Download - hamzah fansuri penyair sufi Aceh.docx
hamzah fansuri
penyair sufi aceh BIBLIOTHEEK KITLV
0053 7751
ogs \eo nolo HAMZAH FANSURI
PENYAIR SUPI ACEH iL .
l
- A/
HAMZAH FANSURI
PENYAIR SUFÎ ACEH
Penyunting
ABDUL HADI W.M.
L.K . ARA
KATA PENGANTAR
PROF. A.HASMY
Penerbit
LOTKALA
HAMZAH FANSURI
SASTRAWAN SUFI ABAD XVII
Oleh A. Hasmy
I
Fansuri dua bersaudara itu, Ali dan Hamzah, berasal dari Parsia. Pada zaman Kerajaan Islam Samudra/Pasai diperintah Sulthan Alaiddin Malikussalih (659 - 688 H. = 1261 - 1289 M.) banyak Ulama Besar dari Negeri Parsi yang datang ke sana, baik untuk mengajar pada pusat-pusat Pendidikan Islam yang bernama "'Dayah", maupun untuk menyumbangkan tenaganya pada lembaga- lembaga pemerintahan. Salah seorang di antara Ulama Besar, yaitu "nenekmoyangnya" Ali dan Hamzah, dipercayakan oleh Kerajaan untuk memimpin Pusat Pendidikan yang bernama DAYAH BLANG PRIA. Ulama Besar tersebut terkenal dengan nama Syekh Al Fansuri, hatta keturunannya yang menjadi Ulama memakai "Fansuri" di ujung namanya.
Pada masa Sulthan Alaiddin Riayat Syah Saidil Mukammil memerintah Kerajaan Aceh Darussalam (997 — 1011 H. = 1589 — 1604 M.), dua orang Ulama turunan Syekh Al Fansuri mendirikan dua buah Pusat Pendidikan Islam di pantai barat Tanah Aceh, yaitu di Daerah Singkel. Ali yang telah menjadi Syekh Ali Fansuri mendirikan Dayah Lipat Kajang di Simpang Kanan, sementara adiknya, Hamzah, yang telah menjadi Syekh Hamzah Fansuri mendirikan Dayah Oboh di Simpang Kiri Rundeng. /= - Dalam tahun 1001 H. = 1592 M., Syekh Ali Fansuri dikurniai seorang putera dan diberi nama Abdurrauf, yang kemudian Cf menjadi seorang Ulama Besar yang bergelar Syekh Abdurrauf Fansuri dan lebih terkenal dengan lakab Teungku Syiahkuala.
Abdurrauf Syiahkuala kemudian menjadi lawan terbesar dari "Filsafat Ketuhanan" Wahdatul Wujud yang dianut pamannya, Syekh Hamzah Fansuri, dan Khalifahnya yang terkenal Syekh 5 Syamsuddin Sumatrani. Syek Abdurrauf Fansuri dan Nuruddin Ar Raniri adalah dua tokoh Ulama Besar penganut dan penegak Filsafat Ketuhanan Isnainiyatul Wujud. Apabila dan dimana tempat lahir Hamzah Fansuri, belum diketahui dengan pasti. Ada yang mengatakan di samura/Pasai dan ada pula yang mengatakan di Singkel. Dalam serangkum sajaknya, Hamzah menjelaskan tentang asal-usulnya :
Hamzah ini asalnya Fansuri,
Mendapat wujud di tanah Syahr Nawi,
Beroleh khilafat ilmu yang 'ali,
Daripada Abdulqadir Saiyid Jailani.
Dalam sajak tersebut, kecuali menerangkan bahwa nenek-moyangnya ialah Syekh Al Fansuri, juga Hamzah menjelaskan bahwa beliau adalah pengikut Tharikat Abdulqadir Jailani, seorang Ulama Tasauwuf terkenal. Dalam sajak yang lain, dijelaskan bahwa beliau hidup pada masa kerajaan Aceh Darussalam di bawah pemerintahan Sulthan Alaiddin Riayat Syah IV Saiyidil Mukammil (997 — 1011 H =1589-160 4 M.) :
Hamba mengikat syair ini,
Dibawah hadlarat raja wali.
Syah Alam raja yang adil,
Raja kutub sempurna kamil,
Wali Allah sempurna wasil,
Raja arif lagi Mukammil.
Dalam sajak yang lain, yang diciptakannya waktu Hamzah sedang berada di Kota Quddus (Baital Maqdis/Darussalam) Palestina, dijelaskan bahwa tanah airnya adalah Tanah Aceh :
Hamzah gharib Uanggas Quddusi,
Akan rumahnya Baitul Makmuri,
Kursinya sekalian kapuri,
Di Negeri Fansuri minal asyjari.
Melayu dan Penyair Sufi di Rantau Asia Tenggara, adalah suatu kebenaran yang dibuktikan fakta-fakta sejarah. Waktu sedang di rantau (Kota Quddus, Palestina), Hamzah menerangkan bahwa rumahnya (tempat lahirnya) di Baitul Makmur, nama lain dari Aceh Darussalam, tegasnya di Kampung Oboh Simpang Kiri (Singkel) yang telah berubah namanya menjadi "Negeri Fansuri", semenjak Hamzah mendirikan Dayah (Pusat Pendidikan Islam) di kampung tersebut. Pengarang buku "The Mysticcism of Hamzah Fansuri", Prof. Dr. Naguib Alatas, dalam sebuah ceramahnya di depan para sarjana di Darussalam Banda Aceh pada awal tahun tujuhpuluhan, menerangkan bahwa Hamzah Fansuri adalah Pujangga Melayu terbesar dalam abad XVII, Penyair Sufi yang tidak ada taranya pada zaman itu. Hamzah Fansuri adalah Jalaluddin Rumi"-nya Kepulauan Nusantara, demikian Naguib Alatas menegaskan, yang selanjutnya mengatakan bahwa Hamzah Fansuri adalah pencipta bentuk pantun pertama dalam bahasa Melayu. Tentang Syekh Hamzah Fansuri sebagai seorang Pujangga Pengetahuannya yang luas, yang ditimbangnya di Dayah Biang Pria Samudra/Pasai, India, Parsia dan Arabia telah mengangkat beliau ke tempat kedudukan yang tinggi. Penguasaannya akan baha, bahasa Urdu dan bahasa Parsia telah membantu beliau untuk memahami dan menghayati sa Arab tasauwuf/thariqat dan filsafat Ibnu Arabi, Al Hallaj, Al Bistami, Maghribi, Syah
Nikmatullah, Dalmi, Abdullah Jilli, Jalaluddin Rumi, Abdulqadir Jailani dan lain-lainnya.
Dalam Filsafat Ketuhanan, Hamzah Fansuri menganut aliran "Wahdatul Wujud", dan sebagai seorang Penyair Sufi beliau menjadi pengikut dan pemuka Thariqat Qadiriyah. Pengembaraannya yang jauh ke negeri-negeri Semenanjung Tanah Melayu, Pulau Jawa, India, Parsia, Arabia dan sebagainya, telah membuat Hamzah Fansuri mempunyai cakrawala yang
sejauh ufuk langit, sehingga beliau menjadi seorang pengarang sastrawan, yang karya tulisnya berisi padat dan penuh dengan butir-butir filsafat, tetapi halus dan enak dibaca. Sebagaimana lazimnya "Penyair Sufi", maka sajak-sajak Hamzah Fansuri penuh dengan rindu-dendam; rindu kepada Mahbubnya, Kekasihnya, Khaliqnya, Allah Yang Maha Esa. Sedemikian rindunya, hatta dia merasa seperti telah bersatu menjadi satu dengan Kekasihnya itu, sehingga Hamzah seakan-akan berbicara dengan Lidah Khaliqnya, mendengar dengan Telinga Khaliqnya, melihat dengan Mata Khaliqnya, mencium dengan Hidung Khaliqnya, karena jasadnya telah luluh ke dalam Khaliqnya; Mahbub yang dirindukannya itu.
Karena itulah, maka "Karya Tulis" Hamzah Fansuri sukar dimengerti dan dipahami oleh orang yang tidak banyak membaca dan mendalami buah pikiran dan filsafat Ulama Tasauwuf/Penyair
Sufi. Sepanjang yang saya ketahui, ada lima buah Karya Tulis dari Syekh Hamzah Fansuri, dan yang tidak saya ketahui kemungkinan besar lebih dari sepuluh.
Kelima Karya Tulisnya yang saya ketahui, yaitu : Asraarul Arifiin Fi Bayani Ilmis Suluk wat-tauhid, yang membahas masalah-masalah ilmu tauhid dan ilmu thariqat.
Dalam kitab ini tersimpan ajaran-ajaran beliau.
2. Syaraabul Asyiqin, yang membicarakan masalah-masalah
thariqat, syariat, haqiqat dan makrifat.
3. Al Muntahi, yang membicarakan masalah-masalah tasauwuf.
4. RubaH Hamzah Fansuri, syair sufi yang penuh butir-butir
filsafat.
5. Syair Burung Unggas, juga sajak sufi yang dalam maksudnya.
Menurut Hamzah Fansuri, bahwa manusia yang telah menjadi
"Insan Kamil" tidak ada lagi pembatas antara dia dan Mahbubnya,
karena Insan Kamil telah menfanakan dirinya ke dalam diri
Kekasih yang dirindukannya v
Mahbubmu itu tiada berhasil,
Pada ainama tawallu jangan mau ghafil,
Fa samma Wajhullah sempurna wasil,
Inilah jalan orang kamil.
8 Kekasihmu dlahir terlalu terang,
Pada kedua alam nyata terbentang,
Ahlul Makrifah terlalu menang,
Wasilnya daim tiada berselang.
Hempaskan akal dan rasamu,
Lenyapkan badan dan nyawamu,
Pejamkan hendak kedua matamu,
Di sana lihat peri rupamu.
Tujuan utama Prof. Dr. Saiyid Naguib Alatas ke Aceh pada awal tahun tujuhpuluhan, yaitu untuk mencari naskah "Ruba'i Hamzah Fansuri" yang lengkap. Telah dicarinya ke Negeri Belanda, Inggeris, Prancis dan lain-lain negeri Eropah, tetapi tidak dijumpainya; yang didapatinya hanya sejumlah rangkum-rangkumnya yang terpisah-pisah. Yang dicari itu, juga di Aceh tidak jumpainya, sekalipun beliau telah mengunjungi beberapa perpustakaan tua, seperti Perpustakaan Day ah Tanoh Abey yang masih menyimpan lebih 1000 buah naskah tua tulisan Arab Melayu.
Waktu saya mencari bahan-bahan untuk penyusunan sebuah buku (sedang dalam penyiapan), saya berhasil mendapati dua naskah tua Karya Tulis Syekh Hamzah Fansuri, yaitu Syarah Ruba'i Hamzah Fansuri dan Syair Burung Unggas.
Syarah Ruba'i Hamzah Fansuri, yaitu Ruba'i yang telah disyarahkan oleh Syekh Saymsuddin Sumatrani, Khalifahnya yang utama, saya dapati dalam kumpulan beberapa Karya Tulis karang-
an Syekh Abdurrauf Syiahkuala, yang saya pinjam dari Almarhum Teungku Muhammad Yunus Jamil. Syarah Ruba'i Hamzah Fansuri
setelah saya fotokopikan, kemudian menganalisanya menjadi sebuah buku dengan judul : Ruba'i Hamzah Fansuri Karya Sastra Sufi Abad XVII, dan dalam tahun 1976 telah diterbitkan di Kuala Lumpur oleh Dewan Bahasa Dan Pustaka.
Naskah tua Syair Burung Unggas, saya dapati dalam tumpukan puing-puing naskah tua, sisa Perpustakaan Teungku Chik Kuta karang, tidak berapa jauh dari Banda Aceh. Menurut setahu
saya, Naskah Syair Burung Unggas belum pernah diterbitkan. Mungkin sekali saya orang pertama yang menemunya di Indonesia. Sungguhpun tidak begitu panjang, namun mempunyai arti yang penting. Beberapa rangkum dari Syair Burung Unggas, saya turunkan di bawah ini :
Unggas itu yang amat burhana,
Daimnya nantiasa di dalam astana,
Tempatnya bermain di Bukit Tursinà,
Majnun dan Laila adalah di sana.
Unggas itu bukannya nuri,
Berbunyi ia syadda kala hari,
Bermain tamasya pada segala negeri,
Demikianlah murad insan sirri.
Unggas itu bukannya balam,
Nantiasa berbunyi siang dan malam,
Tempatnya bermain pada segala alam,
Di sanalah tamasya melihat ragam.
Unggas itu terlalu indah,
Olehnya banyak ragam dan ulah,
Tempatnya bermain di dalam Ka'bah,
Pada Bukit Arafah kesudahan musyahadah.
Unggas itu terlalu pingai,
Warnanya terlalu bisai,
Rumahnya tiada berbidai,
Duduknya daim di balik tirai.
Putihnya terlalu suci,
Daulahnya itu bernama ruhi,
Milatnya terlalu sufi,
Mushafnya bersurat Kufi.
Arasy Allah akan pangkalnya,
Jambullah akan tolannya,
10 Baitullah akan sangkarnya,
Menghadap Tuhan dengan sopannya.
Sufinya bukannya kain,
Fi Mekkah daim bermain,
Ilmunya lahir dan batin,
Menyembah Allah terlalu rajin.
Zikrullah kiri kanannya,
Fikrullah rupa bunyinya,
Syurbah tauhid akan minumnya,
Daim bertemu dengan Tuhannya.
Pada akhir pemerintahan Sulthan Iskandar Muda Meukuta Alam (wafat 29 Rajab 1046 H. = 27 Desember 1636 M.), Syekh Hamzah Fansuri meninggal dunia di Wilayah Singkel, dekat kota kecil Rundeng. Beliau dimakamkan di Kampung Oboh Simpang Kiri Rundeng di Hulu Sungai Singkel. Saya telah dua kali ziarah ke sana. Makamnya sangat dimuliakan
Jakarta, 2 Agustus 1984
11 1 2 HAMZAH FANSURI
BAPAK SASTRA DAN BAHASA MELAYU
Oleh: Abdul Hadi W.M.
Waktu dan tempat Hamzah Fansuri lahir sampai sekarang masih
merupakan teka-teki. Demikian juga tahun kapan ia meninggal tak
diketahui secara pasti. Namun bahwa ia merupakan seorang sufi
besar yang luas pengaruhnya diwilayah Nusantara pada abad ke-17
dan sesudahnya, tidak ada yang bisa menyangkal. Justru karena
luasnya pengaruh ajaran-ajarannya itulah yang membuat kita ber-
tanya-tanya mengapa tidak ada catatan yang resmi kapan ia lahir
dan meninggal. Hikayat Aceh sendiri misalnya tidak menyebut
adanya seorang tokoh sastra dan ahli tasawuf bernama Hamzah Fansuri, suatu kekeliruan yang amat besar, karena dengan demikian seakan-akan tokoh Hamzah Fansuri tidak pernah muncul dalam sejarah Aceh. Namun hal itu bisa dimaklumi. Peniadaan nama Hamzah Fansuri dan jejaknya dalam sejarah memanglah disengaja dan merupa-
kan kelanjutan dari perintah pemusnahan terhadap karya-karyanya
yang dipandang penuh dengan ajaran-ajaran yang berbahaya dan
menyesatkan. Ketika pengaruh Hamzah Fansuri sudah berakar
dalam masyarakat Aceh pada awal abad ke-17, khususnya pada
masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636), datanglah
untuk kedua kalinya seorang ulama dari Ranir India bernama
Nuruddin, yang kelak akan kita kenal dengan nama Nuruddin
A raniri. Ia adalah seorang ulama ortodoks dan tidak menyukai
ajaran tasawuf Hamzah Fansuri. Dalam waktu yang singkat Nurud-
din Arraniri dapat mempengaruhi sultan. Setelah itu ia berhasil
mendorong sultan melakukan pemusnahan terhadap ajaran-ajaran
Hamzah Fansuri, sehingga seorang tokoh pribumi dengan mudah
dapat disingkirkan oleh seorang pendatang. Dengan demikian pe-
nyingkiran terhadap Hamzah Fansuri, yang diikuti dengan penge-
jaran terhadap dirinya dan pengikut-pengikutnya serta pembakar-
an karya-karyanya, lebih merupakan peristiwa politik.
