PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)
UNTUK MENINGKATKAN KETERTARIKAN BELAJAR MATEMATIKA
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
Disusun oleh:
Akmal Hi. Dahlan
151442006
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)
UNTUK MENINGKATKAN KETERTARIKAN BELAJAR MATEMATIKA
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
Disusun oleh:
Akmal Hi. Dahlan
151442006
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
“Dan sesungguhnya dibalik kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari
sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” (Q.S Asy-Syarh: 6-8)
“Barang siapa yang ingin menghendaki kebahagian dunia maka wajib baginya memiliki ilmu,
dan barang siapa yang ingin menghendaki kebahagian di akhirat, maka wajib baginya
memiliki ilmu, dan barang siapa yang ingin menghendaki kebahagian kedua-duanya (dunia-
akhirat) juga wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi).
PERSEMBAHAN
Tesis ini penulis persembahkan kepada:
Orang tua tercinta: Ayahanda H. Muhammad Hi. Dahlah, Ibunda Faf
Bayau, Laode Soleman M. Naser (Mertua), dan Saida Samad (Mertua).
Teristimewah buat istriku dan anakku tercinta: Waode Munasria S.M
Naser dan Basyair Hi. Dahlan.
Buat keluarga dan adik-adikku yang tak dapat disebutkan satu-persatu.
Spesial buat Almamaterku Universitas Sanata Dharma.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
AKMAL Hi. DAHLAN. Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI) untuk Meningkatkan Ketertarikan Belajar Matematika. Tesis.
Yogyakarta: Program Pascasarjana, Universitas Sanata Dharma, 2017.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan ketertarikan siswa dalam belajar
matematika. Berdasarkan hasil prapenelitian, ditemukan bahwa siswa kurang tertarik dengan
pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah (1)
pembelajaran matematika selama ini pada umumnya kurang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikir strategis, guru hanya menekankan
siswanya untuk menghafalkan saja semua rumus atau konsep tanpa memahami maknanya,
(2) selama ini pembelajaran berpusat pada guru (penggunaan metode ceramah dalam
pembelajaran matematika) sehingga siswa hanya dijadikan sebagai objek pembelajaran, (3)
dalam pembelajaran guru jarang menyampaikan materi dalam bentuk yang nyata melainkan
hanya dalam bentuk abstrak saja. Oleh karena itu rangkaian pembelajaran didesain dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
untuk menjawab fenomena yang terjadi pada prapenelitian. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriftif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-A SMP
Negeri 1 Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara yang berjumlah 25 orang. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini berupa tes tertulis dan wawancara guru dan siswa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diterapkan model pembelajaran PMRI
siswa merasa tertarik serta dapat meningkatkan pengetahuan matematika dan dapat pula
meningkatkan keaktifan siswa dalam menyampaikan ide atau gagasan. Sebagai contoh yaitu
siswa berani berinteraksi dan bernegosiasi antara siswa dengan siswa maupun antara siswa
dengan guru selama proses pembelajaran. Selain itu pendekatan pembelajaran PMRI juga
dapat mengurangi kadar keabstrakan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Hal
seperti ini tidak terjadi pada pembelajaran yang dilakukan oleh guru matematika sebelumnya.
Sebagai saran untuk tenaga pengajar, dalam pembelajaran matematika hendaknya guru dapat
menghubungkan dunia nyata dengan pembelajaran matematika karena yang demikian dapat
memudahkan siswa menyelesaikan permasalahan matematika, serta dapat meningkatkan
ketertarikan siswa dalam belajar matematika.
Kata kunci: Pendidikan Matematika Realistik Indonesia, Ketertarikan Belajar Matematika.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
AKMAL Hi DAHLAN. The Development of Indonesian Realistic Mathematics Education
Learning Model (PMRI) to Improve Interest of Mathematics Learning. Thesis. Yogyakarta:
Postgradute Program, Sanata Dharma University, 2017.
This research was aimed to improve students interest in learning mathematics. Based
on pre-research, it found that students were less interested with learning mathematics. This
was due to some factors among other (1) learning mathematics generally provided less
opportunity for students to improve a strategic thinking ability, teacher only emphasized his
students to memorize all formulas and concepts without understanding their meanings, (2) so
far, learning concentrated in teacher (using speech method in learning mathematics) so that
students were only learning objects, (3) in learning the teacher seldom delivered materials in
real forms, but abstract forms. Therefore, learning series were designed using Indonesian
Realistic Mathematics Education (PMRI) learning approach to respond phenomenon took
place in pre-research. This was a descriptive analytical research. The research subjects were
VII-A grade students of State Junior High School (SMP Negeri) I of Morotai, North Maluku
numbered 25. Instrument used in this research was teacher-student test and interview.
The research results showed that after applied the PMRI learning model students were
interested and could improve mathematical knowledge and also able to improve students
activeness in expessing ideas. As an example included students were dare to interact and
negotiate between students and students as well as students and teachers during learning
process. Besides, the PMRI learning approach could also reduce student abstract nature in
solving mathematical problems. This did not happen in learning conducted by previous
mathematics teacher. As a suggestion for the teachers in improving learning mathematics,
they should be able to connect real world by learning mathematics because it could simplify
students to imagine mathematics and also able to improve students interest in learning
mathematics.
Keywords: Indonesian Realistic Mathematical Learning, Learning Mathematics Interest
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga
penulis mampu menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari terselesaikannya tesis ini tidak
terlepas dari bantuan, doa, bimbingan dan arahan dari semua pihak.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Dr. Yansen
Marpaung selaku dosen pembimbing tesis yang telah memberikan bimbingan, arahan dan
motivasi sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Selain itu, perkenankan penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D selaku Rektor Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
2. Dr. M. Andy Ruditho., S.Pd selaku Kaprodi Magister Pendidikan Matematika yang telah
memberikan motivasi, bekal ilmu dan pembelajaran yang sangat berharga.
3. Pembimbing dan Penguji: Dr. Yansen Marpaung (Pembimbing), Dr. M. Andy Ruditho,
S.Pd (Penguji I) dan Dr. Hongki Julie, M.Si (Penguji II). Dengan penuh keikhlasan
mereka telah menyediakan waktu dan memberikan perhatian besar untuk membimbing,
mengarahkan serta memberikan nasehat, saran dan masukan yang sangat berarti bagi
penulis dalam proses penyelesaian tesis ini. Semoga semuanya bernilai ibadah di sisi
Allah SWT. Amin.
4. Para dosen dan pengelola program pascasarjana pendidikan matematika Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah membantu penulis sejak awal masa studi hingga
selesainya tesis ini.
5. Kepada Guru: Ibu Norce Tutuarima., S.Pd selaku Kepala SMP Negeri 1 Pulau Morotai,
Ibu Rosmina Kharie, S.Pd selaku guru bidang studi matematika di kelas VII-A atas
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................... iv
HALAMAN KEASLIAN KARYA ...................................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................... vi
ABSTRAK.................................................................................................................. vii
ABSTRACT ................................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tinjauan Pustaka .................................................................................. 5
1.3 Batasan Masalah ................................................................................... 7
1.4 Rumusan Masalah ................................................................................ 7
1.5 Kebaruan Penelitian ............................................................................. 7
1.6 Tujuan Penelitian .................................................................................. 7
1.7 Manfaat Penelitian ............................................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................................... 9
2.1 Pengembangan Model Pembelajaran Matematika ...................... 9
2.1.1 Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep) ............. 9
2.1.2 Pemahaman Konsep ................................................................. 9
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.1.3 Pembinaan Keterampilan ............................................ 10
2.2 Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI) ................................................................ 10
2.2.1 Pengertian PMRI ........................................................ 10
2.2.2 Matematisasi ............................................................... 12
2.2.3 Prinsip-prinsip PMRI .................................................. 15
2.2.4 Karakteristik PMRI .................................................... 18
2.3 Minat Belajar Matematika ................................................... 21
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Belajar ..... 22
2.3.2 Meningkatkan Minat Belajar Siswa dalam
Pembelajaran Matematika .......................................... 25
2.4 Teori-teori yang Berhubungan dengan PMRI ..................... 25
2.4.1 Teori Belajar Piaget .................................................... 25
2.4.2 Teori Belajar Bruner ................................................... 28
2.4.3 Teori Belajar Bermakna Ausubel ............................... 29
2.4.4 Teori Belajar Vigotsky ............................................... 30
2.5 Tahapan (fase) Pembelajaran PMRI .................................... 33
2.6 Langkah-langkah Pengembangan PMRI ............................. 35
2.6.1 Langkah Pendahuluan................................................. 35
2.6.1 Langkah Inti ................................................................ 35
2.6.1 Penutup ....................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................... 37
3.1 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ................... 37
3.1.1 Identifikasi Variabel ................................................... 37
3.1.2 Definisi Operasional Variabel .................................... 37
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 38
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................ 38
3.4 Teknik Pengumpulan dan Instrumen Data .......................... 39
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data ......................................... 38
3.3.2 Instrumen Data ........................................................... 39
3.5 Tahap Penelitian .................................................................. 40
3.6 Analisis Data ....................................................................... 40
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................... 41
4.1 Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 41
4.2 Pelaksanaan Pembelajaran Matematika di kelas VII-A
SMP Negeri 1 Pulau Morotai pada Pertemuan Pertama ....... 42
4.2.1 Pembukaan ................................................................. 42
4.2.2 Kegiatan Mengkonstruksi Norma Sosial
dalam Kelas ................................................................ 45
4.2.3 Apersepsi .................................................................... 46
4.2.4 Memperkenalkan Alat Peraga .................................... 47
4.2.5 Membagikan Instrumen Penelitian ............................. 52
4.3 Analisis Kegiatan Pembelajaran Matematika di Kelas VII-A
SMP Negeri 1 Pulau Morotai pada Pertemuan Pertama .. 53
4.4 Pelaksanaan Pembelajaran Matematika di kelas VII-A
SMP Negeri 1 Pulau Morotai pada Pertemuan Kedua ......... 56
4.4.1 Pembukaan ................................................................. 56
4.4.2 Deskripsi Hasil Presentasi Kelompok ........................ 59
4.5 Analisis Kegiatan Pembelajaran Matematika di Kelas VII-A
SMP Negeri 1 Pulau Morotai pada Pertemuan Kedua .... 69
4.6 Analisis Hasil Wawancara Guru dan Siswa di Kelas VII-A
SMP Negeri 1 Pulau Morotai ............................................... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 77
5.1 Kesimpulan ........................................................................... 77
5.2 Saran ..................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 79
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1: Data Mahasiswa Fakultas MIPA , Fakultas Teknik dan Fakultas Ekonomi Universitas Pasifik (UNIPAS) Morotai .. 3
Tabel 2.1: Teori Umum PMRI ............................................................................... 15
Tabel 2.2: Keterkaitan Antara Teori Belajar dengan PMRI ........................... 32
Tabel 2.3: Tahapan (fase) PMRI ........................................................................... 34
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1: Matematika Konseptual ................................................................... 13
Gambar 2.2: Matematisasi Horizontal dan Vertikal ......................................... 14
Gambar 2.3: Alur Teori Umum PMRI ................................................................. 14
Gambar 2.4: Urutan Pembelajaran Matematika Realistik ............................... 18
Gambar 4.1: Kartu positif 1 dan Negatif (-1) ..................................................... 48
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Instrumen Penelitian (Lembar Kerja Siswa) ………... 82
Lampiran 2. Instrumen Penelitian (Pedoman wawancara siswa).… 84
Lampiran 3. Instrumen Penelitian (Pedoman wawancara guru) ................... 85
Lampiran 4. Catatan Lapangan I ………………............................. 86
Lampiran 5. Catatan Lapangan II ……………….……… ............................. 87
Lampiran 6. Catatan Lapangan III ………………………............... 88
Lampiran 7. Catatan Lapangan IV........…………………............... 89
Lampiran 8. Hasil Pekerjaan Kelompok I .......................................................... 90
Lampiran 9. Hasil Pekerjaan Kelompok II ........................................................ 92
Lampiran 10. Hasil Pekerjaan Kelompok III ....................................................... 94
Lampiran 11. Hasil Pekerjaan Kelompok IV....................................................... 96
Lampiran 12. Hasil Pekerjaan Kelompok V ........................................................ 98
Lampiran 13. Hasil Wawancara Guru .................................................................. 100
Lampiran 14. Hasi Wawancara Siswa I ............................................................... 102
Lampiran 15. Hasi Wawancara Siswa II.........................…………... 104
Lampiran 16 Hasi Wawancara Siswa III ............................................................ 106
Lampiran 17 Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran ......................................... 108
Lampiran 18 Dokumentasi Kegiatan Kelompok dalam
Menyelesaikan Masalah Matematika Menggunakan
Alat Peraga ....................................................................................... 111
Lampiran 19 Dokumentasi Wawancara Guru dan Siswa ............................... 113
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan matematika merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional
serta memegang peran yang sangat penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Kegunaan matematika tidak hanya dalam bidang keilmuan saja, tetapi matematika
juga mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, sebab banyak juga
permasalahan yang dapat diselesaikan dengan menggunakan konsep dan prinsip matematika.
Oleh karena itu, penting kiranya pembelajaran matematika di tingkat satuan pendidikan harus
dapat menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang
berlangsung.
Salah satu tujuan diberikan pelajaran matematika, dari tingkat sekolah dasar hingga
sekolah menengah adalah untuk mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi perubahan
keadaan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan lain adalah membekali peserta didik agar
memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Dengan demikian,
diharapkan siswa mampu mengembangkan kemampuannya dengan menggunakan
matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah. Untuk meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan siswa sebagaimana yang dikemukan
oleh Polya (1957) bahwa dalam menyelesaikan masalah (soal cerita matematika) perlu
memperhatikan empat langkah rencana terurut yaitu: memahami masalah (understanding the
problem), menyusun rencana (devising a plan), pelaksanaan rencana (carrying out the plan),
dan memeriksa kembali (looking back).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya menjadi faktor determinan
untuk meningkatkan kesadaran bahwa pendidikan matematika merupakan hal yang sangat
penting dalam kehiduapan sehari-hari. Akan tetapi dalam realitasnya, siswa seakan menjauhi
pendidikan matematika. Berdasarkan pengalaman pribadi peneliti, sebagian orang menyadari
akan pentingnya peran matematika dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi matematika juga
dianggap sebagai salah satu pembelajaran yang sukar untuk dipelajari sehingga dinilai kurang
bisa memberikan nuansa yang menarik (tidak menyenangkan) dan cenderung menakutkan.
Hal ini membuat siswa menganggap pembelajaran matematika kurang bermakna, sehingga
siswa hanya pasif mendengar dan menulis materi saja tanpa dimengerti. Dengan demikian,
siswa mengalami kesulitan dalam memahami bahan ajar matematika. Hal ini sesuai dengan
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
apa yang telah diungkapkan oleh Blazely dkk (2002) bahwa pembelajaran di sekolah
cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungannya (TBBE, 2002:2).
Hasil pra-penelitian yang peneliti lakukan di beberapa sekolah yang ada di Kabupaten
Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara pada tanggal 11 s/d 20 Januari 2016, menunjukkan
bahwa guru jarang mengaitkan pembelajaran matetematika dengan dunia nyata. Banyak guru
hanya fokus pada rutinitas menyampaikan materi pelajaran sehingga mereka seakan
kehilangan waktu untuk merancang sebuah pembelajaran yang dapat menarik perhatian
siswa. Hal ini yang membuat siswa kurang berminat dengan pembelajaran matematika,
bahkan belajar matematika seakan menjadi momok dan menakutkan bagi siswa.
Pembelajaran yang diberikan oleh guru cenderung seakan belajar matematika hanya berupa
kegiatan menghitung bilangan-bilangan atau menghafal rumus-rumus, dan simbol-simbol
saja. Sebagaimana yang dikemukakan oleh ahli matematika Jerman, David Hilbert (dalam
Hamsah, 2010:127) “matematika adalah sebagai sistem lambang yang formal sebab
matematika bersangkut-paut dengan sifat-sifat struktural dari simbol-simbol melalui pelbagai
sasaran yang menjadi objek matematika serta dipandang sebagai sifat-sifat struktural paling
abstrak”. Kajian keabstrakan ini dibenarkan pula oleh Sutawijaya yang mengatakan
“matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun dalam suatu sistem
aksiomatis dengan menggunakan simbol (lambang) dan penalaran deduktif (Sutawijaya,1997:
176).
Salah satu fenomena yang terjadi di SMPN 7 Kabupaten Pulau Morotai Provinsi
Maluku Utara, saat peneliti melakukan pra-penelitian adalah: (1) Guru kurang
memperhatikan kemampuan berfikir dan pemecahan masalah dalam pembelajaran
matematika. Artinya pembelajaran matematika selama ini pada umumnya kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikir strategis,
guru hanya menekankan siswanya untuk menghafalkan saja semua rumus atau konsep tanpa
memahami maknanya, (2) selama ini pembelajaran berpusat pada guru (penggunaan metode
ceramah dalam pembelajaran matematika) sehingga siswa hanya dijadikan sebagai objek
pembelajaran, (3) dalam pembelajaran guru jarang menyampaikan materi dalam bentuk yang
nyata melainkan hanya dalam bentuk abstrak saja.
Selain fenomena di atas, peneliti juga menemukan fenomena lain di antaranya adalah:
1) Berdasarkan hasil observasi (wawancara) di beberapa sekolah menengah atas (SMAN 1,
SMAN 3, dan SMA Muhammadiyah) yang berada di Kabupaten Pulau Morotai,
ditemukan ketidak sesuaian antara minat siswa yang memilih jurusan IPA dan IPS.
Berdasarkan hasil wawancara, peneliti menemukan beberapa faktor di antaranya adalah
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(1) mata pelajaran yang sifatnya matematik pada jurusan IPA lebih banyak dibandingkan
dengan jurusan IPS, (2) tingkat kesulitan matematik pada jurusan IPA lebih besar
dibandingkan dengan jurusan IPS, (3) jurusan IPA hafalan rumusnya lebih banyak dari
pada jurusan IPS. Faktor inilah yang membuat siswa lebih cenderung memilih jurusan
IPS dari pada jurusan IPA. Dari beberapa faktor tersebut, yang paling dominan alasan
siswa adalah mereka memilih altenatif jurusan IPS karena tidak tertarik dengan pelajaran
yang berkaitan dengan ilmu matematika, walaupun mereka juga menjumpai ilmu
hitungan pada jurusan IPS seperti: Ekonomi, dan Akuntansi. 2) Peneliti juga melakukan observasi di salah satu perguruan tinggi (Universitas Pasifik
Morotai) dengan sasaran observasinya membandingkan jumlah mahasiswa dari angkatan
I s/d III (tahun 2013-2015). Dalam observasi ini, peneliti membandingkan mahasiswa
Fakultas MIPA dengan Fakultas yang lain (Fakultas Teknik dan Ekonomi). Berdasarkan
hasil observasi, peneliti menemukan data mahasiswa fakultas MIPA jauh lebih sedikit
jika dibandingkan dengan fakultas yang lain. Data yang diperoleh peneliti adalah sebagai
berikut:
Tabel 1.1
Data Mahasiswa Fakultas MIPA, Teknik dan Ekonomi
Universitas Pasifik (UNIPAS) Morotai
Angkatan (tahun Fakultas
No
masuk)
MIPA Teknik Ekonomi
1. Angkatan I (2013) 10 207 91
2. Angkatan II (2014) 5 70 41
3. Angkatan III (2015) 19 80 36
Total 34 357 168
Sumber: BAK UNIPAS Morotai (12 Januari 2016)
Dari uraian permasalahan ini, peneliti berasumsi bahwa masalah yang dialami oleh
siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, disebabkan oleh ketidaktarikkan siswa pada
pembelajaran matematika saat siswa tersebut berada pada jenjang sebelumnya (bawaan dari
SMP/MTs) sehingga mempengaruhi minat belajar pada jenjang selanjutnya.
Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dibutuhkan model
pembelajaran yang tepat, misalnya: (1) membuat siswa aktif saat mengikuti proses
pembelajaran. Untuk membuat siswa aktif dan karena metematika dianggap sukar, maka guru
perlu memotifasi siswa untuk dapat menarik minat belajar siswa pada pembelajajaran
matematika, (2) model pembelajaran tidak selalu terfokus pada metode ceramah, akan tetapi
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sering dilakukan dalam bentuk kelompok sehingga siswa lebih berani berkomunikasi
(berdiskusi), (3) jangan selalu memfokuskan pembelajaran di kelas, akan tetapi siswa sering
diajak untuk melakukan proses pembelajaran di luar kelas dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mencari dan menemukan masalah-masalah matematik yang ada di
sekitarnya.
Dengan berbagai pertimbangan teoritis, akhirnya peneliti berasumsi bahwa untuk
mengembangkan pembelajaran matematika mestinya dilakukan dengan pendekatan model
pembelajaran yang tepat sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya sehingga siswa
mampu mengeluarkan gagasan kreatif serta mudah memahami. Siswono (2006) berpendapat
bahwa pemikiran dan gagasan yang kreatif akan muncul dan berkembang jika proses
pembelajaran matematika di dalam kelas menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat.
Dengan demikian peneliti berkesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran matematika
realistik merupakan suatu solusi untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh siswa
SMPN 7 Pulau Morotai.
Gagasan kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan
pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan
kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Hal ini
merupakan tantangan besar pembelajaran matematika yang selama ini disinyalir telah
terjebak dalam pembelajaran yang lebih menekankan pada pewarisan ilmu dari pada
pemerolehan aktif oleh peserta didik. Saat ini terdapat beberapa model pembelajaran yang
dapat dijadikan alternatif untuk menjadikan pembelajaran matematika lebih mencerahkan,
salah satunya adalah Pembelajaran Matematika Realistik (Robert, 2010).
