Download - DAFTAR ISI - IAI AGUS SALIM METRO
DAFTAR ISI
Vol. 1, No. 1, (2019) Juli - Desember
MLM Dalam Perspektif Ahli Fiqih Dan Hadist ............................................................ 1-10
Khoirurroji’in , IAI Agus Salim Metro
Hukum Utilitas (Kepuasan) Dalam Ekonomi Islam ..................................................... 11-18
Agus Tomi, Bank Syariah Mandiri Cab. Bandar Lampung
Fungsi Utilitas Barang Halal ...................................................................................... 19-28
Rinda Rosmala, IAIN Metro
Konsep Murabahah dan Aplikasinya dalam Perbankan Syariah .................................... 29-36
Hikmah Dwi Astuti, IAI Agus Salim Metro
Instrumen Distribusi Dalam Ekonomi Islam ................................................................. 37-43
Saiful Anwar, KJKS Azkiya Metro
Qardhul Hasan Dalam Persfektif Hukum Islam Pada Baitul Maal wa Tamwil
(BMT) dan Implementasinya ......................................................................................... 44-58
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir, IAI Agus Salim Metro
Pertumbuhan Dan Perkembangan Ekonomi Makro Syariah Di Indonesia ..................... 59-76
Aye Sudarto, IAI Agus Salim Metro
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
1 Khoirurroji’in
MLM DALAM PERSPEKTIF ULAMA’ FIQIH DAN HADIS
Khoirurroji’in
IAI Agus Salim Metro
ABSTRACT
Multi Level Marketing (MLM) better known as MLM is, "A direct sales system, where goods are marketed by consumers directly from producers. Consumers who simultaneously market goods receive bonus rewards. These bonuses are taken from the profits of each buyer introduced by first buyer based on regulated provisions "365. Because it is believed to be able to provide substantial profits to companies, today, various types of goods are widely marketed using MLM marketing patterns, jewelry. computer programs, supplement drinks, cosmetics, Islamic tapes and others.
Transactions with this MLM system have penetrated the middle of humans and have a lot to color the atmosphere of the community market. So as a Muslim businessman, it is obligatory to know the legal transactions with this MLM system before struggling in it and the scholars have disagreed about the law.
That a Muslim trader should know the Shari'a laws regarding the rules of trading or transactions and know the forms of buying and selling that are prohibited in religion. The lack of knowledge about this will cause a person to fall into error and sin. As we have witnessed the spread of usury practices, consuming human property in a vanity way, damaging market prices and so on from forms of damage that harm society, even harming the state. Keyword: Multi Level Marketing, MLM) Ulama Fiqih, Ulama Hadis, Perspektif
Pendahuluan
Bagi masyarakat Indonesia istilah Multi Level Marketing yang disingkat (MLM). Sistem perdagangan ini
dipraktekkan oleh berbagai perusahaan, baik yang berskala lokal, nasional, terutama para pelaku bisnis, istilah
Multi Level Marketing (MLM). tidak asing lagi karena banyak n-perusahaan yang memasarkan produknya melalui
sistem MLM. Sampai sekarang sudah ada sekitar 200 perusahaan yang mengatasnamakan dirinya
menggunakan sistem MLM. Sistem pemasaran melalui MLM menjadi menarik karena melibatkan masyarakat
konsumen dalam kegiatan pemasaran produk, dan konsumen diiming-imingi, selain dapat menikmati manfaat
produk, juga bisa memperoleh insentif atau hadiah-hadiah yang ditawarkan produsen, seperti haji dan umrah,
perlindungan asuransi, tabungan hari tua dan lain sebagainya. Bagi produsen sendiri, melalui sistem MLM dapat
melakukan efisiensi biaya distribusi produk sminimal mungkin atau bahkan bisa di tekan sampai ketitik nol. MLM
juga menghilangkan biaya promosi karena distribusi dan promosi ditangani langsung oleh distributor dengan
sistem berjenjang (pelevelan).
Model MLM banyak sekali macamnya dan setiap perusahaan memiliki spesifikasi tersendiri. Sejak
masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 80-an, jaringan bisnis penjualan langsung (direct selling) MLM terus
marak dan bertambah subur laksana tumbuhnya jamur di musim hujan setelah badai krisis moneter dan ekonomi
1998. Pelaku bisnis yang terjun di dunia MLM memanfaatkan situasi krisis untuk menawarakan solusi kerja part
time tapi “dapat” mendatangkan penghasilan besar. Beberapa perusahaan yang cukup popular di masyarakat di
antaranya CNI, Amway, Avon, Tupperware, Sun Chlorella, DXN, Propolis Gold, Kamyabi-Net, Persada Network,
Tianshi dan Gee Cosmos.
Pada awal tahun 2000-an, berkat promosi yang sangat gencar, masyarakat Indonesia terkena bujuk
rayu, terpedaya dan mengalami “demam” MLM, karena sekilas memang MLM “menjanjikan” pendapatan yang
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
2 Khoirurroji’in
fantastis, namun belakangan terlihat mengalami kelesuan. Hanya saja akhir-akhir ini muncul geliatnya dengan
menggunakan modus memberi label “syari’ah”, seiring dengan semakin menggeliatnya sistem
transaksi/keuangan syariah. Permasalahannya kemudian adalah, benarkah bawa perusahaan yang mengusung
sistem MLM dengan belabel syari’ah itu benar -benar telah memenuhi standard syari’ah dan apa sejatinya
parameter kesyariahan MLM tersebut ? Inilah yang akan didiskusikan pada makalahyang sederhana ini.
Konsep Multi Level Marketing (MLM)
MLM adalah singkatan dari Multi Level Marketing (Pemasaran Multi Tingkat), yaitu sistem pemasaran
melalui jaringan distribusi yang dibangun secara berjenjang dengan memposisikan pelanggan perusahaan
sekaligus sebagai tenaga pemasaran.
MLM adalah sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara
langsung. Sistem penjualan ini menggunakan beberapa level (tingkatan) di dalam pemasaran barang
dagangannya. Jadi, Multi Level Marketing adalah suatu konsep penyaluran barang (produk dan jasa tertentu)
yang memberi kesempatan kepada para konsumen untuk turut terlibat sebagai penjual dan memperoleh
keuntungan di dalam garis kemitraannya. MLM disebut juga Network Marketing, Multi Generation Marketing dan
Uni Level Marketing. Namun dari semua istilah itu, yang paling populer adalah istilah Multi Level Marketing.
Dengan kata lain, MLM sebuah metode pemasaran barang dan atau jasa dari sistem penjualan
langsung melalui program pemasaran berbentuk lebih dari satu tingkat, dimana mitra usaha mendapatkan komisi
penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang dan jasa yang dilakukannya sendiri dan anggota
jaringan didalam kelompoknya.
Sistem ini memiliki ciri-ciri kusus yang membedakannya dengan sistem pemasan lain, diantara cirri-ciri
kusus tersebut adalah: terdapatnya banyak jenjang atau level, melakukan perekrutan anggota baru, penjualan
produk, terdapat sistem pelatihan, serta adanya sistem komisi atau bonus untuk tiap jenjangnya.1
Suatu yang khas dari MLM adalah adanya sistem penjenjangan atau tingkatan untuk setiap distribrutor
yang bergabung, sesuai dengan prestasinya. Seperti halnya meniti karier dalam bisnis ini dari tingkat yang paling
bawah. Menjalaninya langkah demi langkah, hingga ia berhasil naik peringkat dan terus naik peringkat.
Setiap distributor yang mampu merekrut beberapa down line, secara otomatis peringkatnya akan naik.
Jika ia mampu membina down line-nya untuk melakukan hal serupa peringkatnya akan terus menanjak sesuai
dengan bertambanya jaringan. Inilah yang dimaksud dengan pertumbuhan eksponensial.2
Pada intinya, konsep bisnis MLM adalah berusaha memperpendek jalur distribusi yang ada pada sistem
penjualan konvensional dengan cara memperpendek jarak antara produsen dan konsumen. Dengan
memperpendek jarak ini memungkinkan biaya distribusi yang minim atau bahkan bisa ditekan sampai ketitik
paling rendah. MLM juga menghilangkan biaya promosi karena distribusi dan promosi ditangani langsung oleh
distributor dengan sistem berjenjang (pelevelan). Sebenarnya MLM bukanlah formula ajaib untuk bisa
mendatangkan uang dengan cepat dan mudah. MLM hanyalah suatu metode untuk memasarkan suatu produk
1 Muhammad Syafi’I Antonio. MENGENAL MLM SYARI’AH Dari Halal-Haram, Kiat
Berwirausaha, Sampai dengan Pengelolanya. (Tangerang:Qultum Media,2005)hal.17
2 Ibid, hal.50
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
3 Khoirurroji’in
yang berbeda-beda dengan cara konvensional. MLM adalah suatu metode alternative yang berhubungan dengan
pemasaran dan distribusi.3
Perhatian dalam bisnis ini adalah menentukan cara terbaik untuk menjual produk dari suatu perusahaan
melalui inovasi dibidang pemasaran dan distribusi. Artinya. MLM hanya berkaitan denngan cara menjual suatu
produk dengan lebih efisien dvan efektif kepada pasar, dan tidak berhubungan dengan penciptaan kekayaan.
Bisnis MLM dalam kajian fiqh kontemporer dapat ditinjau dari dua aspek produk barang atau jasa yang
dijual dan cara ataupun sistem penjualan (selling/marketing). Mengenai produk yang dijual, apakah halal atau
haram bergantung kandungannya, apakah terdapat sesuatu yang diharamkan Allah menurut kesepakatan (ijma’)
ulama atau tidak, begitu juga jasa yang dijual. Unsur babi, khamar, bangkai, darah, perzinaan, kemaksiatan,
perjudian contohnya. Lebih mudahnya sebagian produk barang dapat dirujuk pada sertifikasi halaldari LP-POM
MUI, meskipun produk yang belum disertifikasi halal juga belum tentu haram bergantung pada kandungannya.4
Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan MLM tidak hanya menjalankan penjualan produk
barang, tetapi juga produksi jasa, yaitu jasa marketing yang berlevel-level(bertingkat-tingkat) dengan imbalan
berupa marketing fee, bonus, dan sebagaimana bergantung level, prestasi penjualan, dan status keanggotaan
distributor. Jasa perantara penjualan ini (makelar) dalam terminology fiqh disebut “samsarah/simsar” ialah
perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli) atau perantara antara penjual
dan pembeli untuk mempermudah jual beli 5
Pekerjaan samsarah/simsar berupa makelar, distributor, agen, dan sebagainya dalam fiqh islam adalah
termasuk akad ijarah yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa orang dengan imbalan. Pada dasarnya, para
ulama seperti Ibnu Abbas, Imam Bukhari, Ibvnu Sirin, Atha, Ibrahim, memandang boleh saja ini. Namun untuk
sahnya pekerjaan makelar ini harus memenuhi beberapa syarat disamping persyaratan tadi antara lain :
a. Perjanjian diantara kedua belah pihak jelas.
b. Obyek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan
c. Obyek akad bukan hal-hal yang maksiat atau haram.
SISTEM PEMASARAN MODEL MLM
Pakar marketing ternama Don Failla, membagi marketing menjadi tiga macam. Pertama; retail
(eceran), Kedua; direct selling (penjualan langsung ke konsumen); Ketiga, multi level marketing, yakni
pemasaran berjenjang melalui jaringan distribusi yang dibangun dengan memposisikan pelanggan
sekaligus sebagai tenaga pemasaran). Multi level marketing ( MLM) secara harfiah berarti pemasaran
yang dilakukan melalui banyak level atau tingkatan, yang biasanya dikenal dengan istilah up line (tingkat
atas) dan down line (tingkat bawah). Up line dan down line umumnya mencerminkan hubungan pada dua
level yang berbeda atas dan bawah, maka seseorang disebut up line jika mempunyai down line, baik satu
maupun lebih. Bisnis yang menggunakan multilevel marketing ini memang digerakkan dengan jaringan,
3 Ibid, hal.20
4 Setiawan Budi Utomo.FIQH ACTUAL (Jakarta : Gema Insani Pers.2003).hal.102-103
5 Ibid, 103
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
4 Khoirurroji’in
yang terdiri dari up line dan down line. Meski masing-masing perusahaan dan pebisnisnya menyebut
dengan istilah yang berbeda-beda. Demikian juga dengan bentuk jaringannya, antara satu perusahaan
dengan yang lain, mempunyai aturan dan mekanisme yang berbeda; ada yang vertikal dan ada pula yang
horisontal.
Berikut adalah contoh model jaringan MLM :
Pendapat ulamak tentang hukum MLM
Pendapat pertama: MLM hukumnya mubah (boleh).
Ini merupakan pendapat Lembaga fatwa Al Azhar, Mesir. Karena dianggap sama dengan samsarah
(perantara antara penjual dan pembeli /calo). Berikut teks soal-jawab tentang perusahaan "BIZNAS salah satu
perusahaan program komputer di timur tengah yang berdiri pada tahun 2001, berpusat di Kesultanan Oman,
yang menggunakan sistem MLM dalam memasarkan produknya. Pada tahun 2008 perusahaan ini telah memiliki
110.000 anggota yang tesebar di 50 negara Soal: Sebuah perusahaan yang berpusat di Oman baru membuka
cabang di Mesir, bernama "BIZNAS". Perusahaan ini menjual program panduan belajar komputer, mencakup
program panduan menggunakan komputer, internet, panduan servis komputer dan program-program
pembelajaran lainnya, selalu di update melalui situs resmi perusahaan, dijual seharga $90. Pada saat pembelian
produk, pembeli memperoleh program atau dapat menjualnya kembali. Selain itu dia mendapat kesempatan
untuk bergabung dalam jaringan untuk meraih keuntungan dengan
cara memasarkan barang kepada orang-orang terdekat. Karena dia telah berusaha meyakinkan pihak lain untuk
membeli produk dan juga telah membeli produk dan juga dia melatih orang-orang yang membeli produk
melaluinya untuk menggunakan produk dan memasarkan ke pihak lain. Pada saat ia mendapatkan 9 orang
pembeli produk baik langsung maupun tidak, dengan syarat 2 orang pembeli produk langsung melaluinya maka
perusahaan akan memberikan bonus sebagai motivasi agar terus memasarkan produk dan dia akan terus
menerima bonus selama orang membeli produk melalui jaringannya.
Fatwa ini ditanggapi oleh banyak para peneliti ekonomi Islam. Menurut Dr. Husein Syahrani dalam
desertasinya yang diajukan ke Fakultas Syariah, Universitas Islam A1 Imam Saud, Riyadh, Arab Saudi yang
berjudul "At Taswiq At Tijary wa ahkamuhu fil Fiqh AI Islami" bahwa fatwa ini tidak berarti membolehkan sistem
MLM secara mutlak, disebabkan beberapa hal:
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
5 Khoirurroji’in
a. Fatwa tersebut berdasarkan deskripsi yang disampaikan . tanpa mengkaji ulang secara langsung sistem
yang digunakan perusahaan yang bersangkutan, sebagaimana dijelaskan pada pembukaan fatwa. Padahal
kalau permasalahan menjelaskan hal-hal yang dapat mempengaruhi hukum MLM kemungkinan fatwanya
berbunyi lain, seperti bahwa pembelian produk merupakan syarat untuk dapat memasarkan barang dan
meraih bonus, lalu tujuan utama orang membeli produk untuk ikut MLM adalah meraih bonus yang
dijanjikan, perbandingan bonus yang dijanjikan sangat jauh dibandingkan dengan harga produk dan
usahanya memasarkan barang.
Misalnya, BIZNAS menjanjikan bonus sebanyak lima puluh ribu Dollar Amerika di akhir tahun, padahal harga
produk tidak lebih dari $99,dengan perbandingan 0.3% harga produk dan bonus 99,7% ini pasti membuat
setiap orang yang membeli produk serta ikut jaringan bertujuanl mendapatkan bonus dan bukan
menginginkan produk. karena ternyata program-program yang dijual oleh BIZNAS dapat diperoleh dari
beberapa situs di internet secara gratis, serta usahanya untuk meraih bonus hanya cukup memasarkan
produk kepada dua orang di bawah tingkatan, kemudian dua orang di bawah mencari dua orang lagi dan
seterusnya.
Juga tidak dijelaskan dalam pertanyaan bahwa untuk mendapatkan bonus disyaratkan bahwa 9 penjualan
harus berasal dari downline jalur kiri-kanan seimbang, 5 penjualan dari downline kanan dan 4 dari kiri atau 6-
3, jika seluruh penjualan hanya dari satu jalur saja maka bonus gagal diperoleh sekalipun ribuan penjualan.
b. Fatwa ini tidak membolehkan secara mutlak akan tetapi berkait, yaitu tidak terdapat penipuan, kecurangan
dan kezaliman dalam memasarkan produk.
Persyaratan ini tidak terpenuhi dalam praktik MLM, karena kenyataannya, pada saat memasarkan produk
dan sekaligus merekrut downline selalu dipenuhi kecurangan, penipuan dan kezaliman. Di mana upline
menjanjikan bonus yang sangat besar kepada calon pembeli, padahal yang mendapatkan bonus itu hanya
6% saja dari seluruh anggota, ini namanya spekulasi tingkat tinggi (judi), dengan janji itu pembeli bersedia
membeli produk yang harganya jauh lebih mahal dibandingkan harga sebenarnya, bahkan produk BIZNAS
dapat diperoleh secara gratis, ini adalah kezaliman dan kecurangan dalam penjualan produk.
c. Fatwa yang menganggap MLM sama dengan samsarah (Calo) tidaklah tepat, karena terdapat perbedaan
yang me“dasar antara MLM dan samsarah6
Samsaroh ( calo) MLM
Untuk menjadi perantara tidak disyaratkan harus
membeli produk terlebih dahulu.
Untuk menjadi anggota MLM di haruskan
membeli produk . ini termasuk dalam larangan
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam,
dua ]ual-beli dalam satu jual beli, yaitu: untuk bisa
memasarkan barang dia harus melakukan (1
akad ijarah) dan dia harus membeli barang (1
akad ba'i)
6 Dr. Husein Syahrani, At Taswiq At Tijary wa ahkamuhu fil Fiqh AI Islami,h.525-528
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
6 Khoirurroji’in
perantara (agen) mendapat imbalan dari setiap
barang yang dijualnya kepada Siapapun.
Dalam MLM, seseorang mendapat bonus jika
menjual barang kepada dua orang kemudian dua
orang itu menjual barang lagi kepada dua orang
dan begitu seterusnya. ]ika persyaratan ini tidak
terpenuhi, bonus tidak akan didapat.
Upah yang di trima oleh perantara jelas
jumlahnya baik dengan cara persentase harga
barang ataupun dengan cara penetapan
Upah (bonus) Yang akan diterima oleh penjual
produk MLM tidak jelas dan ini termasuk gharar
Pendapat kedua : MLM hokum nya tidak boleh ( haram)
Ini merupakan penaapat mayoritas para ulama kontemporer, juga fatwa dewan ulama kerajaan Arab
Saudi, keputusan Lembaga fikih Islam di Sudan dan fatwa pusat kajian dan penelitian Imam Alf Albani, Yordania.
Menurut Dr. Sami As Suwaylim ( Direktur Pengembangan Keuangan Islam di Islamic Development
Bank, jeddah dan bekas anggota dewan syariah bank Al Rajhi, Riyadh) dalam sebuah penelitiannya mengatakan
bahwa MLM adalah perpanjangan dari Pyramid scheme/Letter Chain (pengiriman uang secara berantai) yang
berasal dari Amerika. ' Tatkala pemerintah setempat melarang praktik ini karena dianggap sebagai penipuan
maka sistem ini dikembangkan dengan memasukkan unsur barang/produk agar mendapat legalitas dari
pemerintah.
Sangat ironis sekali, jika saja negara yang menganut sistem liberal dalarn ekonominya -menghalalkan
riba dan judi telah melarang praktik ini kenapa juga ulama Islam masih ragu-ragu meniatuhkan hukum praktik ini.
Ide asas kerja MLM adalah sebagai berikut:
Menyerahkan uang sebanyak $100 kepada Sebuah perusahaan dengan harapan mendapatkan bonus
yang jauh lebih besar dari nominal uang yang dibayar ke perusahaan tersebut. Agar A mendapat bonus, dia
harus mencari dua orang yang mau menyerahkan uang $100 kepada sebuah perusahaan itu untuk menutupi
uang A $100 dan agar dapat bonus serta sisanya merupakan laba bagi perusahaan pengelola. Kemudian B dan
C yang telah membayar masing- masing $100 ke perusahaan melalui perantara A agar Uangnya kembali dan
mendapat bonus masing-masing harus mencari dua orang yang mau menyerahkan uang $100. Maka jumlah
orang pada level ini empat orang, begitulah seterusnya hingga skema piramida ini membesar, di mana jumlah
peserta di tingkat bawah lebih banyak daripada iumlah tingkat atas. Yang pasti, semakin lama berjalan maka
semakin susah untuk merekrut orang baru yang mau menyerahkan uangnya kepada perusahaan pengelola dan
pada suatu saat sampai pada kondisi stagnan, tidak bergerak. Maka dapat dipastikan orang-orang yang berada
pada tingkat akhir mengalami kerugian dan jumlah anggota pada tingkat ini adalah peserta terbanyak. ini adalah
sebuah penipuan, yaitu: memberikan keuntungan untuk sedikit orang dan merugikan orang banyak. Dalam
hitungan matematika persentase anggota yang mengalami kerugian mencapai 94% sedangkan anggota level
atas yang meraih keuntungan hanyalah 6% saia. ini sangat jelas merupakan penipuan.
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
7 Khoirurroji’in
Oleh karena itu, pemerintah Amerika telah melarang praktik Pyramid Scheme. Namun agar sistem ini
dapat diakui oleh pemerintah maka pihak pengelola memasukkan produk sebagai kedok. Dan namanya diubah
menjadi Multi Level Marketing, Direct Selling dan lain-lain.
Hukum pyramid scheme jelas haram, karena mengandung unsur riba ba'i, yaitu: menukar uang sejenis
dengan cara tidak tunai dan tidak sama nominalnya, juga mengandung unsur gharar, yaitu: saat seseorang
bergabung dengan sebuah jaringan Pyramid Scheme dia tidak tahu apakah uang yang telah dibayarkannva akan
kembali
Ditambah bonus, karena dia berada di tingkat atas atau uang dan bonusnya hilang, karena statusnya
berada pada tingkat bawah.
Bila hukum ini telah disepakati, maka selanjutnya yang perlu dikaji apakah penyertaan sebuah
barang/produk ke dalam sistem ini dapat mengubah hukum MLM menjadi halal atau tidak?
Seseorang yang bergabung dengan MLM ada 3 macam:
a. Seseorang yang murni bertujuan untuk menjadi perantara antara produsen dan konsumen (agen) dengan
sistem MLM.
Perantara ini tidak dapat menjualkan produk sebagaimana layaknya perantara dalam sistem marketing biasa,
yaitu barang diambil terlebih dahulu berdasarkan kepercayaan kemudian ia mendapat upah sekian persen dari
hasil penjualan. Akan tetapi ia diharuskan terlebih dahulu membeli salah satu produk tersebut. Proses ini jelas
dilarang dalam Islam karena terdapat dua akad dalam satu akad. Dan tujuan di balik persyaratan perantara harus
membeli salah satu produk terlebih dahulu perlu dicermati. Karena persyaratan ini merupakan indikasi kuat
bahwa produk hanya sebatas kedok untuk melegalkan Pyramid Scheme. Karena bila ia hanya sebatas perantara
tanpa membeli produk maka mata rantai Pyramid Scheme akan terputus. ' Dengan demikian pengelola jaringan
akan mengalami kerugian, karena bonus yang diberikan jauh lebih besar dari pada hasil penjualan barang.
b. Seseorang yang bertujuan membeli produk saja tanpa ambil peduli dengan bonus yang dijanjikan perusahaan
MLM karena ia merasa cocok dengan produknya.
Maka konsumen ini sesungguhnya telah tertipu. Karena harga jual yang telah ditetapkan oleh perusahaan lebih
dari 60% dianggarkan untuk pemberian bonus, hal ini disepakati oleh seluruh perusahaan MLM. Maka pembeli
yang hanya membeli barang saja dia telah tertipu karena harus membayar 60% dari harga barang untuk bonus
orang-orang dalam jaringan, padahal ia membeli produk langsung dari tangan pertama. Berbeda dengan harga
barang yang sampai ke tangannya melalui sistem marketing biasa sekalipun termasuk biaya agen dan iklan akan
tetapi jika ia memotong jalur perantara dia dapat memperoleh potongan harga. Persentase lebih dari 60 untuk
bonus dan kurang dari 40 untuk biaya produksi barang jelas bahwa status barang hanyaa sebagai kedok untuk
melegalkan Pyramid Scheme, dimana : yang diinginkan adalah uang dan bukan barang.
c. Seseorang yang ikut bergabung dalam MLM dengan tuhh. bonus Karena bonus yang dijanjikan untuk tahun
pertama “ia sangat besar dan jauh dibanding harga barang Yang dipasarkan kepada kedua orang yang sekaligus
merupakan downline-nya. Dan tujuan ini merupakan tujuan utama mayoritas orang.
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
8 Khoirurroji’in
orang yang bergabung dalam MLM, yaitu memperoleh bonus puluhan juta rupiah. Dan mereka sama sekali tidak
menghiraukan produk yang dijual dan dibelinya. Dalam kasus ini jelas bahwa barang hanyalah sebagai kedok
untuk melegalkan Pyramid Scheme.
Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa sistem MLM tidak berbeda hukumnya dengan Pyramid Scheme,
sekalipun disertakan barang/produk karena status barang hanyalah sebagai kedok.
Hal ini dicermati oleh Dewan Fatwa kerajaan Arab Saudi» dengan fatwa No. 22935, tanggal: 14-3-1425H, yang
berbunyi: tentan hukum MLM seperti; "BIZNAS" dan 'Hlbatullaglrah7 , inti system pemasarannya: setiap anggota
berusaha meyakinkan 2 orang untuk membeli produk, kemudian setiap pembeli tadi berusaha meyakinkan 2
orang lagi untuk membeli. Semakm tiggi tingkatan peserta semakin besar bonus yang dldapatkan. Mencapai
ribuan Riyal. .
Sistem ini (MLM) termasuk muamalat yang diharamkan. Karena tujuan orang yang bergabung adalah
bonus dan bukan barang. Terkadang bonus mencapai ribuan Riyal sedangkan harga barang hanyalah ratusan
riyal. Setiap orang yang berakal bila ditawarkan pilihan barang dan bonus pasti akan memilih bonus.oleh karena
itu yang menjadi jargon perusahaan MLM menarik orang untuk membeli produknya adalah besarnya bonus yang
dijanjikan, sebagai imbalan harga barang yang tidak seberapa bila dibandingkan dengan bonus yang akan
diperoleh. .?
Berdasarkan penjelasan hakikat sistem pemasaran ini maka hukumnya adalah haram sesuai dengan daIiI-dalil
berikut:
1, sistem MLM mengandung unsur riba fadhl dan nasi'ah.
