gilut
DESCRIPTION
gilutTRANSCRIPT
LEVEL KOMPETENSI 1
I. ANODONTIA
A. Definisi
Anodontia adalah suatu keadaan di mana semua benih gigi tidak terbentuk sama
sekali. Sedangkan jika yang tidak terbentuk hanya beberapa gigi saja, keadaan tersebut
disebut hipodontia atau oligodontia (Institute of Dental and Craniofacial Research, 2011).
B. Etiologi
Anodontia diduga disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan dan genetic.
Anodontia merupakan penyakit genetik yang bersifat autosomal resesif dimana terjadi
mutasi genetik pada gen MSXI yang berlokasi di 4pl6.1. Faktor lingkungan yang
menghambat proliferasi sel basal gigi dari lamina dental dapat disebabkan oleh infeksi
(misal: rubella, osteomielitis), trauma, obat-obatan (misal: thalidomide), kemoterapi atau
radioterapi
D. Klasifikasi
1. Anodontia adalah kelainan kongenital dimana semua gigi tidak tumbuh disebabkan
tidak terdapatnya folikel gigi. Anodontia dapat dibagi menjadi:
a. Anodontia total (anodontia vera) adalah keadaan dimana pada rahang tidak ada
gigi susu maupun gigi tetap.
b. Anodontia parsial adalah keadaan dimana pada rahang terdapat satu atau lebih
gigi yang tidak tumbuh dan lebih sering terjadi pada gigi permanen daripada gigi
susu, yang termasuk anodontia parsial ialah hipodontia dan oligodontia
2. Hipodontia adalah keadaan dimana pada rahang tidak tumbuh 1-6 gigi. Pada
hipodontia, gigi-gigi yang paling sering tidak terbentuk adalah gigi premolar dua
rahang bawah, incisivus dua rahang atas, dan premolar dua rahang atas. Kelainan ini
dapat terjadi hanya pada satu sisi rahang atau keduanya (bilateral).
3. Oligodontia adalah keadaan dimana lebih dari 6 gigi tidak tumbuh (Wu, 2007).
1
Gambar 1. Anodontia total (tidak tumbuh gigi sama sekali)
2
Gambar 2. Hipodontia (tidak tumbuh 1-6 gigi pada satu satu rahang)
Gambar 3. Oligodontia (lebih dari 6 gigi tidak tumbuh)
E. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis anodontia biasanya membutuhkan pemeriksaan rontgen
panoramik untuk memastikan semua benih gigi benar-benar tidak terbentuk.
3
Gambar 4. Pemeriksaan Radiografik Oligodontia
E. Terapi
Apabila diagnosa telah ditegakkan melalui pemeriksaan, terapi yang dapat
dilakukan adalah pembuatan dan pemasangan gigi prostetik (Ramil, 2010).
Gambar 5.Maxillary Denture Gambar 6. Dental Implant Process
II. IMPACTED TEETH
A. Definisi
Gigi impaksi atau gigi terpendam (impacted teeth) adalah yang tidak dapat erupsi
seluruhnya atau sebagian karena tertutup oleh tulang, jaringan lunak atau kedua-duanya
(Irfan, 2011).
4
B. Etiologi
Gigi impaksi disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Berger penyebab gigi
impaksi yakni :
1. Kausa Lokal merupakan faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya gigi
impaksi, antara lain:
a. Abnormalnya posisi gigi
b. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut
c. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
d. Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi
e. Gigi desidui persistensi(tidak mau tanggal)
f. Pencabutan prematur pada gigi
g. Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi
h. Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi/ abses
i. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak.
2. Kausa Sistemik. Kelainan sistemik dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi
walaupun tidak ada kausa lokal, yakni:
a. Kausa Prenatal, yaitu keturunan dan “miscegenation”.
b. Kausa Postnatal, yaitu ricketsia, anemi, syphilis congenital, TBC, gangguan
kelenjar endokrin, dan malnutrisi.
c. Kelainan Pertumbuhan, yaitu Cleido cranial dysostosis, oxycephali, progeria,
achondroplasia, celah langit-langit (Dentisha, 2010).
C. Klasifikasi
Menurut klasifikasi George Winter, gigi impaksi digolongkan berdasarkan posisi
gigi terhadap gigi molar kedua. Posisi-posisinya meliputi
1. Vertical
2. Horizontal
3. Inverted
5
Gambar 1. Anatomi gigi impaksi
impaksi
4. Mesioangular (miring ke mesial)
5. Distoangular (miring ke distal)
6. Bukoangular (miring ke bukal)
7. Linguoangular (miring ke lingual)
8. posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position (Fadillah,dkk. 2010).
6
Vertikal : sumbu panjang molar 3 sejajar Horizontal : sumbu panjang molar 3 arah
dengan sumbu panjang molar 2 horizontal
7
Inverse : gigi yang impaksi memiliki Transverse : gigi yang impaksi secara
arah sumbu yang terbalik horizontal namun mengarah ke pipi-lidah
Gambar 2. Impaksi gigi menurut klasifikasi George Winter (Elih dan Salim 2008)
8
Mesio-Angular : Molar 3 yang impaksi miring ke arah molar 2 arah mesial
Disto-Angular : sumbu panjang molar 3 menjauh secara distal/posterior terhadap molar 2
Buccal Obliquity: gigi yang impaksi mengahadap ke arah bukal
Lingual Obliquity : gigi yang impaksi menghadap ke arah lingual
Gigi molar tiga paling sering mengalami impaksi karena merupakan gigi yang
paling terakhir erupsi, ruangan erupsi yang dibutuhkannya kurang adekuat. Erupsi gigi
molar tiga akan selesai pada usia 20-24 tahun.
Gambar 4. Gambaran klinis impaksi gigi
D. Penegakan Diagnosis
Tanda-tanda umum terjadinya gigi impaksi adalah :
1. Inflamasi, yaitu pembengkakan disekitar rahang dan warna kemerahan pada gusi
disekitar gigi yang diduga impaksi
2. Resorpsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal sehingga meresorpsi
gigi tetangga
3. Rasa sakit atau perih disekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama (neuralgia)
4. Fraktur rahang (patah tulang rahang) (Obiechina, 2001).
Pada anamnesis pasien dengan impaksi gigi biasanya datang dengan keluhan sebagai
berikut:
1. Perikoronitis
Gejala-gejala yang timbul antara lain: rasa sakit di region tersebut, pembengkakan,
mulut bau (foeter exore), pembesaran limfonodi submandibular.
2. Periodontitis
Bila suatu gigi mendesak gigi tetangganya, dapat terjadi periodontitis pada gigi yang
didesak.
3. Parastesi dan neuralgia pada bibir bawah. Hal ini mungkin disebabkan karena tekanan
pada n.mandibularis. Tekanan pada n.mandibularis dapat juga menyebabkan rasa sakit
pada gigi premolar dan kaninus
9
Anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan ekstra oral dan
pemeriksaan intra oral yang meliputi:
Pemeriksaan Ekstra Oral
Pada pemeriksaan ekstra oral yang menjadi perhatian adalah :
1. Adanya pembengkakan
2. Adanya pembesaran limfonodi (KGB)
3. Adanya parastesi
Pemeriksaan Intra Ora l
Pada pemeriksaan intra oral yang menjadi perhatian adalah :
1. Keadaan gigi,erupsi atau tidak
2. Adanya karies, perikoronitis
3. Adanya parastesi
4. Warna mukosa bukal,labial dan gingival
5. Adanya abses gingival
6. Posisi gigi tetangga,hubungan dengan gigi tetangga
7. Ruang antara gigi dengan ramus (pada molar tiga mandibular) (Kidd, 1992).
Pemeriksaan radiologis panoramik merupakan pemeriksaan penunjang yang
dianjurkan untuk menegakkan diagnosis gigi impaksi.
-
Gambar 5. Foto Radiografi Panoramic Impacted Teeth (Obiechina, 2001)
10
E. Terapi
Secara umum, sebaiknya gigi impaksi dicabut (odontektomi), baik itu untuk gigi
molar tiga, caninus, premolar, maupun incisivus. Namun, harus diingat bahwa jika tidak
menyebabkan terjadinya gangguan pada kesehatan mulut dan fungsi pengunyahan di
sekitar rahang pasien, maka gigi impaksi tidak perlu dicabut.Pencabutan pada gigi
impaksi harus memperhatikan indikasi dan kontraindikasi yang ada.
Indikasi pencabutan gigi impaksi antara lain untuk mencegah terjadinya patologi
yang berasal dari folikel atau infeksi, mencegah perluasan kerusakan oleh gigi impaksi,
usia muda, adanya penyimpangan panjang lengkung rahang dan membantu
mempertahankan stabilisasi hasil perawatan ortodonsi, dan untuk kepentingan prostetik
dan restorative.
Kontraindikasi pencabutan gigi impaksi pasien dengan usia sangat ekstrim, telalu
muda atau lansia; kerusakan yang luas dan berdekatan dengan struktur yang lain; jika
tulang menutupi gigi yang impaksi sangat termineralisasi dan padat; apabila kemampuan
pasien untuk menghadapi tindakan pembedahan tergangguoleh kondisi fisik atau mental
tertentu (Paul, 2009).
Gambar 6. Odontektomi
11
12
Tabel 1. Kriteria pencabutan gigi impaksi
Kontraindikasi pencabutan gigi yang tidak erupsi atau impaksi
Anjuran pencabutanGigi yang tidak
erupsi atau impaksi
Indikasi kuat pencabutan gigi yang
tidak erupsi atau impaksi
Indikasi
lain
Jika diperkirakan terjadi erupsi sempurna
Gigi mengalami infeksi
Jika terdapat satu ataubeberapa episode infeksi, seperti perikoronitis, selulitis, abses atau patologi lainnya
Transplantasi autogenous pada soket gigi molar satu
Jika resiko pencabutanmelebihi manfaatnya,terutama yangberhubungan dengan kesehatan pasien
Pada pasien beresiko dan akses perawatan dental terbatas
Jika gigi mengalamikaries dan tidak dapatdirestorasi atau kariespada gigi tetangga, yang tidak dapat dirawat tanpa pencabutan
Fraktur mandibula pada regio gigi molar tiga atau gigi yang terlibat dalam reseksi tumor
Impaksi dalam tanpariwayat atau tanda-tanda patologi
Pada pasien yangmemiliki riwayat resiko potensial, seperti pernah menjalani radioterapi atau bedah jantung
Jika terjadi penyakitperiodontal akibat posisi gigi impaksi, dan mempengaruhi gigi tetangganya
Pencabutan profilaktik dapat dilakukan dalambeberapa kondisi medis tertentu
Jika resiko komplikasipembedahan tinggi atau diperkirakan dapat terjadi fraktur mandibula
Pada transplan gigi, bedah ortognatik, atau prosedur bedah lokal lain yang relevan
Dalam kasus kistadentigerous atau patologi serupa lainnya
Gigi molar tiga yangerupsi sebagian atau tidak erupsi, dekat dengan permukaan, sebelum dilakukan pembuatan gigitiruan atau bertetangga dengan daerah penanaman implan
Jika direncanakan untuk melakukan pencabutan gigi impaksi di bawahpengaruh AL, makapencabutan profilaktikgigi kontralateral yangtak-bergejala dikontraindikasikan
Jika direncanakan untuk melakukan pencabutan gigi di bawah pengaruh AU dan gigi kontralateralberesiko menimbulkan gangguan erupsi
Dalam kasus resorpsieksternal gigi molar tiga atau molar dua, jika diduga disebabkan oleh gigi molar tiga
Keterangan : AL = anestesi lokal; AU = anestesi umum.
13
III.MALOCCLUSION
A. Definisi
Oklusi adalah kontak antara dua permukaan oklusal gigi-gigi rahang atas dan
bawah dalam posisi yang benar. Maloklusi adalah posisi oklusi yang terjadi di luar
oklusi normal (CCA, 2009).
Etiologi
1. Faktor Dental
Kelainan gigi yang menyebabkan terjadinya maloklusi adalah hipodontia,
supernumerary gigi, bentuk gigi konus, bentuk gigi tuberkel, mikrodontia,
makrodontia, dan terjadinya tanggalnya gigi yang terlalu cepat yang tidak sesuai
dengan waktu normalnya.
2. Herediter
Pola keturunan juga dapat menjadi sebab maloklusi. Sebagai contoh orantua laki-
laki memiliki rahang yang besar dan gigi yang besar pula,namun memiliki
lengkung gigi yang normal dan rapi menikah dengan orangtua perempuan yang
memiliki rahang yang kecil dan gigi-geligi yang kecil- kecil pula,memiliki
lengkung rahang yang normal dan kedudukan gigi- geligi yang rapi.
Maka perkiraan keturunan bisa terjadi keadaan anak dimana memiliki rahang yang
kecil namun gigi – geligi yang besar-besar sehingga terjadinya berjejalnya gigi
geligi yang akhrinya menyebabkan maloklusi.
3. Kebiasaan buruk
Terdapat bermacam-macam kebiasaan buruk dalam mulut anak, antara lain
menggigit jari, mengisap jari, menghisap bibir.
4. Trauma yang menyebabkan fraktur rahang
5. Tumor pada rongga mulut atau tumor pada rahang.
B. Diagnosa
Tanda yang dapat ditemukan pada pasien maloklusi yaitu: kelengkungan gigi
yang abnormal, tampilan wajah yang terlihat ganjil, kesulitan atau merasa tidak
nyaman ketika menggigit dan mengunyah makanan, susah berbicara/ pengucapan
yang ganjil, dan bernafas lewat mulut karena bibir yang sulit menutup (Susanto,
2010).
14
Biasanya kelainan oklusi ditemukan saat pemeriksaan rutin gigi. Dokter gigi
akan mengecek seberapa keadaan oklusi dari gigi atas dan bawah. Bila ditemukan
kelainan, akan dirujuk kepada ahli orthodonti untuk mendiagnosis dan menatalaksana.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah radiografik panoramik (Ruslin, 2011).
Gambar 5. Foto Rontgen Panoramic Maloklusi
C. Terapi
Untuk mengatasi maloklusi biasanya melibatkan banyak faktor dan
membutuhkan perawatan khusus dengan menggunakan alat-alat ortodontik seperti
alat cekat atau braces (Findya A, 2010).
15
IV. DEBRIS
A. Definisi
Debris didefinisikan sebagai material lunak pada permukaan gigi yang terdiri dari
material alba, dan sisa makanan yang menumpuk dan tidak dibersihkan (Harty FJ, 1995).
B. Kriteria Perhitungan Debris Index (DI-S)
Tabel 2. Kriteria Perhitungan DI
Skor Kriteria
0 Jika tidak ada debris pada sonde setelah digoreskan ke permukaan
sepertiga cervical.
1 Jika terdapat debris pada sepertiga permukaan gigi.
2 Jika terdapat debris lebih dari sepertiga tetapi tidak lebih dari dua
pertiga permukaan gigi.
3 Jika terdapat debris di lebih dari dua pertiga permukaan gigi.
Gigi yang diperiksa adalah gigi yang telah erupsi sempurna dan jumlah gigi yang
diperiksa ada enam buah gigi tertentu dan permukaan yang diperiksa tertentu pula. Skor
debris meliputi (Findya, 2010):
Skor DI = jumlah nilai debris
jumlah gigi yg diperiksa
Kriteria DI :
0,0-0,7 : Baik
0,8-1,6 : Sedang
1,7-3,0 : Buruk
16
C. Patogenesis
Debris terbentuk dari sisa-sisa makanan yang biasanya menempel di celah gigi
dan merupakan faktor pendukung timbulnya karies (lubang gigi).Debris dibedakan
menjadi food retention (sisa makanan yang mudah dibersihkan dengan air liur,
pergerakan otot-otot mulut, berkumur, atau dengan menyikat gigi) dan food impaction
(makanan yang terselip dan tertekan di antara gigi dan gusi yang biasanya hanya dapat
dibersihkan dengan dental floss/ benang gigi atau tusuk gigi).
D. Gambaran
Debris 1 Debris2
E. Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan debris menggunakan Debris Index yaitu skor dari endapan lunak
yang terjadi karena ada sisa makanan yang melekat pada gigi penentu. Gigi penentu
tersebut adalah: pada rahang atas terdiri dari gigi 6 kanan kiri permukaan bukal dan gigi 1
kanan permukaan lingual, sedangkan pada rahang bawah terdiri dari gigi 6 kanan kiri
permukaan lingual dan gigi 1 kiri permukaan labial.
F. Terapi
Menyikat gigi secara teratur dan benar dapat menghilangkan debris dan sisa-sisa
makanan dari permukaan gigi.
17
V. CALCULUS
I. Definisi
Karang gigi yang disebut juga kalkulus atau tartar adalah lapisan kerak berwarna
kuning yang menempel pada gigi yang dapat menyebabkan masalah pada gigi. Lapisan
kerak yang terbentuk terdiri dari kalsium karbonat dan fosfat yang bercampur dengan
debris, mikroorganisme, dan sel epitel yang telah terdeskuamasi.
II. Patogenesis
Kalkulus terbentuk dari dental plak yang mengeras pada gigi dan menetap dalam
waktu yang lama. Bakteri aktif penyebab karang gigi yaitu streptococcus dan anaerob
yang mengubah glukosa dan karbohidrat pada makanan menjadi asam. Kombinasi
bakteri, asam, sisa makanan dan air liur dalam mulut membentuk suatu subtansi berwarna
kekuningan yang melekat pada permukaan gigi yang disebut plaque. Karang gigi
(calculus) adalah plaque yang telah mengalami pengerasan, kalsifikasi atau remineralisasi
(Susanto, 2009).
Kalkulus merupakan tempat ideal bagi mikroorganisme mulut, karena terlindung
dari pembersihan alami oleh lidah maupun saliva. Akumulasi kalkulus dapat
menyebabkan iritasi dan inflamasi gusi (gingivitis). Jika akumulasi kalkulus cukup berat
maka dapat menyebabkan periodontis.
Diketahui ada dua macam kalkulus menurut letaknya terhadap gingival margin
yaitu kalkulus supragingival dan kalkulus subgingival.Kalkulus supragingival terbentuk
di atas gusi, atau pada sulcus, yaitu saluran antara gusi dan gigi.Ketika terjadi plak
supragingival, maka bakteri yang terkandung di dalamnya hampir semuanya merupakan
bakteri aerobik, atau bakteri yang dapat hidup di lingkungan penuh oksigen. Kalkulus
subgingival, terutama terdiri dari bakteri anaerobik, yaitu bakteri yang tidak dapat hidup
pada lingkungan yang mengandung oksigen karena terletak di bawah margin gingiva.
Bakteri anaerobic inilah yang berbahaya bagi gusi dan jaringan yang menempel pada gigi,
yang menimbulkan periodontitis. Pada umumnya, orang yang mengalami periodontitis
memiliki deposit kalkulus subgingival.
III.Gambaran
18
Gambar 1. Calculus Gambar 2. Calculus
IV. Diagnosis
Calculus dihitung menggunakan Calculus Index Simplified (CI-S). Rahang atas
yang diperiksa adalah permukaan bukal gigi M1 kanan atas, permukaan labial gigi I1
kanan atas dan permukaan bukal gigi M1 kiri atas. Pemeriksaan dilakukan di permukaan
bukal karena saluran muara untuk kelenjar saliva yaitu pada glandula parotis terletak di
daerah bukal. Rahang bawah yang diperiksa adalah permukaan lingual gigi M1 kiri
bawah, permukaan labial gigi I1 kiri bawah dan permukaan lingual gigi M1 kanan bawah.
Pemeriksaan pada permukaan lingual karena saluran muara untuk kelenjar saliva yaitu
pada glandula sublingualis terletak di daerah lingual.
Calculus index (CI) diperoleh dari :
Skor CI = jumlah nilai kalkulus
jumlah gigi yg diperiksa
Kriteria CI adalah sebagai berikut :
0,0-0,6 = Baik
0,7-1,8 = Sedang
1,9-3,0 = Buruk
Calculus Indeks Simplified (CI-S) dihitung bersama dengan Debris Indeks Simplified
(DI-S) untuk menentukan kebersihan mulut seseorang atau biasa disebut Oral Hygiene
Index Simplified (OHI-S)
OHI-S = DI-S + CI-S
Tingkat kebersihan mulut secara klinis pada OHI-S dapat dikategorikan sebagai
berikut :
19
0,0-1,2 = Baik
1,3 -3,0 = Sedang
3,1- 6,0 = Buruk
(Pintauli, 2008).
V. Terapi
Untuk menghilangkan dental plak dan kalkulus perlu dilakukan scaling. Terapi ini
selain mencegah inflamsi juga membantu periodontium bebas dari penyakit. Prosedur
scaling menghilangkan plak, kalkulus, dan noda dari permukaan gigi maupun akarnya.
Scalling dilakukan dengan peralatan khusus seperti alat ultrasonik, seperti periodontal
scaler dan kuret.
Setelah dilakukan proses scaling dapat diberikan antibiotik atau penggunaan obat
kumur untuk mengontrol terjadinya infeksi dan mendorong perbaikan pada gigi.
Antibiotik atau obat kumur juga dapat direkomendasikan untuk mengontrol pertumbuhan
bakteri yang dapat menyebabkan periodontitis (Dalimunthe, 2008).
20
Dianjurkan melakukan tindakan pencegahan sebelum karang gigi timbul yaitu
dengan menyikat gigi secara teratur dan sempurna. Dental floss juga perlu digunakan
untuk membersihkan permukaan antar dua gigi yang sering menjadi tempat terselipnya
makanan dan menjadi tempat penimbunan plak. Obat kumur yang mengandung
clorhexidine dapat digunakan untuk mencegah timbulnya plak, obat ini dapat digunakan
setelah penyikatan gigi (Setiani, 2005).
Gambar 3.
Scaling calculus
21
VI. PLAQUE
A. Definisi
Plak gigi adalah deposit lunak terakumulasi pada gigi. Plak gigi terdiri dari biofilm
bakteri (> 1010 bakteri/mg), sel epitel, leukosit, makrofag, matriks ekstraseluler yang
terbentuk dari produk bakteri dan saliva, serta komponen anorganik seperti kalsium dan
fosfor yang terdapat pada saliva. Plak yang mengalami kalsifikasi akan membentuk
kalkulus. Plak yang tidak dibersihkan dapat menyebabkan cavitas (caries) atau gangguan
periodontal seperti gingivitis dan periodontitis.
B. Patogenesis
Plaque merupakan lapisan lunak dan lengket di gigi terdiri dari kumpulan koloni
bakteri dan mikroorganisme lain yang bercampur dengan produk-produknya, sel-sel mati
dan sisa makanan. Metabolisme anaerob dari koloni ini menghasilkan asam yang
menyebabkan :
A. Demineralisasi permukaan gigi
B. Iritasi gusi di sekitar gigi gingivitis (merah, bengkak, gusi berdarah)
C. Plak gigi dapat termineralisasi dan membentuk calculus.
C. Klasifikasi
Dengan menggunakan perhitungan plaque index yaitu
PI = Jumlah nilai PI untuk gigi = ¼ Jumlah PI setiap area Banyaknya gigi yang diperiksa Banyaknya gigi yang diperiksa
Kriteria penilaian Plaque Index :
0 = tidak ada plak pada daerah gingiva
1 = selapis tipis plak melekat pada tepi gingiva dan daerah yang berdekatan dengan gigi.
2 = pengumpulan deposit lunak yang sedang disertai poket gingival dan pada tepi gingiva
dan/ atau berdekatan dengan permukan gigi.
3 = banyaknya deposit lunak yang disertai poket gingival dan/ atau pada tepi gingiva dan
berdekatan dengan permukaan gigi (Debnath, 2002).
22
D. Gambaran
23
Gambar 1.Plaque
E. Penegakan Diagnosis
Penumpukan plak dalam jumlah sedikit yang tidak terlihat secara visual dapat
dideteksi dengan bahan pewarna (disclosing material). Bahan pewarna ada yang
berbentuk cairan dan tablet.Untuk bahan pewarna cairan, cairan pewarna diteteskan
beberapa tetes ke kapas yang dibulatkan, lalu dioleskan pada seluruh permukaan gigi,
kemudian kumur dengan air atau cairan pewarna dibiarkan di dalam mulut selama 15-30
detik baru dibuang. Sedangkan penggunaan bahan pewarna tablet, tablet dikunyah dan
kemudian biarkan bercampur dengan saliva dan biarkan saliva di dalam mulut sekitar 30
detik baru dibuang.
F. Terapi
Plak tidak dapat dihindari pembentukannya, sehingga perlu tindakan pencegahan
untuk mengurangi akumulasi plaque.Cara yang paling umum adalah sikat gigi dengan
pasta gigi yang mengandung flouride minimal 2 kali dalam sehari (Widyanti, 2005).
VII. DENTAL DECAY
A. Definisi
Dental decay atau karies gigi adalah proses demineralisasi dari bagian anorganik
(kalsium, fosfor, fluor) dan destruksi bagian organik (protein, lemak, karbohidrat) gigi
yang disebabkan oleh suatu interaksi antara mikroorganisme (produk-produk), ludah,
bagian-bagian yang berasal dari makanan dan email (Anggraeni, 2007).
24
Gambar 1. Dental Decay
B. Klasifikasi
Menurut dalamnya struktur jaringan yang terkena, karies diklasifikasikan menjadi:
a. Karies superficialis (karies email)
Pada tahap ini, karies mengenai lapisan email dan menyebabkan iritasi
pulpa.Biasanya pasien belum mengeluh rasa sakit.
b. Karies media (karies dentin)
Karies sudah mengenai lapisan dentin dan menyebabkan reaksi hiperemi pada pulpa.
Nyeri bila terkena rangsangan panas dan dingin serta keluhan akan hilang bila
rangsangan dihilangkan.
c. Karies profunda
Karies sudah mengenai pulpa dapat berlanjut menjadi kematian jaringan pulpa
25
Gambar 2. Karies Berdasarkan Struktur Jaringan yang Terkena
C. Etiologi
Karies gigi disebabkan oleh 4 faktor atau komponen yang saling berinteraksi yaitu :
1. Komponen dari gigi dan air ludah (saliva)/ Host yang meliputi : komposisi gigi,
morfologi gigi, posisi gigi, pH saliva, kuantitas saliva, kekentalan saliva.
2. Komponen mikroorganisme/ Agent yang ada dalam mulut yang mampu menghasilkan
asam melalui peragian seperti Streptococcus dan Laktobasilus.
3. Komponen makanan/ Environment, yang sangat berperan adalah makanan yang
mengandung karbohidrat misalnya sukrosa dan glukosa yang dapat diragikan oleh
bakteri tertentu dan membentuk asam.
4. Komponen waktu/ Time, merupakan kemampuan saliva untuk meremineralisasi selama
proses karies, menandakan bahwa proses tersebut terdiri dari periode perusakan dan
perbaikan yang silih berganti. Sehingga bila saliva berada dalam lingkungan gigi,
maka karies tidak akan menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, namun
dalam hitungan bulan.
D. Patogenesis
Enamel adalah jaringan keras yang kaya akan mineral. Karies dapat terjadi pada
enamel melalui proses kimiawi yaitu lingkungan asam yang diproduksi oleh bakteri.
Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya glukosa dapat diragikan oleh bakteri
tertentu dan dapat membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai di bawah 5
dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan
mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses karies pun terjadi.
Karies gigi dimulai dengan terjadinya demineralisasi pada lapisan enamel. Emailmenjadi
26
keropos dan lambat laun akan terjadi lubang pada permukaan gigi. Tanpa perawatan yang
baik, proses karies terus berlanjut menjalar ke lapisan dentin Bila demineralisasi terus
berlangsung, karies dapat berkembang ke profunda dan mencapai rongga pulpa (Tarigan,
2010).
E. Diagnosis
1. Karies dini/karies email tanpa cavitas yaitu karies yang pertama terlihat secara
klinis, berupa bercak putih setempat pada email.
Anamnesis : terdapat bintik putih pada gigi
Pemeriksaan Objektif : ekstra oral tidak ada kelainan
Intra oral : kavitas (-) , lesi putih (+)
Terapi : pembersihan gigi, diulas dengan flour edukasi pasien/
Dental Health Education
2. Karies dini/karies email dengan kavitas yaitu karies yang terjadi pada email sebagai
lanjutan dari karies dini.
Anamnesa : gigi terasa ngilu
Pemeriksaan objektif : ekstra oral tidak ada kelainan
Intra oral : kavitas (+) baru mengenai email
Terapi : dengan penambalan
3. Karies dengan dentin terbuka/dentin hipersensitif yaitu peningkatan sensitivitas
akibat terbukanya dentin.
Anamnesa : - kadang-kadang terasa ngilu saat makan, minum air
dingin
- rasa ngilu hilang setelah rangsangan dihilangkan
- tidak ada rasa sakit spontan
Pemeriksaan objektif : ekstra oral tidak ada kelainan
Intra oral : kavitas mengenai dentin
Terapi : dengan penambalan.
27
Gambar 3. Foto rontgen Dental Decay
F. Terapi
1. Penataksanaan karies gigi ditentukan oleh stadium saat karies terdeteksi:
2. Penambalan (filling) dilakukan untuk mencegah progresi karies lebih lanjut.
Penambalan biasa yang dilakukan pada karies yang ditemukan pada saat iritasi
atau hiperemia pulpa. Bahan yang digunakan yaitu amalgam, compsite resin dan
glass ionomer atau dengan inlay.
3. Ektraksi gigi merupakan pilihan terakhir dalam penatalaksanaan karies gigi.
Ekstraksi dilakukan bila jaringan gigi sudah sangat rusak sehingga tidak dapat
direstorasi. Gigi yang telah diekstraksi perlu diganti dengan pemasangan gigi
palsu (denture), implant atau jembatan (brigde).
4. Perawatan saluran akar (PSA) atau root canal treatment dilakukan bila sudah
terjadi pulpitis atau karies sudah mencapai pulpa. Setelah dilakukan PSA, dibuat
restorasi yang dinamakan Onlay (Nurhayani, 2004).
28
VIII. PULPITIS
A. Definisi
Pulpitis merupakan peradangan pulpa yang pada umumnya merupakan kelanjutan dari
proses karies dan menimbulkan rasa nyeri. Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai
persyarafan terbanyak dibanding bagian lain pada pulpa. Jadi, saat melewati pembuluh
saraf yang terbanyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal dari pulpitis akut
(Medicastore, 2012).
Gambar 1. Pulpitis
B. Klasifikasi
Pengelompokkan penyakit pulpa menurut Walton (1998) yaitu sebagai berikut:
1. Pulpitis reversible
Suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang yang disebabkan oleh adanya
jejas, tetapi pulpa masih mampu kembali pada keadaan tidak terinflamasi setelah jejas
dihilangkan. Rasa sakit biasanya sebentar, yang dapat dihasilkan oleh karena jejas
termal pada pulpa yang sedang mengalami inflamasi reversibel, tetapi rasa sakit ini
akan hilang segera setelah jejas dihilangkan
2. Pulpitis Irreversibel
Suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simtomatik atau asimtomatik
yang disebabkan oleh suatu stimulus/jejas, dimana pertahanan pulpa tidak dapat
menanggulangi inflamasi yang terjadi dan pulpa tidak dapat kembali ke kondisi
semula atau normal.
3. Pulpitis hiperplastik (Pulpa Polip)
Suatu inflamasi pulpa produktif yang disebabkan oleh suatu pembukaan karies yang
besar pada pulpa muda. Terbukanya pulpa karena karies yang lambat dan progresif
merupakan penyebabnya. Untuk pengembangan pulpitis hiperplastik diperlukan suatu
29
kavitas besar yang terbuka, pulpa muda yang resisten, dan stimulus tingkat rendah
yang kronis misalnya tekanan dari pengunyahan. Pada pulpitis hiperplastik kronis
tidak mempunyai gejala, kecuali selama mastikasi bila tekanan bolus makanan,
menyebabkan rasa tidak menyenangkan. Gangguan ini ditandai oleh perkembangan
jaringan granulasi, kadang-kadang tertutup oleh epithelium dan disebabkan karena
iritasi tingkat rendah yang berlangsung lama.
(a) (b)
Gambar 19. (a) Pulpitis Reversible; (b) Pulpitis Ireversible
C. Penegakan Diagnosis
1. Pulpitis reversible
Anamnesa :
Biasanya nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asin
Nyeri tidak spontan, tidak terus menerus
Rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan
Pemeriksaan Objektif :
Ekstra-oral : Tidak ada pembengkakan
Intra-oral :
a. Perkusi (-)
b. Karies mengenai dentin
c. Pulpa belum terbuka
d. Sondase (+)
e. Chlor etil (+)
2. Pulpitis Irreversible
Anamnesa: Nyeri tajam spontan terus-menerus
Pemeriksaan Objektif :
30
- Ekstra-oral : tidak ada kelainan
- Intra-oral :
1) Karies mengenai dentin
2) Sondase (+)
3) Khlor ethil (+)
5). Perkusi bisa (+) bisa (-)
3. Pulpitis Hiperplastik (Pulpa Polip)
Pada pemeriksaan klinis terlihat adanya pertumbuhan jaringan granulasi dalam
kavitas yang besar. Gangguan ini ditandai oleh perkembangan jaringan granulasi,
kadang-kadang tertutup oleh epithelium dan disebabkan karena iritasi tingkat rendah
yang berlangsung lama.
Pada polip ini dapat ditemukan melalui pemeriksaan klinik tetapi perlu
dipastikan melalui pemeriksaan radiologi untuk melihat tangkai dari polip, berasal
dari ruang pulpa,perforasi bifurkasi atau gingiva. Warna pulpa polip agak kemerahan
mudah berdarah dan sensitif bila disentuh. Sedangkan warna gingiva polip lebih pucat
dan biasanya timbul pada karies besar yang mengenai proksimal
4. Nekrosis Pulpa
Anamnesa:
- Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan.
- Bau mulut, gigi berubah warna.
- Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari salah satu
atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.
Pemeriksaan Objective:
a. Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman
b. Sondase (-), Perkusi (-), dan Palpasi (-)
c. Terdapat lubang gigi yang dalam
E. Terapi
Pulpitis reversibel: pulpa caping dengan Ca Hidroksit
Pulpitis irreversibel: pulpektomi dan PSA
Nekrosis pulpa: PSA
31
IX. PERIODONTITIS
A. Definisi
Periodontitis adalah peradangan jaringan periodontium (Susanto, 2009).
B. Etiologi
a. Dental plak
Plak adalah lapisan tipis pada permukaan gigi yang berisi bakteri beserta
produknya.Berperan penting pada terjadinya karies. Masa plak ini terdiri dari
kumpulan debris yang merupakan koloni campuran bakteri, saliva, sisa makanan,
epitel dan leukosit
b. Kalkulus
Kalkulus adalah suatu massa yang terdeposit pada permukaan gigi, biasanya pada
sela-sela gigi. Pada kalkulus melekat bakteri plak yang menghasilkan produknya
c. Food imfaction
Food imfaction adalah terdesaknya makanan/sisa makanan dalam jaringan peridontum
terutama gingiva oleh karena tekanan pengunyahan sering terjadi pada bagian
interproximal.Merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan produknya
dapat mengiritasi gingiva.
d. Trauma gigi
Trauma gigi diakibatkan karena adanya tekanan oklusal pada pengunyahan, jaringan
periodontum menerima daya tekan yang besar. Lama kelamaan jaringan periodontum
mengalami pelebaran, sehingga daerah tersebut mudah menjadi fokus infeksi, atau
bisa juga karena daya tekan yang besar yang diteruskan sampai ke akar gigi dan
jaringan periodontum sekitar, sehingga mudah terjadi inflamasi.
e. Karies gigi
Karies yang terus menerus meluas sampai profunda, sehingga akhirnya menyebabkan
periodontitis
f. Gigi gangren
Perluasan infeksi daerah gangrene gigi ke jaringan yang paling dekat yaitu jaringan
periodontium sehingga menyebabkan periodontitis (Lelyati S, 1996).
C. Patogenesis
Periodontitis merupakan akibat penumpukan plak dan karang gigi diantara gigi dan
32
gusi.Akan terbentuk kantong diantara gigi dan gusi dan meluas ke bawah diantara akar
gigi dan tulang bawahnya.Kantong ini mengumpulkan plak dalam suatu lingkungan yang
bebas oksigen, yang mempermudah pertumbuhan bakteri.Jika keadaan ini berlanjut, pada
akhirnya banyak tulang rahang di dekat kantong yang rusak sehingga menyebabkan gigi
lepas. Periodontitis ditandai dengan peradangan gingiva (gingivitis), pembentukan pocket
(kantong gigi patologis), kerusakan ligament periodontal, serta kerusakan alveolar,
sehingga menyebabkan gigi menjadi goyang dan akhirnya lepas
Poket periodontal digolongkan dalam 2 tipe, didasarkan pada hubungan antara
epitelium junction dengan tulang alveolar.
1. Poket periodontal suprabony yaitu dasar poket merupakan bagian koronal dari puncak
tulang alveolar.
2. Poket periodontal infrabony yaitu dasar poket merupakan bagian apikal dari puncak
tulang alveolar.
Bila periodontitis berlanjut terus dan tidak segera dirawat maka lama kelamaan gigi akan
longgar dan lepas dengan sendirinya (Orstavik, 2007).
D. Gambaran
Gambar 1. Periodontitis
E. Penegakan Diagnosis
Tanda-tanda periodontitis yang perlu diperhatikan adalah:
gusi berdarah saat menggosok gigi,
gusi berwarna merah, bengkak dan lunak,
terlihat adanya bagian gusi yang turun dan menjauhi gigi,
terdapat nanah diantara gigi dan gusi,
gigi goyang.
33
Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan periodontal probing, yaitu teknik yang
digunakan untuk mengukur kedalaman poket periodontal (kantong yang terbentuk di
antara gusi dan gigi). Sebagai tambahan, pemeriksaan radiografik (x-rays) juga perlu
dilakukan untuk melihat tingkat keparahan kerusakan tulang.
F. Terapi
Terapi periodontitis dengan premedikasi yaitu pemberian antibiotic untuk menyembuhkan
proses radang pada gigi, dan pemberian analgetik untuk menghilangkan rasa sakit. Setelah
gigi penyebab tidak terasa sakit, gigi tersebut dapat diekstraksi untuk menghilangkan fokus
infeksi.Pembersihan kantong gusi dapat dilakukan dengan alat khusus, yang dapat membuang
seluruh karang gigi dan permukaan akar gigi yang sakit. Untuk kantong yang dalamnya
mencapai 0,6 cm atau lebih, seringkali diperlukan pembedahan.
34
X. GINGIVITIS
A. Definisi
Gingivitis adalah peradangan pada gingiva/ jaringan gusi. Proses peradangan terbatas
pada jaringan epitel mukosa yang mengelilingi bagian cervical dentin dan processus
alveolaris dentis (Medicastore, 2010).
Gambar 1. Gingivitis
B. Etiologi
Penyebab gingivitis dapat disebabkan oleh factor local maupun factor sistemik.
Faktor local meliputi maloral hygiene / kesehatan mulut yang buruk, adanya caries yang
besar dengan tepi yang tajam, calculus, adanya filling/tumpat pada gigi , jacket crown
maupun prothesa yang kurang sempurna, tidur dengan mulut terbuka maupun bernafas
dengan mulut serta kebiasaan menusuk gigi (Thoothclub, 2011).
Sedangkan faktor sistemik meliputi gangguan kelenjar endokrin (waktu hamil,
menopause), avitaminosis vitamin C, defisiensi vitamin A, B, C; penyakit sifilis,
rheumatic, nefritis, anemia, diabetes mellitus, alkoholisme, acut fever yang tinggi.obat-
obatan yang mengandung Hg, J, Bi, dan dosis terlalu tinggi akan menyebabkan ekskresi
dari darah, penggunaan kortikosteroid, siklosporin, leukemia, merokok serta kurangnya
sekresi saliva sehingga self cleaning dalam rongga mulut kurang (Salmiah, 2009).
Gambar 2. Gingivitis pada kehamilan Gambar 3.Gingivitis pada Diabetes mellitus
35
Gambar
4.Gingivitis pada leukemia Gambar 5.Gingivitis karena obat
Penggunaan kortikosteroid dan siklosporin menyebabkan supresi sistem imun
sehingga infeksi dan peradangan pada gusi lebih mudah terjadi.Para perokok umumnya
memiliki jumlah karang gigi yang lebih banyak dibanding bukan perokok. Karang gigi
yang tidak dibersihkan serta gangguan sirkulasi darah ke gusi merupakan penyebab
mudahnya terjadi infeksi dan peradangan pada gusi (gingivitis).
C. Klasifikasi
a. Gingivitis Marginalis
Batas gingival berwarna merah tua, ada pembengkakan, pada remaja
b. Gingivitis Atrophicans
Gingival mengisut, batas pocket membengkak, calcullus subgingival (+)
c. Gingivitis Hypertrophicans
Sifatnya kronis dan tidak sakit, gingival membengkak, terutama terdapat pada remaja
wanita muda dan wanita gravid
d. Gingivitis Plaunt Vincent
Interdental papil necrose dan ulcera, bau busuk, ada demam, rasa sakit (+), kelenjar
lymphe membesar, gingiva merah dan ada pendarahan, kadang-kadang gigi goyah.
Laboratorium : Borellia vincenti dan Bacillus fusiformis
e. Gingivitis Herpetika (etiologi herpes virus)
Demam, bibir bengkak dan kering, gingiva merah dan bengkak.
f. Gingivitis Desquamatif
Merupakan keadaan yang paling sering ditemukan pada wanita pasca menopause.
Lapisan gusi yang paling luar terpisah dari jaringan dibawahnya. Gusi menjadi sangat
longgar sehingga lapisan terluarnya bisa digerakkan dengan kapas lidi. Selain itu bisa
pula disebabkan makanan panas, obat-obatan dan trauma (tusuk gigi) (RSMK, 2011)
36
D. Penegakan Diagnosis
Gusi yang mudah berdarah adalah salah satu tanda-tanda dari radang gusi (gingivitis).
Gingivitis biasanya ditandai dengan gusi bengkak, warnanya merah terang, dan mudah
berdarah dengan sentuhan ringan.
E. Terapi
Kondisi medis yang menyebabkan atau memperburuk gingivitis harus diatasi. Kebersihan
mulut yang buruk, caries serta adanya cavitas pada gigi akan menjadi predisposisi untuk
terjadinya superinfeksi, nekrosis, rasa nyeri serta perdarahan pada gusi. Dengan sikat gigi
yang lunak dan perlahan, anjuran kumur-kumur dengan antiseptic yang mengandung
klorheksidin 0,2% untuk mengendalikan plak dan mencegah infeksi mulut. Pembersihan
karang gigi supragingiva dapat dilakukan bertahap (Setiani, 2005).
37
XI. PERTUMBUHAN NON-KANKER
A. Definisi
Pertumbuhan nonkanker atau Noncancerous growth adalah neoplasma jinak yang
terdapat di rongga mulut, baik pada jaringan lunak maupun jaringan keras (De Pietro,
2010)
Gambar 22.Noncancerous growth pada rongga mulut (papiloma)
B. Patofisiologi
1. Neoplasma jinak jaringan lunak
Belum diketahui dengan pasti. Beberapa faktor yang diduga sebagai etiologinya
adalah iritasi kronik, infeksi virus, dan parasit, keturunan, embrional,
ketidakseimbangan hormonal, dan malnutrisi.
2. Neoplasma jinak jaringan keras
Selain faktor tersebut diatas ditambah dengan adanya sisa lamina dentalis organ email,
lapisan basal membran mukosa, dinding epitel kista dentigerosa.
C. Klasifikasi
1. Jenis-jenis neoplasma jaringan lunak adalah papiloma, fibroma, leiomioma,
rhabdomyoma, khondroma, hemangioma, limfangioma, hemangioendotelioma,
hemangiom persitoma, neurofroma, schwannoma.
2. Jenis-jenis neoplasma jaringan keras adalah :
a. Neoplasma epital : ameloblastoma, adenoameloblastoma, melanoameloblastoma.
38
b. Neoplasma campuran : ameloblastik fibroma, ameloblastik hemangioma,
ameloblastik neurinoma, ameloblastik odontoma, odontoma kompleks, odontoma
compound.1
D. Diagnosis
Pada pemeriksaan dan gejala klinis biasa ditemukan tumor yang tumbuh lambat dan
umumnya asimptomatik, berkapsul, tumbuh ekspansif, tidak/jarang kambuh kembali,
tidak bermetastase, warna seperti jaringan sekitar (kecuali hemangioma), permukaan
rata, lunak dan dapat digerakkan dari dasarnya.Pada pemeriksaan ekstra oral didapatkan
benjolan pada jaringan lunak/keras, serta gigi terpendam atau tidak tumbuh (neoplasma
jaringan keras).Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pula pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan radiologis dan histopatologis.
E. Terapi
Tindakan terapi yang dilakukan oleh dokter gigi spesialis bedah mulut adalah ekstirpasi
(pengangkatan massa neoplasma), reseksi (reseksi tulang dan massa neoplasma), dan
metode dredging (deflasi/enukleasi tergantung jenis neoplasma yang dilanjutkan dengan
dredging dua sampai tiga bulan kemudian.
39
XII. ORAL SQUAMOUS CELL CARCINOMA
A. DEFINISI
Karsinoma sel skuamosa merupakan tumur ganas yang berasal dari sel-sel epitel
skuamosa yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan biasanya menimbulkan
metastase.
B. ETIOLOGI
Penyebab Karsinoma sel skuamosa yang pasti belum diketahui. Penyebabnya
diduga berhubungan dengan bahan karsinogen dan faktor predisposisi. Insiden kanker
mulut berhubungan dengan umur yang dapat mencerminkan waktu penumpukan,
perubahan genetik dan lamanya terpapar inisiator dan promotor ( seperti: bahan kimia,
iritasi fisik, virus, dan pengaruh hormonal ), aging selular dan menurunnya imunologik
akibat aging. Faktor predisposisi yang dapat memicu berkembangnya kanker mulut antara
lain adalah tembakau, menyirih, alkohol, dan faktor pendukung lain seperti penyakit
kronis, faktor gigi dan mulut, defisiensi nutrisi, jamur, virus, serta faktor lingkungan
(Sararock, 2010).
1. Tembakau
Tembakau berisi bahan karsinogen seperti : nitrosamine, polycyclic aromatic,
hydrokarbon, nitrosodicthanolamine, nitrosoproline, dan polonium. Tembakau
merupakan faktor etiologi tunggal yang paling penting.Tembakau dapat dikunyah-
kunyah, atau diletakkan dalam mulut untuk diisap, pada semua keadaan tersebut
tembakau mempunyai efek karsinogenik pada mukosa mulut.
Efek dari penggunaan tembakau yang tidak dibakar ini erat kaitannya dengan timbulnya
“oral leukoplakia” dan lesi mulut lainnya pada pipi, gingiva rahang bawah, mukosa
alveolar, dasar mulut dan lidah. Mengunyah tembakau dengan menyirih dapat
meningkatkan keterpaparan carcinogen tobacco specific nitrosamine (TSNA) dan
nitrosamine yang berasal dari alkaloid pinang.
2. Menyirih
Komposisi utama dari menyirih adalah daun sirih (Piper betel leaves), buah pinang
(Areaca nut), kapur sirih (Antacid), dan gambir (Uncaria Gambier Roxb). Menurut
penelitian, kegiatan menyirih dapat menimbulkan efek negatif terhadap jaringan mukosa
di rongga mulut yang dikaitkan dengan penyakit kanker mulut dan pembentukan
40
karsinoma sel skuamosa yang bersifat malignan akibat komposisi menyirih, frekuensi
menyirih, durasi menyirih, dan penggunaan sepanjang malam.
3. Alkohol
Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara konsumsi alkohol yang tinggi
terhadap terjadinya karsinoma sel skuamosa.Minuman alkohol mengandung bahan
karsinogen seperti etanol, nitrosamine, urethane contaminant.Alkohol dapat bekerja
sebagai suatu solvent (pelarut) dan menimbulkan penetrasi karsinogen kedalam jaringan
epitel.Acelylaldehyd yang merupakan alkohol metabolit telah diidentifikasi sebagai
promotor tumor. Alkohol merupakan salah satu faktor yang memudahkan terjadinya
leukoplakia, karena pemakaian alkohol dapat menimbulkan iritasi pada mukosa.
Faktor pendukung lain
1. Penyakit Kronis
Penyakit kronis dapat menjadi faktor predisposisi bagi timbulnya keganasan. Penyakit
tersebut antara lain adalah sifilis. Sifilis merupakan faktor predisposisi yang penting dari
karsinoma mulut.Dengan berkurangnya sifilis tertier dan sifilis glositis, peranan sifilis
juga makin berkurang, oleh karena itu adanya sifilis harus tetap diperiksa pada setiap
keadaan karsinoma.
2. Faktor Gigi dan Mulut
Keadaan rongga mulut yang tidak terjaga ikut ambil peranan memicu timbulnya kanker
rongga mulut. Iritasi kronis yang terus menerus berlanjut dan dalam jangka waktu lama
dari restorasi yang kasar, gigi-gigi karies/akar gigi, dan gigi palsu yang letaknya tidak pas
akan dapat memicu terjadinya karsinoma.
3. Diet dan nutrisi
Diet dan nutrisi yang penting pada neoplasma mulut diindikasikan pada beberapa study
populasi dimana defisiensi dikaitkan pada resiko karsinoma sel skuamosa.Buah-buahan
dan sayur-sayuran (vitamin A dan C) yang tinggi merupakan proteksi terhadap
neoplasma, sedangkan daging dan cabe merah powder didiagnosa sebagai faktor
resiko.Zat besi berperan dalam melindungi pemeliharaan epitel.Defisiensi zat besi,
menyebabkan atropi epitel mulut dan Plummer Vinson Syndrome yang berhubungan
dengan terjadinya kanker mulut.
4. Jamur
41
Kandidiasis dalam jaringan rongga mulut mempengaruhi patogenesis dari kanker
mulut.Kandidiasis ada hubungannya dengan diskeratosis pada epitelium walaupun tidak
jelas apakah kandida ikut berperan dalam etiologi diskeratosis.
5. Virus
Virus dipercaya dapat menyebabkan kanker dengan mengubah struktur DNA dan
kromosom sel yang diinfeksinya.Virus dapat ditularkan dari orang ke orang melalui
kontak seksual. Virus penyebab karsinoma sel skuamosa antara lain Human Papiloma
Virus, herpes simplex virus tipe 1 (HSV-1), human immunodeficiency Virus (HIV), dan
Epstein Barr Virus.4,5 Human Papiloma Virus positif dijumpai lebih tinggi pada tumor
rongga mulut (59%), faring (43%), dan laring (33%).
6. Faktor Lingkungan
Sejumlah faktor lingkungan dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker, salah satunya
adalah pemaparan yang berlebihan dari sinar ultraviolet, terutama dari sinar
matahari.Selain itu, radiasi ionisasi karsinogenik yang digunakan dalam sinar x,
dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom juga dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker.
C. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis karsinoma sel skuamosa pada stadium awal sering tidak
menunjukkan gejala yang jelas.Tidak ada keluhan dan tidak sakit.Umumnya berupa
leukoplakia, eritroplakia ataupun erosi dan pada stadium lanjut dapat berbentuk eksofitik
yang berupa papula dan nodul, ataupun endofitik yang dapat berupa ulser, erosi, fisur.
Gambaran klinis kanker rongga mulut pada berbagai lokasi rongga mulut mungkin
memiliki beberapa perbedaan. Untuk lebih jelas, gambaran klinis akan dibahas secara
terpisah menurut lokasinya (Evy, 2007).
42
Gambar 1: Karsinoma sel skuamosa pada mukosa bukal
Gambar 2: Karsinoma sel skuamosa pada
lidah
Gambar 3: Karsinoma sel skuamosa pada bibir
43
Gambar 4: Karsinoma sel skuamosa pada dasar mulut
Gambar 5: Karsinoma sel skuamosa pada
gingiva
Gambar 7: Karsinoma sel skuamosa pada
palatum
D. DIAGNOSA
Pemeriksaan klinis, pemeriksaan patologi, dan pemeriksaan radiologi merupakan metode
yang dapat mendukung diagnose dini kanker di rongga mulut.
1. Pemeriksaan klinis
44
Pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan umun, pemeriksaan lokal, dan status regional.
Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan penampilan, keadaan umum, dan metastase
jauh serta pemeriksaan lokal dengan cara inspeksi dan palpasi bimanual. Kelainan dalam
rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan
penerangan. Seluruh rongga mulut dilihat mulai dari bibir sampai orofaring
posterior.Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan memasukkan 1-2 jari ke dalam
rongga mulut.Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanual.
2. Pemeriksaan Patologi
Pemeriksaan mikroskopis dibutuhkan untuk mendiagnosis displasia atau atipia yang
menggambarkan kisaran abnormalitas selular, termasuk perubahan ukuran sel dan
morfologi sel, gambaran peningkatan mitotik, hiperkromatisme dan perubahan pada
ulserasi dan maturasi selular yang normal.
3. Pemeriksaan Radiologi
Terdiri dari radiologi rutin, Computed Tomography (CT), Magneting Resonanse imaging
(MRI) dan Ultra Sonografi dapat menunjukkan keterlibatan tulang dan perluasan lesi.6
(Syafriza, 2000).
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kanker rongga mulut tergantung pada tipe sel, derajat differensiasi,
tempat, ukuran dan lokasi lesi primer, status kelenjar getah bening, keterlibatan tulang
untuk mencapai tepi bedah yang adekuat, kemampuan untuk melindungi fungsi
penelanan, berbicara, status fisik dan mental pasien, pemeriksaan keseluruhan dari
komplikasi yang potensial dari setiap terapi, pengalaman ahli bedah, radiotherapist dan
keinginan serta kooperatifan pasien.
Kemoterapi dan pembedahan digunakan dalam pengobatan kanker
mulut.Pembedahan atau Kemoterapi dapat digunakan untuk lesi T1 dan T2, sedangkan
kanker stadium lanjut dilakukan dengan gabungan kemoterapi dan pembedahan.
45
XIII. XEROSTOMIA
A. DEFINISI
Xerostomia didefinisikan sebagai keluhan subjektif dari mulut kering yang disebabkan
oleh penurunan produksi saliva. Xerostomia adalah kondisi yang berhubungan dengan
penurunan penghasilan saliva dan perubahan dalam komposisi saliva seperti saliva
menjadi kental. Xerostomia juga berkaitan dengan gangguan mengunyah, gangguan
bicara, gangguan pengecapan, halitosis, dan meningkatnya infeksi oral (Lukisari C,
2010).
B. ETIOLOGI
Xerostomia merupakan suatu kondisi kekeringan dalam mulut yang dapat disebabkan
beberapa faktor, yaitu :
1. Obat-obatan
Xerostomia adalah efek samping yang sering dan signifikan dari obat-obatan yang
banyak diresepkan. Obat-obatan yang mempunyai efek antikolinergik seperti
antidepresan, antipsikotik, antiretroviral, dan muscle relaxants dapat menyebabkan
xerostomia.
2. Usia
Xerostomia umumnya terjadi pada orang yang sudah tua. Keadaan ini disebabkan
oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur
yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya. Seiring dengan
meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi
kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan ikat
dan lemak, lining sel duktus intermediate mengalami atropi. Keadaan ini
mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva.
3. Terapi radiasi leher dan kepala
Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah terbukti
dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat
kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Jumlah kerusakan kelenjar
saliva tergantung dari jumlah dosis radiasi yang diberikan selama terapi radiasi.
Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari kelenjar saliva parotis
dibandingkan dengan kelenjar saliva sublingualis.
4. Gangguan pada kelenjar saliva
46
Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang mempengaruhi kelenjar saliva dan
menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialodenitis kronis lebih sering
mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan
degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus.Kista-kista dan tumor kelenjar
saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-
struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian mempengaruhi sekresi
saliva.
C. GAMBARAN
Gambar 17.1 Xerostomia
D. DIAGNOSIS
Diagnosis xerostomia ditentukan berdasarkan anamnesis yang terarah, pemeriksaan
klinis dalam rongga mulut dan pemeriksaan laboratorium. Dalam melakukan anamnesis
dengan penderita dapat diajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan terarah yang dapat
menentukan penyebab dan mendiagnosis xerostomia. Pemeriksaan klinis dapat dilakukan
dengan melihat gejala-gejala klinis yang tampak dalam rongga mulut. Gambaran klinis
tersebut antara lain : hilangnya genangan saliva pada dasar mulut, mukosa terasa lengket
bila disentuh dengan jari ataupun ujung gagang instrumen. Mukosa juga terlihat merah
dan pada kasus-kasus yang lebih lanjut permukaan dorsal lidah terlihat berfisur dan
berlobul (Ronald, 1996).
E. TERAPI
Terapi yang diberikan tergantung pada berat ringannya keadaan keluhan mulut
kering. Pada keadaan ringan dapat dianjurkan untuk sering berkumur atau mengunyah
permen karet yang tidak mengandung Quia. Bila keluhan mulut kering disebabkan
pemakaian obat-obatan, maka mengganti obat dari katagori yang sama mungkin akan
47
dapat mengurangi pengaruh mulut kering. Pada keadaan berat dapat digunakan zat
perangsang saliva dan zat pengganti saliva.
Obat perangsang saliva hanya akan membantu jika ada kelenjar saliva yang masih
aktif. Mouth Lubricant dan Lemon Mucilage yang mengandung asam sitrat dan dapat
merangsang sangat kuat sekresi encer dan menyebabkan rasa segar di dalam mulut.
Tetapi obat ini mempunyai pH yang rendah sehingga dapat merusak email dan dentin.
Mentol dalam kombinasi dengan zat-zat manis dapat merangsang baik sekresi seperti air
maupun sekresi lendir, memberi rasa segar di dalam mulut.
Salivix, yang berbentuk tablet isap berisi asam malat, gumarab, kalsium laktat,
natrium fosfat, Iycasin dan sorbitol akan merangsang produksi saliva. Permen karet bebas
Quia atau yang mengandung xylitol dapat menginduksi sekresi saliva encer seperti air.
Sekresi saliva juga dapat dirangsang dengan pemberian obat-obatan yang mempunyai
pengaruh merangsang melalui sistem syaraf parasimpatis, seperti pilokarpin,
karbamilkolin dan betanekol.
Bila zat perangsang saliva tidak memadai untuk mengatasi keluhan mulut kering,
maka digunakan zat pengganti saliva. Berbagai persyaratan untuk zat ini seperti bersifat
reologis, rasa menyenangkan, pengaruh buffer, peningkatan remineralisasi dan
menghambat demineralisasi, menghambat pertumbuhan bakteri dan sifat pembasahan
yang baik. Pengganti saliva ini tersedia dalam bentuk cairan, spray dan tablet isap (Philip,
2008).
48
LEVEL KOMPETENSI 2
XXIV. MICROGNANTIA DAN MACROGNANTIA
A. Definisi
a. Micrognatia adalah suatu kelainan pertumbuhan dari maksila dan atau mandibula,
dimana ukurannya lebih kecil dari normal. Biasanya ditemukan bersamaan dengan
microglossi (lidah kecil). Jika micronagtia, microglossi dan celah pada pallatum
molle terjadi bersamaan disebut Sindroma Pierre Robin.
Gambar 1.Micrognantia
b. Macrognatia adalah suatu kelainan dimana mandibula lebih besar dari pada normal.
Kasus ini jarang terjadi, kadang-kadang dapat dijumpai pasien micronagtia
pada praktik dokter gigi yang sering diduga sebagai maloklusi II atau sebaliknya.
Gambar 2.Macrognantia
B. Etiologi
Penyebab micrognatia dapat terjadi secara kongenital dan didapat. Micrognatia
kongenital berhubungan dengan kelainan kromosom, obat teratogenik dan genetic
syndrome antara lain Pierre Robin syndrome, Hallerman-Streiff syndrome, trisomi 13,
trisomi 18, progeria, Teacher-Collins syndrome, Turner syndrome, Smith-Lemli-Opitz
49
syndrome, Russel-Silver syndrome, Seckel syndrome, Cri du cat syndrome, dan Marfan
syndrome. Micrognatia didapat disebabkan oleh trauma atau infeksi yang menimbulkan
gangguan pada sendi rahang, dijumpai pada penderita ankilosis yang terjadi pada anak-
anak
Etiologi macrognatia berhubungan dengan perkembangan protuberentia yang
berlebih yang dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui penyakit.
Beberapa kondisi yang berhubungan dengan macrognatia adalah Gigantisme pituitary,
Paget’s Disease, dan akromegali (Patel, 2009).
C. Klasifikasi
Micronagthia dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Micronagtia sejati, adalah keadaan dimana rahang cukup kecil yang terjadi akibat
hipoplasia rahang.
b. Micronagtia palsu, adalah keadaan jika terlihat salah satu posisi rahang terletak
lebih ke posterior atau hubungan abnormal maksila dan mandibula (Santoso, 2009).
D. Penegakan Diagnosis
Biasanya penderita micronagthia dan macronagthia mengalami masalah estetika,
oklusi, pernapasan, dan pemberian makan pada bayi.
E. Penatalaksanaan
Terapi yang disarankan adalah dengan operasi orthognathic untuk memperluas atau
mengecilkan maksila dan mandibula (Thimmappa, 2011).
50
XXV. LABIAL AND PALATE CLEFT
A. Definisi
Labial cleft (labioschisis) atau bibir sumbing adalah kelainan berupa celah pada bibir
atas yang didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada langit-langit rongga
mulut, kelainan ini disebut palate cleft (palatoschisis). Dan apabila celah terdapat pada
bibir atas hingga langit-langit rongga mulut, disebut labial palate cleft
(labiopalatoschisis).
Gambar 1. Palatoschisis (a) dan Labiopalatoschisis (b)
A. Labioschisis, B. Labioschisis, C. Labiopalatoschisis, D. Palatoschisis
B. Etiologi
Penyebab labioschisis sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa hipotesis
yang dikemukakan dalam perkembangan kelainan ini antara lain :
51
a b
1. Insufisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan untuk proses tumbuh-kembang organ-
organ terkait selama masa embrional, seperti juga pada anomali kongenital lainnya.
2. Pengaruh penggunaan obat-obatan yang bersifat teratogenik, termasuk jamu- jamuan
3. Infeksi khususnya infeksi viral dan khlamidia (toksoplasmosis).
4. Faktor genetik, yang diduga kuat pada keluarga dengan riwayat kelainan yang sama.
C. Diagnosis
1. Celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut
2. Kesulitan saat menghisap asi karena sulitnya melakukan gerakan menghisap
3. Gangguan pendengaran karena infeksi yang mengenai tuba eustachia
4. Pertumbuhan rahang anak terganggu.. Susunan gigi-geligi dapat menjadi berjejal
karena kurang berkembangnya rahang.
D. Terapi
1. Tatalaksana Bedah
Segera setelah seorang bayi dilahirkan dengan sumbing, ada 3 hal yang ditakuti
sehingga perlu tatalaksana tindakan bedah:
1. Kesulitan menyusui, sehingga mengganggu pertumbuhannya
2. Resiko tersedak karena adanya hubungan antara rongga mulut dan hidung
3. Sumbatan jalan napas (sindrom seperti sindrom Pierre-Robin dimana terdapat
sumbing palatum disertai mikrognatia sedangkan lidah berukuran normal).
Perawatan dapat dilakukan sejak bayi lahir oleh tim dokter khusus yang
mencakup doktergigi spesialis bedah mulut, dokter spesialis bedah plastik, ahli terapi
bicara, audiologist (ahli pendengaran), dokter spesialis anak, dokter gigi spesialis gigi
anak. Keputusan tentang waktu yang tepat untuk melakukan operasi dipengaruhi oleh
beberapa hal antara lain perkembangan kemampuan bicara dan pertumbuhan maksila
pasien.
Usia yang tepat untuk dilakukannya operasi belum dibuktikan secara ilmiah.
Para ahli berpendapat bahwa pasien yang menjalani operasi sebelum usia 12 bulan
mempunyai kemampuan berbicara lebih baik, karena setelah usia tersebut
perkembangan fonologik baru dimulai, sehingga intervensi dini diperkirakan dapat
memeberikan hasil yang lebih memuaskan daripada pasien yang menjalani operasi
diantara usia 2 hingga 4 tahun. Pasien yang menjalani operasi setelah usia 9 tahun
mempunyai kemampuan berbicara yang paling burukOperasi menghambat
52
pertumbuhan dari rahang atas sehingga menyebabkan penyempitan pertumbuhan dari
lengkung rahang atas. Hal ini dapat menyebabkan maloklusi, crowding, lateral cross
bite, dan open bite. Keadaan ini memerlukan intervensi orthodonti.
53
XXVI. LEUKOPLAKIA
A. DEFINISI
Leukoplakia adalah lesi prekanker yang berkembang di daerah lidah dan pada
bagian dalam pipi karena adanya iritasi kronis. Leukoplakia berbentuk makula mukosa
kronis yang berwarna putih (Patterson, 2004).
B. ETIOLOGI
Etiologi yang pasti dari leukoplakia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti,
tetapi predisposisi menurut beberapa ahli klinis terdiri dari faktor yang beraneka ragam,
yaitu faktor lokal, faktor sistemik, dan malnutrisi vitamin.
1. Faktor Lokal
Biasanya merupakan segala macam bentuk iritasi kronis, antara lain:
a. Trauma
Trauma karena gigitan tepi atau akar gigi yang tajam
Iritasi dari gigi yang malposisi
Pemakaian protesa yang kurang baik sehingga menyebabkan iritasi
Adanya kebiasaan menggigit jaringan mulut, pipi dan lidah
b. Kemikal atau termal
Tembakau
Terjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut tidak hanya disebabkan oleh asap
rokok dan panas yang terjadi pada waktu merokok, tetapi dapat juga disebabkan
oleh zat-zat yang terdapat di dalam tembakau yang ikut terkunyah.
Alkohol
Telah banyak diketahui bahwa alkohol merupakan salah satu faktor yang
memudahkan terjadinya leukoplakia, karena pemakaian alkohol dapat
menimbulkan iritasi pada mukosa.
Bakteri
Leukoplakia dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri, penyakit periodontal
yang disertai kebersihan mulut yang kurang baik.
2. Faktor Sistemik
Kemungkinan lain adalah adanya penyakit sistemik, misalnya sipilis. Pada penderita
dengan penyakit sipilis pada umumnya ditemukan adanya "syphilis glositis".
54
Candidiasis yang kronik dapat menyebabkan terjadinya leukoplakia. Untuk
mengetahui diagnosis yang pasti dari leukoplakia, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
klinik, histopatologi, serta latar belakang etiologi terjadinya lesi.
3. Faktor Malnutrisi Vitamin
Defisiensi vitamin A diperkirakan dapat mengakibatkan metaplasia dan keratinisasi
dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa respiratorius.Beberapa
ahli menyatakan bahwa leukoplakia di uvula merupakan manifestasi dari pemasukkan
vitamin A yang tidak cukup.Apabila kelainan tersebut parah, gambarannya mirip
dengan leukoplakia (Patterson, 2004).
C. GAMBARAN
Leukoplakia ditandai dengan adanya plak putih yang tidak bisa digolongkan secara
klinis atau patologis ke dalam penyakit lainnya. Leukoplakia merupakan lesi prakanker
yang paling banyak, yaitu sekitar 85% dari semua lesi prakanker.
Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lidah, bibir, palatum, daerah
dasar mulut, gingival, mukosa lipatan bukal, serta mandibular alveolar ridge. Bermacam-
macam bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi tergantung dari awal terjadinya lesi tersebut,
dan setiap individu akan berbeda (Patterson, 2004)..
D. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis leukoplakia masih sering mengalami kendala. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hal seperti etiologi leukoplakia yang belum jelas serta perkembangan yang
agresif dari leukoplakia yang mula-mula hanya sebagai hiperkeratosis ringan namun
dapat menjadi karsinoma sel skuamosa dengan angka kematian yang tinggi.
Berdasarkan konsep yang diterima oleh World Health Organization maka batasan
leukoplakia adalah lesi yang tidak ada konotasi histologinya dan dipakai hanya sebagai
deskripsi klinis. Jadi definisinya adalah suatu penebalan putih yang tidak dapat digosok
sampai hilang dan tidak dapat digolongkan secara klinis atau histologi sebagai penyakit-
penyakit spesifik lainnya (contoh: seperti likhen planus, lupus eritematosus, kandidiasis,
white sponge naevus).
E. PENATALAKSANAAN
Penanganan leukoplakia dapat dibagi menjadi 2 tindakan, yaitu
55
1. Penanganan medis
Tujuan dari penanganan ini adalah untuk mendeteksi dan mencegah perubahan
leukoplakia menjadi sel ganas.Bila leukoplakia masih berupa plak putih saja, tidak
diperlukan tindakan khusus untuk menanganinya. Terdapat beberapa tindakan yang
disarankan untuk dilakukan, akan tetapi hingga saat ini belum ditemukan pengobatan
definitif untuk penyakit ini.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan diantaranya:
Tunggu dan amati
Pemberian obat, misalnya agen antiinflamasi, vitamin, agen sitotoksik
Tindakan operasi, misalnya laser, scapel, cryosurgery, electrocautery, terapi
photodynamic
Pasien juga harus menghindari faktor-faktor yang menyebabkan leukoplakia seperti rokok
dan alkohol.Penyakit ini dapat dapat sembuh dengan sendirinya atau malah bertambah
buruk dengan mengalami displasia.Displasia pada lesi yang terdapat di daerah dengan
resiko tinggi kanker harus ditangani secara serius dan lesi harus segera diangkat.
2. Penanganan operasi
Tindakan operasi masih menjadi penanganan pilihan untuk leukoplakia
kecil.Electrocautery, cryosurgery dan laser sama-sama efektif, dimana proses ini sangat
tergantung kepada kemampuan patologis untuk mengevaluasi luas serta derajat displasia
yang terjadi. Pasien juga harus diperiksa secara berkala, kira-kira setiap 2-3 bulan sekali
karena tingkat kekambuhan penyakit yang sangat tinggi.Pasien yang tidak mengalami
kekambuhan selama 3 tahun tidak perlu melakukan pemeriksaan berkala lagi, tapi pasien
dengan residual leukoplakia harus melakukan pemeriksaan berkala seumur hidup.
56
LEVEL KOMPETENSI 3
XXVII. GLOSSITIS
A. Definisi
Glositis adalah suatu keradangan pada lidah.Glossitis bisa terjadi akut atau
kronis.Penyakit ini juga merupakan kondisi murni dari lidah itu sendiri atau merupakan
cerminan dari penyakit tubuh yang penampakannya ada pada lidah. Glossitis dapat
menyerang semua lapisan usia. Penyakit ini sering terjadi pada laki-laki dibandingkan
pada perempuan (Zieve, 2009).
Gambar 1. Glossitis
B. Etiologi
Terdapat beberapa penyebab dari glossitis bisa lokal maupun sistemik. Bakteri dan
infeksi virus dapat merupakan penyebab lokal dari glossitis. Trauma atau iritasi mekanis
dari sesuatu yang terbakar, gigi atau peralatan gigi merupakan penyebab lokal yang lain.
Iritasi lokal seperti dari tembakau, alkohol dan makanan yang pedas ataupun makan yang
berbumbu dapat juga menciptakan kondisi glossitis ini, reaksi alergi dari pasta gigi, obat
kumur dan bahan bahan lain yang diletakkan di dalam mulut merupakan salah satu
penyebab lokal(Zieve, 2009).
Glossitis sistemik merupakan hasil dari kelainan nutrisi, penyakit kulit dan infeksi
sistemik. Seseorang dengan kekurangan gizi/ malnutrisi atau kurangnya asupan vitamin B
dalam dietnya juga menyebabkan glossitis ini terbentuk. Penyakit kulit seperti oral lichen
planus, erythema multiforme, aphthous ulcers, dan pemphigus vulgaris juga bisa
menyebabkan glossitis. Glossitis pada syphilis dan HIV merupakan gejala awal yang akan
muncul. (Zieve, 2009).
C. Penegakan Diagnosis
57
Dari anamnesis, dapat ditemukan nyeri lidah, sulit untuk mengunyah, menelan atau
untuk bercakap cakap. Lidah yang mempunyai kelainan ini permukaannya akan terlihat
halus (pada anemia pernisiosa), dapat ditemukan beberapa ulserasi, lidah terlihat
bengkak serta adanya perubahan warna lidah, lidah berwarna pucat pada penderita anemia
pernisiosa dan berwarna merah gelap bila penyebab glossitis adalah kekurangan vitamin
B yang lain. Penyebab glossitis secara pasti dicari melalui pemeriksaan lain seperti
biopsy.
D. Terapi
Penanganan glossitis tergantung dari kausanya. Antibiotik diberikan bila kelainan
melibatkan bakteri. Bila penyebabnya adalah defisiensi gizi, maka diperlukan supplement
yang memadai, seperti pemberian zat besi karena ciri defisiensi utama dari glossitis ini
adalah anemia defisiensi besi. Pembengkakan dan rasa tidak nyaman di mulut diatasi
dengan pemberian kortikosteroid. Kebersihan rongga mulut, dengan penggunaan sikat
gigi, dental floss dan membersihkan lidah selepas makan, harus diusahakan untuk
mencegah kekambuhan. Penggunaan bahan obat atau makanan yang merangsang iritasi
lidah sebaiknya dihindari, termasuk makanan yang panas dan mengandung alkohol.
Berhenti merokok dan penggunaan tembakau dalam jenis apapun. Indikasi rawat inap
pasien glossitis adalah bila lidah sudah menghalangi jalan napas oleh proses enlargement.
58
LEVEL KOMPETENSI 4
XXVIII. CANDIDIASIS
A. Definisi
Candidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut yang disebabkan
oleh pertumbuhan abnormal dari jamur Candida albikans (Amin, 2010).
59
Gambar 1. Candidiasis
B. Etiopatogenesis
Faktor utama penyebab oral candidiasis:
1. Faktor yang mengubah status kekebalan
a. Blood dyscrasia / malignansi lanjut
b. Orang tua / bayi
c. Terapi radiasi / kemoterapi
d. Inf. HIV / gangguan imunodefisiensi lainnya
e. Kelainan endokrin
f. Hipotiroid atau hipoparatiroid
g. Kehamilan
h. Terapi kortikosteroid / hipoadrenalism
2. Faktor yang mengubah lingkungan mukosa oral
a. Xerostamia
b. Terapi antibiotika
c. Kebersihan mulut dan gigi yang jelek
d. Malnutrisi / malabsorpsi
e. Defisiensi besi, asam folat atau vitamin
f. Acidic saliva / diet kaya karbohidrat
g. Perokok berat
h. Oral epithelial dysplasia (Scully, 2010).
Kandidiasis adalah penyakit infeksi oportunistik. Pada orang sehat, jamur Candida
tidak menyebabkan masalah apapun dalam rongga mulut, tetapi karena faktor patogenitas
jamur (faktor pejamu) dan faktor ketahanan tubuh pasien (faktor host), jamur tersebut
dapat tumbuh secara berlebihan dan menginfeksi rongga mulut. Candidiasis oral biasanya
terjadi di mukosa pipi sebelah dalam, lidah, palatum mole dan permukaan rongga mulut
lain. Tampak sebagai bercak-bercak (pseudomembran) putih coklat muda kelabu yang
sebagian besar terdiri atas pseudomisellium dan epitel yang terkelupas, dan hanya terdapat
erosi minimal pada selaput. Lesi dapat terpisah-pisah dan tampak seperti kepala susu pada
rongga mulut. Bila pseudomembran terlepas dari dasarnya, tampak daerah yang basah dan
merah (Andryani, 2010).
60
C. Klasifikasi dan Gambaran Klinis
Candidiasis oral dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok (Magdalena 2009), yaitu:
1. Akut, dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Candidiasis Pseudomembranosus Akut
Candidiasis ini biasanya disebut juga sebagai thrush. Secara klinis,
pseudomembranosus kandidiasis terlihat sebagai plak mukosa yang putih atau
kuning, seperti cheesy material yang dapat dihilangkan dan meninggalkan
permukaan yang berwarna merah. Candidiasis ini terdiri atas sel epitel deskuamasi,
fibrin, dan hifa jamur dan umumnya dijumpai pada mukosa labial, mukosa bukal,
palatum keras, palatum lunak, lidah, jaringan periodontal dan orofaring. Keberadaan
candidiasis pseudomembranosus ini sering dihubungkan dengan penggunaan
kortikosteroid, antibiotik, xerostomia, dan pada pasien dengan sistem imun rendah
seperti HIV/AIDS.
Gambar 2. Candidiasis Pseudomembranosus Akut
b. Candidiasis Atrofik Akut
Tipe kandidiasis ini kadang dinamakan sebagai antibiotic sore tongue atau
juga candidiasis eritematus dan biasanya dijumpai pada mukosa bukal, palatum, dan
bagian dorsal lidah dengan permukaan tampak sebagai bercak kemerahan.
Penggunaan antibiotik spektrum luas maupun kortikosteroid sering dikaitkan dengan
timbulnya candidiasis atrofik akut. Pasien yang menderita candidiasis ini mengeluh
adanya rasa sakit seperti terbakar.
61
Gambar 3. Candidiasis Atrofik Akut
2. Kronik, dibedakan atas tiga jenis, yaitu :
a. Candidiasis Atrofik Kronik
Candidiasis atrofik kronik disebut juga denture sore mouth atau denture related
stomatitis dan merupakan bentuk kandidiasis paling umum yang ditemukan pada
60% pemakai gigi tiruan. Gambaran klinis denture related stomatitis ini berupa
daerah eritema pada mukosa yang berkontak dengan permukaan gigi tiruan. Gigi
tiruan yang menutupi mukosa dari saliva menyebabkan daerah tersebut mudah
terinfeksi jamur. Berdasarkan gambaran klinis yang terlihat pada mukosa yang
terinflamasi di bawah gigi tiruan rahang atas, denture stomatitis ini dapat
diklasifikasikan atas tiga yaitu
• Tipe I : tahap awal dengan adanya pin point hiperemi yang terlokalisir
• Tipe II : tampak eritema difus pada mukosa yang berkontak dengan gigi tiruan
• Tipe III : tipe granular (inflammatory papillary hyperplasia) yang biasanya
tampak pada bagian tengah palatum keras
Gambar 4. Denture Stomatitis tipe I
62
Gambar 5. Denture Stomatitis tipe II
Gambar 6. Denture Stomatitis tipe III
b. Candidiasis Hiperplastik Kronik
Candidiasis ini terlihat seperti plak putih pada bagian komisura mukosa bukal
atau tepi lateral lidah yang tidak dapat hilang bila dihapus. Kondisi ini dapat
berkembang menjadi keganasan. Candida leukoplakia ini dihubungkan dengan
kebiasaan merokok.
Gambar 7. Candidiasis Hiperplastik Kronik
c. Median Rhomboid Glositis
Median Rhomboid Glositis merupakan bentuk lain dari atrofik kandidiasis
yang tampak sebagai daerah atrofik pada bagian tengah permukaan dorsal lidah, dan
cenderung dihubungkan dengan perokok dan penggunaan obat steroid yang dihirup.
63
Gambar 8. Median Rhomboid Glositis
1. Keilitis Angularis
Keilitis Angularis atau disebut juga angular stomatitis atau perleche merupakan
infeksi campuran bakteri dan jamur Candida yang umumnya dijumpai pada sudut mulut
baik unilateral maupun bilateral. Sudut mulut yang terinfeksi tampak merah dan sakit.
Keilitis angularis dapat terjadi pada penderita anemia defisiensi besi, defisiensi vitamin
B12.
Gambar 9. Kelitis Angularis
D. Pemeriksaan
Untuk menentukan diagnosis kandidiasis oral, harus dilakukan pemeriksaan
mikroskopis disamping pemeriksaan klinis dan mengetahui riwayat penyakit. Bahan
pemeriksaan dapat diambil dengan beberapa cara yaitu usapan (swab) atau kerokan
(scraping) lesi pada mukosa. Selanjutnya, bahan pemeriksaan tersebut diletakkan pada
gelas objek dalam larutan potassium hydroksida (KOH), hasilnya akan terlihat
pseudohyphae yang tidak beraturan atau blastospora. Selain pemeriksaan
mikroskopis.dapat dilakukan kultur dengan menggunakan agar sabouraud`s atau
eosinmethylene blue pada suhu 37% C, hasilnya akan terbentuk koloni dalam waktu 24 –
48 jam.
64
E. Terapi
Perawatan Candidiasis oral yaitu dengan menjaga kebersihan rongga mulut,
memberi obat-obatan antifungal baik lokal maupun sistemik, dan berusaha menanggulangi
faktor predisposisi, sehingga infeksi jamur dapat dikurangi (Williams, 2011).
Menurut jenisnya, obat-obat antijamur diklasifikasikan menjadi beberapa golongan
yaitu:
1. Antibiotik
a. Polyenes :amfotericin B, Nystatin, Hamycin, Nalamycin
b. Heterocyclicbenzofuran : griseofulvin
2. Antimetabolite: Flucytosine (5 –Fe)
3. Azoles
a. Imidazole (topical): clotrimazol, Econazol, miconazol (sistemik) : ketokonazole
b. Triazoles (sistemik) : Flukonazole, Itrakonazole
4. Allylamine Terbinafine
5. Antijamur lainnya : tolnaftate, benzoic acid, sodiumtiosulfat.
Menurut cara pemberiannya, terdapat dua jenis obat antifungal, yaitu pemberian obat
antifungal secara topikal dan sistemik. Pengobatan antijamur topikal untuk oral candidiasis
meliputi penggunaan nistatin oral pastilles atau clotrimazole troches, dosis kedua obat
topikal antijamur ini yaitu 10 mg dikulum di dalam mulut 2-5 kali sehari. Sediaan obat
yang lain yaitu suspensi nystatin (100.000 U/ml) cara penggunaan dengan dioleskan pada
daerah terinfeksi 1-2 ml empat kali sehari. Nystatin dihasilkan oleh streptomyces noursei,
mekanisme kerja obat ini dengan cara merusak membran sel yaitu terjadi perubahan
permeabilitas membran sel.
Untuk kandidiasis yang lebih berat (kandidiasis esofageal ) yang dapat menyebar
sampai keluar rongga mulut, terapi supresif anti jamur meliputi ketokonazole sistemik (10
mg/kg/hari), amphotericin B, atau fluconazole 1 kali sehari. Flukonazole, dapat digunakan
pada seluruh penderita kandidiasis termasuk pada penderita immunosupresif. Efek
samping mual,sakit di bagian perut, sakit kepala,eritme pada kulit. Mekanisme kerjanya
dengan cara mempengaruhi Cytochrome P 450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan
membran sel. Topikal fluorida harus digunakan jika obat ini diberikan untuk jangka waktu
yang panjang (Williams, 2011).
65
XXIX. MOUTH ULCER
A. Definisi
Ulkus ialah defek lokal atau ekskavasasi permukaan jaringan atau organ, yang
lebih dalam dari jaringan epitel. Ulkus yang terbentuk di mukosa mulut merupakan
gambaran lesi oral yang sangat umum ditemui dan dikeluhkan pasien dalam praktik
sehari-hari. Prevalensi ulkus di mukosa mulut rata-rata berkisar antara 15% hingga 30%.
Gambar 1. Ulkus pada rongga mulut
B. Etiologi
Penyebab timbulnya ulkus di mukosa mulut antara lain karena berbagai infeksi atau
gangguan sistemik lainnya, terutama kelainan darah, saluran pencernaan, atau kulit.
Neoplasma ganas biasanya mulai sebagai pembengkakan atau benjolan, tetapi dapat
bermanifestasi sebagai bisul. Ulkus sering juga disebabkan oleh trauma atau luka bakar,
aphtha, terkadang disebabkan pula karena obat-obatan
C. Klasifikasi
1. Ulkus Akibat Reaksi Obat (Stomatitis Medikamentosa)
Berbagai macam obat dapat menyebabkan timbulnya ulkus di mukosa mulut. Perlu
ditanyakan kepada pasien apakah pasien menkonsumsi obat-obatan yang dapat
menjadi penyebab ulkus tersebut
2. Aphtha
66
Aphtha merupakan ulkus kecil berbentuk oval atau bulat, yang dilapisi eksudat abu-
abu dan dikelilingi halo berwarna merah, yang merupakan karakteristik dari stomatitis
aftosa rekuren.
Minor aphtha (Mikulicz’s aphtha)
- Durasi 7 hingga 10 hari
- Cenderung tidak terlihat pada gingiva, palatum, atau dorsum lidah
- Ulkus multipel dengan jumlah 2 hingga 10 buah dalam satu episode
Major aphtha (Sutton’s ulcers)
- Dapat berlangsung selama berbulan-bulan
- Ulkus multipel dengan jumlah kurang dari 6 buah
- Paling sering ditemukan pada palatum, tenggorokan, dorsum lidah, dan
bibir (Scully, 2003).
3. Ulkus herpetiformis
Diawali dengan aphtha multipel dengan ukuran pin point yang nantinya membesar
dengan bentuk irregular, Terutama terdapat pada lidah bagian ventral dan terdapat
manifestasi ekstraoral
4. Sindroma Behçet’s
Dengan adanya riwayat ulkus berulang
5. Eritema Multiformis
Riwayat ulkus berulang pada bibir yang diawali dengan makula eritematosa berisi
cairan yang saat pecah bentuknya ireguler, meluas, dan nyeri dengan adanya cairan
eksudat serosanguinosa yang nantinya menjadi krusta
6. Ulkus Tunggal dan Multipel
Beberapa faktor yang dapat membantu tegaknya diagnosis penyakit dengan
manifestasi ulkus adalah jumlah ulkus, bentuk, ukuran, tempat, dasar, batas, dan ada
atau tidaknya nyeri.Sebuah ulkus tunggal, terutama jika bertahan selama tiga minggu
atau lebih biasanya merupakan indikasi kronis dan sering ditemui pada penyakit ganas
atau infeksi serius (misalnya tuberkulosis atau infeksi jamur).
Klasifikasi lesi ulkus secara umum di mukosa mulut:
1. Lesi Multipel Akut
a. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis
b. Eritema Multiformis
c. Stomatitis Alergika
d. Stomatitis Viral Akut
67
e. Ulkus oral karena kemoterapi kanker
2. Ulkus Oral Rekuren
a. Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS)
b. Sindrom Behcet’s
c. Infeksi virus herpes simpleks rekuren
3. Lesi Multipel Kronik
a. Pemphigus Vulgaris
b. Pemphigus Vegetan
c. Pemphigoid Bulosa
d. Pemphigoid Sikatrik
e. Lichen Planus Bulosa Erosif
4. Ulkus Tunggal
a. Histoplamosis
b. Blastomikosis
c. Mucormikosis
d. Infeksi virus herpes simplex kronis
D. Terapi
Pada kebanyakn kasus, mouth ulcer dapat sembuh dengan sendirinya pada beberapa hari.
Namun ada beberapa cara yang sederhana untuk mengurangi rasa sakit dan kesulitan makan:
1) Hindari makanan pedas, asam, keras, atau terlalu panas
2) Hindari minuman soda atau air jeruk
3) Pakai sedotan waktu minum
4) Berkumur dengan air garam
5) Ada yang menganggap bahwa madu dapat mengurangi rasa sakit
6) Mengganti pasta gigi dengan pasta gigi yang tidak mengandung natrium lauryl sulfat
(SLS). (Scully, 2003).
Obat kumur chlorhexidine dapat mengurangi rasa sakit. Mungkin juga membantu luka
untuk sembuh lebih cepat. Hal ini juga membantu untuk mencegah luka menjadi terinfeksi.
Obat kumur chlorhexidine biasanya digunakan dua kali sehari (Scully, 2003).
E. Diagnosis
Penting untuk menetapkan penyebab ulkus mulut. Beberapa penyelidikan meliputi:
68
1) Pemeriksaan fisik - tergantung pada berat ringannya penyakit tersebut. Sebagai
contoh, jika luka besar dan kuning, itu kemungkinan besar disebabkan oleh trauma.
Cold sores di dalam mulut cenderung sangat banyak dan tersebar di sekitar gusi, lidah,
tenggorokan dan bagian dalam pipi. Demam menandakan lika dapat disebabkan oleh
infeksi herpes simpleks.
2) Darah rutin - untuk memeriksa tanda-tanda infeksi.
3) Biopsi kulit - jaringan dari ulkus diambil dan diperiksa di laboratorium.
69
XXX. PAROTITIS
1. Definisi
Penyakit infeksi yang menyerang glandula parotis disebabkan oleh virus Paramyxovirus
2. Etiologi Parotitis
Agen penyebab parotitis epidemika adalah paramyxovirus. Virus ini merupakan virus RNA
rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae.
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4
hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 ºC, oleh formalin, eter,
serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung
atau mulut. Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke
kalenjar limfa local dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang
berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis,
ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf pusat
melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini
adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan
terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari
sesudah munculnya pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum
pembengkakan kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang
3. Manifestasi Klinis
Sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun
demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat
menjadi sumber penularan penyakit tersebut. Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong
sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah
terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan
38,5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri
rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit
membuka mulut).
70
2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali
dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami
pembengkakan.
3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur mengempis.
4. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan
kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria dewasa adalanya terjadi
pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.
4. Komplikasi klinis
Komplikasinya meliputi septicemia, osteomielitis mandibular, ekstensi fasial, obstruksi jalan
napas, mediastinitis, thrombosis vena jugulris interna, dan disfungsi nervus fasialis.
Gondongan telah dilaporkan menyebabkan meningoensefalitis, pankretitis, orkitis,
miokarditis, perikarditis, arthritis, dan nefritis.
5. Prognosis
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi
kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti ini dapat
menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar liur.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya leukopenia ringan
b. Amilase serum
Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan pembengkakan parotis
dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2 minggu. Kadar amylase normal dalam
darah adalah 0-137 U/L darah
7. Tatalaksana
a. Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited disease (sembuh/hilang
sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi spesifik
bagi parotitis karena virus, oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya
71
simptomatis dan suportif. Penderita dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi
(keadaan umum cukup baik).
Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita:
b. Istirahat yang cukup
c. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
d. Medikamentosa Analgetik-antipiretik bila perlu
- metampiron : anak > 6 bulan 250 – 500 mg/hari maksimum 2 g/hari
- parasetamol : 7,5 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
- hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin berisiko menimbulkan
Sindrom Reye
e. Sialagog seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna untuk mengurangi oedem
di daerah parotis
f. Cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya
asupan oral
72
TEMUAN KASUS DI BANGSAL DI RS DR MOEWARDI
Nama : Ny. AA
Usia : 38 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
No RM : 0125563
Kamar : Melati 1/ 7H
Alamat : Mojogedang,Karanganyar
Diagnosis :
1. Klinis B 20
2. Oral Thrush
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Badan lemas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh badan lemas 3 hari SMRS, pasien mengeluh badan bertambah lemas
dengan aktivitas dan tidak berkurang dengan pemberian makan. Berat badan
megalami penerunan 8 kg dalam 2 minggu, BAK 5-6 kali perhar (warna kuning
jernih) tidak dirasakan ada keluhan
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat Faktor Risiko
Riwayat pemakaian tatto : (-)
Riwayat narkoba/jarum suntik: disangkal
73
Riwayat Seks tidak aman : (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Gizi : kesan kurang
Vital sign : Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi: 78x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit Suhu: 36,50C
Mata : conjungtiva pucat(-/-), sklera ikterik (-/-),
Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)
Mulut : papil lidah atrofi (-), oral thrush (+)
Leher : simetris, trachea di tengah, JVP tidak meningkat, KGB servikal
membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri tekan (-)
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat, Ictus cordis teraba di
SIC IV, 2 cm linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Kesan Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR 100 kali/menit, reguler BJ I-II intensitas normal,
reguler, bising (-), gallop (-)
Paru : Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBK (-/-)
Abdomen : Inspeksi : dinding perut sejajar dari dinding dada
Auskultasi : peristaltik usus (+) Normal 10 x
Perkusi : timpani, ascites (-), pekak alih (-), area traube (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Extremitas : Atas : oedem (-/-), akral dingin (-/-)
Bawah : oedem (-/-), akral dingin (-/-)
74
PEMERIKSAAN LAB
Gambaran Darah Tepi : Anemia normositik normokromik karena proses kronis
infeksi
Patologi klinik 31 Mei 2014: Albumin 2,3 (N=3,5-5,2)
Hb 11,7 (N=13-18)
Trombosit 126 (N=170-380)
Anti HBc positif (N=Negatif)
GDS 185 (N=140)
SGOT 84 (N=35)
SGPT 63 (N=45)
Creatinin 0,7 (N=0,9-1,3)
TERAPI
- Bedrest tidak total
- Diet TKTP 2100 kkal
- Infus NaCl 0,9% 20 tpm
- Injeksi omeprazol 40 mg IM
- Nystatin drop 4 x gtt 1
75
TEMUAN KASUS DI POLIKLINIK GIGI DAN MULUT RS DR MOEWARDI
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Usia : 75 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Selogiri,Wonogiri
Tanggal Pemeriksaan : 31 Mei 2014
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Status Medis/ Anamnesis sistemik
Alergi : -
Riwayat penyakit keluarga : -
Riwayat penyakit dahulu : -
Riwayat mondok : -
3. Status Oral
Extra oral:
a. Maxilla : tidak ada kelainan
b. Mandibular : terdapat massa
c. Bibir : tidak ada kelainan
Intra oral:
a. Lingua : tidak ada kelainan
b. Left buccal : tidak ada kelainan
c. Upper gingiva : tidak ada kelainan
d. Palatum : tidak ada kelainan
e. Right buccal : tidak ada kelainan
f. Lower gingiva : terdapat massa
Oral hygiene : Jelek
76
4. Subjective
1. Keluhan utama
Pasien merasakan terdapat daging tumbuh dibagian rahang kiri bawah
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien merasakan nyeri menjalar hingga kepala
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien merasakan ada benjolan + 2 tahun yang lalu dan pasien sudah
disarankan untuk operasi tapi menolak. + 2 bulan yang lalu pasien merasakan
benjolan semakin membesar dan nyeri, tidak dapat membuka mulut 2 jari.
5. Objective
1. Element: terdapat massa dimandibula posterior kiri konsitensi lunak
berbenjol,ukuran 2x5 cm
Sondasi: tidak dilakukan Palpasi: (+)
Perkusi: tidak dilakukan Chlor etil: tidak dilakukan
2. Inspeksi lain:
Rontgen: panoramic
Laboratorium: DR 3, gol.darah, PT, APTT, GDS, SGOT, SGPT, ureum,
kreatinin, K, NaCL, HbsAg rapid
6. Assesment: Suspect Ca mandibula
7. Therapy: pro OP
77
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. TG
Usia : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Gondangrejo, Karanganyar
Tanggal Pemeriksaan : 3 Juni 2014
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Status Medis/ Anamnesis sistemik
Alergi : -
Riwayat penyakit keluarga : -
Riwayat penyakit dahulu : -
Riwayat mondok :8 bulan yang lalu mondok karena tipus
3. Status Oral
Extra oral:
d. Maxilla : tidak ada kelainan
e. Mandibular : tidak ada kelainan
f. Bibir : tidak ada kelainan
Intra oral:
g. Lingua : tidak ada kelainan
h. Left buccal : tidak ada kelainan
i. Upper gingiva : Ginggivitis
j. Palatum : tidak ada kelainan
k. Right buccal : tidak ada kelainan
l. Lower gingiva : Ginggivitis
Oral hygiene: Jelek
4. Subjective
78
1. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada gigi kiri atas belakang
2. Riwayat penyakit sekarang
Nyeri saat makan
3. Riwayat penyakit dahulu
Nyeri pada gigi kiri atas belakang, pasie membeli obat dipasaran untuk
menghilangkan rasa nyeri tapi nyeri kambuh lagi saat obat habis
5. Objective
1. Element: 14 terdapat sisa akar
Sondasi: tidak dilakukan Palpasi: (+)
Perkusi: tidak dilakukan Chlor etil: tidak dilakukan
2. Inspeksi lain:
Rontgen: panoramic
Laboratorium: tidak dilakukan
6. Assesment: 14 radik
7. Therapy: 14 pro exodonti
79
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. SN
Usia : 86 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : Mojolaban, Sukoharjo
Tanggal Pemeriksaan : 30 Mei 2014
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
2. Status Medis/ Anamnesis sistemik
Alergi : -
Riwayat penyakit keluarga : -
Riwayat penyakit dahulu : Osteoartritis
Riwayat mondok :-
3. Status Oral
Extra oral:
g. Maxilla : tidak ada kelainan
h. Mandibular : tidak ada kelainan
i. Bibir : tidak ada kelainan
Intra oral:
m. Lingua : tidak ada kelainan
n. Left buccal : tidak ada kelainan
o. Upper gingiva : tidak ada kelainan
p. Palatum : tidak ada kelainan
q. Right buccal : tidak ada kelainan
r. Lower gingiva : Tidak ada kelainan
Oral hygiene: Sedang
80
4. Subjective
4. Keluhan utama Pasien datang dari poliklinik/bagian geriatri dengan
diagnoss osteoartritis
Dengan keluhan ingin mencabut gigi depan kanan bawah
5. Riwayat penyakit sekarang
Tidak nyeri
6. Riwayat penyakit dahulu
Pasien merasakan pusing + 1 minggu yang lalu dan memeriksakan ke
poliklinik geriatri tetapi pasien tetap merasakan pusing dan memeriksakan
kembali, oleh bagian geriatri dikonsultasikan ke bagian poliklinik gigi dan
mulut.
5. Objective
3. Element: 25 terdapat sisa akar
Sondasi: tidak dilakukan Palpasi: tidak dilakukan
Perkusi: tidak dilakukan Chlor etil: tidak dilakukan
4. Inspeksi lain:
Rontgen: panoramic
Laboratorium: tidak dilakukan
6. Assesment: 25 radik
7. Therapy: 25 ektraksi
81
DAFTAR PUSTAKA
Amin H (2010). Leukoplakia. http://sehat-enak.blogspot.com/Diakses tanggal 21 April 2013.
Andryani S (2010). Skripsi: Kandidiasis oral pada pasien tuberkulosis pada akibat pemakaian antibiotik dan steroid. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara.
Anggraeni (2007). Plaque gigi sumber penyakit gigi dan mulut.http://www.answers.com/topic/dental-plaque-1/Diakses tanggal 21 April 2013.
82
Children’s Craniofacial Association (CCA) ( 2009). A guide to understanding cleft lip and palate. http://www.ccakids.com/Syndrome/CleftLipPalate.pdf9Diakses tanggal 21 April 2013.
Dalimunthe (2008).Periodonsia. Medan: USU Press.
De Pietro MA (2010). A non-cancerous growth in the mouth.http://www.livestrong.com/article/273295-a-non-cancerous-growth-in-the-mouthDiakses tanggal 21 April 2013.
Debnath T (2002). Public health and preventive dentistry 2nd Ed. India: AITBS Publisher and Distributors(Regdt).
Dentisha (2010).Maloklusi.http://luv2dentisha.wordpress.com/Diakses tanggal 21 April 2013.
Elih dan Salim ( 2008). Perawatan gigi impaksi 21 dengan alat cekat standar edgewise.http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/perawatan_gigi_impaksi.pdfDiakses tanggal 21 April 2013.
Evy (2007). Squamous cell carcinoma.http://senyumsehat.wordpress.com/2007/09/17/izakod-bekal-izakod-kai/Diakses tanggal 21 April 2013.
Findya A (2010). Pemeliharaan oral hygiene dan penanggulangan komplikasi perawatan ortodonti. Sumatera Utara: USU.
Harty FJ (1995).Kamus kedokteran Ggigi, terj.alih bahasa drg. Narlan Sumawinata. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Institute of Dental and Craniofacial Research (2011).Anodontia.http://children.webmd.com/anodontiaDiakses tanggal 21 April 2013.
Irfan (2011). Definisi impaksi gigi. http://www.kesehatangigidanmulut.info/17.html Diakses tanggal 21 April 2013.
Kidd AM (1992). Dasar-dasar karies. Jakarta: EGC.
83
Lelyati S (1996). Kalkulus hubungannya dengan penyakit periodontal dan penanganannya.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08KalkulusHubungannyadenganPenyakitPeriodontal113.pdf/08KalkulusHubungannyadenganPenyakitPeriodontal113.html. Diakses tanggal 21 April 2013.
Lukisari C(2010). Xerostomia: salah satu manifestasi oral diabetik. http://canelukisari.blogspot.com/2010/04/xerostomia-salah-satu-manifestasi-oral.html Diakses tanggal 21 April 2013.
Machfoedz I (2006).Menjaga kesehatan gigi dan mulut anak-anak dan ibu hamil. Yogyakarta: Fitramaya.
Magdalena M (2009).Candida albicans. Sumatera Utara: USU.
Medicastore (2012). Gingivitis (radang gusi).http://medicastore.com/Diakses tanggal 21 April 2013.
Medicastore (2012). Pulpitis (radang pulpa gigi).http://medicastore.com/Diakses tanggal 21 April 2013.
Mozartha M (2010). Plaque dan karang gigi.http://etalaseilmu.wordpress.com/2010/04/29/ plaque -dan-karang-gigi/ Diakses tanggal 21 April 2013.
Nurhayani (2004).Perbedaan jumlah debris yang terdorong keluar apeks gigi pada preparasi saluran akar teknik step back dan crown down. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Obiechina AE (2001). Third Molar Impaction: evaluation of the symptoms and pattern of impaction of mandibular third molar teeth in nigerians. Odonto Stomatologie Tropicale Vol. 93.
Orstavik D (2007). Apical periodontitis: microbial infection and host responses. http://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/Content_store/Sample_chapter/9781405149761/9781405149761_4_001.pdf. Diakses tanggal 21 April 2013.
Patel A (2009). The developmental disturbences of jaws.http://www.scribd.com/doc/44674594/The-Developmental-Disturbences-of-Jaws Diakses tanggal 21 April 2013.
Patterson ( 2004). Leukoplakia. http://www.breadentistry.com/files/pdf/OPG_leuk.pdf. Diakses tanggal 21 April 2013.
84
Paul T (2009). Managementofimpactedteeth.http://faculty.ksu.edu.sa/Falamri/Presentations/Impacted-teeth.pdfDiakses tanggal 21 April 2013.
Philip C (2008). Xerostomia: recognition and management. American Dental Hygienist: pp 1-7.
Pintauli S (2008). Fairway to oral health in general practice. Medan: USU Press.
Ramil R (2010). Penatalaksanaan pada anodontia.http://www.ilmukesehatan.com/Diakses tanggal 21 April 2013.
Rangkuti NH (2007). Pebedaan leukoplakia dan hairy leukoplakia di rongga mulut. Medan: Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
Rifki A (2010). Perbedaan efektifitas menyikat gigi dengan metode roll dan horizontal pada anak usia 8 dan 10 tahun di medan. Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
Ronald LE (1996). Review: Xerostomia: A symptom which acts like a disease. Age and Ageing Vol. 26: pp 409-412.
RSMK (2011). Gingivitis (peradangan gusi).http://www.mitrakeluarga.com/bekasitimur/category/gigi/Diakses tanggal 21 April 2013.
Ruslin M (2011). Malocclusion.http://medicastore.com/Diakses tanggal 21 April 2013.
Salmiah S (2009). Gingivitis pada anak. Sumatera Utara: USU.
Santoso TB (2009). Micrognathia.http://health.detik.com/Diakses tanggal 21 April 2013.
Sararock (2010). Merokok merupakan pemicu utama terjadinya kanker lidah.Diakses tanggal 21 April 2013.
Scully C (2010).Candidiasis, mucosal.http://emedicine.medscape.com/article/ 1075227-overview#showall Diakses tanggal 21 April 2013.
Scully C (2003). The diagnosis and management of recurrent aphthous stomatitis: a consensus approach. J Am Dent Assoc vol. 134: pp 200-207.
85
Setiani dan Sufiawati (2005).Efektifitas heksetidin sebagai obat kumur terhadap frekuensi kehadiran jamur candida albicans pada penderita kelainan lidah.http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/EFEKTIVITAS%20HEKSETIDIN%20SBG%20OBAT%20KUMUR.pdfDiakses tanggal 21 April 2013.
Susanto C (2010). Need dan demand serta akibat dari maloklusi pada siswi SMU Negeri 1 Binjai. Medan: Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
Susanto AJ (2009). Penyakit periodontal (periodontal disease).http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/ae42e86e5d487ac19eb4c258acfc6ef7f0e6f9ca.pdf. Diakses tanggal 21 April 2013.
Syafriza D (2000). Skripsi: diagnosa dini karsinoma sel skuamosa di rongga mulut. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Tarigan R (2010). Karies gigi.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20092/4/Chapter%20II.pdfDiakses tanggal 21 April 2013.
Thimmappa B (2011). Management of micrognathia.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1797165/pdf/1746-160X-3-7Diakses tanggal 21 April 2013.
Thoothclub (2011).Dental diagnosis poor oral hygiene overview.http://www.toothiq.com/dental-diagnoses/dental-diagnosis-poor-oral-hygiene-overview.html/ Diakses tanggal 21 April 2013.
Walton, Torabinejad (1998). Prinsip dan praktek ilmu endodonsi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Widyanti N (2005). Pengantar ilmu kedokteran gigi pencegahan.Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran UGM.
Williams D (2011). Pathogenesis and treatment of oral candidosis.Journal of Oral Microbiology 2011, vol 3: 5771.
Wu CC (2007). A review of hypodontia: the possible etiologies and orthodontic, surgical and restorative treatment options—conventional and futuristic. Hong Kong Dent J. Vol. 4 No. 2.
86
Zieve D, Juhn G (2009). Glossitis. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001053.htm. Diakses tanggal 21 April 2013.
87