Download - Laporan Praktikum PK 1,2
A. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan urin rutin dan secara
kimiawi
2. Mahasiswa mampu menganalisa warna, derajat keasaman (pH),
berat jenis urin dan bau urin dalam pemeriksaan makroskopis
3. Mahasiswa mampu menganalisa unsur sedimen urin dalam
pemeriksaan mikroskopis
4. Mahasiswa mampu melakukan dan menginterpretasi hasil
pemeriksaan protein dan glukosa urin.
B. Dasar Teori
Pemeriksaan urin merupakan pemeriksaan yang sering diamati dalam
membantu menegakkan diagnosa berbagai macam penyakit, ada
kemungkinan bahwa urinalisa adalah pemeriksaan laboratorium yang
paling tua.1
1. Definisi urine
Urinalisa adalah analisis kimia, makroskopis dan mikroskopis
terhadap urin. Uji urin rutin dilakukan pertama kali pada tahun 1821.
Urine merupakan hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui
ginjal. Dari 1200 ml darah yang melalui glomeruli permenit akan
terbentuk filtrat 120 ml per menit. Filtrat tersebut akan mengalami
reabsorpsi, difusi dan ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya
terbentuk 1 ml urin per menit.2
2. Mekanisme pembentukan urine
Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke
dalam ginjal dengan melalui glomerulus berfungsi sebagai ultrafiltrasi
pada simpai Bowman, berfungsi untuk menampung hasil filtrasi dari
glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali zat-
zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan
ke piala ginjal terus berlanjut ke ureter. Ada 3 Tahap Pembentukan
Urine:3
a. Proses Filtrasi
Proses ini terjadi di glomerulus, proses filtrasi terjadi karena
permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen sehingga
terjadi penyerapan darah. Sedangkan sebagian yang tersaring
adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring
ditampung oleh simpai Bowman yang terdiri dari glukosa, air,
natrium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, yang diteruskan ke tubulus
ginjal.3
b. Proses Reabsorbsi
Fungsi utama tubulus proksimal adalah reabsorpsi yaitu proses
dikembalikannya air bersama dengan glukosa, asam amino, asam
urat dan protein yang berhasil menembus filter glomerulus ke
aliran darah. Tubulus proksimal juga mengembalikan elektrolit,
natrium, chlorida dan bikarbonat. Simpai Henle mereabsopsi air
dan natrium. Tubulus distal secara halus mengatur konsentrasi
ion-ion natrium, kalium, bikarbonat, fosfat dan hydrogen.1
c. Proses Sekresi
Proses ini adalah proses penyerapan urine sisa dari filtrasi dan
reabsorpsi. Proses penyerapan urine ini terjadi pada tubulus dan
diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk
ke vesika urinaria.3
3. Komposisi urine
Komposisi zat-zat dalam urine bervariasi tergantung jenis
makanan serta air yang diminumnya. Urine normal berwarna jernih
transparan, sedang warna urine kuning muda urine berasal dari zat
warna empedu (bilirubin dan biliverdin). Urin normal pada manusia
terdiri dari air, urea, asam urat, amoniak, kreatinin, asam laktat, asam
fosfat, asam sulfat, klorida, garam-garam terutama garam dapur, dan
zat-zat yang berlebihan di dalam darah misalnya vitamin C dan obat-
obatan. Semua cairan dan materi pembentuk urin tersebut berasal dari
darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang
proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal
glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa.4
4. Macam Sampel Urine5
a. Urine Sewaktu
Adalah urine yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak
ditentukan dengan khusus. Urine sewaktu ini cukup baik untuk
pemeriksaan rutin yang menyertai pemeriksaan badan tanpa
pendapat khusus.
b. Urine Pagi
Adalah urine yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari
setelah bangun tidur. Urine ini lebih pekat dari urine yang
dikeluarkan siang hari, jadi baik untuk pemeriksaan sediment,
berat jenis, protein, tes kehamilan dan lain-lain.
c. Urine Postprandial
Adalah urine yang pertama kali dilepaskan 11/2 - 3 jam sehabis
makan. Urine ini berguna untuk pemeriksaaan terhadap
glukosuria.
d. Urine 24 Jam
Adalah urine yang dikumpulkan selama 24 jam. Urine yang
pertama keluar dari jam 7 pagi dibuang, berikutnya ditampung
termasuk juga urine jam 7 pagi esok harinya.
e. Urine 3 gelas dan urine 2 gelas pada laki-laki. Urine ini dipakai
pada pemeriksaan urologik yang dimaksudkan untuk
mendapatkan gambaran tentang letaknya radang atau lesi yang
mengakibatkan adanya nanah atau darah dalam urine laki-laki.