Setiap anggota menyerahkan uang dalam jumlah kecil untuk mendapatkan uang dalam jumlah yang lebih besar.
Ini berarti uang ditukar dengan uang dengan nominal yang tidak sama dan tidak tunai. Inilah riba yang
diharamkan berdasarkan teks Alquran dan Hadis, beserta Ijma '.
Sedangkan status barang / produk yang dijual perusahaan kepada konsumen hanyalah sebatas kedok, karena
barang bukanlah tujuan orang yang ikut dalam jaringan tersebut. .Dengan demikian keberadaan barang tidak
mempengaruhi hukum ( menjadi halal).
2.Sistem MLM mengandung unsur gharar (spekulasi) yang diharamkan syariat.
Karena setiap orang yang ikut dalam jaringan ini, ia tidak tahu apakah akan berhasil merekrut anggota
(downline) dalam jumlah yang diinginkan atau tidak. Sedangkan jaringan ini sekalipun terus beroperasi, suatu
saat pasti akan terhenti, maka pada saat ia bergabung ke dalam jaringan ia tidak tahu, apakah dia berada pada
tingkat atas dengan demikian dia akan beruntung. Ataukah dia akan berada pada tingkat bawah dengan
demikian dia akan rugi. Dan kenyataannya, sebagian besar anggota jaringan menderita kerugian dan hanya
sebagian'kecil saja yang meraih keuntungan.
7Perusahaan ini berdiri pada tahun 2003M, berpusat di Riyadh. Produknya CD yang berisi
program buku-buku Islam dalam bentuk elektronik. Dipasarkan dengan sistem MLM. 1 keping CD
dijual dengan harga SR.500,-.
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
9 Khoirurroji’in
Dengan demikian, persentase terbesar adalah rugi, inilah hakikat gharar. Yaitu keberadaannya antara untung
dan rugi, dengan rasio rugi lebih besar.
Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang Gharar, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam
kitab Shahih.
3. Sistem MLM mengandung unsur memakan harta manusia dengan cara yang batil.
Karena yang mendapat keuntungan dari sistem ini hanyalah perusahaan MLM dan sejumlah kecil anggota
dalam rangka mengelabui orang-orang untuk ikut bergabung.
Penjelasan Hadis Tentang Larangan Jual Beli Dengan Sistem MLM
“Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian.”( HR
Tirmidzi, Nasai dan Ahmad. Berkata Imam Tirmidzi : Hadist Abu Hurairah adalah hadist Hasan Shahih dan bisa
menjadi pedoman amal menurut para ulama)
a. Di dalam transaksi dengan metode MLM, seorang anggota mempunyai dua kedudukan: Kedudukan
pertama, sebagai pembeli produk, karena dia membeli produk secara langsung dari perusahaan atau
distributor. Pada setiap pembelian, biasanya dia akan mendapatkan bonus berupa potongan
harga.Kedudukan kedua, sebagai makelar, karena selain membeli produk tersebut, dia harus berusaha
merekrut anggota baru. Setiap perekrutan dia mendapatkan bonus juga.
Kesimpulannya bahwa melakukan dua macam akad dalam satu transaksi yang mengikat satu dengan yang
lainnya adalah haram berdasarkan hadist di atas.
b. Di dalam MLM terdapat makelar berantai. Sebenarnya makelar (samsarah) dibolehkan di dalam
Islam, yaitu transaksi di mana pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya memasarkan produk
dan pertemukannya dengan pembelinya.
c. Di dalam MLM terdapat unsur perjudian, karena seseorang ketika membeli salah satu produk yang
ditawarkan, sebenarnya niatnya bukan karena ingin memanfaatkan atau memakai produk tersebut, tetapi
dia membelinya sekedar sebagai sarana untuk mendapatkan point yang nilainya jauh lebih besar dari harga
barang tersebut. Sedangkan nilai yang diharapkan tersebut belum tentu ia dapatkan.
d. Di dalam MLM banyak terdapat unsur gharar (spekulatif) atau sesuatu yang tidak ada kejelasan yang
diharamkan Syariat, karena anggota yang sudah membeli produk tadi, mengharap keuntungan yang lebih
banyak. Tetapi dia sendiri tidak mengetahui apakah berhasil mendapatkan keuntungan tersebut atau malah
merugi.
Dan Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam sendiri melarang setiap transaksi yang mengandung gharar,
sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata :
“Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan cara al-hashah (yaitu: jual beli
dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur gharar (spekulatif).“ (HR. Muslim, no: 2783)
e. Di dalam MLM terdapat hal-hal yang bertentangan dengan kaidah umum jual beli, seperti kaidah : Al
Ghunmu bi al Ghurmi, yang artinya bahwa keuntungan itu sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan atau
resiko yang dihadapinya. Di dalam MLM ada pihak-pihak yang paling dirugikan yaitu mereka yang berada di
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
10 Khoirurroji’in
level-level paling bawah, karena merekalah yang sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru,
tetapi keuntungannya yang menikmati adalah orang-orang yang berada pada level atas.
f. Sebagian ulama mengatakan bahwa transaksi dengan sistem MLM mengandung riba riba fadhl, karena
anggotanya membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar darinya,
seakan-akan ia menukar uang dengan uang dengan jumlah yang berbeda. Inilah yang disebut dengan riba
fadhl (ada selisih nilai). Begitu juga termasuk dalam kategori riba nasi’ah, karena anggotanya mendapatkan
uang penggantinya tidak secara cas.
Penutup
Bisnis MLM merupakan salah satu jenis akad jual beli (al-bai’) dengan sistem penjualan langsung (direct seling)
atau net work marketing yang memberdayakan distributor independent untuk memasarkan produk langsung
secara mandiri. Dalam literatur hukum Islam, selama bisnis MLM tersebut bebas dari unsur-unsur haram, seperti
riba, gharar, dzulm dan maisir, maka hukumnya adalah mubah. Sebaliknya, bisnis MLM atau bisnis lain yang
mengatasnamakan MLM, seperti money game, yang di dalamnya terdapat unsur gharar, maisir dan dzulm, maka
hukumnya adalah haram. Untuk itu, masyarakat muslim hendaknya berhati-hati dan tidak mudah tergiur dengan
bisnis MLM karena tidak menutup kemungkinan terjadinya gharar, dzulm, maisir dan ketidakadilan.
Daftar pustaka
Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf. “Multilevel Marketing”. http:///www.alhelaly.com., diakses 17 September 2013.
Djakfar, Muhammad. Etika Bisnis: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Islam. Jakarta: Penebar Plus, 2012.
Djazuli, A. Kaidah-kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis. Jakarta: Kencana, 2006.
Efayanti, Indria Mukti. “Analisis Kelayakan Finansial Bisnis MLM sebagai Alternatif Berwirausaha: Studi Kasus Distributor Amway Indonesia dengan Sistem Network Twentyone”. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, 2006.
Fauzia, Ika Yunia. ”Perilaku Bisnis dalam Jaringan Pemasaran: Studi Kasus Pemberian Kepercayaan dalam Bisnis Multilevel Marketing Shariah (MLMS) pada Herba al-Wahida (HPA) di Surabaya”. Disertasi, IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2011.
Kahf, Monzer. 300 Fatwas on Financial Issues. Terj. Nur Cholis. Solo: PT. Aqwam Media Profetika, 2010.
Majah, Ibnu. Sunan Ibnu Majah. Juz. II, Beirut: Dar al-Fikr, 1995.
Rivai, Veithzal. Islamic Marketing: Membangun dan Mengembangkan Bisnis dengan Praktik Marketing Rasulullah SAW. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012.
Sholihati, Ami. ”Tinjauan Hukum Islam Tentang Insentif Passive Income pada Multilevel Marketing Syari’ah di PT. K-Link International”. Skripsi, IAIN Walisongo Semarang, 2012.
Dr. Husein Syahrani, At Taswiq At Tijary wa ahkamuhu fil Fiqh AI Islami,
Tampubolon, Robert. Sinergi 9 Kekuatan MLM Support System dan Koperasi.Jakarta: Gramedia, 2007
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
HUKUM UTILITAS DALAM EKONOMI ISLAM Agus Tomi
Bank Syariah Mandiri Bandar Lampung
Abstract
Islamic banks are financial institutions that have a large influence in providing funds for the community,
especially for the development of the life of a business entity. This institution plays an important role in collecting funds from the community and distributing it again to the community. Islamic banks channel excessive money to be used by other parties in need by providing assistance in the form of loans or financing, both to companies and individuals.
Based on the description above, the author tries to find a description of the extent to which the concept of satisfaction (utility) in Islamic economics is compared to the concept of satisfaction (utility) in a conventional economy.
Satisfaction in Islamic economics has a more comprehensive view and meaning when compared to the concept of conventional satisfaction, where in Islamic economics satisfaction is not only to meet the needs and desires to achieve mutual benefit (community welfare) but lead to obedience as God's creatures based on values Islamic. Whereas in the conventional view that satisfaction is every individual can always determine which condition is preferred between two conditions or more (completness) regardless of the health and harm. It is clear that man's desire to accumulate wealth, but also his need for preparation in the future, thus that if the spirit of always wanting more this will lead to greed and the pursuit of personal lust, then this views wealth as the "greatest test". Keyword: Hukum Utilitas, Ekonomi Islam, Conventional, Financial Institutions
LATAR BELAKANG
Manusia sebagai mahluk hidup yang selalu membutuhkan sarana dan kebutuhan pokok untuk dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan, tentu saja dalam realitanya dihadapkan dengan pilihan untuk memperoleh
nilai kepuasan tertentu sehingga tercipatnya kemaslahatan untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Teori pilihan (theory of choice) dalam ilmu ekonomi dimulai dengan menjelaskan preferensi (pilihan) seseorang.
Preferensi ini meliputi pilihan dari yang sederhana sampai yang paling kompleks untuk menunjukkan bagaimana
seseorang dapat merasakan atau menikmati segala sesuatu yang ia lakukan. Hanya saja yang perlu diperhatikan
adalah faktor keseimbangan antara kebutuhan, preferensi dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki. Salah
satu model preferensi individu adalah konsep utilitas (utility).1
Dalam ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh kepuasan (utility)
dalam kegiatan konsumsinya. Sehingga, motif memperoleh kepuasan itu membawa pada perbedaan keputusan
pengalokasian sumber daya. Hal itu semua akibat dari tingkat kebutuhan seseorang yang berbeda. Sedangkan
dalam perspektif Islam, kebutuhan ditentukan oleh konsep maslahah yang disesuaikan dengan maqasid al-
Shariah. Asumsi ini berangkat dari realitas bahwa pembahasan konsep kebutuhan dalam Islam tidak dapat
dipisahkan dari kajian perilaku konsumen dari kerangka maqasid al-Shariah.2
1 Joko Susilo, Analisis Maslahah Pemikiran Al-Ghozali dan Relevansinya Terhadap Ekonomi Kontemporer, Tesis Ekonomi Islam, IAIN Sunan Ampel, 2001 Hal 2
2 Ibid Hal. 3
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
12
Agus Tomi
Hal serupa juga disampaikan oleh Yusuf Qordhowi 2009 ; Kegiatan Ekonomi Islam berorientasi pada
kesejahteraan bersama (maslahah) sedangkan konvensional lebih pada kepuasan idividu.3
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mencoba untuk mencari gambaran sejauh mana konsep kepuasan
(utility) dalam ekonomi Islam dibandingkan dengan konsep kepuasan (utility) dalam ekonomi konvensional.
PEMBAHASAN
Economic man vs Islamic Man
Economic Man
Di dalam buku Defining Islamic Man, 2006 Abdul Karim menuliskan bahwa dalam keseluruhan proses
sistem ekonomi konvensional tidak ada konsep ketuhanan, nilai moral, hari pembalasan, atau saling menolong
sesama. Seluruhnya hanya untuk pemenuhan kepuasan individu dan tidak ada tempat untuk nilai-nilai moral.
Pelaku ekonomi itu lebih pada kepentingan pribadi tidak pernah memikirkan kepuasan orang lain. Economic man
hanya berpusat pada dirinya dan kepuasan pribadi dirinya, tanpa pernah memikirkan di luar dari kepuasan
dirinya. Pendekatan yang dilakukan economic man benar-benar materialistik dan mereka selalu menghitung
keuntungan atau kerugiannya dalam konteks keuangan semata. Tujuan utama mereka adalah untuk
mendapatkan keuntungan maksimal dalam kehidupan dunia dan tidak memiliki konsep tentang kehidupan
sesudah kehidupan di dunia. Tipe pemikiran ini secara alami akan membatasi kehidupan mereka hanya untuk
hari ini dan tidak ada konsep keuntungan jangka panjang.4
Islamic Man
Karakteristik Islamic man dapat dilihat dari kualitas momieen di dalam Al-Qur’an dan Hadits, dimana
sedikitnya terdapat lebih dari enam puluh kualitas. Kata “amal sholeh” digunakan untuk aktivitas-aktivitas
tersebut. Amal sholeh merupakan berbagai aktivitas yang menghasilkan keuntungan bagi orang lain, atau
menghasilkan kesejahteraan di masyarakat, atau sebaliknya mengurangi keburukan (fasad) dalam masyarakat.
Beberapa karakteristik Islamic man dipaparkan berikut ini.5
1. Iman
2. Berorientasi kepada ridho Allah
3. Khawatir akan hari akhirat
4. Saling menolong
5. Tidak mengharapkan balasan
6. Mengharamkan riba
7. Infaq
8. Konsep halal dan haram
3 Yusuf Al Qordhawi: Ekonomi Islam Nilai dan Akhlak, YaPEIM, 2009 Kuala Lumpur
4 Abdul Karim : Defining Islamic Man, Daily Dawn, June 09 2006
5 Farooq Aziz, H Abbas, M Aqil Bhutto SA : Economic Man Vs Islamic Man, Interdisci;inary Jounal Of Contemporary Reserch In Business, Vol 3 No. 2. 2011
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
13
Agus Tomi
9. Peduli terhadap orang miskin
Perbandingan Antara Economic Man dan Islamic Man6
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dilihat perbedaan yang jauh antara kedua konsep tersebut.
Beberapa perbedaan tersebut antara lain adalah :
Konsep terbatas dan luas
Konsep economic man terbatas, dimana manusia hanya tergantung dunia materialistik. Sedangkan
Islamic man memiliki cakupan yang lebih luas, yang tidak hanya melihat kehidupan sebatas dunia saja tetapi juga
kehidupan setelahnya yang merupakan kehidupan sebenarnya dan kekal.
Level binatang dan manusia
Konsep economic man hanya sebatas tingkat binatang, dimana dibatasi oleh kepuasan maksimal,
keuntungan atau kebebasan, tanpa nilai-nilai moral. Sedangkan Islamic man memiliki konsep yang lebih baik
dimana mengacu pada nilai-nilai moral yang merepresentasikan level manusia dalam kehidupan.
Egoisme dan Tolong menolong
Keuntungan individu merupakan keterbatasan pada cara berfikir economic man, meraka tidak dapat melakukan
lebih dari itu. Sedangkan tujuan kehidupan Islamic man adalah untuk menolong/melayani orang lain untuk
mendapat ridho Allah.
Jalan hidup terbuka dan terbatas
Economic man sangat bebas untuk melakukan segalanya mengacu kepada peraturan negara. Tidak
ada yang dapat membatasinya. Sedangkan Islamic man mengacu kepada hukum agama sebagaimana mengacu
kepada hukum negara.
Mementingkan hari ini atau masa depan
Economic man hanya meyakini keuntungan hari ini untuk hari ini dan dia tidak mempersiapkannya untuk
hari esok. Sedangkan Islamic man selalu menjadikan keuntungan hari esok (hari akhirat) sebagai acuan.7
Utilitas dan Teori Konsumsi Islam
Fungsi Kesejahteraan dan Utilitas menurut Imam Al-Ghazali
Imam Al-ghazali, konsep maslahat, atau kesejahteraan sosial atau utilitas (“kebaikan bersama”)
merupakan konsep yang mencakup semua urusan manusia, baik urusan ekonomi maupun urusan lainnya, dan
yang membuat kaitan yang erat antara individu dengan masyarakat. Dalam meningkatkan kesejahteraan sosial,
Imam Al-Ghazali mengelompokkan dan mengidentifikasi semua maslah baik yang berupa masalih (utilitas,
manfaat) maupun mafasid (disutilitas, kerusakan) dalam meningkatkan kesejahteraan sosial.8
6 Ibid Hal. 431
7 Ibid Hal. 433
8 Karim, Adiwarman A. Ekonomi Mikro Islam Edisi 4, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta. 2011 hal 62
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
14
Agus Tomi
Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan
pemeliharaan lim atujuan dasar, yaitu agama (ad-dien), hidup atau jiwa (nafs), keluarga atau keturunan (nasl),
harta atau kekayaan (maal), dan intelek atau akal (aql). Ia menitikberatkan bahwa sesuai tuntutan wahyu,
“kebaikan dunia ini dan akhirat (maslahat ad-din wa al-dunya) merupakan tujuan utamanya.9
Al-Ghazali mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam kerangka sebuah
hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartit, meliputi kebutuhan (daruriat), kesenangan atau kenyamanan
(hajaat), dan kemewahan (tahsinaat), sebuah klasifikasi peninggalan tradisi Aristotelian yang disebut sebagai
kebutuhan ordinal (kebutuhan dasar, kebutuhan terhadap barang-barang eksternal, dan terhadap barang-barang
psikis).10
Walaupun keselamatan merupakan tujuan akhir, Al-Ghazali tidak ingin bila pencarian keselamatan ini
sampai mengabaikan kewajiban-kewajiban duniawi seseorang. Bahkan pencarian kegiatan-kegiatan ekonomi
bukan saja diinginkan, tetapi merupakan keharusan bila ingin mencapai keselamatan.11
Fungsi Utilitas
Utility (utilitas) adalah rasa kesenangan atau kepuasan yang muncul dari konsumsi, ini merupakan
kemampuan memuaskan keinginan atas barang, jasa dari suatu aktivitas.
Berdasarkan utulitasnya, konsumen memiliki berbagai cara dalam memutuskan berapa jumlah barang
dan jasa yang akan dibeli dalam berbagai situasi. Ada 2 pendekatan yang dilakukan konsumen, yaitu pendekatan
Cardinal /Margina
Utility dan pendekatan Ordinal / Analisis Kurva Indiference /Ordinal utility. Tujuan konsumen adalah
memaksimalkan utilitas dengan batasan berupa pendapatan dan harga yang bersangkutan.
Tingkat kepuasan biasanya digambarkan oleh kurva inndeferen yang biasanya digambarkan dalam
fungsi utility antara dua barang atau jasa yang keduanya disukai oleh konsumen.
Teori utility function (fungsi utiliti) digunakan tiga aksioma pilihan rasional yaitu; completeness aksioma
ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan keadaan mana yang lebih disukainya di antara
dua keadaan, bila A dan B adalah dua keadaan yang berbeda, maka individu selalu dapat menentukan secara
tepat satu di antara tiga kemungkinan. Transitivity aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu
mengatakan A lebih disukai daripada B dan B lebih disukai daripada C, maka ia pasti akan mengatakan bahwa A
lebih diisukai daripada C, ini sebenarnya untuk memastikan adanya konsistensii internal di dalam diri individu
dalam mengambil keputusan. Continuity aksioma ini menjelaskan bahwa seseorang individu mengatakan A lebih
9 Abu Hamid Al-Ghozali, Ihya Ulumuddin, (Beirut, Dar An-Nahdah t.t) Jilid 2. Hal 109
10 Lowry S. Todd. The Acheology of Economic Ideas: The Classical Greek Tradition, (Durham: Duke University Press. 1987). Hal. 220
11 Abu Hamid Al-Ghozali, op.cit., Jilid 2 hal. 60
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
15
Agus Tomi
disukai daripada B, maka keadaan yang mendekati A pasti juga lebih disukai daripada B. Ketiga aksioma ini
dapat diterjemahkan ke dalam bentuk geometris yang sering disebut dengan kurva indiferen. 12
Fungsi Utilitas
Dalam ilmu ekonomi tingkat kepuasan (utility function) digambarkan oleh kurva indiferen (indifference
curve). Biasanya yang digambarkan adalah utility function antara dua barang (atau jasa) yang keduanya memang
disukai oleh konsumen.
Dalam membangun teori utility function, digunakan tiga aksioma pilihan rasional :
Completeness
Aksioma ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan keadaan mana yang lebih
disukainya diantara dua keadaan
Transitivity
Aksioma ini untuk memastikan adanya konsistensi internal dalam diri individu dalam mengambil
keputusan
Continuity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seseorang individu mengatakan “A lebih disukai daripada B”, maka keadaan
yang mendekati A pasti juga lebih disukai daripada B
Ketiga asumsi ini dapat kita terjemahkan ke dalam bentuk geometris yang selanjutnya lebih sering kita kenal
dengan kurva indiferen (IC). IC adalah sebuah kurva yang melambangkan tingkat kepuasan konstan, atau
sebagai tempat kedudukan masing-masing titik yang melambangkan kombinasi dua macam komoditas (atau
berbagai macam komoditas) yang memberikan tingkat kepuasan yang sama.13
Barang Halal, Haram dan Analisis Kurva Indiferen
Tidak semua komoditas mempunyai sifat yang sama, yakni ada yang haram dan ada yang halal, maka
kita tidak dapat memberikan pengertian yang sama terhadap bentuk dan fungsi dari kurva indiferen. Kurva
indiferen dan garis anggaran digunakan untuk menganalisis pilihan seorang konsumen atas dua macam
komoditas. Kesejahteraan konsumen akan meningkat jika ia mengkonsumsi lebih banyak barang yang
bermanfaat, halal dan mengurangi mengkonsumsi barang yang buruk atau haram. Dalam Islam sudah cukup
rinci mengklasifikasikan mana barang halal dan mana barang buruk. Islam juga melarang untuk menghalalkan
apa yang sudah ditetapkan haram dan mengharamkan apa-apa yang sudah ditetapkan menjadi halal.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengharamkan apa-apa yang baik yang telah Allah
halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Dan makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS Al-
Maidah:87-88)
12 Karim, Adiwarman A, Ekonomi Mikro Islam Edisi 4, PT. Rajgrafindo Persada. Jakarta 2011 hal 64
13 Walter Nicholson, Microeconomic Theory: Basic Principles and Extensions 6th ed. (New York The Dryden Press. 1995).
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
16
Agus Tomi
Untuk menerangkan bagaiman akurva indiferen dibentuk dari berbagai komoditas yang telah
memisahkan antara halal dan haram dari komoditas dapat kita lihat dari gambar di bawah ini.
Increasing Utility
Semakin tinggi kurva indiferen berarti semakin banyak barang-barang yang dapat dikonsumsi, yang
berarti semakin tinggi tingkat kepuasan konsumen. Secara grafis tingkat utilitas yang lebih tinggi digambarkan
dengan utility function yang letaknya di sebelah kanan atas. Bagi konsumen, semakin ke kanan atas utility
function semakin baik. Bentuk utility function yang konveks menunjukkan adanya diminishing marginal rate of
substitution.
Dalam Islam cara pikir ini juga ditemukan. Rasulullah SAW bersabda : “Orang beriman yang kuat lebih
baik dan lebih dicintai daripada orang beriman yang lemah.”
Dalam hadis lain bermakna : “iri hati itu dilarang kecuali terhadap dua jenis orang, yaitu orang berilmu
yang mengamalkan dan mengajarkan ilmunya, dan orang yang kaya dan membelanjakan hartanya di jalan
Allah.”
Jadi dalam konsep Islam pun diakui bahwa yang lebih banyak (tentunya yang halal) lebih baik.
Dalam konsep Islam sangat penting adanya pembagian jenis barang (atau jasa) antara yang haram dan
yang halal. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk menggambarkan hal ini dalam utility function. Utility
function untuk dua barang yang salah satunya tidak disukai digambarkan dengan utility function yang terbalik
seakan diletakkan cermin.14 Semakin sedikit barang yang tidak kita sukai memberikan tingkat kepuasan yang
lebih tinggi. Hal ini digambarkan dengan utility function yang semakin ke kiri atas semakin tinggi tingkat
kepuasannya. Barang yang haram adalah barang yang tidak kita sukai.
Semakin banyak barang yang halal berarti menambah utility sedangkan semakin sedikit barang yang
haram berarti mengurangi disutility. Keadaan ini akan memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Budget Costrain
Segala keinginan pasti ada kostrain yang membatasinya, tentu batasan ini akan sangat dipengaruhi
oleh kemampuan dan usaha yang dikeluarkan untuk mendapatkan kostrain yang lebih tinggi. Rasulullah SAW
pernah menggambarkan hubungan antara cita-cita atau keinginan manusia dan segala hambatan yang mesti
dijumpainya. Untuk menjelaskan bagaimana seorang mukmin berusaha meraih cita-citanya ia membuat gambar
empat persegi panjang. Di tengah-tengah ditarik satu garis sampai keluar. Kemudian beliau membuat garis
pendek-pendek di sebelah garis yang di tengah-tengah seraya berkata :
“Ini adalah manusia dan empat persegi panjang yang mengelilinginya adalah ajal. Garis yang di luar ini
adalah cita-citanya, serta garis yang pendek-pendek adalah hambatan-hambatannya. Apabila ia dapat
menghadapi hambatan yang satu, maka ia akan menghadapi hambatan yang lain. Dan apabila ia dapat
mengatasi hambatan yang lain, maka ia akan menghadapi hambatan lain lagi.”
14 Robert H. Frank op.cit.
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
17
Agus Tomi
Untuk tetap bersemangat melangkah dari setiap hambatannya tersebut, maka ia mengembalikan
sepenuhnya kepada Allah SWT, ia percaya bahwa tiada sesuatu yang terjadi di alam ini tak lain atas kehendak
Allah.
Dalam teori konsumsi, hadist tentang cita-cita dan segala macam hambatan ini bisa kita gunakan untuk
menerangkan tentang batasan seseorang dalam memaksimalkan utility konsumsinya. Selain faktor norma
konsumsi dalam Islam, keinginan untuk memaksimalkan utility function ditentukan juga oleh berapa dana yang
tersedia untuk membeli kedua jenis barang tersebut. Batasan ini disebut budget costraint.15
Solusi Optimal
Sesuai dengan asumsi rasionalitas, maka konsumsi seorang muslim akan selalu bertindak rasional.
Oleh sebab itu pengambilan keputusan dari seorang konsumen senantiasa didasarkan pada perbandingan antar
berbagai preferensi, peluang, dan manfaat serta mudharat yang ada. Konsumen yang rasional selalu berusaha
menggapai preferensi tertinggi dari segenap peluang dan manfaat yang tersedia. Konsumen yang rasional berarti
konsumen yang memilih suatu kombinasi komoditi yang akan memberikan tingkat utilitas paling besar. Utilitas
disini juga meliputi maslahat dan mudharat yang ditimbulkan dari mengkonsumsi komoditas tersebut.16
KESIMPULAN
Kepuasan dalam ekonomi Islam memiliki pandangan dan pemaknaan yang lebih komprehensip jika
dibandingkan dengan konsep kepuasan konvensional, dimana dalam ekonomi Islam kepuasan tidak hanya untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan untuk mencapai kemaslahatan bersama (kesejahteraan masyarakat) tetapi
bermuara pada ketaatan sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang didasari oleh nilai-nilai ideologi Islam. Sedangkan
dalam pandangan konvensional bahwa kepuasan itu setiap individu selalu dapat menentukan keadaan mana
yang lebih disukainya di antara dua keadaan atau lebih (completness) tanpa memandang maslahat dan
mudharatnya. Jelaslah bahwa keinginan manusia untuk mengumpulkan kekayaan, tetapi juga kebutuhannya
untuk persiapan dimasa depan, dengan demikian bahwa jika semangat selalu ingin lebih ini akan menjurus
kepada keserakahan dan pengejaran nafsu pribadi, maka hal ini memandang kekayaan sebagai “ujian terbesar”.
