TUGAS LINTAS BUDAYA
“PERGESERAN POSISI KEBUDAYAAN SUKU TENGGER MELALUI GERAK
LINTAS BUDAYA DI ERA GLOBALISASI”
Tugas ini disusun untuk memenuhi matakuliah, Psikologi Pendidikan yang dibina oleh
Bapak :
Yusuf Ratu Agung, M.A
Oleh:
Ahmad Tantomy S (09410158)
FAKULTAS PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
Malang, 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kita menyadari KAT masih bermukim di berbagai pelosok wilayah. Data
menginformasikan kepada kita bahwa KAT terdapat hampir di seluruh wilayah Nusantara
contohnya Suku Tengger (Jawa Timur), Menurut Prof.S.Budhisantoso dari Puslit Pranata
Pembangunan Universitas Indonesia Jakarta, pada umumnya masyarakat Indonesia sangat
bangga dengan kemajemukan masyarakat dan kekayaan kebudayaannya yang beraneka
ragam.Hal itu tecermin antara lain dalam upaya pemerintah untuk memajukan pariwisata
dengan mengandalkan daya tarik kebudayaan untuk menjaring devisa setelah pertambangan
minyak dan gas alam. Namun demikian kebanggaan itu tidak diimbangi dengan pengertian
tentang makna kemajemukan masyarakat dengan keanekaragaman kebudayaan.
Suku tengger adalah suku yang tinggal disekitar gunung bromo, jawa timur yakni
menempatati sebagian wilayah kabupaten pasuruan, kabupaten probolinggo, dan kabupaten
malang. Komunitas suku tengger berkisar antara 100 ribu orang yang tersebar di tiga
kabupaten tersebut. Etnis yang paling terdekat dengan suku tengger adalah suku jawa namun
terdapat perbedaan yang sangat menonjol antara keduanya, terutama dari sistem
kebudayaannya. Sedangkan globalisasi pada hakikatnya adalah proses yang ditimbulkan oleh
suatu kegiatan yang dampaknya berkelanjutan melampaui batas-batas kebangsaan dan
kenegaraan. Mengingat bahwa dunia ditandai oleh pluralitas budaya, makaglobalisasi sebagai
proses juga menggejala sebagai peristiwa yang melanda dunia secara lintas budaya yang
sekaligus mewujudkan proses saling mempengaruhi antar budaya. Pertemuan antar budaya
itu tidak selalu berlangsung sebagai proses dua arah yang berimbang, tetapi dapat juga
sebagai proses dominasi budaya yang satu terhadap lainnya Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi perubahan sosial Beberapa penjelasan telah disampaikan untuk menjelaskan
mengapa perubahan sosial terjadi. Micklin (1973) memberi penjelasan nya sebagai berikut:
Tiap-tiap sistem sosial secara terus-menerus mengikuti perubahan, oleh karena lingkungan
selalu mengalami perubahan terus menerus. perubahan pada umumnya adalah sebuah
perubahan, pengaruh tersebut dapat berasal dari fisik atau lingkungan. Seperti misalnya
perbedaan di dalam musim pertumbuhan.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana pergeseran posisi kebudayaan di suku Tengger?
2. Apakah yang menyebabkan pergesaran posisi kebudayaan suku Tengger?
3. Budaya seperti apa yang mempengaruhi suku Tengger ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui kebudayaan suku Tengger ?
2. Untuk mengetahui bagaimana kebudayaan suku Tengger di era globalisasi?
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan, baik berupa teori maupun
sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan
2. Secara Praktis
Untuk mengetahui tentang budaya suku-suku yang ada ditengger
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Suku Tengger
Dalam suatu penulisan ilmiah yang berhubungan dengan suatu penelitian, perlu
adanya pembahasan mengenai teori yang digunakan. Landasan teori mencakup semua hal
yang berkaitan dengan variabel penelitian, yaitu semua yang berkaitan dengan variabel
empati dan perilaku prososial, tentu saja semua hal yang dianggap relevan atau sesuai pada
penelitian yang akan dilaksanakan. Selain itu, landasan teori juga memuat dimensi atau aspek
pada variabel yang nantinya dijadikan dasar penyusunan instrumen penelitian. Maka dari itu,
teori yang sesuai akan mempermudah dalam pelaksanaan penelitian dan dapat memberi
gambaran mengenai batasan penelitian.
