forum biblii(a -...
TRANSCRIPT
FORUM
BIBLII(AJurnal Ilmiah PopulerutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBA
ISS;-..J1410-7007No. 27 - 2013zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
ETIKA BIBLIKA
Erika Biblika dan Taurat MusaB.A. Pareira
ARTikElA. Santoso Mernaharni IstilahyvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGDTsedaqoh. 13
30Y. Karman Hidup Manusia Menurut Perjanjian Lama
H.F. Mandaru Solidaritas: Membaca Etika Paulus 46
63Y.B. Setyawan Pclayanan dan "Kepemimpman" Paulus
83M. Harun Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup?
RUANG ISTiLAItKlldus
103
TillljAUAN BukuPcnka Yasua
Perempuan Sumber Dv"a?: SebuubyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBARefleksr ArKitaNah 105I'.G.Singgih
D,m Kotueks: Taf<rr"rifsrr Perianjum 1.ama 'r~agar
Respons afos Prrjatanc.-n Reformasi di Indonesra. 1J8
DITgRBITK.I\N OLJ<:JI
Lb:MBAGA ALKITAB INDONESIA
FORUM BIBLIKA 27 No. 27 - 2013
PEMIMPIN UMUMIPENANGGUNG JAWAB
Harsiatmo Duta Pranowo
PENASIHATutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBAA. Gianto (pontifical Biblicallnstitute, Roma), B. Kaswanti Pu rv'IO (UNlKA Atmajaya, Jakarta),
Daud H. Soesilo (United Bible Societies, Brisbane), Gerrit E. Singgih (UKDW, Yogyakarta),
H. Pidyarto (Lembaga Biblika Indonesia, MaJang), Samuel B. Hakh (STT Jakarta).
PEMIMPIN REDAKSI
Neila G.M. Mamahit
REDAKSI
Anwar Tjen, Elia Mesrico Abdi Kasih, Fatmawati Sa rang, Lady Paula Reveny Mandalika,
Martin Harun, M.K. Sembiring, Pericles G. Katoppo, Wenas Kalangit.
REOAKTUR PELAKSANA
Hortensius Florimond
TATA LETAK
Markus Johan
.. ADMINISTRASIISJRKULASI
Adelin L. Rengkllng
Redaksi menerima tulisan-tulisan berupa Artikcl (Article), Studi Singkat (Short Note), Tinjauan
Buku (Book Review) atau juga Kajian Riset (Research Review) yang berhubungan dengan masalah-
masalah biblika.
Tersedia juga Ruang IstiJah unruk menjelaskan kata-kata atau ungkapan-ungkapan daJam Alkitab.
Redaksi sangat berterima kasih apabila tuJisan yang dikirim sudah diketik sesuai Pedornan
Penulisan Naskah yang resmi dibuar oleh Redaksi Forum BibJika.
Panjang tulisan hendaknya tidak lebih dari 3000 kata untuk Artikel, 1000 kata untuk Studi Singkat
dan 500 kata untuk Tinjauan Buku. Tulisan scbaiknya juga dikirirn dalarn bentuk naskah elektronik
daJam disket atau sebagai attachment file.
Redaksi berhak mempertimbangkan dan menyunting tulisan-tuJisan terscbut tanpa mengubah isi
dan artinya
Tulisan-tulisan yang tidak dimuat akan dikembalikan bila disertai dengan perangko balasan.
ALAMAT REOAKSI
JI. A. YaniyvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGD90, Bogor 16161, Tel. +62 2518339530, Faks. +62 2518311414
E-mail: [email protected] Website: www.alkitab.or.id/biblika
BCA Cab. Matraman, Jakarta o. Rek. 342 - 3016261
a.n, Yayasan Lembaga Alkitab Indonesia
Diterbitkan oleh
LEMBAGA ALKITAB INDONESIA
Anggota lKAPI No. 067/DKI/97
Terdaftar di Departemen Agama RJ
No. F/Kep./HK 005/14/476/1997
Berita Negara RI No. 69/1997
TBN RI Tanggal27/6-1997 No. 51
Pengganti ongkos cetak: Rp. 12.500,- (+ Rp. 4.500,- ongkos kirim dalarn negeri);
luar neger.: US$ 6.- (beJum termasuk ongkos kirim).
Dicetak oleh Percetakan Lembaga Alkitab IndonesiayxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBA
Tlllisan-hliisan yang dimuat tid k b .a erarti selaras denga), at au mencermink an pendapat LAI.yutsrponmlkihedcbaUTSRPONMLKJIHFEDBA
Dari Redaksi
Forum Biblika No. 27 ini bertemakan "Etika Biblika". Enam artikel
utama di dalam FB27 ini pemah disampaikan oleh para penulisnya dalam
Simposium Ikatan Sarjana Biblika (ISBI),yang diselenggarakan di Wisma
Samadhi - Klender, Jakarta, 26 - 28 Juli 2012 yang lalu. Karangan Prof.
Dr. Berthold Pareira, O. Carm, yang menjabat Ketua ISBIsaat itu, menjadi
Pengantar tematis edisi ini. Beliau mengajak kita untuk tidak melupakan
Taurat Musa sebagai kumpulan kitab yang penting bagi etika Alkitab,
sekaligus mengingatkan kita bahwa Taurat Musa sudah terlalu lama
diabaikan dalam pembahasan tentang etika atau moral Kristen.
Dua karangan berikutnya berfokus pada tema-terna etika Perjanjian
Lama. Dr. A. Santoso secara khusus mengupas salah satu konsep penting
dalam etika PL, yaitu tsedaqah, sedangkan Dr. Yonky Karman menyoroti
tema "Hidup Manusia" dalam Perjanjian Lama. Dua artikel selanjutnya
beralih ke Perjanjian Baru, khususnya surat-surat Paulus. Tulisan H.F.
Mandaru menyoroti terna "Solidaritas" dalam etika Paulus, sedangkan
Dr. Yusak B. Setyawan berupaya merekonstruksi konsep "Pelayanan dan
Kepemimpinan" dalam tulisan Paulus. Di tengah krisis ekologi yang
parah dewasa ini, wawasan biblis tentang etika-lingkungan terasa amat
mendesak. Prof. Dr. Martin Harun coba menjawab tantangan ini dengan
bertanya apakah "Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup?".
FB 27 ini dilengkapi dengan kolom ruang istilah yang membahas
konsep "Kudus" dalam Alkitab. Selanjutnya, masih ada dua tinjauan-
buku yang menjadi sajian penutup.
Dengan memohon maaf sebesar-besarnya atas keterlambatan terbitan
Forum Biblika tahun ini, kami mengucapkan Selamat Membaca, Tuhan
Memberkati!