Dalam Pandangan Islam bahwa setiap individu harus bertanggungjawab untuk bekerja dan memastikan
setiap sumber pendapatan dan kekayaan diperoleh dari cara yang halal menurut aturan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahan Departemen Agama RI. PT Syamil Cipta Media. 2005
Al Qaradhawi. Y. Ekonomi Islam Nilai dan Akhlak. KL: YaPEIM. 2009
Aziz Farooq, Abbas H, Aqil M, Bhutto SA. Economic Man Vs Islamic Man. Interdisciplinary Journal Of
Contemporary Reserch In Business. Vol 3 No.2. 2011
15 Karim, Adiwarman K, Ekonomi Mikro Islam, Edisi 4, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta 2012 Hal. 71
16 Ibid hal. 72
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
18
Agus Tomi
Cholxon Walter & Snyder Cristopher. Microeconomic Theory basic Principle and Extension 10th Edition. Thomson
South Western. 2008
Joko Susilo, Analisis Maslahah Pemikiran Al-Ghozali dan Relevansinya terhadap Ekonomi Kontemporer, Tesis
Ekonomi Islam, IAIN Sunan Ampel, 2001
Gofal et al, Economic Theory, Goverment of Amilnadu. 2007
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Mikro Islam Edisi 4, PT RajaGrafindo Persada Jakarta. 2011
Karim Abdul (2006).Defining Islamic Man, Daily Dawn. June 09
Rittenberg Libby. Principles of Microeconomic
Rivai Veithzal, Buchori Andi. Islamic Economics. Ekonomi Syariah Bukan OPSI. Tetapi Solusi. Bumi Aksara.
2009.
Smith Adam (1986). On The Division of Labour The Wealth Of Nations. Books I – III New York P.119
Walter Nicholson. Microeconomic Theory Basic Principles and Exetensions 6th ed.(New York Dryden Prss. 1995).
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
19
Rinda Rosmala
FUNGSI UTILITAS BARANG HALAL Rinda Rosmala
IAIN Metro
Abstract
The goal of consumers is to find the highest satisfaction. Determination of goods or services for consumption is based on satisfaction criteria. The consumption limit is only budgetary capacity. As long as there is a budget to buy goods or services, then these items will be consumed. In other words, as long as the consumer has income, nothing can prevent him from consuming the desired item. This attitude will clearly deny consideration of the interests of others or consideration of other aspects such as halal. Such consumer behavior, of course, cannot be taken for granted in the Islamic economy. Islamic consumption is always guided by Islamic teachings.
As we know that Islam is very concerned about the quality and sanctity of consumer goods manifested in the Koran and Al-Hadith. This is not only transcendental, but also mundane because Islam is very concerned about the sanctity and cleanliness of consumer goods, so this paradox encourages us to understand that satisfaction of a Muslim is very much determined by the level of halalness and the level of prohibition of consumer goods.
Assumptions and axioms in Islam are the emphasis on halal, haram, and blessings of the goods to be consumed. So if an individual is faced with two choices A and B, then a Muslim will choose goods that have a higher level of halal and blessing, even though other items are physically preferred. Although the type of relationship that will be explored is substitute, Islam prohibits the substitution (substitution) of goods or transactions that are lawful with goods or illegitimate transactions. Keyword: Utilitas Axioms In Islam, Halal, Haram, Blessings
Latar Belakang Masalah
Setiap hari kita membuat sejumlah keputusan mengenai pengalokasian sumber daya untuk memenuhi
berbagai kebutuhan. Keputusan seseorang untuk memilih alokasi sumber daya inilah yang melahirkan fungsi
permintaan. Dalam ekonomi konvensional konsumen diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh kepuasan
(utility) dalam kegiatan konsumsinya. Utility secara bahasa berarti berguna (usefulness), membantu (helpfulness)
atau menguntungkan (advantage). Dalam konteks ekonomi, utilitas dimaknai sebagai kegunaan barang yang
dirasakan oleh seorang konsumen ketika mengkonsumsi sebuah barang. Kegunaan ini bisa juga dirasakan sebagai
rasa tertolong dari suatu kesulitan karena mengkonsumsi barang tersebut. Karena adanya rasa inilah, maka sering
kali utilitas dimaknai juga sebagai rasa puas atau kepuasan yang dirasakan oleh konsumen dalam mengkonsumsi
sebuah barang. Kepuasan dan utilitas dianggap sama meskipun sebenarnya kepuasan adalah akibat yang
ditimbulkan oleh utilitas.1
Tujuan konsumen adalah mencari kepuasan tertinggi. Penentuan barang atau jasa untuk dikonsumsi
didasarkan pada kriteria kepuasan. Batasan konsumsi hanyalah kemampuan anggaran. Sepanjang terdapat
anggaran untuk membeli barang atau jasa, maka akan dikonsumsilah barang tersebut. Dengan kata lain sepanjang
1 UII Yogyakarta, Ekonomi Islam Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009, hal.127
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
20
Rinda Rosmala
konsumen memiliki pendapatan, maka tidak ada yang bisa menghalanginya untuk mengkonsumsi barang yang
diinginkan. Sikap seperti ini jelas akan menafikan pertimbangan kepentingan orang lain atau pertimbangan aspek lain
seperti kehalalan. Perilaku konsumen seperti demikian, tentunya tidak dapat diterima begitu saja dalam ekonomi
Islam. Konsumsi yang islami selalu berpedoman pada ajaran Islam.2
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Islam sangat memperhatikan kualitas dan kesucian dari barang
konsumsi yang termanifestasi ke dalam Al-Quran maupun Al-Hadis. Hal ini selain bersifat transendental juga
keduniawi karena Islam sangat memperhatikan kesucian dan kebersihan dari barang konsumsi, sehingga paradoks
ini mendorong kita pada pemahaman bahwa kepuasan seorang muslim sangat ditentukan oleh kadar kehalalan
maupun kadar keharaman barang konsumsi.3
PEMBAHASAN
Fungsi Utilitas
Dalam teori permintaan telah dijelaskan bahwa semakin tinggi harga suatu barang, maka semakin sedikit
permintaan atas barang tersebut. Begitu sebaliknya, jika harga semakin rendah maka semakin banyak permintaan
barang tersebut.4
Kenikmatan yang diperoleh konsumen dari mengkonsumsikan barang barangnya tidak dikuantifiser atau
dikuantitatifkan dan antara satu konsumen dengan konsumen yang lain akan mempunyai tingkat kepuasan yang
berbeda dalam mengkonsumsi barang dengan jumlah dan jenis yang sama. Oleh karena itu kemudian muncul
pendekatan ordinary yang menunjukan tingkat kepuasan mengkonsumsi barang dalam model kurva indefferent.5
Dalam ilmu ekonomi tingkat kepuasan (Utility Fungtion) digambarkan oleh kurva indeferen (Indefference
Curve). Biasanya yang digambarkan adalah Utility Fungtion antara dua barang (atau jasa) yang keduanya memang
disukai oleh konsumen. Dalam membangun teori Utility Fungtion, digunakan tiga aksioma pilihan rasional.
Completeness
Aksioma ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan keadaan mana yang lebih
disukainya diantara dua keadaan. Bila A dan B adalah dua keadaan yang berbeda, maka individu selalu dapat
menentukan secara tepat satu diantara tiga kemungkinan ini:
A lebih disukai daripada B
B lebih disukai daripada A
2 Ibid, hal.128
3 Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Malang : UIN Malang Press (Anggota IKAPI), 2008, hal. 118
4 Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Op. Cit, hal. 103
5 Ibid, hal. 105
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
21
Rinda Rosmala
A dan B sama menariknya
Transitivity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan “A lebih disukai daripada B,” dan “B lebih
disukai daripada C,” maka ia pasti akan mengatakan bahwa “A lebih disukai daripada C”. aksioma ini sebenarnya
untuk memastikan adanya konsistensi internal di dalam diri individu dalam mengambil keputusan.
Continuity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan “A lebih disukai daripada B”, maka
keadaan yang mendekati A pasti juga lebih disukai daripada B.6
Ketiga asumsi ini dapat kita terjemahkan ke dalam bentuk geometris yang selanjutnya lebih sering kita kenal
dengan kurva indiferen, selanjutnya kita tulis IC. IC adalah sebuah kurva yang melambangkan tingkat kepuasan
konstan, atau sebagai tempat kedudukan masing-masing titik yang melambangkan kombinasi dua macam komoditas
yang memberikan tingkat kepuasan yang sama.7
Ciri-ciri kurva indiferen:
a. Berlereng/slope negatif. Hal ini menunjukan apabila dia ingin mengkonsumsi barang X lebih banyak maka harus
mengorbankan konsumsi terhadap barang Y.
b. Cembung ke titik origin (Convex). Derajat penggantian antar barang konsumsi semakin menurun.
c. Tidak saling berpotongan. Ini berkaitan dengan asumsi bahwa masing-masing kurva indiferent menunjukan
tingkat kepuasan yang sama. Dengan pengertian apabila A=B dan A=C maka otomatis C=B padahal yang terjadi
tidak demikian.
d. Semakin ke kanan menunjukan tingkat kepuasan yang semakin tinggi.8
Untuk lebih jelas, maka di bawah ini akan digambarkan grafik dua dimensi dengan sumbu X sebagai barang
yang disukai dan sumbu Y sebagai barang lain yang juga disukai. Lihat gambar di bawah ini:
6 Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islam, Edisi ketiga, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010, hal. 64
7 Ibid, hal. 65
8 Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Op. Cit, hal. 106
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
22
Rinda Rosmala
Gambar 1
Semua kombinasi titik pada kurva indifference yang sama memiliki tingkat kepuasan yang sama. Gambar
diatas menunjukan bahwa titik A, B, dan C berada pada tingkat indifference yang sama sehingga tingkat kepuasan
pada titik B atau C yaitu pada U1, sedangkan titik D dan E memberikan tingkat kepuasan yang sama yaitu pada U2.9
Kombinasi titik yang yang berada pada kurva indifference yang sama memberikan tingkat kepuasan yang
sama, sedangkan bila berada pada kurva indefference yang berbeda maka memiliki tingkat kepuasan yang berbeda
pula. Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa titik A, B, dan C memberikan tingkat kepuasan yang sama,
sedangkan titik D dan E memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi daripada titik A, B, atau C.
Konsekuensi dari adanya aksioma konsistensi dalam pilihan konsumen, maka antara kurva indifference
yang berbeda tidak boleh berpotongan. Jika kurva tersebut berpotongan berarti terjadi pelanggaran terhadap
aksioma utility, yaitu tidak adanya konsistensi telah terjadi. Contoh pada gambar dibawah ini:
Gambar 2
9 Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islam, Edisi ketiga, Op. Cit, hal. 65
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
23
Rinda Rosmala
Kombinasi titik S, Q, dan R memberikan tingkat kepuasan yang sama yaitu pada kurva indifference U1.
Kombinasi pada titik P, Q, dan T memberikan tingkat kepuasan yang sama yaitu pada kurva indifference U2. Dari
kedua pernyataan di atas terlihat bahwa titik Q berada pada kurva indifference U1 dan U2 yang berarti tidak ada
konsistensi tingkat kepuasan pada titik Q, yang berarti pula telah melanggar aksioma ke-2 dari utility.10
Tingkat Substitusi Marginal
Pilihan dihadapkan pada alternatif penggunaan komoditas lain, maka perlu sekiranya mempelajari sejauh
mana seorang konsumen bersedia untuk menukar suatu komoditas dengan komoditas lainnya melalui kajian lebih
rinci dari kurva IC. Tingkat kesediaan untuk menukar komoditas dengan komoditas lain inilah yang dalam literature
konvensional kita kenal dengan tingkat substitusi marginal (Marginal Rate of Substitution) x untuk , atau MRSxy..
MRSxy = jumlah unit komoditas y yang harus dikorbankan untuk mendapatkan tambahan satu unit
komoditasx, dalam tingkat kepuasan yang sama.
MRSxy = = Jumlah unit y yang berkurang
Jumlah penambahan satu unit x
Tingkat Substitusi Marginal dapat diilustrasikan pada gambar di bawah ini:
Gambar 3
Perhitungan nilai MRS pada gambar di atas adalah jumlah kompensasi pengurangan jumlah unit barang y
yang dikonsumsi untuk mendapatkan penambahan konsumsi satu unit barang x. kalau kita perhatikan nilai MRS dari
kiri ke kanan, maka dapat kita simpulkan bahwa nilai MRS akan semakin berkurang. Nilai ciri tambahan yang dimiliki
oleh kurva IC yaitu tingkat substitusi yang semakin berkurang (The Low od Diminishing Marginal rate of
substitution).11
10 Ibid, hal. 66
11 Ibid, hal. 67
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
24
Rinda Rosmala
Meskipun jenis hubungan yang akan dieksplorasi di sini adalah hubungan yang sifatnya saling mengganti
(substitute) namun perlu ditentukan domain dari pembahasan substitusi ini. Sebagaimana diketahui, hukum islam
menegaskan tidak dimungkinkan adanya substitusi barang haram dan barang halal kecuali dalam keadaan darurat12
Gambar 4
Melihat pemaparan diatas, maka perlu memaparkan hubungan kedua barang tersebut sebagai pedoman
dalam berprilaku.
Gambar 5
Grafik di atas merupakan sebuah garis yang berimpit dengan sumbu horizontal. Untuk menunjukan bahwa
garis ini berimpit dengan sumbu horizontal, maka sumbu horizontal dicetak tebal. Penafsiran dari garis ini adalah
berapapun jumlah barang halal yang dikonsumsi, maka jumlah barang haram yang dikonsumsi adalah tetap nol.13
Barang Halal dan Haram
12 UII Yogyakarta, Ekonomi Islam Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2009, hal. 163
13 Ibid, hal. 165
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
25
Rinda Rosmala
Pada umumnya konsumen tidak berhadapan dengan konsumsi satu komoditi, melainkan akan memilih
bermacam-macam komoditi yang dibatasi oleh tersedianya pendapatan konsumen.14
Tidak semua komoditas mempunyai sifat yang sama, yakni ada yang halal dan ada yang haram, maka kita
tidak dapat memberikan pengertian yang sama terhadap bentuk dan fungsi dari kurfa indifference. Seperti diketahui,
IC dan garis anggaran digunakan untuk menganalisis pilihan seseorang konsumen atas dua macam komoditas.
Kesejahteraan konsumen akan meningkat jika ian mengkonsumsi lebih banyak barang yang bermanfaat, halal dan
mengurangi mengkonsumsi barang yang haram.15 Islam menghalalkan yang baik-baik (At-thayyibat) dan
mengharamkan yang buruk-buruk (Al-khabitsat).16 Konsep Islam mengenai halal dan haram meliputi seluruh kegiatan
ekonomi manusia, terutama yang berhubungan dengan produksi dan konsumsi, baik dalam hal kekayaan maupun
makanan.17
Dalam Islam sudah jelas dan cukup rinci mengklasifikasikan mana barang halal dan mana barang buruk.
Islam juga melarang untuk menghalalkan apa yang sudah ditetapkan haram dan mengharamkan apa-apa yang
sudah menjadi halal18. Dalam Al-Quran disebutkan dalam surat Al-Maa’idah ayat 87-88.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (QS Al-Maa’idah 87-88)”19
Untuk menerangkan bagaimana kurva indifference dibentuk dari berbagai komoditas yang telah
memisahkan antara halal dan haram dari komoditas dapat kita lihat pada gambar di bawah ini20
Gambar 6
14 Abdul Aziz, Ekonomi Islam, Analisis Mikro dan Makro, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008, hal. 43
15 Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islam, Edisi ketiga, Op. Cit, hal.68
16 Muhammad Amin Suma, Ekonomi dan Keuangan Islam, Tangerang: Kholam Publishing, 2008, hal. 204
17 Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012, hal. 148
18 Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islam, Edisi ketiga, Op. Cit, hal.68
19 Departemen Agama RI Jkt, Al-Quran dan Terjemahnya, Semarang: PT Kumudasmoro Grafindo, 1994, hal. 176
20 Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islam, Edisi ketiga, Op. Cit, hal. 68
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
26
Rinda Rosmala
Jadi, dalam konsep islampun diakui bahwa yang lebih banyak (tentunya yang halal) labih baik. Secara grafis
utility fungtion antara dua barang atau jasa yang halal digambarkan sebagaimana lazimnya seperti gambar di bawah
ini:
Gambar 7
Dalam konsep islam sangat penting adanya pembagian jenis barang atau jasa antara yang haram dan yang
halal. Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk menggambarkan hal ini dalam utility fungtion. Semakin sedikit
barang yang tidak kita sukai akan memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Hal ini digambarkan dengan utility
fungtion yang semakin ke kiri atas semakin tinggi tingkat kepuasannya. Barang yang haram adalah barang yang tidak
kita sukai. Secara grafis, digambarkan sumbu X sebagai barang haram dan sumbu Y sebagai barang halal. Dalam
grafik ini pergerakan utility fungtion ke kiri atas menunjukan semakin banyak barang halal yang dikonsumsi dan
semakin sedikit barang haram yang dikonsumsi.21
Setiap individu mempunyai suatu gambaran tentang barang-barang/ jasa-jasa apa saja yang akan mereka
beli. Tugas setiap individu adalah bagaimana mereka bisa memaksimalkan pendapatan yang terbatas untuk
mendapatkan dan memenuhi semua kebutuhan sehingga dapat mencapai kesejahteraan. Tetapi ternyata hampir
tidak satupun individu yang berhasil dalam tugasnya tersebut sampai pada tingkat tertentu. Kegagalan tersebut
disebabkan oleh adanya keterangan-keterangan yang tidak tepat seperti pembelian secara impulsif. Segala usaha
21 Ibid, hal. 70
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
27
Rinda Rosmala
yang dilakukan untuk mencapai kepuasan maksimal dengan pendapatan yang terbatas inilah yang mempengaruhi
permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Untuk menganalisis pembentukan kepuasan secara akurat, maka
akan digunakan beberapa asumsi yang akan menyederhanakan realitas ekonomi. Melihat realitas saat ini, kepuasan
atau utilitas konsumen terhadap suatu barang/ jasa ditentukan oleh pendapatan yang diperoleh. Semakin tinggi
pendapatn yang diperoleh, maka kepuasan terhadap barang-barang akan semakin meningkat. Hal ini bertentangan
dengan prinsip Islam yang mementingkan Mashlalah yang diperoleh, sehingga adanya selektif dalam penentuan
barang konsumsi seperti tingkat kehalalal dan membatasi konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Islam sangat memperhatikan kualitas dan kesucian dari barang konsumsi
yang termanifestasi ke dalam Al-Quran dan Al-Hadis, hal ini selain bersifat transendental juga keduniawian.
Kesimpulan
Kenikmatan yang diperoleh konsumen dari mengkonsumsikan barang-barangnya tidak dikuantifiser atau
dikuantitatifkan antara satu konsumen dengan konsumen yang lain akan mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda
dalam mengkonsumsi barang dalam jumlah dan jenis yang sama. Sehingga muncul pendekatan ordinary yang
menunjukan tingkat kepuasan mengkonsumsi barang dalam model kurva indifferent atau bahkan tingkah laku
konsumen untuk memilih barang-barang yang akan memaksimumkan kepuasannya ditunjukan dengan kurva
kepuasan sama. Sehingga paradoks ini mendorong kita pada pemahaman bahwa kepuasan seorang muslim sangat
ditentukan oleh kadar kehalalan maupun kadar keharaman barang konsumsi.
Asumsi dan aksioma dalam Islam titik tekannya terletak pada halal, haram, serta berkah tidaknya barang
yang akan dikonsumsi. Sehingga jika individu dihadapkan pada dua pilihan A dan B maka seorang muslim akan
memilih barang yang mempunyai tingkat kehalalan dan keberkahan yang lebih tinggi, walaupun barang yang lain
secara fisik lebih disukai. Meskipun jenis hubungan yang akan dieksplorasi adalah sifatnya saling mengganti
(substitute) Islam melarang adanya penggantian (substitusi) dari barang atau transaksi yang halal dengan barang
atau transaksi yang haram.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz, Ekonomi Islam, Analisis Mikro dan Makro, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008
Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islam, Edisi ketiga, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010
Departemen Agama RI Jkt, Al-Quran dan Terjemahnya, Semarang: PT Kumudasmoro Grafindo, 1994
Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Malang : UIN Malang Press (Anggota IKAPI), 2008
Iifi Nurdiana, Hadis-Hadis Ekonomi, Malang : UIN Maliki Press, 2012
Mardani, Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009
Muhammad Amin Suma, Ekonomi dan Keuangan Islam, Tangerang : Kholam Publishing, 2008
-------, Tafsir Ayat Ekonomi, Jakarta : AMZAH, 2013
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
28
Rinda Rosmala
Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012
UII Yogyakarta, Ekonomi Islam Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009
Veithzal Rivai, Andi Buchari, Islamic Ekonomics, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2009
Yusuf Qardawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, Jakarta: Robbani Press, 1995
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
29
Hikmah Dwi Astuti
KONSEP MURABAHAH DAN APLIKASINYA DALAM PERBANKAN SYARIAH
HIKMAH DWI ASTUTI IAI Agus Salim Metro
ABSTRACT In practice more Islamic banks use murabahah contracts than other contracts. Endemic characteristics that are certain in the amount of installments and margins also give rise to the perception that the use of murabahah contracts can reduce the level of risk of financing. In fiqh there is indeed no portfolio arrangement in Islamic financial institutions. Then institutionally, the choice of murabahah contract compared to other contracts is the most attractive, profitable and least risky option so that the bank is basically allowed to prioritize murabahah in its product contract. Keyword: murabahah, Islamic Bank, Financing. PENDAHULUAN
Semenjak dimulainya sejarah Islam, masyarakat Muslim tidak pernah mengabsahkan riba. Masyarakat
Muslim mengelola perekonomiannya dan menyelenggarakan perdagangan domestik dan internasionalnya tanpa
perantara bunga. Bagi-hasil dan berbagai jenis sistem partisipasi beperan sebagai dasar yang layak bagi
tabungan dan investasi, serta cukup banyak modal untuk kepentingan pertambangan, pembangunan kapal,
tekstil dan industri-industri lainnya, seperti halnya untuk kepentingan perdagangan maritim.
Masyarakat Muslim mengenal perbankan berdasarkan bunga ketika rezim-rezim kolonial menjajah
negara-negara Muslim.1 Tidak adanya sistem keuangan Islam saat itu, memaksa masyarakat Muslim untuk
menerima sistem berbasis bunga tersebut hampir mustahil usaha berkembang tanpa keterlibatan perbankan
berdasarkan bunga. Keberadaan perbankan berdasarkan bunga ini merespon beberapa ulama dan cendikiawan
Muslim. Ada yang menerima bunga tersebut berdasarkan kebutuhan, ada juga yang berusaha membedakan
bunga bank dengan riba, sebagai implikasinya bunga bank boleh dan sah dilakukan dan yang terakhir, menolak
total sistem bunga tersebut karena bunga dan riba tak ada bedanya Sehingga pelarangan total riba di dalamnya
juga berlaku sama terhadap bunga.
PEMBAHASAN
Pada kajian awal perbankan syariah, ia dicita-citakan dengan konsep profit and loss sharing (PLS). Para
teoritisi perbankan dan fuqaha periode ini menegaskan bahwa perbankan Islam adalah perbankan bebas bunga
yang didasarkan pada konsep profit and loss sharing (PLS) atau bagi hasil.
Selain itu, berdasarkan larangan adanya bunga dalam Islam, para penulis ekonomi modern sepakat bahwa
reorganisasi dalam perbankan syariah harus dilakukan dengan berlandaskan syirkah (kemitraan usaha) dan
1 Sofyan Sulaiman, “Penyimpangan Akad Murabahah Dalam Perbankan Syariah”, Iqtishadia, Vol. I, No. 02, 2016, h. 2
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
30 Hikmah Dwi Astuti
mudharabah (bagi hasil). Syirkah dan mudharabah mempunyai peranan penting dalam rangka mewujudkan
perbankan bebas bunga.
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan perbankan syariah dapat dibagi dalam tiga bagian besar, yaitu:
1. Penghimpunan Dana (funding);
2. Penyaluran Dana (financing); dan
3. Jasa (service).2
Selain menjalankan fungsinya sebagai intermediaries(penghubung) antara pihak yang membutuhkan dana
(deficit unit) dengan pihak yang kelebihan dana (surplus unit), bank syariah dapat juga melakukan beberapa
pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan seperti sharf
(jual beli valuta asing) dan ijarah (sewa).3
Secara bahasa murabahah berasal dari kata ar ribhyang berarti keuntungan dalam perniagaan.
Menurut istilah fuqaha' murabahah berarti, "menjual barang dengan harga awal (harga beli) dengan tambahan
keuntungan yang diketahui.4
Murabahah masuk kategori jual beli muthlaq dan jual beli amanah. Ia disebut jual beli muthlaq karena
obyek akadnya adalah barang („ayn) dan uang (dayn).Sedangkan ia termasuk kategori jual beli amanah karena
dalam proses transaksinya penjual diharuskan dengan jujur menyampaikan harga perolehan (al-tsaman al-
awwal) dan keuntungan yang diambil ketika akad.
Al-Murabahah adalah kontrak jual-beli atas barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut, penjual
harus menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual-belikan dan tidak termasuk barang haram, juga harga
pembelian dan keuntungan yang diambil dan cara pembayarannya harus disebutkan dengan jelas. Dalam teknis
perbankan, murabahah merupakan salah satu bentuk produk pembiayaan, yaitu melalui akad jual-beli antara
bank selaku penyedia barang (penjual) dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Bank
memperoleh keuntungan jual-beli yang disepakati bersama. Rukun dansyarat murabahah adalah sama dengan
rukun dan syarat dalam fiqh, sedangkan syarat lain seperti barang, harga dan cara pembayaran adalah sesuai
dengan kesepakatan nasabah dengan bank yang bersangkutan. Harga jual bank adalah harga beli dari supplier
ditambah keuntungan yang disepakati bersama. Jadi, nasabah mengetahui keuntungan yang diambil oleh bank.
Selama akad belum berakhir, maka harga jual-beli tidak boleh berubah. Apabila terjadi perubahan, maka akad
tersebut menjadi batal.
