Download - Bahan Ringkasan MiGas
A. PENGERTIAN RESERVOIR
Pada awal perkembangan industri perminyakan, sering disebut oil pool, suatu reservoir
minyak dan/atau gas bumi di bawah permukaan tanah bukanlah tempat yang berbentuk
kolam atau gua atau gerowong atau sejenisnya yang berupa wadah terbuka melainkan
berupa suatu bentukan (formasi) batuan padat namun mempunyai rongga atau pori-pori.
Rongga kecil di dalam batuan itulah yang menjadi tempat terakumulasinya minyak
dan/atau gas. Untuk ini dapat dijelaskan dengan ilustrasi berikut. Bayangkan sebuah gelas
yang diisi penuh oleh pasir. Kemudian tuangkan air ke dalamnya. Maka, walaupun
kelihatannya gelas tersebut sudah penuh terisi oleh pasir, kenyataannya air masih tetap
dapat dituangkan dan ditampung oleh gelas tadi karena air tersebut masuk ke dalam
rongga antara butiran-butiran pasir. Agar suatu reservoir dapat menampung minyak yang
dapat diproduksikan secara ekonomis nantinya, maka ukuran formasi batuan tersebut
harus cukup besar dan mempunyai rongga yang cukup besar pula. Di samping itu, harus
dapat mengalirkan fluida karena minyak dan/atau gas tidak bernilai ekonomis jika tidak
dapat dialirkan ke lubang sumur untuk kemudian diangkat ke permukaan.
Reservoir adalah suatu tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi. Pada umumnya
reservoir minyak memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung dari komposisi,
temperature dan tekanan pada tempat dimana terjadi akumulasi hidrokarbon didalamnya.
Suatu reservoir minyak biasanya mempunyai tiga unsur utama yaitu adanya batuan
reservoir, lapisan penutup dan perangkap. Beberapa syarat terakumulasinya minyak dan
gas bumi adalah :
1. Adanya batuan Induk (Source Rock) .
Merupakan batuan sedimen yang mengandung bahan organik seperti sisa-sisa hewan
dan tumbuhan yang telah mengalami proses pematangan dengan waktu yang sangat
lama sehingga menghasilkan minyak dan gas bumi .
2. Adanya batuan waduk (Reservoir Rock) .
Merupakan batuan sedimen yang mempunyai pori, sehingga minyak dan gas bumi yang
dihasilkan batuan induk dapat masuk dan terakumulasi .
3. Adanya struktur batuan perangkap .
Merupakan batuan yang berfungsi sebagai penghalang bermigrasinya minyak dan gas
bumi lebih jauh .
1
4. Adanya batuan penutup (Cap Rock) .
Merupakan batuan sedimen yang tidak dapat dilalui oleh cairan (impermeable),
sehingga minyak dan gas bumi terjebak dalam batuan tersebut .
5. Adanya jalur migrasi .
Merupakan jalan minyak dan gas bumi dari batuan induk sampai terakumulasi pada
perangkap.
Sebagian besar minyak dan/atau gas ditemukan pada reservoir yang terbentuk dari
batuan sedimen. Batuan sedimen terbentuk dari endapan organik seperti sisa-sisa
tumbuhan dan hewan serta endapan anorganik seperti pasir dan lempung, yang diendapkan
oleh sungai-sungai dan danau-danau purba, yang kemudian ditimbun oleh berbagai jenis
batuan dan mengalami penekanan serta pemanasan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun.
Supaya dapat menjebak (menampung) fluida, suatu reservoir haruslah tertutup pada
bagian atas dan pinggirnya oleh suatu lapisan penutup (closure). Dengan kata lain, bentuk
“wadah” ini tidaklah terbuka ke atas tetapi terbuka ke bawah sehingga minyak yang
mengalir ke arahnya dapat terperangkap. Mengalirnya minyak dari tempat dimana minyak
tersebut terbentuk (source rock) diakibatkan oleh proses alami karena pada saat
pembentukannya minyak mengalami tekanan yang sangat besar. Sehingga setelah
terbentuk minyak tersebut terperas (squeezed) ke luar dari bantuan tempatnya terbentuk
dan mengalir ke tempat yang mempunyai tekanan yang lebih rendah, yaitu ke permukaan
bumi. Jika ada sesuatu yang menghentikan pergerakan minyak tersebut, maka minyak
akan terakumulasi di tempat ia terhalang tersebut. Dilihat dari proses ini maka bentukan
batuan reservoir berfungsi sebagai suatu perangkap (trap). Perangkap itu sendiri (yang
kemudian kita sebut dengan reservoir jika ia telah mengandung minyak dan/atau gas)
terbentuk karena proses geologi baik secara struktural maupun stratigrafis.
Jadi, reservoir merupakan bagian dari perangkap bawah permukaan baik struktural
maupun stratigrafis yang berupa bentukan (formasi) batuan batupasir atau karbonat yang
bersifat porous (yaitu berongga) sehingga dapat mengandung minyak dan gas bumi dan
permeabel sehingga dapat mengalirkan minyak dan gas bumi tersebut. Sebuah reservoir
minyak dan/atau gas dapat berada berdampingan dengan aquifer, yang merupakan bagian
dari reservoir atau bentukan batuan lain yang mengandung air. Air tersebut bisa berada di
bawah reservoir (bottom aquifer) atau di pinggir reservoir (edge aquifer). Selanjutnya,
2
minyak dan gas bumi yang terkandung dalam suatu reservoir harus dapat diproduksikan
dan bernilai komersial. Tanpa hal itu, reservoir tersebut tidak berarti apa-apa
B. PENYEMENAN (SEMENTING)
Penyemenan suatu sumur merupakan salah satu faktor yang tidak kalah pentingnya
dalam suatu operasi pemboran. Berhasil atau tidaknya suatu pemboran, salah satu
diantaranya adalah tergantung dari berhasil atau tidaknya penyemenan sumur tersebut.
Penyemenan sumur secara integral, merupakan salah satu aspek yang sangat penting
dalam suatu operasi pemboran, baik sumur minyak maupun gas. Semen ter-sebut
digunakan untuk melekatkan rangkaian pipa selubung dan mengisolasi zona produksi serta
mengantisipasi adanya berbagai masalah pemboran.
Perencanaan penyemenan meliputi :
· Perkiraan kondisi sumur (ukuran, tem-peratur, tekanan, dsb.)
· Penilaian terhadap sifat lumpur pem-boran
· Pembuatan suspensi semen (slurry de-sign)
· Teknik penempatan
· Pemilihan peralatan, seperti centralizers, scratchers, dan float equipment
Program perencanaan penyemenan secara tepat, merupakan hal pokok yang akan
mendukung suksesnya operasi pemboran.
Pada dasarnya operasi penyemenan bertujuan untuk :
1. Melekatkan pipa selubung pada dinding lubang sumur,
2. Melindungi pipa selubung dari masalah-masalah mekanis sewaktu operasi pemboran
(seperti getaran),
3. Melindungi pipa selubung dari fluida formasi yang bersifat korosi, dan
4. Memisahkan zona yang satu terhadap zona yang lain dibelakang pipa selu-bung
B.1. JENIS PENYEMENAN
Berdasarkan alasan dan tujuannya, penyemenan dapat dibagi dua, yaitu primary
cementing, dan squee-ze cementing.
B.1.1. Primary Cementing
3
Merupakan penyemenan pertama kali yang dilakukan setelah pipa selubung
diturunkan kedalam sumur. Penyemenan antara formasi dengan pipa selubung bertujuan
untuk :
- Melindungi formasi yang akan dibor dari formasi sebelumnya dibelakang pipa
selubung yang mungkin bermasalah .
- Mengisolasi formasi tekanan tinggi dari zona dangkal sebelumnya.
- Melindungi daerah produksi dari water-bearing sands.
Suspensi semen biasanya ditempatkan dibelakang pipa selubung. Suatu kondisi
pemboran tertentu mungkin mengharuskan untuk penyemenan annulus tanpa penyemenan
annulus secara keseluruhan.
