Download - Islam Di Brunei
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kerajaan Brunei merupakan salah satu kerajaan tertua di antara kerajaan-
kerajaan lain di tanah Melayu. Keberadaan Kerajaan Brunei diperoleh
berdasarkan catatan Cina, Arab. Dalam catatan sejarah Cina, Brunei pada jaman
dahulu dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau Puni dan Bunlai.
Dalam catatan Arab, Brunei disebut dengan Zabaj atau Randj. Sedangkan
pada catatan tradisi lisan Syair Awang Semaun (SAS), kata Brunei berasal dari
perkataan baru nah yang bermakna tempat yang sangat baik� �. Sumber-sumber dari
berbagai bangsa yang meriwayatkan Brunei amat beragam. Tak hanya soal nama,
melainkan juga dalam hal ejaan seperti Buruneng � dalam Nagarakretagama,
Bornei, � �Borneu �, �Burney �, Borneo �, �Bruneo �, dan �Burne �, dalam European Sources
for the History of the Sultanate of Brunei in Sixteenth Century, serta Bornui� � menurut Sidi Ali bin Husin, dan Burni � dalam The Philipine Island (Al-Sufri,
2001).
Sejarah perkembangan islam di brunei merupakan reaksi yang berkaitan
dengan satu dan yang lain nya. Hal ini menunjukan bahwa hubungan ini amat
penting dalam kelangsungan brunei sebagai sebuah kerajaan. Kedudukan brunei
yang terletak di pertengahan jalur pelayaran kapal-kapal perniagaan yang berlayar
antara semenanjung tanah melayu, kepulauan Indonesia dan pelabuhan Champa
dan di pusat perniagaan di canton, China menjadikan pelabuhan brunei tempat
yang sesuai untuk disinggahi oleh kebanyakan kapal perdagangan termasuk dari
negara Arab.1
1 Wan Hussein Azmi Abd.Kadir, Kesultanan Brunei Darussalam Abad ke-15 dan ke-16 : Perjuangan Menentang Penjajahan Spanyol di Alam Melayu dalam Ismail Hussein, A.Aziz Deraman Abd.
1
1.2 BATASAN MASALAH
1. Sejarah Brunei Darussalam2. Masuknya Islam di Brunei Darussalam3. Berkembang nya islam di Brunei Darussalam4. Perkembangan Islam Fase Penjajahan Inggris5. Perkembangan Islam Fase Kemerdekaan6. Pendidikan Islam di Brunei Darussalam
Rahman al-Ahmadi (peny.), (1995), Tamadun Melayu : Jilid Ketiga , Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka, hlm 1098.
2
BAB IIISI
2.1 SEJARAH AWAL
Munculnya Brunei Darussalam pada awal nya sangat sulit untuk
ditentukan kapan pastinya, tetapi jika telusuri kepada sumber sumber dari China
pada tahun 501, 522, 616, 630 dan 699 masehi, Brunei telah mengadakan
hubungan diplomatik dengan China khususnya dalam hal perniagaan dan
perdagangan.2 Hunungan ini menjadi bukti adaya Brunei di masa lalu.
Namun demikian, Penggunaan istilah Brunei pada peringkat awal tidak
begitu sesuai karena istilah yang sering di gunakan untuk seperti ye-po-ti, po-li,
po-ni, atau Bruneng. Namun demikian nama-nama tersebut masi merujuk kepada
Brunei. Sejarah awal pembentukan kerajan brunei Sukar di buktikan kesahihan
nya fakta dan lebih banyak di pengaruhi dengan unsur mitos. Misalnya, dalam
syair Semaun, disebutkan yang negeri ini ditemui oleh kaum Sakai. Sebelum abad
ke-6, Brunei telah diduduki oleh orang Bisaya dari sumatra dan jawa.3
Oleh karena itu, perkembangan sejarah awal Brunei lebih banyak merujuk
sumber-sumber China. Perubahan dinasti yang berlaku di negara China,
Sbenarnya mempengaruhi istilah yang digunakan untuk Brunei. Istilah yang
digunakan sering kali berubah-ubah. Pada mulanya dalam catatan Fa-Hsien pada
tahun 413-414 Masehi, Brunei sering dikenal sebagai ye-po-ti , memang itu secara
tidak langsung merujuk Brunei, tetapi hanya suatu tempat di Borneo. Tetapi
memandangkan kedudukanya itu bersesuaian dengan kedudukan Brunei sebagai
tempat persinggahan ahli-ahli pelayaran dari india ke China atau sebaliknya,
ketika itu maka besar kemungkinan yang di maksud dengan ye-po-ti adalah
2 Awang Mohd. Jamil al-Sufri, (1997), Survival Brunei : Dari Prespektif Islam, Bandar Seri Begawan : Pusat Sejarah Brunei, h 1. 3 Abdul Rahman Abdullah, (2000), Sejarah dan Tamadun Asia Tenggara : Sebelum dan Sesudah Pengaruh Islam, Kuala Lumpur : Utusan Publication & Distributors Sdn. Bhd., h 142.