Cara pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama; dapat secara tunai ataupun secara
angsuran. Murabahah dengan pembayaran secara angsuran ini disebut juga bai' bi tsaman ajil. Dalam
2Adiwarman A Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 97
3Adiwarman A Karim, Op.Cit., h. 112
4Sofyan Sulaiman, Op. Cit., h. 6
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
31 Hikmah Dwi Astuti
prakteknya, nasabah yang memesan untuk membeli barang menunjuk supplier yang diketahuinya menyediakan
barang dengan spesifikasi dan harga yang sesuai dengan keinginannya. Atas dasar itu, bank melakukan
pembelian secara tunai dari supplier yang dikehendaki oleh nasabahnya, kemudian menjualnya secara tangguh
kepada nasabah yang bersangkutan.
Melalui akad murabahah, nasabah dapat memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh dan memiliki
barang yang dibutuhkan tanpa harus menyediakan uang tunai terlebih dahulu. Dengan kata lain, nasabah telah
memperoleh pembiayaan al-murabahah dari bank untuk pengadaan barang tersebut.
Jenis-jenis Murabahah
Dalam aplikasinya, pembiayaan murabahah dapat dibedakan menjadi duamacam, yaitu:
a. Murabahah tanpa pesanan
Murabahah tanpa pesanan maksudnya adalah penyediaan barang tidak terpengaruh atau terkait terhadap
pesanan atau pembeli.
b. Murabahah berdasarkan pesanan
Murabahah berdasarkan pesanan maksudnya bahwa bank syari‟ah baru akan melakukan transaksi
murabahah apabila ada anggota yang memesan barang sehingga penyediaan barang baru akan dilakukan
jika ada pesanan. Pada murabahah ini, pengadaan barang sangat tergantung atau terkait langsung dengan
pesanan atau pembelian barang tersebut. Murabahah berdasarkan pesanan ini dapat dibagi lagi menjadi
dua yaitu, berdasarkan pesanan dan mengikat, dalam hal ini pihak anggota harus terikat oleh suatu
perjanjian yaitu jika barangnya sudah ada maka harus beli. Sedangkan murabahah berdasarkan pesanan
tidak terikat maksudnya adalah bahwa anggota boleh menolak atau mengembalikan pesanan yang sudah
diterima.
Landasan Hukum
Para ulama telah sepakat (ijma‟) akan kebolehan akad murabahah, tetapi Al-Qur‟an tidak pernah secara
langsung membicarakan tentang murabahah, walaupun di dalamnya ada sejumlah acuan tentang jual beli dan
perdagangan.Pada landasan hukum ini terbagi dari beberapa sumber utama, yaitu;
Al Qur’an
Seperti yang kita ketahui bahwa sumber hukum atau rujukan utama ummat Islam adalah bersumber
daripada Al-Qur‟an, Seperti yang tercantum dalam Al-Qur‟an Surat al-Baqarah ayat 275 berikut ini:
ا ٱلب يع مثل ٱلرب وا وأحل ٱلله لك بأن هم قالوا إن ٱلذين يأكلون ٱلرب وا ل ي قومون إل كما ي قوم ٱلذى ي تخبطه ٱلشيطن من ٱلمس ذ
ل ون ۥ ما ل وأمر ۥ مو من به نت ه له ۥٱلب يع وحرم ٱلرب وا من اا ٱللا م يها إ ٱلله ومن اا أول ك أ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
32 Hikmah Dwi Astuti
jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.5
Dan dalam Surat An-Nisa ayat:29
ل م ب لب طل إل أن ونت ر ن راا مل م ا أي ها ٱلذين ااملوا ل أكلوا أمو ي ل م ب ي
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Dari keumuman ayat diataslah ulama sepakat membolehkan akad Murabahah.
Al-Hadits
Kemudian landasan Hukum yang harus digunakan setelah Al-Qur‟an ialah Hadits. Karena Al-Qur‟an
belum cukup jelas dalam menerangkan suatu permasalahan. Namun tampaknya juga tidak ada satu Hadits pun
yang secara spesifik membicarakan mengenai murabahah. Hanya saja para ulama mengambil keumuman hadits
tentang jual beli berikut ini:
Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah Shuhaib :
وا ابن ما ه )الب يع إ أ لوالمقرض و لط الب ر بالشعي للب يت ل للب يع : يهن الب رك : أن اللب لي الله ليه و لم قال
6( ن هي
Nabi bersabda, ada tiga hal yang mengandung berkah : jual beli secara tunai, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual. “
(HR. Ibnu Majah dari Shuhaib)
Oleh karena itu, meskipun Imam Malik dan Imam Syafi‟i membolehkan jual beli murabahah, tetapi keduanya tidak
memperkuatpendapatnya dengan satu Hadits pun.7
Sedangkan dasar hukum yang dijadikan sandaran kebolehanjual beli murabahah di buku-buku fikih muamalat
kontemporer lebih bersifat umum karena menyangkut jual beli atau perdagangan pada umumnya. Namun
demikian, menurut al-Kasani, jual beli murabahah telah diwariskan dari generasi ke generasi sepanjangmasa dan
tidak ada seorang pun yang mengingkarinya.
Di samping itu, keberadaan model jual beli murabahahsangat dibutuhkan masyarakat karena ada sebagian
mereka ketika akan membeli barang tidak mengetahuikualitasnya, maka ia membutuhkan pertolongankepada
yang mengetahuinya, kemudian pihak yangdimintai pertolongan tersebut membelikan barangyang dikehendaki
5 Al- Qur‟an Al Karim, The Wisdom,
6Ibnu Hajar al-asqalani, “Bulughul Maram”, No. 267.
7Azharuddin Lathif, Loc. Cit.
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
33 Hikmah Dwi Astuti
dan menjualnya dengan keharusanmenyebutkan harga perolehan (harga beli) barangdengan ditambah
keuntungan (ribh).
Rukun dan Syarat Murabahah
Adapun Rukun dan Syarat murabahah adalah sebagai berikut:
a. Adanya transaktor (pihak yang bertransaksi) Pihak yang terlibat dalam transaksi murabahah yaitu penjual
dan pembeli.Dalam transaksi murabahah, pelaku disyaratkan sudah memiliki kompetensi aqil baligh, dan
kemampuan untuk memilih secara optimal, seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa, dan lainnya.
b. Ijab dan Qabul
Ijab adalah ungkapan yang dilakukan terlebih dahulu dan qabul (penerima) diungkapkan kemudian. Menurut
Hanafiyah, ijab ucapan sebelum qabul, baik dari pihak pemilik barang atau pihak yang akan menjadi pemilik
berikutnya.8 Ijab dan qabul merupakan pernyataan kehendak antara pihak yang bertransaksi, baik dalam
bentuk tulisan maupun ucapan (lisan). Akad murabahah memuat semua hal yang berkenaan dengan posisi
serta hak dan kewajiban bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Akad ini bersifat mengikat
bagi kedua pihak dan mencantumkan berbagai hal, antara lain sebagai berikut:9
1) Nama notaris serta informasi tentang waktu dan tempat penandatanganan akad;
2) Identitas pihak pertama, dalam hal ini pihak yang mewakili bank syariah (biasanya kepala cabang);
3) Identitas pihak kedua, dalam hal ini nasabah yang akan membeli barang dengan didampingi oleh
suami/istri yang bersangkutan sebagai ahli waris;
4) Bentuk akad beserta penjelasan akad. Beberapa hal yang dijelaskan terkait akad murabahah adalah
definisi perjanjian pembiayaan murabahah, syariah, barang, pemasok, pembiayaan, harga beli, margin
keuntungan, surat pengakuan pembayaran, masa berlakunya surat pembayaran, dokumen jaminan,
jangka waktu perjanjian, hari kerja bank, pembukuan pembiayaan, surat penawaran, surat permohonan
realisasi pembiayaan, cidera janji, dan penggunaan fasilitas pembiayaan.
5) Kesepakatan-kesepakatan yang disepakati, meliputi kesepakatan tentang fasilitas pembiayaan dan
penggunaannya, pembayaran dan jangka waktu, realisasi fasilitas pembiayaan, pengutamaan
pembayaran, biaya dan pengeluaran, jaminan, syarat-syarat penarikan fasilitas pembiayaan, peristiwa
cidera janji, pernyataan dan jaminan, kesepakatan untuk tidak berbuat sesuatu, penggunaan fasilitas
pembiayaan, pajak-pajak, dan penyelesaian sengketa. Murabahah mempunyai beberapa ciri-ciri yang
menjadi karakteristik tersendiri. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:10
8Adiwarman A. Karim, Shalah, As Shawi, et al, “Fikih Ekonomi Keuangan Islam”, (Jakarta: Darul Haq, 2004), h. 26-
27.
9Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), h. 161.
10Abdullah Saeed, Op. Cit., h. 120.
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
34 Hikmah Dwi Astuti
a. Si pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-biaya yang terkait dan tentang harga asli
barang, dan batas laba harus ditetapkan dalam bentuk persentase dari total harga plus biaya-
biayanya;
b. Apa yang dijual adalah barang atau komoditas dan dibayar dengan uang;
c. Apa yang diperjual belikan harus ada dan dimiliki oleh si penjual dan si penjual harus mampu
menyerahkan barang itu kepada pembeli;
d. Pembayarannya ditangguhkan.
Tujuan Murabahah
Ada beberapa tujuan murabahah menurut beberapa ahli fiqh, diantaranya:Menurut Al Marghinani, tujuan
dari murabahah adalah untuk melindungi konsumen yang tidak berdaya terhadap tipu muslihat para pedagang
yang curang karena konsumen tersebut tidak memiliki keahlian untuk dapat melakukan jual beli. Seseorang yang
tidak memiliki ketrampilan untuk melakukan pembelian di pasar dengan cara musawamah, seyogianya
menghubungi seorang dealer murabahah yang dikenal kejujurannya dan membeli barang yang dibutuhkannya
dari dealer tersebut dengan membayar harga perolehan dealer tersebut atas barang itu ditambah dengan
keuntungan. Dengan cara seperti ini, konsumen tersebut akan terpuaskan dan terlindung dari kecurangan.11
Manfaat Pembiayaan Murabahah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi Bai' Al murabahah memiliki beberapa manfaat,
demikian juga risiko yang harus diantisipasi.
Bai' Al murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan
yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu sistem
pembiayaan murabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank
syariah. Di antara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut.
a. Default atau kelalaian nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
b. Fluktuasi harga komparatif. ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah Bank membelikannya
untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.
c. Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah Karena berbagai sebab. Bisa jadi
karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi
dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan
yang ia pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan
menjadi milik bank. Dengan demikian Bang mempunyai risiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
11Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek Hukumnya, (Jakarta:Prenamedia Group,
2014), hlm. 226.
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
35 Hikmah Dwi Astuti
d. Dijual; Karena bai' Al murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang
itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk
untuk menjualnya. Jika terjadi demikian risiko untuk default akan besar.12
Berbagai kritik banyak dilontarkan dari para peneliti terkait dengan dominasi murabahah dalam produk perbankan
syariah, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang kemudian menjuluki bank syariah sebagai bank murabahah. Di
samping itu, praktik murabahah di perbankan syariah juga telah banyak dilakukan berbagai modifikasi, bahkan untuk
sebagian dinilai menyimpang dari konsep dasar murabahah dalam fikih muamalat klasik.
Abdullah Saeed, ia menyebutkan bahwa problem-problem praktis yang dihadapi perbankan Islam dalam
menerapkan konsep bagi hasil mengakibatkan penurunan terhadap penggunaannya, sehingga mekanisme-
mekanisme pembiayaan mirip bunga terus tumbuh. Ini berarti bahwa diantara produk-produk pembiayaan yang
diterapkan di perbankan Islam terjadi kesenjangan antara yang satu dengan yang lain. Saeed menyebut mekanisme
mirip bunga ini adalah murabahah.13 Hal ini selanjutnya menunjukkan kegagalan Bank Islam untuk menjadi menjadi
Bank PLS (Profit Loss Sharing) seperti yang dibayangkan para pencetusnya di satu sisi dan di sisi lain menunjukkan
ketidaklogisan dan ketidak konsistenan Bank Islam akibat menerapkan produk murabahah dengan menolak
transaksi finansial yang menggunakan bunga. Hal inilah yang membuat Saeed menduga adanya time value of
money dalam pembiayaan berbasis murabahah namun hal tersebut oleh praktisi perbankan Islam tidak diakuinya
karena kalau diakui akan mengarah kepada pengakuan adanya bunga atau riba.
PENUTUP
Di antara berbagai produk perbankan syariah , produk jual beli murabahah di perbankan syariah pada saat ini masih
mendominasi dibandingkan dengan produk bank syariah yang lain. Ini karena dalam produk murabahah, prinsip
kehati- hatian (prudential) bank relatif bisa diterapkan dengan ketat dan standar sehingga tingkat risiko kerugian
sangat kecil. Bahkan bank-bank syariah yang baru pada umumnya portofolio pembiayaannya yang paling besar
menggunakan murabahah karena lebih aman.
Haltersebutdikarenakansebagian besar kredit dan pembiayaan yang diberikan perbankan di Indonesia
bertumpupadasektorkonsumtif.Agardapatbersaingdenganperbankan konvensional, Pembiayaan Murabahah
yang mudah dan sederhana menjadikaniaprimadonabagiperbankansyariahuntukmemenuhikebutuhan- kebutuhan
pembiayaan konsumtif seperti pengadaan kendaraan bermotor, pembelian rumah dan kebutuhan konsumen
lainnya.
Akibat hal tersebut menjadikan murabahah sebagai produk pembiayaan yang utama digunakan, Porsi pembiayaan
dengan akad Murabahah saat ini berkontribusi paling besar dari total pembiayaan Perbankan Syariah
12Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001)
13Saeed, Op. Cit., h. 118
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
36 Hikmah Dwi Astuti
Indonesia yakni sekitar 60%,14 Sedangkan di beberapa negara Muslim seperti Bahrain Islamic Bank, Faysal Islamic
Bank, Dubai Islamic Bank, Bank Islam Malaysia, Kuwait Finance House, dan lain-lain, di mana kalau dirata-ratakan,
skema murabahah-nya mencapai 70 persen.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafii, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Depok: Gema Insani, 2001), cet. Ke- 23. http://catatan-ustadz.blogspot.co.id/2015/09/pendekatan-fiqh-dalam-studi-islam.html http://malistachristy.blogspot.co.id/2013/05/metodi-studi-pustaka.html Karim,Adiwarman A. Shalah, As Shawi, et al, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004) Saeed, Abdullah, penerjemah ArifMaftuhin, Menyoal Bank Syariah, (Jakarta: Paramadina, 2004) Sjahdeini, Sutan Remi,Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek Hukumnya, (Jakarta:Prenamedia Group,
2014) Wangsawidjadja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012)
14Otoritas Jasa Keuangan, Ibid.
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
37
Saiful Anwar
INSTRUMEN DISTRIBUSI DALAM EKONOMI ISLAM
Saiful Anwar KJKS Azkiya Metro
Abstrac
Distribution in the Islamic concept does not only prioritize economic aspects where size is based on the amount of property owned, but also discusses how the use of human potential can be distributed, in the form of appreciation for the right to life in life. Then the distribution is expected to overcome the problem of income distribution between various classes in society. Therefore in Islam Allah SWT implies one form of social virtue, like zakat. If this is used as the concept of income distribution, the economic system will run smoothly and the community will prosper.
Gap and hunger will easily be eliminated due to the prevalence of the distribution system. And in Islamic economics a person's wealth does not make the cause of others experiencing economic difficulties, both production and consumption. Therefore Islam provides clear boundaries in living this life, including regulating matters regarding distribution. The whole is to regulate so that there is no social inequality between one party and another party and have an impact on actions or counterproductive. Therefore Islam stipulates the existence of distribution instruments, including the principle of cooperation between mudharabah and musyarakah, the existence of zakat, infaq, alms and endowments as well as other assets or income owned. Keyword: Distribution, Islamic Economics, Economic System
Latar Belakang Masalah
Dalam ilmu ekonomi manusia mengenal tiga konsep utama dalam rangka menunjang pemenuhan kebutuhan,
ketiga konsep ekonomi tersebut adalah produksi, konsumsi dan distribusi. Menurut teori ekonomi, produksi
adalah kegitan menghasilkan barang maupun jasa atau kegiatan menambah nilai kegunaan/manfaat suatu
barang.1 Sedangkan untuk kata konsumsi berasal dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu kegiatan yang
bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Untuk distribusi sendiri diartikan sebagai kegiatan
pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen
kepada konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan (jenis, jumlah, harga, tempat, dan
saat dibutuhkan).
Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur segala aspek kehidupan manusia, dalam ibadah
maupun muamalah, dalam konteks muamalah termasuk terkait dengan ketentuan produksi, konsumsi dan
distribusi. Dalam pembahasan teori ekonomi mikro Islam, distribusi menjadi posisi penting karena pembahasan
mengenai hal tersebut tidak hanya berkaitan aspek ekonomi saja, tetapi juga aspek sosial dan aspek politik.
Konsep Islam tentang distribusi pendapatan yang dikonsumsi atau yang diproduksi umat Islam tidak
mengandung riba, tidak mengandung kegiatan yang haram dan harta bagi konsumen dan produsen dikenai
zakat.2
1 Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, UIN-Malang Press, 2008, hlm 157
2 Nofrianto, Dosen IAIN STS Jambi, Makalah: Keadilan Distribusi dalam Ekonomi Islam, Syariah
HUT
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
38
Saiful Anwar
Distribusi dalam konsep Islam tidak hanya mengedepankan aspek ekonomi dimana ukuran berdasarkan atas
jumlah harta pemilikan an sich, tetapi juga membahas bagaimana bisa terdistribusi penggunaan potensi
kemanusiannya, yang berupa penghargaan hak hidup dalam kehidupan. Maka distribusi diharapkan dapat
mengatasi masalah distribusi pendapatan antara berbagai kelas dalam masyarakat.3 Karenanya dalam Islam
Allah SWT mensyariatkan salah satu bentuk kebajikan sosial, seperti halnya zakat. Jika hal ini dijadikan konsep
distribusi pendapatan, maka sistem perekonomian akan berjalan lancar dan masyarakat akan sejahtera.
PEMBAHASAN
Moral dalam Sistem Distribusi Pendapatan Islam
Dalam ekonomi kapitalisme setiap individu diwajibkan memiliki kebebasan sepenuhnya, tujuannya agar
setiap orang dapat memproduksi kekayaan dalam kuantitas yang sebanyak-banyaknya dengan memanfaatkan
kemampuan yang ia miliki. Kapitalisme juga mengakui tak terbatasnya hak individu dalam kepemilikan pribadi
pada satu sisi dan menghalalkan pendistribusian yang tidak adil pada sisi yang lain.
Konsep sebaliknya yang kontradiktif dengan kapitalisme adalah sosialisme. Dimana sosialisme menyetujui
penghapusan kebebasan individu dan kepemilikan pribadi secara utuh dan menyeluruh, dengan tujuan
pemerataan ekonomi di antara penduduk. Dapat disimpulkan bahwa kapitalisme menghendaki penguasaan
produksi kekayaan, dan sosialisme menghapus disparitas distribusi kekayaan tanpa memperhatikan efek domino
bagi masyarakat.
Dalam konteks ini, Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam bidang
ekonomi. Salah satu tujuannya adalah untuk mewujudkan keadilan dalam pendistribusian harta, baik dalam
kehidupan bermasyarakat maupun individu. Keadilan dan kesejahteraan masyarakat tergantung pada sistem
ekonomi yang dianut. Pembahasan mengenai pengertian distribusi pendapatan, tidak terlepas dari pembahasan
mengenai konsep moral ekonomi yang dianut, selain itu juga terkait model instrumen yang diterapkan individu
maupun negara dalam menentukan sumber-sumber maupun cara-cara pendistribusian pendapatannya.4
Islam berada pada jalan tengah antara pola kapitalis dan sosialis yaitu tidak memberikan kebebasan mutlak
maupun hak yang tidak terbatas dalam pemilikan kekayaan pribadi bagi individu dalam lapangan produksi, dan
tidak pula mengikat individu pada sebuah sistem pemerataan ekonomi yang di bawah sistem ini ia tidak dapat
memperoleh dan memiliki kekayaan secara bebas. Islam menganggap bahwa manusia adalah makhluk ciptaan
yang paling sempurna, paling mulia dan bahkan manusia diberikan kepercayaan sebagai sebagai khalifah yang
bertugas untuk mengelola dunia guna mencapai kemakmuran.
Islam mendorong penganutnya untuk memanfaatkan karunia yang telah diberikan oleh Allah SWT. Maka
karunia tersebut harus didayagunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan, baik materi
maupun nonmateri dengan bekerja melalui berbagai cara, asalkan mengikuti aturan-aturan yang ada. Maka
3 Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta 2009, hlm 117
4 Wida Robiatul, Distribusi dalam Ekonomi Islam, www.distribusiislam.htm, posting 01 Februari 2013
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
39
Saiful Anwar
dengan keyakinan akan peran dan kepemilikan absolut dari Allah, dalam ekonomi Islam kegiatan manusia tidak
semata-mata bermotif maksimalisasi keuntungan dunia, tetapi lebih penting terdapat dimensi lain secara
subtansif yakni untuk maksimalisasi keuntungan akhirat. Urusan kesejahteraan di dunia merupakan sarana yang
harus linier untuk memperoleh kesejahteraan akhirat.
Islam mengarahkan mekanisme berbasis spiritual dalam pemeliharaan keadilan sosial pada setiap aktifitas
ekonomi. Latar belakangnya karena ketidakseimbangan distribusi kekayaan adalah hal yang mendasari hampir
semua konflik individu maupun sosial. Upaya pencapaian manusia akan kebahagiaan akan sulit dicapai tanpa
adanya keyakinan pada prinsip moral dan sekaligus kedisiplinan dalam mengimplementasikan konsep moral
tersebut.
Yusuf al-Qardhawi menjelaskan bahwa distribusi dalam ekonomi Islam didasarkan pada dua nilai
manusiawi yang sangat mendasar dan penting, yakni nilai kebebasan dan nilai keadilan.
Nilai Kebebasan
Islam menjadikan nilai kebebasan sebagai faktor utama dalam distribusi kekayaan, persoalan tersebut erat
kaitannya dengan keimanan kepada Allah dan mentauhidkan-Nya. Tauhid mengandung makna bahwa semua
yang ada di dunia dan alam semesta adalah berpusat pada Allah. Maka hanya kepada Allah saja setiap manusia
melakukan pengabdian, Dia-lah yang menentukan rezki dan kehidupan manusia tanpa seorangpun bisa
mengaturnya.
Sesungguhnya kebebasan yang disyariatkan oleh Islam dalam bidang ekonomi bukanlan kebebasan
mutlak yang terlepas dari setiap ikatan. Tapi yang dimaksud adalah kebebasan yang terkendali, terikat dengan
nilai-nilai “keadilan” yang digariskan Allah SWT.
Nilai Keadilan
Keadilan dalam Islam bukanlah prisnip yang sekunder. Ia adalah cikal bakal dan pondasi yang kokoh
yang memasuki semua ajaran dan hukum Islam berupa akidah, syariah dan akhlak (moral). Keadilan tidak selalu
berarti persamaan. Keadilan adalah keseimbangan antara berbagai potensi individu baik moral ataupun materil.
Ia adalah keseimbangan (tawazun) antara personal dan komunal. Keadilan yang benar dan ideal adalah yang
tidak ada kezaliman terhadap seorang pun di dalamnya. Setiap orang harus diberi kesempatan dan sarana yang
sama untuk mengembangkan kemampuan yang memungkinkannya untuk mendapatkakan hak dan
melaksanakann kewajibannya termasuk dalam distribusi pendapatan dan kekayaan. Dalam distribusi Islami
terdapat 3 poin penting yang harus terpenuhi, yakni: kesatu, Terjaminnya pemenuhan kebutuhan dasar setiap
orang Kedua, Kesederajatan atas pendapatan setiap personal, tetapi tidak dalam pengertian kesamarataan
Ketiga, Mengeliminasi ketidaksamarataan yang bersifat ekstrim atas pendapatan dan kekayaan individu.
Sistem Distribusi dalam Islam
Pada dasarnya Islam memiliki dua sistem distribusi utama, yakni distribusi secara komersial dan
mengikuti mekanisme pasar serta sistem distribusi yang bertumpu pada aspek keadilan sosial masyarakat.
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
40
Saiful Anwar
Sistem Distribusi Komersial
Sistem ini bersifat komersil, berlangsung melalui proses ekonomi, menurut Yusuf Qardhawi yang dikutip
oleh Euis Amalia, ada empat aspek terkait keadilan dalam distribusi, yakni:
Al-Ujrah al-Mitsl (Gaji yang setara bagi para pekerja)
Profit atau keuntungan untuk pihak yang menjalankan usaha atau yang melakukan perdagangan melalui
mekanisme mudharabah atau bagi hasil (profit sharing) untuk modal dana melalui musyarakah.
Biaya sewa tanah serta alat produksi lainnya.
Tanggungjawab pemerintah terkait dengan peraturan dan kebijakannya.
Sistem Distribusi Sosial
Dalam Islam sistem ini diciptakan untuk memastikan keseimbangan pendapatan dalam masyarakat,
mengingat tidak semua orang mampu terlibat dalam proses ekonomi karena sebab yatim dan atau piatu, jompo
dan cacat tubuh, Islam memastikan distribusi bagi mereka dengan beberapa bentuk varian, diantaranya dengan
zakat, infak dan sedekah.
Instrumen Distribusi Pendapatan (Kekayaan) dalam Islam
Mudharabah
Melaui sistem ini pendistribusian harta kekayaan terjadi dalam bentuk kerja sama antara seorang yang
mempunyai surplus unit dengan mitra kerja yang hanya punya skill sekaligus sebagai pihak yang deficits unit.
Dengan terjadinnya kerja sama antara shahibul mal dengan mitranya dengan sendirinya menjalankan pola
distribusi yang adil dan berdasarkan hubungan kemitraan.
Musyarakah
Syirkah atau perseroan adalah suatu bentuk transaksi antara dua orang atau lebih, yang kedua-duanya
sepakat untuk melakukan kerjasama yang bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan. Musyarakah
merupakan salah satu bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha atau modal dalam
bentuk coorporate dengan bagi hasil keuntungan berdasarkan kesepakatan. Musyarakah berbeda dari
mudharabah, dalam mudharabah pemilik modal tidak diberikan peran dalam menjalankan manajemen
perusahaan, sedangkan dalam musyarakah semua pihak berhak turut serta dalam pengambilan keputusan
manajerial.
Distribusi Pendapatan melalui Pola Mekanisme Pasar
Allah SWT telah memberikan hak tiap orang untuk membeli dengan harga yang disenangi. Ibnu Majah
meriwayatkan dari Abi Sa’id: Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya jual beli itu (sah karena) sama-sama suka”
Dalam konsep ekonomi Islam, penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pasar, yaitu kekuatan
permintaan dan penawaran. Pertemuan permintaan dengan penawaran terjadi secara seimbang dengan rela
sama rela (an taradhin) atau tidak ada pemaksaan terhadap harga tersebut pada saat transaksi. Islam mengatur
agar persaingan di pasar dilakukan secara adil.
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
41
Saiful Anwar
Orang-orang yang menyembunyikan (menimbun) hartanya yang dikumpulkan sesungguhnya mereka
telah menghambat arus industri, serta menghalangi kemajuan dan pembangunan negara.
