forum biblii(a -...

10
FORUM BIBLII(A Jurnal Ilmiah Populerutsrponmkjihe ISS;-..J1410-7007 No. 27 - 2013zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA ETIKA BIBLIKA Erika Biblika dan Taurat Musa B.A. Pareira ARTikEl A. Santoso Mernaharni IstilahyvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGD Tsedaqoh. 13 30 Y. Karman Hidup Manusia Menurut Perjanjian Lama H.F. Mandaru Solidaritas: Membaca Etika Paulus 46 63 Y.B. Setyawan Pclayanan dan "Kepemimpman" Paulus 83 M. Harun Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup? RUANG ISTiLAIt Klldus 103 TillljAUAN Buku Pcnka Yasua Perempuan Sumber Dv"a?: SebuubyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONM Refleksr ArKitaNah 105 I'.G.Singgih D,m Kotueks: Taf<rr"rifsrr Perianjum 1.ama 'r~agar Respons afos Prrjatanc.-n Reformasi di Indonesra. 1J8 DITgRBITK.I\N OLJ<:JI Lb:MBAGA ALKITAB INDONESIA

Upload: duongdung

Post on 12-Mar-2019

265 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: FORUM BIBLII(A - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/_mediavault/2014/... · bertanya apakah "Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup?"

FORUM

BIBLII(AJurnal Ilmiah PopulerutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBA

ISS;-..J1410-7007No. 27 - 2013zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

ETIKA BIBLIKA

Erika Biblika dan Taurat MusaB.A. Pareira

ARTikElA. Santoso Mernaharni IstilahyvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGDTsedaqoh. 13

30Y. Karman Hidup Manusia Menurut Perjanjian Lama

H.F. Mandaru Solidaritas: Membaca Etika Paulus 46

63Y.B. Setyawan Pclayanan dan "Kepemimpman" Paulus

83M. Harun Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup?

RUANG ISTiLAItKlldus

103

TillljAUAN BukuPcnka Yasua

Perempuan Sumber Dv"a?: SebuubyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBARefleksr ArKitaNah 105I'.G.Singgih

D,m Kotueks: Taf<rr"rifsrr Perianjum 1.ama 'r~agar

Respons afos Prrjatanc.-n Reformasi di Indonesra. 1J8

DITgRBITK.I\N OLJ<:JI

Lb:MBAGA ALKITAB INDONESIA

Page 2: FORUM BIBLII(A - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/_mediavault/2014/... · bertanya apakah "Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup?"

FORUM BIBLIKA 27 No. 27 - 2013

PEMIMPIN UMUMIPENANGGUNG JAWAB

Harsiatmo Duta Pranowo

PENASIHATutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBAA. Gianto (pontifical Biblicallnstitute, Roma), B. Kaswanti Pu rv'IO (UNlKA Atmajaya, Jakarta),

Daud H. Soesilo (United Bible Societies, Brisbane), Gerrit E. Singgih (UKDW, Yogyakarta),

H. Pidyarto (Lembaga Biblika Indonesia, MaJang), Samuel B. Hakh (STT Jakarta).

PEMIMPIN REDAKSI

Neila G.M. Mamahit

REDAKSI

Anwar Tjen, Elia Mesrico Abdi Kasih, Fatmawati Sa rang, Lady Paula Reveny Mandalika,

Martin Harun, M.K. Sembiring, Pericles G. Katoppo, Wenas Kalangit.

REOAKTUR PELAKSANA

Hortensius Florimond

TATA LETAK

Markus Johan

.. ADMINISTRASIISJRKULASI

Adelin L. Rengkllng

Redaksi menerima tulisan-tulisan berupa Artikcl (Article), Studi Singkat (Short Note), Tinjauan

Buku (Book Review) atau juga Kajian Riset (Research Review) yang berhubungan dengan masalah-

masalah biblika.

Tersedia juga Ruang IstiJah unruk menjelaskan kata-kata atau ungkapan-ungkapan daJam Alkitab.

Redaksi sangat berterima kasih apabila tuJisan yang dikirim sudah diketik sesuai Pedornan

Penulisan Naskah yang resmi dibuar oleh Redaksi Forum BibJika.

Panjang tulisan hendaknya tidak lebih dari 3000 kata untuk Artikel, 1000 kata untuk Studi Singkat

dan 500 kata untuk Tinjauan Buku. Tulisan scbaiknya juga dikirirn dalarn bentuk naskah elektronik

daJam disket atau sebagai attachment file.

Redaksi berhak mempertimbangkan dan menyunting tulisan-tuJisan terscbut tanpa mengubah isi

dan artinya

Tulisan-tulisan yang tidak dimuat akan dikembalikan bila disertai dengan perangko balasan.

ALAMAT REOAKSI

JI. A. YaniyvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGD90, Bogor 16161, Tel. +62 2518339530, Faks. +62 2518311414

E-mail: [email protected] Website: www.alkitab.or.id/biblika

BCA Cab. Matraman, Jakarta o. Rek. 342 - 3016261

a.n, Yayasan Lembaga Alkitab Indonesia

Diterbitkan oleh

LEMBAGA ALKITAB INDONESIA

Anggota lKAPI No. 067/DKI/97

Terdaftar di Departemen Agama RJ

No. F/Kep./HK 005/14/476/1997

Berita Negara RI No. 69/1997

TBN RI Tanggal27/6-1997 No. 51

Pengganti ongkos cetak: Rp. 12.500,- (+ Rp. 4.500,- ongkos kirim dalarn negeri);

luar neger.: US$ 6.- (beJum termasuk ongkos kirim).

Dicetak oleh Percetakan Lembaga Alkitab IndonesiayxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBA

Tlllisan-hliisan yang dimuat tid k b .a erarti selaras denga), at au mencermink an pendapat LAI.yutsrponmlkihedcbaUTSRPONMLKJIHFEDBA

Dari Redaksi

Forum Biblika No. 27 ini bertemakan "Etika Biblika". Enam artikel

utama di dalam FB27 ini pemah disampaikan oleh para penulisnya dalam

Simposium Ikatan Sarjana Biblika (ISBI),yang diselenggarakan di Wisma

Samadhi - Klender, Jakarta, 26 - 28 Juli 2012 yang lalu. Karangan Prof.

Dr. Berthold Pareira, O. Carm, yang menjabat Ketua ISBIsaat itu, menjadi

Pengantar tematis edisi ini. Beliau mengajak kita untuk tidak melupakan

Taurat Musa sebagai kumpulan kitab yang penting bagi etika Alkitab,

sekaligus mengingatkan kita bahwa Taurat Musa sudah terlalu lama

diabaikan dalam pembahasan tentang etika atau moral Kristen.