Penyebab yang umum adalah adanya zona lost circulation yang memungkinkan
semen bersirkulasi kembali keatas. Sebab lain yang mungkin adalah kesalahan dalam
pembuatan suspensi semen.
Liner disemen dengan suspensi semen yang lebih ringan daripada rangkaian pipa
selubung. Pada saat liner diturunkan kedalam lubang sumur, suspensi semen harus
langsung dipompakan. Pensirkulasian suspensi semen dengan volume berlebih dapat me-
nyebabkan masalah-masalah pemboran, antara lain :
Jika suspensi semen dengan volume berlebih disirkulasikan keatas melalui annulus,
mungkin akan diperlukan waktu tambahan, dimana kemungkinan semen akan mengeras di
annulus. Sedangkan jika suspensi semen dengan volume berlebih tersebut sirkulasinya
dikembalikan melalui pipa bor, tekanan hidrostatik dan tekanan friksi pada dudukan pipa
selubung akan menyebabkan terjadinya lost circulation.
B.1.2. Squeeze Cementing
Untuk menyempurnakan dan menutup rongga-rongga yang masih ada setelah primary
cementing, dapat dilakukan squeeze cementing. Aplikasi pokok untuk squeeze cementing
antara lain adalah :
- Menyempurnakan primary cementing ataupun untuk perbaikan terhadap hasil
penyemenan yang rusak.
- Mengurangi water-oil ratio, gas-oil ratio dan water-gas ratio
- Menutup kembali zona produksi yang diperforasi apabila pemboran mengalami
kegagalan dalam mendapatkan minyak.
- Memperbaiki kebocoran pada pipa selubung
- Menghentikan lost circulation yang terjadi pada saat pemboran berlangsung
4
Pertimbangan yang paling penting dalam operasi squeeze cementing adalah teknik
penempatan dan pembuatan suspensi semen yang akan digunakan. Squeeze cementing
juga dapat digunakan untuk menurunkan ratio fluida produksi. Volume gas yang besar
memungkinkan untuk terjadinya pengurangan tekanan reservoir lebih cepat, bersamaan
dengan pembentukan harga pemisah yang berlebih pada fasilitas produksi permukaan oleh
volume air yang besar. Bagian perforasi tertentu mungkin harus ditutup dengan
pemompaan suspensi semen, sehingga volume gas dan air dapat dikurangi dengan
penyemenan dibagian atas dan bawah perforasi secara berurutan
Lost circulation seringkali dapat diatasi dengan squeeze cementing, dengan catatan
proses penyemenan harus sesuai dengan jenis lost circulation yang terjadi.
Ada empat metode squeeze cementing yang saat ini digunakan, yaitu bradenhead
methods, packer squeeze methods, balanced plug methods, dan dump bailer methods.
a. Bradenhead Method
Dalam metode ini drill pipe diturunkan hingga berada tepat diatas perforasi (atau
zona) yang akan mendapatkan squeezed off. Kemudian semen ditempatkan guna
menutupi zona tersebut. Pipe rams lalu ditutup dan diterapkan tekanan hasil
perhitungan dari permukaan guna melakukan squeeze off terhadap perforasi
tersebut.
b. Packer Squeeze Method
Pada metode ini retrievable packer atau retainer packer diturunkan hingga berada
tepat diatas zoana yang akan di sqieezed off. Retrievable packer, ditempatkan pada
pipa bor. Retainer packer dijalankan dengan wire line dan diset dengan special
setting kit. Jika volume total semen telah di squeezed off, maka semen berlebih
harus dipompakan agar kembali sehingga tidak akan menyemen pipa bor.
c. Hesitation Squeeze
Metode ini secara khusus digunakan pada zona dengan permeabilitas rendah.
Sebuah pipa bor digunakan dalam menempatkan semen sepanjang zone of interest
dan bubur semen dipompa dan dihesitasi.
d. Plugging-back Operation
Operasi ini meliputi penempatan cemen plug sepanjang zona yang akan di plug off.
Plug semen digunakan untuk :
- Meninggalkan lower depleted zones.
5
- Plug off atau meninggalkan seluruh sumur atau sebagian dari sebuah
open hole.
- Memberikan kick of point untuk operasi side track drilling.
- Menutup zona lost circulation pada open hole.
e. Balanced Plug Method
Pada metode ini hanya digunakan pipa bor. Pre-flush dipompakan sebelum semen
dan lalu diikuti oleh fluida pembatas (spacer).
Prinsipnya adalah menempatkan kolom semen pada pipa bor yang tingginya harus
sama dengan yang terdapat pada annulus.
B.2. METODE PENYEMENAN
Berdasarkan pada metode yang digunakan, proses penyemenan dapat dibedaka
menjadi dua jenis, yaitu single stage cementing, dan multy stage cementing.
B.2.1. Single Stage Cementing
Single stage cementing umumnya digunakan untuk melakukan penyemenan
terhadap pipa konduktor dan surface. Sejumlah lumpur disiapkan dan dipompakan
ke dalam casing. Perlu dicatat pula bahwa seluruh bagian internal dari peralatan
casing, termasuk float shoe, wiper plug dan lain sebagainya merupakan peralatan
yang dengan mudah dapat hancur bila dibor.
B.2.2. Multi Stage Cementing
Multi stage cementing diterapkan pada penyemenan rangkaian casing yang
panjang khususnya guna :
- Mengurangi tekanan total pemompaan .
- Mengurangi tekanan total hidrostatis pada formasi-formasi lemah
sehingga tidak terjadi atau terbentuk rekahan.
- Memungkinkan pemilihan penyemenan daripada formasi.
- Memungkinkan penyemenan keseluruhan total panjang casing.
- Memastikan penyemenan efektif di sekeliling shoe dari rangkaian
casing sebelumnya.
Pada multi stage cementing sebuah stage cementer dipasang pada posisi tertentu
pada rangkaian casing. Posisi stage cementer ditentukan oleh panjang total kolom
semen dan kekuatan formasi.
6
Untuk pekerjaan two-stage cementing, sebuah one-stage cementer digunakan
pada rangkaian casing. Casing lalu diturunkan ke dasar lubang. Kemudian casing
disirkulasikan dengan sejumlah volume sebesar dua kali kapasitas lubang. Tahap pertama
penyemenan ditujukan sebagai operasi tahap tunggal, akan tetapi bagian top kolom semen
berakhir tepat dibawah stage cementer.
Tahap kedua diawali dengan menjatuhkan sebuah opening bomb dari
permukaan sehingga memungkinkan untuk jatuh pada opening seat pada stage collar. Saat
bomb telah ditempatkan, tekanan pemompaan sebesar 1200 - 1500 psi diatas tekanan
sirkulasi diterapkan pada penyeretan pin penahan dan memungkinkan sebuah bottom
sleeve bergerak turun. Gerakan sleeve akan membuka terminal, sehingga menetapkan
hubungan antara bagian dalam (internal) casing dengan annulus. Lumpur kemudian
disirkulasikan guna mengkondisikan sumur yang ditujukan untuk memulai tahap kedua.
Volume semen yang diperlukan untuk tahap kedua lalu dipompakan dan
diikuti dengan sebuah closing plug. Bubur semen melewati terminal dari stage cementer
dan akan ditempatkan pada annular area. Jika plug telah mencapai stage cementer maka
tekanan sebesar 1500 psi diatas tekanan yang diperlukan untuk mensirkulasikan semen
diterapkan pada closing plug sehingga mendorong upper sleeve turun dan dengan
demikian akan menutup terminal dan menyekat ruang antara casing dengan annulus.
Sehingga dengan demikian keseluruhan rangkaian casing telah disemen.
B.3. MEKANIKA PENYEMENAN
B.3.1. Persiapan dan pemompaan bubur semen
Tergantung pada kedalaman lubang dan temperatur dasar lubang yang
diperkirakan, additiv kimia yang ditambahkan untuk mengontrol sifat-sifat semen
yang akan dimiliki setelah semen mengeras.