13 Namun sejarah tidak bisa dibohongi. Begitu Hamzah Fansuri
meninggal dunia namanya tiba-tiba melejit lagi dan menjadi buah
bibir orang. Pengikut-pengikutnya yang setia ternyata tidak sedikit,
dan merekalah yang berhasil menyelamatkan salinan karya-karya
Hamzah Fansuri sehingga sampai kepada kita sekarang ini Pertanya-
an yang muncul kepada kita setelah lebih tiga abad kematiannya
adalah: "Benarkah ajaran tasawuf Hamzah Fansuri sesat? Tidak-
ka h apa yang ia alami serupa saja dengan apa yang dialami Al-Hallaj,
v yang hukuman matinya lebih merupakan peristiwa politik?"
Kita tidak perlu menjawab pertanyaan itu sebelum memper-
hatikan sungguh-sungguh apa yang ia ajarkan dalam karya-karya-
nya. Sebab karya-karya Hamzah sendirilah kelak yang akan men-
jadi saksi atau hakim apakah ia seorang sufi yang sesat ataukah
tidak.
Meskipun hari dan tahun kelahirannya tidak diketahui dengan
pasti, ia diperkirakan hidup antara pertengahan abad ke-I 6 dan
awal ke-17 pada masa pemerintahan raja Iskandar Muda. Karena
tambahan nama di belakangnya "Fansur" itulah kita sekarang me-
ngenalnya sebagai tokoh yang berasal dari Barus, Aceh, sebab kata-
kata Melayu "Barus" bila diterjemahkan ke dalam bahasa Arab
akan menjadi "Fansur". Tapi di dalam sajak-sajaknya ia pun me-
nyebut bahwa dirinya berasal dari Shahr Nawi, sebuah kota di
Siam tempat bermukimnya pedagang dan ulama Islam dari Persia
dan Arab. Jadi meskipun tidak bisa dipastikan di mana ia lahir se-
benarnya, jelaslah kedua tempat ini memiliki arti yang penting
dalam hidupnya.
Sajak-sajaknya juga menyatakan bahwa ia telah mengembara
ke berbagai tempat dan negeri seperti Jawa, Siam, Semenanjung
Melayu, Pesisir Sumatra, Persia dan tanah Arab. Selain menguasai
bahasa Melayu, ia mahir pula dalam bahasa-bahasa Persia dan Arab.
Penguasaan bahasanya inilah agaknya yang membuat ia sangat
mudah menguasai berbagai buku tasawuf dari sufi-sufi terkemuka
Persia. Di dalam uraian-uraian tasawufnya misalnya tak sedikit
sajak-sajak para sufi Persia itu ia kutip dalam bahasa aslinya, kemu-
dian dibubuhi terjemahannya dalam bahasa Melayu.
Malahan ia tak segan-segan menyatakan bahwa ia belajar lang-
sung tasawuf dari sufi-sufi terkemuka di Persia. Ia juga diberitahu-
kan telah mengunjungi Mekkah dan Medinah, dan menunaikan
ibadah haji.
14 Dalam sebuah sajaknya ia menulis :
Hamzah Fansuri di Negeri Melayu
Tempatnya kapur di dalam kayu
"Kapur" dalam sajak ini sama dengan "barus", menunjukkan
tempat asal Hamzah. Agaknya ia sengaja memakai kata-kata "ka-
pur" itu setelah baris yang menyebutkan namanya sendiri (Hamzah
Fansuri), lalu ia membuat ungkapan yang menunjuk pada makrifat
(uniomystika), : tempatnya kapur di dalam kayu.
Di dalam sajaknya yang lain ia menulis:
Hamzah Shahr-Nawi terlalu hapus
Seperti kayu sekalian hangus
Asalnya Laut tiada berharus
Menjadi kapur di dalam Barus
Sajak ini mewartakan bahwa ia seakan-akan berasal dari Shahr-
Nawi, Siam, namun dibesarkan dan mempelajari tasawuf sampai
makrifat di tanah barus. Kata-kata "kayu sekalian hangus" menun-
jukkan bahwa ia mencapai makrifat. Seseorang yang mencapai mak-
rikat. atau fana hapus) dengan Tuhannya, sering dilambangkan
sebagai sesuatu yang kembali ke asalnya "Laut tak berarus", suatu
ungkapan yang sering digunakan juga oleh Ibn Arabi dan Jalaluddin
Rumi. Laut di sini adalah lambang dzat yang maha luas. Sedang
baris "menjadi kapur di dalam Barus" mewartakan bahwa ia men-
capai tingkat kesufian di tanah Barus.
Sebagai penyair, di sini ia berhasil memadukan tahapan penga-
laman kerohanian yang ia capai dengan tempat di mana ia men-
capainya. Artinya ia mampu menyatukan dunia luar dan dunia
dalam yang sangat inti dalam penulisan puisi, menjadi suatu ung-
kapan yang utuh. berdimensi ganda, menyaran ke banyak segi.
Ketika tingkat kesufian telah ia capai, maka ia tak peduli lagi
pada tempat kelahirannya di dunia ini, sebab lahir di mana saja
sebenarnya sama. Yang penting adalah ia telah paham bahwa ia
berasal dari Dzat di luar dunia ini. Katanya :
Hamzah gharib Unggas Quddusi
Akan rumahnya Baytul Makmuri
Kursinya sekalian ia kapuri
Di negeri Fansuri minal ashjari
15 Jika sajak ini dialihkan ke dalam bahasa Indonesia masa kini,
saya kira akan menjadi sebagai berikut:
Hamzah asing si burung suci
Rumah diamnya di Baitul Makmur
Tahtanya putih ia kapuri
Dari kayu di tanah Fansuri
Dalam sajak ini Hamzah Fansuri menyebut dirinya orang asing
atau pengembara asing di dunia ini (lihat juga Rumi). Secara ha-
kiki ia adalah roh suci (burung suci). Dan rumah yang sebenar-
nya adalah di dalam hatinya. Ia memakai ungkapan "baytul mak-
mur" untuk menyebut hati, suatu ungkapan yang biasa kita temui
dalam kepustakaan sufi, yang kemudian juga dipakai di dalam
tasawuf Jawa, misalnya oleh Ronggowarsito (lihat: Hidayat Jati).
Berdasar sajak-sajak ini S. Naguib Al-Attas dalam bukunya
"The Mysticisun of Hamzah Fansuri" (Kualalumpur: 1970) meng-
ajukan kemungkinan tentang tempat kelahirannya. Kemungkinan,
kata Al-Attas, Hamzah dilahirkan di Shar Nawi, namun ayahnya
berasal dari Barus, dan menjelang ayahnya wafat ia pun kembali ke
Barus. Tetapi dibagian lain ia menulis bahwa ia berasal dari Barus, dan
mencapai tingkat kesufian di tanah Shahr Nawi:
Hamzah nin asalnya Fansuri
Mendapat wujud di tanah Shahr Nawi
Namun begitu apakah ia dilahirkan di Barus atau Shahr Nawi
agaknya tidak menjadi penting lagi. Yang jelas bukan orang asing
seperti Nuruddin Arraniri yang berasal dari Ranir di India itu.
Seperti ia tulis dalam sajaknya:
Hamzah Fansuri orang uryani
Seperti Ismail menjadi qurbani
Bukannya Ajami lagi Arabi
Sementara wasil dengan Yang Baqi
Di sini ia mewartakan bahwa ia orang fakir (uryani=telanjang),
16 telah menjalani pengorbanan sebagaimana nabi Ismail. Ia bukan
orang Persia (Ajami) atau pun Arab, dan selalu manunggal (menya-
tu diri) dengan Tuhannya.
Di bagian lain, sementara ia mengaku berasal dari Barus, dan
mendapat pelajaran sufi di Shahr Nawi ia mengatakan bahwa ia ^
mendapat khilaf at atau ilmu tasawuf di Bagdad. Dan ajaran tasa-
wuf yang ia peroleh adalah ajaran Syekh Abdulkadir Jailani.
Namun karya-karya Hamzah Fansuri sendiri menunjukkan bahwa
bukan pengaruh Jailani yang besar kepadanya, melainkan ajaran
Ibn Arabi. Di samping itu Hamzah menunjukkan bahwa dirinya
sangat dekat dengan tokoh-tokoh sufi yang lain serta karya-karya
puisinya, seperti: Bistami, Baghdadi, Al-Hallaj, Imam Ghazali,
Mas'udi, Farid Attar, Jalaluddin Rumi, Shabistari, Maghribi,
Iraqi, Sa'di, Nikmatullah, Jami dan Karim Al-Jili.
Sebuah sajaknya yang terkenal yang mengabarkan keluasan
daerah yang ia kunjungi dan pengakuannya bahwa rumahnya yang
sejati adalah hatinya sendiri, yang dalam sajaknya terdahulu di
sebut "baytul makmur" adalah ini:
Hamzah Fansuri di dalam Mekkah
Mencari Tuhan di Baitul Ka'bah
Dari Barus ke Kudus terlalu payah
Akhirnya dijumpa di dalam rumah
Seperti sajak-sajaknya yang lain tempat-tempat yang mempu-
nyai arti penting bagi hidupnya, muncul dalam sajak ini dan menjadi
sangat berarti atau bermakna baik sebagai pelambang atau pembentuk
nilai sajak. Kita diberi tahu di sini betapa jauhnya Hamzah Fansuri men- \s
cari Tuhannya, betapa payah badan dan rohaninya, sehingga akhirnya
Tuhan ia jumpai dalam dirinya.
Barang siapa mengenal dirinya sendiri, ia akan mengenal Tu- v
hannya, kata hadits. Jadi sebenarnya Tuhan itu tidak jauh dari
diri kita. Hanya untuk mendapatkan Tuhan itu yang tidak mudah.
Manusia harus berupaya lahir dan batin, beramal dan mengerja-
kan ibadah, mentaati syariah ajaran agama, serta mendalami
17 agama benar-benar. Hamzah Fansuri dalam sajak ini menunjuk-
—v kan bahwa Tuhan memang tidak jauh dari diri kita, namun untuk
mencapainya manusia harus melakukan perjalanan jauh, karena
begitu lahir ke dunia manusia seakan-akan asing atau jauh dari
hakekat kejadiannya. Di sini jelas bahwa Hamzah Fansuri tidak
^ menolak pentingnya ibadah keagamaan, asal ia dianggap sebagai
benar-benar suatu latihan kerohanian yang penting dan dijalankan
dengan penuh keyakinan dan disiplin. Namun semua itu akhirnya
tergantung pada manusia, apakah ia mampu bercermin pada diri-
nya atau tidak untuk menangkap cahaya ilahi yang tersembunyi
dalam dirinya. Cahaya ilahi yang akan tersingkap bila seseorang
mampu melakukan disiplin kerohanian yang keras, mau belajar
sungguh-sungguh, sebab perjalanan ke dalam diri itu memang
tidak mudah dan payah.
Tuduhan Nuruddin Arraniri bahwa Hamzah Fansuri telah
menempuh jalan yang sesat, ternyata keliru. Dalam sajak-sajak-
nya sendiri Hamzah Fansuri malah mengecam para sufi palsu £
atau pengikut-pengikutnya yang telah menyelewengkan ajaran
tasawuf yang sebenarnya. Kata Hamzah :
Segala muda dan sopan
Segala tuan berhuban
Uzlatnya berbulan-bulan
Mencari Tuhan ke dalam hutan
Segala menjadi "sufi"
Segala menjadi "shawqi" (=pencinta kepayang)
Segala menjadi Ruhi (roh)
Gusar dan masam di atas bumi (menolak dunia)
w\ Tasawuf yang diajarkan Hamzah Fansuri tidak menolak
dunia atau aktivitas keduniaan. Dalam sajak ini jelas ia tidak setuju
dengan para sufi palsu yang suka bertapa atau menyingkirkan diri
ke hutan, menyiksa badan, tidak mau bergaul dengan masyarakat-
nya. Tuhan bisa dicari dalam diri kita sendiri dengan pemahaman
dan perenungan yang dalam, dan percuma ia dicari di hutan yang
18 sepi tanpa pemahaman diri yang mendalam. Kata Hamzah dalam
sajaknya yang lain:
Subhani itulah terlalu ajaib
Dari habbil-warid Ia qarib
Indah sekali Qadi dan Khatib
Demikian hampir tiada beroleh nasib
Baris kedua sajak ini "habbil-warid Ia qarib" adalah kutipan
dari ayat suci bahwa "Dia lebih dekat dari pembuluh darah kita".
Dia begitu indah sebagai Penghulu (Qadi) dan khatib kita. Di
dalam tasawufnya manusia tetap dipandang sebagai hamba dan
sebagai hamba ia wajib menjalankan perintah Tuhan seperti shalat, <£=
hanya dalam beragama sebaiknya manusia itu tidak bertaklid,
melainkan lebih mulia berijtihad:
Aho segala kita bernama Abid
Sembahyang dan shahadat jangan kau taqlid
Dalam sajak ini, sebagaimana dalam sajak-sajaknya yang lain,
tampak kemahiran Hamzah memainkan kata dan merobahnya
untuk kepentingan bunyi dan sajak, tanpa merobah maknanya.
Misalnya kata-kata abdi menjadi abid, dan lain sebagainya
Sebagai seorang sufi, yang tak terlalu memandang tinggi dunia
dan selalu berusaha menjauhkan diri dari penjajahan benda-benda,
ia ternyata seorang yang populis. Ia menganjurkan murid-murid-
nya, untuk lebih dekat dengan orang kecil, dan selalu menjauhi,
atau melawan, penguasa yang lalim. Katanya:
Jikalau bersahabat dengan orang kaya
Akhirnya engkau jadi binasa
Anjurannya untuk menjauhi penguasa yang lalim ia tulis
dalam sajak ini:
Aho segala kamu anak alim
19 Jangan bersahabat dengan yang zalim
Karena Rasulullah sempurna hakim
Melarangkan kita sekalian khadim
Aho segala kamu yang menjadi faqir
Jangan bersahabat dengan raja dan amir
Karena Rasulullah badïhir dan nasir
Melarangkan kita saghir dan kabir
Bila kita kembali kepada sajak-sajaknya mengenai mencari
Tuhan, maka kita lihat di situ bagaimana seorang sufi lebih mele-
takkan kepercayaan kepada dirinya sendiri. Seorang sufi ingin
merealisir kedudukan manusia yang telah ditentukan Tuhan dalam
kitab sucinya, yaitu sebagai khalifah. Ia berdaulat pada dirinya
sendiri, bebas melakukan pilihan-pilihan dengan segala risikonya.
Seni, sebagaimana hidup, adalah realisasi diri sepenuhnya. Begitu-
pun jalan untuk berjumpa dengan Tuhan tidaklah bisa dicapai <fe =
tanpa upaya pembentukan diri, pencarian diri dan realisasi diri.
Di dalam upaya itu iradah atau kehendak memainkan peranan
penting untuk ditingkatkan sehingga menyatu dengan kehendak
Tuhan.
Mengapa sufi mempunyai keyakinan diri yang demikian besar?
Sebab hadits nabi menyatakan bahwa jika seseorang ingin menge-F
nal Tuhannya, ia harus mengenal dirinya terlebih dahulu, dirinya
terdalam. Di dalam diri terdalam inilah terdapat jendela untuk
melihat Tuhan, terdapat cermin untuk menangkap cahaya Tuhan,
terdapat alat perekam terhadap suara-suara Tuhan.
Tuhan itu kreatif, karena itu manusia harus kreatif. Agaknya
ia menyalin surah Annur ketika menulis sajak ini, yang menyata-
kan pandangannya bahwa Tuhan itu kreatif:
Cahaya atharNya tiadakan padam
Memberikan wujud pada sekalian
Menjadikan mahluq siang dan malam
IIa abadi'l-abad tiadakan karam
20 Dari sajaknya ini kita tahu bahwa Hamzah memandang Tuhan
sebagai pencipta dan ada perbedaan antara manusia sebagai hamba
dengan Tuhannya itu. Tapi pada hakekatnya manusia itu juga me-
rupakan faset-faset dari wujud ilahi, karena manusia memang
diciptakan menurut gambaran Tuhan.