HIDUP MANUSIA MENURUT
PERJANJIAN LAMAyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBA
Yonky Karman, SII Jakarta
Abstract
In the perspective of Hebrew thinking, the Old Testament sees neither
intelligence nor matter as the constitutive element of human being but the
breath of life. God himselfzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAis the ultimate source of life. However, man is also
constituted of matter as part of his being created from the dust of the earth.
Man is by nature spiritual and physical at the same time.
Dalam buku fiksi Frankenstein (1818), Mary Shelley, sang pengarang,
berkhayal manusia mampu membuat potongan-potongan tubuh mayat
yang disatukan dapat hidup kembali dengan sengatan aliran listrik. Dalam
film Artificial Intelligence, sutradara Steven Spielberg memimpikan robot
yang merniliki perasaan. Sejauh ini manusia sudah berhasil membuat robot
yang bisa bergerak dan berpikir seperti manusia, berinteraksi di antara
sesama mereka, menciptakan suatu komposisi musik, bahkan mengenali
manusia dari wajah dan suaranya. "Nyawa" robot itu adalah baterainya.
Dalam dunia sains, manusia belum berhenti untuk mewujudkan mimpi
menciptakan nyawa. Ah1i biokimia berusaha merekayasa pembuatan
asam amino, senyawa organik penyusun organisme hidup, yang
pembentukannya diyakini sebagai langkah awa1 evolusi kehidupan.
Kehidupan seolah-olah dapat terbentuk sendiri. Manusia seakan hanyalah
perpaduan unsur-unsur kimiawi dan gelombang 1istrik.I
I. Allah yang hidup
Orang Yahudi menghargai hidup dengan mengucapkan lehayyim ("untuk
kehidupan") saat bersu1ang. Konsep merayakan hidup berakar da1am PL
(Kushner, 1981). Hidup dalam pemahaman PL tak terpisah dari sumbemya,
yakni Allah "sumber hayat" (Mzm. 36:10), "sumber air yang hidup" (Yer.
2:13; 17:13). Allah yang hidup adalah kontras dengan patung berhala
buatan manusia yang tanpa nyawa di dalamnya (Yer. 10:14).
30
HIDUP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA
Jati diri Allah yang hidup dipertegas dalam formula sumpah "derni
Aku yang hidup" (20 kali; BiI. 14:28 hay-'ani; UI. 32:40 hay 'anoki). Allah
bersumpah demi diri sendiri karena tidak ada yang lebih besar daripada
Allah. Israel mengadopsi formula sumpah itu menjadi "derniutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBATUHAN yang
hidup" (53 kali; Hak. 8:19; Rut 3:13; lSam. 14:39; 19:6; Yer. 5:2; 16:14f; 23:7f;
38:16 hay-yhwh). Formula sumpah itu dipakai untuk membuat sumpah
efektif berikut sanksinya.
Disebut sebagai Allah yang hidup bukan karena Ia pernah mati
lalu bangkit (bnd. Mzm. 102:26-29), juga bukan karena tidak dapat mati,
melainkan karena Allah itu aktif, berinisiatif, dan bertindak (Preuss,
1995:243-4). Maka, ungkapan "Allah yang hidup" (,elohim hayyim; Mzm.
42:3; 84:3 'el hay) dikaitkan dengan kuat kuasa YHWH (UI. 5:26; Yos. 3:10;
LSam. 17:26,36; 2Raj. 19:4//Yes. 37:17; bnd. Mat. 26:63; Kis. 14:15; Rm. 9:26;
Why. 7:2). "TUHAN hidup" (hay-yhwh) ada1ah "Allah penye1amatku"
(Mzm. 18:47). Umat Israel pun disebut "anak-anak Allah yang hidup" (Hos.
1:10/2:1).
Meski Allah merniliki kuasa untuk "mematikan dan menghidupkan"
(lSam. 2:6), tidak satu kali pun Allah diidentifikasi sebagai dewa maut. Kata
lbrani mot untuk maut (dalam Ayb. 28:22; 30:23; Ams. 5:5; 7:27 maksudnya
alam maut) memang dapat mengingatkan kita kepada Mot, dewa alam
maut dalam agama Kanaan.yvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGDNamun, tidak cukup bukti bahwa kata lbrani
itu juga berarti dewa alam maut, meski mungkin saja demi tujuan puitis
kata lbrani mot dipinjarn dari konsep orang Kanaan ten tang penguasa
a1am maut (Stadelmann, 1970:168). Yang jelas Allah "bukanlah Allah orang
mati, melainkan Allah orang hidup" (Mat. 22:32//Mrk. 12:27//Luk. 20:38).
Penegasan itu menjadi relevan terutama berhadapan dengan hidup kita
yang fana, yang berada di bawah bayang-bayang kematian (Mzm. 49:8-10).
II. Manusia yang hidup
Ketika itulah TUHAN Allah membentuk (wayyitser) manusia itu (ha'adam)
dari debu tanah ('apar min-ha'adamah) dan menghembuskan napas hidup
(nismat hayyim) ke dalam hidungnya, demikianlah manusia itu menjadi
makhluk yang hidup (nepei hayya) (Kej. 2:7).
Tentang manusia dijadikan dari debu tanah bukanlah gagasan unik
PL. Dalam Epik Gilgamesh (1.34), Dewi Aruru digambarkan menjadikan
Enkidu dari tanah hat. Demikian juga halnya Dewa Khnum dalam
31
FORUM BIBLIKA27
monumen-monumen Mesir. Yang unik dari tradisi Ibrani adalah bahwa
penciptaan manusia digambarkan dengan Allah terlibat langsung di
dalamnya. Dari ayat ini tampaklah bahwa adalah Allah yang membuat
manusia. Berikut akan kita lihat manusia sebagai makhluk tanah, mortalitas
manusia, napas hidup manusia, manusia seutuhnya, dan hid up manusia
dalam kebergantungannya pada Allah.
A.yutsrponmlkihedcbaUTSRPONMLKJIHFEDBAMakhluk tanah
UnsuryvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGD'apar dan 'adamah dalam penciptaan manusia dipakai secara
sejajar demi irisan maknanya (Westermann, 1984:259). Idealnya terjadi
pengulangan preposisiyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBAmin (min-toper min-ha'adamah). Namun, untuk
verba pembuatan sesuatu dengan objek ganda (benda yang dibuat dan
bahan darinya benda itu dibuat), preposisi itu tidak harus hadir dua
kali sehingga cukup 'apar min-ha'adaman (GKe §117dst.; IBHS, §10.2.3c),
bahkan preposisi min bisa tidak periu hadir untuk menerangkan bahan
yang darinya sesuatu berasal (Kei. 38:3; UI. 27:6; Kid. 3:10). Klausa
verbal wayyitser 'ei-ha'adam 'apar pada awalnya mungkin merupakan
klausa nominal ha'adam 'apar "manusia adalah debu" (GBH, §125 v).