3
Brunei. Secara singkat pada abad ke-5, Brunei di kenal dengan nama ye-po-ti
menurut sumber-sumber dari China
Namun begitu, sejak abad ke-6 hingga ke-7 Masehi. Atau pun zaman
Dinasti Liang (502-566 M), Dinasti Sui (589-618 M) dan Dinasti Tang (618-906
M), timbullah sebutan baru bagi brunei yaitu po-li.4 Sebab perubahan Nama ini
tidak dapat di pastikan, namun perubahan nama ini membuktikan bahwa kerajan
yang muncul di Brunei masih meneruskan hubungan diplomatik dengan China.
Ketika Brunei Tua yang dikenal dangan po-li, telah mengantar utusan ke China
pada tahun 517,522,616, 630 dan 699 M. Utusan pada tahun 699 M itu dikirim
oleh raja Hu-lan-nan-po bersama dengan utusan Huan-wang (Siam) untuk
mengeratkan hubungan yang telah putus. Penghantaran utusan ini boleh di
tafsirkan sebagai salah satu usaha berterusan dari pada kerajaan yang wujud di
Brunei untuk mengeratkan hubungan dan juga mendapatkan pengiktifaran dengan
negara China mengenai kedaulatan kerajan ini.
Sekiranya nama po-li itu masih diperdebatkan tentang kaitannya dengan
Brunei, tetapi sejak timbulnya nama po-ni/po-ni pada abad ke-19 M itu dapat
dikatakan terdapat kesepakatan tentang persamaannya dengan Brunei. Pada zaman
Dinasti Sung (960-1279 M ), kerajan puni dikatakan memerintah 14 kawasan serta
mempunyai 10000 penduduk. Bukti utama mengenai kerajan pu-ni ini adalah
peristiwa kedatangan seorang pedagang China. Pada 977 M, seorang Saudagar
bernama pu-luHsieh tiba di puni untuk berniaga. Kedatangan nya bukan saja
disambut oleh raja pu-ni (Hiangta) dengan penuh hormat, malah kapal nya yang
rusak itu di perbaiki atas nama raja. Apabila Pu-Lie Hsieh pulang ke China pada
tahun itu, Raja Puni telah mengirim surat melalui utusannya ke China yang terdiri
daripada Pu Ya-li (Abu Ali), Shih Nu(Syekh Nuh) dan Qadi Kasim. Damikian
juga pada tahun 1082 Masihi, Raja Puni yang bamama Sri Maja terus manghantar
utusannya ka China Hal ini manunjukkan bahawa kewujudan kerajaan Pu-ni
berteraskan perdagangan dengan nagara China.
4 Abdul Rahman Abdullah, (2000), Sejarah dan Tamadun Asia Tenggara : Sebelum dan Sesudah Pengaruh Islam h 142.
4
Satu parkara yang manarik mangenai sejarah awal Brunai adalah mangenai status
Brunai sabagai negeri vassal kapada Majapahjt yang barpusat di pulau Jawa.
Kenyataan terpenting sakali ialah bardasarkan Kakawin nagarakertama (1365
Masehi) yang manyebabkan nama ‘Bruneng’ sabagai wilayah taklukan Majapahit.
Kenyataan ini memberi gambaran bahawa pada Zaman ini, Brunai tartakluk
kapada pangaruh Majapahit.
Sejarah awal Brunai agak kabur khasnya dalam aspek kaagamaan. Hal ini
disababkan tiadak bukti jalas yang menunjukan bahawa Brunei pada paringkat
awal sama ada yang menganut atau mengamalkan ajaran agama Hindu-Buddha.
Namun begitu, daripada jumpaan-jumpaan yang terdapat di Brunei itu tidak
menunjukkan wujudnya pengaruh kebudayaan Hindu yang luas. Bagaimanapun
ada ditemui sebuah inskripsi Sanskrit yang kadungannya membayangkan
pengaruh agama Buddha-Mahayana.
Kekaburan mengenai status Brunei ini menjadi semalkin rumit apabila
terdapat bukti bahawa terdapatnya penganut ajaran Islam yang berada di Brunei.
Peristiwa pengiriman tiga orang utusan Pu-ni yang beragama Islam ke China pada
tahun 977 Masihi itu tentunya membayangkan yang pengaruh Islam sudah pun
bertapak dan berkembang di Brunei.
2.2 MASUKNYA DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI BRUNEI
Sebagian sejarawan berbeda pendapat tentang sejarah awal masuknya
Islam di Brunei Darussalam. Azyumardi Azra menulis bahwa sejak tahun 977 H.
kerajaan Borneo (Brunei) telah rnengutus P'u Ali ke Istana China. P’u Ali yang
dimaksud adalah pedagang muslim yang nama sebenarnya adalah Abu 'Ali. Pada
tahun yang sama, diutus lagi tiga duta ke Istana Sung, salah seorang di antaranya
bernama Abu Abdullah.5 Versi lain mengatakan bahwa sekitar abad ke-7
pedagang Arab yang sekaligus sebagai pendakwah penyebar Islam telah datang ke
Brunei. Kedatangan Islam di Brunei melegitimasikan bagi rakyat Brunei untuk
5 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Cet.II; Jakarta:.....2005), h.29-30.
