Download - Pedang Amarah (CERITA SILAT )
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
1/64
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
2/64
kotaraja. Anak Ji masih belum berpengalaman, diapun baru pertama kali mengunjungi kotaraja, kalau
sampai terlibat dalam pertikaian ini, aku kuatir ia gampang teraniaya.......
Salah siapa dia enggan menuruti nasehat, tak mau menerima petunjuk orang, kalau sampai
terjadi sesuatu, jangan salahkan orang lain. Suthay tak perlu menguatirkan nasib bocah ini, aku yakin dia
banyak hoki dan berumur panjang, tak ada salahnya bila harus sedikit menderita, toh keliru besar bilakita selalu memproteksi dia, melindungi dirinya
Masih untung muridmu Bong-seng berilmu tinggi dan pandai berstrategi, dia tak malu disebut
seorang jagoan hebat, asal mau menaruh perhatian sedikit saja terhadap anak Ji, aku percaya tak banyak
orang di kotaraja yang tidak memberi muka kepadanya
Kungfu yang dimiliki Bong-seng memang tinggi, dia pandai mengatur strategi, sejak lahir
memang sudah memiliki jiwa seorang pemimpin, tapi kalau dibilang kesemuanya itu hasil didikanku......
hehehe.... itu mah pengakuan lonie sambil tebalkan muka. Ilmu golok Hong-hun-si-yu-ang-siu-to
miliknya sangat hebat, mungkin ini disebabkan sejak kecil ia berbadan lemah dan sakit sakitan hingga
semua tenaga tersembunyinya malah terangsang keluar, ilmu goloknya boleh dibilang dingin, sadis dananeh, kecepatan geraknya tak terkirakan. Kemampuannya sudah jauh melebihi kemampuan pinni dalam
menggunakan ilmu golok ang-siu-to-hoat
Tak ada guru kenamaan yang gagal menghasilkan murid hebat, kionghi, kionghi!
Thayjin kelewat memuji. Justru pinni sengaja berkata begitu karena ingin menghindari dosa. Gara
gara berhasil mendidik murid macam begini, badai berdarah tak terhindarkan lagi, yang pinni kuatirkan
adalah melepas harimau itu gampang, yang susah kalau ingin menangkapnya kembali, pinni kuatir
kemampuanku pun tak sanggup lagi untuk mengatasi pertikaian ini!
Aaah perkataan sinni kelewat serius. Biarpun So Bong-seng adalah locu dari kim-hong-si-yu-lo,menjadi pentolan Pakkhia diluar pemerintahan, tapi dalam kenyataan dia adalah seorang pimpinan yang
adil, bijaksana, setia kawan dan membela kaum lemah, dia sangat ketat mengendalikan anak buahnya,
belum tentu pimpinan macam begini suka berbuat jahat. Apalagi pengaruhnya bisa begitu meluas juga
gara gara didukung secara diam diam oleh pihak pemerintah. Disaat tentara Kim mulai melanggar
teritorial negara, disaat pertempuran bisa pecah setiap saat, pihak pemerintah sangat membutuhkan
dukungan dan bantuan dari kaum gagah di sungai telaga. Sekarang So Bong-seng justru sedang
menggalang kesatuan dan persatuan untuk menghadapi serangan luar, kebesaran jiwanya boleh dibilang
sungguh mengagumkan, karena itu pertarungannya dengan pihak Lak-hun-poan-tong meski sepintas
seperti pertarungan dua geng besar di Pakkhia untuk berebut pengaruh, padahal yang benar adalah
pertikaian antara pihak yang mendukung pertempuran melawan agresor dan pihak yang menentang.
Sekarang negara dalam kondisi lemah, masa kita akan persembahkan negara tercinta ini kepada pihakagresor dengan begitu saja? Memangnya kita akan mendukung kaum laknat yang Cuma memikirkan
kejayaan dan kepentingan pribadi? Tindak tanduk So kongcu luar biasa, dia adalah seorang ksatria sejati,
tidak malu disebut pendekar diantara pendekar
Tak nyana thayjin begitu memuji murid ku. Bong-seng memang keras kepala dan suka cari
menangnya sendiri, napsu membunuhnya kelewat kuat. Mungkin sumbangsih dalam hal lain dia kurang,
namun harus diakui dia memang cinta negara, mau peduli dengan keselamatan kerajaan. Padahal semua
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
3/64
orang juga tahu kalau kota Pakkhia merupakan wilayah kekuasaan Mi-thian-jit-seng (tujuh rasul pembius
langit), kelompok yang lebih cenderung menyerah kepada pihak musuh, kelompok penghianat negara.
Kalau pertarungan dengan Lak-hun-poan-tong hanya pertarungan lokal, maka pertempuran melawan
negara agresor akan menjadi petaka besar bagi seluruh rakyat negara. Harus diakui hanya orang orang
Kim-hong-si-yu-lo yang rela kehilangan batok kepala dan bercucuran darah demi membela negara. Aaai!
Puluhan tahun berselang, kota Pakkhia masih merupakan wilayah kekuasaan Mi-thian-jit-seng, dansekarang....... segalanya telah berbalik
Sejujurnya, murid mu So Bong-seng memang musti diakui sebagai seorang pendekar sejati,
buktinya jagoan tangguh seperti Lui Sun pun harus kehilangan nyawa ditangannya. Tatkala Mi-thian-jit-
seng masih menguasai kotaraja sendirian, siapa sih yang tidak takut kepada mereka? Siapa yang tidak jeri
menghadapi mereka? Bahkan Lak-hun-poan-tong sendiripun meski dengan susah payah mampu
membendung pengaruh mereka, itupun sudah kewalahan setengah mati hingga boleh dikata tak ada
kemampuan untuk menyerang balik. Tongcu Lak-hun-poan-tong waktu itu, Lui Ceng-lui sampai merasa
perlu untuk mengundang dua jagoan tangguh untuk membantunya, yang satu adalah Lui Tin-hi, yang
lain adalah Lui Sun.
Lui Tin-hi adalah seorang jagoan dari Suchuan yang malang melintang dalam dunia persilatan
dengan mengandalkan kekuatan bahan peledak dari keluarga Lui, dimana ia ciptakan sejenis senjata
rahasia yang bisa meledak setiap saat, kemudian ia berhasil menguasai jago jago dari keluarga Tong
hingga kemampuan senjata peledaknya makin hebat.
Berbeda sekali dengan Lui Sun, dia beranggapan keliru besar jika keluarga Lui hanya
mengandalkan ilmu jari dan ilmu bahan peledak untuk mengharumkan nama keluarga, dia merasa
keluarga Lui perlu memandang lebih ke depan, membuka diri dalam pergaulan Bu-lim dan berkembang
dengan cara lain. Itulah sebabnya mati matian dia berlatih diri dengan ilmu Kuai-man-kiu-ci-koat-hoat
(sembilan huruf cepat dan lambat) dengan harapan bisa memberi sumber kekuatan baru bagi perguruan
keluarga Lui, demi mensukseskan latihannya dia bahkan tak segan mengutungi jari tangan sendirisebagai tanda kebulatan tekadnya, yaa...... sejujurnya sumbangsih ke dua orang ini terhadap Lak-hun-
poan-tong dan perguruan Lui memang sangat luar biasa.
Tapi kemudian Lui Sun dengan taktik pinjam golok membunuh orang berhasil menjebak Lui
Tin-hi hingga bentrok dengan Kwan Jit dari Mi-thian-jit-seng!
Akibatnya Lui Tin-hi jadi cacad sedangkan Kwan Jit jadi setengah sinting, sementara Lui Sun
dengan menggunakan taktik merubah peperangan menjadi perdamaian buru buru meminang adik
kandung Kwan Jit yakni Kwan Siau-te menjadi bininya, karena perkawinan ini kelompok Lak-hun-poan-
tong pun mendapat dukungan pengaruh dari Mi-thian-jit-seng, otomatis kekuasaannya makin meluas
dan kuat. Agar bisa benar benar menjadi pemimpin tertinggi, mula mula dia pojokkan dulu Lui Ceng-lui
hingga mati, kemudian memojokkan Kwan Siau-te, bininya hingga kabur, disamping itu secara diam
diam dia pun berhubungan gelap dengan Lui Bi, putri tunggal Lui Ceng-lui. Boleh dibilang lelaki ini asli
sebagai Kalau tidak kejam bukan seorang lelaki sejati.
Gara gara kelewat kejam itulah musibah tragis yang harus dia tuai, padahal orang ini pandai
menahan diri, tak mau sembarangan bertindak sebelum rencana matang, dia pandai menahan diri,
pandai menyembunyikan kemampuan, sebetulnya manusia macam beginilah yang paling susah dicabut
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
4/64
akarnya, paling sulit merobohkan kekuasaannya: ia telah berhasil menjatuhkan Lui Tin-hi, membuat
Kwan Jit jatuh pecundang, membuat Lui Ceng-lui mampus, ketika semua hadangan berhasil disingkirkan
satu per satu, waktu itu lo-locu dari Kim-hong-si-yu-lo pun sudah berangkat ke langit barat, apa mau
dikata penggantinya So Bong-seng justru berhasil menguasai keadaan, bukan saja perkumpulan Kim-
hong-si-yu-lo berhasil dikembangkan makin besar dan berpengaruh, bahkan berhasil melampaui
kekuatan Lak-hun-poan-tong.
Ternyata dalam keadaan seperti ini Lui Sun masih sanggup mengendalikan diri, sementara dia
berbenah untuk mengatur siasat dan memperkuat posisi, sikapnya diluaran seakan tak berdaya untuk
membendung serbuan lawan. So Bong-seng bukan orang bodoh, dia pun manfaatkan siasat itu dengan
melakukan invasi, selangkah demi selangkah dia pojokkan pihak Lak-hun-poan-tong untuk melakukan
duel habis habisan.
Lui Sun bersikap macam orang tak bernyali dan ketakutan, dia mundur terus sambil mengalah,
padahal malam sebelum hari pertempuran habis habisan dia lakukan sergapan untuk membokong
lawannya. Sayang So Bong-seng berhasil menebak rencananya itu dan ikut melancarkan serangan lebih
awal, sampai pada akhirnya........
Tapi kelihatannya kejadian inipun sudah dalam dugaan Lui Sun
Benar. Karena itulah berada didepan So Bong-seng, Lui Sun sengaja memerankan sandiwara
mati karena terbunuh, padahal dibelakang layar dia perintahkan orang kepercayaannya Ti Hui-keng
untuk membokongnya kemudian dia menerobos masuk ke dalam peti mati yang disangka orang lain
sebagai tempat bersembunyinya jago lihay dan meledakkan diri. Padahal sesaat sebelum peti mati itu
meledak, dia sudah kabur dulu melalui terowongan bawah tanah. Setelah itu dengan memanfaatkan
kesempatan disaat musuh sedang memeriahkan pesta kemenangannya, dia dengan disertai jago paling
hebat dari Lak-hun-poan-tong melakukan sergapan kilat. Tapi sayangnya.........
Tapi sayang pada detik terakhir semuanya berantakan. Ia pernah melakukan maksiat, jadi sudah
sepantasnya mendapat imbalan yang pantas. Ternyata Lui Bi adalah Kwee Tang-sin, salah satu dari empat
malaikat sakti dibawah pimpinan So Bong-seng, disaat yang paling kritis ia melapskan sebuah tusukan
maut untuk membunuhnya
Kali ini Lui Sun benar benar mampus
Yaa, tapi kelompok Lak-hun-poan-tong tidak ambruk lantaran peristiwa itu
Disinilah letak kejelian Lui Sun, dia selalu mengutamakan masalah secara keseluruhan, dengan
meninggalkan Toa-tongcu nya Ti Hui-keng di markas, meski akhirnya dia musti menemui ajalnya, namunTi Hui-keng masih mampu memimpin sisa laskar Lak-hun-poan=-tong dan mengupayakan pembalasan
dendam atas kematian dirinya
Menyisakan jalan mundur memang merupakan kelebihan yang dimiliki Lui Sun, kelebihan yang
luar biasa
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
5/64
Orang kuno berkata: cabutlah rumput hingga seakar-akarnya, aku rasa persoalan ini merupakan
luka telak yang mematikan Lui Sun, coba ia tega, tak nanti Lui Bi bakal berhasil menghabisi nyawanya
untuk menuntut balas
Bagaimana pun Lui Sun telah menggunakan seseorang secara tepat
Maksudmu Ti Hui-keng?