Dalam sebuah ungkapan simboliknya ia mengatakan bahwa
"Wujud Tuhannya dengan wujud dirinya esa juga." Ungkapan ini
harus diartikan sebagai tahap terakhir dari perjalanan seorang sufi,
yaitu makrifat, di mana kehendak manusia dengan Tuhan telah
menyatu, sebab kata-kata "Wujud" di sini tidak bisa diartikan
sebagai ada secara fisik, melainkan sebagai "keberadaan" atau
"eksistensi". Dengan kata lain seorang yang telah mencapai
makrifat dengan sendirinya mampu memancarkan keberadaan
Tuhan di dunia, mampu menunjukkan kebesaran Tuhan, mampu
mengemban sifat-sifat ilahi yang diberikan kepadanya. Sebab
kehendaknya telah menyatu dengan kehendak Tuhan, tidak ber-
pisah dengan Tuhan.
Bahwa ia menolak faham hului, faham keleburan selebur-
leburnya dengan Tuhan sehingga pribadinya lenyap di lautan
ketuhanan, tampak dalam sajaknya ini:
Aho segala kita umat Rasuli
Tuntut ilmu hakikat al-wusul
Karena ilmu itu pada Allah qabul
I'tiqadmu jangan ittihad dan hului
Seorang theolog Kristen, Dr Harun Hadiwijono dalam bukunya
"Kebatinan Islam Abad XVI" (Jakarta =1975) memberi komentar
tentang karya Hamzah Fansuri yang masyhur "Asrar al-Arifin"
bahwa Hamzah memulai ajarannya dengan mengemukakan hal
Allah yang sama dengan Allah yang diajarkan oleh para ulama Is-
lam. Ia bertitik tolak dari pandangan bahwa Allah adalah Mahasuci
dan Mahatinggi, yang menciptakan manusia. Jadi Tuhan tetap
berkedudukan sebagai pencipta.
Namun sayang meskipun Harun Hadiwijono menyadari bahwa,
21 anjuran Hamzah Fansuri pada permulaan bukunya itu mengan-
jurkan agar sekalian anak Adam yang Islam wajib mencari Tuhan
yang menjadikannya sebagai tidak bertentangan dengan Islam,
ia 'toh berkesimpulan juga:'Tetapi jika ajaran Hamzah ini kita seli-
diki lebih mendalam dan dihubungkan dengan seluruh ajarannya,
maka akan tampaklah, bahwa Hamzah menyimpang dari ajaran
ulama ortodoks Tuhan Allah lebih dipandang dari segi
falsafah dari pada segi relegius." ig=
Dengan memakai kritik para ulama ortodoks seperti Nurud-
din Arraniri ia seakan-akan ingin menyatakan bahwa tasawuf
itu asing dari Islam, seperti dikatakannya. "Dari segala kutipan ini
jelaslah kiranya bahwa gambaran Hamzah tentang Allah tidak sa-
ma dengan gambaran Al-Qur'an." Sebab oleh Hamzah Fansuri
Dzat yang Mutlak itu diibaratkan sebagai laut, baik sebagai laut
batiniah (bahr al-butun) laut yang dalam (bahr al-'amiq) dan laut
yang mulia (bahr al-ulyan).
Memang tidak sedikit kalangan non-Islam kurang memahami
hubungan yang mendalam antara tasawuf dan Islam berpendapat
serupa itu, seakan-akan tasawuf itu tidak bersumber dari Islam dan
asing dari ajaran Islam yang hakiki. Bahwa Tuhan juga sering di-
ibaratkan dalam AI-Qur'an bisa dilihat misalnya dalam surah An-
nur ayat 35, di mana Tuhan diibaratkan sebagai cahaya di atas
cahaya. Para penyair sufi kemudian tentu saja tidak terlarang
menciptakan ibarat-ibarat lain sesuai dengan penemuannya sen-
diri.
Dalam bukunya "Janji-janji Islam" (terj. HM Rasjidi, Jakarta :
1982) Roger Garaudy, melalui sebuah penelitian yang mendalam,
malah membantah bahwa tasawuf asing dari ajaran Islam. Ia me-
ngatakan bahwa tasawuf adalah suatu bentuk spiritualitas yang
khas dalam Islam dan merupakan keseimbangan antara jihad besar-
(yaitu perjuangan melawan tiap keinginan yang membelokkan
manusia dari sentrumnya, yaitu Tuhan), dan jihad kecil (yaitu
usaha untuk kesatuan dan keharmonisan masyarakat Islam mela-
wan segala bentuk kemusyrikan kekuasaan, kekayaan dan penge-
tahuan yang salah yang akan menjauhkan manusia dari jalan Tu-
han).
22 Meskipun Roger Garaudy mengakui adanya pengaruh mistik
dari agama lain terhadap tasawuf, ia tetap menyatakan bahwa
tasawuf yang sejati bersumber dari Al-Qur'an. Ia memberikan
contoh dua hal yang sangat pokok dari ajaran para sufi, yaitu:
(1). Menanamkan rasi cinta kepada Tuhan, yang sesuai dengan
ayat 31 surah Al-Imran "Katakan (hai Muhammad), jika kamu
mencintai Tuhan ikutilah aku, Tuhan akan mencintaimu dan
mengampuni dosa-dosamu.::; (2). Tidak seperti mistik Kristen,
tasawuf Islam tidak puas dengan sekedar pemikiran tentang
Tuhan yang berakhir dengan rasa bersatu dengan Tuhan. Dari
pengalaman bersatu dengan Tuhan, ia hanya mengambil tenaga ^
untuk mencurahkan tindakannya kepada "amar ma'ruf" kepada
realisasi masyarakat manusia, sebab Al-Qur'an sendiri dalam surah
Al-Imran ayat 30 menyatakan bahwa manusia itu adalah khalifah-
khalifah Allah di muka bumi, yang bertanggungjawab terhadap
keseimbangan dan keserasian antara alam dan manusia.
Kesalahan memandang bahwa faham wujudlah yang dibawa-
kan Hamzah Fansuri itu menyimpang dari ajaran Islam agaknya
bersumber dari kenyataan bahwa faham itu melahirkan kaum
zindiq yang memang menyimpang dari ajaran agama. Tapi Hamzah
Fansuri melalui sajak-sajaknya telah menunjukkan bahwa ia tidak
sefaham dengan kaum zindiq itu, yaitu golongan wujudlah yang
berhaluan mulhidah (menyimpang dari kebenaran). Hamzah tetap
berpegang pada wujudlah yang murni, yang klasik, yang belum
menyimpang yang disebut muwahhidah (kesatuan dengan Tuhan).
Agaknya untuk membetulkan kesalahfahaman ini perlu di-
terangkan mengapa mereka disebut sebagai kaum wujudlah. Di-
sebut demikian karena dalam percakapan dan keyakinannya mere-
ka selalu bertolak pada faham bahwa Tuhan itu immanen, di
samping transenden, atau bertolak dari masalah wujud Tuhan.
Keyakinan semacam itu berangkat dari kepercayaan bahwa Tiada
Tuhan selain Allah (la ilahailallah). Bagi kaum sufi kalimat ini
berarti: Tak ada wujud dalam diriku yang menyelamatkan wujud
Tuhan yang adalah wujudku. Eesensi Tuhan, juga sifat-sifatNya,
tampak dalam hasil pekerjaanNya yang kelihatan di dunia ini,
dalam ruang dan waktu.
23 Hamzah Fansuri menulis dalam bahasanya sendiri sebagai ber-
ikut.
WujudNya itu umpama da'irah yang buntar
Nentiasa tetap, tiada berkisar
Kelakuannya jua yang bertukar-tukar
Mengenal Dia terlalu sukar
Dalam "Syair Perahu" nya lebih jelas lagi titik tolak Hamzah
Fansuri, katanya:
La ilaha illallaah itu firman
Tuhan itulah pergantungan alam sekalian
iman tersurat pada hati insan
siang dan malam jangan dilalaikan
La ilaha illallaah itu tempat mengintai
Tauhid ma'rifat semata-mata
memandang yang gaib semuanya rata
lenyapkan sekalian kita
La ilaha illallaah itu jangan kaupermudah
sekalian mahluk ke sana berpindah
da'im dan ka'im jangan berubah
khalak di sana dengan La ilaha illallaah
La ilaha illallaah itu jangan kaulalaikan
siang dan malam jangan kausunyikan
selama hidup juga engkau pakaikan
Allah dan Rasul juga yang menyampaikan
Atau bait ini:
La ilaha illallah itu tempat mengintai
medan yang kadim tempat berdamai
wujud Allah terlalu bitai
siang dan malam jangan bercerai
24 Berdasar sajak-sajaknya ini, dalam pengantar terjemahan sajak-
sajak Iqbal "Asrar-i-khudi" (Jakarta: 1976) Bahrum Rangkuti
menyetujui pandangan Dr. Van Nieuwenhuyze dalam bukunya,;:
mengenai Syamsudin Al-Samatrani, sufi Aceh yang hidup sejaman ?
dan sehaluan dengan Hamzah Fansuri. Menurut Nieuwenhuyze
keadaan yang dialami mistik Islam memang mentakjubkan. Ia ber-
sifatkan ikhtisar pergandaan (tweekedigheid). Di satu pihak
ada wujud yang fenomenal, yang kelihatan yang disebut wahmi,
di pihak lain ada wujud kesegalaan, yaitu wujud tunggal yang hadir
dalam segala hal. Pada hakekatnya mistik yang demikian itu ialah
"ma'rifa jami'a bainahuma" (ilmu yang melingkupi dan menjem-
batani keduanya).
Dengan demikian cita tauhid Islam tetap terpelihara, hubungan
lahir dengan Islam tidak terputus, pakaian Islam tidak hilang,
sebab keadaan antara khalik dan mahluk masih tetap terpelihara,
bahkan perbedaan keduanya dinyatakan sebagai positif dan nega-
tif. Bahrum Rangkuti selanjutnya berpendapat bahwa Hamzah
Fansuri dan Syamsudin Al-Syamatrani sebenarnya hendak mewu-
judkan bahwa segala ini berpusat pada Allah. Di sini Bahrum Rang-
kuti berpegang pada apa yang dinyatakan Hamzah Fansuri dalam
sajak-sajaknya. Allah meliputi alam semesta, dengan tegas dinyata-
kan oleh Hamzah Fansuri. Tapi menusia bisa memperoleh kepriba-
dian dan bisa sampai kepada Tuhan hanya dengan "taraqqi",^
yaitu berusaha menumbuhkan sifat-sifat Tuhan dalam dirinya
dengan sungguh-sungguh. Hamzah Fansuri misalnya menyatakan:
La ilaha illallah itu kesudahan kata
tauhid ma'rifat semata-mata
hapuskan hendak sekalian perkara
hamba dan Tuhan tiada berbeda
Menurut Bahrum Rangkuti yang dimaksud dengan bait ini
ialah diselaraskannya kemauan, pikiran, amal dan cita insanul
kamil dengan kemauan Tuhan, sehingga seolah-olah segala gerak
cita insan itu ialah gerak cita Tuhan juga. Hanya salah pengertian
saja terhadap perumpamaan-perumpamaan yang dilukiskan Ham-
25 zah dalam sajak-sajaknya, yang membuat Nuruddin Arraniri
menentang habis-habisan ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsudin
Al-Syamatrani.
S S. Naguib Al-Attas dalam bukunya yang telah dikutif di bagian
awal tulisan ini, lebih jauh menyatakan bahwa tasawuf yang diba-
wa Hamzah Fansuri pada akhir abad ke-16 itu adalah tasawuf
klasik yang belum tercemar oleh ajaran yang sesat. Ini terbukti da-
ri kutipan langsung sajak-sajak sufi Persia yang awal dalam buku-
\j buku Hamzah Fansuri. Namun sayang, kata Al-Attas, ketika Ham-
zah Fansuri berasa kembali di Indonesia, yakni sepulangnya dari
Persia, pengertian tasawuf telah dikorupsi dan mengalami degene-
rasi. Gejala pemalsuan tasawuf ini mula-mula muncul di India
pada jaman dinasti Moghul, dan kemudian oleh orang-orang
India tasawuf palsu ini disebarkan pula ke Indonesia. Ketika
Nuruddin Arraniri tiba di Sumatera, yaitu menjelang wafatnya
Sultan Iskandar Muda, ia membawa pengertian tasawuf yang salah
pula yang didapatkannya di India, khususnya faham wUjudiah.
Di India ia terbiasa melihat tasawuf yang diselewengkan dengan
berbagai praktek-klenik dan pedukunannya yang bertujuan me-
numpuk kekayaan. Hamzah Fansuri juga melihat kenyataan ini
sepulang dari Persia, namun buru-buru dia sendiri memperoleh
pemahaman yang salah dari Nuruddin Arraniri. Agaknya, Nurud-
din belum sempat mendalami karya-karya Hamzah Fansuri secara
menyeluruh sebelum melahirkan pertentangannya, atau ada hal-
hal lain yang berlatar-belakang politik maka ia menyerang Hamzah
dan Syamsuddin habis-habisan. Labih-lebih mengingat kedudukan
Syamsudin sebagai kadi agung di istana Sultan Iskandar Muda,
yang membuat ajarannya leluasa tersebar.
Bait-bait yang dipetik dari "Syair Perahu" ini akan menun-
jukkan betapa Hamzah Fansuri tidak meninggalkan tauhid dan
rukun iman.
1
Inilah gerangan suatu madah
mengarangkan syair terlalu indah
26 membetuli jalan tempat berpindah
di sanalah i'tikad diperbetuli sudah
2
Wahai muda kenali dirimu
ialah, perahu tamsil tubuhmu
tiadalah berapa lama hidupmu
ke akhirat jua kekal diammu
3
Hai muda arif budiman
hasilkan kemudi dengan pedoman
alat perahumu jua kerjakan
itulah jalan membetuli insan
19
Ingati sungguh siang dan malam
lautnya deras bertambah dalam
anginpun keras ombaknya rencam
ingati perahu jangan tenggelam
21
Sampailah Ahad dengan masanya
datanglah angin dengan paksanya
berlayar perahu sidang budimannya
berlayar itu dengan kelengkapannya
22
Wujud Allah nama perahunya
ilmu Allah akan kurungnya
iman Allah nama kemudinya
yakin akan Allah nama pawangnya
30
Tuntuti ilmu jangan kepalang di dalam kubur terbaring seorang
Munkar wa Nakir ke sana datang
menanyakan jikalau ada engkau sembahyang
33
Kenal dirimu hai anak Adam
tatkala di dunia terangnya alam
sekarang di kubur tempatmu kelam
tiadalah berbeda siang dan malam
Sajak-sajak ini betul-betul indah. Pemilihan imaji-imaji sim-
boliknya tepat dan menggugah. Pemakaiannya pun konsisten dan
perulangan-perulangan yang terdapat di dalamnya membawa kita
pada suasana ekstase sebagaimana dalam zikir, sehingga kita mem-
bayangkan bahwa ada keserasian antara bentuk dan isi.
Penamaan syair kepada sajak itu sebenarnya menimbulkan
persoalan, karena bentuknya yang empat baris itu. Syair berasal
dari kata-kata Arab "shi'ir" yang berarti puisi, bukan sajak empat
baris. Karena itu diragukan bahwa Hamzah Fansuri menggunakan
nama syair untuk sajak-sajaknya itu. Sajak empat baris semacam
itu agaknya lebih kena, sebab sudah barang tentu Hamzah tidak
asing dengan bentuk persajakan Persia itu.
Naguib Al-Attas juga mempersoalkan hal itu. Namun masalah
yang tak kalah penting yang diajukan Naguib Al-Attas ialah apa-
kah sudah ada buku-buku uraian tasawuf dalam bahasa Melayu
sebelum Hamzah Fansuri? Persoalan itu dijawab sendiri oleh Al-
Attas.
Menurut Al-Attas memang belum diketemukan tulisan yang
menguraikan tasawuf secara jelas dan terperinci dalam bahasa
Melayu sebelum munculnya karya-karya Hamzah Fansuri seperti
"Asrarul Arifien", "Sharabul Ashiqin" dan "Muntahi". Juga
tidak diketemukan tanda-tanda semaraknya sastra Melayu sejak
kedatangan Islam di Sumatera sebelum Hamzah Fansuri menulis
rubayatnya seperti "Syair Perahu", "Syair Dagang", "Syair
Burung Pingai" dan sebagainya.