Dua karangan berikutnya berfokus pada tema-terna etika Perjanjian

Lama. Dr. A. Santoso secara khusus mengupas salah satu konsep penting

dalam etika PL, yaitu tsedaqah, sedangkan Dr. Yonky Karman menyoroti

tema "Hidup Manusia" dalam Perjanjian Lama. Dua artikel selanjutnya

beralih ke Perjanjian Baru, khususnya surat-surat Paulus. Tulisan H.F.

Mandaru menyoroti terna "Solidaritas" dalam etika Paulus, sedangkan

Dr. Yusak B. Setyawan berupaya merekonstruksi konsep "Pelayanan dan

Kepemimpinan" dalam tulisan Paulus. Di tengah krisis ekologi yang

parah dewasa ini, wawasan biblis tentang etika-lingkungan terasa amat

mendesak. Prof. Dr. Martin Harun coba menjawab tantangan ini dengan

bertanya apakah "Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup?".

FB 27 ini dilengkapi dengan kolom ruang istilah yang membahas

konsep "Kudus" dalam Alkitab. Selanjutnya, masih ada dua tinjauan-

buku yang menjadi sajian penutup.

Dengan memohon maaf sebesar-besarnya atas keterlambatan terbitan

Forum Biblika tahun ini, kami mengucapkan Selamat Membaca, Tuhan

Memberkati!

Page 3: FORUM BIBLII(A - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/_mediavault/2014/... · bertanya apakah "Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup?"

HIDUP MANUSIA MENURUT

PERJANJIAN LAMAyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBA

Yonky Karman, SII Jakarta

Abstract

In the perspective of Hebrew thinking, the Old Testament sees neither

intelligence nor matter as the constitutive element of human being but the

breath of life. God himselfzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAis the ultimate source of life. However, man is also

constituted of matter as part of his being created from the dust of the earth.

Man is by nature spiritual and physical at the same time.

Dalam buku fiksi Frankenstein (1818), Mary Shelley, sang pengarang,

berkhayal manusia mampu membuat potongan-potongan tubuh mayat

yang disatukan dapat hidup kembali dengan sengatan aliran listrik. Dalam

film Artificial Intelligence, sutradara Steven Spielberg memimpikan robot

yang merniliki perasaan. Sejauh ini manusia sudah berhasil membuat robot

yang bisa bergerak dan berpikir seperti manusia, berinteraksi di antara

sesama mereka, menciptakan suatu komposisi musik, bahkan mengenali

manusia dari wajah dan suaranya. "Nyawa" robot itu adalah baterainya.

Dalam dunia sains, manusia belum berhenti untuk mewujudkan mimpi

menciptakan nyawa. Ah1i biokimia berusaha merekayasa pembuatan

asam amino, senyawa organik penyusun organisme hidup, yang

pembentukannya diyakini sebagai langkah awa1 evolusi kehidupan.

Kehidupan seolah-olah dapat terbentuk sendiri. Manusia seakan hanyalah

perpaduan unsur-unsur kimiawi dan gelombang 1istrik.I

I. Allah yang hidup

Orang Yahudi menghargai hidup dengan mengucapkan lehayyim ("untuk

kehidupan") saat bersu1ang. Konsep merayakan hidup berakar da1am PL

(Kushner, 1981). Hidup dalam pemahaman PL tak terpisah dari sumbemya,

yakni Allah "sumber hayat" (Mzm. 36:10), "sumber air yang hidup" (Yer.

2:13; 17:13). Allah yang hidup adalah kontras dengan patung berhala

buatan manusia yang tanpa nyawa di dalamnya (Yer. 10:14).

30

HIDUP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA

Jati diri Allah yang hidup dipertegas dalam formula sumpah "derni

Aku yang hidup" (20 kali; BiI. 14:28 hay-'ani; UI. 32:40 hay 'anoki). Allah

bersumpah demi diri sendiri karena tidak ada yang lebih besar daripada

Allah. Israel mengadopsi formula sumpah itu menjadi "derniutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBATUHAN yang

hidup" (53 kali; Hak. 8:19; Rut 3:13; lSam. 14:39; 19:6; Yer. 5:2; 16:14f; 23:7f;

38:16 hay-yhwh). Formula sumpah itu dipakai untuk membuat sumpah

efektif berikut sanksinya.

Disebut sebagai Allah yang hidup bukan karena Ia pernah mati

lalu bangkit (bnd. Mzm. 102:26-29), juga bukan karena tidak dapat mati,

melainkan karena Allah itu aktif, berinisiatif, dan bertindak (Preuss,

1995:243-4). Maka, ungkapan "Allah yang hidup" (,elohim hayyim; Mzm.

42:3; 84:3 'el hay) dikaitkan dengan kuat kuasa YHWH (UI. 5:26; Yos. 3:10;

LSam. 17:26,36; 2Raj. 19:4//Yes. 37:17; bnd. Mat. 26:63; Kis. 14:15; Rm. 9:26;

Why. 7:2). "TUHAN hidup" (hay-yhwh) ada1ah "Allah penye1amatku"

(Mzm. 18:47). Umat Israel pun disebut "anak-anak Allah yang hidup" (Hos.

1:10/2:1).

Meski Allah merniliki kuasa untuk "mematikan dan menghidupkan"

(lSam. 2:6), tidak satu kali pun Allah diidentifikasi sebagai dewa maut. Kata

lbrani mot untuk maut (dalam Ayb. 28:22; 30:23; Ams. 5:5; 7:27 maksudnya

alam maut) memang dapat mengingatkan kita kepada Mot, dewa alam

maut dalam agama Kanaan.yvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGDNamun, tidak cukup bukti bahwa kata lbrani

itu juga berarti dewa alam maut, meski mungkin saja demi tujuan puitis

kata lbrani mot dipinjarn dari konsep orang Kanaan ten tang penguasa

a1am maut (Stadelmann, 1970:168). Yang jelas Allah "bukanlah Allah orang

mati, melainkan Allah orang hidup" (Mat. 22:32//Mrk. 12:27//Luk. 20:38).

Penegasan itu menjadi relevan terutama berhadapan dengan hidup kita

yang fana, yang berada di bawah bayang-bayang kematian (Mzm. 49:8-10).

II. Manusia yang hidup

Ketika itulah TUHAN Allah membentuk (wayyitser) manusia itu (ha'adam)

dari debu tanah ('apar min-ha'adamah) dan menghembuskan napas hidup

(nismat hayyim) ke dalam hidungnya, demikianlah manusia itu menjadi

makhluk yang hidup (nepei hayya) (Kej. 2:7).

Tentang manusia dijadikan dari debu tanah bukanlah gagasan unik

PL. Dalam Epik Gilgamesh (1.34), Dewi Aruru digambarkan menjadikan

Enkidu dari tanah hat. Demikian juga halnya Dewa Khnum dalam

31

Page 4: FORUM BIBLII(A - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/_mediavault/2014/... · bertanya apakah "Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup?"

FORUM BIBLIKA27

monumen-monumen Mesir. Yang unik dari tradisi Ibrani adalah bahwa

penciptaan manusia digambarkan dengan Allah terlibat langsung di

dalamnya. Dari ayat ini tampaklah bahwa adalah Allah yang membuat

manusia. Berikut akan kita lihat manusia sebagai makhluk tanah, mortalitas

manusia, napas hidup manusia, manusia seutuhnya, dan hid up manusia

dalam kebergantungannya pada Allah.

A.yutsrponmlkihedcbaUTSRPONMLKJIHFEDBAMakhluk tanah

UnsuryvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGD'apar dan 'adamah dalam penciptaan manusia dipakai secara

sejajar demi irisan maknanya (Westermann, 1984:259). Idealnya terjadi

pengulangan preposisiyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBAmin (min-toper min-ha'adamah). Namun, untuk

verba pembuatan sesuatu dengan objek ganda (benda yang dibuat dan

bahan darinya benda itu dibuat), preposisi itu tidak harus hadir dua

kali sehingga cukup 'apar min-ha'adaman (GKe §117dst.; IBHS, §10.2.3c),

bahkan preposisi min bisa tidak periu hadir untuk menerangkan bahan

yang darinya sesuatu berasal (Kei. 38:3; UI. 27:6; Kid. 3:10). Klausa

verbal wayyitser 'ei-ha'adam 'apar pada awalnya mungkin merupakan

klausa nominal ha'adam 'apar "manusia adalah debu" (GBH, §125 v).

Subjek dalam klausa nominal menjadi obyek klausa verbal dan predikat

menjadi objek keduanya.

Adapun kata 'apar di sini bukanlah massa padat dan juga bukan

debu biasa, tetapi tanah gembur, bagian terbaik tanah (Delitzsch,

1977:92; KeilutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBA& Delitzsch, 2001:49). Manusia dibentuk dari debu

tanah (,adamah) yang cocok untuk pertanian (arable land). [ika narasi

penciptaan yang pertama menggambarkan penciptaan bergerak dari

kaos (kacau balau) kepada kosmos, narasi kedua menggambarkan

keadaan awal bumi yang gersang seperti gurun (von Rad, 1972:76),

belum ada hujan, belum ada yang mengerjakan tanah, dan belum ada

sesuatu yang tumbuh (Kej. 2:5). Allah lalu menjadikan manusia dari

tanah dan tugas pertamanya adalah mengerjakan tanah (Kej. 2:15;

Wenham, 1987:59).Tanah ada untuk manusia dan manusia ada untuk

mendiami tanah (Yes. 45:18), demikianlah manusia dan tanah saling

berg an tung.

Phyllis Trible (1978:80)benar ketika menekankan manusia sebagai

makhluk tanah (earthly creature), namun tidak benar dengan pembacaan

revisionisnya (menggagas tafsir baru yang berbeda dari hal-hal yang

32

HID UP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA

sudah jelas) bahwa "Allah membentuk manusia itu, yang adalah

debu saja, dari tanah" (Kawashima, 2006). Trible begitu menekankan

'adam sebagai debu sehingga menurutnya manusia pertama belum

terdiferensiasi secara seksual, berbeda dari pemahaman bias a yang

membaca 'adam di sini sebagai laki-laki pertama. Namun, benar bahwa

Kejadian 2:7 hendak mengatakan bahwa bahwa seberapa pun mulianya

manusia ia tetaplah makhluk tanah. Ketanahan manusia dipertegas

dengan memperlihatkan bahwa organisme hid up lain juga dijadikan

dari bahan dasar yang sama; pohon (Kej. 2:9 min-ha'adamah; TB "dari

bumi") dan hewan juga dari tanah (Kej. 2:19 min-ha'adamah).

Allah menjadikan manusia dari tanah yang menjadi bahan dasar

laki-Iaki pertama, sebagaimana nanti tulang rusuknya menjadi bahan

dasar perempuan pertama (Kej. 2:21); sebagaimana Adam menjadi

leluhur manusia, demikian juga Hawa menjadi "ibu semua yang hidup"

(Kej. 3:20). Jika narasi penciptaan yang pertama menggambarkan

kemuliaan manusia yang segambar dan serupa Allah namun tidak

menjelaskan mengapa manusia disebut 'adam dan dari bahan apa

ia dijadikan (Kej. 1:26-27), maka narasi kedua menggambarkan

manusia sebagai bagian dari alamo Manusia dibentuk II dari tanah"

(min-ha'adamah), sekaligus menjelaskan mengapa manusia dalam

tradisi Ibrani disebut 'adam (Mzm. 10:18 'enos min-ha'arets "manusia

dari tanah," TNK, RSV, NIV; TB "manusia di bumi" mengikuti LXX).

Permainan kata antara 'adam dan 'adaman juga dijumpai dalam bahasa

Latin, yaitu homo ("manusia") dan humus ("tanah").l Manusia terikat

dan menyatu dengan tanah. Jika sufiks -a tidak dibaca sebagai penunjuk

gender feminin melainkan sebagai penunjuk arah, maka 'adaman tidak

hanya menunjuk kepada asal manusia tetapi juga pada keterarahannya

selama hidup dan destinasinya. Selama hidupnya, manusia bergantung

pada tanah dan ketergantungan itu terlihat ketika manusia bersusah

payah mencari rezekinya dari tanah (Kej. 3:17-18). Karena diambil dari

tanah, manusia juga "kembali ke tanah."

Sarnpai engkau kembali ke tanah (ha'adamah), karena dari situlah

engkau diambil, sebab engkau debu ('apar) dan engkau akan kembali

ke debu. (Kej. 3:19)

I Dalam Bahasa Indonesia, kata "manusia" mungkin berasal dari kata Sanskerta man

("berpikir") atau manas yang merujuk kepada kodrat batin manusia yang bersifat spiritual

seperti akal budi, perasaan, ingatan, roh, dan seterusnya (bnd. Keil & Delitzsch, 2001:50).

33

Page 5: FORUM BIBLII(A - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/_mediavault/2014/... · bertanya apakah "Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup?"

FORUM BIBLIKA27yutsrponmlkihedcbaUTSRPONMLKJIHFEDBA

B. Mortalitas

Sebagai bagian dari alam, manusia tunduk kepada hukum-hukum alam

(biologi, fisika, dan psikologi). Relasi saling ketergantungan an tara

manusia dan tanah mengindikasikan kefanaan (Westermann, 1984:206).

Debu di sini bukan meta fora kerendahan manusia di hadapan sosok

ilahi (bnd. Kej. 18:27) melainkan meta fora mortalitas .(bnd. Mzm. 22:16yxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBA

'apar-mauiei"debu maut").

Pemazmur merenungkan kasih sayang Tuhan yang telah

menyelamatkannya dari kematian dengan mengatakan bahwa Tuhan

tahu manusia hanyalah "debu Capar) ... hari-harinya seperti rumput,

seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin

melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya

lagi" (Mzm. 103:14-16;bnd. Ayb. 14:2; 102:12;Yes. 40:6-7). Masa hidup

manusia adalah 70 atau 80 tahun. Lumayan lama namun berlalunya

seperti embusan napas dalam keluhan, seperti rumput atau bunga yang

baru berkembang kemudian cepat layu, bahkan tak berbekas (Mzm.

90:9-10), seperti embusan napas (Ayb. 7:7 ruakh; 7:16 hebel), seperti

mimpi (Ayb. 20:8), seperti bayang-bayang (1Taw. 29:15; Ayb. 8:9; 14:2;

Mzm. 39:7; 102:12; 109:23; 144:4; Pkh. 6:12; 8:13), seperti awan (Ayb.

7:9). Manusia pun meratapi kefanaannya yang sebenamya merupakan

bagian dari kodratnya (Ayb. 9:25-26).

Metafora debu mungkin ada hubungannya dengan upacara

pemakaman di Palestina dulu (Wachter, XI:264; Hamilton, 1990:158).

Orang meninggal tak dimakamkan di tanah untuk bercocok tanam

tetapiutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBAdi dalam gua gunung dengan tatakan memanjang seperti bangku

panjang. Saat ada pemakaman baru di makam lama, pelayat dapat

melihat tumpukan debu jenazah lama di atas tatakan. Debu adalah

rahim manusia dan suatu hari ia kembali ke asalnya sana. Demikianlah

ungkapan "kembali ke debu" berulang kali dipakai penyair Alkitab

(Mzm. 104:29;Ayb. 10:9; 34:15; Pkh. 3:20; [ldakka' "asal" dalam Mzm.

90:3;yvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGD[l'adam "tanah" dalam 146:4; //'erets "tanah" dalam Pkh. 12:7).

Kitab Ayub amat jelas menggambarkan kefanaan manusia dengan

metafora 'apar "debu" dalam kesejajaran dengan khomer "tanah liat"

(Ayb. 4:19; 10:9;27:16; 30:19; 13:12 'eper). Manusia dibentuk dari tanah

liat (Ayb. 33:6). Allah "mernbentuk" (yatsar) manusia dari debu tanah

dan itu digambarkan sebagai tindakan seorang yotser ("tukang peri uk",

Yes. 41:25; 45:9; 18:2-3). Manusia digambarkan sebagai sosok "yang

34

HIDUP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA

dasarnya dalam debu" dan tubuhnya sebagai "pondok tanah liat" (Ayb.

4:19 batte-khomer).

Dalam pandangan antropologis zaman itu, mortalitas merupakan

takdir manusia, apalagi diperkuat fakta angka kematian anak yang

amat tinggi. Seperti halnya semua organisme hidup lain, kebakaan

bukan kodrat manusia. Dalam PL, kematian bukanlah upah dosa

(bnd. Rm. 3:23), sebab manusia tak tercipta dengan benih imortalitas.

Manusia tercipta dalam kondisi bisa mati dan suatu saat juga akan mati

(Preuss, 1996:149), itu sebabnya ada "buah pohon kehidupan" yang

kalau dimakan akan membuat manusia hidup selamanya (Kej. 3:22).

Bagaimana memahami larangan agar Adam tidak makan buah

dari pohon pengetahuan ten tang yang baik dan jahat berikut dengan

konsekuensi untuk pelanggaran bahwa "pastilah engkau mati"

(Kej. 2:16-17)? Von Rad (1972:81, 95-96) menjelaskan bahwa bunyi

konsekuensi itu bukan "pastilah engkau menjadi bisa mati (mortal)"

melainkan "pastilah engkau mati." Mengingat setelah itu, Adam dan

Hawa masih terus hidup, konsekuensi hukuman itu lebih menyangkut

hidup, bukan manusia kehilangan benih imortalitasnya. Dengan makan

buah itu, manusia akan dibayang-bayangi kesadaran tentang kematian

dirinya, suatu kesadaran yang membebani hidup.

Cara lain untuk memaharni "pastilah engkau mati" adalah mati

sebelum waktunya (premature death). Untuk itu, banyak nasihat dalam

Kitab Amsal agar manusia tidak "mencintai maut" (Ams. 8:36), tidak

mati karena "menghina firm an" (Ams. 19:16), tidak meninggalkan

"jalan kehidupan" (Ams. 2:19; 5:6; bnd. 15:10 "jalan yang benar"), dan

menghindari "jerat maut" (Ams. 13:14; 14:27). Kebalikan dari mati

sebelum waktunya adalah menempuh [alan kehidupan, yang berarti

umur panjang (Ams. 3:22; 4:4, 10, 13, 22f; 6:23; 7:2; 8:35; 9:6, 11; 10:17;

15:24) dan sejahtera (Ams. 3:2), menghindari mati pada pertengahan

umur (Mzm. 102:25; Yes. 38:10), menghindari mati di negeri asing,

tanah yang dianggap tidak tahir (Yer. 20:6; 22:11-12, 26; 42:16-17; Yeh.

12:13; 17:16;Am. 7:17).

Menurut pemazmur, kebanggaan masa hidup manusia selama

70 atau 80 tahun adalah "kerja keras Camal) dan penderitaan" (Mzm.

90:10; bnd. KJV "labour"; RSV, NAB "toil"), termasuk selama hidup

menjauhkan diri dari bahaya dan kejahatan. Untuk itu, Allah bersedia

menjadi temp at perlindungan manusia dari musuh-musuhnya

35

Page 6: FORUM BIBLII(A - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/_mediavault/2014/... · bertanya apakah "Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup?"

FORUM BIBUKA 27

(UI. 33:27; Mzm. 14:6;46:2). Betapa pun susahnya hidup, hidup sangat

berharga, nilainya hanya dilampaui oleh kasih setia Tuhan (Mzm.yxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBA

63:4 khesed). Umur panjang adalah obsesi hidup, tentunya hidup yang

bahagia (Ams. 3:16). Orang mau meneguk hidupnya sampai benar-

benar habis. "Matilah Ayub, tua dan lanjut umur" (Ayb. 42:17). Lanjut

umur dalam bahasa Ibraninya seba' yamim (KJV, RSV, NJB "full of

days"), dari sabe'a (Ams. 19:23 "puas"; UI. 33:23; lSam. 2:5 "kenyang").

Mati dini dipandang sebagai sebentuk hukuman dosa (Ayb. 15:32;

22:16; Mzm. 31:18; 37:35-36; 55:24;Ams. 10:27).utsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBA

C.yutsrponmlkihedcbaUTSRPONMLKJIHFEDBANapas hidup

Terminologi Ibrani untuk napas hidup manusia adalah nesama, nepes

(bnd. nap as), dan ruakh (bnd. roh, rohani). Ketiganya membentuk

sinonim dengan terjemahan yang sering dapat saling dipertukarkan.

Terjemahanvnyawa" sering dipakai untuk nepes (Im. 17:11;Ayb. 12:10),

namun bisajuga untuk ruakh (Mzm. 31:6).Adapun kata "napas" sering

digunakan untuk nesama, namun dapat pula untuk nepes (Ayb. 12:10;

Mzm. 33:10).Kata ruakh membentuk sinonim dengan neiama (Ayb. 27:3;

32:8;34:14;Yes.42:5) dan nepes (Ayb. 12:10).Nesama adalah ruakh dalam

aksi (Keil & Delitzsch, 2001:49). Berbeda dari nesama dan ruakh, maka

nepei merepresentasikan individualitas manusia yang tidak lenyap saat

mati sehingga dipakai sebagai kata refleksif (-self) sebanyak 53 kali (BiI.

30:2/3 "dirin,ya"), sementara semua unsur dari orang yang meninggal

terdisintegrasi.

Von Rad (1972:77) melihat Kejadian 2:7 sebagai locus classicus

antropologi PL, bukan dalam arti membedakan tubuh dari jiwa

melainkan membedakan tubuh dari hidup, Berdasarkan debu tanah,

'adam sudah berbentuk manusia namun barulah menjadi makhluk

yang hidup sesudah Allah mengembuskan napas hidup ke dalam

hidungnya. Tanpa napas hidup itu, manusia hanyalah jasad tanpa

nyawa. Ketika napas hidup itu menyatu dengan bentuk tubuh manusia,

maka manusia menjadi makhluk yang hidup, secara fisik maupun

jiwa, bukan seperti robot yang bergerak. Demikian hidup manusia

langsung berasal dari Allah. Dari sudut ini, boleh dikatakan bahwa

embrio berkembang sebagai manusia daripada menjadi manusia.

Napas hidup yang berasal dari Allah bukanlah sesuatu yang

ilahi (ruakh Allah) ditambahkan ke dalam diri manusia sehingga

36

HIDUP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA

menambah kualitas hidupnya atau membuat manusia memiliki

kodrat ilahi (Tengstrom & Fabry, XIII.387-8; Westermann, 1984:206-7).

Kalaupun manusia memiliki ruakh, hal itu bukanlah substansi ilahi dan

juga bukan unsur yang membuat manusia menjadi makhluk rohani,

melainkan elemen manusia yang membuat dirinya aktif bernapas,

bergerak, bergairah, dan energetik. Dengan kata lain, ruakh manusia

adalah hidupnya sehari-hari, meski tak identik dengan tubuhnya

yang berasal dari debu tanah. Kendati mortalitasnya, dinamika hidup

manusia tidak hanya ditentukan secara biologis dan mekanistis. Ada

prinsip batiniah yang menggerakkan tubuh tanahnya dan itulah napas

hidup yang awalnya secara eksplisit dikatakan berasal dari Allah,

sekaligus juga membuatnya lebih istimewa dari hewan meski semua

hidup pada dasarnya berasal dari Allah (Keil & Delitzsch, 2001:49).

Manusia (hidup) pun identik dengan bernapas (Yos. 11:11; Yes. 2:22),

berbeda dari hidup tanaman yang istilahnya bukan bernapas.

Pilihan kata yang dipakai narator Ibrani di sini bukan ruakh

hayyim meski sebelumnya sebenarnya sudah ada ungkapan ruakh

'elohim untuk Roh Allah (Kej. 1:2). Istilah nismat hayyim dipakai karena

pemakaian ruakh jauh lebih luas, termasuk untuk hewan (Kej. 6:17;

7:15 ruakh hayyim "hidup dan bemyawa"). Kata neiama hanya 25 kali,

jauh lebih sedikit dibandingkan dengan ruakh yang hampir 400 kali,

dan dipakai hanya untuk Allah dan manusia (Hamilton, 1990:159).

Satu-satunya nisama untuk hewan tersua dalam niimai-ruakn hayyim

(Kej. 7:22),jelas merujuk kepada nismat hayyim namun juga dibedakan,

untuk memperlihatkan keunikan manusia dengan napas hidup yang

langsung berasal dari Allah (Wenham, 1987:60, 183;Sama, 1989:17).

Konsep antropologis napas hidup muncul kembali dalam nubuat

Yehezkiel tentang kebangkitan Israel sebagai bangsa dan kali ini

langsung dipakai kata ruakh sebagai sinonim nesama, semen tara untuk

kata "hidup" bukan adjektiva hay melainkan verba haya.

Beginilah firman Tuhan ALLAH kepada tulang-tulang ini, "Aku

memberi nap as hidup (ruakh) di dalammu supaya kamu hidup

kembali (haya) ... Aku akan ... memberikan kamu napas hidup (ruakh)

supaya kamu hidup kembali (haya) ... lihat, urat-urat ada dan daging

tumbuh padanya, kemudian kulit menutupinya, tetapi mereka belum

bema pas (ruakh). Maka firman-Nya kepadaku, "Bemubuatlah kepada

napas hidup itu (haruakh) ... dan katakanlah kepada nap as hidup itu

37

Page 7: FORUM BIBLII(A - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/_mediavault/2014/... · bertanya apakah "Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup?"

FORUM BIBLIKA27yvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGD

(haruakh): Beginilah firman TuhanALLAH: Hai napas hidup (haruakh),

datanglah dari keempat penjuru angin (rukhot), dan berembuslah ke

dalam orang-orang yang terbunuh ini, supaya mereka hidup kembali

(haya). Lalu aku bemubuat ... dan napas hidup itu (haruakh) masuk di

dalam mereka, sehingga mereka hidup kembali (haya) (Yeh. 37:5-10).

Relasi terpenting antara Allah yang hidup dengan manusia yang

hidup adalah pemberian napas hidup.yxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBA

Akulah yang membuai napas kehidupan (nesama) (Yes. 57:16).

TUHAN yang hidup yang telah memberi nyawa ini (nepei) kepada kita (Yer. 38:16).

Roh (ruakh) Allah ielah membuat aku dan napas (nesama) Yang Mahakuasa membuai

aku hidup (Ayb. 33:4).

TUHAN ... yang menciptakan roh (ruakh) dalam diri manusia

(Za. 12:1; BIS "TUHAN yang ... memberi hidup kepada manusia").

Apakah kata yang dipakai adalah "roh," "jiwa" atau "napas hidup,"

yang jelas ~da sesuatu di dalam diri manusia yang menggerakkan

tubuh dan hidupnya.

Orang Ibrani memandang dirinya istimewa dalam kesegambaran

dengan Allah dan pada saat yang sama menyadari kefanaannya

sebagai manusia. Oalam dialektika itulah manusia terombang-

ambing mengarungi samudra kehidupan. Salah satu problem

manusia modem adalah ketidakmampuan melihat dimensi spiritual

dirinya. Pacta 26 Agustus 2005, ada sebuah kandang khusus di Kebun

Binatang London yang dihuni delapan warga Inggris, tiga laki-laki

dan lima perempuan. Mereka terpilih dari 30 pelamar. Kandang itu

diberi keterangan "Manusia di Lingkungan Alamiahnya." Kandang

khusus itu bertetangga dengan kandang-kandang yang berisi hewan-

hewan primata, termasuk monyet dan gorila. Kedelapan penghuninya

memakai pakaian amat minim ditutupi dedaunan dan bertingkah

laku sebagai objek tontonan pengunjung, layaknya hewan-hewan di

kebun binatang. Menurut juru bicara kebun binatang itu, "Melihat

orang di lingkungan berbeda, di antara satwa-satwa lain, mengajarkan

masyarakat bahwa manusia sebenamya cuma sejenis primata atau

kera". Oi antara kedelapan orang itu ada ahli kimia, aktor, hingga

pecandu olahraga kebugaran. Sang ahli kimia bersaksi, "Banyak orang

mengira manusia lebih unggul dari binatang lain. Oengan melihat

manusia di dalam kandang kebun binatang, kita jadi sadar, sebetulnya

38

HID UP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA

tak ada yang istimewa pada diri manusia". Cara memandang manusia

seperti itu disebut biologisme. Manusia hanya dipandang sebagai

makhluk berdimensi tunggal, dari sudut biologis, tanpa dimensi

spiritual yang terhubung ke dunia ilahi. Namun, keunikan kodrat

manusia bukan pada tubuh biologisnya melainkan pada sesuatu

dalam dirinya yang imateriel. Keunikan itu dibahasakan dalam

narasi penciptaan yang pertama sebagai tercipta menurut citra ilahi

dan sekarang dalam narasi kedua dibahasakan dengan napas hid up

dari Allah. Tercipta dari tanah menggambarkan keterkaitan manusia

dengan organisrne hidup lain, pada saat yang sama manusia sebagai

makhluk juga memiliki keterkaitan langsung dengan Sang Khalik dan

dapat menjalin komunikasi dengan Allah. ltu membuat hidup manusia

mengatasi hidup binatang.

O.yutsrponmlkihedcbaUTSRPONMLKJIHFEDBAManusia seutuhnya

Oelitzsch (1977:90-102) boleh mewakili banyak penafsir dan pembaca

yang membaca Kejadian 2:7 sebagai Allah mula-mula membuat tubuh

manusia, lalu ke dalamnya ditambahkan roh yang diciptakan Allah,

sehingga manusia terdiri dari tubuh dan roh (jiwa).

Namun, menu rututsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBAc.F. Keil (Keil & Oelitzsch, 2001:49), mitranya

dalam seri klasik tafsir PL, napas hidup (nismat hayyim) yang

diembuskan Allah hanya membuat manusia itu bemyawa dan hidup

(bnd. 1Raj. 17:17,21-22), bukan untuk membedakan roh dari tubuh.

Oengan ini juga ditolak gagasan bahwa sebelum Allah mengembuskan

napas hidup, manusia sudah memiliki hidup biologis, dan sesudah itu,

barulah manusia memiliki hidup rohani yang lebih tinggi kualitasnya.

Ayat ini hanya mau mengatakan bahwa sumber hidup manusia bukan

dirinya sendiri melainkan Allah. Orang tua juga bukan sumber hidup

anaknya, melainkan hanya meneruskan kepada anaknya hidup yang

berasal dari Allah. Sumber hidup manusia bukan udara kosmis,

melainkan napas hidup yang diembuskan Allah.

Hidup manusia seutuhnya dari Allah dan itulah maksudnya ketika

manusia disebut nepes hayya ("makhluk yang hidup"), ungkapan Ibrani

yang juga dipakai untuk ikan, burung, dan binatang darat (Kej. 1:20,

24,30; 2:19; 9:12,15-16; Yeh. 47:9; bnd. Kej. 1:21;9:10; 1m. 11:10,46 nepes

hahayya). Adjektiva hayya (hay) bergender feminin karena nepes nomina

feminin, dibedakan dari nomina hayya yang juga feminin namun untuk

39

Page 8: FORUM BIBLII(A - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/_mediavault/2014/... · bertanya apakah "Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup?"

FORUM BIBLIKA 27

binatang sebagai makhluk hidup (Kej. 8:17; 1m. 11:2), makhluk hidup

yang menyerupai binatang (Yeh. 1:5; 3:13; 10:15), atau selera binatang

(Ayb. 38:39). Ada pemakaianyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBAhayya untuk hidup manusia (Ayb. 33:18;

Yeh. 7:13) dan pembaruan kekuatannya (Yes.57:10), namun tidak untuk

manusia sebagai makhluk hidup yang untuk maksud itu nepei memang

lebih umum. Hanya saja nepes beberapa kali dipakai untuk mayat (Bil.

5:2; 6:11),sehingga diperlukan tambahan adjektiva hayya, menjadi nepes

hayya untuk manusia sebagai "rnakhluk yang hidup." KJV "a living

soul," jiwa yang hidup, adalah terjemahan yang kurang tepat dan

dapat membuat orang menafsir penciptaan manusia secara dikotomis.

Atau, bisa juga orang menafsir bahwa sebelum Allah mengembuskan

napas hidup, manusia sudah hidup dengan prinsip hidup yang lebih

rendah (menurut hukum-hukum biologis), makhluk jasmani tanpa

sifat kekekalan, namun sesudah diembuskan napas hidup, manusia

hid up menurut prinsip hidup yang lebih tinggi, hidup spiritual yang

melampaui hidup biologis, menjadi makhluk rohani dengan sifat

kekekalan.?

Embusan napas Allah ke dalam hidung manusia ataupun manusia

tercipta menurut citra ilahi (Kej. 1:26-27) tidak berarti manusia memiliki

sumber imortalitas di dalam dirinya, sebagaimana sering dimengerti

demikian di luar PL (Piper, 111.124-30). Gagasan tentang hidup ideal

dalam bentuk jiwa atau roh manusia tanpa tubuh tak dikenal dalam

PL. Allah membuat manusia pertama itu hidup dengan membuatnya

bemapas (Wenham, 1987:60-1). Seperti bidan atau dokter menepuk

bayi yang baru lahir agar menangis dan menarik napas, membuat

bayi itu terhubung langsung dengan udara di luar rahim ibu, dan

begitu berhasil menarik napas, bayi itu seterusnya bernapas, begitu

2 Dalam 1 Korintus 15:39-49, Paulus membuat kontras yang amat jelas antara "tubuh

duniawi" dan "tubuh surgawi" (ay. 40), "tubuh alamiah" dan "tubuh rohaniah" (ay. 44),

"manusia pertama, Adam rnenjadi makhluk yang hidup" dan "Adam yang akhir menjadi

roh yang menghidupkan" (ay. 45), "manusia pertama berasaJ dari debu tanah dan bersifat

jasmani" dan "manusia kedua berasal dari surga" (ay. 47), "makhluk-makhluk alarniah"

dan "makhluk-rnakhluk surgawi" (ay. 48), atau "rupa dari yang alamiah" dan "rupa dari

yang surgawi" (ay. 49). Yang pertama adalah tubuh kita sekarang yang akan binasa dan

yang kedua adalah tubuh kebangkitan yang tidak akan binasa. Paulus menegaskan kontrasutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBAini untuk meyakinkan kita bahwa "yang mula-mula datang bukanlah yang rohaniah, tetapi

yang alamiah; kemudian barulah datang yang rohaniah" (ay. 46). Rohaninya manusia

bukan karena tambahan unsur ilahi melainkan karena nanti dalam kebangkitan, "yang

dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini harusmengenakan yang tidak dapat mati" (ay.53f).

40

HIDUP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA

juga Allah membuat ruakh manusia terhubung dengan kosmos dengan

mengembuskan nap as hidup ke dalam hidung manusia, membuatnya

bema pas. Maka, terjemahan KJV yang tidak tepat itu kemudian

dikoreksi terjemah modem menjadi "a living being" (NAB, NJB, NIV,

RSV, TNK). Tindakan Allah mengembuskan napas hidup ke dalam

hidung manusia hanya hendak mengatakan "hiduplah manusia itu"

(BIS).

Demikianlah ruakh manusia dalam PL tidak dipahami secara

dikotomis. Hal yang menguntungkan dari kata Ibrani ruakh adalah

medan maknanya yang memiliki pengertian konkret "angin" (udara

yang bergerak). Seperti an gin yang bisa bertiup kuat atau Iernah,

demikian juga manusia mengalami kuat-lemahnya ruakh yang antara

lain ditopang oleh makanan dan untuk itu manusia bergantung pada

Allah yang membuatnya kenyang dengan kebaikan (Mzm. 104:27-28).

Demikianlah ruakh Allah di dalam diri manusia atau ruakh manusia

adalah sebuah terminologi relasional yang menyatakan posisi dan

kondisi manusia dalam relasinya yang dinamis dengan Allah, seperti

halnya manusia sebagai gambar Allah merupakan contoh bagaimana

Allah berkuasa di bumi.

Konsep PL ten tang spiritualitas berangkat dari dan terkait konsep

tentang kehidupan sebagai lawan sekaligus mengatasi kematian

(Knierim, 1995:272-9). Hidup yang sekarang tak dilihat sebagai

persiapan atau sesuatu yang lebih rendah dari hidup sesudah mati.

Hidup yang sekarang memiliki dimensi kasat mata (fisik) dan tak kasat

mata (non-fisik), namun hidup itu sendiri adalah suatu kesatuan, bukan

dualisme substansi tubuh-jiwa yang masing-masing otonom. Tubuh

bukan penjara jiwa dan juga bukan kurang penting dibandingkan

jiwa. Dalam kesatuan tubuh-jiwa, manusia mengaktualisasi diri dan

menghayati eksistensinya secara jasmani-rohani. Sudah tentu aktivitas

rohani lebih menonjol dalam kegiatan refleksi dan aktivitas jasmani

lebih dominan dalam kegiatan olahraga. Namun, hidup itu sendiri

pada dasamya suatu realitas rohani yang melampaui realitas debu

tanah. Tidak ada pengalaman rohani dalam arti hanya roh manusia

saja yang mengalami. Tidak ada pengalaman biasa dalam arti hanya

tubuh manusia saja yang mengalami. Pengalaman hidup pada

dasamya rohani. Pengalaman rohani adalah pengalaman hidup yang

di dalarnnya orang lebih menghayati kehadiran Allah daripada dalam

41

Page 9: FORUM BIBLII(A - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/_mediavault/2014/... · bertanya apakah "Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup?"

FORUM BIBLIKA27 HID UP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA

pengalaman biasa. Karena faktoryxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBAruakh, manifestasi hidup manusia

bukan semata hasil fungsi-fungsi syaraf dan fisiologis.

Gambaran orang yang tak sanggup menahan angin (NIV, NJB

"the wind") adalah meta fora manusia yang tak bisa mengontrol hari

kematiannya. Terjemahan "roh" untuk ruakh (KJV, NKJV, RSV "the

spirit") atau "napas hid up" (bnd. TNK, NAB "the lifebreath") juga

tidak salah, malah menegaskan manusia tak berkuasa atas hidupnya.

Karena manusia bukan sumber hidup, kendall atas ruakh-nya juga tidak

di tangannya.Hidup mati manusia di tangan Allah.

Di dalam tangan-Nya terletak nyawa (nepd) segala yang hidup dan napas (ruakh)

setiap man usia. (Ayb. 12:10)

E.yutsrponmlkihedcbaUTSRPONMLKJIHFEDBAHidup dalam ketergantungan pada Allah

Seandainya Allah rnencabut nyawayvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGD(ruakh) rnanusia, dan

rnengambil kernbali napas hidupnya (nesama), maka matilah

sernua makhluk yang bernyawa, dan manusia menjadi debu

('apar) seperti semula (Ayb. 34:14-15,BIS).

Napas hidup manusia bukan prinsip kreatif-imanen dan otonom

di dalam dirinya (seperti dalam vitalisme modem), tetapi bergantung

pada Allah. Pemazmur mengaku Allah telah membentuk dirinya sejak

masih dalam kandungan (Mzm. 139:13;bnd. Ef. 1:4).

Napas hidup makhluk tak berasal dari diri sendiri atau dari dunia

alam melainkan dari Allah.

Apabi,la Engkau mengambil roh mereka (rukham), mereka mati

binasa dan kembali menjadi debu ('apar). Apabila Engkau mengirim

roh-Mu (rukhaka), mereka tercipta (Mzm. 104:29b-30a).

Melihat kesejajaran di atas, Dahood (1970:46-47) membaca mem

dalam rukham sebagai enklitik, bukan sufiks pronominal "mereka," untuk

menghindari kesejajaran yang monoton. Dahood juga merujuk kepada

teks Qumran yang derni alasan konteks rupanya mengubah nokhm jadi

nokhk. Apakah "roh mereka" atau "roh-Mu," yang jelas ruakh di sini tidak

dimengerti secara ontologis (Roh Allah). [ika dimengerti secara ontologis,

Roh Allah dalam makhluk hidup tetap Roh Allah dan tak boleh disebut

"roh mereka," roh makhluk hidup. Yang dimaksud dengan ruakh di sini

adalah roh yang membuat makhluk hidup bema pas. Untuk napas hidup

itu, makhluk hidup sepenuhnya bergantung pada Allah, selama AllahutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBAtak

menarik kembali ruakh itu (Allen, 1983:34).Sumber hidup tidak hanya

"firman TUHAN," tetapi juga "napas (ruakh) dari mulut-Nya" (Mzm. 33:6).

Hal vital yang menjaga kelangsungan hidup manusia (lifeforce, vital pawer)

bergantung pada Allah. Pemazmur tidak sedang menegaskan penciptaan

terus-menerus (creatio continua) tetapi Allah sebagai penguasa kehidupan

(Kraus 1989,303).

Meski manusia bertanggung jawab memelihara hidupnya dan

tidak cari mati, hidup mati bukan di tangannya sendiri.

Tiada seorang pun berkuasa menahan angin (haruakh) dan tiada

seorang pun berkuasa atas hari kematian. (Pkh. 8:8)

Saat mati, segala sesuatu yang merupakan unsur pokok tubuh

kembali ke asalnya, kembali ke tanah, namun hidup (ruakh) kembali

kepada Allah (Kej. 3:19, BIS; Pkh. 12:7; bnd. Kej. 6:3 "Aku tidak

memperkenankan manusia hidup selama-lamanya," BIS). Karena

hidup manusia melampaui kejasmaniannya, orang Israel saat ajal

mendekat berseru kepada "Allah dari roh (ruakh) segal a makhluk" (Bil.

16:22;27:16) atau Allah "yang memberi kehidupan kepada segala yang

hidup" (BIS). Pemazmur dengan tabah menyongsong kematiannya,

"Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku (r:uakh)" (Mzm. 31:6;

bnd. Luk. 23:46). Menyerahkan nyawa sarna dengan "mengembuskan

nap as" (Ayb. 11:20mappakh-napeS). Maka, verba gawa' (TB "meninggal")

sebenamya adalah deskripsi tentang "mengembuskan napas terakhir"

(Kej. 25:8, 17; 35:29; 49:33 "to breathe one's last," NIv, RSV,NAB, NJB;

bnd. Mat. 27:50;Yoh. 19:30"menyerahkan nyawa") atau "putus nyawa"

(Ayb. 3:11, BIS). Saat mati, tak terlihat secara empiris apakah ruakh

manusia naik atau ruakh binatang turun ke bawah, seolah-olah juga

nasib keduanya sarna yakni kembali ke debu dan tak ada kelebihan

manusia atas binatang (Pkh. 3:19-21, BIS).

Manusia bukan sumber hidupnya sendiri dan tidak hidup dari roti

saja melainkan juga dari firman TUHAN (Ul. 8:3).Orang yang berpegang

pada ketetapan dan peraturan Tuhan "akan hidup karenanya" (1m.

18:5). Mengakhiri pidatonya yang panjang kepada bangsa Israel, Musa

memperingatkan mereka, "Perkataan ini bukanlah perkataan hampa

bagimu, tetapi itulah hidupmu, dan dengan perkataan ini akan lanjut

umurmu di tanah, ke mana kamu pergi" (UI. 32:47). Hidup yang

dibicarakan dalam PL adalah sesuatu yang konkret sebagaimana nyata

dalam makhluk hidup, bukan energi yang beroperasi di dalam tubuh

manusia atau atas tubuh manusia. Kedudukan hidup adalah hati.

42 43

Page 10: FORUM BIBLII(A - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/_mediavault/2014/... · bertanya apakah "Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup?"

FORUM BIBLIKA 27

Maka, menjaga hati berarti menjaga hidup. Hidup baik merupakan

kombinasi antara menghendaki dan melakukan hal-hal baik, membenci

dan menjauhkan diri dari hal-hal buruk. "Siapa membenci suap akan

hidup" (Ams. 15:27). Kehendak adalah ciri kehidupan manusia (2Taw.yxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBA

29:31 nedib leb "rela hati"; RSV "willing heart," bnd. NIV; Mzm. 51:14

ruakh nediba "hati yang rela," BIS; NIY, RSY, NAB "willing spirit"). Dalam

PL, kehendak lebih bernilai daripada refleksi. Kehendak membuahkan

aktivitas dan kerja. Hidup manusia pada dasarnya gabungan kehendak

dan kerja, karsa dan karya.yutsrponmlkihedcbaUTSRPONMLKJIHFEDBA

KEPUSTAKAAN

Allen, LeslieutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBAC.

1983 Psalms 101-150. WBC 21. Waco: Word.

Botterweck, G.J. et a1. (ed.),

1974-2086 Theological Dictionary of the Old Testament. 15 jilid. Grand

Rapids.

Dahood, Mitchell J.1970 Psalms III. AB 17A. New York: Doubleday.

Delitzsch, Franz.

1977 (1855) A System of Biblical Psychology. Diterj. R.E. Wallis.

Grand Rapids: Baker.

Hamilton, Victor P.

1990 The Book of Genesis: Chapters 1-17. NICOT. Grand Rapids:

Eerdmans.

[oiion, Paul, T. Muraoka

2006 A Grammar of Biblical Hebrew. Subsidia Biblica 27. Roma.

Karman, Yonky

2008 (April) "Kerja." Bahana.

2011 (Maret) "Kematian." Bahana.

Kautzsch E., A. E. Cowley (ed.)

1910 Gesenius' Hebrew Grammar. Oxford.

Kawashima, Robert S.

2006 "A Revisionist Reading Revisited: On the Creation of Adam

and then Eve."yvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGDVT 56:46-57.

44

HIDUP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA

Keil, cr. and F. Delitzsch.

2001 The Pentateuch. Commentary on the Old Testament. Peabody:

Hendrickson.

Knierim, Rolf P.

1995 The Task of Old Testament Theology: Method and Cases. Grand

Rapids: Eerdmans.

Kraus, Hans-joachim

1989 Psalms 60-150: A Commentary. Continental Commentary.

Diterj. H.C. Oswald. Minneapolis: Fortress.

Kushner, Harold S.

1981 To Life: A Celebration of Jewish Being and Thinking.

Boston:Little, Brown and Company.

Piper, Otto A.

"Life." IDB III:124-30.

Preuss, Horst D

1995, 1996. Old Testament Theology. OTL. 2 jilid. Diterj. Leo G. Perdue.

Louisville: Westminster John Knox.

von Rad, Gerhard

1972 Genesis. Rev. OTL. Tr.John. H. Marks. Philadelphia: Westminster.

Sarna, Nahum M.

1989 Genesis. The IPS Torah Commentary. Philadelphia: The Jewish

Publication Society.

Stadelmann, Luis I.J.

1970 The Hebrew Conception of the World: A Philology and Literary

Study. AnBib 39. Rome: Pontifical Biblical Institute.

Tengstrom, S. & H.-J. Fabry.

rm. TDOT XIII:365-402.

Trible, Phyllis.

1978 God and the Rhetoric of Sexuality. OBT. Philadelphia: Fortress.

Wachter, L.

1tll'. TDOT XI:257-65.

Waltke, Bruce K., M. O'Connor,

1990 An Introduction to Biblical Hebrew Syntax. Winona Lake.

Wenham, Gordon J.

1987 Genesis 1-15. WBC 1. Waco: Word.

Westermann, Claus

1984 Genesis 1-11: A Commentary. Tr.J.J. Scullion. Minneapolis: Augsburg.

45