Subjek dalam klausa nominal menjadi obyek klausa verbal dan predikat
menjadi objek keduanya.
Adapun kata 'apar di sini bukanlah massa padat dan juga bukan
debu biasa, tetapi tanah gembur, bagian terbaik tanah (Delitzsch,
1977:92; KeilutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBA& Delitzsch, 2001:49). Manusia dibentuk dari debu
tanah (,adamah) yang cocok untuk pertanian (arable land). [ika narasi
penciptaan yang pertama menggambarkan penciptaan bergerak dari
kaos (kacau balau) kepada kosmos, narasi kedua menggambarkan
keadaan awal bumi yang gersang seperti gurun (von Rad, 1972:76),
belum ada hujan, belum ada yang mengerjakan tanah, dan belum ada
sesuatu yang tumbuh (Kej. 2:5). Allah lalu menjadikan manusia dari
tanah dan tugas pertamanya adalah mengerjakan tanah (Kej. 2:15;
Wenham, 1987:59).Tanah ada untuk manusia dan manusia ada untuk
mendiami tanah (Yes. 45:18), demikianlah manusia dan tanah saling
berg an tung.
Phyllis Trible (1978:80)benar ketika menekankan manusia sebagai
makhluk tanah (earthly creature), namun tidak benar dengan pembacaan
revisionisnya (menggagas tafsir baru yang berbeda dari hal-hal yang
32
HID UP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA
sudah jelas) bahwa "Allah membentuk manusia itu, yang adalah
debu saja, dari tanah" (Kawashima, 2006). Trible begitu menekankan
'adam sebagai debu sehingga menurutnya manusia pertama belum
terdiferensiasi secara seksual, berbeda dari pemahaman bias a yang
membaca 'adam di sini sebagai laki-laki pertama. Namun, benar bahwa
Kejadian 2:7 hendak mengatakan bahwa bahwa seberapa pun mulianya
manusia ia tetaplah makhluk tanah. Ketanahan manusia dipertegas
dengan memperlihatkan bahwa organisme hid up lain juga dijadikan
dari bahan dasar yang sama; pohon (Kej. 2:9 min-ha'adamah; TB "dari
bumi") dan hewan juga dari tanah (Kej. 2:19 min-ha'adamah).
Allah menjadikan manusia dari tanah yang menjadi bahan dasar
laki-Iaki pertama, sebagaimana nanti tulang rusuknya menjadi bahan
dasar perempuan pertama (Kej. 2:21); sebagaimana Adam menjadi
leluhur manusia, demikian juga Hawa menjadi "ibu semua yang hidup"
(Kej. 3:20). Jika narasi penciptaan yang pertama menggambarkan
kemuliaan manusia yang segambar dan serupa Allah namun tidak
menjelaskan mengapa manusia disebut 'adam dan dari bahan apa
ia dijadikan (Kej. 1:26-27), maka narasi kedua menggambarkan
manusia sebagai bagian dari alamo Manusia dibentuk II dari tanah"
(min-ha'adamah), sekaligus menjelaskan mengapa manusia dalam
tradisi Ibrani disebut 'adam (Mzm. 10:18 'enos min-ha'arets "manusia
dari tanah," TNK, RSV, NIV; TB "manusia di bumi" mengikuti LXX).
Permainan kata antara 'adam dan 'adaman juga dijumpai dalam bahasa
Latin, yaitu homo ("manusia") dan humus ("tanah").l Manusia terikat
dan menyatu dengan tanah. Jika sufiks -a tidak dibaca sebagai penunjuk
gender feminin melainkan sebagai penunjuk arah, maka 'adaman tidak
hanya menunjuk kepada asal manusia tetapi juga pada keterarahannya
selama hidup dan destinasinya. Selama hidupnya, manusia bergantung
pada tanah dan ketergantungan itu terlihat ketika manusia bersusah
payah mencari rezekinya dari tanah (Kej. 3:17-18). Karena diambil dari
tanah, manusia juga "kembali ke tanah."
Sarnpai engkau kembali ke tanah (ha'adamah), karena dari situlah
engkau diambil, sebab engkau debu ('apar) dan engkau akan kembali
ke debu. (Kej. 3:19)
I Dalam Bahasa Indonesia, kata "manusia" mungkin berasal dari kata Sanskerta man
("berpikir") atau manas yang merujuk kepada kodrat batin manusia yang bersifat spiritual
seperti akal budi, perasaan, ingatan, roh, dan seterusnya (bnd. Keil & Delitzsch, 2001:50).
33
FORUM BIBLIKA27yutsrponmlkihedcbaUTSRPONMLKJIHFEDBA
B. Mortalitas
Sebagai bagian dari alam, manusia tunduk kepada hukum-hukum alam
(biologi, fisika, dan psikologi). Relasi saling ketergantungan an tara
manusia dan tanah mengindikasikan kefanaan (Westermann, 1984:206).
Debu di sini bukan meta fora kerendahan manusia di hadapan sosok
ilahi (bnd. Kej. 18:27) melainkan meta fora mortalitas .(bnd. Mzm. 22:16yxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBA
'apar-mauiei"debu maut").
Pemazmur merenungkan kasih sayang Tuhan yang telah
menyelamatkannya dari kematian dengan mengatakan bahwa Tuhan
tahu manusia hanyalah "debu Capar) ... hari-harinya seperti rumput,
seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin
melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya
lagi" (Mzm. 103:14-16;bnd. Ayb. 14:2; 102:12;Yes. 40:6-7). Masa hidup
manusia adalah 70 atau 80 tahun. Lumayan lama namun berlalunya
seperti embusan napas dalam keluhan, seperti rumput atau bunga yang
baru berkembang kemudian cepat layu, bahkan tak berbekas (Mzm.
90:9-10), seperti embusan napas (Ayb. 7:7 ruakh; 7:16 hebel), seperti
mimpi (Ayb. 20:8), seperti bayang-bayang (1Taw. 29:15; Ayb. 8:9; 14:2;
Mzm. 39:7; 102:12; 109:23; 144:4; Pkh. 6:12; 8:13), seperti awan (Ayb.
7:9). Manusia pun meratapi kefanaannya yang sebenamya merupakan
bagian dari kodratnya (Ayb. 9:25-26).
Metafora debu mungkin ada hubungannya dengan upacara
pemakaman di Palestina dulu (Wachter, XI:264; Hamilton, 1990:158).