28 Dengan Hamzah Fansuri, kata Al-Attas lebih lanjut, perkem-
bangan bahasa Melayu menjadi pesat. Pengaruhnya luar biasa di
kalangan cendikiawan Melayu. Ia banyak menambah perbendaha-
raan kata-kata Melayu sedemikian banyaknya karena pengeta-
huannya yang luas dalam bahasa Arab dan Persia. Dengan sen-
dirinya, ia pun membawa pula pembaharuan di bidang logika atau
mantiq, karena masalah bahasa bersangkut paut dengan masalah
logika dan pemikiran.
Pada jamannya pula tidak ada yang mampu menandingi Ham-
zah Fansuri dalam kesusastraan. Karya-karyanya berpengaruh
besar dalam gaya maupun thema terhadap sastra Melayu berikut-
nya. Pada masanya, buku-buku uraian tasawuf dan keagamaan
kebanyakan ditulis dalam bahasa Arab. Misalnya buku-buku yang
disebut-sebut dalam "Sejarah Melayu" seperti "Durrul Manzum"
(Benang Mutiara) dan "Al-Sayful Qati" (Pedang Tajam) Dalam
bukunya "Sharabul Ashiqin", di mana ia membicarakan pen-
tingnya syariah untuk dilaksanakan, Hamzah sendiri menyatakan
bahwa ia mengerjakan karyanya dalam bahasa Melayu untuk
pembaca yang tidak mengerti bahasa Arab dan Persia.
Dengan demikian, apabila belum juga diketemukan karya-
karya berbahasa Melayu yang sama berisi dan segar bahasanya
seperti karya Hamzah, maka Hamzah Fansuri sudah sepantasnya
mendapatkan gelar sebagai Bapak Bahasa dan Sastra Melayu
Sebutan ini layak diberikan kepadanya sebagai penghargaan
terhadap jerih payah dan mutu karya-karyanya.
Jakarta 12 November 1983 Daftar Bacaan
1. Syed Muhammad Naguib Al-Attas "The Mysticism of Hamzah
Fansuri" (University of Malay Press, Kuala Lumpur; 1970)
2. Syed Muhammad Naguib Al-Attas "Raniri and The Wujudiy-
yah of 17th Century Acheh" (MBRAS, Singapore; 1966)
3. V.Y. Braginsky "Some Remarks on The Structure of The
Syair Perahu By Hamzah Fansuri" (Bijdragen deel 1973)
4. J. Doerenbos "De Geschrieften van Hamzah Pansoeri" (Lei-
den 1933)
5. Annemarie Schimmel "Mystical Dimensions of Islam"Univer-
sity of North Carolina Press, Chapel Hill: 1975)
6. R.A. Nicholson "Studies in Islamic Mysticism" (Cambridge
University Press 1980 - reprinted)
7. Dr. Harun Hadiwijono "Kebatinan Islam Abad XVI" (BPK
Gunung Mulia, Jakarta: 1975)
8. Bahrum Rangkuti "Asrar-i-Khudi Mohamad Iqbal" (Bulan
Bintang Jakarta: 1966)
9. Roger Garaudy "Janji-janji Islam" (Terj. HM Rasjidi, Bulan
Bintang, Jakarta 1982)
30 SYAIR PERAHU
Inilah gerangan suatu madah,
mengarangkan syair terlalu indah,
membetuli jalan tempat berpindah,
disanalah i'tikat ' diperbetuli sudah
Wahai muda, kenali dirimu,
ialah perahu tamsil tubuhmu,
tiadalah berapa lama hidupmu,
ke akhirat jua kekal diammu
Hai muda arif-budiman,
hasilkan kemudi dengan pedoman,
alat perahumu jua kerjakan,
itulah jalan membetuli insan.
Perteguh jua alat perahumu,
hasilkan bekal air dan kayu,
dayung pengayuh taruh disitu.
supaya laju perahumu itu.
1 imam. HAaaq m
Sudahlah hasil kayu dan ayar
2
angkatlah pula sauh dan layar,
pada beras bekal jantanlah taksir,
niscaya sempurna jalan yang kabir
3
.
Perteguh jua alat perahumu,
muaranya sempit tempatmu lalu,
banyaklah disana ikan dan hiu,
menanti perahumu lalu dari situ.
Muaranya dalam, ikanpun banyak,
disanalah perahu karam dan rusak,
karangnya tajam seperti tombak,
keatas pasir kamu tersesak.
Ketahui olehmu hai anak dagang
riaknya rencam * ombaknya karang,
ikanpun banyak datang menyarang,
hendak membawa ketengah sawang.
2 air; 3 besar.
4 kacau
memi 1 Muaranya itu terlalu sempit,
dimanakan lalu sampan dan rakit,
jikalau ada pedoman dikapit,
sempurnalah jalan terlalu ba'id 2
.
Baiklah perahu engkau perteguh,
hasilkan 3 pendapat
4
dengan tali sauh,
anginnya keras ombaknya cabuh 5
.
pulaunya jauh tempat berlabuh.
Lengkapkan pendarat dan tali sauh,
derasmu banyak bertemu musuh,
selebu 6
rencam 7
ombaknya cabuh,
LIIA 8
akan tali yang teguh.
Barang siapa bergantung disitu,
teduhlah selebu yang rencam itu,
pedoman betuli perahumu laju,
selamat engkau ke pulau itu.
; 2 jauh; 3 ikatkan; 4 tali penambat ke darat; 5 kacau dan riuh;
6 samudera; 7 kacau dan memusingkan; 8 baca: La Uaha illa'llahu.
33 LIIA jua yang engkau ikut,
di laut keras topan dan ribut,
hiu dan paus dibelakang menurut,
pertetaplah kemudi jangan terkejut.
Laut Silan terlalu dalam,
disanalah perahu rusak dan karam,
sungguhpun banyak disana menyelam,
larang mendapat permata nilam ' .
Laut Silan wahid al kahhar
2
,
riaknya rencam ombaknya besar,
anginnya songsongan (mem)belok sengkar
3
,
perbaik kemudi jangan berkisar.
Itulah laut yang mahaindah,
kesanalah kita semuanya berpindah,
hasilkan bekal kayu dan juadah,
selamatlah engkau sempurna musyahadah 4
1 sejenis batu yang indah; 2 yang berkuasa; disini laut Silan dibandingkan
dengan wujud Tuhan; 3 balok atau papan melintang di kapal; 4 mengetahui
dan menghadapi Tuhan dalam batin menurut ilmu suluk;
34 Silan itu ombaknya kisah 5
,
banyaklah akan kesana berpindah,
topan dan ribut terlalu 'azamah 6
,
perbetuli pedoman jangan berubah.
Laut Kulzum terlalu dalam,
ombaknya muhit
7
pada sekalian alam,
banyaklah disana rusak dan karam
perbaiki na'am 8
, siang dan malam.
Ingati sungguh siang dan malam,
lautnya deras bertambah dalam,
anginpun keras, ombaknya rencam,
ingati perahu jangan tenggelam,
Jikalau engkau ingati sungguh,
angin yang keras menjadi teduh,
tambahan selalu tetap yang cabuh,
selamat engkau ke pulau itu berlabuh.
5 cerita; 6 hebat:
7 sangat luas, meliputi segala sesuatu;
8 na'am: ya, disini agaknya pengakuan. Sampailah ahad dengan masanya,
datanglah angin dengan paksanya,
belajar perahu sidang budiman (nya),
berlayar itu dengan kelengkapannya.
Wujud Allah nama perahunya,
ilmu Allah akan ' ,
iman Allah nama kemudinya,
"yakin akan Allah" nama pawangnya.
"Taharat
2
dan istinja"
3
nama lantainya,
"kufur
4
dan masiat"
s
air ruangnya,
tawakkul akan Allah jurubatunya,
tauhid itu akan sauhnya.
LIIA akan talinya,
kamal
6
Allah akan tiangnya,
as salam alaikum akan tali lenggangnya,
taat dan ibadat anak dayungnya.
1 dalam naskahnya tidak terbaca; 2 suci; 3 bersuci; 4 tidak percaya;
5 durhaka; 6 kesempurnaan.
36 Salat akan nabi tali bubutannya,
istigfar ' Allah akan layarnya,
"Allahu akbar" nama anginnya,
subhan Allah akan lajunya.
"Wallahu a'alam" nama rantaunya,
"iradat
2
Allah" nama bandarnya,
"kudrat Allah" nama labuhannya,
"surga jannat an na'im"
3
nama negerinya.
Karangan ini suatu madah,
mengarangkan syair tempat berpindah,
didalam dunia janganlah tarri'ah4
,
didalam kubur berkhalwat sudah.
Kenal dirimu didalam kubur,
badan seorang hanya tersungkur
dengan siapa lawan bertutur,
dibalik papan badan terhancur.
1 permintaan ampun; 2 kemauan; 3 surga yang nikmat; 4 loba;
37 Didalam dunia banyaklah mamang 5
,
ke akhirat jua tempatmu pulang,
janganlah disusahi emas dan uang,
itulah membawa badan terbuang.
Tuntuti ilmu jangan kepalang,
didalam kubur terbaring seorang,
Munkar wa Nakir
6
kesana datang,
menanyakan jikalau ada engkau sembahyang
Tongkatnya lekat tiada terhisab,
badanmu remuk siksa dan azab,
akalmu itu hilang dan lenyap,
6 kedua malaikat yang menurut kepercayaan menanyai orang yang
mati didalam kuburannya; 7 hilang sebaris.
38 Munkar wa Nakir bukan kepalang,
suaranya merdu bertambah garang
tongkatnya besar terlalu panjang,
cabuknya banyak tiada terbilang.
Kenal dirimu, hai anak Adam!
tatkala di dunia terangnya alam,
sekarang di kubur tempatmu kelam,
tiada berbeda siang dan malam.
Kenal dirimu, hai anak dagang!
dibalik papan tidur terlentang,
kelam dan dingin bukan kepalang,
dengan siapa lawan berbincang?
LIIA itu firman,
Tuhan itulah pergantungan alam sekalian,
iman tersurat pada hati insap,
siang dan malam jangan dilalaikan. LIIA itu terlalu nyata,
tauhid ma'rifat ' semata-mata,
memandang yang gaib semuanya rata,
lenyapkan kesana sekalian kita.
LIIA itu jangan kaupermudah-mudah.
sekalian makhluk kesana berpindah,
da'im 2
dan ka'im 3
jangan berubah,
khalak 4
disana dengan LIIA.
LIIA itu jangan kaulalaikan,
siang dan malam jangan kausunyikan,
selama hidup juga engkau pakaikan,
Allah dan rasul juga yang menyampaikan
LIIA itu kata yang teguh,
memadamkan cahaya sekalian rusuh,
jin dan syaitan sekalian musuh,
hendak membawa dia bersungguh-sungguh.
1 pengetahuan tentang zat Allah yang dalam; 2 kekal; 3 teguh; 4 yang
dijadikan; makhluk. LIIA itu kesudahan kata,
tauhid ma'rif at semata-mata.
hapuskan hendak sekalian perkara,
hamba dan Tuhan tiada berbeda.
LIIA itu tempat mengintai
medan yang kadim ' tempat berdamai,
wujud Allah terlau bitai
2
,
siang dan malam jangan bercerai.
LIIA itu tempat musyahadah,
menyatakan tauhid jangan berubah,
sempurnalah jalan iman yang mudah,
pertemuan Tuhan terlalu susah.
Dari : DE GESCHRIFTEN VAN HAMZAH PANSOERl
(dissertatie J. Doorenbos).
1 kekal ; 2 (?)
Catatan
Syair ini karangan Hamzah Fansuri yaitu seorang ahlu suluk yang terma-
syhur, yang hidup pada penghabisan abad keenam belas dan permulaan abad
ketujuh belas. Tempat kediamannya ialah Barus, ia sangat banyak mengun-
jungi negeri asing: Pahang, Bantan, Kudus, Syarh Nawi (tempat kedudukan
raja Siam), Mekah dan Medinah. Ilmu batinnya tentang sifat Tuhan, dunia
dan manusia tiada diterima ulama-ulama agama Islam zaman itu. Terutama
Syech Nuru'ddin al Raniri seorang ulama Islam yang termasyhur di Aceh,
selalu membantah dan memerangi ilniu Hamzah Fansuri serta Sjamsu'ddin al
Sumatrani , seorang ahli suluk yang sefaham dengan Hamzah Fansuri. Demi-
kianlah Sultan Aceh menyuruh bakar kitab-kitab karangan kedua ahli suluk
itu. Tetapi meskipun demikian Hamzah Fansuri termasyhur sampai kemana-
mana dan pengaruhnya sampai ke pulau Jawa.
41 BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIMI
Subhanallah terlalu kamil. '
Menjadikan insan alam dan jahil,
Dengan hambaNya daim 2
la wasil
3
Itulah Mahbub 4
bernama Adil.
Mahbub itu tiada berlawan,
Lagi alim lagi bangsawan,
Kasihnya banyak lagi gunawan,
Aulad 5
itu bisa tertawan.
Bersunting bunga lagi bumalai
6
,
Kainnya warna berbagai-bagai,
Tau berbunyi di dalam sagai,
7
Olehnya itu orang teralah.
Ingat-ingat kau lalu-lalang,
Berlekas-lekaslah jangan amang,
8
Suluh Muhammad yugia kau pasang,
Supaya salim 9
jalanmu datang.
kamil (bhs Arb) — sempurha.
daim (bhs Arb) — senantiasa.
wasil (bhs Arb) — sampai.
4
mahbub (bhs Arb) — kekasih.
s
Aulab (bhs Arb) — para ahak.
Bumalai (bhs Mly. lama) — elok.
sagai — hamba.
8
amang — angan-angan,
salim (bhs Arb) — sejahtera.
42 Rumahnya 'ali
1
berpatam birai.
2
Lakunya bijak sempurna bisai.
3
Tudungnya halus terlalu pipai.
4
Daim berbuni di luar tirai.
Jika sungguh engkau asyik mabuk.
Memakai candi
5
pergi menjaluk.
6
Ke dalam pagar supaya kau masuk.
Barang ghairallah7
sekeliannya amuk.
Berjalan engkau rajin-rajin.
Mencari guru yang tahu akan batin
Yugia kau tuntut jalan yang amin.
Supaya dapat lekas kau kahwin
8
Berahimu daim akan orang kaya.
Manakan dapat tiada berbahaya.
Ajib segala akan hati sahaya.
Hendak berdapat dengan maya raya.
1
ali (bhs Arab) — yang tihggi.
birai — hiasan,
bisai — pandai.
4
pipai — licin.
5
candi — telekung.
6
menjaluk — minta.
7
ghairallah (bhs Arb) — selain dari Allah.
8
amin (bhs Arb) — yang aman. Tiada kau tahu akan agamamu.
Terlalu ghurur
9
dengan hartamu.
Nafsu dan syahwat daim sertamu.
Asyik dan mabuk bukan kerjamu.
Rantaikan kehendak sekelian musuh.
Anjing tunggal yugia kau bunuh.
Dengan Mahbubmu seperti suluh.
Supaya dapat berdakap tubuh.
Dunia nan kau sandang-sandang.
Manakan dapat ke bukit rentang.
Angan-anganmu terlalu panjang.
Manakan dapat segera memandang.
Dunia jangan kau taruh.
Supaya hampir Mahbub yang jauh.
Indah segala akan kalah-kaluh.
Ke dalam api pergi berlabuh.
.iggfuM »nav — (dßtA tdó)
.naaeiri — 'uni
.isbnaq — iaaid E
.ni-jif — ieqiq *
.jjnurfsfsi — ibntw *
.nlnim — jiulßinam d
lialiA hub niaba — (dïA arid) rißliBiiBdig r
9
ghurur (bhs) — tertipu.
44 Hamzah miskin hina dan karam.
Bermain mata dengan Rabul Alam.
Selamanya sangat terlalu dalam.
Seperti mayat sudah tertanam.
Allah Maujud' terlalu baqi.
2
Dari enam jihad kenahinya cali.
Wa Huwal Auwalu3
sempurna 'ali.
4
Wa Huwal Akhiru' daim nurani.
Nurani itu hakikat khatam.
Pertama terang di laut dalam.
Menjadi makhluk sekelian alam.
Itulah bangsa Hawa dan Adam.
Tertentu awal suatu cahaya.
Itulah cermin yang mulia raya.
Kelihatan di sana miskin dan kaya.
Menjadi dua Tuhan dan sahaya.
1
maujud (bhs Arb) — yang ada.
2
baqi (bhs Arb) — yang kewal.