Oleh karena itu dalam penelitian ini, salah satu model pembelajaran yang akan di
kembangkan adalah pembelajaran berbasis Matematika Realistik atau dikenal dengan
pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Siswono (2007: 14)
menyebutkan salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang dapat mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif adalah pendekatan PMRI. Hal yang menjadi dasar bagi peneliti
mengapa pendekatan PMRI adalah pilihan untuk dikembangkan dalam penelitian ini, karena
menurut peneliti PMRI adalah solusi untuk mengantarkan siswa pada pengenalan konsep
matematika serta dipandang dapat membawa perubahan yang signifikan pada pemahaman
siswa. Marpaung (dalam Inganah, 2001:2) menyebutkan hasil-hasil penelitian mengenai
PMRI telah memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi perkembangan pembelajaran
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
matematika. Salah satunya, PMR telah lama diujicobakan dan diimplementasikan di Belanda.
Hasil implementasi tersebut ternyata membawa perubahan yang signifikan pada pemahaman
siswa terhadap matematika.
Pembelajaran matematika realistik dilaksanakan dengan menggunakan konteks “dunia
nyata”. Penggunaan konteks ini memungkinkan siswa memanfaatkan pengalamannya untuk
penguasaan dan penjelajahan pengalaman baru. Konsep baru perlu dikaitkan atau dicari
pijakannya pada konsep lama yang telah dimiliki siswa. Pengintegrasian unit-unit matematika
adalah esensial karena belajar bukan sekedar menyerap pengetahuan yang terpisah, namun
belajar merupakan kegiatan membangun pengetahuan menjadi entitas terstruktur.
Ide kunci dari pembelajaran berbasis Realistik ini adalah bahwa lingkungan siswa
menjadi konsep awal/pra konsepsi matematika (matematika informal) sebelum mereka
menerima konsep matematika (matematika formal) di kelas sehingga siswa masuk ke sekolah
tidak dengan pikiran kosong. Fadjar Shadiq & Nur Amin (2010:7) mengemukakan bahwa
PMRI merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang mengungkapkan
pengalaman dan kejadian yang dekat dengan siswa sebagai sarana untuk memahami
persoalan matematika. Oleh karena itu, Gusti Putu (2001: 98) mengatakan matematika
sebagai aktivitas manusia, artinya siswa diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide
dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa.
Sementara itu de Lange (dalam Sutarto, 2010: 2) menyatakan “real wold as a concrete
real wold which is transferred to students through mathematical application”. Artinya, dunia
nyata sebagai suatu dunia yang konkret yang disampaikan kepada siswa melalui aplikasi
matematika. Berawal dari sinilah dikembangkan proses pembelajaran matematika
berdasarkan situasi yang dipahami, berhubungan dengan siswa dan dekat dengan lingkungan
siswa.
Berpijak dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengembangkan model PMRI dengan harapan dapat
meningkatkan ketertarikan siswa dalam pembelajaran matematika. Ketertarikan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah minat siswa untuk belajar matematika. Oleh karena itu,
judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Pengembangan Model Pembelajaran
Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Ketertarikan Belajar Matematika” (Suatu
Penelitian Pada Siswa SMP Negeri 1 Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara). 1.2 Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini di antaranya:
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Penelitian yang dilakukan oleh Deboy Hendri, Zulkardi dan Ratu Ilma, yang berjudul
“Pengembangan Materi Kesebangunan dengan Pendekatan PMRI di SMPN. 5 Talang
Ubi” (Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 1, No.2, Juli 2007).
Berdasarkan hasil pengujian serta pembahasan yang telah dilakukan maka
dapat disimpulkan bahwa melalui uji coba buku siswa yang dibuat peneliti, siswa
lebih tertarik dan lebih mudah memahami materi pelajaran yang menggunakan buku
siswa tersebut. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang menunjukkan rata-
rata 78,25, dimana 26 dari 30 (86,7%) siswa memperoleh nilai di atas 65. Selain itu,
aktivitas siswa selama proses pembelajaran dikategorikan sangat aktif dan 93,3%
siswa menunjukkan sikap positif terhadap penggunaan buku siswa.
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
terletak pada variabel penelitian yaitu pembelajaran matematika realistik. Sedangkan
perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada: (a) inti
penelitian tersebut yaitu mengembangan materi kesebangunan dengan pendekatan
PMRI sedangkan dalam penelitian ini yang dikembangkan adalah model PMRInya,
(b) penelitian tersebut berlokasi di SMPN 5 Talang Ubi, sedangkan lokasi penelitian
ini akan dilaksanakan di SMPN 3 Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Dian Usdiyana, Tia Purniati, Kartika Yulianti, dan Eha
Harningsih yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Siswa SMP Melalui
pembelajaran matematika realistik” (Jurnal Pengajaran MIPA, Vol.13 No. 1 April 2009).
Penelitian ini dilakukan di SMPN 12 Bandung dengan mengambil dua kelas
yaitu satu kelas eksperimen dan satu lagi sebagai kelas kontrol. Penelitian ini
bertujuan mengkaji secara komprehensif perbedaan peningkatan kemampuan
berpikir logis dan perbedaan sikap siswa terhadap matematika antara siswa yang
pembelajarannya menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia
(PMRI) dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan Pembelajaran
Matematika Biasa (PMB).
Berdasarkan analisis dari setiap jawaban siswa pada kelompok rendah di kelas
eksperimen diperoleh bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan
pendekatan matematika realistik dapat membantu siswa dalam memahami konsep
pecahan, dan cukup dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis dibandingkan
dengan kelompok yang sama di kelas kontrol. Sedangkan untuk kelompok siswa
yang kategori memiliki kemampuan tinggi dan sedang peningkatannya tidak begitu
berarti.
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penelitian ini memiliki kesamaan variabel dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti, yaitu penelitian ini menggunakan perbandingan dua model
pembelajaran yang diterapkan di kelas yaitu pembelajaran matematika realistik
indonesia (kelas PMRI) dan kelas yang nonPMRI. Adapun perbedaan penelitian ini
yaitu pada lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini dilakukan di SMPN 12 Bandung
sedangkan lokasi yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah SMPN 1
Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan masalah yang diuraikan pada latar belakang tersebut serta mengingat
keterbatasan waktu, maka fokus/sasaran dalam penelitian ini dibatasi pada:
1. Pengembangan model pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
(PMRI).
2. Minat siswa dalam pembelajaran matematika pada SMPN 1 Kabupaten Pulau Morotai
Provinsi Maluku Utara. 1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mengembangkan model pembelajaran matematika realistik pada siswa
SMPN 1 Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara?
2. Bagaimana dampak penerapan model pembelajaran matematika realistik terhadap
minat siswa dalam pembelajaran matematika pada SMPN 1 Pulau Morotai Provinsi
Maluku Utara? 1.5 Kebaruan Penelitian
Penelitian yang berlatar pembelajaran matematika realistik belum pernah dilakukan
oleh peneliti sebelumnya pada lokasi penelitian tersebut umumnya di Kabupaten Pulau
Morotai Provinsi Maluku Utara. Olehnya itu, model penelitian ini merupakan hal yang baru
pertama kali dilakukan oleh peneliti.
1.6 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:
1. Mengembangkan model Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) pada
siswa SMPN 1 Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara.
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Mengetahui ketertarikan (minat) siswa dalam pembelajaran matematika pada SMPN
1 Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara.
1.7 Manfaat Penelitian
Pertama, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan wawasan kepada
pendidik untuk dapat mengembangkan model pendidikan yang tepat dalam proses
pembelajaran di sekolah, khususnya Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
sehingga matematika tidak lagi dipandang sebagai salah satu ilmu yang membosankan,
menakutkan yang pada akhirnya tidak diminati oleh siswa. Kedua, diharapkan hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi pendidik dan bahan pertimbangan
bagi penelitian berikutnya.
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengembangan Model Pembelajaran Matematika
Heruman (2007: 3) mengemukakan bahwa landasan konsep pada kurikulum
matematika dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu penanaman konsep dasar
(penanaman konsep), pemahaman konsep dan pembinaan keterampilan. Uraian ketiga tahap
tersebut adalah sebagai berikut:
2.1.1 Penanaman Konsep Dasar (penanaman konsep)
Penanaman konsep yaitu pembelajar suatu konsep baru matematika, ketika siswa
belum pernah mempelajari konsep tersebut. Penanaman konsep dasar merupakan
jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret
dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep
dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu
kemampuan pola pikir siswa.
2.1.2 Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep
matematika. Pemahaman konsep dibagi atas dua pengertian. Pertama, merupakan
kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan
kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi
masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep.
2.1.3 Pembinaan Keterampilan
Pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan
berbagai konsep matematika. Seperti halnya pada pemahaman konsep, pembinaan
keterampilan juga terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari
pembelajaran penanaman dan pemahaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kedua, pembelajaran pembinaan keterampilan dilakukan pada pertemuan yang berbeda,
tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep.
2.2 Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
2.2.1 Pengertian PMRI
Banyak pihak yang menganggap bahwa pendidikan matematika realistik adalah
suatu pendekatan pembelajaran matematika yang harus selalu menggunakan masalah
sehari-hari. Kata ”realistik” sering disalah artikan sebagai ”real-world”, yaitu dunia
nyata. Penggunaan kata ”realistik” sebenarnya berasal dari Belanda ”zich realiseren”
yang berarti untuk ”dibayangkan” atau ”to imagine”. Penggunaan kata ”realistik”
tersebut tidak sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata (real-
world) tetapi lebih mengacu pada fokus pendidikan matematika realistik dalam
menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan (imagineable)
oleh siswa (Ariyadi, 20: 2012).
Pendekatan pembelajaran matematika realistik adalah cara yang ditempuh guru
dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan dapat diadaptasikan oleh
peserta didik (Suherman dkk, 2003: 6). PMR adalah suatu pendekatan pembelajaran
matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika di
Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan
pada anggapan seorang ahli matematika dari Belanda yang bernama Hans Freudenthal
(Panhuizen, 2003: 15) yang mengemukakan bahwa matematika adalah aktivitas manusia,
aktivitas pengamatan dan aktivitas penyelesaian masalah, secara umum matematika
adalah mengorganisasi kejadian real atau kejadian yang terkait dengan matematika. Ini
berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan situasi anak sehari-hari.
Matematika sebagai aktivitas manusia maksudnya, manusia harus diberi kesempatan
seluas-luasnya untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika.
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pendekatan ini memandang bahwa belajar matematika bukan hanya memindahkan
matematika dari guru kepada siswa, akan tetapi siswa menemukan kembali ide dan
konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah real (Hadi, 2005: 17). Oleh
karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan
untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dibawah bimbingan guru. Proses
penemuan kembali ini di kembangkan melalui berbagai persoalan dunia real.
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa dalam PMRI, masalah kontekstual (dunia
nyata) dapat dimanfaatkan sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Tidak hanya itu,
PMRI juga mendesain pembelajaran antara lain: siswa aktif, guru berperan sebagai
fasilitator, siswa bebas mengeluarkan idenya, siswa bebas mengkomunikasikan ide-
idenya satu sama lain. Guru membantu (secara terbatas) siswa membandingkan ide-ide
itu dan membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang ide mana yang benar,
efisien dan mudah dipahami buat mereka. Selain itu, dalam kaitannya dengan
matematika sebagai kegiatan manusia maka siswa harus diberi kesempatan seluas-
luasnya untuk menemukan kembali ide atau konsep matematika secara mandiri sebagai
akibat dari pengalaman siswa dalam berinteraksi dengan situasi nyata (realitas). Setelah
pembentukan dan penemuan konsep-konsep matematika, siswa menggunakannya untuk
menyelesaikan masalah kontekstual selanjutnya sebagai aplikasi untuk memperkuat
pemahaman konsep. Dengan demikian akan terlihat salah satu prinsip PMRI sebagimana
yang dikemukakan oleh Marpaung “Murid aktif, Guru aktif” yang merupakan penjabaran
dari matematika sebagai aktifitas manusia.
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.2.2 Matematisasi
Untuk menekankan bahwa proses lebih penting dari pada hasil, dalam pendekatan
matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan
dunia real. Proses ini digambarkan oleh de Lange (dalam Hadi, 2005: 17) sebagai
lingkaran yang tak berujung. Selanjutnya, oleh Treffers (dalam Panhuizen, 2003: 21)
matematisasi dibedakan menjadi dua, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi
vertikal. Kedua proses ini digambarkan oleh Gravemeijer (dalam Hadi, 2005: 33) sebagai
proses penemuan kembali seperti pada gambar 2.1.
Dunia Nyata
Matematisasi dalam Aplikasi
Matematisasi dan Refleksi
Abstraksi dan Formalisasi
Gambar 2.1
Matematika konseptual
Gravemeijer (dalam Hadi, 2005: 33)
Menurut Freudenthal (dalam Panhuizen, 2003: 18) matematisasi horizontal
berarti bergerak dari dunia real ke dunia simbol, sedangkan matematisasi vertikal
bergerak didalam dunia simbol itu sendiri. Dengan kata lain, matematisasi horizontal
menghasilkan konsep, prinsip atau model matematika dari masalah kontekstual sehari-
hari, sedangkan yang menghasilkan konsep, prinsip atau model matematika dari
matematika sendiri termasuk dalam kategori matematisasi vertikal.
Berikut ini adalah gambaran alur matematisasi horizontal dan matematisasi
vertikal sebagimana tergambar pada gambar 2.2. Matematisasi hirizontal digambarkan
sebagai panah garis, sedangkan matematisasi vertikal digambarkan sebagai panah balok.
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Adapun alur sistem teori PMR terlihat pada gambar 2.3. Selain itu, teori umum PMR
juga disajikan pada tabel 2.1.
SISTEM MATEMATKA FORMAL
Bahasa Matematika Algoritma
Diselesaikan
Diuraikan
Soal-Soal Kontekstual
Gambar 2.2
Matematisasi Horizontal dan Vertikal
(Panhuizen, 2003: 18)
Sistem Matematika Formal
Notasi Matematika Algoritma
Menggambarkan
Penyelesaian
Masalah Kontekstual
Penyusunan Konsep
Matematika
Murid & Kegiatan
Interaktivitas
Relevasi &
Keakraban Kondisi
Lingkunag Belajar Pengalaman Belajar Guru sebagai Fasilitator
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 2.3
Alur Teori Umum PMR
(Panhuizen, 2003: 18)
Adapun tabel teori umum PMR (Tabel 2.1), sebagai berikut:
GENERAL RME THEORY
WHAT HOW
Meaningful human actifity Teaching Context or reality principle
Horizontal and vertical mathematization Intertwinement principle
Low-level skills and high-level skill Guidance principle
Learning Activity principle
Level principle
Interaction principle
2.2.3 Prinsip-prinsip PMRI
Sejalan dengan konsep asalnya, PMRI dikembangkan dari tiga prinsip utama PMR.
Gravemeijer (dalam Supinah, 2008: 16) mengemukakan diantaranya adalah: (a) Guided
reinvention (penemuan kembali), (b) Didactical phenomenology (fenomena didaktik),
dan (c) Self-developed model (pengembangan model sendiri).
a. Guided Reinvention (Penemuan Terbimbing)
Guided reinvention artinya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
melakukan matematisasi dari masalah kontekstual yang realistik bagi peserta didik
dengan bantuan dari guru. Peserta didik didorong atau ditantang untuk aktif bekerja
bahkan diharapkan dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang
diperolehnya. Pembelajaran tidak dimulai dari sifat-sifat, definisi atau teorema dan
selanjutnya diikuti contoh-contoh, tetapi dimulai dengan masalah kontekstual atau
real/nyata yang selanjutnya melalui aktivitas peserta didik diharapkan dapat ditemukan
sifat-sifat, definisi, teorema atau aturan oleh peserta didik sendiri.
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut prinsip Guided reinvention, siswa harus diberi kesempatan untuk
mengalami proses yang sama dengan proses yang dilalui oleh para ahli ketika konsep-
konsep matematika itu ditemukan. Prinsip penemuan kembali juga dapat diilhami oleh
prosedur penyelesaian informal. Strategi informal siswa bisa diinterprestasikan sebagai
antisipasi prosedur yang lebih formal. Dalam hal ini matematisasi prosedur penyelesaian
yang sama/similar menciptakan kesempatan untuk proses penemuan kembali.
b. Didactical Phenomenology (Fenomena Didaktik)
Topik-topik matematika disajikan atas dasar aplikasinya dan konstribusinya bagi
perkembangan matematika. Pembelajaran matematika yang cenderung berorentasi
kepada memberi informasi atau memberitahu peserta didik dan memakai matematika
yang sudah siap pakai untuk memecahkan masalah, diubah dengan menjadikan masalah
sebagai sarana utama untuk mengawali pembelajaran sehingga memungkinkan peserta
didik dengan caranya (pengalaman) sendiri mencoba memecahkannya. Dalam
memecahkan masalah tersebut, peserta didik diharapkan dapat melangkah ke arah
matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
Dalam rangka pencapaian matematisasi horizontal, sangat mungkin dilakukan
melalui langkah-langkah informal sebelum sampai kepada matematika yang lebih
formal. Dalam hal ini, dengan bimbingan guru peserta didik diharapkan dapat
memecahkan masalah serta dapat melangkah atau terbawa kearah pemikiran matematika
sehingga mereka akan menemukan sendiri sifat-sifat, definisi atau teorema matematika
tertentu (matematika horizontal), kemudian ditingkatkan aspek matematisasinya
(matematika vertikal).
Kaitannya dengan matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal, de Lange
menyebutkan bahwa proses matematisasi hizontal antara lain meliputi proses atau
langkah-langkah informal yang dilakukan peserta didik dalam menyelesaikan suatu
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
masalah (soal), membuat model, membuat skema, menemukan hubungan dan lain-lain.
Sedangkan matematisasi vertikal, antara lain meliputi proses menyatakan suatu
hubungan dengan suatu formula (rumus), membuktikan keteraturan, membuat berbagai
model, merumuskan konsep baru, melakukan generalisasi dan sebagainya. Proses
matamatisasi horizontal-vertikal inilah yang diharapkan dapat memberi kemungkinan
peserta didik lebih muda memahami matematika yang berobjek abstrak.
Dengan masalah kontekstual yang diberikan pada awal pembelajaran seperti
disebutkan sebelumnya, dimungkinkan melahirkan keanekaragaman cara yang
digunakan atau ditemukan peserta didik dalam menyelesaikan masalah. Dengan
demikian, peserta didik mulai dibiasakan untuk bebas berfikir dan berani berpendapat,
karena cara yang digunakan peserta didik satu dengan yang lain berbeda atau bahkan
berbeda dengan pemikiran guru tetapi cara itu benar dan hasilnya juga benar. Hal seperti
ini disebut dengan fenomena didaktik.
Dengan memperhatikan fenomena didaktik yang ada di dalam kelas, maka akan
terbentuk proses pembelajaran matematika yang tidak lagi berorentasi pada guru, tetapi
diubah atau beralih kepada pembelajaran matematika yang berorentasi pada peserta didik
atau bahkan berorentasi pada masalah.
c. Self-Developed Model (Pengembangan Model Sendiri)
Pada saat peserta didik mengerjakan masalah kontekstual, peserta didik
mengembangkan suatu model. Model ini diharapkan dibangun sendiri oleh peserta didik,
baik dalam proses matematisasi horizoltal atau vertikal. Menurut Soedjadi (2000: 1)
“kebebasan yang diberikan kepada siswa untuk memecahkan masalah secara mandiri
atau kelompok, dengan sendirinya akan memungkinkan munculnya berbagai model
pemecahan masalah buat peserta didik”. Dalam pembelajaran matematika realistik
diharapkan terjadi urutan sebagai berikut:
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
situasi nyata model dari model kearah pengetahuan
situasi itu formal formal
Gambar 2.4
Urutan Pembelajaran Matematika Realistik
Menurut Gravemeijer, inilah yang disebut buttom up dan merupakan prinsip RME
yang disebut self-developed models.
2.2.4 Karakteristik PMRI
Ketiga prinsip di atas dioperasionalkan ke dalam lima karakteristik pembelajaran
matematika dengan pendekatan realistik. Karakteristik PMRI merupakan karakteristik
yang bersumber dari PMR, sehingga dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan
lingkungan dan budaya setempat. Menurut de Lange (dalam Marpaung, 2009: 2)
karakteristik PMRI secara umum yaitu:
1. Penggunaan konteks dalam eksplorasi fenomenologi (the use of contex)
Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual (dunia nyata),
tidak dimulai dari sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal
pembelajaran harus merupakan masalah sederhana yang „dikenali‟ oleh siswa. Sehingga
siswa nantinya dapat melibatkan dirinya dalam kegiatan belajar tersebut dan dunia nyata
dapat menjadi alat untuk pembentukan konsep.
2. Penggunaan model untuk mengkonstruksi konsep (use models, bridging by
vertical instruments)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang
dikembangkan sendiri oleh siswa, sebagai jembatan antara level pemahaman yang satu ke
level pemahaman yang lain dengan menggunakan instrumen-instrumen vertikal seperti
model-model, skema-skema, diagram-diagram, simbol-simbol dan sebagainya.
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Penggunakan kreasi dan konstribusi siswa (student contribution)
Konstribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan datang dari siswa,
artinya semua pikiran (konstruksi dan produksi) siswa diperhatikan.
4. Sifat aktif dan interaktivitas dalam proses pembelajaran (Interaktivity)
Mengoptimalkan proses belajar mengajar melalui interaksi siswa dengan siswa,
siswa dengan guru dan siswa dengan sarana prasarana merupakan hal yang penting dalam
pembelajaran matematika realistik, sampai proses konstruksi yang dilakukan siswa
dengan siswa, siswa dengan guru diperoleh sehingga interaksi tersebut bermanfaat.
5. Kesalingterkaitan (intertwinement) antara aspek-aspek atau unit-unit
matematika
Struktur dan konsep-konsep matematis yang muncul dari pemecahan masalah
realistik itu mengarah ke intertwining (pengaitan) antara bagian-bagian materi. Integrasi
antar unit atau bagian matematika yang menggabungkan aplikasi menyatakan bahwa
keseluruhannya saling berkaitan dan dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah di
kehidupan nyata.