Bubur semen disiapkan dengan mencampurkan semen kering dengan sebuah
water jet. Hasil campuran diarahkan ke dalam sebuah tangki, dimana akan diuji
densitas dan viskositasnya. Bubur semen kemudian dihisap oleh sebuah pompa
tripleks yang kuat dan dipompakan pada tekanan tinggi sehingga masuk ke dalam
casing melalui cementing head.
Cementing head menghubungkan top dari casing dengan unit pompa. Pada
alat ini terdapat dua katup penahan yang berfungsi menahan top dan bottom wiper
7
plugs. Alat ini juga dilengkapi dengan sebuah manifold yang dapat dihubungkan
dengan unit pompa semen atau sebuah pompa rig.
Operasi penyemenan berlanjut dengan membuka katup penahan bottom
wiper plugs dan mengarahkan bubur semen melewati top valve. Kemudian bubur
semen akan mendorong bottom plug masuk ke dalam casing sampai plug mencapai
dan duduk diatas float collar. Pemompaan diteruskan hingga meruntuhkan diafragma
sentral pada plug yang akan memungkinkan semen agar dapat mengalir lewat dan
menempati sekeliling casing. Jika volume keseluruhan semen telah tercampur, maka
pemompaan dihentikan dan top wiper plug ditempatkan pada cementing head.
Kemudian lumpur pemboran dipompakan melalui top valve, yang akan mendorong
top wiper plug turun ke dalam casing. Jika top plug telah mencapai bottom plug maka
sumur ditutup dan bubur semen dibiarkan agar mengeras.
B.4. PERALATAN PENYEMENAN
Proses penyemenan terdiri dari pencampuran air dengan semen dalam perbandingan
tertentu dan dengan additive tertentu pula. Pendorongan semen dapat dilakukan dengan
sistem sirkulasi ke belakang casing, ditekan masuk ke formasi atau ditempatkan sebagai
suatu plug atau sumbat pada lubang yang tidak merupakan perforasi completion (misalnya
disini open hole completion).
Peralatan penyemenan pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu peralatan di
atas permukaan (surface equipment), dan peralatan bawah permukaan.
B.4.1. Peralatan Penyemenan di atas permukaan
Peralatan penyemenan terdapat di atas permukaan meliputi Cementing unit,
Flow line, dan Cementing head.
A. Cementing Unit
Cementing unit adalah merupakan suatu unit pompa yang mempunyai
fungsi untuk memompakan bubur semen (slurry) dan lumpur pendorong dalam
proses penyemenan. Cementing Unit terdiri dari :
- Tanki Semen: Untuk menyimpan semen kering.
- Hopper : Untuk mengatur aliran dari semen kering agar merata.
- Jet Mixer : Mixer yang umum digunakan sekarang ini adalah jet mixer
dimana dipertemukan dua aliran yaitu bubur semen dan air yang
8
ditentukan melalui venturi agar dapat mengalir dengan deras dan dapat
menghasilkan turbulensi, yang dapat menghasilkan pencampuran yang
baik dan benar-benar homogen. Densitas slurry dapat diukur dengan
mud balance
- Motor penggerak pompa dan pompa semen : berfungsi untuk
memompa bubur semen.
Jenis-jenis sementing unit :
1. Truck mounted cementing unit
2. Marine cementing unit
3. Skit mounted cementing unit
Mengontrol rate dan tekanan, jenis pompa dapat berupa duplex double acting piston pump
dan single acting triplex plunger pump. Plunger pump lebih umum dipakai karena slurry
dapat dikeluarkan dengan rate yang lebih uniform dan tekanannya lebih besar.
B. Flow Line
Pipa yang berfungsi untuk mengalirkan bubur semen yang dipompakan dari
cementing unit ke cementing head.
C. Cementing Head
Berfungsi untuk mengatur aliran bubur semen yang masuk ke lubang bor. Ada dua
tipe cementing head, yaitu :
1. Mac Clatchie Cementing Head
Merupakan type cementing head yang cara penggunaannya pada waktu pemasukan
bottom plug dan top plug dengan jalan membuka dan memasang kembali.
2. Plug Container
Jenis ini tidak praktis dari pada mac clatchie, karena pada plug contanier ini
memasangnya top plug dan bottom plug tidak perlu membukanya, akan tetapi sudah
terpasang sebelumnya.
BLOW OUT PREVENTER
Fungsi utama dari sistem pencegahan semburan liar (BOP System) adalah untuk menutup lubang bor ketika terjadi “kick”. Blow out terjadi karena masuknya aliran fluida formasi yang tak terkendalikan ke permukaan. Blow out biasanya diawali dengan adanya “kick” yang merupakan suatu intrusi fluida formasi bertekanan tinggi kedalam lubang bor. Intrusi ini dapat berkembang menjadi blowout bila tidak segera diatasi.
9
Rangkaian peralatan sistem pencegahan semburan liar (BOP System) terdiri dari dua
sub komponen utama yaitu Rangkaian BOP Stack, Accumulator dan Sistem Penunjang.
A. Rangkaian BOP Stack
Rangkaian BOP Stack ditempatkan pada kepala casing atau kepala sumur langsung
dibawah rotary table pada lantai bor.
Rangkaian BOP Stack terdiri dari peralatan sebagai berikut :
Annular Preventer
Ditempat paling atas dari susunan BOP Stack. Annular preventer berisi rubber
packing element yang dapat menutup lubang annulus baik lubang dalam keadaan
kosong ataupun ada rangkaian pipa bor.
Ram Preventer
Ram preventer hanya dapat menutup lubang annulus untuk ukuran pipa tertentu, atau
pada keadaan tidak ada pipa bor dalam lubang.
Jenis ram preventer yang biasanya digunakan antara lain adalah :
1. Pipe ram
Pipe ram digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu rangkaian pipa
borberada pada lubang bor.
2. Blind or Blank Rams
Peralatan tersebut digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu rangkaian
pipa bor tidak berada pada lubang bor.
3. Shear Rams
Shear rams digunakan untuk memotong drill pipe dan seal sehingga lubang bor
kosong ( open hole ), digunakan terutama pada offshore floating rigs.
Drilling Spools
Drilling spolls adalah terletak diantara preventer. Drilling spools berfungsi sebagai
tempat pemasangan choke line ( yang mengsirkulasikan “kick” keluar dari lubang
bor ) dan kill line ( yang memompakan lumpur berat ). Ram preventer pada sisa-
sisanya mempunyai “cutlets” yang digunakan untuk maksud yang sama.
Casing Head ( Well Head )
Merupakan alat tambahan pada bagian atas casing yang berfungsi sebagai fondasi
BOP Stack.
2. Accumulator
Biasanya ditempatkan pada jarak sekitar 100 meter dari rig. Accumulator bekerja pada
BOP stack dengan “high pressure hydraulis” ( saluran hidrolik bertekanan tinggi ). Pada
saat terjadi “kick” Crew dapat dengan cepat menutup blowout preventer dengan
menghidupkan kontrol pada accumulator atau pada remote panel yang terletak pada
lantai bor.
10
Unit accumulator dihidupkan pada keadaan darurat yaitu untuk menutup BOP Stack.
Unit ini dapat dihidupkan dari remote panel yang terletak pada lantai bor atau dari
accumulator panel pada unit ini terdiri dalam keadaan crew harus meninggalkan lantai
bor.
3. Sistem Penunjang (Supporting System)
Peralatan penunjang yang terpasang rangkaian peralatan sistem pencegahan semburan
liar (BOP System) meliputi choke manifold dan kill line.
Choke Manifold
Choke Manifold merupakan suatu kumpulan fitting dengan beberapa outlet yang
dikendalikan secara manual dan atau otomatis. Bekerja pada BOP Stack dengan
“high presure line” disebut “Choke Line”.
Bila dihidupkan choke manifold membantu menjaga back pressure dalam lubang bor
untuk mencegah terjadinya intrusi fluida formasi. Lumpur bor dapat dialirkan dari BOP
Stack kesejumlah valve ( yang membatasi aliran dan langsung ke reserve pits ), mud-
gas separator atau mud conditioning area back pressure dijaga sampai lubang bor
dapat dikontrol kembali.