Dalam penelitian ini saya ingin mengetahui apakah ada pergeseran kebudayaan pada
suku Tengger. Banyak penelitian tentang budaya namun disini saya ingin tahu seberapa besar
pergeseran budaya pada suku Tengger.
Sejak zaman Majapahit dataran tinggi Tengger dikenal sebagai wilayah yang damai,
tenteram, dan bahkan rakyatnya terbebas dari membayar pajak yang disebut titileman.
Jenderal Thomas Stamford Raffles sangat mengagumi orang Tengger. Dalam The
History of Java ia mengemukakan bahwa pada saat berkunjung ke tempat yang sejuk itu, ia
melihat orang Tengger yang hidup dalam suasana damai, teratur, tertib, jujur, rajin bekerja,
dan selalu gembira. Mereka tidak mengenal judi dan candu. Ketika Raffles bertanya
tentang perzinahan, perselingkuhan, pencurian, atau jenis-jenis kejahatan lainnya, mereka
yang biasa disebut sebagai orang gunung itu menjawab bahwa hal-hal tersebut tidak ditemui
di Tengger.
Kejujuran dan ketulusan orang Tengger masih dapat dilihat sampai hari ini. Angka
kejahatan di desa-desa Tengger pada umumnya hampir selalu nol. Suasana damai, tenteram,
aman, dan penuh toleransi yang tercermin dalam kehidupan sehari- hari orang Tengger dapat
dijadikan acuan dalam periode formatif Indonesia modern. Tengger adalah sebuah pusaka
saujana (cultural landscape) yang apabila dibina dan dikelola dengan benar, eksistensinya
akan memberi sumbangan yang lebih berarti bukan hanya bagi dirinya, melainkan juga bagi
Indonesia.
Identitas orang Tengger terkesan problematis dan membuat banyak orang tertipu.
Mereka bukan suku primitif, suku terasing, atau suku lain yang berbeda dari suku Jawa.
Jumlah mereka tidak banyak, yakni sekitar 100.000 dari jumlah penduduk Jawa yang
lebih kurang 100.000.000. Seperti halnya populasi-populasi kecil yang berada di tengah-
tengah masyarakat yang sedang berkembang, Tengger kekurangan referensi untuk
menemukan kembali jatidiri dan sejarah mereka. Sebelum munculnya gerakan
reformasi Hindu pada tahun 1980-an, upaya orang Tengger untuk mendefinisikan kembali
warisan leluhurnya dalam kaitannya dengan masyarakat Jawa hanya besandar pada sumber-
sumber budaya setempatnya.
Sampai saat ini yang disebut “desa Tengger” sangat problematis karena beberapa desa
yang dulu dikenal sebagai “desa Tengger” sekarang tidak lagi melaksanakan adat-istiadat
Tengger. Anggapan yang berkembang akhir-akhir ini, terutama yang muncul dalam
tulisan, brosur, dan penelitian-penelitian tentang Tengger, yang dimasukkan ke dalam
“desa Tengger” adalah desa-desa dalam wilayah 4 kabupaten yang mayoritas penduduknya
beragama Hindu dan masih memegang teguh adat-istiadat Tengger. Desa-desa yang
dimaksud adalah Ngadas, Jetak, Wonotoro, Ngadirejo, dan Ngadisari (Kecamatan Sukapura,
Kabupaten Probolinggo), Ledokombo, Pandansari, dan Wonokerso (Kecamatan Sumber,
Kabupaten Probolinggo), Tosari, Wonokitri, Sedaeng, Ngadiwono, Podokoyo (Kecamatan
Tosari, Kabupaten Pasuruan), Keduwung (Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan), Ngadas
(Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang), dan Argosari serta Ranu Pani
(Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang).