Selain lima karakteristik di atas, untuk memberi ciri khas Indonesia, maka ditambah
karakteristik keenam yaitu mencirikan khas alam dan budaya Indonesia (Marpaung, 2009:
4). Dengan demikian, jika konsep-konsep matematika yang diberikan oleh guru semakin
dekat dengan pengalaman siswa, maka akan memudahkan siswa untuk mempelajari
pendidikan matematika.
Marpaung (2009: 3) mengemukakan bahwa seiring dengan kondisi sosial dan kultur
Indonesia, maka tim PMRI Universitas Sanata Dharma (USD), menjabarkan karakteristik
PMRI sebagai berikut:
1. Murid aktif, Guru aktif (matematika sebagai aktifitas manusia).
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah
kontekstual/realistik.
3. Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara sendiri.
4. Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
5. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok (kecil atau besar).
6. Pembelajaran tidak selalu di kelas (bisa di luar kelas, duduk di lantai, pergi keluar
sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data).
7. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi, baik antara siswa dan siswa, juga
antara siswa dan guru.
8. Siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur kognitifnya
sewaktu menyelesaikan suatu masalah (menggunakan model).
9. Guru bertindak sebagai fasilitator (Tutwuri Handayani) dan,
10. Kalau siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah jangan dimarahi tetapi
dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan (Sani dan Motivasi).
2.3 Minat Belajar Matematika
Berminat terhadap sesuatu sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Orang berminat
terhadap sesuatu karena mungkin melihat kegunaannya, karena senang, atau karena menarik
perhatiannya. Dalam KBBI (2015) minat artinya kecenderungan hati yang tinggi terhadap
sesuatu; gairah; keinginan. W.S Winkel (dalam A. Rahman Saleh, 1999: 188) menyatakan bahwa
minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subyek untuk merasa senang dan tertarik pada
bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Sehingga Guilford (1969)
memaknai minat belajar (dalam Karunia & Ridwan, 2015: 93), minat belajar adalah dorongan-
dorongan dari dalam diri siswa secara psikis dalam mempelajari sesuatu dengan penuh kesadaran,
ketenangan dan kedisiplinan sehingga menyebabkan individu secara aktif dan senang untuk
melakukannya. Belajar dengan minat akan mendorong
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
siswa lebih baik daripada belajar tanpa minat. Minat ini timbul apabila siswa tertarik akan
sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau merasa bahwa sesuatu yang akan dipelajari
dirasakan bermakna bagi dirinya (Hamalik, 2010: 33).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa minat merupakan suatu sifat yang relatif
menetap pada diri seseorang. Minat memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap proses
pembelajaran sebab dengan minat siswa akan terus berusaha melakukan sesuatu yang
diminatinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa minat belajar terhadap matematika
adalah ketertarikan siswa terhadap matematika didasarkan pada kegunaannya yang
diperlukan untuk kebutuhan dalam dirinya.
2.3.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Belajar
Dalam proses pembelajaran, minat merupakan salah satu faktor internal yang
sangat mempengaruhi siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan juga dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa. Slameto (2010) (dalam Wiwin dkk, 2012: 2)
mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan menjadi dua yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri
siswa, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Berikut adalah
yang mempengaruhi siswa secara eksternal dan internal:
2.3.1.a Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berada dalam diri siswa antara lain :
a) Kematangan. Kematangan dalam diri siswa dipengaruhi oleh pertumbuhan
mentalnya. Mengajarkan sesuatu pada siswa dapat dikatakan berhasil jika taraf
pertumbuhan pribadi telah memungkinkan dan potensi jasmani dan rohaninya telah
matang untuk menerima hal yang baru.
b) Latihan dan Ulangan. Oleh karena telah terlatih dan sering mengulangi sesuatu,
maka kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki siswa dapat menjadi semakin
dikuasai. Sebaliknya tanpa latihan pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dapat hilang atau berkurang. Oleh karena latihan dan seringkali mengalami sesuatu,
maka seseorang dapat timbul minatnya pada sesuatu.
c) Motivasi. Motivasi merupakan pendorong bagi siswa untuk melakukan sesuatu.
Motivasi dapat mendorong seseorang, sehingga akhirnya orang itu menjadi spesialis
dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu. Soemanto (2012:200) mengemukan
bahwa guru dapat melakukan teknik untuk memotivasi dan dapat merubah tingkah
laku siswa di antaranya: kenaikan tingkat, penghargaan, peranan-peranan
kehormatan, piagam-piagam prestasi, pujian dan celaan yang mendorong siswa
untuk mau belajar.
Faktor eksternal adalah factor yang berasal dari luar diri siswa, antara lain :
a) Faktor Guru. Seorang guru mestinya mampu menumbuhkan dan mengembangkan
minat pada diri siswa. Segala penampilan seseorang guru yang tersurat dalam
kompetensi guru sangat mempengaruhi sikap guru sendiri dan siswa. Kompetensi
itu terdiri dari kompetensi personal yaitu kompetensi yang berhubungan dengan
kepribadian guru dan kompetensi professional yaitu kemampuan dalam penguasaan
segala seluk beluk materi yang menyangkut materi pelajaran, materi pengajaran
maupun yang berkaitan dengan metode pengajaran. Hal demikian ini dapat menarik
minat siswa untuk belajar, sehingga mengembangkan minat belajar siswa.
b) Faktor Metode. Minat belajar siswa sangat dipengaruhi metode pengajaran yang
digunakan oleh guru. Menarik tidaknya suatu materi pelajaran tergantung pada
kelihaian guru dalam menggunakan metode yang tepat sehingga siswa akan timbul
minat untuk memperhatikan dan tertarik untuk belajar.
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c) Faktor Materi Pelajaran. Materi pelajaran yang diberikan atau dipelajari bila
bermakna bagi diri siswa, baik untuk kehidupan masa kini maupun masa yang akan
datang menumbuhkan minat yang besar dalam belajar (Hamalik, 2006 : 30-32).
Berbagai faktor tersebut di atas saling berhubungan erat dan dapat pula bersama-
sama mempengaruhi minat belajar siswa. Ada tidaknya minat siswa terhadap suatu
pelajaran juga dapat diamati melalui tanda-tanda seperti dilihat dari cara anak mengikuti
pelajaran, lengkap tidaknya catatan, dan seterusnya.
2.3.2 Meningkatkan Minat Siswa dalam Pembelajaran Matematika
Siswa, kecuali yang memang secara alami sudah senang terhadap matematika,
perlu diberi rangsangan melalui teknik dan cara pengajaran yang tepat agar senang
terhadap matematika. Hanya dengan cara yang demikian kita dapat menghilangkan
masalah-masalah seperti kegelisahan terhadap matematika.
Siswa akan belajar secara efektif jika mereka benar-benar tertarik terhadap
pelajarannya. Akan tetapi sulit bagi kebanyakan guru untuk menemukan persediaan
gagasan tentang menyampaikan matematika secara menarik. Banyak guru hanya terlibat
pada rutinitas menyampaikan materi pelajaran saja, mereka seakan kehilangan waktu
untuk mencari hal-hal yang dapat memotivasi siswanya. Padahal terdapat persediaan
yang melimpah tentang matematika yang menarik, serta dapat mendorong siswa berpikir
menemukan konsep secara matematis.
2.4 Teori Belajar Yang Berhubungan dengan PMR
Beberapa teori yang dapat dihubungkan dengan pembelajaran matematika realistik,
diantaranya adalah teori belajar Piaget, teori belajar Bruner, teori belajar bermakna Ausubel
dan teori belajar Vigotsky. Uraian teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.4.1 Teori Belajar Piaget
Piaget (dalam Hergenhahn 2008: 313) mengemukan bahwa perkembangan
intelektual anak didasarkan pada dua fungsi, yaitu: organisasi dan adaptasi. Fungsi
organisasi memberikan organisme kemampuan untuk mensistematikakan atau
mengorganisasikan berbagai proses psikologi menjadi berbagai sistem yang teratur dan
saling berhubungan. Fungsi adaptasi merupakan organisasi yang cenderung untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dilakukan melalui proses asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi merupakan suatu proses kognitif untuk mengintegrasikan persepsi,
konsep dan pengalaman baru kedalam skemata atau pola pikir yang sudah ada dalam
pikirannya. Jadi proses ini tidak merubah skemata, melainkan menambah skemata yang
sudah ada. Akomodasi merupakan proses mental yang meliputi pembentukan skemata
baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skemata yang sudah ada
sehingga cocok dengan rangsangan tersebut. Untuk melakukan proses akomodasi,
seseorang memerlukan modifikasi skemata yang sudah ada untuk mengadakan respon
terhadap masalah yang dihadapi dalam lingkungannya.
Menurut Dahar (1998: 182) adaptasi merupakan suatu keseimbangan antara
asimilasi dan akomodasi. Jika dalam proses asimilasi, seseorang tidak dapat beradaptasi,
maka akan menjadi proses ketidakseimbangan (dissequilibrium), yaitu
ketidakseimbangan atau ketidakcocokan antara pemahaman saat ini dengan pengalaman
baru, yang mengakibatkan akomodasi. Perkembangan intelektual merupakan proses yang
berjalan secara terus menerus antara ketidakseimbangan dengan keadaan seimbang
(dissequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi keseimbangan, maka orang itu berada
pada tingkat intelektual yang tinggi dari keadaan sebelumnya.
Teori Piaget tentang perkembangan intelektual ini menggambarkan tentang
konstruktivisme. Menurut teori ini perkembangan intelektual anak adalah suatu proses
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dimana anak secara aktif membangun pemahamannya secara terus menerus dengan
melakukan asimilasi dan akomodasi terhadap berbagai informasi baru yang diterimanya.
Implikasi teori Piaget menurut Slavin (1997: 5) dalam pembelajaran adalah sebagai
berikut: (a) pembelajaran difokuskan pada proses berpikir anak, tidak sekedar pada
hasilnya. Guru harus memahami proses berpikir yang digunakan anak sehingga
memperoleh jawaban, (b) pembelajaran menekankan pada pentingnya peran siswa dalam
berinisiatif sendiri dan dalam keterlibatannya secara aktif dalam pembelajaran. Dalam
pembelajaran di kelas, pengetahuan yang sudah jadi tidak mendapat penekanan,
melainkan anak didorong untuk menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi
dengan lingkungannya. Oleh karena itu dalam mengajar, guru harus harus menciptakan
berbagai aktivitas untuk membantu peserta didiknya belajar, dan (c) dalam pembelajaran
harus dimaklumi adanya pembelajaran individual dalam hal kemajuan perkembangan
berpikir, sehingga guru harus melakukan upaya khusus untuk mengatur kelas dalam
bentuk kegiatan secara individu atau dalam kelompok-kelompok kecil.
Uraian di atas menunjukan bahwa teori Piaget sesuai dengan PMRI. Karena PMRI
juga memfokuskan pada proses berpikir siswa, bukan pada hasil, siswa dibimbing dan
didorong untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan
lingkungannya, serta menghargai perbedaan individu bahkan perbedaan ide atau gagasan
justru diutamakan dalam penyelesaian masalah kontekstual maupun dalam proses
penemuan. Menurut teori ini bahwa perkembangan intelektual anak adalah suatu proses
dimana anak secara aktif membangun pemahamannya secara terus menerus dengan
melakukan asimilasi dan akomodasi terhadap berbagai informasi baru yang diterimanya.
2.4.2 Teori Belajar Bruner
Bruner (1967), mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak berkembang
melalui tiga tahap perkembangan yaitu: (a) Enaktif (enactive), pada tahapan ini anak
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam belajarnya menggunakan objek-objek konkrit secara langsung, sehingga
memungkinkan ia melakukan manipulasi terhadap objek-objek konkrit tersebut, (b)
Ikonik (iconic), pada tahapan ini dalam belajarnya tidak lagi menggunakan objek
konkrit, tetapi mulai dapat menggunakan gambar dari objek-objek konkrit tersebut, (c)
Simbolik (symbolic), pada tahapan ini dalam belajarnya anak mulai memanipulasi
simbol-simbol secara langsung yang tidak terkait dengan objek-objek.
Dari teori Bruner di atas, dapat diungkapkan bahwa dalam proses belajar siswa
sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Sebab
melalui alat peraga yang digunakan itu, maka siswa akan melihat langsung bagaimana
keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diamati atau
diperhatikan oleh siswa tersebut. Dengan demikian, dalam proses ini yang sangat
dibutuhkan adalah keaktifan siswa dalam proses belajarnya.
Uraian di atas menunjukan bahwa teori Bruner sangat mendukung PMRI, karena di
awal pembelajaran dimungkinkan siswa melakukan manipulasi objek-objek yang terkait
dengan masalah kontekstual yang diberikan.
2.4.3 Teori Belajar Bermakna Ausubel
Ausubel (dalam Hudojo, 1988: 56), mengemukakan bahwa belajar dikatakan
bermakna bila informasi yang dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif
siswa. Dengan begitu siswa dapat mengaitkan pengetahuan barunya dengan struktur
kognitif yang ia miliki. Dengan belajar bermakna siswa akan dapat mengingat lebih lama
tentang apa yang ia pelajari. Disamping itu proses transfer belajar menjadi lebih mudah
dicapai. Adanya struktur kognitif dalam mental siswa merupakan dasar untuk
mengaitkan struktur kognitif itu dengan informasi baru. Banyaknya pengetahuan yang
dapat dipelajari siswa tergantung pada banyaknya informasi yang sudah ia olah. Menurut
Ausubel, menghafal berlawanan dengan belajar bermakna. Menghafal pada hakekatnya
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mendapat informasi yang terisolasi sedemikian rupa sehingga siswa tidak mengaitkan
informasi yang diperoleh kedalam struktur kognitifnya. Oleh karena itu, pembelajaran
hendaknya lebih mengutamakan pengertian dari pada hafalan.
Uraian di atas menunjukkan bahwa PMRI sesuai dengan teori belajar bermakna
dari Ausubel. Karena PMRI lebih mengutamakan pengertian dari pada hafalan. Di
samping itu keterkaitan antara informasi yang akan dipelajari siswa dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki siswa dalam PMR nampak pada masalah-masalah
kontekstual yang diberikan disesuaikan dengan lingkungan siswa, sebagai hal-hal yang
nyata dan dapat diamati atau dibayangkan dengan baik oleh siswa.
Dari tiga uraian teori di atas yaitu teori Piaget, Bruner dan Ausubel terdapat
keterkaitan yaitu menekankan pada keaktifan siswa untuk membangun sendiri
pengetahuan mereka. Juga ketiga teori belajar menekankan pada proses belajar siswa
sedangkan guru berfungsi sebagai fasilitator dan belajar ditekankan pada proses bukan
pada hasil. Hal ini sejalan dengan prinsip dan karakter pembelajaran dengan pendekatan
pembelajaran matematika realistik.
2.4.4 Teori Belajar Vigotsky
Vigotsky (dalam Nur dkk, 2000: 4), mengemukakan adanya empat prinsip dalam
pembelajaran. Keempat prinsip itu adalah: (a) penekanan pada hakekat sosiokultural
pada pembelajaran (the sociocultural of learning), (b) zona (wilayah) perkembangan
terdekat (zona of poximal development), (c) pemagangan kognitif (cognitive
apprenticeship), dan (d) perancah (scaffolding).
Prinsip pertama menurut Vigotsky (dalam Nur, 2000: 4) adalah siswa belajar
melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Pemecah
masalah yang berhasil, berbicara dengan dirinya sendiri mengenai langkah-langkah
pemecahan masalah yang sulit dalam kelompok kooperatif, siswa lain dapat
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mendengarkan pembicaraan dalam hati ini yang diucapkan dengan keras oleh pemecah
masalah dan belajar bagaimana jalan pikiran atau pendekatan yang digunakan oleh
pemecah masalah yang berhasil itu. Jadi pada dasarnya Vigotsky menekankan
pentingnya interaksi sosial dengan orang lain dalam proses pembelajaran.
Prinsip kedua menurut Vigotsky bahwa siswa belajar paling baik apabila berada
dalam wilayah perkembangan terdekat mereka, yaitu pada tingkat perkembangan
berpikir sedikit diatas tingkat perkembangan berpikir siswa pada saat itu. Selanjutnya
Slavin (1997: 49) menyatakan bahwa anak yang sedang bekerja pada wilayah
perkembangan terdekatnya, yakni pada saat mereka sedang terlibat dalam tugas-tugas
yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri. Tetapi mereka dapat menyelesaikan bila
dibantu oleh teman sebaya meraka atau orang dewasa. Disamping itu wilayah terdekat
menggambarkan bahwa anak yang belum selesai dalam belajarnya, namun ia akan
pandai dalam waktu tertentu.
Prinsip ketiga yang diturunkan dari teori Vigotsky (dalam Nur, 2000: 5) adalah
pemagangan kognitif, yaitu suatu proses dimana siswa berinteraksi dengan seorang ahli,
baik dengan seorang dewasa atau teman sebaya yang lebih tinggi penegetahuannya,
dengan demikian membuat siswa tahap demi tahap akan mencapai keahlian dalam
pembelajaran.
Prinsip keempat yaitu perancah (scaffolding) Vigotsky (dalam Nur, 2000: 5), yang
berarti pemberian sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal
pembelajaran, kemudian anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin
besar segera setelah ia dapat melakukannya sendiri. Bantuan tersebut berupa petunjuk,
peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan,
memberikan contoh atau lainnya, yang memungkinkan anak tumbuh mandiri.
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan uraian di atas, terutama prinsip pertama dan keempat sangat
mendukung pembelajaran PMR. Prinsip pertama dalam PMR muncul pada saat para
siswa menyelesaikan masalah-masalah kontekstual secara kelompok atau pada saat
mengorganisasikan penyelesaian masalah. Pada saat itu terjadi interaksi sosial antara
sesama siswa maupun dengan guru. Prinsip keempat muncul dalam PMRI pada saat: a)
guru memberikan petunjuk terbatas untuk memahami masalah, b) guru memberikan
petunjuk terbatas ketika siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah dan c)
ketika guru mengarahkan siswa untuk menemukan konsep atau prinsip matematika.
Berikut adalah tabel keterkaitan antara teori belajar (Piaget, Vigotsky dan Bruner)
dengan langkah-langkah PMRI.
Tabel 2.2
Keterkaitan antara teori belajar dengan PMRI
Langkah-langkah PMRI Teori belajar
Teori belajar Vigotsky Teori belajar Bruner
Piaget
Langkah 1. Proses asimilasi dan - -
Memahami masalah akomodasi
kontekstual berlangsung dalam
pikiran siswa (kedua
proses berlangsung
dalam proses
adaptasi)
Langkah 2. Guru membawa Prinsip penekanan pada -
Menjelaskan masalah siswa pada tahap hakekat sosiokultural
kontekstual keseimbangan pada pembelajaran
(equilibrium) adalah keterlibatan guru
untuk memperjelas
masalah.
Prinsinsip perancahan
oleh guru pada siswa
dalam memahami
masalah.
Langkah 3. Anak secara aktif Prinsip zona pada Siswa mengembil
Menyelesaikan masalah membangun perkembangan terdekat bagian dalam proses
pemahamannya dari berlaku jika masalah mendapat pengetahuan.
hasil pengalaman yang disajikan Mengetahui adalah
dan interaksi dengan membentuk pemikiran proses, bukan produk.
lingkungannya. sedikit diatas Enactive dimunkinkan
Asimilasi dan kemampuan berpikir berlangsung. Simbolik
akomodasi juga siswa. dimungkinkan
masih berlangsung Prinsip penekanan pada berlangsung.
proses berpikir lebih hakekat sosiokultur
utama dari sekedar berlaku saat anak
hasil. menyelesaikan masalah
dalam kelompok.
Langkah 4. - Prinsip pemagangan -
Membandingkan dan kognitif, prinsip zona
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mendiskusikan perkembangan terdekat,
prinsip penekanan pada
sosiokultural melibatkan
teman sebaya/guru agar
seseorang dapat
mencapai
perkembangan
intelektual yang lebih
tinggi.
Langkah 5. Mengorganisasikan Prinsip sosiokultural - Menyimpulkan proses-proses berlaku jika proses
psikologi menjadi penyimpulan dilakukan
sistem-sistem yang misalnya tanya jawab
teratur dan antara guru dengan
berhubungan siswa.
(struktur).
2.5 Tahapan (fase) Pembelajaran PMRI
PMRI mencerminkan suatu pandangan tentang matematika sebagai subject matter,
bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika seharusnya diajarkan.
Kurnia Eka & Mokhammad Ridwan (2015: 40) mengemukakan ada enam prinsip yang
tercermin dalam tahapan pembelajaran ini. Berikut adalah tabel tahapan (fase) PMRI menurut
Kurnia Eka & Mokhammad Ridwan.
Tabel 2.3
Tahapan (fase) PMRI
Fase Deskripsi
Aktivitas Pada fase ini, siswa mempelajari matematika melalui aktivitas
(doing), yaitu dengan mengerjakan masalah-masalah yang
didesain secra khusus. Siswa diperlakukan sebagai partisipan
aktif dalam keseluruhan proses pendidikan sehingga mereka
mampu mengembangkan sejumlah mathematical tools yang
kedalaman serta liku-likunya betul-betul dihayati.
Realitas Tujuan utama fase ini adalah mampu mengaplikasikan
matematika untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pada
tahap ini, pembelajaran dipandang sebagai suatu sumber untuk
belajar matematika yang dikaitkan dengan realitas kehidupan
sehari-hari melalui proses matematisasi. Matematisasi dapat
dilakukan secara horizontal dan vertikal. Matematisasi
horizontal memuat suatu proses yang diawali dari dunia nyata
menuju dunia simbol, sedangkan matematisasi vertikal
mengandung makna suatu proses perbadingan dalam dunia
simbol itu sendiri.
Pemahaman Pada fase ini, proses belajar matematika mencakup berbagai tahapan pemahaman mulai dari pengembangan kemampuan
menemukan solusi informasi yang berkaitan dengan konteks,
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menemukan rumus dan skema, sampai dengan menemukan
prinsip-prinsip keterkaitan.