Benar. Biarpun dia masih muda, namun kecerdasan otaknya luar biasa bahkan sangat setia
terhadap Lui Sun. Setelah Lui Sun meninggal, semua orang mengira dia bakal mengerahkan segenap
kekuatan untuk melakukan pembalasan dendam, siapa sangka ia justru tidak melakukan gerakan apa
pun. Biar semua orang tahu kalau dia berniat balas dendam, tapi siapa pun tak ada yang bisa menduga
dengan cara apa membuat pembalasan. Kini setahun sudah lewat, biarpun dikota raja sudah beredar
kabar berita tentang buntungnya kaki So Bong-seng, namun Ti Hui-keng tetap tidak menunjukkan
reaksinya. Malah ketika tersiar dengan santer tentang kondisi badan So Bong-seng yang kritis dan parah,
Ti Hui-keng tetap tidak bereaksi. Siapa pun tak dapat menebak rencana hebat apa yang sebenarnya
sedang ia persiapkan?
Mungkin dia sedang menunggu
Menunggu?
Menunggu kesempatan baik, kesempatan yang jauh lebih baik
Tapi orang persilatan selalu berpendapat bahwa kesempatan akan lenyap dengan begitu saja, jika
harus menunggu lebih lanjut, masih adakah kesempatan itu? Dan mungkinkah akan muncul
kesempatan?
Mungkin dia belajar dari pengalaman masa lalu, dimana nyaris tak ada yang tahu apakah Ti Hui-
keng pandai bersilat atau tidak, kebanyakan orang menyangka tulang tengkuknya parah dan tubuhnya
setengah lumpuh, sampai So Bong-seng mengutus Lui Kun dan Lim Koko untuk membunuhnya, duduk
persoalan baru menjadi jelas, ternyata kungfu yang dimiliki memang luar biasa hebatnya
Tapi gara-gara peristiwa itu, Ti Hui-keng malah berhasil merekrut dua orang pembantu tangguh,
Pui Heng-sau dan Thian-it-u-hong , aku dengar Thian-ie-u-hong adalah jago yang kau utus, benarkah
begitu?
Benar. Thian-ie-uh-hong bukanlah manusia yang tak memiliki kemampuan, aku memang sengaja
mengutusnya ke kotaraja untuk menjemput anak Ji, sejak awal sudah kuduga, ia pasti akan tinggaldisana. Secara keseluruhan aku telah mengirim tiga orang menuju ke kotaraja, orang pertama adalah
Tong Po-gou, salah satu diantara Lima perampok ulung, dia pun tak pernah balik sejak kepergiannya.
Hanya adikmu Un-bun yang pada akhirnya berhasil menangkap balik putriku yang bandel itu,
tapi......aaaai, sekalipun sudah tiba dirumah, tiap hari dia hanya melamun seperti orang kehilangan
ingatan saja, aku rasa dia pasti akan berusaha untuk berkelana terus dalam dunia persilatan. Sudahlah,
kalau memang begitu, biarkan saja dia berbuat sesuka hati
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
6/64
Masalah ini memang percuma dirisaukan, masih untung putrimu berwajah cerah dan toapan, dia
pasti banyak hoki dan panjang umur, manusia seperti ini tak bakalan sampai menjumpai mara bahaya.
Thayjin, tadi kau telah menyinggung soal sikap Ti Hui-keng yang menggunakan ketenangan untuk
mengendalikan gejolak, mungkinkah saat ini dia sedang memantau persaudaraan antara So Bong-seng,
Pek Jau-hui dan Ong Siau-sik?
Tentang persoalan ini, aku punya pandangan lain, menurut aku nasib So Bong-seng jauh lebih
beruntung karena sebelum melangsungkan pertarungannya melawan Lui Sun, ia bertemu lebih dulu
dengan dua orang anak muda yang berilmu tinggi, Pek Jau-hui dan Ong Siau-sik. Dengan begitu
posisinya jadi jauh lebih beruntung. Bila sekarang Ti Hui-keng ingin menjatuhkan So Bong-seng,
pertama-tama dia harus berusaha mencerai beraikan persaudaraan ke tiga orang itu. Semenjak tubuhnya
jadi cacad, So Bong-seng telah menyerahkan semua persoalan partai kepada Yo Bu-shia, Pek Jau-hui,
Kwee Tang-sin dan Ong Siau-sik sekalian. Aku lihat Ong Siau-sik tidak terlalu tertarik dengan masalah
partai serta pertikaian antar kelompok, karena cita citanya memang bukan ke situ, sementara Pek Jau-hui
kelewat agresif, tindak tanduknya yang ambisius membuat Kim-hong-si-yu-lou meski maju makin pesat
namun justru terjerumus dalam kondisi yang tidak stabil, padahal yang dibutuhkan persatuan bukan
ambisi tapi pengertian. Ti Hui-keng sebagai orang cerdas, tentu saja harus mengamati situasi terlebihdahulu sebelum melakukan sesuatu tindakan
Menurut pandangan pinni, hubungan antara So Bong-seng, Pek Jau-hui dan Ong Siau-sik bukan
persoalan peruntungan tapi masalah karakter. Lui Sun licik banyak curiga, kecuali terhadap Ti Hui-keng
boleh dibilang ia tak mudah percaya kepada siapa pun, karenanya sulit baginya untuk mendapat bala
bantuan. Beda sekali dengan So Bong-seng, dia tak pernah mencurigai saudara sendiri, gara gara kelewat
percaya orang itulah dia sampai kena dibokong oleh Mo Pak-sin, orang kepercayaan sendiri, walau pada
akhirnya dia ditolong juga oleh orang kepercayaannya, Kwee Tang-sin. Aaai, siapa menebar benih, dialah
yang akan menuai hasilnya
Tepat sekali perkataan sinni. Kesimpulannya, selain So Bong-seng sebagai sasaran utamapembalasan dendam kelompok Lak-hun-poan-tong, mereka pasti akan berusaha menghabisi juga nyawa
Lui Bie, orang yang dianggapnya sebagai pagar makan tanaman............
Itu mah bukan urusan serius, yang aku kuatirkan sekarang adalah semakin berjayanya pihak
kerajaan yang mendukung perdamaian, bila kelompok mereka semakin menguat, otomatis situasi di kota
Pakkhia pun akan mengalami perubahan lagi, bisa jadi rencana pemindahan ibu kota benar benar akan
terlaksana
Aaaai, baru saja kita terjerumus dalam kancah peperangan, semestinya kita usir dulu pasukan
Kiem hingga balik kandang, sayang dalam kerajaan muncul manusia manusia dungu yang takut
mampus, masa tanah air yang kita bangun dengan susah payah harus dipersembahkan kepada musuh
dengan begitu saja. Daripada hidup di alam penjajahan, lebih baik aku pertaruhkan nyawa untuk beradu
jiwa dengan mereka
Thayjin bersedih hati memikirkan nasib negara, memohonkan keselamatan bagi rakyat negeri,
pinni sungguh merasa kagum akan kebesaran jiwamu, Cuma saja...... keadaan negeri kita makin lemah,
pembesar banyak yang tak peduli dengan kesengsaraan rakyat, rasanya bukan masalah gampang untuk
mengatasi keadaan seperti ini. Konon dalam kota sudah beredar nyanyian yang berbunyi begini: Toako
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
7/64
jiko samko, mari kita bertukar tempat, siap siaplah menghadapi bencana yang melanda dunia. Konon Pui
siau-hoya, Liong Pat tayya, Jaksa Cu, Perdana menteri Coa hampir semua tokoh pemerintahan berusaha
ikut ambil bagian dalam hal ini, malah Thian-hee-te-jit (nomor tujuh dikolong langit) yang merupakan
tokoh tokoh ganas pun ikut menyusup ke kota Pakkhia, katanya Kwan Jit dari Mi-thian-jit-seng pun ikut
tampilkan diri lagi. Dalam situasi kacau dan banyak masalah begini, membiarkan putrimu di kotaraja
bukanlah sebuah langkah yang benar
Kalau begitu sudah sepantasnya sekali lagi ku utus adik Si-bun untuk membekuk pulang bocah
tak genah itu
Kelihatannya pinni sendiripun harus berangkat ke kotaraja, akan kulihat bagaimana keadaan si
bocah yang tak tahu diri itu
Tak disangka walau sinnie adalah orang yang sudah hidup dalam pengasingan, namun masih
mau angkat senjata demi membela penderitaan rakyat, kau benar benar berhati welas
Tidak berani, tidak berani, pinni justru merasa jodohku dengan keduniawian belum tuntassehingga walau dibilang semuanya adalah kosong, namun tetap ada berapa persoalan yang tetap
mengganjal dihati. Semoga thayjin tidak mentertawakan
Rupanya diakhir musim semi itu, Ang-siu sinnie telah menuruni gunung Siau-han-san dan
menempuh perjalanan jauh untuk mengunjungi Un Siong-yang di kota Lok-yang, pembicaraan itulah
yang berlangsung selama kunjungannya.
Waktu itu situasi dalam kerajaan sedang kalut, menghadapi agresi pasukan asing, semua rakyat
hidup tak tenteram. Semua lelaki yang punya jiwa kasatria berbondong bondong mendaftarkan diri
untuk berjuang mempertahankan tanah air, sementara kaum durna dan durjana saling bersekongkel
untuk mencari keuntungan pribadi. Boleh dibilang situasi amat kalut dan tak tenteram.
Oo0oo oo0oo
Permulaan musim dingin tahun itu, Lui Tun dengan menunggang tandu berjalan melewati jalan
raya Tang-lak-pak, dari jauh memandang, bangunan loteng Kim-hong-si-yu-lou berdiri tegak dibawah
jagad raya, bangunan itu kelihatan begitu kokoh, begitu tegar. Ia sudah berusaha memutar otak memeras
keringat, berusaha mencari akal, dengan cara apa bangunan tegak itu bisa dirobohkan? Bagaimana
caranya bisa mengubahnya jadi lumpur, jadi abu, jadi debu.
Lui Tun merasa udara makin hari semakin dingin membekukan tubuh.
Mengawasi jari jemari sendiri yang ramping dan panjang, memandang tangannya yang putih
bagaikan salju......
Tiba tiba ia seperti mengendus bau harum bunga bwee.
Bertemu salju lebih bersih, berjumpi badai lebih tegar.
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
8/64
------ Benarkah saat yang paling menderita bagi So Bong-seng adalah saat fajar dimusim salju yang
beku?
Orang yang pernah membuatnya jatuh hati, membuatnya selalu terkenang hanya boleh sakit, tapi
tak boleh mati, sebab dia harus membunuhnya, membunuh dengan tangan sendiri.
Oo0oo oo0oo
Bila dari markas Kim-hong-si-yu-lou ingin menuju ke istana raja, orang musti melewati gardu Siau-
seng-teng. Saat itu adalah permulaan musim salju. Hembusan angin dingin yang membawa bunga salju
seraya menyayat kulit tubuh, membuat orang mau tak mau harus menyembunyikan tengkuknya dibalik
pakaian tebal.
Pemandangan diseputar gardu Siau-cay-teng pun nampak sangat sepi dan berantakan, diluar
gardu terbentang jembatan kecil, air mengalir lembut dibawah jembatan, tapi sayang tak lama kemudian
aliran air pun akan ikut membeku!
Tiba tiba terdengar suara derap kaki kuda, rombongan kuda yang ditumpangi So Bong-seng ber
gerak mendekat.
Dalam suasana seperti inilah dari Sah-cap-lak-hong terburu buru dia balik ke loteng Kim-hong-si-
yu-lo.
Semenjak Kim-hong-si-yu-lou berhasil mengalah kan Lak-hun-poan-tong, sejak Lui Sun tewas
terbantai dalam gedung Kua-hay-hui-thian-tong di loteng merah, Ti Hui-keng memegang kendati di
perkumpulan Lak-hun-poan-tong dan bersumpah akan bertarung hingga titik darah penghabisan
melawan Kim-hong-si-yu-lou, tapi saat itu kekuasaan terbesar yang ada di kota Pakhia boleh dibilang
sudah terjatuh ke tangan pihak Kim-hong-si-yu-lou, sementara perkumpulan Lak-hun-poan-tongterdesak hebat posisinya.
Namun situasi mudah bergulir, perubahan susah diramalkan. Kim-hong-si-yu-lou yang selalu men
dukung penggunaan kekuatan pasukan untuk meng hadapi pasukan Kim tiba tiba kehilangan
pengakuan dari pihak kerajaan, begitu Coa Keng terpilih menjadi perdana menteri, segala sesuatunya
telah berubah karena ia lebih mendukung usaha perdamaian.
.........................
Musim dingin baru saja tiba.