“Celakaanlah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya,
dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. (QS. Al-Humazah 104:1-3)
Distribusi Pendapatan melalui Sistem Zakat
Menurut Undang-Undang Zakat Nomor 23 tahun 2011 yang dimaksud zakat adalah harta yang wajib
dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai
dengan syariat Islam.
Langkah ini merupakan suatu pungutan wajib yang dikumpulkan dari orang-orang muslim yang kaya dan
diserahkan kepada orang miskin. Tujuan utama zakat adalah membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang
yang miskin dan melarat sehingga tidak ada seorangpun yang menderita dalam suatu negara.
Harta zakat dianggap sebagai salah satu jenis harta yang diletakkan di dalam baitul mal, yang berbeda
dari jenis harta lain (pajak umum), baik dari segi pemerolehannya (tidak akan dikumpulkan kecuali dari orang-
orang muslim), dari segi batas waktu/kadar dikumpulkan (nishab), maupun dari segi pembelanjaannya (asnab).
Zakat merupakan salah satu bentuk ibadat dan dianggap sebagai salah satu rukun Islam. Adapun obyek-
obyek zakat dan pembelanjaannya, semuanya telah ditentukan dengan batasan yang jelas, sehingga zakat
tersebut tidak akan diserahkan kepada selain delapan ashnaf, sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah:
60.
“Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakan hatinya
(mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah,
dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana”
Menurut M.A Mannan dalam bukunya Islamic Economic: Theory and Practice, zakat mempunyai enam
prinsip, yaitu:
1. Prinsip keyakinan keagamaan, yaitu keyakinan keagamaan menyatakan bahwa orang yang membayar zakat
yakin bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau
orang yang bersangkutan belum menunaikannya, maka dia merasakan belum sempurna ibadahnya
2. Prinsip pemerataan (equity) dan keadilan (justice), yaitu pemerataan dan keadilan cukup jelas
menggambarkan tujuan zakat yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada
umat-Nya.
3. Prinsip produktivitas (productivity) dan kematangan, artinya produktivitas dan kematangan menekankan
bahwa zakat memang harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Dan hasil
produksi tersebut hanya dapat diambil setelah melewati batas waktu satu tahun yang merupakan ukuran
normal memperoleh hasil tertentu.
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
42
Saiful Anwar
4. Prinsip nalar (reason), nalar dan kelima kebebasan menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang
bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa bertanggung jawab untuk membayar zakat untuk
kepentingan bersama
5. Prinsip kebebasan (freedom)
6. Prinsip etik (ethic) dan kewajaran etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara
semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya.
Distribusi Pendapatan Melalui Infak, Sedekah dan Wakaf
Menurut Undang-Undang Zakat Nomor 23 tahun 2011 yang dimaksud Infak adalah harta yang
dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Sedangkan sedekah
adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan
umum.
Untuk khalayak umum Islam memperkenalkan instrumen distribusi lain, yakni wakaf. Dimana bentuk dan
caranya kuantitasnya banyak sekali, dari gedung, uang tunai (wakaf tunai), tanah, bahan bangunan, kendaraan
serta aset-aset produktif lainnya.
Dalam ketentuan umum pasal 1 Undang-Undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf menjelaskan
bahwa yang dimaksud Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagain harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah
Distribusi Pendapatan Melalui Sistem Pewarisan dan Wasiat
Islam ingin memastikan bahwa aset dan kekuatan ekonomi tidak boleh berpusat pada seorang saja,
betapapun kayanya seseorang, jika si bapak meninggal dunia maka anak, istri, ibu, bapak, kakek, dan kerabat
lainnya akan kebagian peninggalannya.
Hukum waris dan wasiat merupakan suatu aturan yang sangat penting dalam mengurangi ketidakadilan
pembagian warisan dalam masyarakat. Tokoh-tokoh ekonomi, seperti Keynes, Taussig dan Irvings Fisher
menyetujui bahwa pembagian warisan yang tidak merata merupakan penyebab utama dari ketidakadilan dalam
masyarakat Menurut Taussig, warisan mempunyai dampak-dampak yang sangat besar dalam masyarakat. Hal
tersebut senantiasa memperbesar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.
Hukum waris bagi muslim merupakan alat penimbang yang sangat kuat dan efektif dalam rangka
mencegah pengumpulan kekayaan di kalangan tertentu dan pengembangannya dalam kelompok-kelompok yang
besar dalam masyarakat. Oleh karena itu, hukum waris mempunyai pengaruh yang cukup baik dalam
pengembangan sirkulasi harta di kalangan masyarakat. Hukum waris merupakan suatu aturan yang sangat
penting dalam mengurangi ketidakadilan pembagian warisan dalam masyarakat. Tokoh-tokoh ekonomi, seperti
Keynes, Taussig dan Irvings Fisher menyetujui bahwa pembagian warisan yang tidak merata merupakan
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
43
Saiful Anwar
penyebab utama dari ketidakadilan dalam masyarakat. Menurut Taussig, warisan mempunyai dampak-dampak
yang sangat besar dalam masyarakat.
KESIMPULAN
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan mampu untuk hidup dengan sendiri, satu makhluk dengan yang
lainnya memiliki keterikatan kebutuhan. Begitulah Islam mengajarkan kita untuk saling menolong dalam
kebaikan. Melalui distribusilah kita mampu menghasilkan sesuatu yang kita butuhkan, seperti keperluan rumah
tangga, maupun jasa.
Kesenjangan dan kelaparan akan mudah dihapuskan karena meratanya sistem distribusi. Dan dalam
ekonomi Islam kekayaan seseorang yang dimiliki tidak menjadikan sebab orang lain mengalami kesulitan
ekonomi, baik produksi maupun konsumsi. Karenanya Islam memberikan batas-batas yang jelas dalam
menjalani kehidupan ini, termasuk mengatur hal mengenai distribusi. Keseluruhannya untuk mengatur agar tidak
terjadi ketimpangan sosial antara satu pihak dengan pihak lain dan berdampak pada tindakan atau yang kontra
produktif.
Oleh karena itu Islam menetapkan adanya instrumen distribusi, diantaranya adalah prinsip kerjasama
mudharabah maupun musyarakah, adanya zakat, infak, sedekah dan wakaf serta lainnya kekayaan atau
pendapatan yang dimiliki.
Daftar Pustaka
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam - Edisi Ketiga, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada 2010
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada 2010
Ruslan Abdul Ghofur Noor, Konsep Distribusi dalam Ekonomi Islam dan Format Keadilan Ekonomi di Indonesia,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, November 2013
Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Malang: UIN-Malang Press (Anggota IKAPI) 2008
Wida Robiatul, Distribusi dalam Ekonomi Islam, www.distribusiislam.htm, posting, 01 Februari 2013
Nofrianto, Keadilan Distribusi dalam Ekonomi Islam, IAIN STS Jambi, Syariah HUT
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
44
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir
QARDHUL HASAN DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM PADA BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT) DAN IMPLEMENTASINYA
Muhamad Bisri Mustofa1, Mifta Khatul Khoir2
Institut Agama Islam Agus Salim Metro
Jl. Brigjend. Sutiyoso No. 7, Kota Metro, 34111, Lampung [email protected], [email protected]
Abstract
In the implementation of Islamic Financial Institutions such as the Baitul Maal wa Tamwil (BMT) there are various ways of collecting funds and channeling funds. Funds are collected through wadi'ah deposits and deposits. While the distribution of funds is done by murabahah, mudharabah, musyarakah, rahn (pawn), ijarah, ijarah multijasa and qardhul hasan financing. Qardhul Hasan's financing is the orientation of the function of the Islamic Financial Institution (Baitul Maal Wa Tamwil) as a social institution. Qardhul hasan is a soft loan given on the basis of mere social obligations. In this case the borrower is not required to return anything except the amount borrowed. In Qardhul Hasan financing there are pillars and conditions, namely the perpetrator of the contract consisting of muqtaridh (borrower), muqridh (lender), qardh (fund), shighat ijab and qabul willingness for both parties and funds used for something useful and lawful. Qardhul Hasan is an activity to achieve a predetermined goal or target by the relevant Islamic financial institutions. The mechanism for implementing Qardhul Hasan is solely aimed at providing assistance to meet the needs of small communities. Thus it can be seen that the form of borrowing through Qardhul Hasan is in accordance with the principles of sharia economic law, the potential source of Qardhul Hasan's funding is quite large if it is utilized and managed optimally and its implementation is very useful for the community. Keywords: Qardhul Hasan, Islamic Law, BMT
Abstrak Dalam pelaksanaan Lembaga Keuangan Syariah seperti Baitul Maal wa Tamwil (BMT) terdapat berbagai macam cara penghimpunan dana dan penyaluran dana. Penghimpunan dana dilakukan melalui simpanan wadi‟ah dan deposito. Sedangkan penyaluran dana dilakukan dengan pembiayaan murabahah, mudharabah, musyarakah, rahn (gadai), ijarah, ijarah multijasa dan pembiayaan qardhul hasan. Pembiayaan Qardhul Hasan merupakan orientasi fungsi Lembaga Keuangan Syariah (Baitul Maal Wa Tamwil) sebagai lembaga sosial. Qardhul hasan adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata. Dalam hal ini peminjam tidak dituntut untuk mengembalikan apapun kecuali sejumlah yang dipinjamnya. Dalam pembiayaan Qardhul Hasan terdapat rukun dan syarat yaitu pelaku akad yang terdiri dari muqtaridh (peminjam), muqridh (pemberi pinjaman), qardh (dana), shighat yaitu ijab dan qabul kerelaan kedua belah pihak dan dana digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat dan halal. Qardhul Hasan merupakan kegiatan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan terlebih dahulu oleh lembaga keuangan syariah yang bersangkutan. Mekanisme penerapan Qardhul Hasan semata-mata bertujuan untuk memberikan pertolongan guna memenuhi kebutuhan masyarakat kecil. Dengan demikian dapat diketahui bahwa bentuk peminjaman melalui Qardhul Hasan sudah sesuai dengan prinsip hukum ekonomi syariah, potensi sumber dana Qardhul Hasan ternyata cukup besar apabila dimanfaatkan dan dikelola secara optimal dan implementasinya sangat berguna bagi masyarakat. Kata Kunci : Qardhul Hasan, Hukum Islam, BMT
1 Dosen Tetap IAI Agus Salim Metro, Lampung 2 Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Metro, Lampung, Program Studi Ekonomi Syariah TA. 2019/2020
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
45
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir
Pendahuluan Manusia sebagai makhluk social memiliki tujuan dan prinsip, dan dalam kehidupan antar
sesama manusia terdapat suatu hubungan yang tidak dapat di pisahkan terutama dalam hal muamalah. Manusia satu membutuhkan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam perjalanan manusia kepada kebahagian hidup di dunia dengan berkeluarga, memiliki pendamping hidup dan keturunan.3 Seorang manusia yang bertanggung jawab dan memiliki agama yang kokoh akan mencari berbagai cara yang halal untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya.
Mayoritas Penduduk di Indonesia beragama Islam yang dalam melakukan kegiatan sehari-hari seharusnya menjadikan syariat Islam sebagai landasan dalam rangka memenuhi kehidupan dan kesejahteraan bersama, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Islam memerintahkan seorang muslim untuk bekerja sekuat tenaga dalam mencari rezeki yang halal lagi baik.4 Untuk memenuhi kebutuhan seseorang maupun keluarganya, seseorang dapat meminjam kepada orang pribadi. Jika kebutuhan itu untuk modal usaha, seseorang dapat meminjam kepada lembaga formal maupun non formal. Dengan cara inilah seseorang akan mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhannya.
Saat ini telah berkembang berbagai program pada berbagia lembaga keuangan syariah yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Seiring dengan meningkatnya tingkat kebutuhan masyarakat di Indonesia baik dari segi pangan sandang dan papan maka banyaknya pertumbuhan usaha-usaha kecil di kalangan masyarakat guna memenuhi kebutuhannya masing-masing. Munculnya usaha-usaha tersebut tentu tidak terlepas dari modal dalam menjalankan kegiatannya. Dalam memperoleh modal maka pihak pengusaha akan mencari lembaga keuangan yang dapat membantu dalam hal pembiayaan (finance).
Berkaitan dengan permodalan, bagi usaha ekonomi kecil permodalan merupakan aspek kursial. Usaha kecil pada umumnya memiliki modal yang sangat terbatas sehingga berkontribusi besar pada lambatnya akumulasi modal yang menyebabkan usaha kecil ini tidak memiliki cadangan modal. Akibatnya, ketika terjadi kelesuan usaha kecil mengalami die out.5 Kendala permodalan bagi pengusaha kecil umumnya tidak mampu dipenuhi oleh perbankan modern. Pada umumnya mereka tidak bankable untuk memutuskan kreditnya. Sehingga banyak usaha kecil yang mengalami kesulitan permodalan. Kondisi ini semakin memperlebar jarak usaha kecil dan sektor informal dengan industri perbankan formal.6 Dari perjalanan tersebut, lahirlah konsep ekonomi yang berlandaskan pada nilai-nilai pemberdayaan dan pembangunan masyarakat khususnya kelas menengah kebawah yaitu konsep ekonomi kerakyatan. Konsep ekonomi kerakyatan adalah gagasan tentang cara, sifat, dan tujuan pembangunan dengan sasaran utama perbaikan nasib masyarakat pada umumnya bermukim di pedesaan. Konsep ini mengadakan perubahan penting kearah kemajuan, khususnya kearah pendobrakan ikatan serta halangan yang membelenggu sebagian besar rakyat Indonesia dalam keadaan serba kekurangan dan keterbatasan.
Salah satu Lembaga Keuangan Syariah non bank yang menyalurkan dana kepada masyarakat adalah BMT (Baitul Maal Wa Tamwil). Ini adalah sistem keuangan yang lebih sesuai dengan kondisi usaha kecil dan sesuai dengan Syariah. Dalam operasionalnya BMT tidak saja berperan menyalurkan dana kepada masyarakat mampu dan kalangan menengah yang mempunyai jaminan saja. Akan tetapi juga menyalurkan dana kepada pengusaha kecil atau masyarakat kurang mampu yang mempunyai potensi ketrampilan usaha. Yang menjadi keunggulan BMT dari aktivitas sosialnya adalah
3 Muhamad Bisri Mustofa, Hukum Nafkah Terhadap Keluarga pada Gerakan Dakwah Jama‟ah Tabligh, Jurnal
Nizham, Vol. 7, No. 1 (2019), h. 1 4 Abdurrachaman Qadir, Zakat (Dalam Dimensi Mahdah Dan Sosial), Ed.1.Cet.2 (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001), h. 24 5 Muhammad Akhyar Adnan, Evaluasi Performing Loan (NPL) Pinjaman Qardhul Hasan (Studi Kasus di BNI
Syariah Cabang Yogyakarta), Jurnal Perbankan, Vol. 10, No. 2, h. 159. 6 Ridwan, M., Managemen Baitul Maal Wa Tamwil, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2004), Cet. Pertama., h. 32
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
46
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir
skim pembiayaan Qardhul Hasan. Produk ini hanya diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu untuk membangun dan mengembangkan usahnya.7
BMT merupakan salah satu lembaga keuangan syariah non bank yang bersedia membantu para pengusaha dalam hal permodalan.dan Qardhul Hasan merupakan pinjamann sosial yang diberikan tanpa adanya bunga dan ini bersifat lunak karena hanya dituntut mengembalikkan modal awalnya saja dengan jumlah yang sama dengan pinjaman yang diterima angoota secara jangka waktu yang telah ditentukan atau diperjanjikan oleh pihak lembaga keuangan syariah.8 Pada perkembangan selanjutnya untuk pemberdayaan ekonomi sebagai usaha membangkitkan aktivitas para usaha kecil, maka dibentuklah Baitul maal yang berkonsentrasi kepada pembinaan dan pengembangan usaha kecil dengan sistem syariah yang berbagai hasil dan merupakan lembaga koersial.9
Banyak bank-bank syariah yang tersebar diseluruh Indonesia, namun pada kenyataannya belum mampu menyentuh masyarakat kalangan menengah kebawah. Masyarakat kalangan menengah kebawah pada umumnya nyaris tidak tersentuh dan tidak dianggap memiliki potensi dana oleh lembaga keuangan formal, sehingga menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi terhambat. Faktanya, mayoritas masyarakat kalangan menengah kebawah banyak yang terjebak meminjam kepada rentenir.10
Qardhul hasan merupakan salah satu produk yang didalamnya terkandung misi sosial. Adanya misi sosial kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap BMT. Akad qardh merupakan akad yang memfasilitasi transaksi peminjaman sejumlah dana tanpa adanya pembebanan bunga atas dana yang dipinjam oleh anggota. Transaksi qardh pada dasarnya merupakan transaksi yang bersifat sosial karena tidak diikuti dengan pengambilan keuntungan dari dana yang dipinjamkan.11 Pada dasarnya pinjaman qardhul hasan diberikan kepada mereka yang memerlukan pinjaman konsumtif jangka pendek untuk tujuan-tujuan yang sangat mendesak dan juga para pengusaha kecil yang kekurangan dana tetapi mempunyai prospek bisnis yang sangat baik.12 Oleh sebab itu penulis ingin melihat bagaimana persfektif hukum ekonomi syariah memandang Qardhul Hasan dan implementasinya di masyarakat. Dasar-dasar hukum yang digunakan dalam pelaksanaan Qardhul Hasan adalah berdasarkan dari ayat Al-Quran sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 19/DSN-MUI/IX/2000
1. QS. Al-Baqarah: 282:
….
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.
2. QS. al-Hadid: 11:
Artinya : “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan ia akan memperoleh pahala yang banyak” Ijma‟. Para ulama telah menyepakati bahwa Qardhul Hasan boleh dilakukan. Kesepakatan
ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya.
7 Dedi Riswandi, Pembiayaan Qardhul Hasan Di Bank Syariah Mandiri Kota Mataram, Jurnal Hukum Islam, Vol. 14,
No. 2, (2015), h. 253. 8 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah. (Depok: Raja Grafindo Persada Jakarta, 2015), Cetakan ke-5, h. 46 9 Mulyaningrum, Peluang dan Tantangan dalam Pengembangan Lembaga Keunagan Mikro Syariah, (Tesis tidak
diterbitkan, Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), 2009), h. 45 10 Muhammad, Bank Syariah: Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005),
h.125 11 Rijal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik
Kontemporer, (Jakarta: Salemba Empat, 2014) h. 288 12 Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi‟i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam (Yogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf, 1992), h. 34
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
47
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir
Tidak ada seorang pun yang memiliki segala barang yang dibutuhkan. Oleh karena itu, pinjam-meminjam sudah menajdi satu bagian dari kehidupan di dunia ini. Dan, Islam adalah agama yang sangat memerhatikan segenap kebutuhan umatnya. Berdasarkan Fatwa DSN tersebut, maka yang menjadi pertimbangan Dewan Islam Nasional menetapkan Qardhul Hasan sebagai sebuah sistem perekonomian yang sah menurut islam.
Yang menjadi landasan dalil dalam ayat ini adalah kita diseur untuk “meminjamkan kepada Allah”, artinya untuk membelanjakan harta dijalan Allah. Selaras dengan meminjamkan kepada Allah, kita juga diseur untuk “meminjamkan kepada sesama manusia”, sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat.13
Meminjamkan yang bermanfaat bagi sesama umat muslim yang menggunakan akad Qardhul Hasan juga termasuk dari ayat di atas. Pinjaman tersebut pada masa kini dapat berupa modal usaha, seperti yang sudah ada di lembaga-lembaga yang memiliki program bantuan pinjaman dana untuk masyarakat kurang mampu dengan menggunakan akad Qardhul Hasan.
Sedangkan hadis yang sesuai dengan akad Qardhul Hasan adalah sebagai berikut: ب ن و و ن ه و نى و و ءو و ه ب ن ه الن اب و ن و لو و و و و ن : و لو وو ن و و و ن ب ال ه ل انى و الن ب ي و ب ه و ن و و و ، ل لن ه ه ب ن ه و و و و و ن وهو لاوفو ا و ب ي و و هه .ال ه ل وتن و و ه إبتن
Artinya : “Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “barangsiapa mengambil harta orang lain dengan maksud untuk mengembalikannya, maka Allah akan menolongnya untuk dapat mengembalikannya; dan barangsiapa yang mengambilnya dengan maksud untuk menghabiskannya, maka Allah akan merusaknya.”(HR. Al-Bukhari).14
Maksud dari hadis di atas adalah mengambil harta orang lain dengan cara berhutang dan menjaganya yang mempunyai niat untuk mengembalikannya, maka Allah akan memberikan kemudahkan untuk melunasi hutangnya tersebut. Dan apabila harta tersebut diambil untuk dihabiskan maka Allah akan mempersulit segala urusan dan keinginannya di dunia. Dalam hadits juga terdapat motivasi untuk memperbagus niat dan menghindari hal yang sebaliknya, serta menjelaskan bahwa inti perbuatan berada pada hal tersebut. Siapa yang berhutang dengan niat untuk melunasinya niscaya Allah membantu melunasinya.15 Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Pengertian
BMT adalah kependekan dari kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Maal wa Tamwil, yaitu Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. BMT sesuai namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:16 a. Baitul maal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan
distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. b. Baitul tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha
produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.
Dengan demikian, keberadaan BMT dapat dipandang memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah seperti zakat, infak, sedekah dan wakaf, serta dapat pula bersifat produktif sebagaimana layaknya bank. Sebagai lembaga keuangan, BMT juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Sebagai lembaga keuangan BMT bertugas menghimpun dana dari masyarakat (anggota BMT) dan menyalurkan dana kepada masyarakat (anggota\BMT). Sedangkan
13 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, h. 132. 14 Imam al-Buhari dan Abu Hasan al-Sindi, Sahih al-Buhari bihasiyat al-Imam al-Sindi, juz II, (Lebanon: Dar al-Kitab
al-Ilmiyah, 2008), h. 105. 15 Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan‟ani, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, Penerj. Ali Nur Medan,
Jilid 2, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2008), h. 431. 16 Andri Soemitra, M.A., Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama (Jakarta : Kencana Prenadamedia
Group, 2009), h. 451.
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
48
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir
sebagai lembaga ekonomi, BMT berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti mengelola kegiatan perdagangan, industri dan pertanian.17 Qardhul Hasan Pengertian
Definisi Qardh (Pinjaman) menurut fiqih, qardh atau iqradh secara etimologi berarti pinjaman. Secara terminologi muamalah adalah “memiliki sesuatu yang harus dikembalikan dengan pengganti yang sama.18
Qardhul hasan berasal dari konsep qardh yang ada di masa Nabi Muhammad saw. Secara literal berarti “memotong suatu bagian.” Sedangkan secara terminologis berarti pertukaran suatu harta atau benda dengan kewajiban bagi penerima untuk menanggung porsi yang sama atas yang diterimanya dari pemberi pinjaman, untuk dapat dimanfaatkan oleh penerima barang tersebut.19 Adapun pengertian qardhul hasan menurut beberapa sumber sebagai berikut :
a. Qardh merupakan pinjaman kebajikan/ lunak tanpa imbalan, biasanya untuk pembelian barang-barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran dan jumlahnya.20
b. Al-Qardh merupakan pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali sesuai dengan jumlah uang yang dipinjamkan, tanpa adanya tambahan atau imbalan yang diminta oleh Bank Syariah/ Lembaga Keuangan Syariah.21
c. Al-Qardh adalah harta yang diberikan oleh pemberi utang (muqridh) kepada penerima utang (muqtaridh) untuk kemudian dikembalikan kepadanya (muqrid) seperti yang diterima, ketika ia telah mampu membayarnya.22
d. Dalam literatur fiqih klasik al-qardh dikategorikan dalam „aqad ta‟awuni atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.23
Dari pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan qardhul hasan adalah sebuah produk dimana produk ini merupakan produk ta‟awun (tolong menolong) dimana dana ini bersumber dari zakat, infaq dan sedekah yang bersifat sosialis dan bukan untuk kebutuhan konsumtif semata, tetapi untuk kebutuhan mendesak seperti biaya pengobatan, pendidikan dan lain-lain.
Secara etimologi, qardh berarti potongan, sedangkan pengertian secara terminologi berarti pemberian harta kepada orang lain yang dapat diminta kembali dengan jumlah yang sama atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan atau tambahan.24
Sedangkan Qardhul Hasan adalah suatu interest free financing. Kata “hasan” berasal dari bahasa arab yaitu ”ihsan” yang artinya kebaikan kepada orang lain. Qardhul Hasan yaitu jenis pinjaman yang diberikan kepada pihak yang sangat memerlukan untuk jangka waktu tertentu tanpa harus membayar bunga atau keuntungan. Penerima Qardhul Hasan hanya berkewajiban melunasi jumlah pinjaman pokok tanpa diharuskan memberikan tambahan apapun. Namun penerima pinjaman boleh saja atas kebijakannya sendiri membayar lebih dari uang yang dipinjamnya sebagai tanda terima kasih kepada pemberi pinjaman. Tetapi hal tersebut tidak boleh diperjanjikan sebelumnya di muka.25
Qardhul Hasan atau benevolent loan adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata, dimana si peminjam tidak dituntut untuk mengembalikan apapun kecuali
17 Ibid., h. 452 18 Wini Arintasari, Analisis Sistem Pengendalian Intern Terhadap Keputusan Persetujuan Pembiayaan pada
Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Baitul Maal wa Tamwil Anda Salatiga (Salatiga: Skripsi tidak diterbitkan, 2013), h. 104 19 Wahbah Al-Zulayle, Financial Transaction in Islamic Jurisprudence (Translation of Al- Fiqh al-Islemiy wa
‟Adillatuh), Vol.1, 370-371. 20 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 46. 21 Drs. Ismail, MBA., Ak., Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 212. 22 Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat (Jakarta: Amzah, 2010), h. 273. 23 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 131. 24 Ibid., h. 131 25 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk - Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Jakarta: Kencana,
2014), 342-343.
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
49
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir
modal pinjaman.26 Pada dasarnya Qardhul Hasan merupakan pinjaman sosial yang diberikan secara benevolent tanpa ada pengenaan biaya apapun, kecuali pengembalian modal asalnya.27
Dalam perjanjian qard pemberian pinjaman memberikan pinjaman kepada pihak penerima pinjaman dengan ketentuan bahwa penerima pinjaman tersebut akan mengembalikan pinjamannya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dengan jumlah yang sama dengan pinjaman yang diterima. Dengan demikian pihak penerima pinjaman tidak diperlukan untuk memberi tambahan atas pinjamannya.28
Qardhul Hasan tergolong dalam akad tabarru‟. Akad tabarru‟ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru‟ berasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad tabarru‟, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya.29
Pada dasarnya pinjaman Qardhul Hasan diberikan kepada: a. Mereka yang memerlukan pinjaman konsumtif jangka pendek untuk tujuan-tujuan yang
sangat urgen. b. Para pengusaha kecil yang kekurangan dana tetapi mempunyai prospek bisnis yang
sangat baik.30 Qard yang diperlukan untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan sosial, dapat
bersumber dari dana zakat, infaq, dan sadaqah.31 Qardhul Hasan juga dikhususkan untuk membantu memberikan pinjaman kepada usaha-usaha pada sektor kecil yang umumnya mengalami kesulitan dalam mengembangkan usahanya. Pemberian pinjaman tunai untuk Qardhul Hasan tanpa dikenakan biaya apapun kecuali biaya administrasi berupa segala biaya yang diperlukan untuk sahnya perjanjian utang. Seperti bea materai, bea akta notaris, bea studi kelayakan, dan sebagainya.32
Pada hakikatnya qard adalah pertolongan dan kasih sayang bagi yang meminjam. Qard bukan suatu sarana untuk mencari keuntungan bagi yang meminjamkan, di dalamnya tidak ada imbalan dan kelebihan pengembalian. Namun yang terdapat pada qard}ini adalah mengandung nilai kemanusiaan dan sosial yang penuh dengan kasih sayang untuk memenuhi hajat si peminjam modal tersebut. Apabila terjadi pengambilan keuntungan oleh pihak yang meminjamkan modal atau harta, maka dapat membatalkan kontrak qard.33
Qardhul Hasan Menurut 4 Mazhab
Menurut bahasa, Al Qardhu berarti potongan (Al Qath‟u) dan harta yang diberikan kepada orang yang meminjam (muqtaridh) dinamakan qardh karena ia adalah satu potongan dari harta orang yang meminjam (muqtaridh), sedangkan kata hasan yang berarti kebaikan.34 Menurut hukum syara‟, para ahli fiqh mendefinisikan Qardh sebagai berikut :35
1. Menurut Madzhab Hanafi, Al qardh adalah harta benda mitsli (yang punya persamaan) yang kamu serahkan kepada seseorang dengan harapan kamu mendapat pemenuhan barang yang sama dengannya. Karenanya dalahm akad qardh disyaratkan hendaknya harta benda mitsli (yang punya persamaan).
2. Menurut Madzhab Maliki, Al qardh adalah “jika sesorang menyerahkan kepada orang lain sesuatu yang mempunyai nilai harta semata-mata untuk mengutamakan kepentingan,
26 Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2000), 41. 27 Ibid., h. 42 28 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 212-213 29 Adiwarman karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 58 30 Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi‟i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf, 1992), h. 34 31 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, h. 133 32 Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan..., h. 28-29 33 Atang Abd. Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), h. 267. 34 Muhammad, Tehnik perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syariah, (UII
Press, Yogyakarta, 2004), h. 40 35 Abdurrahman al-Jaziri, Kitab Fiqih Empat Madzhab, (CV. Asy Syifa‟, Semarang, 1994), h. 649
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
50
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir
dalam aarti penyerahan tadi tidak menghendaki diperbolehkannya pinjaman yang tidak halal, dengan janji dia (pemberi modal) mendapat ganti (keuntungan) dalam tanggungan, dengan syarat penggantinya tidak berbeda dengan modal yang diserahkan”.
3. Menurut Madzhab Hanbali, Al Qardh adalah menyerahkan harta kepada seseorang yang dapat mengambil manfaat dan ia mengembalikan gantinya.
4. Menurut Madzhab Syafi‟i, Al Qardh adalah akad perjanjian yang dibuat oleh pemiutang untuk memindahkan pemilikan harta kepada peminjam, di mana peminjam berjanji akan mengembalikan semula barang gantinya.
Dilihat dari definisi diatas, al qardh adalah suatu akad yang membawa kepada pemindahan harta milik pemiutang kepada penghutangnya dan hutang itu akan dibayar balik kepada pemiutangnya sebagaimana hutang yang diterimanya. Hutang berlaku pada harta yang bernilai (mithli). Al hasan adalah kalimah ini digandingkan dengan kalimah al qardh itu maknanya ialah “yang baik”. Kalimah ini digandingkan bertujuan untuk menguatkan maksud al qardh. Kalimah al qardh sebenarnya sudah cukup menggambarkan suatu muamalah yang baik yang tidak memerlukan ganjaran faedah atau keuntungan, bahkan setiap faedah atau keuntungan ke atas pinjaman adalah riba yang dilarang oleh Allah. Kalimah al hasan yang baik itu bermaksud pinjaman yang diberikan itu adalah semata-mata suatu muamalah yang baik bertujuan untuk berbuat kebajikan kerana Allah dengan membantu seseorang. Bukan untuk tujuan berniaga atau mencari keuntungan atau mengharapkan apa-apa faidah. Segala manfaat yang ada pada pinjaman, semuanya kembali kepada peminjam semata-mata, pemiutang tidak mendapat apa-apa manfaat dari harta yang dipinjamnya itu.36
Secara umum, arti qardh serupa dengan arti jual beli, karena qardh adalah pengalihan hak milik harta atas harta. Qardh juga termasuk jenis salaf. Dalam literatul fiqh salaf as sholih qardh dikatagorikan dalam akad tathowui` atau akad saling bantu membantu dan bukan transaksi komersial.37
Menurut Muhammad Muslehuddin, Qardh adalah suatu jenis pinjaman pendahuluan untuk kepentingan peminjaman. Ini meliputi semua bentuk barang yang bernilai dan bayarannya juga sama apa yang dipinjamkan. Pinjaman tidak mendapatkan nilai yang berlebih karena itu akan merupakan riba yang dilarang dengan keras.38 Al qardh sebagai salah satu landasan transaksi produk pembiayaan perbankan syariah mengacu kepada UU no. 21 tahun 2008 pasal 1 ayat (25) huruf d, pasal 19 ayat (1) dan (2) huruf e, dan pasal 21 huruf b angka 3. Menurut UU ini al qardh di artikan sebagai “akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati.
Menurut Fatwa DSN Indonesia : 1. Bahwa lembaga keuangan syariah (LKS) di samping sebagai lembaga komersial, harus dapat berperan sebagai lembaga social yang dapat meningkatkan perekonomian secara maksimal. 2. Bahwa salah satu sarana peningkatan perekonomian yang dapat dilakukan oleh LKS dalah penyaluran dana melalui prinsip Al Qardh, yakni suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajibmengembalikan dana yang diterimanya kepada LKS pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan nasabah.39
Qardh merupakan pinjaman kebajikan atau lunak tanpa imbalan, biasanya untuk pembelian barang-barang fungibel yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran, dan jumlahnya. Kata qardh ini kemudian diadopsi menjadi credo (Romawi), credit (inggris), dan kredit indonesia (indonesia). Objek dari pinjaman qardh biasanya adalah uang atau alat tukar lainnya, yang merupakan pinjaman transaksi murni tanpa bunga ketika peminjam mendapatkan uang tunai dari pemilik dana (BMT) dan hanya wajib mengembalikan pokok pinjaman pada waktu tertentu pada masa yang akan datang. Dari definisi tersebut bahwa sesungguhnya al qardh merupakan salah satu jenis pendekatan untuk
36 Ibid., h. 338 37 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press,
Jakarta, 2001, hlm. 131 38 Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan dalam Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 2004,
hlm. 78. 39 Fatwa MUI, Dalam Perspektif Hukum dan Perundang-undangan, Puslitbang Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat, jakarta, 2012, hlm. 267 13
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
51
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir
mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan jenis muamalah yang tercorak ta‟awun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya, karena muqtaridh tidak diwajibkan memberi iwwad (tambahan) dalam pengembalian harta yang dipinjamnya kepada muqtaridh (yang memberikan pinjaman), karena al qardh menumbuhkan sifat lemah lembut kepada manusia, mengasihi, dan memberikan kemudahan dalam urusan mereka serta memberikan jalan keluar dari duka kabut yang menyelimuti mereka.
Para ulama telah menyepakati bahwa al qardh boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorang pun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh karena itu, pinjam meminjam sudah menjadi bagian dari kehidupan di dunia. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.40 Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa akad al qardh adalah perikatan atau perjanjian antara kedua belah pihak, dimana pihak pertama menyediakan harta atau memberikan harta dalam arti meminjamkan kepada pihak kedua sebagai peminjam uang atau orang yang menerima harta yang dapat ditagih atau diminta kembali harta tersebut, dengan kata lain meminjamkan harta kepada orang lain yang mebutuhkan dana cepat tanpa mengharapkan imbalan. Dengan kata lain, akad al qardh merupakan pinjaman oleh pihak LKS kepada nasabah tanpa adanya imbalan, perikatan jenis ini bertujuan untuk menolong, bukan sebagai perikatan yang mencari untung.41 Perbedaan Qard dan Qardhul Hasan 1. Qard adalah pemberian pinjaman kepada orang lain yang dapat ditagih kembali, sedangkan
Qardhul Hasan pemberian pinjaman kepada orang lain, dimana peminjam tidak diharuskan mengembalikan pokoknya apabila dirasakan benar-benar peminjam tidak mampu untuk mengembalikannya. Sehingga Qardhul Hasan ini dianggap sadaqah. Walaupun pada prinsipnya bukanlah produk yang Profitable namun tetap harus diperhatikan sistem dari produk ini agar lebih optimal dan meminimalisir resiko yang mungkin terjadi.
2. Dilihat dari segi sumber dana, sumber dana qard berasal dari dana komersial atau modal. sedangkan sumber dana Qardhul Hasan berasal dari dana sosial yakni dana zakat, infaq, dan sadaqah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Qard :
Pertama : Ketentuan Umum : 1. Al Qard adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtarid) yang memerlukan. 2. Nasabah Al Qard wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah
disepakati bersama. 3. Biaya admninistrasi dibebankan kepada nasabah. 4. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
Kedua : Sanksi : 1. Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan sebagian atau seluruh
kewajibannya dan bukan karena ketidak mampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.
2. Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud butir 1 dapat berupa ………………. Dan tidak terbatas pada penjualan barang jaminan.
3. Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi kewajibannya secara penuh. Ketiga : Sumber Dana :
1. Bagian modal LKS. 2. Keuntungan LKS yang disisihkan, dan
40 Hendri Hermawan A. N, Sumber dan Pengunaan Dana Qardh dan Qardhul Hasan, (La
Riba Jurnal Ekonomi Islam volume 11. No, 2 Desember 2008), h. 267. 41 Muhammad Syafi‟i Antonio, Op. Cit, h. 131
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
52
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir
3. Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya kepada LKS.42 Rukun-Rukun Qardhul Hasan Setiap kegiatan bermuamalah sebagai umat muslim hendaknya memerhatikan rukun-rukun yang sudah ditetapkan dalam hukum Islam, guna melengkapi suatu akad atau transaksi. Sehingga transaksi yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dapat dinyatakan sah sesuai dengan hukum Islam. Rukun-rukun Qardhul Hasan diantaranya adalah: 1. Pihak yang meminjam (Muqtarid). 2. Pihak yang memberikan pinjaman (Muqrid). 3. Barang yang dihutang/objek akad (Muqtarad/ ma‟qud „alaih). 4. Ijab qabul (Sighat).43 Syarat-Syarat Qardhul Hasan 1. Orang yang meminjamkan memenuhi syarat berikut :
a. Berhak berbuat kebaikan sekehendak orang tersebut b. Manfaat dari barang yang dipinjamkan menjadi milik peminjam dan barang yang dipinjamkan
menjadi milik yang meminjamkan. 2. Orang yang meminjam :
a. Berhak mendapat kebaikan b. Dapat dipercaya untuk menjaga barang tersebut
3. Barang yang dipinjamkan : a. Mempunyai manfaat yang dapat diambil oleh peminjam b. Barang yang diambil manfaatnya tidak rusak karena pemakaian yang disetujui dalam
perjanjian. Ulama hanafiyah berpendapat bahwa qard dipandang sah pada harta mitsil, yaitu sesuatu yang tidak terjadi perbedaan yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai. Diantara yang dibolehkan adalah benda-benda yang ditimbang, ditakar, atau dihitung.44
4. Lafadz atau ijab kabul : a. Kalimat mengutangkan Lafadz b. Mu‟ir (orang yang mengutangkan) merupakan pemilik barang tersebut, dan musta‟ir (orang
yang berhutang) harus baligh, berakal, dan bukan orang yang tidak dimahjur c. Benda yang diutangkan dapat diambil manfaatnya atau dimanfaatkan.45
Qard adalah bentuk akad tabarru‟. Oleh karena itu, tidak boleh dilakukan oleh anak kecil, orang gila, orang bodoh, orang yang dibatasi tindakannya dalam membelanjakan harta, orang yang dipaksa, dan seorang wali yang tidak sangat terpaksa atau ada kebutuhan. Hal ini karena mereka semua bukanlah orang yang dibolehkan melakukan akad tabarru‟.46
Harta yang dipinjamkan jelas ukurannya, baik dalam takaran, timbangan, bilangan, maupun ukuran panjang supaya mudah dikembalikan. Para ulama empat madzab telah sepakat bahwa pengembalian barang pinjaman hendaknya ditempat pelaksanaan akad qard dilaksanakan. Dan boleh ditempat mana saja, apabila tidak membutuhkan biaya kendaraan. Apabila diperlukan, maka bukan sebuah keharusan bagi pemberi pinjaman untuk menerimanya.47 Pinjaman mempersyaratkan penerima harus bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipinjamnya.48
Ketika seorang hendak meminjamkan uang kepada seseorang, alangkah lebih baik mereka membuat kontrak tertulis dengan menetapkan syarat dan ketentuan utang itu disertai dengan penetapan jatuh temponya. Kontrak atau dokumen seperti itu harus dibuat di depan dua orang saksi.49
42 DSN MUI, Qard, Fatwa DSN MUI. No. 19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Qard, h. 3. 43 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2007), h. 27. 44 Rachmat Syafe‟i, Fiqh Muamalah, (Pustaka Setia: Bandung, 2001), h. 154. 45 Sarib Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah teori dan praktek, (CV Pustaka Setia: Bandung, 2015), h. 269. 46 Wahbah Zuhaily, Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu, jilid 4, (Damaskus: Dar al-fikr, 2008), h. 514. 47 Ibid, h. 514 48 Sarib Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah..., h. 272-273. 49 Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 250.
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
53
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir
Manfaat Qardhul Hasan Qardhul Hasan memiliki beberapa manfaat bagi pihak-pihak yang menggunakannya. Manfaat yang
terdapat dalam akad qard, diantaranya adalah: 1. Memungkinkan peminjam yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat talangan
jangka pendek,50 2. Pedagang kecil memperoleh bantuan dari pemberi pinjaman untuk mengembangkan
usahanya, sehingga merupakan misi sosial bagi pihak yayasan dana sosial dalam membantu masyarakat miskin.
3. Adanya misi sosial-kemasyarakatan ini akan mengikat citra baik dan mengikatkan loyalitas masyarakat kepada yayasan dana sosial, karena dapat memberikan manfaat kepada masyarakat golongan miskin.51
Skema Qardhul Hasan Berikut adalah Skema Pinjaman Qardhul Hasan :52
Qardhul Hasan Dalam Persfektif Hukum Islam a. Debitur wajib melunasi hutang
Debitur harus mengembalikan hutangnya itu pada waktu atau sebelum jatuh tempo.53 Sesuai dengan tuntunan surat al-Ma‟idah ayat 1, bahwa seorang yang beriman diwajibkan oleh Allah untuk memenuhi perjanjian akad-akad yang dibuatnya. Ayat tersebut berbunyi:
50 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, h. 134 51 Ismail, Perbankan Syariah, h. 214. 52 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 47. 53 Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam..., 249.
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
54
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir
….
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu...(QS. Al-Maidah : 1)54 Permulaan ayat ini memerintahkan kepada setiap orang yang beriman untuk memenuhi janji-janji
yang telah diikrarkan, baik janji prasetia hamba kepada Allah, maupun janji yang dibuat diantara sesame manusia.55
Jadi berdasarkan ayat di atas, maka para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian (akad) wajib untuk memenuhi klausul-klausul yang telah disepakati dalam perjanjian. Karena itu pihak yang berhutang atau debitur wajib melunasi hutangnya sebagaimana sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat dan disepakati bersama.56 b. Restrukturasi hutang dan hapus tagih sisa hutang
Konsep Islam mengenai restrukturisasi dan hapus tagih utang debitur dapat kita temui dalam al-Qur‟an antara lain dalam surat al- Baqarah (2) ayat 280 sebagai berikut:
Artinya: “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 280)57
Ayat di atas adalah sudah sebagai tuntunan kepada orang yang beriman. Hanya orang yang beriman yang mau memberikan kelapangan kepada orang yang berhutang kepadanya. Dan alangkah baiknya jika orang yang berhutang datang meminta maaf dan memohon diberi tempo, kemudian disambut oleh yang memberi hutang dengan perkataan: “hutangmu itu telah aku lepaskan, engkau tidak berhutang lagi”. Ayat yang seperti inilah apabila kamu fikirkan, maka amat baik bagi dirimu sendiri. Sehingga dapat mengkokohkan ukhuwah dengan yang diberi hutang.58
Berdasarkan ayat al-Qur‟an di atas, maka untuk pelaksanaan atau prosedur penanganan dan penyelesaian piutang bermasalah atau pembiayaan bermasalah, dilakukan melalui 3 (tiga) tahap yaitu:
a. Memberi tangguh sampai debitur berkelapangan Kreditur haruslah cukup dermawan dalam memberi perpanjangan waktu pelunasan jika debitur
dalam kesulitan dan tak dapat memenuhi kewajibannya. Tindakan seperti ini merupakan kebajikan yang amat besar dan dijanjikan untuk mendapat pahala sadaqah dari Allah setiap hari hingga utang tersebut dilunasi.59
Dengan penangguhan atau penjadwalan pembayaran kewajiban tersebut diharapkan debitur mempunyai kemampuan membayar kembali kewajibannya sehingga dapat melunasi semua hutangnya. Jadi kreditur hanya memberikan perpanjangan jangka waktu pembayaran utang sampai debitur berkelapangan. Dengan demikian penangguhan pembayaran hutang dilakukan dengan cara membuat penjadwalan kembali rescheduling.60 b. Menyedekahkan sebagian utang debitur
Apabila setelah diberikan penangguhan kemudian debitur tetap tidak bisa atau tidak mampu melunasi hutangnya tersebut, maka kreditur dapat menyedekahkan piutangnya kepada debitur. Bagi seorang muslim menyedekahkan piutang adalah lebih baik. Dalam al- Qur‟an tidak menjelaskan besar kecilnya suatu jumlah piutang yang boleh untuk disadaqahkan. Karena itu,
54 Departemen Agama RI, Al-Quran Terjemah..., 106 55 Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan), Jilid 2, (Jakarta: Widya Cahaya,
2011), h. 350. 56 Wangsawidjaja Z., Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 400. 57 Departemen Agama RI, Al-Quran Terjemah..., h. 47. 58 Hamka, Tafsir Al Azhar, Juz III, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2003), h. 104. 59 Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam..., h. 250 60 Wangsawidjaja Z., Pembiayaan Bank Syariah, h. 402
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
55
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir
besar kecilnya jumlah piutang yang akan disadaqahkan tergantung pada kerelaan pihak kreditur atau orang yang meminjamkan hartanya tersebut kepada debitur atau penerima pinjaman. Apabila yang disadaqahkan hanya sebagian dari hutangnya, maka debitur berkewajiban untuk melunasi sisa hutangnya kepada kreditur tersebut.61 c. Menyedekahkan seluruh sisa utang debitur
Apabila debitur setelah diberikan kedua tahap tersebut masih dianggap tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka terhadap seluruh sisa utang debitur dapat disadaqahkan.62
4. Pengalihan Piutang Pengalihan hutang dapat dilakukan oleh kreditur terhadap debitur yang tidak mampu kepada
debitur yang mampu. Hai ini adalah sebagai salah satu bentuk penyelesaian utang-piutang dalam Islam yang dapat dilakukan berdasarkan hadis sebagai berikut:
لن ه ال ه ل و ب و ه و ن و و و بى و ن لو و ن و وه ن وو ن و و و ن ب ال ه ل صو نى ال ب ل و له : و لو و لب ي و ن ، ان و تن ب و إب و ظه نءء و و وى و و ه ه ن ه اب ن
) و ه .( و ن ت فو ن و Artinya: “Rasulullah saw. Bersabda: “menunda-nunda pembayaran utang seseorang (padahal dia
mampu membayarnya) adalah perbuatan zalim.Dan apabila seseorang diantara kamu mengalihkan piutang kepada orang yang mampu membayarnya, terimalah cara demikian itu”. (HR.Muslim).63
Hadis di atas berseru kepada orang-orang yang berhutang, bahwasanya apabila menunda hutang bagi orang yang mampu membayar hutang itu adalah sebuah kezaliman. Tetapi apabila tidak dapat membayar hutang karena keadaan yang susah, maka apabila dialihankan hutangnya kepada orang yang lebih mampu diperbolehkan. Sebagai orang yang berhutang maka terimalah keputusan tersebut.
Dengan demikian pembiayaan dalam bentuk piutang qard dapat dilakukan proses restrukturisasi sebagai berikut:
Penjadwalan kembali atau disebut dengan rescheduling. Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban peminjam atau penerima hutang yang harus dibayarkan kepada pemberi hutang.64
Selain dari penjadwalan kembali proses restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu, dan atau pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban penerima hutang atau debitur yang harus dibayarkan kepada pemberi hutang atau kreditur. Sisa kewajiban yang dimaksud adalah jumlah pokok yang belum dibayarkan oleh penerima hutang atau debitur pada saat dilakukan penataan kembali atau restrukturisasi.65 Implementasi Qardh di Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
Qardh sebagai salah satu instrumen keuangan dalam Islam telah mengimplementasikan dibeberapa Lembaga Keuangan Syariah. Diantara Lembaga Keuangan Syariah tersebut adalah Bank Syariah, Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dan Unit Simpan Pinjam Syariah. Namun yang akan dibahas oleh penulis hanyalah implementasi qardh di BMT sebagai berikut:
Selain diidentifikasi sebagai lembaga keuangan atau bisnis, BMT juga sering dipahami sebagai lembaga sosial. Pada satu kesempatan BMT dapat menginvestasikan dananya untuk lebih mengembangkan bisnisnya, tetapi pada saat yang lain BMT juga bisa mengembangkan dirinya untuk membantu dalam penyelesaian masalah-masalah sosial, terutama kebutuhan masyarakat yang bersifat konsumtif. Pada hal yang pertama BMT berperan sebagai bayt altamwil dan pada hal yang kedua BMT berperan sebagai bayt al-mal. Pada peran pertama, BMT sebagai bayt al-mal, BMT dapat diidentifikasi sebagai lembaga sosial, yakni lembaga yang berperan untuk ikut menyelesaikan masalah sosial, terutama masalah ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat. Hal ini berarti bahwa bagaimana BMT bisa
61 Ibid., h. 402 62 Ibid., h. 403 63 Al-Hafizh Zaki al-Din „Abd al-„Azhim al-Mundziri, Mukhtashar Shahih Muslim, h. 250. 64 Wangsawidjaja Z., Pembiayaan Bank Syariah, h. 459 65 Ibid., h. 459
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
56
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir
menempatkan dirinya sebagai bagian dari lembaga yang dapat mengadvokasi masalah kebutuhan masyarakat yang bersifat konsumtif.
Peran BMT ini antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk mengeluarkan produk qardh, yakni pinjaman yang diberikan oleh BMT kepada nasabah dan nasabah hanya mengembalikan pinjaman pokok tanpa ada tambahan apapun. Produk ini dianggap sebagai bentuk kebaikan yang diberikan BMT kepada masyarakat, sehingga istilah yang digunakanpun sering disebut dengan qardhul hasan. Dalam tataran implementasinya, BMT bertindak sebagai muqarridh (pemberi pinjaman), sedangkan nasabah bertindak sebagai muqtaridh.66
Qardh di BMT, bagaimanapun merupakan bagian dari mekanisme kerja yang lebih menonjolkan peran sosial dan non-profit. Namun demikian, hal ini tidak lantas berarti bahwa BMT harus rugi dengan berkurangnya modal finansial. Oleh karena itu, dana yang digunakan untuk qardh ini tidak diambil dari modal BMT, tetapi diambil dari sumber dana lain, seperti hasil pengumpulan zakat, infak dan sedekah. Zakat, infak dan sedekah itu bisa berasal dari zakat, infak dan sedekah BMT itu sendiri maupun dari pihak luar yang menitipkan zakat, infak dan sedekahnya kepada BMT.
Upaya minimalisasi kerugian yang mungkin dialami oleh BMT dalam produk qardh ini dapat dilakukan pula dengan menetapkan bahwa biaya administrasi sepenuhnya ditanggung oleh nasabah. Hal ini selaras dengan apa yang ditetapkan dalam Fatwa DSN MUI Nomor 19/DSN-MUI/IV/2001 bahwa biaya administrasi dalam qardh dibebankan kepada nasabah.
Selain itu, dalam upaya meminimalisasi kerugian BMT yang disebabkan kelalaian nasabah dalam menunaikan kewajibannya, maka BMT berhak meminta jaminan kepada nasabah yang nilainya lebih besar daripada dana yang dipinjam. Apabila nasabah tidak bisa menunaikan kewajibannya, maka BMT bisa menjual jaminan nasabah dan mengambilnya sejumlah dana yang dipinjam nasabah, sedangkan kelebihannya diserahkan kepada nasabah.67
Simpulan
Berdasarkan hasil penelusuran dan pembahasan tentang analisis Qardhul Hasan dalam Persfektif Hukum Islam pada Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dan implementasinya, dapat ditarik kesimpulan bahwa: Al Qardhul Hasan adalah akad yang dikhususkan pada pinjaman dari harta yang terukur dan dapat ditagih kembali serta merupakan akad saling bantu-membantu dan bukan merupakan transaksi bisnis secara komersial. Sumber dana qardh diambil dari Bagian modal LKS yaitu Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Keuntungan yang disisihkan, dan Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya kepada BMT. Salah satu fungsi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) termasuk Baitul Maal wa Tamwil (BMT) adalah disamping sebagai lembaga komersial juga ikut serta dalam kegiatan sosial yang dapat meningkatkan perekonomian secara maksimal, yang diaplikasikan dengan menyalurkan dana dalam bentuk qardh. Pembiayaan Qardhul Hasan di BMT bersumber pada dana pembiayaan qardhul hasan berasal dari dana cadangan koperasi yang didapat dari sisa bagi hasil pembiayaan lainnya. Dampak yang dirasakan oleh anggota setelah menerima pembiayaan qardhul hasan adalah dapat membantu karena dapat membayar biaya pendidikan dan biaya lainnya dengan tanpa ada tambahan sedikitpun dari segi besaran dan waktunya pun tidak ditentukan jadi tidak memberatkan.