5
menikmati Islam yang tersusun dari adat. Maksudnya, adat dan atau tradisi yang
telah menjadi anutan masyarakat tetap dijalankan selama dapat memperkaya
khzanah keislaman. Berbeda dengan dua versi di atas, dalam Ensiklopedi Oxford
dikemukakan bahwa orang Melayu Brunei menerima Islam pacla abacl ke- 14
atau ke-15 setelah pemimpin mereka diangkat manjadi Sultan Johor.6 Dari
keterangan di atas didapatkan paling tidak ada tiga versi awal mula masuknya
Islam di Brunei Darussalam yang tentunya memiliki alasan dan bukti yang kuat
dalam menentukan masuknya Islam di negara tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa bukan hanya di Indonesia didapat-kan beberapa versi tentang masuknya
Islam tetapi juga Brunei. Untuksementara dapat disimpulkan bahwa kemungkinan
besar semua negara Asean dan khususnya negara serumpun Melayu terdapat versi
yang berbeda tentang waktu yang pasti masuknya Islam di wilayah tersebut.
Diduga kuat pula bahwa Islam masuk ke Brunei dengan pola up down.
Maksudnya penerimaan Islam dimulai dari masyarakat elit, penguasa kerajaan,
kemudian disosialisasikan dan berkembang ke masyarakat bawah. Di samping
teori top down, juga ada yang disebut botom up, yakni Islam diterima terlebih
dahulu oleh masyarakat lapisan bawah, kemudian berkembang dan diterima oleh
masyarakat lapisan atas, atau elite penguasa kerajaan.7
Dengan pola tap down ini, maka agama Islam dapat dengan cepat
berkembang karena Islam terlebih dahulu telah dianut oleh raja. Raja bagi rakyat
adalah penguasa yang harus clitaati. Dengan polapola itu, Islam memungkinkan
lebih cepat diterima dan berkembang. Pola ini juga terjadi dalam penerimaan
Islam di Nusantara sehingga Islam dengan begitu cepat diterima oleh masyarakat
saat itu. P.O.K Aman Diraja Dato Sri Utama mengatakan bahwa Brunei
mengalami proses islamisasi ketika kerajaannya telah bercliri tidak jauh berbeda
dengan Pattani atau Malaka. Tidak saja melihat ke peclalaman, tetapi juga
seberang lautan, dalam menjalankan peranannya sebagai
”jembatan penyeberangan" Islam. Keluarga kerajaan Brunei mendirikan suatu
organisasi kekuasaan supredesa di Teluk Manila (Luzon). "Kesultanan" yang baru
6 Jhon L. Esposito (ed) the Oxford Encyclopedia of the Modren Islamic World, Vol 3 (Oxford University Press, 1955), h.299.7 Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa (Cet. II; Jakarta: yayasan Obor, 2006), h. 86
6
pada tahap pertumbuhan inilah yang dihadapi oleh Spanyol ketika mereka
mendarat di Manila pada tahun 1570.8
Sebagai agama resmi negara, Islam mendapatkan dukungan yang sangat
kuat dari penguasa dalam hal pihak kerajaan. Dominasi keluarga kerajaan di
bidang pemerintahan memungkinkan pemerintah memberlakukan kebijakan di
bidang agama clan umum lainnya tanpa banyak hambatan. Dan seperti dikatakan
sebelumnya bahwa Brunei sangat berhati-hati terhadap pengaruh dari dunia luar,
dan kekuasaan penuh ada pada raja sehingga kondisi sebagai masyarakat feodal
tradisional ini akan tetap bertahan.
Meskipun sejak akhir abad akhir abad ke19 sampai abad ke-20, terlihat
perkembangan kehidupan keagamaan pada masyarakat Brunei yang sangat
signifikan, baik pacla tingkat kelembagaan maupun penerapan konsep-konsep
reformasi. Tetapi status dan institusi-institusi Islam di Brunei tetap mencerminkan
tradisi yang umumnya juga menjadi tradisi kesultanan di Semenanjung Melayu.
Dalam kurun abad tersebut tidak tampak adanya gerakan atau peristiwa penting
yang dapat merongrong agama. Brunei tidak tersentuh kontravesrsi keagamaan
yang kadang - kadang terjadi di kawasan ini. Ketika Inggris datang pada masa itu,
sebagian masyarakat Islam Brunei menghormati Inggris sebagai penyelamat
negara mereka.9
Di sinlah kelihatan keunikan kehidupan beragama di Brunei dan Islam
berkembang tanpa hambatan yang berarti. Masyarakat sangat taat kepada Raja dan
paham keagamaanpun negara yang menentukan yaitu mazhab Syafi’i dalam
urusan fikih dan berhaluan Ahlussunnuh wal jammah dalam bidang akidah.
Paham lain bisa dipelajari tetapi itu hanya sebatas kajian saja. Bahkan pada suatu
kesempatan pada perayaan Isra' Mi'raj tahun 1991 Sultan mengeluarkan dekrit
yang isinya melarang pergerakan Al-Arqam.10 Paduka Yang Mulia selanjutnya
meme-rintahkan kepada pihak pemerintah untuk melarang orang asing
8 P.O.K. Aman Diraja Daso Seri Utama (dr) Hadji Mohammad Jamil Al-Sufri, Islam in Brunei dalam Taufik Abdullah, Tradisi dan kebangkitan Islam di Asia Tenggara, (Cet, I;Jakarta:LP3ES, 1989), h.72.9 Jhon L Esposito , the Oxford Encyclopedia of the Modren Islamic World , h.29910 Organisasi Islam Fundamentalis, Darul arqam, yang markasnya di subur kula lumpur, yang pada mula nya dilarang di negri asalnya.