Wa huwal auwalu (bhs Arb) — ia yang awal.
ali (bhs Arb) — yang tinggi.
45 Nurani itu terlalu zahir
Bernama Ahmad' dari cahaya satir.
2
Peniuru alam keduanya hadir.
Itulah makna awal dan akhir.
Awal dan akhir asmanya
3
jarak.
Zahir dan batin warnanya banyak.
Sungguhpun dua ibu dan anak.
Keduanya cahaya di sana banyak.
Yugia kau pandang kapas dan kam,
Keduanya wahid4
asmanya lain,
Wahidkan hendak zahir dan batin,
Itulah ilmu kesudahannya main.
Anggamu5
itu asalnya tahir.
6
Batinnya arak zahirnya takir,
Lagi kau saqi
7
lagi kau sakir
Itulah Mansyur menjadi nazir.
1
Ahmad - nama lain dari Nabi Muhammad.
2
satir (bhs Arb) - yang byrsembunyi.
3
asma (bhs Arb) - nama.
4
wahid (bhs Arb) — satu.
* Angga-anggota .
6
tahir (bhs Arb) — suci.
7
saqi (bhs Arb) — yang meminum.
8
nazir (bhs Arb) — peniliw.
46 Hunuskan mata tunukan sarung.
Isbatkan1
Allah nafikan2
patung.
Laut tauhid yugia kau harung.
Itulah ilmu tempat bernaung.
Rupamu zahir kau sangka tanah.
Itulah cermin sudah terasah.
Jangan kau pandang jauh berpayah.
Mahbubmu hampir serta ramah.
Kerjamu mudah periksamu kurang.
Kau sangka tasbih3
membilang tulang.
Ilmumu baharu berorang-orang.
Lupakan fardu yang sedia hutang.
Jauharmu lengkap dengan tubuh.
Warnanya nyala seperti suluh.
Lupakan nafsu yang sedia musuh.
Manakan dapat adamu luruh.
1
isbatkan (bhs Arb) - memastikan adanya Allah.
2
nafi (bhs Arb) - meniadawan.
3
tasbih - buah tasbih alat penghitung zikir.
47 Jauhar yang mulia sungguhpun sangat.
Akan orang muda kasih akan alat.
Akan ilmu Allah hendak kau perdapat.
Mangkanya sampai pulangmu rahat.
4
Hamzah Nuwi zahirnya Jawi.
5
Batinnya cahaya Ahmad yang saf i.
6
Sungguhpun ia hina jati.
Asyiknya daim akan Zatul Bari.
7
Sidang fakir empunya kata.
Tuhanmu zahir terlalu nyata.
Jika sungguh engkau bermata.
Lihatlah dirimu rata-rata.
Kenal dirimu hai anak jamu.
Jangan lupa akan diri kamu.
Ilmu hakikat yugia kau ramu.
8
Supaya terkenal'ali adamu.
4
rahat (bhs Arb) — senang.
5
Jawi — maksudnya orang Mylayu.
6
safi (bhs Arb) — bersih.
7
Zatul Bari (bhs Arb) — Zat Allah.
8 ramu — mengumpulkan bahan-bahan.
48 Jikalau terkenal dirimu baqi.
Elokmu itu tiada berbagi.
Hamba dan Tuhan daim berdami.
Memandang diri jangan kau lali.
Kenal dirimu hai anak dagang.
Menafikan diri jangan kau sayang.
Suluh isbat yugia kau pasang.
Supaya dapat mudah kau datang.
Dengarkan sini hai anak ratu.
Ombak dan airnya asalnya satu.
Seperti manikam muhith9
- dengan batu.
Inilah tamsil engkau dan ratu.
Jika terdengar olehmu firman.
Pada Taurat Injil dan Furqan.
3
Wa Huwa ma'akum pada ayat Quran.
Bikulli syaiin muhith terlalu 'iyan.
4
1 berdami - tidak bercerai, bersatu.
2 muhith (bhs Arb) meliputi.
3 Furqan -nam a lain dari Qurajv ^ ^ A n ^ m
^^S^^^^^^i. "
Da n ,angi t bumi m y a
Allah-dan Allah itu meliputi segala sesuatu
Wa Huwa Ma'akum - Allah itu bersamamu, iyan - nyata. past,.
49 Syari'at Muhammad ambilkan suluh.
Ilmu hakikat yugia kau pertubuh.
Nafsumu itu yugia kau bunuh.
Makanya dapat sekelian luruh.
3
Mencari dunia berkawan-kawan.
Oleh nafsu khabis
4
engkau tertawan.
Nafsumu itu yugia kau lawan.
Mangkanya sampai engkau bangsawan.
Mahbubmu itu tiada berhasil.
5
Fa ainama tuwallu6
jangan kau ghafil.
7
Fa samma Wajhullah8
sempurna wasil.
9
Inilah jalan orang kamil.
1
°
Kekasihmu zahir terlalu terang.
Pada kedua alam nyata terbentang.
Ahlul Makrifah' terlalu menang.
Wasilnya daim tiada berselang.
3
luruh — lenyap, fana.
4
khabis (Arb) — busuk, jahat ,
hail (Arb) — tirai, pembatas.
fa ainama tuwallu - kutipan ayat Quran dari surah Al Ba^arah ayat 115
yang terjemahan selengkap ayat berbunyi : "Kepunyaan Allah timur dan
barat: kerana .tu, ke mana saja engkau menghadap, di sana terdapat Wajah
7 Allah: sesungguhnya Allah mempunyai ilmu yang luas"
Ghafil (Arb) — lupa.
J fa samma Wajhullah bahagian ayat 115 surah Al Baqarah. seperti pada nota 6
^ wasil (Arb) — sampai.
kamil (Arb) -sempurna , maksud di sini Insan Kamil.
50 Hempaskan akal dan rasamu.
Lenyapkan badan dan nyawamu.
Pejamkan hendak dua matamu.
Di sana lihat peri rupamu.
Adamu itu yugia kau serang.
Supaya dapat negeri yang henang.
3
Seperti Ali tatkala perang.
Melepaskan duldul tiada berkekang.
Hamzah miskin orang'uryani.
4
Seperti Ismail jadi qurbani.
5
Bukannya Ajam dan A'rabi.
Nantiasa wasil dengan yang baqi.
—Habis—
3
henang — tetap.
4
uryani (Arb) — telanjang.
5
qurbani (Arb) — korban. Maksudnya: seperti Nabi Ismail yang rela mengor-
bankan dirinya demi memenuhi mimpi ayahnya Nabi Ibrahim.
51 SYAIR NAMA-NAMA TUHAN
Aho segala kita yang menyembah nama
Yogya diketahui apa Yang Pertama
Karena Tuhan kita yang Sedia Lama
Dengan ketujuh sifat bersama-sama
Kunjung-kunjung di bukit yang mahatinggi
Kolam sebuah di bawahnya
Wajib insan mengenal diri
Sifat Allah pada tubuhnya
Nurani haqiqat khatam
Supaya terang laut yang maha dalam
Berhenti angin ombak pun padam
Menjadi Sultan kedua alam
Tuhan kita Empunya Dhat
Awwainya Hayy pertama bilang Sifat
Keduanya Ilmu dan Rupa Ma'lumat
Ketiga Murid 'kan sekalian Iradat
52 Keempat Qadir dengan Qudratnya tamam
Kelimanya sifat bernama Kalam
Keenamnya Sami' dengan AdaNya dawam
Ketujuhnya Basir akan halal dan haram
Ketujuhnya itu adanya qadim
Akan istidat allamin sempurna Alim
Karena sifat ini dengan Kamal al-hakim
Bernama Bismillahi 'l—Rahmani 'l—Rahim.
Ilmu ini Haqiqat Muhammad al-Nabi
Menurutkan Ma'lum dengan lengkapnya qawi
Daripada Haqiqatnya itu jahil dan wali
Beroleh i'tibarnya dengan sekalian peri
Tuhan kita itu empunya Kamal
Di dalam IlmuNya tiada panah zawal
Rahman dalamnya perhimpunan Jalai
Beserta dengan Rahim sekalian Jamal
5 3 Tuhan kita itu yang bernama Aliyy
Dengan sekalian sifatNya senantiasa baqi
Alajamiil alamin AtharnNya jadi
Daripada sittu jihat sebab itulah khali
Cahaya AtharNya tiada padam
memberikan wujud pada sekalian alam
menjadikan mahluq siang dan malam
IIa abadi 'l—abad tiada kan karam
Tuhan kita itu seperti Bahr—al 'Amiq
Ombaknya penuh pada sekalian tariq
Laut dan ombak keduanya rafiq
Akhir ke dalamnya jua ombaknya ghariq
Lautnya 'Alim halunnya Ma'lum
Keadaannya Qasim ombaknya Maqsum
Tuhannya Hakim shu'unnya Mahkum
Pada sekalian 'alamin inilah rusum
54 Jikalau sini kamu tahu akan wujud
Itulah tempat kamu shuhud
Buangkan rupamu daripada sekalian quyud
Supaya dapat ke dalam diri qu'ud
Pada wujud Allah itulah yogya kau qa'im
Buangkan rupa dan namamu da'im
Nafikan rasamu daripada makhdum dan khadim
Supaya sampai kepada Amal yang Khatim
Jika engkau belum tetap seperti batu
Hukum dua lagi khadim dan ratu
Setelah lupa engkau dari emas dan mati
Mangkanya dapat menjadi satu
Jika belum fana daripada ribu dan ratus
Tiadakan dapat adamu kau hapus
Nafikan rasamu daripada kasar dan halus
Supaya dapat barang katamu harus Hamzah Fansuri sungguh pun da'if
Haqiqatnya hampir pada Dhat al—Sharif
Sungguh pun habab rupanya khatif
Wasilnya da'im dengan Bahr al -Latif
Hamzah miskin orang uryani
Seperti Ismail menjadi qurbani
Bukannya Ajami lagi Arabi
Senantiasa wasil dengan Yang Baqi
Hamzah Fansuri terlalu karam
Di dalam laut yang mahadalam
Berhenti angin ombak pun padam
Menjadi sultan kedua alam
56 SYAIR A'YAN THABITAH
Aho segala kamu yang bernama taulan!
Tuntut ma'rifat pada mengenal a'yan
Kerana disana sekalian 'arifan
Barang katanya setengah dengan firman.
A'yan thabitah bukankah shu'un dhatiyyah?
Mengapa pulang dikata wujud 'ilmiyyah!
Tatakala awwal baharu muqabalah
Olehnya janggal sebab lagi mentah.
A'yan thabitah bukankah suwari?
Mengapa pulang dikata sifat wahyi!
Tatakala awwal baharu tafsil 'ilmi
Olehnya janggal tiada mengetahui.
A'yan thabitah bukankah mahiyyat al—mumkinat?
Mengapa pulang dikata mustahilat!
Tatakala awwal telah bernama ma'lumat
Olehnya janggal tiada mendapat.
57 A'yan thabitah bukankah makhluq?
Mengapa pulang dikata ma'shuq!
Tatakala awwal baharu masbuq
Olehnya janggal lalu tafaruq.
A'yan thabitah bukankah mir'at?
Mengapa pulang dikata 'adamiyyat!
Tatakala awwal bernama furuf 'aliyat
Olehnya janggal menjadi dalalat.
A'yan thabitah bukankah 'alam?
Mengapa pulang dikata 'adam!
Tatakala awwal telah sudah mutalazam
Olehnya janggal penglihatnya kelam.
A'yan thabitah bukankah 'ashiq?
Mengapa pulang dikata Khaliq!
Tatakala awwal baharu mutalahiq
Olehnya janggal lalu mufariq.
58 A'yan thabitah bukankah ma'lum?
Mengapa pulang dikata ma'dum!
Tatakala awwal telah sudah tennaqsum
Olehnya janggal tiada mafhum.
A'yan thabitah bukankah faqir?
Mengapa pulang dikata amir!
Tatakala awwal baharu hadir
Olehnya janggal menjadi khasir.
A'yan thabitah bukankah ja'izul '1-wujud?
Mengapa pulang dikata mumtani'u'l—wujud!
Tatakala awwal telah sudah mawjud
Olehnya janggal menjadi juhud.
A'yan thabitah bukankah sh'un thubuti?
Mengapa pulang dikata 'adam mahdi!
Tatakala awwal sudah mujmali
Olehnya janggal menjadi Mu'tazili. A'yan thabitah bukankah 'adam mumkin?
Mengapa pulang dikata 'adam sakin!
Tatakala awwal telah menjadi chermin
Olehnya janggal lalu ngerin.
'Adam mimkin awwalnya ma'dum
Disana faqir sekalian antum
Didalam 'ilmu sekaliannya ma'lum
Itulah murad wa huwa ma'akum aynama kuntum.
Dari Hamzah's Sha'irs (Coo. Or. 2 or 6, Cod. Or. 3374, Cod. Or.
3372, Library, University of Leiden)
60 SYAIR RUH ID AFI
Ta'ayyun awwal wujud yang jami'i
Pertama disana nyata Ruh Idafi
Semesta 'alam sana lagi ijmali
Itulah bernama Haqiqat Muhammad al—Nabi.
Ta'ayyun thani wujud yang tamyizi
Disana terperi sekalian ruhi
Semesta 'alam sana tafsil yang mujmali
Itulah bernama haqiqat insani.
Ta'ayyun thalith wujud yang mufassali
Ia itulah anugerah daripada karunia Ilahi
Semesta 'alam sana tafsil fi'li
Itulah bernama a'yan khariji.
Rahasia ini yogya diketahui
Pada kita sekalian yang menuntuti
Demikianlah kelakuannya tanazzul dan taraqqi
Dari sanalah kita sekalian menjadi. Pada kunhinya itu belum berketahuan
Demikianlah martabat asal permulaan
Bernama wahdat tatakala zaman
Itulah 'Ashiq sifat menyatakan.
Wahdat itulah bernama Kamal Dhati
Menyatakan sana Ruh Muhammad al—Nabi
Tatakala itu bernama Ruh Idafi
Itulah mahkota Qurayshi dan 'Arabi.
Wahdat itulah sifat yang Keesaan
Memberikan wujud pada sekalian insan
MuhitNya lengkap pada sekalian zaman
Olehnya itulah tiada Ia bermakan.
Wahdat itulah yang pertama nyata
DidalamNya mawjud sekalian rata
MuhitNya lengkap pada sekalian anggota
Demikianlah umpama chahaya dan permata.
62 Wahdat itulah bernama Kunhi Sifat
Tiada bercherai dengan itlaq Ahadiyyat
Tanzih dan tashbih disana ma'iyyat
Demikianlah sekarang zahir [28] pada ta'ayyunat.
Wahdat itulah bernama bayang-bayang
Disana nyata Wayang dan Dalang
MuhitNya lengkap pada sekalian padang
Mushahadat disana jangan kepalang.
Wahdat itulah yang pertama awwal
Ijmal dan tafsil sana mujmal
MuhitNya lengkap pada sekalian afal
Itulah martabat usul dan asal.
Wahdat itulah yang pertama tanazzul
Ijmal dan tafsil sana maqbul
MuhitNya lengkap pada sekalian maf'ul
Itulah Haqiqat Junjungan Rasul.
63 Wahdat itulah yang pertama tajalh
Tiada bercherai dengan Wujud Mutlaqi
Ijmal dan tafsil didalam 'ilmi
Itulah martabat kejadian Ruh Idafi.
Wahdat itulah yang pertama taqayyid
Disana idafat lam yulad dan lam yalid
Pada sekalian ta'ayyun jangan kau taqlid
Mangkanya sampai bernama tajrid.
Wahdat itulah sifat yang talahuq
Tanzih dan tashbih sana cluk
MuhitNya nyata tatakala masuk
Itulah pertemuan Khaliq dan Makhluq.
Wahdat itulah sifat yang talazum
Tanzih dan tashbih sana malzum
MuhitNya lengap pada sekalian ma'lum
Itulah pertemuan Qasim dan Maqsiim. Wahdat itulah sifat yang taqarun
Tanzih dan tashbih sana maqrun
MuhitNya lengkap pada sekalian mudabbirun.
Itulah murad: Wa fi anfusikum—a fa la tubsirun.
65
J SYAIR IBA HATI
Tuhan kita yang bernama Qadim
Pada sekalian makhluq terlalu karim
TandaNya qadir lagi dan hakim
Menjadikan 'alam daripada al—Rahman al—Rahim.
