8/16/2019 Fluks Nutrien Bentik Dan Laju Aktivitas Bakteri
http://slidepdf.com/reader/full/fluks-nutrien-bentik-dan-laju-aktivitas-bakteri 1/13
Perkembangan Limnologi dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia:Tantangan dan Harapan
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI I, Cibinong 3 Desember 2013 77
FLUKS NUTRIEN BENTIK DAN LAJU AKTIVITAS BAKTERI
PADA SEDIMEN DANAU LIDO JAWA BARAT
Niken TM Pratiwi, Sigid Hariyadi, Inna Puspa Ayu, Aliati Iswantari Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan IPB Bogor 16680
ABSTRAK
Danau Lido merupakan salah satu perairan tergenang di Kabupaten Bogor. Perairan
tersebut dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas antropogenik yang memberikan masukan materi
khususnya nitrogen yang dapat berdampak pada penurunan kualitas perairan dan sedimen danau.
Pengetahuan mengenai pola keberadaan N sebagai respon masuknya N dari berbagai sumber
baik dari luar dan dalam ekosistem perairan dibutuhkan dalam rangka pengelolaan perairan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fluks nutrien (N) bentik dan mengetahui laju aktivitas
bakteri dalam pemanfaatan N pada sedimen Danau Lido. Pengambilan contoh dilakukan pada
dua lokasi, yaitu inlet (dekat dengan aktivitas pertanian) dan tengah perairan. Penelitian dibagi
menjadi dua, yaitu perlakuan fluks bentik dan perlakuan sediment slurry. Berdasarkan hasilanalisis, diketahui bahwa daerah inlet memiliki kandungan air pori (NH 3-N, NO2-N, dan NO3-N)
dan kelimpahan kelompok bakteri nitrifikasi, denitrifikasi, dan amonifikasi yang lebih tinggi
dibandingkan area tengah perairan. Berdasarkan hasil analisis fluks, diketahui bahwa fluks bentik
NH 3-N dan NO2-N pada daerah tengah perairan lebih tinggi dibandingkan daerah inlet.
Berdasarkan hasil perlakuan sedimet slurry, diketahui bahwa laju aktivitas tiap kelompok bakteri
cenderung meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi yang ditambahkan. Untuk kelompok
bakteri denitrifikasi cenderung menurun pada penambahan konsentrasi di atas 500µM. Secara
keseluruhan tergambarkan bahwa fluks N bentik pada daerah tengah perairan lebih tinggi
dibandingkan daerah inlet. Pada kedua lokasi, laju aktivitas bakteri denitrifikasi di sedimen
cenderung lebih besar dari nitrifikasi dan DNRA.
Kata Kunci: bakteri, Danau Lido, fluks nutrien, laju aktivitas
PENDAHULUAN
Danau Lido merupakan salah satu perairan tergenang di Kabupaten Bogor.
Air Danau Lido berasal dari aliran sungai Ciletuh, serta rembesan dari areal
perkebunan Pondok Gedeh dan Cigombong. Perairan ini dimanfaatkan untuk
berbagai macam aktivitas baik yang dilakukan di dalam perairan danau maupun di
sekitar danau tersebut. Aktivitas-aktivitas tersebut di antaranya kegiatan budidaya
perikanan Karamba Jaring Apung (KJA), perikanan tangkap, pertanian, wisata,
perhotelan, rumah makan, dan pemukiman. Budidaya KJA merupakan satu-
satunya kegiatan yang dilakukan dari dalam danau yang secara intensif
memberikan dampak terhadap danau. Secara umum, Berbagai aktivitas
antropogenik tersebut akan memberikan masukan yang berdampak pada
penurunan kualitas perairan danau.
8/16/2019 Fluks Nutrien Bentik Dan Laju Aktivitas Bakteri
http://slidepdf.com/reader/full/fluks-nutrien-bentik-dan-laju-aktivitas-bakteri 2/13
8/16/2019 Fluks Nutrien Bentik Dan Laju Aktivitas Bakteri
http://slidepdf.com/reader/full/fluks-nutrien-bentik-dan-laju-aktivitas-bakteri 3/13
Perkembangan Limnologi dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia:Tantangan dan Harapan
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI I, Cibinong 3 Desember 2013 79
Gambar 1. Peta Danau Lido, Jawa Barat (Tambunan 2010)Keterangan: = Stasiun pengambilan sampel
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah acrylic sediment core, alat pemutar untuk
perlakuan fluks, DO meter, termometer, dan pH stick . Bahan yang digunakan
adalah bahan-bahan untuk analisis parameter kualitas air, media untuk analisis
kelimpahan bakteri, dan bahan untuk perlakuan sediment slurry.
