gilut

34
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh keduanya disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Faktor predisposisi pioderma adalah kebersihan yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, dan telah ada penyakit lain di kulit. Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis yang akan dibahas pada referat ini. Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dan subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh getah bening. Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik.(3) Penyakit ini 1

Upload: erwinbawono

Post on 15-Feb-2016

37 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

dfgcdfhdtdtuud

TRANSCRIPT

Page 1: gILUT

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh

keduanya disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah Staphylococcus aureus dan

Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan

penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Faktor predisposisi pioderma

adalah kebersihan yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, dan telah ada penyakit

lain di kulit. Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis yang akan dibahas pada

referat ini.

Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dan

subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan

kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh getah

bening. Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik.(3) Penyakit ini

biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai bawah. Gejala

prodormal selulitis adalah demam dan malaise, kemudian diikuti tanda-tanda

peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor), dan teraba

hangat (kalor) pada area tersebut (buku merah).

Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Sebuah studi

tahun 2006 melaporkan insidensi selulitis di Utah, AS, sebesar 24,6 kasus per 1000

penduduk per tahun dengan insidensi terbesar pada pasien laki-laki dan usia 45-64

1

Page 2: gILUT

tahun. Secara garis besar, terjadi peningkatan kunjungan ke pusat kesehatan di

Amerika Serikat akibat penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak kulit yaitu dari 32,1

menjadi 48,1 kasus per 1000 populasi dari 1997-2005 dan pada tahun 2005 mencapai

14,2 juta kasus (5). Data rumah sakit di Inggris melaporkan kejadian selulitis

sebanyak 69.576 kasus pada tahun 2004-2005, selulitis di tungkai menduduki

peringkat pertama dengan jumlah 58.824 kasus (3). Data rumah sakit di Australia

melaporkan insidensi selulitis sebanyak 11,5 per 10.000 populasi pada tahun 2001-

2002. Di Spanyol dilaporkan 8,6% (122 pasien) dalam periode 5 tahun menderita

erysepelas dan selulitis (a). Banyak penelitian yang melaporkan kasus terbanyak

terjadi pada laki-laki, usia dekade keempat hingga dekade kelima, dan lokasi tersering

di ekstremitas bawah.

2

Page 3: gILUT

BAB II

SELULITIS

2.1 DEFINISI

Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi

menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis. Infeksi ini biasanya

didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptococcus beta hemolitikus

dan Staphylococcus aureus. Pada anak usia di bawah 2 tahun dapat disebabkan oleh

Haemophilus influenza, keadaan anak akan tampak sakit berat, sering disertai

gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti bakterimia dan septikemia.

Terdapat tanda-tanda peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti eritema, teraba

hangat, dan nyeri serta terjadi limfangitis dan sering bergejala sistemik seperti demam

dan peningkatan hitungan sel darah putih. Selulitis yang mengalami supurasi disebut

flegmon, sedangkan bentuk selulitis superfisial yang mengenai pembuluh limfe yang

disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus grup A disebut erisepelas. Tidak ada

perbedaan yang bersifat absolut antara selulitis dan erisepelas yang disebabkan oleh

Streptococcus.

Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan antibiotik.

Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika terlambat

dalam memberikan pengobatan.

3

Page 4: gILUT

Gambar 1: Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and Soft-

Tissue Infection (B)

2.2 ETIOLOGI

Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus

aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis pada

anak adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta hemolitikus grup

A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus group B adalah

penyebab yang jarang pada selulitis.6 Selulitis pada orang dewasa imunokompeten

banyak disebabkan oleh Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus

sedangkan pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh

organisme campuran antara kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun

anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada

4

Page 5: gILUT

imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada

imunnocompromised lebih sering melalui aliran darah (buku kuning). Onset

timbulnya penyakit ini pada semua usia.

2.3 ANATOMI SPASIA FASIALIS

Spasia fasialis adalah suatu area yang tersusun atas lapisan-lapisan fasia di daerah

kepala dan leher berupa jaringan ikat yang membungkus otot-otot dan

berpotensi untuk terserang infeksi serta dapat ditembus oleh eksudat

purulen (Peterson, 2002). Pengetahuan tentang lokasi anatomis ruang atau spasia

sebagai tempat penyebaran infeksi odontogenik sangat penting dalam

menegakkan diagnosa.

5

Page 6: gILUT

2.4. PATOFISIOLOGI

Pada 88,4 % kasus selulitis fasialis disebabkan infeksi odontogenik yang

berasal dari pulpa dan periodontal. Periodontitis apikalis akut atau kelanjutan dari

infeksi/abses periapikal, menyebar ke segala arah waktu mencari jalan keluar.

Ketika itu biasanya periosteum ruptur dan infeksi menyebar ke sekitar jaringan

lunak intra dan/atau extra oral, menyebabkan selulitis. Penyebab utama

selulitis adalah proses penyebaran infeksi melalui ruangan subkutaneus sellular /

jaringan ikat longgar yang biasanya disebabkan dari infeksi odontogenik.

Penyebaran ini dipengaruhi oleh struktur anatomi local yang bertindak sebagai

barrier pencegah penyebaran, hal tersebut dapat dijadikan acuan penyebaran

infeksi pada proses septik. Barrier tersebut dibentuk oleh tulang rahang dan otot-

otot yang berinsersi pada tulang tersebut (Berini, et al,1999).

6

Page 7: gILUT

Jalur penyebaran infeksi odontogenik (Dimitroulis,1997):

Gigi-gigi Rahang Bawah

- M. Buccinator (bagian luar body mandibula)

o Di bawah perlekatan otot : ke daerah fasial

o Di atas perlekatan otot : ke intraoral

- M. Mylohyoid (sebelah dalam body mandibula)

o Di bawah perlekatan otot : ke daerah sublingual dalam

o Di atas perlekatan otot : ke daerah sublingual luar

o Anterior : ke daerah submental

7

Page 8: gILUT

- M. Masseter (sebelah luar ramus mandibula)

o Di antara m. Masseter : ke daerah submasseterik

o Lateral : ke daerah temporal

- M. Pterigoideus Medialis (sebelah dalam ramus mandibula)

o Lateral : ke daerah pterigomandibula

o Medial : ke daerah pharyngeal

o Posterior : ke retropharyngeal

8

Page 9: gILUT

Gigi-gigi Rahang Atas

- M. Buccinator (di lateral)

o Di atas perlekatan otot : ke daerah fasial

o Dibawah perlekatan otot : ke daerah intraoral

- Palatum durum (di medial)

- Sinus maksilaris ( di superior)

Menurut Dimitroulis (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran

dari infeksi adalah mikroorganisme (Virulensi mikroorganisme, jumlah

mikroorganisme,asal infeksi (pulpa, periodontal, luka jaringan) dan toksisitas yang

dihasilkan dan dikeluarkan dari mikroorganisme) dan host (keadaan umum ; status

kesehatan, sistem imun, umur) dan faktor lokal (suplai darah, efektivitas

sistem pertahanan).

Peterson (2002) menguraikan mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi

dengan lebih jelas lagi, sebagai berikut:mekanisme pertahanan lokal (barrier

anatomi tubuh yang intak dan populasi bakteri normal dalam tubuh),

mekanisme pertahanan hurmoral (imunoglobulin dan komplemen) serta

mekanisme selular (fagosit, granulosit, monosit dan limfosit)

9

Page 10: gILUT

BAB III

SELILITIS FACIALIS

3.1. Klasifikasi

Menurut Berini, et al (1999) selulitis dapat digolongkan menjadi:

3.1.1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut

Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia

fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya

sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau spasia

yang terlibat.

10

Page 11: gILUT

3.1.2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut

Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya

infeksi bakteri tersebut juga mengandung supurasi yang purulen. Penamaan

berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen,

mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme

resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi. Peterson (2002) beranggapan

bahwa selulitis dan abses sulit dibedakan, karena pada beberapa pasien dengan

indurasi selulitis mempunyai daerah pembentukan abses.

Nama lain :

a. Selulitis Difus Akut

Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:

1) Ludwig’s Angina

2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid

3) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal

4) Selulitis Fasialis Difus

5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya

b. Selulitis Kronis

Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat

karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya

11

Page 12: gILUT

terjadi pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak

mendapatkan perawatan yang adekuat atau tanpa drainase.

3.1.3.Selulitis Difus yang Sering Dijumpai

Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina

Ludwig’s. Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang mengenai

spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai

mengenai spasia pharingeal (Berini, Bresco & Gray, 1999 ; Topazian, 2002).

Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai

satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.

Biasanya infeksi primer dari selulitis berasal dari gigi molar kedua dan ketiga

bawah, penyebab lainnya (Topazian, 2002): sialodenitis kelenjar

submandibula, fraktur mandibula compund, laserasi mukosa lunak

mulut, luka yang menusuk dasar mulut dan infeksi sekunder dari keganasan oral.

12

Page 13: gILUT

Gejala klinis dari Phlegmon (Pedlar, 2001), seperti oedema pada

kedua sisi dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke leher hanya dalam

beberapa jam, lidah terangkat, trismus progressif, konsistensi kenyal – kaku

seperti papan, pembengkakan warna kemerahan, leher kehilangana natomi

normalnya, seringkali disertai demam/kenaikkan temperatur tubuh, sakit dan

sulit menelan, kadang sampai sulit bicara dan bernafas serta stridor.

Angina Ludwig’s memerlukan penangganan sesegera mungkin,

berupa: rujukan untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik

intravenous dosis tinggi, biasanya untuk terapi awal digunakan Ampisillin

dikombinasikan dengan metronidazole, penggantian cairan melalui infus,

drainase through and through, serta penangganan saluran nafas, seperti

endotracheal intubasi atau tracheostomi jika diperlukan.

3.2 Diagnosa ,Gejala Klinis dan Prognosa

Diagnosis ditegakkan dari riwayat penyakit atau anamnesa dan pemeriksaan

klinis (inpeksi, palpasi & auskultasi intraoral dan ekstraoral), yang lebih jauh

menegakkan diagnosa selulitis tersebut berasal dari gigi. Pemeriksaan penunjang

berupa pemeriksaan radiologis, umumnya periapikal foto dan panoramik foto,

walaupun banyak kasus dilaporkan selulitis dapat didiagnosa dengan MRI

(Berini, Bresco & Gay, 1999) .

Gejala lokal antara lain pembengkakkan mengenai jaringan lunak/ikat

longgar, sakit, panas dan kemerahan pada daerah pembengkakkan, pembengkakan

disebabkan oedem, infiltrasi elulsar dan kadang karena adanya pus,

13

Page 14: gILUT

pembengkakkan difus, konsistensi kenyal – keras seperti papan, kadang-

kadang disertai trismus dan kadang-kadang dasar mulut dan lidah terangkat.

Gejala sistemik seperti temperatur tinggi, nadi cepat dan Tidak teratur, malaise,

lymphadenitis, peningkatan jumlah leukosit, pernafasan cepat, muka kemerah-

merahan, lidah kering, delirium terutama malam hari, disfagia dan dispnoe, serta

stridor.

Prognosa untuk kasus selulitis fasialis tergantung pada uimur

penderita, kondisi pasien datang pertama ke poliklinik dan juga tergantung

pada kondisi sistemik pasien. Pada umumnya ad bonam jika segera ditangani

dengan cepat dan benar.

14

Page 15: gILUT

3.3. Terapi dan Komplikasi

Apabila terdapat tanda-tanda seperti kondisi sistemik seperti malaise

dan demam tinggi, adanya disfagia atau dispnoe, dehidrasi atau pasien kurang

minum, diduga adanya penurunan resistensi terhadap infeksi, toksis septikemia dan

infiltrasi ke daerah anatomi yang berbahaya serta memerlukan anestesi umum

untuk drainase, diperlukan penanganan serius dan perawatan di rumah sakit

sesegera mungkin.

Jalan nafas harus selalu dikontrol, intubasi endotracheal atau tracheostomi

jika diperlukan. Empat prinsip dasar perawatan infeksi (Falace, 1995), yaitu:

menghilangkan causa (Jika keadaan umum pasien mungkinkan segera dilakukan

prosedur ini, dengan cara pencabutan gigi penyebab), drainase (Insisi

drainase bisa dilakukan intra maupun ekstra oral, ataupun bisa dilakukan

bersamaan seperti kasus- kasus yang parah. Penentu lokasi insisi berdasarkan

spasium yang terlibat.

15

Page 16: gILUT

Dalam pemberian antibiotik perlu diperhatikan apakah pasien mempunyai

riwayat alergi terhadap antibiotik tertentu, terutama bila diberikan secara intravena

untuk itu perlu dilakukan skin test terlebih dahulu. Antibiotik diberikan selama 5-

10 hari (Milloro, 2004).

16

Page 17: gILUT

Suppotive Care, seperti istirahat dan nutrisi yang cukup,

pemberian analgesik & antiinflamasi (analgesik-antiinflamasi nonsteroid

seperti Diklofenak (50 mg/8 jam) atau Ibuprofen 400 ( -600 mg/8 jam)

dan jika Kortikosteroid diberikan, perlu ditambahkan analgesik murni,

seperti Paracetamol antiinflamasi diberikan dalam (650 mg/4-6 jam)

dan/atau Opioid rendah seperti Kodein (30 mg/6 jam)), pemberian aplikasi

panas eksternal (kompres panas) maupun peroral (melalui obat kumur saline) dapat

memicu timbulnya pernanahan.

Komplikasi yang seringkali menyertai selulitis fasial antara lain: obstruksi

pernafasan, septik syok, dan septikemia.

17

Page 18: gILUT

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Selulitis merupakan suatu proses inflamasi yang mengenai jaringan lunak

terutama jaringan ikat longgar, sifatnya akut, oedematus difus, meliputi

ruang yang luas, indurasi tegas, biasanya disertai kondisi sistemik yang buruk.

Selulitis dapat mengakibatkan kematian jika tidak segera diberikan perawatan

yang adekuat dan sesegera mungkin. Selulitis fasial yang paling sering dijumpai

adalah Angina Ludwig’s, selulitis bilateral yang mengenai 3 spasium yaitu

spasium submandibula, sublingual dan submental. Penanganan selulitis hampir

sama seperti penanganan infeksi odontogenik lainnya yaitu menghilangkan causa,

insisi drainase, pemberian antibiotik dan perawatan suportif.

4.2. SARAN

4.2.1. Setiap dokter gigi agar meningkatkan pengetahuan tentang infeksi

maksilofasial agar pasien dapat segera didiagnosa dengan tepat dan

mendapat perawatan yang segera

4.2.2. Agar ditempat praktek selalu tersedia alat-alat untuk insisi dan drainase

4.2.3. Segera konsulkan kepada yang lebih ahli untuk mengatasi segala infeksi

maksilofasial apabila menghadapi masalah yang gawat dan darurat.

18

Page 19: gILUT

LAPORAN KASUS

Presentasi Kasus

Seorang pria 20 tahun dirujuk ke departemen kami dengan keluhan utama

pembengkakan yang menyakitkan di sisi kiri wajahnya. Dia telah mempunyai gejala

ini mandibula kiri gigi premolar kedua 3 hari sebelumnya. Pemeriksaan ekstraoral

didapatkan rasa hangat, dan pembengkakan di daerah wajah sebelah kiri (Gambar 1).

Pemeriksaan intraoral menunjukkan adanya tuberkulum pada permukaan oklusal kiri

mandibula premolar kedua dan mahkota normal (Gambar 2). Puncak gigi terbuka dan

gambaran radiolusen periapikal di dalam (Gambar 3). Diagnosis selulitis wajah yang

timbul dari dens evaginatus dapat ditegakkan. Di pemeriksaan intraoral dan

radiografi, sisa tujuh premolar lainnya menunjukkan pembentukan akar lengkap tanpa

keterlibatan dens evaginatus. Pada hari yang sama, ruang pulpa dibuka tanpa anestesi

dan purulen nanah keluar dari pulpa ruang. Melalui debridement dan irigasi saline,

ruang pulpa yang terbuka dikeringkan melalui oklusal yang terdapat dens evaginatus,

dan pemberian antibiotik sistemik. Empat hari kemudian, rasa sakit dan

pembengkakan mereda, dan tidak ada lagi nanah yang keluar dari ruang pulpa. Kanal

dibersihkan dan diberikan kalsium hidroksida setiap 4 minggu untuk menginduksi

penutupan apikal. Kalsium hidroksida diberikan total tujuh kali. Tujuh bulan

kemudian, radiografi menunjukkan bukti penutupan apikal sebagai akibat dari

pembentukan jaringan keras. Satu tahun setelah obturasi kanal, gambaran radiografi

menunjukkan peningkatan penyembuhan apikal (Gambar 4).

19

Page 20: gILUT

Gambar 1. Bukal kiri dan ruang pengunyahan yang terlibat dan memilikipembengkakan yang menyakitkan..

Gambar 2. Mandibula kiri premolar kedua menunjukkan tuberkulum kusam di

permukaan oklusal antara bukal dan lingual katup. Bukal sulkus menampilkan sebuah difus pembengkakan..

20

Page 21: gILUT

Gambar 3. Radiografi mengungkapkan pembentukan akar lengkap dengan apex terbukadan radiolusen di daerah periapikal.

Diskusi

Dens evaginatus adalah sebuah anomali gigi jarang di mana sebuah puncak

tambahan atau tuberkulum menonjol dari permukaan oklusal gigi posterior atau

permukaan lingual gigi anterior. Tuberkulum dari dens evaginatus sering rentan

terhadap patah tulang dan komplikasi ruang pulpa. Insiden yang dilaporkan gigi pulpa

terlibat berkisar dari 14,1% menjadi 40,2%. Lin dan Roan melaporkan bahwa 89,3%

dari dens evaginatus adalah rusak, 19,6% dengan respon pulpa nonvital. Dalam kasus

terbukanya pulpa awal atau infeksi pulpa oleh bakteri, akses didapatkan melalui

tubulus dentin dewasa. Perawatan endodontik dapat rumit lebih lanjut oleh

pembentukan akar lengkap dengan puncak terbuka. Prosedur apexigenesis bila puncak

gigi terbuka dengan pulpa vital, sedangkan prosedur apexification bila puncak gigi

terbuka dengan pulpa nonvital. Sejak tahun 1964, kalsium hidroksida sendiri atau

dalam kombinasi dengan obat lain telah menjadi bahan yang paling banyak digunakan

untuk prosedur apexification. Kasus ini menyajikan dens evaginatus dengan

21

Page 22: gILUT

pembentukan akar tidak lengkap. Dalam rangka untuk melakukan terapi saluran akar,

akar perlu benar-benar terbentuk. Kalsium hidroksida digunakan untuk mengobati dan

memulai penutupan apeks untuk menyelesaikan pembentukan gigi. Perawatan

termasuk mengikis puncak gigi untuk mendorong pembentukan dentin sekunder,

mengurangi risiko gesekan atau fraktur tuberkulum dengan penghapusan oklusal

mengganggu, perlindungan tuberkulum dengan pit dan fisura sealant (atau dengan

resin komposit membentuk kembali). Pengobatan untuk pulpa termasuk terapi

endodontik konvensional, kalsium hidroksida untuk apexification, terapi saluran akar,

atau ekstraksi gigi. Waktu yang diperlukan untuk proses apexification adalah 6-24

bulan. Ada empat hasil klinis sukses prosedur apexification: penutupan lanjutan dari

kanal dan puncak ke konfigurasi normal; penutupan puncak, meskipun kanal

mempertahankan konfigurasi blunderbuss; tidak ada perubahan radiografi, tapi

pembentukan osteoid tipis terjadi penutupan. Dalam kasus kami, pembentukan

osteoid tipis penghalang apikal ditunjukkan oleh radiografi setelah 7 bulan. Selulitis

wajah yang timbul dari sarang-sarang evaginatus dengan terbuka apex jarang. Hasil

laporan kasus ini menunjukkan pengendalian infeksi yang memadai dan proses

apexification sukses oleh kalsium hidroksida.

22

Page 23: gILUT

Gambar 4. Satu tahun setelah obturasi kanal, radiografi menunjukkan didefinisikan dengan baik lamina dura dan tidak ada lesi radiolusen apikal.

DAFTAR PUSTAKA

Berini, et al, 1997. Medica Oral: Buccal and Cervicofacial Cellulitis. Volume 4,

(p337-50).

Concheiro J, Loureiro M, González-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas and cellulitis:

a retrospective study of 122 cases. 100(10): 888-94.

Chen, Chun-Ming, et al, 2005. Facial Cellulitis Arising from Dens Evaginatus.

Kaohsiung J. Med Sci.

Dimitroulis, G, 1997. A Synopsis of Minor Oral Surgery, Wright, Oxford (71-81)

Djuanda, Adhi, 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Falace, DA, 1995. Emergency Dental Care. A Lea & Febiger Book. Baltimore (p

214-26) .

Milloro, M., 2004. Peterson’s of Principles Oral and Maxillofacial Surgery,

2nd edition, Canada: BC Decker Inc.

Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff,

UK. 1708.

Neville, et al, 2004. Oral and Maxillofacial Pathology. WB Saunders, Philadephia .

Pedlar, et al, 2001, Oral Maxillofacial Surgery. WB Saunders, Spanyotl (p90-100).

Peterson, et al, 2002. Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis .

Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002. Oral and Maxillofacial Infection,

WB Saunders, Philadelphia

23