7
manapunyang dapat menjadi ancaman terhadap keharmcnisan kehidupan ber-
agama di Brunei.
Brunei merupakan salah satu negara yang sangat mempertahankan nilai-
nilai bangsa Melayu. Hal tersebut dapat dilihat ketika Sri Baginda Sultan Haji
Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Waddaulah, sangat menekan pentingnya MIB
(Melayu Islam Beraja, atau Kerajaan Islam Melayu). Menurutnya, interpretasi
MIB harus menegaskan Brunei Darussalam"identitas dan citra yang kokoh di
tengah-tengah negara-negara non sekuler lainnya di dunia, tetap mempertahankan
nilai-nilai Islam-Melayu.
Sri Baginda Sultan Haji Hassanah Bolkiah Mu’izzaddin Wadaulah, Sultan
dan Yang Di-Pertuan MIB pada tahun 1991. Menurutnya, MIB
merupakan”identitas dan citra yang kokoh di tengah-tengah Negara-negara non-
sekuler lainnya di dunia”.11 Maka wajar, ketika kerajaan ini menyabut tahun 1991,
diiringi dengan berbagai perayaan peristiwa-peristiwa keagamaan.
Oleh karena itu, ideologi resmi negara atau falsafah kehidupan bernegara
tercantum dalam MIB tersebut. Hal ini, bisa dilihat dengan pernyataan sebuah
surat kabar resmi pemerintahan yang menggambarkan sebagai berikut”.. Kerajaan
Islam Melayu menyerukan kepada masyarakat untuk setia kepada rajanya,
melaksanakan Islam dan menjadikannya sebagai jalan hidup serta jalan kehidupan
dengan mematuhi segala karakteristik dan sifat dasar bangsa melayu sejati Brunei
Darussalam, termasuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa utama..”.12
Munculnya MIB ini, barangkali sangat dipengaruhi oleh kentalnya ajaran
islam yang dimalkan oleh masyarakatnya, sehingga berpengaruh sampai dalam
kehidupan bernegara. Sejak awal kemerdekaannya, Brunei dikenal sebagai negara
yang berpenduduk mayoritas muslim. Terkait dengan ini, islam di Brunei sejak
awal kedatangannya sampai saat ini masih eksis. Atau hal ini, muncul karena
peran yang sangat dominan dari etnis Melayu.13 karena hal ini, bisa dilihat dari
11 Straits Times, Edisi 19 Januari 1991 h. 1012 Brunei Darussalam Newsletter, edisi 15 Juli 1991, hlm. 8.
13 Ditulis oleh Warwick Neville bahwa suku etnis Melayu mencapai 68,7 persen, vol 11, NO 1. Thn. 1990.
8
semakin menguatnya beberapa bukti bahwa inti dari MIB adalah hasil elaborasi
dari lembaga adat dan tradisi Melayu Brunai.14
Dari sebuah hasil penelitian pada tahun 1984 oleh Departemen Sastra
Melayu Universitas Brunei Darussalam, menyebutkan bahwa beberapa perubahan
social yang terjadi di Brunei dapat dikategorikan sebagai berikut :15
1. Penduduk Brunei Darussalam seluruhnya, baik secara cultural maupun
psikologis, sedang mengatasi keragaman yang ada di tengah-tengah
mereka, disebabkan oleh kondisi geografis dan histories di Brunei
Darussalam sendiri.
2. Kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai hukum dan ketertiban,
kesejahteraan, pendidikan, dan pembangunan ekonomi telah mendominasi
kehidupan seluruh rakyat Brunei Darussalam.
3. Sebagai akibat dari proses-proses sosial diatas, penduduk Brunei
Darussalam semakin memilih pola hidup bersama.
Pada poin pertama diatas, yaitu adanya pluralitas etnik, diakui oleh Neville
dalam penelitiannya “Penduduk yang diakui sebagai Melayu, meliputi : Melayu
Lokal, Dusun, Murut, Kedayah, Bisayah, dan komunitas-komunitas lainnya dalam
warga pribumi Brunei Darussalam, ditambah dengan warga Malaysia dan
Indonesia”. 16Sementara pada poin kedua, mempertegas adanya proses
birokratisasi dalam pemerintah Brunei Darussalam. Sedangkan pada poin ketiga,
memunculkan fenomena bahwa perlunya pembangunan sebuah ideology nasional
dan mengartikulasikan budaya Nasional. Sebagai sebuah kesimpulan dalam
penelitian tersebut, ditulis bahwa “Karena pemerintah mendukung kuat terhadap
konsep kerajaan Islam Melayu, maka kultur khas Brunei Darussalam harus
diusahakan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip ini”.17
14 Sharon Siddique, Brunei Darussalam ; Sebuah Bangsa Religius yang potensial. H. 246-247.
15 University of Brunei Darussalam, forms of Courtesy ini Brunei Darussalam, hlm. 172.16 Warwick Neville, op cit, hlm. 30.17 University Of Brune Darussalam, op cit. Hlm. 181.