Salju meski belum turun, namun hawa dingin yang membeku telah menyelimuti seluruh jalan
raya, kendatipun dinginnya belum sampai pada ujung jalan.
------ Apakah kehidupan manusia pun akan mencapai ujung jalan?
Hampir semua anggota Kim-hong-si-yu-lou, dari puncak pimpinan hingga sampai bawahan,
semuanya takut kalau kehidupan So Bong-seng sudah tiba di ujung jalan.
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
9/64
Dari atas loteng hijau, dari ruang rapat, dari dalam tandu bahkan dari dalam kereta, dari tempat
yang berbeda, dari keadaan yang berbeda, hampir semua orang dapat mendengar suara batuk dari So
Bong-seng, suara batuk yang begitu keras bagaikan hembusan angin utara, suara yang menggetar sukma,
suara yang serasa melumat usus.
---- Dalam berapa bulan terakhir, keadaan penyakit yang diderita So Bong-seng kian hari kianbertambah parah.
Semenjak So Bong-seng kehilangan kakinya, pera nan Pek Jau-hui dan Yo bu-shia dalam
perkumpulan Kim-hong-si-yu-lou kian hari kian bertambah penting.
Seringnya berpindah tempat membuat penyakit yang diderita So Bong-seng hanya bisa
disembuhkan oleh tabib Su, akan tetapi tabib istana tak mungkin sembarangan meninggalkan keraton,
terpaksa So Bong-seng pun seringkali melakukan perjalanan.
Semakin sering So Bong-seng mengunjungi istana, hal ini menunjukkan kalau kondisi penyakitnya
makin bertambah parah.
Namun hari ini nampaknya suara batuk So Bong-seng jauh lebih berkurang, apakah batuknya
berhasil disembuhkan? Atau dia sudah kehabisan tenaga untuk batuk? Paling tidak itulah yang
dibayangkan Kit-siang-ji-ih.
"Kit-siang-ji-ih" (rejeki sejahtera sesuai pengharapan) bukanlah sebuah kata ucapan, juga bukan
pepatah, bahkan bukan terdiri dari satu kalimat.
Itulah nama manusia, nama empat orang manusia.
- It-yu-bong (sebuah impian) Lip Siau-kit.
- Siau-bun-cu (si nyamuk) Siang Ko-ji.
- Jagoan tangguh dari perguruan Gui-li-pat-ji-bun (delapan depa kecantikan semu) Cu Ji-si.
- Bu-wi-hui-coa (ular terbang tanpa ekor) Ouyang Ih-ih.
Mereka adalah empat orang jago yang baru saja bergabung ke dalam perkumpulan Kim-hong-si-
yu-lou, berhubung mereka bertujuan mencari rejeki dan keuntungan maka nama mereka berempat pun
seringkali digabung menjadi satu hingga terbentuk tulisan Kit-siang-ji-ih.
Mereka berempat selain masih muda, punya kemampuan tinggi, memiliki kungfu yang tiada
keduanya, bahkan amat setia. Penampilan mereka di perkumpulan Kim-hong-si-yu-lou membuat
kekuatan perkumpulan ini makin kuat dan berjaya.
Cu Ji-si dan Ouyang Ih-ih adalah jagoan yang dibawa masuk oleh Pek Jau-hui, siang Ko-ji adalah
sahabat karib Ong Siau-jik, sementara Lip Siau-kit adalah orang yang disponsori oleh Yo Bu-shia. Mereka
semua sangat dihargai So Bong-seng.
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
10/64
Empat orang jagoan inilah yang bertanggung jawab mengawal So Bong-seng.
Ditengah musim salju yang begitu dingin, hanya terdengar suara orang sakit didalam kereta kuda,
tak terdengar lagi suara batuk, apa yang sebenarnya mereka pikirkan? Gembira atau masgul?
Kereta tersebut adalah sebuah kereta yang sangat kokoh, seluruh badan kereta tertutup kain terpalyang tebal, baik roda, tali, maupun perangkat lain hampir semuanya terbuat dari emas, sebuah kereta
yang megah dan indah.
Yang bertindak sebagai kusir ada dua orang, yang satu adalah Siang Ko-ji, yang lain adalah Cu Ji-
si. Sementara Lip Siau-kit dan Ouyang Ih-ih berdiri disisi kiri dan kanan kereta sambil melakukan
perlindungan.
Didepan kereta berjalan empat ekor kuda jempolan, dua orang menggembol pedang, dua orang
membawa tombak panjang, sedang dibelakang kereta mengikuti tiga puluh ekor kuda dengan tiga puluh
orang lelaki kekar membawa golok besar dan menyandang busur.
Mereka semua adalah jago jago tangguh generasi baru pertama dari perkumpulan Kim-hong-si-
yu-lou.
"Orang bilang Lui Sun memiliki sembilan lembar nyawa, biar matipun dia bisa bangkit dan hidup
kembali, tapi pada akhirnya dia tetap tewas ditangan So Bong-seng" Pui Eng-gan, tokoh paling terhormat
dalam pemerintahan kerajaan dan mempunyai kedudukan misterius dalam dunia persilatan pernah
berkata begitu sambil tertawa, "hanya So Bong-seng seorang yang tak bisa terbunuh, kecuali dia sendiri
yang ingin mati. Kalau tidak siapa pun tak bakal mampu membunuhnya"
Berhasil membunuhnya atau tidak berhasil jelas merupakan satu persoalan.
Tapi dalam kenyataan masih ada juga orang yang berusaha untuk membunuh So Bong-seng.
Sewaktu rombongan baru saja naik jembatan siap menyeberangi sungai, mendadak terdengar
suara orang mengaduh, kemudian terlihat seorang kakek tua tercebur ke dalam sungai.
Air sungai itu sudah tercampur dengan bongkahan salju yang berasal dari hulu, ditengah
hembusan angin utara yang membeku, sudah jelas air sungai itu terasa makin dingin menggigilkan.
Bab 2. Bunga Bwee beracun.
Rombongan kereta telah berhenti.
Lip Siau-kit telah bersiap siap melompat masuk ke dalam sungai untuk menolong kakek tua itu.
Pada saat itulah dari dalam kereta terdengar seseorang bertanya:
"Apa yang terjadi?"
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
11/64
"Seorang kakek tua tercebur ke dalam sungai" jawab Cu Ji-si.
Tanpa berpikir sekejap pun orang yang berada dalam kereta segera berseru:
"Lanjutkan perjalanan"
Sudah jelas ucapannya adalah perintah. Siapa pun tak boleh berhenti, bahkan melarang untuk
menyelamatkan orang tua itu.
Terpaksa Lip Siau-kit sekalian hanya bisa mengawasi si orang tua yang tercebur ke sungai itu
meronta dengan sekuat tenaga, meronta ditengah gulungan air yang membeku. Meski tak tega, siapa pun
tak berani membangkang.
Kereta segera bergerak melewati jembatan kayu.
Tiba tiba dari dalam sungai melompat keluar sesosok tubuh manusia, orang itu membawa sebuah
lembing sepanjang satu tombak delapan kaki (lebih kurang 1,8 meter), ia menghujamkan lembingnyadari dasar jembatan, menusuk ke dasar kereta lalu tembus dari atap bagian atas.
"Kongcu......." teriak Lip Siau-kit dengan perasaan terkesiap.
"Kurangajar!" umpat Siang Ko-ji pula dengan paras berubah.
Dari ujung sungai terlihat pula seseorang dengan membawa sebilah golok besar seberat dua
ratusan kati, diiringi suara auman keras telah menerjang datang dengan garangnya, dia memiliki
perawakan tubuh yang tinggi besar, wajahnya gemuk, bibirnya tebal seperti daging samcan, cambangnya
kaku bagai sarang lebah, diiringi percikan butiran air dia menyerbu tiba dengan garangnya.
Cukup dilihat dari kegarangannya sewaktu menerjang tiba, orang akan keder dibuatnya.
Pada saat yang bersamaan, dari ujung sungai yang lain muncul pula seseorang, dia melesat datang
dengan kaki menempel diatas permukaan air, gerakan tubuhnya cepat dan cekatan, dalam
genggamannya terlihat seuntai rantai perak yang tipis dan lembut.
Seandainya tiada pantulan cahaya dari permukaan sungai, bahkan menimbulkan suara desingan
angin tajam, pada hakekatnya siapa pun tidak mengira kalau dalam genggaman orang itu terdapat
sebilah senjata maut yang begitu panjang.
Dua orang itu menghimpit tiba dari kiri kanan, dalam waktu singkat mereka telah semakinmendekat.
Empat orang jago yang berada pada barisan depan serentak mencemplak kudanya, biar
menghadapi ancaman, mereka sama sekali tak kalut. Dengan dua di kiri, dua di kanan mereka cabut
pedangnya siap menghadapi datangnya serbuan.
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
12/64
Tiga orang penunggang kuda yang berada dibarisan belakang serentak bersiap siaga pula
menghadapi segala perubahan.
Pada saat itulah mendadak terjadi getaran keras dari dalam kuil dewa tanah di sisi jembatan, lalu
disusul dengan munculnya sesosok tubuh manusia.
Pada hakekatnya orang ini adalah seorang raksasa. Seorang raksasa yang terbuat dari besi baja.
Sewaktu berjalan, orang itu tak ubahnya seperti sebuah patung tembaga yang pandai bergerak.
Seorang "patung tembaga" yang bertubuh raksasa ternyata sebelum ini dapat menyembunyikan
diri didalam kuil dewa tanah yang begitu kecil lagi sempit, hal ini benar benar merupakan satu kejadian
yang sukar dipercaya.
Dalam genggaman manusia raksasa ini terlihat sepasang kampak raksasa yang amat besar.
Kapak raksasa itu tampak berubah makin panjang mengikuti gerakan langkah tubuhnya.
Jangan dilihat ia berperawakan tinggi besar, ternyata gerak geriknya amat gesit dan cepat.
Begitu munculkan diri, manusia raksasa itu langsung mendekat ke arah tandu, dengan gerakan
tubuhnya yang cepat dan kapaknya yang panjang, dalam satu sapuan kilat dia babat kutung enam buah
kaki kuda yang berada pada urutan depan, begitu penunggangnya jatuh dari punggung kuda, dia
susulkan dengan bacokan ke dua untuk membabat batok kepala ke tiga orang itu, disusul kemudian
bacokan ke tiga mengutungi kepala ke tiga ekor kuda itu.
Begitu berhasil, dengan kecepatan tinggi ia menghampiri tandu.
Pada saat yang bersamaan, para pengawal kuda bersenjatakan pedang dan tombak yang berada
pada urutan belakang telah mati semua dibabat jago bersenjata golok dan ruyung perak itu.
Ceceran darah seketika berserakan dimana mana dan mengotori air sungai yang mengalir
dibawahnya.
Dalam pada itu kakek yang tercebur ke dalam sungai tadi kini sudah melompat ke daratan dan
menghadang diujung jembatan, sepasang tangannya dimasukkan ke dalam saku, meski tubuhnya basah
kuyup namun dia menghadang ditengah jalan dengan garangnya, seakan seorang jenderal yang sedang
memimpin sepuluh laksa tentara bertempur di medan laga.
Sang pembunuh gelap bersenjata lembing yang berhasil dengan serangannya tadi, kini telah
melompat naik ke pagar kayu ditepi jembatan.
Jikalau pembunuh yang bersembunyi dalam sungai itu merupakan titik pusat pengepungan, maka
jago bergolok besar itu menyerang dari sisi kiri, jago bersenjata ruyung perak itu dari sisi kanan,
dibelakang menghadang lelaki bersenjata kapak sedang didepan menghadang si kakek yang tercebur
kedalam sungai tadi, jumlah mereka seluruhnya lima orang.
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
13/64
Dari posisi pengepungan ke lima orang itu, maka terbentuklah sebuah barisan yang ganas dan
mematikan, bentuk barisan itu mirip sebuah gambar bunga bwee, karena barisan yang mereka gunakan
sekarang memang sebuah ilmu barisan yang sangat mematikan, disebut Bunga bwee beracun.
"Aku cinta keindahan bunga bwee,
Kutempuh jalan pintas yang singkat,
Jangan mengajarkan orang menyapu batu,
Kumpulkan bunga yang berguguran"
Ketika musim dingin lewat, disaat musim semi menjelang, itulah saat bunga bwee mulai mekar
dan menyiarkan bau harum semerbak.
Dingin. Makin dingin makin indah, makin dingin makin mekar.
Kalau tidak mengalami kedinginan yang membeku, darimana kau dapat menikmati harumnya
bunga bwee?