Kill Line
Kill Line bekerja pada BOP Stack biasanya berlawanan berlangsung dengan choke
manifold ( dan choke line ). Lumpur berat dipompakan melalui kill line kedalam
lumpur bor sampai tekanan hidrostatik lumpur dapat mengimbangi tekanan formasi.
DESKRIPSI ALAT
11
1. Komponen Utama BOP System
Komponen utama BOP System terdiri dari dua sub komponen, yaitu Rangkaian
BOP Stack, Accumulator dan Sistem Penunjang (Supporting system)
Fungsi :
a) Rangkaian BOP Stack, berfungsi untuk menahantekanan lubang bor saat
terjadi kick, dimana rangkaian tersebut terdiri dari sejumlah valve yang dapat
menutup lubang bor bila terjadi kick.
b) Choke manifold, bekerja pada BOP stack dengan high pressure line yang
dapat memindahkan aliran lumpur pada saat terjadi "kick".
c) Kill line, disambung berlawanan letaknya dengan choke line sehingga
memungkinkan pemompaan lumpur berat ke dalam lubang bor.
2. Rangkaian BOP Stack
Rangkaian BOP Stack terdiri dari Annular Preventer, Pipe ram preventer, Drilling
Spool, Blind ram preventer, dan Casing head
Fungsi:
a) Annular preventer, dapat menutup lubang annulus baik lubang dalam
keadaan kosong ataupun ada rangkaian pipa bor.
b) Ram preventer, hanya dapat menutup lubang annulus untuk ukuran pipa
tertentu, atau dalam keadaan tidak ada pipa bor dalam lubang.
c) Drilling spools, tempat pemasangan choke line dan kill line.
d) Casing head, sebagai fondasi BOP Stack.
3. Sistem Penunjang (Supporting System)
Komponen utama dari sistem penunjang adalah Choke manifold, dan Kill line.
Fungsi:
a) Choke manifold, membantu menjaga back pressure dalam lubang bor untuk
mencegah terjadinya intrusi fluida formasi.
b) Kill line, tempat lalunya lumpur berat yang dipompakan ke dalam lubang bor
sampai tekanan hidrostatik lumpur dapat mengimbangi tekanan formasi.
PEMBAHASAN
BOP sangat diperlukan dalam operasi pemboran, sebagai pengaman apabila sewaktu-
waktu terjadi kick. Apabila terjadi kick maka crew dengan cepat menutup Blowout
Preventer dengan menghidupkan kontrol pada accumulator yang terletak pada lantai bor.
Pada perencanaan BOP Stack, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain
adalah sebagai berikut :
Kekuatan penahanan tekanan
Pemilihan dan pengaturan komponen
Variasi penempatan, serta
Sistem pembelok
12
Prosedur yang lazim digunakan dalam memperkirakan besarnya tekanan yang terjadi
pada pemboran sumur dangkal adalah dengan estimasi tekanan yang mungkin terjadi
dengan berat lumpur yang digunakan serta kedalaman operasi pemboran. Sedangkan
untuk sumur dalam memerlukan perhitungan yang lebih kompleks.
Blow out preventer sistem sangat berguna untuk mencegah terjadinya suatu aliran fluida
formasi yang tidak terkendalikan sampai ke permukaan, yaitu dengan menutup lubang
bor ketika terjadi ‘kick’. Faktor utama yang harus diperhatikan adalah tentang keadaan
lumpur bor. Lumpur bor harus terus dikontrol sehingga kita dapat mengetahui kalau
terjadi ‘kick’. Tanda-tanda terjadinya ‘kick’ antara lain lumpur bor memberikan tekanan
hidrostatik lebih kecil dari tekanan formasi, volume lumpur dalam mud pit terlalu besar,
dan lain-lain.
Sistem ini terdiri dari dua sub-komponen utama, yaitu BOP stack dan accumulator serta
supporting system. Adapun fungsi dari BOP Stack adalah menahan tekanan lubang bor
bila terjadi kick dan apabila keadaan darurat maka accumulator akan menutup BOP
Stack. Dan untuk menggerakkan accumulator yang bekerja pada sistem BOP stack,
menggunakan "High Pressure Hydraulic" (saluran hidrolik bertekanan tinggi).
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan tentang penjelasdan di atas, praktikan dapat mengambil
kesimpulan bahwa :
1. Blow out preventer system sangat diperlukan dalam operasi pemboran untuk
mencegah jika sewaktu-waktu terjadi kick.
2. Faktor utama yang penting adalah sangat diperhatikannya lumpur pemboran,
pengamatan dan perhitungan terus menerus harus dilakukan pada saat operasi
pemboran untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda kick.
3. Kick merupakan hal yang sangat penting diperhatikan selama operasi pemboran
berlangsung. Hal tersebut dilakukan karena kick merupakan indikasi untuk terjadinya
blow out, maka dari itu bila kick terjadi maka kita sudah harus bersiap diri seperti
menghitung tekanan pada casing head, tekanan pada choke manifold, tekanan
pompa lumpur, kelebihan volume lumpur di mud pit, dan yang terpenting
pengendalian tekanan dengan menyiapkan BOP.
4. Pada perencanaan BOP Stack, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain
adalah sebagai berikut :
Kekuatan penahanan tekanan
Pemilihan dan pengaturan komponen
Variasi penempatan, serta
Sistem pembelok
UNDERBALANCED DRILLING
13
Underbalanced drilling (UBD) adalah metode pemboran dimana tekanan hidrostatik
kolom fluida pemboran yang dipakai akan lebih kecil daripada tekanan formasi,
sehingga akibatnya akan ada aliran gas, air maupun hidrokarbon dari formasi ke lubang
sumur secara terus-menerus.
Penggunaan metode UBD biasanya pada daerah bertekanan subnormal karena mampu
meminimalisasi dan menghindari terjadinya problem hilang lumpur (loss circulation) dan
terjadinya pipa terjepit (differential pipe sticking). Selain itu dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya kerusakan formasi, serta pemboran dapat berlangsung secara
efektif dan efisien ( meningkatkan laju penembusan pahat, meningkatkan hasil penilaian
formasi dan pengurangan penggunaan biaya lumpur ).
Identifikasi zona yang sesuai dengan penggunaan metode UBD
Pada umumnya suatu operasi pemboran memiliki harapan agar dapat dilakukan secara
efektif dan efisien sehingga diperoleh suatu hasil yang optimum. Pada kenyataannya
tidak semua metode pemboran ternyata cocok dengan kondisi daerah dimana
pemboran tersebut dilakukan. Sehingga identifikasi pada daerah operasi pemboran
merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan operasi pemboran agar
didapatkan hasil yang optimum. Demikian pula pada pemboran underbalanced, aplikasi
metode ini akan berpotensial terhadap hasil yang optimum apabila dilakukan pada
daerah-daerah, seperti :
1. Depleted Reservoir (subnormal pressure)
Depleted reservoir (daerah subnormal pressure), dimana gradien tekanannya lebih
rendah dibandingkan dengan tekanan hidrostatik kolom fluida pemboran. Jika
digunakan metode conventional maka daerah ini berpotensial terjadinya fenomena
lumpur masuk kedalam reservoir (hilang lumpur) dan pipa terjepit. Hilang lumpur ini
terjadi jika besarnya lubang pori lebih besar dari ukuran partikel lumpur pemboran.
Ukuran lubang pori yang mengakibatkan terjadinya hilang sirkulasi ini berada pada
kisaran 0,1 - 1,00 mm. Biasanya terjadi pada daerah yang memiliki lapisan dengan
permeabilitas sangat besar, rekah-rekah, seperti sandstone dan unconsolidated
sand.
2. Reservoir rekahan
Reservoir dengan rekahan alami ini biasanya memperlihatkan hilang fluida
pemboran yang sangat besar. Kehilangan fluida ini akan membuat masalah
pemboran seperti well control atau memberikan terjadinya mechanical sticking,
karena tekanan hidrostatik fluida pemborannya lebih besar dari tekanan
formasinya. Sedangkan pada operasi pemboran underbalanced tekanan didesain
lebih kecil dari tekanan formasi.
3. Formasi yang terdiri atas batuan yang keras
14
Salah satu faktor yang dapat meningkatkan laju penembusan pahat pada batuan
adalah densitas fluida pemboran. Studi laboratorium dan lapangan memperoleh
kesimpulan bahwa semakin ringan densitas fluida pemboran yang dipakai, laju
penembusan pahat akan semakin cepat, karena dengan semakin kecilnya
perbedaan tekanan atau differential pressure, yaitu (ph-pf) akan semakin kecil
bahkan pada UBD, perbedaan tekanan tersebut akan berharga negatif. Laju
penembusan juga terpengaruh oleh kekuatan batuan (compressive strength) yang
ditembus, dengan menurunkan perbedaan tekanan yang dimaksud, maka kekuatan
batuan tadi akan menurun dan pahat bor dapat dengan mudah menembus lapisan
batuan. Contoh untuk formasi ini adalah Limestone padat (batu gamping) dan jenis
batuan yang faktor sementasinya besar (consolidated sand).
4. Formasi dengan permeabilitas besar
Salah satu penyebab terjadinya pipa terjepit adalah mud cake, yang terjadi jika
perbedaan (selisih) antara tekanan hidrostatik lumpur pemboran dan tekanan g
formasi menjadi sangat besar pada saat melewati formasi
yang porous danpermeabel, seperti batu pasir (sandstone) dan batu gamping
(limestone).
5. Formation damage
Formasi yang berpotensi mengalami kerusakan (formation damage), bila dibor
dengan metode overbalanced drilling. Salah satu penyebab kerusakan
formasi(formation damage) adalah karena penggunaan lumpur yang terlalu berat
sehingga partikel padatan lumpur (innert solids) akan masuk ke dalam formasi
produktif. Partikel padatan dan filtrat lumpur pemboran yang masuk ke formasi akan
menyebabkan beberapa hal, yaitu :
- Menutup pori-pori formasi produktif.
- Meningkatkan water content pada formasi yang mengandung minyak sehingga
saturasi minyak menurun dan akhirnya ditempati oleh air.
- Partikel clay pada formasi produktif mengembang dan menutup permeabilitas
formasi.
- Dengan adanya kerusakan formasi tersebut tentunya akan meningkatkan
biayastimulation suatu sumur dan berakibat terganggunya produktifitas formasi.
Semua jenis batuan memiliki kemungkinan menjadi tempat terjadinya hilang lumpur,
akan tetapi formasi yang lemah dan bergua-gua adalah yang paling sering. Pada
formasi yang lunak seperti batupasir, hilang lumpur pada prinsipnya diakibatkan oleh
tingginya permeabilitas dan kemungkinan terjadinya rekahan. Pada batuan keras,
seperti batu gamping, dolomit dan serpih yang keras, hilang lumpur terjadi sebagai
akibat adanyavugs, caverns, rekahan alami dan induced fracture.
Perencanaan Lumpur Pemboran Underbalanced
15
Pada pemboran UBD, besarnya tekanan hidrostatik fluida yang digunakan lebih kecil
dari tekanan formasi. Untuk itu digunakan fluida pemboran yang memiliki harga densitas
relatif rendah, seperti : gas, udara kering (O2), busa (foam), gas yang dilarutkan kedalam
fluida cairan (aerated liquid) dan beberapa jenis fluida fasa cair lainnya.
Dalam perencanaan lumpur perlu diperhatikan komposisi fluida underbalanced sehingga
nantinya lumpur tersebut sesuai dengan formasi yang akan ditembus. Tekanan
lumpurunderbalanced 200-500 psi dibawah tekanan formasi. Sifat fisik dari
lumpurunderbalanced perlu diperhatikan karena nantinya akan berpengaruh pada
tekanan hidrostatik dan pembersihan lubang sumur.Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam perencanaan lumpur underbalanced antara lain :volume fluida injeksi, densitas
lumpur, fraksi cairan dan gas dalam lumpur(lumpur aerasi),viskositas lumpur, kecapatan
serta pola aliran lumpur. Pada pemboran dengan menggunakan lumpur aerasi, gas
yang diinjeksikan ke dalam lumpur berfungsi untuk meringankan berat lumpur dasar
tersebut sampai didapat berat yang diinginkan untuk memberikan
kondisi underbalancedterhadap formasi yang sedang dibor. Sedangkan salah satu
fungsi lumpur aerasi yang bersirkulasi adalah untuk mengeluarkan serbuk bor dari
lubang bor. Volume gas berpengaruh terhadap kondisi temperatur dan tekanan pada
sutu kedalaman. Dengan demikian fraksi udara atau nitrogen dan lumpur dasar akan
berubah terhadap kedalaman. Perubahan fraksi ini akan mempengaruhi perubahan
densitas dan viskositas lumpur pada setiap kedalaman.
Selain masalah fluidanya, dalam merencanakan suatu pemboran UBD perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut agar keberhasilan UBD dapat dicapai secara
optimum. Perencanaan itu meliputi peralatan yang akan digunakan untuk menunjang
pemboran UBD, baik dibawah maupun dipermukaan sumur, desain wellhead, drill string,
casing dan pemilihan bitnya. Untuk wellhead, drill string, casing dan bit pada prinsipnya
sama dengan pemboran dengan menggunakan kondisi overbalanced (konvensional),
hanya saja mengalami sedikit modifikasi yang disesuaikan dengan jenis fluida yang
akan digunakan.
Kendala yang dihadapi
Kendala-kendala yang sering dihadapi dalam pemboran underbalanced, seperti :
Kestabilan sumur akan terganggu dan lubang akan gugur sehingga
menyebabkan drill string terjepit.
Adanya aliran air formasi menuju lubang sumur dapat menyebabkan
penyumbatan pada annulus sumur karena penggunaan fluida dari gas sehingga
air formasi dapat membasahi serpih bor dalam annulus.
Terjadinya ledakan didalam sumur, ini terjadi apabila menggunakan udara
sebagai fluida pemboran.
Kesulitan pada penggunaan MWD, Pada pemboran dimana menggunakan udara
kering dan gas sebagai fluidanya, karena tidak adanya media lumpur untuk
meneruskan pulse kepermukaan untuk mendapatkan data.
16
Hubungan antara UBD dengan formasi yang ditembus
Beberapa kondisi yang mendasari kita untuk merencanakan model Underbalanced
Drilling tertentu berdasarkan formasi yang ditembus dan jenis fluida yang akan
digunakan, yaitu :
1. Pada formasi yang terdiri atas batuan yang keras
Cara UBD yang sebaiknya dipakai adalah dengan menggunakan udara kering sebagai
fluida pemborannya, tetapi bila permeabilitasnya besar sehingga memungkinkan air
formasi mengalir ke dalam lubang sumur, maka model mist drilling atau mengebor
dengan fluida pemboran yang dibuat menyerupai kabut bisa digunakan. Sedangkan
pemboran dimana busa digunakan sebagai fluidanya atau foam drilling sangat baik
digunakan pada formasi yang berpermeabilitas besar sehingga aliran air formasi mampu
mencapai lubang sumur. Tapi jika terdapat aliran gas dari formasi ke dalam lubang
sumur, nitrogen atau gas alam dapat digunakan sebagai fluida yang akan diinjeksikan
kedalam sumur dengan menggunakan bantuan tubing berdiameter 1”- 2” yang
ditempatkan pada salah satu sisi luar casing (parasite tubing injection).
2. Pada formasi dengan porositas dan permeabilitas batuan yang besar
Bila terdapat aliran gas dari formasi ke dalam lubang sumur, maka penginjeksian
nitrogen kedalam sumur yang berisi lumpur bor bisa digunakan sebagai fluida UBD. Dan
jika aliran gasnya tidak dijumpai, maka fluida campuran antara cairan dan gas dapat
digunakan. Sedangkan bila pipa terjepit terjadi pada formasi yang bertekanan sangat
rendah dan formasinya keras, maka busa dapat digunakan sebagai fluida UBD. Untuk
mencegah terjadinya pipa terjepit tersebut secara umum dapat digunakan semua jenis
fluida yang direkomendasikan pada model UBD.
3. Pada formasi yang berpotensi mengalami kerusakan (formation damage)
Bila kerusakan formasi terjadi pada suatu reservoir yang mengalami penurunan tekanan
dapat digunakan nitrogen atau crude oil sebagai fluida UBD. Adapun cara untuk
mendapatkan kondisi UBD bila menggunakan fluida jenis ini adalah :
- Dengan menginjeksikan fluida pemboran pada drill string melalui stand pipe, jika
tekanan formasinya sangat rendah.
- Parasite tubing injection, bila tekanan formasinya agak tinggi dan pemboran sumur
membutuhkan MWD.
- Temporary casing injection, jika tekanan formasi medium dan diperlukan laju gas
yang cukup tinggi.
- Busa, jika tekanan formasi kecil dan menggunakan sistem terbuka (jika tidak
dijumpai kandungan gas H2S pada formasi).
17
Bila kerusakan formasi terjadi pada reservoir dengan tekanan normal, disarankan
menggunakan UBD dengan model flow drilling (menggunakan sistem tertutup bila ada
gas H2S dari formasi). Hilang lumpur atau kerusakan formasi pada
reservoir fractureddan bertekanan normal, flow drilling dengan sistem terbuka tanpa ada
H2S dapat diterapkan. Bila kerusakan formasi pada reservoir yang bertekanan sangat
tinggi, digunakan UBD dengan model Snubb Drilling.
COILED TUBING
18
Coiled tubing merupakan salah satu penemuan teknologi baru dan sedang mengalami
perkembangana sekarang ini di industri perminyakan. Sedangkan pengertian coiled
tubing adalah suatu tubing yang dapat digulung dan bersifat plastis, terbuat dari bahan
baja yang continue (tidak bersambung). Peralatan dipermukaan coiled tubing tidak tidak
memerlukan lahan yang luas untuk operasinya. Kelebihan-kelebihan dari coiled tubing
tersebut dapat menjadi pilihan teknologi yang diharapkan dalam aplikasi terhadap
operasi dilapangan. Coiled tubing dapat diapakai dalam operasi produksi, operasi
pengeboran dan operasi kerja ulang.
Pada tahun 1988 Dowel schlumberger mengidentifikasikan bahwa coiled tubing
berfungsi sebagai :
1. Penggunaan konvensional :
Pembersihan sumur dan kickoff
Drill Stem Test
Media untuk injeksi fluida untuk stimulasi
Untuk memisahkan zona produksi pada squeeze cementing
2. Penggunaan Unconvensional :
Menurunkan packer dan penataan bridge plugs
Coiled tubing Conveyed perforating(CTCP)
Survei tekanan dan temperatur
Pemasangan gravel pack
Fishing
3.Penggunaan sebagai wireline :
Keperluan logging (pada kondisi open hole dan cased hole)
Perforasi
Penggambaran metoda produksi
Test In-situ stress
4. Pengunaan dan keperluan masa depan :
Untuk keperluan multi zone completion system
Keperluan survey radioaktif
Melewatkan tubing
Down hole traetment dan monitoringnya
Komponen- komponen Coiled tubing
A. Peralatan diatas Permukaan
Peralatan di atas permukaan yang harus tersedia dalam operasi coiled tubing , meliputi :
1. Tubing Injector Heads
Tubing heads didesain untuk tiga fungsi dasar, yaitu :
a) Menyediakan/memberikan daya dorong yang dibutuhkan untuk mendorong
tubing masuk ke dalam sumur.
19
b) Menanggulangi/mengatasi gesekan dari dinding lubang sumur.
c) digunakan untuk mengontrol kecepatan masuknya tubing ke dalam sumur dan
kecepatan pada waktu menarik tubing keluar dari sumur serta menahan seluruh
berat rangkain coiled tubing.
Tubing dapat diangkat atau dapat digunakan untuk mengetahui peralatan downhole
maupun keadaan dasar tubing. Tubing injector head digerakkan rantai menggunakan
tenaga kontra rotating hydraulic motor.
Tubing injector heads terdiri dari beberapa komponen yaitu:
a) Hydroulic motors
Hydraulic motor bertugas memberikan daya tarik yang diperlukan untuk
menggerakkan tubing keluar maupun masuk ke dalam sumur. Dengan cara
mengontrol tekanan dan flowrate dari fluida hidrolik dihubungkan untuk mengontrol
motor, kecepatan dan yang lebih penting lagi energi potensial yang dapat digunakan
oleh injektor head.
b) Drive chains (rantai)
Rantai terdiri dari mata rantai, block pegangan (gripper blocks) dan pada rantai
konvensional digunakan roller bearings. Pada waktu terjadi beban pada rangkaian
tubing yang disebabkan oleh adanya gesekan pada material penyusun blok sangata
penting untuk menjamin effisiensi operasi dari tubing injektor head dan menjaga
keruskan mekanik pada tubing.
c) Chain tensioners
Pada waktu tubing dimasukkan ke dalam sumur, beban pada Inctor chain bertambah
sehingga diperlukan tenaga pada gripper blok untuk mempertahankan daya tarik
efisien. Untuk mengatasi hal ini digunakan tekanan hidrolik pada bagian samping
dari sistem chain tensioner.
d) Gooseneck
Gooseneck berbentuk lengkungan yang mempunyai sudut tertentu berfungsi untuk
menggerakkan tubing masuk injektor head melalui bagian atas dari injektor head
chains.
e) Weight indicator
Weight indicator berfungsi untuk menunjukkan besarnya tegangan yang terjadi pada
tubing yang tergantung dalam sumur mulai dari injector head chains, 0termasuk efek
yang terjadi karena tekanan di kepala sumur maupun efeak bouyancy. Weight
indicator daspat di jalankan dengan cara hydrolic, elektronik maupun kombinasi
diantara keduanya.
2. Coiled Tubing Reel
Coiled tubing reel berfungsi sebagai tempat (wadah) bagi coiled tubing . Coiled tubing
reel terbuat dari baja yang mempunyai diameter tertentu sesuai dengan ukuran dari
coiled tubing. Reel dikendalikan oleh hydraulic motor yang dilengkapi dengan peralatan
untuk menjaga reel dari sistem hydraulic bilamana terjadi kesalahan mekanik ataupun 20
kesalahan operator. Motor menggerakkan rangkaian reel dengan cara memutar rantai
yang dihubngkan dengan gigi-gigi yang terdapat pada reel. Pada beberapa desain reel
terbaru antara motor dan gearbox dibentuk pada satu rangkaian reel.
Coiled tubing reel juga dilengkapi dengan breaking system untuk menjaga putaran reel
(menahan dan melambatkan putaran reel) dan selama control valve dari injector heads
pada posisi netral.
Tubing digulung kedalam reel melaui mekanisme yang disebut levelwind assembly agar
tubing dapat teratur terbungkus di reel. Levelwind assembly memebentuk gulungan
lebar dan dapat diangkat untuk ketinggian yang diinginkan pada jalur antara injector
tubing guide dan reel. Levelwind dilengkapi dengan tubing integrity monitor untuk
menilai dan memperhatikan luar coiled tubing.
3. Power Pack
Power pack berfungsi untuk memberikan tenaga hidrolik untuk mengoperasikan dan
mengontrol unit coiled tubing dengan peralatan pengontrol tekanan. Umumnya power
pack terdiri dari diesel engine sebagai penggerak untuk mengatur system dan sirkulasi
suplai pompa hydraulic dengan tekanan dan laju aliran yang dikehendaki. Diesel engine
dilengkapi dengan sitem protection untuk menjaga kebisingan dalam pengoperasian.
Pressure control valve berfungsi untuk membatasi pengaturan dan sistem tekanan
maksimum pada bagian sirkulasi. Fluida dalam sistem hidroluk dijaga agar tetap bersih
dengan menggunakan filter disetiap bagian.
4. Control Cabin
Adalah suatau ruangan yang merupakan tempat dari control console yang berfungsi
untuk mengontrol pengoperasian dan memonitor component coiled tubing unit.
5. Stripper
Berfungsi untuk memberikan tekanan kecil untuk menutup dan mengerakkan coiled
tubing masuk atau keluar dari sumur sehingga tidak terjadi hubungan antara tekanan
sumur dengan tekanan permukaan. Tekanan pada stripper dapat diatur oleh operator
didalam kontrol kabin.
6. BOP (Blow Out Preventer) Stack
Suatu alat yang melindungi coiled tubing dan mengisolasi tekanan dalam lubang sumur,
melindungi pada saat terjadi situasi darurat (blow out). Terdapat beberapa tipe BOP
Stack :
1. Shear/seal BOP
2. Combi BOP
3. Quad BOP
B. Peralatan di Bawah Permukaan
21
Peralatan di bawah permukaan yang harus tersedia dalam operasi coiled tubing adalah :
1. Connector
Berfungsi untuk menghubungkan bermacam-macam peralatan bawah permukaan
dengan ujung dari coiled tubing.
2. Check Valve
Dihubngkan dengan connector yang berada pada ujung dari coiled tubing yang
berfungsi untuk mencegah masuknya aliran balik fluida sumur ke dalam coiled tubing.
3. Swivel Joint
Digunakan untuk menyusun agar peralatan peralatan bawah permukaan dapat
dirangkaikan secara berurutan dan dapat digerakkan atau diputar. Dapat dilihat pada.
4. Release Joint
Berfungsi untuk melepas string kerja coiled tubing string, metoda yang digunakan
adalah :
a) Tension-Active Release Joint
Dengan menganggap sebagian sebuah titik lemah di dalam tool string sebelum
mengakibatkan beberapa kerusakan dalam tool string retrieve atau coiled tubing,
menggunakan shear pin atau screw.
b) Pressure-Active Release Joint
Digerakkan dengan menggunakan tekanan yang melewati coiled tubing, kemudian
berbalik dengan menggunakan perbedaan tekanan didalam dan diluar coiled tubing,
ini menggunakan semacam bola didalamnya.
5. Debris filter
Digunakan bersama dengan peralatan – peralatan Coiled Tubing di bawah permukaan
yang lain dan sangat peka sebagai penyaring material-material tertentu yang berukuran
kecil.
6 . Nozzle dan Jetting Subs
Salah satu bagian sirkulasi yang pada ujungnya memiliki ukuran yang relatif kecil
dibanding pada bagian lain. Dengan demikian pada bagian yang lebih kecil pancaran
fluidanya akan lebih keras. Biasanya digunakan untuk membersihkan scale yang lunak.
7 .Centralizer
Adalah suatu peralatan bawah permukaan yang berfungsi untuk :
a) Menjaga agar peralatan coiled tubing tetap ditengah-tengah lubang bor.
b) Mencegah rintangan dalam lubang bor.
c) Meminimalkan distorsi
d) Memeberikan stabilitas ketika operasi pemboran
e) Memeberikan tempat untuk aliran fluida.
8 . Jars
Suatu alat yang menghasilkan sebuah efek kejut (sentakan) ke atas terhadap pipa di
bawah jars bila terjadi stuck (jepitan), dapat dilihat pada.
Tipe Jars :
a) Tenaga mekanik22
b) Tenaga hidrolik
c) Fluida (imopact drill)
9. Accelerator
Alat ini digunakan bersama-sama dengan jars dalam operasi pemancingan.
LUMPUR PEMBORAN
Tujuan utama dari sistem sirkulasi pada suatu operasi pemboran adalah untuk mensirkulasikan fluida pemboran (lumpur bor) ke seluruh sistem pemboran, sehingga lumpur bor mampu mengoptimalkan fungsinya. Sistem sirkulasi pada dasarnya terdiri dari empat komponen, yaitu :
1. Fluida pemboran (lumpur bor)2. Tempat persiapkan3. Peralatan sirkulasi4. Conditioning area
LUMPUR PEMBORAN (DRILLING FLUID, MUD)Fluida pemboran merupakan suatu campuran cairan dari beberapa komponen yang
dapat terdiri dari : air (tawar atau asin), minyak, tanah liat (clay), bahan-bahan kimia, gas, udara, busa maupun detergent. Di lapangan fluida dikenal sebagai "lumpur" (mud). Lumpur pemboran merupakan faktor yang penting serta sangat menentukan dalam mendukung kesuksesan suatu operasi pemboran. Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran sangat tergantung pada kinerja lumpur pemboran. Fungsi lumpur dalam suatu operasi pemboran antara lain adalah sebagai berikut :
1. Mengangkat cutting ke permukaan.2. Mendinginkan dan melumasi bit dan drill string.3. Memberi dinding lubang bor dengan mud cake.4. Mengontrol tekanan formasi.
23
5. Membawa cutting dan material-material pemberat pada suspensi bila sirkulasi lumpur dihentikan sementara.
6. Melepaskan pasir dan cutting dipermukaan.7. Menahan sebagian berat drill pipe dan cutting (bouyancy efect).8. Mengurangi effek negatif pada formasi.9. Mendapatkan informasi (mud log, sampel log).10. Media logging.
Komposisi lumpur pemboran. Komposisi lumpur pemboran ditentukan oleh kondisi lubang bor dan jenis formasi yang
ditembus oleh mata bor. Ada dua hal penting dalam penentuan komposisi lumpur pemboran, yaitu :
Semakin ringan dan encer suatu lumpur pemboran, semakin besar laju penembusannya.
Semakin berat dan kental suatu lumpur pemboran, semakin mudah untuk mengontrol kondisi dibawah permukaan separti masuknnya fluida formasi bertekanan tinggi (dikenal sebagai "kick"). Bila keadaan ini tidak dapat diatasi maka akan menyebabkan semburan liar (blowout).
Lumpur umumnya campuran dari tanah liat (clay), biasanya bentonite, dan air yang digunakan untuk membawa cutting ke atas permukaan. Lumpur berfungsi sebagai lubrikasi dan medium pendingin untuk pipa pemboran dan mata bor. Lumpur merupakan komponen penting dalam pengendalian sumur (well-control), karena tekanan hidrostatisnya dipakai untuk mencegah fluida formasi masuk ke dalam sumur. Lumpur juga digunakan untuk membentuk lapisan solid sepanjang dinding sumur (filter-cake) yang berguna untuk mengontrol fluida yang hilang ke dalam formasi (fluid-loss).
Sistem yang paling penting di rig adalah sistem sirkulasi lumpur pemboran. lumpur pemboran dipompakan ke dalam pipa bor yang akan disemprotkan keluar melalui nozzle pada pahat dan kembali ke permukaan melalui ruang antara pipa dan lubang. Lumpur pemboran akan mengangkat potongan-potongan batu yang dibuat oleh pahat (disebut cuttings) ke permukaan. Hal ini mencegah penumpukan serbuk bor di dasar lubang. selama pemboran, lubang sumur selalu penuh terisi lumpur pemboran untuk mencegah mengalirnya fluida seperti air, gas atau minyak dari batuan bawah tanah ke lubang sumur.
Jika minyak atau gas dapat mengalir ke permukaan saat pemboran, akan menyebabkan kebakaran. Bahkan jika hanya air yang mengalir saja dapat menggugurkan lubang dan membuat kita kehilangan sumur. dengan adanya lumpur pemboran, fluida ini tertahan berada di dalam batuan. pemboran sumur di lepas pantai hampir sama dengan pemboran di daratan. Untuk sumur wildcat di lepas pantai, rig dinaikkan di atas barge, anjungan (platform) terapung, atau kapal yang dapat berpindah. apabila lapangan lepas pantai sudah ditentukan, anjungan (platform) produksi akan dipasang untuk membor sumur-sumur lainnya dan memproduksi migas.