9
Ada hal yang menarik di Negara Brunei Darussalam ini, misalnya
Pertama, Larangan gerakan Islam al-Arqam, kedua, Larangan kepada orang-orang
asing manapun yang menjadi ancaman keharmonisan sistem keagamaan di Brunei
Darussalam. Darul Arqam yang berpusat di suburd, Malaysia, pada mulanya
dilarang oleh pemerintahan Malaysia, tetapi pada kenyataannya kelompok ini
telah memberikan konstribusi yang cukup besar bagi perkembangan ekonomi
umat Islam. Usaha ini, juga mengindikasikan semakin kuatnya keinginan
pemerintah Brunei Darussalam untuk membedakan diri antara “Islam Brunei”
dengan “Islam Bukan Brunei”. Atau dapat diinterprestasikan bahwa pemerintah
Brunei Darussalam ingin menciptakan garis pemisah antara yang dipandang
sebagai Isalam pribumi dengan Islam yang dianggap dari luar dan tidak sama
dengan Islam pribumi.
Pada Perkembangan selanjutnya, Islam menjadi posisi yang sangat penting
dalam pemerintah Brunei Darussalam, baik sebagai ideologi nasional maupun
sebagai prinsip hidup yang mengatur kehidupan sehari-hari. Larangan pemerintah
atas peredaran minum-minuman keras hingga perhatiannya terhadap proses
Islamisasi melalui berbagai aktifitas keislaman, mengindikasikan perhatian
komitmen Pemerintah Brunei Darussalam terhadap Islam, baik sebagai agama
maupun sebagai kultur Melayu Pemerintah Brunei Darussalam. Akan tetapi,
pelarangan ajaran-ajaran Islam”semapalan”maupun ajaran Islam dari”luar”,
menempatkan posisi pemerintah sebagai”kunci” bagi tidak adanya keterbukaan
dan dinamisasi pemikiran Islam di Negara Brunei Darussalam.
Perkembangan Islam di Brunei dapat dilihat dari segi kuatitas umat Islam
itu sendiri. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pencluduk Brunei pada
tahun 1988 adalah 227.000 jiwa dengan ras atau suku Melayu, China, Ercpah dan
pekeija asing lainnya. Penduduk Brunei senantiasa berkembang dari segi kuantitas
sehingga pencluduk Brunei tahun 1991 telah menjadi 397.000 jiwa dengan
masyarakat muslim 64%, Budha 14%, dan Kristen 10%. Data terakhir tahun 2004
jumlah penduduh Brunei telah mencapai 443.653 jiwall Meskipun demikian,
penduduk muslim masih tetap sebagai kelompok mayoritas.
10
Islam di Brunei senantiasa mengalami perkembangan di antara negara-
negara Muslim lainnya, khususnya di Asia Tenggara. Hal ini dapat dilihat dengan
partisipasi Brunei dalam forum-forum umat Islam. Bahkan menjadi
penyelenggara berbagai forum Islam regional dan Internasional.Hal ini clapat
dilihat ketika menjadi tuan rumah bagi pertemuan Komite Eksekutif Dewan
Dakwah Islam Asia Tenggara dan Fasik (Regional Islamic Council of South East
Asia and Fasific, RISEP). Sultan Hasanah Bolkiah pernah menghadiri perayaan
yang menandai pembukaan Festifal Budaya Islam di ]akarta dan menghadiri
Konfrensi Islam OKI yang diselengga-rakan di Qatar. Posisi sentral Islam lagi—
lagi diperkuat di bulan September 1992 dengan didirikannya Tabung Amanah
Islam Brunei (TAIB) atau Dana Amanah Umat Islam Brunei, lembaga finansial
pertama cli Brunei yang dijalankan berdasarkan Syariat Islam.18 Tujuan lembaga
keuangan tersebut adalah untuk membantu investasi di bidang bursa dan pasang
uang, berpartisifasi dalam pembangunan ekonomi dan industri baik di dalam
maupun luar negeri, dan menjalankan fungsi—fungsi lainnya yang diatur secara
terbuka.
Ada satu hal sangat luar biasa yang menunjukkan betapa besar perhatian
kerajaan kepada rakyatnya. Paduka ketika membuka acara perayaan nuzul al-
Qufun (diturunkannya al-Qur'an), sultan menekankan bahwa pemerintah mengatur
kebijakan dan berkeinginan agar semua warga negara Brunei mampu membaca al-
Qur’an.19Kebijakan tersebut kemudian diperkuat dengan maklumat bahwa Brunei
telah menghabiskan dana lebih dari BS 2 juta untuk menerbitkan sejumlah al-
Qur’an tulisan tangan yang ditulis oleh komisi khusus. Sebuah perusahaan Mesir
akan menerbitkan 150.000 eksernplar untuk clidistribusikan ke sekolah-sekolah di
Kesultanan Brunei clan untuk para pengunjung tertentu dari negara- negara Islam.
Sultan menekankan pentingnya pengajaran bahasa Melayu dalam aksara Iawi
(berdasarkan alfabet Arab) dan juga aksara Rumi (berdasarkan alfabet Latin).
Penekanan baru ini akan semakin memperkuat hubungan antara negara serumpun
Melayu dengan warisan budaya Islam. Dari keterangan yang dipaparkan di atas
18 Sharon Shiddique, Brunei Darussalam : Sebuah Bangsa Religius yang Pontensial, h.24919 Ibid.
11
tampak betapa besarnya perhatian kerajaan terhadap aKtifitas-aktifitas ini yang
dapat dipahami sebagai bentuk dukungan sangat serius dari pihak kerajaan
terhadap proses islamisasi demi kemajuan Islam di Brunei dan juga kepada negara
serumpun yaitu Melayu.