Banyak orang bilang, semasa masih hidupnya dulu Lui Sun paling menyukai tiga hal.
Suka perempuan, termasuk putri kesayangan nya.
Suka bakat bagus, khususnya Ti Hui-keng.
Padahal dia masih menyukai satu hal lagi: dia amat menyukai bunga bwee.
Dia amat menikmati keindahan bunga bwee, karena suka bunga bwee maka pernah disusun
sebuah rencana besar, dia ingin membokong musuh yang paling diseganinya...... So Bong-seng!
Asal So Bong-seng sedang sakit, asal suatu saat dia lewat di jembatan siau-coat-kiau, asal dia dapat
mengumpulkan lima orang jago andalannya: Lui Kong, Lui Pi, Lui Tiong, Lui Ming, Lui San.
Kini, mereka benar benar telah berdatangan, datang dari Kanglam, tepatnya Bi-lek-tong.
Tujuan kedatangan mereka saat ini hanya satu, mewujudkan rencana "bunga bwee beracun".
Mereka harus membalaskan dendam atas kematian Lui Sun, mereka harus menghabisi nyawa SoBong-seng.
Kini lembing panjang telah menembusi kereta, dapat dipastikan orang yang berada dalam kereta
sudah mati secara mengerikan.
Kendatipun begitu, ke lima orang itu bukannya mundur kini malah merangsek maju lebih ke
depan.
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
14/64
Mereka ingin membunuh dan memusnahkan seluruh kekuatan lawan, mereka ingin menyeret
keluar tubuh So Bong-seng kemudian mencincangnya hingga hancur berkeping.
Lui Sun adalah murid paling menonjol dari Kanglam Bi-lek-tong, dia pun memegang kekuasaan
besar di kotaraja, pergaulannya luas, hubungan dengan pembesar kerajaan pun erat, selama ini
mendatangkan banyak keuntungan bagi perguruan Lui-bun.
Sebagian besar produksi bahan peledak dan senjata api bikinan keluarga Lui di Kanglam pun
banyak mendapat suport dari kalangan pembesar kerajaan, jelas hal ini mendatangkan keuntungan yang
luar biasa bagi perguruannya.
Begitu Lui sun mati, kekuasaan terbesar di perkumpulan Lak-hun-poan-tong pun jatuh ke tangan
Ti Hui-keng, tak heran kalau rasa benci mereka terhadap So Bong-seng sudah merasuk hingga ke tulang
sumsum.
------ Mereka adalah saudara seperguruan Lui Sun.
------- Lui Sun pernah membina dan mendidik mereka.
------- Karena itulah mereka bersumpah akan membalaskan dendam bagi kematian Lui Sun.
Dengan sepenuh tenaga Lip Siau-kit, siang Ko-ji, Cu Ji-si serta Ouyang Ih-ih melindungi kereta
berkerudung itu, sekalipun semisal So Bong-seng sudah tewas dalam kereta pun, mereka harus
melindungi mayatnya hingga tiba selamat di markas.
Akan tetapi senjata yang digunakan pihak penyerang kelewat panjang, kelewat ganas, terlalu susah
dihadapi.
Bila tak ingin hancur bersama kereta itu, maka mereka harus segera menghindarkan diri dari
serbuan senjata senjata maut lawan.
Hanya Lip Siau-kit seorang tetap berada diatas kereta, karena lembing panjang milik Lui San yang
berada didasar jembatan telah tertancap menembusi ruang kereta.
Dengan tangan kosong Lui San segera melompat naik ke atas kereta, secara beruntun dia lancarkan
serangan pukulan berantai.
Lip siau-kit sama sekali tak gentar, setiap jurus dipatahkan dengan jurus, setiap gerakan dihadang
dengan gerakan, setengah inci pun dia tak sudi untuk mengalah.
Berapa kali Lui San merogoh ke dalam sakunya siap melemparkan berapa butir Lui-ceng-cu
(getaran guntur) ke dalam ruang kereta, namun Lip Siau-kit yang segera mengubah taktik
pertarungannya, dari bertahan jadi menyerang, memaksa Lui San tak berkesempatan melepaskan senjata
mautnya.
Pada saat itulah, mendadak terdengar suara pekikan nyaring menggetar seluruh udara.
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
15/64
Kakek yang tercebur ke sungai tadi tahu tahu sudah melambung ke udara dan langsung meluncur
ke depan kereta.
Baru saja Lip Siau-kit hendak menghadang, sebuah sapuan kaki si kakek membuat Lip Siau-kit
terpaksa harus menghindar.
Kakek itu mendengus dingin, sementara tangan kirinya menyingkap tirai kereta, tangan kanannya
segera membacok ke muka.
Mendadak ia menjerit keras, tubuhnya roboh terjengkang ke belakang, sebuah bekas merah yang
kecil muncul diatas jidatnya, bekas merah yang kecil dan lembut sekali.
Disaat tubuhnya roboh terjungkal, tiba tiba bekas merah itu mengembang jadi besar, disusul
kemudian jidatnya pecah dan merekah, semburan darah pun berhamburan ke mana mana.
"Blaaaam......!" peluru lui-ceng-cu yang berada dalam sakunya meledak seketika.
Kemudian semua orang baru melihat sebuah jari tangan, jari tengah.
Sebuah jari tengah yang langsing, panjang dan putih.
Jari tangan itu muncul dari balik tirai kereta, dan kini sedang perlahan lahan ditarik kembali.
Bukan saja totokan jari itu telah merenggut nyawa Lui Kong, bahkan menggemparkan seluruh
arena pertarungan.
Seketika itu juga seluruh pertarungan terhenti, suasana hiruk pikuk pun sirap, suasana jadi hening
dan sepi.
Sorot mata semua orang teralih ke atas jari tangan itu.
Karena jari tangan telah ditarik kembali, terpaksa kawanan jago itupun selangkah demi selangkah
berjalan menghampiri kereta.
Tirai yang digunakan untuk menutup jendela kereta amat tebal, sedemikian tebalnya sampai siapa
pun tak bisa melihat benda yang berada dibalik tirai itu.
Kini pakaian yang dikenakan Lui San telah basah kuyup, tidak jelas basah karena air sungai? Atau
basah karena keringat?
Dia meraung keras, sambil mengayunkan kepalannya langsung menyerang ke arah kereta.
Lui San mempunyai perawakan tubuh tinggi besar, dengan tenaga pukulan yang dimiliki, asal
kereta itu terhantam, niscaya semuanya akan hancur berantakan.
Tapi sayang kereta itu tidak hancur, justru dia sendiri yang remuk.
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
16/64
Tulang hidungnya terhajar sampai remuk, badannya mencelat sejauh berapa tombak dan tercebur
ke dalam air.
Diantara aliran air yang bercampur darah segar, Lui San tenggelam ke dasar sungai dan tak pernah
muncul kembali.
Lagi lagi dari balik tirai hanya muncul sebuah jari tangan, kali ini ibu jari.
Sebuah ibu jari yang indah bentuk lengkungannya, seakan sedang memuji keberhasilan seseorang.
Lui Pit yang membawa golok besar, Lui Ming yang bersenjatakan ruyung perak, ditambah Lui
tiong yang bertubuh raksasa bagaikan patung tembaga, tiba tiba saja merasakan tenggorokannya jadi
kering, sekujur tubuh mereka gemetar keras.
------ Udara di permulaan musim dingin memang amat menggigilkan tubuh, apalagi musim panas
ditahun mendatang masih jauh dari sekarang.
Ouyang Ih-ih, Cu Ji-si dan siang Ko-ji hanya memandang ke arah mereka tanpa bicara, mimik
muka mereka menunjukkan seolah orang orang itu sedang memandang tiga buah liang kubur.
Akhirnya Lui tiong yang berteriak lebih dulu, bentaknya:
"Apakah kau adalah So Bong-seng? Kau....."
Suasana dalam kereta tetap hening, tiada suara, tiada gerakan.
Lip siau-kit telah melompat turun dari kereta kuda. Tiba tiba saja kereta itu bergerak sendiri,
langsung menabrak tubuh Lui Tiong.
Lui Tiong membentak keras, tanpa menggubris keadaan dia langsung mengayunkan kapak sambil
menyongsong datangnya terjangan kereta itu, sekali ayun dia belah kereta kuda itu jadi dua.
"Braammm!" kereta kuda itu segera roboh terbelah dan jatuh ke dalam sungai.
Tak seorang manusia pun berada dalam kereta itu, yang ditemukan hanya sebiji gigi yang patah.
Cepat Lui Tiong mendongakkan kepalanya, dan ia pun menjumpai satu peristiwa yang
mengerikan.
Dua orang saudaranya yang tersisa, Lui Ming dan Lui Pit telah roboh terjungkal ke dalam sungai,
tenggorokan mereka terbelah lebar, dari sana darah segar menyembur keluar, membaur dengan air
sungai yang bersih dan menciptakan banjir darah yang mengerikan.
Seorang lelaki berbaju sutera telah berdiri dihadapannya, kali ini dia menunjukkan dua jari
tangannya.
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
17/64
Satu jari kiri dan satu lagi jari tangan kanannya, semua jari adalah jari kelingking.
Jari tangan yang putih, mulus dan terawat tapi.
Tak setetes darahpun menodai jari tangan itu, seakan pembunuhan yang barusan terjadi bukan
tercipta karena dia.
Lui Tiong meraung keras, dia ayun kapaknya dan langsung dihujamkan ke atas jalan darah thay-
yang-hiat dikening kiri dan kanan sendiri.
"Pek Jau-hui.......... Lak-hun-poan-tong........ keluarga Lui pasti.... pasti akan menuntut balas dendam
kesumat sedalam lautan ini......"
Menyaksikan kematiannya, orang berbaju sutera itu seolah merasa sayang, tapi kemudian dengan
nada penuh simpatik perintahnya:
"Gotong pulang mereka semua, kebumikan orang orang itu dengan layak"
"Baik" jawab Cu Ji-si.
"Kita harus kagum dan menghormati mereka karena kesetiaannya sampai mati terhadap Lui Sun"
ujar manusia berbaju sutera itu, Pek Jau-hui sambil menghela napas, "orang yang setia sampai mati
pantas memperoleh penguburan yang layak"
"Pek hu-loucu" tak tahan Lip siau-kit bertanya, "mengapa orang yang berada dalam kereta bisa
dirimu?"
"Kenapa bukan aku?" Pek Jau-hui balas bertanya dengan nada hambar.
Kontan Lip Siau-kit terbungkam dan tak berani bicara lagi.
"Ingin membunuh So loucu?" dengus Pek Jau-hui sinis, sambil menunjukkan jari tangannya ia
melanjutkan, "harus mencoba membunuh diriku lebih dulu"
Maka semenjak hari itu slogan "ingin bunuh So Bong-seng, basmi Pek Jau-hui lebih dahulu"
menjadi populer di seantero jagad, tak lama kemudian kalangan hitam maupun putih dalam dunia
persilatan pun tersiar slogan baru:
"Akan bunuh So, bunuh Pek dulu"
"Pek mati, So susah hidup"
Padahal selama pertarungan berdarah itu berlangsung, ada dua orang, berada pada jarak tertentu,
disuatu tempat yang tak mungkin ditemukan orang, menonton jalannya pertarungan.
Kedua orang itu, satu adalah pemimpin kelompok Lak-hun-poan-tong Ti Hui-keng.
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
18/64
Sedangkan yang seorang lagi adalah Lim Koko, orang yang pernah menghianati Lak-hun-poan-
tong.
Ti Hui-keng berdiri sambil bergendong tangan, menundukkan kepala, dia seakan sedang
menikmati pemandangan alam.
Sementara Lim Koko berdiri di belakang tubuhnya.
Mengapa ia berada berduaan dengan Lim Koko yang pernah berhianat? Apakah ia tak kuatir
rekannya sekali lagi berubah pikiran dan berusaha membokongnya?
Sebenarnya apa yang sedang dipikirkan Ti Hui-keng?
Lim Koko tidak tahu, dia hanya menunggu, dia menunggu Ti Hui-keng mengajukan pertanyaan.
Dia tahu, Ti Hui-keng pasti akan mengajukan pertanyaan kepadanya.
Betul saja, Ti Hui-keng bertanya kepadanya:
"Kaukah yang memberi laporan rahasia kepada Lui-bun Ngo Toa-thian-ong (lima raja langit dari
perguruan Lui), bahwa So Bong-seng pasti akan melalui jembatan Siau-coat-kiau?"
"Benar!"
"Kalau memang benar, mengapa kau minta mereka untuk melakukan penghadangan ini?"
"Jauh jauh datang dari wilayah Kanglam, tujuan utama dari Lui-bun-ngo-toa-thian-ong adalah
membalaskan dendam atas kematian Lui Cong-tongcu, mereka merasa amat tak puas karena melihat akutak pernah melakukan penyerangan, karenanya apa salahnya bila membiarkan mereka mencobanya lebih
dulu, bila berhasil, tentu saja menguntungkan kita, semisal gagal pun tidak menjadi masalah"
"Bagaimana dengan kau sendiri?"
"Aku?"
"Apa pandanganmu sendiri atas sikap Lak-hun-poan-tong yang selama ini tidak melakukan
serangan?"
"Aku tak berani menjelaskan rencana yang Ti toa-tongcu sedang persiapan, namun paling tidakaku percaya Toa-tongcu pasti mempunyai perhitungan sendiri, lagipula saat ini belum bisa dibilang
kesempatan sudah matang, bila mengorbankan diri dengan sia sia, tindakan tersebut tak lebih hanya
akan menggebuk rumput mengejutkan sang ular, sama sekali tak akan menghasilkan apa apa dan Tongcu
tak nanti akan melakukan tindakan sebodoh ini"
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
19/64
"Tapi kenyataannya sekarang, gara gara laporan rahasiamu, Lui-bun-ngo-toa-thian-ong mati sia sia
di jembatan siau-coat-kiau, apakah kau tidak takut orang orang perguruan Lui dari Kanglam Bi-lek-tong
akan mencarimu dan menjatuhi hukuman berat?"
"Aku adalah anggota Lak-hun-poan-tong, bila ingin menghukum, sudah sepantasnya bila Lak-hun-
poan-tong yang menghukum aku, bila aku dianggap bersalah, semua hukuman pasti akan kujalani tanpamembantah. Padahal pengalaman perang orang jaman kuno bisa dibuat pegangan, berulang kali aku
sudah berkata kepada mereka, ingin membunuh So Bong-seng sama artinya mencari mati buat diri
sendiri, kalau mereka tak percaya dan tetap ngotot, masa aku yang disalahkan?"
"Bukan siapa yang harus disalahkan, kini orangpun sudah mampus, mau menyalahkan pun juga
tak mungkin"
"Bila ingin bekerja, jangan takut disalahkan orang. Inilah wejangan yang selalu ditanamkan cong-
tongcu dimasa silam"
"Ehmm, kau memang lain dari dulu, tampaknya pihak Kim-hong-si-yu-lou harus memandangtinggi dirimu"
"Berkat kebesaran hati Toa-tongcu, aku baru bisa hidup hingga hari ini, bila aku tak menyesali
semua kesalahanku dimasa lalu, sama artinya telah menyia nyiakan budi pertolongan toa-tongcu
kepadaku dan budi kebaikan cong-tongcu kepadaku dimasa silam"
"Semua yang kau katakan hanya ucapan sampah. Sebagai orang yang berbakat, janganlah
berpikiran sempit, orang boleh berbuat salah kepada orang lain tapi jangan menyia-nyiakan diri sendiri.
Bila kau masih lakukan perbuatan yang menghancurkan diri sendiri, sama artinya kau telah menyia-
nyiakan hidupmu sekarang"
"Baik!"
"Tahukah kau mengapa Lui-bun-ngo-toa-thian-ong bisa kalah hingga tertumpas?"
"Mereka terlalu emosi, kelewat temperamen dan terburu napsu, kurang perencanaan yang baik,
kelewat pandang enteng musuh, maka akibatnya nyawa sendiri jadi taruhan, selain itu aku merasa siasat
bunga bwee beracun yang dirancang Lui cong-tongcu agak..... agak......"
"Tak apa, katakan saja terus terang"
"Selama tiga bulan terakhir aku telah periksa semua bahan dan buku pedoman yang tersediauntuk memahami rencana bunga bwee beracun yang dirancang Lui Cong-tongcu, ternyata hasil
rancangannya mirip sekali dengan rencana yang disiapkan Sim Hau-sian untuk membunuh Sat-jiu-ong
(raja tangan pembunuh) Seng Bu-beng di jembatan siau-gwe-kiau sungai Siong-lim-si tempo dulu"
"Oya?"
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
20/64
"Seng Bu-beng adalah tetua berkedudukan paling tinggi dalam perkumpulan Hay-gan-pang, sejak
berusia lima belas tahun Sim Hau-sian telah mengirim surat tantangan perang, tak heran kalau Seng Bu-
beng tak berani memandang enteng musuhnya serta memperketat penjagaan sendiri.
"Suatu hari, dia dengan mengajak tujuh puluhan orang pengawal melewati jembatan Siau-gwee-
kiau, mendadak dasar tandunya dijebol oleh tusukan tombak yang muncul dari dasar jembatan langsungmenembusi tandu.
"Belum lagi penyerang dari dasar jembatan itu munculkan diri, salah satu pembunuh yang
menyamar menjadi pengawal telah melancarkan serangan mematikan secara mendadak ke arah Seng Bu-
beng, hanya saja dia tak mengira kalau penyerangnya hanya sebuah umpan, dia adalah Tong Po-gou. Sim
Hau-sian yang merupakan pembunuh sesungguhnya waktu itu masih bersembunyi didalam air. Maka
ketika konsentrasi Seng Bu-beng tertuju pada serangan Tong Po-gou, tiba tiba saja Sim Hau-sian
munculkan diri, dengan sekali tebasan dia pun membabat batok kepala Seng Bu-beng hingga terlepas
dari tubuhnya.
"Coba saja bayangkan serangan yang dilancarkan ke lima orang tadi, bukankah caranya persisseperti apa yang pernah dilakukan Sim Hau-sian dahulu? Tak heran bila So Bong-seng sudah
meningkatkan kewaspadaannya untuk menghadapi kejadian seperti ini"
"Dalam waktu singkat Pek Jau-hui berhasil menghabisi lima orang jago tangguh, apa
pandanganmu tentang hal ini?"
"Padahal So Bong-seng tidak menakutkan, yang menakutkan justru pek jauhui. Sehebat apa pun
ilmu silat yang dimiliki So Bong-seng, dia tak lebih hanya harimau timpang, sebaliknya Pek Jau-hui
adalah macan tutul yang telah tumbuh sayap. Dewasa ini, dari kelompok Kim-hong-si-yu-lou, So Bong-
seng sudah jatuh sakit, Ong Siau-sik tak berminat mencampuri urusan organisasi, Yo Bu-shia hanya
konsentrasi dalam kelompoknya didalam gedung, ini berarti tinggal Pek Jau-hui seorang yang mengurusisegala sesuatunya, bukan saja nama besarnya makin tersohor, kedudukannya makin tinggi bahkan tindak
tanduknya amat telengas"
"Oleh sebab itu bila ingin menghancurkan Kim-hong-si-yu-lou, So Bong-seng harus dibunuh lebih
dulu, bila ingin membunuh So Bong-seng, Pek Jau-hui harus dilenyapkan nomor satu"
"Benar!"
"Analisa mu tampaknya mengalami banyak kemajuan, tapi masih kurang tajam akurasinya"
"Aku berani mengurai begitu banyak, sesungguhnya semua ini merupakan anugerah dari Toa-tongcu"
"Apa yang kau uraikan tadi sebetulnya bukan pandangan yang berimbang, melainkan menarik tali
merah dari menang kalahnya kejadian lama. Biasanya bila suatu peristiwa telah terjadi, orang akan
timbul pandangan mengapa tidak menengok dari sejarah yang terdahulu, dan membuat persiapan untuk
yang akan datang. Tapi analisa mu cukup cermat dan bisa diterima dengan akal, secara dipaksakan
masih bisa dianggap menduga duluan sebelum kejadian. Tapi coba bayangkan, andaikata usaha Lui-bun-
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
21/64
ngo-toa-thian-ong kali ini berhasil dengan sukses, apa pula pandangan orang persilatan tentang peristiwa
ini? Mungkin saja mereka akan mengatakan: sedih dan marah merupakan kekuatan inti dari sebuah
keberhasilan, dengan memegang teguh pesan akhir dari Lui Sun mereka berhasil membalaskan dendam
atas kematiannya.
"Mungkin juga akan berkata begini: setelah So Bong-seng berhasil membunuh Lui Sun, merekakelewat gegabah, mengira Ti Hui-keng tak berani melancarkan serangan balasan, siapa sangka anggota
perguruan Bi-leng-tong berani mati sehingga pembalasan dendamnya berhasil dengan sukses.
"Seandainya dalam pertempuran itu Pek Jau-hui terbunuh, maka orang pun akan berkata begini:
Pek Jau-hui kelewat tak tahu diri, ingin menjadi So Bong-seng ke dua, akibatnya dia menjadi setan
pengganti So Bong-seng, mati secara mengenaskan ditangan orang dan menjadi tumbal Kim-hong-si-yu-
lou.
"singkatnya, dalam situasi seperti apa pun, para analis tentu mempunyai alasan untuk
membenarkan pendapatnya, mereka pun pandai mengikuti arah angin, maka dari itu analisa semacam
ini bukan analisa yang seimbang, melainkan analisa yang dibuat berdasarkan menang kalah seseorang.
"Bila berhasil, semua tindakan dan sepak terjangnya akan berubah menjadi pilihan yang brilian,
usaha yang cemerlang. Sebaliknya bila kalah, semua tindak tanduknya akan diolok olok orang, dicemooh
orang. Karenanya analisa semacam ini jangan sekali kali kau percaya"
"Perkataan Toa-tongcu benar sekali, disaat aku melakukan analisa, menang kalahnya suatu
pertempuran memang mempengaruhi jalan pikiranku, disamping itu terpengaruh juga oleh pandangan
orang di kiri kanan"
"Bukan hanya kau, setiap orang pun sama seperti dirimu, jadi dalam hal ini aku tidak
menyalahkan kau. Hanya saja kau harus ingat, terlepas siapa menang siapa kalah, ada berapa hal yangharus kau perhatikan:
"Pertama, Lui San, Lui Tiong, Lui Kong, Lui Ming dan Lui Pit benar benar merupakan saudara
sejati dari Lui congtongcu. Sekalipun Lui congtongcu telah meninggal, mereka masih belum melupakan
budi kebaikannya.
"Bila seseorang tidak memiliki saudara yang mau senasib sependeritaan, biasanya dia akan
menganggap dirinya paling bersih, dirinya paling hebat karena tak sudi mencari masalah yang tak
berguna, padahal dalam kenyataan dia sama sekali tak tahu bagaimana rasanya bisa memperoleh orang
yang benar benar menganggap dirinya sebagai saudara.
"Aku sendiri tak memiliki saudara angkat, jadi ucapanku barusan sama halnya sedang memaki diri
sendiri, ini baru adil namanya, karena kita tak boleh pandang enteng kekuatan semacam itu.
"Seperti contohnya hubungan persaudaraan antara So Bong-seng, Pek Jau-hui dan Ong Siau-sik,
jalinan hubungan semacam ini tak boleh dipandang enteng, karena kecerdasan maupun ilmu silat yang
dimiliki Ong Siau-sik serta Pek Jau-hui masih jauh diatas kemampuan Lui-bun-ngo-thian-ong"
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
22/64
"......................................."
"Kedua, walaupun hari ini Pek Jau-hui telah menunjukkan kebolehannya, namun paling tidak dia
telah melanggar dua kesalahan besar, kesatu dia turun tangan kelewat awal, menurutku sebetulnya
kekuatan "Jit-siang-Ji-Ih" empat orang sudah lebih dari cukup untuk mengatasi serangan Lui-bun-ngo-
thian-ong. Pek Jau-hui bisa turun tangan secara terburu buru, tak disangkal karena dia mempunyaitujuan sendiri.
"Kedua, Pek Jau-hui tidak seharusnya mengubur jenasah ke lima orang keluarga Lui itu dengan
upacara, karena dengan begitu, siapa pun tahu kalau dialah pembunuhnya, dikemudian hari keluarga
Lui dari Kanglam pasti tak akan melepaskan dirinya, sebab dengan berbuat begitu tak disangkal dia telah
menjalin ikatan dendam dengan keluarga Lui"
"Maksud toa-tongcu.........."
"Pek Jau-hui bisa berbuat begitu sudah pasti mempunyai alasannya, dia toh bukan orang goblok"
"Menurut pandangan hamba, tampaknya hubungan antara So Bong-seng, Pek Jau-hui dan Ong
Siau-sik belum tentu akrab dan harmonis"
"Dasar apa kau berkata begitu?"
"Jika hubungan mereka bertiga betul betul harmonis dan saling menguatirkan keselamatan
rekannya, tak mungkin dalam situasi gawat seperti ini, Ong Siau-sik justru meninggalkan Kim-hong-si-
yu-lou dan pergi ke Kim-sik-hong untuk mengobati pasien sambil menjual lukisan. Tentu saja Ong Siau-
sik pun bukan orang bodoh"
"Orang bodoh di kotaraja makin lama makin sedikit, mereka yang kualitasnya sedikit lebih rendahpun sudah pada menahan diri, tersisa kaum kuat yang munculkan diri dari dalam tanah, begitu kaum ini
semakin banyak yang muncul maka sikut sikutanpun akan terjadi, semua pihak akan berusaha merebut
sebagian wilayah untuk berkuasa" kata Ti Hui-keng dengan nada murung.
"So Bong-seng pernah mengutus Yo Bu-shia untuk menawarkan posisi kepadaku, syaratnya
mereka membiarkan aku menduduki kursi ke empat sambil tetap menguasai Lak-hun-poan-tong, tapi
harus membereskan Lui Sun terlebih dulu.
"Saat itu aku pura pura menerima tawaran tersebut, agar dalam rangka melaksanakan rencana
serangan balik yang telah disusun congtongcu bisa terlaksana dengan lancar.
"Selama bergabung dengan mereka, aku selalu memberikan masukan yang mereka yakini sangat
bermanfaat, namun So Bong-seng tetap menganggap aku sebagai orang ke empat, hal ini membuktikan
kalau dia sangat menghargai kemampuan kedua orang ini. Bila Ong Siau-sik tidak punya niatan dalam
hal ini, tak nanti dia tetap tinggal dikotaraja. Kolong langit begitu luas, kalau untuk menjual lukisan
sambil melakukan pengobatan, memangnya ditempat lain ia tak bisa melakukannya? Oleh karena itu aku
rasa bila ingin menghancurkan Kim-hong-si-yu-lou, kita harus bunuh So Bong-seng lebih dahulu, bila
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
23/64
ingin bunuh So Bong-seng maka kita harus lenyapkan Pek Jau-hui lebih dulu, untuk bisa membunuh Pek
Jau-hui, kitapun harus habisin Ong Siau-sik lebih dahulu"
Selama memberikan analisa serta uraiannya, dia lakukan semuanya secara teratur, alasannya jelas,
nada bicaranya tenang, seakan akan ia sedang menceritakan satu masalah yang sama sekali tak ada
hubungan dengan dirinya.
"So Bong-seng ibarat bintang utama gugus utara, bintang Cewei (kaisar), dia yang memimpin para
jago dengan wibawa serta kecerdasan otaknya; Pek Jau-hui ibarat bintang Jitsah(jenderal), membantunya
menjebol benteng musuh dan menangani semua masalah dengan kekuatan seorang diri; Ong Siau-sik
ibarat bintang Bokim(pasukan ujung tombak), memimpin pasukan untuk menyerbu ke medan laga dan
berjaga disepanjang perbatasan. Sedangkan Yo Bu-shia lebih mirip bintang Thian-siang, menteri yang
memegang cap kekuasaan sambil menyusun strategi, sementara Kwik Tang-sin serta To Lam-sin ibarat
bintang pengawal Cho-bu, Yu-pit. Mengawal sambil membantu sana sini. Oleh karena itu kerjasama ke
empat orang ini boleh dibilang merupakan rangkaian gelang yang saling berhubungan dan saling terkait,
penjagaan maupun pertahanan mereka luar biasa ketatnya.
"Menghadapi kekuatan musuh yang begini tangguh, sebelum kita berhasil menemukan titik
kelemahan dari kerja sama ini, bila melancarkan serangan balasan, kendatipun memiliki ilmu silat
setangguh congtongcu pun tetap saja akan kalah dan hancur"
"Kalau begitu sekarang, kita hanya bisa menunggu datangnya kesempatan emas?" dengan sangat
berhati hati Lim Koko bertanya.
"Sambil menunggu sembari menyulut api, menggali tanah, menyiram air, perkumpulan Kim-hong-
si-yu-lou ibarat setumpukan kayu bakar, sekuat dan sekeras apa pun tak mungkin bisa bertahan lama,
karena suatu saat rayap pasti akan muncul menggerogoti lapisan kayu itu, jadi kita pun harus
menunggu.
"Asal kita menunggu dengan sabar, suatu saat pihak musuh pasti akan tak sabar, atau mungkin
akan lengah, dalam keadaan begitu, besar kemungkinan situasi akan berubah jadi lebih menguntungkan
pihak kita"
Ti Hui-keng masukkan sepasang tangannya ke balik baju, gerakan semacam ini sudah terbiasa dia
lakukan semenjak Lui Sun masih hidup dulu, katanya lagi:
"Apalagi sekarang sudah ada orang yang pergi mencari Ong Siau-sik, Ong Siau-sik pun sudah
membuat kesulitan atas orang lain"
Semenjak menderita kekalahan total setahun berselang, sikap Lim Koko berubah jadi lebih berhati
hati, dalam menghadapi semua masalah, dia selalu berpikir dulu dengan seksama sebelum menjawab,
hal yang tidak sepatutnya ditanya, dia tak akan bertanya, tapi hal yang perlu diketahui pasti akan
ditanyakan sampai jelas.
Maka setelah berpikir sejenak, ia baru bertanya:
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
24/64
"Siapa yang sedang membuat gara gara dengan Ong Siau-sik?"
Dia sudah mempertimbangkan dengan jelas, Ti Hui-keng sengaja berkata begitu karena dia sedang
menunggu pertanyaan dari dirinya.
Bila dia bertanya, Ti Hui-keng pasti akan menjawab.
Betul saja, Ti Hui-keng segera menjawab:
"Liong Pat thay-ya!"
Mencorong sinar terang dari balik mata Lim Koko setelah mendengar nama itu, barangsiapa berani
mencari masalah dengan Liong Pat Thay-ya, maka selama hidupnya dia tak akan berani mencari gara
gara lagi, bahkan tak bisa membuat gara gara lagi.
Siapa pun tahu siapa orang dibelakang layar yang menunjang Liong Pat selama ini. Bahkan orang
pemerintahan sempat membuat pernyataan yang berbunyi begini: lebih baik menyalahi kaisar daripadamenyalahi orang ini.
Lim Koko merasa amat bersyukur, merasa sangat gembira. Dia tahu, pertanyaannya memang
sangat tepat.
------ Bila Ong Siau-sik telah menghadapi kesulitan sebesar ini, tentu saja dengan senang hati Ti
Hui-keng akan menceritakannya kepada orang lain.
Maka kembali tanyanya:
"Gara gara siapa yang dicari Ong Siau-sik?"
Sekulum senyuman misterius tersungging diujung bibir Ti Hui-keng, senyuman tersebut membuat
wajahnya tampak lebih sesat dan menakutkan.
"Sianseng!" jawabnya ringkas.
Biarpun senyuman menghiasi wajah Ti Hui-keng, namun hati kecilnya justru tingkatkan
kewaspadaan.
Meskipun sudah cukup lama ia bekerja untuk Lui congtongcu, namun ia masih terbiasa menjadi
seorang pengamat yang baik, setiap kali Lui congtongcu meminta pendapat dan sarannya, dia akanmemberikan analisa serta mengajukan usul.
Tapi sekarang Lui Sun sudah tiada, walau begitu dia tetap menjaga sikapnya yang lama, minta
saran dan pendapat dari anak buahnya, menggunakan kesempatan ini diapun mengemukakan pendapat
sendiri.
Lalu apa maksudnya ia berbuat begini?
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
25/64
Bila anak buahnya lebih banyak mengenali dirinya, keuntungan apa yang dibawa mereka untuk
dirinya?
Dengan membiarkan anak buah kelewat memahami tentang dirinya, sudah pasti akan
mendatangkan ancaman bahaya yang amat besar. (Lui sun telah mati, sekarang dia menempati posisi Lui
Sun, melakukan pekerjaan Lui Sun, sama sederajat kedudukannya dengan Lui Sun dulu).
"Dia adalah Lui Sun!"
"Kenapa hingga sekarang dia masih menjadi Ti Hui-keng!"
"Sekalipun dia masih tetap Ti Hui-keng, namun Ti Hui-keng yang sekarang sudah Ti Hui-keng
yang dulu lagi!"
Sementara pikiran dan perasaan hatinya masih terombang ambing tak menentu, agaknya Lim
Koko masih terperana oleh kata "sianseng" tadi, untuk sesaat dia tak berbicara, pun tak mampu
mengajukan pertanyaan.
Bab 3. Munculnya bebek timpang.
Nyaris semua umpatan dan kata makian yang bisa dipergunakan telah dipakai Ong Siau-sik untuk
mengumpat.
Dia telah kehilangan tabiatnya yang baik, terlebih kehilangan sifat sabarnya.
Un Ji bilang dia akan datang ke tokonya untuk membantu. Sesungguhnya dia tak terlalu repot, tapi
begitu Un Ji datang, diapun benar benar jadi repot, karena dalam waktu setengah jam saja Un Ji sudah
dua kali menumpahkan tinta baknya, mengotori tiga lembar lukisan, merobek selembar saputangan,memecahkan tiga botol obat, satu botol porselen dan dua botol kaleng.
Bahkan Un Ji telah salah menyerahkan resep obat kepada penderita sakit yang berbeda, coba kalau
tidak segera ketahuan, mungkin akan terjadi kasus pembunuhan.
Sementara Un Ji memang memiliki kelebihan yang lain, pada saat yang bersamaan ia dapat
menginjak seekor kucing tua yang ada dikedai Ong Siau-sik hingga menjerit kesakitan, lalu menginjak
seorang pasien yang tempurung kakinya sedang di gips, bahkan ditengah jeritan keras sang kucing, ia
telah menumbuk seorang wanita hamil sepuluh bulan yang sedang minum obat.
Ong Siau-sik nyaris membentak dan mengumpatnya berulang kali.
Tentu saja hanya "nyaris" dan belum dilakukan.
Biar begitu, Un Ji sudah moncongkan bibirnya sambil berkerut kening, hampir meledak isak
tangisnya.
Malah sekarang ia sudah mulai menangis.
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
26/64
Akibatnya Ong Siau-sik semakin repot, pada hakekatnya dia begitu repot hingga kehabisan daya.
"Kau jangan menangis, kenapa musti menangis? Jangan menangis, mau bukan? Kalau kau
menangis, orang akan menyangka aku telah menganiaya diri mu"
Sambil memberi penjelasan kepada Un Ji, diapun minta maaf kepada tamu tamunya bahkanterburu buru mengambilkan kain untuk menyeka pakaian wanita hamil yang basah oleh obat.
"Kau maki orang?"
"Tidak, aku tidak memaki" buru buru Ong Siau-sik membantah, karena dari luar pintu telah
berjalan masuk seorang pasien lagi yang sendi tangannya lepas, "aku belum sempat memaki....."
"Tapi kau.... kau..... kau........." Un Ji menangis tersedu sedu, "sikapmu terhadapku telah
berubah,........"
Isak tangis seorang gadis paling cepat mengundang perhatian orang, khususnya para tamu yangbaru masuk dan tak tahu permasalahannya, beramai ramai mereka menegur kekasaran Ong Siau-sik.
Dalam keadaan begini, mau tak mau terpaksa Ong Siau-sik harus merendahkan nada sambil
menahan rasa mendongkolnya, dengan lembut dia mencoba membujuk:
"Sudah, jangan menangis lagi"
Bukannya berhenti menangis, isak tangis Un Ji malah semakin menjadi, terpaksa Ong Siau-sik
harus menghampirinya sambil memohon:
"Kumohon, bersediakah kau untuk tidak menangis lagi?"
Mendadak terdengar suara orang tertawa cekikikan, dari menangis kini Un Ji malah tertawa
cekikikan, wajahnya yang masih basah dengan air mata tampak semakin menarik dalam keadaan seperti
ini, untuk sesaat Ong Siau-sik hanya bisa berdiri tertegun.
"Hmm, akan kulihat apakah kau berani jahat lagi kepadaku?" ejek Un Ji sambil tertawa.
"Aku akan lebih bersyukur kalau kau tidak menggangguku" gumam Ong Siau-sik lirih.
"Apa kau bilang?" hardik Un Ji dengan kening berkerut.
"Aaah, tidak, aku tidak bicara apa apa" jawab Ong Siau-sik tergagap.
Un Ji berpaling mengawasinya lekat lekat, tatapan tajam yang membuat sekujur badan Ong Siau-
sik merasa panas dingin dan sangat tidak leluasa.
"Sungguh?"
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
27/64
"Sungguh!"
"Tidak bohong?"
"Tapi jangan kau tatap aku dengan cara begitu"
"Kenapa? Aku tak boleh menatapmu?"
"Bukannya tak boleh......." Ong Siau-sik tidak melanjutkan, dia hanya menghela napas panjang.
"Lantas kenapa?" desak Un Ji lebih jauh.
"Tahukah, kau adalah seorang anak gadis?" terpaksa
"Kenapa dengan anak gadis?memangnya kalau anak gadis lantas tak boleh melihat orang?"
"Tahukah kau, tampangmu........" Ong Siau-sik benar benar merasa dirinya seakan sedangdiinterogasi.
"Tampangku?" Un Ji mengulang sekali lagi, suara tertawanya mirip jeritan siluman rase, sambil
bergendong tangan tanyanya:
"Kenapa dengan tampangku?"
Pada saat itu kembali ada seorang pasien patah tulang tangan kiri berjalan masuk, seakan bertemu
bintang penolong, buru buru Ong Siau-sik pergi menemui pasiennya.
Un Ji sepertinya tak rela, kembali dia meluruk maju, setelah bosan melihat kesana kemari akhirnyadia menepuk bahu pemuda itu sambil menegur:
"Hey batu kecil, tahukah kau bagaimana keadaan A-hui ketika aku bermain dengannya kemarin?"
"Ooh, kemarin kau pergi mencarinya?" sahut Ong Siau-sik dengan nada lirih.
"Ehmm.!" Lagi lagi Un Ji tidak mendengar jelas, sambil tertawa dia maju menghampiri.
Ong Siau-sik segera mengendus bau harum semerbak dari tubuh si nona yang membuat
perasaannya segar kembali, maka sahutnya:
"Ooh, tidak apa apa"
"Kenapa sih caramu bicara seperti setan makan lumpur, tak pernah jelas" omel Un Ji mendongkol.
Sedikit kurang hati hati, Ong Siau-sik turun tangan kelewat keras membuat sang pasien
mendengus tertahan, mungkin saking sakitnya hingga tak sanggup bersuara. Buru buru pemuda itu
minta maaf:
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
28/64
"Bukankah dia pun berkata yang sama dengan mu?"
Kembali Ong Siau-sik konsentrasi membetulkan tulang pasiennya yang terlepas.
"Hmm, manusia yang bisa terbang itu..... dia..... hmmmm!"
"Apa yang dia katakan?"
"Dia bilang........." bicara sampai disini, seakan jengkel sekali Un Ji menggigit bibirnya keras keras,
"tahukah kau apa yang dia katakan kemarin? Dia minta aku jangan memandangnya secara begitu, dia
pun bilang, dia bisa memakan aku. Aku rasa dia sudah gila karena kelaparan, tiap hari hanya sibuk dan
sibuk diatas loteng, persis sama seperti kau, sedikit pun tak punya perasaan sebagai manusia"
"Hmm, memangnya tidak kau lihat, aku pun sedang sibuk sekali" dengus Ong Siau-sik.
Kebetulan masuk lagi seorang pasien yang tengkuknya terluka, biar terluka orang itu sama sekali
tak mengeluh, sekilas pandang pun dapat diketahui kalau dia adalah seorang jagoan kangou yangterluka gara gara berkelahi.
"Hmm, kalian semua pada sibuk, hanya aku sendiri yang menganggur, tak ada pekerjaan" keluh
Un Ji cemberut.
"Kalau begitu carilah jiko dan ajak dia bermain"
"Huuh, aku mah gak sudi cari dia, tampang sok mikirin negeri itu persis merupakan pasangan
ideal buat toako yang saban hari murung, mereka lebih suka membaca setumpukan laporan sambil
bicara taktik perang daripada memikirkan urusan lain. Manusia macam begitu mana tahu mencari
kesenangan"
Bicara sampai disini kembali Un Ji jadi riang, terusnya:
"Masih mending nona mu yang jauh lebih pintar, cari kesenangan dikala masih bisa"
Ong Siau-sik berusaha menahan gelak tertawanya.
"Kenapa kau tidak mencari nona Lui dan mengajaknya bermain?"
"Dia?" bisik Un Ji kuatir, "sejak malam itu.........."
Tiba tiba ia menutup mulut sendiri dengan kedua belah tangan, wajahnya agak takut, seakan
kuatir kalau ditegur orang.
"Ada apa?" tanya Ong Siau-sik dengan kening berkerut.
"Aaah tidak apa apa......" sahut Un Ji kemudian sambil menurunkan kembali tangannya.
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
29/64
Ong Siau-sik pun tidak mengambil perhatian lagi.
Kini perhatiannya sedang tertuju pada pasiennya yang muncul makin lama semakin banyak,
bahkan hampir sebagian besar pasiennya menderita luka lepas tulang, luka terkilir dan lain sebagainya.
Kalau dilihat dari keadaan para pasien, jelas luka mereka bukan akibat kurang berhati hati,melainkan sengaja ada orang yang melukai orang orang tersebut.
Walau begitu, tidak susah untuk menyembuhkan luka semacam ini, apalagi ilmu sangkal putung
yang dimiliki Ong Siau-sik memang termasuk sangat hebat.
Para pasien bisa menahan sakit, diapun mengobati dengan cara yang tidak terlalu berat.
Tapi mengapa secara tiba tiba bisa muncul orang terluka sebanyak ini? Apa yang telah terjadi?
Dilihat sepintas, orang orang itu jelas merupakan para jagoan dunia persilatan, atau jangan jangan
di kotaraja telah terjadi bentrok antar partai atau perkumpulan?
Sementara dia masih berpikir dengan sangsi, tiba tiba tampak seorang sastrawan berwajah bersih
dan cerah berjalan masuk dengan santainya, ia berjalan masuk sambil menggoyangkan kipasnya, dari
gerak gerik orang itu, bisa disimpulkan ia datang untuk berpesiar, bukan sebagai pasien.
Sambil melangkah masuk segera teriaknya:
"Enghiong takut penyakit, orang pintar takut sakit, mana tabibnya? Aku datang untuk memeriksa
sakit"
Begitu orang itu berjalan masuk, sebagian besar 'pasien' segera menundukkan kepalanya danberanjak pergi dari situ dengan sorot mata takut bercampur gusar.
Ong Siau-sik segera menemukan kalau sebagian 'pasien' yang pergi itu tak lain adalah para korban
luka patah tulang.
Diapun menjumpai kalau air muka pemuda itu tampak amat segar, jangankan tidak membawa
luka, mungkin sakit perutpun tak mungkin menyerangnya.
Selain itu, diapun menjumpai sastrawan itu melirik wajah Un Ji berulang kali sewaktu berjalan
masuk ke dalam ruangan, sementara Un Ji membalasnya dengan anggukan kepala dan tersenyum manis.
Berkobar api amarah Ong Siau-sik, setengahnya karena cemburu.
Dia sendiri tak tahu mengapa begitu, tiba tiba saja ia merasa tak sanggup mengendalikan hawa
amarahnya. Ia sangat mendongkol, teramat sangat mendongkol.
Sementara itu sang sastrawan telah bergerak menuju tepi dinding dan menikmati setiap lukisan
dengan penuh perhatian, seolah dia adalah seorang ahli lukisan saja.
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
30/64
Ehmmm, lukisan bagus, lukisan bagus! puji sastrawan itu tak habisnya, gaya tutulisannya
bagus dan menawan, seakan orang setengah mabuk sedang memetik khiem, dari balik guratan huruf
terselip jiwa yang kuat
Ketajaman mata yang luar biasa, ketajaman mata yang luar biasa! dengus Ong Siau-sik.
Terima kasih kembali sastrawan itu berpaling seraya menjura, sayang itu bukan tulisan dari Ji-
khong, melainkan gaya dari Ciong Yau, gaya tulisannya ibarat burung yang terbang di angkasa, seperti
bianglala yang menghiasi garis lautan, sungguh indah dan ternama
Aaai, sayang pandanganmu kurang tepat sela Ong Siau-sik menimpali, hanya gaya tulisan yang
kau lihat tapi bukan lukisannya, kritikanmu memang terhitung lumayan, hanya sayang belum kau
perhatikan tulisan nama penulisnya
Hahaha... ternyata gaya tulisan Ciong Yau, makin lama gaya tulisannya makin mirip dengan Ji
Khong, hahaha..... gaya tulisan seindah ini, kenapa musti digantung ditempat yang gelap? Ibarat
sekuntum bunga mawar ditancapkan diatas gundukan tahi kebo, keterlaluan, sungguh keterlaluan
Mau apa kau datang kemari? tegur Ong Siau-sik dengan wajah dingin.
Apa kerjamu disini?
Aku seorang tabib sahut Ong Siau-sik, kemudian sambil menunjuk lukisan diatas dinding,
lanjutnya, setelah jiko ku meninggalkan usaha toko lukisannya, aku pun menggantikan posisinya
Akan kau jual lukisan dari Ciong Yau itu? Aku rasa hanya lukisan itu yang berharga
Ong Siau-sik tertawa.
Tidak, tak satu lukisanpun yang akan kujual katanya, tak kusangka kau begitu pandang rendah
Ong Si-ci
Apa? Aku pandang rendah Ong Si-ci? teriak sastrawan itu sambil menuding hidung sendiri,
gaya tulisannya gagah dan kuat ibarat naga menembusi pintu surga, seperti harimau mendekam dalam
gua, semua orang memujanya, tapi kau seperti sentimen denganku?
Bukan aku sentimen, justru karena kau hanya menghargai Ciong Yau dan tidak menghargai Ong
Si-ci
Kemudian sambil menuding ke arah lain, lanjutnya:
Lihat tuh, disamping kanan lukisan Ciong thaysu adalah lukisan dari Ong Si-ci
Kali ini sang sastrawan tidak membantah lagi, agaknya dia ingin menggunakan kesempatan itu
untuk meredakan suasana.
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
31/64
Kali inipun Ong Siau-sik tidak mendesaknya lagi.
Kedatanganmu kali ini untuk membeli lukisan, atau untuk periksa penyakit? tanyanya
kemudian.
Sastrawan itu tertawa, tersenyum sambil memperlihatkan bibirnya yang merah dengan sebarisgiginya yang putih.
Sebenarnya ingin membeli lukisan, sayang lukisan indah tak kau jual, sementara lukisan kelas
kambing aku ogah membelinya, terpaksa aku datang untuk periksa badan
Jadi kau sakit?
Hahaha... aneh, Tabibnya kau, malah aku yang musti menjawab pertanyaanmu
Ong Siau-sik duduk sambil persilahkan tamunya ikut duduk.
Coba julurkan lidahmu perintahnya.
Julurkan lidah? sastrawan itu melengak, kau sangka lidahku berwarna biru?
Pernah dengar kalau periksa penyakit lewat lidah? Baiklah, kalau tidak biarkan aku periksa, akan
kubukakan resep cuci perut saja, sampai waktunya, jangan salahkan aku
Baik, baiklah, apa takutnya perlihatkan lidahku
Ong Siau-sik periksa lidahnya, kemudian memeriksa denyut nadi tangannya, baru keningnya
berkerut, tiba tiba terdengar suara tertawa ringan, begitu berpaling, dilihatnya sastrawan itu sedangbermain mata dengan Un-ji.
Kontan saja timbul api cemburu dalam dada Ong Siau-sik, pikirnya:
Sialan, orang ini sudah jelas datang untuk menggaet Un-ji.....
Belum hilang pikiran tersebut, mendadak tampak sastrawan itu membalikkan tangannya berganti
mencengkeram urat nadi ditangannya.
Baru saja Ong Siau-sik akan berdiri, lagi lagi sastrawan itu menginjak sepasang kakinya kuat kuat,
membuatnya tak sanggup berdiri.
Kejadian ini kontan menyulut api kemarahan Ong Siau-sik, tak terbendung semua kegusarannya
meluap.
Pada dasarnya dia sudah amat mendongkol, ditambah lagi kena bokongan sastrawan itu, meski
tahu jika dia melakukan perlawanan dengan sepenuh tenaga maka akibatnya sepasang pergelangan
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
32/64
kakinya bakal lepas sendi seperti apa yang dialami para korban lainnya, namun tanpa berusaha
melepaskan diri, jelas badannya bakal mati kutu.
Baru saja sastrawan itu bersiap menginjak kakinya sekuat tenaga, cepat Ong Siau-sik menekan
sikutnya ke bawah, menghajar permukaan meja, begitu meja tersebut retak lalu hancur, lengan Ong Siau-
sik lurus ke bawah sementara tangan kanannya ikut membetot.
Tidak mengira tindakan lawan, cengkeraman sastrawan itu jadi lepas dan gagal menahan tindakan
lawan, langsung saja tinju Ong Siau-sik menghajar lutut kiri sastrawan itu.
Terdengar sastrawan tersebut menjerit kesakitan, begitu keras jotosan tersebut membuat ia
kesakitan setengah mati, bukan hanya ingusnya yang meleleh, air mata pun ikut membasahi matanya.
Menggunakan kesempatan ini, lagi lagi Ong Siau-sik menggerakkan sepasang tangannya
mencengkeram bahu lawan, hardiknya:
Bocah keparat, kau berani membokong orang lain!
Cengkeraman itu jelas mengancam bahu kanan sastrawan tersebut, siapa sangka pandangan mata
terasa kabur, tahu tahu orang itu sudah lolos dari ancamannya selincah ikan belut.
Gagal dengan serangan bokongannya membuat sastrawan itu kena hajaran, kejadian ini sebetulnya
membuat Ong Siau-sik pandang enteng musuhnya, ia baru tertegun setelah menyaksikan keindahan
gerakan tubuh lawan.
Untung sastrawan itu sudah termakan pukulan yang membuatnya kesakitan setengah mati dan tak
mampu bergerak cepat, dengan satu tendangan cepat Ong Siau-sik menghajar bangku bambu yang
semula diduduki orang itu hingga meluncur ke depan.
Kuatir bangku itu melukai kembali tempurung kakinya, cepat sastrawan itu menyongsong
datangnya ancaman dengan tangan.
Terasa segulung tenaga besar menggulung tiba, begitu kuat tenaga dorongannya membuat ia
sedikit sempoyongan.
Kembali Ong Siau-sik membentak keras, satu pukulan sekali lagi dilontarkan ke muka.
Buru buru sastrawan itu menangkis datangnya ancaman dengan kursi bambu.
Praaaak......! terdengar suara bambu retak dan remuk, diiringi teriakan keras sastrawan itu:
Jangan..... jangan..... jangan...........
Lagi lagi segulung tenaga besar menggulung tiba, ia tak mampu berdiri tegak lagi, badannya
mencelat sejauh tujuh langkah, punggungnya menumbuk diatas dinding, berapa lukisan yang
tergantung disana pun jatuh berguguran.
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
33/64
Dengan satu loncatan cepat Ong Siau-sik merangsek ke muka, lagi lagi ia cengkeram bahu kanan
orang itu.
Kau lukai banyak orang hingga patah tulang, akan kupatahkan juga tulangmu biar tahu rasa
ancamnya.
Hei batu kecil, kau benar benar akan melakukannya? tiba tiba terdengar Un-ji berteriak keras.
Siapa bilang bukan sungguhan?
Tiba tiba terdengar sastrawan itu menjerit:
Kalau berani melukai aku, akan kurobek lukisan ini!
Ong Siau-sik betul betul dibuat tertegun, mau marah tak bisa mau menangis pun enggan. Ternyata
gagal meloloskan diri dari cengkeramannya, sastrawan itu segera menyambar lukisan Ciong Yau dari atas
dinding kemudian mengancam akan merobeknya.
Bukan bertambah marah, ulah orang itu justru membuat hawa amarah Ong Siau-sik sedikit
mereda, ancamnya:
Kau berani merobek lukisanku, akan kupatahkan tulang tengkukmu, biar kau hidup lemas
sepanjang hari, persis seperti keadaan Ti Hui-keng dimasa lalu
Tiba tiba bayangan hitam berkelebat lewat, lalu terdengar seseorang berteriak nyaring:
Hey batu besar, berani kau lukai dirinya, akan kubakar tokomu!
Begitu berpaling, Ong Siau-sik segera menjumpai Tong Po-gou yang tinggi kekar telah berdiri
dihadapannya, dengan keheranan dia lepaskan cengkeraman dari tubuh lawan, kemudian sambil
bertepuk tangan tegurnya:
Sebenarnya siapakah orang ini? Kenapa kalian semua membelanya?
Mendadak satu ingatan melintas lewat, membayangkan keindahan gerak tubuh lawan meski
lututnya sedang terluka, ia segera teringat akan seseorang:
Hahh....... gerakanmu tadi jelas gerakan tubuh kuda putih melintasi perbatasan, jadi kau..... kau
adalah Pui Heng-sau?
Masih berjongkok sambil memijat lututnya yang terluka, gumam sastrawan itu:
Oooh Mama..... untungnya aku adalah Pui Heng-sau beneran, hanya sayang aku orang she-Pui
kenapa hanya punya dua kaki.......
Ong Siau-sik tak bisa menahan rasa gelinya lagi, dia segera menegur:
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
34/64
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
35/64
Hahaha.. jangan kau sangka dia tak berkemampuan, biar umurnya masih muda, kungfu maupun
ilmu pengetahuannya sangat hebat. Kalau So Bong-seng dan Lui Sun hanya tahu mempertahankan
kekuasaannya habis habisan, Pek jau-hui dan Ti Hui-heng hanya punya ambisi besar, pada awalnya
terangsang oleh ambisi tapi pada akhirnya diperbudak oleh ambisnya juga, tidak seperti Ong Siau-sik,
dia bisa menerima kelebihan, bisa juga melepaskannya, tahu mundur setelah berhasil, bahkan sekarang
menjadi tabib di kotaraja membantu orang banyak, menjual lukisan sambil hidup santai, lebih baik kautak usah mencari penyakit
Meledak amarah Pui Heng-sau sesudah mendengar perkataan itu, teriaknya:
Ketika berjalan di air tidak menghindari terkaman sang naga, itulah keberanian seorang nelayan,
berjalan di darat tidak kabur sergapan harimau, itu lah keberanian seorang pemburu. Aku ingin coba
menimbang kemampuan Ong Siau-sik, ingin tahu berapa bobot badannya dan membuktikan sampai
dimana keberanianku
Bagus, bagus seru Un-ji sambil bertepuk tangan gembira, kalau begitu menyamarlah sebagai
orang sakit dan jajal kemampuannya, kalau memang terbukti kau sanggup membanting batu cadas itu,aku berjanji akan menyayangimu
Umpakan tersebut seketika membuat Pui Heng-sau merasakan pipinya jadi panas, tapi semakin
membulatkan tekadnya untuk menjajal kehebatan Ong Siau-sik.
Pada dasarnya Un-ji memang ingin sekali menemukan orang yang mampu menghajar Ong Siau-
sik maupun Pek Jau-hui, memberi pelajaran yang setimpal kepada kedua orang itu karena selama ini tak
pernah pandang sebelah mata terhadap dirinya sebagai si nona besar.
Thio Tan tidak berusaha mencegah, hanya ujarnya sambil tertawa:
Kalau memang nekad ingin cari apes, silahkan saja, aku mah tidak ikut ikut
Sebaliknya Tong Po-gou merasa sedikit sangsi, katanya:
Hey kutu buku, kalau sampai kau dihajar si batu kecil, siapa yang harus kubantu?
Mendengar itu, Pui Heng-sau merasa hatinya makin panas, teriaknya sambil menggertak gigi:
Kau tak usah kuatir, lihat saja buktinya besok, siapa yang bakal merangkak ditanah
Maka dia pun bersekongkol dengan Un-ji untuk membuat perangkap terus, tentu saja tujuanutamanya bukan ingin melukai sendi tulangnya, tapi hanya ingin membekuknya.
Siapa tahu begitu bertarung, dalam waktu singkat Ong Siau-sik telah berhasil menguasai keadaan,
bukan saja tidak terluka, marah nyaris melukai tempurung lawannya, coba bukan dicegah Tong Po-gou
dan Un-ji tepat pada saatnya, bisa dipastikan Pui Heng-sau bakal menderita kerugian yang lebih besar.
Dengan nada tak suka hati Ong Siau-sik kembali berkata:
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
36/64
Kali ini aku sampai bermain kasar dengan Pui kongcu, semuanya tak lain karena kesalahanku.
Un-ji, saudara Tong, tidak seharusnya kalian bikin keonaran, masih untung bertemu aku, coba kalau
sampai kebentur Pek jiko, bisa jadi bakal ada nyawa yang melayang
Waktu itu Pui Heng-sau masih tak senang gara gara kalah ditangan lawannya, begitu mendengar
ucapan Ong Siau-sik, segera selanya:
Untuk sementara waktu anggap saja kemampuan kita memang berimbang, menang kalah belum
ketahuan hasilnya, coba kalau bukan keusilan mereka, mungkin akulah yang bakal tak enak hati karena
telah melukai saudara Sik. Oya... masih ada juga Pek loji, pasti sampai waktunya akan kujajal juga
kehebatannya, jangan kuatir, aku berjanji tak akan menggunakan jurus pemungkas, apalagi sampai
membunuhnya
Dari pembicaraan tersebut, Ong Siau-sik segera dapat memahami tabiat dari sastrawan itu, buru
buru katanya:
Aaah benar juga, baru saja nyaris aku kena dilukai Pui kongcu, tapi kau musti hati hati, Pek jikopunya perangai yang lebih keras daripadaku, dia bertemperamen tinggi, tak tahan kalah, lebih baik Pui
kongcu memberi muka kepadaku dan lepaskan dia
Aku memang tak suka kelewatan memojokkan orang, terhadap siapa pun aku selalu ramah Pui
Heng-sau manggut manggut senang, kalau toh kau telah berkata begitu, baiklah, biar kutunda
sementara waktu rencana tersebut
Waah, kalau begitu terima kasih banyak seru Ong Siau-sik tertawa geli.
Terima kasih untuk apa? tanya Pui Heng-sau marah.
Eeei, bukankah kau sudah bersedia tidak mengusik jiko ku lagi?
Tiba tiba Pui Heng-sau tertawa, dengan nada penuh sendiran katanya:
Aku sudah berterima kasih sekali bila ia tidak datang mencari masalah denganku, buat apa kau
harus berterima kasih?
Ooh, kalau begitu aku harus berterima kasih karena kau telah mengampuni nyawanya
Mengampuni nyawanya? Pui Heng-sau angkat wajahnya, kau serius?
Seriuslah, bayangkan saja, bila tadi kau menyerangku dengan lebih keras, bukankah saat ini aku
sudah tergeletak lemas?
Aaai, karena kau telah berkata begitu, rasanya akupun jadi malu untuk mengakui semuanya itu
dengan tebalkan muka. Betul aku orang she-Pui tak becus, namun tidak sampai begitu memalukan
hingga menyangkal kenyataan yang sebenarnya kata Pui Heng-sau terus terang, harus kuakui, dalam
-
8/11/2019 Pedang Amarah (CERITA SILAT )
37/64
pertarungan tadi, kaulah yang mengalah untukku, kejadian ini sudah kuterima dengan iklas, jadi kau tak
perlu mencoba untuk menghiburku lagi
Untuk sesaat Ong Siau-sik jadi terbungkam, dia tak tahu apa yang musti dikatakan.
Tong Po-gou yang berada disampingnya cepat menimpali:
Hahaha,...... tak kusangka si Pui kecil bersedia mengaku kalah, betul betul salju dibulan enam,
matahari ditengah malam
Dengan jengkel Pui Heng-sau melotot sekejap ke arahnya.
Kalah tetap kalah, kenapa musti diingkari? teriaknya, aku mah tidak seperti kau si kebo bebal,
sudah kalah tapi tak berani mengakui, sampai mati pun ingin belai nama sendiri. Ingat kata kata Khong
Hu-cu: Selama kau tidak menyalahi langit, selama kau tidak melakukan hal yang memalukan terhadap
sesama manusia, hidup bebas terbuka, apalah salahnya. Hmm, tidak macam kau, bisanya hanya mencuri
seperti tikus, merampok seperti anjing............
Baru saja Tong Po-gou akan meradang, tiba tiba terdengar Un-ji bergumam:
Tidak menyalahi langit, tidak melakukan hal yang memalukan terhadap sesama
manusia......................
Eeei kenapa kau? Bukan kerasukan bukan? Tong Po-gou segera menegur keheranan.
Hahaha.... di musim dingin yang begini segar, masa ada orang kerasukan? sela Pui Heng-sau
sambil tertawa.
Tiba tiba terdengar Un-ji berteriak lagi:
Betul, tidak bakal salah: Tidak menyalahi langit, tidak melakukan hal yang memalukan terhadap
sesama manusia, ucapan ini pernah kupel