Intertwinement Pada tahap ini, siswa memiliki kesempatan untuk
menyelesaikan masalah matematika yang kaya akan konteks
dengan menerapkan berbagai konsep, rumus, prinsip, serta
pemahaman secara terpadu dan saling berkaitan.
Interaksi Proses belajar matematika dipandang sebagai suatu aktivitas
sosial. Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk
melakukan sharing pengalaman, strategi penyelesaian, atau
temuan lainnya. Interaksi memungkinkan siswa untuk
melakukan refleksi pada akhirnya akan mendorong mereka
mendapatkan pemahaman yang lebih tinggi dari sbelumnya.
Bimbingan Bimbingan dilakukan melalui kegiatan guided reinvention, yaitu dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
siswa untuk mencoba menemukan sendiri prinsip, konsep, atau
rumus-rumus matematika melalui kegiatan pembelajaran yang
secara spesifik dirancang oleh guru.
2.6 Langkah-langkah Pengembangan PMRI
Dengan memperhatikan komponen, ciri, karakteristik dan prinsip PMRI, maka peneliti
menyusun langkah-langkah PMRI sebagai berikut:
2.6.1 Langkah Pendahuluan
Kegiatan pada langkah ini adalah: (1) guru (peneliti) menyiapkan siswa secara
psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran; (2) guru (peneliti) mengajukan
pertanyaan-pertanyataan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang
akan dipelajari, dan (3) guru (peneliti) menyampaikan tujuan pembelajaran dan cakupan
materi yang nantinya diajarkan kepada siswa.
2.6.2 Langkah Inti
Kegiatan pada langkah ini adalah: 1) Kegiatan Eksplorasi. Kegiatan pada langkah
ini adalah guru (peneliti) mengawali dengan memberikan masalah real, 2) Kegiatan
Elaborasi. Kegiatan pada langkah ini adalah: (a) guru (peneliti) membagi siswa dalam
beberapa kelompok, masing-masing kelompok beranggotakan 4-5 anak (kelompok ini
berlaku untuk setiap pertemuan) dan memberikan tugas kepada setiap kelompok
mengerjakannya dalam lembaran kerja siswa (LKS) untuk menemukan konsep, dan (b)
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
guru (peneliti) memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas, kelompok lain memperhatikan dan
memahaminya; 3) Kegiatan Konfirmasi. Kegiatan pada langkah ini adalah: (a) guru
(peneliti) melakukan konfirmasi dengan cara memberikan penguatan, penekanan ketika
presentasi kelompok dilakukan, (b) guru (peneliti) mempersilahkan siswa
bertanya/menanggapi hasil diskusi kelompok kepada guru (peneliti), dan (c) guru
(peneliti) membawa siswa ke matematika formal; 4) Kegiatan Evaluasi. Kegiatan pada
langkah ini adalah: (a) guru (peneliti) memberikan lembar evaluasi kepada siswa, dan (b)
siswa mengerjakan lembar evaluasi.
2.6.3 Penutup
Kegiatan pada langkah ini adalah: (1) siswa diberi kesempatan untuk membuat
kesimpulan, guru (peneliti) mengantarkannya dengan pertanyaan; (2) guru (peneliti)
memberikan tugas kepada setiap kelompok untuk mengerjakan LKS untuk menemukan
konsep; (3) guru memberikan PR; (4) guru (peneliti) menyampaikan rencana belajar
matematika pada pertemuan berikutnya.
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Identifikasi dan Defenisi Operasional Variabel
3.1.1 Identifikasi Variabel
Penelitian ini terdiri atas satu variabel bebas (independent) dan satu variabel
terikat (dependen). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketertarikan
belajar matematika (Y) sebagai variabel terikat, sedangkan pengembangan model
pembelajaran matematika realistik Indonesia (X) sebagai variabel bebas.
3.1.2 Definisi Operasional Variabel
1. Pengembangan model pembelajaran matematika realistik Indonesia (PMRI) adalah
salah satu pendekatan pembelajaran khususnya dalam bidang studi matematika.
Pendekatan pembelajaran matematika realistik Indonesia adalah cara yang
ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan dapat
diadaptasikan oleh peserta didik (Suherman dkk, 2003: 6). Selain itu, Hadi (2005:
17) memandang bahwa pembelajaran matematika bukan memindahkan matematika
dari guru kepada siswa, akan tetapi siswa menemukan kembali ide dan konsep
matematika melalui eksplorasi masalah-masalah real.
2. Ketertarikan yang dimaksudkan adalah minat. Jadi, maksud penelitian ini adalah
untuk meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran matematika. Guilford
(1969) (dalam Karunia & Ridwan, 2015: 93) menjelaskan bahwa minat belajar
adalah dorongan-dorongan dalam diri siswa secara psikis dalam mempelajari
sesuatu dengan penuh kesadaran, ketenangan dan kedisiplinan sehingga
menyebabkan individu secara aktif dan senang untuk melakukannya. Untuk
mengetahui minat belajar siswa ada empat indikator (Karunia & Ridwan: 2015)
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang hendak dijadikan acuan yaitu: perasaan senang, ketertarikan untuk belajar,
menunjukan perhatian saat belajar, dan keterlibatan dalam belajar.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Kabupaten Pulau Morotai Provinsi
Maluku Utara. Waktu penelitian pada semester gasal tahun ajaran 2017/2018 pada bulan
Januari s.d. Maret 2017.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara.
Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti atau sebagian saja dari hal-hal yang
sebenarnya akan diteliti (Arikunto, 2010). Berdasarkan pendapat tersebut, maka peneliti
memilih 3 orang siswa sebagai samapel dalam penelitian ini. Salah satu indikator pemilihan
sampel dalam penelitian ini dilihat berdasarkan kecakapan serta keaktifan siswa selama
menyelesaikan soal bersama teman kelompok.
3.4 Teknik Pengumpulan dan Instrumen Data
3.3.1. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui teknik wawancara serta tes tertulis yang
dilakukan pada lembar kerja siswa (LKS).
1. Wawancara
Metode lain yang digunakan dalam mencari informasi adalah wawancara. Wawancara
dilakukan terhadap guru maupun siswa berdasarkan pedoman wawancara yang
disiapkan peneliti. Wawancara dilakukan terhadap guru maupun siswa sesudah
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pembelajaran dilakukan. Wawancara bertujuan untuk mencaritahu respon guru maupun
siswa dalam penerapan model pembelajaran matematika realistik serta informasi lain
yang berhubungan dengan penelitian.
2. Tes tertulis.
Hasil wawancara akan lebih kredibel atau dapat dipercaya apabila didukung dengan
hasil tes secara tertulis yang terdapat pada LKS yang diteliti.
2.3.2 Instrumen Data
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan untuk mengumpulkan
data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap,
dan sistematis agar mudah diolah (Arikunto, 2006: 160). Instrumen dalam penelitian ini
berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Lembar wawancara guru dan siswa.
3.5 Tahap Penelitian
Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap yaitu:
1. Tahap persiapan. Tahapan ini adalah tahapan dimana penelitian diawali dengan
menyusun instrumen penelitian berupa LKS yang disusun berdasarkan indikator
variabel. Setelah menyusun, LKS tersebut di validisi oleh validator, kemudian diuji
cobakan kepada beberapa siswa yang bukan objek penelitian.
2. Tahap pelaksanaan. Tahapan ini adalah tahapan penelitian yang terdiri dari
pengambilan data di lapangan berupa wawancara serta hasil LKS. Kemudian
dilanjutkan dengan pengolahan data.
3. Tahap penyelesaian. Tahapan ini adalah tahapan pembuatan laporan dari analisis
hasil penelitian.
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.6 Analisis Data
Penelitian ini dimaksud untuk mengetahui hubungan antara pengembangan model
PMRI dengan ketertarikan (minat) belajar matematika. Penganalisaan data dilakukan dalam
bentuk deskriptif-kualitatif.
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VII-A SMPN 1 Kabupaten Pulau Morotai
Provinsi Maluku Utara. Kegiatan ini dimulai sejak bulan Januari hingga Maret tahun
ajaran 2016/2017. Pelaku pembelajaran dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.
Selama proses pembelajaran peneliti mengamati siswa di dalam kelas. Hal-hal yang
diamati peneliti diantaranya adalah keterlibatan siswa, keaktifan siswa, perhatian dan
ketertarikan.
Penelitian ini diikuti oleh 25 siswa yang terdiri dari 11 siswa perempuan dan 14 siswa
laki-laki. Sebelum tindakan penelitian dilakukan (proses pembelajaran), peneliti
membagi siswa dalam bentuk kelompok. Pembagian kelompok ini terdiri dari 5
kelompok yang masing-masing kelompok beranggotakan 5 orang. Setiap kelompok
terdiri dari laki-laki dan perempuan, serta memiliki kemampuan yang heterogen.
Penelitian ini dilaksanakan selama dua kali pertemuan. Tindakan pembelajaran pertama
dilaksanakan pada hari Selasa, 31 Januari, sedangkan pembelajaran kedua dilaksanakan
pada hari Selasa, 7 Februari 2017. Selain melakukan pembagian kelompok, peneliti juga
menyampaikan norma kegiatan pelaksanaan penelitian kepada siswa sebelum
melanjutkan tindakan penelitian. Norma yang disampaikan peneliti adalah norma untuk
kegiatan mengkonstruksi nilai sosial di dalam kelas, sebagimana diuraikan pada kegiatan
guru (peneliti) dan siswa.
Dalam penelitian juga dilakukan wawancara kepada guru matematika dan 3 orang
siswa untuk mengetahui tanggapan serta keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan matematika realistik. Dalam kegiatan wawancara
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tersebut digunakan lembar wawancara baik guru maupun siswa, sebagaimana
dilampirkan pada lampiran 2 dan 3.
4.2 Pelaksanaan Pembelajaran Matematika di Kls VII-A SMP Negeri 1 Pulau
Morotai pada pertemuan pertama
Keterangan:
G : guru, Gp : guru (peneliti), S1 : salah satu siswa, SS : semua siswa
Pertemuan pertama ini dilaksanakan pada tanggal 31 Januari 2017, pukul 07.30-08.50
WIT. Materi yang diajarkan pada pertemuan ini adalah “Operasi Penjumlahan dan
Pengurangan Bilangan Bulat”. Pada pertemuan pertama ini kegiatan pembelajaran
sempat tertunda akibat menunggu siswa membersihkan ruang kelasnya. Peneliti bersama
guru matematika menunggu di depan kelas. Sambil menunggu siswa membersihkan
raung kelas, terlihat beberapa siswa masih asik bermain kejar-kejaran hingga keluar
ruangan.
Pada saat peneliti bersama guru matematika memasuki ruang kelas terlihat suasana
mulai tenang, namun demikian tampak terlihat beberapa siswa belum siap mengikuti
kegiatan pembelajaran (kurang fokus terhadap penyampaian guru). Kegiatan
pembelajaran baru di malai pukul 07.40 karena sambil menunggu siswa membersihkan
ruang kelas sebelumnya.
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan arahan kepada siswa tentang kehadiran
peneliti di sekolah tersebut. Setelah menyampaikan arahan, guru mempersilahkan peneliti
untuk memperkenalkan diri sekaligus menyampaikan maksud dan tujuan penelitian yang
akan dilakukan, serta mempersilahkan peneliti untuk melakukan tindakan selanjutnya
berdasarkan rencana penelitian. Penelitipun memperkenalkan identitas kepada siswa serta
menyampaikan maksud dan tujuan penelitian.
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.2.1 Pembukaan
1. G: Assalamu „alaikum warahmatullahi wabarakatuh dan selamat pagi!
2. SS: Wa„alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh dan selamat pagi ibu.
3. G: Ada yang tidak masuk sekolah hari ini?
4. : Masuk semua ibu.
5. G : Oke. Hari ini kita kedatangan seorang guru yang akan melakukan penelitian di
kelas ini dalam beberapa pertemuan kedepan. Harapan saya kalian bisa mengikuti
dengan baik sehingga bermanfaat bagi kalian. (guru menyampaikan arahan terhadap
siswa agar siswa dapat mengikuti kegiatan ini dengan tertib).
6. G : Agar lebih jelas, saya persilahkan pak guru (peneliti) untuk bisa memperkenalkan
identitasnya serta maksud/tujuan dari kegiatan ini. Silahkan pak guru (peneliti).
Guru matematika mempersilahkan peneliti untuk melanjutkan pembelajaran pada
pertemuan tersebut. Peneliti berkenaan memperkenalkan identitas kepada siswa.
Peneliti juga menyampaikan maksud dan tujuan penelitian serta model pembelajaran
yang akan diterapkan pada pertemuan tersebut.
7. Gp : Sebelum saya melanjutkan pembelajaran ini, saya akan membagi kalian dalam
bentuk kelompok. Berapa jumlah siswa di kelas ini? (peneliti memancing siswa agar
bisa berkomunikasi. Sambil mengarahkan siswa untuk mempersiapkan diri pada
pembagian kelompok).
8. SS: 25 orang pak guru. (beberapa siswa secara bersama-sama langsung
merespon apa yang dikomunikasikan peneliti).
9. Gp : Oke. Kalau begitu, saya akan membagi kalian dalam 5 kelompok dan masing-
masing kelompok beranggota 5 orang. (peneliti mengidentifikasi siswa yang
berkemampuan tinggi, sedang dan rendah atas informasi guru matematika. Guru
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
matematika bersama peneliti membagi siswa dalam beberapa kelompok dengan
mengkombinasikan pengetahuan siswa pada setiap kelompok).
10. Gp : Saya akan membacakan langsung nama-nama yang berada di kelompok 1, 2,
3 dan seterusnya.
11. Gp : Sekarang kalian semua telah terbagi atas 5 kelompok. Ada yang keberatan
dengan hasil pembagian kelompok?
12. SS: Tidak pak guru.
Komentar
Sebelum pembagian kelompok, peneliti mencari informasi tentang keadaan siswa
kelas VII-A. Peneliti berkomunikasi dengan guru matematika, dari komunikasi itu
peneliti menemukan informasi diantaranya adalah mengenai: jumlah siswa secara
keseluruhan, jumlah siswa laki-laki maupun perempuan, tingkat kecerdasan siswa,
latar belakang kehidupan serta suku maupun agama dari setiap siswa yang ada pada
kelas tersebut. Oleh sebab itu pada tahapan pembagian kelompok, peneliti langsung
mengambil alih mekanisme pembagian kelompok dengan menempatkan siswa secara
majemuk.
13. Gp : Oke baik. Jadi perlu saya sampaikan bahwa saya akan melakukan penelitian
dengan mengembangkan salah satu model pembelajaran yang disebut Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI).
14. Gp : Apakah di antara kalian sudah pernah belajar matematikan dengan model
pembelajaran seperti ini? Ataukah ada yang sudah pernah mendengar tentang istilah
PMRI?
15. SS : Belum pernah pak guru.
16. S1 : Saya baru pertama kali dengar dari pak guru.
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17. Gp : Oke. Sesuai prinsip dari model pembelajaran ini, saya memberikan
kebebasan kepada kalian untuk menyelesaikan masalah matematika dengan ide atau
gagasan kalian sendiri. Mulai dari menemukan ide atau gagasan dari masalah
matematika tersebut hingga kalian memodelkannya. Untuk itu perlu saya sampaikan,
bahwa dalam pembelajaran ini persoalan jawaban benar atau salah bukan sebuah
indikator penilaian saya. Dengan kata lain saya tidak fokus menilai jawaban akhir
saja, akan tetapi yang saya perlukan disini adalah proses penyelesaian kalian dalam
memecahkan masalah matematika. (peneliti menyampaikan indikator penilain
terhadap siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Dengan demikian, siswa
diharapkan untuk lebih berani menyampaikan ide/gagasan tanpa harus takut salah
dalam menjawab).
18. Gp : Sebelum kita melanjutkan pembelajaran, saya akan menyampaikan beberapa
norma yang akan kita terapkan di dalam kelas sebagai acuan dalam proses belajar
mengajar.
4.2.2 Kegiatan Mengkonstruksi Norma Sosial dalam Kelas
Sebelum memulai materi pembelajaran, peneliti menyampaikan beberapa norma yang
akan dijadikan sebagai acuan dalam pembelajaran. Kegiatan ini bertujuan untuk
mengkonstruksi norma sosial di dalam kelas. Peneliti menjelaskan tentang norma sosial
yang akan dibentuk dalam kelas, yaitu:
1) Jika siswa ingin keluar rauangan, bertanya, mengemukakan pendapat, menjawab
pertanyaan, atau memberikan umpan balik terhadap suatu pendapat dari siswa lain,
maka siswa perlu mengangkat tangannya atau mengetuk meja terlebih dahulu, dan
siswa dapat mulai berbicara ketika guru sudah memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berbicara.
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2) Jika ada siswa yang sedang mengemukakan pendapat, maka siswa yang lain mau
mendengarkannya.
3) Jika siswa membuat kesalahan dalam menjawab pertanyaan atau memecahkan
masalah, maka siswa yang lain tidak boleh mentertawakan, tetapi menghargai
pendapatnya.
4) Jika guru bertanya kepada siswa tentang jawaban yang dikemukakan, maka itu
tidak berarti jawabannya tidak tepat, tetapi guru ingin mengetahui bagaimana
proses berpikir siswa.
19. Gp : Setelah kalian mendengar penjelasan tadi apakah kalian mengerti? (sebelumnya,
peneliti telah memberikan penjelasan poin perpoin dari norma yang akan
diberlakukan sekaligus memperagakan tata caranya).
20. SS : Mengerti pak guru.
21. Gp : Jika kalian sudah mengerti, saya tegaskan sekali lagi khususnya pada poin
ketiga. Jadi, tidak usah takut salah, tidak usah takut maju ke depan, dan tidak perlu
malu bertanya, karena kita di sini tidak melihat benar-salah jawaban dari kalian.
Faham kan? (peneliti memberikan penguatan mental kepada siswa dan mendorong
siswa untuk berani mengeluarkan ide, gagasan serta mendorong siswa agar tidak
malu dalam mengeluarkan pendapat atau pertanyaan).
22. SS : Iya pak guru, faham pak guru.
4.2.3 Apersepsi
Siswa diingatkan kembali tentang penggunaan simbol operasi ( )
dalam kehidupan sehari-hari, dengan tujuan menggali kembali pengetahuan
prasyarat yang dimiliki siswa sehingga siswa benar-benar siap belajar tentang
operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23. Gp : Diantara kalian, ada yang bisa menyebutkan kata-kata yang bermakna
penjumlahan atau pengurangan dalam kehidupan sehari-hari? (peneliti
memancing siswa untuk menyebutkan istilah operasi penjumlahan dan
pengurangan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari).
24. SS : Naik dan turun, maju dan mundur, memberi dan mengambil, ke kiri dan ke
kanan, untung dan rugi. (tiap-tiap siswa langsung menyebutkan jawabannya
tanpa memperhatikan norma-norma yang sudah disepakati sebelumnya).
25. Gp : Oke cukup. Yang kalian sebutkan tadi adalah contoh kata-kata yang
bermakna penjumlahan dan pengurangan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tapi
saya ingatkan kembali, kalian harus menjawab dengan memperhatikan norma-
norma yang telah kita sepakati sebelumnya. Faham? (peneliti mengarahkan siswa
untuk memperhatikan norma-norma yang sudah disepakati sebelumnya).
26. SS : Faham pak guru.
27. Gp : Oke. Masih ada lagi yang bisa menyebutkan?
28. S1 : Saya pak guru. Mengutang dan yang memberi utang. (sambil
mengangkat tangan, siswa ini menyebutkan jawaban yang diminta oleh peneliti).
4.2.4 Memperkenalkan Alat Peraga
Untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah matematika, peneliti
juga menyediakan alat peraga dengan tidak membatasi cara lain yang dapat
digunakan oleh siswa untuk menyelesaikan masalah matematika. Peneliti
menamai alat peraga ini dengan nama “kartu positif 1 dan negatif 1”. Alat peraga
ini terbuat dari potongan-potongan kertas asturo yang terdiri dari dua warna yang
berbeda. Pada masing-masing permukaan kertas berwarna tertulis angka positif
“1” dan angka negatif (-1). Dalam penelitian ini angka positif “1” dituliskan pada
kertas berwarna kuning sedangkan angka negatif “1” dituliskan pada kertas
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berwarna pink (merah muda). Berikut adalah gambar alat peraga yang digunakan
pada saat penelitian.
Gambar 1.1 (kartu positif 1 dan negatif 1)
Peneliti memperkenalkan alat peraga dan menjelaskan cara penggunaan
alat peraga kepada siswa.
29. Gp : Ada yang sudah pernah melihat alat peraga seperti ini? (peneliti
mengangkat alat peraga tersebut dan memperlihatkan kepada siswa).
30. SS : Belum pak guru.
31. Gp : Ini adalah alat peraga yang bisa kalian gunakan untuk menyelesaikan
masalah (soal) matematika. Alat peraga ini saya beri nama “kartu positif 1 dan
negatif (-1)”. Ada yang bisa membayangkan bagaimana cara menggunakan kartu
ini? (Sambil memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir).
32. SS : Belum bisa pak.
33. Gp : Oke, kalau begitu saya minta perhatiannya dan perhatikan baik-baik
karena saya akan menjelaskan cara penggunaan alat peraga ini. (sambil
mengarahkan perhatian siswa peneliti menjelaskan cara penggunaan alat
peraga).
34. Gp : Alat peraga ini terdiri dari dua warna yang berbeda yaitu warna kuning
dan warna pink (merah muda). Pada permukaan kartu berwarna kuning tertulis
angka positif 1 sedangkan angka negatif (-1) tertulis pada permukaan kartu
berwarna pink. Setiap kartu (positif maupun negatif) memiliki nilai 1 satuan. Jadi
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kartu positif memiliki nilai 1 satuan positif, begitu juga kartu negatif (-1) yang
memiliki nilai 1 satuan negatif. Jika kedua kartu sepasang maka nilainya 0.