2.3 BRUNEI DARUSSALAM PADA MASA PENJAJAHAN
INGGRIS
Pada Tahun 1839, James Brooke dari Inggris datang ke Serawak dan
menjadi raja disana serta menyerang Brunei, sehingga Brunei kehilangan
kekuasaannya atas Serawak. Sebagai balasan, ia dilantik menjadi gubernur dan
kemudian “Rajah” Sarawak di Barat Laut Borneo sebelum meluaskan kawasan di
bawah pemerintahannya.
Pada tanggal 19 Desember 1846, pulau Labuan dan sekitarnya diserahkan
kepada James Brooke. Sedikit demi sedikit wilayah Brunei jatuh ke tangan Inggris
melalui perusahaan-perusahaan dagang dan pemerintahnya sampai wilayah Brunei
kelak berdiri sendiri di bawah protektorat Inggris sampai berdiri sendiri tahun
1984.
Pada masa yang sama, Persekutuan Borneo Utara Britania sedang
meluaskan penguasaannya di Timur Laut Borneo. Pada tahun 1888, Brunei
menjadi sebuah negeri di bawah perlindungan kerajaan Britania dengan
mengekalkan kedaulatan dalam negerinya, tetapi dengan urusan luar negara tetap
diawasi Britania. Pada tahun 1906, Brunei menerima suatu langkah perluasan
kekuasaan Britania saat kekuasaan eksekutif dipindahkan kepada seorang residen
Britania, yang bertugas menasehati baginda Sultan dalam semua perkara, kecuali
hal yang bersangkutan dengan adat istiadat setempat dan agama.
Pada tahun 1959, Brunei mendeklarasikan kerajaan baru yang berkuasa
memerintah, kecuali dalam isu hubungan luar negeri, keamanan dan pertahanan.
Di mana isu-isu ini menjadi tanggung jawab Britania. Percobaan untuk
membentuk sebuah badan perundangan pada tahun 1962 terpaksa dilupakan
12
karena terjadi pemberontakan oleh partai oposisi yaitu Partai Rakyat Brunei dan
dengan bantuan Britania, pemberontakan ini berhasil diberantas. Pada akhir 1950
dan awal 1960, kerajaan Brunei ketika itu menolak cadangan (walaupun pada
awalnya menunjukkan minat) untuk bergabung dengan Singapura, Sabah,
Sarawak, dan Tanah Melayu untuk membentuk Malaysia dan akhirnya Sultan
Brunei ketika itu bercadang untuk membentuk sebuah negara yang merdeka.
Pada 1967, Sultan ke-28, Omar Ali Saifuddin III (1950-1967) telah turun
dari takhta dan melantik putra sulungnya Hassanal Bolkiah, menjadi Sultan
Brunei ke-29. Baginda juga berkenan menjadi Menteri Pertahanan setelah Brunei
mencapai kemerdekaan penuh dan disandangkan gelar Paduka Seri Begawan
Sultan. Pada tahun 1970, pusat pemerintahan negeri Brunei Town, telah diubah
namanya menjadi Bandar Seri Begawan untuk mengenang jasa baginda. Baginda
mangkat pada tahun 1986.
Pada 4 Januari 1979, Brunei dan Britania Raya telah menandatangani
Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan. Perjanjian tersebut berisi 6 pasal.
Akhirnya setelah 96 tahun di bawah pemerintahan Inggris Brunei resmi menjadi
negara merdeka di bawah Sultan Hassanal Bolkiah pada 1 Januari 1984, Brunei
Darussalam telah berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya.
2.4 BRUNEI DARUSSALAM PADA MASA KEMERDEKAAN
Setelah merdeka Brunei menjadi sebuah negara Melayu Islam Beraja.
“Melayu” diartikan dengan negara melayu yang mengamalkan nilai-nilai tradisi
atau kebudayaan melayu yang memiliki unsur-unsur kebaikan dan
menguntungkan. “Islam” diartikan sebagai suatu kepercayaan yang dianut negara
yang bermazhab Ahlussunnah Waljamaah sesuai dengan konstitusi dan cita-cita
kemerdekaannya. “Baraja” adalah suatu sistem tradisi melayu yang telah lama
ada.
Brunei merdeka sebagai negara Islam di bawah pimpinan sultan ke-29,
yaitu Sultan Hassanal Bolkiah Mu’izzadin Waddaulah. Panggilan resmi
13
kenegaraan saultan adalah “ke bawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri
Baginda dan yang dipersatukan negeri. Gelar “Muizaddin Waddaulah” (pinata
agama dan negara) menunjukkan ciri keislaman yang selalu melekat pada setiap
raja yang memerintah.
Sebelum abad 16, Brunei memainkan peranan penting dalam penyebaran
Islam di Wilayah Kalimantan dan Filipina. Sesudah merdeka, di tahun 1984
Brunei kembali menunjukkan usaha serius bagi memulihkan nafas ke-islaman
dalam suasana politik yang baru. Di antara langkah-langkah yang diambil ialah
mendirikan lembaga-lembaga modern yang selaras dengan tuntutan Islam.