Referensi
A. Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam. juga Fuad Kauma & Nipan, Membimbing Istri Abdurrachaman Qadir, Zakat (Dalam Dimensi Mahdah Dan Sosial), Ed.1.Cet.2 (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001) Abdurrahman al-Jaziri, Kitab Fiqih Empat Madzhab, (CV. Asy Syifa‟, Semarang, 1994)
66 Dr. Yadi Janwari, Fikih Lembaga Keuangan Syariah (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2015), h. 151. 67 Ibid., h. 152
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
57
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir
Adiwarman karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004)
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat (Jakarta: Amzah, 2010) Al-Hafizh Zaki al-Din „Abd al-„Azhim al-Mundziri, Mukhtashar Shahih Muslim, Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan..., Andri Soemitra, M.A., Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama (Jakarta : Kencana
Prenadamedia Group, 2009) Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah. (Depok: Raja Grafindo Persada Jakarta, 2015), Cetakan ke-5 Atang Abd. Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, (Bandung: PT Refika Aditama, 2011) Dedi Riswandi, Pembiayaan Qardhul Hasan Di Bank Syariah Mandiri Kota Mataram, Jurnal Hukum
Islam, Vol. 14, No. 2, (2015) Dr. Yadi Janwari, Fikih Lembaga Keuangan Syariah (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2015) Drs. Ismail, MBA., Ak., Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011) DSN MUI, Qard, Fatwa DSN MUI. No. 19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Qard Fatwa MUI, Dalam Perspektif Hukum dan Perundang-undangan, (Puslitbang Keagamaan Badan
Litbang dan Diklat, Jakarta, 2012) Hamka, Tafsir Al Azhar, Juz III, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2003) Hendri Hermawan A. N, Sumber dan Pengunaan Dana Qardh dan Qardhul Hasan, (La Riba Jurnal
Ekonomi Islam volume 11. No, 2 Desember 2008) Imam al-Buhari dan Abu Hasan al-Sindi, Sahih al-Buhari bihasiyat al-Imam al-Sindi, juz II, (Lebanon:
Dar al-Kitab al-Ilmiyah, 2008) Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011) Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi‟i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam
(Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1992) Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan), Jilid 2, (Jakarta: Widya
Cahaya, 2011) Muhamad Bisri Mustofa, Hukum Nafkah Terhadap Keluarga pada Gerakan Dakwah Jama‟ah Tabligh,
Jurnal Nizham, Vol. 7, No. 1 (2019) Muhammad Akhyar Adnan, Evaluasi Performing Loan (NPL) Pinjaman Qardhul Hasan (Studi Kasus di
BNI Syariah Cabang Yogyakarta), Jurnal Perbankan, Vol. 10, No. 2 Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan‟ani, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, Penerj. Ali Nur
Medan, Jilid 2, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2008) Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan dalam Islam, (Rineka Cipta, Jakarta, 2004) Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar, (Jakarta: Kencana, 2014) Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001) Muhammad, Bank Syariah: Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2005) Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2000) Muhammad, Tehnik perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syariah, (UII Press,
Yogyakarta, 2004) Mulyaningrum, Peluang dan Tantangan dalam Pengembangan Lembaga Keunagan Mikro Syariah,
(Tesis tidak diterbitkan, Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), 2009) Rachmat Syafe‟i, Fiqh Muamalah, (Pustaka Setia: Bandung, 2001) Ridwan, M., Managemen Baitul Maal Wa Tamwil, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2004), Cet.
Pertama Rijal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan
Praktik Kontemporer, (Jakarta: Salemba Empat, 2014) Sarib Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah teori dan praktek, (CV Pustaka Setia: Bandung, 2015) Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2007)
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
58
Muhamad Bisri Mustofa, Mifta Khatul Khoir
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk - Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2014)
Wahbah Al-Zulayle, Financial Transaction in Islamic Jurisprudence (Translation of Al- Fiqh al-Islemiy wa ‟Adillatuh), Vol.1
Wahbah Zuhaily, Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu, jilid 4, (Damaskus: Dar al-fikr, 2008) Wangsawidjaja Z., Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012) Wini Arintasari, Analisis Sistem Pengendalian Intern Terhadap Keputusan Persetujuan Pembiayaan
pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah di Baitul Maal wa Tamwil Anda Salatiga (Salatiga: Skripsi tidak diterbitkan, 2013)
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
59
Aye Sudarto
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SYARIAH DI INDONESIA
Aye Sudarto
IAI Agus Salim Metro
Abstract
Macroeconomics that play an important role can often have a serious impact on a country's growth. We can mention one by one what is part of the macro economy that affects the national economy are low economic growth, poverty and unemployment, inflation, low rupiah exchange rate, energy crisis, state budget deficit, and imbalance of trade balance and payments become adult national economic problems this. In view of the growth, development, opportunities and challenges of sharia macroeconomics in Indonesia, it is important that we first understand the economic system adopted by Indonesia today. As we know that what determines the shape of an economic system except the basis of a state philosophy that is upheld, the criteria are institutions, especially economic institutions that become the manifestation or realization of the philosophy.
Sharia Macroeconomics in Indonesia is not yet signi fi cant in influencing macroeconomic conditions in Indonesia, due to its small assets compared to conventional economies. Indonesia has the potential to be able to position itself as the center of World Sharia finance. We have strong capital to make this happen, because besides Indonesia is the largest Muslim country in the world, Indonesia is also a member of the G-20 and a country with the fifth largest population in the world that has a rapidly growing middle income. Sharia economy and finance can make a very significant contribution in lifting the quality of the Indonesian economy. Keyword : Macroeconomics, Sharia Macroeconomics, Sharia Finance
PENDAHULUAN
Pada tahun 2018 Indonesia lebih merasakan dampak kelesuan ekonomi global dibandingkan dengan
pada tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang tahun 2018 perekonomian Indonesia terus menerus mengalami
perlambatan. Dengan prospek ekonomi global yang lebih baik di tahun 2019, seharusnya Indonesia pun dapat
tumbuh lebih cepat. Akan tetapi, kendala-kendala yang kita hadapi saat ini, yang akan terus berlangsung di
2019, akan menyulitkan perekonomian Indonesia untuk tumbuh dengan laju yang lebih cepat.1
Masalah ekonomi adalah masalah What – How many/How Much –How – For Whom yang meliputi
masalah produksi, distribusi, dan konsumsi. Pemecahan masalah dapat dilakukan oleh suatu negara dengan
melihat sistem ekonomi yang diterapkannya. Jika negara bisa memecahkan masalahnya, maka rakyat akan
hidup sejahtera.2
Ekonomi makro yang memegang peranan penting acap kali bisa memberikan dampak yang serius
dalam pertumbuhan suatu negara. Dapat kita sebutkan satu per satu apa yang menjadi bagian dari ekonomi
makro yang mempengaruhi ekonomi nasional adalah rendahnya pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan
1 Laju pertumbuhan ekonomi global diproyeksi akan melemah. Bank Dunia pun merevisi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2019 ini jadi 2,9 persen dari 3 persen di 2018 lalu.Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bank Dunia: Laju Pertumbuhan Ekonomi Global 2019 Melemah", https://ekonomi.kompas.com/read/2019/01/09/101500026/bank-dunia--laju-pertumbuhan-ekonomi-global-2019-melemah. Penulis : Mutia Fauzia Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan Akses tanggal 11 Juli 2019. Akses 11 Juli pukul 10.08. Lihat: https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/perkembangan-ekonomi-indonesia-dan-dunia-triwulan-i-tahun-2019/ Akses 11 Juli 2019 pukul 10.11
2https://www.jurnal.id/id/blog/2017-3-permasalahan-ekonomi-modern-untuk-peningkatan-bisnis/ Akses tanggal 11 Juli 2019 pukul 10.17
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
60
Aye Sudarto
pengangguran, inflasi, rendahnya nilai kurs rupiah, krisis energi, defisit APBN, juga ketimpangan neraca
perdagangan dan pembayaran menjadi permasalahan ekonomi nasional dewasa ini.
Dalam sudut pandang pertumbuhan, perkembangan, peluang dan tantangan ekonomi makro syariah di
indonesia , penting kiranya kita memahami terlebih dahulu sistem ekonomi yang di anut oleh Indonesia saat ini.
Seperti yang kita ketahui bahwa yang menentukan bentuk suatu sistem ekonomi kecuali dasar falsafah negara
yang dijunjung tinggi, maka yang dijadikan kriteria adalah lembaga-lembaga, khususnya lembaga ekonomi yang
menjadi perwujudan atau realisasi falsafah tersebut.
Pergulatan pemikiran tentang sistim ekonomi apa yang sebaiknya di diterapkan Indonesia telah
dimulai sejak Indonesia belum mencapai kemerdekaannya. Sampai sekarang pergulatan pemikiran tersebut
masih terus berlangsung, hal ini tecermin dari perkembangan pemikiran tentang sistim ekonomi pancasila
pergulatan pemikiran pada hakikatnya merupakan dinamika penafsiran tentang pasal-pasal ekonomi dalam UUD
1945.3
Secara normatif landasan ideal sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Dengan
demikian maka sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak
mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan,
sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi
rakyuat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat
yang utama bukan kemakmuran orang-seorang). 4
Sistem ekonomi Pancasila yang dimiliki Indonesia disebut juga sebagai demokrasi ekonomi. Dimana
yang menjadi dasar pelaksanaan pembangunan. Demokrasi memeiliki ciri ciri: Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang penting bagi bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.5
Landasan normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etika dan moral luhur, yang menempatkan rakyat
pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai ummat yang dimuliakan Tuhan,
yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling tolong-menolong dan bergotong-royong.
Topik ekonomi makro yang diangkat oleh penulis diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
kontribusi ekonomi makro sayariah, permasalahan, dan pemecahan permasalahan ekonomi nasional yang
berdampak bagi kita sebagai bagian dari negara Indonesia.
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DI INDONESIA
3 Aditya Nugroho. Sistem ekonomi Indonesia, dalam http://tugaskuliah-adit.blogspot.com/2011/02/sistem-ekonomi-
indonesia.html /accessed 11 Juli 2019 Pukul 10.30
4 Novita Aprillia, Sistem Ekonomi Indonesia, http://nophitaputri.blog.fisip.uns.ac.id/2011/05/23/artikel-sistem-ekonomi-indonesia-tugas-kelompok-untuk-memenuhi-mata-kuliah-sistem-ekonomoni-indonesia/ accessed 11 Juli 2019 Pukul 11.40
5 Aye Sudarto, Perekonomian Indonesia, Purnama Jaya 2019,hal 100
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
61
Aye Sudarto
Ekonomi makro atau makro-ekonomi adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan. Makro-ekonomi
menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak masyakarakat, perusahaan, dan pasar. Ekonomi
makro dapat digunakan untuk menganalisis cara terbaik untuk memengaruhi target-target kebijaksanaan seperti
pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang
berkesinambungan.6
Kegiatan untuk mempelajari sebab dan akibat dari fluktuasi penerimaan negara jangka pendek (siklus
bisnis), dan kegiatan untuk mempelajari faktor penentu dari pertumbuhan ekonomi jangka panjang (peningkatan
pendapatan nasional). Model makro-ekonomi yang ada dan prediksi-prediksi yang ada jamak digunakan oleh
pemerintah dan korporasi besar untuk membantu pengembangan dan evaluasi kebijakan ekonomi dan strategi
bisnis7.
Ekonomi makro melihat dan menganalisis Variabel-variabel ekonomi makro secara agregat
(keseluruhan), dengan cara terbaik untuk mempengaruhi target-target kebijakan secara berkesinambungan.
Variabel-variabel tersebut antara lain : pendapatan nasional, kesempatan kerja dan atau pengangguran, jumlah
uang beredar, laju inflasi, pertumbuhan ekonomi, maupun neraca pembayaran internasional.8 Adapun faktor yang
mempengaruhi makro ekonomi Indonesia saat ini adalah krisis utang eropa yang menyebabkan melemahnya
perekonomian global.
Perekonomian nasional saat ini berada dalam critical point. Factor melemahnya nilai rupiah,
inflasi yang terus naik disertai dengan deficit transaksi berjalandan semakin tergerusnya cadangan devisa akibar
capital autflaow dan besarnya hutang luar negeri swasta jangka pendek yang jatuh tempo9. Memburuknya
indicator makro ekonomi Indonesia sudah berjalan satu tahun terakhir. Tekanan yang dihadapi ekonomi
nasionaldisebabkan oleh memburuknya ekonomi emerging economies serta kondisi ekonomi global yang masih
penuh ketidak pastian.
Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB), telah terjadi perlambatan dalam kwartal pertama 2019. Dalam
APBN 2019 pemerintah menetapkan pertumbuhan ekonomi mencapai 53%10. Sulitnya pencapaian target
pertumbuhan ekonomi tahun 2019 tercermin dari pertumbuhan ekonomi pada kwartal I 2019 yang masih
dibawah ekspektasi pemerintah., tercatat 5,07% dan sedikit lebih baik dibanding tahun sebelumnya 5,06 %
(yoy)11.
Gambar, 1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
6 Mucholifah, Ekonomi Makro. Unesa University Pers 2008 hal 2
7 id.wikipedia.org
8Gustra Arianda, Makro Ekonomi Indonesia, dalam http://payakumbuhh.blogspot.com/2011/05/contoh-makalah-ekonomi-makro-di.html/ accessed 3 Agustus 2013
9 Barratut Taqiyyah dan Edy Can, Ekonomi tetap tumbuh di tengah krisis Eropa, dalam http://lipsus.kontan.co.id/v2/outlook/read/42/ekonomi_makro/accessed 3 Agustus 2013
10 https://www.kemenkeu.go.id/apbn2019, akses tanggal 11 Juli 2019 pukul 13.41
11 Kementerian Keuangan RI, APBN Kita, Kinerja dan Fakta, Edisi Mei 2019 hal 15. Lihat juga Kementerian BPPN/Bapenas, Perkembangan Ekonomis Indonesia dan Dunia, Truwulan I Tahun 2019, Vol 13 no 1 . Mei 2019 hal 13
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
62
Aye Sudarto
Dalam rangka merespon merosotnya instabilitas ekonomi makro karena merosostnya pertumbuhan
ekonomi Indonesia, pemerintahan mengeluarkan paket kebijakan, meliputi: Sinergi kebijakan moneter dan fiskal
diperlukan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan untuk meletakkan dasar agar
pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik. Bank Indonesia telah mempersiapkan 5 kebijakan yang ditempuh
untuk mengarungi kondisi perekonomian global tahun 2019.12 Pertama adalah dengan tetap menempuh
kebijakan preemptive, front loading, dan ahead the curve. “Kebijakan ini untuk menahan arus modal keluar dan
penguatan dolar serta untuk menjaga stabilitas nilai tukar sesuai fundamental,”.
Kedua adalah BI akan tetap melanjutkan arah kebijakan makro-prudensial yang akomodatif untuk
menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Ketiga adalah dengan mengakselerasi pendalaman pasar keuangan
dan mendukung pembiayaan ekonomi yang lebih luas. Pengembangan pasar valas melalui DNDF dan juga
pasar rupiah untuk membantu pemerintah mendapatkan pembiayaan infrastruktur lewat pedalaman pasar
keuangan,”.
Keempat BI adalah melanjutkan peran kebijakan sistem pembayaran dalam mendukung kegiatan
ekonomi. Kebijakan selanjutnya adalah dengan mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah
hingga ke daerah sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang baru. “Pertumbuhan akan lebih tinggi dan cepat
meningkat sejak tahun depan sebagai dampak dari reformasi struktural, infrastruktur, dan perbaikan iklim
investasi,”
Kelima BI akan melanjutkan sinergi dengan pemerintah, OJK, LPS, dan dunia usaha untuk menjaga
momentum pertumbuhan.Sinergi tersebut telah terbukti menjadi kunci keberhasilan Indonesia meredam dampak
spill over dari serangan ekonomi global. Sinergi kebijakan moneter dan fiskal diperlukan untuk menjaga stabilitas
makro ekonomi dan sistem keuangan untuk meletakkan dasar agar pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik
Penetapan pajak barang mewah lebih tinggi, dan barang impor bermerk dari rata-rata 75% menjadi
125% hingga 150%.Pemberian insentif kepada industry padat karya termasuk keringan pajak, pemerintah
dengan bank sentral menjaga gejolak harga dan inflasi dan mengefektifkan layanan terpadu satu pintu perizinan
12 Iqbal Musyaffa, Bank Indonesia tempuh 5 kebijakan hadapi ekonomi 2019,
https://www.aa.com.tr/id/ekonomi/bank-indonesia-tempuh-5-kebijakan-hadapi-ekonomi-2019/1431048, akses tanggal 13 juli 2019 pukul 8.46
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
63
Aye Sudarto
investasi. Paket kebijakan diharapkan mampu menyelamatkan perekonomian Indonesia di tengah semakin
memburuknya perekonomian emerging economies, serta ketidak pastian ekonomi global. Ternya paket tersebut
belum mampu meredam volatilitas ekonomi makro, rupiah terus terdepresi dan IHSG terus turun13.
Meskipun pertumbuhan ekonomi melambat, pemerintah mengklaim telah berhasil menekan angka
kemiskinan. Penting untuk dicermati batas garis kemiskinan yang dijadikan parametet pemerintah sudah
mencerminkan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Data BPS penduduk miskin Indonesia pada september 2018 25,67 juta turun 0,28 terhadap maret 2018
dan menurun 0,91 juta pada Maret 2017 terhadap september 2017.14. Menurut BPS, garis batas kemiskinan
meningkat 4,66% dari IDR 259.520 per kapita perbulan pada September 2017 menjadi IDR 271.520 per kapita
per bulan pada Maret 2018.
Gambar, 2. Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, tahun 2017 -201815
13Op. Cit. Barratut, hal 5. ROSIANA HARYANTIArtikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Relaksasi
Pajak Barang Mewah Bakal Bangkitkan Sektor Properti", https://properti.kompas.com/read/2019/03/29/172048821/relaksasi-pajak-barang-mewah-bakal-bangkitkan-sektor-properti?page=all. Akses tanggal 13 Juli 2019 pukul 9.22.
14 www.bps.go.id
15 BPS, Berita Resmi Statistik, 15 Januari 2019
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
64
Aye Sudarto
Gambar, 3. Prosentasi penduduk Miskin Perkotaan dan perdesaan Maret 2017 - September 201816
Bulan Maret 2019, BI mencatat jumlah uang beredar M1 dan M2 mencapai IDR 5.744,2 triliun atau
tumbuh 6.5% Lebih tinggi dibanding pada bulan sebelumnya sebesar 6.0% (yoy). Akselerasi terutama didorong
komponen uang beredar arti sempit (M1) dan surat berharga selain saham masing masing tumbuh sebesar 4,8%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 2,6% (yoy) dan 16,8%(yoy.17
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi, peningkatan perteumbuhan M2 terutama dipengaruhi
perbaikan pertumbuhan aktiva luar negeri bersih serta ekspansi keuangan pemerintah. Pertumbuhan aktiva
keuangan luarnegeri bersih mulai membaik walau tetep negatif, menjadi -3,7 (yoy) dari sebelumnya -5,1%
(yoy).18
Tahun 2019 BI mematok suku bunga acuan (BI rate) seebsar 6%. 19Kebijakan ini diambil sebagai antisipasi
terhadap inflasi dan respon terhadap pelemahan rupiah seiring dengan arus keluar modal asing.20
Gambar, 4. Perkembangan BI rate, suku Bunga SBI, deposito dan penjaminan tahun 2017 – 2019 dalam %
Cadangan devisa Indonesia merupakan asset eksternal yang dapat langsung tersedia dan berada di
bawah control bank sentral selaku otoritas moneter untuk membiayai ketidak seimbangan neraca pembayaran,
serta melakukan intervensi di pasar dalam rangka memelihara kestabilan nilai tukar.
16Ibid,hal 34
17 Bank Indonesia, Analisis Uang Beredar dan Faktor yang Mempengaruhi, Maret 2019.
18 Ibid
19 https://www.bi.go.id/id/moneter/bi-7day-RR/data/Contents/Default.aspx Akses tanggal 13 Juli 2019 pukul 11.41
20 Op.Cit , Sri Adiningsih hal 9
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
65
Aye Sudarto
Gambar, 5. Cadangan Devisa Indonesia tahun 2015 -2018 (dalam USD milyar)21
Posisi cadangan devisa semakin tergerus karena devisit transaksi berjalan , yang meningkatkat padhal
surplus transaksi modal dan financial belum dapat menutup deficit transaksi berjalan, sehingga neraca berjalan
deficit. Cadangan devisa tercatat merosot sebesar USD 20,11 milyar dari USD 112,78 milyar pada desember
2015 menjadi USD 92.997 milyar pada agustus 2018.22 Kondisi cadangan devisa ini membuat upaya bank
sentral melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah semakin terbatas. Padahal kebutuhan USD untuk
membayar utang luar negeri cukup besar. Berdasarkan data BI, pembyayaran utang luar negeri sepanjang tahun
2017 mencapai USD28,88 milyar. Tekanan yang tinggi pada pasar keuangan global di tengah malambatnya
pertumbuhan ekonomi dunia telah memberikan tekanan pada kinerja perdagangan dan pasar keuangan
nasional.
Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 hingga akhir Mei lalu membaik
dibanding bulan sebelumnya. Namun demikian,Performa penerimaan pajak yang merupakan penyumbang
pendapatan terbesar masih tumbuh melambat ketimbang periode sama pada 2018. Perbaikan kinerja APBN
tercermin dari peningkatan pendapatan dan penyerapan belanja negara. Total pendapatan dan hibah per akhir
Mei mencapai Rp 728,45 triliun, setara 33,64% dari target APBN. Angka ini tumbuh 6,2% yoy. Pertumbuhan itu
lebih baik dari bulan sebelumnya hanya 0,49%.23
Lalu, realisasi belanja negara hingga Mei tumbuh 9,8% yoy atau mencapai Rp 855,91 triliun, setara
34,78% dari pagu APBN 2019. Bulan sebelumnya, pertumbuhan penyerapan belanja cuma 8,39%.
Keseimbangan primer juga membaik, hanya defisit Rp 0,4 triliun per Mei 2019. Jauh merosot dari defisit bulan
sebelumnya Rp 31,38 triliun.24 Namun saat bersamaan, terjadi pelemahan ekonomi yang memengaruhi
pendapatan negara. Semua pertumbuhan komponen pendapatan negara melambat dibanding pencapaian
periode yang sama tahun lalu.
21 www.bi.go.id
22 Ibid
23 Noverius Laoli Harian KONTAN https://nasional.kontan.co.id/news/penerimaan-negara-menunjukkan-sinyal-mengkhawatirkan Akses Tanggal 13 Juli 2019 pukul 17.52
24 Ibid
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
66
Aye Sudarto
Sementara realisasi penerimaan perpajakan termasuk bea dan cukai tercatat Rp 727,7 triliun atau
31,9% dari target APBN 2019 sebesar Rp 1.786,4 triliun. Realisasi itu hanya tumbuh 5,7% yoy, lebih rendah dari
pertumbuhan Mei 2018 mencapai 14,5%. Yang makin jadi masalah, penerimaan pajak termasuk pajak
penghasilan (PPh) migas cuma tumbuh 2,4% yoy menjadi Rp 496,6 triliun.25 Ini merupakan critical point (titik
kritis) bagi pemerintah untuk melihat terus tanda-tanda ekonomi, apakah steady (cenderung) menguat atau
mengalami pelemahan.
Kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga melemah, hanya tumbuh 8,6% yoy, di bawah
pertumbuhan setahun sebelumnya sebesar 18,1. Kinerja PNBP terdorong signifikan dari pendapatan kekayaan
negara yang dipisahkan dan dimiliki Bank Indonesia (BI). "PNBP tanpa ada pendapatan dari BI masih flat. Ini
menggambarkan SDA (sumber daya alam) tertekan,". "Penyebabnya adalah kondisi ekonomi dan ada kebijakan
dari kami," Semua komponen penerimaan pajak mengalami perlambatan pertumbuhan. Bahkan, pajak
pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tumbuh negatif 4,4%.
Kebijakan percepatan restitusi membuat pertumbuhan PPN dan PPnBM minus. Kalau tanpa restitusi,
pertumbuhannya bisa positif 2,8%. "Jadi secara ekonomi, konsumsi dalam negeri maupun impor memang
melambat. Pelambatan ekonomi juga melemahkan PPh nonmigas yang hanya tercapai Rp 294,1 triliun atau
35,5% dari target APBN 2019. Realisasi ini tumbuh 7,1%, melambat dibanding pertumbuhan periode sama 2018
mencapai 14,3%.
Realisasi Surat Berharga Negara (SBN) hingga akhir April 2019 mencapai Rp160,49 triliun atau 41,26
persen dari target yang ditetapkan pada APBN 2019 dan pinjaman luar negeri mencapai Rp15,08 triliun atau
49,96 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2019. Sementara itu, hingga akhir April 2019, belum
terdapat penarikan untuk pinjaman dalam negeri. Untuk periode April 2019, realisasi SBN neto lebih kecil
dibandingkan dengan realisasi bulan April 2018, dimana pada bulan tersebut, realisasi SBN neto mencapai
Rp194,73 triliun.26
Gambar, 6. Pembiayaan Hutang tahun 2019
Demikian juga penarikan pinjaman luar negeri lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama
tahun 2018 yang sebesar hampir setengahnya. Pinjaman dalam negeri pada periode April 2019 walaupun belum
25 Ibid
26 Kementerian Keuangan RI. APBN Kita, Edisi Mei 2019 hal 43
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
67
Aye Sudarto
terdapat penarikan namun telah terdapat transaksi untuk pembayaran cicilan pokok yaitu sebesar Rp421,7 miliar
rupiah. Dalam memanfaatkan pinjaman luar negeri, Pemerintah semakin membatasinya untuk menghindari
fluktuasi mata uang yang nantinya akan membebani anggaran serta semakin berdayanya dukungan domestik
dalam pembangunan dan pembiayaan defisit.
Sementara itu, pada tahun 2019 ini telah dialokasikan pembiayaan yang bersumber dari SBN (SBSN)
sebesar Rp28,43 triliun pada tujuh K/L yaitu Kementerian Perhubungan, Kementerian Agama, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK),
Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), serta Badan Standarisasi Nasional (BSN), dengan cakupan proyek mencapai 619 proyek yang tersebar di
34 propinsi27.
Dalam mengelola utang yang akuntabel, Pemerintah benarbenar memperhitungkan bahwa setiap rupiah
utang yang dilakukan Pemerintah harus dimanfaatkan untuk membiayai kegaitan yang sifatnya produktif dan
investasi dalam jangka panjang yang tidak dapat ditunda pelaksanaannya agar tidak menimbulkan kerugian lebih
besar lagi di masa depan. Pemerintah berkomitmen untuk melunasi kewajibannya kepada kreditor maupun
investor dalam menjaga kepercayaan mereka dengan menganggarkannya dalam APBN 2019 yang telah
disetujui wakil rakyat.
Gambar, 7. Posisi Hutang Sampai ahir April 2019
Rasio utang terhadap PDB sampai dengan April 2019 adalah 29,65 persen, sedikit menurun
dibandingkan rasio pada bulan Maret 2019 yang sebesar 30,12 persen. Per akhir April 2019, jumlah outstanding
utang menurun Rp38,86 triliun dibandingkan akhir Maret 2019. Strategi pendalaman pasar domestik yang diiringi
27 Ibid, hal 44
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
68
Aye Sudarto
dengan penerbitan berbagai variasi instrumen SBN mulai menampakkan hasil yang menggembirakan.28 Hal ini
dapat diukur melalui minat masyarakat yang semakin meningkat dalam memiliki SBN yang secara tidak langsung
juga meningkatkan peran serta mereka dalam pembangunan nasional melalui SBN..
KONTRIBUSI EKONOMI MAKRO SYARIAH
Ekonomi dan keuangan Syariah kini sudah menjadi komoditas global dan sudah diadopsi oleh institusi
multinasional dan berkembang di banyak negara barat dimana Muslim adalah minoritas. Harus diakui bahwa
selama beberapa dekade ekonomi Syariah seringkali diasosiasikan hanya dengan segelintir kaum Muslimin yang
mencari alternatif lain dalam berbisnis. Lebih dari itu terminologi ekonomi Syariah direduksi hanya kepada
lembaga keuangan seperti bank, asuransi, gadai dan pasar modal. Sementara sektor riil seperti industry
makanan, manufaktur, pertambangan, pariwisata, sinematografi, farmasi, kosmetik, busana dan aneka industri
jasa yang sangat luas dan beragam seolah tidak ada kaitannya dengan ekonomi Syariah. Akibat kedangkalan
pemahaman ini, ekonomi syariah menjadi kerdil bahkan dianggap sebagai gerakan sektarian. Padahal ekonomi
syariah merangkum seluruh kegiatan komersial yang berbasis etika, transparansi, kejujuran dan semangat
berbagi risk and return. Ekonomi syariah adalah Mesin Ekonomi Kedua (second economic engine) setelah
ekonomi umum (conventional economy) yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia29.
Kehadiran Ekonomi Syariah dibumi Indonesia sesungguhnya sudah dimulai sejak datangnya Islam itu
sendiri, karena pokok-pokok hukum bisnis dan ekonomi sudah termaktub dalam al Qur’an dan Hadist yang
menjadi sumber hukum utama umat Islam. Namun karena unsure penjajahan barat dan berbagai masalah sosial
budaya lainnya suara ekonomi Syariah baru terdengar dengan kehadiran Syarikat Dagang Islam pada tahun
1911. Sungguh pun demikian prinsip Syariah sudah hadir dan dikenal lebih lama di bumi pertiwi dengan istilah
maparo, pertelu dan prinsip bagi hasil rumah makan padang. Kehadiran Ekonomi Syariah mendapatkan
momentum utamanya saat kelahiran Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank Umum Syariah pertama pada
tahun 1992. Setelah dua decade berlalu pada tahun 2013 Indonesia memiliki 11 bank umum Syariah, 23 unit
usaha Syariah, 160 Bank Perkreditan Syariah, 3.143 kantor cabang dan office channeling, dan 15.000.000
nasabah30. Di sektor mikro dan kredit informal, dengan 5000 lebih Baitul Mal wa Tamwil, Indonesia juga menjadi
negara dengan jumlah koperasi syariah terbesar di Dunia.
Dari unsur regulasi, Indonesia juga telah memiliki infrastruktur yang cukup lengkap dibandingkan
beberapa negara anggota OKI lainnya. Hal ini dengan telah hadirnya Undang-Undang Perbankan Syariah
(2008) UU Sukuk atau Surat Berharga Negara Syariah (2009) Tax neutrality produk-produk keuangan Syariah
(2009). Di sisi lain Dewan Syariah Nasional sebagai badan otonom MUI dengan sangat aktif telah mengeluarkan
tidak kurang dari 84 fatwa produk keuangan dan ekonomi syariah yang mencakup berbagai aspek seperti
perbankan, asuransi, pasar modal, gadai, perdagangan dan jasa lainnya.
28 Ibid, hal 59
29 Coirul Tanjung, Prosfek Ekonomi Indonesia 2014, Komite ekonomi Nasional, Jakarta 2014 hal 84
30 Ibid hal 86
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
69
Aye Sudarto
Cakupan industri keuangan syariah meliputi bank Syariah (bank umum syariah, unit usaha syariah bank
umum, serta BPR Syariah), asuransi syariah, gadai syariah, reksadana syariah, multifinance syariah dan sukuk
baik sukuk pemerintah maupun korporasi. Selain itu di pasar saham juga terdapat Jakarta Islamic Index (JII) dan
Daftar Efek Syariah (DES) yang mengikutsertakan emiten-emiten yang memenuhi syarat usaha yang sesuai
tuntunan syariah. Jika dilihat dalam konstalasi global, nilai aset industri keuangan syariah di Indonesia tahun
2013 akan naik 24 persen dari tahun sebelumnya menjadi USD 27,7 Milyar dan diperkirakan akan terus menaik
sehingga pada tahun 2014 diproyeksikan sebesar USD 33,9 Milyar atau naik 22 persen. Dengan perkembangan
tersebut maka Islamic Finance Country Index untuk Indonesia akan terus membaik menjadi no 5 tahun 2013 dan
diharapkan bisa menjadi no 4 pada tahun 201431.
Gambar, 8. Perkembangan Kinerja perbakkan Syariah 2018 - 2019
Perbankan Syariah pada triwulan I tahun 2019 mengalami peningkatan kinerja yang cukup baik. Dari sisi
likuiditas, kondisi likuiditas perbankan syariah cukup memadai, ditunjukkan oleh besaran Financing to Deposit
Ratio (FDR) yang terjaga pada kisaran 80–90 persen, meskipun sedikit menurun jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Selanjutnya dari sisi kualitas pembiayaan, kualitas embiayaan cukup stabil, tercermin dari
nilai Non-Performing Financing (NPF) perbankan syariah yang tidak banyak berubah, yaitu dari 3,3 persen pada
triwulan IV tahun 2018, menjadi 3,4 persen pada triwulan I tahun 2019. Dari sisi permodalan, kondisi permodalan
perbankan syariah mengalami peningkatan, tercermin dari nilai Capital Adequacy Ratio (CAR) yang meningkat
sebesar 1,83 persen (QtQ) pada triwulan I tahun 2019.32
Gambar, 9. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Kridit Perbankan Syariah 2018 -2019
31 Ibid lihat juga Laporan Triwulan 3 OJK tahun 2013.
32 Kementerian Keuangan, Op. Cit hal 44
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
70
Aye Sudarto
Dari jenis penggunaan, pertumbuhan pembiayaan untuk investasi mendominasi pertumbuhan
pembiayaan bank syariah secara umum. Sementara itu, di saat yang sama Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan
syariah tumbuh sebesar 0,77 persen (QtQ) atau sebesar 10,24 persen (YoY). Komposisi DPK perbankan syariah
ditopang oleh DPK pada Unit Usaha Syariah yang tumbuh signifikan sebesar 20,63 persen (YoY). Secara
umum, jumlah pembiayaan bank syariah yang disalurkan kepada masyarakat mengalami pertumbuhan yang
relatif pesat pada triwulan I tahun 2019. Pertumbuhan pembiayaan bank syariah pada triwulan I tahun 2019
mencapai 13,79 persen (YoY) atau 2,71 persen lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya.33
Gambar, 10. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah 2018 -2019
Dalam Milyar Rupiah
Pertumbuhan pembiayaan terbesar disumbangkan oleh pembiayaan konsumsi sebesar 17,11 persen
(YoY) atau meningkat sebesar 2,58 persen (QtQ). Kondisi ini didorong oleh pertumbuhan kredit pembiayaan
perumahan atau KPR. Sementara itu, jenis Pembiayaan Investasi dan Pembiayaan Modal Kerja juga mengalami
pertumbuhan pada periode yang sama. Pembiayaan Investasi dan Pembiayaan Modal Kerja masing-masing
tumbuh sebesar 12,73 persen (YoY) dan 10,31 persen (YoY).
Gambar, 11. Perkembangan Kapitalisasi Pasar Saham ISSI dan JII tahun 2018 2019
33 Ibid, hal 45
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
71
Aye Sudarto
Dalam Juta Rupiah
Seiring dengan penguatan Indeks Harga Saham Gabungan, Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)
dan Jakarta Islamic Index (JII) juga turut mengalami penguatan pada triwulan I tahun 2019. Nilai kapitalisasi ISSI
meningkat relatif kuat hingga Rp3.798 triliun, atau tumbuh 3,61 persen dari triwulan sebelumnya (QtQ).
Sementara itu, pada periode yang sama nilai kapitalisasi saham blue chip JII menunjukkan penguatan senilai
Rp2.302 triliun, atau tumbuh 2,81 persen dari triwulan sebelumnya (QtQ).
Gambar, 12. Perkembangan outstanding Sukuk Korporasi (Trilyun Rupiah)
Penguatan nilai kapitalisasi ISSI dan JII menunjukkan performa kinerja pasar modal syariah yang baik di
tengah eksposur perekonomian global yang dinamis seperti terjadinya proteksionisme beberapa negara
menyusul perang dagang AS dan Tiongkok, eskalasi krisis di Turki dan Argentina, serta rencana kenaikan suku
bunga acuan Fed Rate. Sejalan dengan tren IHSG, ISSI dan JII, nilai outstanding sukuk korporasi pada triwulan I
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
72
Aye Sudarto
tahun 2019 mengalami peningkatan yang cukup signifikan sebesar 11,91 persen dari triwulan sebelumnya (QtQ)
atau sebesar 44,82 (YoY) menjadi Rp24,62 triliun pada triwulan I tahun 2019.34
Kondisi pasar sukuk korporasi cenderung tumbuh stabil, hal ini tercermin dari nilai outstanding yang
terus meningkat baik secara triwulanan maupun tahunan. namun demikian, nilai outstanding sukuk korporasi
masih jauh jika dibandingkan dengan sukuk negara, sehingga pasar sukuk korporasi masih perlu dilakukan
pendalaman agar dapat memberikan dukungan pembiayaan bagi pembangunan ekonomi nasional.
Pada triwulan I tahun 2019, secara keseluruhan Industri Keuangan Non-Bank Syariah menunjukkan
perkembangan yang kurang positif. Kondisi ini tercermin dari adanya penurunan secara umum pada jumlah aset
Industri Keuangan Non-Bank Syariah (IKNBS) dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya. Secara umum,
aset Industri Keuangan Non-Bank Syariah mengalami penurunan sebesar 3,86 persen menjadi Rp94,20 triliun
(YoY). Apabila ditinjau lebih rinci, Lembaga Pembiayaan Syariah mengalami penurunan aset secara signifikan
sebesar 20,37 persen dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya (YoY), atau dari Rp32,77 triliun pada
triwulan I tahun 2018 menjadi Rp26,10 triliun pada triwulan I tahun 2019. Walaupun secara umum total aset
IKNB menurun, aset Lembaga Keuangan Mikro Syariah meningkat paling tinggi yaitu sebesar 140,59 persen
menjadi Rp278 miliar (YoY). Diikuti oleh peningkatan pada aset Lembaga Jasa Keuangan Khusus Syariah
sebesar 11,68 persen menjadi Rp25,13 triliun (YoY) sisanya aset Asuransi Syariah turun sebesar 0,12 persen
menjadi Rp42,69 triliun (YoY).
PELUANG DAN TANTANGAN EKONOMI MAKRO SYARIAH DI INDONESIA
Cukup mengagetkan! Jakarta ternyata tidak masuk tiga besar pusat ekonomi syariah dunia. Tiga kota
teratas yang sangat prospektif dalam mengembangkan ekonomi Islam tersebut adalah Dubai, Kuala Lumpur, dan
London. Khusus London jelas sebuah ironi.Ekonomi syariah identik dengan negara yang memiliki sistem
pemerintahan Islam atau mayoritas penduduknya Muslim. Namun, Indonesia yang merupakan negara dengan
basis penduduk Muslim terbesar di dunia malah jauh tertinggal ketimbang Inggris35.
Padahal, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sudah berjalan dua dekade lebih. Hal itu
ditandai dengan beroperasinya Bank Muamalat pada 1991, sebagai titik awalnya. Memang perbankan syariah
mengalami kemajuan, tapi lajunya sangat lambat. Tolok ukurnya adalah pasar perbankan syariah, yang menurut
Bank Indonesia (BI) pada 2013, masih di bawah lima persen. Meski begitu, aset perbankan syariah sudah
mencapai Rp 179 triliun atau tepatnya 4,4 persen dibandingkan total aset perbankan nasional.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menilai perkembangan ekonomi syariah
pada kuartal I-2019 ini terbilang stagnan bahkan cenderung menurun. "Cenderung menurun dari sisi
pencapaian market share (pangsa pasar) perbankan syariah sempat di atas 6% dibanding total perbankan
nasional. Tetapi pada awal tahun ini kembali turun di bawah 6%," Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
34 Bid 45
35 Erik Purnama Putra, Ekonomi Syariah, Harapan Masa Depan Indonesia REPUBLIKA.CO.ID, Senin, 02 Desember 2013, 19:10 WIB
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
73
Aye Sudarto
untuk data terakhir Juni 2018, market share keuangan syariah memang sempat mencapai 8,47% atau setara
US$83,62 miliar dari total aset keuangan Indonesia. 36
Total capain ini diperoleh dari kontribusi perbankan syariah sebesar 5,7%, IKNB syariah sebesar 4,69%,
dan pasar modal syariah sebesar 15,28%. Akan tetapi, hingga awal 2019, market share perbankan syariah
nasional hanya mampu mencapai 5,94%. Demikian pula dari segi pangsa pasar kapital market syariah dengan
sukuk negara dan sukuk lainnya di dalam Daftar Efek Syariah (DES), juga tak memperlihatkan perkembangan
signifikan dan masih berada pada kisaran 14% sejak tahun lalu. Faktor utama penyebab keterlambatan
perkembangan keuangan syariah ini, ialah dari segi Non Performing Financing (Rasio Kredit Bermasalah/NPF)
yang tinggi dan mesti diselesaikan terlebih dahulu.37
"NPF yang tinggi jadi faktor utamanya dan ini harus diselesaikan dengan ditekan melalui berbagai
macam upaya yang membuat pencapaian laba dan pengembangan portfolio pembiayaan," katanya. Merujuk
pada data statistik perbankan syariah (SPS) yang dirilis oleh OJK posisi NPF berada di level 3,83% untuk bank
umum syariah (BUS). Level ini terbilang lebih tinggi dibandingkan non performing loan (NPL) bank
konvensional, yang hanya berada pada 2,67%. Keadaan stagnansi perekonomian syariah ini akan tetap terjadi di
masa pemerintahan mendatang. Sampai pemerintahan hasil Pemilu 2019 terbentuk lengkap, ekonomi syariah
akan tetap stagnan secara keseluruhan.
Aset industri keuangan syariah didominasi oleh sukuk negara sebesar Rp 651,29 triliun atau 50,4%.
Industri keuangan syariah di Indonesia terus berkembang. Total aset industri keuangan syariah menurut Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) mencapai Rp 1.291,48 triliun per Januari 2019. Nilai aset ini meningkat sebesar Rp 25,5
triliun dibandingkan dengan posisi September 2018 sebesar Rp 1.265,97 triliun. Aset industri keuangan syariah
didominasi oleh sukuk negara sebesar Rp 651,29 triliun atau 50,4%. Di posisi kedua, aset perbankan syariah
sebesar 479,17 triliun atau 37,1%. Di posisi ketiga, aset asuransi syariah mencapai Rp 43,12 triliun atau 3,34%.38
Di posisi keempat ada reksa dana syariah senilai Rp 37,3 triliun atau 2,89%. Disusul oleh aset lembaga
non-bank syariah Rp 32,43 triliun atau 2,5%, pembiayaan syariah Rp 25,61 triliun atau 1,99%, dan sukuk
korporasi Rp 22,56 triliun atau 1,78%. Perhitungan aset industri keuangan syariah ini tidak memasukkan
kapitalisasi pasar saham-saham syariah senilai Rp 3.861,7 triliun.39
Merujuk fakta itu, jelas ada yang tidak beres dengan perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
Sebagai negara yang penduduknya sekitar 86 persen Muslim, keberadaan bank syariah masih terpinggirkan.
Padahal, jika mengacu sesama negara serumpun, hambatan dan tantangan yang terjadi di Indonesia dan negeri
jiran pasti tidak jauh berbeda. Aturan dan sistem yang diberlakukan Pemerintah Malaysia, misalnya, sangat
36Soraya Novika, Market share perbankan syariah kuartal I-2019 turun, https://www.alinea.id/bisnis/market-
share-perbankan-syariah-kuartal-i-2019-turun-b1XeF9j1v akses 13 Juli 2019, pukul 22.41
37 Ibid
38Hari Widowati, Aset Industri Keuangan Syariah Capai Rp 1.291,48 Triliun. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/05/14/aset-industri-keuangan-syariah-capai-rp-129148-triliun akses 13 Juli 2019 pukul 23.01
39 Ibid
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
74
Aye Sudarto
berpihak terhadap perkembangan perbankan syariah. Keberpihakan Pemerintah Malaysia terlihat timpang jika
melihat regulasi di negeri ini. Meski demikian, tidak ada salahnya pula bagi setiap perbankan syariah di Indonesia
untuk bisa instropeksi diri dalam mengembangkan sistem ekonomi syariah.
Dengan memperhatikan perkembangan diatas, Indonesia mempunyai potensi untuk bisa
memposisikan diri sebagai pusat keuangan Syariah Dunia. Kita mempunyai modal yang kuat untuk mewujudkan
hal tersebut, karena disamping Indonesia adalah Negara Muslim terbesar di dunia, Indonesia juga adalah
anggota G-20 dan Negara dengan penduduk ke 5 terbesar dunia yang memiliki middle income yang tumbuh
pesat. Ekonomi dan keuangan Syariah bisa memberi kontribusi yang amat signifikan dalam mengangkat kualitas
ekonomi Indonesia.
Tentu ini merupakan peluang yang sangat prospektif dan sekaligus tantangan bagi lembaga-lembaga
pendidikan yang ada. Mengingat peluang yang prospektif tersebut, rasanya sia-sia bila sistem perekonomian
Islam tidak dibangun di atas pilar yang kuat. Oleh sebab itu, diperlukan langkah-langkah strategis40: Pertama,
peningkatan sosialisasi konsep ekonomi Islam secara komprehensif. Kedua, pengembangan dan
penyempurnaan institusi-institusi ekonomi syariah yang sudah ada. Jangan sampai transaksi-transaksi yang
dilakukan tidak sesuai prinsip-prinsip ajaran Islam.
Ketiga, perbaikan dan penyempurnaan regulasi-regulasi yang ada. Keempat, peningkatan kualitas SDM
yang memiliki kualifikasi dan wawasan ekonomi syariah yang memadai. Kelima, inovasi produk. Keberhasilan
ekonomi Islam di masa depan banyak bergantung pada kemampuan perbankan syariah dalam menyajikan
produk-produk yang menarik, kompetitif, dan berdasarkan kebutuhan masyarakat, tapi tetap sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. Tidak menutup kemungkinan ekonomi syariah juga menghadapi tantangan. Pertama,
hasil survei BNI Syari'ah (2005) menunjukkan bahwa penetrasi aset perbankan syariah pada 2004 baru sebesar
1,15 persen, sementara itu sekitar 51 persen masyarakat Indonesia menyatakan tidak setuju dengan bunga.
Dengan demikian, secara optimis disimpulkan potensi pasar perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah
masih sangat besar. Karena itu, sosialisasi kepada masyarakat dengan para alim ulama, lembaga pendidikan,
dan perbankan syariah merupakan suatu keniscayaan. Peran para ulama, tokoh masyarakat, dan Lembaga
Perguruan Tinggi Islam sangat strategis dalam menggalakkan sosialisasi ini, di samping sebagai praktisi
Lembaga Keuangan Syariah.
Kedua, masih lemahnya jaringan atau sinergi yang kuat antara sesama lembaga keuangan syariah
dengan lembaga-lembaga sosial yang bergerak di bidang ekonomi umat, seperti dengan lembaga zakat dan
wakaf. Keempat, belum berkembangnya ilmu ekonomi syariah yang dapat dikembangkan melalui dunia
pendidikan dan pengetahuan, baik itu di kampus-kampus, penelitian-penelitian ilmiah, kelompok-kelompok kajian,
ataupun media massa. Memang, saat ini ilmu ekonomi syariah telah berkembang tidak hanya di dunia pendidikan
Islam, namun telah memasuki dunia pendidikan secara umum. Kampus-kampus besar di Indonesia telah
melakukan kajian-kajian akademis terhadap fenomena dan perkembangan keilmuan ekonomi syariah. Sudah
40 Ahmad Rodoni (Guru Besar Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Jakarta)
Republika Online 11 November 2013
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
75
Aye Sudarto
saatnya kajian ekonomi Islam mendapat ruang dan tempat yang lebih luas lagi di perguruan tinggi. Kurikulum
ekonomi Islam pun perlu senantiasa disempurnakan, diintegrasikan antara pendekatan normatif keagamaan dan
pendekatan kuantitatif empiris. Riset-riset tentang ekonomi syariah, baik pada skala mikro maupun makro harus
diperbanyak. Ini akan memperkaya khazanah literatur ekonomi syariah sekaligus mempercepat perkembangan
ekonomi syariah secara utuh dan menyeluruh.
SIMPULAN
Ekonomi Makro Syariah di Indonesia belum cukup signiican dalam mempengaruhi kondisi ekonomi
makro di Indonesia, dikarenakan asetnya yang masih kecil bila dibandingkan dengan ekonomi konvensional.
Indonesia mempunyai potensi untuk bisa memposisikan diri sebagai pusat keuangan Syariah Dunia. Kita
mempunyai modal yang kuat untuk mewujudkan hal tersebut, karena disamping Indonesia adalah Negara Muslim
terbesar di dunia, Indonesia juga adalah anggota G-20 dan Negara dengan penduduk ke 5 terbesar dunia yang
memiliki middle income yang tumbuh pesat. Ekonomi dan keuangan Syariah bisa memberi kontribusi yang amat
signifikan dalam mengangkat kualitas ekonomi Indonesia.
Daftar Pustaka
Aditya Nugroho. Sistem ekonomi Indonesia, dalam http://tugaskuliah-adit.blogspot.com/2011/02/sistem-ekonomi-indonesia.html /accessed 2 Agustus 2012
Ahmad Rodoni (Guru Besar Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Jakarta) Republika Online 11 November 2013
BPS, Berita Resmi Statistik, 15 Januari 2019
Bank Indonesia, Analisis Uang Beredar dan Faktor yang Mempengaruhi, Maret 2019.
Coirul Tanjung, Prosfek Ekonomi Indonesia 2014, Komite ekonomi Nasional, Jakarta 2014
Erik Purnama Putra, Ekonomi Syariah, Harapan Masa Depan Indonesia REPUBLIKA.CO.ID, Senin, 02 Desember 2013, 19:10 WIB
Gustra Arianda, Makro Ekonomi Indonesia, dalam http://payakumbuhh.blogspot.com/2011/05/contoh-makalah-ekonomi-makro-di.html/ accessed 3 Agustus 2013
Halim Alamsyah Dr., Deputi Gubernur Bank Indonesia Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan Dalam Menyongsong MEA 2015 www.bi.go.id
Kementerian Keuangan RI, APBN Kita, Kinerja dan Fakta, Edisi Mei 2019 hal 15. Lihat juga Kementerian BPPN/Bapenas, Perkembangan Ekonomis Indonesia dan Dunia, Truwulan I Tahun 2019, Vol 13 no 1 . Mei 2019
Kementerian Keuangan RI. APBN Kita, Edisi Mei 2019
Laporan triwulan 3 OJK tahun 2013Novita Aprillia, Sistem Ekonomi Indonesia, http://nophitaputri.blog.fisip.uns.ac.id/2011/05/23/artikel-sistem-ekonomi-indonesia-tugas-kelompok-untuk-memenuhi-mata-kuliah-sistem-ekonomoni-indonesia/
Mucholifah, Ekonomi Makro. Unesa University Pers 2008
Sri Adiningsih, Prof. Dr. Indonesian Economic Reviw and outlook Macroeconomic dashboard team.Fakultas ekonomi dan bisnis UGM Yogyakarta 2014
www.bps.go.id
Vol. 1, No. 1, (2019) ISSN : 2685-435X Juli – Desember E-ISSN :
76
Aye Sudarto
www ojk.go.id
www.bi.go.id
www.id.wikipedia.org
http://www.anggaran.depkeu.go.id/
Barratut Taqiyyah dan Edy Can, Ekonomi tetap tumbuh di tengah krisis Eropa, dalam http://lipsus.kontan.co.id/v2/outlook/read/42/ekonomi_makro/accessed 3 Agustus 2013
Kompas.com dengan judul "Bank Dunia: Laju Pertumbuhan Ekonomi Global 2019 Melemah", https://ekonomi.kompas.com/read/2019/01/09/101500026/bank-dunia--laju-pertumbuhan-ekonomi-global-2019-melemah. Mutia Fauzia Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan
https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/perkembangan-ekonomi-indonesia-dan-dunia-triwulan-i-tahun-2019/
https://www.jurnal.id/id/blog/2017-3-permasalahan-ekonomi-modern-untuk-peningkatan-bisnis/
Aditya Nugroho. Sistem ekonomi Indonesia, dalam http://tugaskuliah-adit.blogspot.com/2011/02/sistem-ekonomi-indonesia.html /
Novita Aprillia, Sistem Ekonomi Indonesia, http://nophitaputri.blog.fisip.uns.ac.id/2011/05/23/artikel-sistem-ekonomi-indonesia-tugas-kelompok-untuk-memenuhi-mata-kuliah-sistem-ekonomoni-indonesia
id.wikipedia.org
Gustra Arianda, Makro Ekonomi Indonesia, dalam http://payakumbuhh.blogspot.com/2011/05/makalah-ekonomi-makro-di.html/
Barratut Taqiyyah dan Edy Can, Ekonomi tetap tumbuh di tengah krisis Eropa, dalam http://lipsus.kontan.co.id/v2/outlook/read/42/ekonomi_makro/ https://www.kemenkeu.go.id/apbn2019,
Iqbal Musyaffa, Bank Indonesia tempuh 5 kebijakan hadapi ekonomi 2019, https://www.aa.com.tr/id/ekonomi/bank-indonesia-tempuh-5-kebijakan-hadapi-ekonomi-2019/1431048
ROSIANA HARYANTIArtikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Relaksasi Pajak Barang Mewah Bakal Bangkitkan Sektor Properti", https://properti.kompas.com/read/2019/03/29/172048821/relaksasi-pajak-barang-mewah-bakal-bangkitkan-sektor-properti?page=all.
www.bps.go.id
https://www.bi.go.id/id/moneter/bi-7day-RR/data/Contents/Default.aspx
Noverius Laoli Harian KONTAN https://nasional.kontan.co.id/news/penerimaan-negara-menunjukkan-sinyal-mengkhawatirkan
Erik Purnama Putra, Ekonomi Syariah, Harapan Masa Depan Indonesia REPUBLIKA.CO.ID,
Soraya Novika, Market share perbankan syariah kuartal I-2019 turun, https://www.alinea.id/bisnis/market-share-perbankan-syariah-kuartal-i-2019-turun-b1XeF9j1v
Hari Widowati, Aset Industri Keuangan Syariah Capai Rp 1.291,48 Triliun. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/05/14/aset-industri-keuangan-syariah-capai-rp-129148-triliun
Ahmad Rodoni (Guru Besar Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Jakarta) Republika Online 11 November 2013