Orang Tengger dikenal sebagai petani tradisional yang tangguh, bertempat tinggal
berkelompok-kelompok di bukit-bukit yang tidak jauh dari lahan pertanian mereka. Suhu
udara yang dingin membuat mereka betah bekerja di ladang sejak pagi hingga sore hari.
Persentase penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani sangat besar, yakni 95%,
sedangkan sebagian kecil dari mereka (5%) hidup sebagai pegawai negeri, pedagang,
buruh, dan usaha jasa.4 Bidang jasa yang mereka tekuni antara lain menyewakan kuda
tunggang untuk para wisatawan, baik dalam maupun luar negeri, menjadi sopir jeep
(biasanya miliknya sendiri), dan menyewakan kamar untuk para wisatawan. Hasil
pertanian yang utama adalah sayur mayur, seperti kobis, kentang, wortel, bawang putih, dan
bawang prei. Lahan mereka juga cocok untuk tanaman jagung.
Pada awalnya jagung adalah makanan pokok orang Tengger. Pada saat ini mereka
kurang suka menanam jagung karena nilai ekonominya rendah dan menggantinya dengan
sayur-sayuran yang nilai ekonominya tinggi. Meskipun begitu, sebagian lahan pertanian
mereka masih ditanami jagung karena tidak semua orang Tengger mengganti makanan
pokoknya dengan beras. Hanya saja, untuk memanen jagung, orang Tengger harus menunggu
cukup lama, hampir satu tahun. Sampai sekarang nasi aron Tengger (nasi jagung) masih
tercatat sebagai makanan tradisional dalam khazanah kuliner Nusantara. Sedangkan sistem
Kebudayaan Suku Tengger. Menurut C Kluckhon dalam bukunya categories of culture
menemukakan sistem kebudayaan yang secara Universal dimiliki oleh seluruh masyarat
didunia, yang unsur-unsurnya meliputi sistem bahasa , sistem kesenian, sistem teknologi,
sistem religi, sistem kemasyarakatan, sistem pengetahuan dan sistem mata pencarian. Pada
masyarakat suku Tengger Unsur-unsur kebudayaan universial itu sebagai berikut :
1. Sistem Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh suku tengger adalah bahasa jawa tapi dialek yang digunakan
berbeda yaitu dialek tengger. Dialek tengger dituturkan di daerah gunung brom termasuk di
wilayah pasuruan, probolinggo, malang dan lumanjang. Dialek ini dianggap turunan bahasa
kawi, dan banyak mempertahankan kalimat-kalimat kuno yang sudah tidak digunakan dalam
bahasa jawa modern.
2. Sistem Kesenian
a. Seni Tari
Tari yang biasa dipentaskan adalah tari Roro Anteng dan Joko Seger yang dimulai sebelum
pembukaan upacara Kasada.
b. Seni bangunan
Bangunan untuk peribadatan berupa pura disebut punden, danyam, dan poten. Poten adalah
sebidang tanah dilautan pasir sebagai tempat berlangsungnya upacara Kasada. Poten dibagi
menjadi tiga mandala atau zone yaitu :
a) . mandala utama disebut jeroan yaitu tempat pelaksanaan pemujaan yang terdiri dari
padma, bedawang, nala, bangunan sekepat, dan kori agung candi bentar.
b) mandala madya atau zone tengah, disebut juga jaba tengah yaitu tempat persiapan
pengiring upacara yang terdiri dari kori agung candi bentar bale kentongan, dan Bale
Bengong.
c) mandala nista atau zone depan, disebut juga jaba sisi yaitu tempat peralhian dari luar
kedalam pura yang terdiri dari bangunan candi bentar dan bangunan penunjang
lainnya.
3. Sistem Teknologi
Seiring dengan banyak pengaruh yang masuk kedalam masyarakat tradisional seperti melalui
pariwisata atau teknolgi komunikasi terilah culturual change dan perubahan kebudayaan
sehingga sistem teknologi juga berkembang seperti halnya masyarakat jawa modern.
4. Sistem Religi
Agama yang dianut sebagian besar suku tengger adalah Hindu, Islam dan Kristen.
Masyarakat tengger dikenal taat dengan aturan agama Hindu. Mereka yakin merupakan
keturunan langsung dari majapahit. Gungung brahma (Bromo) dipercayai sebagai gunung
suci dengan mengadakan berbagai macam upacra-upacara yang dipimpin oleh seorang dukun
yang sangat dihormati dan disegani. Masyarakat tengger bahkan lebih memilih tidak
mempunyai kepala pemerintahan desa dari pada tidak memiliki pemimpin ritual. Para dukun
pandita tidak bisa di jabat oleh sembarang orang, banyak persyaratan yang harus dipenuhi
sebagai perantara doa-doa mereka. Upacara-upacara yang dilakukan masyarakat tengger
diantaranya.
a. Yahya kasada, Upacara ini ilakukan pada 14 bulan kasada, mereka membawa ongkek
yang berisi sesaji dari hasil pertanian, ternak dan sebagainya. Lalu dilemparkan
kekawah gunung bromo agar mendapatkan berkah dan diberikan keselamatan oleh
yang maha kuasa.
b. Upacara Karo, Hari raya terbesar masyarakat tngger aalah upacara karo atau hari raya
karo. Masyarakat menyambutnya dengan suka cita dengan membeli pakaian baru,
perabotan, makan, minuman, melimpah, dengan tujuan mengadakan pemujaan
terhadap sang Hyang Widi Wasa.
c. Upacara Kapat, jatuh pada bulan ke empat, bertujuan untuk memohon brekah
keselamatan serta selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin.
d. Upacara kawalu, jatuh pada bulan kedelapan, masyarakat mengirimkan sesaji ke
kepala desa, dengan tujuan untuk kesehatan Bumi, air, api, angin, matahari, bulan dan
bintang.
e. Upacara kasanga, jatuh pada bulan kesembilan. Masyarakat berkelilling desa dengan
membunyikan kentongan dan membawa obor tujuannya adalah memohon
keselamatan.
f. Upacara kasada, Jatuh pada saat bulan Purnama (ke dua belas) tahun saka, Upacara
ini isebut sebagai upacara kuban
g. Upacara Unan, Unan, diadakan lima tahun sekali dengan tujuan mengaaan
penghormatan terhadap roh leluhur.
5. Sistem Kemasyarakatan
Masyarakat tengger menjungjung tinggi nilai persamaan, demokrasi, dan kehidupan
masyarakat, sosok seorang pemimpin spritual seperti duun lebih disegani dari pada pemimpin
administratif. Masyarakat tengger memunyai hukum sendiri diluar hukum formal yang
berlaku alam negara. Dengan hukum itu mereka sudah bisa mengatur an mengendalikan
berbagi persoalan dalam kehidupan masyarakatnya.
6. Sistem Pengetahuan
Sistem Pengetahuan masyarakat tengger pada umumnya masih tradisional, an masih
berorientasi paa kebudayan lama, namun karna aanya pengaruh dari luar melalui pariwisata
maupun komunikasi maka sistem pengetahuannya sudah mulai mengacu ke sistem
pengetahuan yang modern.
7. Sistem Mata Pencarian
Sistem mata pencarian masyarakat suku tengger kebanyakan adalah petani dan penambang,
tanaman yang diusahakan adalah sayur-sayuran sedangakan dalam hal penambangan, yang
ditambang adalah pasir dan belerang.
B. Globalisasi
Globalisasi pada hakikatnya adalah proses yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan yang
dampaknya berkelanjutan melampaui batas-batas kebangsaan dan kenegaraan. Mengingat
bahwa dunia ditandai oleh pluralitas budaya, maka globalisasi sebagai proses juga
menggejala sebagai peristiwa yang melanda dunia secara lintas budaya yang sekaligus
mewujudkan proses saling mempengaruhi antar budaya. Pertemuan antar budaya itu tidak
selalu berlangsung sebagai proses dua arah yang berimbang, tetapi dapat juga sebagai proses
dominasi budaya yang satu terhadap lainnya.
Globalisasi menjadi satu kesepakatan di seluruh dunia pada sejak abad 21 yang
beriringan dengan kemajuan dan tuntutan kebutuan masyarakat dunia. Kehadiran globalisasi
sebenarnya telah mengundang pro-kontra yang telah mewarnai perjalanan globalisasi itu
sendiri sebagai sebuah fenomena. Perubahan yang terjadi secara menyeluruh akibat dari
globalisasi telah banyak dirasakan secara kolektif oleh masyarakat, serta mempengaruhi
banyak orang terutama dari segi kebudayaan yang berpengaruh pada lintas wilayah dan
lintas negara. Gerak budayamerupakan akibat gelombang globalisasi telah mempengaruhi
gaya hidup dan lingkungan yang telah mengubah aturan main dunia. Globalisasi membuka
peluang untuk “mengakrabkan” dunia dan menghubungkan interaksi sosial seolah-seolah
tanpa batas. Gerak budaya melalui aktivitas lintas budaya dalam era sekarang ini, sudah
hampir tidak dapat dibendung. Campur baur antara budaya negara yang satu dengan negara
yang lainnya menyatu dalam satu panggung pertunjukan mealui momentum pertukaran
kebudayaan. Hal itu terjadi, karena masyarakat di seluruh dunia sudah melakukan
interaksi dan sudah saling mengunjungi antara satu negara dengan negara yang lain. Contoh
kecil yang lagi mengglobal adalah dari aspek gaya hidup (style) baik dari segi berpakaian,
berperilaku dan bahkan hingga pada budaya konsumerisme.
Globalisasi sebagai suatu proses mendunia yang ditandai dengan semakin hilangnya
tapal batas antar negara yang saling terkait dan saling berbaur. Bergesernya budaya pada
suatu negara tidak lepas dari perkembangan pemikiran manusia yang selalu melakukan
inovasi-inovasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Gerak kebudayaan terkait pula dengan
pemikiran manusia yang terus mengalir dan disertai dengan inovasi telah mampu mengubah
dunia dan peradaban manusia, seperti yang kita saksikan sekarang. Batas masyarakat dunia
antara negara yang satu dengan negara yang lainnya, telah menjadi satu dalam bingkai
hubungan bilateral maupun hubungan multi negara yang saling menuguntungkan kedua
belah pihak.
C. Gerak Kebudayaan
Gerak kebudayaan sebenarnya adalah gerak manusia yang hidup di dalam masyarakat
yang menjadi wadah dari kebudayaan tadi. Gerak manusia terjadisebab dia mengadakan
hubungan-hubungan dengan manusia lainnya. Artinya, karena terjadi hubungan
antarkelompok manusia di dalam masyarakat.Akulturasi terjadi bila suatu kelompok manusia
dengan suatu kebudayaan yang tertentu dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing
yang berbeda sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat-
laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendri, tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Proses akulturasi di dalam sejarah kebudayaan manusia telah terjadi dalam masa-masa
silam. Biasanya suatu masyarakat hidup bertetangga dengan masyarakat-masyarakat lainnya
dan antara mereka terjadi hubungan-hubungan, mungkin, dalam lapangan perdagangan,
pemerintahan, dan sebagainya. Pada saat itulah unsur masing-masing kebudayaan saling
menyusup. Proses migrasi besar-besaran, dahulu kala, mempermudah berlangsungnya proses
akulturasi tersebut.
Beberapa masalah yang menyangkut proses akulturasi adalah:
a.Unsur-unsur kebudayaan asing manakah yang mudah diterima;
b.Unsur-unsur kebudayaan asing manakah yang sulit diterima;
c.Individu-indivisu manakan yang cepat menerima unsur-unsur yang baru;
d.Ketegangan-ketegangan apakah yang timbul sebagai akibat akulturasi tersebut.
1) Pada umumnya unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah:
a.Unsur kebudayaan kebendaan seperti alat-peralatan yang terutama sangat mudah dipakai
dan dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang menerimanya, contohnya adalah alat
tulis-menulis yang banyak dipergunakan orang Indonesia yang diambil dari unsuriunsur
kebudayaan Barat;
b.Unsur-unsur yang terbukti membawamanfaat besar misalnya radio transistor yang banyak
membawa kegunaan terutama sebagai alat mass-media;
c.Unsur-unsur yang dengan mudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima
unsur-unsur tersebut, seperti mesin penggiling padi yang dengan biaya murah serta
pengetahuan teknis yang sederhana, dapat digunakan untuk melengkapi pabrik-pabrik
penggilingan.
2)Unsur-unsur kebudayaan asing yang sulit diterima oleh suatu masyarakat misalnya:
a.Unsur yang menyangkut sistem kepercayaan seperti ideologi, falsafah hidup, dan lain-lain;
b.Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi. Contoh yang paling
mudah adalah soal makanan pokok suatu masyarakat. Nasi sebagai makanan pokok sebagian
besar masyarakat Indonesia sukar sekali diubah dengan makanan pokok lainnya.
3)Pada umumnya generasi muda dianggap sebagai individu- individu yang cepat menerima
unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses akulturasi. Sebaliknya generasi tua
dianggap sebagai orang-orang kolot yang sukar menerima unsur-unsur baru. Hal ini
disebabkan karena norma-norma yang tradisional sudah mendarah daging dan menjiwai
(sudah internalized) sehingga sukar sekali untuk mengubar norma-norma yang sudah
demikian meresapnya dalam jiwa generasi tua tersebut. Sebaliknya belum menetapnya unsur-
unsur ataunorma-norma tradisional dalam jiwa generasi muda menyebabkan bahwa mereka
lebih menerima unsur-unsur baru yang kemungkinan besar dapat mengubah kehidupan
mereka.
4)Suatu masyarakat yang terkena proses akulturasi selalu ada kelompok individu- individu
yang sukar sekali atau bahkan tak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
yang terjadi. Perubahan-perubahan dalam masyarakat dianggap oleh golongan tersebut
sebagai keadaan krisis yang membahayakan keutuhan masyarakat. Apabila mereka
merupakan golongan yang kuat, maka mungkin proses perubahan dapat ditahannya.
Sebaliknya bila mereka berada di pihak yang lemah, mereka hanya akan dapat menunjukkan
sikap yang tidak puas.
Proses akulturasi yang berjalan dengan baik dapat menghasilkan integrasi antara unsur-unsur
kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri. Dengan demikian, unsur-unsur
kebudayaan asing tidak lagi dirasakan sebagai hal yang berasal dari luar, tetapi dianggap
sebagai unsur-unsur kebudayaan sendiri. Unsur-unsur asing yang diterima tentunya terlebih
dahulu mengalami proses pengolahan sehingga bentuknya tidaklah asli lagi seperti semula.
Misalnya sistem pendidikan di Indonesia, untuk sebagian besar diambil dariunsur-unsur
kebudayaan Barat. Akan tetapi, sudah disesuaikan serta diolah sedemikian rupa sehingga
merupakan unsur-unsur kebudayaan sendiri. Namun, tidak mustahil timbul kegoncangan
kebudayaan (cultural shock), sebagai akibat masalah-masalah yang muncul dapalam proses
akulturasi. Kegoncangan kebudayaan terjadi apabila warga masyarakat mengalami
disorientasi dan fustasi , dimana muncul perbedaan yang tajam antara cita-cita dengan
kenyataan yang disertai dengan terjadinya perpecahan-perpecahan di dalam masyarakat
tersebut.
BAB III
A. Batasan Istilah
1. Suku Tengger adalah suku yang tinggal disekitar gunung bromo jawa timur, yakni
menempati sebagian wilayah kabupaten pasuruan, kabupaten probolinggo dan
kabupaten malang yang merupakan keturunan dari majapahit.
2. Globalisasi pada hakikatnya adalah proses yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan yang
dampaknya berkelanjutan melampaui batas-batas kebangsaan dan kenegaraan
3. Gerak kebudayaan sebenarnya adalah gerak manusia yang hidup di dalam masyarakat
yang menjadi wadah dari kebudayaan
4. KAT yaitu komunitas adat terpencil
B. Metode Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk
memperoleh data dan informasi dalam suatu penelitian yang dilakukan dengann cara
bertanya langsung kepada seluruh pihak terkait dan pendapat yang diambil oleh
peneliti guna memperoleh data yang diinginkan atau relevan dan reliabel.
2. Observasi
Teknik pengamatan atau observasi merupakan salah satu bentuk teknik pengumpulan
data yang biasa dipergunakan untuk menilai sesuatu melalui pengamatannya terhadap
objeknya secara langsung, seksama dan sistematis. Pengamatan memungkinkan untuk
melihat dan mengamati sendiri kemudian mencatat perilaku dan kejadian yang
terjadi pada keadaan sebenarnya dalam kasus pecandu internet di kalangan
mahasiswa. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan Observasi naturalistik dalam
konteks natural tertentu selama periode tertentu, dengan menggunakan sejumlah
teknik pengumpulan informasi. Para peneliti lapangan meneliti segala hal tempat ,pola
pola relasi personal, reaksi orang pada kejadian dan sebagainya.
3. Studi Dokumentasi
Studi Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara memperoleh data
dengan mempelajari dokumen-dokumen yang terdapat di perpusatakan kampus dan
dokumen online maupun dokumen penelitian serupa yang ada hubungannya dengan
masalah yang diteliti.
4. Internet Searching
Internet Searching yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk
memperoleh data-data yang diperlukan, dengan cara browsing lewat situs-situs
pencarian seperti yahoo dan google Juga beberapa situs-situs yang relevan dengan
masalah yang terkait dalam masalah penelitian.
C. Teknik Analisis Data
Teknik analisis Deskriptif Kualitatif yaitu Pemaparan Suatu peristiwa dilakukan
secara diskriptif sistematik, akurat dan lebih menekankan pada data faktual. Analisis data
menggunakan statistik deskritif, prosentase atau pemaparan menggunakan kata-kata atau
kalimat. Penelitian deskriptif yang bersifat developmental digunakan untuk
menemukan suatu model atau prototype. Penelitian dilakukan dengan mencobakan suatu
model (informan) dan diamati pelaksanaannya dalam kurun waktu tertentu. Pengumpulan
datanya dibanding-kan dengan kriteria yang telah ditetapkan, selanjutnya dilakukan
penyempurnaan dan modifikasi model. Setelah model dianggap mantap, maka dapat
dilakukan desiminasi atau perluasan dan memeberikan kesimpulan.
Daftar Pustaka
Abraham, Francis M, 1991, Modernisasi Di Dunia Ketiga Suatu Teori Umum
Pembangunan, Tiara Wacana, Jogjakarta
Soerjono Soekanto, 1982, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers
Makalah Ayu Sutarto disampaikan pada acara pembekalan Jelajah Budaya 2006 yang
diselenggarakan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, tanggal 7 – 10 Agustus
2006