Disamping menerapkan hukum syariah dalam perundangan negara, didirikan
Pusat Kajian Islam serta lembaga keuangan Islam.
Sultan telah melakukan usaha penyempurnaan pemerintahan yaitu dengan
membentuk Majelis Agama Islam atas dasar UU agama dan Mahkamah Kadi
tahun 1955. Majelis ini bertugas menasehati sultan dalam masalah agama Islam.
Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak
pemerintahan monarki konstitusional dengan Sultan yang menjabat sebagai
Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap sebagai Perdana Menteri
dan Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan
beberapa Menteri, yang dipilih dan diketuai oleh Sultan sendiri. Sultan Hassanal
Bolkiah yang gelarnya diturunkan dalam wangsa yang sama sejak abad ke-15,
ialah kepala negara serta pemerintahan Brunei. Baginda dinasihati oleh beberapa
majelis dan sebuah kabinet menteri. Pemilu, menurut kontitusi, harus diadakan
setiap 5 tahun. Namun sejak 1965 tidak pernah lagi diadakan pemerintahan
umum. Partai Demokrasi Nasional Brunei, partai politik satu-satunya dinegara ini,
dibentuk pada tahun 1985.
Langkan lain yang ditempuh sultan adalah menjadikan Islam benar-benar
berfungsi sebagai pandangan hidup rakyat Brunei dan satu-satunya ideologi
negara. Untuk itu dibentuk jabatan hal Ehwal Agama yang bertugas menyebarkan
paham Islam. Baik kepada pemerintah beserta aparatnya maupun kepada
14
masyarakat luas. Brunei mengembangkan hubungan luar negeri dengan masuk
Organisasi Konferensi Islam, ASEAN dan PBB.
Untuk kepentingan penelitian agama Islam, pada tanggal 16 September
1985 didirikan pusat dakwah yang juga bertugas melaksanakan program dakwah
serta pendidikan kepada pegawai-pegawai agama serta masyarakat luas dan pusat
pameran perkembangan dunia Islam. Di Brunei orang-orang cacat dan anak yatim
menjadi tanggungan negara. Seluruh pendidikan rakyat (dari Tk sampai Perguruan
Tinggi) dan pelayanan kesehatan diberikan secara gratis.
2.5 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI BRUNEI
DARUSSALAM
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan menusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan: proses, perbuatan, cara mendidik.20 Pendidikan juga disebut sebagai
sistem training dan pengajaran yang didesain untuk memberi pengetahuan dan
keterampilan. Pendidikan bukan hanya suatu upaya yang rnelahirkan proses
pembelajaran yang bermaksud membawa manusia menjadi sosok yang potensial
secara intelektual melalui transfer of knowledge yang kental, tetapi proses tersebut
bermuara kepada upaya pembentukan masyarakat yang berwatak, beretika, dan
estetika serta bermoral.
Pendidikan Islam menurut Razalinda Under adalah satu usaha untuk
mengembangkan fitrah manusia sesuai dengan ajaran agama Islam berlandaskan
al-Qur'an dan al-Sunnah yang akhirnya akan mewujudkan satu masyarakat yang
bertamaddun tinggi, penuh rahmat dan kebahagiaan serta mendapat keredaan
Allah, Pendidikan Islam berusaha untuk mengembangkan semua aspek dalam
kehidupan manusia. Aspek-aspek tersebut meliputi antara lain, spritual,
intelektual, imajinasi, keilmiahan, dan lain sebagainya.
20 AS. Hornby, Oxforfd Advance Leaner’ Dictionary of Current English Ed.IV (Oxford: Oxford University Press, 1989), h.385.
15
Dengan demikian, pendiclikan bertujuan untuk memadukan paling tidak
tiga aspek pada diri manusia yaitu: aspek intelektual, spritual, dan emosional.
Tern yang diidentikkan dengan istilah pendidikan adalah pengembangan sumber
daya manusia. Kemajuan suatu bangsa terkadang diukur dengan kualitas sumber
daya manusianya.
Oleh karena itu, hampir semua negara berusaha secara maksimal untuk
meningkatkan sumber daya manusianya. Brunei Darussalam sebagai sebuah
negara sudah barang tentu akan memperhatikan sumber manusianya. Hal ini
selalu ditekankan oleh para menteri kabinet dalam setiap pidatcnya tentang
tantangan mengelola perubahan dalam konteks pembangunan nasional. Oleh
karena itu pemerintah Brunei meningkatkan pengelolaan sumber daya manusia
yang menurutnya terletak pada pelatihan generasi muda. Bahasa Melayu dan
Inggris rnemiliki penekanan yang sama. Pada pendidikan dasar pelajaran
diajarkan dalam bahasa Inggris. Penekanan pada bahasa Inggris ini diimbangi
dengan pengajaran MIB (Melayu Islam Beraja atau KerajaanIslam Melayu)
seperti ajaran agama Islam, yang merupakan program pengajaran mural inti di
sekclah. Pelajaran satu tahun dalam bidang MIB terutama diwajibkan untuk
mahasiswa. Sekclah-sekolah sekunder bahasa Arab juga dibangun pada tahun
1970, dan bagi siswa yang memenuhi syarat kemudian dikirim ke Al—Azhar
University di Kairc. Brunei Religious Teachers College (sekolah Guru Agama
Brunei) yang didirikan pada tahun 1972 melatih dan mempersiapkan guru-guru
agama. Universitas Brunei Darussalam menyelenggarakan perternuan ketiga-nya
pada tahun 1991, dan menelorkan 200 lulusannya.
