PENGALAMAN KERJASAMA PEMBANGUNAN
LAPORAN PEMANTAUAN LAPANGAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BILATERAL
MENUJU PEMBANGUNAN YANG LEBIH BAIK
DIREKTORAT PENDANAAN LUAR NEGERI BILATERALBADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
2014
DIREKTORAT PENDANAAN LUAR NEGERI BILATERALBADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
2014
PEN
GALA
MAN K
ERJA
SAM
A P
EMBANGUNAN M
ENUJU
PEM
BANGUNAN Y
ANG LEB
IH B
AIK
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas iii
TIM PENYUSUN
Penanggung Jawab : Wismana Adi Suryabrata
(Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan)
Tim Perumus : Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral
Kennedy Simanjutak
Ria Widati
Lusiana Murty
Kurniawan Ariadi
Deti Kusmalawati
Ahmad Fitriyadi
Mesi Purnamasari
Mohamad Firda Fauzan
Husnul Hayyah
Wiwit Widodo
Tim Pendukung : Dimas Hartanto
Meita Puspitasari
Alif Nugroho
Andrei Setiawan
iv direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas v
KATA PENGANTAR
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2010 – 2014 antara lain
memberikan arahan kebijakan pemanfaatan pinjaman dan hibah luar negeri
(PHLN). Dalam RPJMN tersebut dinyatakan bahwa pemanfaatan PHLN harus
dilihat tidak hanya dari sisi pendanaan tetapi juga sebagai sarana untuk
bertukar informasi dan pembelajaran dalam rangka memperkuat dan
menyempurnakan sistem perencanaan, anggaran, pengadaan, pemantauan
dan evaluasi nasional serta kapasitas kelembagaan dan sumber daya
manusia. RPJMN 2010 -2014 juga memberikan arahan bahwa untuk
meningkatkan kualitas pemanfaatan PHLN perlu dilakukan penguatan kualitas
pemantauan dan evaluasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 7 Tahun 2012,
Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral menjalankan beberapa fungsi,
salah satunya adalah pemantauan, evaluasi dan penilaian kinerja
pelaksanaan rencana kebijakan pendanaan luar negeri bilateral dan
kerjasama pembangunan bilateral. Fungsi pemantauan, evaluasi dan
penilaian kinerja tersebut dilaksanakan antara lain melalui (i) rapat rutin
triwulanan pemantauan PHLN untuk memantau perkembangan penyerapan
dana pinjaman/hibah dan pencapaian output proyek; (ii) rapat koordinasi
antara kementerian/lembaga/BUMN/ pemda untuk pemecahan permasalahan
khusus; dan (iii) pemantauan langsung ke lapangan (kunjungan ke lokasi
proyek) atau indepth monitoring.
Kegiatan indepth monitoring oleh Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral
mulai dilaksanakan sejak akhir tahun 2012 menyusul diterbitkanya Peraturan
Menteri PPN/ Kepala Bappenas No. 7 Tahun 2012. Indepth monitoring yang
dilaksanakan dimaksudkan untuk mengetahui secara riil capaian output dan
perkembangan pelaksanaan proyek dan untuk menemukan masalah serta
mencari solusi khususnya solusi jangka pendek sehingga pelaksanaan proyek
berjalan lancar. Dalam pelaksanaannya kegiatan indepth monitoring tersebut
juga mendapatkan beberapa temuan yaitu: (i) upaya yang dilakukan oleh
pelaksana proyek untuk mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan
kegiatan sehingga proyek tetap dapat berjalan semaksimal mungkin sesuai
dengan rencana; (ii) hal-hal yang secara substansial merupakan sesuatu yang
baru yang dilaksanakan di Indonesia antara lain desain proyek dan substansi
proyek.
vi direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Temuan-temuan tersebut merupakan hal yang penting karena temuan-temuan
tersebut dapat (i) menjadi lessons learnt baik untuk kementerian/lembaga
executing agency yang bersangkutan atau untuk kementerian/lembaga/
BUMN/pemda lainnya; (ii) menjadi bahan rujukan untuk replikasi kegiatan di
waktu dan lokasi yang lain dengan dana sendiri (Rupiah murni atau dana
BUMN) atau dijadikan rujukan untuk perbaikan sistem (perencanaan,
penganggaran dan pelaksanaan proyek) baik dari aspek administrasi
keuangan dan kelembagaan; dan (iii) menjadi rujukan untuk menjamin
keberlanjutan atau sustainabilility proyek sehingga output proyek tersebut
dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Pada tahun 2014, Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral telah
mengadakan indepth monitoring pada 18 proyek. Kedelapan belas proyek
tersebut terdiri atas 6 proyek yang telah selesai dilaksanakan dan 12 proyek
yang dalam tahap pelaksanaan. Berdasarkan skema pendanannya, proyek-
proyek tersebut terdiri atas 13 proyek yang dibiayai pinjaman dan 5 proyek
dibiayai hibah. Buku ini pada dasarnya memuat laporan hasil indepth
monitoring tersebut. Buku laporan ini juga memuat catatan lessons learnt dari
pelaksanaan masing-masing proyek dan catatan secara umum atas lessons
learnt dari proyek-proyek tersebut. Lessons learnt yang diangkat dalam
laporan ini sudah barang tentu dipengaruhi oleh jenis kegiatan, pelaksana
kegiatan dan kinerja pelaksanaan proyek. Lessons learnt tersebut bukan saja
terkait dengan substansi melainkan juga terkait manajemen atau pengelolaan,
sesuatu yang amat penting dan sangat menentukan tercapai tidaknya tujuan
suatu kegiatan.
Sebelumnya pada tahun anggaran 2013, Direktorat Pendanaan Luar Negeri
Bilateral juga telah melaksanakan indepth monitoring. Dari kegiatan tahun
2013 tersebut didapat beberapa lessons learnt yaitu mengenai: (i) manajemen
proyek untuk mencapai titik efisiensi yang optimal dengan memanfaatkan
advantages pinjaman luar negeri (kepastian waktu dan ketersediaan dana); (ii)
pengembangan model kerjasama/linkage antara lembaga penelitian/
perguruan tinggi, dunia usaha, dan pemerintah dalam peningkatan produksi
peternakan dan hortikultura; dan (iii) pengelolaan hibah yang melibatkan
secara efektif pemerintah daerah. Hasill indepth monitoring beserta lessons
learnt tersebut telah dipaparkan dan dibahas dalam suatu seminar yang
diadakan pada tanggal 6 Februari 2014. Paparan pengantar pada seminar
tersebut disajikan dalam lampiran buku ini.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas vii
Pada ruang ini, kami juga menyampaikan penghargaan dan terima kasih
kepada para pelaksana proyek khususnya yang berada di lapangan atas kerja
keras dan cerdas untuk melaksanakan dan menuntaskan proyek-proyek
tersebut termasuk mencari berbagai cara untuk mengatasi berbagai tantangan
dan hambatan yang muncul selama pelaksanaan proyek. Terima kasih juga
kami sampaikan kepada para project management unit di kementerian/
lembaga/BUMN terkait yang turut memberikan dukungan dan menyertai tim
Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral melaksanakan indepth monitoring.
Semoga buku laporan ini dapat bermanfaat setidaknya sebagai alat bantu
untuk untuk meningkatkan kualitas pemanfaatan PHLN dan untuk terjadinya
proses pembelajaran dalam rangka memperkuat dan menyempurnakan
sistem perencanaan, anggaran, pengadaan, pemantauan dan evaluasi
nasional serta kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia.
Jakarta, Desember 2014
Tim Penyusun
Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral, Bappenas
viii direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Halaman ini sengaja dikosongkan
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas ix
DAFTAR ISI
TIM PENYUSUN ........................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... v
BAB I CATATAN DARI PEMANTAUAN: PENINGKATAN KUALITAS
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN UNTUK MENGOPTIMALKAN MANFAAT
KERJASAMA ................................................................................................................. 1
BAB II LAPORAN KUNJUNGAN PEMANTAUAN LAPANGAN ............................... 13
EINRIP PAKET ESS-05 dan ESS-06 ....................................................................... 15
Tayan Bridge Construction ....................................................................................... 21
Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan ....................................................... 29
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 ........................................................... 35
Lower Solo River Improvement Project (LSRIP), Phase II ....................................... 45
Denpasar Sewerage Development Project (DSDP) II .............................................. 53
The Improvement of the Mohammad Hoesin Hospital Palembang .......................... 63
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant Project (2x50 MW) ................................ 71
Keramasan Power Plant Extension Project .............................................................. 79
Strengthening West Kalimantan Power Grid ............................................................ 83
CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton Steam Power Plant 1 & 2 ......... 91
The Construction of Surabaya – Madura Bridge (Jembatan Suramadu) ................. 95
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City dan
Aceh Reconstruction Project : Sub-sektor drainase ............................................... 105
Forest Climate Change Programme ....................................................................... 113
Regional Economic Development........................................................................... 123
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA) .......................... 131
Indonesia – Korea ICT Training Center .................................................................. 139
Banda Aceh to Calang Road Project ...................................................................... 145
LAMPIRAN .................................................................................................................... xi
Paparan Pengantar Seminar Pembelajaran (Lessons Learnt Sharing) Proyek-
Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Bilateral .................................................... xi
x direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Halaman ini sengaja dikosongkan
Bab I Catatan dari Pemantauan
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 1
BAB I
CATATAN DARI PEMANTAUAN:
PENINGKATAN KUALITAS PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN
UNTUK MENGOPTIMALKAN MANFAAT KERJASAMA
Sebagaimana diuraikan dalam Kata Pengantar buku ini, sesuai arah kebijakan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2010 – 2014
pemanfaatan pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) harus dilihat tidak hanya
dari sisi pendanaan tetapi juga sebagai sarana untuk bertukar informasi dan
pembelajaran dalam rangka memperkuat dan menyempurnakan sistem
perencanaan, anggaran, pengadaan, pemantauan dan evaluasi nasional serta
kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia. Pemanfaatan PHLN
sebagai sarana pembelajaran merupakan salah satu pilar dari tiga pilar
pelaksanaan kerjasama pembangunan selama lima tahun terakhir. Dua pilar
lainnya adalah peningkatan investasi dan kerjasama internasional.
Pemantauan langsung ke lapangan (kunjungan ke lokasi proyek) atau indepth
monitoring dilakukan untuk menggali lebih banyak pembelajaran (lessons
learnt) dari pelaksanaan kerjasama pembangunan termasuk mengidentifikasi
permasalahan yang muncul yang dapat mengurangi potensi hasil
pembelajaran.
Bab I Catatan dari Pemantauan
2 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Pada tahun 2014, Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral mengelola dan
memantau kinerja dari sekitar 82 proyek pinjaman luar negeri dan beberapa
proyek hibah. Dari lebih dari 82 proyek PHLN tersebut, telah dilaksanakan
pemantauan langsung (indepth monitoring) atas 18 proyek. Dilihat dari skema
pendanaannya, ke-18 proyek tersebut terdiri dari 13 proyek pinjaman dan 5
proyek hibah. Dari status pelaksanaannya, terdiri atas 12 proyek sedang
berjalan dan 6 proyek telah selesai dilaksanakan. Sementaa dilihat dari
executing agency-nya, dari 18 proyek tersebut, 9 proyek di bawah
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 1 proyek di bawah
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 1 proyek di bawah
Kementerian Kesehatan, 1 proyek di bawah Kementerian Komunikasi dan
Informatika, 2 proyek di bawah Bappenas, dan 4 proyek di bawah PT PLN
(Persero). Rincian ke-18 proyek tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 1 Proyek-Proyek PHLN Bilateral yang Dilakukan Indepth Monitoring pada Tahun
2014
Skema
Pendanaan Sedang Berjalan Telah Selesai
Pinjaman Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
i. Komering Irrigation
Project Stage II
ii. Lower Solo River
Improvement Project
(LSRIP) Phase II
iii. East Indonesia National
Roads Improvement
Project (EINRIP) Paket
ESS-05 dan ESS-06
iv. Aceh Reconstruction
Project
v. Tayan Bridge
Construction
vi. Denpasar Sewerage
Development Project
(DSDP)
Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
i. The Construction of
Surabaya-Madura Bridge
ii. Rehabilitation of Drainage
System of Banda Aceh and
Lhokseumawe City
PT PLN
i. Keramasan Power Plant
Extension Project
ii. CLA-4 Rehabilitation and
Modernization of Paiton
Steam Power Plant 1 & 2
Bab I Catatan dari Pemantauan
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 3
Kementerian Kesehatan
i. The Improvement of the
Mohammad Hosein
Hospital Palembang
PT PLN
i. Parit Baru Coal Fired
Steam Power Plant
Project (2x50 MW)
ii. Strengthening West
Kalimantan Power Grid
Hibah Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan
i. Forest Climate Change
Program
Bappenas
i. Regional Economic
Development
ii. Indonesia Cooperative
Business Development
Alliance
Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
i. Aceh-Calang Road
Kementerian Komunikasi
dan Informatika
i. Indonesia-Korea ICT
Training Center
Pelaksanaan pemantauan langsung atas 18 proyek PHLN pada tahun 2014
menghasilkan beberapa pembelajaran dan catatan yang dapat dijadikan
sebagai bahan masukan bagi proyek-proyek yang bersangkutan guna
perbaikan kinerja, serta sebagai referensi bagi pelaksanaan proyek sejenis di
masa yang akan datang. Laporan dari kegiatan pemantauan tersebut di atas
disajikan secara lengkap pada Bab II buku ini, sementara pembelajaran umum
dari kegiatan pemantauan dapat disarikan sebagai berikut.
1. Pemanfaatan Teknologi dan Proses Alih Teknologi
Salah satu yang diharapkan pemerintah dari pelaksanaan proyek-proyek
PHLN adalah terjadinya transfer pengetahuan/teknologi yang dapat
memperbaiki kapasitas sumber daya manusia dan berkontribusi kepada
peningkatan inovasi dalam negeri dan daya saing nasional. Dilihat dari sisi
pemanfaatan teknologi, proyek-proyek pinjaman dan hibah luar negeri yang
Bab I Catatan dari Pemantauan
4 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
telah dipantau pada tahun 2014 menggunakan baik teknologi baru maupun
teknologi sederhana.
Proyek-proyek yang menggunakan teknologi baru terdapat antara lain pada
proyek Construction of Surabaya-Madura Bridge. Proyek ini merupakan salah
contoh dari proyek PHLN yang dianggap berhasil dari sisi pemanfaatan
teknologi. Proyek Jembatan Surabaya – Madura menerapkan teknologi yang
relatif baru di Indonesia pada saat itu yakni Structural Health Monitoring
System (SHMS). Teknologi ini dapat mendeteksi kerusakan pada jembatan
secara lebih dini sehingga biaya rehabilitasi atau perawatan yang dikeluarkan
menjadi lebih efisien serta umur jembatan dapat diperpanjang. Selain itu
Jembatan Surabaya – Madura (Suramadu) juga memperkenalkan desain
jembatan dengan jalur khusus untuk pengendara motor. Keberadaan
Jembatan Suramadu tidak hanya berhasil mencapai tujuan utama
pembangunannya yakni mendorong dan mempercepat pengembangan
infrastruktur dan pembangunan ekonomi terutama untuk wilayah Madura,
tetapi juga berhasil menjadi referensi ataupun direplikasi bagi penerapan
teknologi dalam pembangunan infrastruktur sejenis di wilayah lain di
Indonesia. Sebagai contoh pembangunan jalan tol Nusa Dua – Ngurah Rai –
Benoa di Provinsi Bali juga menambahkan jalur khusus untuk kendaraan
bermotor roda dua seperti yang ada pada Jembatan Suramadu.
Proyek CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton Steam Power Plant
1&2 , yang menerapkan metode life time assesment pada peralatan utama
pembangkit listrik tenaga uap, merupakan contoh yang lain. Proyek ini
dilaksanakan untuk meningkatkan kinerja PLTU Paiton (2x400 MW) yang
mulai mengalami penurunan efisiensi karena usia. Metode life time
assesment yang diterapkan pada proyek ini mampu meningkatkan efisiensi,
mempertahankan daya mampu pembangkit dengan usia hampir 20 tahun,
serta memperpanjang life time peralatan. Dalam pelaksanaannya, meskipun
kontraktor proyek ini berasal dari Jepang, beberapa pekerjaan seperti design
review and approval drawing, supervisi konstruksi serta jasa sertifikasi dan
comissioning dilaksanakan oleh PT PLN. Pembagian kerja semacam ini
memerlukan komunikasi yang intensif antara PT PLN dan pihak konraktor
dari Jepang sehingga alih pengetahuan dan teknologi dapat berjalan dengan
baik. Penerapan metode life time assessment pada peralatan utama PLTU
serta implementasi scope of work proyek terbukti cukup efektif meningkatkan
Bab I Catatan dari Pemantauan
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 5
efisiensi pembangkit Paiton 1 dan 2. Metode rehabilitasi dan modernisasi
yang digunakan pada proyek Paiton 1 dan 2 dapat menjadi referensi ataupun
direplikasi pada proyek rehabilitasi PLTU lainnya di Indonesia.
Sistem pembagian kerja antara pihak Indonesia dengan pihak kontraktor
asing yang diterapkan pada proyek CLA-4 Paiton Steam Power Plant juga
dilaksanakan pada Parit Baru Coald Fired Steam Power Plant Project dan
Tayan Bridge Construction. Pada proyek pembangkit listrik Parit Baru di
Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat, pekerjaan review design dan
supervisi dilaksanakan oleh PT PLN Enjinering sedangkan pekerjaan
konstruksi dilaksanakan oleh perusahaan asing. Pada proyek pembangunan
Jembatan Tayan di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat, pekerjaan review
design dan supervisi dilaksanakan oleh perusahaan nasional yang
melibatkan akademisi dari Universitas Tanjungpura, sementara pekerjaan
konstruksi dilaksanakan oleh kontraktor dari RRT bekerjasama dengan
kontraktor nasional. Adanya pembagian kerja antara perusahaan nasional
dengan kontraktor asing mempermudah terjadinya alih pengetahuan dan
teknologi.
Alih pengetahuan dan teknologi juga terjadi dengan baik pada Proyek
Denpasar Sewerage Development Project II yang menggunakan teknik pipe
jacking dalam konstruksi dan pemasangan pipa pengelolaan air limbah di
kawasan padat.
Lessons learnt atau alih pengetahuan pada proyek-proyek PHLN bukan hanya
melibatkan teknologi tingkat tinggi atau hard knowledge melainkan juga terkait
manajemen atau pengelolaan, sesuatu yang amat penting dan sangat
menentukan tercapai tidaknya tujuan suatu kegiatan.
Proyek Lower Solo River Improvement Project Phase II dan proyek Komering
Irrigation Project Stage II Phase 2 merupakan proyek yang menerapkan
tekonogi yang sebenarnya sudah dikuasai tenaga-tenaga ahli nasional dan
menggunakan material yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri. Akan
tetapi melalui kedua proyek tersebut, pihak pelaksana proyek dapat belajar
dari cara kerja dan manajerial tenaga konsultan asing yang mengerjakan
sebagian besar paket pekerjaan jasa konsultansi baik engineering design
maupun manajemen. Penggunaan jasa konsultan asing dari Jepang pada
Bab I Catatan dari Pemantauan
6 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
proyek ini memberikan manfaat pembelajaran dari segi kemampuan
manajemen proyek dan keterampilan koordinasi di lapangan sehingga
pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih efisien dan efektif. Pembelajaran
ini sangat penting dan relevan apalagi bila dikaitkan dengan salah satu
prioritas/program utama Pemerintahan Presiden Joko Widodo yaitu
swasembada yang di dalamnya melekat pembangunan irigasi.
Demikian pula halnya dengan proyek Indonesia Cooperative Business
Development Alliance. Metode yang diterapkan dalam proyek ini dan
pembelajaran yang diperoleh dari kerjasama dengan National Cooperative
Business Association dapat digunakan untuk mendukung program
swasembada pangan dan peningkatan peran koperasi Indonesia. Dengan
meningkatkan teknik paska produksi dan menjamin akses pasar dengan
memanfaatkan jaringan yang dimiliki NCBA, melalui proyek ini para petani
mampu meningkatkan produksi vanili dan singkong serta meningkatkan
pendapatan petani
2. Kurangnya Optimasi Peluang Alih Pengetahuan
Proyek-proyek PHLN pada dasarnya dirancang untuk memberikan nilai
tambah pada perekonomian nasional dan sekaligus sebagai sarana untuk
belajar dan mendapatkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru. Akan tetapi,
dalam pelaksanaanya niatan tersebut tidak sepenuhnya dapat terwujud. Dari
kegiatan pemantauan yang dilaksanakan selama tahun 2014, dapat dicatat
beberapa hal yang menyebabkan kurang optimalnya atau tidak tercapainya
proses alih pengetahuan dan teknologi ataupun yang menyebabkan kurang
optimalnya pemanfaatan teknolgi yang didapat.
Indonesia-Korea Information and Communication Technology (ICT) Training
Center atau Balai Pelatihan dan Pengembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (BPPTIK) yang merupakan proyek hibah dari KOICA dibangun
dengan tujuan menjadi center of excellence yang menghasilkan tenaga kerja
terlatih di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK). BPPTIK yang
berlokasi di kawasan industri Cikarang Bekasi, memiliki kemampuan untuk
memberikan pelatihan kepada sekitar 4000 peserta dalam setahun. Balai ini
diharapkan dapat berperan penting dalam memfasilitasi pertemuan antara
pencari kerja dengan pengguna tenaga kerja di bidang TIK. Konsep yang
Bab I Catatan dari Pemantauan
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 7
dikembangkan dalam proyek ini merupakan embrio dari suatu technopark.
Namun, sejak diresmikan pada tahun 2011 sampai dengan saat pemantauan
dilaksanakan, BPPTIK belum bisa berfungsi sebagaimana yang direncanakan.
Pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika masih menunggu
diterbitkannya Peraturan Presiden mengenai Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) yang memungkinkan pihak Balai memungut biaya dan
menggunakan pemasukan tersebut untuk operasional dan pengembangan.
Hal ini menunjukan bahwa pada saat perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan, pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak
menyiapkan kelembagaan dan peraturan perundangan pendukung
pelaksanaan fungsi dan tujuan BPPTIK.
Pada Proyek Construction of Surabaya-Madura Bridge, alih teknologi
pembangunan jembatan tidak bisa terjadi secara maksimal karena pengaturan
kontrak yang membuat pihak kontraktor asing secara ekslusif mengerjakan
pembangunan approach bridge dan main bridge tanpa melibatkan kontraktor
lokal. Selain itu transfer dokumen terkait pemeliharaan teknis paska
konstruksi juga tidak diatur dengan jelas dalam kontrak sehingga pada saat
jembatan selesai dibangun, kontraktor asing tidak menyampaikan dokumen
spesifikasi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeliharaan jembatan
(komponen approach bridge dan main bridge) kepada Kementerian Pekerjaan
Umum. Pelajaran yang bisa diambil dari kasus ini adalah proses alih teknologi
harus dirancang dengan jelas baik pada saat perencanaan maupun pada saat
pengaturan kontrak pekerjaan (pekerjaan engineering design, konstruksi dan
supervisi maupun pada pekerjaan pemeliharaan). Dalam kerangka peraturan
perundangan dan prosedur yang berlaku, executing /implementing agency
perlu mengusahakan pembuatan kontrak yang memungkinkan adanya
interaksi riil dan teknis antara konsultan/kontraktor negara pemberi pinjaman
dengan konsultan/kontraktor Indonesia pada setiap tahapan proyek.
Pada proyek Improvement of the Mohammad Hosein Hospital Palembang
pemanfaatan teknologi peralatan medis yang diadakan dalam rangka proyek
ini menjadi kurang optimal karena berlarut-larutnya proses penyiapan dan
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Akibatnya, ketika peralatan
difungsikan, usia teknologi peralatan tersebut sudah mendekati end of life
milestone and date. Selain itu manajemen operasional pelayanan dan
kebersihan serta hygienity nampaknya belum mendapatkan perhatian lebih.
Bab I Catatan dari Pemantauan
8 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Kedua hal tersebut menyebabkan tidak maksimalnya fungsionalisasi sistem
dan peralatan yang diadakan dan berpotensi mengurangi kepercayaan publik
kepada rumah sakit meskipun rumah sakit telah dilengkapi dengan peralatan
dan sistem yang lebih canggih dan mutakhir.
Berkaitan dengan transfer pengetahuan dan teknologi dari sebuah proyek,
terdapat hal yang cukup penting untuk diperhatikan yaitu keberadaan laporan
proyek yang secara lengkap mendokumentasikan setiap tahap atau proses
implementasi proyek. Dengan demikian pembuatan laporan yang hanya
menekankan pada dokumen Project Completion Report (PCR) tidaklah
cukup. Laporan proyek yang mendokumentasikan proses implementasi
proyek diperlukan untuk membentuk knowledge management/ institutional
memory yang kuat yang dijadikan referensi bagi pelaksanaan proyek-proyek
sejenis di masa yang akan datang.
3. Ketepatan Waktu Pelaksanaan: Masalah Lahan dan Proses
Pengadaan
Kinerja proyek-proyek PHLN kerap disorot terutama karena rendahnya
penyerapan dan terlambat dari jadwal yang direncanakan. Dari pelaksanaan
pemantauan atas ke-18 proyek tersebut ternyata dapat diketahui bahwa
pelaksanaan proyek Keramasan Power Plant Extension Project dapat
diselesaikan sebelum berakhirnya batas waktu loan agreement. Hal ini
memang merupakan sesuatu yang sangat langka terjadi pada proyek-proyek
konstruksi khususnya proyek-proyek kelistrikan. Kunci keberhasilan ini adalah
ketersediaan dan kesiapan lahan sebelum efektifnya loan agreement.
Hal berbeda terjadi pada proyek Strengthening West Kalimantan Power Grid
yang mengahadapi kendala belum terbitnya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta masalah
pembebasan lahan milik masyarakat karena belum adanya kesepakatan
harga lahan. Kendala sulitnya pembebasan lahan milik masyarakat yang
kemudian mempengaruhi kelancaran pelaksanaan proyek juga terjadi pada
East Indonesia National Roads Improvement Project (EINRIP), Komering
Irrigation Project Stage II Phase 2 dan Lower Solo River Improvement Project
Phase II.
Bab I Catatan dari Pemantauan
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 9
Sementara itu, pada proyek Improvement of the Mohammad Hoesin Hospital
Palembang, lahan untuk proyek tersebut masih dalam kawasan rumah sakit
sehingga pihak pelaksana proyek tidak perlu menyediakan atau menyiapkan
lagi lahan untuk pembangunan. Meskipun demikian, pelaksanaan proyek ini
melampaui batas waktu loan agreement. Proyek yang direncanakan selesai
tahun 2006 tersebut harus diperpanjang tiga kali sampai dengan awal tahun
2015. Lamanya proses pengadaan, akibat lemahnya koordinasi perencanaan
dan pengambilan kebijakan internal Kementerian Kesehatan (Kantor Pusat
dan Rumah Sakit), merupakan faktor penyebab berlarut-larutnya pelaksanaan
dan penyelesaian proyek.
Kasus proyek-proyek tersebut menunjukkan bahwa penyediaan lahan serta
proses pengadaan yang didukung oleh koordinasi kelembagaan dan
perencanaan yang baik merupakan kunci penyelesaian proyek secara tepat
waktu. Sudah barang tentu, hal ini bukan saja untuk proyek-proyek yang
dibiayai PHLN namun berlaku juga untuk proyek-proyek yang dibiayai dana
Rupiah murni APBN/APBD.
4. Kelembagaan dan Keberlanjutan
Pada bagian Kata Pengantar buku ini disebutkan bahwa temuan-temuan
selama indepth monitoring merupakan hal yang penting karena temuan-
temuan tersebut menjadi rujukan untuk menjamin keberlanjutan atau
sustainabilility proyek sehingga output proyek tersebut dapat dimanfaatkan
secara maksimal.
Masalah keberlanjutan proyek menjadi sorotan pelaksanaan indepth
monitoring. Dari pelaksanaan pemantauan lapangan ke-18 proyek tersebut,
dapat disimpulkan bahwa kelembagaan merupakan faktor kunci untuk
menjamin keberlanjutan proyek dan pemanfaatan output proyek secara
maksimal. Kelembagaan dalam konteks ini mencakup organisasi, manajemen
sumber daya manusia, pengelolaan pendanaan, dan peraturan perundangan
pendukungnya.
Isu kelembagaan yang berkaitan dengan retribusi terjadi pada Denpasar
Sewerage Development Project (DSDP) II. Pengelolaan DSDP di Bali
diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Bali melalui Unit Pelayanan Teknis
(UPT) Provinsi yang saat ini sedang dalam proses menjadi BLU Daerah.
Bab I Catatan dari Pemantauan
10 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Kebijakan kelembagaan dalam pengelolaan limbah ini berbeda dengan yang
dilaksanakan di Kota Bandung, Jawa Barat dan di kota-kota lainnya dimana
pengelolaan limbah diserahkan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Pemisahaan lembaga yang mengelola pasokan air minum dengan lembaga
yang mengelola limbah berpengaruh kepada enforcement pembayaran
retribusi. Pada lembaga yang mengelola air minum dan limbah sekaligus,
pembayaran retribusi air disatukan dengan limbah, sehingga keterlambatan
pembayaran retribusi limbah dapat menyebabkan dihentikannya pasokan air
oleh PDAM. Terpisahnya lembaga pengelola limbah dengan air minum pada
Proyek DSDP menyebabkan UPT Provinsi menghadapi permasalahan
banyaknya pelanggan yang menunggak retribusi pengolahan limbah dan tidak
memiliki kekuatan yang dapat menekan penunggak agar membayar retribusi
pengelolaan limbah tepat waktu. Pada kasus DSDP II penerapan pola
penggabungan pengelolaan retribusi air bersih dengan limbah menjadi lebih
kompleks karena melibatkan 3 pemerintahan (Pemerintah Provinsi Bali,
Pemerintah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar) dimana masing-masing
Pemerintah Kabupaten/Kota telah memiliki unit pelayanan air minum sendiri.
Pada proyek Indonesia-Korea ICT Training Center, sebagaimana telah
disinggung di atas, tujuan proyek dan pendirian BPPTIK tersebut belum
tercapai karena belum terbitnya Peraturan Presiden yang mengatur
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai dasar bagi pihak Balai
memungut biaya dan menggunakannya untuk operasional dan
pengembangan. Akibatnya BPPTIK juga menghadapi kendala terkait
pemeliharaan, pemutakhiran peralatan, pengembangan kurikulum serta
penyediaan tenaga pengajar profesional.
Kelembagaan yang belum efektif juga menjadi salah satu tantangan
pengembangan kawasan di sekitar Jembatan Suramadu. Badan
Pengembangan Wilayah Surabaya Madura (BPWS) dibentuk setelah
jembatan selesai dibangun. Tugas BPWS adalah mengkoordinasikan
pengembangan kawasan di sekitar Jembatan Suramadu melalui kerjasama
dengan pemerintah daerah setempat. Pada pelaksanaannya Pemerintah
Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan melihat adanya tumpang tindih
tugas dan kewenangan BPWS yang berpotensi mengambil alih kewenangan
otonomi di daerahnya masing-masing. Akibatnya komunikasi BPWS dengan
Pemkot Surabaya dan Pemkab Bangkalan menjadi tidak efektif.
Permasalahan hubungan kelembagaan antara BPWS dengan Pemkot
Bab I Catatan dari Pemantauan
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 11
Surabaya dan Pemkab Bangkalan terjadi karena kedua pemerintah daerah
tersebut tidak dilibatkan sejak awal perencanaan proyek. Pada kasus
Jembatan Suramadu, komunikasi dan koordinasi yang terjadi hanya sampai
pada tingkat provinsi. Padahal keterlibatan pemerintah daerah (termasuk
kota/kabupaten) yang menjadi lokasi proyek pada proses perencanaan
diperlukan untuk meningkatkan ownership atas Jembatan Suramadu.
Hal yang hampir sama juga terjadi pada proyek Rehabilitation of Drainage
System of Banda Aceh and Lhokseumawe City dan Aceh Reconstruction
Project : Sub-sektor drainase. Kedua proyek ini pada awalnya merupakan
bagian dari kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pasca tsunami 26
Desember 2014 yang diusulkan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
(BRR). Meskipun demikian, sejak awal proyek ini didesain dengan melibatkan
Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum sebagai
institusi penanggungjawab drainase dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
Kementerian Pekerjaan Umum sebagai institusi penanggungjawab sungai.
Hal ini merupakan langkah untuk menjamin keberlanjutan proyek, mengingat
BRR merupakan lembaga ad-hoc yang beroperasi hanya sampai tahun 2009.