Orang meninggal tak dimakamkan di tanah untuk bercocok tanam
tetapiutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBAdi dalam gua gunung dengan tatakan memanjang seperti bangku
panjang. Saat ada pemakaman baru di makam lama, pelayat dapat
melihat tumpukan debu jenazah lama di atas tatakan. Debu adalah
rahim manusia dan suatu hari ia kembali ke asalnya sana. Demikianlah
ungkapan "kembali ke debu" berulang kali dipakai penyair Alkitab
(Mzm. 104:29;Ayb. 10:9; 34:15; Pkh. 3:20; [ldakka' "asal" dalam Mzm.
90:3;yvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGD[l'adam "tanah" dalam 146:4; //'erets "tanah" dalam Pkh. 12:7).
Kitab Ayub amat jelas menggambarkan kefanaan manusia dengan
metafora 'apar "debu" dalam kesejajaran dengan khomer "tanah liat"
(Ayb. 4:19; 10:9;27:16; 30:19; 13:12 'eper). Manusia dibentuk dari tanah
liat (Ayb. 33:6). Allah "mernbentuk" (yatsar) manusia dari debu tanah
dan itu digambarkan sebagai tindakan seorang yotser ("tukang peri uk",
Yes. 41:25; 45:9; 18:2-3). Manusia digambarkan sebagai sosok "yang
34
HIDUP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA
dasarnya dalam debu" dan tubuhnya sebagai "pondok tanah liat" (Ayb.
4:19 batte-khomer).
Dalam pandangan antropologis zaman itu, mortalitas merupakan
takdir manusia, apalagi diperkuat fakta angka kematian anak yang
amat tinggi. Seperti halnya semua organisme hidup lain, kebakaan
bukan kodrat manusia. Dalam PL, kematian bukanlah upah dosa
(bnd. Rm. 3:23), sebab manusia tak tercipta dengan benih imortalitas.
Manusia tercipta dalam kondisi bisa mati dan suatu saat juga akan mati
(Preuss, 1996:149), itu sebabnya ada "buah pohon kehidupan" yang
kalau dimakan akan membuat manusia hidup selamanya (Kej. 3:22).
Bagaimana memahami larangan agar Adam tidak makan buah
dari pohon pengetahuan ten tang yang baik dan jahat berikut dengan
konsekuensi untuk pelanggaran bahwa "pastilah engkau mati"
(Kej. 2:16-17)? Von Rad (1972:81, 95-96) menjelaskan bahwa bunyi
konsekuensi itu bukan "pastilah engkau menjadi bisa mati (mortal)"
melainkan "pastilah engkau mati." Mengingat setelah itu, Adam dan
Hawa masih terus hidup, konsekuensi hukuman itu lebih menyangkut
hidup, bukan manusia kehilangan benih imortalitasnya. Dengan makan
buah itu, manusia akan dibayang-bayangi kesadaran tentang kematian
dirinya, suatu kesadaran yang membebani hidup.
Cara lain untuk memaharni "pastilah engkau mati" adalah mati
sebelum waktunya (premature death). Untuk itu, banyak nasihat dalam
Kitab Amsal agar manusia tidak "mencintai maut" (Ams. 8:36), tidak
mati karena "menghina firm an" (Ams. 19:16), tidak meninggalkan
"jalan kehidupan" (Ams. 2:19; 5:6; bnd. 15:10 "jalan yang benar"), dan
menghindari "jerat maut" (Ams. 13:14; 14:27). Kebalikan dari mati
sebelum waktunya adalah menempuh [alan kehidupan, yang berarti
umur panjang (Ams. 3:22; 4:4, 10, 13, 22f; 6:23; 7:2; 8:35; 9:6, 11; 10:17;
15:24) dan sejahtera (Ams. 3:2), menghindari mati pada pertengahan
umur (Mzm. 102:25; Yes. 38:10), menghindari mati di negeri asing,
tanah yang dianggap tidak tahir (Yer. 20:6; 22:11-12, 26; 42:16-17; Yeh.
12:13; 17:16;Am. 7:17).
Menurut pemazmur, kebanggaan masa hidup manusia selama
70 atau 80 tahun adalah "kerja keras Camal) dan penderitaan" (Mzm.
90:10; bnd. KJV "labour"; RSV, NAB "toil"), termasuk selama hidup
menjauhkan diri dari bahaya dan kejahatan. Untuk itu, Allah bersedia
menjadi temp at perlindungan manusia dari musuh-musuhnya
35
FORUM BIBUKA 27
(UI. 33:27; Mzm. 14:6;46:2). Betapa pun susahnya hidup, hidup sangat
berharga, nilainya hanya dilampaui oleh kasih setia Tuhan (Mzm.yxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBA
63:4 khesed). Umur panjang adalah obsesi hidup, tentunya hidup yang
bahagia (Ams. 3:16). Orang mau meneguk hidupnya sampai benar-
benar habis. "Matilah Ayub, tua dan lanjut umur" (Ayb. 42:17). Lanjut
umur dalam bahasa Ibraninya seba' yamim (KJV, RSV, NJB "full of
days"), dari sabe'a (Ams. 19:23 "puas"; UI. 33:23; lSam. 2:5 "kenyang").
Mati dini dipandang sebagai sebentuk hukuman dosa (Ayb. 15:32;
22:16; Mzm. 31:18; 37:35-36; 55:24;Ams. 10:27).utsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBA
C.yutsrponmlkihedcbaUTSRPONMLKJIHFEDBANapas hidup
Terminologi Ibrani untuk napas hidup manusia adalah nesama, nepes
(bnd. nap as), dan ruakh (bnd. roh, rohani). Ketiganya membentuk
sinonim dengan terjemahan yang sering dapat saling dipertukarkan.
Terjemahanvnyawa" sering dipakai untuk nepes (Im. 17:11;Ayb. 12:10),
namun bisajuga untuk ruakh (Mzm. 31:6).Adapun kata "napas" sering
digunakan untuk nesama, namun dapat pula untuk nepes (Ayb. 12:10;
Mzm. 33:10).Kata ruakh membentuk sinonim dengan neiama (Ayb. 27:3;
32:8;34:14;Yes.42:5) dan nepes (Ayb. 12:10).Nesama adalah ruakh dalam
aksi (Keil & Delitzsch, 2001:49). Berbeda dari nesama dan ruakh, maka
nepei merepresentasikan individualitas manusia yang tidak lenyap saat
mati sehingga dipakai sebagai kata refleksif (-self) sebanyak 53 kali (BiI.
30:2/3 "dirin,ya"), sementara semua unsur dari orang yang meninggal
terdisintegrasi.