Urine 3 gelas adalah urine yang waktu keluar langsung ditampung
ke dalam 3 gelas sediment (gelas yang dasarnya menyempit)
tanpa menghentikan aliran urinnya. Ke dalam gelas pertama
ditampung 20 – 30 ml 10 urin yang mula-mula keluar, ke dalam
gelas kedua dimasukkan urin berikutnya, beberapa ml terakhir
ditampung dalam gelas ketiga. Untuk mendapat urine 2 gelas,
caranya sama seperti urine 3 gelas, dengan perbedaan: gelas
ketiga ditiadakan dan ke dalam gelas pertama ditampung 50 – 70
ml urine.
5. Pemeriksaan urine rutin
a. Pemeriksaan makroskopis5
1) Warna urin
Pada umumnya warna urin ditentukan oleh besarnya duiresis;
makin besar diuresis, makin muda warna urin itu. Warna
normal berkisar antara kuning muda dan kuning tua. Warna
itu disebabkan oleh beberapa macam zat warna, terutama
urochrom dan urobilin. Beberapa sebab warna urin
a) Kuning
Zat warna normal dalam jumlah besar: urobilin,
urochrom.
Zat warna abnormal: bilirubin.
Obat-obat dan diagnostik: santonin, PSP, riboflavin
(dengan fluoresensi hijau).
b) Hijau
Zat warna normal dalam jumlah besar: indikan.
Obat-obat dan diagnostik: methyleneblue, Evan’s blue.
Kuman-kuman: Ps. aeruginosa (B. pyocyaneus)
c) Merah
Zat warna normal dalam jumlah besar: uroerythrin.
Zat warna abnormal: hemoglobin, porfirin, porfobilin.
Obat-obat dan diagnostik: santonin, PSP, amidopyrin,
Congored, BSP.
Kuman-kuman: B. prodigiosus.
d) Coklat
Zat warna normal dalam jumlah besar: urobilin.
Zat warna abnormal: bilirubin, hematin, porfobilin.
e) Coklat tua atau hitam
Zat warna normal dalam jumlah besar: indikan.
Zat warna abnormal: darah tua, alkapton, melamin.
Obat-obat: derivat-derivat fenol, argyrol.
f) Serupa susu
Zat warna normal dalam jumlah besar: fosfat, urat.
Zat warna abnormal: pus, getah prostat, chylus, zat-zat
lemak, bakteri-bakteri, protein yang membeku.
Obat-obat dan diagnostik: santonin, PSP, riboflavin
(dengan fluoresensi hijau).
g) Kejernihan
Tidak semua macam kekeruhan bersifat abnormal. Urin
normalpun akan menjadi agak keruh jika dibiarkan atau
didinginkan: kekeruhan ringan itu disebut nubecula dan
terjadi dari lendir, sel-sel epitel dan leukosit yang lambat
laun mengendap.
Sebab-sebab urin keruh dari mula-mula:
a) Fosfat amorf dan karbonat dalam jumlah besar. Kekeruhan
menghilang jika urin diberikan asam asetat encer.
Sediment mengandung banyak kristal fosfat atau karbonat.
b) Bakteri-bakteri. Kekeruhan yang terjadi bukan saja
disebabkan oleh berkembangbiaknya kuman, tetapi juga
oleh bertambahnya unsur sediment seperti sel epitel,
leukosit, dsb.
c) Unsur-unsur sediment dalam jumlah besar, seperti
eritrosit, leukosit dan sel-sel epithel.
d) Chylus dan lemak. Urin keruh menyerupai susu encer
e) Benda-benda koloid.