Metode Kerja
Penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu pengambilan contoh di
lapang, percobaan pengukuran fluks dan sediment slurry di laboratorium.
Selanjutnya dilakukan kegiatan analisis contoh.
Tahapan Penelitian
Pengambilan contoh air dan sedimen
Pengukuran terhadap beberapa parameter lingkungan perairan di air
seperti suhu, pH, dan DO (dissolved oxygen) dilakukan secara in situ.
Pengambilan contoh air dilakukan untuk selanjutnya dianalisis amonia/NH3-N
(metode phenate), nitrit/NO2-N (metode sulfanilamide), BOD5 (metode
titrimetrik), COD (refluks tertutup) yang mengacu pada Eaton et al. (2005),
nitrat/NO3-N (metode brucine) berdasarkan Rand et al. (1979), dan analisis rasio
C/N.
8/16/2019 Fluks Nutrien Bentik Dan Laju Aktivitas Bakteri
http://slidepdf.com/reader/full/fluks-nutrien-bentik-dan-laju-aktivitas-bakteri 4/13
Perkembangan Limnologi dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia:Tantangan dan Harapan
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI I, Cibinong 3 Desember 2013 80
Perlakuan fluks bentik
Untuk perlakuan fluks bentik, air dan sedimen diambil menggunakan core
hingga kedalaman 10 cm dari permukaan dasar sedimen. Selanjutnya contoh
dalam core disimpan ke dalam wadah dan dikondisikan pada suhu 4oC.
Pengambilan contoh air juga dilakukan untuk mengganti air di overlying water
dan inkubasi core saat percobaan.
Contoh yang dianalisis adalah contoh air dan sedimen. Air (overlying
water ) diambil menggunakan syringe dan diawetkan dengan HgCl2. Selanjutnya
sedimen dipotong menjadi 2 bagian atau 5 cm per strata (0-5 cm dan 6-10 cm).
Contoh air dan sedimen untuk analisis kelimpahan bakteri segera dianalisis,
sedangkan contoh air dan sedimen untuk analisis nutrien disimpan di freezer
hingga waktu analisis.
Perlakuan slurry sediment
Tahap penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju dan proses
transformasi N yang terjadi di sedimen yang diambil dari Danau Lido yang dilihat
dari total aktivitas mikrobial. Aktivitas ini dapat diketahui dengan menggunakan
percobaan “sediment slurry” (Oremland et al., 1984).
Slurry yang dimaksud adalah sedimen yang dicampur dengan akuades
dengan perbandingan 1:3. Terdapat dua perlakuan, yaitu slurry dengan
penambahan NH4Cl (aerob) dan NaNO3 (anaerob) (Runcie et al., 2003) dengan
konsentrasi yang berbeda. Menurut Runcie et al. (2003), biasanya konsentrasi
tersebut berkisar antara 1-1200 µM. Dalam penelitian ini, terdapat 5 konsentrasi
akhir yang digunakan, yaitu 100, 300, 500, 800, dan 1000 µM. Waktu inkubasi
adalah selama 3 jam. Selain itu terdapat sediment slurry inisial, yaitu slurry yang
tidak diberikan penambahan nutrien (tanpa NH4Cl dan NaNO3) yang diperlakukan
sebagai kontrol.
Masing-masing percobaan dilakukan di botol kaca 125 ml. Sedimen dan
aquades dimasukkan ke dalam wadah besar, kemudian dicampur/dikocok hingga
homogen. Setelah homogen, slurry dipindahkan ke botol-botol perlakuan dengan
menggunakan syringe besar dan kemudian ditutup dengan penutup karet.
Selanjutnya nutrien yang berbeda tersebut dimasukkan ke dalam masing-masing
8/16/2019 Fluks Nutrien Bentik Dan Laju Aktivitas Bakteri
http://slidepdf.com/reader/full/fluks-nutrien-bentik-dan-laju-aktivitas-bakteri 5/13
Perkembangan Limnologi dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia:Tantangan dan Harapan
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI I, Cibinong 3 Desember 2013 81
botol perlakuan. Untuk perlakuan anaerob, maka botol perlakuan tersebut di flush
dengan N2 agar berada dalam kondisi anaerobik.
Sebelum inkubasi (t awal) sampel slurry diambil untuk dianalisis
kandungan nutrien NH3-N, NO2-N, dan NO3-N. Hal yang sama juga dilakukan
untuk akhir inkubasi (t akhir).
Analisis Contoh
Analisis air pori
Pengekstrakan air pori sedimen dilakukan dengan menggunakan
modifikasi metode analisis air pori pada Giesy et al. (1990) & Harkey et al.
(1994). Sedimen ditimbang dan disentrifuse selama 30 menit dengan kecepatan6000 rpm pada suhu 4
oC. Selanjutnya sedimen disentrifuse kembali selama 30
menit dengan kecepatan 6000 rpm pada suhu 0oC. Analisis NH3-N, NO2-N, dan
NO3-N dilakukan pada air pori yang sudah diekstrak.
Analisis kelimpahan bakteri
Analisis kelimpahan bakteri dilakukan terhadap kelompok bakteri aerob
dan fakultatif anaerob dengan menggunakan metode MPN ( Most Probable
Number ) (Eaton et al., 2005). Kelompok bakteri aerob meliputi bakteri nitrifikasi
yang meliputi AOB ( Ammonia Oxidizing Bacteria) dan NOB ( Nitrite Oxidizing
Bacteria) (Modifikasi Bhaskar dan Charyulu, 2005). Kelompok bakteri fakultatif
anaerob yaitu bakteri denitrifikasi, bakteri DNRA ( Dissimilative Nitrate
Reduction to Ammonium), dan bakteri amonifikasi (Modifikasi Rusmana, 2007).
Hasil dari analisis MPN dihitung dengan menggunakan perangkat lunak MPN
Calculator , Build 23.
8/16/2019 Fluks Nutrien Bentik Dan Laju Aktivitas Bakteri
http://slidepdf.com/reader/full/fluks-nutrien-bentik-dan-laju-aktivitas-bakteri 6/13
Perkembangan Limnologi dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia:Tantangan dan Harapan
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI I, Cibinong 3 Desember 2013 82
Analisis Data
Penghitungan fluks bentik
Fluks nutrien bentik (FB) melewati sedimen-air (sediment-water interface)
dihitung menggunakan formula berikut (Ferguson et al., 2004):
FB=Ct1-Ct0.V/SA
T
Keterangan:
BF = fluks nutrien bentik (µmol m–2
h–1
),
Ct0 = konsentrasi nutrien (µmol L–1
) di overlying water pada waktu periode awal,
Ct1 = konsentrasi nutrien (µmol L–1
) di overlying water pada waktu periode akhir,
V = volume air di overlying water (L) di wadah inkubasi,
SA = area permukaan sedimen (m2) di wadah inkubasi,
T = waktu (h)
Analisis statistika
Analisis data dilakukan secara deskriptif. Perangkat lunak yang digunakan
adalah Ms. Excel 2007. Untuk melihat signifikansi perbedaan dilakukan
menggunakan uji t.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu stasiun 1: inlet ;
perairan danau sangat dekat dengan areal persawahan dan stasiun 2: area di tengah
danau Lido dekat pulau. Kondisi lingkungan selama pengambilan sampel
disajikan pada Tabel 1.
Nilai suhu, pH, DO, kandungan NH3-N, NO2-N, dan NO3-N yang
didapatkan relatif tidak jauh bervariasi antara lokasi inlet dengan tengah perairan.
Berdasarkan nilai BOD5 dan COD, diketahui bahwa kandungan bahan organik
pada inlet lebih besar dibandingkan dengan tengah perairan. Kondisi tersebutdiduga terjadi karena inlet yang merupakan saluran masuk air ke danau
mendapatkan banyak masukan baik bahan organik maupun anorganik dari
aktivitas pertanian.
8/16/2019 Fluks Nutrien Bentik Dan Laju Aktivitas Bakteri
http://slidepdf.com/reader/full/fluks-nutrien-bentik-dan-laju-aktivitas-bakteri 7/13
Perkembangan Limnologi dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia:Tantangan dan Harapan
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI I, Cibinong 3 Desember 2013 83
Tabel 1. Kondisi lingkungan perairan selama pengambilan sampel
Parameter SatuanLokasi
Inlet tengah
SuhuoC 28,2-28,5 28,8-29
pH 6-7 6,7-7DO mg L
-1 4,4-7,8 5,8-7,5
BOD5 mg L-1
4,80 4,60
COD mg L-1
53,81 34,51
NH3-N mg L-1
0,04 0,05
NO2-N mg L-1
0,01 0,01
NO3-N mg L-1
0,25 0,26
C organik % 1,05 1,08
Total N % 0,09 0,09
Grafik Kelimpahan Bakteri Aerob dan Anaerob
Berdasarkan Grafik 2a dan b, diketahui bahwa secara umum kelimpahan
kelompok bakteri penghasil nitrit (NOB) pada kedua lokasi lebih besar dari
kelimpahan kelompok bakteri penghasil amonia (AOB) (P(T<=t)=0,303).
Kelimpahan kelompok bakteri ini makin menurun ke strata sedimen yang lebih
dalam. Kedua kelompok bakteri ini merupakan bakteri aerobik (Wagner, 1995)
yang membutuhkan oksigen untuk beraktivitas. Keberadaan kelompok bakteri ini
diduga terkait dengan masih tersedianya kandungan oksigen terutama pada lapisan
atas sedimen.
Berdasarkan Gambar 2c, diketahui bahwa kelimpahan kelompok bakteri
denitrifikasi pada lokasi inlet lebih tinggi dari lokasi tengah perairan
(P(T<=t)=0,206). Selanjutnya Gambar 2c dan d menunjukkan bahwa kelimpahan
kelompok bakteri DNRA lebih rendah dari kelimpahan bakteri denitrifikasi. Hal
ini diduga terkait dengan kandungan rasio C/N yang rendah sehingga bakteri
denitrifikasi lebih mendominasi. Begitu juga dengan kelimpahan kelompok
bakteri amonifikasi yang lebih tinggi pada area inlet (P(T<=t)=0,040) dan
semakin dalam kelimpahan semakin meningkat (Gambar 2e). Hal ini diduga
terkait dengan kondisi oksigen di sedimen yang semakin dalam semakin rendah
sehingga aktivitas bakteri dalam menghasilkan amonia meningkat.
8/16/2019 Fluks Nutrien Bentik Dan Laju Aktivitas Bakteri
http://slidepdf.com/reader/full/fluks-nutrien-bentik-dan-laju-aktivitas-bakteri 8/13
Perkembangan Limnologi dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia:Tantangan dan Harapan
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI I, Cibinong 3 Desember 2013 84
Gambar 2. Kelimpahan kelompok bakteri di sedimen, a) nitrifikasi (AOB),
b) nitrifikasi (NOB), c) denitrifikasi, d) DNRA, dan e) amonifikasi
Profil Nutrien pada Air Pori Sedimen
Berdasarkan hasil analisis nutrien pada air pori sedimen di kedua lokasi,
diketahui bahwa kandungan NO2-N dan NO3-N cenderung menurun seiring
dengan bertambahnya kedalaman (Gambar 3a dan b). Hal ini diduga terkait
dengan rendahnya kandungan oksigen di sedimen, yang menyebabkan peluang
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
air 0-5 6-10
k e l i m p a h a n b a k t e r i
( a i r - M
P N m L - 1 )
( s e d i m e n - M P N g r a m - 1 )
strata air-sedimen (cm)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
air 0-5 6-10
k e l i m p a h a
n b a k t e r i
( a i r - M P
N m L - 1 )
( s e d i m e n - M
P N g r a m - 1 )
strata air-sedimen (cm)
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
air 0-5 6-10
k e l i m p a h a n
b a k t e r i
( a i r - M P N m
L - 1 x 1 0 2 )
( s e d i m e n - M P N g r a m - 1 x 1 0 2 )
strata air-sedimen (cm)
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
air 0-5 6-10
k e l i m p a h a n b a k t e r i
( a i r - M P
N m L - 1 )
( s e d i m e n - M
P N g r a m - 1 )
strata air-sedimen (cm)
0
20
40
60
80100
120
140
160
air 0-5 6-10
k e l i m p a h a n b a k t e r i
( a i r - M P N m L -
1 x 1 0 3 )
( s e d i m e n - M P N g r a
m - 1 x 1 0 3 )
strata air-sedimen (cm)
Inlet
Tengah perairan
a b
c d
e
8/16/2019 Fluks Nutrien Bentik Dan Laju Aktivitas Bakteri
http://slidepdf.com/reader/full/fluks-nutrien-bentik-dan-laju-aktivitas-bakteri 9/13
Perkembangan Limnologi dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia:Tantangan dan Harapan
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI I, Cibinong 3 Desember 2013 85
terjadinya oksidasi NH3-N menjadi NO2-N dan NO2-N menjadi NO3-N semakin
kecil. Menurut Jørgensen dan Revsbech, 1985 dan Visscher et al., 1991, semakin
bertambah kedalaman, kandungan oksigen akan semakin rendah.
Gambar 3. Profil kandungan nutrien di air dan air pori sedimen pada strata
kedalaman 0-10 cm di lokasi a) inlet dan b) tengah perairan
Gambar 3a dan b menunjukkan bahwa kandungan NH3-N pada sedimen di
lokasi inlet , jauh lebih tinggi dari tengah perairan (P(T<=t)=0,039). Hal ini diduga
terkait dengan lokasi inlet yang sangat dekat dengan aktivitas pertanian yang
memberi masukan. Kandungan NH3-N di sedimen di kedua lokasi lebih tinggi
dibandingkan di air. Hal ini diduga terjadi karena terkait keberadaan bakteri
amonifikasi yang semakin ke strata kedalaman yang lebih dalam semakin tinggi.
Bakteri amonifikasi merupakan bakteri anaerobik sehingga diduga semakin dalam
sedimen, aktivitas bakteri tersebut akan semakin besar.
Fluks Bentik (FB)
Hasil perhitungan fluks nutrien bentik dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai
fluks nutrien bentik untuk NH3-N dan NO2-N di lokasi inlet relatif lebih kecil
dibandingkan tengah perairan, kecuali pada nitrat. Kandungan air pori di sedimen
diduga memiliki keterkaitan dengan fluks nutrien yang terjadi pada masing-
masing lokasi. Lokasi yang memiliki kandungan NH3-N dan NO2-N yang lebih
kecil memiliki nilai fluks yang lebih besar. Rendahnya kandungan nutrien di
sedimen diduga dipengaruhi oleh banyaknya nutrien yang dilepaskan ke air.
0
5
10
0.00 1.00 2.00 3.00
K e d a l a m a n ( c m )
Konsentrasi (mg L-1)
air 0
5
10
0.00 1.00 2.00 3.00
K e d a l a m a n ( c m )
Konsentrasi (mg L-1)
air
a b
NH3-
NO2-N
NO3-N
8/16/2019 Fluks Nutrien Bentik Dan Laju Aktivitas Bakteri
http://slidepdf.com/reader/full/fluks-nutrien-bentik-dan-laju-aktivitas-bakteri 10/13
Perkembangan Limnologi dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia:Tantangan dan Harapan
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI I, Cibinong 3 Desember 2013 86
Pada tengah perairan lebih banyak terjadi pemanfaatan NO3-N dari
sedimen dibandingkan dengan pembentukannya. Hal ini diduga terkait dengan
keberadaan bakteri DNRA yang lebih besar dari inlet yang ikut berperan dalam
pemanfaatan/reduksi nitrat.
Tabel 2. Nilai fluks bentik selama 3 jam
BF (µmol m–2
h–1
) Lokasi
Inlet Tengah
perairan
NH3-N 0,032171 0,035292
NO2-N 0,000077 0,001782
NO3-N 0,019032 -0,016615
Laju Aktivitas Bakteri
Nutrien (NH3-N, NO2-N, dan NO3-N) yang ada di sedimen tidak terlepas
dari adanya aktivitas bakteri yang berperan dalam siklus N. Namun laju aktivitas
bakteri di sedimen yang tinggi tidak selalu tercermin pada kandungan nutrien
sedimen yang tinggi karena merupakan suatu proses kompleks yang
berkesinambungan.
Berdasarkan hasil perhitungan laju aktivitas bakteri melalui percobaan
slurry sediment (Gambar 4a-d), diketahui bahwa secara umum laju aktivitas
bakteri yang lebih tinggi pada strata sedimen 0-10 cm dimiliki oleh kelompok
bakteri denitrifikasi. Selanjutnya dilanjutkan oleh laju aktivitas kelompok bakteri
nitrifikasi. Laju aktivitas bakteri DNRA adalah yang paling rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas bakteri denitrifikasi lebih dominan di stasiun
tersebut.
Laju aktivitas bakteri denitrifikasi dan DNRA di kedua lokasi pada strata
sedimen 6-10 cm lebih tinggi dibandingkan dengan strata sedimen 0-5 cm. Hal ini
terkait dengan kelimpahan bakteri pada masing-masing strata yang meningkat
seiring bertambahnya kedalaman.
Bakteri denitrifikasi dan DNRA merupakan bakteri yang bersifat
anaerobik. Namun keberadaannya bergantung pada rasio C/N di sedimen. Pada
kondisi sedimen dengan rasio C/N tinggi maka proses yang mungkin
mendominasi adalah DNRA, sedangkan pada rasio C/N yang rendah proses yang
8/16/2019 Fluks Nutrien Bentik Dan Laju Aktivitas Bakteri
http://slidepdf.com/reader/full/fluks-nutrien-bentik-dan-laju-aktivitas-bakteri 11/13
Perkembangan Limnologi dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia:Tantangan dan Harapan
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI I, Cibinong 3 Desember 2013 87
mungkin mendominasi adalah denitrifikasi (Koike & Hatori 1978; Nedwell 1982
diacu dalam Rusmana 2007). Pada sedimen di kedua stasiun, nilai rasio C/N
tergolong tidak terlalu tinggi, sehingga mendukung bakteri denitrifikasi untuk
melakukan aktivitas yang lebih besar dari kelompok bakteri lainnya.
Gambar 4. Laju aktivitas bakteri di inlet pada strata kedalaman a) 0-5 cm, b) 6-10cm dan tengah perairan pada strata kedalaman c) 0-5 cm, d) 6-10 cm
0
2
4
6
8
10
12
14
100 300 500 800 1000
L a j u
a k t i v i t a s r a t a - r a t a
( µ m o l . j a m - 1 . g r a m
s e d i m e n - 1 )
Konsentrasi substrat (µM)
0
2
4
6
8
10
12
14
100 300 500 800 1000
L a j u a k t i v i t a s r a t a - r a t a
( µ m o l . j a
m - 1 . g r a m s e d i m e n - 1 )
Konsentrasi substrat (µM)
0
2
4
6
8
10
12
14
100 300 500 800 1000
L a j u a k t i v i t a s r a t a - r a t a
( µ m o l . j a m - 1 . g r a m
s e d i m e n - 1 )
Konsentrasi substrat (µM)
0
2
4
6
8
10
12
14
100 300 500 800 1000
L a j u a k t i v i t a s r
a t a - r a t a
( µ m o l . j a m - 1 . g r a m
s e d i m e n - 1 )
Konsentrasi substrat (µM)
Denitrifikasi DNRA Nitrifikasi
a b
c d
8/16/2019 Fluks Nutrien Bentik Dan Laju Aktivitas Bakteri
http://slidepdf.com/reader/full/fluks-nutrien-bentik-dan-laju-aktivitas-bakteri 12/13
Perkembangan Limnologi dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia:Tantangan dan Harapan
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI I, Cibinong 3 Desember 2013 88
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Fluks NH3-N dan NO2-N bentik pada daerah tengah perairan lebih tinggi
dibandingkan daerah inlet . Secara umum, pada kedua lokasi, laju aktivitas bakteri
denitrifikasi di sedimen lebih besar dari nitrifikasi dan DNRA.
Saran
Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan percobaan untuk
menentukan laju aktivitas bakteri amonifikasi untuk mengetahui laju aktivitas
keseluruhan dari kelompok bakteri yang ada di sedimen.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan melalui Dana Penelitian Unggulan Strategis Nasional
2013 yang telah mendanai penelitian ini dan Siti Maida yang telah membantu
berjalannya penelitian ini. Penelitian ini didukung oleh Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB sebagai fasilitator.
DAFTAR PUSTAKA
Bhaskar, K. and Charyulu, P. B. B. N. 2005. Effect of environmental factors on
nitrifying bacteria isolated from the rhizosphere of Setaria italica (L.)
Beauv. African Journal of Biotechnology. Vol. 4(10) : 1145-1146.Cook, P. L. M., Butler, E. C. V., and Eyre, B. D. 2004a. Carbon and nitrogen
cycling on intertidal mudflats of a temperate Australian estuary (I. Benthic
metabolism). Marine Ecology Progress Series. Vol. 280 : 25–38.
Cook, P. L. M., Revill, A. T., Butler, E. C. V., and Eyre, B. D. 2004b. Carbon and
nitrogen cycling on intertidal mudflats of a temperate Australian estuary (II.
Nitrogen cycling). Marine Ecology Progress Series. Vol. 280 : 39–54.
Eaton, A. D., Clesceri, L. S., Greenberg, A. E., and Rice, E.W. 2005. Standard
method for the examination of water and wastewater . 21st ed. APHA
(American Public Health Association, AWWA (American Water Works
Association), and WPCF (Water Pollution Control Federation). Washington
D. C.Ferguson AJP, Eyre BD, Gay JM. 2004. Benthic nutrient fluxes in euphotic
sediments along shallow sub-tropical estuaries, northern New South Wales,
Australia. Aquatic Microbial Ecology. 37: 219-235.
Giesy, J. P., Rosiu, C. J., Graney, R. L.,
and Henry, M. G. 1990. Benthic
invertebrate bioassays with toxic sediment and pore water. Environmental
Toxicology and Chemistry. Vol. 9(2) : 233-248.
8/16/2019 Fluks Nutrien Bentik Dan Laju Aktivitas Bakteri
http://slidepdf.com/reader/full/fluks-nutrien-bentik-dan-laju-aktivitas-bakteri 13/13
Perkembangan Limnologi dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia:Tantangan dan Harapan
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MLI I, Cibinong 3 Desember 2013 89
Harkey, G. A., Landrum, P. F., and Klaine, S. J. 1994. Comparison of whole-
sediment, elutriate and pore-water exposures for use in assessing sediment-
associated organic contaminants in bioassays. Environmental Toxicology
and Chemistry. Vol. 13(8) : 1315-1329.
Jørgensen, B. B. and Revsbech, N. P. 1985. Diffusive boundary layers and the
oxygen uptake of sediments and detritus. Limnology and Oceanography.Vol. 30(l) : 11-122.
Koike, I. and Hattori, A. 1978. Denitrification and ammonia formation in
anaerobic coastal sediments. Applied and Environmental Microbiology.
Vol. 35(2) : 278-282.
Oremland, R. S., Umberger, C., Culbertson, C. W., and Smith, R. L. 1984.
Denitrification in San Francisco Bay intertidal sediments. Applied and
Environmental Microbiology. Vol. 47 (5) : 1106-1112.
Rand, M. C., Greenberg, A. E., and Taras, M. J. 1979. Standard method for the
examination of water and wastewater . 14th
ed. APHA (American Public
Health Association, AWWA (American Water Works Association), and
WPCF (Water Pollution Control Federation). Washington D. C.Ruan, A., Ruohe, Xu, S., and Lin, T. 2009. Effect of dissolved oxygen on nitrogen
purification of microbial ecosystem in sediments. Journal of Environmental
Science and Health Part A. Vol. 44 : 397-405.
Runcie, J. W., Ritchie, R. J., and Larkum, A. W. D. 2003. Uptake kinetics and
assimilation of inorganic nitrogen by Catenella nipae and Ulva lactuca.
Aquatic Botany. Vol. 76: 155-174.
Rusmana, I. 2007. Effects of temperature on denitrifying growth and nitrate
reduction end products of Comamonas testosteroni isolated from estuarine
sediment. Microbiology Indonesia. Vol. 1(1) : 43-47.
Tambunan, F. 2010. Daya dukung perairan Danau Lido berkaitan dengan
pemanfaatannya untuk kegiatan budidaya perikanan sistem keramba jaringapung. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.
Tucker, J., Kelsey, S., and Giblin, A. 2009. 2008 Annual Benthic Nutrient Flux
Monitoring Summary Report . Boston: Massachusetts Water Resources
Authority. Report ENQUAD 2009-08.
Visscher, P. T., Beukema, J., and van Gemerden, H. 1991. In situ characterization
of sediments: Measurements of oxygen and sulfide profiles with a novel
combined needle electrode. Limnology and Oceanography. Vol. 36(7) :
1476-1480.
Wagner, M., Rath, G., Amann, R., Koops, H., and Schleifer K. 1995. In situ
identification of ammonia-oxidizing bacteria. System. Applied
Microbiology. Vol. 18 : 251-264.Zhu, G., Jetten, M. S. M., Kuschk, P., Ettwig, K. F., and Yin, C. 2010. Potential
roles of anaerobic ammonium and methane oxidation in the nitrogen cycle
of wetland ecosystems. Applied Microbiology and Biotechnology. Vol. 6 :
1043-1055.