5 cm, hijau dan tidak
berbatang. Pegagan bersifat kosmopolitan tumbuh liar di tempat-tempat
yang lembab pada intensitas sinar yang rendah hingga pada tempat-tempat
5
terbuka, seperti di padang rumput, pinggir selokan dan pematang sawah
(Januwati dan Yusron, 2007).
Tiap daerah memiliki pegagan dengan bentuk daun yang berbeda walaupun
masih berada dalam satu spesies yang sama, ada yang daunnya lebar tapi tipis, ada
yang daunnya kecil-kecil tapi tebal, ada yang sisi daunnya bergerigi, ada yang
bergelombang, ada yang bulat persis seperti tombol dan lain-lain. Daun pegagan
dari Bengkulu misalnya, memiliki bentuk yang berbeda dibandingkan pegagan
dari Cianjur atau dari Bali. Begitu juga pegagan asal dari Ungaran, akan berbeda
bentuk daunnya jika dibandingkan dengan pegagan dari Banjaran atau pegagan
dari daerah Samukren.
A B C
D E F
Gambar 2. Varietas Daun PegaganKeterangan : A. Banjaran, B. Bengkulu, C. Cianjur, D. Bali, E. Samukren
dan F. UngaranSumber : BPOM (2010)
Ketinggian tempat optimum untuk tanaman ini adalah 200 sampai
800 m di atas permukaan laut. Pada ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut,
produksi dan mutunya akan menjadi lebih rendah. Tanaman ini dapat tumbuh
dan berproduksi dengan baik hampir pada semua jenis tanah lahan kering
(Januwati dan Yusron, 2007).
2.1. 2 Kandungan Kimia
Kandungan kimia yang terdapat pada herba pegagan adalah asam amino,
flavonoid, terpenoid, volatile oil dan unsur-unsur lainnya. Asam amino: alanin
6
dan serin (komponen utama), aminobutirat, aspartat, glutamat, histidin, lisin dan
tironin.
Terpenoid yang terdapat dalam herba pegagan adalah triterpen,
asiatikosida, centelloside, madecasoside, brahmoside dan brahminoside (saponin
glikosida). Sedangkan dalam minyak atsiri (Volatile oils) terdapat berbagai
macam terpenoid termasuk ß-caryophyllene, trans-ß-farn esene dan germacrene
D (sesquiterpen) sebagai komponen utama, α-pinene dan ß-pinene.
Unsur-unsur lain hydrocotylin (alkaloid), vallerine (zat pahit), asam lemak
(linoleic acid, linolenic acid, lignocene, oleic acid, palmitat acid, stearad acid),
phytosterol (campesterol, sitosterol, stigmasterol), resin dan tanin (Newal dkk.,
1996 dalam Erdiana, 2009).
2.1.3 Ekologi Dan Wilayah Penyebaran
Tumbuh liar di seluruh Indonesia serta daerah-daerah beriklim tropis pada
umumnya, dari dataran rendah hingga ketinggian 2.500 m di atas permukaan laut.
Tumbuh di tempat terbuka, pada tanah yang lembab dan subur seperti tegalan,
padang rumput, tepi parit, di antara batu-batu, di tepi jalan dan tembok (Heyne,
1987).
2.1.4 Khasiat
Pegagan berasa manis, bersifat mendinginkan, berfungsi membersihkan darah,
melancarkan peredaran darah, peluruh kencing (diuretika), penurun panas
(antipiretika), menghentikan pendarahan (Hemostatika), radang hati disetai kuning
(hepatitis ikterik) dan antibakteri (Dalimartha, 2005).
Hasil penelitian Tang (1992) diketahui bahan ekstrak tumbuhan pegagan
dan 3 senyawa kandungannya yaitu asam asiatat, asam madecasat dan asiatikosida
dapat menyembuhkan luka.
Hasil penelitian Tang dikuatkan oleh Cheng (2004) yang melaporkan
bahwa ekstrak air pegagan dan senyawa asiatikosida yang merupakan senyawa
aktif dalam ekstrak tersebut, memberikan efek penyembuhan peradangan usus
pada tikus percobaan (Arifin, 2009).
7
Tang (1992) maupun Leung (1996) mencatat bahwa saponin yang terdapat
didalam pegagan memperlihatkan efek sedatif. Leung (1996) mencatat pula
bahwa pegagan memperlihatkan aktivitas antiinflamasi, analgesik dan penenang
sistem syaraf pusat (Arifin, 2009).
2.2 Ekstraksi
Dalam buku Farmakope Indonesia edisi 4 ( 1995 ), disebutkan bahwa:
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi buku yang telah
ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengektraksi bahan baku obat
secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan
pengurangan tekanan, agar bahan sesedikit mungkin terkena panas.
Pada penelitian ini jenis ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi dengan
cara dekok. Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan
herbal dengan air pada suhu 900C selama 30 menit. Pembuatan dengan cara
mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air,
panaskan di atas tangas air selama 30 menit terhitung mulai suhu 900C sambil
sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas
secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume dekok yang dikehendaki.
Jika tidak ditentukan perbandingan yang lain dan tidak mengandung bahan
berkhasiat keras, maka untuk 100 bagian dekok harus dipergunakan 10 bagian
dari bahan dasar atau simplisia (BPOM, 2010).
2.3 Pengertian Demam
2.3.1. Termoregulasi dan Demam
Suhu tubuh pada manusia adalah hasil akhir produksi panas oleh proses
metabolik dan atau aktivitas otot dan kehilangan panas, dihantar oleh aliran darah
ke struktur subkutan dan kutan dan disebarkan oleh keringat. Suhu sekitar
8
memainkan peran dalam mencapai keseimbangan dan dalam pengaturan individu
(Davis dan Phair, 1994).
Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persyarafan umpan
balik dan hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu pada
hipotalamus. Area utama dalam otak yang mempengaruhi pengaturan suhu tubuh
terdiri dari nukleus preoptik dan nukleus hipotalamik anterior hipotalamus
(Guyton, 1997).
Konsep “Set-Point” dalam pengaturan temperatur yaitu semua mekanisme
pengaturan temperatur yang terus-menerus berupaya untuk mengembalikan
temperatur tubuh kembali ke tingkat “Set-Point”. Set-point disebut juga tingkat
temperatur krisis, apabila suhu tubuh seseorang melampaui di atas set-point ini,
maka kecepatan kehilangan panas lebih cepat dibandingkan dengan produksi
panas, begitu sebaliknya, sehingga suhu tubuhnya kembali ke tingkat set-point.
Jadi suhu tubuh dikendalikan untuk mendekati nilai set-point (Mutschler, 1991).
Stimulasi pada pusat penurunan panas mengaktivasi mekanisme
penurunan temperatur seperti vasodilatasi, berkeringat, atau terengah-engah,
sedang stimulasi pada pusat peningkatan suhu menyebabkan vasokonstriksi dan
menggigil (Landau, 1980). Tidak ada tingkat suhu yang dapat dianggap normal,
karena pengukuran pada banyak orang normal memperlihatkan rentang suhu
normal, mulai kurang dari 36°C sampai lebih dari 37,5°C. Suhu normal rata-rata
secara umum adalah 36,7°C dan 37°C (Guyton, 1997).
Demam pada mamalia dapat memberi petunjuk bahwa pada suhu 39°C,
produksi antibodi dan proliferasi sel limfosit–T meningkat sampai 20 kali
dibandingkan dengan keadaan pada suhu normal (37°C) (Nelwan, 1990).
Kenaikan suhu tubuh terjadi pada sejumlah keadaan fisiologis dan patofisiologis,
namun sebagian besar demam timbul akibat kondisi yang berkaitan dengan
perubahan dalam hipotalamus melalui pengaruh sitokin yang dihasilkan oleh
makrofag (Davis, dkk. , 1994).
Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang berasal dari
9
mikrooorganisme atau merupakan suatu reaksi imunologik yang tidak berdasarkan
suatu infeksi (Nelwan, 1990).
2.3.2. Mekanisme dan penyebab demam
Demam adalah keadaan ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu tubuh
normal, istilah umum dan beberapa istilah lain yang sering digunakan adalah
pireksia atau febris, apabila suhu tubuh sangat tinggi (mencapai sekitar 40°C)
demam disebut hipertermi (Guyton, 1996).
Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih
dikarenakan oleh zat toksin yang masuk ke dalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit
terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses
peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh
terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh (Guyton,
1996).
Peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) ke
dalam tubuh kita, zat toksin yang dikenal sebagai pirogen eksogen, dengan
masuknya mikroorganisme tersebut, tubuh akan melawan dan mencegah dengan
memerintahkan leukosit, makrofag dan limfosit untuk memakannya (fagositosit),
dengan adanya proses fagositosit ini, tubuh akan melakukan perlawanan, berupa
zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi
sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang
sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam
arakhidonat ( Nelwan, 1996 ).
Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase
A2, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan memacu
pengeluaran prostaglandin (PGE2), prostaglandin dibantu oleh enzim
siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari
termostat hipotalamus, sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan
titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Peningkatan titik patokan ini
dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang di
bawah batas normal, akibatnya terjadilah respon dingin/menggigil. Adanya proses
10
mengigil (pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh
yang lebih banyak, dan terjadilah demam (Nelwan, 1996).
Gambar 3 : Mekanisme terjadinya demam (Nelwan, 1996).
2.3.2. Tipe-tipe demam
1. Demam septik
11
Demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali
pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari,
sering disertai keluhan mengigil dan berkeringat. Demam tersebut dinamakan
juga demam hektik.
2. Demam remiten
Tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu mungkin tercatat dapat
mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada
demam septik.
3. Demam intermiten
Tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari
sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari
satu derajat. Tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
5. Demam siklik
Tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti
lagi oleh kenaikan suhu seperti semula (Nelwan, 1996).
Faktor-faktor penting yang memegang peranan dalam menentukan
kecepatan pembentukan panas adalah:
1. Kecepatan metabolisme basal semua sel tubuh.
2. Peningkatan kecepatan metabolisme disebabkan oleh aktivitas otot,
termasuk yang disebabkan mengigil.
3. Peningkatan metabolisme yang disebabkan oleh efek tiroksin pada sel.
4. Peningkatan metabolisme yang disebabkan oleh epinefrin, noreprinefrin,
daya rangsang simpatis pada sel (termogenesis kimia).
5. Peningkatan metabolisme yang disebabkan oleh peningkatan suhu sel-sel
12
tubuh (Guyton, 1996).
Kenaikan pengeluaran panas badan melalui beberapa cara yaitu:
1. Terjadinya vasodilatasi kapiler kulit sehingga menaikkan pengeluaran
panas badan dengan jalan konduksi dan radiasi.
2. Terjadi peningkatan volume udara penafasan sehingga menaikkan
pengeluaran panas badan dengan penguapan dan pemanasan udara yang
masuk.
3. Keluarnya keringat sehingga menaikkan pengeluaran panas badan dengan
jalan penguapan (Nelwan, 1996).
2.4 Antipiretik
Antipiretik adalah obat yang dapat menekan suhu tubuh pada keadaan
demam contohnya aspirin dapat menurunkan suhu tubuh hanya dalam keadaan
demam. Kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik in vitro, akan
tetapi tidak semua golongan obat ini berguna sebagai antipiretik karena bersifat
toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama (Freddy, 1995). Cara kerja
antipiretik dengan cara melebarkan pembuluh darah di kulit, sehingga akan terjadi
penurunan suhu darah oleh udara luar.
Analgetik non narkotik berasal dari golongan anti inflamasi nonsteroid
( AINS) yang menghilangkan nyeri ringan sampai sedang disebut AINS karena
selain sebagai analgetik, juga mempunyai efek anti inflamasi dan penurun panas
(antipiretik) dan secara kimiawi bukan steroid, oleh karena itu AINS sering
disebut analgetik, antipiretik dan anti inflamasi atau disebut 3A.
Penggunaan obat-obat antipiretik jelas diperlukan pada keadaan hipereksia
(demam ≥ 41o C) dan pendinginan fisis sementara set point hipotalamus diatur
kembali dengan obat-obat antipiretik akan mempercepat proses tersebut. Obat-
obatan antipiretik mensupresi gejala konstitusional yang menyertai demam
(mialgia, kedinginan, nyeri kepala, dan lain-lain), namun pada kenaikan suhu
rendah atau sedang, tidak terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa demam
merupakan keadaan berbahaya atau bahwa terapi antipiretik bermanfaat (Freddy,
1995)
13
2.5 Parasetamol
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian
hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau dan rasa pahit. Larut dalam 70
bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40
bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P; larut dalam larutan alkali hi-
droksida. Khasiat dan penggunaan sebagai analgetik dan antipiretik (DepKes,
1995).
Gambar 4. Strukur parasetamol (DepKes, 1995)
Parasetamol merupakan obat analgetik dan antipiretik yang paling
banyak digunakan, karena bersifat lebih aman. Parasetamol diabsorbsi cepat dan
sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai
dalam waktu (jam) dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Parasetamol
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral seperti salisilat. Efek analgetiknya serupa salisilat yaitu menghilangkan
atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol merupakan
penghambat biosintesa prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi dan
perdarahan lambung tidak terlihat dengan obat ini, demikian juga gangguan
pernapasan dan keseimbangan asam basa (Freddy, 1995).
Parasetamol atau asetaminofen merupakan derivat anilin yang masih
berkaitan dengan fenasetin. Parasetamol adalah suatu analgesik dan antipiretik,
namun memiliki kerja anti inflamasi dan diberikan pada individu yang tidak
mampu mentoleransi AINS (dipepsia, hipersensitivitas). Obat ini hanya
menghambat sintesa prostaglandin di jaringan syaraf dan merupakan suatu
antipiretik yang selektif jika dibandingkan dengan aspirin, parasetamol diabsorbsi
dengan baik di usus, memiliki efek gastrointestial yang lebih sedikit dan tidak
14
menimbulkan masalah pendarahan ataupun toksisitas pada ginjal. Parasetamol di
toleransi dengan baik, berbeda dengan aspirin yang bisa ditemukan dalam ASI
maka asetaminofen aman diberikan pada kehamilan, parasetamol bersifat
hepatotoksik pada pemberian lebih dari 10 g dosis tunggal (Tjay, 1991).
Reaksi alergi terhadap parasetamol jarang terjadi, manifestasinya berupa
eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada
mukosa. Pada dosis terapi, kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati
dalam darah tanpa disertai ikterus, keadaan ini reversibel bila obat dihentikan.
Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis
di atas 6 gram mengakibatkan nekrose hati yang tidak reversibel (Tjay, 1991).
Parasetamol memperkuat daya kerja antikoagulansia, antidiabetika oral,
dan metotreksat. Efek obat encok probenesid dan sulfinpirazon berkurang bila
disertai dengan penggunaan parasetamol, begitu pula dengan diuretika furosemid
dan spironolakton. Kerja analgetiknya diperkuat oleh kodein dan d-propoksifen.
Penggunaan alkohol disertai parasetamol akan meningkatkan resiko perdarahan
lambung usus. Karena efek anti trombositnya yang mengakibatkan perdarahan
meningkat, penggunaan parasetamol perlu dihentikan satu minggu sebelum
pencabutan gigi. Sangat sedikit orang yang mengalami efek samping akibat
penggunaan parasetamol.
Ada sebagian orang yang mungkin mengalami efek samping setelah
mengkonsumsi parasetamol. Efek samping berikut jarang terjadi, tetapi harus
segera dikonsultasikan kepada dokter jika anda mengalaminya, yaitu demam yang
disertai menggigil atau sakit tenggorokan yang tidak terkait dengan penyakit
sebelumnya menjadi tanda dari reaksi alergi terhadap parasetamol. Luka, bintik-
bintik putih di mulut dan bibir dan luka pada mulut juga merupakan efek samping
lain yang bisa terjadi. Ruam kulit atau gatal-gatal dicatat pula sebagai efek
samping yang lebih umum, dan dalam beberapa kasus, terjadi perdarahan atau
memar yang tidak biasa. Lemah, lelah dan nyeri di punggung bagian bawah atau
samping adalah efek samping lain terkait dengan intoleransi terhadap parasetamol.
Penggunaan parasetamol sebagai kontrol positif karena parasetamol merupakan
15
antipiretik yang secara umum dipakai di masyarakat dan parasetamol sedikit
merusak mukosa lambung (Tjay, 1991).
Parasetamol merupakan pengganti fenasetin yang di banyak negara, juga
di Indonesia dilarang peredarannya karena dapat mengakibatkan kanker ginjal dan
kandung kemih. Obat antinyeri dan antipiretik ini paling banyak digunakan,
karena pada takaran biasa bersifat aman tanpa memberikan efek samping, juga
bagi anak-anak kecil dan ibu hamil bila dimakan dalam waktu singkat. Ibu yang
menyusui sebaiknya tidak menggunakan obat ini, karena parasetamol masuk ke
dalam air susu. Daya kerjanya sama kuatnya dengan asetosal dan lama kerjanya
sedikit lebih singkat, tidak berkhasiat sebagai anti radang karena hanya merintangi
prostaglandin di otak (efek antipiretik) dan tidak di ujung-ujung syaraf (Tjay,
1991).
Derivat asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin yang dahulu banyak
digunakan sebagai analgetik, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran
karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya analgetik
dan antipiretik, tetapi tidak anti radang. Derivat ini dianggap sebagai zat anti nyeri
yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Reabsorbsinya
di usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih lambat. Dalam hati, zat ini
diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang diekskresi dengan kemih
sebagai konjugat-glukoronida (Tjay, 1991).
2.6 Vaksin DPT
Vaksin dapat terdiri dari virus hidup yang telah dilemahkan, sediaan virus
atau bakteri yang telah mengalami inaktivasi serta ekstrak eksotoksin yang
dihasilkan oleh mikroorganisme atau eksotoksin yang menjalani detoksifikasi.
Vaksin DTP-Hb, tiap dosis mengandung zat aktif : toksoid difteri murni 20
Lf, toksoid tetanus murni 7,5 Lf, inaktivasi Bordetella pertusis 12 OU, HbsAg 5
mcg, zat tambahan: aluminium fosfat 1,5 mg, natrium klorida 4,5 mg, thimerosal
0,05 mg. Vaksin ini diindikasikan untuk imunisasi aktif terhadap difteri, tetanus,
pertussis (batuk rejan) dan hepatitis B secara simultan. Adapun kontra indikasinya
yaitu hipersensitivitas terhadap salah satu komponen vaksin, reaksi berat terhadap
16
dosis vaksin kombinasi sebelumnya, penderita acute severe febrile illness
merupakan kontra indikasi dari vaksin DPT-Hb. Penggunaan pada anak dengan
riwayat kejang dan demam. Dosis: intramuskuler, terdiri dari 3 dosis setiap dosis
adalah 0,5 ml, diberikan mulai pada bayi usia 2 bulan dengan jadwal 0-1-2 bulan.
Efek samping: bengkak, nyeri, penebalan kemerahan pada bekas suntikan,
menangis >3 jam bersamaan dengan demam, kadang-kadang terjadi reaksi umum
seperti demam >38,50ºC, muntah dan diare.
2.7 Leukosit (Sel Darah Putih)
Sel darah putih sesungguhnya tidaklah berwarna putih, tetapi jernih.
Disebut sel darah putih untuk membedakannya dari sel darah merah yang
berwarna merah. Sel darah putih bentuknya tidak teratur atau tidak tetap, tidak
seperti sel darah merah yang selalu berada di dalam pembuluh darah, sel darah
putih dapat keluar dari pembuluh darah. Kemampuan untuk bergerak bebas
diperlukan sel darah putih agar dapat menjalankan fungsinya untuk menjaga tubuh
(Dharma, dkk., 1983).
Sel darah putih memiliki inti sel tetapi tidak berwarna atau tidak memiliki
pigmen. Berdasarkan zat warna yang diserapnya dan bentuk intinya sel darah
putih dibagi menjadi 5 jenis, yaitu basofil, neutrofil, monosit, eosinofil, dan
limfosit. Secara normal jumlah sel darah putih pada tubuh kita adalah kurang
lebih 8.000 pada tiap 1 mm3 darah. Sel darah putih hanya hidup sekitar 12 – 13
hari. Fungsi sel darah putih sebagai pertahanan tubuh dari serangan penyakit. Jika
tubuh terluka dan ada kuman yang masuk, sel-sel darah putih akan menyerang
atau memakan kuman-kuman tersebut. Ibarat sebuah negara, sel darah putih
adalah pasukan tempur. Jika seseorang diserang penyakit, tubuh akan
memproduksi lebih banyak sel-sel darah putih untuk melawan bibit penyakit
tersebut (Dharma, dkk., 1983).
2.7.1 Jumlah Leukosit (Sel Darah Putih)
Hitung leukosit adalah menghitung jumlah leukosit per milimeterkubik
atau mikroliter darah. Leukosit merupakan bagian penting dari sistem pertahanan
17
tubuh, terhadap benda asing, mikroorganisme atau jaringan asing, sehingga hitung
jumlah leukosit merupakan indikator yang baik untuk mengetahui respon tubuh
terhadap infeksi (Dharma, dkk., 1983).
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal
dan lain-lain. Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar
10.000-30.000/μl. Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara
13.000-38.000 /μl. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada
umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500- 11.000/μl. Pada keadaan
basal jumlah leukosit pada orang dewasa berkisar antara 5000 - 10.000/μl
(Dharma, et al, 1983). Jumlah leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas
fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari 11.000/μl. Peningkatan jumlah leukosit
di atas normal disebut leukositosis, sedangkan penurunan jumlah leukosit di
bawah normal disebut lekopenia (Dharma, dkk., 1983).
Terdapat dua metode yang digunakan dalam pemeriksaan hitung leukosit,
yaitu cara automatik menggunakan mesin penghitung sel darah (hematology
analyzer) dan cara manual dengan menggunakan pipet leukosit, kamar hitung dan
mikroskop. Cara automatik lebih unggul dari cara pertama karena tekniknya lebih
mudah, waktu yang diperlukan lebih singkat dan kesalahannya lebih kecil yaitu ±
2%, sedang pada cara manual kesalahannya sampai ± 10% (Dharma, dkk., 1983).
Nilai normal leukosit:
Dewasa : 4000-10.000/ µLBayi / anak : 9000-12.000/ µLBayi baru lahir : 9000-30.000/ µL
2.7.2 Hubungan demam dengan peningkatan jumlah leukosit
Beberapa bukti penelitian in-vitro (tidak dilakukan langsung terhadap
tubuh manusia) menunjukkan fungsi pertahanan tubuh manusia bekerja baik pada
temperatur demam, dibandingkan suhu normal. IL-1 dan pirogen endogen lainnya
akan meningkatkan jumlah leukosit dan meningkatkan aktivitas dalam
menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Jeffrey, 1994).
2.8 Hitung jenis leukosit
18
Leukosit tidak memiliki hemoglobin sehingga tidak berwarna, tidak
seperti eritrosit yang strukturnya seragam, bersifat identik dan jumlahnya konstan.
Leukosit bervariasi dalam struktur fungsi dan jumlah. Leukosit yang bersirkulasi
ada 5 jenis yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit dengan masing-
masing struktur dan fungsi yang khas. Tiga jenis granulosit berdasarkan afinitas
mereka terhadap zat warna yaitu eosinofil memiliki afinitas terhadap zat warna
eosin, basofil cenderung menyerap zat warna biru basa, neutrofil bersifat netral,
tidak memperlihatkan kecenderungan zat warna. Monosit dan limfosit dikenal
sebagai agranulosit. Keduanya memiliki nukleus besar tidak bersegmen dan
sedikit granula. Granulosit dan monosit melindungi organisme penyerang
terutama dengan cara mencernakannya yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama
limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan system imun (Dharma, et all,
1983).
Untuk melakukan hitung jenis leukosit, pertama membuat sediaan apus
darah yang diwarnai dengan pewarna Giemsa, Wright atau May Grunwald. Amati
di bawah mikroskop dan hitung jenis-jenis leukosit hingga didapatkan 100 sel.
Tiap jenis sel darah putih dinyatakan dalam persen (%). Jumlah absolut dihitung
dengan mengalikan persentase jumlah dengan hitung leukosit, hasilnya dinyatakan
dalam sel/μL (Dharma, dkk., 1983).
19
Gambar 5. Jenis Leukosit Sumber: (Dharma, dkk., 1983).
2.8.1 Neutrofil
Neutrofil berkembang dalam sum-sum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi,
sel-sel ini merupakan 60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12
um, satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula
spesifik (0;3-0,8 um) mendekati batas resolusi optik, berwarna salmon pink.
Granul pada neutrophil ada dua :
Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase.
Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat
bakterisidal (protein Kationik) yang dinamakan fagositin.
Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit
mitokonria, apparatus golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil
merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, menfagosit
partikel kecil dengan aktif. Adanya asam amino D oksidase dalam granula
azurofilik penting dalam penceran dinding sel bakteri yang mengandung asam
amino D, selama proses fagositosis dibentuk peroksidase.
Mielo peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan dengan
peroksida dan halida bekerja pada molekul tirosin dinding sel bakteri dan
menghancurkannya. Di bawah pengaruh zat toksik tertentu seperti streptolisin
toksin streptokokus membran granula-granula neutrofil pecah, mengakibatkan
proses pembengkakan diikuti oleh aglutinasi organel-organel dan destruksi
neutrofil. Neutrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu
melakukan glikolisis baik secara aerob maupun anaerob. Kemampuan neutrofil
untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena mereka
dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan
20
nekrotik. Fagositosis oleh neutrofil merangsang aktivitas heksosa monofosfat
shunt, meningkatkan glikogenolisis (Dharma, dkk., 1983).
2.8.2 Eosinofil
Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9
um (sedikit lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, retikulum
endoplasma mitokondria dan apparatus golgi kurang berkembang. Mempunyai
granula ovoid yang dengan eosin asidofkik. Granula adalah lisosom yang
mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase, tidak mengandung lisosim.
Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid dan mampu melakukan fagositosis,
lebih lambat tapi lebih selektif dibanding neutrofil. Eosinofil memfagositosis
komplek antigen dan antibodi, ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan
fagositosis selektif terhadap komplek antigen dan antibodi. Eosinofil mengandung
profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan,
khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses patologi (Dharma,
dkk., 1983).
2.8.3 Basofil
Basofil merupakan bagian dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12 µm,
inti satu, besar bentuk pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma
basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, granul
bentuknya ireguler berwarna metakromatik, dengan campuran jenis Romonovsky
tampak lembayung. Granula basofil metakromatik dan mensekresi histamin dan
heparin. Keadaan tertentu, basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan
ini dinamakan hipersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil
mempunyai hubungan kekebalan (Dharma, dkk., 1983).
2.8.4 Limfosit
Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8 µm, 20-30% leukosit
darah. Normal, inti relatif besar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin
inti padat, anak inti baru terlihat dengan elektron mikroskop. Sitoplasma sedikit
21
sekali, sedikit basofilik, mengandung granula-granula azurofilik yang berwarna
ungu dengan Romonovsky mengandung ribosom bebas dan poliribisom.
Klasifikasi lainnya dari limfosit terlihat dengan ditemuinya tanda-tanda
molekuler khusus pada permukaan membran sel-sel tersebut. Beberapa
diantaranya membawa reseptor seperti imunoglobulin yang mengikat antigen
spesifik pada membrannya. Limfosit dalam sirkulasi darah normal dapat
berukuran 10-12 µm ukuran yang lebih besar disebabkan sitoplasmanya yang
lebih banyak, kadang-kadang disebut dengan limfosit sedang. Sel limfosit besar
yang berada dalam kelenjar getah bening dan akan tampak dalam darah dalam
keadaan patologis, pada sel limfosit besar ini inti vasikuler dengan anak inti yang
jelas. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan asal, struktur halus,
surface markers yang berkaitan dengan sifat imunologisnya, siklus hidup dan
fungsi (Dharma, dkk., 1983).
2.8.5 Monosit
Merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal,
diameter 9-10 µm tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20 µm atau
lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda.
Kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, ini merupakan sifat tetap monosit.
Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian
kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil.
Ditemui retikulum endoplasma sedikit. Juga ribosom, piliribosom sedikit, banyak
mitokondria. Aparatus golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen
dan mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit ditemui dalam darah,
jaringan penyambung dan rongga-rongga tubuh, monosit juga tergolong fagositik
mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor
pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen, monosit
beredar melalui aliran darah menembus dinding kapiler masuk ke dalam jaringan
penyambung (Dharma, dkk., 1983).
2.9 Hewan Percobaan
22
2.9.1 Karakteristik utama hewan percobaan
Hewan tikus putih merupakan hewan yang termasuk ke dalam Classis:
Mammalia, Species: Rattus norvegicus.
Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan
sangat cerdas, tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan
kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar.
Aktifitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya, ada dua sifat
yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain, yaitu tikus putih
tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus
bermuara ke dalam lubang dan tikus putih tidak mempunyai kantung empedu
(Mangkoewidjojo, 1988).