2) Derajat Keasaman
a) Penetapan reaksi dengan kertas lakmus
Urin asam mengubah warna kertas lakmus biru menjadi
merah. Urin lindi mengubah kertas lakmus merah menjadi
biru; jika kemudian urin itu disebabkan oleh amoniak,
warna biru hilang lagi jika kertas itu dipanasi sedikit-
sedikit sampai kering.
b) Penetapan pH dengan kertas nitrazin
Kertas nitrazin dapat dipakai untuk menentukan pH antara
4,5-7,5. Skala warna memberi kemungkinan membaca
antara dua warna. Pada pH 4,5 warna nitrazin kuning,
warna itu berubah lambat laun menjadi biru pada pH yang
lebih tinggi.
c) Penetapan Ph dengan campuran indikator
Batas-batas normal pH ialah 6,4-8,5. Urin 24 jam
mempunyai pH rata-rata 6,2 oleh pengeluaran zat-zat
metabolik yang asam. Keasaman titrasi urin 24 jam rata-
rata 300 ml asam 1/10 n, dengan batas-batas dari 100-600
ml.
3) Berat Jenis
Berat jenis urin sangat erat hubungannya dengan duiresis;
makin besar diuresis, makin rendah berat jenis dan
sebaliknya. Berat jenis urin 24 jam dari orang normal
biasanya berkisar antara, 1,016-1,022. Oleh pengaruh faktor-
faktor yang menentukan besarnya diuresis, batas normal
boleh berbeda-beda 1,003-1,030. Urinometer yang dipakai
hendaklah yang ditera pada satu suhu antara 27-35°C. Jika
suhu tera berbeda dari suhu kamar harus diadakan koreksi
terhadap pembacaan urinometer.
4) Bau Urin
Bau urin yang normal disebabkan untuk sebagian oleh asam-
asam organik yang mudah menguap. Bau yang berlainan dari
yang normal:
a) Oleh makanan yang mengandung zat-zat atsiri, seperti
jengkol, petai, durian, dsb.
b) Oleh obat-obatan, seperti terpentin, menthol, dsb.
c) Bau amoniak oleh perombakan bakteriil dari ureum.
Biasanya terjadi dengan urin yang dibiarkan tanpa
pengawet: reaksi urin menjadi lindi.
d) Bau pada ketonuria: bau itu ada dari semula dan
menyerupai bau buah-buahan atau bunga setengah layu.
e) Bau busuk. Kalau ada dari mula-mula mungkin berasal
dari perombakan zat-zat protein, umpamanya dari
carcinoma dalam saluran kencing.
b. Pemeriksaan kimiawi
1) Protein
Pemberian asam asetat dilakukaan untuk mencapai atau
mendekati titik iso-elektrik protein; pemanasan selanjutnya
mengadakan denaturasi dan terjadilah presipitasi. Proses
presipitasi dibantu oleh adanya garam-garam yang telah ada
dalam urin atau yang sengaja ditambahkan kepada urin.
Sumber reaksi negatif palsu pada percobaan pemanasan
dengan asam acetat ialah pemberian asam acetat yang
berlebihan. Kekeruhan yang halus mungkin hilang oleh karena
itu. Sumber reaksi positif palsu (kekeruhan yang tidak
disebabkan oleh albumin atau globulin) mungkin:2
a) Nucleoprotein. Kekeruhan terjadi pada pemberian asam
acetat sebelum pemanasan.
b) Mucin. Kekeruhan yang disebabkan oleh mucin juga terjadi
pada saat pemberian asam acetat sebelum pemanasan.
c) Proteose (albumose). Presipitat oleh zat ini terjadi setelah
campuran reaksi mendingin, kalau dipanasi menghilang
lagi.
d) Asam-asam resin. Kekeruhan oleh zat-zat ini larut dalam
alkohol.
2) Glukosa (reduksi gula) urine
Dalam urin dapat dilakukan dengan memakai reagens pita.
Selain itu penetapan glukosa dapat dilakukan dengan cara
reduksi ion cupri menjadi cupro. Dengan cara reduksi mungkin
didapati hasil positip palsu pada urin yang mengandung bahan
reduktor selain glukosa seperti : galaktosa, fruktosa, laktosa,
pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti
streptomycin, salisilat, vitamin C.
Cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara
reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin
sampai 100 mg/dl, sedangkan pada cara reduksi hanya sampai
250 mg/dl. Juga cara ini lebih spesifik untuk glukosa, karena
gula lain seperti galaktosa, laktosa, fruktosa dan pentosa tidak
bereaksi. Dengan cara enzimatik mungkin didapatkan hasil
negatip palsu pada urin yang mengandung kadar vitamin C
melebihi 75 mg/dl atau benda keton melebihi 40 mg/dl.
Pada orang normal tidak didapati glukosa dalam urin.
Glukosuria dapat terjadi karena peningkatan kadar glukosa
dalam darah yang melebihi kepasitas maksimum tubulus untuk
mereabsorpsi glukosa seperti pada diabetes mellitus,
tirotoksikosis, sindroma Cushing, phaeochromocytoma,
peningkatan tekanan intrakranial atau karena ambang rangsang
ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria, kehamilan
dan sindroma Fanconi.5
c. Pemeriksaan mikroskopis
1) Pemeriksaan Sediment5
Unsur-unsur sediment:
Lazimnya unsur-unsur sediment dibagi atas 2 golongan:
organik, yaitu berasal dari sesuatu organ atau jaringan dan
yang tak-organik yang tidak berasal dari sesuatu jaringan.
a) Unsur-unsur organik
(1). Sel epithel. Sel ini berinti satu; ukurannya lebih besar
dari leukosit; bentuknya berbeda menurut tempat
asalnya.
(2). Fosfat-fosta Leukosit. Nampak seperti benda bulat
yang biasanya berbutir halus. Intinya lebih jelas
nampak jika kepada sediment diberikan setetes larutan
asam asetat 10%.
(3). Eritrosit. Bentuk berbeda menurut lingkungannya;
dalam urin pekat mengerut, dalam urin encer bengkak
dan hampir tidak berwarna; dalam urin lindi mengecil
sekali.
(4). Silinder.
(a) Silinder hialin. Silinder yang sisi-sisinya paralel
dan ujung-ujung membulat; homogen (tanpa
struktur) dan tidak berwarna. Silinder hialin sukar
nampak.
(b) Silinder berbutir. Dengan butir halus dan dengan
butir kasar. Yang berbutir halus mempunyai
bentuk seperti silinder hialin; yang berbentuk
kasar sering lebih pendek dan lebih tebal.
(c) Silinder lilin. Tak berwarna atau sedikit abu-abu;
lebih lebar dari silinder hialin.
(d) Silinder fibrin.
(e) Silinder eritrosit. Eritrosit-eritrosit terlihat pada
permukaan.
(f) Silinder leukosit. Silinder yang tersusun dari
leukosit atau yang permukaannya dilapisi oleh
leukosit.
(g) Silinder lemak. Silinder ini mengandung butir-
butir lemak.
(5). Oval fat bodies. Sel epitel yang mengalami degenerasi
lemak, bentuknya membulat.
(6). Benang lendir. Bentuknya panjang, sempit dan
berombak-ombak.
(7). Silindroid. Hampir serupa silinder hialin, tetapi salah
satu ujung lambat-lambat menyempit menjadi halus
serupa benang.
(8). Spermatozoa.
(9). Potongan-potongan jaringan.
(10). Parasit-parasit.
(11). Bakteri-bakteri.
b) Unsur-unsur anorganik
(1). Bahan amorf. Urat-urat dalam urin asam dan fosfat-
fosfat dalam urin lindi.
(2). Kristal-kristal dalam urin normal.
(a)Dalam urin asam; asam urat, natrium urat dan
jarang sekali kalsium urat. Kristal asam urat
biasanya berwarna kuning.
(b)Dalam urin asam atau yang netral atau yang sedikit
lindi: kalsium oksalat dan terkadang asam hipurat.
(c)Dalam urin lindi atau terkadang netral: amonium-
magnesium fosfat (triplefosfat) dan jarang di
kalsium fosfat.
(d)Dalam urin lindi: kalsium karbonat, amonium
biurat dan kalsium fosfat.
(3). Kristal-kristal yang menunjukkan kepada keadaan
abnormal; cystin, leucine, tyrosine, kolesterol,
bilirubin, hematoidin.
(4). Kristal-kristal yang berasal dari sesuatu macam obat
seperti bermacam-macam sulfonamida.
(5). Bahan lemak.