Von Rad (1972:77) melihat Kejadian 2:7 sebagai locus classicus
antropologi PL, bukan dalam arti membedakan tubuh dari jiwa
melainkan membedakan tubuh dari hidup, Berdasarkan debu tanah,
'adam sudah berbentuk manusia namun barulah menjadi makhluk
yang hidup sesudah Allah mengembuskan napas hidup ke dalam
hidungnya. Tanpa napas hidup itu, manusia hanyalah jasad tanpa
nyawa. Ketika napas hidup itu menyatu dengan bentuk tubuh manusia,
maka manusia menjadi makhluk yang hidup, secara fisik maupun
jiwa, bukan seperti robot yang bergerak. Demikian hidup manusia
langsung berasal dari Allah. Dari sudut ini, boleh dikatakan bahwa
embrio berkembang sebagai manusia daripada menjadi manusia.
Napas hidup yang berasal dari Allah bukanlah sesuatu yang
ilahi (ruakh Allah) ditambahkan ke dalam diri manusia sehingga
36
HIDUP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA
menambah kualitas hidupnya atau membuat manusia memiliki
kodrat ilahi (Tengstrom & Fabry, XIII.387-8; Westermann, 1984:206-7).
Kalaupun manusia memiliki ruakh, hal itu bukanlah substansi ilahi dan
juga bukan unsur yang membuat manusia menjadi makhluk rohani,
melainkan elemen manusia yang membuat dirinya aktif bernapas,
bergerak, bergairah, dan energetik. Dengan kata lain, ruakh manusia
adalah hidupnya sehari-hari, meski tak identik dengan tubuhnya
yang berasal dari debu tanah. Kendati mortalitasnya, dinamika hidup
manusia tidak hanya ditentukan secara biologis dan mekanistis. Ada
prinsip batiniah yang menggerakkan tubuh tanahnya dan itulah napas
hidup yang awalnya secara eksplisit dikatakan berasal dari Allah,
sekaligus juga membuatnya lebih istimewa dari hewan meski semua
hidup pada dasarnya berasal dari Allah (Keil & Delitzsch, 2001:49).
Manusia (hidup) pun identik dengan bernapas (Yos. 11:11; Yes. 2:22),
berbeda dari hidup tanaman yang istilahnya bukan bernapas.
Pilihan kata yang dipakai narator Ibrani di sini bukan ruakh
hayyim meski sebelumnya sebenarnya sudah ada ungkapan ruakh
'elohim untuk Roh Allah (Kej. 1:2). Istilah nismat hayyim dipakai karena
pemakaian ruakh jauh lebih luas, termasuk untuk hewan (Kej. 6:17;
7:15 ruakh hayyim "hidup dan bemyawa"). Kata neiama hanya 25 kali,
jauh lebih sedikit dibandingkan dengan ruakh yang hampir 400 kali,
dan dipakai hanya untuk Allah dan manusia (Hamilton, 1990:159).
Satu-satunya nisama untuk hewan tersua dalam niimai-ruakn hayyim
(Kej. 7:22),jelas merujuk kepada nismat hayyim namun juga dibedakan,
untuk memperlihatkan keunikan manusia dengan napas hidup yang
langsung berasal dari Allah (Wenham, 1987:60, 183;Sama, 1989:17).
Konsep antropologis napas hidup muncul kembali dalam nubuat
Yehezkiel tentang kebangkitan Israel sebagai bangsa dan kali ini
langsung dipakai kata ruakh sebagai sinonim nesama, semen tara untuk
kata "hidup" bukan adjektiva hay melainkan verba haya.
Beginilah firman Tuhan ALLAH kepada tulang-tulang ini, "Aku
memberi nap as hidup (ruakh) di dalammu supaya kamu hidup
kembali (haya) ... Aku akan ... memberikan kamu napas hidup (ruakh)
supaya kamu hidup kembali (haya) ... lihat, urat-urat ada dan daging
tumbuh padanya, kemudian kulit menutupinya, tetapi mereka belum
bema pas (ruakh). Maka firman-Nya kepadaku, "Bemubuatlah kepada
napas hidup itu (haruakh) ... dan katakanlah kepada nap as hidup itu
37
FORUM BIBLIKA27yvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGD
(haruakh): Beginilah firman TuhanALLAH: Hai napas hidup (haruakh),
datanglah dari keempat penjuru angin (rukhot), dan berembuslah ke
dalam orang-orang yang terbunuh ini, supaya mereka hidup kembali
(haya). Lalu aku bemubuat ... dan napas hidup itu (haruakh) masuk di
dalam mereka, sehingga mereka hidup kembali (haya) (Yeh. 37:5-10).
Relasi terpenting antara Allah yang hidup dengan manusia yang
hidup adalah pemberian napas hidup.yxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBA
Akulah yang membuai napas kehidupan (nesama) (Yes. 57:16).
TUHAN yang hidup yang telah memberi nyawa ini (nepei) kepada kita (Yer. 38:16).
Roh (ruakh) Allah ielah membuat aku dan napas (nesama) Yang Mahakuasa membuai
aku hidup (Ayb. 33:4).
TUHAN ... yang menciptakan roh (ruakh) dalam diri manusia
(Za. 12:1; BIS "TUHAN yang ... memberi hidup kepada manusia").
Apakah kata yang dipakai adalah "roh," "jiwa" atau "napas hidup,"
yang jelas ~da sesuatu di dalam diri manusia yang menggerakkan
tubuh dan hidupnya.
Orang Ibrani memandang dirinya istimewa dalam kesegambaran
dengan Allah dan pada saat yang sama menyadari kefanaannya
sebagai manusia. Oalam dialektika itulah manusia terombang-
ambing mengarungi samudra kehidupan. Salah satu problem
manusia modem adalah ketidakmampuan melihat dimensi spiritual
dirinya. Pacta 26 Agustus 2005, ada sebuah kandang khusus di Kebun
Binatang London yang dihuni delapan warga Inggris, tiga laki-laki
dan lima perempuan. Mereka terpilih dari 30 pelamar. Kandang itu
diberi keterangan "Manusia di Lingkungan Alamiahnya." Kandang
khusus itu bertetangga dengan kandang-kandang yang berisi hewan-
hewan primata, termasuk monyet dan gorila. Kedelapan penghuninya
memakai pakaian amat minim ditutupi dedaunan dan bertingkah
laku sebagai objek tontonan pengunjung, layaknya hewan-hewan di
kebun binatang. Menurut juru bicara kebun binatang itu, "Melihat
orang di lingkungan berbeda, di antara satwa-satwa lain, mengajarkan
masyarakat bahwa manusia sebenamya cuma sejenis primata atau
kera". Oi antara kedelapan orang itu ada ahli kimia, aktor, hingga
pecandu olahraga kebugaran. Sang ahli kimia bersaksi, "Banyak orang
mengira manusia lebih unggul dari binatang lain. Oengan melihat
manusia di dalam kandang kebun binatang, kita jadi sadar, sebetulnya
38
HID UP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA
tak ada yang istimewa pada diri manusia". Cara memandang manusia
seperti itu disebut biologisme. Manusia hanya dipandang sebagai
makhluk berdimensi tunggal, dari sudut biologis, tanpa dimensi
spiritual yang terhubung ke dunia ilahi. Namun, keunikan kodrat
manusia bukan pada tubuh biologisnya melainkan pada sesuatu
dalam dirinya yang imateriel. Keunikan itu dibahasakan dalam
narasi penciptaan yang pertama sebagai tercipta menurut citra ilahi
dan sekarang dalam narasi kedua dibahasakan dengan napas hid up
dari Allah. Tercipta dari tanah menggambarkan keterkaitan manusia
dengan organisrne hidup lain, pada saat yang sama manusia sebagai
makhluk juga memiliki keterkaitan langsung dengan Sang Khalik dan
dapat menjalin komunikasi dengan Allah. ltu membuat hidup manusia
mengatasi hidup binatang.
O.yutsrponmlkihedcbaUTSRPONMLKJIHFEDBAManusia seutuhnya
Oelitzsch (1977:90-102) boleh mewakili banyak penafsir dan pembaca
yang membaca Kejadian 2:7 sebagai Allah mula-mula membuat tubuh
manusia, lalu ke dalamnya ditambahkan roh yang diciptakan Allah,
sehingga manusia terdiri dari tubuh dan roh (jiwa).
Namun, menu rututsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBAc.F. Keil (Keil & Oelitzsch, 2001:49), mitranya
dalam seri klasik tafsir PL, napas hidup (nismat hayyim) yang
diembuskan Allah hanya membuat manusia itu bemyawa dan hidup
(bnd. 1Raj. 17:17,21-22), bukan untuk membedakan roh dari tubuh.
Oengan ini juga ditolak gagasan bahwa sebelum Allah mengembuskan
napas hidup, manusia sudah memiliki hidup biologis, dan sesudah itu,
barulah manusia memiliki hidup rohani yang lebih tinggi kualitasnya.
Ayat ini hanya mau mengatakan bahwa sumber hidup manusia bukan
dirinya sendiri melainkan Allah. Orang tua juga bukan sumber hidup
anaknya, melainkan hanya meneruskan kepada anaknya hidup yang
berasal dari Allah. Sumber hidup manusia bukan udara kosmis,
melainkan napas hidup yang diembuskan Allah.
Hidup manusia seutuhnya dari Allah dan itulah maksudnya ketika
manusia disebut nepes hayya ("makhluk yang hidup"), ungkapan Ibrani
yang juga dipakai untuk ikan, burung, dan binatang darat (Kej. 1:20,
24,30; 2:19; 9:12,15-16; Yeh. 47:9; bnd. Kej. 1:21;9:10; 1m. 11:10,46 nepes
hahayya). Adjektiva hayya (hay) bergender feminin karena nepes nomina
feminin, dibedakan dari nomina hayya yang juga feminin namun untuk
39
FORUM BIBLIKA 27
binatang sebagai makhluk hidup (Kej. 8:17; 1m. 11:2), makhluk hidup
yang menyerupai binatang (Yeh. 1:5; 3:13; 10:15), atau selera binatang
(Ayb. 38:39). Ada pemakaianyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBAhayya untuk hidup manusia (Ayb. 33:18;
Yeh. 7:13) dan pembaruan kekuatannya (Yes.57:10), namun tidak untuk
manusia sebagai makhluk hidup yang untuk maksud itu nepei memang
lebih umum. Hanya saja nepes beberapa kali dipakai untuk mayat (Bil.
5:2; 6:11),sehingga diperlukan tambahan adjektiva hayya, menjadi nepes
hayya untuk manusia sebagai "rnakhluk yang hidup." KJV "a living
soul," jiwa yang hidup, adalah terjemahan yang kurang tepat dan
dapat membuat orang menafsir penciptaan manusia secara dikotomis.
Atau, bisa juga orang menafsir bahwa sebelum Allah mengembuskan
napas hidup, manusia sudah hidup dengan prinsip hidup yang lebih
rendah (menurut hukum-hukum biologis), makhluk jasmani tanpa
sifat kekekalan, namun sesudah diembuskan napas hidup, manusia
hid up menurut prinsip hidup yang lebih tinggi, hidup spiritual yang
melampaui hidup biologis, menjadi makhluk rohani dengan sifat
kekekalan.?
Embusan napas Allah ke dalam hidung manusia ataupun manusia
tercipta menurut citra ilahi (Kej. 1:26-27) tidak berarti manusia memiliki
sumber imortalitas di dalam dirinya, sebagaimana sering dimengerti
demikian di luar PL (Piper, 111.124-30). Gagasan tentang hidup ideal
dalam bentuk jiwa atau roh manusia tanpa tubuh tak dikenal dalam
PL. Allah membuat manusia pertama itu hidup dengan membuatnya
bemapas (Wenham, 1987:60-1). Seperti bidan atau dokter menepuk
bayi yang baru lahir agar menangis dan menarik napas, membuat
bayi itu terhubung langsung dengan udara di luar rahim ibu, dan
begitu berhasil menarik napas, bayi itu seterusnya bernapas, begitu
2 Dalam 1 Korintus 15:39-49, Paulus membuat kontras yang amat jelas antara "tubuh
duniawi" dan "tubuh surgawi" (ay. 40), "tubuh alamiah" dan "tubuh rohaniah" (ay. 44),
"manusia pertama, Adam rnenjadi makhluk yang hidup" dan "Adam yang akhir menjadi
roh yang menghidupkan" (ay. 45), "manusia pertama berasaJ dari debu tanah dan bersifat
jasmani" dan "manusia kedua berasal dari surga" (ay. 47), "makhluk-makhluk alarniah"
dan "makhluk-rnakhluk surgawi" (ay. 48), atau "rupa dari yang alamiah" dan "rupa dari
yang surgawi" (ay. 49). Yang pertama adalah tubuh kita sekarang yang akan binasa dan
yang kedua adalah tubuh kebangkitan yang tidak akan binasa. Paulus menegaskan kontrasutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBAini untuk meyakinkan kita bahwa "yang mula-mula datang bukanlah yang rohaniah, tetapi
yang alamiah; kemudian barulah datang yang rohaniah" (ay. 46). Rohaninya manusia
bukan karena tambahan unsur ilahi melainkan karena nanti dalam kebangkitan, "yang
dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini harusmengenakan yang tidak dapat mati" (ay.53f).
40
HIDUP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA
juga Allah membuat ruakh manusia terhubung dengan kosmos dengan
mengembuskan nap as hidup ke dalam hidung manusia, membuatnya
bema pas. Maka, terjemahan KJV yang tidak tepat itu kemudian
dikoreksi terjemah modem menjadi "a living being" (NAB, NJB, NIV,
RSV, TNK). Tindakan Allah mengembuskan napas hidup ke dalam
hidung manusia hanya hendak mengatakan "hiduplah manusia itu"
(BIS).
Demikianlah ruakh manusia dalam PL tidak dipahami secara
dikotomis. Hal yang menguntungkan dari kata Ibrani ruakh adalah
medan maknanya yang memiliki pengertian konkret "angin" (udara
yang bergerak). Seperti an gin yang bisa bertiup kuat atau Iernah,
demikian juga manusia mengalami kuat-lemahnya ruakh yang antara
lain ditopang oleh makanan dan untuk itu manusia bergantung pada
Allah yang membuatnya kenyang dengan kebaikan (Mzm. 104:27-28).
Demikianlah ruakh Allah di dalam diri manusia atau ruakh manusia
adalah sebuah terminologi relasional yang menyatakan posisi dan
kondisi manusia dalam relasinya yang dinamis dengan Allah, seperti
halnya manusia sebagai gambar Allah merupakan contoh bagaimana
Allah berkuasa di bumi.
Konsep PL ten tang spiritualitas berangkat dari dan terkait konsep
tentang kehidupan sebagai lawan sekaligus mengatasi kematian
(Knierim, 1995:272-9). Hidup yang sekarang tak dilihat sebagai
persiapan atau sesuatu yang lebih rendah dari hidup sesudah mati.
Hidup yang sekarang memiliki dimensi kasat mata (fisik) dan tak kasat
mata (non-fisik), namun hidup itu sendiri adalah suatu kesatuan, bukan
dualisme substansi tubuh-jiwa yang masing-masing otonom. Tubuh
bukan penjara jiwa dan juga bukan kurang penting dibandingkan
jiwa. Dalam kesatuan tubuh-jiwa, manusia mengaktualisasi diri dan
menghayati eksistensinya secara jasmani-rohani. Sudah tentu aktivitas
rohani lebih menonjol dalam kegiatan refleksi dan aktivitas jasmani
lebih dominan dalam kegiatan olahraga. Namun, hidup itu sendiri
pada dasamya suatu realitas rohani yang melampaui realitas debu
tanah. Tidak ada pengalaman rohani dalam arti hanya roh manusia
saja yang mengalami. Tidak ada pengalaman biasa dalam arti hanya
tubuh manusia saja yang mengalami. Pengalaman hidup pada
dasamya rohani. Pengalaman rohani adalah pengalaman hidup yang
di dalarnnya orang lebih menghayati kehadiran Allah daripada dalam
41
FORUM BIBLIKA27 HID UP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA
pengalaman biasa. Karena faktoryxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBAruakh, manifestasi hidup manusia
bukan semata hasil fungsi-fungsi syaraf dan fisiologis.
Gambaran orang yang tak sanggup menahan angin (NIV, NJB
"the wind") adalah meta fora manusia yang tak bisa mengontrol hari
kematiannya. Terjemahan "roh" untuk ruakh (KJV, NKJV, RSV "the
spirit") atau "napas hid up" (bnd. TNK, NAB "the lifebreath") juga
tidak salah, malah menegaskan manusia tak berkuasa atas hidupnya.
Karena manusia bukan sumber hidup, kendall atas ruakh-nya juga tidak
di tangannya.Hidup mati manusia di tangan Allah.
Di dalam tangan-Nya terletak nyawa (nepd) segala yang hidup dan napas (ruakh)
setiap man usia. (Ayb. 12:10)
E.yutsrponmlkihedcbaUTSRPONMLKJIHFEDBAHidup dalam ketergantungan pada Allah
Seandainya Allah rnencabut nyawayvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGD(ruakh) rnanusia, dan
rnengambil kernbali napas hidupnya (nesama), maka matilah
sernua makhluk yang bernyawa, dan manusia menjadi debu
('apar) seperti semula (Ayb. 34:14-15,BIS).
Napas hidup manusia bukan prinsip kreatif-imanen dan otonom
di dalam dirinya (seperti dalam vitalisme modem), tetapi bergantung
pada Allah. Pemazmur mengaku Allah telah membentuk dirinya sejak
masih dalam kandungan (Mzm. 139:13;bnd. Ef. 1:4).
Napas hidup makhluk tak berasal dari diri sendiri atau dari dunia
alam melainkan dari Allah.
Apabi,la Engkau mengambil roh mereka (rukham), mereka mati
binasa dan kembali menjadi debu ('apar). Apabila Engkau mengirim
roh-Mu (rukhaka), mereka tercipta (Mzm. 104:29b-30a).
Melihat kesejajaran di atas, Dahood (1970:46-47) membaca mem
dalam rukham sebagai enklitik, bukan sufiks pronominal "mereka," untuk
menghindari kesejajaran yang monoton. Dahood juga merujuk kepada
teks Qumran yang derni alasan konteks rupanya mengubah nokhm jadi
nokhk. Apakah "roh mereka" atau "roh-Mu," yang jelas ruakh di sini tidak
dimengerti secara ontologis (Roh Allah). [ika dimengerti secara ontologis,
Roh Allah dalam makhluk hidup tetap Roh Allah dan tak boleh disebut
"roh mereka," roh makhluk hidup. Yang dimaksud dengan ruakh di sini
adalah roh yang membuat makhluk hidup bema pas. Untuk napas hidup
itu, makhluk hidup sepenuhnya bergantung pada Allah, selama AllahutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBAtak
menarik kembali ruakh itu (Allen, 1983:34).Sumber hidup tidak hanya
"firman TUHAN," tetapi juga "napas (ruakh) dari mulut-Nya" (Mzm. 33:6).
Hal vital yang menjaga kelangsungan hidup manusia (lifeforce, vital pawer)
bergantung pada Allah. Pemazmur tidak sedang menegaskan penciptaan
terus-menerus (creatio continua) tetapi Allah sebagai penguasa kehidupan
(Kraus 1989,303).
Meski manusia bertanggung jawab memelihara hidupnya dan
tidak cari mati, hidup mati bukan di tangannya sendiri.
Tiada seorang pun berkuasa menahan angin (haruakh) dan tiada
seorang pun berkuasa atas hari kematian. (Pkh. 8:8)
Saat mati, segala sesuatu yang merupakan unsur pokok tubuh
kembali ke asalnya, kembali ke tanah, namun hidup (ruakh) kembali
kepada Allah (Kej. 3:19, BIS; Pkh. 12:7; bnd. Kej. 6:3 "Aku tidak
memperkenankan manusia hidup selama-lamanya," BIS). Karena
hidup manusia melampaui kejasmaniannya, orang Israel saat ajal
mendekat berseru kepada "Allah dari roh (ruakh) segal a makhluk" (Bil.
16:22;27:16) atau Allah "yang memberi kehidupan kepada segala yang
hidup" (BIS). Pemazmur dengan tabah menyongsong kematiannya,
"Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku (r:uakh)" (Mzm. 31:6;
bnd. Luk. 23:46). Menyerahkan nyawa sarna dengan "mengembuskan
nap as" (Ayb. 11:20mappakh-napeS). Maka, verba gawa' (TB "meninggal")
sebenamya adalah deskripsi tentang "mengembuskan napas terakhir"
(Kej. 25:8, 17; 35:29; 49:33 "to breathe one's last," NIv, RSV,NAB, NJB;
bnd. Mat. 27:50;Yoh. 19:30"menyerahkan nyawa") atau "putus nyawa"
(Ayb. 3:11, BIS). Saat mati, tak terlihat secara empiris apakah ruakh
manusia naik atau ruakh binatang turun ke bawah, seolah-olah juga
nasib keduanya sarna yakni kembali ke debu dan tak ada kelebihan
manusia atas binatang (Pkh. 3:19-21, BIS).
Manusia bukan sumber hidupnya sendiri dan tidak hidup dari roti
saja melainkan juga dari firman TUHAN (Ul. 8:3).Orang yang berpegang
pada ketetapan dan peraturan Tuhan "akan hidup karenanya" (1m.
18:5). Mengakhiri pidatonya yang panjang kepada bangsa Israel, Musa
memperingatkan mereka, "Perkataan ini bukanlah perkataan hampa
bagimu, tetapi itulah hidupmu, dan dengan perkataan ini akan lanjut
umurmu di tanah, ke mana kamu pergi" (UI. 32:47). Hidup yang
dibicarakan dalam PL adalah sesuatu yang konkret sebagaimana nyata
dalam makhluk hidup, bukan energi yang beroperasi di dalam tubuh
manusia atau atas tubuh manusia. Kedudukan hidup adalah hati.
42 43
FORUM BIBLIKA 27
Maka, menjaga hati berarti menjaga hidup. Hidup baik merupakan
kombinasi antara menghendaki dan melakukan hal-hal baik, membenci
dan menjauhkan diri dari hal-hal buruk. "Siapa membenci suap akan
hidup" (Ams. 15:27). Kehendak adalah ciri kehidupan manusia (2Taw.yxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYWUTSRPONMLKJIHGFDCBA
29:31 nedib leb "rela hati"; RSV "willing heart," bnd. NIV; Mzm. 51:14
ruakh nediba "hati yang rela," BIS; NIY, RSY, NAB "willing spirit"). Dalam
PL, kehendak lebih bernilai daripada refleksi. Kehendak membuahkan
aktivitas dan kerja. Hidup manusia pada dasarnya gabungan kehendak
dan kerja, karsa dan karya.yutsrponmlkihedcbaUTSRPONMLKJIHFEDBA
KEPUSTAKAAN
Allen, LeslieutsrponmkjihedcaUTSONLJIHFCBAC.
1983 Psalms 101-150. WBC 21. Waco: Word.
Botterweck, G.J. et a1. (ed.),
1974-2086 Theological Dictionary of the Old Testament. 15 jilid. Grand
Rapids.
Dahood, Mitchell J.1970 Psalms III. AB 17A. New York: Doubleday.
Delitzsch, Franz.
1977 (1855) A System of Biblical Psychology. Diterj. R.E. Wallis.
Grand Rapids: Baker.
Hamilton, Victor P.
1990 The Book of Genesis: Chapters 1-17. NICOT. Grand Rapids:
Eerdmans.
[oiion, Paul, T. Muraoka
2006 A Grammar of Biblical Hebrew. Subsidia Biblica 27. Roma.
Karman, Yonky
2008 (April) "Kerja." Bahana.
2011 (Maret) "Kematian." Bahana.
Kautzsch E., A. E. Cowley (ed.)
1910 Gesenius' Hebrew Grammar. Oxford.
Kawashima, Robert S.
2006 "A Revisionist Reading Revisited: On the Creation of Adam
and then Eve."yvutsrqponmlkjihgfedcbaVTSRPONKIGDVT 56:46-57.
44
HIDUP MANUSIA MENURUT PERJANJIAN LAMA
Keil, cr. and F. Delitzsch.
2001 The Pentateuch. Commentary on the Old Testament. Peabody:
Hendrickson.
Knierim, Rolf P.
1995 The Task of Old Testament Theology: Method and Cases. Grand
Rapids: Eerdmans.
Kraus, Hans-joachim
1989 Psalms 60-150: A Commentary. Continental Commentary.
Diterj. H.C. Oswald. Minneapolis: Fortress.
Kushner, Harold S.
1981 To Life: A Celebration of Jewish Being and Thinking.
Boston:Little, Brown and Company.
Piper, Otto A.
"Life." IDB III:124-30.
Preuss, Horst D
1995, 1996. Old Testament Theology. OTL. 2 jilid. Diterj. Leo G. Perdue.
Louisville: Westminster John Knox.
von Rad, Gerhard
1972 Genesis. Rev. OTL. Tr.John. H. Marks. Philadelphia: Westminster.
Sarna, Nahum M.
1989 Genesis. The IPS Torah Commentary. Philadelphia: The Jewish
Publication Society.
Stadelmann, Luis I.J.
1970 The Hebrew Conception of the World: A Philology and Literary
Study. AnBib 39. Rome: Pontifical Biblical Institute.
Tengstrom, S. & H.-J. Fabry.
rm. TDOT XIII:365-402.
Trible, Phyllis.
1978 God and the Rhetoric of Sexuality. OBT. Philadelphia: Fortress.
Wachter, L.
1tll'. TDOT XI:257-65.
Waltke, Bruce K., M. O'Connor,
1990 An Introduction to Biblical Hebrew Syntax. Winona Lake.
Wenham, Gordon J.
1987 Genesis 1-15. WBC 1. Waco: Word.
Westermann, Claus
1984 Genesis 1-11: A Commentary. Tr.J.J. Scullion. Minneapolis: Augsburg.
45