Sistem pendidkan Islam telah mengalami perubahan yang pada awalnya
dilakukan secara pribadi oleh para ulama melalui lembaga yang mereka miliki
yang lebih bersifat tidak resmi atau informal. Pendidikan Islam bagi orang Brunei
ditujukan kepada semua lapisan masyarakat tidak hanya untuk satu-satu kelompok
masyarkat. Pendidikan tidak boleh hanya berpusat di istana atau di kediaman
golongan elite, tetapi kini juga bertempat di masjid-masjid, atau surau-surau,
balai-balai ibadat, pondok - pondok pengajian agama Islam ticlak terkecuali juga
di rumah guru-guru agama. Kampong Air merupakan pusat pelajaran agama.
16
Pada tahun 1950-an pendidikan Islam belum memiliki kurikulum
tersendiri dan tidak terikat dengan waktu. Pengajian hanya bersifat perorangan,
tenaga pengajar hanya menerima ehsan clan pemberian sukarela dari pelajarnya,
serta pelajar-pelajarnya masih didominasi kaum lelaki. Namun, sekarang
pendidikan agama lebih sistimatik, guru-guru agama harus ditatar di sekolah
agama yang dikenal. Pendidkan agama Islam juga menjadi salah satu mata
pelajaran yang diterapkan di seluruh sekolah.
Ajaran Islam merupakan program pengajaran moral inti sekclah-sekolah di
Brunei, tanpa mengabaikan pelajaran lain termasuk bahasa Inggris tetap menjadi
penekanan.
Selanjutnya diuraikan perkembangan sekolah di Brunei. Sekolah
menengah agama Islam Shamsuddiniah, merupakan sebuah sekolah menengah
agama. Sekolah ini terletak di Kampung Parit Medan, Kundang Ulu, Muar.
Ternpatnya yang jauh dari kesibukan bandar ini memberikan satu keistimewaan
kepada sekolah ini, di mana ia sering menjadi pilihan ibu bapak yang mau
memberikan anak-anak mereka didikan agama yang sempurna di samping untuk
mengelakkan mereka dari gejala sosial yang kian meruncing dewasa ini.
Seperti umunya madrasah di negara lain, pelajaran yang diajarkan di
Madrasah Shamsuddiniah adalah tauhid, fikih, hadis, nahu, saraf dan lain-lain.
Menjelang tahun 1956, meskipun fasilitas seadanya sekolah ini diminati oleh
masyarakat. Madrasah ini juga melakukan perubahan kurikulum mengikuti sistem
pendidikan yang dipergunakan oleh sekolah-sekolah Arab negeri johor ketika itu.
Dengan pemberlakuan kurikulum tersebut maka Madrasah Shamsuddiniah
didaftarkan sebagai Sekolah Menengah Agama (Rendah) negeri johor. Sistern
pendidikan yang berorientasikan pondok ini senantiasa melaksanakan pendidikan
meskipun kondisinya masih sangat kekurangan, tetapi demikian semangat para
peserta didik tetap menikmati kondisi ini dengan keadaan seperti ini rnereka dapat
menguasai bahasa Arab denganbaik ditambah dengan penggunaan bahasa Inggris
dan bahasa Melayusebagai medium komunikasi.
17
BAB III
PENUTUPAN
3.1 KESIMPULAN
Perkembangan Islam di Brunei merupakan satu usaha yang berterusan
oleh para pedagang-pedagang dari Arab, India dan China. Perkembangan ini juga
disokong oleh sultan-sultan Brunei yang sentiasa menggalakkan penyebaran Islam
di Brunei malahan dikawasan sekitar Brunei seperti di Sambas, Sulu dan
Mindanao. Galakan dan semangat untuk berjuang mempertahankan Brunei
daripada ancaman Sepanyol yang bereita-eita untuk menyebarkan agama Kristian.
"Tujuan utama kita adalah sentiasa untuk menukarkan agama
penduduk-penduduk pulau-pulau Hindia dan Terra Firma21
kepada agama suci kita [Kristian] dan menghantar mereka
biskop-biskop, mubaligh dan orang terpelajar yang lain untuk
mengajar, mendidik dan melatih mereka supaya bertataterib22”
Cabaran dan aneaman daripada Sepanyol tidak mematahkan semangat
penyebar-penyebar ajaran Islam. Malahan eabaran ini yang menjadikan mereka
begitu bersemangat untuk berjuang dan juga menyokong perjuangan penduduk
tempatan di Sulu dan Mindanao untukmenentanganeaman Sepanyol pada abad ke-
16 dan 17 Masihi.
21 Terra Firma ,(2006), penjajahan Portugis dan Spanyol Ke atas Asia tenggara :Suatu Pengamatan Semula, Shah Alam : Karisma Publications h.126.22 Gregorio F. Zaide, (1972), Sejarah Politik Dan Kebudayaan Fillipina, Volume 1, Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka, h.232.
18