C. Alat dan Bahan
1. Alat:
a. Tabung reaksi
b. Object glass
c. Deck glass
d. Pipet tetes
e. Kertas pH universal
f. Gelas ukur 25 ml
g. Gelas ukur 10 ml
h. Urinometer
i. Kertas saring
j. Penjepit tabung
k. Pemanas spritus
l. Gelas ukur 10 ml
m. Mikroskop
n. Sentrifuse
2. Bahan:
a. Urine
b. Larutan asam asetat 6%
c. Larutan benedict
d. Larutan sternheimer-malbin
D. Cara Kerja
1. Pemeriksaan makroskopis
a. Warna
Masukan urin dalam tabung reasi (3/4 tabung)
Lihat warna pada cahaya terang pada posisi miring
Amati hasilb. Derajat keasaman (pH)
Sepotong kecil kertas pH universal diletakan di atas object glass
Tambahkan 1 tetes urin, tunggu 1 menit
Bandingkan warna kertas itu dengan skala warna yang tersedia
c. Berat jenis urine
Masukan urin dalam gelas ukur 25 ml
Saring dengan kertas saring apabila terdapat busa
Masukan urinometer dalam gelas ukur tersebut
Putarlah urinometer dengan ibu jari dan jari telunjuk
Baca permukaan urin pada skala urinometer ketika urinometer terapung di tengah gelas
d. Bau urine
Masukan Urin dalam tabung reaksi (2/3 tabung)
Bau dengan cara dikibaskan di dekat hidung
2. Pemeriksaan kimiawi
a. Protein urine
Masukan urin jernig ke dalam tabung reaksi (2/3 penuh)
Pegang bagian ujung bawah tabung reaksi
Panaskan bagian atas tabung dengan api sampai mendidih
Perhatikan terjadinya keruhan di lapisan atas urin
Bandingkan dengan bagian bawah yang tidak dipanasi
Jika terjadi keruhab terdapat protein/kalsium fosfat/kalsium karbonat
Tetesi urin 3-5 teteas dengan larutan asam asetat 6%
Jika keruhan hilang = terdapat kalsium fosfat
Jika keruhan hilang tapi ada gas = terdapat kalsium karbonat
Jika masih ada keruhan/ makin keruh = terdapat protein
Panasi lagi lapisan atas sampai mendidih
Beri penilaian secara semi kuantitatif
b. Glukosa (reduksi gula) urine
Masukan 5 ml Benedict ke dalam tabung reaksi
Ditambahkan 8 tetes urin
Kocok dan panaskan bagian bawah tabung dengan pemanas spirtus
Baca hasil reduksinya
3. Pemeriksaan mikroskopis
Masukan 10 ml ke tabung reaksi yang berskala
Buang cairan atas (dengan menuang secara cepat sampai tersisa 0,5 ml)
Kocok tabung untuk eresuspensikan sedimen
Tambah 1 tetes larutan steinheimer-malbin
Campur dengan pipet
Teteskan 1 tetes sedimen di atas object glass
Tutup dengan deck glass
Periksalah dengan mikroskop dengan perbesaran 100x untuk silinder,kristal dan perbesaran 400x untuk melihat eritrosit dan
leukosit
E. Hasil Pengamatan dan Analisis Data
1. Pemeriksaan makroskopis
a. Warna
Warna urine Kuning muda
*normal : kuning muda – kuning tua
b. Derajat keasaman (pH)
pH 6
*normal : 4,6 – 8,5
c. Berat jenis urine
Cara perhitungan:
= BJ urine terbaca + (SR−ST )
3 x 0,001
= 1,008 + (25−20)
3 x 0,001
= 1,01
*normal : 1,003 – 1, 030
d. Bau urine
Bau urine amonia
*normal: amonia
2. Pemeriksaan kimiawi
a. Protein urine
negatif Positif 1 Positif 2 Positif 3 Positif 4
Ѵ (tidak
ada
kekeruhan)
Interpretasi hasil
1) Negatif : tidak ada kekeruhan
2) Positif 1 : ada kekeruhan ringan tanpa butir-butir (kadar
protein kira-kira 0,01-0,05%)
3) Positif 2 : kekeruhan mudah dilihat dan terdapat butir-butir
(kadar protein 0,05-0,2%)
4) Positif 3 : urin jelas keruh dan terdapat keping-keping
(kadar protein 0,2-0,5%)
5) Positif 4 : urin sangat keruh atau bergumpal-gumpal atau
memadat (kadar protein > 0,5%)
6) Nilai normal : negatif
b. Glukosa urine
negatif Positif 1 Positif 2 Positif 3 Positif 4
Ѵ (biru
jernih)
Interpretasi hasil :
1) Negatif : warna tetap biru jernih atau sedikit kehijauan dan
agak keruh
2) Positif 1: hijau kekuning-kuningan dan keruh (sesuai
dengan 0,5-1%glukosa)
3) Positif 2 : kuning keruh (1-1,5%glukosa)
4) Positif 3 : jingga atau warna lumpur keruh (2-3,5% glukosa)
5) Positif 4 : merah keruh (>3,5% glukosa)
3. Pemeriksaan mikroskopis
a. Urin Pasien :
DilaporkanEritrosit/LPK 25Leukosit/LPK 21Silinder/Kristal/LPL 5
b. Urin sejawat :Dilaporkan NormalEritrosit/LPK 0Leukosit/LPK 0Silinder/Kristal/LPL 0
Kristal – kristal yang ditemukan yaitu :
Kalsium oxalate (gambar) Ammonium biurat Kristal urat
Nilai Normal : Normal + ++ +++ ++++
Eritrosit/LPK 0-3 4-8 8-30 > 30 penuhLeukosit/LPK 0-4 5-20 20-50 > 50 penuh
Silinder/Kristal/LPL
0-1 1-5 5-10 10-30lebih dari
30Keterangan :
Khusus untuk kristal Ca-oxallate : + masih dinyatakan normal; +
+ dan +++ sudah dinyatakan abnormal.
F. Pembahasan
Urinalisa adalah analisis kimia, makroskopis dan mikroskopis
terhadap urin. Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pemeriksaan
urin rutin dengan sampel urin pagi yang dimasukan kedalam botol aqua
kering 300 ml dengan volume urin kurang lebih 150 ml. Sebelum
melakukan pengamatan praktikan menggunakan handscoen untuk
menghindari kontak langsung dengan urin yang dapat menyebabkan
infeksi.
Percobaan pertama adalah melakukan pemeriksaan warna urin.
Warna urin dipengaruhi oleh kepekatan urin, obat yang dimakan maupun
makanan. Pada umumnya warna ditentukan oleh kepekatan urin, makin
banyak diuresa makin muda warna urin itu. Warna normal urin berkisar
antara kuning muda dan kuning tua. Dari hasil pengamatan terlihat urin
berwana kuning muda (normal). Hal ini disebabkan karena adanya zat
urobilin, urochrom dan obat-obatan yang mengandung santonin, PSP dan
riboflavin.
Percobaan kedua adalah melakukan pemeriksaan derajat keasaman
(pH). Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa,
kerena dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urin
normal berkisar antar 4,6 - 8,5. Selain itu penetapan pH pada infeksi
saluran kemih dapat memberi petunjuk ke arah etiologi. Dari hasil
pengamatan didapatkan pH urin sebesar 6. Hasil ini menunjukan bahwa
urin yang diamati masih dalam batas normal.
Percobaan yang ketiga adalah pemeriksaan berat jenis urin. Berat
jenis urin sangat erat hubungannya dengan duiresis; makin besar diuresis,
makin rendah berat jenis dan sebaliknya. Berat jenis urin 24 jam dari orang
normal biasanya berkisar antara, 1,016-1,022. Oleh pengaruh faktor-faktor
yang menentukan besarnya diuresis, batas normal boleh berbeda-beda
yaitu 1,003-1,030. Urinometer yang dipakai hendaklah yang ditera pada
satu suhu antara 27-35°C. Jika suhu tera berbeda dari suhu kamar harus
diadakan koreksi terhadap pembacaan urinometer. Dalam melakukan
pengujian praktikan menggunakan suhu ruangan 25°C dan suhu ter
urinometer 20°C. Setelah mendapatkan berat jenis urin yang terbaca maka
praktikan mulai menghitung berat jenis urin dengan rumus:
= BJ urine terbaca + (SR−ST )
3 x 0,001
SR = suhu ruangan
ST = suhu tera urinometer
= 1,008 + (25−20)
3 x 0,001
= 1,01
Dari hasil perhitungan didapatkan berat jenis urin adalah 1,01,
artinya masih dalam batas normal. Faktor yang dapat mempengaruhi BJ
urin seseorang adalah komposisi urin, fungsi pemekatan ginjal, dan
produksi urin itu sendiri. Keadaaan yang menimbulkan BJ urin rendah
adalah kondisi tubuh pada udara dingin, diabetes insipidus, dan terlalu
banyak mengkonsumsi air. Keadaan yang menimbulkan BJ urin tinggi
adalah dehidrasi, protein uria, diabetes melitus.
Percobaan keempat adalah pemeriksaan bau urin. Bau urin normal
disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau yang berlainan
dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, petai, obat-obatan seperti
mentol, bau buah-buahan seperti pada ketonuria. Dari hasil pengamatan
didapatkan bau yang aromatik memusingkan (amoniak) yang artinya bau
urin tersebut masih dalam batas normal. Bau amoniak disebabkan
perombakan ureum oleh bakteri dan biasanya terjadi pada urin yang
dibiarkan tanpa pengawet. Adanya urin yang berbau busuk dari semula
dapat berasal dari perombakan protein dalam saluran kemih umpamanya
pada karsinoma saluran kemih.
Percobaan kelima adalah pemeriksaan kimiawi yaitu protein urin.
Fungsi ginjal merupakan membuang sisa metabolisme yang tidak
diperlukan oleh tubuh dan mengatur keseimbangan cairan serta elektrolit
tubuh. Setiap saat, secara teratur, darah yang beredar di tubuh kita akan
melewati ginjal untuk menjalani proses filtrasi di ginjal. Proses filtrasi
tersebut akan menghasilkan urin yang membawa serta sisa metabolisme
tubuh yang tidak diperlukan lagi. Sedangkan zat-zat yang berguna bagi
tubuh, seperti protein, tidak terfiltrasi dan tidak keluar di urin.
Penetapan kadar protein dalam urin biasanya dinyatakan berdasarkan
timbulnya kekeruhan pada urin. Salah satu uji protein urin yang cukup
peka adalah dengan melalui pemanasan urin dengan asam asetat.
Pemberian asam asetat dilakukan untuk mencapai atau mendekati titik iso-
elektrik protein, sedangkan pemanasan bertujuan untuk denaturasi
sehingga terjadilah presipitasi. Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa
protein urin negatif yang artinya tidaka ada kekeruhan (normal). Pada urin
normal sebenarnya tetap mengandung protein tetapi jumlahnya sedikit,
yaitu dibawah 150 mg/24 jam (biasanya ditandai dengan tanda -). Jika
terdapat kadar protein urine diatas 150 mg/24 jam, hal ini dapat
disebabkan adanya gangguan pada ginjal.
Percobaan keenam adalah pemeriksaan kadar gukosa(reduksi gula)
urin. Di dalam darah kadang terdapat jumlah glukosa yang berlebihan
karena kerja hormon insulin yang tidak sempurna yang disebut dengan
diabetes melitus. Keadaan demikian maka ginjal tidak bisa
mempertahankan kadar glukosa tersebut. Ginjal meloloskan masuk
kedalam tubulus ginjal sehingga urine yang dihasilkan akan mengandung
gula. Hal tersebutlah yang menyebabkan glukosuria. Glukosuria atau
glikosuria adalah ekskresi glukosa ke dalam urin. Seharusnya air seni tidak
mengandung glukosa, karena ginjal akan menyerap glukosa hasil filtrasi
kembali ke dalam sirkulasi darah. Glikosuria akan menyebabkan dehidrasi
karena air akan terekskresi dalam jumlah banyak ke dalam air seni melalui
proses yang disebut diuresis osmosis. Metode pemeriksaan glukosa urin
yang berdasarkan reaksi reduksi banyak macamnya, tetapi praktikan
memilih menggunakan metode benedict. Reaksi benedict sensitive karena
larutan sakar dalam jumlah sedikit menyebabkan perubahan warna dari
seluruh larutan, sedikit menyebabkan perubahan warna dari seluruh
larutan, hingga praktis lebih mudah mengenalnya. Hanya terlihat sedikit
endapan pada dasar tabung. Uji benedict lebih peka karena benedict dapat
dipakai untuk menafsir kadar glukosa secara kasar, karena dengan
berbagai kadar glukosa memberikan warna yang berlainan. Dari hasil
pengamatan didapatkan hasil bahwa glukosa urine negatif dengan warna
biru jernih, artinya masih dalam batas normal. Keadaan yang dapat
menyebabkan adanya glukosa dalam urin adalah gangguan hormon,
gangguan hati atau gangguan metabolsime.
Percobaan ke tujuh adalah pemeriksaan mikroskopis (sedimen urin).
Urin yang digunakan pada pemeriksaan sedimen urin adalah urin segar
dari urin pasien dan urin sejawat. Tujuan pemeriksaan sedimen ini untuk
membandingkan antara urin sejawat dan urin pasien tentang unsur-unsur
yang ada dalam urin. Pemeriksaan sedimen dilakukan dengan memakai
lensa objektif kecil (10X) yang dinamakan lapangan penglihatan kecil atau
LPK. Selain itu dipakai lensa objektif besar (40X) yang dinamakan
lapangan penglihatan besar atau LPB. Unsur-unsur sedimen adalah sebagai
berikut:
1. EritrositEritrosit dalam air seni dapat berasal dari bagian manapun dari
saluran kemih. Secara teoritis, harusnya tidak dapat ditemukan adanya
eritrosit, namun dalam urine normal dapat ditemukan 0 – 3 sel/LPK.
Hematuria adalah adanya peningkatan jumlah eritrosit dalam urin
karena: kerusakan glomerular, tumor yang mengikis saluran kemih,
trauma ginjal, batu saluran kemih, infeksi, inflamasi, infark ginjal,
nekrosis tubular akut, infeksi saluran kemih atas dan bawah,
nefrotoksin, dll. Eritrosit dapat terlihat berbentuk normal,
membengkak, krenasi, mengecil, shadow atau ghost cells dengan
mikroskop cahaya. Spesimen segar dengan berat jenis 1,010-1,020,
eritrosit berbentuk cakram normal. Eritrosit tampak bengkak dan
hampir tidak berwarna pada urin yang encer, tampak mengkerut
(crenated) pada urine yang pekat, dan tampak mengecil sekali dalam
urine yang alkali. Selain itu, kadang-kadang eritrosit tampak seperti
ragi.
2. Leukosit
Lekosit berbentuk bulat, berinti, granuler, berukuran kira-kira 1,5
– 2 kali eritrosit. Lekosit dalam urine umumnya adalah neutrofil
(polymorphonuclear, PMN). Lekosit dapat berasal dari bagian
manapun dari saluran kemih. Lekosit hingga 4 atau 5 per LPK
umumnya masih dianggap normal. Peningkatan jumlah lekosit dalam
urine (leukosituria atau piuria) umumnya menunjukkan adanya infeksi
saluran kemih baik bagian atas atau bawah, sistitis, pielonefritis, atau
glomerulonefritis akut, karena kecepatan ekskresi leukosit meningkat
yang mungkin disebabkan karena adanya perubahan permeabilitas
membran glomerulus atau perubahan motilitas leukosit. Pada kondisi
berat jenis urin rendah, leukosit dapat ditemukan dalam bentuk sel
Glitter merupakan lekosit PMN yang menunjukkan gerakan Brown
butiran dalam sitoplasma. Pada suasana pH alkali leukosit cenderung
berkelompok.
3. Silinder
Silinder (cast) adalah massa protein berbentuk silindris yang
terbentuk di tubulus ginjal dan dibilas masuk ke dalam urine. Silinder
terbentuk hanya dalam tubulus distal yang rumit atau saluran
pengumpul (nefron distal). Tubulus proksimal dan lengkung Henle
bukan lokasi untuk pembentukan silinder. Silinder dibagi-bagi
berdasarkan gambaran morfologik dan komposisinya. Faktor-faktor
yang mendukung pembentukan silinder adalah laju aliran yang
rendah, konsentrasi garam tinggi, volume urine yang rendah, dan pH
rendah (asam) yang menyebabkan denaturasi dan precipitasi protein,
terutama mukoprotein Tamm-Horsfall. Mukoprotein Tamm-Horsfall
adalah matriks protein yang lengket yang terdiri dari glikoprotein
yang dihasilkan oleh sel epitel ginjal. Semua benda berupa partikel
atau sel yang terdapat dalam tubulus yang abnormal mudah melekat
pada matriks protein yang lengket.
Konstituen selular yang umumnya melekat pada silinder adalah
eritrosit, leukosit, dan sel epitel tubulus, baik dalam keadaan utuh atau
dalam berbagai tahapan disintegrasi. Apabila silinder mengandung sel
atau bahan lain yang cukup banyak, silinder tersebut dilaporkan
berdasarkan konstituennya. Apabila konstituen selular mengalami
disintegrasi menjadi partikel granuler atau debris, biasanya silinder
hanya disebut sebagai silinder granular.
G. Kesimpulan