Proyek ini juga melibatkan Pemerintah Daerah yang akan bertanggung jawab
atas operasional dan perawatan. Pada proses persiapan proyek ini telah
terdapat kesepakatan tentang pembagian tugas dan tanggung jawab antara
BRR, Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemerintah Provinsi Aceh. Dengan
adanya perjanjian antar pihak ini, setelah BRR berakhir pada tahun 2009,
proses pemindahan executing agency ini berlangsung dengan lancar. Namun,
kesepakatan ini belum disertai pengaturan yang rinci tentang kewajiban dan
konsekuensi setiap pihak termasuk masalah alokasi pendanaan dan regulasi.
Rendahnya kualitas operasi dan pemeliharaan proyek ini menunjukkan belum
dikelolanya aspek kelembagaan paska proyek secara rinci dan menyeluruh.
Proyek Regional Economic Development (RED) yang merupakan proyek
pengembangan ekonomi regional di kawasan Kota Singkawang, Kabupaten
Bengkayang dan Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat (Singbebas)
juga menghadapi permasalahan keberlanjutan kegiatan. Permasalahan timbul
karena belum adanya kelembagaan yang menjadi wadah untuk
mengkoordinasi program-program pembangunan di kawasan tersebut, dan
belum adanya regulasi pendukung kegiatan serta pembiayaan program ketika
pendanaan dari hibah luar negeri telah selesai.
Bab I Catatan dari Pemantauan
12 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Sementara itu, pada proyek Improvement of the Mohammad Hoesin Hospital
Palembang keberadaan dan kedudukan RS Moh. Hoesin sebagai Badan
Layanan Umum (BLU), yang memiliki wewenang untuk membelanjakan
sebagian pendapatan yang diperolehnya, justru tidak dimanfaatkan untuk
kelancaran dan keefektifan proyek. Pembiayaan perawatan dan pengadaan
suku cadang peralatan seharusnya langsung dapat diserahkan kepada BLUD
RS Moh. Hoesin. Pembiayaan perawatan dan pengadaan suku cadang masih
dikelola pelaksana proyek pinjaman KfW. Akibatnya hal terebut
memperlambat proses pengadaan suku cadang dan perawatan serta
fungsionalisasi peralatan yang dibiayai pinjaman.
5. Pengembangan Kerjasama Internasional
Salah satu pilar pelaksanaan kerjasama pembangunan adalah
pengembangan kerjasama internasional. Kerjasama ini diarahkan untuk
mendukung peran internasional Indonesia dan untuk merespon serta
melaksanakan komitmen atau agenda pembangunan global misalnya
perubahan iklim dan MDGs.
Proyek Forest Climate Change Program (FORCLIME) merupakan salah satu
contok proyek kerjasama pembangunan bilateral (Indonesia – Jerman) yang
mendukung pilar pengembangan kerjasama internasional. Kegiatan dari
proyek ini ditujukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor
kehutanan sekaligus meningkatkan mata pencaharian masyarakat desa.
Melalui kegiatan ini Indonesia turut berkontribusi pada kerjasama internasional
untuk mengurangi pemanasan global dengan cara memperbaiki manajemen
pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
Bab II Laporan Kunjungan Pemantauan Lapangan
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 13
BAB II
LAPORAN KUNJUNGAN PEMANTAUAN LAPANGAN
Selama tahun 2014, Direktorat Pendanaan Luar Negeri telah melakukan
pemantauan dan evaluasi terhadap 18 proyek yang dibiayai Pinjaman dan
Hibah Luar Negeri Bilateral. Bagian ini berisi laporan dari kunjungan lapangan
yang terdiri atas informasi kinerja proyek, langkah tindak lanjut, lesson learnt
dan foto kunjungan lapangan.
Laporan kunjungan lapangan kegiatan pinjaman disajikan dengan urutan:
I. Proyek-proyek yang sedang berjalan
1. East Indonesia National Roads Improvement Project (EINRIP) Paket
ESS-05 dan ESS-06
2. Tayan Bridge Construction
3. Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan Raya
4. Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
5. Lower Solo River Improvement Project (LSRIP) Phase II
6. Denpasar Sewerage Development Project (DSDP) I
7. The Improvement of the Mohammad Hoesin Hospital Palembang
8. Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant Project (2x50 MW)
9. Keramasan Power Plant Extension Project
10. Strengthening West Kalimantan Power Grid
II. Proyek-proyek yang selesai pelaksanaannya
11. CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton Steam Power Plant 1 &
2 (2x400 MW)
12. The Construction of Saurabaya-Madura Bridge (Jembatan Suramadu)
13. Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
dan Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor drainase
Selain itu, bagian ini juga akan menyajikan laporan kunjungan kegiatan hibah
dengan urutan:
I. Proyek-proyek yang sedang berjalan
1. Proyek Indonesia Cooperative Business Development Alliance
2. Regional Economic Development
3. Forest Climate Change Program
Bab II Laporan Kunjungan Pemantauan Lapangan
14 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
II. Proyek-proyek yang selesai pelaksanaannya
4. Indonesia-Korea ICT Training Center
5. Aceh-Calang Road
Pemilihan lokasi dan proyek tersebut didasarkan atas pertimbangan
persebaran wilayah Indonesia timur, tengah dan barat, persebaran jenis dan
tema proyek serta keragaman sumber pembiayaan.
EINRIP Paket ESS-05 dan ESS-06
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 15
Laporan Kunjungan Lapangan “EINRIP PAKET ESS-05 dan ESS-06”
Sinjai, Sulawesi Selatan, 9-10 September 2014
1. Informasi Proyek
a. Data Umum Proyek
b. Kinerja Proyek
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
3. Lessons Learnt
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek
5. Foto
1. Informasi Umum Proyek
a. Data Umum Proyek EINRIP
Executing Agency Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum
Sumber Pembiayaan Pinjaman AUSAID (DFAT)
Nilai Pinjaman
Proyek
AUD 300 JUTA (untuk 20 Paket Proyek EINRIP)
Tujuan Meningkatkan dan merehabilitasi jalan dan jembatan di
Kawasan Timur Indonesia (KTI)
Lingkup Proyek 1. Civil Wors under Part 1 of the Project
2. Goods
3. Incremental Operating Cost under Part 2 of the
project
4. Consultant Services
Cakupan Wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Timur
Masa laku loan Loan Agreement efektif tanggal 04 Maret 2014 s/d 31
Desember Desember 2014
Status pekerjaan On going
EINRIP Paket ESS-05 dan ESS-06
16 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
b. Kinerja Proyek
Proyek EINRIP sampai dengan akhir Juni 2014 dari keseluruhan 20
paket , 13 paket sudah selesai pelaksanaannya (EBL-01, EBL-02,
ENB-01AB, ENB-02, EKB-01, EKS-01, EKS-02, ESS-02, ESS-03,
ESR-01, ESR-02, ESH-01, ESU-01), 7 paket on-going dengan rincian:
- 4 paket selesai sebelum LCD 31 desember 2014 (ENB-01C, ENB-
03, ESS-01, dan ESS-04)
- 3 paket akan selesai pada tahun 2015 (ENT-01, ESS-05, dan
ESS-06)
Tabel 2 Rincian Kondisi 20 Paket Pekerjaan Konstruksi per Akhir Juni 2014
No Paket Nama paket Total
Output Kontrak
Tandatangan Kontrak
Completion Date
Progres Fisik (%)
Provinsi Bali
1 EBL-01 Topati-Kusamba 10.79 km 5 Des 2008 14 Sept 2012 Selesai
2 EBL-02 Tohpati-
Kusamba 8.21 km 10 Des 2009 29 Mei 2012 Selesai
Provinsi Kalimantan Barat
3 EKB-01 Pontianak-
Tayan 31.50 km 20 Apr 2009 14 Des 2013 Selesai
Provinsi Kalimantan Selatan
4 EKS-01 Martapura-
Ds.Tungkap 18.89 km 5 Nov 2010 2 Jan 2014 Selesai
5 EKS-02 Banjarmasin-
Bts.Kalteng 12.90 km 6 Okt 2010 15 Des 2013 Selesai
Provinsi Nusa Tenggara Barat
6 ENB-
01AB
Sumbawa Besar
Bypass 11.20 km 16 Mar 2009 8 Agus 2011 Selesai
7 ENB-
01C Pal IV-KM 70 31.79 km 9 Des 2009 9 Jul 2014 99.73
8 ENB-02 KM70-Cabdin.
Dompu 14.09 km 14 Des 2009 30 Jul 2014 Selesai
9 ENB-03 Cabdin. Dompu-
Banggo 23.62 km 10 Des 2009 16 Jun 2014 98.19
Provinsi Nusa Tenggara Timur
10 ENT-01 Ende-Aegela 15.60 km 17 Des 2010 13 Jul 2014 58.21
Provinsi Sulawesi Tengah
11 ESH-01 Lakea-Buol 16.23 km 25 Mei 2010 31 Jul 2013 Selesai
EINRIP Paket ESS-05 dan ESS-06
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 17
No Paket Nama paket Total
Output Kontrak
Tandatangan Kontrak
Completion Date
Progres Fisik (%)
Provinsi Sulawesi Tenggara
12 ESR-01 Tinanggea-
Kasipute 33.77 km 2 Apr 2009 3 Apr 2012 Selesai
13 ESR-02 Bambaea-Sp.
Kasipute 23.93 km 2 Des 2009 4 Okt 2013 Selesai
Provinsi Sulawesi Selatan
14 ESS-01
Sengkang-Impa
Impa-
Tarumpakkae
24.18 km 10 Des 2009 15 Okt 2014 99.94
15 ESS-02 Bantaeng-
Bulukumba 26.88 km 19 Mei 2009 12 Mar 2012 Selesai
16 ESS-03 Jeneponto-
Bantaeng 25.84 km 19 Mar 2010 15 Apr 2014 Selesai
17 ESS-04 Bulukumba-
Tondong 1 20.74 km 30 Mei 2011 30 Jun 2014 97.21
18 ESS-05 Bulukumba -
Tondong 2 19.96 km 2 Mei 2012 14 Sept 2014 58.77
19 ESS-06 Bulukumba -
Tondong - Sinjai 24.52 km 7 Mei 2012 25 Aug 2014 62.80
Provinsi Sulawesi Utara
20 ESU-01 Malibagu-
Taludaa 490 m 2 Des 2009 16 Feb 2014 Selesai
Sumber: Diolah dari laporan TW II Thn. 2014 Proyek EINRIP
Kementerian PU telah mengajukan usulan perpanjangan Loan Closing
Date sampai dengan 30 September 2015, dan telah direspon oleh
Bappenas agar dapat diproses lebih lanjut oleh Kementerian
Keuangan.
Khusus untuk Paket ESS-05 dan ESS-06 keterlambatan pelaksanaan
disebabkan oleh:
- Adanya tuntutan untuk melakukan penilaian kembali dari WTP.
Penyelesaian membutuhkan waktu panjang karena melibatkan
koordinasi dengan Pemda serta proses verivikasi dan administrasi
pembayaran kompensasi. Akibat dari penolakan WTP, lahan
proyek yang dapat diserahkan hanya sebagian kepada kontraktor.
Kontraktor melakukan re-design dengan menyesuaikan road
EINRIP Paket ESS-05 dan ESS-06
18 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
alignment terhadap lahan yang tersedia. Masalah dapat
diselesaikan pada Desember 2013.
- Proses sertifikasi lahan yang terkena proyek belum dilaksanakan.
Selain itu Pemerintah Kabupaten Bulukumba dan Sinjai tidak
menganggarkan dananya.
- Pelaksanaan relokasi utilitas umum di badan jalan yang dilakukan
oleh PLN dan Telkom berjalan lambat.
- Terlambatnya pelaksanaan konstruksi mengakibatkan kondisi
perkerasan mengalami kerusakan struktur. Hal ini menyebabkan
berubahnya penangan dari pelapisan ulang dengan campuran
aspal menjadi harus dilakukan full depth reconstruction.
Perubahan jenis metode mengakibatkan waktu penangana yang
lebih lama.
- Kondisi cuaca di musim hujan yang menyebabkan tanah menjadi
becek dan tergenang air sehingga menghambat proses
pengerjaan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dilakukan estimasi dan antisipasi
penyelesaian pekerjaan untuk paket ESS-05 dan ESS-06 sebagai
berikut:
- Paket ESS-05: Estimasi perpanjangan waktu pelaksanaan tanggal
30 April 2015 dengan antisipasi perpanjangan sampai 30 Juni
2015.
- Paket ESS-06: Estimasi perpanjangan waktu pelaksanaan tanggal
31 Maret 2015 dengan antisipasi perpanjangan sampai 30 Juni
2015.
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output
Pada pertemuan pemantauan tanggal 10 September 2014 di lokasi
proyek ESS-06, disampaikan hal-hal sebagai berikut:
Secara umum, saat ini tidak terdapat kendala yang signifikan untuk
proyek ESS-05 dan ESS-06. Kendala pembebasan lahan termasuk
road alignment design juga telah diselesaikan.
Terkait sertifikasi sisa lahan yang terkena proyek, diperlukan
koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten dan BPN setempat.
EINRIP Paket ESS-05 dan ESS-06
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 19
Kondisi cuaca saat ini dimusim kemarau akan dimanfaatkan untuk
menyelesaikan proyek sesuai target.
Bappenas telah memberikan rekomendasi perpanjangan Loan Closing
Date sehingga penyelesaian paket ESS-05 dan ESS-06 sudah dapat
dilaksanakan.
3. Lessons Learnt
1. Pemanfaatan Loan secara Maksimal. Pada proyek EINRIP, loan
yang berasal dari Pemerintah Australia (AUSAID) merupakan pinjaman
yang sangat lunak sehingga pemanfaatannya perlu dimaksimalkan.
Hal ini sejalan dengan pertimbangan ruas-ruas jalan proyek yang
ditingkatkan melalui EINRIP merupakan bagian dari target Prioritas
Nasional sepanjang 19.370 km yang harus diselesaikan tahun 2014
yang tertuang dalam RPJMN 2010-2014.
2. Dukungan Pemerintah Daerah. Pembebasan lahan dan penolakan
dari warga yang terkena proyek merupakan masalah yang masih
ditemukan di proyek EINRIP. Dalam kasus Paket ESS-05 dan ESS-06,
masalah pembebasan lahan sudah mendapatkan dukungan dan
komitment dari Pemerintah Daerah, sehingga penyelesaian tidak
terlalu berlarut-larut.
4. Isu terkait Keberlanjutan Pasca Proyek
Isu yang perlu menjadi perhatian dan dicarikan pemecahan yang tepat
sekaligus dapat menjadi lessons learnt, yaitu:
Koordinasi dengan pihak terkait. Perlu dilakukan koordinasi yang lebih
baik dengan pihak PLN, Telkom, PDAM diawal perencanaan kegiatan
terkait relokasi utilitas umum (tiang listrik, kabel optik dan saluran air) di
badan jalan agar tidak menghambat pelaksanaan pengerjaan proyek.
Alasan yang sering disampaikan adalah keterbatasan anggaran untuk
melakukan relokasi utilitas umum tersebut. Diharapkan dengan koordinasi
yang lebih baik, pihak PLN, Telkom maupun PDAM dapat mengantisipasi
anggaran mereka untuk relokasi uitilitas umum.
EINRIP Paket ESS-05 dan ESS-06
20 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
5. Foto Kunjungan Lapangan
Gambar 1
Suasana Rapat Koordinasi Gambar 2
Fasilitas Penghancur Batu
Gambar 3 Kondisi Jalan di ESS-05
Gambar 4 Kondisi jalan di ESS-05 yang belum dilengkapi
marka jalan
Gambar 5
Proses Pengerjaan di ESS-06 Gambar 6
Kondisi Jalan di yang sudah selesai di ESS-03
-----oo0oo-----
Tayan Bridge Construction
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 21
Laporan Kunjungan Lapangan “Tayan Bridge Construction”
Tayan, 18 Juni 2014
1. Informasi Proyek
a. Data Umum Proyek
b. Kinerja Proyek
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
3. Lessons Learnt
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek
a. Pengelolaan Jembatan
b. Pengembangan Pulau Tayan
5. Foto
1. Informasi Umum Proyek
a. Data Umum Proyek
Executing Agency Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum
Sumber Pembiayaan Pinjaman Pemerintah RRT melalui skema preferential
export buyer credit
Nilai Pinjaman Proyek USD 67.275.493
Tujuan Meningkatkan akses dan konektivitas dari Pontianak
menuju Palangkaraya untuk mengakselerasi
pembangunan regional di kawasan koridor utara
Kalimantan Barat
Ruang lingkup pekerjaan Konstruksi dan Supervisi
Lokasi Sungai Kapuas, Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten
Sanggau, Propinsi Kalimantan Barat
Masa laku loan Loan Agreement efektif tanggal 08/08/ 2012 s.d
08/08/2017
Status pekerjaan On going
Pembagian Pekerjaan Konstruksi Jembatan dibiayai oleh dana pinjaman
Access Road menuju jembatan dibiayai rupiah murni
(APBN)
Tayan Bridge Construction
22 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
b. Kinerja Proyek
Proyek Tayan Bridge Construction merupakan proyek untuk
mengoptimalkan fungsi Lintas Selatan Kalimantan sebagai jalur ekonomi
utama Pulau Kalimantan dan bagian dari Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) serta dibiayai
pinjaman Pemerintah RRT melalui skema Preferential Buyer’s Export
Credit The Export Import Bank of China dengan nilai pinjaman USD
67.275.493. Loan efektif tanggal 8 Agustus 2012 s/d 8 Agustus 2017.
Dana pinjaman digunakan untuk membiayai konstruksi jembatan (main
bridge dan approach bridge). Sedangkan dana rupiah murni digunakan
untuk membiayai pembangunan access road dan pekerjaan supervisi.
Jembatan Tayan berjarak 112 km dari Kota Pontianak dan akan
menghubungkan Kalimantan Barat dengan Kalimantan Tengah melalui
ruas jalan poros/Lintas Selatan Kalimantan. Jembatan yang
menghubungkan Tayan dengan Piasak, Kabupaten Sanggau ini
nantinya akan menjadi jembatan terpanjang di Kalimantan dan
diharapkan menjadi ikon Propinsi Kalimantan Barat. Jembatan ini
melintasi Sungai Kapuas melalui Pulau Tayan yang mempunyai luas
58,3 Ha dan dihuni sekitar 2.181 penduduk.
Pembangunan Jembatan Tayan akan menjadikan jalur lintas selatan
Kalimantan berfungsi secara optimal dalam melayani kinerja transportasi
darat. Saat ini, lalu lintas kendaraan dilayani kapal ferry yang
dioperasikan oleh PT ASDP. Proyek ini juga termasuk membuka jalan di
pulau Tayan.
Pemancangan tiang pertama pembangunan Jembatan Tayan dilakukan
secara simbolis oleh Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto.
Jembatan Tayan terdiri atas dua sisi karena di tengah Sungai Kapuas
terdapat satu pulau, yaitu Pulau Tayan. Jembatan akan
menghubungkan pulau dengan daratan di kedua sisi sungai. Spesifikasi
jembatan yang akan dibangun adalah sebagai berikut:
- Panjang Total Jembatan : 1.420 m (2 jembatan)
- Panjang Jembatan Utama : 350 m
- Panjang Approach Bridge : 1.070 m
- Access Road : 3.7 km (3 seksi)
Tayan Bridge Construction
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 23
Gambar 1 Peta Pembangunan Tayan Bridge Construction Sumber: Paparan Satker Pelaksanaan Jembatan Tayan pada rapat pemantauan tanggal 18 Juni 2014
Pelaksanaan proyek Tayan Bridge Construction telah menyerap dana
secara kumulatif sebesar 65,01% dari total pinjaman per Juni 2014.
Progress varian proyek negatif 13,62 menunjukkan penyerapan dana
proyek Tayan Bridge Construction lebih lambat dari target waktu yang
dijadwalkan.
Tabel 3 Progress Proyek Tayan Bridge Construction per 31 Mei 2014
Progres Agustus 2012 – Mei 2014
Rencana Realisasi
Fisik 73,32 70,33
Keuangan 73,32 65,01
Sumber: Paparan Satker Pelaksanaan Jembatan Tayan pada rapat pemantauan tanggal 18 Juni 2014
Pada saat kunjungan lapangan terlihat sebagian besar struktur bawah
jembatan (sub-structure) berupa bored pile telah terbangun. Seluruh
material yang didatangkan dari luar negeri, termasuk dari Tiongkok,
telah tiba di lokasi proyek dan siap untuk dipasang ketika struktur bawah
jembatan selesai dibangun. Ditargetkan seluruh material, termasuk
Tayan Bridge Construction
24 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
struktur pelengkung baja (arch continous steel truss) telah terpasang
pada tahun 2014, untuk selanjutnya dilakukan pengaspalan pada tahun
2015.
Secara umum pelaksanaan proyek berjalan baik. Tidak terdapat
kendala/masalah signifikan dalam pelaksanaan proyek (seperti masalah
lahan, ketersediaan dana).
Terdapat kendala teknis di lapangan yang menyebabkan pekerjaan fisik
jembatan mengalami sedikit keterlambatan. Hal ini disebabkan struktur
tanah di dasar merupakan bebatuan sehingga diperlukan peralatan bor
khusus yang saat ini hanya terdapat 1 buah di Indonesia. Bor khusus
tersebut didatangkan dari proyek lain di Pulau Jawa.
Disamping itu, Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum
sedang mengajukan amandemen kontrak perubahan nilai dan
perubahan desain untuk menyesuaikan dengan kebutuhan lapangan.
Jalan akses menuju jembatan telah dibangun melalui proyek Eastern
Indonesia National Road Improvement Project (EINRIP), yang dibiayai
dengan pinjaman Pemerintah Australia. Kondisi jalan dalam keadaan
baik.
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output
Pada pertemuan pemantauan tanggal 18 Juni 2014 di Lokasi
Pembangunan Jembatan Tayan, telah dilakukan dan disepakati langkah-
langkah pencapaian ouput dan hal terkait lainnya sebagai berikut:
Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum segera melakukan
proses amandemen kontrak yang ketiga. Sebelumnya, amandemen
pertama dilakukan bulan Januari 2013 yang meliputi perubahan tata
cara pembayaran. Amandemen kedua dilakukan pada bulan Oktober
2013 untuk merubah nama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Perubahan ketiga diperlukan untuk merubah nilai kontrak dan
perubahan desain agar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
lapangan. Oleh karena itu, perubahan kontrak yang ketiga ini
membutuhkan argumentasi teknis dari konsultan dan harus sudah
disetujui oleh pihak yang berwenang.
Secara umum, perubahan yang dilakukan pada amandemen ketiga
antara lain: (i) perubahan design timbunan menjadi pile slab, (ii)
Tayan Bridge Construction
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 25
perubahan design bore pile, (iii) perubahan design fender pier, (iv)
perubahan panjang bore pile, (v) penambahan pipa sonic logging, (vi)
perubahan pelaksanaan pekerjaan bor pile, dan (vii) perkuatan struktur
main bridge.
Mempercepat proses untuk mendatangkan bor khusus yang akan
digunakan untuk memecah bebatuan di dasar sungai kecil Tayan
(pada pembangunan jembatan pertama).
3. Lessons Learnt dari Pelaksanaan Proyek
a. Penguatan Kapasitas Lokal
Pelaksanaan proyek Tayan Bridge Construction sudah mengambil
lessons learnt dari proyek sebelumnya, dimana konsultan supervisi
sudah menggunakan perusahaan lokal, yaitu PT. Adiya Widyajasa &
Ass. Tenaga ahli konsultan juga memiliki pengalaman dalam tim yang
mengkaji standar pembangunan jembatan baru pasca kejadian
robohnya Jembatan Kutai Kartanegara.
Beberapa proyek yang dibiayai pinjaman dengan skema preferential
export buyer’s credit (PBC) memiliki perbedaan dalam pola
pelaksanaannya dengan skema pinjaman lain, misalnya yang didanai
oleh ADB, Bank Dunia, atau JICA. Pinjaman dari ADB, Bank Dunia,
ataupun JICA menyediakan alokasi pembiayaan dalam satu paket
komitmen pinjaman yang lengkap untuk desain sebelum pelaksanaan
konstruksi termasuk jasa supervisi. Sedangkan skema PBC hanya
mengalokasikan pekerjaan konstruksi saja berdasarkan desain yang
disusun oleh pihak Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, pihak kontraktor ikut melakukan review desain
untuk menyesuaikan dengan kondisi di lapangan. Pada proyek
Jembatan Suramadu, pekerjaan detailed engineering design dilakukan
oleh pihak kontraktor dari RRT dengan pola sistem kontrak EPC
(engineering procurement and construction). Dengan pola semacam ini,
proses transfer of knowledge menjadi tidak optimal karena kurangnya
keterlibatan pihak Indonesia dalam melaksanakan pekerjaan.
Pada proyek Jembatan Tayan, pelaksana proyek mengontrak
perusahaan nasional untuk melakukan review atas detail technical
Tayan Bridge Construction
26 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
drawing yang dilakukan pihak kontraktor. Pihak pelaksana proyek juga
melibatkan akademisi dari Universitas Tanjungpura dalam proses review
design dan supervisi. Review design yang dilakukan oleh konsultan
nasional yang melibatkan perguruan tinggi dalam proses manajemen
teknis akan meningkatkan knowledge sharing dan pemberdayaan
kapasitas SDM lokal.
b. Komponen Impor
Salah satu yang menjadi perhatian dalam proyek pinjaman luar negeri
adalah besaran komposisi barang lokal dan barang impor. Semakin
besar komponen barang lokal yang digunakan, maka semakin besar
manfaat pinjaman luar negeri bagi perekonomian nasional, demikian
pula sebaliknya.
Pinjaman dengan skema PBC pada dasarnya hanya dapat
dimanfaatkan untuk memfasilitasi pengadaan barang atau jasa dari
RRT. Tidak ada pengaturan khusus mengenai besaran local content
dalam skema PBC. Namun, dalam jumlah tertentu, pihak pelaksana
proyek dapat memanfaatkan penggunaan produksi dalam negeri.
Pada proyek Tayan Bridge Construction komposisi barang yang diimpor
dari Tiongkok adalah sebesar 30%. Komposisi ini menguntungkan bagi
Indonesia, mengingat dalam banyak kasus, lender selalu menekankan
penggunaan produk miliknya kepada negera penerima.
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Pasca Proyek
Proyek dan masa berlaku pinjaman Tayan Bridge Construction akan
berakhir pada tahun 2017. Oleh sebab itu, Pemerintah perlu memastikan
bahwa setelah proyek dapat selesai tepat waktu (on schedule) dan
berkelanjutan. Terkait dengan hal tersebut, terdapat beberapa isu yang
perlu menjadi perhatian dan dicarikan pemecahan yang tepat se kaligus
dapat menjadi lessons learnt.
a. Pengembangan Pulau Tayan
Desain awal jembatan sebenarnya melintas langsung dari Kota Tayan
menuju Piasak dan tidak melewati pulau kecil di Kecamatan Tayan. Pada
proses perencanaan, ditetapkan bahwa posisi jembatan dirubah agar
Tayan Bridge Construction
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 27
dapat melalui pulau kecil di Tayan dan terus melewati Sungai Kapuas. Hal
ini dilakukan untuk menumbuhkan ekonomi dan memberikan akses
kepada masyarakat di Pulau Tayan.
Pengembangan wilayah Pulau Tayan perlu menjadi perhatian Pemerintah
Daerah setempat pasca dibangunnya Jembatan Tayan. Pulau Tayan
memiliki potensi dan dapat dimanfaatkan misalnya sebagai pusat
pariwisata di wilayah Kalimantan Barat.
b. Pemeliharaan jembatan
Runtuhnya jembatan Kutai Kartanegara harus menjadi perhatian bagi
seluruh kalangan mengenai pentingnya proses pemeliharaan.
Pembangunan jembatan Tayan yang menggunakan kontraktor asing
harus dapat dimanfaatkan dalam proses knowledge sharing termasuk
bagaimana cara memelihara dan merawatnya.
Belajar pada proyek sebelumnya, pekerjaan detailed engineering design
proyek Jembatan Suramadu sepenuhnya dilaksanakan pihak kontraktor
dari RRT dengan pola EPC (engineering procurement and construction),
sehingga proses transfer of knowledge menjadi kurang maksimal karena
tidak pihak Indonesia tidak dilibatkan dalam pelaksanaan pekerjaan,
terutama untuk komponen main bridge. Disamping itu, dokumen-dokumen
yang dibutuhkan untuk mendesain pekerjaan pemeliharaan Jembatan
Suramadu juga tidak diberikan oleh pihak Kontraktor. Akibatnya, pihak
pelaksana perawatan dan pemeliharaan Jembatan menemui kesulitan
untuk melaksanakan pekerjaan pemeliharaan.
Menyadari pentingnya aspek pemeliharaan dalam proyek konstruksi,
maka sejak awal, dari mulai penyusunan klausul kontrak, pelaksanaan
pekerjaan, dan pemeliharaan, kontraktor harus diberi tanggung jawab
untuk mendukung keberlanjutan proyek termasuk dalam hal bagaimana
melakukan pemeliharaan terhadap jembatan yang sudah dibangun.
Tayan Bridge Construction
28 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1
Proses pengerjaan Jembatan Tayan Foto 2
Road Acces menuju Jembatan Tayan
Foto 3 Material yang diimpor dari Tiongkok telah tiba di
lokasi
Foto 4 Pondasi Jembatan Tayan
Foto 5
Kondisi jalan proyek EINRIP dari Pontianak menuju Jembatan Tayan
Foto 6 Pemukiman Warga Pulau Tayan
(Jembatan Tayan terdiri dari dua bagian yang melintasi Pulau Tayan)
-----oo0oo-----
Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan Raya
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 29
Laporan Kunjungan Lapangan “Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan”
Takengon, Aceh, 4 - 6 Desember 2014
1. Informasi Proyek
i. Data Umum Proyek
ii. Kinerja Proyek
2. Kendala Pelaksanaan Proyek
3. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
4. Lessons Learnt
5. Foto
1. Informasi Umum Proyek
a. Data Umum Proyek
Executing Agency Ditjen Bina Marga (sub sektor jalan), Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Sumber Pembiayaan Pinjaman Pemerintah Jepang/JICA (Loan IP-545)
Nilai Pinjaman Proyek JPY 11.593.000.000
Nilai Kontrak Sub Sektor Jalan: Ekivalen JPY 6.393
juta
Tujuan Meningkatkan akses jalan nasional di wilayah Aceh
Ruang lingkup
pekerjaan
1. Civil Works
2. Consulting Services
3. Contigencies
Lokasi Jalan Nasional Lintas Tengah Aceh
Masa berlaku loan Loan Agreement efektif tanggal 29 Maret 2007 s/d 26
Juli 2017
b. Kinerja Proyek
Ruang lingkup proyek IP-545 terdiri atas dua kegiatan yaitu sub sektor
jalan nasional dan sub sektor drainase.
Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan Raya
30 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Berdasarkan Minutes of Discussion antara JICA, Kementerian
Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, dan Bappenas tanggal 17
November 2009, ruas jalan yang akan dibangun yaitu antara Geumpang
dan Pameu. Pada pelaksanaannya terdapat perubahan ruas pada paket
pembangunan jalan karena ruas tersebut melalui hutan lindung dan
terdapat kebutuhan penambahan akses jalan nasional. Lokasi
pembangunan jalan tersebut diubah berdasarkan Rapat Pembahasan
Investment Action Plan (IAP) tanggal 20 September 2010 yaitu menjadi
ruas B. Keujeren - Sp. Kraft, Sp. Kraft - Kebayakan, dan Takengon -
Pameu. Pembangunan jalan pada ruas-ruas ini pada dasarnya
merupakan peningkatan status jalan dari jalan provinsi menjadi jalan
nasional.
Dengan demikian, paket pekerjaan sub-sektor yang ditangani Ditjen
Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ini
meliputi: Paket 1: Ruas Sp. Kraft – Batas Aceh Tengah, Paket 2: Ruas
Batas Aceh Tengah – Blang Keujeren, dan Paket 3: Ruas Sp.
Kebayakan – Sp. Kraft.