Kemudian operasi penjumlahan berarti menambahkan kartu. Bisa memahami ini?
(sambil memberikan kesempatan kepada siswa untuk merespon).
35. S1 : Pak guru, saya masih bingung. Saya ingin bertanya, jika terdapat dua
kartu yang berbeda warna, dan kartu tersebut kita pasangkan, bagaimana dengan
kartu yang tidak memiliki pasangan? (salah satu siswa mengajukan pertanyaan
kepada peneliti. Siswa mengajukan pertanyaan tanpa mengangkat tangan
terlebih dahulu).
36. Gp : Oke, ini pertanyaan yang bagus. Sebelum saya menjawab, apakah ada
yang bisa menjawab pertanyaan teman kalian? (peneliti memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menjawab).
37. Gp : Saya minta perhatiannya dan perhatikan baik-baik. Jika terdapat dua
kartu yang berbeda warna, maka langkah pertama yang kita lakukan adalah
dengan memasangkan kartu terlebih dahulu. Langkah kedua adalah melihat sisa
kartu yang tidak memiliki pasangan. Nah, kartu yang tidak memiliki pasangan
(total sisa kartu) tersebut, inilah yang nantinya disebut sebagai hasil/jawabannya.
Jika hanya terdapat satu warna kartu, maka kartu tersebut langsung digabungkan.
Hasil gabungan kartu ini merupakan jawaban dari masalah (soal) matematika.
Jelas? Bisa difahami?
38. SS: Jelas. Bisa pak guru. (sebagian siswa merespon peneliti sambil bertepuk
tangan).
39. Gp : Jika kalian sudah faham, maka pak guru akan membagikan alat peraga ini
ke masing-masing kelompok. (peneliti berkeliling membagikan alat peraga
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tersebut kepada setiap kelompok. Setiap kelompok memperoleh 20 kartu positif 1
(warna kuning) dan 20 kartu negatif (-1) (warna pink)).
Setelah memperkenalkan alat peraga kepada siswa, peneliti memberikan beberapa
contoh soal untuk diselesaikan dengan menggunakan alat peraga.
40. Gp : Jika kalian sudah mengerti penggunaan alat peraga tersebut, mari
perhatikan contoh soal berikut: 1). dan 2). (peneliti
menuliskan soal tersebut di papan tulis).
41. Gp : Silahkan kalian mencoba menyelesaikan soal tersebut dengan waktu
menyelesaikan soal selama 10 menit (peneliti mempersilahkan siswa untuk
menyelesaikan soal tersebut dengan menggunakan alat peraga).
Peneliti mendatangi setiap kalompok untuk mengontrol cara kerja siswa dalam
menyelesaikan soal tersebut.
42. Gp : Oke, cukup. Waktu mengerjakan soal selesai. (Peneliti meminta setiap
kelompok mengumpulkan hasil kerjaan yang telah diselesaikan bersama).
43. Gp : Semua perhatikan di depan. Sebelum saya menjelaskan saya minta
kesediaan dua kelompok untuk menyelesaikan dua soal tersebut. Tidak perlu
takut. Jika jawaban kalian salah nanti saya betulkan. (sambil memotivasi siswa
untuk bersedia menyelesaikan soal di papan tulis).
44. S1 : Saya pak guru. (sambil mengetuk meja, salah satu siswa dari kelompok 3
bersedia menyelesaikan soal nomor 1).
45. Gp : Oke. Kelompok 3 bersedia menyelesaikan soal nomor 1. Ada yang
bersedia menyelesaikan soal nomor 2?
46. S1 : Ada pak guru. (sambil mengangkat tangan, salah satu siswa dari
kelompok 4 bersedia menyelesaikan soal nomor 2).
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47. Gp : Sekarang sudah ada perwakilan dari kelompok 3 dan 4 untuk
meyelesaikan soal. Berikan tepuk tangan dulu. (siswa memberikan semangat
kepada temannya yang akan menjawab soal tersebut (disorakin)).
48. S1 : Saya mewakili kelompok 3 akan menyelesaikan soal nomor 1. Jadi,
berdasarkan soalnya maka langkah pertama, kita mengambil kartu negatif (-1)
sebanyak 5 buah, kemudian kita jejerkan sehingga membentuk satu barisan dan
kita sebut sebagai baris pertama. Langkah kedua, dengan cara yang sama. Kita
ambil lagi kartu positif 1 sebanyak 7 buah. Langkah selanjutnya yaitu kita
pasangkan kedua kartu tersebut. Dari hasil ini diperoleh 2 kartu positif yang tidak
memiliki pasangan. (sambil memanipulasi kartu yang dijejerkan di atas meja).
49. S1 : Berarti jawabannya adalah positif 2. Mengapa sama dengan 2, karena
jumlah total kartu yang tersisa adalah 2. Dengan demikian maka
(sambil menuliskan jawaban di papan tulis).
50. Gp : Ada yang belum mengerti?
51. SS : Mengerti pak guru.
52. Gp : Oke, Sekarang untuk soal nomor 2, saya persilahkan kepada kelompok 4
untuk menyelesaikan.
53. S1 : Dengan menggunakan langkah-langkah yang sama seperti pada
penyelesaian soal nomor 1, akan tetapi berdasarkan soal ini maka kami
mengambil kartu berwarna kuning sebanyak 4 buah, kemudian kami ambil lagi
kartu berwarna pink sebanyak 9 buah, selanjutnya kami pasangkan masing-
masing kartu tersebut. Dari hasil ini kami memperoleh sisa kartu yang tidak
memiliki pasangan sebanyak 5 kartu. Dan kartu yang tidak memiliki pasangan
adalah kartu berwarna pink (negatif 1), dengan demikian jawaban yang kami
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
peroleh adalah negatif (-5). Jadi . (siswa menjelaskan
jawabannya sambil menuliskan di papan tulis).
54. Gp : Oke. Ada yang punya jawaban berbeda dengan kelompok ini?
55. SS : Sama pak guru.
56. Gp : Ada yang belum jelas?
57. SS: Jalas pak guru.
Setelah melihat hasil kerja siswa pada masing-masing kelompok serta jawaban
yang diperoleh sesuai dengan petunjuk peneliti, maka langkah selanjutnya adalah
membagikan instrumen penelitian (LKS) kepada masing-masing kelompok.
4.2.5 Membagikan Instrumen Penelitian (LKS) Kepada Siswa
Peneliti membagikan lembar kerja siswa (LKS) kepada masing-masing kelompok.
Setiap LKS terdiri dari 2 masalah (soal) matematika yang akan diselesaikan oleh
siswa.
58. Gp : Setelah kita memperagakan alat peraga tadi, sekarang pak guru akan
membagikan lembar kerja siswa (LKS) yang terdiri dari 2 masalah (soal)
matematika untuk dikerjakan secara berkelompok.
59. Gp : Silahkan dilihat dulu. Jadi, semua masalah (soal) matematika yang ada
pada setiap kelompok adalah sama. LKS yang kalian miliki itu, terdiri dari 2
permasalahan.
60. Gp : Halaman pertama pada lembaran LKS juga terdapat indentitas kelompok
yang nanatinya kalian tuliskan nama kelompok disertai dengan anggota-
anggotanya. Jelas ya?
61. SS : Jelas pak guru.
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62. Gp : Oke, sekarang saya bacakan kembali masalahnya (soal), jadi tolong
cocokkan ya? (peneliti membaca masalah (soal) sambil menjelaskan
permasalahan tersebut kepada siswa).
63. Gp : Silahkan dituliskan terlebih dahulu nama kelompok.
Peneliti bersama guru matematika mengawasi setiap kelompok. Peneliti mendatangi
kelompok satu demi satu.
64. S1 : Pak guru. Saya mau tanya. Apakah jawabannya hanya dapat ditulis dalam
kotak saja atau bisa dituliskan di luar kotak? (sambil mengangkat LKS dan menunjuk
kotak jawaban yang tersedia pada LKS. Siswa menanyakan tentang pengisian
jawaban pada lembar LKS).
65. Gp : Coba perhatikan LKS kalian semua. Jadi, jika jawaban kalian melebihi
kotak jawaban, maka kalian boleh menuliskan di luar kotak atau boleh
menuliskan pada lembar kertas yang lain. Asalkan lembar tersebut merupakan
satu kesatuan dari jawaban pada urutan masalah yang dimaksud.
Ketika peneliti masih menjelaskan apa yang ditanyakan oleh siswa tersebut, tiba-
tiba terdengar bunyi “bel” yang menandakan bahwa jam pelajaran matematika pada
pertemuan tersebut selesai. Oleh karena itu, peneliti langsung mengakhiri pertemuan
serta memberikan arah untuk pertemuan berikutnya.
66. Gp : Oke. Karena waktu kita sudah selesai, maka pertemuan kita hari ini saya
akhiri dulu dan akan dilanjutkan pada pertemuan berikut. Alat peraga dan LKS
mohon dikumpulkan.
67. G : Semuanya perhatikan di depan. (guru mengarahkan siswa yang sementara
sibuk merapikan tempat duduknya).
68. G : Saya berharap kepada yang bertugas membersihkan ruang kelas agar
datangnya lebih awal, sehingga tidak terjadi seperti tadi.
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.3 Analisis Kegiatan Pembelajaran Matematika di Kelas VII-A SMP Negeri 1 Pulau
Morotai pada Pertemuan Pertama.
Kegiatan pembelajaran pada pertemuan ini adalah mengembangkan model
pembelajaran pendidikan matematika realistik Indonesia (PMRI) pada materi operasi
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Berdasarkan prinsip PMRI, maka secara
umum dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran matematika siswa diberikan
kebebasan untuk mengemukan konsep, ide atau gagasannya sendiri.
Aktivitas peneliti pada pertemuan pertama ini yakni dimulai dari pembagian
kelompok hingga penerapan beberapa norma yang digunakan dalam proses pembelajaran.
Hal ini dipandang penting untuk dilakukan. Siswa dibagi dalam bentuk kelompok agar
interaksi antar siswa dapat terbangun. Interaksi seperti ini akan melahirkan banyak ide
atau gagasan yang pada akhirnya mempermudah siswa dalam menyelesaikan masalah.
Siswa akan lebih leluasa menyampaikan ide atau gagasan kepada teman sebayanya.
Sehingga kemungkinan yang dapat terjadi adalah adanya pertukaran ide atau gagasan
penting yang dapat meningkatkan atau memperbaiki kualitas pemahaman siswa.
Marpaung (2007) mengatakan bahwa interaksi antara siswa dengan siswa maupun siswa
dengan guru merupakan cara mendapatkan pengetahuan yang lebih baik dan efektif.
Siswa lebih terbuka dan lebih berani berdiskusi dengan temannya dari pada dengan orang
yang lebih dewasa dari mereka.
Tidak hanya pembagian kelompok, peneliti juga menerapkan norma-norma yang akan
digunakan selama proses belajar mengajar berlangsung. Secara umum kegiatan ini
bertujuan untuk mengkonstruksi norma sosial di dalam kelas. Adapun tujuan lain adalah:
(a) mendidik siswa lebih berani menyampaikan ide atau gagasan secara individu; (b)
mengajarkan siswa untuk saling menghargai (mau mendengarkan) pendapat teman; (c)
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mendidik siswa berbicara (menyampaikan ide atau gagasan) pada sebuah forum; serta (d)
membangun interaksi antara siswa dengan siswa, maupun siswa dengan guru.
Sama seperti pembelajaran pada umunya, kegiatan pembelajaran pada pertemuan ini
dilakukan di dalam kelas, dengan posisi tempat duduk tidak seperti kelas biasanya (secara
individu). Peneliti mengkondisikan kelas dengan cara membagi siswa dalam bentuk
kelompok sehingga terlihat ada variasi tempat duduk yang dapat menimbulkan variasi
suasana kelas (percakapan: 11). Suasana seperti ini dapat menghindari rasa jenuh
maupun bosan. Rasa bosan bisa berakibat mengurangi ketertarikan seseorang untuk
mendengarkan sesuatu ataupun berfikir. Marpaung (2006) mengatakan bahwa manusia
memerlukan variasi untuk merangsang organ-organ tubuh melakukan fungsinya dengan
baik. Variasi memberikan dampak suasana menyenangkan dalam belajar.
Pada awal pembelajaran siswa cenderung kaku dengan penerapan model PMRI.
Siswa merasa kaku ketika hendak menyampaikan ide atau gagasan. Hal ini terjadi karna
siswa tidak terbiasa dengan aturan-aturan yang diterapkan oleh peneliti. Misalnya, siswa
diarahkan agar mengangkat tangan terlebih dahulu ketika bertanya atau menjawab
pertanyaan. Sementara mereka sudah terbiasa menjawab pertanyaan guru secara bersama-
sama (percakapan: 20). Begitu pula ketika mengajukan pertanyaan. Siswa
menjawab/bertanya kepada guru atau temannya tanpa harus menunggu arahan dari guru
(tanpa menggunakan norma kelas). Hal ini disebabkan karena guru tidak pernah
mengajarkan siswa seperti yang peneliti terapkan.
Sebelum membagikan instrumen penelitian (LKS), peneliti juga menyiapkan alat
peraga yang dapat digunakan siswa untuk menyelesaikan masalah matematika. Dengan
demikian peneliti memperkenalkan alat peraga tersebut serta menjelaskan tata cara
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penggunaannya. Pada tahapan ini siswa merasa tertarik. Siswa berusaha memanipulasi
alat peraga yang telah dibagikan.
Peneliti memberikan dua contoh soal yang dapat diselesaikan oleh siswa dengan
menggunakan alat peraga. Secara berkelompok siswa menyelesaikan contoh soal tersebut.
Siswa terlihat aktif mengoperasikan alat peraga. Walaupun demikian, rasa kaku ketika
bertanya/menjawab masih terlihat. Beberapa dari mereka sudah mulai berani
bertanya/menjawab. Misalnya, saat peneliti menjelaskan penggunaan alat peraga dan
ketika peneliti mempersilahkan siswa untuk menyelesaikan soal matematika
(percakapan: 37, 48 dan 53).
Berdasarkan uraian kegiatan pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa: (1)
selama kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama, suasana pembelajaran cukup
santai, tidak ada siswa yang berekspresi ketakutan. Siswa mulai berani menyampaikan ide
atau gagasan kepada teman maupun peneliti; (2) sebagian besar siswa aktif berinteraksi
(memperagakan alat peraga) dengan teman kelompoknya. Walaupun beberapa siswa
tampak bermain dengan alat peraga; (3) siswa secara perlahan-lahan mengalami
perubahan mengikuti norma yang diberlakukan oleh peneliti. Walaupun masih terlihat
kaku; (4) siswa mau mendengar ide atau gagasan yang disampaikan oleh temannya.
Sehingga terlihat rasa saling menghargai teman yang sedang berbicara; serta (5) terlihat
aktivitas menyelesaikan masalah dalam kelompok, sehingga terjadi diskusi antar siswa,
terjadi pertukaran ide dan gagasan antar siswa. Dengan demikian akan membantu siswa
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.4 Pelaksanaan Pembelajaran Matematika di Kelas VII-A SMP Negeri 1 Pulau
Morotai pada Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua ini dilaksanakan pada tanggal 7 Februari 2017, pukul 07.30-08.50
WIT. Pada pertemuan kedua ini, peneliti tidak didampingi oleh guru matematika. Setelah
berada di ruang kelas, peneliti langsung membuka proses pembelajaran. Peneliti
mengarahkan siswa untuk kembali membentuk kelompoknya sesuai hasil pembagian
pada pertemuan sebelumnya. Setelah siswa menempati kelompoknya masing-masing,
kemudian peneliti membagikan LKS serta alat peraga kepada setiap kelompok. Pada awal
pembelajaran, peneliti mengingatkan kembali tentang norma serta materi yang dipelajari
pada pertemuan ini.
4.4.1 Pembukaan
69. Gp: Assalamu „alaikum warahmatullahi wabarakatuh dan selamat pagi!
70. SS: Wa„alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh dan selamat pagi pak guru.
71. Gp : Masih seperti pada pertemuan kemarin, jadi proses pembelajaran kita pada
hari ini yaitu melanjutkan pekerjaan kelompok yang belum terselesaikan.
72. Gp : Kemudian, saya ingatkan sekali lagi. Tolong jangan bermain pada saat
pembelajaran sedang berlangsung. Faham semua?
73. SS : Faham pak guru.
74. Gp : Kalian harus fokus menyelesaikan soal-soal yang nantinya saya bagikan.
Saya berharap semoga apa yang kalian peroleh saat ini dapat bermanfaat.
75. Gp : Oke, sebelum kita melanjutkan pembelajaran, saya mohon semuanya
kembali pada kelompoknya masing-masing. Saya berikan waktu 5 menit untuk
menyusun tempat duduk pada setiap kelompok. (sambil menunggu siswa menyusun
tempat duduknya masing-masing, peneliti menyiapkan LKS serta alat peraga yang
akan dibagikan pada setiap kelompok).
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76. Gp : Semuanya sudah berada pada kelompoknya masing-masing? Atau ada yang
lupa dengan kelompoknya?
77. SS : Sudah pak guru. Tidak pak guru.
78. Gp : Masih ingat penggunaan alat peraga? Masih ingat juga norma-norma yang
kita terapkan? (peneliti menanyakan siswa, sambil membagikan LKS serta alat
peraga kepada setiap kelompok).
79. SS : Masih ingat pak guru.
80. Gp : Saya akan membacakan kembali masalah-masalah yang terdapat pada LKS.
Saya mulai dari masalah yang pertama. (sambil menjelaskan masalah yang disajikan
pada setiap LKS). Ada yang belum faham dengan penjelasan saya?
81. SS : Faham pak guru.
82. Gp : Oke baik. Jadi saya berikan waktu kepada kalian untuk menyelesaikan
pekerjaan hingga pukul 08.10, sisa waktu kita gunakan untuk presentasi hasil
pekerjaan dari setiap kelompok.
83. Gp : Kalian menyelesaikan masalah (soal) tidak harus berurutan. Jadi kalian bebas
menentuka masalah (soal) untuk diselesaikan terlebih dahulu.
84. Gp : Sekarang jam dinding kita menunjukkan pukul 07.38. Artinya saya berikan
waktu kepada kalian 40 menit untuk menyelesaikan soal (masalah matematika).
Bisa diselesaikan dengan waktu yang ada? (peneliti memberikan arahan tentang
lamanya waktu pengerjaan soal sambil menunjuk sebuah jam dinding yang
terpampan di dalam kelas).
85. SS : Bisa pak guru.
86. Gp : Sekarang, silahkan melanjutkan pekerjaan kalian.
Peneliti berkeliling mengawasi proses penyelesaian masalah (soal) matematika yang
dilakukan oleh siswa pada setiap kelompok. Peneliti melihat cara (konsep) yang
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
digunakan oleh siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika tersebut.
Peneliti juga menanyakan cara (konsep) yang digunakan siswa. Hal ini dilakukan
agar peneliti dapat mengetahui alur (lintasan) berpikir siswa dalam menyelesaikan
soal (masalah) matematika.
Setelah melihat semua hasil pekerjaan kelompok serta berhubung waktu yang
diberikan telah selesai, maka penelitipun mengarahkan siswa untuk menghentikan
pekerjaan soal (masalah) tersebut. Selanjutnya peneliti mengarahkan siswa agar
dapat mempresentasikan (menjelaskan) hasil pekerjaan kelompok di papan tulis.
87. Gp : Oke. Karena waktu mengerjakan soal (masalah) telah selesai, sekarang kita akan
masuk pada tahap berikut yaitu tahap mempresentasikan hasil pekerjaan. Sudah
selesai semua?
88. SS: Sudah pak guru.
Komentar:
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, siswa aktif mengerjakan soal (masalah)
secara berkelompok. Saling menawarkan ide/gagasan saat siswa menyelesaikan soal
(masalah) matematika. Sebagian besar siswa berusaha menggunakan alat peraga
yang telah disediakan peneliti untuk menyelesaikan masalah (soal) matematika.
Siswa terlihat senang mengerjakan soal, karena mereka bebas memilih konsep yang
akan digunakan.
4.4.2 Deskripsi Hasil Presentasi Kelompok
89. Gp : Silahkan angkat tangan yang sudah selesai menjawab.
90. SS : Sudah selesai pak guru. (sambil mengangkat tanggan, semua siswa siap untuk
menjawab masalah (soal) matematika tersebut).
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91. Gp : Oke. Untuk sementara saya persilahkan kelompok 3 menyelesaikan masalah
(soal) yang pertama, dan kelompok 4 menyelesaikan masalah (soal) yang kedua.
(peneliti langsung menunjuk kelompok 3 dan 4 untuk mempresentasikan jawabannya).
92. Gp : Selanjutnya jika jawaban yang disampaikan kedua kelompok tersebut
berbeda dengan kelompok kalian, maka saya juga akan mempersilahkan yang lain
untuk mempresentasikan jawabannya. Silahkan kelompok 3 ke depan.
93. S1 : Pak guru. Saya minta ditemani salah satu teman. (sambil mengangkat tangan,
siswa tersebut meminta kepada peneliti agar ditemani oleh salah satu teman
kelompoknya).
94. Gp : Kalau begitu cukup dua orang saja untuk setiap kelompok yang akan maju ke
depan. Jadi yang satu tugasnya membaca jawaban yang akan dituliskan oleh
temannya di papan tulis, dan yang satunya lagi menjelaskan hasil pekerjaan
kelompok. Setuju?
95. SS : Setuju pak guru.
Perwakilan dari kelompok 3 menuliskan hasil pekerjaan di papan tulis. Setelah
selesai menulis jawaban, salah satu siswa menjelaskan hasil pekerjaannya.
Soal (Masalah) I
Bu Ani adalah seorang pedagang beras sedangkan Pak Tarno adalah seorang
petani. Pada musim panen pertama, Pak Tarno mendatangkan beras sebanyak 6
karung dan Bu Ani hanya mampu membayar 4 karung. Pada musim panen kedua,
Pak Tarno mendatangkan lagi dua kali lipat beras dari hasil panen pertama dan Bu
Ani hanya mampu membayar setengah dari beras yang di datangkan pak Tarno.
Sedangkan pada musim panen ketiga, Pak Tarno hanya mendatangkan setengah
dari total beras pada musim panen pertama. Hasil panen pada musim ketiga ini di
bayar lunas oleh Bu Ani.
a. Berapa total beras yang di datangkan oleh pak Tarno? b. Berapa banyak beras yang belum dibayar oleh Bu Ani?
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96. S1 : Kami berdua mewakili kelompok 3 akan menjawab masalah (soal) yang
pertama. (salah satu siswa memperkenalkan diri).
97. S1 : Dari masalah (soal) pertama ini, diketahui bahwa pada musim panen pertama
pak Tarno mendatangkan beras sebanyak 6 karung dan Bu Ani hanya membayar 4
karung. Ini berarti bahwa sisa beras yang belum dibayar (utang) Bu Ani sebanyak 2
karung.
98. S1 : Kemudian pada musim panen kedua pak Tarno mendatangkan beras
sebanyak 12 karung (dua kali lipat dari hasil panen pertama), Bu Ani hanya mampu
membayar 6 karung (setengah dari beras yang didatangkan pada musim panen kedua).
Dengan demikian, sisa beras yang belum dibayar (utang) Bu Ani terhadap pak Tarno
sebanyak 6 karung.
99. S1 : Sedangkan pada musim panen ketiga pak Tarno mendatangkan 3 karung
beras dan Bu Ani langsung melunasinya. Dengan demikian, pada musim ini Bu Ani
tidak memiliki utang terhadap pak Tarno.
100. S1 : Berdasarkan pertanyaan yang pada poin (a), maka kami menyelesaikan
dengan cara menjumlahkan banyak beras yang di datangkan pak Tarno pada setiap
musim panen. Sehingga kami menulis “6 karung (pada musim pertama) + 12 karung
(pada musim kedua) + 3 karung (pada musim ketiga) = 21 karung”. Jadi total beras
yang didatangkan pak Tarno sebanyak 21 karung.
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101. S1 : Selanjutnya berdasarkan pertanyaan pada poin (b), kami menjumlahkan
banyak beras yang belum dibayar (utang) Bu Ani pada setiap musim panen. Dengan
demikian kami memperoleh bahwa utang Bu Ani adalah “2 karung (pada musim
pertama) + 6 karung (pada musim kedua) = 8 karung”. Jadi total beras yang belum
dibayar (utang) Bu Ani sebanyak 8 karung.
102. Gp : Apakah ada cara lain untuk menyelesaikan masalah (soal) ini?
103. S1 : Ada pak guru. (sambil mengangkat tangan, salah satu siswa dari kelompok 2
mengajak temannya untuk membantu mempresentasikan hasil pekerjaan mereka).
104. Gp : Oke. Silahkan kelompok 2 kedepan untuk menyampaikan jawabannya.
105. S1 : Kami dari kelompok 2 menyelesaikan masalah (soal) ini dengan
menggunakan alat peraga yang disediakan pak guru.
106. S1 : Dari alat peraga ini, kartu negatif (-1) (yang berwarna pink) kami
umpamakan sebagai beras pak Tarno yang diutangkan kepada ibu Ani. Kartu positif 1
(yang berwarna kuning) kami umpamakan sebagai beras yang telah dibayar oleh Bu
Ani pada Pak Tarno.
107. S1 : Dari soal ini, pada musim panen pertama pak Tarno mendatangkan beras
sebanyak 6 karung dan Bu Ani hanya mampu membayar 4 karung. Berdasarkan
pernyataan ini kami memasangkan kedua alat peraga tersebut secara berpasangan dan
yang tersisa adalah kartu negatif (-1) sebanyak 2 buah. Sisa kartu tersebut merupakan
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sisa beras yang belum dibayar Bu Ani (utang Bu Ani) terhadap Pak Tarno. Maka Bu
Ani mempunyai utang sebanyak 2 karung beras.
108. S1 : Pada musim panen kedua pak Tarno mendatangkan beras sebanyak 12
karung dan Bu Ani hanya mampu membayar setengah dari beras yang didatangkan.
Dari pernyataan ini, kami menyusun kembali kartu negatif (-1) sebanyak 12 buah dan
kartu positif 1 sebanyak 6 buah. Setelah itu kami pasangkan kedua kartu tersebut dan
hasilnya adalah sebanyak 6 kartu negatif 1 yang tidak memiliki pasangan. Sisa kartu
tersebut merupakan utang Bu Ani terhadap Pak Tarno. Dengan demikian, maka utang
Bu Ani pada musim kedua sebanyak 6 karung.
109. S1 : Pada musim panen ketiga, Pak Tarno mendatangkan 3 karung beras dan
langsung dibayar lunas oleh Bu Ani. Dengan menggunakan langkah yang sama
seperti pada musim panen pertama dan kedua, maka dari hasil pemasangan kartu
tersebut tidak ada kartu yang tersisa. Dengan demikian Bu Ani tidak memiliki utang
pada musim panen ketiga.
110. S1 : Berdasarkan pertanyaan pada poin (a), maka kami menggabungkan kartu
negatif (-1) pada setiap musim panen. Dengan demikian jumlah kartu negatif (-1)
secara keseluruhan sebanyak 21 buah. Jadi, total beras yang didatangkan pak Tarno
sebanyak 21 karung. Sedangkan untuk pertanyaan pada poin (b), kami
menggabungkan kartu yang tidak memiliki pasangan ketika dipasangkan. Dengan
demikian, maka total kartu yang tidak memiliki pasangan pada setiap musim
sebanyak 8 kartu. Dari hasil tersebut, maka dapat dikatakan bahwa total beras yang
belum dibayar Bu Ani sebanyak 8 karung.
111. Gp : Apakah masih ada lagi yang mempunyai cara lain untuk menyelesaikan masalah
(soal) ini?
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112. S1 : Masih ada pak guru. (sambil mengangkat tangan, salah satu siswa dari
kelompok 5 menanggapi apa yang ditawarkan oleh peneliti).
113. Gp : Silahkan kelompok 5 ke depan untuk menyampaikan jawabannya.
114. S1 : Kami dari kelompok 5 memiliki cara penyelesaian yang berbeda dengan
kelompok sebelumnya. Kami menyelesaikan dalam bentuk gambar beras.
115. S1 : Pada musim panen pertama:
Beras Pak Tarno Beras Bu Ani
= 6
= 4
=
Kotak berwarna merah merupakan sisa beras yang belum dibayar (utang) Bu
Ani terhadap pak Tarno.
116. S1 : Pada musim panen kedua:
Beras Pak Tarno Beras Bu Ani
= 12
= 6
=
Kotak berwarna merah merupakan sisa beras yang belum dibayar (utang) Bu Ani
terhadap pak Tarno.
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117. S1 : Pada musim panen ketiga:
Beras Pak Tarno Beras Bu Ani
= 3
= 3
118. S1
: Untuk menjawab pertanyaan pada poin (a) “berapa total beras pak Tarno?”.
Maka jawabannya
. Jadi total beras yang didatangkan pak Tarno
sebanyak 21 karung.
119. S1
: Sedangkan untuk menjawab pertanyaan pada poin (b) “berapa banyak beras
yang belum dibayar Bu Ani?”. Maka jawabannya
Jadi, beras yang belum dibayar Bu Ani sebanyak 8 karung.
120. Gp : Apakah kelompok 1 dan 4 memiliki acara yang lain juga?
121. SS : Tidak pak guru. (secara bersama-sama kelompok 1 dan 4 menjawab apa yang
ditanyakan peneliti)
122. Gp : Oke baik. Kita barikan tepuk tangan dulu pada teman-teman yang sudah
mempresentasikan hasil pekerjaannya.
Komentar soal (masalah) pertama
Dari hasil pemeriksaan jawaban pada setiap kelompok, terdapat 3 kelompok (1, 3 dan 4)
yang memiliki cara menyelesaikan soal (masalah) yang sama seperti yang diselesaikan
oleh kelompok 3. Sedangkan kelompok lainnya (2 dan 5) berbeda. Dengan demikian,
untuk masalah (soal) yang pertama terdapat 3 bentuk penyelesaian yang dilakukan oleh
siswa.
Soal (masalah ) II
Seekor Tupai mula-mula berdiri di titik 0. Tupai itu dapat melompat ke kiri atau ke
kanan. Sekali melompat jumlahnya 2 satuan. Tupai telah melompat ke kanan dan
berada di titik 8 sebelah kanan nol. Karena merasa tidak nyaman, tupai kemudian
melompat lagi ke kiri sebanyak 5 lompatan.
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(a). Berapa kali Tupai telah melompat? (b) Dititik berapa posisi tupai sekarang?
123. Gp : Untuk masalah selanjutnya, saya persilahkan kelompok 4 untuk menyelesaikan
masalah (soal) yang kedua. (peneliti mempersilahkan kelompok 4 untuk
mempresentasikan jawabannya).
124. S1 : Kami dari kelompok 4 menyelesaikan masalah (soal) kedua dengan
menggunakan alat peraga yang disediakan oleh pak guru. Disini kami nyatakan
bahwa jika tupai melompat ke kanan berarti positif dan ke kiri artinya negatif.
125. S1 : Dengan menggunakan alat peraga, kami gunakan kartu positif 1 (berwarna
kuning) jika tupai melompat ke arah karan, dan kartu negatif (-1) (berwarna pink)
kami gunakan jika tupai melompat ke arah kiri.
126. S1 : Diketahui bahwa seekor tupai jika sekali melompat jumlahnya 2 satuan. Tupai
telah melompat ke kanan dan berada di titik 8. Karena tupai telah melompat dan
berada pada titik 8, maka kami mengambil kartu positif 1 sebanyak 8. Untuk
mencaritahu jumlah lompatan tupai hingga ke titik 8, kami membagi kartu tersebut
masing-masing terdiri dari 2 buah kartu. Dari hasil pembagian ini kami memperoleh
4 bagian dan pada setiap bagian terdiri atas 2 buah kartu. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa jika tupai berada pada titik 8, maka jumlah lompatan yang
dilakukan tupai sebanyak 4 kali lompatan.
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127. S1 : Kemudian tupai melompat lagi ke kiri sebanyak 5 lompatan. Berdasarkan
pernyataan ini, maka kami mengambil lagi kartu negatif (-1). Karena tupai
melompat sebanyak 5 lompatan dengan ketentuan sekali melompat jumlahnya 2
satuan, maka total kartu yang dibutuhkan untuk melakukan lompatan tersebut
sebanyak 10 kartu.
128. S1 : Untuk menjawab pertanyaan pada poin (a), maka kami jumlahkan jumlah
lompatan tupai ke kanan sebanyak 4 lompatan dan jumlah lompatan ke kiri sebanyak
5 lompatan. Dengan demikian, total lompatan tupai adalah
Jadi tupai telah melompat sebanyak 9 kali lompatan.
129. S1 : Untuk mengetahui posisi tupai berdasarkan pertanyaan pada poin (b), maka
kami pasangkan kedua kartu tersebut secara keseluruhan. Dengan demikian, terdapat
2 kartu negatif (-1) yang tidak memiliki pasangan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa posisi tupai sekarang berada pada titik
130. Gp : Apakah ada cara lain, selain yang sudah dikerjakan oleh kelompok 4?
131. : Ada pak guru. (sambil mengangkat tangan, terlihat saling berebutan
menjawab antara kelompok 1 dan 3).
132. Gp : Oke. Tenang dulu, karena kelompok 3 sudah menjawab masalah (soal) yang
pertama tadi maka sekarang saya berikan kesempatan terlebih dahulu kepada
kelompok 1 untuk mempresentasikan jawaban mereka. Setelah itu, kemudian
dilanjutkan dengan kelompok 3. Silahkan ke depan kelompok 1.
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133. S1 : Dari masalah (soal) ini diketahui bahwa
menjawab pertanyaan pada poin (a) dan (b) maka jawabannya adalah:
Untuk
. Artinya jika tupai melompat ke kanan hingga titik 8, maka
jumlah lompatan yang dibutuhkan adalah 4 kali lompatan.
. Artinya jika tupai melompat ke kiri sebanyak 5 lompatan,
maka jumlah titik yang dibutuhkan sebanyak 10 titik.
Maka: (a). . Jadi tupai telah melompat sebanyak 9 kali
lompatan.
(b). . Jadi posisi tupai berada pada titik
134. Gp : Selanjutnya kelompok 3 dipersilahkan.
135. S1 : Kami dari kelompok 3 menyelesaikan masalah ini dengan menggunakan garis
bilangan.
136. S1 : Diketahui: sekali tupai melakukan lompatan jumlahnya 2 satuan. Tupai telah
berada di titik 8 sebelah kanan 0. Kemudian tupai melompat lagi sebanyak 5
lompatan ke kiri.
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137. S1 : Berdasarkan garis bilangan tersebut, jika tupai telah berada pada titik 8
sebelah kanan 0, maka jumlah lompatan tupai hingga ke titik 8 sebanyak 4 kali
lompatan. Untuk mengetahui jumlah lompatan tupai maka kami menjumlahkan
. Kemudian dari total lompatan tupai
ke kanan maupun ke kiri berdasarkan ilustrasi garis bilangan, maka diketahui
posisi tupai berada pada titik .
138. Apakah masih ada cara penyelesaian lain, selain beberapa jawaban yang sudah
disampaikan teman kelompok sebelumnya?
139. SS : Tidak pak guru.
140. Gp : Oke, karena tidak ada lagi cara yang lain untuk menyelesaikan masalah (soal)
yang kedua, kemudian waktu juga yang menghakimi kita maka saya akhiri
pertemuan kita pada hari ini. Semoga apa yang kalian pelajari pada pertemuan ini
dapat bermanfaat bagi kalian semua.
141. SS : Amin pak guru. Terimakasih.
142. Gp : Selanjutnya, silahkan kalian menyusun kembali tempat duduk kalian masing-
masing.
143. Gp : Kemudian saya berharap kepada siswa yang telah diminta kesediaan untuk
diwawancarai agar jangan dulu meninggalkan ruangan.
4.5 Analisis Kegiatan Pembelajaran Matematika di Kelas VII-A SMP N 1 Morotai
pada Pertemuan Kedua
Alur kegiatan pembelajaran pada pertemuan kali ini yakni mereview materi dan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa pada pertemuan sebelumnya. Peneliti mengajak
siswa untuk mengingat kembali materi yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya.
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Aktivitas peneliti pada pertemuan ini yaitu menjelaskan kembali tentang masalah (soal)
matematika yang terdapat pada LKS, mengelompokkan siswa (berdasarkan kelompok
sebelumnya), meminta siswa untuk mengerjakan LKS secara berkelompok, meminta
siswa membahas hasil kerjaan di depan peneliti dan teman-temannya (di papan tulis), dan
mewawancarai siswa yang menjadi target wawancara pada akhir pertemuan.
Pada kegiatan pembelajaran ini peneliti mengkondisikan siswa untuk
menyelesaikan masalah dalam bentuk kelompok, sehingga siswa saling mengungkapkan
ide atau gagasan, bertukar informasi maupun negosiasi sehingga terjalinnya komunikasi
kelompok. Hal ini merupakan salah satu karakteristik PMRI yang dikemukakan oleh
Treffers (1987) (dalam Ariyadi, 2012: 23) yang menyatakan bahwa proses belajar siswa
akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil
kerja dan gagasan mereka.
Kegiatan menyelesaikan masalah dalam bentuk kelompok dapat membantu siswa
untuk mengembangkan potensinya pada wilayah perkembangan terdekat. Secara
psikologi siswa lebih leluasa mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan teman
sebayanya dibandingkan dengan orang lain. Dalam pembelajaran, lingkungan (teman
dekat) sangat mempengaruhi perkembangan siswa. Hal ini merupakan salah satu prinsip
pembelajaran yang dikemukakan oleh Vigotsky diantaranya adalah: (a) penekanan
hakekat sosiokultural pada pembelajaran (the sociocultural of learning), (b) zona
(wilayah) perkembang terdekat (zona of poximal development), (c) pemagangan kognitif
(cognitive apprenticeship), dan (d) perancah (scaffolding) Vigotsky (dalam Nur, 2004: 4).
Peneliti sering mengajukan pertanyaan pada saat mengawasi proses pengerjaan
pada setiap kelompok maupun saat presentasi berlangsung. Sebagian besar pertanyaan
diarahkan langsung pada kelompok sehingga dapat menghindari jawaban siswa secara
serentak atau bersama-sama. Yang demikian akan lebih besar memberikan kesempatan
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kepada siswa untuk berpikir dan menjawab pertanyaan peneliti. Hal ini dapat
mengakibatkan siswa aktif berpikir atau menjawab pertanyaan peneliti baik secara
individu maupun secara berkelompok.
Selama siswa bekerja, peneliti berkeliling mengamati dan membantu (mendorong)
siswa yang mengalami kesulitan. Peneliti melihat siswa aktif menyelesaikan suatu
masalah dengan menggunakan cara yang berbeda. Siswa tidak fokus menyelesaikan
masalah (soal) berdasarkan cara formal (berdasakan petunjuk buku). Akan tetapi sebagian
besar siswa memilih menyelesaikan masalah dengan menggunakan ide atau gagasannya.
Peneliti memberi kesempatan kepada siswa untuk menuliskan hasil kerjaan
kelompok di papan tulis. Peneliti meminta siswa untuk menjelaskan atau
mempertanggungjawabkan hasil kerjaannya di hadapan peneliti dan teman-temannya.
Peneliti juga memberikan kesempatan kepada siswa yang lain untuk menanggapi hasil
kerjaan dari kelompok tertentu, akan tetapi hanya sedikit dari mereka yang berani
menanggapi hasil kerjaan kelompok tersebut. Secara umum pada kesempatan ini peneliti
lebih mendominasi berinteraksi dengan siswa yang diminta menjelaskan hasil kerjaannya.
Bagi siswa yang belum benar menyelesaikan suatu masalah, peneliti mengarahkan siswa
yang bersangkutan untuk dituntun dengan beberapa pertanyaan sehingga sehingga siswa
dapat menyadari letak kesalahannya tanpa merasa disalahkan dan dapat memperbaiki
hasil kerjaannya. Dengan demikian siswa terdorong untuk lebih cermat, teliti dan
berusaha bekerja lebih baik. Peneliti juga menggali jawaban-jawaban siswa yang belum
benar, sehingga siswa dapat belajar dari kesalahan.
Peneliti menyediakan alat peraga yang dapat membantu siswa dalam
menyelesaikan persoalan matematika. Melalui penggunaan konteks seperti ini, siswa
terlihat terlibat secara aktif dalam melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan
matematika. Yang demikian akan membuat siswa tidak hanya sekedar menemukan
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
jawaban akhir, tetapi juga dapat mengarahkan siswa untuk mengembangkan berbagai
strategi dalam menyelesaikan masalah. Beberapa siswa mampu menyelesaikan soal
dengan mengeksplorasikan alat peraga tersebut.
Selain itu penggunaan alat peraga juga dapat menumbuhkan proses belajar
mengajar menjadi termotivasi. Siswa akan merasa senang, terangsang dan tertarik yang
dapat menimbulkan minatnya. Karena itu siswa akan bersikap positif terhadap pengajaran
matematika. Dalam penelitian ini, penggunaan alat peraga sangat efektif dalam
menyelesaikan masalah matematika.
Tidak hanya penggunaan alat peraga, ide atau gagasan maupun konsep lain juga
diperlihatkan siswa dalam menyelesaikan masalah tersebut. Dari hasil LKS terlihat bahwa
siswa tidak fokus pada satu bentuk penyelesaian. Representasi jawaban yang
diperlihatkan siswa beragam. Berdasarkan hasil pengamatan dalam penelitian, hal seperti
ini (siswa bebas menyelesaikan dengan ide atau gagasannya) dapat menimbulkan
ketertarikan siswa dalam belajar matematika. Dengan kata lain bahwa siswa tidak merasa
terbeban dengan penyelesaian yang bersifat formal (berdasarkan buku atau cara guru).
Dari pembahasan pada setiap pertemuan, peneliti menyimpulkan bahwa: (1)
pengembangan model pembelajaran matematika realistik dapat membantu dan
memperkaya wawasan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika; (2) dengan
menggunakan pendekatan model pembelajaran seperti ini, membuat siswa leluasa dalam
menyelesaikan masalah matematika tanpa harus fokus pada pembelajaran formal
(berdasarkan buku); (3) sebagaimana posisi guru dalam penerapan model PMRI (guru
sebagai motivator/fasilitator) akan membuat siswa aktif (mengolah, memanipulasi dan
mengalisis informasi yang dapat mengkonstruksi pengetahuan) dalam proses
pembelajaran; (4) pembelajaran seperti ini dapat menjalin interaksi dan negosiasi baik
antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru. Dengan demikian siswa
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memiliki kesempatan untuk mengemukakan idenya pada orang lain (guru atau temannya)
serta memiliki kesempatan menyampaikan strategi penyelesaian suatu masalah; (5)
dengan menggunakan pembelajaran berkelompok, maka akan terlihat variasi kelas.
Situasi seperti ini dapat menghindari rasa bosan. Selain itu, organ-organ tubuh juga
terangsang melakukan fungsinya dengan baik. Walaupun pembelajaran kelompok juga
memiliki kelemahan seperti: membutuhkan pengawasan yang intens dari seorang guru.
4.6 Analisis Hasil Wawancara Guru dan Siswa di Kelas VII-A SMP N 1 Pulau
Morotai
Secara umum siswa menyadari pentingnya peran pendidikan matematika dalam
kehidapan sehari-hari. Akan tetapi dalam realitasnya, peneliti menemukan bahwa siswa
seakan menjauh dari pendidikan matematika. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya: pertama, guru dalam pembelajaran matematika, lebih mengarahkan siswa
pada bentuk penyelesaikan yang formal. Artinya bahwa guru kurang memberikan
kesempatan untuk menyelesaikan soal dengan menggunakan ide atau gagasannya sendiri,
sehingga siswa menganggap matematika sebagai salah satu pembelajaran yang
jawabannya tidak bisa di selesaikan dengan caranya sendiri, akan tetapi harus
diselesaikan dengan cara yang telah ada di dalam buku atau berdasarkan cara yang
diajarkan guru. Hal ini dapat dilihat dari jawaban siswa maupun guru ketika peneliti
melakukan wawancara. Ketika peneliti menanyakan “bagaimana perasaan kamu setelah
mengikuti pembelajaran seperti ini”. Salah siswa (Suciawati Rio) menjawab:
“Saya senang. Karena pak Akmal tidak menilai jawaban kami benar atau salah.
Kemudian kami juga bisa menyelesaikan masalah matematika dengan ide kami sendiri.
Berbeda dengan ibu guru yang harus berdasarkan cara yang telah tertulis di dalam buku
matematika atau sama seperti yang ditunjukkan oleh ibu guru” (Hasil wawancara tanggal
7 Februari 2017).
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Alasan guru tentang fenomena di atas secara garis besar yaitu karena mereka tidak
memiliki banyak waktu dalam menyelesaikan target-target pembelajaran sehingga guru
lebih banyak fokus pada cara penyelesaian berdasarkan buku serta metode lain yang
digunakan guru untuk membantu siswa dalam menemukan jawaban. Metode yang sering
digunakan guru hanya terfokus pada matode ceramah, tanya jawab dan penugasan saja.
Hal ini dapat dilihat dari jawaban guru yaitu: “Kalau ditanya tentang metode, saya
melakukan metode kolaborasi diantaranya yaitu metode ceramah, tanya jawab,
penugasan baik secara individu maupun kelompok, dan lainnya yang disesuaikan dengan
keadaan atau topik pembahasan. Untuk diskusi kelompok yang seperti bapak (peneliti)
buat menurut saya bagus juga, akan tetapi menurut saya lagi-lagi kita kehabisan waktu.
Maka untuk diskusi seperti itu, jujur saya jarang sekali melakukan ketika mengajar
matematika” (Hasil wawancara tanggal 10 Februari 2017). Selain itu guru juga merasa
terbantu dengan penggunaan metode seperti ini. Merasa terbantu karena penggunaan
metode ini sangat memungkinkan guru untuk menyelesaikan materi berdasarkan
targetnya. Berikut adalah ungkapan guru saat peneliti melakukan wawancara: “Iya saya
merasa terbantu. Karena dengan pembelajaran seperti ini saya bisa mengajar sesuai
target yang telah ditetapkan oleh dinas maupun sekolah. Selain itu juga saya langsung
mengetahui siswa yang sudah mengerti atau belum dengan metode tanya jawab tadi.
Adapun hasil pekerjaan siswa juga maksimal ketika saya memberikan tugas di rumah”
(Hasil wawancara tanggal 10 Februari 2017).
Kedua, guru jarang mengaitkan pembelajaran matematika dengan dunia nyata.
Karena guru jarang mengaitkan pembelajaran matematika dengan dunia nyata sehingga
siswa menganggap bahwa matematika adalah ilmu abstrak (tidak nyata) yang sulit untuk
diingat jika siswa tidak memiliki daya ingat (hafalan) yang kuat. Hal ini membuat siswa
memandang pembelajaran matematika kurang bermakna, sehingga siswa hanya pasif
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mendengar dan menulis materi saja tanpa dimengerti. Dengan demikian, siswa
mengalami kesulitan dalam memahami bahan ajar matematika, bahkan membuat siswa
tidak senang dengan pembelajaran matematika. Hal ini dapat di lihat dari jawaban salah
satu siswa saat peneliti menanyakan “apakah kamu senang belajar matematika? Apa
alasannya?”. Berikut adalah jawaban dari salah satu siswa (M. Rendi Pagaya): “Saya
kurang senang. Karena pelajaran matematika membutuhkan hafalan yang kuat. Misalnya
hafal rumus yang banyak, menghafal perkalian, menghafal simbol matematika, pintar
menghitung dan lain-lain. Hal seperti inilah membuat saya kurang senang belajar
matematika” (Hasil wawancara tanggal 7 Februari 2017).
Oleh karena itu sangat memungkinkan bagi siswa, jika guru mengajar matematika
dengan cara menghubungkan pembelajaran matematika dengan dunia nyata, dapat
membantu siswa dalam memahami matematika. Sebagaimana yang telah dilakukan
dalam penelitian ini. Hal ini diperkuat dari hasil wawancara salah satu siswa (Suciawati
Rio): “Iya. Dapat membantu saya. Contoh seperti masalah matematika yang pak Akmal
sampaikan kepada kami itu merupakan masalah kehidupan sehari-hari. Makanya saya
lebih mudah menjawab masalah matematika tersebut” (Hasil wawancara tanggal 7
Februari 2017).
Ketiga, guru sering memberikan sanksi yang keras (mencubit, memukul, dll)
terhadap siswa jika siswa tidak bisa menjawab atau salah menjawab. Yang demikian
membuat siswa takut berkomunikasi dengan guru. Tindakan guru seperti ini sangat
bertentangan dengan peran guru yang mengajar dengan menggunakan pendekatan PMRI,
yakni sebagai fasilitator (pembimbing siswa) dan motivator (pendorong siswa).
Hal ini diperkuat dengan tanggapan yang diberikan oleh Siti Nurcholifatun Musiam,
salah satu siswa sebagai berikut:
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“Iya. Sering dimarahi, ibu guru sering melempar siswa dengan penghapus jika siswa
tidak memperhatikan penjelasan ibu guru. Ibu guru juga sering cubit di hidung sampai
keluar air mata. Saya juga pernah dilempar dengan penghapus, kemudian saya diminta
untuk mengantarkan penghapus dan ibu guru menampar saya” (Hasil wawancara tanggal
7 Februari 2017).
Berdasarkan hasil wawancara, terlihat bahwa guru kurang melakukan dorongan
maupun bimbing terhadap siswa saat proses pembelajaran berlangsung, sehingga siswa
memilih belajar secara mandiri dan berusaha menanyakan kepada teman sebayanya dari
pada guru matematika. Selain itu guru lebih banyak memberikan sanksi yang keras dari
pada memberikan pujian terhadap siswa, sehingga siswa takut berkomunikasi dengan
guru. Sebagian besar siswa takut bertanya kepada guru walaupun terkadang siswa belum
memahami materi yang diberikan oleh guru.
Guru lebih fokus pada target pembelajaran dengan alokasi waktu yang telah
ditentukan oleh dinas terkait. Harusnya guru menargetkan seberapa banyak siswa
mengerti dengan materi yang telah diberikan bukan sebaliknya. Karena guru lebih
cenderung mengejar target alokasi pembelajaran, sehingga guru jarang mengaitkan
pembelajaran matematika dengan dunia nyata. Yang demikian membuat siswa kurang
tertarik dengan pembelajaran matematika. Untuk membuat siswa tertarik dengan
pembelajaran matematika, maka salah satu yang dilakukan peneliti dalam proses
penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran PMRI, salah
satunya yaitu dengan menggunakan alat peraga. Dari hasil pembelajaran ini menunjukan
bahwa siswa senang dan aktif mengikuti pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti.
Selain itu pendekatan pembelajaran seperti ini juga dapat meningkatkan ketertarikan
siswa dalam belajar matematika.
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Ada hubungan yang positif antara penggunaan model Pembelajaran Matematika
Realistik Indonesia (PMRI) dengan hasil yang diperoleh siswa. Artinya bahwa jika
penerapan model yang dilakukan oleh seorang pendidik kurang tepat maka akan
menimbulkan rasa bosan yang mengakibatkan siswa tidak tertarik dengan
pembelajaran matematika. Dalam penelitian ini siswa merasa tertarik karena
pembelajaran matematika dikaitkan dengan masalah keseharian mereka. Selain itu
siswa juga tertarik karena penyelesaian masalah matematika tidak hanya berfokus
pada penyelesaian formal saja (berdasarkan buku).
2. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan siswa maka dapat dinyatakan bahwa
ada hubungan yang negatif dari pola asuh guru terhadap siswa. Artinya bahwa jika
siswa mempersepsikan pola asuh guru terhadap siswa terkesan otoriter maka akan
mempengaruhi psikologi maupun karakter siswa dalam belajar matematika. Bagi
siswa yang memiliki kemampuan rendah, mereka seakan-akan pasrah menerima
sanksi yang akan diberikan oleh guru ketika siswa salah atau tidak bisa menjawab
pertanyaannya. Selain itu siswa juga berhati-hati dalam hal mengemukakan ide atau
gagasannya, karena takut dimarahi oleh guru matematika.
3. Penggunaan alat peraga dalam bentuk simbolik pada materi operasi bilangan bulat
dengan pendekatan pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
pada siswa kelas VII SMPN 1 Kabupaten Pulau Morotai sangat efektif. Hal ini dapat
memudahkan siswa dalam mengeksplorasikan ide maupun konsep yang dimiliki
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
siswa. Selain itu pembelajaran PMRI secara berkelompok dapat mengembangkan
pengetahuan serta minat siswa dalam belajar matematika.
5.2 SARAN
Berdasarka hasil penelitian yang diperoleh maka disarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pihak sekolah kiranya dapat melakukan atau mengikutsertakan guru matematika
dalam pelatihan pengembangan model pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI) karena pengembangan model tersebut membawa dampak yang
sangat positif pada siswa.
2. Para guru SMP/MTs di wilayah Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara di
harapkan agar mengimplementasikan pembelajaran matematika kiranya dapat
menggunakan pendekatan model pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI) khususnya pada materi Operasi Bilangan Bulat sehingga dapat
memotivasi siswa untuk belajar matematika.
3. Siswa di harapkan untuk lebih kreatif dan aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.
Karena dengan keaktifan dan kreatifitas dalam mengikuti proses pembelajaran
tersebut dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas.
4. Peneliti dan pecinta matematika diharapkan agar penelitian ini dapat menjadi referensi
untuk mengembangkan kualitas dan kreatifitas pembelajaran matematika dimasa
sekarang dan yang akan datang.
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek . Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2007. Manajemen Penelitian . Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, S. 2009. Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi
Belajar.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2012. Penyusunan Skala Psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bruner, J . 1967. Toward The Theory of Instruction. New York: John Wiley & Sons Inc.
Dahar, R.W. 1998. Teori-teori Belajar. Jakarta: Dirjendikti.
Dimyati Mahmud, M. 1990. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: BPFF
Departemen Pendidikan Nasional. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
Cetakan kesembilan Edisi IV. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Eka, Kurnia & Ridwan. 2015. Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung: Refika
Aditama.
Fuzan. 2002. Applying realistic mathematics education (RME) in teaching geometry in
Indonesian primary schools. Desertasi University of Twente: Print Partners
Ipskamp – Enschede.
Hadi. S. 2005. Pembelajaran Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin:
Tulip
Hadi. S. 1995. Analisis Regresi.Yogyakarta: Andi
Hamalik, O. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hergenhahn dan Olson. 2008. Theories Of Learning. Jakarta: Kencana.
Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: Rosdakarya.
Hudojo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Dirjendikti
Ibrahim, R. dan Nana Syaodih. 1996. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Inganah, Siti. 2003. Model Pembelajaran Segi Empat dengan Pendekatan Matematika
Realistik. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pasca Sarjana UM.
K. Sembiring, Robert. 2010. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Perkembangan dan Tantangannya. IndoMS. J.M.E. Vol.1 No. 1 Juli 2010, pp. 11-16.
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lasati. 2006. Efektivitas Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
Pembelajaran Persamaan Garis Lurus Siswa SMP Nasional KPS Balikpapan.
JURNAL PENDIDIKAN INOVATIF VOLUME 1, NOMOR 2. Maret 2006.
Marpaung, Y. 2006. Pembelajaran Matematika dengan Model PMRI. Makalah. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Marpaung, Y. 2007. Pelaksanaan PMRI di SMP dengan Memperhatikan Kecerdasan Siswa.
Makalah. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Marpaung, Y. 2009. Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).
Disampaikan Saat Diklat Enhancing Mathematics Learning in Primary School
using Realistic Mathematics Education. Yogyakarta: SEAMEO Regional Center
for QITEP in Mathematics.
Nur dkk. 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam
Pengajaran. Surabaya: UNESA.
Panhuizen, M Van den Hauvel. 2003. The Didactical Use Of Model In Realistic Mathematic
Education. Educational Studies in Mathematical. 54: 9-35.
Putu, I Gusti. 2001. Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik untuk Mengembangkan
Pengertian Siswa. Disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika
Realistik di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tanggal 14- 15 November
2001.
Polya, George. 1957. How to Solve It. 2nd ed. Princeton University Press. ISBN 0-691-
08097-6.
Shadiq, Fadjar & Nur Amin Mustajab. 2010. Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan
Realistik di SMP. Modul Matematika SMP Program BERMUTU, Yogyakarta.
(PPPPTK) Matematika.
Shaleh, A Rahman dan Muhbid Abdul Wahab. 2004. Psikologi SuatuPengantar Dalam
Persepsi Islam: Jakarta.
Slameto. 2003. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. PT.Rineka Cipta :
Jakarta.
Slavin, Robert. 1997. Education Psycholigy Theory and Practice. Boston: Allyn and Bacon
Publisher.
Siswono, Tatag Yuli Eko. 2007. Pembelajaran Matematika Humanistik yang
Mengembangkan Kreativitas Siswa. Makalah disampaikan pada „Seminar
Nasional Pendidikan Matematika yang Memanusiakan Manusia‟ di Program
Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
tanggal 28-30 Agustus 2007.
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sobel, Max dan Evan Maletsky. 2004. Mengajar Matematika (Sebuah Buku Sumber Alat
Peraga, Aktivitas, dan Strategi). Jakarta: Erlangga.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia (Konstalasi Keadaan Masa
Kini Menuju Harapan Masa Depan). Jakarta: deraktorat Jendral Pendidikan
Tinggi.
Soemanto. 2012. Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan). Jakarta:
Rineka Cipta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Suherman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.
Supinah. 2008. Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam
Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: Depdiknas.
Sutarto, Hadi. 2010. Introduction to Realistic Mathematics Education. Bahan ajar Diklat
Enhancing Mathematics Learning in Primary School using Realistic
Mathematics Education, Yogyakarta: SEAMEO Regional Center for QITEP in
Mathematics.
Tim Broad Based Education. 2002. Kecakapan Hidup Melalui Pendekatan Pendidikan
Berbasis Luas. Surabaya: Surabaya Intellectual Club Bekerja Sama Dengan
Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat UNESA.
Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wiwin dkk. 2012. Pengaruh Motivasi Belajar Dan Metode Pembelajaran Terhadap Hasil
Belajar IPS Terpadu Kelas VIII SMP PGRI 16 Brangsong Kabupaten Kendal.
(Economic Education Analysis Journal 1 (2) (2012).
Zulkardi. 2002. Developing Learning Environment on Realistic Mathematic Education for
Indonesia Student Teachers, thesis. Ultrecht: Freudental Institut.
http://doc.utwente.nl/58718/1/thesis_Zulkardi.pdf. diakses tanggal 26 Februari
2016.
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1.
INSTRUMEN PENELITIAN
(Lembar Kerja Siswa)
Kelompok :..........................................
1................................................... 4...................................................
2................................................... 5...................................................
3................................................... 6...................................................
. MASALAH I
Bu Ani adalah seorang pedagang beras sedangkan Pak Tarno adalah seorang petani. Pada
musim panen pertama, Pak Tarno mendatangkan beras sebanyak 6 karung dan Bu Ani hanya mampu membayar 4 karung. Pada musim panen kedua, Pak Tarno mendatangkan lagi dua kali lipat beras dari hasil panen pertama dan Bu Ani hanya mampu membayar setengah dari
beras yang di datangkan pak Tarno. Sedangkan pada musim panen ketiga, Pak Tarno hanya mendatangkan setengah dari total beras pada musim panen pertama. Hasil panen pada musim
ketiga ini di bayar lunas oleh Bu Ani. a. Berapa total beras yang di datangkan oleh pak Tarno?
b. Berapa banyak beras yang belum dibayar oleh Bu Ani?
Jawab:
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MASALAH II
Seekor Tupai mula-mula berdiri di titik 0. Tupai itu dapat melompat ke kiri atau ke kanan.
Sekali melompat jumlahnya 2 satuan. Tupai telah melompat ke kanan dan berada di titik 8
sebelah kanan nol. Karena merasa tidak nyaman, tupai kemudian melompat lagi ke kiri
sebanyak 5 lompatan.
a. Berapa kali Tupai telah melompat? b. Dititik berapa posisi tupai sekarang?
Jawab:
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2.
INSTRUMEN PENELITIAN
(Pedoman Wawancara Siswa)
A. Tujuan :
Untuk mengetahui ketertarikan belajar matematika dengan pengembangan model
pembelajaran matematika realistik Indonesia.
B. Panduan pertanyaan :
a. Identitas Diri
1) Nama :................................................................
2) Sekolah/Kelas :................................................................
3) Hari/Tanggal :................................................................
b. Pertanyaan penelitian
1. Apakah kamu senang belajar matematika? Apa alasannya?
2. Jika guru mengajarkan matematika dengan cara menghubungkan masalah dunia nyata
dengan matematika, menurut kamu apakah pembelajaran seperti ini dapat membantu
meningkatkan pengetahuan kamu?
3. Bagaimana perasaan kamu setelah mengikuti pembelajaran seperti ini?
4. Apakah kamu merasa terbantu dengan pembelajaran seperti ini? Mengapa?
5. Apakah guru matematika sering memberi kesempatan pada siswa berdiskusi di kelas?
6. Apakah guru kamu sering memarahi, jika kamu salah menjawab soal atau pertanyaan?
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3.
INSTRUMEN PENELITIAN
(Pedoman Wawancara Guru)
A. Tujuan :
Untuk mengetahui ketertarikan belajar matematika dengan pengembangan model
pembelajaran matematika realistik Indonesia.
B. Panduan pertanyaan :
a. Identitas Diri
1) Nama :................................................................
2) Sekolah/Kelas : ................................................................
3) Hari/Tanggal : ................................................................
b. Pertanyaan penelitian
1. Ketika anda mengajarkan matematika, apakah anda sering
menghubungkan matematika dengan masalah dunia nyata? Apa alasannya?
2. Metode pembelajaran apa saja yang sering dilakukan dalam
pembelajaran matematika?
3. Apakah kamu merasa terbantu dengan pembelajaran seperti ini? Mengapa?
4. Jika siswa salah menjawab soal atau pertanyaan guru, langkah apa saja yang
anda lakukan terhadap siswa?
5. Bagaimana anda mengatasi siswa yang menurut anda siswa tersebut kurang
berminat untuk mempelajari matematika?
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4.
CATATAN LAPANGAN I
Tanggal
Waktu
Tempat
Kegiatan
Deskripsi :
: 19 Januari 2017
: 09.00 – 11.00
: SMPN 1 Kabupaten Pulau Morotai
: Observasi Awal
Pada hari ini peneliti mendatangi SMP Negeri 1 Pulau Morotai yang beralamat di Jln.
Susilo Bambang Yudoyono Desa Yayasan Kec. Morotai Selatan Kab. Pulau Morortai.
Tujuan peneliti adalah mengadakan observasi awal untuk mendapatkan informasi mengenai
penerapan model pembelajaran matematika realistik yang ada di SMP Negeri 1 Pulau
Morotai.
Peneliti menuju ke ruang Kepala Sekolah dan bertemu dengan pimpinan di sekolah
tersebut. Dengan ramah menerimanya, penelitipun mengutarakan maksud dan tujuan
mendatangi sekolah ini sambil memberikan surat ijin penelitian pada sekolahnya. Setelah
mempelajari isi surat dan mendengar penjelasan dari peneliti, kepala sekolah langsung
memanggil guru matematika yang mengampuh di kelas VII-A di ruangannya. Kemudian
peneliti menyampaikan kembali kepada guru matematika tentang maksud dan tujuan peneliti.
Kepala sekolah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian disekolahnya. Setelah
mendapat penjelasan yang cukup dari guru dan kepala sekolah, kemudian peneliti berpamitan
pulang dan akan datang lagi untuk mengadakan penelitian selanjutnya.
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 5.
CATATAN LAPANGAN II
Tanggal : 31 Januari 2017
Waktu : 09.00 – 11.00
Tempat : SMPN 1 Kabupaten Pulau Morotai
Kegiatan : Memulai penelitian di kelas
Deskripsi :
Pada hari ini peneliti datang lebih awal dari biasanya agar bisa bertemu dengan guru
matematika untuk membicarakan masalah penelitian. Guru matematikapun menyambut
kedatangan peneliti dengan baik dan ramah. Kemudian peneliti dipersilahkan melakukan
penelitian pada jam pelajaran matematika yang akan berlangsung. Setelah dipersilahkan
peneliti mulai melakukan penelitian pada siswa kelas VII-A SMPN 1 Pulau Morotai. Guru
matematika bersama peneliti menuju ruang kelas VII-A untuk melakukan tindakan
pembelajaran pada pertemuan pertama. Proses pembelajaran (penelitian) berlangsung jam.
Karena keterbatasan waktu, maka penelitian ini akan dilanjutkan pada pertemuan berikut.
Peneliti berpamitan pulang dan akan kembali pada hari berikutnya.
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 6.
CATATAN LAPANGAN III
Tanggal : 7 Februari 2017
Waktu : 09.00 – 11.00
Tempat : SMPN 1 Kabupaten Pulau Morotai
Kegiatan : Melanjutkan penelitian di kelas
Deskripsi :
Pada hari ini peneliti melanjutkan penelitian di kelas dan melakukan wawancara
dengan siswa yang akan menjadi target wawancara pada akhir pembelajaran. Peneliti
memilih tiga orang siswa untuk diwawancarai. Peneliti memintah tanggapan terhadap siswa
tentang apa yang dirasakan dari penelitian tersebut. Setelah selesai melakukan wawancara
terhadap siswa, peneliti berencara melanjutkan wawancara dengan guru matematika kelas
VII-A, akan tetapi pihak sekolah belum memberikan ijin karena pada waktu yang bersamaan
pihak sekolah sedang memberikan tugas kepada guru tersebut (target wawancara) untuk
melakukan kordinasi ke Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Pulau Morotai. Setelah
mendengar penjelasan tersebut, peneliti pamit dan akan kembali pada hari berikutnya.
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 7.
CATATAN LAPANGAN IV
Tanggal : 10 Februari 2017
Waktu : 07.00 – 09.30
Tempat : SMPN 7 Pulau Morotai
Kegiatan : Wawancara dengan guru matematika kelas VII-A
Deskripsi :
Pada hari ini Jumat 10 Februari 2017 peneliti datang ke SMPN 1 Pulau Morotai untuk
melakukan wawancara dengan guru matematika kelas VII-A. Pada hari ini peneliti berhasil
melakukan wawancara terhadap guru matematika tersebut. Dengan sangat baik dan ramah
menerima peneliti dan memberikan jawaban yang ditanyakan peneliti sesuai dengan
pedoman wawancara, peneliti memintah tanggapan dari guru tentang pendekatan
pembelajaran matematika realistik yang telah diterapkan pada siswa. Peneliti juga memintah
informasi tentang penerapan kurikulum serta model pembelajaran yang diterapkan oleh guru
tersebut. Setelah mendapatkan informasi dari guru matematika, peneliti mengucapkan terima
kasih dan berpamitan.
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 8.
MASALAH I Bu Ani adalah seorang pedagang beras sedangkan Pak Tarno adalah seorang petani. Pada
musim panen pertama, Pak Tarno mendatangkan beras sebanyak 6 karung dan Bu Ani hanya mampu membayar 4 karung. Pada musim panen kedua, Pak Tarno mendatangkan lagi dua
kali lipat beras dari hasil panen pertama dan Bu Ani hanya mampu membayar setengah dari beras yang di datangkan pak Tarno. Sedangkan pada musim panen ketiga, Pak Tarno hanya
mendatangkan setengah dari total beras pada musim panen pertama. Hasil panen pada musim ketiga ini di bayar lunas oleh Bu Ani. a. Berapa total beras yang di datangkan oleh pak Tarno?
b. Berapa banyak beras yang belum dibayar oleh Bu Ani?
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MASALAH II
Seekor Tupai mula-mula berdiri di titik 0. Tupai itu dapat melompat ke kiri atau ke kanan.
Sekali melompat jumlahnya 2 satuan. Tupai telah melompat ke kanan dan berada di titik 8
sebelah kanan nol. Karena merasa tidak nyaman, tupai kemudian melompat lagi ke kiri
sebanyak 5 lompatan.
a. Berapa kali Tupai telah melompat? b. Dititik berapa posisi tupai sekarang?
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 9.
MASALAH I Bu Ani adalah seorang pedagang beras sedangkan Pak Tarno adalah seorang petani. Pada
musim panen pertama, Pak Tarno mendatangkan beras sebanyak 6 karung dan Bu Ani hanya mampu membayar 4 karung. Pada musim panen kedua, Pak Tarno mendatangkan lagi dua
kali lipat beras dari hasil panen pertama dan Bu Ani hanya mampu membayar setengah dari beras yang di datangkan pak Tarno. Sedangkan pada musim panen ketiga, Pak Tarno hanya
mendatangkan setengah dari total beras pada musim panen pertama. Hasil panen pada musim ketiga ini di bayar lunas oleh Bu Ani. a. Berapa total beras yang di datangkan oleh pak Tarno?
b. Berapa banyak beras yang belum dibayar oleh Bu Ani?
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MASALAH II
Seekor Tupai mula-mula berdiri di titik 0. Tupai itu dapat melompat ke kiri atau ke kanan.
Sekali melompat jumlahnya 2 satuan. Tupai telah melompat ke kanan dan berada di titik 8
sebelah kanan nol. Karena merasa tidak nyaman, tupai kemudian melompat lagi ke kiri
sebanyak 5 lompatan.
a. Berapa kali Tupai telah melompat? b. Dititik berapa posisi tupai sekarang?
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 10.
MASALAH I Bu Ani adalah seorang pedagang beras sedangkan Pak Tarno adalah seorang petani. Pada
musim panen pertama, Pak Tarno mendatangkan beras sebanyak 6 karung dan Bu Ani hanya mampu membayar 4 karung. Pada musim panen kedua, Pak Tarno mendatangkan lagi dua
kali lipat beras dari hasil panen pertama dan Bu Ani hanya mampu membayar setengah dari beras yang di datangkan pak Tarno. Sedangkan pada musim panen ketiga, Pak Tarno hanya
mendatangkan setengah dari total beras pada musim panen pertama. Hasil panen pada musim ketiga ini di bayar lunas oleh Bu Ani. a. Berapa total beras yang di datangkan oleh pak Tarno?
b. Berapa banyak beras yang belum dibayar oleh Bu Ani?
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MASALAH II
Seekor Tupai mula-mula berdiri di titik 0. Tupai itu dapat melompat ke kiri atau ke kanan.
Sekali melompat jumlahnya 2 satuan. Tupai telah melompat ke kanan dan berada di titik 8
sebelah kanan nol. Karena merasa tidak nyaman, tupai kemudian melompat lagi ke kiri
sebanyak 5 lompatan.
a. Berapa kali Tupai telah melompat? b. Dititik berapa posisi tupai sekarang?
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 11.
MASALAH I Bu Ani adalah seorang pedagang beras sedangkan Pak Tarno adalah seorang petani. Pada
musim panen pertama, Pak Tarno mendatangkan beras sebanyak 6 karung dan Bu Ani hanya mampu membayar 4 karung. Pada musim panen kedua, Pak Tarno mendatangkan lagi dua
kali lipat beras dari hasil panen pertama dan Bu Ani hanya mampu membayar setengah dari beras yang di datangkan pak Tarno. Sedangkan pada musim panen ketiga, Pak Tarno hanya
mendatangkan setengah dari total beras pada musim panen pertama. Hasil panen pada musim ketiga ini di bayar lunas oleh Bu Ani. a. Berapa total beras yang di datangkan oleh pak Tarno?
b. Berapa banyak beras yang belum dibayar oleh Bu Ani?
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MASALAH II
Seekor Tupai mula-mula berdiri di titik 0. Tupai itu dapat melompat ke kiri atau ke kanan.
Sekali melompat jumlahnya 2 satuan. Tupai telah melompat ke kanan dan berada di titik 8
sebelah kanan nol. Karena merasa tidak nyaman, tupai kemudian melompat lagi ke kiri
sebanyak 5 lompatan.
a. Berapa kali Tupai telah melompat? b. Dititik berapa posisi tupai sekarang?
92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 12.
.
MASALAH I Bu Ani adalah seorang pedagang beras sedangkan Pak Tarno adalah seorang petani. Pada musim panen pertama, Pak Tarno mendatangkan beras sebanyak 6 karung dan Bu Ani hanya
mampu membayar 4 karung. Pada musim panen kedua, Pak Tarno mendatangkan lagi dua kali lipat beras dari hasil panen pertama dan Bu Ani hanya mampu membayar setengah dari beras yang di datangkan pak Tarno. Sedangkan pada musim panen ketiga, Pak Tarno hanya
mendatangkan setengah dari total beras pada musim panen pertama. Hasil panen pada musim ketiga ini di bayar lunas oleh Bu Ani. a. Berapa total beras yang di datangkan oleh pak Tarno?
b. Berapa banyak beras yang belum dibayar oleh Bu Ani?
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MASALAH II
Seekor Tupai mula-mula berdiri di titik 0. Tupai itu dapat melompat ke kiri atau ke kanan.
Sekali melompat jumlahnya 2 satuan. Tupai telah melompat ke kanan dan berada di titik 8
sebelah kanan nol. Karena merasa tidak nyaman, tupai kemudian melompat lagi ke kiri
sebanyak 5 lompatan.
a. Berapa kali Tupai telah melompat? b. Dititik berapa posisi tupai sekarang?
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 13.
HASIL WAWANCARA GURU
a. Identitas Diri
1) Nama Guru : Rosmina Kharie, S.Pd
2) NIP : 19621011198403 2 011
3) Sekolah/Kelas : SMPN 1 Pulau Morotai/VII-A/B, VIII-B
4) Hari/Tanggal : Jumat, 10 Februari 2017
Keterangan: P = Peneliti, I = Informen
b. Pertanyaan penelitian
P : Ketika anda mengajarkan matematika, apakah anda sering menghubungkan
matematika dengan masalah dunia nyata? Apa alasannya?
I : Iya Sering. Apalagi pada topik pembelajaran tentang operasi bilangan bulat. Tapi
saya juga tidak harus melakukan seperti itu terus menerus karena saya juga harus
mempertimbangkan alokasi waktu yang saya miliki. Jika ditanya alasannya, maka
yang pastinya jika kita menghubungkan dunia nyata dengan masalah matematika hal
ini dapat memudahkan siswa dalam mempelajari masalah matematika. Akan tetapi
seperti yang saya sampaikan tadi bahwa kita dikejar-kejar oleh waktu. Makanya
sayapun jika mengajar hanya memfokuskan contoh-contoh dunia nyata yang sudah
tertera dalam buku paket.
P : Metode pembelajaran apa saja yang sering dilakukan dalam pembelajaran
matematika?
I : Kalau ditanya tentang metode, saya melakukan metode kolaborasi diantaranya yaitu
metode ceramah, tanya jawab, penugasan baik secara individu maupun kelompok, dan
lainnya yang disesuaikan dengan keadaan atau topik pembahasan. Untuk diskusi
kelompok yang seperti bapak (peneliti) buat menurut saya bagus juga, akan tetapi
menurut saya lagi-lagi kita kehabisan waktu. Maka untuk diskusi seperti itu, jujur saya
jarang sekali melakukan ketika mengajar matematika.
P : Apakah kamu merasa terbantu dengan pembelajaran seperti itu? Mengapa?
I : Iya saya merasa terbantu. Karena dengan pembelajaran seperti ini saya bisa
mengajar sesuai target yang telah ditetapkan oleh dinas maupun sekolah. Selain itu
juga saya langsung mengetahui siswa yang sudah mengerti atau belum dengan metode
tanya jawab tadi. Adapun hasil pekerjaan siswa juga maksimal ketika saya
memberikan tigas di rumah.
95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
P : Jika siswa salah menjawab soal atau pertanyaan guru, langkah apa saja yang anda
lakukan terhadap siswa?
I : Langkah-langkah yang saya lakukan adalah menjelaskan kembali materi yang belum
difahami oleh siswa tertentu. Jika saya sudah menjelaskan namun siswa masih belum
mengerti, saya juga sering memarahi mereka karena mungkin saja mereka tidak
mengulangi materi di rumah atau karena malas belajar di rumah. Bahkan saya juga
sering menghukum mereka agar mereka takut sehingga mereka lebih giat lagi
berusaha. Jujur saja jika kita mengacu pada UU Perlindungan anak, maka kita akan
mengalami kesulitan dalam mendidik siswa. Karna salah satu ciri khas kita di
Indonesia bagian timur adalah memiliki watak yang keras, maka menurut saya
pendidikan yang kita terapkan juga harus disesuaikan denngan lingkungan kita.
P : Bagaimana anda mengatasi siswa yang menurut anda siswa tersebut kurang berminat
untuk mempelajari matematika?
I : Saya mengatasinya dengan cara memotivasi siswa, misalnya tentang keterkaitan
ilmu matematika dengan bidang ilmu yang lain, serta mendorong siswa agar lebih giat
belajar. Hal-hal seperti itu saja yang sering saya lakukan untuk mendorong siswa agar
mereka bisa meminati matematika.
P : Apa tanggapan anda tentang model pembelajaran yang saya kembangkan ini?
I : Tanggapan saya yang pertama. Model pembelajaran yang bapak kembangkan adalah
sesuatu yang baru menurut saya dan kiranya dapat dikembangkan pada materi
pembelajaran matematika yang lain. Kemudian siswa lebih memahami pembelajaran
tersebut karna dibantu dengan alat peraga yang telah disediakan oleh bapak pada saat
penelitian. Menurut saya hal seperti itu sangat membantu untuk mengurani tingkat
keabstrakan matematika, sehingga siswa tidak lagi memandang bahwa matematika
adalah bidang ilmu yang mengkaji hal-hal yang abstrak saja, akan tetapi mereka akan
menganggap bahwa matematika juga bisa diperagakan dengan menggunakan alat
peraga seperti ini.
96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 14.
HASIL WAWANCARA SISWA I
a. Identitas Diri
1) Nama : M. Rendi Pagaya
2) Sekolah/Kelas : SMPN 1 Pulau Morotai/VII-A
3) Hari/Tanggal : Selasa, 7 Februari 2017
Keterangan: P = Peneliti, I = Informen
b. Pertanyaan penelitian
P : Apakah kamu senang belajar matematika? Apa alasannya?
I : Saya kurang senang. Karena pelajaran matematika membutuhkan hafalan yang kuat.
Misalnya hafal rumus yang banyak, menghafal perkalian, menghafal simbol
matematika, pintar menghitung dan lain-lain. Hal seperti inilah membuat saya kurang
senang belajar matematika.
P : Jika guru mengajarkan matematika dengan cara menghubungkan masalah dunia
nyata dengan matematika, menurut kamu apakah pembelajaran seperti ini dapat
membantu meningkatkan pengetahuan kamu?
I : Iya. Mungkin iya. Namun selama saya kelas 6 SD hingga sekarang sudah jarang saya
temui ada guru yang mengajar matematika dengan cara menghubungkan dengan
masalah dunia nyata. Jika ada guru yang setiap mengajar dengan model pembelajaran
seperti ini, saya rasa akan sangat membantu.
P : Bagaimana perasaan kamu setelah mengikuti pembelajaran seperti ini?
I : Saya merasa tertarik karena lebih menyenangkan, tidak merasa tertekan, saya dan
teman-teman saling terlibat dalam menyelesaikan soal dengan gambaran kartu angka
ini, semacam permainan namun di dalam proses pembelajaran yang serius.
P : Apakah kamu merasa terbantu dengan pembelajaran seperti ini? Mengapa?
I : Iya. Sangat merasa terbantu karena ternyata matematika dapat diajarkan dengan cara
yang menarik, santai tapi serius. Bahkan lebih mudah difahami dengan adanya angka-
angka dalam kartu perhitungan tersebut.
P : Apakah guru matematika sering memberi kesempatan pada siswa berdiskusi di
kelas?
I : Ibu guru sangat jarang sekali memberikan kesempatan kepada kami berdiskusi
seperti yang dilakukan pak Akmal. Kami belajar masing-masing kelas. Jika saya tidak
97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengerti dengan penjelasan ibu guru saya langsung bertanya kepada ibu guru. kadang
saya datang belajar ke rumah teman yang sudah paham dengan materi yang diajarkan
ibu guru.
P : Apakah guru kamu sering memarahi, jika kamu salah menjawab soal atau
pertanyaan?
I : Iya. Guru matematika saya tidak seperti guru-guru yang lain. saya sering melihat ibu
guru marah-marah ketika kita belajar matematika. Saya juga sering dihukum jika saya
tidak bisa menjawab.
98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 15.
HASIL WAWANCARA SISWA II
a. Identitas Diri
1) Nama : Suciawati Rio
2) Sekolah/Kelas : SMPN 1 Pulau Morotai/VII-A
3) Hari/Tanggal : Selasa, 7 Februari 2017
Keterangan: P = Peneliti, I = Informen
b. Pertanyaan penelitian dan jawaban informen (siswa)
P : Apakah kamu senang belajar matematika? Apa alasannya?
I : Tidak. Alasannya karena matematika pelajaran yang paling sulit difahami karena
terlalu banyak rumus. Tidak mudah dalam sekali belajar belum tentu langsung
difahami, jadi belajar matematika butuh waktu yang panjang.
P : Jika guru mengajarkan matematika dengan cara menghubungkan masalah dunia
nyata dengan matematika, menurut kamu apakah pembelajaran seperti ini dapat
membantu meningkatkan pengetahuan kamu?
I : Iya. Dapat membantu saya. Contoh seperti masalah matematika yang pak Akmal
sampaikan kepada kami itu merupakan masalah kehidupan sehari-hari. Makanya saya
lebih muda menjawab masalah matematika tersebut.
P : Bagaimana perasaan kamu setelah mengikuti pembelajaran seperti ini?
I : Saya senang. Karena pak Akmal tidak menilai jawaban kami benar atau salah.
Kemudian kami juga bisa menyelesaikan masalah matematika dengan ide kami
sendiri. Berbeda dengan ibu guru yang harus berdasarkan cara yang telah tertulis di
dalam buku matematika atau sama seperti yang ditunjukkan oleh ibu guru.
P : Apakah kamu merasa terbantu dengan pembelajaran seperti ini? Mengapa?
I : Iya. Karena saya dibimbing dalam menyelesaikan soal matematika. Misalnya jika
jawaban kami belum tepat maka pak Akmal langsung menanyakan kepada kami
misalnya darimana kalian menemukan hasil ini, mengapa hasilnya seperti ini, dan
lain-lain. sehingga dari pertanyaan seperti itu kami bisa memperbaiki jawaban jika
kurang tepat.
P : Apakah guru matematika sering memberi kesempatan pada siswa berdiskusi di
kelas?
I : Ibu guru belum pernah melakukan diskusi di kelas. Kami belajar sendiri-sendiri
saja. 99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
P : Apakah guru kamu sering memarahi, jika kamu salah menjawab soal atau
pertanyaan?
I : Iya. Ibu guru sering marah-marah jika kita salah menjawab soal yang diberikan ibu
guru. Saya pernah di pukul karna jawaban saya salah dan tidak selesai mengerjakan
soal yang diberikan oleh ibu Ros. Bahkan saya pernah di jemur karna saya lupa
mengahafal perkalian 7 sampai 9.
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 16.
HASIL WAWANCARA SISWA III
a. Identitas Diri
1) Nama : Siti Nurcholifatun Musiam
2) Sekolah/Kelas : SMPN 1 Pulau Morotai/VII-A
3) Hari/Tanggal : Selasa, 7 Februari 2017
Keterangan: P = Peneliti, I = Informen
b. Pertanyaan penelitian
P : Apakah kamu senang belajar matematika? Apa alasannya?
I : Iya saya senang. Alasan saya karena matematika merupakan ilmu yang selalu hadir
dalam kehidupan kita sehari-hari dan sangat berpengaruh dalam kehidupan kita.
Misalnya agar saya tidak dibodohi oleh orang tentang jual beli maka saya harus
belajar matematika.
P : Jika guru mengajarkan matematika dengan cara menghubungkan masalah dunia
nyata dengan matematika, menurut kamu apakah pembelajaran seperti ini dapat
membantu meningkatkan pengetahuan kamu?
I : Iya. Pembelajaran seperti itu akan menambah pengetahuan matematika saya. Dengan
menghubungkan dunia nyata saya lebih cepat memahami karena jika contoh yang
ditunjukkan pak guru merupakan kehidupan saya sehari-hari maka yang seperti itu
membuat saya lebih cepat memahami matematika.
P : Bagaimana perasaan kamu setelah mengikuti pembelajaran seperti ini?
I : Saya sangat senang dengan pembelajaran yang pak guru Akmal sampaikan. Karena
cara mengajar pak Akmal berbeda dengan ibu Ros. Misalnya jika jawaban kami salah
pak Akmal tidak langsung marah-marah tapi mengarahkan kami hingga kami bisa
menemukan jawabannya.
P : Apakah kamu merasa terbantu dengan pembelajaran seperti ini? Mengapa?
I : Iya. Saya merasa terbantu. Karena saya dapat menyelesaikan soal matematika yang
pak Akmal berikan tanpa harus lebih banyak menghitung seperti yang di ajarkan ibu
guru Ros. Kalau seperti yang di ajarkan pak Akmal saya tinggal menyusun alat peraga
dan menemukan hasilnya. Kemudian saya juga terbantu dengan pembelajarn yang
dilakukan dalam bentuk kelompok.
101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
P : Apakah guru matematika sering memberi kesempatan pada siswa berdiskusi di
kelas?
I : Ibu guru jarang melakukan diskusi di kelas. Kita hanya disuruh mengerjakan soal
latihan yang telah dibuat oleh ibu guru, setelah itu dikumpulkan langsung ke ibu guru
dan hasilnya akan dikembalikan pada pertemuan berikut.
P : Apakah guru kamu sering memarahi, jika kamu salah menjawab soal atau
pertanyaan?
I : Iya. Sering dimarahi, ibu guru sering melempar siswa dengan penghapus jika siswa
tidak memperhatikan penjelasan ibu guru. Ibu guru juga sering cubit di hidung sampai
keluar air mata. Saya juga pernah dilempar denga penghapus, kemudian saya diminta
untuk mengantarkan penghapus dan ibu guru menampar saya.
102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 17.
DOKUMENTASI KEGIATAN PEMBELAJARAN
Gambar 1.
Peneliti bersama siswa sedang melakukan tindakan pembelajaran
Gambar 2.
Siswa sedang mengerjakan LKS dalam bentuk kelompok dan diawasi oleh Guru bidang studi
103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 3.
Suasana kerja kelompok
Gambar 4.
Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok
104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 5.
Siswa sedang mengikuti tes yang dilakukan oleh peneliti
105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 18.
DOKUMENTASI KEGIATAN KELOMPOK DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA MENGGUNAKAN ALAT PERAGA
Siswa sedang menyelesaikan Masalah I dengan menggunakan alat peraga (kelompok 2)
106
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Siswa sedang menyelesaikan Masalah II dengan menggunakan alat peraga (kelompok4)
107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran: 19
DOKUMENTASI WAWANCARA GURU DAN SISWA
SMP NEGERI 1 PULAU MOROTAI
Peneliti sedang mewawancarai guru matematika dan siswa kelas VII-A SMP Negeri 1
Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara
108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI