gilut

122
LEVEL KOMPETENSI 1 I. ANODONTIA A. Definisi Anodontia adalah suatu keadaan di mana semua benih gigi tidak terbentuk sama sekali. Sedangkan jika yang tidak terbentuk hanya beberapa gigi saja, keadaan tersebut disebut hipodontia atau oligodontia (Institute of Dental and Craniofacial Research, 2011). B. Etiologi Anodontia diduga disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan dan genetic. Anodontia merupakan penyakit genetik yang bersifat autosomal resesif dimana terjadi mutasi genetik pada gen MSXI yang berlokasi di 4pl6.1. Faktor lingkungan yang menghambat proliferasi sel basal gigi dari lamina dental dapat disebabkan oleh infeksi (misal: rubella, osteomielitis), trauma, obat-obatan (misal: thalidomide), kemoterapi atau radioterapi D. Klasifikasi 1. Anodontia adalah kelainan kongenital dimana semua gigi tidak tumbuh disebabkan tidak terdapatnya folikel gigi. Anodontia dapat dibagi menjadi: a. Anodontia total (anodontia vera) adalah keadaan dimana pada rahang tidak ada gigi susu maupun gigi tetap. b. Anodontia parsial adalah keadaan dimana pada rahang terdapat satu atau lebih gigi yang tidak tumbuh dan lebih sering terjadi pada gigi permanen daripada gigi 1

Upload: puspa-damayanti

Post on 26-Dec-2015

69 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

gilut

TRANSCRIPT

Page 1: gilut

LEVEL KOMPETENSI 1

I. ANODONTIA

A. Definisi

Anodontia adalah suatu keadaan di mana semua benih gigi tidak terbentuk sama

sekali. Sedangkan jika yang tidak terbentuk hanya beberapa gigi saja, keadaan tersebut

disebut hipodontia atau oligodontia (Institute of Dental and Craniofacial Research, 2011).

B. Etiologi

Anodontia diduga disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan dan genetic.

Anodontia merupakan penyakit genetik yang bersifat autosomal resesif dimana terjadi

mutasi genetik pada gen MSXI yang berlokasi di 4pl6.1. Faktor lingkungan yang

menghambat proliferasi sel basal gigi dari lamina dental dapat disebabkan oleh infeksi

(misal: rubella, osteomielitis), trauma, obat-obatan (misal: thalidomide), kemoterapi atau

radioterapi

D. Klasifikasi

1. Anodontia adalah kelainan kongenital dimana semua gigi tidak tumbuh disebabkan

tidak terdapatnya folikel gigi. Anodontia dapat dibagi menjadi:

a. Anodontia total (anodontia vera) adalah keadaan dimana pada rahang tidak ada

gigi susu maupun gigi tetap.

b. Anodontia parsial adalah keadaan dimana pada rahang terdapat satu atau lebih

gigi yang tidak tumbuh dan lebih sering terjadi pada gigi permanen daripada gigi

susu, yang termasuk anodontia parsial ialah hipodontia dan oligodontia

2. Hipodontia adalah keadaan dimana pada rahang tidak tumbuh 1-6 gigi. Pada

hipodontia, gigi-gigi yang paling sering tidak terbentuk adalah gigi premolar dua

rahang bawah, incisivus dua rahang atas, dan premolar dua rahang atas. Kelainan ini

dapat terjadi hanya pada satu sisi rahang atau keduanya (bilateral).

3. Oligodontia adalah keadaan dimana lebih dari 6 gigi tidak tumbuh (Wu, 2007).

1

Page 2: gilut

Gambar 1. Anodontia total (tidak tumbuh gigi sama sekali)

2

Page 3: gilut

Gambar 2. Hipodontia (tidak tumbuh 1-6 gigi pada satu satu rahang)

Gambar 3. Oligodontia (lebih dari 6 gigi tidak tumbuh)

E. Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis anodontia biasanya membutuhkan pemeriksaan rontgen

panoramik untuk memastikan semua benih gigi benar-benar tidak terbentuk.

3

Page 4: gilut

Gambar 4. Pemeriksaan Radiografik Oligodontia

E. Terapi

Apabila diagnosa telah ditegakkan melalui pemeriksaan, terapi yang dapat

dilakukan adalah pembuatan dan pemasangan gigi prostetik (Ramil, 2010).

Gambar 5.Maxillary Denture Gambar 6. Dental Implant Process

II. IMPACTED TEETH

A. Definisi

Gigi impaksi atau gigi terpendam (impacted teeth) adalah yang tidak dapat erupsi

seluruhnya atau sebagian karena tertutup oleh tulang, jaringan lunak atau kedua-duanya

(Irfan, 2011).

4

Page 5: gilut

B. Etiologi

Gigi impaksi disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Berger penyebab gigi

impaksi yakni :

1. Kausa Lokal merupakan faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya gigi

impaksi, antara lain:

a. Abnormalnya posisi gigi

b. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut

c. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut

d. Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi

e. Gigi desidui persistensi(tidak mau tanggal)

f. Pencabutan prematur pada gigi

g. Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi

h. Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi/ abses

i. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak.

2. Kausa Sistemik. Kelainan sistemik dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi

walaupun tidak ada kausa lokal, yakni:

a. Kausa Prenatal, yaitu keturunan dan “miscegenation”.

b. Kausa Postnatal, yaitu ricketsia, anemi, syphilis congenital, TBC, gangguan

kelenjar endokrin, dan malnutrisi.

c. Kelainan Pertumbuhan, yaitu Cleido cranial dysostosis, oxycephali, progeria,

achondroplasia, celah langit-langit (Dentisha, 2010).

C. Klasifikasi

Menurut klasifikasi George Winter, gigi impaksi digolongkan berdasarkan posisi

gigi terhadap gigi molar kedua. Posisi-posisinya meliputi

1. Vertical

2. Horizontal

3. Inverted

5

Gambar 1. Anatomi gigi impaksi

impaksi

Page 6: gilut

4. Mesioangular (miring ke mesial)

5. Distoangular (miring ke distal)

6. Bukoangular (miring ke bukal)

7. Linguoangular (miring ke lingual)

8. posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position (Fadillah,dkk. 2010).

6

Page 7: gilut

Vertikal : sumbu panjang molar 3 sejajar Horizontal : sumbu panjang molar 3 arah

dengan sumbu panjang molar 2 horizontal

7

Page 8: gilut

Inverse : gigi yang impaksi memiliki Transverse : gigi yang impaksi secara

arah sumbu yang terbalik horizontal namun mengarah ke pipi-lidah

Gambar 2. Impaksi gigi menurut klasifikasi George Winter (Elih dan Salim 2008)

8

Mesio-Angular : Molar 3 yang impaksi miring ke arah molar 2 arah mesial

Disto-Angular : sumbu panjang molar 3 menjauh secara distal/posterior terhadap molar 2

Buccal Obliquity: gigi yang impaksi mengahadap ke arah bukal

Lingual Obliquity : gigi yang impaksi menghadap ke arah lingual

Page 9: gilut

Gigi molar tiga paling sering mengalami impaksi karena merupakan gigi yang

paling terakhir erupsi, ruangan erupsi yang dibutuhkannya kurang adekuat. Erupsi gigi

molar tiga akan selesai pada usia 20-24 tahun.

Gambar 4. Gambaran klinis impaksi gigi

D. Penegakan Diagnosis

Tanda-tanda umum terjadinya gigi impaksi adalah :

1. Inflamasi, yaitu pembengkakan disekitar rahang dan warna kemerahan pada gusi

disekitar gigi yang diduga impaksi

2. Resorpsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal sehingga meresorpsi

gigi tetangga

3. Rasa sakit atau perih disekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama (neuralgia)

4. Fraktur rahang (patah tulang rahang) (Obiechina, 2001).

Pada anamnesis pasien dengan impaksi gigi biasanya datang dengan keluhan sebagai

berikut:

1. Perikoronitis

Gejala-gejala yang timbul antara lain: rasa sakit di region tersebut, pembengkakan,

mulut bau (foeter exore), pembesaran limfonodi submandibular.

2. Periodontitis

Bila suatu gigi mendesak gigi tetangganya, dapat terjadi periodontitis pada gigi yang

didesak.

3. Parastesi dan neuralgia pada bibir bawah. Hal ini mungkin disebabkan karena tekanan

pada n.mandibularis. Tekanan pada n.mandibularis dapat juga menyebabkan rasa sakit

pada gigi premolar dan kaninus

9

Page 10: gilut

Anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan ekstra oral dan

pemeriksaan intra oral yang meliputi:

Pemeriksaan Ekstra Oral

Pada pemeriksaan ekstra oral yang menjadi perhatian adalah :

1. Adanya pembengkakan

2. Adanya pembesaran limfonodi (KGB)

3. Adanya parastesi

Pemeriksaan Intra Ora l

Pada pemeriksaan intra oral yang menjadi perhatian adalah :

1. Keadaan gigi,erupsi atau tidak

2. Adanya karies, perikoronitis

3. Adanya parastesi

4. Warna mukosa bukal,labial dan gingival

5. Adanya abses gingival

6. Posisi gigi tetangga,hubungan dengan gigi tetangga

7. Ruang antara gigi dengan ramus (pada molar tiga mandibular) (Kidd, 1992).

Pemeriksaan radiologis panoramik merupakan pemeriksaan penunjang yang

dianjurkan untuk menegakkan diagnosis gigi impaksi.

-

Gambar 5. Foto Radiografi Panoramic Impacted Teeth (Obiechina, 2001)

10

Page 11: gilut

E. Terapi

Secara umum, sebaiknya gigi impaksi dicabut (odontektomi), baik itu untuk gigi

molar tiga, caninus, premolar, maupun incisivus. Namun, harus diingat bahwa jika tidak

menyebabkan terjadinya gangguan pada kesehatan mulut dan fungsi pengunyahan di

sekitar rahang pasien, maka gigi impaksi tidak perlu dicabut.Pencabutan pada gigi

impaksi harus memperhatikan indikasi dan kontraindikasi yang ada.

Indikasi pencabutan gigi impaksi antara lain untuk mencegah terjadinya patologi

yang berasal dari folikel atau infeksi, mencegah perluasan kerusakan oleh gigi impaksi,

usia muda, adanya penyimpangan panjang lengkung rahang dan membantu

mempertahankan stabilisasi hasil perawatan ortodonsi, dan untuk kepentingan prostetik

dan restorative.

Kontraindikasi pencabutan gigi impaksi pasien dengan usia sangat ekstrim, telalu

muda atau lansia; kerusakan yang luas dan berdekatan dengan struktur yang lain; jika

tulang menutupi gigi yang impaksi sangat termineralisasi dan padat; apabila kemampuan

pasien untuk menghadapi tindakan pembedahan tergangguoleh kondisi fisik atau mental

tertentu (Paul, 2009).

Gambar 6. Odontektomi

11

Page 12: gilut

12

Page 13: gilut

Tabel 1. Kriteria pencabutan gigi impaksi

Kontraindikasi pencabutan gigi yang tidak erupsi atau impaksi

Anjuran pencabutanGigi yang tidak

erupsi atau impaksi

Indikasi kuat pencabutan gigi yang

tidak erupsi atau impaksi

Indikasi

lain

Jika diperkirakan terjadi erupsi sempurna

Gigi mengalami infeksi

Jika terdapat satu ataubeberapa episode infeksi, seperti perikoronitis, selulitis, abses atau patologi lainnya

Transplantasi autogenous pada soket gigi molar satu

Jika resiko pencabutanmelebihi manfaatnya,terutama yangberhubungan dengan kesehatan pasien

Pada pasien beresiko dan akses perawatan dental terbatas

Jika gigi mengalamikaries dan tidak dapatdirestorasi atau kariespada gigi tetangga, yang tidak dapat dirawat tanpa pencabutan

Fraktur mandibula pada regio gigi molar tiga atau gigi yang terlibat dalam reseksi tumor

Impaksi dalam tanpariwayat atau tanda-tanda patologi

Pada pasien yangmemiliki riwayat resiko potensial, seperti pernah menjalani radioterapi atau bedah jantung

Jika terjadi penyakitperiodontal akibat posisi gigi impaksi, dan mempengaruhi gigi tetangganya

Pencabutan profilaktik dapat dilakukan dalambeberapa kondisi medis tertentu

Jika resiko komplikasipembedahan tinggi atau diperkirakan dapat terjadi fraktur mandibula

Pada transplan gigi, bedah ortognatik, atau prosedur bedah lokal lain yang relevan

Dalam kasus kistadentigerous atau patologi serupa lainnya

Gigi molar tiga yangerupsi sebagian atau tidak erupsi, dekat dengan permukaan, sebelum dilakukan pembuatan gigitiruan atau bertetangga dengan daerah penanaman implan

Jika direncanakan untuk melakukan pencabutan gigi impaksi di bawahpengaruh AL, makapencabutan profilaktikgigi kontralateral yangtak-bergejala dikontraindikasikan

Jika direncanakan untuk melakukan pencabutan gigi di bawah pengaruh AU dan gigi kontralateralberesiko menimbulkan gangguan erupsi

Dalam kasus resorpsieksternal gigi molar tiga atau molar dua, jika diduga disebabkan oleh gigi molar tiga

Keterangan : AL = anestesi lokal; AU = anestesi umum.

13

Page 14: gilut

III.MALOCCLUSION

A. Definisi

Oklusi adalah kontak antara dua permukaan oklusal gigi-gigi rahang atas dan

bawah dalam posisi yang benar. Maloklusi adalah posisi oklusi yang terjadi di luar

oklusi normal (CCA, 2009).

Etiologi

1. Faktor Dental

Kelainan gigi yang menyebabkan terjadinya maloklusi adalah hipodontia,

supernumerary gigi, bentuk gigi konus, bentuk gigi tuberkel, mikrodontia,

makrodontia, dan terjadinya tanggalnya gigi yang terlalu cepat yang tidak sesuai

dengan waktu normalnya.

2. Herediter

Pola keturunan juga dapat menjadi sebab maloklusi. Sebagai contoh orantua laki-

laki memiliki rahang yang besar dan gigi yang besar pula,namun memiliki

lengkung gigi yang normal dan rapi menikah dengan orangtua perempuan yang

memiliki rahang yang kecil dan gigi-geligi yang kecil- kecil pula,memiliki

lengkung rahang yang normal dan kedudukan gigi- geligi yang rapi.

Maka perkiraan keturunan bisa terjadi keadaan anak dimana memiliki rahang yang

kecil namun gigi – geligi yang besar-besar sehingga terjadinya berjejalnya gigi

geligi yang akhrinya menyebabkan maloklusi.

3. Kebiasaan buruk

Terdapat bermacam-macam kebiasaan buruk dalam mulut anak, antara lain

menggigit jari, mengisap jari, menghisap bibir.

4. Trauma yang menyebabkan fraktur rahang

5. Tumor pada rongga mulut atau tumor pada rahang.

B. Diagnosa

Tanda yang dapat ditemukan pada pasien maloklusi yaitu: kelengkungan gigi

yang abnormal, tampilan wajah yang terlihat ganjil, kesulitan atau merasa tidak

nyaman ketika menggigit dan mengunyah makanan, susah berbicara/ pengucapan

yang ganjil, dan bernafas lewat mulut karena bibir yang sulit menutup (Susanto,

2010).

14

Page 15: gilut

Biasanya kelainan oklusi ditemukan saat pemeriksaan rutin gigi. Dokter gigi

akan mengecek seberapa keadaan oklusi dari gigi atas dan bawah. Bila ditemukan

kelainan, akan dirujuk kepada ahli orthodonti untuk mendiagnosis dan menatalaksana.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah radiografik panoramik (Ruslin, 2011).

Gambar 5. Foto Rontgen Panoramic Maloklusi

C. Terapi

Untuk mengatasi maloklusi biasanya melibatkan banyak faktor dan

membutuhkan perawatan khusus dengan menggunakan alat-alat ortodontik seperti 

alat cekat atau braces (Findya A, 2010).

15

Page 16: gilut

IV. DEBRIS

A. Definisi

Debris didefinisikan sebagai material lunak pada permukaan gigi yang terdiri dari

material alba, dan sisa makanan yang menumpuk dan tidak dibersihkan (Harty FJ, 1995).

B. Kriteria Perhitungan Debris Index (DI-S)

Tabel 2. Kriteria Perhitungan DI

Skor Kriteria

0 Jika tidak ada debris pada sonde setelah digoreskan ke permukaan

sepertiga cervical.

1 Jika terdapat debris pada sepertiga permukaan gigi.

2 Jika terdapat debris lebih dari sepertiga tetapi tidak lebih dari dua

pertiga permukaan gigi.

3 Jika terdapat debris di lebih dari dua pertiga permukaan gigi.

Gigi yang diperiksa adalah gigi yang telah erupsi sempurna dan jumlah gigi yang

diperiksa ada enam buah gigi tertentu dan permukaan yang diperiksa tertentu pula. Skor

debris meliputi (Findya, 2010):

Skor DI = jumlah nilai debris

jumlah gigi yg diperiksa

Kriteria DI :

0,0-0,7 : Baik

0,8-1,6 : Sedang

1,7-3,0 : Buruk

16

Page 17: gilut

C. Patogenesis

Debris terbentuk dari sisa-sisa makanan yang biasanya menempel di celah gigi

dan merupakan faktor pendukung timbulnya karies (lubang gigi).Debris dibedakan

menjadi food retention (sisa makanan yang mudah dibersihkan dengan air liur,

pergerakan otot-otot mulut, berkumur, atau dengan menyikat gigi) dan food impaction

(makanan yang terselip dan tertekan di antara gigi dan gusi yang biasanya hanya dapat

dibersihkan dengan dental floss/ benang gigi atau tusuk gigi).

D. Gambaran

Debris 1 Debris2

E. Penegakan Diagnosis

Pemeriksaan debris menggunakan Debris Index yaitu skor dari endapan lunak

yang terjadi karena ada sisa makanan yang melekat pada gigi penentu. Gigi penentu

tersebut adalah: pada rahang atas terdiri dari gigi 6 kanan kiri permukaan bukal dan gigi 1

kanan permukaan lingual, sedangkan pada rahang bawah terdiri dari gigi 6 kanan kiri

permukaan lingual dan gigi 1 kiri permukaan labial.

F. Terapi

Menyikat gigi secara teratur dan benar dapat menghilangkan debris dan sisa-sisa

makanan dari permukaan gigi.

17

Page 18: gilut

V. CALCULUS

I. Definisi

Karang gigi yang disebut juga kalkulus atau tartar adalah lapisan kerak berwarna

kuning yang menempel pada gigi yang dapat menyebabkan masalah pada gigi. Lapisan

kerak yang terbentuk terdiri dari kalsium karbonat dan fosfat yang bercampur dengan

debris, mikroorganisme, dan sel epitel yang telah terdeskuamasi.

II. Patogenesis

Kalkulus terbentuk dari dental plak yang mengeras pada gigi dan menetap dalam

waktu yang lama. Bakteri aktif penyebab karang gigi yaitu streptococcus dan anaerob

yang mengubah glukosa dan karbohidrat pada makanan menjadi asam. Kombinasi

bakteri, asam, sisa makanan dan air liur dalam mulut membentuk suatu subtansi berwarna

kekuningan yang melekat pada permukaan gigi yang disebut plaque. Karang gigi

(calculus) adalah plaque yang telah mengalami pengerasan, kalsifikasi atau remineralisasi

(Susanto, 2009).

Kalkulus merupakan tempat ideal bagi mikroorganisme mulut, karena terlindung

dari pembersihan alami oleh lidah maupun saliva. Akumulasi kalkulus dapat

menyebabkan iritasi dan inflamasi gusi (gingivitis). Jika akumulasi kalkulus cukup berat

maka dapat menyebabkan periodontis.

Diketahui ada dua macam kalkulus menurut letaknya terhadap gingival margin

yaitu kalkulus supragingival dan kalkulus subgingival.Kalkulus supragingival terbentuk

di atas gusi, atau pada sulcus, yaitu saluran antara gusi dan gigi.Ketika terjadi plak

supragingival, maka bakteri yang terkandung di dalamnya hampir semuanya merupakan

bakteri aerobik, atau bakteri yang dapat hidup di lingkungan penuh oksigen. Kalkulus

subgingival, terutama terdiri dari bakteri anaerobik, yaitu bakteri yang tidak dapat hidup

pada lingkungan yang mengandung oksigen karena terletak di bawah margin gingiva.

Bakteri anaerobic inilah yang berbahaya bagi gusi dan jaringan yang menempel pada gigi,

yang menimbulkan periodontitis. Pada umumnya, orang yang mengalami periodontitis

memiliki deposit kalkulus subgingival.

III.Gambaran

18

Page 19: gilut

Gambar 1. Calculus Gambar 2. Calculus

IV. Diagnosis

Calculus dihitung menggunakan Calculus Index Simplified (CI-S). Rahang atas

yang diperiksa adalah permukaan bukal gigi M1 kanan atas, permukaan labial gigi I1

kanan atas dan permukaan bukal gigi M1 kiri atas. Pemeriksaan dilakukan di permukaan

bukal karena saluran muara untuk kelenjar saliva yaitu pada glandula parotis terletak di

daerah bukal. Rahang bawah yang diperiksa adalah permukaan lingual gigi M1 kiri

bawah, permukaan labial gigi I1 kiri bawah dan permukaan lingual gigi M1 kanan bawah.

Pemeriksaan pada permukaan lingual karena saluran muara untuk kelenjar saliva yaitu

pada glandula sublingualis terletak di daerah lingual.

Calculus index (CI) diperoleh dari :

Skor CI = jumlah nilai kalkulus

jumlah gigi yg diperiksa

Kriteria CI adalah sebagai berikut :

0,0-0,6 = Baik

0,7-1,8 = Sedang

1,9-3,0 = Buruk

Calculus Indeks Simplified (CI-S) dihitung bersama dengan Debris Indeks Simplified

(DI-S) untuk menentukan kebersihan mulut seseorang atau biasa disebut Oral Hygiene

Index Simplified (OHI-S)

OHI-S = DI-S + CI-S

Tingkat kebersihan mulut secara klinis pada OHI-S dapat dikategorikan sebagai

berikut :

19

Page 20: gilut

0,0-1,2 = Baik

1,3 -3,0 = Sedang

3,1- 6,0 = Buruk

(Pintauli, 2008).

V. Terapi

Untuk menghilangkan dental plak dan kalkulus perlu dilakukan scaling. Terapi ini

selain mencegah inflamsi juga membantu periodontium bebas dari penyakit. Prosedur

scaling menghilangkan plak, kalkulus, dan noda dari permukaan gigi maupun akarnya.

Scalling dilakukan dengan peralatan khusus seperti alat ultrasonik, seperti periodontal

scaler dan kuret.

Setelah dilakukan proses scaling dapat diberikan antibiotik atau penggunaan obat

kumur untuk mengontrol terjadinya infeksi dan mendorong perbaikan pada gigi.

Antibiotik atau obat kumur juga dapat direkomendasikan untuk mengontrol pertumbuhan

bakteri yang dapat menyebabkan periodontitis (Dalimunthe, 2008).

20

Page 21: gilut

Dianjurkan melakukan tindakan pencegahan sebelum karang gigi timbul yaitu

dengan menyikat gigi secara teratur dan sempurna. Dental floss juga perlu digunakan

untuk membersihkan permukaan antar dua gigi yang sering menjadi tempat terselipnya

makanan dan menjadi tempat penimbunan plak. Obat kumur yang mengandung

clorhexidine dapat digunakan untuk mencegah timbulnya plak, obat ini dapat digunakan

setelah penyikatan gigi (Setiani, 2005).

Gambar 3.

Scaling calculus

21

Page 22: gilut

VI. PLAQUE

A. Definisi

Plak gigi adalah deposit lunak terakumulasi pada gigi. Plak gigi terdiri dari biofilm

bakteri (> 1010 bakteri/mg), sel epitel, leukosit, makrofag, matriks ekstraseluler yang

terbentuk dari produk bakteri dan saliva, serta komponen anorganik seperti kalsium dan

fosfor yang terdapat pada saliva. Plak yang mengalami kalsifikasi akan membentuk

kalkulus. Plak yang tidak dibersihkan dapat menyebabkan cavitas (caries) atau gangguan

periodontal seperti gingivitis dan periodontitis.

B. Patogenesis

Plaque merupakan lapisan lunak dan lengket di gigi terdiri dari kumpulan koloni

bakteri dan mikroorganisme lain yang bercampur dengan produk-produknya, sel-sel mati

dan sisa makanan. Metabolisme anaerob dari koloni ini menghasilkan asam yang

menyebabkan :

A. Demineralisasi permukaan gigi

B. Iritasi gusi di sekitar gigi gingivitis (merah, bengkak, gusi berdarah)

C. Plak gigi dapat termineralisasi dan membentuk calculus.

C. Klasifikasi

Dengan menggunakan perhitungan plaque index yaitu

PI =  Jumlah nilai PI untuk gigi   =   ¼ Jumlah PI setiap area Banyaknya gigi yang diperiksa Banyaknya gigi yang diperiksa

Kriteria penilaian Plaque Index :

0 = tidak ada plak pada daerah gingiva

1 = selapis tipis plak melekat pada tepi gingiva dan daerah yang berdekatan dengan gigi.

2 = pengumpulan deposit lunak yang sedang disertai poket gingival dan pada tepi gingiva

dan/ atau berdekatan dengan permukan gigi.

3 = banyaknya deposit lunak yang disertai poket gingival dan/ atau pada tepi gingiva dan

berdekatan dengan permukaan gigi (Debnath, 2002).

22

Page 23: gilut

D. Gambaran

23

Page 24: gilut

Gambar 1.Plaque

E. Penegakan Diagnosis

Penumpukan plak dalam jumlah sedikit yang tidak terlihat secara visual dapat

dideteksi dengan bahan pewarna (disclosing material). Bahan pewarna ada yang

berbentuk cairan dan tablet.Untuk bahan pewarna cairan, cairan pewarna diteteskan

beberapa tetes ke kapas yang dibulatkan, lalu dioleskan pada seluruh permukaan gigi,

kemudian kumur dengan air atau cairan pewarna dibiarkan di dalam mulut selama 15-30

detik baru dibuang. Sedangkan penggunaan bahan pewarna tablet, tablet dikunyah dan

kemudian biarkan bercampur dengan saliva dan biarkan saliva di dalam mulut sekitar 30

detik baru dibuang.

F. Terapi

Plak tidak dapat dihindari pembentukannya, sehingga perlu tindakan pencegahan

untuk mengurangi akumulasi plaque.Cara yang paling umum adalah sikat gigi dengan

pasta gigi yang mengandung flouride minimal 2 kali dalam sehari (Widyanti, 2005).

VII. DENTAL DECAY

A. Definisi

Dental decay atau karies gigi adalah proses demineralisasi dari bagian anorganik

(kalsium, fosfor, fluor) dan destruksi bagian organik (protein, lemak, karbohidrat) gigi

yang disebabkan oleh suatu interaksi antara mikroorganisme (produk-produk), ludah,

bagian-bagian yang berasal dari makanan dan email (Anggraeni, 2007).

24

Page 25: gilut

Gambar 1. Dental Decay

B. Klasifikasi

Menurut dalamnya struktur jaringan yang terkena, karies diklasifikasikan menjadi:

a. Karies superficialis (karies email)

Pada tahap ini, karies mengenai lapisan email dan menyebabkan iritasi

pulpa.Biasanya pasien belum mengeluh rasa sakit.

b. Karies media (karies dentin)

Karies sudah mengenai lapisan dentin dan menyebabkan reaksi hiperemi pada pulpa.

Nyeri bila terkena rangsangan panas dan dingin serta keluhan akan hilang bila

rangsangan dihilangkan.

c. Karies profunda

Karies sudah mengenai pulpa dapat berlanjut menjadi kematian jaringan pulpa

25

Page 26: gilut

Gambar 2. Karies Berdasarkan Struktur Jaringan yang Terkena

C. Etiologi

Karies gigi disebabkan oleh 4 faktor atau komponen yang saling berinteraksi yaitu :

1. Komponen dari gigi dan air ludah (saliva)/ Host yang meliputi : komposisi gigi,

morfologi gigi, posisi gigi, pH saliva, kuantitas saliva, kekentalan saliva.

2. Komponen mikroorganisme/ Agent yang ada dalam mulut yang mampu menghasilkan

asam melalui peragian seperti Streptococcus dan Laktobasilus.

3. Komponen makanan/ Environment, yang sangat berperan adalah makanan yang

mengandung karbohidrat misalnya sukrosa dan glukosa yang dapat diragikan oleh

bakteri tertentu dan membentuk asam.

4. Komponen waktu/ Time, merupakan kemampuan saliva untuk meremineralisasi selama

proses karies, menandakan bahwa proses tersebut terdiri dari periode perusakan dan

perbaikan yang silih berganti. Sehingga bila saliva berada dalam lingkungan gigi,

maka karies tidak akan menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, namun

dalam hitungan bulan.

D. Patogenesis

Enamel adalah jaringan keras yang kaya akan mineral. Karies dapat terjadi pada

enamel melalui proses kimiawi yaitu lingkungan asam yang diproduksi oleh bakteri.

Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya glukosa dapat diragikan oleh bakteri

tertentu dan dapat membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai di bawah 5

dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan

mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses karies pun terjadi.

Karies gigi dimulai dengan terjadinya demineralisasi pada lapisan enamel. Emailmenjadi

26

Page 27: gilut

keropos dan lambat laun akan terjadi lubang pada permukaan gigi. Tanpa perawatan yang

baik, proses karies terus berlanjut menjalar ke lapisan dentin Bila demineralisasi terus

berlangsung, karies dapat berkembang ke profunda dan mencapai rongga pulpa (Tarigan,

2010).

E. Diagnosis

1. Karies dini/karies email tanpa cavitas yaitu karies yang pertama terlihat secara

klinis, berupa bercak putih setempat pada email.

Anamnesis : terdapat bintik putih pada gigi

Pemeriksaan Objektif : ekstra oral tidak ada kelainan

Intra oral : kavitas (-) , lesi putih (+)

Terapi : pembersihan gigi, diulas dengan flour edukasi pasien/

Dental Health Education

2. Karies dini/karies email dengan kavitas yaitu karies yang terjadi pada email sebagai

lanjutan dari karies dini.

Anamnesa : gigi terasa ngilu

Pemeriksaan objektif : ekstra oral tidak ada kelainan

Intra oral : kavitas (+) baru mengenai email

Terapi : dengan penambalan

3. Karies dengan dentin terbuka/dentin hipersensitif yaitu peningkatan sensitivitas

akibat terbukanya dentin.

Anamnesa : - kadang-kadang terasa ngilu saat makan, minum air

dingin

- rasa ngilu hilang setelah rangsangan dihilangkan

- tidak ada rasa sakit spontan

Pemeriksaan objektif : ekstra oral tidak ada kelainan

Intra oral : kavitas mengenai dentin

Terapi : dengan penambalan.

27

Page 28: gilut

Gambar 3. Foto rontgen Dental Decay

F. Terapi

1. Penataksanaan karies gigi ditentukan oleh stadium saat karies terdeteksi:

2. Penambalan (filling) dilakukan untuk mencegah progresi karies lebih lanjut.

Penambalan biasa yang dilakukan pada karies yang ditemukan pada saat iritasi

atau hiperemia pulpa. Bahan yang digunakan yaitu amalgam, compsite resin dan

glass ionomer atau dengan inlay.

3. Ektraksi gigi merupakan pilihan terakhir dalam penatalaksanaan karies gigi.

Ekstraksi dilakukan bila jaringan gigi sudah sangat rusak sehingga tidak dapat

direstorasi. Gigi yang telah diekstraksi perlu diganti dengan pemasangan gigi

palsu (denture), implant atau jembatan (brigde).

4. Perawatan saluran akar (PSA) atau root canal treatment dilakukan bila sudah

terjadi pulpitis atau karies sudah mencapai pulpa. Setelah dilakukan PSA, dibuat

restorasi yang dinamakan Onlay (Nurhayani, 2004).

28

Page 29: gilut

VIII. PULPITIS

A. Definisi

Pulpitis merupakan peradangan pulpa yang pada umumnya merupakan kelanjutan dari

proses karies dan menimbulkan rasa nyeri. Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai

persyarafan terbanyak dibanding bagian lain pada pulpa. Jadi, saat melewati pembuluh

saraf yang terbanyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal dari pulpitis akut

(Medicastore, 2012).

Gambar 1. Pulpitis

B. Klasifikasi

Pengelompokkan penyakit pulpa menurut Walton (1998) yaitu sebagai berikut:

1. Pulpitis reversible

Suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang yang disebabkan oleh adanya

jejas, tetapi pulpa masih mampu kembali pada keadaan tidak terinflamasi setelah jejas

dihilangkan. Rasa sakit biasanya sebentar, yang dapat dihasilkan oleh karena jejas

termal pada pulpa yang sedang mengalami inflamasi reversibel, tetapi rasa sakit ini

akan hilang segera setelah jejas dihilangkan

2. Pulpitis Irreversibel

Suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simtomatik atau asimtomatik

yang disebabkan oleh suatu stimulus/jejas, dimana pertahanan pulpa tidak dapat

menanggulangi inflamasi yang terjadi dan pulpa tidak dapat kembali ke kondisi

semula atau normal.

3. Pulpitis hiperplastik (Pulpa Polip)

Suatu inflamasi pulpa produktif yang disebabkan oleh suatu pembukaan karies yang

besar pada pulpa muda. Terbukanya pulpa karena karies yang lambat dan progresif

merupakan penyebabnya. Untuk pengembangan pulpitis hiperplastik diperlukan suatu

29

Page 30: gilut

kavitas besar yang terbuka, pulpa muda yang resisten, dan stimulus tingkat rendah

yang kronis misalnya tekanan dari pengunyahan. Pada pulpitis hiperplastik kronis

tidak mempunyai gejala, kecuali selama mastikasi bila tekanan bolus makanan,

menyebabkan rasa tidak menyenangkan. Gangguan ini ditandai oleh perkembangan

jaringan granulasi, kadang-kadang tertutup oleh epithelium dan disebabkan karena

iritasi tingkat rendah yang berlangsung lama.

(a) (b)

Gambar 19. (a) Pulpitis Reversible; (b) Pulpitis Ireversible

C. Penegakan Diagnosis

1. Pulpitis reversible

Anamnesa :

Biasanya nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asin

Nyeri tidak spontan, tidak terus menerus

Rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan

Pemeriksaan Objektif :

Ekstra-oral : Tidak ada pembengkakan

Intra-oral :

a. Perkusi (-)

b. Karies mengenai dentin

c. Pulpa belum terbuka

d. Sondase (+)

e. Chlor etil (+)

2. Pulpitis Irreversible

Anamnesa: Nyeri tajam spontan terus-menerus

Pemeriksaan Objektif :

30

Page 31: gilut

- Ekstra-oral : tidak ada kelainan

- Intra-oral :

1) Karies mengenai dentin

2) Sondase (+)

3) Khlor ethil (+)

5). Perkusi bisa (+) bisa (-)

3. Pulpitis Hiperplastik (Pulpa Polip)

Pada pemeriksaan klinis terlihat adanya pertumbuhan jaringan granulasi dalam

kavitas yang besar. Gangguan ini ditandai oleh perkembangan jaringan granulasi,

kadang-kadang tertutup oleh epithelium dan disebabkan karena iritasi tingkat rendah

yang berlangsung lama.

Pada polip ini dapat ditemukan melalui pemeriksaan klinik tetapi perlu

dipastikan melalui pemeriksaan radiologi untuk melihat tangkai dari polip, berasal

dari ruang pulpa,perforasi bifurkasi atau gingiva. Warna pulpa polip agak kemerahan

mudah berdarah dan sensitif bila disentuh. Sedangkan warna gingiva polip lebih pucat

dan biasanya timbul pada karies besar yang mengenai proksimal

4. Nekrosis Pulpa

Anamnesa:

- Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan.

- Bau mulut, gigi berubah warna.

- Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari salah satu

atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.

Pemeriksaan Objective:

a. Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman

b. Sondase (-), Perkusi (-), dan Palpasi (-)

c. Terdapat lubang gigi yang dalam

E. Terapi

Pulpitis reversibel: pulpa caping dengan Ca Hidroksit

Pulpitis irreversibel: pulpektomi dan PSA

Nekrosis pulpa: PSA

31

Page 32: gilut

IX. PERIODONTITIS

A. Definisi

Periodontitis adalah peradangan jaringan periodontium (Susanto, 2009).

B. Etiologi

a. Dental plak

Plak adalah lapisan tipis pada permukaan gigi yang berisi bakteri beserta

produknya.Berperan penting pada terjadinya karies. Masa plak ini terdiri dari

kumpulan debris yang merupakan koloni campuran bakteri, saliva, sisa makanan,

epitel dan leukosit

b. Kalkulus

Kalkulus adalah suatu massa yang terdeposit pada permukaan gigi, biasanya pada

sela-sela gigi. Pada kalkulus melekat bakteri plak yang menghasilkan produknya

c. Food imfaction

Food imfaction adalah terdesaknya makanan/sisa makanan dalam jaringan peridontum

terutama gingiva oleh karena tekanan pengunyahan sering terjadi pada bagian

interproximal.Merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan produknya

dapat mengiritasi gingiva.

d. Trauma gigi

Trauma gigi diakibatkan karena adanya tekanan oklusal pada pengunyahan, jaringan

periodontum menerima daya tekan yang besar. Lama kelamaan jaringan periodontum

mengalami pelebaran, sehingga daerah tersebut mudah menjadi fokus infeksi, atau

bisa juga karena daya tekan yang besar yang diteruskan sampai ke akar gigi dan

jaringan periodontum sekitar, sehingga mudah terjadi inflamasi.

e. Karies gigi

Karies yang terus menerus meluas sampai profunda, sehingga akhirnya menyebabkan

periodontitis

f. Gigi gangren

Perluasan infeksi daerah gangrene gigi ke jaringan yang paling dekat yaitu jaringan

periodontium sehingga menyebabkan periodontitis (Lelyati S, 1996).

C. Patogenesis

Periodontitis merupakan akibat penumpukan plak dan karang gigi diantara gigi dan

32

Page 33: gilut

gusi.Akan terbentuk kantong diantara gigi dan gusi dan meluas ke bawah diantara akar

gigi dan tulang bawahnya.Kantong ini mengumpulkan plak dalam suatu lingkungan yang

bebas oksigen, yang mempermudah pertumbuhan bakteri.Jika keadaan ini berlanjut, pada

akhirnya banyak tulang rahang di dekat kantong yang rusak sehingga menyebabkan gigi

lepas. Periodontitis ditandai dengan peradangan gingiva (gingivitis), pembentukan pocket

(kantong gigi patologis), kerusakan ligament periodontal, serta kerusakan alveolar,

sehingga menyebabkan gigi menjadi goyang dan akhirnya lepas

Poket periodontal digolongkan dalam 2 tipe, didasarkan pada hubungan antara

epitelium junction dengan tulang alveolar.

1. Poket periodontal suprabony yaitu dasar poket merupakan bagian koronal dari puncak

tulang alveolar.

2. Poket periodontal infrabony yaitu dasar poket merupakan bagian apikal dari puncak

tulang alveolar.

Bila periodontitis berlanjut terus dan tidak segera dirawat maka lama kelamaan gigi akan

longgar dan lepas dengan sendirinya (Orstavik, 2007).

D. Gambaran

Gambar 1. Periodontitis

E. Penegakan Diagnosis

Tanda-tanda periodontitis yang perlu diperhatikan adalah:

gusi berdarah saat menggosok gigi,

gusi berwarna merah, bengkak dan lunak,

terlihat adanya bagian gusi yang turun dan menjauhi gigi,

terdapat nanah diantara gigi dan gusi,

gigi goyang.

33

Page 34: gilut

Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan periodontal probing, yaitu teknik yang

digunakan untuk mengukur kedalaman poket periodontal (kantong yang terbentuk di

antara gusi dan gigi). Sebagai tambahan, pemeriksaan radiografik (x-rays) juga perlu

dilakukan untuk melihat tingkat keparahan kerusakan tulang.

F. Terapi

Terapi periodontitis dengan premedikasi yaitu pemberian antibiotic untuk menyembuhkan

proses radang pada gigi, dan pemberian analgetik untuk menghilangkan rasa sakit. Setelah

gigi penyebab tidak terasa sakit, gigi tersebut dapat diekstraksi untuk menghilangkan fokus

infeksi.Pembersihan kantong gusi dapat dilakukan dengan alat khusus, yang dapat membuang

seluruh karang gigi dan permukaan akar gigi yang sakit. Untuk kantong yang dalamnya

mencapai 0,6 cm atau lebih, seringkali diperlukan pembedahan.

34

Page 35: gilut

X. GINGIVITIS

A. Definisi

Gingivitis adalah peradangan pada gingiva/ jaringan gusi. Proses peradangan terbatas

pada jaringan epitel mukosa yang mengelilingi bagian cervical dentin dan processus

alveolaris dentis (Medicastore, 2010).

Gambar 1. Gingivitis

B. Etiologi

Penyebab gingivitis dapat disebabkan oleh factor local maupun factor sistemik.

Faktor local meliputi maloral hygiene / kesehatan mulut yang buruk, adanya caries yang

besar dengan tepi yang tajam, calculus, adanya filling/tumpat pada gigi , jacket crown

maupun prothesa yang kurang sempurna, tidur dengan mulut terbuka maupun bernafas

dengan mulut serta kebiasaan menusuk gigi (Thoothclub, 2011).

Sedangkan faktor sistemik meliputi gangguan kelenjar endokrin (waktu hamil,

menopause), avitaminosis vitamin C, defisiensi vitamin A, B, C; penyakit sifilis,

rheumatic, nefritis, anemia, diabetes mellitus, alkoholisme, acut fever yang tinggi.obat-

obatan yang mengandung Hg, J, Bi, dan dosis terlalu tinggi akan menyebabkan ekskresi

dari darah, penggunaan kortikosteroid, siklosporin, leukemia, merokok serta kurangnya

sekresi saliva sehingga self cleaning dalam rongga mulut kurang (Salmiah, 2009).

Gambar 2. Gingivitis pada kehamilan Gambar 3.Gingivitis pada Diabetes mellitus

35

Page 36: gilut

Gambar

4.Gingivitis pada leukemia Gambar 5.Gingivitis karena obat

Penggunaan kortikosteroid dan siklosporin menyebabkan supresi sistem imun

sehingga infeksi dan peradangan pada gusi lebih mudah terjadi.Para perokok umumnya

memiliki jumlah karang gigi yang lebih banyak dibanding bukan perokok. Karang gigi

yang tidak dibersihkan serta gangguan sirkulasi darah ke gusi merupakan penyebab

mudahnya terjadi infeksi dan peradangan pada gusi (gingivitis).

C. Klasifikasi

a. Gingivitis Marginalis

Batas gingival berwarna merah tua, ada pembengkakan, pada remaja

b. Gingivitis Atrophicans

Gingival mengisut, batas pocket membengkak, calcullus subgingival (+)

c. Gingivitis Hypertrophicans

Sifatnya kronis dan tidak sakit, gingival membengkak, terutama terdapat pada remaja

wanita muda dan wanita gravid

d. Gingivitis Plaunt Vincent

Interdental papil necrose dan ulcera, bau busuk, ada demam, rasa sakit (+), kelenjar

lymphe membesar, gingiva merah dan ada pendarahan, kadang-kadang gigi goyah.

Laboratorium : Borellia vincenti dan Bacillus fusiformis

e. Gingivitis Herpetika (etiologi herpes virus)

Demam, bibir bengkak dan kering, gingiva merah dan bengkak.

f. Gingivitis Desquamatif

Merupakan keadaan yang paling sering ditemukan pada wanita pasca menopause.

Lapisan gusi yang paling luar terpisah dari jaringan dibawahnya. Gusi menjadi sangat

longgar sehingga lapisan terluarnya bisa digerakkan dengan kapas lidi. Selain itu bisa

pula disebabkan makanan panas, obat-obatan dan trauma (tusuk gigi) (RSMK, 2011)

36

Page 37: gilut

D. Penegakan Diagnosis

Gusi yang mudah berdarah adalah salah satu tanda-tanda dari radang gusi (gingivitis).

Gingivitis biasanya ditandai dengan gusi bengkak, warnanya merah terang, dan mudah

berdarah dengan sentuhan ringan.

E. Terapi

Kondisi medis yang menyebabkan atau memperburuk gingivitis harus diatasi. Kebersihan

mulut yang buruk, caries serta adanya cavitas pada gigi akan menjadi predisposisi untuk

terjadinya superinfeksi, nekrosis, rasa nyeri serta perdarahan pada gusi. Dengan sikat gigi

yang lunak dan perlahan, anjuran kumur-kumur dengan antiseptic yang mengandung

klorheksidin 0,2% untuk mengendalikan plak dan mencegah infeksi mulut. Pembersihan

karang gigi supragingiva dapat dilakukan bertahap (Setiani, 2005).

37

Page 38: gilut

XI. PERTUMBUHAN NON-KANKER

A. Definisi

Pertumbuhan nonkanker atau Noncancerous growth adalah neoplasma jinak yang

terdapat di rongga mulut, baik pada jaringan lunak maupun jaringan keras (De Pietro,

2010)

Gambar 22.Noncancerous growth pada rongga mulut (papiloma)

B. Patofisiologi

1. Neoplasma jinak jaringan lunak

Belum diketahui dengan pasti. Beberapa faktor yang diduga sebagai etiologinya

adalah iritasi kronik, infeksi virus, dan parasit, keturunan, embrional,

ketidakseimbangan hormonal, dan malnutrisi.

2. Neoplasma jinak jaringan keras

Selain faktor tersebut diatas ditambah dengan adanya sisa lamina dentalis organ email,

lapisan basal membran mukosa, dinding epitel kista dentigerosa.

C. Klasifikasi

1. Jenis-jenis neoplasma jaringan lunak adalah papiloma, fibroma, leiomioma,

rhabdomyoma, khondroma, hemangioma, limfangioma, hemangioendotelioma,

hemangiom persitoma, neurofroma, schwannoma.

2. Jenis-jenis neoplasma jaringan keras adalah :

a. Neoplasma epital : ameloblastoma, adenoameloblastoma, melanoameloblastoma.

38

Page 39: gilut

b. Neoplasma campuran : ameloblastik fibroma, ameloblastik hemangioma,

ameloblastik neurinoma, ameloblastik odontoma, odontoma kompleks, odontoma

compound.1

D. Diagnosis

Pada pemeriksaan dan gejala klinis biasa ditemukan tumor yang tumbuh lambat dan

umumnya asimptomatik, berkapsul, tumbuh ekspansif, tidak/jarang kambuh kembali,

tidak bermetastase, warna seperti jaringan sekitar (kecuali hemangioma), permukaan

rata, lunak dan dapat digerakkan dari dasarnya.Pada pemeriksaan ekstra oral didapatkan

benjolan pada jaringan lunak/keras, serta gigi terpendam atau tidak tumbuh (neoplasma

jaringan keras).Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pula pemeriksaan penunjang

berupa pemeriksaan radiologis dan histopatologis.

E. Terapi

Tindakan terapi yang dilakukan oleh dokter gigi spesialis bedah mulut adalah ekstirpasi

(pengangkatan massa neoplasma), reseksi (reseksi tulang dan massa neoplasma), dan

metode dredging (deflasi/enukleasi tergantung jenis neoplasma yang dilanjutkan dengan

dredging dua sampai tiga bulan kemudian.

39

Page 40: gilut

XII. ORAL SQUAMOUS CELL CARCINOMA

A. DEFINISI

Karsinoma sel skuamosa merupakan tumur ganas yang berasal dari sel-sel epitel

skuamosa yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan biasanya menimbulkan

metastase.

B. ETIOLOGI

Penyebab Karsinoma sel skuamosa yang pasti belum diketahui. Penyebabnya

diduga berhubungan dengan bahan karsinogen dan faktor predisposisi. Insiden kanker

mulut berhubungan dengan umur yang dapat mencerminkan waktu penumpukan,

perubahan genetik dan lamanya terpapar inisiator dan promotor ( seperti: bahan kimia,

iritasi fisik, virus, dan pengaruh hormonal ), aging selular dan menurunnya imunologik

akibat aging. Faktor predisposisi yang dapat memicu berkembangnya kanker mulut antara

lain adalah tembakau, menyirih, alkohol, dan faktor pendukung lain seperti penyakit

kronis, faktor gigi dan mulut, defisiensi nutrisi, jamur, virus, serta faktor lingkungan

(Sararock, 2010).

1. Tembakau

Tembakau berisi bahan karsinogen seperti : nitrosamine, polycyclic aromatic,

hydrokarbon, nitrosodicthanolamine, nitrosoproline, dan polonium. Tembakau

merupakan faktor etiologi tunggal yang paling penting.Tembakau dapat dikunyah-

kunyah, atau diletakkan dalam mulut untuk diisap, pada semua keadaan tersebut

tembakau mempunyai efek karsinogenik pada mukosa mulut.

Efek dari penggunaan tembakau yang tidak dibakar ini erat kaitannya dengan timbulnya

“oral leukoplakia” dan lesi mulut lainnya pada pipi, gingiva rahang bawah, mukosa

alveolar, dasar mulut dan lidah. Mengunyah tembakau dengan menyirih dapat

meningkatkan keterpaparan carcinogen tobacco specific nitrosamine (TSNA) dan

nitrosamine yang berasal dari alkaloid pinang.

2. Menyirih

Komposisi utama dari menyirih adalah daun sirih (Piper betel leaves), buah pinang

(Areaca nut), kapur sirih (Antacid), dan gambir (Uncaria Gambier Roxb). Menurut

penelitian, kegiatan menyirih dapat menimbulkan efek negatif terhadap jaringan mukosa

di rongga mulut yang dikaitkan dengan penyakit kanker mulut dan pembentukan

40

Page 41: gilut

karsinoma sel skuamosa yang bersifat malignan akibat komposisi menyirih, frekuensi

menyirih, durasi menyirih, dan penggunaan sepanjang malam.

3. Alkohol

Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara konsumsi alkohol yang tinggi

terhadap terjadinya karsinoma sel skuamosa.Minuman alkohol mengandung bahan

karsinogen seperti etanol, nitrosamine, urethane contaminant.Alkohol dapat bekerja

sebagai suatu solvent (pelarut) dan menimbulkan penetrasi karsinogen kedalam jaringan

epitel.Acelylaldehyd yang merupakan alkohol metabolit telah diidentifikasi sebagai

promotor tumor. Alkohol merupakan salah satu faktor yang memudahkan terjadinya

leukoplakia, karena pemakaian alkohol dapat menimbulkan iritasi pada mukosa.

Faktor pendukung lain

1. Penyakit Kronis

Penyakit kronis dapat menjadi faktor predisposisi bagi timbulnya keganasan. Penyakit

tersebut antara lain adalah sifilis. Sifilis merupakan faktor predisposisi yang penting dari

karsinoma mulut.Dengan berkurangnya sifilis tertier dan sifilis glositis, peranan sifilis

juga makin berkurang, oleh karena itu adanya sifilis harus tetap diperiksa pada setiap

keadaan karsinoma.

2. Faktor Gigi dan Mulut

Keadaan rongga mulut yang tidak terjaga ikut ambil peranan memicu timbulnya kanker

rongga mulut. Iritasi kronis yang terus menerus berlanjut dan dalam jangka waktu lama

dari restorasi yang kasar, gigi-gigi karies/akar gigi, dan gigi palsu yang letaknya tidak pas

akan dapat memicu terjadinya karsinoma.

3. Diet dan nutrisi

Diet dan nutrisi yang penting pada neoplasma mulut diindikasikan pada beberapa study

populasi dimana defisiensi dikaitkan pada resiko karsinoma sel skuamosa.Buah-buahan

dan sayur-sayuran (vitamin A dan C) yang tinggi merupakan proteksi terhadap

neoplasma, sedangkan daging dan cabe merah powder didiagnosa sebagai faktor

resiko.Zat besi berperan dalam melindungi pemeliharaan epitel.Defisiensi zat besi,

menyebabkan atropi epitel mulut dan Plummer Vinson Syndrome yang berhubungan

dengan terjadinya kanker mulut.

4. Jamur

41

Page 42: gilut

Kandidiasis dalam jaringan rongga mulut mempengaruhi patogenesis dari kanker

mulut.Kandidiasis ada hubungannya dengan diskeratosis pada epitelium walaupun tidak

jelas apakah kandida ikut berperan dalam etiologi diskeratosis.

5. Virus

Virus dipercaya dapat menyebabkan kanker dengan mengubah struktur DNA dan

kromosom sel yang diinfeksinya.Virus dapat ditularkan dari orang ke orang melalui

kontak seksual. Virus penyebab karsinoma sel skuamosa antara lain Human Papiloma

Virus, herpes simplex virus tipe 1 (HSV-1), human immunodeficiency Virus (HIV), dan

Epstein Barr Virus.4,5 Human Papiloma Virus positif dijumpai lebih tinggi pada tumor

rongga mulut (59%), faring (43%), dan laring (33%).

6. Faktor Lingkungan

Sejumlah faktor lingkungan dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker, salah satunya

adalah pemaparan yang berlebihan dari sinar ultraviolet, terutama dari sinar

matahari.Selain itu, radiasi ionisasi karsinogenik yang digunakan dalam sinar x,

dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom juga dapat

meningkatkan resiko terjadinya kanker.

C. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis karsinoma sel skuamosa pada stadium awal sering tidak

menunjukkan gejala yang jelas.Tidak ada keluhan dan tidak sakit.Umumnya berupa

leukoplakia, eritroplakia ataupun erosi dan pada stadium lanjut dapat berbentuk eksofitik

yang berupa papula dan nodul, ataupun endofitik yang dapat berupa ulser, erosi, fisur.

Gambaran klinis kanker rongga mulut pada berbagai lokasi rongga mulut mungkin

memiliki beberapa perbedaan. Untuk lebih jelas, gambaran klinis akan dibahas secara

terpisah menurut lokasinya (Evy, 2007).

42

Page 43: gilut

Gambar 1: Karsinoma sel skuamosa pada mukosa bukal

Gambar 2: Karsinoma sel skuamosa pada

lidah

Gambar 3: Karsinoma sel skuamosa pada bibir

43

Page 44: gilut

Gambar 4: Karsinoma sel skuamosa pada dasar mulut

Gambar 5: Karsinoma sel skuamosa pada

gingiva

Gambar 7: Karsinoma sel skuamosa pada

palatum

D. DIAGNOSA

Pemeriksaan klinis, pemeriksaan patologi, dan pemeriksaan radiologi merupakan metode

yang dapat mendukung diagnose dini kanker di rongga mulut.

1. Pemeriksaan klinis

44

Page 45: gilut

Pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan umun, pemeriksaan lokal, dan status regional.

Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan penampilan, keadaan umum, dan metastase

jauh serta pemeriksaan lokal dengan cara inspeksi dan palpasi bimanual. Kelainan dalam

rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan

penerangan. Seluruh rongga mulut dilihat mulai dari bibir sampai orofaring

posterior.Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan memasukkan 1-2 jari ke dalam

rongga mulut.Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanual.

2. Pemeriksaan Patologi

Pemeriksaan mikroskopis dibutuhkan untuk mendiagnosis displasia atau atipia yang

menggambarkan kisaran abnormalitas selular, termasuk perubahan ukuran sel dan

morfologi sel, gambaran peningkatan mitotik, hiperkromatisme dan perubahan pada

ulserasi dan maturasi selular yang normal.

3. Pemeriksaan Radiologi

Terdiri dari radiologi rutin, Computed Tomography (CT), Magneting Resonanse imaging

(MRI) dan Ultra Sonografi dapat menunjukkan keterlibatan tulang dan perluasan lesi.6

(Syafriza, 2000).

E. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kanker rongga mulut tergantung pada tipe sel, derajat differensiasi,

tempat, ukuran dan lokasi lesi primer, status kelenjar getah bening, keterlibatan tulang

untuk mencapai tepi bedah yang adekuat, kemampuan untuk melindungi fungsi

penelanan, berbicara, status fisik dan mental pasien, pemeriksaan keseluruhan dari

komplikasi yang potensial dari setiap terapi, pengalaman ahli bedah, radiotherapist dan

keinginan serta kooperatifan pasien.

Kemoterapi dan pembedahan digunakan dalam pengobatan kanker

mulut.Pembedahan atau Kemoterapi dapat digunakan untuk lesi T1 dan T2, sedangkan

kanker stadium lanjut dilakukan dengan gabungan kemoterapi dan pembedahan.

45

Page 46: gilut

XIII. XEROSTOMIA

A. DEFINISI

Xerostomia didefinisikan sebagai keluhan subjektif dari mulut kering yang disebabkan

oleh penurunan produksi saliva. Xerostomia adalah kondisi yang berhubungan dengan

penurunan penghasilan saliva dan perubahan dalam komposisi saliva seperti saliva

menjadi kental. Xerostomia juga berkaitan dengan gangguan mengunyah, gangguan

bicara, gangguan pengecapan, halitosis, dan meningkatnya infeksi oral (Lukisari C,

2010).

B. ETIOLOGI

Xerostomia merupakan suatu kondisi kekeringan dalam mulut yang dapat disebabkan

beberapa faktor, yaitu :

1. Obat-obatan

Xerostomia adalah efek samping yang sering dan signifikan dari obat-obatan yang

banyak diresepkan. Obat-obatan yang mempunyai efek antikolinergik seperti

antidepresan, antipsikotik, antiretroviral, dan muscle relaxants dapat menyebabkan

xerostomia.

2. Usia

Xerostomia umumnya terjadi pada orang yang sudah tua. Keadaan ini disebabkan

oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur

yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya. Seiring dengan

meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi

kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan ikat

dan lemak, lining sel duktus intermediate mengalami atropi. Keadaan ini

mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva.

3. Terapi radiasi leher dan kepala

Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah terbukti

dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat

kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Jumlah kerusakan kelenjar

saliva tergantung dari jumlah dosis radiasi yang diberikan selama terapi radiasi.

Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari kelenjar saliva parotis

dibandingkan dengan kelenjar saliva sublingualis.

4. Gangguan pada kelenjar saliva

46

Page 47: gilut

Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang mempengaruhi kelenjar saliva dan

menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialodenitis kronis lebih sering

mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan

degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus.Kista-kista dan tumor kelenjar

saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-

struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian mempengaruhi sekresi

saliva.

C. GAMBARAN

Gambar 17.1 Xerostomia

D. DIAGNOSIS

Diagnosis xerostomia ditentukan berdasarkan anamnesis yang terarah, pemeriksaan

klinis dalam rongga mulut dan pemeriksaan laboratorium. Dalam melakukan anamnesis

dengan penderita dapat diajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan terarah yang dapat

menentukan penyebab dan mendiagnosis xerostomia. Pemeriksaan klinis dapat dilakukan

dengan melihat gejala-gejala klinis yang tampak dalam rongga mulut. Gambaran klinis

tersebut antara lain : hilangnya genangan saliva pada dasar mulut, mukosa terasa lengket

bila disentuh dengan jari ataupun ujung gagang instrumen. Mukosa juga terlihat merah

dan pada kasus-kasus yang lebih lanjut permukaan dorsal lidah terlihat berfisur dan

berlobul (Ronald, 1996).

E. TERAPI

Terapi yang diberikan tergantung pada berat ringannya keadaan keluhan mulut

kering. Pada keadaan ringan dapat dianjurkan untuk sering berkumur atau mengunyah

permen karet yang tidak mengandung Quia. Bila keluhan mulut kering disebabkan

pemakaian obat-obatan, maka mengganti obat dari katagori yang sama mungkin akan

47

Page 48: gilut

dapat mengurangi pengaruh mulut kering. Pada keadaan berat dapat digunakan zat

perangsang saliva dan zat pengganti saliva.

Obat perangsang saliva hanya akan membantu jika ada kelenjar saliva yang masih

aktif. Mouth Lubricant dan Lemon Mucilage yang mengandung asam sitrat dan dapat

merangsang sangat kuat sekresi encer dan menyebabkan rasa segar di dalam mulut.

Tetapi obat ini mempunyai pH yang rendah sehingga dapat merusak email dan dentin.

Mentol dalam kombinasi dengan zat-zat manis dapat merangsang baik sekresi seperti air

maupun sekresi lendir, memberi rasa segar di dalam mulut.

Salivix, yang berbentuk tablet isap berisi asam malat, gumarab, kalsium laktat,

natrium fosfat, Iycasin dan sorbitol akan merangsang produksi saliva. Permen karet bebas

Quia atau yang mengandung xylitol dapat menginduksi sekresi saliva encer seperti air.

Sekresi saliva juga dapat dirangsang dengan pemberian obat-obatan yang mempunyai

pengaruh merangsang melalui sistem syaraf parasimpatis, seperti pilokarpin,

karbamilkolin dan betanekol.

Bila zat perangsang saliva tidak memadai untuk mengatasi keluhan mulut kering,

maka digunakan zat pengganti saliva. Berbagai persyaratan untuk zat ini seperti bersifat

reologis, rasa menyenangkan, pengaruh buffer, peningkatan remineralisasi dan

menghambat demineralisasi, menghambat pertumbuhan bakteri dan sifat pembasahan

yang baik. Pengganti saliva ini tersedia dalam bentuk cairan, spray dan tablet isap (Philip,

2008).

48

Page 49: gilut

LEVEL KOMPETENSI 2

XXIV. MICROGNANTIA DAN MACROGNANTIA

A. Definisi

a. Micrognatia adalah suatu kelainan pertumbuhan dari maksila dan atau mandibula,

dimana ukurannya lebih kecil dari normal. Biasanya ditemukan bersamaan dengan

microglossi (lidah kecil). Jika micronagtia, microglossi dan celah pada pallatum

molle terjadi bersamaan disebut Sindroma Pierre Robin.

Gambar 1.Micrognantia

b. Macrognatia adalah suatu kelainan dimana mandibula lebih besar dari pada normal.

Kasus ini jarang terjadi, kadang-kadang dapat dijumpai pasien micronagtia

pada praktik dokter gigi yang sering diduga sebagai maloklusi II atau sebaliknya.

Gambar 2.Macrognantia

B. Etiologi

Penyebab micrognatia dapat terjadi secara kongenital dan didapat. Micrognatia

kongenital berhubungan dengan kelainan kromosom, obat teratogenik dan genetic

syndrome antara lain Pierre Robin syndrome, Hallerman-Streiff syndrome, trisomi 13,

trisomi 18, progeria, Teacher-Collins syndrome, Turner syndrome, Smith-Lemli-Opitz

49

Page 50: gilut

syndrome, Russel-Silver syndrome, Seckel syndrome, Cri du cat syndrome, dan Marfan

syndrome. Micrognatia didapat disebabkan oleh trauma atau infeksi yang menimbulkan

gangguan pada sendi rahang, dijumpai pada penderita ankilosis yang terjadi pada anak-

anak

Etiologi macrognatia berhubungan dengan perkembangan protuberentia yang

berlebih yang dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui penyakit.

Beberapa kondisi yang berhubungan dengan macrognatia adalah Gigantisme pituitary,

Paget’s Disease, dan akromegali (Patel, 2009).

C. Klasifikasi

Micronagthia dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Micronagtia sejati, adalah keadaan dimana rahang cukup kecil yang terjadi akibat

hipoplasia rahang.

b. Micronagtia palsu, adalah keadaan jika terlihat salah satu posisi rahang terletak

lebih ke posterior atau hubungan abnormal maksila dan mandibula (Santoso, 2009).

D. Penegakan Diagnosis

Biasanya penderita micronagthia dan macronagthia mengalami masalah estetika,

oklusi, pernapasan, dan pemberian makan pada bayi.

E. Penatalaksanaan

Terapi yang disarankan adalah dengan operasi orthognathic untuk memperluas atau

mengecilkan maksila dan mandibula (Thimmappa, 2011).

50

Page 51: gilut

XXV. LABIAL AND PALATE CLEFT

A. Definisi

Labial cleft (labioschisis) atau bibir sumbing adalah kelainan berupa celah pada bibir

atas yang didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada langit-langit rongga

mulut, kelainan ini disebut palate cleft (palatoschisis). Dan apabila celah terdapat pada

bibir atas hingga langit-langit rongga mulut, disebut labial palate cleft

(labiopalatoschisis).

Gambar 1. Palatoschisis (a) dan Labiopalatoschisis (b)

A. Labioschisis, B. Labioschisis, C. Labiopalatoschisis, D. Palatoschisis

B. Etiologi

Penyebab labioschisis sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa hipotesis

yang dikemukakan dalam perkembangan kelainan ini antara lain :

51

a b

Page 52: gilut

1. Insufisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan untuk proses tumbuh-kembang organ-

organ terkait selama masa embrional, seperti juga pada anomali kongenital lainnya.

2. Pengaruh penggunaan obat-obatan yang bersifat teratogenik, termasuk jamu- jamuan

3. Infeksi khususnya infeksi viral dan khlamidia (toksoplasmosis).

4. Faktor genetik, yang diduga kuat pada keluarga dengan riwayat kelainan yang sama.

C. Diagnosis

1. Celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut

2. Kesulitan saat menghisap asi karena sulitnya melakukan gerakan menghisap

3. Gangguan pendengaran karena infeksi yang mengenai tuba eustachia

4. Pertumbuhan rahang anak terganggu.. Susunan gigi-geligi dapat menjadi berjejal

karena kurang berkembangnya rahang.

D. Terapi

1. Tatalaksana Bedah

Segera setelah seorang bayi dilahirkan dengan sumbing, ada 3 hal yang ditakuti

sehingga perlu tatalaksana tindakan bedah:

1. Kesulitan menyusui, sehingga mengganggu pertumbuhannya

2. Resiko tersedak karena adanya hubungan antara rongga mulut dan hidung

3. Sumbatan jalan napas (sindrom seperti sindrom Pierre-Robin dimana terdapat

sumbing palatum disertai mikrognatia sedangkan lidah berukuran normal).

Perawatan dapat dilakukan sejak bayi lahir oleh tim dokter khusus yang

mencakup doktergigi spesialis bedah mulut, dokter spesialis bedah plastik, ahli terapi

bicara, audiologist (ahli pendengaran), dokter spesialis anak, dokter gigi spesialis gigi

anak. Keputusan tentang waktu yang tepat untuk melakukan operasi dipengaruhi oleh

beberapa hal antara lain perkembangan kemampuan bicara dan pertumbuhan maksila

pasien.

Usia yang tepat untuk dilakukannya operasi belum dibuktikan secara ilmiah.

Para ahli berpendapat bahwa pasien yang menjalani operasi sebelum usia 12 bulan

mempunyai kemampuan berbicara lebih baik, karena setelah usia tersebut

perkembangan fonologik baru dimulai, sehingga intervensi dini diperkirakan dapat

memeberikan hasil yang lebih memuaskan daripada pasien yang menjalani operasi

diantara usia 2 hingga 4 tahun. Pasien yang menjalani operasi setelah usia 9 tahun

mempunyai kemampuan berbicara yang paling burukOperasi menghambat

52

Page 53: gilut

pertumbuhan dari rahang atas sehingga menyebabkan penyempitan pertumbuhan dari

lengkung rahang atas. Hal ini dapat menyebabkan maloklusi, crowding, lateral cross

bite, dan open bite. Keadaan ini memerlukan intervensi orthodonti.

53

Page 54: gilut

XXVI. LEUKOPLAKIA

A. DEFINISI

Leukoplakia adalah lesi prekanker yang berkembang di daerah lidah dan pada

bagian dalam pipi karena adanya iritasi kronis. Leukoplakia berbentuk makula mukosa

kronis yang berwarna putih (Patterson, 2004).

B. ETIOLOGI

Etiologi yang pasti dari leukoplakia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti,

tetapi predisposisi menurut beberapa ahli klinis terdiri dari faktor yang beraneka ragam,

yaitu faktor lokal, faktor sistemik, dan malnutrisi vitamin.

1. Faktor Lokal

Biasanya merupakan segala macam bentuk iritasi kronis, antara lain:

a. Trauma

Trauma karena gigitan tepi atau akar gigi yang tajam

Iritasi dari gigi yang malposisi

Pemakaian protesa yang kurang baik sehingga menyebabkan iritasi

Adanya kebiasaan menggigit jaringan mulut, pipi dan lidah

b. Kemikal atau termal

Tembakau

Terjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut tidak hanya disebabkan oleh asap

rokok dan panas yang terjadi pada waktu merokok, tetapi dapat juga disebabkan

oleh zat-zat yang terdapat di dalam tembakau yang ikut terkunyah.

Alkohol

Telah banyak diketahui bahwa alkohol merupakan salah satu faktor yang

memudahkan terjadinya leukoplakia, karena pemakaian alkohol dapat

menimbulkan iritasi pada mukosa.

Bakteri

Leukoplakia dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri, penyakit periodontal

yang disertai kebersihan mulut yang kurang baik.

2. Faktor Sistemik

Kemungkinan lain adalah adanya penyakit sistemik, misalnya sipilis. Pada penderita

dengan penyakit sipilis pada umumnya ditemukan adanya "syphilis glositis".

54

Page 55: gilut

Candidiasis yang kronik dapat menyebabkan terjadinya leukoplakia. Untuk

mengetahui diagnosis yang pasti dari leukoplakia, sebaiknya dilakukan pemeriksaan

klinik, histopatologi, serta latar belakang etiologi terjadinya lesi.

3. Faktor Malnutrisi Vitamin

Defisiensi vitamin A diperkirakan dapat mengakibatkan metaplasia dan keratinisasi

dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa respiratorius.Beberapa

ahli menyatakan bahwa leukoplakia di uvula merupakan manifestasi dari pemasukkan

vitamin A yang tidak cukup.Apabila kelainan tersebut parah, gambarannya mirip

dengan leukoplakia (Patterson, 2004).

C. GAMBARAN

Leukoplakia ditandai dengan adanya plak putih yang tidak bisa digolongkan secara

klinis atau patologis ke dalam penyakit lainnya. Leukoplakia merupakan lesi prakanker

yang paling banyak, yaitu sekitar 85% dari semua lesi prakanker.

Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lidah, bibir, palatum, daerah

dasar mulut, gingival, mukosa lipatan bukal, serta mandibular alveolar ridge. Bermacam-

macam bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi tergantung dari awal terjadinya lesi tersebut,

dan setiap individu akan berbeda (Patterson, 2004)..

D. DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis leukoplakia masih sering mengalami kendala. Hal ini disebabkan

oleh beberapa hal seperti etiologi leukoplakia yang belum jelas serta perkembangan yang

agresif dari leukoplakia yang mula-mula hanya sebagai hiperkeratosis ringan namun

dapat menjadi karsinoma sel skuamosa dengan angka kematian yang tinggi.

Berdasarkan konsep yang diterima oleh World Health Organization maka batasan

leukoplakia adalah lesi yang tidak ada konotasi histologinya dan dipakai hanya sebagai

deskripsi klinis. Jadi definisinya adalah suatu penebalan putih yang tidak dapat digosok

sampai hilang dan tidak dapat digolongkan secara klinis atau histologi sebagai penyakit-

penyakit spesifik lainnya (contoh: seperti likhen planus, lupus eritematosus, kandidiasis,

white sponge naevus).

E. PENATALAKSANAAN

Penanganan leukoplakia dapat dibagi menjadi 2 tindakan, yaitu

55

Page 56: gilut

1. Penanganan medis

Tujuan dari penanganan ini adalah untuk mendeteksi dan mencegah perubahan

leukoplakia menjadi sel ganas.Bila leukoplakia masih berupa plak putih saja, tidak

diperlukan tindakan khusus untuk menanganinya. Terdapat beberapa tindakan yang

disarankan untuk dilakukan, akan tetapi hingga saat ini belum ditemukan pengobatan

definitif untuk penyakit ini.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan diantaranya:

Tunggu dan amati

Pemberian obat, misalnya agen antiinflamasi, vitamin, agen sitotoksik

Tindakan operasi, misalnya laser, scapel, cryosurgery, electrocautery, terapi

photodynamic

Pasien juga harus menghindari faktor-faktor yang menyebabkan leukoplakia seperti rokok

dan alkohol.Penyakit ini dapat dapat sembuh dengan sendirinya atau malah bertambah

buruk dengan mengalami displasia.Displasia pada lesi yang terdapat di daerah dengan

resiko tinggi kanker harus ditangani secara serius dan lesi harus segera diangkat.

2. Penanganan operasi

Tindakan operasi masih menjadi penanganan pilihan untuk leukoplakia

kecil.Electrocautery, cryosurgery dan laser sama-sama efektif, dimana proses ini sangat

tergantung kepada kemampuan patologis untuk mengevaluasi luas serta derajat displasia

yang terjadi. Pasien juga harus diperiksa secara berkala, kira-kira setiap 2-3 bulan sekali

karena tingkat kekambuhan penyakit yang sangat tinggi.Pasien yang tidak mengalami

kekambuhan selama 3 tahun tidak perlu melakukan pemeriksaan berkala lagi, tapi pasien

dengan residual leukoplakia harus melakukan pemeriksaan berkala seumur hidup.

56

Page 57: gilut

LEVEL KOMPETENSI 3

XXVII. GLOSSITIS

A. Definisi

Glositis adalah suatu keradangan pada lidah.Glossitis bisa terjadi akut atau

kronis.Penyakit ini juga merupakan kondisi murni dari lidah itu sendiri atau merupakan

cerminan dari penyakit tubuh yang penampakannya ada pada lidah. Glossitis dapat

menyerang semua lapisan usia. Penyakit ini sering terjadi pada laki-laki dibandingkan

pada perempuan (Zieve, 2009).

Gambar 1. Glossitis

B. Etiologi

Terdapat beberapa penyebab dari glossitis bisa lokal maupun sistemik. Bakteri dan

infeksi virus dapat merupakan penyebab lokal dari glossitis. Trauma atau iritasi mekanis

dari sesuatu yang terbakar, gigi atau peralatan gigi merupakan penyebab lokal yang lain.

Iritasi lokal seperti dari tembakau, alkohol dan makanan yang pedas ataupun makan yang

berbumbu dapat juga menciptakan kondisi glossitis ini, reaksi alergi dari pasta gigi, obat

kumur dan bahan bahan lain yang diletakkan di dalam mulut merupakan salah satu

penyebab lokal(Zieve, 2009).

Glossitis sistemik merupakan hasil dari kelainan nutrisi, penyakit kulit dan infeksi

sistemik. Seseorang dengan kekurangan gizi/ malnutrisi atau kurangnya asupan vitamin B

dalam dietnya juga menyebabkan glossitis ini terbentuk. Penyakit kulit seperti oral lichen

planus, erythema multiforme, aphthous ulcers, dan pemphigus vulgaris juga bisa

menyebabkan glossitis. Glossitis pada syphilis dan HIV merupakan gejala awal yang akan

muncul. (Zieve, 2009).

C. Penegakan Diagnosis

57

Page 58: gilut

Dari anamnesis, dapat ditemukan nyeri lidah, sulit untuk mengunyah, menelan atau

untuk bercakap cakap. Lidah yang mempunyai kelainan ini permukaannya akan terlihat

halus (pada anemia pernisiosa), dapat ditemukan beberapa ulserasi, lidah terlihat

bengkak serta adanya perubahan warna lidah, lidah berwarna pucat pada penderita anemia

pernisiosa dan berwarna merah gelap bila penyebab glossitis adalah kekurangan vitamin

B yang lain. Penyebab glossitis secara pasti dicari melalui pemeriksaan lain seperti

biopsy.

D. Terapi

Penanganan glossitis tergantung dari kausanya. Antibiotik diberikan bila kelainan

melibatkan bakteri. Bila penyebabnya adalah defisiensi gizi, maka diperlukan supplement

yang memadai, seperti pemberian zat besi karena ciri defisiensi utama dari glossitis ini

adalah anemia defisiensi besi. Pembengkakan dan rasa tidak nyaman di mulut diatasi

dengan pemberian kortikosteroid. Kebersihan rongga mulut, dengan penggunaan sikat

gigi, dental floss dan membersihkan lidah selepas makan, harus diusahakan untuk

mencegah kekambuhan. Penggunaan bahan obat atau makanan yang merangsang iritasi

lidah sebaiknya dihindari, termasuk makanan yang panas dan mengandung alkohol.

Berhenti merokok dan penggunaan tembakau dalam jenis apapun. Indikasi rawat inap

pasien glossitis adalah bila lidah sudah menghalangi jalan napas oleh proses enlargement.

58

Page 59: gilut

LEVEL KOMPETENSI 4

XXVIII. CANDIDIASIS

A. Definisi

Candidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut yang disebabkan

oleh pertumbuhan abnormal dari jamur Candida albikans (Amin, 2010).

59

Page 60: gilut

Gambar 1. Candidiasis

B. Etiopatogenesis

Faktor utama penyebab oral candidiasis:

1. Faktor yang mengubah status kekebalan

a. Blood dyscrasia / malignansi lanjut

b. Orang tua / bayi

c. Terapi radiasi / kemoterapi

d. Inf. HIV / gangguan imunodefisiensi lainnya

e. Kelainan endokrin

f. Hipotiroid atau hipoparatiroid

g. Kehamilan

h. Terapi kortikosteroid / hipoadrenalism

2. Faktor yang mengubah lingkungan mukosa oral

a. Xerostamia

b. Terapi antibiotika

c. Kebersihan mulut dan gigi yang jelek

d. Malnutrisi / malabsorpsi

e. Defisiensi besi, asam folat atau vitamin

f. Acidic saliva / diet kaya karbohidrat

g. Perokok berat

h. Oral epithelial dysplasia (Scully, 2010).

Kandidiasis adalah penyakit infeksi oportunistik. Pada orang sehat, jamur Candida

tidak menyebabkan masalah apapun dalam rongga mulut, tetapi karena faktor patogenitas

jamur (faktor pejamu) dan faktor ketahanan tubuh pasien (faktor host), jamur tersebut

dapat tumbuh secara berlebihan dan menginfeksi rongga mulut. Candidiasis oral biasanya

terjadi di mukosa pipi sebelah dalam, lidah, palatum mole dan permukaan rongga mulut

lain. Tampak sebagai bercak-bercak (pseudomembran) putih coklat muda kelabu yang

sebagian besar terdiri atas pseudomisellium dan epitel yang terkelupas, dan hanya terdapat

erosi minimal pada selaput. Lesi dapat terpisah-pisah dan tampak seperti kepala susu pada

rongga mulut. Bila pseudomembran terlepas dari dasarnya, tampak daerah yang basah dan

merah (Andryani, 2010).

60

Page 61: gilut

C. Klasifikasi dan Gambaran Klinis

Candidiasis oral dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok (Magdalena 2009), yaitu:

1. Akut, dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a. Candidiasis Pseudomembranosus Akut

Candidiasis ini biasanya disebut juga sebagai thrush. Secara klinis,

pseudomembranosus kandidiasis terlihat sebagai plak mukosa yang putih atau

kuning, seperti cheesy material yang dapat dihilangkan dan meninggalkan

permukaan yang berwarna merah. Candidiasis ini terdiri atas sel epitel deskuamasi,

fibrin, dan hifa jamur dan umumnya dijumpai pada mukosa labial, mukosa bukal,

palatum keras, palatum lunak, lidah, jaringan periodontal dan orofaring. Keberadaan

candidiasis pseudomembranosus ini sering dihubungkan dengan penggunaan

kortikosteroid, antibiotik, xerostomia, dan pada pasien dengan sistem imun rendah

seperti HIV/AIDS.

Gambar 2. Candidiasis Pseudomembranosus Akut

b. Candidiasis Atrofik Akut

Tipe kandidiasis ini kadang dinamakan sebagai antibiotic sore tongue atau

juga candidiasis eritematus dan biasanya dijumpai pada mukosa bukal, palatum, dan

bagian dorsal lidah dengan permukaan tampak sebagai bercak kemerahan.

Penggunaan antibiotik spektrum luas maupun kortikosteroid sering dikaitkan dengan

timbulnya candidiasis atrofik akut. Pasien yang menderita candidiasis ini mengeluh

adanya rasa sakit seperti terbakar.

61

Page 62: gilut

Gambar 3. Candidiasis Atrofik Akut

2. Kronik, dibedakan atas tiga jenis, yaitu :

a. Candidiasis Atrofik Kronik

Candidiasis atrofik kronik disebut juga denture sore mouth atau denture related

stomatitis dan merupakan bentuk kandidiasis paling umum yang ditemukan pada

60% pemakai gigi tiruan. Gambaran klinis denture related stomatitis ini berupa

daerah eritema pada mukosa yang berkontak dengan permukaan gigi tiruan. Gigi

tiruan yang menutupi mukosa dari saliva menyebabkan daerah tersebut mudah

terinfeksi jamur. Berdasarkan gambaran klinis yang terlihat pada mukosa yang

terinflamasi di bawah gigi tiruan rahang atas, denture stomatitis ini dapat

diklasifikasikan atas tiga yaitu

• Tipe I : tahap awal dengan adanya pin point hiperemi yang terlokalisir

• Tipe II : tampak eritema difus pada mukosa yang berkontak dengan gigi tiruan

• Tipe III : tipe granular (inflammatory papillary hyperplasia) yang biasanya

tampak pada bagian tengah palatum keras

Gambar 4. Denture Stomatitis tipe I

62

Page 63: gilut

Gambar 5. Denture Stomatitis tipe II

Gambar 6. Denture Stomatitis tipe III

b. Candidiasis Hiperplastik Kronik

Candidiasis ini terlihat seperti plak putih pada bagian komisura mukosa bukal

atau tepi lateral lidah yang tidak dapat hilang bila dihapus. Kondisi ini dapat

berkembang menjadi keganasan. Candida leukoplakia ini dihubungkan dengan

kebiasaan merokok.

Gambar 7. Candidiasis Hiperplastik Kronik

c. Median Rhomboid Glositis

Median Rhomboid Glositis merupakan bentuk lain dari atrofik kandidiasis

yang tampak sebagai daerah atrofik pada bagian tengah permukaan dorsal lidah, dan

cenderung dihubungkan dengan perokok dan penggunaan obat steroid yang dihirup.

63

Page 64: gilut

Gambar 8. Median Rhomboid Glositis

1. Keilitis Angularis

Keilitis Angularis atau disebut juga angular stomatitis atau perleche merupakan

infeksi campuran bakteri dan jamur Candida yang umumnya dijumpai pada sudut mulut

baik unilateral maupun bilateral. Sudut mulut yang terinfeksi tampak merah dan sakit.

Keilitis angularis dapat terjadi pada penderita anemia defisiensi besi, defisiensi vitamin

B12.

Gambar 9. Kelitis Angularis

D. Pemeriksaan

Untuk menentukan diagnosis kandidiasis oral, harus dilakukan pemeriksaan

mikroskopis disamping pemeriksaan klinis dan mengetahui riwayat penyakit. Bahan

pemeriksaan dapat diambil dengan beberapa cara yaitu usapan (swab) atau kerokan

(scraping) lesi pada mukosa. Selanjutnya, bahan pemeriksaan tersebut diletakkan pada

gelas objek dalam larutan potassium hydroksida (KOH), hasilnya akan terlihat

pseudohyphae yang tidak beraturan atau blastospora. Selain pemeriksaan

mikroskopis.dapat dilakukan kultur dengan menggunakan agar sabouraud`s atau

eosinmethylene blue pada suhu 37% C, hasilnya akan terbentuk koloni dalam waktu 24 –

48 jam.

64

Page 65: gilut

E. Terapi

Perawatan Candidiasis oral yaitu dengan menjaga kebersihan rongga mulut,

memberi obat-obatan antifungal baik lokal maupun sistemik, dan berusaha menanggulangi

faktor predisposisi, sehingga infeksi jamur dapat dikurangi (Williams, 2011).

Menurut jenisnya, obat-obat antijamur diklasifikasikan menjadi beberapa golongan

yaitu:

1. Antibiotik

a. Polyenes :amfotericin B, Nystatin, Hamycin, Nalamycin

b. Heterocyclicbenzofuran : griseofulvin

2. Antimetabolite: Flucytosine (5 –Fe)

3. Azoles

a. Imidazole (topical): clotrimazol, Econazol, miconazol (sistemik) : ketokonazole

b. Triazoles (sistemik) : Flukonazole, Itrakonazole

4. Allylamine Terbinafine

5. Antijamur lainnya : tolnaftate, benzoic acid, sodiumtiosulfat.

Menurut cara pemberiannya, terdapat dua jenis obat antifungal, yaitu pemberian obat

antifungal secara topikal dan sistemik. Pengobatan antijamur topikal untuk oral candidiasis

meliputi penggunaan nistatin oral pastilles atau clotrimazole troches, dosis kedua obat

topikal antijamur ini yaitu 10 mg dikulum di dalam mulut 2-5 kali sehari. Sediaan obat

yang lain yaitu suspensi nystatin (100.000 U/ml) cara penggunaan dengan dioleskan pada

daerah terinfeksi 1-2 ml empat kali sehari. Nystatin dihasilkan oleh streptomyces noursei,

mekanisme kerja obat ini dengan cara merusak membran sel yaitu terjadi perubahan

permeabilitas membran sel.

Untuk kandidiasis yang lebih berat (kandidiasis esofageal ) yang dapat menyebar

sampai keluar rongga mulut, terapi supresif anti jamur meliputi ketokonazole sistemik (10

mg/kg/hari), amphotericin B, atau fluconazole 1 kali sehari. Flukonazole, dapat digunakan

pada seluruh penderita kandidiasis termasuk pada penderita immunosupresif. Efek

samping mual,sakit di bagian perut, sakit kepala,eritme pada kulit. Mekanisme kerjanya

dengan cara mempengaruhi Cytochrome P 450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan

membran sel. Topikal fluorida harus digunakan jika obat ini diberikan untuk jangka waktu

yang panjang (Williams, 2011).

65

Page 66: gilut

XXIX. MOUTH ULCER

A. Definisi

Ulkus ialah defek lokal atau ekskavasasi permukaan jaringan atau organ, yang

lebih dalam dari jaringan epitel. Ulkus yang terbentuk di mukosa mulut merupakan

gambaran lesi oral yang sangat umum ditemui dan dikeluhkan pasien dalam praktik

sehari-hari. Prevalensi ulkus di mukosa mulut rata-rata berkisar antara 15% hingga 30%.

Gambar 1. Ulkus pada rongga mulut

B. Etiologi

Penyebab timbulnya ulkus di mukosa mulut antara lain karena berbagai infeksi atau

gangguan sistemik lainnya, terutama kelainan darah, saluran pencernaan, atau kulit.

Neoplasma ganas biasanya mulai sebagai pembengkakan atau benjolan, tetapi dapat

bermanifestasi sebagai bisul. Ulkus sering juga disebabkan oleh trauma atau luka bakar,

aphtha, terkadang disebabkan pula karena obat-obatan

C. Klasifikasi

1. Ulkus Akibat Reaksi Obat (Stomatitis Medikamentosa)

Berbagai macam obat dapat menyebabkan timbulnya ulkus di mukosa mulut. Perlu

ditanyakan kepada pasien apakah pasien menkonsumsi obat-obatan yang dapat

menjadi penyebab ulkus tersebut

2. Aphtha

66

Page 67: gilut

Aphtha merupakan ulkus kecil berbentuk oval atau bulat, yang dilapisi eksudat abu-

abu dan dikelilingi halo berwarna merah, yang merupakan karakteristik dari stomatitis

aftosa rekuren.

Minor aphtha (Mikulicz’s aphtha)

- Durasi 7 hingga 10 hari

- Cenderung tidak terlihat pada gingiva, palatum, atau dorsum lidah

- Ulkus multipel dengan jumlah 2 hingga 10 buah dalam satu episode

Major aphtha (Sutton’s ulcers)

- Dapat berlangsung selama berbulan-bulan

- Ulkus multipel dengan jumlah kurang dari 6 buah

- Paling sering ditemukan pada palatum, tenggorokan, dorsum lidah, dan

bibir (Scully, 2003).

3. Ulkus herpetiformis

Diawali dengan aphtha multipel dengan ukuran pin point yang nantinya membesar

dengan bentuk irregular, Terutama terdapat pada lidah bagian ventral dan terdapat

manifestasi ekstraoral

4. Sindroma Behçet’s

Dengan adanya riwayat ulkus berulang

5. Eritema Multiformis

Riwayat ulkus berulang pada bibir yang diawali dengan makula eritematosa berisi

cairan yang saat pecah bentuknya ireguler, meluas, dan nyeri dengan adanya cairan

eksudat serosanguinosa yang nantinya menjadi krusta

6. Ulkus Tunggal dan Multipel

Beberapa faktor yang dapat membantu tegaknya diagnosis penyakit dengan

manifestasi ulkus adalah jumlah ulkus, bentuk, ukuran, tempat, dasar, batas, dan ada

atau tidaknya nyeri.Sebuah ulkus tunggal, terutama jika bertahan selama tiga minggu

atau lebih biasanya merupakan indikasi kronis dan sering ditemui pada penyakit ganas

atau infeksi serius (misalnya tuberkulosis atau infeksi jamur).

Klasifikasi lesi ulkus secara umum di mukosa mulut:

1. Lesi Multipel Akut

a. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis

b. Eritema Multiformis

c. Stomatitis Alergika

d. Stomatitis Viral Akut

67

Page 68: gilut

e. Ulkus oral karena kemoterapi kanker

2. Ulkus Oral Rekuren

a. Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS)

b. Sindrom Behcet’s

c. Infeksi virus herpes simpleks rekuren

3. Lesi Multipel Kronik

a. Pemphigus Vulgaris

b. Pemphigus Vegetan

c. Pemphigoid Bulosa

d. Pemphigoid Sikatrik

e. Lichen Planus Bulosa Erosif

4. Ulkus Tunggal

a. Histoplamosis

b. Blastomikosis

c. Mucormikosis

d. Infeksi virus herpes simplex kronis

D. Terapi

Pada kebanyakn kasus, mouth ulcer dapat sembuh dengan sendirinya pada beberapa hari.

Namun ada beberapa cara yang sederhana untuk mengurangi rasa sakit dan kesulitan makan:

1) Hindari makanan pedas, asam, keras, atau terlalu panas

2) Hindari minuman soda atau air jeruk

3) Pakai sedotan waktu minum

4) Berkumur dengan air garam

5) Ada yang menganggap bahwa madu dapat mengurangi rasa sakit

6) Mengganti pasta gigi dengan pasta gigi yang tidak mengandung natrium lauryl sulfat

(SLS). (Scully, 2003).

Obat kumur chlorhexidine dapat mengurangi rasa sakit. Mungkin juga membantu luka

untuk sembuh lebih cepat. Hal ini juga membantu untuk mencegah luka menjadi terinfeksi.

Obat kumur chlorhexidine biasanya digunakan dua kali sehari (Scully, 2003).

E. Diagnosis

Penting untuk menetapkan penyebab ulkus mulut. Beberapa penyelidikan meliputi:

68

Page 69: gilut

1) Pemeriksaan fisik - tergantung pada berat ringannya penyakit tersebut. Sebagai

contoh, jika luka besar dan kuning, itu kemungkinan besar disebabkan oleh trauma.

Cold sores di dalam mulut cenderung sangat banyak dan tersebar di sekitar gusi, lidah,

tenggorokan dan bagian dalam pipi. Demam menandakan lika dapat disebabkan oleh

infeksi herpes simpleks.

2) Darah rutin - untuk memeriksa tanda-tanda infeksi.

3) Biopsi kulit - jaringan dari ulkus diambil dan diperiksa di laboratorium.

69

Page 70: gilut

XXX. PAROTITIS

1. Definisi

Penyakit infeksi yang menyerang glandula parotis disebabkan oleh virus Paramyxovirus

2. Etiologi Parotitis

Agen penyebab parotitis epidemika adalah paramyxovirus. Virus ini merupakan virus RNA

rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae.

Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4

hari pada suhu ruangan.  Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 ºC, oleh formalin, eter,

serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung

atau mulut. Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke

kalenjar limfa local dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang

berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis,

ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf pusat

melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini

adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan

terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari

sesudah munculnya pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum

pembengkakan kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang

3. Manifestasi Klinis

Sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun

demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat

menjadi sumber penularan penyakit tersebut. Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong

sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18  hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah

terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan

38,5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri

rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit

membuka mulut).

70

Page 71: gilut

2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali

dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami

pembengkakan.

3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur mengempis.

4. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan

kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria dewasa adalanya terjadi

pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.

 

4. Komplikasi klinis

Komplikasinya meliputi septicemia, osteomielitis mandibular, ekstensi fasial, obstruksi jalan

napas, mediastinitis, thrombosis vena jugulris interna, dan disfungsi nervus fasialis.

Gondongan telah dilaporkan menyebabkan meningoensefalitis, pankretitis, orkitis,

miokarditis, perikarditis, arthritis, dan nefritis.

5. Prognosis

Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit,  tetapi

kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti ini dapat

menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar liur.

6. Pemeriksaan Diagnostik

a.  Darah rutin

Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya leukopenia ringan

b.  Amilase serum

Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan pembengkakan parotis

dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2 minggu. Kadar amylase normal dalam

darah adalah 0-137 U/L darah

7. Tatalaksana

a. Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited disease (sembuh/hilang

sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi spesifik

bagi parotitis karena virus, oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya

71

Page 72: gilut

simptomatis dan suportif. Penderita dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi

(keadaan umum cukup baik).

Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita:

b. Istirahat yang cukup

c. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup

d. Medikamentosa Analgetik-antipiretik bila perlu

- metampiron : anak > 6 bulan 250 – 500 mg/hari maksimum 2 g/hari

- parasetamol  : 7,5 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis

- hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin berisiko menimbulkan

Sindrom Reye

e. Sialagog seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna untuk mengurangi oedem

di daerah parotis

f. Cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya

asupan oral

72

Page 73: gilut

TEMUAN KASUS DI BANGSAL DI RS DR MOEWARDI

Nama : Ny. AA

Usia : 38 tahun

Jenis Kelamin : perempuan

No RM : 0125563

Kamar : Melati 1/ 7H

Alamat : Mojogedang,Karanganyar

Diagnosis :

1. Klinis B 20

2. Oral Thrush

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Badan lemas

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluh badan lemas 3 hari SMRS, pasien mengeluh badan bertambah lemas

dengan aktivitas dan tidak berkurang dengan pemberian makan. Berat badan

megalami penerunan 8 kg dalam 2 minggu, BAK 5-6 kali perhar (warna kuning

jernih) tidak dirasakan ada keluhan

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DM : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat jantung : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat Faktor Risiko

Riwayat pemakaian tatto : (-)

Riwayat narkoba/jarum suntik: disangkal

73

Page 74: gilut

Riwayat Seks tidak aman : (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Gizi : kesan kurang

Vital sign : Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi: 78x/menit

Frekuensi napas : 20x/menit Suhu: 36,50C

Mata : conjungtiva pucat(-/-), sklera ikterik (-/-),

Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Mulut : papil lidah atrofi (-), oral thrush (+)

Leher : simetris, trachea di tengah, JVP tidak meningkat, KGB servikal

membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri tekan (-)

Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat, Ictus cordis teraba di

SIC IV, 2 cm linea midclavicularis sinistra

Perkusi : Kesan Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : HR 100 kali/menit, reguler BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (-), gallop (-)

Paru : Inspeksi : simetris statis dan dinamis

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor / sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBK (-/-)

Abdomen : Inspeksi : dinding perut sejajar dari dinding dada

Auskultasi : peristaltik usus (+) Normal 10 x

Perkusi : timpani, ascites (-), pekak alih (-), area traube (+)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-)

Extremitas : Atas : oedem (-/-), akral dingin (-/-)

Bawah : oedem (-/-), akral dingin (-/-)

74

Page 75: gilut

PEMERIKSAAN LAB

Gambaran Darah Tepi : Anemia normositik normokromik karena proses kronis

infeksi

Patologi klinik 31 Mei 2014: Albumin 2,3 (N=3,5-5,2)

Hb 11,7 (N=13-18)

Trombosit 126 (N=170-380)

Anti HBc positif (N=Negatif)

GDS 185 (N=140)

SGOT 84 (N=35)

SGPT 63 (N=45)

Creatinin 0,7 (N=0,9-1,3)

TERAPI

- Bedrest tidak total

- Diet TKTP 2100 kkal

- Infus NaCl 0,9% 20 tpm

- Injeksi omeprazol 40 mg IM

- Nystatin drop 4 x gtt 1

75

Page 76: gilut

TEMUAN KASUS DI POLIKLINIK GIGI DAN MULUT RS DR MOEWARDI

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Usia : 75 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Selogiri,Wonogiri

Tanggal Pemeriksaan : 31 Mei 2014

Pekerjaan : Wiraswasta

2. Status Medis/ Anamnesis sistemik

Alergi : -

Riwayat penyakit keluarga : -

Riwayat penyakit dahulu : -

Riwayat mondok : -

3. Status Oral

Extra oral:

a. Maxilla : tidak ada kelainan

b. Mandibular : terdapat massa

c. Bibir : tidak ada kelainan

Intra oral:

a. Lingua : tidak ada kelainan

b. Left buccal : tidak ada kelainan

c. Upper gingiva : tidak ada kelainan

d. Palatum : tidak ada kelainan

e. Right buccal : tidak ada kelainan

f. Lower gingiva : terdapat massa

Oral hygiene : Jelek

76

Page 77: gilut

4. Subjective

1. Keluhan utama

Pasien merasakan terdapat daging tumbuh dibagian rahang kiri bawah

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien merasakan nyeri menjalar hingga kepala

3. Riwayat penyakit dahulu

Pasien merasakan ada benjolan + 2 tahun yang lalu dan pasien sudah

disarankan untuk operasi tapi menolak. + 2 bulan yang lalu pasien merasakan

benjolan semakin membesar dan nyeri, tidak dapat membuka mulut 2 jari.

5. Objective

1. Element: terdapat massa dimandibula posterior kiri konsitensi lunak

berbenjol,ukuran 2x5 cm

Sondasi: tidak dilakukan Palpasi: (+)

Perkusi: tidak dilakukan Chlor etil: tidak dilakukan

2. Inspeksi lain:

Rontgen: panoramic

Laboratorium: DR 3, gol.darah, PT, APTT, GDS, SGOT, SGPT, ureum,

kreatinin, K, NaCL, HbsAg rapid

6. Assesment: Suspect Ca mandibula

7. Therapy: pro OP

77

Page 78: gilut

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. TG

Usia : 45 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Gondangrejo, Karanganyar

Tanggal Pemeriksaan : 3 Juni 2014

Pekerjaan : Wiraswasta

2. Status Medis/ Anamnesis sistemik

Alergi : -

Riwayat penyakit keluarga : -

Riwayat penyakit dahulu : -

Riwayat mondok :8 bulan yang lalu mondok karena tipus

3. Status Oral

Extra oral:

d. Maxilla : tidak ada kelainan

e. Mandibular : tidak ada kelainan

f. Bibir : tidak ada kelainan

Intra oral:

g. Lingua : tidak ada kelainan

h. Left buccal : tidak ada kelainan

i. Upper gingiva : Ginggivitis

j. Palatum : tidak ada kelainan

k. Right buccal : tidak ada kelainan

l. Lower gingiva : Ginggivitis

Oral hygiene: Jelek

4. Subjective

78

Page 79: gilut

1. Keluhan utama

Pasien mengeluh nyeri pada gigi kiri atas belakang

2. Riwayat penyakit sekarang

Nyeri saat makan

3. Riwayat penyakit dahulu

Nyeri pada gigi kiri atas belakang, pasie membeli obat dipasaran untuk

menghilangkan rasa nyeri tapi nyeri kambuh lagi saat obat habis

5. Objective

1. Element: 14 terdapat sisa akar

Sondasi: tidak dilakukan Palpasi: (+)

Perkusi: tidak dilakukan Chlor etil: tidak dilakukan

2. Inspeksi lain:

Rontgen: panoramic

Laboratorium: tidak dilakukan

6. Assesment: 14 radik

7. Therapy: 14 pro exodonti

79

Page 80: gilut

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. SN

Usia : 86 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : Mojolaban, Sukoharjo

Tanggal Pemeriksaan : 30 Mei 2014

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

2. Status Medis/ Anamnesis sistemik

Alergi : -

Riwayat penyakit keluarga : -

Riwayat penyakit dahulu : Osteoartritis

Riwayat mondok :-

3. Status Oral

Extra oral:

g. Maxilla : tidak ada kelainan

h. Mandibular : tidak ada kelainan

i. Bibir : tidak ada kelainan

Intra oral:

m. Lingua : tidak ada kelainan

n. Left buccal : tidak ada kelainan

o. Upper gingiva : tidak ada kelainan

p. Palatum : tidak ada kelainan

q. Right buccal : tidak ada kelainan

r. Lower gingiva : Tidak ada kelainan

Oral hygiene: Sedang

80

Page 81: gilut

4. Subjective

4. Keluhan utama Pasien datang dari poliklinik/bagian geriatri dengan

diagnoss osteoartritis

Dengan keluhan ingin mencabut gigi depan kanan bawah

5. Riwayat penyakit sekarang

Tidak nyeri

6. Riwayat penyakit dahulu

Pasien merasakan pusing + 1 minggu yang lalu dan memeriksakan ke

poliklinik geriatri tetapi pasien tetap merasakan pusing dan memeriksakan

kembali, oleh bagian geriatri dikonsultasikan ke bagian poliklinik gigi dan

mulut.

5. Objective

3. Element: 25 terdapat sisa akar

Sondasi: tidak dilakukan Palpasi: tidak dilakukan

Perkusi: tidak dilakukan Chlor etil: tidak dilakukan

4. Inspeksi lain:

Rontgen: panoramic

Laboratorium: tidak dilakukan

6. Assesment: 25 radik

7. Therapy: 25 ektraksi

81

Page 82: gilut

DAFTAR PUSTAKA

Amin H (2010). Leukoplakia. http://sehat-enak.blogspot.com/Diakses tanggal 21 April 2013.

Andryani S (2010). Skripsi: Kandidiasis oral pada pasien tuberkulosis pada akibat pemakaian antibiotik dan steroid. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara.

Anggraeni (2007). Plaque gigi sumber penyakit gigi dan mulut.http://www.answers.com/topic/dental-plaque-1/Diakses tanggal 21 April 2013.

82

Page 83: gilut

Children’s Craniofacial Association (CCA) ( 2009). A guide to understanding cleft lip and palate. http://www.ccakids.com/Syndrome/CleftLipPalate.pdf9Diakses tanggal 21 April 2013.

Dalimunthe (2008).Periodonsia. Medan: USU Press.

De Pietro MA (2010). A non-cancerous growth in the mouth.http://www.livestrong.com/article/273295-a-non-cancerous-growth-in-the-mouthDiakses tanggal 21 April 2013.

Debnath T (2002). Public health and preventive dentistry 2nd Ed. India: AITBS Publisher and Distributors(Regdt).

Dentisha (2010).Maloklusi.http://luv2dentisha.wordpress.com/Diakses tanggal 21 April 2013.

Elih dan Salim ( 2008). Perawatan gigi impaksi 21 dengan alat cekat standar edgewise.http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/perawatan_gigi_impaksi.pdfDiakses tanggal 21 April 2013.

Evy (2007). Squamous cell carcinoma.http://senyumsehat.wordpress.com/2007/09/17/izakod-bekal-izakod-kai/Diakses tanggal 21 April 2013.

Findya A (2010). Pemeliharaan oral hygiene dan penanggulangan komplikasi perawatan ortodonti. Sumatera Utara: USU.

Harty FJ (1995).Kamus kedokteran Ggigi, terj.alih bahasa drg. Narlan Sumawinata. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Institute of Dental and Craniofacial Research (2011).Anodontia.http://children.webmd.com/anodontiaDiakses tanggal 21 April 2013.

Irfan (2011). Definisi impaksi gigi. http://www.kesehatangigidanmulut.info/17.html Diakses tanggal 21 April 2013.

Kidd AM (1992). Dasar-dasar karies. Jakarta: EGC.

83

Page 84: gilut

Lelyati S (1996). Kalkulus hubungannya dengan penyakit periodontal dan penanganannya.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08KalkulusHubungannyadenganPenyakitPeriodontal113.pdf/08KalkulusHubungannyadenganPenyakitPeriodontal113.html. Diakses tanggal 21 April 2013.

Lukisari C(2010). Xerostomia: salah satu manifestasi oral diabetik. http://canelukisari.blogspot.com/2010/04/xerostomia-salah-satu-manifestasi-oral.html Diakses tanggal 21 April 2013.

Machfoedz I (2006).Menjaga kesehatan gigi dan mulut anak-anak dan ibu hamil. Yogyakarta: Fitramaya.

Magdalena M (2009).Candida albicans. Sumatera Utara: USU.

Medicastore (2012). Gingivitis (radang gusi).http://medicastore.com/Diakses tanggal 21 April 2013.

Medicastore (2012). Pulpitis (radang pulpa gigi).http://medicastore.com/Diakses tanggal 21 April 2013.

Mozartha M (2010). Plaque dan karang gigi.http://etalaseilmu.wordpress.com/2010/04/29/ plaque -dan-karang-gigi/ Diakses tanggal 21 April 2013.

Nurhayani (2004).Perbedaan jumlah debris yang terdorong keluar apeks gigi pada preparasi saluran akar teknik step back dan crown down. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Obiechina AE (2001). Third Molar Impaction: evaluation of the symptoms and pattern of impaction of mandibular third molar teeth in nigerians. Odonto Stomatologie Tropicale Vol. 93.

Orstavik D (2007). Apical periodontitis: microbial infection and host responses. http://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/Content_store/Sample_chapter/9781405149761/9781405149761_4_001.pdf. Diakses tanggal 21 April 2013.

Patel A (2009). The developmental disturbences of jaws.http://www.scribd.com/doc/44674594/The-Developmental-Disturbences-of-Jaws Diakses tanggal 21 April 2013.

Patterson ( 2004). Leukoplakia. http://www.breadentistry.com/files/pdf/OPG_leuk.pdf. Diakses tanggal 21 April 2013.

84

Page 85: gilut

Paul T (2009). Managementofimpactedteeth.http://faculty.ksu.edu.sa/Falamri/Presentations/Impacted-teeth.pdfDiakses tanggal 21 April 2013.

Philip C (2008). Xerostomia: recognition and management. American Dental Hygienist: pp 1-7.

Pintauli S (2008). Fairway to oral health in general practice. Medan: USU Press.

Ramil R (2010). Penatalaksanaan pada anodontia.http://www.ilmukesehatan.com/Diakses tanggal 21 April 2013.

Rangkuti NH (2007). Pebedaan leukoplakia dan hairy leukoplakia di rongga mulut. Medan: Universitas Sumatera Utara. Skripsi.

Rifki A (2010). Perbedaan efektifitas menyikat gigi dengan metode roll dan horizontal pada anak usia 8 dan 10 tahun di medan. Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi.

Ronald LE (1996). Review: Xerostomia: A symptom which acts like a disease. Age and Ageing Vol. 26: pp 409-412.

RSMK (2011). Gingivitis (peradangan gusi).http://www.mitrakeluarga.com/bekasitimur/category/gigi/Diakses tanggal 21 April 2013.

Ruslin M (2011). Malocclusion.http://medicastore.com/Diakses tanggal 21 April 2013.

Salmiah S (2009). Gingivitis pada anak. Sumatera Utara: USU.

Santoso TB (2009). Micrognathia.http://health.detik.com/Diakses tanggal 21 April 2013.

Sararock (2010). Merokok merupakan pemicu utama terjadinya kanker lidah.Diakses tanggal 21 April 2013.

Scully C (2010).Candidiasis, mucosal.http://emedicine.medscape.com/article/ 1075227-overview#showall Diakses tanggal 21 April 2013.

Scully C (2003). The diagnosis and management of recurrent aphthous stomatitis: a consensus approach. J Am Dent Assoc vol. 134: pp 200-207.

85

Page 86: gilut

Setiani dan Sufiawati (2005).Efektifitas heksetidin sebagai obat kumur terhadap frekuensi kehadiran jamur candida albicans pada penderita kelainan lidah.http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/EFEKTIVITAS%20HEKSETIDIN%20SBG%20OBAT%20KUMUR.pdfDiakses tanggal 21 April 2013.

Susanto C (2010). Need dan demand serta akibat dari maloklusi pada siswi SMU Negeri 1 Binjai. Medan: Universitas Sumatera Utara. Skripsi.

Susanto AJ (2009). Penyakit periodontal (periodontal disease).http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/ae42e86e5d487ac19eb4c258acfc6ef7f0e6f9ca.pdf. Diakses tanggal 21 April 2013.

Syafriza D (2000). Skripsi: diagnosa dini karsinoma sel skuamosa di rongga mulut. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Tarigan R (2010). Karies gigi.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20092/4/Chapter%20II.pdfDiakses tanggal 21 April 2013.

Thimmappa B (2011). Management of micrognathia.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1797165/pdf/1746-160X-3-7Diakses tanggal 21 April 2013.

Thoothclub (2011).Dental diagnosis poor oral hygiene overview.http://www.toothiq.com/dental-diagnoses/dental-diagnosis-poor-oral-hygiene-overview.html/ Diakses tanggal 21 April 2013.

Walton, Torabinejad (1998). Prinsip dan praktek ilmu endodonsi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Widyanti N (2005). Pengantar ilmu kedokteran gigi pencegahan.Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran UGM.

Williams D (2011). Pathogenesis and treatment of oral candidosis.Journal of Oral Microbiology 2011, vol 3: 5771.

Wu CC (2007). A review of hypodontia: the possible etiologies and orthodontic, surgical and restorative treatment options—conventional and futuristic. Hong Kong Dent J. Vol. 4 No. 2.

86

Page 87: gilut

Zieve D, Juhn G (2009). Glossitis. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001053.htm. Diakses tanggal 21 April 2013.

87