Tabel 4 Paket Kontrak IP-545 Sub Sektor Pembangunan Jalan
No. Paket Kontrak
Nilai
(Miliar Rp)
Ekivalen
(Juta JPY)
1 Sub Sector Road
A. Consulting Services on Road Sub Sector (1
Paket) 85,9 826
B. Construction Service of Road Sub Sector (3
Paket):
1. Paket 1: Road Construction of Sp. Kraft –
Batas Aceh Tengah (39,5 km) 218,7 2.103
2. Paket 2: Road Construction of Batas Aceh
Tengah – Blang Keujeren (45,5 km) 183,7 1.766
3. Paket 3: Road Construction of Sp.
Kebayakan – Sp. Kraft (52,2 km) 176,6 1.698
Total 664,9 6.393
Sumber: Laporan Pelaksanaan Kegiatan Proyek IP 545, Triwulan I Tahun 2014
Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan Raya
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 31
Tabel 5 Progres Fisik dan Keuangan Sub Sektor Jalan per November 2014
No. Kategori
Periode Kontrak
Progres Fisik (%)
Progres Keuangan (%)
I Civil Works
Pac-1 Simpang Kraft -Batas Aceh Tengah (39.5 km)
Jun/13-Nov/15 23,27 34,48
Pac-2 Batas Aceh Tengah –Blangkejeren (45.5 km)
Jun/13-Nov/15 31,97 38,34
Pac-3 Kebayakan -Simpang Kraft (52.2 km) Dec/13-Jun/16 15,21 27,82
II Consulting Services Aug/09-Nov/15 82,66 55,67
Sumber: Laporan PMU 5 Desember 2014
2. Kendala Pelaksanaan Proyek
Pada saat kunjungan lapangan tanggal 5 Desember 2014, disampaikan
beberapa kendala pelaksanaan proyek sebagai berikut:
a. Kondisi tanah/ longsor
Kondisi tanah dan tebing di sepanjang jalan Proyek IP-545 adalah
berupa tanah lempung yang mempunyai daya dukung rendah dan
batuan yang kerap mengalami longsor. Oleh karena itu, desain
konstruksi yang ada harus disesuaikan dengan kondisi tanah sekitar
lokasi.
Proyek IP-545 mengalami beberapa perubahan terutama pada desain
konstruksi jalan. Desain awal yang dibuat belum memperhatikan aspek
geologi tanah sehingga diperlukan penyesuaian agar konstruksi jalan
dapat lebih kokoh dan tahan lama.
b. Kinerja konsultan
Kinerja konsultan pada Proyek IP-545 tidak cukup responsif dalam
mengantisipasi kendala di lapangan seperti perubahan design untuk
mengantisipasi peristiwa longsor di beberapa titik.
Pihak pelaksana proyek (dalam hal ini PPK 7) telah memberikan
instruksi kepada konsultan untuk melakukan percepatan penyelesaian
technical drawing guna mengejar keterlambatan pelaksanaan proyek.
Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan Raya
32 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
3. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output
Pada pertemuan pemantauan khusus sub sektor Jalan Nasional Lintas
Tengah Proyek IP-545 tanggal 5 Desember 2014 di Takengon telah
dilakukan dan disepakati langkah-langkah pencapaian ouput dan hal terkait
lainnya sebagai berikut:
Pihak pelaksana proyek perlu mendesak pihak konsultan untuk segera
menyelesaikan desain/technical drawing untuk penanganan lokasi-
lokasi yang mengalami longsor, dan memantau pekerjaan pihak
konsultan.
Perlu segera diputuskan titik lokasi bangunan dan desain untuk
Jembatan Tangsaran. Untuk itu, pihak pelaksana proyek perlu
mendesak pihak Konsultan agar segera menyelesaikan tugasnya
meneliti struktur tanah dan batuan serta menyusun engineering design.
Pekerjaan konstruksi perlu dipercepat pelaksanaannya. Untuk lokasi-
lokasi yang tidak mengalami longsor, pekerjaan tersebut dapat
dilakukan tanpa perlu menunggu selesainya technical drawing pihak
Konsultan. Percepatan ini diperlukan karena selama musim hujan
dapat dipastikan pekerjaan fisik akan terganggu.
Perlunya dilakukan perbaikan mekanisme kerja antara kontraktor dan
konsultan sehingga pelaksanaan proyek dapat lebih efektif dan efisien.
Para team leader baik dari pihak kontraktor maupun konsultan
merupakan penanggung jawab tiap-tiap pekerjaan dan harus dapat
mengambil keputusan untuk penyelesaian masalah teknis.
4. Lesson Learnt
Ketersediaan kajian teknis dalam pembangunan infrastruktur
Dalam pelaksanaan pekerjaan fisik, pihak konsultan perlu melakukan
beberapa kali perubahan dan penambahan desain/technical drawing untuk
jalan, penguat tebing maupun jembatan. Perubahan dan penambahan
tersebut perlu dilakukan karena terjadinya longsoran tanah/bebatuan. Hal
ini selain merupakan respon atas kejadian alam juga menunjukkan bahwa
desain yang ada belum dapat mengantisipasi terjadinya longsor. Akibat
perubahan desain ini adalah bertambahnya waktu yang diperlukan untuk
penyelesaian proyek dan tambahan biaya baik untuk pekerjaan konstruksi
maupun jasa konsultansi.
Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan Raya
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 33
Situasi tersebut muncul dalam proyek pembangunan jalan yang dibiayai IP-
545 karena proyek tersebut tidak didukung dengan adanya kajian atau
setidaknya informasi yang akurat mengenai geomorfologi kawasan. Studi
kelayakan juga secara teknis belum mencakup kajian mengenai kondisi
tanah dan batuan di kawasan.
Proyek-proyek infrastruktur pada prinsipnya harus memiliki kajian teknsi
dan studi kelayakan yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
Kajian tersebut juga harus mencakup kajian geomorfologis. Hal yang terjadi
pada proyek jalan IP-545 menunjukkan bahwa ketiadaan kajian teknis
tersebut berdampak pada penambahan waktu dan biaya proyek serta
berpotensi besar mengurangi kualitas dan kehandalan output proyek.
Selain itu, proses alih ilmu pengetahuan dalam proyek-proyek pinjaman
luar negeri tidak bisa berlangsung efektif dan optimal.
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Suasana pertemuan pemantauan dan
koordinasi percepatan pelaksanaan proyek di base camp proyek Paket 1
Foto 2 Lokasi Jembatan Tangsaran pada ruas Paket
2: Batas Aceh Tengah – Blangkejeren
Foto 3 Salah satu lokasi tebing longsor pada ruas
Paket 3: Kabayakan – Simpang Kraft
Foto 4 Kondisi batuan pada tebing di sekitar titik lokasi
Jembatan Tangsaran
Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan Raya
34 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Foto 5 Sebagian Tim Pemantau dan Pelaksana proyek
bergambar di salah satu sisi Simpang Kraft
Foto 6 Progress pembangunan salah satu box culvert
pada ruas Paket 1: Simpang Kraft – Batas Aceh Tengah
-----oo0oo-----
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 35
Laporan Kunjungan Lapangan “Komering Irrigation Project Stage II Phase 2”
Lempuing, 15 - 16 Oktober 2014
1. Informasi Proyek
a. Data Umum Proyek
b. Kinerja Proyek
2. Kendala Pelaksanaan Proyek
3. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
4. Lessons Learnt
5. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek
a. Pembangunan Saluran Tersier
b. Ketersediaan Sumber Air (Pembangunan Waduk)
6. Foto
1. Informasi Umum Proyek
a. Data Umum Proyek
Executing Agency Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum
Sumber Pembiayaan Pinjaman Pemerintah Jepang/JICA (Loan IP-523)
Nilai Pinjaman Proyek JPY 13.790.000.000
Tujuan Meningkatkan produksi pertanian terutama padi melalui
penyediaan saluran irigasi di wilayah Sumatera Selatan
dan Lampung
Ruang lingkup
pekerjaan
1. Konstruksi jaringan utama dan tersier di wilayah
Bahuga, Muncak Kabau, dan Lempuing
2. Consulting Services
3. Contigencies
Lokasi Area Bahuga, Muncak Kabau, dan Lempuing
Masa berlaku loan Loan Agreement efektif tanggal 28 Juli 2005 s/d 27 Juli
2013 dan diperpanjang sampai 28 Januari 2016
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
36 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
b. Kinerja Proyek
Proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 (loan JICA IP-523)
merupakan kelanjutan dari proyek Komering Irrigation Project Stage II
Phase 1 (loan JICA IP-453 tahun 1995), dengan perluasan area
pekerjaan saluran induk dan tersier di wilayah Bahuga, Muncak Kabau,
dan Lempuing.
Proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 1 terdiri atas
pembangunan bendung gerak di Sungai Komering di wilayah Perjaya
dan pembangunan jaringan utama. Proyek Komering Irrigation Project
Stage II Phase 2 dilaksanakan untuk menyambung saluran irigasi
sampai ke area pertanian (saluran tersier).
Tabel 6 Luas Area Pekerjaan Keseluruhan Proyek Irigasi Komering (dalam Ha)
Area Stage I
Stage II
Future Total Phase 1 Phase 2
Completed On-going
Belitang 20.968 - - 20.968
Komering North (Ranting Komering, Macak)
- 16.640 - 16.640
Komering South (Bahuga)
- 7.384 3.135 4.991 15.510
Muncak Kabau
- - 6.021 6.021
Lempuing - - 5.000 8.500 13.500
Total 20.968 24.024 9.156 5.000 13.491 72.639
Accumulated 20.968 44.992 54.148 59.148 72.639
Sumber: paparan BBWS Sumatera VIII pada saat kunjungan lapangan
Area Bahuga dan Muncak Kabau telah selesai dikerjakan dan sisa
pekerjaan terutama di area Lempuing untuk saluran induk dan tersier.
Proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 memiliki kinerja
baik. Hal ini ditunjukkan dengan progres fisik yang mencapai 85,5%
per September 2014 dan progres keuangan sebesar 74,8% per
September 2014.
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 37
Tabel 7 Progres Pekerjaan Sipil per September 2014
Area Pekerjaan Bahuga Muncak Kabau Lempuing Total
Progress Fisik (%) 100,0 97,7 62,2 85,5
Progress Keuangan (%) 98,1 86,0 48,0 74,8
Sumber: paparan BBWS Sumatera VIII pada saat kunjungan lapangan
Berdasarkan tabel di atas, progres fisik yang mengalami kendala
adalah pekerjaan sipil pada area Lempuing (baru mencapai 62,2%).
Hal ini disebabkan adanya hambatan terutama masalah pembebasan
lahan.
2. Kendala Pelaksanaan Proyek
Pada saat pertemuan tanggal 15 Oktober 2014 dan kunjungan
lapangan tanggal 16 Oktober 2014, disampaikan beberapa kendala
pelaksanaan proyek sebagai berikut:
a. Pembebasan lahan
Area yang masih terkendala masalah pembebasan lahan adalah
area Lempuing. Pada area ini, terdapat lahan seluas 1,1 Ha yang
belum dibebaskan. Masyarakat pemilik lahan meminta harga jual
lahan jauh diatas nilai jual objek pajak (NJOP). Proses negosiasi
pembebasan lahan masih berlanjut dan diharapkan dapat selesai
sebelum masa berlaku loan selesai.
b. Masalah sosial
Khusus area Muncak Kabau, terdapat pekerjaan yang tertunda
dan sulit untuk diselesaikan, yaitu pekerjaan pembangunan jalan
akses. Salah satu kelompok masyarakat setempat menolak
pekerjaan pembangunan jalan akses yang dilakukan oleh
kontraktor. Mereka meminta agar pekerjaan tersebut dikerjakan
oleh kelompok mereka. Permintaan tersebut tidak mungkin
diterima karena kontraktor tidak ingin menanggung resiko kualitas
pekerjaan yang kurang baik. Porsi pekerjaan jalan akses ini relatif
kecil, yaitu sekitar 2% dari total keseluruhan pekerjaan. Oleh
karena itu, secara kumulatif tidak berpengaruh terhadap
fungsionalisasi irigasi yang telah dibangun.
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
38 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
c. Lintasan jalan nasional
Pada pembangunan irigasi induk di area Lempuing, terdapat 3 titik
yang melintas jalan nasional lintas timur Sumatera Selatan. Oleh
karena itu, dibutuhkan koordinasi dengan Balai Besar
Pelaksanaan Jalan Nasional III untuk meminta izin pelaksanaan
pekerjaan. Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional III sebagai
institusi yang bertanggung jawab atas pengelolaan jalan nasional
lintas timur Sumatera Selatan meminta jaminan pelaksanaan
pekerjaan agar jalan nasional yang terdampak oleh pembangunan
irigasi Komering dapat difungsikan kembali seperti sedia kala.
Permintaan jaminan ini dipertanyakan oleh pihak proyek karena
kontraktor pelaksana pekerjaan telah menyerahkan jaminan
pelaksanaan yang didalamnya termasuk pekerjaan pemfungsian
kembali jalan nasional tersebut. Proses koordinasi masih terus
diupayakan dan diharapkan dapat selesai sesuai jadwal
pelaksanaan.
d. Musim penghujan
Pekerjaan pembangunan saluran irigasi sangat tergantung pada
cuaca. Beberapa pekerjaan hanya dapat dilakukan pada saat
cuaca kering/kemarau dan harus dihentikan pada saat musim
penghujan. Oleh karena itu, jadwal pelaksanaan konstruksi telah
diatur agar selesai di bulan November sebelum musim penghujan
datang. Apabila tidak selesai sebelum musim penghujan, maka
proyek berpotensi untuk mengalami keterlambatan.
e. Usulan realokasi
Sesuai dengan kontrak, pekerjaan konsultan akan berakhir pada
bulan Maret 2015. Padahal, beberapa pekerjaan fisik khususnya di
area Lempuing dijadwalkan akan memerlukan adendum kontrak
untuk perpanjangan dan berakhir pada bulan Desember 2014.
Oleh karena itu diperlukan perpanjangan kontrak pekerjaan
konsultan selama 8 bulan (sampai Desember 2014).
Sementara itu, dana loan dari kategori pekerjaan konsultan telah
habis dan tidak cukup untuk membiayai perpanjangan selama 8
bulan. Dengan demikian, diperlukan realokasi dana dari kategori
pekerjaan sipil untuk meng-cover perpanjangan kontrak pekerjaan
konsultan.
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 39
3. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output
Pada pertemuan pemantauan tanggal 15 Oktober 2014 di Palembang
telah dilakukan dan disepakati langkah-langkah pencapaian ouput dan
hal terkait lainnya sebagai berikut:
Kementerian Pekerjaan Umum perlu melakukan pendekatan
kepada masyarakat pemilik lahan agar negosiasi pembebasan
lahan dapat selesai sebelum loan berakhir.
Kementerian Pekerjaan Umum perlu melakukan koordinasi
internal khususnya antar Ditjen Sumber Daya Air dan Ditjen Bina
Marga agar pekerjaan proyek yang melintasi jalan nasional dapat
segera selesai.
Untuk antisipasi musim penghujan, pekerjaan sipil di area
Lempuing harus selesai pada bulan November 2014. Kementerian
Pekerjaan Umum dan pihak konsultan harus memonitor pekerjaan
sipil tersebut.
Kementerian Pekerjaan Umum segera memproses usulan relokasi
loan tersebut. Usulan disampaikan kepada Kementerian
Keuangan dan Bappenas.
4. Lessons Learnt
a. Teknologi
Secara umum, pekerjaan proyek Komering Irrigation Project Stage
II Phase 2 tidak membutuhkan teknologi yang tinggi. Teknologi
pekerjaan saluran irigasi induk dan tersier yang dikerjakan telah
dikembangkan dan tersedia di Indonesia. Kontraktor pelaksana
proyek-pun seluruhnya berasal dari dalam negeri, yaitu: PT.
Waskita Karya, PT. Brantas Abipraya, PT. Nindya Karya dan PT.
Hutama Karya, PT Pembangunan Perumahan.
Oleh karena itu, ke depan proyek-proyek semacam ini lebih cocok
apabila tidak menggunakan dana pinjaman luar negeri tetapi
menggunakan dana APBN. Saat ini salah satu keunggulan
membangun proyek infrastruktur besar menggunakan pinjaman
luar negeri adalah adanya kepastian ketersediaan pendanaan
sampai proyek selesai dengan kejelasan alokasi setiap tahunnya.
Hal inilah yang belum dapat dijamin oleh APBN. Kepastian alokasi
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
40 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
pendanaan proyek dari APBN merupakan faktor penting dalam
upaya mengurangi ketergantungan pada pinjaman luar negeri
dalam pembangunan proyek infrastruktur berskala besar.
b. Manajemen Proyek
Sejak awal, proyek ini didesain dengan menggunakan konsultan
asing. Keberadaan konsultan asing dalam menyusun desain dan
melaksanakan pengawasan pekerjaan cukup efektif dan dapat
menjadi pembelajaran bagi konsultan lokal ataupun pemilik
pekerjaan (dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum).
Yang menarik dalam manajemen proyek ini adalah pembagian
porsi konsultan Jepang dan konsultan lokal. Konsultan lokal
memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan konsultan
Jepang. Pihak Kementerian Pekerjaan Umum telah melakukan
analisa kebutuhan jumlah personil konsultan asing dan konsultan
lokal, sehingga pada saat penyusunan kontrak tidak dapat
dipengaruhi oleh kepentingan dari donor. Dengan demikian,
pekerjaan dapat terbagi dengan baik dan lebih efisien dalam hal
biaya.
Etos kerja dan tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan
tepat waktu merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki oleh
konsultan Jepang. Hal ini sangat membantu berjalannya
manajemen proyek dan interaksi antar pihak yang berkepentingan.
Pembagian tugas yang jelas dan koordinasi yang baik antara
kontraktor, konsultan, dan pemilik pekerjaan (Kementerian
Pekerjaan Umum) merupakan kunci suksesnya pekerjaan proyek
ini.
c. Knowledge Management/Institutional Memory
Hal penting yang juga perlu diperhatikan dalam pembuatan
laporan proyek adalah adanya kebutuhan untuk
mendokumentasikan setiap tahap dalam proses implementasi
proyek. Selama ini pembuatan laporan hanya ditekankan pada
dokumen Project Completion Report (PCR). Jika mengacu pada
salah satu tujuan dari penggunaan pinjaman luar negeri sebagai
sarana transfer teknologi/pengetahuan, maka diperlukan upaya
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 41
mendokumentasikan aktifitas implementasi proyek pada setiap
tahapan/proses. Hal ini penting untuk membentuk suatu
knowledge management/institutional memory yang kuat, yang
dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran bagi
pelaksanaan proyek-proyek sejenis di masa depan. Dalam
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 pendokumentasian
aktifitas implementasi proyek pada setiap tahap pelaksanaan
belum terlihat.
d. Cakupan Fungsional Lahan
Proyek irigasi Komering ini telah berjalan selama lebih dari 10
tahun. Total lahan yang dapat terairi (masuk dalam pekerjaan
tersier) apabila proyek selesai adalah sekitar 11.000 Ha, yang
terdiri dari area Bahuga (Komering Selatan) seluas 3.135 Ha,
Muncak Kabau seluas 6.021 Ha, dan Lempuing seluas 2.000 Ha
(sisa 3.000 Ha rencananya menggunakan APBN untuk
pembangunannya). Sementara itu, total area irigasi yang dibangun
(termasuk saluran induk dan tersier) adalah 59.148 Ha (proyek
Stage II phase 1 dan 2).
Proyek irigasi baru dapat berfungsi apabila saluran tersier
terbangun. Pada proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase
2, saluran tersier yang telah terbangun adalah 11.000 Ha. Dengan
demikian, cakupan fungsional lahan proyek Komering Irrigation
Project Stage II Phase 2 adalah sekitar 20% dari total area yang
dibangun. Adanya saluran irigasi ini diharapkan dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat petani untuk meningkatkan
kapasitas produksinya.
Salah satu hal yang mendukung dalam proyek ini adalah sebagian
besar area di sekitar proyek Komering Irrigation Project Stage II
Phase 2 telah berbentuk lahan pertanian padi/sawah tadah hujan,
sehingga tidak diperlukan rekayasa ulang lahan. Para petani
hanya perlu merubah metode tanam dari sistem tadah hujan
menjadi sistem irigasi.
Cakupan fungsional lahan dapat menjadi pembelajaran bagi
proyek sejenis dimasa akan datang. Target utama (output) dari
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
42 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
pembangunan proyek irigasi idealnya adalah berapa jumlah luas
lahan yang terairi melalui saluran tersier karena berdampak
langsung terhadap masyarakat.
5. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek
Proyek dan masa berlaku pinjaman proyek Komering Irrigation Project
Stage II Phase 2 akan berakhir pada tahun 2016. Dengan demikian
Pemerintah Indonesia (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah)
perlu memastikan bahwa setelah proyek Komering Irrigation Project
Stage II Phase 2 selesai, prasarana yang dibangun dapat berfungsi
optimal dan berkelanjutan.
Terkait dengan hal tersebut, terdapat beberapa isu yang perlu menjadi
perhatian dan dicarikan pemecahan yang tepat sekaligus dapat
menjadi lessons learnt untuk proyek-proyek sejenis.
Isu-isu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pembangunan Saluran Tersier
Saluran tersier merupakan saluran terakhir (hilir) yang terkoneksi
langsung dengan sawah-sawah masyarakat. Pada area Lempuing,
terdapat saluran tersier yang belum tercakup dalam proyek ini.
Total luas area Lempuing yang tidak termasuk dalam pekerjaan
proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 adalah 3.000
Ha dari total 5.000 Ha.
Oleh karena itu, Pemerintah Pusat (dalam hal ini Kementerian
Pekerjaan Umum) perlu memastikan dibangunnya saluran tersier
yang tersisa di area Lempuing seluas 3.000 Ha sehingga dapat
lebih meningkatkan fungsi proyek.
b. Ketersediaan Sumber Air (Pembangunan Waduk)
Salah satu isu penting dalam proyek irigasi adalah kapasitas air
terpasang yang mengalir di Sungai Komering yang berasal dari
Danau Ranau. Proyek irigasi Komering untuk area Lempuing
didesain untuk lahan seluas 8.500 Ha. Namun, dengan
keterbatasan sumber air dari Danau Ranau, maka lahan yang
dapat dialiri air hanya seluas 5.000 Ha.
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 43
Apabila ingin mencetak seluruh lahan (8.500 Ha), maka
dibutuhkan pembangunan satu waduk di hulu sungai Komering.
Keuntungan membangun waduk di kawasan tersebut tidak saja
sebagai sumber air, namun memiliki potensi untuk dimanfaatkan
menjadi pembangkit listrik tenaga air.
6. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Lokasi jalan nasional lintas timur Sumatera
Selatan yang terlintasi proyek
Foto 2
Bendung Gerak Perjaya, yang dibangun pada Komering Irrigation Project Stage II Phase I
Foto 3 Saluran Tersier Area Muncak Kabau.
Foto 4
Konstruksi saluran yang melintasi sungai (ICB 10 Lempuing).
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
44 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Foto 5 Suasana rapat pemantauan di Kantor BBWS
Sumatera VIII
Foto 6
Suasana rapat pemantauan di Kantor Pembangunan Perumahan
Foto 7 Lokasi tempat berdiri adalah sungai di musim
hujan
Foto 8 PerkembanganSaluran Irigasi Primer
-----oo0oo-----
Lower Solo River Improvement Project Phase II
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 45
Laporan Kunjungan Lapangan “Lower Solo River Improvement Project (LSRIP), Phase II
Loan IP-522”
Jawa Timur, 15 April 2014
1. Informasi Proyek
a. Data Umum Proyek
b. Kinerja Proyek
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output
3. Lessons Learnt
4. Isu-isu terkait Keberlanjutan Proyek
a. Pemanfaatan Jabung Ring Dyke
b. Flood Forcasting and Warning System (FFWS)
5. Foto
1. Informasi Proyek
a. Data Umum Proyek
Executing Agency Ditjen Bina Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum
Sumber Pembiayaan Pinjaman Pemerintah Jepang/JICA (Loan IP-522)
Nilai Pinjaman
Proyek
JPY 9.345.000.000
Tujuan Pengendalian banjir, penampungan air, dan irigasi
Ruang lingkup
pekerjaan
1. Engineering Services:
a. Detail design untuk pekerjaan-pekerjaan river
improvement dari Babat - Cepu, Sembayat barrage, Jero
swamp drainase, review desain FFWS.
b. Supervisi konstruksi untuk pekerjaan-pekerjaan :
pembangunan bendung gerak Bojonegoro, pembuatan
tanggul keliling Rawa Jabung dan FFWS.
Lower Solo River Improvement Project Phase II
46 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
2. Konstruksi :
Pembangunan bendung gerak Bojonego ( BJ - 1 dan BJ -
2 ), Pembuatan tanggul keliling Rawa Jabung (J - 2 (2)
dan J- 2(1)) dan FFWS.
Lokasi Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten
Lamongan, Propinsi Jawa Timur
Masa laku loan Loan Agreement efektif tanggal 28 Juli 2005 s/d 28 Juli 2015
Status pekerjaan On going
b. Kinerja Proyek
Proyek LSRIP Phase II (loan JICA IP-522) merupakan kelanjutan dari
proyek LSRIP I (loan JICA IP-450 tahun 1995). Pada proyek LSRIP
Phase II, pekerjaannya meliputi pembangunan bendung gerak
Bojonegoro dan tanggul keliling Rawa Jabung, serta FFWS.
Berdasarkan hasil perhitungan progress variant (PV) tertanggal 31
Maret 2014, kinerja proyek LSRIP Phase II masuk dalam kategori at
risk, yaitu negatif 10,60%. Rendahnya kinerja proyek LSRIP terutama
disebabkan adanya konflik lahan pada pembangunan Jabung Ring
Dyke Paket J2 (1).
Paket Engineering Services telah selesai dilaksanakan dengan
progress fisik kumulatif mencapai 97,07% dan progres keuangan
kumulatif mencapai 96,15%. Tidak ada kendala yang berarti pada
paket Engineering Services.
Pembangunan Bojonegoro Barrage Paket BJ-1 dan BJ-2 telah selesai
dilaksanakan.
Pembangunan Jabung Ring Dyke Paket J2-2 telah selesai
dilaksanakan dengan progress fisik kumulatif mencapai 95,72% dan
progres keuangan kumulatif mencapai 88,09%. Meski demikian,
terdapat keterlambatan penyelesaian pekerjaan pembangunan Jabung
Ring Dyke Paket J2-2. Keterlambatan atas pelaksanaan proyek akan
dikenakan denda sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Lower Solo River Improvement Project Phase II
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 47
Pembangunan Jabung Ring Dyke Paket (J2-1) memiliki progres fisik
yang lambat dibandingkan komponen lainnya. Progres fisik Jabung
Ring Dyke Paket (J2-1) baru mencapai 69,01% dan progres keuangan
kumulatif sebesar 67,25%, padahal proyek akan berakhir pada tanggal
28 Juli 2015. Progress fisik yang terhenti pada angka 69,01% sejak
Januari 2014 terjadi karena permasalahan pembebasan lahan. Warga
didampingi LSM lokal menuntut ganti rugi atas lahan yang dijadikan
lokasi proyek Jabung Ring Dyke Paket (J2-1). Padahal, status tanah
tersebut adalah milik negara (Tanah Negara Garap).
Paket Flood Forcasting and Warning System memiliki progress fisik
19,8% dan progres keuangan 21,5%. Rendahnya progress paket
FFWS karena harus menunggu selesainya pembangunan Jabung Ring
Dyke Paket J2-1.
Tabel 8 Realisasi Keuangan dan Fisik LSRIP Phase II (Loan IP-522) per Maret 2014
No Kegiatan Waktu Nilai
(Juta Rupiah)
Progress Keuangan
(%)
Progress Fisik (%)
1 Engineering Services LRIP Phase II
02/12/2013 s.d.
30/04/2015 178.472,12 96,15 97,07
2 Bojonegoro Barrage Paket BJ-1
11/01/2013 s.d.
31/08/2013 315.997,98 100,00 100,00
3 Bojonegoro Barrage Paket BJ-2
24/04/2013 s.d.
03/08/2013 14.595,92 100,00 100,00
4 Jabung Ring Dyke Paket J2-1
08/11/2013 s.d.
31/12/2014 120.155,04 67,25 69,01
5 Jabung Ring Dyke Paket J2-2
20/12/2013 s.d.
31/03/2014 206.408,91 88,09 95,72
6 Flood Forcasting and Warning System
17/09/2013 s.d.
06/01/2015 18.311,93 21,51 19,82
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output
Kendala utama pencapaian output proyek LSRIP Phase II adalah adanya
konflik lahan tanah garapan. Pada awal Januari tahun 2014, masyarakat
yang menduduki dan atau menggarap lahan menuntut ganti rugi atas
tanah garapan yang sebenarnya adalah milik negara. Pemerintah Daerah
tidak dapat memenuhi tuntutan ganti rugi tersebut karena secara hukum
klaim masyarakat atas tanah milik negara tidak bisa dibayar ganti ruginya.
Lower Solo River Improvement Project Phase II
48 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Solusi yang ditawarkan adalah melalui pemberian bantuan sosial yang
sebenarnya juga berpotensi memunculkan masalah baru seperti
bagaimana bentuk bantuan sosial, siapa yang berhak menerima,
argumentasi pemberian bantuan sosial, dan lain sebagainya.
Pada pertemuan pemantauan tanggal 15 April 2014 di Lamongan, Jawa
Timur telah dilakukan dan disepakati langkah-langkah pencapaian output
dan hal terkait lainnya sebagai berikut:
Pelaksanaan pekerjaan fisik akan difokuskan pada lokasi-lokasi yang
tidak terdapat permasalahan sosial.
Untuk lokasi yang mengalami permasalahan sosial, apabila
dimungkinkan pekerjaan fisik akan tetap dilakukan sambil menunggu
penyelesaian masalah tersebut.
Secara hukum, ganti rugi Tanah Negara Garap (tanah semangka) di
lokasi Jabung Ring Dyke tidak dapat dilakukan.
Akan diusulkan untuk pemberian bantuan sosial/hibah kepada warga
yang terkena dampak pembangunan Jabung Ring Dyke. Proses
pemberian santunan melalui bantuan sosial/hibah terus diupayakan
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain akan
dibahas pada Musrenbang.
Sosialisasi bersama kepada masyarakat yang terkena dampak
pembangunan Jabung Ring Dyke dengan melibatkan Pemerintah
Daerah, Kodim, Polres, Kejaksaan, BPN, dan BBWS Bengawan Solo.
Diperlukan intervensi kegiatan ekonomi produktif pada masyarakat
sekitar lokasi pembangunan Jabung Ring Dyke.
3. Lessons Learnt dari Pelaksanaan Proyek LSRIP Phase II
a. Penguasaan Teknologi dan Pembiayaan
Penguasaan teknologi pembangunan Bojonegoro Barrage dan
Jabung Ring Dyke telah dimiliki oleh Indonesia. Oleh karena itu,
proyek LSRIP Phase II dilaksanakan oleh kontraktor lokal, yaitu
Hutama – Brantas Jo., dan Wika – PP Jo.
Lower Solo River Improvement Project Phase II
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 49
Pada masa yang akan datang, proyek-proyek yang penguasaan
teknologinya sudah ada di Indonesia, harus diarahkan untuk tidak
menggunakan fasilitas pinjaman luar negeri dalam skema
pembiayaannya. Proyek-proyek dengan teknologi yang telah ada
tersebut lebih sesuai dibiayai oleh APBN atau APBD.
b. Pemetaan Konflik Lahan
Kasus konflik lahan pada proyek LSRIP Phase II terjadi karena
adanya tuntutan ganti rugi dari masyarakat setempat yang
melakukan klaim atas tanah yang sebelumnya digarap di atas tanah
negara.
Luas lokasi tanah yang bermasalah (berwarna kuning pada gambar
1 dibawah) mencapai 270 Ha. Protes dan tuntutan warga
sebenarnya baru berlangsung sejak bulan Januari 2014 dan belum
menemukan titik temu. Warga menuntut ganti rugi atas tanah yang
dijadikan lokasi Jabung Ring Dyke, sementara secara hukum, ganti
rugi tidak dapat diberikan mengingat status tanah milik negara dan
pengelolaan/penggarapan tanah tersebut yang tidak dilakukan terus
menerus (hanya 4 bulan dalam 1 tahun).
Poin pembelajaran yang bisa dipetik dari kasus Jabung Ring Dyke
adalah bahwa pemetaan konflik lahan mestinya menjadi fokus pada
tahap perencanaan proyek. Proses pengadaan tanah untuk
kepentingan umum harus dilakukan melalui musyawaran dengan
pemberian ganti rugi yang layak dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Apabila potensi konflik lahan
sulit untuk diatasi, maka sebaiknya proyek ditunda untuk
dilaksanakan. Konflik lahan pada kasus Jabung Ring Dyke terjadi
pada saat proyek telah jalan dan sudah mencapai progress fisik
69%.
Lower Solo River Improvement Project Phase II
50 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Gambar 2 Jabung Ring Dyke Plan of Land Acquisition
4. Isu-isu terkait Keberlanjutan Pasca Proyek LSRIP Phase II
Proyek dan masa berlaku pinjaman LSRIP Phase II akan berakhir pada
tanggal 28 Juli 2015. Dengan demikian, waktu untuk menyelesaikan
konflik lahan pada proyek pembangunan Jabung Ring Dyke semakin
terbatas. Apabila konflik lahan tidak kunjung selesai sampai batas waktu
berakhirnya masa berlaku pinjaman, alternatif pilihan yang dapat diambil
adalah memperpanjang masa berlaku pinjaman atau menghentikan masa
berlaku pinjaman.
Dengan asumsi proyek LSRIP Phase II selesai tepat waktu, maka
Pemerintah harus memastikan bahwa prasarana yang dibangun dapat
berfungsi optimal dan berkelanjutan. Beberapa isu yang terkait
keberlanjutan pasca proyek LSRIP Phase II yang perlu menjadi perhatian
untuk proyek-proyek peningkatan sungai, antara lain:
a. Pemanfaatan Jabung Ring Dyke
Secara umum, Jabung Ring Dyke yang memiliki kapasitas tampungan
air sebesar 30 juta m3 memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai
penampung hujan dan pengendali banjir di saat musim penghujan,
serta penampung suplai air baku pada saat musim kemarau.
Lower Solo River Improvement Project Phase II
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 51
Selain kedua fungsi tersebut, Jabung Ring Dyke sebenarnya bisa
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk melakukan aktivitas
ekonomi, misalnya dengan melakukan budi daya ikan air tawar, atau
menjadikan Jabung Ring Dyke sebagai salah satu titik pariwisata.
Namun demikian, pemanfaatan Jabung Ring Dyke untuk budi daya
perikanan dan pariwisata masih membutuhkan kajian dan penelitian
lebih lanjut.
b. Flood Forecasting and Warning System (FFWS)
Banjir di sekitar sungai bengawan solo merupakan fenomena alam
yang tidak dapat dicegah, namun dapat dikurangi akibat yang
ditimbulkannya. Meskipun tidak dapat dicegah, banjir dapat
diusahakan untuk dikendalikan. Salah satu tools yang dapat digunakan
untuk mengendalikan banjir adalah dengan memanfaatkan Flood
Forecasting Warning System (FFWS).
FFWS pada proyek LSRIP Phase II perlu dioptimalkan untuk dapat
mengetahui dan meramalkan waktu dan intensitas banjir. Informasi ini
diperlukan penduduk di daerah rawan banjir untuk menyelamatkan diri,
harta benda, dan lain sebagainya.
Meski demikian, FFWS belum dapat dikerjakan apabila proyek Jabung
Ring Dyke belum selesai dilaksanakan. Pekerjaan FFWS sangat
tergantung pada selesainya proyek Jabung Ring Dyke.
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Struktur Inlet pintu air yang menhubungkan
sungai bengawan solo ke Jabung Ring Dyke
Foto 2
Suasana Pertemuan Kunjungan Lapangan dalam rangka Pemantauan Proyek LSRIP
Phase II
Lower Solo River Improvement Project Phase II
52 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Foto 3 Lokasi sekitar Barrage. Volume air sungai
Bengawan Solo pada titik ini mencapai 3,7 juta m3
Foto 4
Tanggul Sisi Kiri Jabung Ring Dyke.
Foto 5 Proses pengerjaan Jabung Ring Dyke
Foto 6 Proses pengerjaan Jabung Ring Dyke
-----oo0oo-----
Denpasar Sewerage Development Project
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 53
Laporan Kunjungan Lapangan “Denpasar Sewerage Development Project (DSDP) II”
Bali, 16 Mei 2014
1. Informasi Proyek
a. Data Umum Proyek
b. Kinerja Proyek
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
3. Lessons Learnt
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek (Beyond DSDP)
a. Optimalisasi Fungsi Prasarana
b. Kelembagaan dan Pengelolaan Keuangan
c. Pemilihan Teknologi
5. Foto
1. Informasi Umum Proyek
a. Data Umum Proyek
Executing Agency Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum
Sumber Pembiayaan Pinjaman Pemerintah Jepang/JICA (Loan IP-550)
Nilai Pinjaman Proyek JPY 6.004.000.000
Tujuan Meningkatkan area pelayanan sistem pengelolaan air
limbah terpusat (sewerage system) di Denpasar, Kuta,
dan Sanur yang akan meningkatkan kualitas lingkungan
dan perairan (pantai, sungai dan air tanah).
Ruang lingkup
pekerjaan
1. Konstruksi jaringan pipa utama dan sekunder/tersier
2. Procurement dan instalasi equipment Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL); inflow pump, aerator,
generator, flow-meter dan water supply system, serta
equipment terkait lain; manhole dan wet pit
3. Jasa konsultansi
Denpasar Sewerage Development Project
54 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Lokasi Kota Denpasar, Kabupaten Badung (kawasan Sanur dan
Kuta)
Masa laku loan Loan Agreement efektif tanggal 25 Juli 2008 s/d 25 Juli
2016
Status pekerjaan 1. Jasa konsultansi DED selesai
2. Konstruksi jaringan pipa utama hingga tersier selesai
3. Procurement dan instalasi equipment selesai
4. Jasa konsultansi supervisi masih berlangsung s/d
tahun 2016
Pembagian pekerjaan 1. Porsi Pemerintah Pusat:
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Jaringan pipa utama hingga tersier
Public campaign
2. Porsi Pemda (Pemprov Bali, Pemkot Denpasar,
Pemkab Badung):
Sambungan rumah
3. Porsi Pemprov Bali:
Pengelolaan UPT
b. Kinerja Proyek
Proyek DSDP II (loan JICA IP-550) merupakan kelanjutan dari proyek
DSDP I (loan JICA IP-431 tahun 1994), dengan perluasan area
pelayanan sistem pengelolaan air limbah terpusat (sewerage system)
meliputi Kota Denpasar dan Kabupaten Badung (kawasan Sanur dan
Kuta), Provinsi Bali.
Proyek DSDP I terdiri atas pembangunan Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) di Sanur, pembangunan jaringan utama, dan 2 (dua)
pumping station di Kuta dan Sanur serta sambungan rumah pada
kawasan tahap I. Hasil proyek DSDP I telah diresmikan oleh Bapak
Presiden Yudhoyono pada bulan Juni 2008.
Denpasar Sewerage Development Project
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 55
Tabel 9 Area Pelayanan DSDP tahap I dan II
Kawasan
DSDP I DSDP II
Project
Area (ha)
Served
Population
(person)
Project
Area (ha)
Served
Population
(person)
Denpasar 520 32.200 280 21.100
Sanur 330 10.200 202 6.200
Kuta 295 8.700 489 12.300
Total 1.145 51.100 971 39.500
Kinerja proyek DSDP II sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan progres
varian yang positif senilai 21,9% per 31 Maret 2014. Baiknya kinerja
tersebut disebabkan oleh 2 faktor, yaitu:
i. Proyek mengambil pelajaran (lessons learnt) dari pelaksanaan
proyek sebelumnya yaitu DSDP I (Loan IP-431) yang mengalami
keterlambatan dan perpanjangan loan sampai dengan 6 tahun
(dari tahun 2002 menjadi tahun 2008). Tahapan yang krusial pada
tahap I adalah proses penyusunan desain dan persiapan
pengadaan.
ii. Lingkup pekerjaan proyek ini lebih pada perluasan area layanan
yaitu pembangunan jaringan pipa (yang diintegrasikan dengan
sistem yang telah dibangun pada proyek DSDP I) dan
pemasangan sambungan rumah dengan target 8.700 Sambungan
Rumah (SR) s.d tahun 2016.
Seluruh pekerjaan konstruksi proyek DSDP II, terdiri dari pekerjaan
pembangunan jaringan pipa pengelolaan air limbah dengan panjang
total mencapai 104,6 kilometer, serta pengadaan dan instalasi
peralatan telah selesai dilaksanakan berdasarkan status per 30 April
2014. Dengan demikian pekerjaan yang tersisa adalah jasa supervisi
(untuk memastikan sambungan rumah dilakukan sesuai standar).
Pembangunan Sambungan Rumah (SR) dibiayai dengan dana APBD
ditargetkan selesai pada tahun 2016. Progres hingga akhir Desember
Denpasar Sewerage Development Project
56 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
2013 telah mencapai 3.787 SR dari target 8.700 SR, atau telah
mencapai 43,5%.
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output
Pada pertemuan pemantauan tanggal 16 Mei 2014 di Sanur telah
dilakukan dan disepakati langkah-langkah pencapaian ouput dan hal
terkait lainnya sbb:
Target sambungan rumah (SR) yang didanai melalui APBD Provinsi
dan APBD Kabupaten Badung dan APBD Kota Denpasar harus
dipastikan tercapai pada masa pinjaman DSDP II (IP-550) ada tahun
2016.
Perlunya antisipasi penanganan untuk daerah prioritas yaitu kawasan
wisata MP3EI dan kawasan yang masuk dalam Masterplan DSDP
(Kota Denpasar dan Kabupaten Badung) dengan mempertimbangkan
perkembangan penduduk di kawasan tersebut yang cepat yang
menyebabkan peningkatan pencemaran di Sungai Tukad Badung.
Tingkat pencemaran Sungai Tukad Badung masih cukup tinggi, terlihat
dari salah satu indikator pencemaran air yaitu COD (Chemical Oxygen
Demand) yang masih berada di atas baku mutu sumber air baku yang
ditetapkan melalui Pergub Bali. Sungai Badung merupakan sumber air
baku bagi PDAM Bali.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, untuk mengantisipasi
peningkatan kebutuhan, kapasitas IPAL yang telah terpasang juga
perlu ditingkatkan dengan penggunaan teknologi (mengatasi
keterbatasan lahan untuk IPAL).
Terdapat sisa Loan IP-550 yang memungkinkan untuk dimanfaatkan
untuk penyusunan DED Kawasan Prioritas dan Review Desain IPAL
sesuai dengan Minutes of Discussion appraisal bulan November 2007.
Proses re-alokasi Loan IP-550 ditindaklanjuti dengan menyiapkan
explanatory note berisi penjelasan mengenai signifikansi penyusunan
DED untuk optimalisasi layanan IPAL khususnya di Kawasan Kuta dan
Sanur, peningkatan teknologi pada IPAL karena keterbatasan lahan,
dan untuk menuju standar COD < 10 mg/ℓ serta penjelasan mengenai
aspek keuangan/penggunaan dana pinjaman.
Denpasar Sewerage Development Project
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 57
3. Lessons Learnt dari Pelaksanaan Proyek DSDP II
a. Teknologi
Proses konstruksi/pemasangan jaringan pipa pengelolaan air limbah
dengan teknik pipe jacking, sehinga tidak mengganggu kawasan
yang sangat padat/ramai seperti Kuta.
b. Proses Pembentukan Kelembagaan
Pada awalnya, dibentuk BLU-PAL (Badan Layanan Umum
Pengelolaan Air Limbah) sebagai pengelola sewerage system
yang telah dibangun melalui proyek DSDP. Terdapat sharing untuk
operasional dan pemeliharaan melalui pengelolaan oleh BLU-PAL
yang ditanggung bersama oleh Pemprov Bali, Pemkot Denpasar,
dan Pemkab Badung (wilayah Kuta dan Sanur).
Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,
kelembagaan pengelola tersebut harus berbentuk UPT (Unit
Pelayanan Teknis) terlebih dahulu dan pembiayaan untuk
operasional dan pemeliharaan merupakan tanggungjawab Provinsi
(peraturan perundangan tersebut terbit setelah pembentukan BLU-
PAL). Sehingga BLU-PAL yang telah terbentuk, diubah menjadi
UPT Provinsi (di bawah Dinas Pekerjaan Umum) dengan
pembiayaan dari Pemerintah Provinsi. Saat ini UPT Provinsi
tersebut sedang dalam proses untuk menjadi BLU Daerah.
Kebijakan kelembagaan pengelolaan limbah berbeda untuk setiap
daerah. Sebagai contoh di Bali dikelola oleh Pemerintah Provinsi
(melalui UPT Provinsi), sedangkan di Kota Bandung (Jawa Barat)
dikelola oleh PDAM yang meliputi air bersih dan air limbah
sedangkan di Bali pada lembaga yang terpisah.
c. Sharing Pemerintah Daerah
Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku,
tanggungjawab Pemerintah Pusat terkait sewerage system
meliputi IPAL dan jaringan pipa utama hingga tersier.
Denpasar Sewerage Development Project
58 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Pada proyek DSDP, pembangunan jaringan utama hingga tersier
menggunakan dana loan JICA (Pemerintah Pusat), sedangkan
untuerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Kabupaten Badung.
Sharing pembiayaan dengan Pemda tersebut menjadikan Pemda
memiliki kepemilikan (ownership) yang kuat atas proyek. Hal
tersebut juga menjadi insentif bagi masyarakat karena selama
pelaksanaan proyek pembiayaan pemasangan SR digratiskan
bagi masyarakat (dibiayai APBD). Biaya pemasangan SR sekitar
Rp 6 juta/rumah.
Terbatasnya APBD yang dimiliki Pemda menyebabkan alokasi
Pemda untuk biaya pemasangan SR tidak lebih dari Rp 15
miliar/tahun. Dengan alokasi tersebut, pemasangan SR
direncanakan akan selesai pada tahun 2016 sebelum masa laku
loan IP-550 berakhir.
d. Retribusi
Penentuan tarif dilakukan berdasarkan berbagai pertimbangan.
Pada penentuan tarif di Bali terdapat subsidi silang, dimana untuk
pelanggan dengan non rumah tangga/bisnis (hotel, restoran, dan
lainnya) dikenakan tarif lebih mahal dibanding untuk pelanggan
rumah tangga.
Biaya retribusi dari pelanggan tersebut sampai tahun 2014 cukup
untuk membiayai operasional dan pemeliharaan sewerage system.
Aspek kelembagaan juga berpengaruh terhadap enforcement
pembayaran retribusi. Sebagai contoh, di Kota Bandung (Jawa
Barat), di bawah kelembagaan yang sama untuk pengelolaan air
bersih dan air limbah, retribusi untuk air bersih dan air limbah
dilakukan dalam satu paket pembayaran yang sama. Dengan
sistem ini, jika masyarakat tidak membayar retribusi, maka
pelayanan untuk air bersih dapat dihentikan (aliran air bersih dapat
diputus dalam jaringan). Sebaliknya, jika kelembagaan
pengelolaan air bersih dan limbah dilakukan secara terpisah
(seperti yang berlaku di proyek DSDP), retribusi yang dilakukan
juga akan terpisah. Dengan sistem ini, jika pelanggan tidak
membayar retribusi untuk pengelolaan air limbah, tidak dapat
Denpasar Sewerage Development Project
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 59
dilakukan penghentian pelayanan, baik untuk air bersih (karena
dibawah kelembagaan yang berbeda) maupun air limbah (aliran
air limbah secara teknis tidak dapat diputus dalam jaringan)
e. Aspek Sosial
Keberhasilan pembangunan jaringan pipa air limbah perlu mendapat
dukungan masyarakat. Proyek berhasil membangun kesadaran
masyarakat mengenai perlunya pembangunan jaringan air limbah
melalui public campaign yang dilakukan tidak saja dengan media
resmi (misal melalui koran, radio), namun juga sosialisasi langsung
ke masyarakat. Public campaign merupakan salah satu komponen
jasa konsulansi yang dibiayai loan DSDP tahap I (Loan IP-431).
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Pasca Proyek (Beyond DSDP)
Proyek dan masa berlaku pinjaman DSDP II akan berakhir pada tahun
2016. Dengan demikian Pemerintah Indonesia (Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kota Denpasar, Pemerintah
Kabupaten Badung) perlu memastikan bahwa setelah proyek DSDP II
selesai, prasarana yang dibangun dapat berfungsi optimal dan
berkelanjutan.
Terkait dengan hal tersebut, terdapat beberapa isu yang perlu menjadi
perhatian dan dicarikan pemecahan yang tepat sekaligus dapat menjadi
lessons learnt untuk proyek-proyek pengelolaan air bersih dan air limbah.
Isu-isu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Optimalisasi Prasarana dan Biaya Operasional
Sampai dengan akhir bulan April 2014, IPAL yang dibangun proyek
DSDP (I) baru berfungsi mengelola air limbah sejumlah 20 ribu m3/hari
dari kapasitas 51 ribu m3/hari. Untuk mengoptimalkan fungsi IPAL
tersebut perlu dipercepat pembangunan Sambungan Rumah.
Optimalisasi fungsi tersebut juga berkonsekuensi meningkatnya
alokasi anggaran APBD untuk pemasangan SR dan meningkatnya
biaya operasional. Dengan tingkat pengelolaan saat ini sejumlah 20
ribu m3/hari, UPT/IPAL Denpasar harus membayar biaya listrik Rp 255
juta per bulan.
Denpasar Sewerage Development Project
60 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
b. Kelembagaan dan Pengelolaan Keuangan
UPT pengelolaan air limbah yang ada saat ini merupakan unit yang
terpisah dari pengelolaan air minum. Salah satu masalah yang saat ini
mulai muncul adalah pembayaran tarif oleh pelanggan baik rumah
tangga maupun non rumah tangga (antara lain hotel dan rumah
makan). Pihak UPT masih belum menemukan cara enforcement aturan
tarif dan sanksi. Di daerah-daerah lain, pengelolaan keuangan air
limbah disatukan dengan pengelolaan air minum. Dengan demikian
apabila terjadi penunggakan pembayaran, pihak pengelola dapat
menutup aliran pasokan air minum.
Dalam kasus pengelolaan air limbah regional seperti di area DSDP, isu
untuk menerapkan pola penggabungan pengelolaan keuangan air
minum dan air limbah lebih kompleks karena melibatkan 3
pemerintahan (Pemerintah Provinsi dan 2 Pemerintah
Kota/Kabupaten) dan masing-masing Pemerintah Kota/Kabupaten
telah memiliki unit pelayanan/usaha air minum.
c. Pemilihan Teknologi
Sistem pengolahan limbah yang dibangun pada proyek DSDP
merupakan sistem yang konvensional dan relatif murah dari segi
pengoperasiannya. Sistem yang dibangun dalam proyek DSDP ini
adalah juga yang dibangun di daerah-daerah lain dengan dana bukan
pinjaman luar negeri. Sesuai dengan kesepakatan (Minutes of
Discussion) hasil appraisal tahun 2007 dan kesepakatan pada
pertemuan monitoring tanggal 16 Mei 2014, pelaksana proyek
merencanakan penyusunan Detailed Engineering Design untuk
perluasan cakupan area di kawasan Kuta, kawasan Sanur dan
Denpasar Barat. DED tersebut akan memuat pula rencana upgrading
teknologi yang telah digunakan. Penerapan teknologi baru tersebut
untuk menyiasati keterbatasan lahan yang tersedia untuk
penampungan dan pengolahan air limbah. Penerapan teknologi baru
tersebut juga akan berdampak pada meningkatnya biaya operasional
karena membutuhkan daya yang lebih besar. Meskipun demikian,
sistem teknologi baru yang akan diterapkan tersebut bukan merupakan
yang tercanggih saat ini karena sistem teknologi tersebut belum
mampu memisahkan lumpur dari limbah cair.
Denpasar Sewerage Development Project
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 61
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1
IPAL Suwung, diresmikan Presiden SBY pada bulan Juni 2008.
Foto 2 Tampak sampah padat di kolam penampungan
air limbah IPAL Suwung.
Foto 3
Maket pipe jacking method yang digunakan pada pemasangan jaringan pipa di kawasan padat untuk meminimalkan kemacetan lalu-lintas.
Foto 4 Jaringan pipa limbah yang melintasi sungai.
Foto 5
Manhole yang berfungsi sebagai akses pemeliharaan saluran dan pertemuan beberapa
cabang saluran
Foto 6 Proses pemasangan sambungan rumah.
Dengan pemasangan ini maka septic tank yang sudah ada ditutup. Pekerjaan ini perlu disupervisi
agar sesuai standar.
-----oo0oo-----
Denpasar Sewerage Development Project
62 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Halaman ini sengaja dikosongkan
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 63
Laporan Kunjungan Lapangan “The Improvement of the Mohammad Hoesin Hospital
Palembang”
Palembang, 15 Oktober 2014
1. Informasi Proyek
a. Data Umum Proyek
b. Kinerja Proyek
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
3. Lessons Learnt
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek
5. Foto
1. Informasi Umum Proyek
a. Data Umum Proyek
Executing Agency Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan
Sumber Pembiayaan Pinjaman Pemerintah Jerman melalui KfW (Loan 2002 66 353)
Nilai Pinjaman Proyek
EUR 11.282.297,00
Tujuan 1. Meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat dibidang kesehatan
2. Meningkatkan prasarana dan sarana rumah sakit
Ruang lingkup pekerjaan
1. Pembangunan prasarana seperti sistem pembuangan limbah, generator, pengadaan air bersih dan fire hydrant system.
2. Pengadaan peralatan medis 3. Pengadaan dan pembangunan sistem informasi 4. Konsultasi dan pelatihan
Lokasi Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan
Masa laku loan Loan Agreement efektif tanggal 14 Mei 2003 s.d 31 Desember 2014
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
64 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Status pekerjaan 1. Pengadaan barang seluruhnya telah terkirim dan terpasang, kecuali tube CT Scan yang tertahan di pabean pelabuhan
2. Pelaksanaan pemeliharaan 3. Jasa konsultansi supervisi dan pemeliharaan
sampai dengan Desember 2014 4. Pelatihan (komponen hibah)
b. Kinerja Proyek
Proyek The Improvement of Moh Hoesin Hospital Palembang (loan
KfW 2002 70 413) dimulai pada bulan Mei 2003 dengan ruang
lingkup proyek berupa perbaikan infrastruktur dasar, pengadaan
peralatan medis serta perbaikan sistem informasi untuk
meningkatkan pelayanan.
Sesuai rencana awal, proyek ini dijadwalkan selesai pada tahun
2006. Akan tetapi, adanya beberapa persoalan selama proyek
berlangsung menyebabkan proyek ini diperpanjang sebanyak tiga kali
hingga akhir tahun 2014. Penyebab utama perpanjangan proyek
adalah berlarut-larutnya proses tender khususnya penentuan
spesifikasi untuk Lot 1 Medical Equipment. Keterlambatan pada
proses ini lebih lanjut mengakibatkan terhambatnya pekerjaan untuk
Lot 2, Lot 3 dan Lot 4. Penandatanganan kontrak untuk Lot 1 Medical
Equpment baru terlaksana pada tahun 2010.
Pada bulan September 2014 penyerapan dana pinjaman mencapai
94,72%. Pada tahun 2014 proyek dalam tahapan pemeliharaan.
Pada tahap ini seluruh peralatan telah terpasang. Beberapa masalah
yang terjadi pada tahap ini adalah sebagai berikut:
o Kinerja perawatan yang dilaksanakan oleh pemasok tidak berjalan
sesuai rencana sehingga mempengaruhi penyerapan dana loan
tahun 2014. Hingga bulan September 2014, dari target lima
semester perawatan yang dijadwalkan, baru dua semester
perawatan yang dapat direalisasikan.
o Terdapat spareparts berupa tube untuk alat CT Scan yang perlu
diganti, namun impor barang tersebut tidak dapat masuk karena
Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan tidak memberikan
keringanan pembayaran pajak impor. Keterlambatan masuknya
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 65
tube CT Scan menyebabkan pekerjaan maintenance ikut
terhambat. Selain itu peralatan CT Scan yang tube-nya
memerlukan penggantian tidak dapat difungsikan untuk pelayanan
kesehatan..
o Pada tahun 2011 yang lalu, terjadi keterlambatan pengiriman
barang oleh supplier hingga melampaui batas akhir fase
pemeliharaan dari yang seharusnya berakhir pada Desember
2014 menjadi bulan Mei 2015. Akibatnya, loan agreement yang
akan berakhir pada Desember 2014 harus diperpanjang ke tahun
2015.
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output
Kementerian Kesehatan perlu mengintensifkan koordinasi dengan
Kementerian Keuangan untuk revisi DIPA 2014 yang menampung
alokasi anggaran untuk pembayaran pajak dan bea masuk pengadaan
barang lot 2.
Kementerian Kesehatan perlu mempercepat proses pembayaran
pekerjaan-pekerjaan supervisi dan pemeliharaan semester 3 dan 4.
Untuk itu pihak Rumah Sakit Moh Hoesin perlu memanggil Konsultan
dalam rangka penandatanganan Certificate of Acceptance. Pihak
Rumah Sakit Moh. Hoesin dapat meminta bantuan pihak KfW Jakarta
untuk pemanggilan konsultan tersebut.
Kementerian Kesehatan perlu memastikan alokasi anggaran pada
tahun 2015 untuk pembayaran pekerjaan supervsisi dan pemeliharaan
semester 5 dan 6.
3. Lessons Learnt dari Pelaksanaan Proyek The Improvement
Moh Hoesin Palembang
a. Pemanfaatan Teknologi
Perlengkapan medis yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan RS.
Moh. Hoesin Palembang dapat dikategorikan sebagai peralatan yang
teknologinya mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Tertundanya pengadaan barang yang cukup lama pada proyek ini
akibat permasalahan pada proses tender menyebabkan pada saat
alat tersebut akan difungsikan, teknologinya menjadi relatif usang. Hal
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
66 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
ini berdampak pada kurang maksimalnya pelayanan yang diberikan
oleh rumah sakit . Selain itu, transfer of knowledge yang diperoleh oleh
sumber daya manusia di RS Hoesin tidak terjadi pada tingkat yang
paling mutakhir.
Pembelajaran yang bisa dipetik dari pengalaman ini adalah:
Ke depan, sebaiknya proyek-proyek yang dibiayai pinjaman luar
negeri lebih difokuskan pada pengembangan prasarana dan sarana
pendukung.
Pengadaan peralatan kesehatan yang tergolong cepat
perkembangan teknologinya dapat dilaksanakan dengan
menggunakan pembiayaan lain yang proses pengadaan
barang/jasanya lebih cepat atau apabila menggunakan pinjaman
luar negeri, diperlukan perhatian dan upaya yang lebih agar
pengadaan barang/jasanya tepat waktu.
b. Optimalisasi Fungsi Badan Layanan Umum
Pada tahun 2005, RS Moh. Hoesin telah memperoleh satus sebagai
Badan Layanan Umum (BLU). Dengan demikian, RS Moh. Hoesin
mempunyai kewenangan untuk menggunakan sebagian pendapatan
yang diperolehnya. Permasalahan yang terjadi pada pekerjaan
perawatan dan pengadaan suku cadang pada proyek ini memberikan
pelajaran bahwa pekerjaan perawatan dan pengadaan suku cadang
dapat diserahkan kepada rumah sakit.
Pihak rumah sakit dapat menggunakan sebagian pendapatannya
untuk membiayai pekerjaan perawatan dan membeli suku cadang.
Cara ini akan lebih cepat, ringkas dan murah.
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Pasca Proyek
a. Dukungan Manajemen dan Sumber Daya manusia
Peralatan yang diadakan dalam rangka proyek ini, baik peralatan medis,
non medis, maupun sistem informasi akan dapat difungsikan secara
maksimal untuk melayani publik apabila dioperasikan oleh sumber daya
manusia yang memiliki kualifikasi dan bekerja sesuai dengan aturan
yang ditetapkan. Oleh karena itu, pihak RS Moh. Hoesin Palembang
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 67
perlu memastikan personil yang mengoperasikan peralatan dan sistem
mempunyai kualifikasi dan bekerja menurut standar yang ditentukan.
Pada saat kunjungan lapangan dijumpai kondisi masih menumpuknya
pasien/keluarga pasien pada bagian pendaftaran dan pembayaran.
Situasi ini mencerminkan belum adanya sistem informasi/komputerisasi
pada pelayanan dan pendaftaran dan pembayaran. Hal ini ternyata
disebabkan pada saat jam istirahat/makan siang, loket pelayanan hanya
dilayani oleh satu orang petugas. Kejadian tersebut merupakan contoh
sistem yang dibangun belum didukung oleh pola kerja yang tepat
sehingga mengurangi fungsionalisasi dan manfaat sistem. Ke depan,
pihak RS. Moh. Hoesin perlu melakukan perbaikan perbaikan
pengaturan pelayanan administrasi dan keuangan.
b. Kebersihan
Pihak RS Moh. Hoesin Palembang diharapkan dapat meningkatkan
kebersihan, hygienity dan keindahan penampilan rumah sakit. Kondisi
fisik rumah sakit yang bersih tentunya sangat dibutuhkan karena
membantu daya pakai peralatan dan merupakan bagian dari pelayanan
prima kepada masyarakat pemakai jasa, serta membantu meningkatkan
kepercayaan publik kepada rumah sakit. Meskipun rumah sakit telah
dilengkapi dengan peralatan yang lebih canggih dan mutakhir, apabila
kondisi rumah sakit kotor, hal ini akan mempengaruhi tingkat
kepercayaan publik pada kualitas pelayanan dan kehandalan peralatan
rumah sakit.
5. Foto Kunjungan Lapangan (lihat halaman berikut)
-----oo0oo-----
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
68 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Foto Kunjungan Lapangan The Improvement of the Moh
Hoesin Hospital Palembang
15 Oktober 2014
Foto 1 Rapat koordinasi di Rumah Sakit Moh. Hoesin
Foto 2
Tim pemantauan meninjau fasilitas medis di RS Moh. Hoesin
Foto 3 Ruang penyimpanan generator
Foto 4
Tempat penyimpanan air bersih (Pembangunan prasarana berupa generator dan pengadaan air bersih masuk dalam ruang lingkup
penggunaan pinjaman KfW)
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 69
Foto 5
Peralatan medis yang digunakan untuk keperluan layanan pemeriksaan radiologi
Foto 6
Peralatan CT Scan yang tidak dapat beroperasi akibat sparepart yang masih tertahan di pabean
Foto 6 Ruang Intensive Care Unit Anak
Foto 7 Ruang sterilisasi peralatan medis
Foto 8 Ruang yang digunakan untuk memonitor seluruh kegiatan rumah sakit menggunakan jaringan IT
(HMIS)
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
70 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Halaman ini sengaja dikosongkan
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 71
Laporan Kunjungan Lapangan “Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant Project
(2x50 MW)”
Parit Baru, 17 Juni 2014
1. Informasi Proyek
a. Data Umum Proyek
b. Kinerja Proyek
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
3. Lessons Learnt
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek
a. Pasokan Batu Bara
b. Jaringan Listrik
5. Foto
1. Informasi Umum Proyek
a. Data Umum Proyek
Executing Agency PT. PLN
Sumber Pembiayaan Pinjaman Pemerintah RRT melalui skema
preferential buyer credit
Nilai Pinjaman Proyek USD 132.189.695
Tujuan Memenuhi kebutuhan listrik masyarakat melalui
peningkatan supply listrik di wilayah Kalimantan
Barat serta meningkatkan efisiensi biaya produksi
listrik,
Ruang lingkup pekerjaan 1. Engineering
2. Procurement
3. Construction
Lokasi Kabupaten Bengkayang, Propinsi Kalimantan Barat
Masa laku loan Loan Agreement efektif tanggal 12 September 2012
s/d 12 Februari 2017
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
72 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Status pekerjaan On going
Pembagian pendanaan 1. Loan (85%) : USD 132.189.695
2. APLN (15%) : USD 23.327.593
b. Kinerja Proyek
Proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant (2x50MW)
merupakan proyek yang dibiayai oleh pinjaman Pemerintah RRT
melalui skema Preferential Buyer Credit The Export Import Bank of
China untuk membangun dua unit pembangkit listrik yang masing-
masing berkapasitas 50 MW di Parit Baru, Kabupaten Bengkayang,
Kalimantan Barat.
Proyek ini diharapkan dapat mendukung pemenuhan kebutuhan listrik
yang belum merata di wilayah Kalimantan Barat, yang tersebar di
1.804 desa, terutama meliputi daerah terpencil dan terisolasi. Proyek
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant (2x50MW) memiliki tujuan,
yaitu: (a) meningkatkan base-load unit; (b) meningkatkan electrification
ratio di wilayah Kalimantan Barat; dan (c) mengurangi biaya produksi.
Pembangkit listrik existing yang digunakan PT. PLN (Persero) Wilayah
Kalimantan Barat masih mengandalkan pembangkit listrik tenaga
diesel (PLTD) yang berbiaya tinggi dan berbahan bakar tidak
terbarukan.
Loan Agreement ditandatangani pada tanggal 12 September 2012 dan
berlaku hingga 12 Februari 2017. Proyek telah diteruspinjamkan oleh
Pemerintah kepada PT. PLN melalui Perjanjian Penerusan Pinjaman
tanggal 28 Februari 2013.
Proyek saat ini telah berjalan dan memasuki tahap pelaksanaan civil
works. Ground breaking pembangunan proyek ini diresmikan oleh
Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Christiandy Sandjaya.
Pelaksanaan proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
(2x50MW) mengalami sedikit keterlambatan terutama pada proses
procurement yang disebabkan oleh keterlambatan engineering dari
kontraktor.
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 73
Tabel 10 Progress Proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant (2x50MW)
No Pekerjaan
Bobot
terhadap
Proyek (%)
Mei 2014 (%)
Rencana Realisasi
1 Engineering 0,96 0,74 0,32
2 Procurement 65,74 23,11 11,09
3 Construction 33,30 3,38 2,66
Total 100,00 27,23 14,07
Sumber: Paparan PT. PLN pada rapat pemantauan tanggal 17 Juni 2014
Pelaksanaan proyek masih menghadapi masalah lahan dan perizinan.
Meskipun demikian, hal ini tidak menghambat pelaksanaan konstruksi
karena lahan yang belum bebas tersebut berada di luar area
konstruksi. Pada aspek perijinan, PT. PLN telah menyelesaikan Ijin
Penetapan Lokasi dan Ijin Kelayakan Lingkungan Hidup. Sedangkan
Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Ijin Terminal Khusus/Jetty masih
dalam proses.
Tabel 11 Progress Perizinan Proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
(2x50MW)
No Jenis Perizinan Nomor dan Tanggal
Perizinan Keterangan
1 Izin Penetapan
Lokasi
SK Bupati Bengkayang
No. 315/BPMPPT/2013
Tanggal 18 Juni 2013
Valid
2 Izin Lingkungan SK Gubernur Kalbar No.
641/BLHD/2012 tanggal
14 November 2012
Valid
3 Izin Mendirikan
Bangunan
Dalam proses Melalui surat PLN No.
601/121/UIP.IX/2013
tanggal 25 Oktober
2013
4 Izin Terminal
Khusus/Jetty
Dalam proses (ditingkat
Kantor Kesyahbandaran
dan Otoritas Pelabuhan)
Melalui surat PLN No.
059/121/UIP.IX/2014
tanggal 8 Januari 2014
Sumber: Paparan PT. PLN pada rapat pemantauan tanggal 17 Juni 2014
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
74 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output
Pada pertemuan pemantauan tanggal 17 Juni 2014 di Lokasi PLTU Parit
Baru, telah dilakukan dan disepakati langkah-langkah pencapaian ouput
dan hal terkait lainnya sebagai berikut:
PT. PLN akan melakukan berbagai langkah percepatan untuk
mengejar keterlambatan progress total yang diakibatkan oleh
keterlambatan penyelesaian Detailed Engineering Design. Langkah
percepatan tersebut dilakukan dengan menambah sumber daya,
terutama yaitu man power, alat berat, dan material, serta pengaturan
beberapa pekerjaan yang sebelumnya dilakukan secara serial
dijadikan paralel (dilakukan bersamaan).
PT. PLN akan menyelesaikan perijinan yang masih dalam proses
penerbitan, yaitu Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Ijin Terminal
Khusus/Jetty. PT. PLN telah menugaskan petugas untuk memantau
proses perijinan tersebut.
Perlu dilakukan pembenahan pada pola manajemen hubungan kerja
antara kontraktor Engineering, Procurement, Construction (EPC) dari
RRT dan mitra lokalnya, konsultan desain dan supervisi, serta
pelaksana. Permasalahan pola manajemen tersebut perlu diidentifikasi
dan dilaporkan kepada manajemen PLN Pusat sehingga pimpinan
PLN dapat memberikan peringatan kepada pihak kontraktor.
3. Lessons Learnt
Penguatan Kapasitas Nasional dan Lokal dalam Manajemen Proyek,
Penyusunan Desain dan Supervisi Konstruksi
Pelaksanaan proyek PLTU Parit Baru telah mengambil lessons learnt
dari proyek sebelumnya, yaitu proyek PLTU Labuhan Angin yang juga
dibiayai dengan dana pinjaman Pemerintah RR Tiongkok skema
Preferential Export Buyer’s Credit (PBC).
Proyek-proyek yang dibiayai pinjaman skema Preferential Export
Buyer’s Credit (PBC) berbeda pola pekerjaannya dengan pinjaman
dari pemberi pinjaman lainnya seperti ADB, Bank Dunia, dan JICA.
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 75
Pinjaman ketiga lender tersebut memberikan alokasi pendanaan
(dalam satu paket komitmen pinjaman) untuk jasa konsultansi
penyusunan dan/atau review desain/detailed engineering design
sebelum pelaksanaan konstruksi, dan alokasi pendanaan untuk jasa
supervisi. Sebaliknya pinjaman skema PBC hanya dialokasikan untuk
pekerjaan konstruksi berdasarkan desain yang disusun pihak
Indonesia (dalam hal ini PT PLN). Dalam pelaksanaannya, pihak
kontraktor melakukan detailed engineering design/technical drawing.
Pekerjaan ini antara lain dimaksudkan untuk penyesuaian desain
dalam kondisi fisik di lapangan. Hasil technical drawing tersebut perlu
di-review terutama bila terdapat perbedaan dengan desain awal.
Pada proyek-proyek skema PBC sebelumnya (PLTU Labuhan Angin),
pekerjaan detailed engineering design/technical drawing dilakukan
oleh pihak kontraktor RRT dan pihak konsultan RRT yang bekerjasama
dengan pihak kontraktor (dengan sistem kontrak EPC, engineering
procurement and construction). Dengan pola manajemen seperti ini,
pihak Indonesia tidak dapat memperoleh kesempatan mengetahui
lebih rinci mengenai penyusunan desain akhir yang digunakan sebagai
dasar konstruksi fisik.
Pada proyek PLTU Parit Baru, PT PLN telah mengontrak PT Prima
Layanan Nasional Enjinering untuk melaksanakan pekerjaan review
design dan pekerjaan supervisi. Pada proyek Jembatan Tayan,
pelaksana proyek mengontrak perusahaan nasional untuk melakukan
review atas detail technical drawing yang dilakukan pihak kontraktor.
Pihak pelaksana proyek juga melibatkan akademisi dari Universitas
Tanjungpura dalam proses review design dan supervisi.
Dengan pola manajemen proyek yang dilaksanakan pada proyek
Jembatan Tayan dan PLTU Parit Baru, pinjaman skema PBC dari
Pemerintah RRT telah memberikan peluang berlangsungnya transfer
of knowledge untuk mengembangkan kapasitas perusahaan dan
sumber daya nasional dan daerah. Dengan kata lain, pinjaman RRT
yang selama ini sering dikritik kinerja dan kualitas output-nya, dengan
pilihan manajemen proyek yang tepat, skema pinjaman PBC tersebut
dapat menjadi sarana yang efektif dalam knowledge transfer dan
knowledge sharing untuk memperkuat kapasitas nasional.
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
76 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Pasca Proyek
Proyek dan masa berlaku pinjaman Parit Baru Coal Fired Steam Power
Plant (2x50MW) akan berakhir pada tahun 2017. Oleh sebab itu, PT. PLN
perlu memastikan bahwa setelah proyek dapat selesai tepat waktu (on
schedule) dan berkelanjutan.
Terkait dengan hal tersebut, terdapat beberapa isu yang perlu menjadi
perhatian dan dicarikan pemecahan yang tepat sekaligus dapat menjadi
lessons learnt.
Isu-isu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pasokan Batu Bara
Kebutuhan bahan bakar batu bara untuk operasional suatu pembangkit
listrik tenaga uap adalah sekitar 4.000 ton per MW. PT. PLN harus
memastikan ketersediaan pasokan batu bara serta jalur distribusi yang
memadai untuk keberlanjutan proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power
Plant (2x50MW).
Apabila PT. PLN mengalami kekurangan pasokan batu bara, operasi
pembangkit akan terganggu dan masyarakat akan menderita kerugian
melalui pemadaman listrik.
b. Jaringan Listrik
Jaringan listrik di wilayah Kalimantan Barat, terutama daerah-daerah yang
berbatasan langsung dengan Malaysia masih belum memadai. Jaringan
listrik merupakan sarana yang sangat penting untuk mendistribusikan
listrik dari pembangkit.
PT. PLN perlu memastikan jaringan listrik dapat tersedia (baik yang sudah
ada maupun yang baru dibuat) setelah proyek Parit Baru Coal Fired
Steam Power Plant (2x50MW) selesai dikerjakan.
Proyek pembangunan jaringan atau transmisi listrik di Kalimantan Barat
yang mendukung operasional proyek ini adalah proyek Streghtening West
Kalimantan Power Grid. Proyek tersebut akan menghubungkan daerah
Bengkayang, Ngabang, dan Tayan agar terkoneksi dengan listrik dan
diperkirakan akan selesai pada tahun 2016.
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 77
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Pekerjaan Sipil Proyek Parit Baru Coal Fired
Steam Power
Foto 2
Pekerjaan Pilling Proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power
Foto 3 Batching Plant
Foto 4 Site Office Proyek Parit Baru CFSP
Foto 5 Suasana Rapat Pertemuan
Foto 6 Pagar Keliling Proyek Parit Baru CFSP
-----oo0oo-----
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
78 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Halaman ini sengaja dikosongkan
Keramasan Power Plant Extension Project
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 79
Laporan Kunjungan Lapangan “Keramasan Power Plant Extension Project”
Palembang, 15 Oktober 2014
1. Informasi Proyek
a. Data Umum Proyek
b. Kinerja Proyek
2. Kendala dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Proyek Masalah
3. Lessons Learnt
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek
5. Foto
1. Informasi Umum Proyek
a. Data Umum Proyek
Executing Agency PT. PLN
Sumber
Pembiayaan
Pinjaman Pemerintah Jepang/JICA (Loan IP-527)
Nilai Pinjaman
Proyek
JPY 9.736.000.000
Tujuan Meningkatkan produksi dan stabilitas listrik melalui
perluasan wilayah produksi di PLTU Keramasan untuk
memenuhi permintaan listrik di Provinsi Sumatera Selatan
Ruang lingkup
pekerjaan
1. Construction works
2. Consulting services
Lokasi Kota Palembang, Sumatera Selatan
Masa berlaku loan Loan Agreement efektif tanggal 22 Oktober 2007 s/d 31
Desember 2015
Keramasan Power Plant Extension Project
80 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
b. Kinerja Proyek
PLTU Keramasan adalah salah satu bagian UIP Pembangkit Sumatera
II di wilayah Sumatera bagian Selatan. Proyek Keramasan Power Plant
Extension Project merupakan proyek pengembangan pembangkit
listrik di PLTU Keramasan dengan dibiayai pinjaman pemerintah
Jepang (loan JICA IP-527).
PLTU Keramasan menggunakan bahan bakar gas untuk menghasilkan
listrik. Untuk proyek Keramasan Power Plant Extension Project, gas
didapatkan dari PT. Pertamina dan PT. Medco.
Pekerjaan fisik proyek Keramasan Power Plant Extension Project
terdiri atas 2 unit yaitu Milestone Unit 1 (11,2 MW) dan Milestone Unit 2
(11,16 MW). Pekerjaan fisik meliputi pembangunan heat recovery
steam generator, gas turbine, steam turbine, main transformer, central
control building, cooling water, dan peralatan pendukung lainnya.
Pekerjaan fisik kedua unit tersebut sudah selesai dilaksanakan dan
sedang dalam masa pemeliharaan (guarantee period). Guarantee
period untuk unit 1 sampai tanggal 3 Desember 2014 dan unit 2
sampai tanggal 6 Desember 2014.
Tabel 12 Progres Pekerjaan Fisik per Juni 2014
No Indikator Output
Perkembangan Fisik Tahun Anggaran 2014 TOTAL
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi
1
Consulting Services
Kontrak No.262.PJ/061/DIR/2007
Tanggal 28 November 2007
7,05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 95,00 87,50
2
System Development Planning
Kontrak No.256-1.PJ/061/DIR/2008
Tanggal 5 Maret 2008
100,00 100,00
3
Construction
Kontrak No. 133.PJ/041/DIR/2011
Tanggal 22 Maret 1011
0,07 0,00 4,94 0,00 0,00 0,00 94,00 88,95
Sumber: Laporan Pelaksanaan Kinerja Pinjaman Luar Negeri Triwulan II 2014
Keramasan Power Plant Extension Project
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 81
2. Kendala dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Proyek
Pada saat rapat koordinasi dan kunjungan lapangan tanggal 15 Oktober
2014, terdapat satu kendala pada pelaksanaan proyek yaitu kerusakan
yang terjadi pada Unit 2. Perbaikan Unit 2 tersebut akan ditanggung oleh
kontraktor karena masih dalam masa guarantee period.
3. Lessons Learnt dari Pelaksanaan Proyek
Keramasan Power Plant Extension Project merupakan salah satu contoh
dari proyek yang pelaksanaannya berjalan sesuai rencana, baik dari sisi
waktu maupun pembiayaan. Salah satu faktor yang mendukung
keberhasilan proyek ini adalah lahan yang sudah tersedia sejak awal
dimulainya proyek. Ini dapat terjadi karena pembangunan Keramasan
Power Plant merupakan perluasan dari proyek sebelumnya, yang
pelaksanaannya berlokasi pada lahan milik PT PLN.
Pembelajaran yang dapat diambil dari proyek Keramasan Power Plant
Extension adalah bahwa ketersediaan/perijinan lahan merupakan hal
yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan proyek-proyek
infrastruktur. Pelaksana proyek-proyek infrastruktur (terutama untuk
pekerjaan yang membutuhkan lahan) perlu mempertimbangkan
ketersediaan lahan dan perijinannya sebelum penandatangan kontrak
karena akan berpengaruh pada kinerja proyek, proses pekerjaan fisik,
dan jangka waktu pekerjaan proyek.
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek
Masa berlaku pinjaman proyek Keramasan Power Plant Extension Project
akan berakhir pada 31 Desember 2014. Pekerjaan fisik proyek telah
selesai dan masa pemeliharaanya juga akan selesai pada bulan
Desember 2014. PT. PLN sebagai executing agency perlu memastikan
sarana dan prasarana yang dibangun dapat berfungsi optimal dan
berkelanjutan sebelum masa pemerliharaannya berakhir terutama untuk
Unit 2 yang saat ini masih mengalami kerusakan.
Keramasan Power Plant Extension Project
82 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Main Equipment CCPP Keramasan
Foto 2
Gas Turbine
Foto 3
Rapat koordinasi dan Pemantauan Lapangan di
PLTU Keramasan
Foto 4
Rapat koordinasi dan Pemantauan Lapangan di
PLTU Keramasan
Foto 5
Block Plant
Foto 6
Heat Recovery Steam Generator r
-----oo0oo-----
Strengthening West Kalimantan Power Grid
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 83
Laporan Kunjungan Lapangan “Strengthening West Kalimantan Power Grid”
Parit Baru, 17 Juni 2014
1. Informasi Proyek
a. Data Umum Proyek
b. Kinerja Proyek
2. Kendala Pelaksanaan Proyek
3. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek
a. Negosiasi Pembelian Listrik
b. Ketersediaan Pembangkit Listrik Baru
5. Foto
1. Informasi Umum Proyek
a. Data Umum Proyek
Executing Agency PT. PLN
Sumber Pembiayaan ADB dan co financing AFD
Nilai Pinjaman Proyek 1. Co financing ADB = USD 49.500.000
AFD = USD 49.500.000 +
Total = USD 99.000.000
2. APLN = USD 18.800.000
Tujuan Memenuhi kebutuhan listrik masyarakat melalui
pembangunan saluran transmisi listrik di wilayah
Kalimantan Barat termasuk untuk jalur impor listrik dari
Sarawak, Malaysia
Ruang lingkup
pekerjaan
1. Civil works
2. Equipment
3. Environment and social mitigation
4. Consultants
Strengthening West Kalimantan Power Grid
84 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Lokasi 1. Paket 1 SUTET 275 kV: Bengkayang – Jagoibabang
2. Paket 2 GITET 275/150 kV: Bengkayang
3. Paket 3 SUTT 150 kV: Bengkayang – Ngabang –
Tayan
4. Paket 4 GI 150 kV: Ngabang dan Extn. 150 kV: Tayan
Masa laku loan Loan Agreement (L/A) dengan AFD ditandatangani pada
tanggal 8 Februari 2013, dengan closing date loan
tanggal 31 Juli 2016 dan dengan ADB ditandatangani
pada tanggal 17 Oktober 2013, dengan closing date loan
tanggal 31 Januari 2016. Meski demikian, SLA belum
diterbitkan.
Status pekerjaan On going
Pembagian pekerjaan 1. Paket 1 (SUTET 275 kV Bengkayang – Jagoibabang)
: PT. Bukaka Teknik Utama
2. Paket 2 (GITET 275 kV Bengkayang) : CG
Consortium
3. Paket 3 (SUTT 150 kV Bengkayang – Ngabang –
Tayan) : Consortium of KEC and Mitsubishi Corp.
4. Paket 4 (GI 150 kV Ngabang dan Extn. 150 kV
Tayan) : PT. Siemens Indonesia
5. Konsultan : PLN Pusenlis Tractebel Eng.
b. Kinerja Proyek
Proyek Strengthening West Kalimantan Power Grid merupakan bagian
dari rencana nasional untuk menghubungkan sekitar 10 juta pelanggan
listrik baru antara tahun 2011 – 2015 dan untuk mendukung komitmen
pemerintah dalam pemasangan tenaga listrik 90% pada tahun 2020
dari 62% yang terealisasi pada tahun 2009.
Sistem kelistrikan di Kalimantan Barat yang ada saat ini dipandang
kurang efisien dan berbiaya tinggi. Di sisi lain, negara bagian Sarawak
(Malaysia) yang berbatasan dengan Kalimantan Barat memiliki supply
listrik yang besar dan berencana untuk melakukan ekspor ke negara
tetangga, termasuk Indonesia.
Sistem penyediaan listrik yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan listrik masyarakat dan menyediakan akses
kepada pelanggan baru, termasuk menyediakan saluran transmisi
listrik menuju Sarawak untuk kepentingan impor listrik pada jangka
pendek.
Strengthening West Kalimantan Power Grid
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 85
Dalam jangka panjang, saluran transmisi yang dibangun juga akan
memungkinkan ekspor listrik dari Indonesia ke Serawak apabila
terdapat kelebihan supply listrik di Kalimantan Barat.
Proyek ini terdiri atas pembangunan jalur transmisi listrik yang
melintasi dan menghubungkan wilayah Bengkayang, Ngabang, dan
Tayan di Provinsi Kalimantan Barat dengan pinjaman senilai total USD
99.000.000 yang bersumber dari Pemerintah Perancis (AFD) dan ADB,
masing-masing senilai USD 49.500.000.
Loan Agreement (L/A) dengan AFD ditandatangani pada tanggal 8
Februari 2013, dengan closing date loan tanggal 31 Juli 2016 dan dengan
ADB ditandatangani pada tanggal 17 Oktober 2013, dengan closing
date loan tanggal 31 Januari 2016.
Kinerja proyek dari sisi progress penyerapan keuangan sebenarnya
belum terekam karena belum ada penarikan dana dari PLN.
Terhambatnya disbursement untuk loan dari ADB disebabkan karena
dalam DIPA SLA masih dalam status blokir (menunggu terbitnya SLA).
Sedangkan, kendala penarikan pada loan AFD adalah karena terdapat
persyaratan dari AFD bahwa 14 bulan sejak board approval dan belum
ada aktifitas penarikan maka AFD akan mengganti term and condition
yang baru agar dapat efektif kembali. AFD juga mensyaratkan minimal
pencairan dana loan adalah eq. EUR 5.000.
Meskipun terdapat kesulitan dalam penarikan dana (disbursement),
PT. PLN telah melakukan inisiatif untuk memulai pekerjaan dengan
menggunakan anggaran sendiri atau APLN. PT. PLN telah melakukan
pembayaran uang muka dan pembayaran pekerjaan pada beberapa
paket pekerjaan.
Tabel 13 Pembayaran Proyek Strengthening West Kalimantan Power Grid
melalui APLN
Nama
Paket Nilai Kontrak (Rp)
Uang Muka yang
dibayar
Pembayaran s.d.
31 Mei 2014
Paket 1 191.821.037.431 18.247.394.377 42.183.302.119
Paket 2 59.993.759.276 4.641.634.718 -
Paket 3 87.854.357.557 11.980.139.666 -
Paket 4 27.355.374.037 2.393.488.344 -
Sumber: Paparan PT. PLN pada rapat pemantauan 17 Juni 2014
Strengthening West Kalimantan Power Grid
86 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Berdasarkan tabel di atas, total pembayaran porsi pinjaman yang
sudah dilakukan oleh PT. PLN adalah sebesar Rp 61.198.537.847.
Pembayaran yang dilakukan dengan APLN yang sudah dibayarkan
PT. PLN kepada kontraktor nantinya akan digantikan melalui pinjaman.
Beberapa progress fisik yang dapat dicatat, antara lain:
a. Paket 1 (SUTET 275 kV Bengkayang – Jagoibabang)
Tower yang akan dibangun pada paket 1 berjumlah 201 tower.
Tanah yang telah dibebaskan mencapai 188 lokasi (93,5%) dan
yang belum bebas dan masih dalam proses pembebasan sebanyak
13 lokasi. Dari 13 lokasi tanah yang belum bebas, terdapat 12 lokasi
yang termasuk kawasan hutan dan 1 lokasi di luar kawasan hutan.
Pembangunan pondasi yang telah selesai sebanyak 76 (ongoing
sebanyak 31) dan pekerjaan erection yang telah selesai sebanyak
53 (ongoing sebanyak 4). Waktu kontrak proyek selama 600 hari
sejak tanggal kontrak 12 April 2013.
Tabel 14 Progress Fisik Paket 1 SUTET 275 kV Bengkayang - Jagoibabang
No Jumlah
Tower
Tanah Bebas Pondasi Erection
Bebas Belum Selesai Ongoing Selesai Ongoing
1 201 188 13 76 31 53 4
Sumber: Paparan PT. PLN pada rapat pemantauan 17 Juni 2014
b. Paket 2 (GITET 275/150 kV Bengkayang)
Paket 2 merupakan pekerjaan pembangunan GITET 275/150 kV di
Bengkayang yang terdiri dari civil works, elektro mekanikal, dan
comissioning. Progress pekerjaan baru mencapai 2,052% dari yang
direncanakan sebesar 42,44%. Waktu kontrak proyek selama 600
hari sejak tanggal kontrak 30 April 2013.
Tabel 15 Progress Fisik Paket 2 GITET 275/150 kV Bengkayang
No
Progress Pekerjaan (%)
Pekerjaan Sipil Pekerjaan
Elmek
Commisi
oning Rencana Realisasi
1 42,44 2,05 Pekerjaan Pondasi
di Area 150 kV
Approval
Drawing
-
Sumber: Paparan PT. PLN pada rapat pemantauan 17 Juni 2014
Strengthening West Kalimantan Power Grid
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 87
c. Paket 3 (SUTT 150 kV Bengkayang – Ngabang – Tayan)
Paket 3 terdiri dari SUTT 150 kV jalur Bengkayang – Ngabang dan SUTT
150 kV jalur Tayan – Ngabang. Untuk jalur Bengkayang – Ngabang,
jumlah tower yang akan dibangun adalah sebanyak 275 tower. Tanah yang
telah dibebaskan mencapai 190 lokasi dan yang belum bebas dan masih
dalam proses pembebasan sebanyak 85 lokasi. Dari 85 lokasi tanah yang
belum bebas, terdapat 34 lokasi yang termasuk kawasan hutan dan 51
lokasi di luar kawasan hutan. Pembangunan pondasi yang telah selesai
baru 4 pondasi (ongoing sebanyak 2).
Jalur Tayan – Ngabang, jumlah tower yang dibangun sebanyak 116 tower.
Tanah yang telah dibebaskan sebanyak 38 lokasi dan yang belum bebas
dan masih dalam proses pembebasan sebanyak 78 lokasi. Dari 78 lokasi
tanah yang belum bebas, terdapat 15 lokasi yang termasuk kawasan hutan
dan 63 lokasi di luar kawasan hutan. Pembangunan pondasi dengan status
ongoing sebanyak 3. Waktu kontrak proyek paket ini selama 540 hari sejak
tanggal kontrak 30 April 2013.
Tabel 16 Progress Fisik Paket 3 SUTT 150 kV Bengkayang – Ngabang – Tayan
No
T/L 150
kV
Jumlah
Tower
Tanah Bebas Pondasi Erection
Bebas Belum Selesai Ongoing Selesai Ongoing
1 BKY-NGB 275 190 85 4 2 - -
2 TYN-NGB 116 38 78 - 3 - -
Sumber: Paparan PT. PLN pada rapat pemantauan 17 Juni 2014
d. Paket 4 (GI 150 kV Ngabang dan Extn. 150 kV Tayan) : PT.
Siemens Indonesia
Paket 4 merupakan pembangunan GI 150 kV di Ngabang dan
Ekstension GI 150 kV di Tayan yang terdiri dari civil works, elektro
mekanikal, dan comissioning. Progress pekerjaan baru mencapai
2,79% dari yang direncanakan sebesar 24,24%.
Tabel 17 Progress Fisik Paket 2 GI 150 kV Ngabang dan Extn. 150 kV Tayan
No GI
150
kV
Progress Pekerjaan (%) Pekerjaan
Sipil
Pekerjaan
Elmek
Commisioning
Rencana Realisasi
1 NBG 24,24 2,79 Cut & Fill Approval Drawing
2 TYN Pekerjaan Pondasi
Approval Drawing
-
Sumber: Paparan PT. PLN pada rapat pemantauan 17 Juni 2014
Strengthening West Kalimantan Power Grid
88 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
2. Kendala Pelaksanaan Proyek
Secara umum, terdapat tiga kendala utama pelaksanaan proyek
Strengthening West Kalimantan Power Grid, yaitu:
a. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan belum terbit
Pembangunan transmisi listrik proyek Strengthening West Kalimantan
Power Grid melintasi beberapa zona kawasan hutan di wilayah
Kalimantan Barat. Oleh karena itu, PT. PLN perlu meminta izin pinjam
pakai kawasan hutan ke Kementerian Kehutanan.
Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) adalah izin yang diberikan
untuk menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan
di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan
kawasan hutan. Instalasi transmisi dan distribusi listrik proyek ini
termasuk dalam kategori pembangunan di luar kegiatan kehutanan
sehingga diperlukan IPPKH.
Sampai dengan pemantauan ini dilaksanakan, IPPKH masih dalam
proses penerbitan.
b. Row untuk Paket 1 terhambat masalah lahan
Row untuk Paket 1 proyek Strengthening West Kalimantan Power Grid
terkendala pada masalah pembebasan lahan, dimana beberapa pihak
masih belum sepakat mengenai harga untuk lahan yang ditanami
sawit, duren, jati dan petai.
Terkait hal ini, PT. PLN terus melakukan pendekatan kepada para
pemiliki lahan dan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah
setempat.
c. Terhambatnya disbursement
Terhambatnya disbursement untuk loan ADB dalam DIPA SLA masih
dalam status blokir, sedangkan untuk loan AFD terhambatnya
disbursement karena terdapat persyaratan dari AFD terkait penarikan.
Meskipun belum terdapat penarikan dana, proyek yang dibiayai
pinjaman AFD dan ADB sudah berjalan. Sementara ini pembiayaan
untuk proyek yang tengah berjalan tersebut ditalangi dengan Anggaran
PLN (APLN). Penggunaan dana dari APLN ini nantinya akan diganti
dengan dana pinjaman AFD dan ADB.
Strengthening West Kalimantan Power Grid
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 89
3. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output
Pada pertemuan pemantauan tanggal 17 Juni 2014 di Lokasi PLTU Parit
Baru, telah dilakukan dan disepakati langkah-langkah pencapaian ouput
dan hal terkait lainnya sebagai berikut:
Manajemen PLN Pusat akan mempercepat proses pemenuhan
persyaratan untuk mengefektifkan loan agreement.
PT. PLN akan terus memonitor proses penerbitan Izin Pinjam Pakai
Kawasan Hutan (IPPKH) di Kementerian Kehutanan.
PT. PLN akan melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat
sebagai pemilik lahan dan melakukan koordinasi dengan pihak
pemerintah daerah untuk membantu proses negosiasi pembebasan
lahan.
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Pasca Proyek
Proyek dan masa berlaku pinjaman Strengthening West Kalimantan
Power Grid akan berakhir pada tahun 2016. Oleh sebab itu, PT. PLN
perlu memastikan bahwa setelah proyek dapat selesai tepat waktu (on
schedule) dan berkelanjutan. Di sisi lain,
Terkait dengan hal tersebut, terdapat beberapa isu yang perlu menjadi
perhatian dan dicarikan pemecahan yang tepat sekaligus dapat menjadi
lessons learnt.
Isu-isu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Ketersediaan pembangkit listrik baru
Jaringan transmisi listrik yang baru tentunya membutuhkan
tersedianya sumber pembangkit tenaga listrik yang baru. PT. PLN
tidak bisa hanya mengandalkan impor listrik dari Sarawak, Malaysia
untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di wilayah Kalimantan
Barat.
Pembangunan pembangkit listrik yang baru harus diarahkan untuk
menggunakan bahan bakar yang lebih murah dan efisien ketimbang
yang dipakai saat ini, yaitu diesel atau bahan bakar minyak.
Salah satu proyek pembangunan pembangkit yang sedang ongoing
adalah proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant (2x50MW).
Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas listrik untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat di wilayah Kalimantan Barat.
Strengthening West Kalimantan Power Grid
90 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
b. Negosiasi pembelian listrik
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
memberikan ruang untuk aktivitas ekspor dan impor listrik antar negara
di Indonesia. Jual beli tenaga listrik lintas negara secara lebih rinci
telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2012.
Pelaksanaan proyek Strengthening West Kalimantan Power Grid
adalah dalam rangka menyediakan sambungan listrik untuk dapat
dimungkinkannya jual beli listrik antara pemerintah Indonesia dengan
Malaysia.
Negosiasi pembelian listrik dengan Malaysia perlu mendapat perhatian
agar keberlanjutan proyek dapat terus berlangsung. Negosiasi terus
diupayakan sepanjang tidak merugikan kepentingan negara dan
bangsa serta tidak menimbulkan ketergantungan pengadaan tenaga
listrik dari luar negeri.
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1
Suasana Pertemuan Kunjungan Lapangan Proyek Strengthening West Kalimantan Power Grid
Foto 2
Pekerjaan Pondasi SUTET 275 kV T123
Foto 3
Pekerjaan Borepile T110 Foto 4
Proses Erection Instalasi SUTET 275 kV telah selesai
-----oo0oo-----
Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2 (2x400MW)
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 91
Laporan Kunjungan Lapangan “CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton
Steam Power Plant 1 & 2 (2x400 MW)”
Jawa Timur, 16 April 2014
1. Informasi Umum Proyek
2. Pengelolaan dan Pemanfaatan Proyek
3. Lessons Learnt
4. Foto
1. Informasi Umum Proyek
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton 1 & 2 yang beroperasi
sejak bulan Maret 1994 telah memiliki masa operasi selama 20 tahun.
Oleh karena itu, efisiensi kinerja PLTU Paiton 1 & 2 semakin menurun
seiring bertambahnya usia pembangkit. Dengan demikian, diperlukan
perbaikan, modifikasi dan life asessement peralatan untuk meningkatkan
kehandalan dan kinerja PLTU Paiton (2x400 MW) yang dikelola oleh PT.
Pembangkitan Jawa Bali (PJB).
Proyek CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2
(2x400 MW) merupakan proyek yang dibiayai melalui pinjaman dari Japan
Bank of International Cooperation (JBIC). Pinjaman efektif per tanggal 3
Maret 2008 dan telah selesai pada tahun 2013. Lingkup pekerjaan proyek
ini berupa rehabilitasi PLTU Paiton Unit 1 dan 2 yang meliputi
engineering, procurement, special tools, training, dan erection &
commissioning.
Kegiatan pemantauan dilaksanakan pada tanggal 16 April 2014 dengan
melakukan pertemuan dengan PT. PLN dan PT. Pembangkit Jawa Bali
(PJB) serta mengunjungi lokasi PLTU Unit 1 dan 2 di wilayah Paiton.
Kegiatan pemantauan dilakukan untuk melihat perkembangan
pemanfaatan dan pengelolaan proyek CLA-4 Rehabilitation and
Modernization of Paiton SPP 1&2 (2x400 MW), serta mengidentifikasi
lessons learnt dari pelaksanaan pinjaman.
Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2 (2x400MW)
92 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Executing Agency PT. PLN
Sumber Pembiayaan Skema Fasilitas Kredit Ekspor dari Japan Bank of
International Cooperation (JBIC) melalui
No. & Tanggal Kontrak 1. 253.PJ/041/DIR/2008 tangggal 8 Maret 2008
2. Amandement No. 01/2011 tanggal 10 Mei 2011
3. Amandement No. 02/2013 tanggal 21 Mei 2013
Nilai Pinjaman Proyek JPY 3.735.258.946
Tujuan Perbaikan, modifikasi dan life assesment peralatan
untuk meningkatkan kehandalan dan kinerja PLTU
Paiton
Ruang lingkup
pekerjaan
1. Engineering
2. Procurement
3. Special Tools
4. Training
5. Erection & Commissioning
Lokasi PLTU Paiton, Probolinggo, Jawa Timur
Masa laku loan Loan Agreement efektif tanggal 5 Oktober 2004 s/d 13
September 2009
Kontraktor Sumitomo
Sharing Pendanaan 1. Loan JBIC JPY 3.735.258.946
2. APLN JPY 645.798.112
Status pekerjaan Selesai
2. Pemanfaatan dan Pengelolaan Proyek
Proyek CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2
(2x400 MW) bertujuan untuk meningkatkan kehandalan dan kinerja
PLTU Paiton (2x400 MW) dalam menjaga pasokan listrik khususnya di
Pulau Jawa dan Bali melalui rehabilitasi/maintenance beberapa
peralatan yang digunakan di PLTU Paiton. Masa operasi PLTU Paiton
1 & 2 telah mencapai usia 20 tahun (sejak Maret 1994) sehingga telah
terjadi penurunan efisiensi kinerja pembangkit.
Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2 (2x400MW)
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 93
Pengelolaan PLTU Paiton 1 & 2 dilakukan oleh PT. Pembangkit Jawa
Bali (PJB).
Kontrak PLTU Paiton mengalami dua kali amandemen. Amandemen
pertama dilakukan untuk merubah mata uang nilai kontrak dan
amandemen kedua dilakukan untuk memperpanjang waktu
penyelesaian kontrak. Perpanjangan waktu penyelesaian kontrak
diperlukan karena pada pelaksanaan proyek terdapat trafo yang rusak
dan membutuhkan pergantian.
Meskipun kontraktor pelaksana adalah Sumitomo yang berasal dari
Jepang, beberapa pekerjaan tetap dipegang oleh PT. PLN, seperti:
design review & approval drawing, supervisi konstruksi, jasa sertifikasi
dan commisioning.
Outcome proyek CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton
SPP 1&2 (2x400 MW) antara lain:
a. Setelah dilakukan pergantian beberapa komponen turbin, terdapat
kenaikan nilai efisiensi turbin (turbine heat rate) sebesar 180
kcal/kWh. Efisiensi turbin ini berdampak pada penghematan biaya
bahan bakar yang mencapai 61 miliar per tahun.
b. Meningkatkan keandalan pembangkit
c. Mengetahui life time peralatan utama pembangkit sebagai acuan
untuk perencanaan konsep pemeliharaan selanjutnya.
d. Memperkuat sistem kelistrikan Jawa dan Bali.
e. Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakan minyak.
Dari hasil pemantauan lapangan, kapasitas terpasang sebesar 2x400
MW terpakai sepenuhnya pada jam-jam sibuk menjelang sore hari.
3. Lessons Learnt dari Pelaksanaan CLA-4 Rehabilitation and
Modernization of Paiton SPP 1 & 2 (2x400 MW)
Secara umum proyek CLA-4 Rehabilitation and Modernization of
Paiton SPP 1&2 (2x400 MW) bermanfaat pada peningkatan kapasitas
dan efisiensi serta life time PLTU Unit 1 dan 2 Paiton.
Lessons learnt proyek CLA-4 Rehabilitation and Modernization of
Paiton SPP 1&2 (2x400 MW), antara lain:
a. Terdapat transfer of knowledge mengenai metode Life Time
Assesment beberapa peralatan Utama PLTU.
Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2 (2x400MW)
94 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
b. Scope of Work pada Project Rehabilitation PLTU Paiton 1&2 dapat
dijadikan salah satu acuan dalam proyek rehabilitasi PLTU – PLTU
lainnya karena telah berhasil meningkatkan efisiensi dan
mempertahankan daya mampu yang dihasilkan meskipun
pembangkit telah berusia hampir 20 tahun.
Sebagai ilustrasi bahwa untuk membangun suatu pembangkit baru
dengan kapasitas 2 x 400 MW dibutuhkan biaya sekitar Rp 8 - 12
Triliun, sementara melalui pekerjaan rehabilitasi hanya dibutuhkan
biaya sekitar Rp 500 – 600 Miliar. Dari sisi waktu pengerjaan, durasi
pelaksanaan rehabilitasi hanya membutuhkan waktu sekitar 1,5-2
tahun sedangkan untuk membangun unit baru memakan waktu
sekitar 4-5 tahun.
4. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Ruangan Boiler Control PLTU Paiton
Foto 2 Turbin Uap PLTU Paiton
Foto 3 Dynamic Classifier PLTU Paiton
Foto 4 Turbin PLTU Paiton yang telah di re-blading.
-----oo0oo-----
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 95
Laporan Kunjungan Lapangan “The Construction of Surabaya – Madura Bridge
(Jembatan Suramadu)”
Jawa Timur, 14 April 2014
1. Informasi Umum Proyek
2. Pemanfaatan dan Pengelolaan Proyek Jembatan Suramadu
3. Isu-isu dalam Pelaksanaan Pembangunan dan Pengelolaan
a. Alih Teknologi
b. Kelembagaan
4. Lessons Learnt
5. Foto
1. Informasi Umum Proyek
Proyek The Construction of Surabaya – Madura Bridge adalah proyek
pembangunan jembatan yang melintasi Selat Madura, menghubungkan
Pulau Jawa (di Surabaya) dan Pulau Madura (di Bangkalan), Indonesia.
Sampai saat ini, Jembatan Suramadu merupakan jembatan yang
terpanjang di Indonesia dengan panjang mencapai 5.438 m. Jembatan
Suramadu terdiri dari empat bagian yaitu jalan layang (causeway)
sepanjang 3.276 m, jalan penghubung (approach road) sepanjang 15.850
m, jembatan penghubung (approach bridge) sepanjang 1.344 m, dan
jembatan utama (main bridge) sepanjang 818 m.
Jembatan Suramadu dibangun dengan tujuan mempercepat
pembangunan ekonomi di Pulau Madura, mengingat Pulau Madura
secara sosial dan ekonomi relatif tertinggal dibandingkan kawasan lain di
Jawa Timur.
Proyek pembangunan Jembatan Suramadu menggunakan fasilitas
pinjaman dari Pemerintah RRT dengan skema Preferential Export Buyer’s
Credit dengan total nilai pinjaman sebesar USD 229,13 juta. Pinjaman
tersebut digunakan terutama untuk membangun approach bridge dan
main bridge yang memang membutuhkan teknologi tinggi dan saat ini
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
96 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
belum tersedia di Indonesia. Proyek pembangunan Jembatan telah
selesai dan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada
tanggal 10 Juni 2009.
Dengan selesainya proyek tersebut, dilakukan pemantauan untuk melihat
capaian outcome, serta pembelajaran (lessons learnt) dan rekomendasi
atas pelaksanaan proyek agar dapat dimanfaatkan untuk proyek sejenis
lainnya.
Executing Agency Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum
Sumber Pembiayaan Pinjaman Pemerintah RRT melalui China Eximbank
(Skema Preferential Export Buyer’s Credit)
Nilai Pinjaman
Proyek
1. USD 160.200.000 (Loan No. BLA 04082 tanggal
5 November 2004)
2. USD 68.930.000,- (additional loan melalui
Amandement Loan Agreement No. BLA 04082
tanggal 10 Desember 2008)
Masa laku loan 1. Loan Agreement No. BLA 04082 efektif tanggal
05 Oktober 2004 s/d 13 September 2009
2. Amandment Loan Agreement No. BLA 04082
efektif tanggal 10 Desember 2008 s/d 13
September 2009
Tujuan Mendorong dan mempercepat pengembangan
infrastruktur dan pembangunan ekonomi terutama
untuk wilayah Madura
Ruang Lingkup
Pekerjaan
(Pembiayaan
Pinjaman)
1. Approach Bridge (1.344 m)
Type Struktur: Balanced Cantilever Box Girder
Panjang : 672 m untuk tiap sisi
Panjang Tiap Segmen : 80 m
Pilar : Beton Bertulang Type Hollow
Pondasi : Bore Piles, kedalaman 60 m – 90 m
2. Main Bridge (818 m)
Type Struktur : Cable Stay
Panjang : 818 m
Tinggi Pilon : 140 m (dari Beton)
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 97
Panjang Tiap Segmen : 434 m (Main Span) dan
2x192m (Side Span)
Kabel Penggantung : PWS (Parallel Wire Strand)
Girder Jembatan : Steel Box Girder
Pondasi: Bore Piles, kedalaman 90 m – 100 m
Lokasi Kota Surabaya, dan Kabupaten Bangkalan Madura,
Propinsi Jawa Timur
Status pekerjaan Selesai
Pembagian
pekerjaan
1. Approach dan Main Bridge (porsi Pemerintah
Pusat melalui Loan RRT + APBN)
2. Causeway (porsi Pemerintah Pusat dan Pemprov
Jatim)
3. Approaching Road (porsi Pemerintah Pusat dan
Pemprov Jatim)
2. Pemanfaatan dan Pengelolaan Proyek
Target output yaitu pembangunan fisik Jembatan Suramadu telah
tercapai 100 persen dan telah resmi digunakan sejak tahun 2009.
Jembatan Suramadu telah menghasilkan penerimaan negara bukan
pajak melalui tarif tol Suramadu yang mencapai Rp 160 miliar per
tahun.
Pemanfaatan dan pengelolaan Proyek Jembatan Suramadu dilakukan
Pemerintah melalui:
a. Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum selaku pemilik
aset Jembatan Suramadu (owner) yang bertanggung jawab atas
pemeliharaan utama dan sistem monitoring jembatan.
b. PT. Jasa Marga selaku operator jalan tol suramadu yang
bertanggung jawab atas pengoperasian jalan tol suramadu.
c. Pembentukan Badan Pengembangan Wilayah Surabaya – Madura
(selanjutnya disingkat BPWS). BPWS bertanggung jawab atas
pengembangan kawasan di sekitar Jembatan Suramadu, terutama
dalam rangka mempercepat tercapainya target outcome, yaitu
meningkatnya pembangunan ekonomi dan infrastruktur terutama di
wilayah Madura.
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
98 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang
Badan Pengembangan Wilayah Surabaya – Madura, BPWS memiliki
tugas yaitu:
a. Menyusun Rencana Induk dan rencana kegiatan pengembangan
sarana dan prasarana serta kegiatan pengembangan wilayah
Suramadu;
b. Melaksanakan pengusahaan Jembatan Tol Suramadu dan Jalan
Tol Lingkar Timur (Simpang Juanda – Tanjung Perak) melalui
kerjasama dengan badan usaha pemenang pelelangan
pengusahaan jembatan tol dan jalan tol dimaksud;
c. Melaksanakan pengusahaan pelabuhan peti kemas di Pulau
Madura;
d. Membangun dan Mengelola:
(1) Wilayah Kaki Jembatan Suramadu, yang meliputi:
- Wilayah di Sisi Surabaya (±600 ha);
- Wilayah di Sisi Madura (±600 ha).
(2) Kawasan Khusus di Pulau Madura (±600 ha) dalam satu
kesatuan dengan wilayah Pelabuhan Peti Kemas dengan
perumahan dan industri termasuk jalan aksesnya.
e. Menerima dan melaksanakan pelimpahan sebagian wewenang dari
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah;
f. Menyelenggarakan pelayanan satu atap untuk urusan perizinan di
wilayah Suramadu;
g. Melakukan Fasilitasi dan stimulasi percepatan pertumbuhan
ekonomi masyarakat Jawa Timur, antara lain dalam:
(1) Fasilitasi pembangunan jalan akses menuju Jembatan Tol
Suramadu, baik di wilayah sisi Surabaya maupun di wilayah sisi
Madura,
(2) Fasilitasi pembangunan jalan pantai utara Madura (Bangkalan
– Sumenep),
(3) Fasilitasi pembangunan jalan lintas selatan Madura (Bangkalan
– Sumenep),
(4) Fasilitasi pembangunan jalan penghubung pantai utara Madura
dengan lintas selatan Madura,
(5) Fasilitasi pembangunan infrastruktur perhubungan antar
wilayah kepulauan,
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 99
(6) Fasilitasi pengembangan sumber daya manusia dalam rangka
industrialisasi di Pulau Madura, dan
(7) Fasilitasi penyediaan infrastruktur air baku, air minum, sanitasi,
energi, dan telekomunikasi di wilayah Madura.
h. Melaksanakan tugas lain sesuai penugasan dari Dewan Pengarah
BPWS didesain oleh Pemerintah untuk memiliki peran sentral atas
pembangunan kawasan di sekitar Jembatan Suramadu, yaitu di
wilayah Surabaya dan wilayah Madura, melalui koordinasi dengan
pemerintah daerah setempat.
3. Isu-isu dalam Pelaksanaan Pembangunan dan Pengelolaan
Proyek
a. Alih Teknologi yang Tidak Optimal
Teknologi pembangunan jembatan utama (main bridge)
menggunakan teknologi terkini yang belum tersedia dan belum
pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia. Oleh karena itu, salah
satu tujuan pembangunan proyek jembatan suramadu juga
mengharapkan terjadinya transfer of knowledge and technology dari
RRT kepada Indonesia.
Kontraktor pembangunan jembatan utama (main bridge dan
approach bridge) adalah Consortium of Chinese Contractor (CCC)
dengan sub kontraktor Consortium of Indonesian Contractor (CIC).
Pada pelaksanaannya, terdapat pembagian tugas dimana CCC
mengerjakan seluruh approach bridge sepanjang 1.344 m dan main
bridge sepanjang 818 m, sedangkan CIC yang terdiri dari JO -
Hutama Karya, Wijaya Karya, Agrabudi mengerjakan cause way sisi
Surabaya sepanjang 1.458 m, dan JO – Adhi Karya, Waskita Utama
mengerjakan cause way sisi Madura sepanjang 1.818 m.
Akibat dari adanya pembagian tugas tersebut, tidak terjadi transfer of
knowledge and technology pada pembangunan approach bridge dan
main bridge dari CCC kepada CIC. CCC dan CIC mengerjakan
proyek dengan porsinya masing-masing.
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
100 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Selain itu, pada saat selesainya pembangunan approach bridge dan
main bridge, CCC selaku kontraktor tidak menyampaikan dokumen
spesifikasi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeliharaan
approach bridge dan main bridge kepada Kementerian Pekerjaan
Umum. Hal ini menimbulkan kendala terutama ketika melakukan
pemeliharaan pada komponen approach bridge dan main bridge.
b. Kelembagaan yang Belum Efektif
Dibentuknya BPWS oleh Pemerintah ternyata belum efektif dalam
mengembangkan kawasan di sekitar Jembatan Suramadu.
Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Bangkalan
menilai tugas dan kewenangan BPWS tumpang tindih dan
mengambil alih kewenangan otonomi daerahnya masing-masing.
Oleh karena itu, kinerja BPWS sejak dibentuk sampai saat ini belum
menunjukkan hasil yang diharapkan. Komunikasi dan koordinasi
antara BPWS dan Pemkot Surabaya serta Pemkab Bangkalan tidak
berjalan efektif.
Rencana pembentukan Dewan Koordinasi Pelaksanaan
Pembangunan Suramadu yang terdiri dari satu walikota dan empat
bupati yang digagas BPWS ditolak oleh Walikota Surabaya dan
Bupati Bangkalan.
BPWS juga mengalami kesulitan untuk melakukan kerjasama dengan
BUMN karena BPWS bukan merupakan suatu badan layanan usaha.
Akibatnya, BPWS kesulitan untuk menarik investor yang akan
mengembangkan kawasan Surabaya dan Madura. Untuk dapat
melakukan kerjasama, perlu pengaturan khusus melalui revisi
Perpres yang ada.
4. Lessons Learnt
Proyek Jembatan Suramadu telah selesai dibangun sejak tahun 2009.
Keberadaan Jembatan Suramadu tentunya banyak mendatangkan
manfaat bagi masyarakat terutama pada masyarakat wilayah Madura dan
wilayah Surabaya, dimana arus orang, barang, dan atau jasa menjadi
lebih mudah.
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 101
Tantangan ke depan adalah bagaimana mengelola dan memanfaatkan
Jembatan Suramadu untuk mempercepat pengembangan ekonomi dan
infrastruktur wilayah Madura sehingga kesenjangan antara Madura
dengan wilayah lain di Propinsi Jawa Timur semakin berkurang dan
bahkan menjadi tidak ada.
Beberapa isu yang perlu menjadi perhatian sekaligus dapat menjadi
lessons learnt untuk proyek-proyek pembangunan jembatan lintas pulau
antara lain:
a. Desain Jembatan
Salah satu ciri khas Jembatan Suramadu adalah dibangunnya jalur
untuk kendaraan bermotor roda dua dan Structural Health
Monitoring System (SHMS).
i. Jalur untuk kendaraan bermotor roda dua
Penambahan ruas jalan tol untuk kendaraan roda dua diperlukan
untuk mendukung aktivitas dan mobilitas terutama bagi kalangan
masyarakat kelas menengah ke bawah karena moda transportasi
massal yang nyaman, cepat, dan terintegrasi belum tersedia.
Keberadaan jalur kendaraan roda dua pada ruas tol Suramadu
dapat menjadi penggerak ekonomi masyarakat, terutama kelas
menengah ke bawah. Kemampuan mobilitas masyarakat kelas
menengah ke bawah akan menjadi relatif sama dengan masyarakat
kelas menengah atas.
Dari aspek regulasi, penambahan jalur tol untuk kendaraan roda
dua telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun
2005 tentang Jalan Tol, dimana dinyatakan bahwa jalan tol dapat
dilengkapi dengan jalur jalan tol khusus bagi kendaraan bermotor
roda dua yang secara fisik terpisah dari jalur jalan tol yang
diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih.
Fasilitas jalur kendaraan roda dua di jalan tol tersebut kemudian
diterapkan juga pada pembangunan jalan tol Nusa Dua – Ngurah
Rai – Benoa di Provinsi Bali.
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
102 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
ii.Structural Health Monitoring System (SHMS)
SHMS merupakan teknologi monitoring yang digunakan untuk
mendeteksi kerusakan atau kondisi jembatan yang terintegrasi.
Teknologi ini dapat memperpanjang umur pelayanan jembatan
karena dapat mengidentifikasi lebih awal (peringatan dini) sebelum
terjadinya kerusakan sehingga biaya rehabilitasi atau perawatan
bisa semakin efisien.
Tujuan penggunaan SHMS di Jembatan Suramadu antara lain:
a. Menyediakan data dinamis dari struktur jembatan seperti
kecepatan angin, beban jembatan, dan lain-lain, yang digunakan
untuk analisa dan evaluasi kesehatan struktur jembatan.
b. Membuat sistem monitoring yang handal dan memiliki fungsi
pengecekan sendiri untuk memonitor adanya anomali dalam
sistem.
c. Menyediakan data untuk menentukan tingkat keamanan lalu
lintas kendaraan.
b. Alih Teknologi
Salah satu maksud kerjasama pembangunan dan diadakannya
pinjaman luar negeri adalah terjadinya transfer of knowledge and
technology dari negara lain (pemberi pinjaman) kepada Indonesia.
Dalam kasus proyek Jembatan Suramadu, transfer of knowledge and
technology tidak dapat berlangsung secara efektif. Hal ini disebabkan
pengaturan kontrak yang membuat pihak kontraktor Tiongkok secara
eksklusif mengerjakan pembangunan approach bridge dan main
bridge. Demikian pula transfer dokumen dan sistem yang terkait
dengan pemeliharaan teknis paska konstruksi juga tidak diatur dengan
jelas dalam kontrak.
Berdasarkan pengalaman pembangunan Jembatan Suramadu,
pengaturan kontrak pekerjaan (baik engineering design, konstruksi dan
supervisi serta pemeliharaan) merupakan hal yang sangat penting
untuk memastikan terjadinya proses transfer of knowledge and
technology. Dalam kerangka peraturan perundangan dan prosedur
yang berlaku, executing/implementing agency perlu semaksimal
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 103
mungkin mencari peluang yang dapat mengatur skema kontrak
sehingga memungkinkan terjadinya interaksi riil dan teknis dalam
setiap tahapan pelaksanaan proyek antara konsultan/kontraktor
negara pemberi pinjaman dengan konsultan/kontraktor Indonesia.
c. Pengembangan Kawasan dan Ownership
Megaproyek seperti pembangunan Jembatan Suramadu yang
menghubungkan dua pulau seharusnya dilakukan dengan pendekatan
program pengembangan kawasan. Pembangunan sarana fisik
jembatan adalah salah satu kegiatan dari program pengembangan
kawasan. Dengan demikian, seluruh proyek akan lebih terintegrasi dan
terencana sejak awal dilaksanakan.
Dalam kasus pembangunan Jembatan Suramadu, pola yang
diterapkan adalah membangun jembatan terlebih dahulu, baru
kemudian membentuk lembaga yang mengkoordinasi pembangunan
kawasan (dalam hal ini BPWS). Akibatnya, BPWS mengalami kesulitan
dalam memerankan tugas pokok dan fungsinya.
Pendekatan pembangunan infrastruktur dengan pendekatan
pembangunan kawasan diterapkan pada rencana pembangunan
jembatan Selat Sunda.
Pendekatan pembangunan kawasan juga dapat meningkatkan
ownership. Dalam kasus pembangunan jembatan Suramadu,
permasalahan hubungan kelembagaan antara BPWS dengan
Pemerintah Daerah, terutama Kota Surabaya dan Kabupaten
Bangkalan sebenarnya dapat direduksi apabila sejak awal proyek
direncanakan telah melibatkan unsur pemerintah daerah.
Keterlibatan pemerintah daerah di era otonomi daerah mutlak
dilakukan untuk meningkatkan ownership pada sisi pemerintah daerah.
Pola komunikasi dan koordinasi pada kasus Jembatan Suramadu
seakan berhenti pada tingkatan propinsi saja. Pemerintah Kota
Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Bangkalan tidak mendapat porsi
yang sama (dalam hal komunikasi dan koordinasi) dalam menyusun
rencana pembangunan proyek Jembatan Suramadu.
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
104 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Jembatan Suramadu yang telah diresmikan Presiden SBY pada tanggal 10 Juni 2009.
Foto 2
Tampak sepeda motor melintas di Jembatan Suramadu.
Selain kendaraan roda empat, Jembatan Suramadu juga memfasilitasi para pengendara
kendaraan roda dua.
Foto 3 Cable Stayed Jembatan Suramadu.
Teknologi cable stayed digunakan karena berbagai keunggulan: tahan angin, mampu
menahan beban, konstruksi lebih ringan dan murah perawatan.
Foto 4 Ruang Structural Health Monitoring System (SHMS) yang digunakan untuk memonitor kondisi jembatan dan lingkungan sekitar.
Teknologi SHMS dilengkapi 514 sensor yang bekerja secara real time 24 jam.
-----oo0oo-----
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 105
Laporan Kunjungan Lapangan “Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and
Lhokseumawe City dan Aceh Reconstruction Project : Sub-sektor drainase”
Banda Aceh, 3 Desember 2014
1. Informasi Proyek
a. Data Umum Proyek
b. Kinerja Proyek
2. Kendala dan Solusi selama Pelaksanaan Proyek
3. Lessons Learnt dari Pelaksanaan Proyek
4. Rencana Keberlanjutan Proyek
5. Foto
1. Informasi Umum Proyek
a. Data Umum Proyek
Executing
Agency
Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum
Sumber
Pembiayaan
Pinjaman AFD Perancis
Pinjaman Pemerintah Jepang/JICA (Loan IP-545)
Nilai Pinjaman
Proyek
Pinjaman AFD senilai EUR 36.800.000
Total pinjaman proyek dalam IP-545: JPY 11.593 juta
Nilai kontrak Sub Sektor Drainase: JPY 2.872 juta
Tujuan Rehabilitasi, rekonstruksi dan pengembangan sistem
drainase Banda Aceh yang rusak akibat tsunami untuk
menjamin sistem drainase yang efisien
Ruang lingkup
pekerjaan
1. Konstruksi Drainase
2. Jasa Konsultan
Lokasi Kota Banda Aceh Zona 4,5,6,7, Lhokseumawe dan
Meulaboh
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
106 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Masa berlaku
loan
AFD: Loan Agreement ditandatangani tanggal 24
september 2008, efektif mulai tanggal 9 September 2009
dan loan tutup pada 31 Maret 2014
JICA: Loan Agreement efektif tanggal 29 Maret 2007 s/d
26 Juli 2017
b. Kinerja Proyek
1. Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and
Lhokseumawe City (Pinjaman AFD)
Proyek Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and
Lhokseumawe City yang dirancang sebagai bagian dari program
rehabilitasi dan rekonstruksi sistem drainase di kota Banda Aceh
yang mengalami kerusakan akibat bencana gempa bumi dan
tsunami pada tahun 2004. Proyek ini terdiri atas pekerjaan
konstruksi saluran drainase primer dan sekunder di zona 4,5,6,7
kota Banda Aceh dan Lhokseumawe dan kegiatan supervisi dan
pengadaan peralatan agar sistem drainase berjalan dengan baik.
Proyek ini efektif sejak 9 Septermber 2009 dan telah selesai 100%
pada 31 Maret 2014. Selama masa pelaksanaan, proyek ini telah
dilakukan 2 kali perpanjangan masa berlaku loan agreement. Loan
closing date original dari proyek ini adalah 31 Desember 2011.
Perpanjangan pertama sampai dengan 30 April 2013 dan
perpanjangan kedua sampai dengan 31 Maret 2014.
Perpanjangan pertama disebabkan adanya masalah pembebasan
lahan. Perpanjangan kedua karena konsultan supervisi perlu
melakukan Defect Liability Period sehingga perlu perpanjangan
sampai dengan 31 Maret 2014.
2. Aceh Reconstruction Project (Sub Sektor Drainase) (Pinjaman
JICA)
Proyek Aceh Reconstruction Project (loan JICA IP-545) juga
merupakan bagian dari program rehabilitasi dan rekonstruksi sistem
drainase di kota Banda Aceh yang mengalami kerusakan akibat
bencana gempa bumi dan tsunami pada tahun 2004.
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 107
Ruang lingkup proyek IP-545 terdiri atas dua kegiatan yaitu sub
sektor jalan nasional dan sub sektor drainase.
Tabel 18 Paket Kontrak IP-545 Sub Sektor Drainase
No. Paket Kontrak
Nilai
(Miliar Rp)
Ekivalen
(Juta JPY)
1 Sub Sector Drainage
A. Consulting Services on Drainage Sub Sector
(1 Paket) 24,9 239
B. Construction Service on Drainage Sub
Sector (3 Paket):
1. Paket 1: Retention Basin of Kr. Neng and
Drainage Rehabilitation of Zone 1 in Banda Aceh
122,5 1.178
2. Paket 2: Rehabilitation and Drainage
Enhancement in Meulaboh 61,5 591
3. Paket 3: Rehabilitation and Enhancement of Kr. Neng River, Construction of Kr. Cangkoy dan Kr. Meurebo
89,9 864
Total 298,8 2.872
Sumber: Laporan Pelaksanaan Kegiatan Proyek IP 545, Triwulan I Tahun
2014
Kinerja proyek pada sub-sektor ini baik, seluruh paket pekerjaan
telah selesai dikerjakan tahun 2013 dan telah diserahterimakan ke
Pemerintah Kota setempat.
2. Lessons Learnt dari Pelaksanaan Proyek
a. Aspek Kelembagaan Proyek
Proyek ini pada awalnya merupakan bagian dari kegiatan rehabilitasi
dan rekonstruksi Aceh pasca tsunami 26 Desember 2014 yang
diusulkan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) yang
merupakan institusi Ad-hoc untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh
pasca tsunami. Meskipun demikian, sejak awal proyek ini didesain
dengan melibatkan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian
Pekerjaan Umum sebagai institusi penanggungjawab drainase dan
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum
sebagai institusi penanggungjawab sungai. Hal ini merupakan langkah
untuk menjamin keberlanjutan proyek, mengingat BRR merupakan
lembaga ad-hoc yang beroperasi hanya sampai tahun 2009. Proyek ini
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
108 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
juga sudah melibatkan Pemerintah Daerah yang akan bertanggung
jawab atas operasional dan perawatan peralatan. Pada proses
persiapan proyek ini sudah terdapat kesepakatan tentang pembagian
tugas dan tanggung jawab antara BRR, Ditjen Cipta Karya dan Ditjen
Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemerintah NAD.
Dengan adanya perjanjian antar pihak ini, setelah BRR berakhir pada
tahun 2009, proses pemindahan executing agency ini berlangsung
dengan lancar tanpa adanya kendala.
Hal ini sangat penting sebagai bahan pembelajaran di masa depan
terutama apabila proyek dilaksanakan oleh lembaga Ad-hoc.
Perjanjian yang mengatur tugas dan tanggung jawab antar instansi
penanggung jawab sangat diperlukan untuk menjamin pelaksanaan
proyek dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
b. Regulasi: Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab Stakeholders
Proyek ini sejak awal telah didesain dengan melibatkan Pemerintah
Daerah sebagai institusi penanggung jawab operasional dan
perawatan sehingga setelah pekerjaan fisik proyek selesai Direktorat
Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum langsung
menyerahterimakan fisik pekerjaan kepada Pemerintah Daerah.
Dengan adanya perjanjian antar pihak saat perencanaan proyek,
Pemerintah Daerah juga sudah menyiapkan alokasi anggaran untuk
operasional dan perawatan saluran dan sistem drainase dan dapat
melakukan pengerukan terhadap endapan yang terjadi pada saluran
drainase. Akan tetapi dilain sisi, kerusakan pada pintu air kolam retensi
menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah belum secara optimal
melakukan kewajiban nya untuk melakukan operasional dan
perawatan keseluruhan sistem drainase.
Hal ini juga sebagai bahan pembelajaran tentang pentingnya perjanjian
antar pihak yang diatur secara rinci tentang kewajiban setiap pihak
yang terlibat agar dapat menjamin outcome yang optimal dari suatu
pekerjaan. Hal ini juga menekankan perlu adanya komitmen antara
pihak yang melakukan perjanjian dan adanya sanksi bagi pihak-pihak
yang tidak memenuhi kewajibannya.
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 109
3. Rencana Keberlanjutan Proyek
Proyek Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh, Lhokseumawe
City and Meulaboh City baik yang dikerjakan JICA maupun AFD telah
selesai dilaksanakan. Akan tetapi berdasarkan hasil pemantauan di
lapangan terdapat beberapa isu yang perlu menjadi perhatian dan
dicarikan pemecahan yang tepat untuk proyek-proyek sejenis.
a. Operasi dan Pemeliharaan
Setelah proyek selesai dan sesuai dengan rencana awal, skema
operasi dan pemeliharaan proyek IP-545 pada sub sektor drainase
dilakukan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh dan Pemerintah Kota
Meulaboh. Sesuai tugas pokok dan fungsi Ditjen Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum bertanggungjawab terhadap
pembangunan fisik drainase di suatu wilayah sedangkan operasi dan
pemeliharaan drainase tersebut diharapkan menjadi tanggung jawab
atau diserahkan kepada pemerintah daerah.
Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan (lokasi Banda Aceh di
wilayah sungai Kr. Neng) pada kolam retensi terdapat kerusakan pada
pintu air antara kolam retensi dan sungai sehingga saat ini kolam
retensi tidak dapat berfungsi dengan optimal jika terjadi hujan deras
dan air laut pasang. Kerusakan tersebut diantaranya pintu air yang
berkarat dan patah di bagian-bagian tertentu. Kondisi tersebut
seharusnya tidak terjadi karena usia pakai peralatan tersebut sejak
serah terima baru sekitar 3 tahun. Oleh karena itu diperlukan adanya
komitmen dalam perawatan dan pemeliharaan agar sistem drainase
dapat berfungsi secara optimal sesuai yang direncanakan
b. Penanganan Warga Sekitar Sistem Drainase
Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan didapatkan informasi
bahwa permasalahan pada rumah pompa disebabkan karena sampah
warga di saluran drainase yang masuk ke dalam pompa retensi.
Karena itu diperlukan penyuluhan kepada warga agar tidak membuang
sampah di salurah drainase.
Pada sumur retensi besar yang berlokasi dekat dengan muara laut
terlihat adanya usaha warga untuk membuka pintu air kolam retensi
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
110 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
dengan melakukan pembukaan secara paksa dan permanen katup
kolam retensi. Hal tersebut dilakukan agar pada saat air laut pasang,
air laut dapat masuk ke dalam kolam retensi dan menyisakan sisa
endapan termasuk didalamnya kerang laut di sekitar pintu air yang
dapat dimanfaatkan sebagai mata pencaharian oleh warga.
Akibat kegiatan tersebut, kolam retensi tidak bisa berfungsi secara
optimal terutama saat air laut pasang dan hujan deras. Karena itu
diperlukan usaha untuk memberikan alternatif sumber mata pencarian
warga yang bergantung pada kolam retensi tersebut.
6. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1
Pintu air kolam retensi yang berfungsi mengendalikan debit air yang ada di kolam
retensi dan sungai Kr. Neng (IP-545)
Foto 2 Tuas pengunci pintu air kolam retensi yang sudah
mulai berkarat dan kurang berfungsi (IP-545)
Foto 3
Stasiun Pompa kolam retensi kecil (AFD)
Foto 4
Pintu air yang rusak (proyek AFD)
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 111
Foto5
Kolam retensi AFD
Foto 6
Kolam retensi IP-545 (JICA)
Foto 7
Pintu air yang dibuka paksa (proyek AFD)
FoFoto 8
Aktivitas warga mencari kerang di kolam retensi proyek AFD
-----oo0oo-----
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
112 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Halaman ini sengaja dikosongkan
Forest Climate Change Programme
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 113
Laporan Kunjungan Lapangan “Forest Climate Change Programme”
District Program Manangement Unit /DPMU - Berau
Kabupaten Berau, 26-30 September 2014
1. Informasi Proyek
a. Data Umum Proyek
b. Pendahuluan
c. Kinerja Proyek
2. Isu Pelaksanaan Proyek
3. Langkah Tindak Lanjut
4. Lessons Learnt
1. Informasi Umum Proyek
a. Data Umum Proyek
Executing Agency Kementerian Kehutanan, Pemerintah Daerah
Kabupaten Berau, Kapuas Hulu dan Malinau
Sumber Pembiayaan Pemerintah Jerman (BMZ-GIZ) – PN 2007 66 087
Nilai Proyek 1. Porsi Pemerintah Indonesia: Rp 3.705.499.2000,-
(eq. EUR 2.315.937)
2. Porsi Pemerintah Jerman: EUR 20.000.000,
(hibah)
Tujuan 1. Mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor
kehutanan seraya meningkatkan mata pencaharian
masyarakat desa.
2. Membantu pemerintah merancang dan
mengimplementasikan reformasi hukum, kebijakan
dan kelembagaan dalam rangka pelestarian dan
pengelolaan hutan pada tingkat lokal, provinsi dan
nasional.
Forest Climate Change Programme
114 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Ruang lingkup 1. Pemberian arahan bagi pengembangan strategi
REDD+, dan pembangunan hutan di tingkat
nasional, provinsi dan kabupaten.
2. Pemberian arahan teknis terkait dengan kerangka
kerja pelaksanaan kegiatan demonstrasi REDD di
berbagai tingkatan, termasuk perencanaan
partisipatif penggunaan lahan dan zonasi hutan.
3. Desain inovatif terkait dengan mekanisme dan
peraturan bagi inisiatif REDD+ berbasis kabupaten.
4. Fasilitasi pengawasan, pelaporan dan verifikasi.
5. Dukungan bagi proses reformasi administrasi
kehutanan seperti pembentukan unit-unit
pengelolaan hutan dan sistem-sistem terkait
dengan pengawasan dan pemeriksaan.
6. Dukungan untuk pelestarian alam dan pembagian
keuntungan dalam inisiatif Heart of Borneo (HoB).
7. Pengembangan skema pembayaran jasa
lingkungan untuk mendukung mata pencaharian
lestari di pedesaan.
8. Membangun kapasitas untuk pengelolaan hutan
lestari dan pelestarian alam.
9. Konsultan dalam mendukung pelaksanaan
manajemen keuangan, pengadaan barang dan
jasa, dll.
Lokasi 1. Kabupaten Berau, Kalimantan Timur
2. Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara
3. Kabupaten Kapaus Hulu, Kalimantan Barat
Masa berlaku grant 2011 – 2017
Status pekerjaan On going
b. Pendahuluan
Program Forclime dibiayai dari Hibah Pemerintah Jerman dalam rangka
kerjasama teknik (Technical Cooperation) yang dilaksanakan oleh GIZ
dan kerjasama keuangan (Financial Cooperation) yang dilaksanakan
oleh KfW.
Forest Climate Change Programme
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 115
Kerjasama Teknik (Technical Cooperation)
GIZ bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan mengawal
penyusunan kebijakan nasional dan sektor strategi agar sesuai dengan
kebutuhan untuk mengurangi emisi. Partisipasi efektif para pihak
merupakan faktor penting dari kesuksesan proses penyusunan
perencanaan dan strategi.
Tim ini bekerja membantu menyusun dan mengadaptasikan peraturan-
peraturan dalam rangka reformasi administrasi hutan dan mekanisme
REDD di masa depan serta mendukung skema-skema uji coba yang
inovatif dalam pengurangan emisi di kabupaten-kabupaten terpilih di
Kalimantan. Diskusi dan pengembangan strategi nasional, regional dan
internasional diharapkan akan memperoleh manfaat umpan balik dari
kesuksesan dan tantangan "di lapangan".
Program FORCLIME difokuskan pada hubungan antara pemerintah
pusat, provinsi dan kabupaten dalam membuat keputusan-keputusan
pemanfaatan lahan dan sumber daya. Suatu tim konsultan internasional
dan nasional membantu memperkuat kapasitas kelembagaan dalam
mengelola dan memonitor hutan. Proses desentralisasi telah
menyebabkan ketidakpastian wewenang antara tingkat lembaga dan
administratif. Pendirian unit-unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH),
untuk pengelolaan hutan dengan kategori-kategori yang berbeda, dari
"hutan lindung" sampai "hutan produksi" dibawah satu atap, merupakan
hal yang penting dalam reformasi ini. Pendirian KPH tersebut mencakup
divisi pengawasan dan tugas pemeriksaan dari tugas pelaksanaan, dan
dengan demikian akan meletakkan tanggung jawab pengelolaan lebih
dekat ke lapangan.
FORCLIME terdiri dari lima Area Strategis, yaitu:
Area Strategis1: Kebijakan kehutanan, perencanaan strategis dan
pengembangan kelembagaan
Area Strategis 2: Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
Area Strategis 3: Pengelolaan Hutan Lestari (PHL)
Area Strategis 4: Integration of concervation and development/Green
Economy
Area Strategis 5: Pengembangan Sumber Daya Manusia
Forest Climate Change Programme
116 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Gambar 3 Struktur Organisasi Forclime
Kerjasama Keuangan (Financial Cooperation)
KfW berkontribusi dalam pelaksanaan strategi untuk konservasi hutan
dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan yang menghasilkan
pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan, serta
memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat desa yang miskin. Melalui
komitmennya dalam program FORCLIME, KfW berupaya
mendemonstrasikan kesinambungan mekanisme REDD yang berpihak
pada masyarakat miskin di Kalimantan.
Oleh karena itu, KfW menggunakan pendekatan berbasis kabupaten
dalam rangka persiapan pemilihan area percontohan untuk pasar
karbon nasional dan internasional. KfW membiayai kegiatan-kegiatan di
tiga kabupaten di Kalimantan (Kapuas Hulu, Malinau, Berau), agar siap
dijadikan sebagai kegiatan percontohan program REDD dalam
mengembangkan suatu program investasi dan mengembangkan skema
pembayaran insentif yang inovatif dan adil. Semua upaya KfW
diselaraskan dengan mitra proyek yang berbeda, seperti lembaga-
lembaga pemerintah, masyarakat, LSM, pihak swasta dan pemegang
konsesi.
Forest Climate Change Programme
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 117
Gambar 4 Mekanisme Kerja Organisasi Forclime
Modul FC melakukan kegiatan untuk mencapai output berikut:
output 1: langkah- langkah untuk mencapai kesiapan (readiness)
terdanai
output 2: program investasi dalam DA REDD+ terealisir
output 3: pembayaran isentif yang inovatif dan adil serta skema
kompensasi dikembangkan dan diuji
Investasi dalam Kegiatan Percontohan:
Membiayai kegiatan Demonstrasi REDD "di lapangan" di 3
kabupaten di Kalimantan; dan menangani pendorong utama
deforestasi/degradasi hutan. Kegiatan ini terpusat pada
jenis-jenis lahan hutan yang berbeda (misalnya hutan
produksi, hutan lindung, hutan konservasi);
Forest Climate Change Programme
118 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Menghubungkan skema-skema percontohan dengan pasar
karbon
c. Kinerja Proyek
Perkembangan capaian kinerja pelaksanaan proyek hingga bulan
Agustus 2014 secara umum adalah sebagai berikut:
1. Concept Paper untuk 3 Demonstration Activities (DA) telah
disiapkan sesuai dengan spesifikasi yang disiapkan misi KfW pada
bulan September dan November 2013. Outline strategi dan
kegiatan Tahun 2014 telah mendapatkan persetujuan KfW (NOL
bulan April 214) dan pelatihan /sosialisasi mengenai concept
paper tersebut telah dilaksanakan di tingkat Kabupaten.
2. Program Manual untuk pelaksaan tahun 2014 – 2017 telah
mengalami revisi dan perbaikan;
3. Petunjuk Teknis (Juknis) telah disiapkan oleh National Programme
Management Unit (NPMU) untuk PLUP, community nursery and
planting practice, Measurement, Reporting and Verification (MRV)
dan carbon look-up table;
4. Untuk meningkatkan akurasi dan hasil Remote Sensing Solutions
(RSS) carbon study di kabupaten dan tingkat DA, inventarisasi
karbon sedang dilaksanakan dengan menggunakan pencitraan
Rapid Eye yang dibeli pada tahun 2013 untuk membuat peta stok
karbon dan penggunaan lahan sebagai referensi untuk masing-
masing DA;
5. Reference Emission Level (REL) telah disiapkan oleh konsultan
dan telah dipresentasikan dalam workshop yang melibatkan
pemerintah kabupaten dan stake holder di tingkat kabupaten;
6. Melaksanakan koordinasi dengan Kantor Perencanaan
Pemanfaatan Lahan Kabupaten untuk menjamin output
pelaksanaan kegiatan program Forclime yang akan diitegrasikan
dengan sistem perencanaan tata ruang;
7. Proposal Pengurangan Dampak Pembalakan Liar (Reduce Impact
Logging – RIL) telah didiskusikan dengan Tropical Forest Fund
(TFF) untuk menggali kemungkinan melaksanakan kontrak
kerjasama antara Program Forclime- Komponen FC dan TFF
untuk melaksanakan percontohan kegiatan RIL di Berau. Saat ini
TFF telah dikontrak oleh Program Forclime - komponen TC untuk
mengerjakan kegiatan percontohan 200 ha di Malinau dengan
Forest Climate Change Programme
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 119
ruang lingkup pekerjaan adalah mengevaluasi lingkungan,
keuangan dan manfaat ekologi dari pengurangan dampak
pembalakan liar. Kontrak tersebut diharapkan dapat terlaksana
pada tahun 2014 ini;
8. Mekanisme keuangan untuk investasi mitigasi berbasis kegiatan
(activity-based mitigation investation) telah dibuat pada tahun 2012
dan diuji coba pada Tahun 2013 dengan investasi cepat (quick
star investment) sebesar Rp. 50 juta per desa, telah dilaksanan di
3 area DA. Sedangkan mekanisme keuangan investasi berbasis
kinerja (performance/incentive-based investment) sedang dalam
proses;
9. Audit keuangan Tahun 2013 telah dilaksanakan oleh auditor
independen yang dikontrak oleh NPMU pada bulan Mei-Juni 2014.
NPMU akan menyerahkan hasil audit tersebut secara resmi
kepada KfW bersamaan dengan Laporan Tahunan yang sudah
lengkap;
10. NPMU dan District Programme Management Unit (DPMU) telah
melaksanakan perampingan struktur dan kebutuhan staf yang
bekerja dan berakhir pada Desember 2013 yang bertujuan untuk
meningkatkan pengelolaan kegiatan yang lebih efektif dan efisien
serta untuk pengurangan biaya;
11. Amandemen kontrak konsultan telah disampaikan kepada Biro
Perencanaan Kementerian Kehutanan dan telah disetujui dan
ditandatangani pada tanggal 23 Juli 2014.
2. Isu Pelaksanaan Proyek
Kunjungan lapangan hanya dilaksanakan di salah satu DPMU, yaitu
Kabupaten Berau. Beberapa isu yang kami peroleh selama
pelaksanaan kunjungan lapangan adalah sebagai berikut:
a. Penyerapan/Realisasi Anggaran
Program Forclime merupakan kegiatan yang didanai dari hibah. Untuk
Modul FC merupakan hibah terencana dimana pelaksanaan dan
administrasi anggaran dilakukan dengan mekanisme APBN (on
budget) melalui KPPN. Sedangkan untuk modul TC merupakan hibah
langsung berupa barang dan Jasa yang administrasi dan anggarannya
dilaksanakan langsung oleh GIZ (off budget). Realisasi penyerapan
anggaran untuk program Forclime-Module TC relatif lambat di awal-
Forest Climate Change Programme
120 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
awal tahun kegiatan, namun mengalami peningkatan di tahun
berikutnya. Hal ini karena Kementerian Kehutanan baru pertama kali
melaksanakan anggaran dengan hibah terencana. Disamping itu,
beberapa kegiatan yang melibatkan partisipasi masyarakat kerap kali
mengalami keterlambatan karena kapasitas masyarakat dalam
merencanakan suatu kegiatan masih terbatas. Sebagai contoh dalam
penyampaian proposal usulan kegiatan di masyarakat yang terlambat
disampaikan, yang berakibat keterlambatan pelaksanaan proses
kegiatan selanjutnya.
b. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan
Petunjuk Teknis kegiatan lapangan sebagai panduan tim lapangan
bekerja sangat diperlukan agar tidak terjadi keraguan dalam
menyampaikan kegiatan program kepada masyarakat. Saat ini, juknis
tersebut masih dalam tahap finalisasi di Kementerian Kehutanan dan
perlu segera diselesaikan untuk dapat disosialisasikan dan pelatihan
bagi tim lapangan.
c. Dukungan untuk Kegiatan lapangan
Daerah cakupan kegiatan program Forclime sangat luas sehingga
perlu dukungan yang lebih baik termasuk dukungan dengan
meningkatkan frekuesi kunjungan lapangan dalam memobilisasi
tenaga lapangan untuk melakukan monitoring, patroli atau koordinasi
dengan stakeholder lainnya.
d. Pemanfaatan Lahan oleh Masyarakat di Hutan Milik Negara
Salah satu program Forclime adalah untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat sekitar hutan agar memiliki taraf hidup yang lebih baik
dengan cara memberikan bibit-bibit pohon tertentu yang memiliki nilai
ekonomi tinggi (contoh karet, gaharu dan buah-buahan). Hasilnya
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang menanamnya. Beberapa
masyarakat menggunakan lahan penanaman pohon tersebut dengan
memanfaatkan hutan milik negara sebagai lahan untuk bekerja.
Dengan demikian, mengingat pekerjaan tersebut dilakukan di hutan
negara, perlu kajian apakah hasil dari penanaman bibit tersebut dapat
sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat yang menanam bibit tersebut
ataukah perlu ada aturan bagi hasil dengan pemerintah. Dengan kata
lain, secara hukum apakah masyarakat dapat menikmati seluruhnya
hasil dari hutan milik negara.
Forest Climate Change Programme
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 121
3. Langkah Tindak Lanjut
Mempercepat penyusunan petunjuk teknis lapangan agar dapat
disosialisasikan dan pelatihan bagi tim lapangan;
Memberikan dukungan yang lebih bagi tenaga lapangan untuk
mempercepat mobilisasi dan frekuensi kunjungan lapangan;
Melakukan studi/kajian pemanfaatan lahan oleh masyarakat di
hutan milik negara;
4. Lessons Learnt
Pemberdayaan anggota keluarga (istri/anak) di masyarakat dalam
upaya pelestarian hutan dengan melibatkan mereka dalam progran
Forclime sehingga pendapatan keluarga lebih baik
Melibatkan masyarakat setempat dalam melaksanakan patroli
hutan dalam rangka monitoring dan pengawasan hutan yang
memilik area luas
Melibatkan perwakilan masyarakat yang dipilih sendiri oleh warga
desa/kampung sebagai fasilitator kampung untuk program Forclime
Kerjasama yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah,
swasta, dan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan Forclime.
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1
Pembukaan lahan oleh penduduk dengan cara membakar hutan, Berau
Foto 2
Proses penyusunan F/S usulan kegiatan oleh masyarakat di Kec. Segah, Berau
Forest Climate Change Programme
122 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Foto 3
Penyemaian bibit gaharu dan karet untuk dibagikan kepada masyarakat
Foto 4
Peternakan entok/mentok oleh masyarakat yang merupakan bagian program Forclime
Foto 5
Penyemaian bibit durian oleh masyarakat
Foto 6
Peternakan entok/mentok oleh masyarakat yang merupakan bagian program Forclime
-----oo0oo-----
Regional Economic Development
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 123
Laporan Kunjungan Lapangan “Regional Economic Development”
Pontianak, 30 September 2014 - 2 Oktober 2014
1. Informasi Proyek
a. Data Umum Proyek
b. Kinerja Proyek
2. Kendala Pelaksanaan Proyek
3. Langkah Tindak Lanjut
4. Foto
1. Informasi Umum Proyek
a. Data Umum Proyek
Executing Agency Bappenas
Sumber
Pembiayaan
Pemerintah Jerman (BMZ-GIZ) – PN 2007.2069.8
Nilai Proyek 1. Porsi Pemerintah Indonesia: Rp 11.400.000.000,-
(eq. EUR 950.000)
2. Porsi Pemerintah Jerman: 12.800.000 EUR,
termasuk AusAID co-financing EUR 391.000
Tujuan Mengatasi disparitas dan mengembangkan
perekonomian regional (termasuk aspek green
economy) di wilayah Kalimantan Barat
Ruang lingkup Program regional economic development terdiri dari
beberapa kegiatan:
1. Penyusunan regional strategy singbebas;
2. White pepper value chain development;
3. District competitiveness survey;
4. Learning platform one stop services;
5. Regulatory impact assesment (RIA);
6. Tourism value chain development.
7. Promotion of Local Unique Specialities (PLUS)
Regional Economic Development
124 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Lokasi Wilayah Kalimantan Barat, khususnya kawasan
Singbebas (Kota Singkawang, Kab. Bengkayang, dan
Kab. Sambas)
Masa berlaku
grant
01/2007 – 12/2014
Status pekerjaan On going
b. Kinerja Proyek
Proyek Regional Economic Development (RED) merupakan proyek
hibah yang didukung oleh German Federal Ministry for Economic
Cooperation and Development melalui GIZ. Fokus dari proyek ini
adalah membangun dan meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia dan kelembagaan untuk mendukung pembangungan ekonomi
regional berbasis green economy.
Stakeholders baik di tingkat nasional maupun lokal diharapkan mampu
menerapkan strategi pembangunan yang konsisten dan komprehensif
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat lokal.
Program RED terdiri dari beberapa kegiatan, antara lain:
1. Penyusunan regional strategy “singbebas”;
2. White pepper value chain development;
3. District competitiveness survey;
4. Learning platform one stop services;
5. Regulatory impact assesment (RIA);
6. Tourism value chain development;
7. Promotion of Local Unique Specialities (PLUS).
Capaian program RED antara lain:
1. Penyusunan regional strategy Singbebas
Strategi regional kawasan Kota Singkawang, Kab. Bengkayang dan
Kab. Sambas telah selesai disusun. GIZ telah memfasilitasi dan
melakukan pendampingan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di
Singkawang, Bengkayang dan Sambas.
Fokus dari strategi regional kawasan Singbebas adalah
pengembangan ekowisata oleh masyarakat setempat. Strategi
regional yang disusun juga telah mengidentifikasi program-program
Regional Economic Development
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 125
yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan wilayah
Singbebas termasuk porsi pembagian pembiayaannya antara
pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi masing-masing.
Strategi regional ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi tiga
wilayah singbebas dalam menerapkan model pembangunan
bersama di masing-masing daerah.
2. White pepper value chain development
Fokus intervensi yang telah dilakukan adalah dengan memberi
dukungan bagi kelompok-kelompok petani lada putih serta pihak
swasta untuk meningkatkan rantai nilai produksi lada agar menjadi
lebih kompetitif.
Dukungan tersebut telah dilakukan dalam bentuk pelatihan bagi
petani lada putih di Kab. Sambas dan Kab. Bengkayang. Pelatihan
tersebut meliputi:
c. Penerapan budi daya lada putih yang baik dan lestari sehingga
mutu dan produktivitas meningkat.
d. Fasilitasi sertifikasi lada putih untuk meningkatkan nilai tawar
petani kepada pembeli nasional dan internasional.
e. Kunjungan perusahaan internasional (dalam hal ini OLAM dan
Q-Spiclng) ke kebun lada Singbebas yang kemudian
menyatakan minat untuk membeli lada dari petani.
3. District Competitiveness Survey (DCS)
Survei daya saing wilayah telah selesai dilaksanakan tahun 2010
dan 2013. Survey ini dilakukan untuk memetakan tingkat daya saing
di bidang pembangunan ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi
Kalimantan Barat.
Survey daya saing ini mereplikasi survey daya saing yang telah
dilaksanakan sebelumnya di Jawa Tengah sejak tahun 2005
(proyek yang juga difasilitasi GIZ). Survey DCS terdiri dari 48
indikator yang mencakup sektor swasta dan pemerintah. Survey
DCS tahun 2010 meliputi 854 responden dari 812 perusahaan dan
42 sektor publik di 14 Kabupaten/Kota. Survey DCS tahun 2013
didukung oleh Bank Kalbar, Bappeda, dan BPMB Kalbar, serta
melibatkan akademisi dari Universitas Tanjung Pura.
Regional Economic Development
126 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
4. Learning platform one stop services;
Kegiatan yang telah dilaksanakan dalam mendukung layanan
terpadu adalah pelatihan manajemen kantor pelayanan terpadu dan
pendampingan bagi pemerintah kabupaten/kota. Hal ini diperlukan
untuk mengubah mindset aparatur pemerintah yang bekerja di area
pelayanan agar memiliki budaya pelayanan. Selain itu, terdapat seri
pelatihan dan pendampingan di lembaga Pelayanan Terpadu Satu
Pintu serta dinas dan instansi yang terkait pelayanan perizinan di
Singbebas.
5. Regulatory impact assesment (RIA)
Metode assesment yang dilakukan adalah dengan membentuk
kelompok kerja yang terdiri dari biro hukum, unit yang membidangi
investasi dan perijinan, dan Bappeda dari pemerintah daerah di tiga
wilayah Singbebas. Kelompok kerja ini melakukan review terhadap
regulasi yang terkait dengan investasi serta usaha mikro kecil dan
menengah.
6. Tourism value chain development.
Sektor pariwisata merupakan sektor utama yang akan
dikembangkan dalam strategi pembangunan regional Singbebas.
Capaian kegiatan ini antara lain terbentuknya kelompok kerja
bersama yang terdiri dari pemerintah daerah dan sektor swasta di
tiga wilayah Singbebas. Kelompok kerja bersama ini bertugas
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan pariwisata di wilayah
Singbebas.
7. Promotion of Local Unique Specialities (PLUS)
Salah satu produk unggulan lokal di wilayah Singbebas adalah kain
tenun yang mencerminkan kearifan lokal budaya Kalimantan Barat.
Kain tenun Sambas memiliki berbagai keunggulan baik dari sisi
motif, simpul tenun maupun bahan yang digunakan.
Bentuk kegiatan yang telah dilaksanakan adalah membentuk
kelompok kerja tenun yang terdiri dari rumah tangga pengrajin
tenun. Kelompok kerja tenun diberikan pelatihan dan
pengembangan keragaman produk tenun agar dapat meningkatkan
mutu, produktifitas serta kerajinan khas daerah.
Pemerintah Kabupaten Sambas telah mendirikan weaving center
(pusat kerajinan tenun) sebagai sarana bagi pengrajin tenun untuk
dapat mengembangkan serta mengorganisir industri rumah tangga
tenun agar dapat bersaing dengan produk lain sejenis.
Regional Economic Development
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 127
2. Kendala Pelaksanaan Proyek
Secara umum seluruh kegiatan RED telah terlaksana dengan baik.
Meskipun demikian, dalam rapat pemantauan yang dilaksanakan di
Kantor Gubernur Propinsi Kalimantan Barat tanggal 1 Oktober 2014,
disampaikan beberapa isu dalam konteks pengembangan ekonomi
regional kawasan Singbebas, yaitu:
a. Penetapan dokumen strategi wilayah Singbebas
Kerjasama antar wilayah Singbebas sebenarnya sudah berjalan
sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing daerah. Bahkan,
untuk mempererat kerjasama tersebut telah ditandatangani MoU
bersama antara Walikota Singkawang, Bupati Bengkayang dan
Bupati Sambas.
Dalam perkembangannya, MoU kerjasama pengembangan wilayah
yang telah ditandatangani bersama tersebut tidak cukup untuk
mendukung pelaksanaan kerjasama tiga wilayah Singbebas. Hal ini
disebabkan karena MoU tersebut tidak bisa digunakan sebagai
payung hukum dalam melaksanakan program atau kegiatan
termasuk aspek pembiayaannya.
Oleh sebab itu, dokumen strategi wilayah Singbebas yang telah
disusun melalui program RED perlu ditetapkan menjadi sebuah
produk hukum yang mengikat satu sama lain. Ide yang muncul
adalah dengan menetapkan dokumen strategi wilayah Singbebas
menjadi SK Gubernur Kalimantan Barat.
Pada saat pemantauan ini dilaksanakan, penetapan SK Gubernur
mengenai strategi wilayah Singbebas masih dalam proses dan
diharapkan dapat selesai sebelum proyek hibah RED berakhir.
b. Kelembagaan Singbebas
Singbebas merupakan bentuk kerjasama ekonomi regional antar
pemerintah daerah. Keberadaan Singbebas diharapkan mampu
menjadi penggerak ekonomi masyarakat melewati batas
administratif wilayah. Permasalahan yang krusial dalam
pelaksanaan kerjasama Singbebas adalah belum adanya bentuk
kelembagaan yang disepakati bersama menjadi wadah
terorganisirnya program-program pembangunan kawasan
Singbebas.
Regional Economic Development
128 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Selama ini, pemerintah daerah wilayah Singbebas membentuk
Kelompok Kerja dengan koordinator yang bergantian setiap tahun
(tahun 2014 yang menjadi koordinator adalah Kota Singkawang).
Keberadaan kelompok kerja ini ternyata belum cukup mendukung
pelaksanaan kerjasama kewilayahan terutama dari aspek
pembiayaan program dan kegiatan.
Dalam kerangka kerjasama antar daerah, Kementerian
Pembangunan Daerah Tertinggal telah menggagas konsep
pembentukan badan kerjasama antar daerah. Badan ini akan
menjadi lembaga yang mengkoordinasi segala bentuk kerjasama
antar daerah.
Pengembangan kawasan Singbebas membutuhkan model
kelembagaan yang disepakati oleh masing-masing pemerintah
daerah terkait. Model kelembagaan dan bentuk kerjasama yang
akan dilakukan mengacu pada strategi wilayah Singbebas yang
telah disusun.
c. Pembiayaan dan keberlanjutan program
Isu penting yang perlu mendapat perhatian setelah selesainya suatu
program atau kegiatan yang dibiayai melalui hibah adalah
keberlanjutan program. RED pada dasarnya fokus pada
pemberdayaan masyarakat, pemerintah dan swasta di kawasan
Singbebas untuk meningkatkan perekonomian daerah.
Berbagai kegiatan telah dilakukan dari mulai penyusunan strategi
wilayah bersama yang akan menjadi master plan pembangunan
kawasan Singbebas, sampai kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintah daerah
setempat. Model RED seperti ini seharusnya dapat terus didukung
dan dikembangkan oleh masyarat lokal dengan inisiatif dan fasilitasi
dari pemerintah daerah.
Isu keberlanjutan akan sangat erat kaitannya dengan pembiayaan.
Pembiayaan dibutuhkan untuk mengembangkan dan
menyempurnakan program yang sudah dijalankan. Namun
demikian, pembiayaan juga memiliki keterkaitan dengan
ketersediaan payung hukum (kerangka regulasi) dan kelembagaan
kerjasama antar daerah. Pembiayaan sulit untuk dialokasikan
Regional Economic Development
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 129
apabila tidak ada dasar hukum yang mengatur kerjasama antar
wilayah.
Oleh karena itu, ke depan perlu koordinasi yang lebih intensif antar
pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mendukung
keberlanjutan program pengembangan ekonomi regional.
d. Sertifikasi lada putih
Salah satu usaha yang mendukung keberlanjutan budi daya lada
putih di Kalimantan Barat adalah melalui sertifikasi lada putih.
Sertifikasi dilakukan untuk menjamin kualitas dari proses rantai
produksi lada putih yang meliputi pembibitan, penanaman,
penggunaan pestisida, dan pemasaran.
Sampai dengan pemantauan ini dilakukan, proses sertifikasi lada
putih belum selesai dilaksanakan. Hal ini perlu menjadi perhatian
bagi dinas terkait untuk terus melakukan pembinaan kepada petani
agar sertifikasi lada dapat terlaksana.
3. Langkah Tindak Lanjut
Pada pertemuan pemantauan tanggal 2 Oktober 2014 di Singkawang,
telah dilakukan dan disepakati langkah-langkah sebagai berikut:
GIZ akan membantu memfasilitasi terbitnya SK Gubernur
Kalimantan Barat mengenai strategi wilayah Singbebas yang akan
menjadi payung hukum pelaksanan kerjasama antar wilayah.
Pemerintah daerah kawasan Singbebas akan terus melakukan
koordinasi untuk pembentukan suatu lembaga yang disepakati
bersama menjadi wadah pengembangan kawasan Singbebas.
Masing-masing pemerintah daerah mendukung keberlanjutan
program pengembangan wilayah untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat secara bersama-sama.
Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral akan melakukan
koordinasi dengan Direktorat Perkotaan dan Perdesaan serta
Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal untuk
membantu menyelesaikan permasalahan khususnya terkait
penerbitan SK Gubernur Kalimantan Barat sebagai payung hukum
pelaksanaan kerjasama kawasan Singbebas.
Regional Economic Development
130 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
4. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Pertemuan dengan Bappeda Propinsi Kalimantan
Barat
Foto 2
Pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten/Kota Singbebas (Singkawang, Bengkayang dan
Sambas)
Foto 3 Pembuatan Mi Panjang Singkawang
Foto 4 Pertemuan dengan Pengrajin Tenun di Tenun
Center Kabupaten Sambas
-----oo0oo-----
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 131
Laporan Kunjungan Lapangan Proyek “Indonesia Cooperative Business Development Alliance
(ICBDA)”
Jayapura, 30 September – 2 Oktober 2014
1. Informasi Proyek
a. Data Umum Proyek
b. Kegiatan Kunjungan Lapangan
2. Permasalahan dan Kendala Pelaksanaan Proyek
3. Langkah Tindak Lanjut
4. Lessons Learnt
5. Foto
1. Informasi Umum Proyek
a. Data Umum Proyek
Executing Agency Bappenas dan Kementerian Koperasi & UKM
Mitra Kerja National Cooperative Business Association (NCBA)
Sumber Pembiayaan Hibah Pemerintah Amerika Serikat (USAID)
Nilai Proyek USD 2 juta
Tujuan Secara khusus proyek ICBDA berfokus pada
pengembangan petani kecil dan bisnis koperasi
di Kawasan Timur Indonesia.
Proyek ICBDA berupaya membangun
mekanisme produksi, penanganan dan
pengolahan pasca panen, serta peningkatan nilai
produk melalu pemasaran tanaman bernilai tinggi
seperti singkong dan rempah-rempah (vanilli dan
lada hitam) melalui penguatan koperasi pertanian
dan pembangunan jalur pemasaran yang layak.
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)
132 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Lokasi Sulawesi Selatan (Luwu dan Bulukumba); NTT (Timor
tengah Selatan) dan Papua (Jayapura)
Masa berlaku grant 2012 - 2014
Status pekerjaan On going
b. Latar Belakang Proyek
ICBDA adalah bagian dari proyek kerjasama USAID-Indonesia dibawah
Assistance Agreement program Economic Growth yang dijalankan oleh
NCBA (National Cooperative Business Association). NCBA yang didirikan
pada tahun 1916 awalnya bernama Cooperative League of the USA
(CLUSA) atau Liga Koperasi dari Amerika Serikat. Dukungan NCBA untuk
masyarakat internasional sudah dimulai sejak tahun 1945, dan di
Indonesia dimulai sejak tahun 1976.
Petani-petani yang terlibat dalam proyek ini diharapkan memperoleh tiga
keuntungan sebagai berikut:
1. Memperoleh paket bantuan teknis yang terintegrasi yang dirancang
untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman.
2. Mitra koperasi akan memperoleh bimbingan dari NCBA dalam bidang
pengolahan pertanian dan kerjasama dengan perusahaan
perdagangan Amerika Serikat mitra NCBA.
3. Menawarkan harga yang lebih tinggi bagi komoditas yang dijual oleh
petani.
Lokasi pelaksanaan proyek ICBDA yaitu di derah Sulawesi Selatan (Luwu
dan Bulukumba); NTT ( Timor Tengah Selatan) dan Papua (Jayapura).
NCBA membantu mengembangkan komoditas singkong dan vanili, dan
kopi arabica. NCBA memperkenalkan dan menyediakan bibit varietas
singkong UJ-5 yang memiliki nilai jual yang tinggi di pasar ekspor. Untuk
pengembangan vanilla dan kopi, NCBA memberikan pelatihan mengenai
proses produksi, pengolahan serta manajemen pemasaran hasil produksi.
Sasaran yang diharapkan dapat tercapai melalui proyek ini adalah:
Memperkuat setidaknya 5 kelompok tani dalam hal produksi hasil
perkebunan yang dan pengadaan barang.
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 133
Membangun distribusi komersial, pengadaan barang, perluasan
lahan tanam, pemrosesan pasca panen dan pemasaran hasil
produksi yang optimal.
Sekurangnya 5.000 keluarga tani dapat menikmati hasil produksi
yang lebih tinggi dengan menerapkan metode tanam yang lebih
baik sehingga mampu meningkatkan pendapatan mereka.
Menyediakan lapangan kerja baru.
Dengan pengalaman lebih dari 30 tahun di Indonesia, NCBA telah
membantu perbaikan strategi pemberdayaan petani skala kecil. Saat ini
NCBA berupaya menghasilkan usaha dengan konsep farmer-based yang
berkelanjutan dan diharapkan dengan berjalannya waktu akan mampu
berkompetisi secara penuh di pasar dunia. Berikut adalah unsur utama
dari strategi yang digunakan oleh NCBA:
Semua aktivitas projek didasarkan atas perspektif market-based
Semua komponen projek melibatkan unsur peningkatan kapasitas
dan pengembangan keterampilan
Kunci untuk bertahan di pasar adalah efisiensi dan konsistensi
mempertahan kualitas untuk semua aktivitas produksi,
pemprosesan,dan pemasaran
Konsisten menggunakan ahli yang profesional di bidangnya, yaitu
memanfaatkan orang-orang yang memiliki pengetahuan yang
intensif ats produk atau komoditas tertentu
Pelatihan NCBA didorong oleh permintaan, berdasarkan kebutuhan
khusus dari petani.
2. Progres Pelaksanaan Proyek
Berikut adalah progres pelaksanaan proyek pada saat kunjungan
lapangan sampai dengan bulan Agustus 2014:
Budidaya Singkong
Jenis singkong yang dibudidayakan dalam proyek ini adalah jenis UJ-
5. Panen perdana dilaksanakan pada bulan oktober tahun 2013.
Berikut adalah perkembangan kegiatan Budidaya Singkong:
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)
134 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Tabel 19 Perkembangan Kegiatan Budidaya Singkong
No. Uraian Periode sampai dengan
31 Okt 13 31 Mar 14 30 Jun 14 30 Aug 2014
1 Jumlah Distrik 5 distrik 6 distrik 6 distrik 6 distrik
2 Jumlah Kampung 24 kampung 35 kampung 36 kampung 37 kampung
3 Jumlah Petani 340 orang 444 orang 534 orang 585 orang
4 Luas Areal Tanaman
(Tahun I)
43.3 Ha - - -
5 Luas Area Tanam
Baru (Tahun II)
- 18,34 Ha 52,45 Ha 75,39 Ha
6 Produksi Gaplek - 12,14 ton 22,75 ton 29,33 ton
Budidaya Vanila
Tabel 20 Perkembangan Kegiatan Budidaya Vanilla
No. Uraian
Periode sampai dengan
31 Okt 13 31 Mar 14 30 Jun 14 30 Aug
2014
1 Jumlah Distrik 5 distrik 5 distrik 7 distrik 7 distrik
2 Jumlah Kampung 31 kampung 31 kampung 50 kampung 50 kampung
3 Jumlah Petani 288 orang 306 orang 421 orang 568 orang
4 Luas Areal Petani
Belum Rehab
85,75 Ha 85,75 Ha 97,8 Ha 100,95 Ha
5 Luas Area Sudah Rehab 4,71 Ha 5,07 Ha 11,82 Ha 18,72 Ha
6 Produksi Petani Jual
Basah
- - 105 kg 190 kg
7 Produksi Jual Kering - - 21 kg 126 kg
8 Processing Vanili KSU-
NK/NCBA (Kering)
- - 11,95 kg 56,7 kg
Pabrik Pengolahan Singkong dan Vanili
Pabrik ini dibangun sebagai bentuk komitmen mereka dalam
mendukung petani lokal untuk terus membeli dan memasarkan dasil
produksi mereka. NCBA menyewa tanah milik anggota masyarakat
seluas 1 Ha untuk jangka waktu 25 tahun terhitung September 2012.
Perkembangan pembangunan processing facility sebagai berikut:
1. Pembangunan tempat pembibitan komiditi unggulan (Nursery)
berukuran 20 x 25 m2 sudah selesai dan sudah difungsikan.
2. Gudang Konstruksi baja sebanyak 3 (tiga) unit, yaitu: Gudang
pembelian berukuran 6x18 m2; Gudang processing berkuran 20x18
m2; Gudang Penyimpanan berukuran 20x18 m2
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 135
3. Pagar keliling berukuran panjang 400 m dan tinggi 2,5 m (tahap
penyelesaian).
4. Saluran air sepanjang 400m (tahap penyelesaian).
5. Mess karyawan berukuran 20x21 m2 (tahap penyelesaian).
3. Permasalahan dan Kendala Pelaksanaan Proyek
Beberapa permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan proyek antara
lain:
1. Curah hujan yang cukup tinggi menghambat panen singkong dan
proses pengeringan gaplek.
2. Keterbatasan sarana dan prasaran pendukung panen.
3. Sebagian besar petani masih merasa trauma untuk
mengembangkan komoditi unggulan. Berdasarkan pengalaman
masa lalu saat panen dengan hasil melimpah, justru petani
kesulitan memasakan hasilnya
4. Sebagian besar petani masih memilih untuk menjual hasil panen
dalam bentuk basah yang memiliki nilai jual yang lebih rendah.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, langkah tindak lanjut yang perlu
dilaksanakan yaitu:
1. Membuka peluang usaha pengelolaan singkong basah kepada
kelompok tani dan petani perorangan.
2. Membantu kelompok tani dan petani perorangan berupa peralatan
pasca panen seperti terpal, pisau krokot (alat iris singkong), dan
mesin perajang singkong kapasitas 500kg/jam dalam bentuk
pinjaman sebanyak 2 unit.
3. Membeli singkong kering (gaplek) di lokasi kelompok tani /petani
perorangan / tempat pelayanan koperasi.
4. Mengintensifkan koordinasi, sosialisasi program dan penyuluhan
teknis kepada masyarakat bahwa bentuk kerjasama NCBA
dengan KSU dan Pemerintah setempat memberikan kepastian
pasar terhadap komoditas yang dikembangkan.
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)
136 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
4. Lessons Learnt
Kunci keberhasilan pelaksanaan proyek ICBDA adalah ketepatan metode
dan strategi yang digunakan NCBA dalam melaksanakan proyek ini yaitu
dengan menjalin kerja sama dengan koperasi dan pendekatan yang baik
kepada komunitas lokal. Selain itu pemilihan komoditas yang tepat untuk
dikembangkan, serta luasnya jaringan pemasaran yang dimiliki oleh
NCBA sehingga komoditas yang dikembangkan dapat mengakses pasar
dunia dengan nilai jual yang tinggi.
Pemerintah Indonesia dapat belajar dari kesuksesan NCBA dalam
mengelola jaringan koperasi di tingkat nasional bahkan internasional,
serta memberikan pelatihan yang tepat dimulai sejak proses pembibitan,
panen, pasca panen, hingga jaminan pemasaran produk. Dilihat dari
statusnya maka sebagai asosiasi bisnis koperasi di Amerika Serikat,
NCBA seperti Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang mewadahi
koperasi nasional. Kedepan, diharapkan Kementerian Koperasi dan UKM
bersama dengan Dekopin dapat mereplikasi dan menerapkan pola kerja
NCBA dalam mengembangkan koperasi serta meningkatkan kualitas
hidup petani komoditas di Indonesia.
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Kebun singkong UJ-5 milik petani
Foto 2 Gaplek kering
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 137
Foto 3 Mesin pemotong singkong menjadi gaplek
Foto 4 Contoh vanili yang sudah dikeringkan
dengan kualitas baik
Foto 5 Bagian dalam Gedung Processing Facility
Foto 6
Suasana diskusi dengan petani singkong dan vanili
-----oo0oo-----
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)
138 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Halaman ini sengaja dikosongkan
Indonesia-Korea ICT Training Center
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 139
Laporan Kunjungan Lapangan
“Balai Pelatihan dan Pengembangan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (BPPTIK)/ Indonesia – Korea ICT Training Center”
Cikarang, Bekasi, 9 Mei 2014
1. Informasi Proyek
2. Temuan Kunjungan Lapangan: Belum Optimalnya Fungsi
3. Alternatif Pengembangan Kerjasama sebagai Upaya Optimalisasi
Fungsi
4. Lessons Learnt
5. Langkah Tindak Lanjut
6. Foto
1. Informasi Umum Proyek
Executing Agency Kementerian Komunikasi dan Informatika
Sumber
Pembiayaan
Hibah Pemerintah Korea/KOICA
Nilai Proyek USD 8.900.000
Ruang lingkup
pekerjaan
1. Gedung (training center, auditorium & gymnasium,
dormitory)
2. Sarana dan sistem Teknologi Informasi dan
Komunikasi (komputer, program, network, security)
Sasaran 1. Tersedianya fasilitas vocational ICT training center
untuk pekerja ICT
2. Tersedianya model program pelatihan TIK sesuai
standar internasional
3. Tersedianya SDM TIK yang tersertifikasi
Lokasi Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Jawa Barat
Indonesia-Korea ICT Training Center
140 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Waktu
Pelaksanaan
2007 – 2009 (diresmikan pada tahun 2011)
Daya Tampung - Balai mampu menampung hingga 4.000 peserta
pelatihan setiap tahun
- Asrama dapat menampung 300 orang dalam sehari
2. Temuan Kunjungan Lapangan: Belum Optimalnya Fungsi
Tujuan pembangunan ICT Training Center adalah sebagai center of
excellence untuk menghasilkan supply tenaga kerja terlatih di bidang
TIK. Akan tetapi sejak diresmikan penggunanaannya sampai dengan
pelaksanaan kunjungan lapangan, tujuan tersebut belum dapat
diwujudkan. Dengan demikian, ICT Training Center tersebut belu
berfungsi secara optimal.
Salah satu penyebab Balai Pelatihan dan Pengembangan belum dapat
berfungsi sebagaimana yang diharapkan adalah belum terbitnya
Peraturan Presiden mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
yang memungkinkan pihak Balai memungut biaya dan menggunaan
pemasukan untuk operasional dan pengembangan. Berdasarkan
informasi yang disampaikan pada saat kunjungan lapangan, rancangan
Peraturan Presiden yang mengatur PNBP di lingkungan Kementerian
Komunikasi dan Informatika masih dalam tahap harmonisasi di
Kementerian Hukum dan HAM.
Selama ini sumber pembiayaan untuk operasional dan pemeliharaan
hanya bersumber dari APBN. Dengan belum keluarnya ijin PNBP, pihak
Balai memiliki keterbatasan dalam mengadakan pelatihan untuk
menghasilkan tenaga kerja terlatih di bidang TIK (tidak dapat memungut
biaya untuk pelatihan).
Dengan pembiayaan yang hanya berasal dari APBN, sejak TA 2011 s.d.
TA 2014 Balai hanya mampu melaksanakan pelatihan terutama untuk
siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) dan beberapa pegawai
pemerintah daerah dengan materi yang sifatnya umum tanpa pungutan
biaya. Penyelenggaraan pelatihan tersebut sepenuhnya dibiayai APBN
(DIPA Kementerian Kominfo).
Indonesia-Korea ICT Training Center
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 141
Pada tahun 2013 telah dilatih sebanyak 540 peserta, sedangkan target
tahun 2014 adalah 1.789 peserta.
Selain melaksanakan pelatihan untuk siswa SMK, BPPTIK juga
menyelenggarakan pelatihan IT untuk komponen pelatihan IT proyek-
proyek hibah dari KOICA, antara lain proyek “Information Technology
Capacity Building for Central and Local Government” (Januari 2014 –
Desember 2015).
3. Alternatif Pengembangan Kerjasama sebagai Upaya
Optimalisasi Fungsi
Selama kunjungan lapangan telah dilakukan pembahasan mengenai arah
pengembangan BPPTIK Cikarang. Berdasarkan pembahasan tersebut,
terdapat beberapa langkah alternatif untuk mengoptimalkan fungsi
BPPTIK/Indonesia – Korea ICT Training Center.
Sambil menunggu diterbitkan dan efektifnya peraturan mengenai
PNBP, perlu dilakukan langkah-langkah pengembangan kerjasama
untuk optimalisasi fungsi training center. Kerjasama dilakukan sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Pengembangan kerjasama dapat dilakukan dengan lembaga
pendidikan/pelatihan dan swasta yang terkait dengan TIK. Langkah
awal yang dapat dilakukan adalah dengan demand survey di
perusahaan-perusahaan sekitar. Di kawasan industri Jababeka
terdapat lebih dari 1.400 perusahaan baik lokal maupun multinasional.
Hasil dari demand survey tersebut diatas, dapat dijadikan dasar
pengembangan pelatihan dan bentuk kerjasama.
Pengembangan kurikulum pelatihan TIK perlu dilakukan secara
spesifik untuk dapat memenuhi kebutuhan industri, karena selama ini
pelatihan TIK di training center masih bersifat umum.
Untuk pengembangan bentuk kerjasama, sebagai contoh dapat
dilakukan melalui kesepakatan kerjasama antara pihak Kementerian
Kominfo/BPPTIK dan pihak swasta yang dibuat dalam bentuk nota
kesepahaman mengenai pembagian tugas dan tanggungjawab
masing-masing pihak. Kerjasama tersebut misalnya dapat dilakukan
atas dasar sharing. Kementerian Kominfo bertanggung jawab atas
penyediaan sarana dan prasarana pelatihan (termasuk penyediaan
Indonesia-Korea ICT Training Center
142 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
tenaga pengajar), sedangkan sharing pihak swasta contohnya dalam
bentuk pemeliharaan atas peralatan pelatihan yang digunakan secara
langsung, dan tambahan tenaga pengajar profesional (yang dapat juga
diberikan dalam rangka program Corporate Social Responsibility/CSR).
Melalui pola kerjasama semacam ini, pihak BPPTIK sekaligus dapat
melakukan up-grading software dan program yang ada.
4. Lessons Learnt
a. Tujuan dan Fungsi Proyek
Pembangunan ICT Training Center memiliki tujuan yang sangat baik
yaitu untuk menghasilkan tenaga kerja terlatih di bidang ICT yang
dapat memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja. Pemilihan lokasi yang
ada Kawasan Industri Cikarang sangat tepat. Pusat pelatihan dapat
lebih responsif dalam menjawab kebutuhan tenaga kerja terampil dari
perusahaan-perusahaan, sementara perusahaan-perusahaan dapat
dengan lebih mudah memperoleh tenaga kerja yang diperlukan.
Proyek ini memberikan keuntungan baik dari sisi pencari kerja maupun
pengguna tenaga kerja. Proyek-proyek dengan konsep memfasilitasi
pertemuan antara pencarai kerja dengan pengguna jasa tenega kerja
seperti ICT Training Center berpotensi untuk dikembangkan lebih
lanjut didaerah-daerah lain di Indonesia, terutama dilokasi-lokasi yang
memiliki kawasan industri.
b. Kelembagaan dan Peraturan
Hal yang cukup disayangkan dalam pengoperasian proyek ini adalah
belum optimalnya utilisasi dari ICT Training Center. Ini terjadi karena
hambatan kelembagaan dan peraturan dimana BPPTIK belum
memiliki kewenangan memungut biaya dan menggunakan pemasukan
tersebut untuk mendanai kegiatan operasional dan pengembangan.
Selama ini sumber pembiayaan dari ICT Training Center hanya berasal
dari APBN dengan jumlah terbatas sehingga pelatihan yang
diselenggarakan juga sangat sedikit. Saat pemantauan dilaksanakan
diketahui bahwa rancangan Peraturan Presiden terkait Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Kementerian Komunikasi
dan Informatika belum ditandatangani.
Indonesia-Korea ICT Training Center
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 143
Pembelajaran yang dapat diambil adalah perencanaan sebuah proyek
harus memperhitungkan pula kendala-kendala kelembagaan dan
peraturan yang memiliki potensi menghambat operasional proyek
untuk kemudian dicarikan solusi baik secara kelembagaan maupun
peraturan. Pada saat proyek selesai dan beroperasi diharapkan
hambatan kelembagaan/peraturan tersebut telah diatasi sehingga tidak
memberikan gangguan yang berarti bagi kegiatan operasional proyek.
c. Sumber Daya Manusia
Untuk memenuhi kebutuhan industri akan tenaga kerja yang terampil
dan terlatih, ICT Training Center selayaknya memiliki kemampuan
membuat dan mengembangkan kurikulum pelatihan spesifik yang
diperlukan oleh industri, menyediakan tenaga pengajar yang
profesional, prasarana dan sarana pelatihan yang memadai serta
manajemen yang baik. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan
sumber daya manusia yang tepat yang memiliki kemampuan
manajemen untuk mengelola training center, maupun tenaga pengajar
yang terampil yang dapat membantu pengembangan keterampilan
peserta.
Pada saat pemantauan dilaksanakan diketahui bahwa kurikulum
pelatihan ICT di BPPTIK masih bersifat umum. Di masa yang akan
datang diharapkan adanya pengembangan kurikulum yang lebih
khusus sesuai dengan keterampilan yang diperlukan oleh industri.
Kemampuan BPPTIK dalam mengembangkan kurikulum memerlukan
dukungan dari perusahaan-perusahaan/pihak swasta salah satunya
dalam bentuk sharing keterampilan atau bantuan berupa tenaga
pengajar profesional.
5. Langkah Tindak Lanjut
Pihak Korea (KOICA) yang juga turut serta dalam kunjungan lapangan
tersebut menyampaikan bahwa pihaknya merasa masih belum puas
dengan belum berfungsinya training center sesuai dengan target yang
diharapkan. Untuk itu pihak KOICA akan terus memantau dan
berusaha membantu agar training center dapat berfungsi optimal,
salah satunya melalui program “IT Capacity Building for Central and
Local Government” yang saat ini sedang berlangsung.
Indonesia-Korea ICT Training Center
144 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Bappenas (dikoordinasikan oleh Direktorat Energi, Telekomunikasi dan
Informatika) perlu melakukan koordinasi lebih lanjut dengan
Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menyusun
pengembangan kerjasama dengan institusi/pihak swasta yang terkait
dengan TIK sambil menunggu proses keluarnya ijin PNBP.
6. Foto Kunjungan Lapangan
Gambar 1 dan 2
Gedung utama BPPTIK dan lingkungan sekitarnya
Gambar 3 dan 4
Ruang Kelas.Diperlukan sumber pendanaan baru untuk melakukan update software.
Gambar 5
Ruang Perpustakaan
Gambar 6
Ruang Makan Bersama
-----oo0oo-----
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 145
Laporan Kunjungan Lapangan “Banda Aceh to Calang Road Project”
Banda Aceh, 5 Desember 2014
1. Informasi Proyek
a. Data Umum Proyek
b. Kinerja Proyek
c. Kondisi Proyek
2. Isu-Isu dalam Pelaksanaan Pembangunan dan Pengelolaan
3. Lessons Learnt
4. Foto
1. Informasi Umum Proyek
a. Data Umum Proyek
Executing Agency BRR,Bappenas, Kementerian PU
Sumber Pembiayaan Hibah USAID
Nilai Proyek USD 280 juta
Ruang lingkup
pekerjaan
desain, supervisi, termasuk pelaksanaan
pembangunan dan pengawasan
Tujuan Merekonstruksi jalan raya dari Banda Aceh ke Calang
yang rusak karena bencana tsunami
Lokasi Jalan lintas barat ruas Banda Aceh - Calang
Status Pekerjaan Kegiatan pembangunan telah selesai di tahun 2011,
dilanjutkan dengan special agreement sd 30 Sept 2013
b. Kinerja Proyek
Proyek pembangunan jalan Aceh-Calang adalah proyek bantuan hibah
Pemerintah Amerika Serikat (USAID) yang merupakan bagian dari
bantuan penanganan bencana gempa dan tsunami di Aceh pada tahun
2004. Kesepakatan hibah USAID bagi rekonstruksi Aceh dituangkan
Banda Aceh to Calang Road Project
146 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
melalui dokumen Strategic Objective Grant Agreement (SOAG) No. 498-
045 yang ditandatangani oleh Direktur USAID dan Kepala BRR NAD-Nias
pada tanggal 7 Juli 2005. Nilai total bantuan hibah yang disalurkan adalah
USD 371 juta, adapun proyek jalan Aceh-Calang menelan biaya sebesar
USD 282 juta
Proyek jalan Aceh-Calang merupakan bagian dari pembangunan ruas
jalan nasional Banda Aceh-Meulaboh yang merupakan jalur strategis
karena merupakan penghubung Banda Aceh dengan 7 kabupaten/kota di
wilayah Pantai Barat Aceh yaitu Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Barat
Daya, Nagan Raya, Aceh Selatan, Kota Subulussalam, dan Kabupaten
Singkil. Jalur ini terputus akibat gempa dan tsunami pada tahun 2004,
sehingga melumpuhkan ekonomi masyarakat di wilayah Pantai Barat
Aceh. Poros Banda Aceh – Meulaboh juga menjadi salah
satu penghubung utama dengan Provinsi Sumatera Utara.
Pembangunan Poros Jalan Banda Aceh - Meulaboh terbagi atas
dua.Segmen pertama adalah: Banda Aceh – Calang sepanjang 145 km
dibangun oleh USAID. Infrastruktur yang dibangun di antaranya jalan
sepanjang 145 km dengan lebar 11 meter (7 meter jalan dua arah dan 4
meter bahu jalan), 27 jembatan, 50 Box calver (kotak pengganti jembatan)
dan 300 gorong-gorong. Pembangunan jalan Aceh-Calang dilaksanakan
sepenuhnya oleh USAID melalui pihak ketiga yaitu Parsons Co,
sementara pembangunan proyek dilaksanakan oleh PT Hutama Karya,
PT Wijaya Karya dan PT Ssangyong dengan menyerap 15.000 tenaga
kerja. Pembangunan jalan Aceh-Calang dilaksanakan mulai tahun 2005
dan dijadwalkan selesai tahun 2010, akan tetapi adanya beberapa
masalah seperti pembebasan lahan dan keterlambatan pada proses
tender pada section IV, khususnya pembangunan jembatan Lambusoe,
membuat proyek tersebut baru dapat diselesaikan dan diresmikan pada
bulan September tahun 2011.
Segmen kedua yakni Jalur Calang-Meulaboh sepanjang 100 km dibangun
oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah Tugas Pembantuan (SKPD-TP)
Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Aceh dan Bank Dunia (MDF)
dengan sumber dana dari APBN, APBD dan Bank Dunia
Banda Aceh to Calang Road Project
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 147
c. Kondisi Proyek
Secara umum jalan Aceh-Calang berada dalam kondisi baik namun di
beberapa ruas jalan sudah mengalami kerusakan, seperti jalan
berlubang, retak, bergelombang dan longsor. Karena musim penghujan
terdapat beberapa lokasi jalan yang rawan longsor yakni kawasan
Gunung Geurute, Kecamatan Aceh Jaya, Kecamatan Indra Jaya, yakni
di kawasan Gunung Gle Ue kilometer 89-98 dan kawasan Gunung Sa
kilometer 100-105. Kawasan rawan longsor lainnya adalah di kilometer
109-112 atau tepat di kawasan Gunung Keumala, Kecamatan
Sampoinit, serta kilometer 129-133 atau di kawasan Gunung Malem,
Kecamatan Setia Bakti. Pada saat pemantauan dilaksanakan di daerah
Gunung Geurute, terlihat pengerjaan perbaikan jalan di beberapa lokasi.
Ruas jalan banda Aceh – Calang merupakan merupakan jalan nasional,
maka pemeliharaan jalan ini berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN).
2. Isu-Isu dalam Pelaksanaan Pembangunan dan Pengelolaan
a. Kendala Pelaksanaan
Jalan Aceh-Calang pada awalnya direncanakan selesai pada bulan
Maret 2010, namun dalam pelaksanaannya baru dapat diselesaikan pada
pertengahan tahun 2011 dan diresmikan pada bulan September 2012.
Beberapa faktor yang menyebabkan terlambatnya pembangunan jalan
tersebut adalah (1) masalah pembebasan lahan di beberapa wilayah, (2)
keterlambatan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh
(APBA) yang didalamnya terdapat alokasi anggaran untuk membayara
pembebasan lahan, (3) belum stabilnya kondisi politik dan keamanan di
Aceh, (4) persoalan teknis terkait ketidaksesuaian antara rancangan
teknis konsultan dengan kondisi bentangan alam dan kondisi lapangan
sehingga memerlukan penyesuaian, (5) terjadinya pemutusan kontrak
secara sepihak pada section IV (khususnya pembangunan jalan Lamno-
Calang sepanjang 13 km termasuk pembangunan jembatan Lambeuso)
oleh USAID kepada PT Wijaya Karya. Pemutusan kontrak ini terjadi pada
bulan Maret 2008 dan pekerjaan baru diteruskan kembali pada bulan
September 2010 oleh PT Ssangyong (kontraktor Korea).
Banda Aceh to Calang Road Project
148 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
b. Keterlibatan Pihak Pemerintah Indonesia
Pembangunan Proyek Hibah Jalan Aceh-Calang sepenuhnya
dikerjakan oleh USAID melalui pihak ketiga yakni Parsons Co dan
kontraktor yang berasal dari Korea (PT Ssangyong) serta kontraktor
Indonesia (PT Hutama Karya dan PT Wijaya Karya). Keterlibatan pihak
pemerintah Indonesia (dalam hal ini Kementerian PU dan Pemda Aceh)
baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan proyek tidak
banyak. Minimnya keterlibatan pemerintah pusat dan daerah dalam
perencanaan dan pelaksanaan dapat dipahami karena pada saat itu
yakni tahun 2005 baik pemerintah pusat maupun Pemda Aceh sedang
berkonsentrasi untuk memulihkan kondisi Aceh pasca Tsunami 2004,
sehingga proyek jalan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada USAID.
Ketika proyek tersebut dilaksanakan, Project Management Unit (PMU)
dari proyek tersebut tidak berada di bawah Kementerian PU melainkan
di bawah BRR Aceh dan Nias, dan ketika BRR Aceh-Nias berakhir
pada bulan April 2009, PMU proyek Aceh Calang dilanjutkan di bawah
pengawasan Badan Kesinambungan Rekonstruksi (BKR) yang pada
tingkat pusat dikoordinasikan oleh Bappenas.
c. Berita Acara Serah Terima (BAST)
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 3 tahun 2009, Bappenas
mempunyai tugas untuk melanjutkan fungsi koordinasi kelanjutan
rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh dan Nias, sementara Kementerian
PU ditunjuk sebagai Implementing Agency melalui Project Implementing
Letter No. 09 tanggal 26 Juli 2011. Hal ini berdasarkan pertimbangan
Kementerian PU cq. Dirjen Bina Marga merupakan institusi teknis yang
berwenang dalam rangka penanganan jalan nasional.
Berdasarkan special agreement proyek ini telah selesai pada 30
September 2013, namun proyek ini masih menyisakan masalah
penyelesaian BAST dari USAID kepada Pemerintah Indonesia sehingga
saat ini ruas jalan Banda Aceh – Calang masih belum terdaftar sebagai
aset kekayaan negara. Terkendalanya proses BAST antara USAID
dengan pemerintah Indonesia (dalam hal ini Bappenas yang kemudian
diserahkan kepada Kementerian PU) disebabkan adanya perbedaan
mengenai nilai jalan Aceh-Calang akan yang diserahterimakan, dimana
nilai jalan yang akan diserahkan oleh USAID lebih tinggi dari taksiran
nilai barang yang telah dilaksanakan oleh Dirjen Kekayaan Negara
Kementerian Keuangan. Perbedaan nilai ini membuat Kementerian PU
Banda Aceh to Calang Road Project
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas 149
sebagai pihak yang akan menerima jalan tersebut belum mau
menandatangani dokumen BAST.
3. Lessons Learnt
Berikut adalah lessons learnt yang dapat diambil dari proyek rehabilitasi
jalan Banda Aceh – Calang yaitu:
a. Dalam melaksanakan proyek-proyek bantuan AS, USAID selalu
menunjuk pihak ketiga (kontraktor) sebagai pelaksana proyek.
Pemerintah Indonesia baik pemerintah pusat maupun daerah biasanya
bertindak sebagai penerima manfaat proyek. Seringkali terjadi kondisi
dimana dalam pelaksanaan proyek USAID, pemerintah kurang
dilibatkan secara aktif sehingga ownership terhadap proyek menjadi
berkurang. Hal yang sama ditemui pada proyek rehabilitasi jalan
Banda Aceh – Calang. Pengerjaan keseluruhan proyek ditangani
langsung oleh USAID dan kontraktor dengan keterlibatan minimal dari
Kementerian PU selaku lembaga teknis Pemerintah Indonesia yang
menangani pembangunan jalan. Pihak PU baru dilibatkan secara resmi
sebagai implementing agency proyek pada tahun 2011, disaat proyek
hampir berakhir. Akibatnya ownership Kementerian PU terhadap proyek
tersebut cenderung lemah.
Terdapat dua pembelajaran yang dapat ditarik dari pengalaman proyek
Jalan Aceh-Calang. Pertama, pelaksanaan suatu proyek harus
melibatkan secara aktif institusi-institusi pemerintah yang tugas dan
fungsinya terkait langsung dengan proyek, baik dalam tahap
perencanaan maupun pelaksanaan, hal ini penting untuk meningkatkan
ownership institusi-institusi tersebut terhadap proyek. Kedua, khusus
bagi hibah USAID (dimana proyek dilaksanakan oleh pihak ketiga dan
pemerintah hanya dipopsisikan sebagai penerima manfaat) Pemerintah
Indonesia sebaiknya melibatkan diri secara lebih aktif sejak
perencanaan dan persiapan proyek. Hal ini penting agar pemerintah
dapat mengarahkan proyek sesuai dengan prioritas dan kebutuhan
pembangunan yang telah disusun. Penyusunan SOP yang menjelaskan
mengenai tugas dan tangung jawab masing-masing pihak (Pemerintah
Indonesia, USAID, kontraktor) sebaiknya dapat disepakati lebih dulu
sebelum suatu proyek dilaksanakan.
Banda Aceh to Calang Road Project
150 direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
b. Dalam penyusunan BAST, ditemukan kendala regulasi antara
Pemerintah Indonesia dengan USAID. Berdasarkan regulasi
Pemerintah Amerika Serikat dokumen-dokumen yang menjadi
persyaratan penyusunan BAST tidak dapat diserahkan kepada
pemerintah Indonesia. Hal ini menjadi kendala Kementerian PU dalam
memfinalisasi BAST karena terdapat perbedaan mengenai nilai akhir
aset jalan Aceh-Calang akan yang diserahterimakan antara USAID
dengan Ditjen Kekayaan Negara. Berlarut-larutnya proses BAST
dikhawatirkan akan menghambat kegiatan operation & maintenance
(OM) jalan Banda Aceh – Calang. Pemerintah Indonesia dalam hal ini
Kementerian Keuangan diharapkan dapat mencarikan jalan keluar dari
perbedaan penghitungan nilai aset ini sehingga dokumen BAST dapat
segera ditandatangani dan dana untuk melaksanakan OM dapat
dialokasikan dengan lebih optimal.
4. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1
Ruas jalan Banda Aceh – Calang merupakan contoh jalan nasional dengan kualitas terbaik
karena dibangun menggunakan teknologi terbaik.
Foto 2 Salah satu ruas jalan Banda Aceh – Calang di
Kecamatan Lamno.
Foto 3 Ruas jalan Banda Aceh - Calang yang
dibangun melewati bebatuan
Foto 4 Suasana diskusi antara Kasatker Wilayah 2
Aceh dengan Direktur Pendanaan LN Bilateral Bappenas
-----oo0oo-----
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas xi
xii direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas xiii
xiv direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas xv
xvi direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas xvii
xviii direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas xix
xx direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas xxi
xxii direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas