ii. tinjauan pustaka 2.1 lignoselulosa · pdf filesedangkan selulosa pada lingkungan anaerobik...
TRANSCRIPT
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lignoselulosa
Lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari tanaman dengan
komponen utama lignin, hemiselulosa dan selulosa. Ketersediaannya yang cukup
melimpah, terutama sebagai limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan,
menjadikan bahan ini berpotensi sebagai salah satu sumber energi melalui proses
konversi baik proses fisika, kimia maupun biologis. Lignoselulosa mengandung
tiga komponen penyusun utama yaitu lignin (10-25%), hemiselulosa (20-35%),
dan selulosa (35-50%) (Lynd et al., 2002). Di alam, biasanya komponen utama
penyusun lignoselulosa membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan
(Holtzapple et al., 2003).
Gambar 1. Selulosa, lignin dan hemiselulosa yang saling berikatan pada dinding
sel tumbuhan (Holtzapple et al., 2003).
2.2 Lignin
Lignin merupakan zat organik yang memiliki polimer banyak dan
merupakan hal yang penting dalam dunia tumbuhan. Lignin adalah polimer
berkadar aromatik-fenolik yang tinggi, berwarna kecoklatan, dan relatif lebih
mudah teroksidasi. Lignin tersusun atas jaringan polimer fenolik yang berfungsi
merekatkan serat selulosa dan hemiselulosa sehingga menjadi sangat kuat (Sun
and Cheng, 2002). Struktur kimia lignin sangat kompleks dan tidak berpola sama.
5
Gugus aromatik ditemukan pada lignin, yang saling dihubungkan dengan rantai
alifatik, yang terdiri dari dua sampai tiga karbon. Proses pirolisis lignin
menghasilkan senyawa kimia aromatis berupa fenol, terutama kresol.
Gambar 2. Satuan penyusun lignin (Sixta, 2006).
2.3 Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan polisakarida yang mempunyai berat molekul
lebih kecil daripada selulosa. Hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis
gula. Lima gula netral, yaitu glukosa, mannosa, galaktosa (heksosan), xilosa dan
arabinosa (pentosan) merupakan konstituen utama hemiselulosa (Fengel and
Wegener, 1995). Rantai utama hemiselulosa dapat terdiri hanya satu jenis
monomer (homopolimer), seperti xilan, atau terdiri atas dua jenis atau lebih
monomer (heteropolimer), seperti glukomannan.
Gambar 3. Struktur xilan (a) dan glukomannan (b) yang merupakan hemiselulosa
dominan pada tumbuhan (Sixta, 2006).
6
2.4 Selulosa
Jumlah selulosa di alam sangat berlimpah sebagai sisa tanaman atau dalam
bentuk sisa pertanian seperti jerami padi, kulit jagung, gandum, kulit tebu dan
tumbuhan lainnya (Han and Chen, 2007). Komposisi selulosa berkisar antara 35-
50% dari komposisi total penyusun dinding sel tumbuhan (Koolman, 2001).
Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan
dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan
selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi
secara kimia maupun mekanis.
Unit penyusun selulosa adalah selobiosa karena unit keterulangan dalam
molekul selulosa adalah dua unit gula (D-glukosa). Polimer rantai panjang
selulosa terikat bersama oleh ikatan hidrogen dan ikatan van der Walls, yang
mana menyebabkan selulosa terpaket dalam mikrofibril. Mikrofibril selulosa
memiliki bagian kristalin yang besar (2/3 dari total selulosa) dan bagian terkecil
yang tak berbentuk (amorphous). Semakin kristalin selulosa, akan semakin susah
selulosa tersebut untuk terlarut dan terdegradasi (Mussatto and Teixeira, 2010).
Gambar 4. Struktur selulosa (Yuanisa, 2015).
Rantai selulosa terdiri dari satuan glukosa anhidrida yang saling berikatan
melalui atom karbon pertama dan ke empat. Ikatan yang terjadi adalah ikatan ß-
1,4-glikosidik. Secara alamiah molekul-molekul selulosa tersusun dalam bentuk
fibril-fibril yang terdiri dari beberapa molekul selulosa yang dihubungkan dengan
ikatan glikosidik. Fibril-fibril ini membentuk struktur kristal yang dibungkus oleh
lignin. Komposisi kimia dan struktur yang demikian membuat kebanyakan bahan
yang mengandung selulosa bersifat kuat dan keras. Sifat kuat dan keras yang
dimiliki oleh sebagian besar bahan berselulosa membuat bahan tersebut tahan
terhadap peruraian secara enzimatik.
7
Gambar 5. Kumpulan rantai selulosa dalam mikrofibril yang membentuk dinding
sel tanaman (Djerbi et al., 2005).
2.5 Degradasi Selulosa
Degradasi adalah suatu reaksi perubahan kimia atau peruraian suatu
senyawa atau molekul menjadi senyawa atau molekul yang lebih sederhana.
Misalnya, penguraian polisakarida selulosa menjadi monosakarida (glukosa).
Proses penguraian selulosa secara alami memerlukan bantuan mikroorganisme
(bakteri selulolitik) yang mengeluarkan enzim selulase. Selulosa dihidrolisis oleh
enzim selulase dengan memotong ikatan 1,4 β-glukosida pada rantai panjang
selulosa. Selulosa pada lingkungan aerobik akan terurai menjadi glukosa dan
karbondioksida yang akan bergabung ke dalam sel yang sedang tumbuh,
sedangkan selulosa pada lingkungan anaerobik akan terurai menjadi alkohol dan
asam organik (Prihatiningrum, 2002).
Proses degradasi selulosa dapat dilakukan secara enzimatik dengan
bantuan mikroorganisme. Bakteri merupakan salah satu jenis mikroorganisme
yang mampu mendegradasi selulosa dan memiliki kelimpahan terbanyak di alam
dibanding mikroorganisme lainnya (Hasibuan, 2009). Setiap bakteri mempunyai
strategi yang berbeda-beda dalam mendegradasi selulosa tergantung pada
karakteristik bakteri tersebut.
Bakteri memiliki kecendrungan untuk mendegradasi selulosa dan
kemampuan ini dimiliki oleh hampir semua bakteri pendegradasi selulosa baik
8
secara aerob maupun anaerob (Glazer and Nikaido, 2007). Sebagian besar spesies
bakteri aerob ditemukan di dalam tanah. Beberapa bakteri pada kondisi aerob
yang mampu untuk mendegradasi selulosa diantaranya Acinetobacter junii, A.
amitratus, A. cellulolyticus, Anoxybacillus sp, Bacillus subtilis, B. pumilus, B.
licheniformis, B. amyloliquefaciens, B. circulans, B. flexus, Bacteroides sp,
Cellulomonas biazotea, Cellvibrio gilvus, Eubacterium cellulosolvens,
Geobacillus sp, Microbispora bispora, Paenibacillus curdlanolyticus,
Pseudomonas cellulose, Salinivibrio sp, Rhodothermus marinus (Kuhad et al.,
2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi antara lain :
a) Substrat
Ukuran dan komponen senyawa yang menyusun substrat merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi degradasi. Degradasi akan berlangsung lebih
cepat bila ukuran substrat lebih kecil dan senyawa penyusunannya lebih
sederhana. Sebaliknya, jika ukuran substrat lebih besar dan senyawa
penyusunannya lebih kompleks dibutuhkan waktu lebih lama untuk
mendegradasinya.
b) Sumber nitrogen
Nitrogen diperlukan karena dapat mempengaruhi aktivitas bakteri untuk
menghasilkan enzim ekstraseluler. Bahan yang digunakan sebagai sumber
nitrogen adalah ammonium nitrat, ammonium sulfat dan urea. Jika enzim
ekstraseluler yang dihasilkan oleh enzim banyak, maka degradasi akan
berlangsung lebih cepat. Sebaliknya, jika enzim ekstraseluler yang dihasilkan
oleh bakteri sedikit, maka degradasi akan berlangsung lebih lama.
c) pH
pH aktivitas enzim sangat penting untuk proses degradasi, karena enzim-
enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai aktivitasnya pada
pH tertentu. Jika pH sesuai dengan aktivitas enzim, maka kerja enzim
ekstraseluler untuk mendegradasi substrat akan optimal.
d) Suhu
Selain pH, suhu juga mempengaruhi kerja enzim untuk mendegradasi substrat.
Peningkatan suhu menyebabkan energi kinetik pada molekul substrat dan
9
enzim meningkat, sehingga degradasi juga meningkat. Namun suhu yang
terlalu tinggi menyebabkan rusaknya enzim yang disebut denaturasi,
sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menghambat kerja enzim. Bila kerja
terhambat atau struktur enzim rusak maka degradasi tidak dapat berlangsung
dengan baik.
2.6 Bakteri Selulolitik
Mikroorganisme yang mampu mendegradasi selulosa dinamakan
mikroorganisme selulolitik. Bakteri yang dapat mendegradasi selulosa disebut
juga bakteri selulolitik. Beberapa genus bakteri selulolitik adalah Clostridium,
Cellulomonas, Bacillus, Thermomonospora, Ruminococcus, Bacteroides,
Acetivibrio, Misrobispora, dan Streptomyces yang dapat memproduksi enzim
selulase secara efektif (Saratale et al., 2012). Bakteri selulolitik memiliki
kemampuan dalam menghidrolisis bahan-bahan dari alam yang mengandung
selulosa menjadi produk yang lebih sederhana (Marganingtyas, 2011).
Bakteri selulolitik dapat mendegradasi molekul komplek pada substrat
tidak larut dalam air dengan menggunakan berbagai enzim melalui berbagai cara
dalam memutuskan bagian yang berbeda di dalam substrat. Pemanfaatan bakteri
selulolitik sebagai penghasil enzim selulase digunakan untuk menghidrolisis
selulosa karena bakteri tersebut menghasilkan enzim selulase sebagai respon
terhadap adanya selulosa pada lingkungannya. Proses perombakkan secara
enzimatis terjadi dengan adanya enzim selulase sebagai agen perombak yang
bersifat spesifik untuk menghidrolisis ikatan β-(1,4)-glikosidik, rantai selulosa
dan derivatnya (Ambriyanto, 2010). Hidrolisis sempurna selulosa akan
menghasilkan monomer selulosa yaitu glukosa, sedangkan hidrolisis tidak
sempurna akan menghasilkan disakarida dari selulosa yaitu selobiosa (Fan et al.,
1982).
2.7 Enzim Selulase
Enzim selulase adalah enzim ekstraseluler yang dihasilkan di dalam sel
kemudian dikeluarkan ke medium pertumbuhannya. Enzim selulase dapat
dihasilkan oleh bakteri dan fungi. Enzim selulase diproduksi untuk mengkatalis
10
pemecahan selulosa menjadi glukosa dengan pemutusan ikatan β-1,4-glukosidik
yang terdapat pada selulosa (Kurniawan, 2014). Proses hidrolisis selulosa oleh
mikroorganisme terjadi di luar sel dan enzim selulase yang dihasilkan merupakan
enzim ekstraseluler. Selulase dapat diaplikasikan untuk memperhalus bubur kertas
pada industri kertas, menjaga warna kain agar tetap cemerlang pada industri
tekstil, meningkatkan kualitas pada industri pangan, sebagai dekomposer bahan-
bahan organik, meningkatkan nutrisi pakan ternak, berperan penting dalam
biokonversi selulosa menjadi berbagai komoditas senyawa kimia dan dapat
mengurangi dampak negatif dari polusi limbah terhadap lingkungan (Hartanti,
2010).
Enzim selulase dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu endo-
β-1,4-glukonase (CMCase, Cx selulase endoselulase, atau carboxymethyl
cellulase), ekso-β-1,4-glukonase (aviselase, selobiohidrolase, C1 selulase), dan β-
1,4-glukosidase atau selobiase (Meryandini et al., 2009). Ketiga komponen enzim
tersebut bekerjasama dalam menghidrolisis selulosa yang tidak dapat larut
menjadi glukosa (Fikrinda, 2000).
Enzim selulase atau enzim yang dikenal dengan nama sistematik β-1,4
glukan-4-glukano hidrolase adalah enzim yang dapat menghidrolisis selulosa
dengan memutus ikatan glikosidik β-1,4 dalam selulosa, selodektrin, selobiosa,
dan turunan selulosa lainnya menjadi gula sederhana atau glukosa. Sistem
pemecahan selulosa menjadi glukosa terdiri atas tiga jenis enzim selulase yaitu
endo-β-1,4-glukonase, ekso-β-1,4-glukonase, dan β-glukosidase (Silva et al.,
2005). Proses pemecahan selulosa oleh enzim selulase ditunjukkan pada (Gambar
6).
Gambar 6 memperlihatkan tahap-tahap pemecahan selulosa oleh kompleks
enzim selulase (endoglukonase, eksoglukonase, dan β-glukosidase). Tahap
pertama, enzim endoglukonase menyerang daerah amorf dari selulosa secara acak
dan membentuk makin banyak ujung-ujung nonpereduksi yang memudahkan
kerja eksoglukonase. Enzim eksoglukonase selanjutnya menghidrolisis daerah
kristal dari selulosa dengan membebaskan dua unit glukosa. Kerja sama kedua
enzim ini menghasilkan unit-unit sakarida yang lebih kecil yang selanjutnya
dihidrolisis oleh β-glukosidase menghasilkan glukosa.
11
Gambar 6. Skema tahapan pemecahan selulosa (Karmakar and Ray, 2011).
2.8 Media Isolasi
Media yang digunakan dalam isolasi bakteri selulolitik dinamakan
medium selulolitik. Media tersebut merupakan campuran garam-garam mineral
dan CMC (Carboxy Metil Cellulosa) yang berfungsi sebagai sumber karbon.
CMC merupakan substrat yang umumnya digunakan untuk pengujian aktivitas
endoglukanase (Zhang et al., 2006). Substrat CMC memiliki kelarutan yang lebih
tinggi dibandingkan selulosa lainnya, sehingga lebih mudah dihidrolisis oleh
enzim selulase (Yanuar et al., 2003).
Carboxy Metil Cellulosa (CMC) digunakan sebagai media produksi enzim
karena dalam media ini mengandung selulosa yang digunakan sebagai substrat
pada reaksi enzimatis. Selain itu, media ini mengandung sumber C, N, dan
beberapa mineral lainnya yang diperlukan. Sumber karbon yang berfungsi sebagai
sumber energi sel dan unsur utama dalam pembentukkan sel dipenuhi oleh adanya
CMC. CMC merupakan substrat terbaik untuk menginduksi sintesis enzim
selulolitik ekstraseluler (Alam et al., 2004) dan berdasarkan Narasimha et al
(2005), konsentrasi CMC 1% merupakan konsentrasi yang optimum untuk
produksi selulase.
Menurut Pratiwi (2008) dalam media pertumbuhan garam-garam mineral
seperti KH2PO4 dan MgSO4 digunakan sebagai nutrient untuk membantu
pertumbuhan sel sedangkan logam magnesium pada MgSO4 merupakan kofaktor
bagi aktivitas enzim selulase. Fosfat banyak digunakan dalam pembuatan media.
Banyaknya penggunaan fosfat tersebut dikarenakan zat tersebut merupakan bahan
12
anorganik yang menyangga dalam batas fisiologis yang penting yaitu sekitar
netral dan relatif tidak beracun untuk mikroba. Selain itu dalam konsentrasi yang
sesuai, fosfat merupkan sumber fosfor yang sangat penting untuk pertumbuhan
bakteri tersebut.
Mineral, vitamin dan faktor pertumbuhan lainnya biasanya digunakan
untuk mensintesa sel dari substansi sederhana (Cullison, 1979). Beberapa mikro
mineral termasuk Fe dan Mn sangat penting dalam nutrisi mikroorganisme.
Peningkatan aktivitas mikroorganisme dalam mencerna substrat bila ditambahkan
Fe dan Mn menunjukkan bahwa minera-mineral ini memainkan suatu peranan
dalam metabolisme pencernaan substrat oleh mikroba (Hungate, 1966).
2.9 Uji Degradasi Selulosa
Uji bakteri selulolitik (penghasil selulase) secara kualitatif (skrining)
dilakukan untuk menyeleksi dan mengetahui kemampuan isolat bakteri dalam
menghasilkan enzim selulase. Coughlan (1990) menyatakan bahwa analisis
kualitatif aktivitas bakteri selulolitik dapat dilakukan pengukuran zona bening
yang terbentuk disekitar koloni. Pembentukkan zona bening menunjukkan bahwa
selulosa yang terdapat dalam media dihidrolisis oleh enzim selulase menjadi
senyawa sederhana yaitu selobiosa yang kemudian disederhanakan menjadi dua
molekul glukosa (Perez et al., 2002).
Uji Gram’s Iodine merupakan salah satu metode skrining dengan menguji
aktivitas selulolitik secara kualitatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri
selulolitik. Metode ini sering digunakan untuk menyeleksi mikroorganisme dalam
mendegradasi polisakarida secara sederhana, cepat dan biaya yang efisien (Jo et
al., 2011). Isolat yang digunakan dalam pengujian Gram’s Iodine adalah isolat
terbaik hasil isolasi yang mampu tumbuh pada media isolasi (Marcon et al.,
2006). Reagent yang digunakan dalam uji Gram’s Iodine adalah larutan iodine
yang terdiri dari I2 dan KI yang dilarutkan dengan aquades. Uji Gram’s Iodine
diperkuat dengan penggunaan larutan iodine dengan tujuan untuk mewarnai
bakteri yang tumbuh pada cawan petri dan dapat menunjukkan warna coklat gelap
(Kasana et al., 2008).
13
Selulosa di alam lebih banyak ditemukan dalam bentuk selulosa kristalin
(Fikrinda et al., 2000). Upaya untuk memperoleh isolat bakteri selulolitik yang
dapat dimanfaatkan dalam konversi selulosa alam, maka selain aktivitasnya dalam
mendegradasi selulosa, isolat bakteri selulolitik juga perlu diuji kemampuannya
tumbuh pada substrat yang terdiri dari selulosa kristalin. Kertas saring (filter
paper) merupakan salah satu jenis substrat berupa selulosa kristalin yang
berikatan dengan lignin membentuk kompleks lignoselulosa yang sulit
didegradasi. Untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri yang telah diisolasi
dalam mengurai selulosa kristalin, maka dapat dilakukan pengujian dengan
menumbuhkannya pada medium selulolitik dengan penambahan kertas filter
(Whatman no. 1).
2.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba
a) Waktu
Pertumbuhan dapat diamati dari meningkatnya jumlah sel. Pertumbuhan
mikroba pada umumnya meningkat maksimal selama empat hari. Pada
saat mikroba diinkubasi diatas empat hari, lama kelamaan bakteri tidak
akan tumbuh karena nutrisi pada medium sudah semakin berkurang dan
menyebabkan mikroba tidak bisa tumbuh/mati. Waktu pertumbuhan
mikroba dimulai dari beberapa menit, beberapa jam sampai beberapa hari
tergantung kecepatan pertumbuhan mikroba pada media dan lamanya
inkubasi mikroba (Case et al., 1984).
b) pH
Mikroba mempunyai kemampuan dalam mendegradasi selulosa pada
medium selulolitik dan dapat tumbuh pada pH asam dan basa.
Pertumbuhan yang paling baik ditunjukkan pada pH tujuh (netral)
dibandingkan pH asam dan basa (Wibowo et al., 2012)
c) Sifat mikroorganisme
Kemampuan suatu bahan tertentu bergantung pada komponen
mikroorganisme yang diuji dengan bahan tersebut. Yang terpenting adalah
spesies mikroorganisme, fase pertumbuhan kultur mikroorganisme, adanya
14
struktur khusus seperti spora atau kapsul, sejarah pertumbuhan kultur
sebelumnya dan jumlah organisme dalam sistem uji (Brock et al., 2003).
d) Usia mikroorganisme
Tingkat kerentanan mikroorganisme sangat ditentukan oleh umur biakan
mikroorganisme. Pada prinsipnya, kerentanan mikroorganisme yang tinggi
yaitu pada fase pertumbuhan eksponensial, sedangkan pada fase stasioner
dianggap kurang efektif karena metabolisme sel mikroba tidak terlalu aktif
(Brock et al., 2003).