Rahman itulah yang bernama sifat
Tiada bercherai dengan kunhi Dhat
Dhat disana perhimpunan sekalian 'ibarat
Itulah haqiqat yang bernama ma'lumat.
Rahman itulah yang bernama wujud
Keadaan Tuhan yang sedia ma'bud
Kenyataan Islam Nasrani dan Yahud
Dari Rahman itulah sekalian mawjud.
Ma'bud itulah terlalu bayan
Pada kedua 'alam kulla yawmin huwa fi shan
Ayat ini daripada Surat al—Rahman
Sekalian 'alam disana hayran.
66 Ma'bud itulah yang bernama haqiq
Sekalian 'alam didalamnya ghariq
Olehnya itulah sekalian fariq
Pada kunhinya itu tiada beroleh tariq
Haqiqat itulah terlalu 'ayan
Pada rupa kita sekalian insan-
Aynama tuwallu suatu burhan
Fa thamma wajhu ' Llah pada sekalian makan.
Insan itu terlalu 'ali
Haqiqatnya Rahman yang Maha Baqi
Ahsanu taqwimin itu rabbani
Akan kenyataan Tuhan yang bernama Subhani.
Subhani itulah terlalu 'ajib
Daripada habli'l—warid puh ia qarib
Indah sekali qadi dan khatib
Demikian hampir tiada beroleh nasib.
67 Aho segala kita yang 'ashiqi
Ingatkan ma'na insani
Jika sungguh engkau bangsa ruhani
Jadikan dirimu akan rupa Sultani.
Kenal dirimu hai anak 'alim!
Supaya engkau nentiasa salim
Dengan dirimu itu yogya kau qa'im
Itulah haqiqat salat dan sa'im.
.Dirimu itu bernama khalil
Tiada bercherai dengan Rabb[al-] Jalil
Jika ma'na dirimu dapat akan dalil
Tiada berguna madhhab dan sabil.
Kullu man 'alayha fan/ayat min Rabbihi
Menyatakan ma'na irjiH Ha aslihi
Akan insan yang deroleh tawfiqi
Supaya karam didalam sirru sirrihi. Situlah wujud sekalian funun
Tinggallah engkau daripada mal wa'1-banun
Engkaulah 'ashiq terlalu junun
Inna IVLlahi wa inna ilayhi raji'un.
69 SYAIR RUH
(a)
Unggas itu yang amat burhana
Diamnya nentiasa didalam astana
[39] Tempatnya bermain dibukit Tur Sina
Majnun dan Si Layla adalah disana.
Unggas itu bukannya nuri
Berbunyi ia sedekala hari
Bermain tamasha pada sekalian negeri
Demikianlah murad al-insanu sirri.
Unggas itu bukannya balam
Nentiasa berbunyi siang dan malam
Tempatnya bermain pada sekalian 'alam
Disanalah tamasha melihat ragam.
Unggas itu tahu berkata-kata
Sarangnya dipadang rata
Tempatnya bermain pada sekelian anggauta
Ada yang bersalahan, ada yang sekata. Unggas itu terlalu indah
Olehnya banyak ragam dan ulah
Tempatnya bermain [didalam] Ka'bah
Pada bukit 'Arafat kesudahan mushahadah.
Unggas itu bukannya merak
Nentiasa bermain didalam shurga
Kenyataan mu'jizat tidur dan jaga
Itulah wujud meliputi rongga.
Unggas itu terlalu pingai
Nentiasa main dalam maligai
Rupanya elok sempurna bisai
Menyamarkan diri pada sekalian sakai.
Unggas itu bukannya gagak
Bunyinya terlalu sangat galak
Tempatnya tamasha pada sekalian awak
Itulah wujud menyatakan kehendak.
71 Unggas itu bukannya bayan
Nentiasa berbunyi pada sekalian a'y an
Tempatnya tamasha pada sekalian kawan
Itulah wujud menyatakan kelakuan.
Unggas itu bukannya burung
Nentiasa berbunyi didalam tanglung
Tempatnya tamasha pada sekalian lurung
Itulah wujud menyatakan tulung.
Unggas itu bukannya Baghdadi
Nentiasa berbunyi didalam jasadi
Tempatnya tamasha [40] pada sekalian fu'adi
Itulah wujud menyatakan 'ahdi.
Unggas itu yang weruh angasmu
Nentiasa 'ashiq tiada kala jemu
Menjadi dagang lagi ia jamu
Itulah wujud menyatakan 'ilmu.
72 (h l
Tayru'l-'uryani unggas sultani
Bangsanya Nur'l-Rahmani
Tasbihnya Allah Subhani
Gila dan mabok akan Rabbani.
Unggas itu terlalu pingai
Warnanya terlalu bisai
Rumahnya tiada [69] berbidai
Dukuknya da'im dibalik tirai.
Putihnya terlalu suchi
Olehnya itu bernama ruh)
Muatnya terlalu sufi
Mashafnya bersurat Kufi
"Arsh Allah akan pangkalnya
Habib Allah akan taulannya
Bayt Allah akan sangkarannya
Mengadap Tuhan dengan sopannya
73 Sufitnya bukannya kain
Fi'1-Makkah da'im bermain
'ilmunya zahir dan batin
Menyembah Allah terlalu rajin.
Kitab Allah dipersandangnya
Ghayb Allah akan dipandangnya
'Alam Lahut akan kandangnya
Pada da'irah Huwa tempat pandangnya.
Dhikr Allah kiri kanannya
Fikir Allah rupa badannya
Shurbat tawhid akan minumnya
Da'im bertemu dengan Tuhannya
Suluhnya terlalu terang
Harinya tiada berpetang
Jalannya terlalu hening
Barang mendapat dia terlalu menang. Chahayanya tiada berha'il
Bayna'Llah dan bayna'1-amil
Shari'atnya terlalu kamil
Barang yang mungkir menjadi jahil.
Jika kau dapat asal 'ilmunya
Engkaulah yang tertahunya
'Alam nin engkau yang punya
Disana-sini engkau sukunya.
'Ilmunya tiada berbagai-bagai
Fardunya yogya kau pakai
Tinggalkan ibu dan bapai
Menyembah Tuhan jangan kau lalai.
'Ilamunya 'ilmu yang pertama
Madhhabnya madhhab bernama
Chahayanya chahaya yang lama
Kedalam shurga bersama-sama. (c)
Tayru'l-uryani unggas ruhani
Didalam kandang hadrat rahmani
Warnanya pingai rupanya safi
Tempatnya Kursi yang maha 'ali
Sungguh pun 'uryan bukannya gila
Mengaji Qur'an dengan tartila
Tempatnya mandi sungai Salsabila
Didalam firdaus ra'su Zanjabila.
(d)
Unggas nuri asalnya chahaya
Diamnya da'im di Kursi Raja
Daripada nurinya faqir dan kaya
Menjadi insan, Tuhan dan saya.
Kuntu kanzan asal sarangnya
'Alam Lahut nama padangnya
Terlalu Luas dengari lapangnya
Itulah kanzam dengan lawangnya.
76 'Aqlu'l-KuUi nama bulunya
Qalam al-A 'la nama kukunya
Allah Ta'ala akan gurunya
Oleh itulah tiada jodonya
Jalai dan jamal nama kakinya
Nuru'l-Awwal nama jarinya
Lawh al-Mahfuz nama hatinya
Menjadi jawhar dengan safinya.
Itulah Ahmad awwal Nabinya
Nur Allah dengan suchinya
Sekalian 'alam panchar daripada nurinya
Menjadi langit serta buminya.
)
Unggas Pingai terlalu 'ashiq
Da'im bermain di Kursi Khaliq
Bangsanya Rahman yang fa'iq
Menjadi sultan terlalu la'iq.
77 Unggas itu tahu berkata
Sarangnya dipadang rata
Akan wujudnya sekalian mata
Mengenal diri terlalu nyata.
Mazhar Allah akan rupanya
Asma' Allah akan namanya
Mala'ikat akan tenteranya
Akulah wasil akan katanya.
Sayapnya bernama Furqan
Tubuhnya bersurat Qur'an
Kakinya Hannan dan Mannan
Da'im [73] bertengger ditangan Rahman.
Ruh Allah akan nyawanya
Sirr Allah akan angganya
Nur Allah nama matanya
Nur Muhammad da'im sertanya.
78 Liqa Allah nama 'ishqinya
Sawt Allah akan bunyinya
Rahman-Rahim nama hatinya
Menyembah Tuhan dengan safinya.
Bumi-langit akan sangkarannya
Makkah-Madinah akan pangkalannya
Bayt Allah nama badannya
Disana bertemu dengan Tuhannya.
Chahayanya seperti suluh
Bunyinya seperti guruh
Matanya lengkap dengan tubuh
Bulunya da'im sekalian luruh.
Rupanya akan mahbubnya
Lakunya akan marghubnya
Bangsanya akan matlubnya
Buraq al-Mi'raj akan markubnya.
79 'ilmu'l-yaqin nama 'ilmunya
'Aynu'l-yaqin hasil tahunya
Haqqu'l-yaqin akan lakunya
Muhammad nabi asal gurunya.
Shari'at akan ripinya
Tariqat akan budinya
Haqiqat akan tirainya
Ma'rif at yang wasil akan isinya.
'Alam nasut nama hambanya
Perisai malakut akan katanya
Duldul jabarut nama kudanya
Menyerang lahut akan kerjanya.
Dengarkan hai anak jamu,
Unggas itu sekalian kamu! (f)
Ikan Tunggal bernama fadil
Dengan air da'im ia wasil
Tshqinya terlalu kamil
Didalam Laut tiada bersahil.
Ikan itu terlalu 'ali
[87] Bangsanya Nur al-Rahmani
Anggapnya rupa insani
Da'im bermain di laut baqi.
Bismi'Llah akan namanya
Ruh Allah akan nyawanya
Wajh Allah akan mukanya
Zahir dan batin sertanya.
Nur Allah nama bapainya
Khalaqat Allah akan sakainya
Raja Sulayman akan pawainya
Da'im berbunyi dalam balainya. Empat bangsa akan ibunya
Summun bukmun akan tipunya
Kerja Allah yang ditirunya
Mengenal Allah dengan bisunya.
Fana' fi'Llah akan suchinya
Inni ana'Llah akan bunyinya
Memakai dunya akan ruginya
Radikan mati da'im pujinya.
Tarku'l-dunya akan labanya
Menuntut dunya akan maranya
'Abdu'l-Wahid asal namanya
Da'im 'Ana'1-Haqq!' akan katanya
Kerjanya mabok dan 'ashiq
'Ilmunya sempurna fa'iq
Menchari air terlalu sadiq
Didalam Laut bernama Khaliq. Ikan itu terlalu zahir
Olehnya da'im didalam air
Sungguh pun ia terlalu hanyir
Wasilnya da'im di Laut halir.
83 SYAIR MA'RIFAT
Aho segala kita ummat Nabi!
Akan ma'rifat Allah yogya diketahui
Kerana ma'rifat itu pada sekalian wali
Mulianya sangat terlalu qawi.
Ma'rifat itu yang terlalu qabul
Dengan Mahbubmu da'im beroleh wusul
Pakaian Mahbub yang bernama Rasul
Terlalu jauh daripada zuluman jahul.
Maraja'l-bahrayni yaltaqiyan
Bayna huma barzakhun la yabghiyan.
Bahrayn itu terlalu 'ajib
Barzakh diantaranya bi Nuri'l-Habib
Olehnya zahir terlalu qarib
Kelihatan jauh pada sekalian [66] gharib. Bahrayn itulah ma'nanya dalam
Menyatakan pertemuan Tuhan dan 'alam
Inilah rahasia Nabi yang Khatam
Menyalakan 'Ashiq tiada ia padam.
Bahrayn itu tiada bertating
Airnya suchi terlalu hening
Bukan dimata hidung dan kening
Jangan dipandang disana pening!
Erti qaba qawsayny aw adna
Pertemuan hamba dan Tuhan yang A'la
Pada ma kadhaba'l-fu adu ma ra'a
Tiada lagi lain 'ala ma yura
Qaba qawsayni itu suatu tamthil
Ma'nanya 'ali timbangnya thaqil
Babrayn didalamnya sempurna jamil
Orang mengetahui dia terlalu qalil
85 Orang qaba qawsayni itu seperti kandang
Tali diantaranya bukannya benang
Bazrakh namanya disana terbentang
Ketiganya wahid yogya kau pandang.
Tuhan kita itu tiada bermakan
ZahirNya nyata dengan rupa insan
Man 'arafa nafsahu suatu burhan
Fa qad 'arafa rabbahu terlalu bayan. tv
AL-MUNTAHI
karangan Hamzah Fansuri
[Naskah Leiden no. 7291 (III)]
[rro] Bismi' Llahi' l—rahmani' l-^rahim
Al—hamdu li'Llahi rabbi'l—'alamin
< wa'l—'aqibatu li'l—muttaqin
wa'lsolatu 'ala rasuli [hi] Muhammadm
wa alihi ajma'in.
(1) Ketahui olehmu, hai Talib, bahwa sabda Rasulu'Llah (salla'
Llahu'alayhi wa sallam!).:
Man nazara ila shay 'in wa lam yara ' Llaha
fihi fa huwa batilun.
ya'm
Barang siapa menilik kepada suatu, jika tiada
dilihatnya Allah dalamnya, maka ia itu sia-sia.
[111]
Kata 'Ali (radiya'Llahu 'anhu!) :
Ma [ra] ' ay tu shay'an ilia wa ra'aytu'Llaha [fihi].
ya'ni :
Tiada kulihat suatu melainkan kulihat Allah dalam-
nya.
Sabda Nabi (salla'Llahu 'alayhi wa sallam!):
Man 'arafa nafsahu fa qad'arafa rabbahu.
ya'ni :
Barang siapa mengenal dirinya maka sanya menge-
nal Tuhannya.
S7 (2)Ert i mengenal Tuhannya, dan mengenal dirinya yam: Din
kuntu kanzan makhfiyyan [itu] dirinya, dan seme[s] ta sekalian
dalam 'Ihnu AUah. Seperti sebiji dan puhun; puhunnya dalam se-
biji itu, sungguh'pun tiada kelihatan, tetapi hukumnya ada dalam
biji itu.' Kata Shaykh Jun[ay] d (radiya'Llahu 'anhu!):
Kana'Llahu wa lam yakun ma'ahushay un [Huwa J
I—ana kama kana.
ya'ni Ada Allah dan tiada ada sertaNya suatu pun.
[Ia] sekarang ini seperti AdaNya dahulu itu jua.
Kerena ini maka sabda 'Ali (radiya 'Llahu 'anhu!):
Ma ra'aytu shay'an illa wa ra'aytu'Llaha fini.
(3) Tetapi jangan melihat seperti kain basah karena kain lain, air-
nya lain Allah Subhanahu wa Ta'ala mahasuchi daripada demikian
itu tamthilnya! Tetapi jika ditamthilkan seperti laut dan ombak,
harus seperti kata sha'ir:
Fa'l--bahru bahrun 'ala ma kana fi qidamin
Inna'l—hawaditha amwajun wa anharu
La yahjibannaka as [h] kalun tushakiluha
'An man tashakkala fiha fahiya astaru.
yani
Yang laut itu laut jua pada sedia pertamanya,
Maka yang baharu itu ombaknya dan sungainya;
Jangan mend[ind]ing[i] dikau [112] segala
rupa yang menyerupai dirinya, Karena dengan
segala rupa itu dinding daripadanya.
Tetapi [ombak] beserta dengan laut qadim. Seperti [kata] misra'j
[Darya kuhan chu bar zand mawji nu Mawjish khwanand u
dar haqiqat daryast].
[ya'ni:] Laut itu qadim; apabila berpalu, baharu ombak
namanya dikata.
Tetapi pada haqiqatnya laut jua—
Kerana laut dan ombak esa tiada dua.
Seperti firman Allah Ta'ala :
88 Wa'Llahu bi kulli shay'in muhit.
ya'ni :
Bahwa Allah Ta'ala dengan [segala se]suatu
meliput.
Sabda Rasulu'Llah (salla'Llahu 'alayhi wa sallam!):
Ana mina'Llahi wa'l—'alamu minni.
ya'ni
Aku daripada Allah; sekalian 'alam daripadaku.
Seperti matahari dengan chahayanya dengan panasnya; namanya
tiga haqiqatnya suatu jua. Seperti isharat Rasulu'Llah (salla
Llahu 'alayhi wa sallam!):
Man 'arafa nafsahu fa qad'arafa rabbahu.
ya'ni :
Barangsiapa mengenal din' nya maka sanya mengenal
Tuhannya.
(4) Adapun dirinya itu, sungguh[pun] beroleh nama dan rupa jua,
haqiqatnya rupanya dan namanya tiada. Seperti bayang-bayang
dalam chermin; rupanya d[an] namanya ada [haqiqatnya tiada].
Seperti sabda Nabi (salla'Llahu 'alayhi wa sallam!):
Al-mu'minu mir'atu'l—mu'min.
ya'ni ; .
Yang Mu'min itu chermin samanya mu min.
Ertinya ya'ni Nama Allah Mu'min. Maka hambaNya yang khas
pun namanya mu'min. Jika demikian, sama-sama dengan Tuhan-
nya, kerana hamba tiada bercherai dengan Tuhannya, dan Tuhan
pun tiada bercherai dengan hambaNya.
(5) Seperti firman Allah Ta'ala:
Wa huwa ma'akum aynama kuntum.
ya'ni :
Ia itu serta kamu barang dimana ada kamu.
Dan [113] lagi firman Allah Ta'ala .
89 Thalathatin ilia huwa rabi^uhum wa la khamsatin
illa huwa sadisuhum wa la adna min dhalika wa
la akthara illa huwa ma'ahum.
ya'ni :
Jika orang tiga, melainkan Ia jua keempatnya
dengan mereka itu; dan jika ada lima, melainkan
Ia keenam[nya] dengan mereka itu; dan tiada
lebih dan tiada kurang daripada demikian itu
melainkan Ia jua serta mereka itu.
Seperti firman Allah :
Wa nahnu aqrabu ilayhi min habWl—warid.
ya'ni :
Kami [terlebih] hampir kepadanya daripada urat
lehernya yang kedua.
(6) Dengarkan, hai Talib!—wa huwa ma'akum tiada diluar dan
tiada [di] dalam, dan tiada diatas dan tiada dibawah, dan tiada
dikiri dan tiada dikanan-[Ia khali] daripada enam pihak. Seperti
firman Allah Ta'ala:
Wa huwa'l-awwalu wal-akhiru wa'l-zahiru wa'l—
batinu.
ya'ni :
Ia itu jua yang Dahulu dan Ia jua yang Kemudian
dan Ia jua yang Nyata dan Ia jua yang Terbuni.
[Lagi] pun tamthil seperti puhun kayu sepuhun. Namanya limau
atau lain daripada limau. Daunnya lain, dahannya lain, bunganya
lain, buahnya lain, akarnya lain. Pada haqiqatnya sekalian itu
limau jua. Sungguh pun namanya dan rupanya dan warnanya
berbagai, haqiqat[nya] esa jua. Jikalau demikian, hendaklah segala
'Arif mengenal Allah Ta'ala seperti [ isharat] Rasulu'Llah (salla'
Llahu 'alayhi wa sallam!):
Man arafa nafsahu fa qad 'arafa rabbahu.—
seperti yang tersebut dahulu itu.
90 (7) Sebermula. Sabda Rasulu'Llah itu [114] dengan diisharatkan
jua. Sungguh pun pada Shari'at rupanya berbagai-bagai pada Haqi-
qat esa jua. Seperti kata sha'ir Lam 'at:
[Yari daram ki jism u jan surat ust Chi jism u chi
jan jumlah jihan surat ust Har surat khub u ma'na
pakizah Kandar nazr man ayad an surat ust]
ya'ni :
Bahwa ada kekasihku, tubuh dan nyawa rupanya
jua, Apa tubuh, apa nyawa? sekalian 'alam pun
rupanya jua;
Segala rupa yang baik dan erti yang suchi itu pun
rupanya jua,
Segala barang yang datang kepada penglihatku
itu pun rupanya jua.
Seperti firman (Allah) Ta'ala:
Fa aynama tuwallu fa thamma wajhu'Llah.
ya'ni :
Barang kemana mukamu kau hadapkan, maka
disana ada Dhat Allah.
Tamthil seperti susu dan minyak sapi; namanya dua, haqiqatnya
suatu jua. Kesudahannya susu lenyap [apabila di] putar—minyak
jua kekal sendirinya.
(8) Sekali-kali tiada bertukar, seperti sabda Rasulu'Llah (salla'
Llahu'alayhi wa sallam!):
Man'arafa nafsahu bi'l-fana'i.
fa qad'arafa rabbahu bVl-baqa\
ya'ni : Barang siapa mengenal diri nya [dengan]
fana'nya, bahwa sanya mengenal Tuhan yang
baqa'lah dan serta Tuhannya.
Seperti mengetahui ruh dengan badan; muhit pada badan pun ti-
ada dalam badan pun tiada, luar badan pun tiada. Demikian lagi
Tuhan; pada sekalian 'alam pun tiada, dalam 'alam pun tiada,
diluar 'alam pun tiada. Seperti permata chinchin dengan chaha-
yannya, dalam permata pun tiada chahayanya, diluar permata
pun tiada chahayanya.
91 (9) Kerana ini maka kata 'Ali (radiya'Llahu'anhu):
Ma ra'aytu shay'an illa ra'aytu'Llaha fihi.
Tiada kulihat suatu melainkan [115] kulihat
Allah dalamnya.
Maka Mansur Hallaj pun berkata daripada sangat berahi ini
mengatakan:
Ana'1-Haqq!
ya'ni:
Akulah yang Sebenarnya!
Maka kata (ba) Yazid pun mengatakan demikian:
Subhani ma a ' zama sha 'ni!
ya'ni:
Maha suchi aku, dan siapa besar sebagianku!
Maka Shaykh jun [ay] d Baghdadi pun mengatakan :
Laysa fi jubbatisiwa'Llah!
ya'ni
Tiada dialam jubbahku ini melainkan Allah!
Dan Sayyid Nasimi pun mengatakan:
Inni ana ' Llah !
ya'ni :
Bahwa akulah Allah!
Dan Mas' udi pun mengatakan dengan bahasa Farsi:
Anchih ham'an dhat bud
bäz haman dhat shud.
ya'ni:
Dhât Allah yang Qadim
itulah dhätku sekarang.
92 Dan kata Mawlâna Rum
'Alam nin belum, adaku adalah
Adam pun belum, adaku adalah
Suatu pun belum, adaku beranikan qadimku jua.
Dan kata Sultânu'l-'Àshiqin Shaykh 'Ali Abü'1-Wafa':
Kullu'l-wujùdi wujûduhu là tushrikanna bibi'l-miläh
Fa idhâ nazarta lahu bihi fa'sjudhunâka fa làjunâh
ya'ni :
Segala [wujud ini] wujùdNya jangan kau
sekutukan dengan yang baik,
Apabila kau lihatNya bagiNya dengan dia, maka
sujudlah engkau sana tiada berdosha.
Maka kata kita [b] Gulshan:
Hai segala islam! jika kau ketahui bahwa berhala
apa,
Kau ketahui olehmu bahwa yang jalan itu
pada menyembah berhala dikata.
Jika segala kafir daripada berhalanya itu dalalnya,
Ngapa maka [116] pada agamanya itu jadi sesat.
(10) Sebab demikianlah maka Shaykh 'Aynu'1-Qudat menyembah
anjing mengatakan. 'Hadha rabbi'—ya'ni: Tnilah Tuhanku!'—kare-
na anjing tiada dilihatnya, hanya dilihatnya Tuhannya jua yang
dilihatnya. Seperti orang melihat kepada chermin; muka jua yang
dilihatnya, chermin gha'ib daripada penglihatannya karena 'alam
ini pada penglihatannya seperti bayang jua—rupanya ada haqi-
qatnya tiada. Nisbat kepada Haqq Ta'ala tiada nisbat kepada kita
adalah karena kita memandang dengan hijab. Seperti sabda Rasulu'
Ilah (salla'Llahu'alayhi wa sallam!):
Man 'arafa nafsahu fa qad'arafa rabbahu.
dengan isharatkan jua. Pada haqiqatnya dikenal pun Ia, mengenal
pun Ia.
93 (11) Seperti sabda Rasulu'Llah (salla'Llahu 'alayhi wa sallam!):
Man 'arafa ' Llaha tala lisanuhu.
Barangsiapa mengenal Allah lanjuti lidahnya.
Pada tatakala mulanya mengetahui man 'arafa nafsahu, setelah
sampai kepada fa qad'arafa rabbahu maka SendiriNya. Maka sabda
pula Nabi Allah:
Man 'arafa'Llaha kalla lisanu [hu].
Barangsiapa mengenal Allah hululah lidanya.-
ertinya: tempat berkata tiada lagi lulus.
(12) Seperti kata Shaykh Muhyi'1-Din 'Arabi (qaddasa' Llahu
sirrahu!) itu pun isharat kepada 'Man 'arafa nafsahu fa qad arafa
rabbahu 'jua. Syair :
Ala-haqqu 'aynu'l-khalqi in kunta dha'ayni
Wa'l-khalqu 'aynu'l-haqqi in kunta dha'aqli
Fa in kunta dha'aynin wa 'aqlin fama tara
Fa huwa 'aynu shay'in wahidin fihi illa bi'l-shak-
li.
[117] ya'ni kata Muhyi'1-Din sebenarnya itu keadaan hamba
Nya:
Jika ada engkau orang bermata, bermula:
hamba itu kenyataan Tuhan,
Jika ada engkau orang berbudi maka barang
segala kau lihat ini keadaanNya;
[Dan jika ada engkau orang bermata dan berbudi,
maka apalah yang kau lihat? ] —hanya
Segala suatu itu dalam Nya [melainkan] dengan
segala rupa.
94 Seperti firman Allah Ta'ala:
Wa huwa ma'akum aynama kuntum.
ya'ni:
Ia itu serta kamu barang dimana ada kamu.
Lagi perka[taa]annya Shaykh Muhyi'1-Din ibn'Arabi (shi'r.)
Kunna huruf fan] 'aliyatin lam nuqal
Muta'alliqatin fi dhura a'la'l-qulal
Anafanta] fihi wa nahnu anta [wa anta] hu
Fa'l-kullu f i hu hu fasal'an man wasal.
ya'ni*
Kamilah huruf yang mahatinggi yang tia[da]
berpindah,
Dan yang tergantung dengan istananya diatas
punchak gunung.
Aku engkau dalamnya dan [kami engkau dan]
engkau Ia,
Maka sekalian dalam Itu Ia, maka bertanyalah
engkau kepada barangsiapa yang wasal.
(13) Hai Talib!—mengetahui 'Man 'arafa nafsahu ' bukan mengenal
jantung dan paru-paru, dan bukan mengenal kaki dan tangan.
Ma'na 'Man 'arafa nafsahu': adanya dengan Ada Tuhannya esa
jua. Seperti kata Shaykh [Junayd] Baghda [di] (rahmatu Llahi
'alayhi!):
Lawnu'l-ma'i lawnu ina'ihi.
ya 'ni:-
ya'ni:
Warna air warna bejananya.
Dan seperi kata sha'ir Lam 'at:
i
Laqad batanta fa lam tazhar li dhi basarin
Wa kayfa yudraku man bi'l-ayni mustatiru
ya'ni:
Sungguhnya telah terhunilah Engkau maka tiada
dapat dilihat oleh segala mata;
Maka betapa dilihat oleh segala mata [118]
kerana Ia terdinding dengan adaNya?
95 Lagi kata Shaykh Muhyil-Din:
In ruhtu atlubuhu lam yangadi safari
In ji'tu hadratahu wuhishtu fi hadari
La ana arahu wa la yanfakku min basari
Wa fi damiri wa la alqahu fi 'umuri.
ya'ni. . ;
Jika pergilah aku menuntut Dia, tiadalah
berkesudahan tuntutku,
Jika datang aku kehadratNya, Ia liar
daripadaku,
Tiada aku melihat Dia, Ia tiada jauh
daripada penglihatku,
Bermula: Ia ada dalamku dan tiada aku
bertemu pada se'umurku.
Inilah maka kata Shaykh Jun[ay] d (rahmatu 'Llahi 'alayhi):
Wujuduka dhanbun la yuqasu bihi dhanbu.
ya'ni:
Adamu ini dosha, tiada dosha sebagainya.
(14) Barangkala engkau pun suatu wujud, Haqq [Ta'ala] pun
suatu wujud, sharika lahu datang kerana Haqq Subhanahu wa
Ta'ala wahdahu la sharika lahu ertinya ya'ni: tiada sekutu bagi-
Nya; ertinya tiada wujud lain hanya wujud Haqq Ta'ala jua. Se-
perti laut dan ombak. Seperti firman Allah Ta'ala:
Fa aynama tuwallu fa thamma wajhu Llah.
ya'ni:
[Barang kemana mukamu kau hadapkan, maka
disana ada] Dhat Allah.
Dan kata Mawlana 'Abdu'l-Rahman Jami (rahmatu'Llahi'alayhi!):
Bayt: Ham sayah u ham[ni] shin u ham rahu hamah
ust [Dar dalaq gada u [dar] atlas shahi hamah
ust] Dar anchuman farq nihan [k] hanah u jam'
[hamah ust] Bi'Llahi hamah ust thumma bi'
Llahi hamah ust.
96 ya'ni:
Sekampung sekedudukan sekejalanan sekalian itu
[Ia] jua;
Pada telekung segala minta makan dan pada atlas
segala raja-raja itu pun [119] Ia jua;
Pada segala perhimpunan dan percheraian dan
rumah yang terbuni dan yang berhimpun itu pun
Ia jua,
Demi Allah sekaliannya Ia jua! Maka demi Allah
sekaliannya Ia jua!
(15) Tamthil seperti biji sebiji, dalamnya puhun kayu sepuhun
dengan selengkapnya. Asalnya biji itu jua; setelah menjadi kayu
biji sebiji itu gha'ib—kayu jua kelihatan. Warnanya berbagai-
bagai, rasanya berbagai, [tetapi] asalnya sebiji itu jua. Seperti
firman Allah Ta'ala:
. . . Yusqa bi ma'in wahidin wa nufaddilu
ba'daha 'ala ba'din fi'l-ukuli.
. . . Kami tuangkan dengan suatu air dan
Kami lebihkan setengah atas setengahnya
pada rasa makanan.
Tamthil seperti air hujan dalam sebuah tanaman. Air i[tu] jua
yang lengkap pada sekalian dan berbagai-bagai rasanya. Pada
limau masam, pada tebu manis, pada mambu pahit; masing-masing
membawa rasanya. Tetapi haqiqatnya air itu jua pada sekalian itu.
Suatu lagi tamthil seperti matahari dengan panas. Jikalau panas
kepada bunga, atau kepada chendana, tiada ia beroleh bahu
daripada bunga. Jikalau najis pun demikian lagi. Jangan shakk
disini kerena shakk ini itulah hijab.
(16) Kerana [atas] mazhar Jalai dan atas mazhar Jamal tiada
[Ia] bercherai, maka Kamal NamaNya. Nama al-Mu'izz tiada ber-
cherai, Nama al-Latif [dan] al-Qahhar tiada bercherai. Dan shirk
pun mazhar Nya jua. Seperti kata Shah Ni'matu'Llah qaddasa'
Llahu sirrahu!):
97 [120] Ra'aytu 'Llaha fi'ayni bi'aynihi
Wa ayni 'aynuhu fa'nzur bi'aynihi
Habibi 'indaghayrighayru 'ayni
Wa'indi aynuhu min haythu 'ayni.
ya'ni
Kulihat Allah pada keadaanku dengan penglihat-
Nya; Bermula: keadaanku itu KeadaanNya. maka
tilik kepadaNya dengan tilik daripadaNya.
Kekasihku, pada segala lain daripadaku, lain dari-
padaku,
Bermula: padaku AdaNya itu dengan keadaanku
suatu jua'
Inilah sifat 'Man arafa nafsahu fa qad'arafa rabbahu' itu pun per-
mulaan jua.
(17) Sebermula. Firman Allah Ta'ala:
Wa'Llahu khalaqakum wa ma ta malun.
ya'ni:
Bahwa Allah Ta'ala menjadikan kamu dan barang
perbuatan kamu.
Dan lagi firman Allah Ta'ala:
Ma min dabbatin illa huwa akhidhum
bi nasiyatiha inna rabbi'ala siratin
mustaqim.
ya'ni .. . T
Tiada siapa dapat membawa melainkan la jua
menghela rambut dahinya. Bahwa Tuhanku Esa
JalanNya sebenarnya itupun.
Dan lagi sabda Nabi (salla'Llahu ' alayhi wa sallam!):
La hawla wa la quwaata illa bi'Llahi'l-ahyyil-
'azim.
ya'ni:
Tiada mengelilingi dan tiada quwwat seorang
98 melainkan dengan kuasa Allah yang Mahatinggi
dan Mahabesar.
Dan lagi sabda Nabi (saHa^Llahu'alayhi wa sallam!):
La tataharraku dharratun illa bi idhni'Llah.
ya'ni:
Tiada bergerak suatu dharrat pun melainkan
dengan gerak Allah Ta'ala.
[Dan lagi sabda Nabi (salla'Llahu'alayhi wa sallam!)] :
Khayrihi wa sharrihi mina'Llahi Ta'ala.
ya'ni:
Baik dan jahatnya daripada Allah Ta'ala.
Seperti firman Allah [121] Ta'ala:
Wa ma tasha ' una illa an yasha 'a Llah.
ya'ni:
Dan tiada berkehendak mereka itu seorang jua
pun melainkan dengan [kehendak] Allah jua.
(18) Sekalian dalil dan hadith ini isharat kepada Man arafa nafsa-
hu fa qad 'arafa Rabbahu jua. Lain daripada tiada. Dan kata
Shaykh Muhyi'1-Din ibnu'l-'Arabi (qaddasa'Llahu sirra ruhihi'l-'
aziz!):
Shiï:
Haramun 'ala'l-ushshaqi an yashhadu'l-siwa
Idha kana wajhuH-haqqi [bVl-nuri] sha'sha'a
Ma dha aqulu wa anta wahduka lam yaku
Ahadun siwaka fa ma siwaka fa ka'l-haba.
ya'ni.
Telah haramlah atas segala yang berahi bahwakan
memandang lain daripadaNya,
Apabila ada keadaan Allah dengan chahayaNya
gilang-gemilang.
99 Barang segala yang kukata dan bahwa Engkau
jua Esa, tiada lain .
Suatu pun daripadaMu maka sekarang barang lain
daripadaMu itu seperti haba adanya.
Seperti firman Allah Ta'ala:
Kulla yawmin huma fi shaTi.
ya m Pada segala hari Ia itu dalam kelakuanNya.
(19) Ya'ni pada zuhuNya berbagai-bagai [akan tetapi Dhat tiada
hM-haeai-bagail dan tiada berubah, kerana Ia—
berbagai W^^ ^ wa%akhiru wa'l-zahiru wa'l-baUnu.
yani
' Ia yang Pertama dan Ia yang Kemudian dan Ia
Nyata dan Ia Terbuni—
AwwalNya tiada ketahuan, akhirNya tiada berkesudahan, zahir-
NyTamJt terbuni dengan batinNya tiada ^TTZ^ÎÏ Ï
riiriNva dengan diriNya, melihat diriNya [dengan] DhatNya de-
^SAdîng J ÀfUNy. dengan AtharNya. »»£*£ »
namanya empat pada haqiqatnya esa. Sepert! kata Shaykh [122]
Muhyi'1-Din:
Tajalli bi dhatihi fi dhatihi.
Menunjukkan AdaNya bagi AdaNya
Lagi kata Imam Muhammad Gazzali (rahmatu'Llahialayhi!):
In 'alam azust be ust baiki hamah ust.. .
yam :
'Alam ini daripadaNya dengan Dialah-tetapi-
sekaliannya Ia.
Diikut dari Kimiya-i Sa'adat. „„„„
Guft Ba Yazid: 'Wujuduna minhu wa quwwamuna
100 bihi lafarqun bayni wa bayna rabbi illa bihadha'l-
marta barayu.
vâ'nii
Wujud kami daripadaNya dan quwwat kami dengan
Dia. Tiada bedha antaraku dan antara Tuhanku
melainkan dengan dua martabat.
Inilah 'ibarat 'Man 'arafa nafsahu fa qadl
arafa rabbahu.'
(2) Sebermula. Allah Subhahahu wa Ta'ala tiada bertempat dan
tiada bermithal. Apa akan ' tempat [apabüa] lain daripadaNya
tiada? Mana tempat, mana mithal, [mana] warna? Hamba pun
demikian lagi hendak [nya] jangan bertempat, jangan bermithal,
jangan berjihat enam, kerana sifat hamba Tuhannya: hendak[nya]
maka datang kepada
Idha tamma'l-faqru fa huwa'Llahu
'ayshuhu bi 'ayshi'l-Llah.
ya'ni:
Apabila sempurnalah faqir maka ia itu Allah
dan hidupnya dengan hidup Allah.
Seperti kata Mawlana 'Abdu'l-Rahman Jami (rahmat*'Lkthï
alayhU):
ya'ni
[Bas bi rangist yari dikhwah ay dil
Qani nashawi barangi na gah ay dil
Asal in hamah rangaha azan birangist
Man ahsanu sibghatan mina'Llahi ay dil.]
Kepada kekasih yang tiada berwarna itu kau
kehendak, hai hati;
Jangan kau padamkan kepada warna mudah-
mudahan, hai hati:
Bahwa segala warna daripada tiada berwarna
datangnya, hai, hati
101 'Barangniapa mengambil warna daripada Allah
itulah terlebih baik,' hai hati?
f21ï Ya'ni f 123] yang asalnya itu tiada berwarna dan tiada
berupl S gi a n!pa
y
yaig dapat dilihat dan dapat dibicha^j ,
sekaSn makhluq jua pada 'ibarat. Barangsiapa menyembah
makhn^q ^ itu mushrik; seperti menyembah orang-orang mati
T n ma i dan jantung dan paru-paru-sekalian itu berhala^ jua
hukumanya. Barangsiapa menyembah berhala, ia itu kafir
na'udhubi'Llah minha! Wa'Llahu a'lam!
(22) Jika demikian ngapa memandang seperti ombak dan laut
juga dapat? Seperti sha'ir:
Fa'awwiV alayhi la siwahu
fa'aynama tuwallu fa thamma wajhu
'Llahi laysa mubarqa 'an.
(23) (Raqqa'l-zujaju wa raqati'l-khamru
Fa tashabaha wa tashakala'l-amru
Fa ka'annama khamrun wa la qadahu
Fa ka'annama qadahun wa la khamru.
ya m:
f Naqsh kacha dan hening] minuman
Maka serupa keduanya dan sebagai pekerjaannya
Maka sanya minuman tiada dengan piala
Dan bahwa piala tiada dengan minuman.
Ya'ni warna kecha dan warna minuman esa jua; warna minuman
ILZ Z pun sebagai jua, tiada dapat dilainkan, Seperti kata
Lam'at:
Al-aynu wahidatun wa'l-hukmu mukhtalifu
Wa dhaka sinon U ahliVÜmi yankashifu.
ya'ni:
Asalnya suatu jua warnanya berbagai-bagai
102 Rahasia ini bagi orang yang tahu jua dapat mema-
kai dia.
[Seperti kata misra :
Ma'shuq u'ishq u'ashiq har sih yakyast inja
Chum wasl dar na-gunjad hijran chi kar darad.
ya'ni] :
Berahi dan yang berahi dan yang diberahikan itu ke-
tiganya esa jua,
Sini, apabila pertemuan tiada lulus, percheraian
dimanakan ada?
924) Kenapa dikata k
(24) Kenapa dikata kerana sifat bertemu dan bercherai dua?
Hendak [nya] pada Alim, haqiqat tiada dua. Seperti ombak dan
laut esa jua, pada zahimya jua dua, teta[pi] bertemu pu[un] tiada
bercherai pun tiada; didalampu[n] tiada [124] diluar pun tiada.
Qala'l-ghawthu'l-a'zam: Ayyi salatin afdalu 'in-
daka yarabbi? Qala'Llahu Ta'ala: Salatu'l-ladhi
laysa fiha siwa'i wa'l-musalli gha'ibun 'anha.
ya'ni:
Sembah Ghawth: 'Mana kebaktian terlebih kepada-
Mu ya Tuhanku? Firman Allah Ta'ala: Sembah-
yang yang tiada dalamnya suatu pun lain daripada-
Ku, dan yang menyembah gha'ib.
Nyatalah [daripada ini bahwa yang] disembah pun Ia jua, yang
menyembah pun Haqq. Seperti kata Masha'ikh:
Ma 'arafa ' Llahu illa 'Llah
ma ya'lamu'Llahu illa'Llah
ma yara ' Llahu illah 'Llah.
ya'ni:
Tiada mengenal Allah hanya Allah,
103 tiada mengetahui Allah hanya Allah,
tiada melihat Allah hanya Allah.
Dan seperti kata Mawlana 'Abdul'1-Rahman Jami:
Hamchunin wasil nashfas] tah pesh yari mikunad
an hajr nalahai zar ta shuwad mahjib u mahrum
az wasl waqif an bar ran] u malai.
Orang yang wasal itu seperti orang duduk [kesal]
taulannya dicheriterakannya daripada percheraian-
nya dan serunya dan tangisnya sehingga jadi hurum
daripada wasal; terhenti [o]lehnya daripada per-
cheraiannya dan daripada penuh dengan dukachita-
nya.
Dan seperti kata Shibli, hendak [nya] sha'ir:
Innani kadafda'un sakinatun fi'l-yammi
In hiya [fahat] mala'at faha
aw sakatat matât mina 'l-ghammi.
Akulah seperti katak diam dalam laut;
jika kubukakan mulutku nischaya dipenuhi air;
jika aku diam nischaya matilah aku dalam per-
chintaanku. [125]
yani :
(25) Isharat daripada Shaykh Sa'du'1-Din: jika lagi dituntut
tiada diperoleh [jika lagi] dipandang tiada düihat, kerena fi il
kita itu seperti angin dilaut. Jika berhenti angin maka ombak
pulang kepada asalnya. Seperti firman Allah Ta'ala:
Ya ayyatuha'l-riafsu l-mutma'innatu irji'i
ila rabbiki radiyatan mardiyyah fa'dkhuli
fi'ibadi wa'dkhuli jannati.
104 ya'ni:
Hai segala kamu bernyawa mutma'innah!
pulanglah kamu kepada Tuhan kamu radi
kamu akan Dia dan radi Ia akan kamu.
Maka masuklah shurgaKu, hai hamba-hambaKu
Ertinya datangnya pun daripada laut, pulangnya pun kepada laut
jua.
Jannatu'l-zahidina hurun wa qusurun
Jannatu'l-ashiqina fi mahalli kuntu kanzan makh-
fiyyan
ya'ni:
Shurga orang zahid anak bidyadari dan mahgai,
Shurga o [rang] berahi kepada perbendaraan yang
berbuni.
(26) Sanalah tempat diam segala 'Ashiqin! Beranikan shurga pun
tiada, dengan neraka pun tiada takut ia; kerana [pada] orang
berahi yang wasal jannat itulah yang dikatakan [dalam ayat)
fa'dkhuli f i 'ibadi wa'dkhuli jannati. Pulanglah ia kepada tempat
kuntu kanzan makhfiyyan. Dan seperti kata Ahlu'Llah;
ya'ni:
Itupun ia
Itupun ia:
ya'ni:
Man 'arafa'Llahu fa huwa mushrikun.
Barangsiapa mengenal [ Allah] maka ia itu mushrik.
Al faqiru la yahtaju ila'Llah.
Al-faqiru aswadu'l-wà}hi fi'l-darayu.
Yang faqir itu hitam mukanya pada kedua negeri.
Itupun ia: sha'ir
105 Ana'l-ghariqu [126] bi bahrin ma lahu tarafun
[Qad] ghibtu fihi 'ani'l-wijdani wal-adami.
ya'ni:
Aku telah karamlah pada laut yang tiada bersisi,
Maka lenyaplah aku dalamnya; daripada 'ada' dan
'tiada' pun aku tiadalah tahu.
Itupun ia: sha'ir.
Raddadtani bayna'l-maniyyati wa'l-muna
Wa jama'tani bayna'l-ïnayati wa'l-'ana
Wa akhadhta ni [minni] li dhatika faYtaqay
Tu limustawa la anta fihi wa la ana.
ya'ni:
Kembalilah aku daripada menuntut dan yang
dituntut. Dan berhimpunlah aku antara yang me-
ngarunia dan [yang] dikarunia,
Dan kembalüah daripada aku bagi adaMu suatu
tiga.
Tiada Engkau dalamnya dan tiada aku.
Lagi kata Shykh 'Attar (radiya'Llahu'anhu!):
[Baz ba 'de dar tamasha tarab
tan farudandi farigh az talab.]
ya'ni
Daripadanya kembalilah setengah daripada melihat
tamasha tepuk dan tari:
Nyawanya pun diberi selesaüah ia daripada tuntut .
Itupun ia:
[Bayt: waraq sukhtah wa qalam bashkun siyahi
zir dam dharkas hamin din [u] qissati Hshq
ust ki dar daftar nah migunjad.
ya'ni:
Qartas pun ditunukan dan qalam pun dipatahkan
dan da'wat pun ditumpahkan dan nafas pun di-
106 helakan. Inilah qissah ragam orang berahi bahwa
dalam daftar tiada lulus.
Ini pun ia:
[Kata bayt Shaykh Ni'matu'Llah:)
[Talab afdat iradat wa bila wujud hijab ast
Wijdan muhal namnayi waqrub wa khiyal
Hudur ghurur naf sah du dur du dur.
ya'ni:
Tuntut pun setru dan kehendak pun sia-sia dan
wujud pun jadi dinding tiada dapat diperoleh
menghendaki damping dan chita yang hadir segala
ghurur naf s pun menjauhkan.
(27) Inilah kesudahan sekalian! Inüah yang dikatakan : 'Fa'1-fana'u
'ani'l-fana'i ghayata'1-fana.' [127] Inilah yang dikatakan 'alam
lahut pun dapat, dan dikatakan wasal pun dapat, dikatakan
mahw pun dapat dikatakan. Inilah kata Shah 'Ali Barizi d [alam
bahasa] Fa[r] si:
Bar dar dara 'l-fana 'i kardam sujud
Sar bar awardam mara ru 'i numud.
ya'ni:
Kepada pintu negeri yang fana sujudlah aku
Kubukakanlah kepalaku pertunjukkanlah muka-
Mu kepadaku!
Kata orang Pasai : 'Jika tiada kupho, tiada bertemu dengan kufu'
ya'ni kupho pada bahasa Jawi tertutup' : jika tiada tertutup,
tiada bertemu dengan kufu'—ya'ni ['pada] Erti pada [itu] tiada
lagi lulus ia itu: ya'ni menjadi seperti dahulu tatakala dalam
kuntu kanzan makhifyyan, serta dengan Tuhannya. Seperti biji
dalam puhun kayu; sungguh pun zahir[nya] tiada kelihatan
haqiqatnya esa jua. Sebab inüah Mansur [alHalaj] mengatakan:
Ana'l-Haqq/'—setengah mengatakan: ['Inni] Ana'Llah!'; kerana
adanya ini tiadalah düihatnya lagi.
107 (28) Inüah ertinya:
Idha tamma'l-faqru fahuwa'Llah.
Ertinya:
Yang faqir tiada suatu pun akan baginya.
Maka firman Allah Ta'ala dalam Hadith Qudsi:
Nawmu'l-faqiru nawmi
akalu 1-faqiru akali "
wa sharabu'l-faqiru sharabi
ya'ni:
Tidur faqir itu tidurKu, dan
makan faqir itu makanKu, dan
minum [faqir] itu minumKu.
Dan lagi firman Allah Ta'ala:
Al-insanu sirri wa an[a] sirruhu wa sifatufhuj.
ya'ni
Yang manusia rahasiaKu dan
Aku rahasianya dan sifatnya.
Kata U ways al-Qarani:
Al-faqiru hayatuhu bi hayati'Llahi
wa 'ayshuhu bi 'ayshilf'Llah].
ya'ni:
Yang faqir itu hidupnya dengan hidup Allah,
dan sukanya dengan kesukaan Allah.
Seperti kata Masha'ikh hendak [nya] :
Man 'arafa' Llaha fa huwa mushrikun
wa man 'arafa nafsahu fahuwa kafirun.
108