24
Karena lumpur pemboran menjaga agar migas tetap berada di dalam batuan, cadangan migas bawah tanah pun dapat dibor tanpa mengindikasikan adanya migas, sehingga diperlukan evaluasi sumur dengan cara menurunkan peralatan rekam wireline. Truk alat rekam dipanggil, menurunkan tabung berisi instrumen yang disebut sonde ke dalam lubang sumur. ketika sonde diangkat keluar lubang, instrumen akan merekam secara elektrik, suara dan radioaktif sifat-sifat batuan dan fluida yang dilaluinya. Pengukuran ini direkam pada kertas panjang bergaris yang disebut well log. well log ini memberi informasi tentang komposisi lapisan batuan, pori-pori, dan fluida yang mungkin ada di dalamnya.
Dari hasil pembacaan well log, sumur dapat saja ditutup dan ditinggalkan sebagai sumur kering atau diselesaikan untuk diproduksikan. pemasangan pipa produksi adalah cara awal menyelesaikan sumur. untuk memasang pipa, pipa baja panjang yang bergaris tengah besar (disebut selubung atau casing) dimasukkan ke dalam sumur. Semen basah dipompakan ke dalam ruang antara casing dan dinding sumur hingga mengeras untuk menjaga lubang sumur. pada kebanyakan sumur, pemasangan casing bertahap yang disebut casing program dilakukan sebagai berikut: bor sumur, pasang casing, bor lebih dalam, pasang casing lagi, bor lebih dalam lagi, dan pasang casing lagi.
Fungsi Lumpur PemboranMenurut Preston L. Moore (1974), lumpur pemboran mulai dikenal pada sekitar tahun
1900-an bersamaan dengan dikenalnya pemboran rotari. Pada mulanya tujuan utama dari lumpur pemboran adalah untuk mengangkat serbuk bor secara kontinyu. Dengan berkembangnya zaman, banyak fungsi-fungsi tambahan yang diharapkan dari lumpur pemboran. Banyak additif dengan berbagai fungsi yang ditambahkan kedalamnya, menjadikan lumpur pemboran yang semula hanya berupa fluida sederhana menjadi campuran yang kompleks antara fluida, padatan dan bahan kimia.
Dari adanya perkembangan dalam penggunaan lumpur hingga saat ini, fungsi-fungsi utama dari lumpur pemboran yang diharapkan adalah sebagai berikut:
1) Mengendalikan tekanan formasi.2) Mengangkat serbuk bor kepermukaan dan membersihkan dasar lubang bor.3) Memberi dinding pada lubang bor dengan mud-cake.4) Melumasi dan mendinginkan rangkaian pipa pemboran.5) Menahan padatan dari formasi dan melepaskannya dipermukaan.Masing-masing fungsi akan dijelaskan satu persatu. Dan dalam penulisan ini yang
berkaitan erat dengan judul penulisan adalah fungsi yang nomor kedua dari kelima fungsi utama dari lumpur pemboran tersebut.
1. Mengendalikan Tekanan FormasiTekanan formasi umumnya adalah sekitar 0,465 psi/ft. Pada tekanan yang normal, air
dan padatan pada pemboran telah dapat untuk menahan tekanan formasi ini. Untuk tekanan yang lebih kecil dari normal (sub-normal) densitas lumpur harus diperkecil supaya perolehan hilang lumpur atau loss circulation tidak terjadi. Tetapi sebaliknya untuk tekanan yang lebih besar dari tekanan normal maka penambahan barite sebagai pemberat perlu dilakukan.
25
2. Mengangkat Serbuk Bor ke Permukaan dan Membersihkan Dasar Lubang Bor.Pembersihan lubang bor adalah fungsi pokok dari lumpur pemboran. Fungsi ini juga
paling sering dilalaikan dan salah dinterpretasikan. Serbuk bor biasanya mempunyai SG sekitar 2,3 samapai 3,0 dan rata-rata adalah 2,5. Jika serbuk bor lebih berat dari lumpur, maka serbuk bor akan jatuh dengan kecepatan yang disebut dengan kecepatan slip.
Kecepatan slip dari serbuk bor dalam aliran fluida, dipengaruhi secara langsung oleh sifat fisik lumpur antara lain kekentalan fluida. Jadi jika kecepatan lumpur di annulus dibatasi oleh kemampuan pompa atau pembesaran lubang, maka lumpur perlu dikentalkan untuk mengurangi kecepatan slip serbuk bor agar lubang bor tetap bersih. Keberhasilan pengangkatan juga dipengaruhi oleh luasan permukaan atau bentuk daripada partikel serbuk bor, semakin besar luasan dari partikel, maka gaya angkat fluida meneruskan tenaga dorong dari pompa akan semakin bagus sehingga kecepatan slip serbuk bor juga bisa dikurangi dengan memperbaiki sifat-sifat fisik lumpur, disamping itu juga mengoptimalkan tekanan pemompaan. Bentuk fisik daripada partikel serbuk bor tergantung juga kepada jenis formasi yang ditembus.
Pada aliran laminer kecepatan fluida pada sisi dinding lubang bor sangatlah kecil sehingga efek torsi mudah terjadi karena ujung alirannya yang parabolik, hal ini akan menyebabkan serbuk bor mudah jatuh lagi ke dasar lubang bor, ini akan dapat menghambat berhasilnya pengangkatan serbuk bor. Pengangkatan serbuk bor akan mendapatkan hasil yang lebih bagus dengan menggunakan aliran turbulen, karena distribusi kecepatannya datar bukan parabolik seperti pada aliran laminer.
Kekurangannya adalah mudah terjadi pengikisan lubang bor bila formasi yang ditembus tidak kompak, hal ini akan mengakibatkan runtuhnya dinding lubang bor yang menyebabkan semakin mengendapnya serbuk bor dan tidak terangkatnya serbuk bor dengan baik.
Lumpur dasar air dapat dikentalkan dengan menambahkan bentonite, dengan menambahkan banyak padatan, dengan flokulasi padatan atau dengan additif khusus. Jadi ada beberapa pilihan, dan penentuan pilihan tergantung dari tujuan lain yang ingin dicapai. Bentonite adalah pilihan yang murah, tetapi jika ada masalah hilang air, maka harus ditambah pengencer untuk mencegah flokulasi.
Hasil yang didapat mungkin hanyalah sedikit penambahan pada kapasitas pengangkatan dan masalah dalam lubang tetap terjadi. Penambahan banyak padatan akan menaikkan densitas, pilihan ini tidak dianjurkan jika tidak digunakan untuk tujuan mengontrol tekanan. Penerapan flokulasi lumpur adalah pilihan yang mudah dan murah, tetapi juga dibatasi oleh masalah hilang air. Additif khusus mungkin merupakan pilihan yang paling tepat, tetapi hal ini akan menaikkan biaya lumpur.
Lumpur pemboran yang baik untuk pembersihan dasar sumur apabila memiliki karakteristik mengencer akibat gesekan (shear thining) yang baik, karena semakin bersih lubang bor berarti semakin bagus pula pengangkatan serbuk bornya sampai kepermukaan.
3. Memberi dinding Pada Lubang Bor Dengan Mud Cake.
26
Lumpur akan membuat mud cake atau lapisan zat padat tipis didinding formasi permeabel (lulus air), pembentukan mud cake ini akan menyebabkan tertahannya aliran fluida masuk ke formasi (adanya aliran yang masuk yaitu cairan plus padatan menyebabkan padatan tertinggal/tersaring). Mud Cake yang dikehendaki adalah mud cake yang tipis karena dengan demikian lubang bor tidak dipersempit dan cairan tidak banyak yang hilang. Sifat wall building ini dapat diperbaiki dengan penambahan :
a. Sifat koloid drilling mud dengan bentonite.b. Memberi zat kimia untuk memperbaiki distribusi zat padat dalam lumpur dan
memperkuat mud cake.
4. Melumasi dan Mendinginkan Pahat.Panas yang ditimbulkan terjadi karena gesekan pahat serta drillstring dengan formasi.
Konduksi formasi umumnya kecil, sehingga sukar sekali menghilangkan panas dalam waktu cepat, tetapi umumnya dengan adanya aliran lumpur telah cukup untuk mendinginkan sistem serta melumasi pahat. Umur pahat bisa lebih lama sehingga biaya pergantian pahat bisa ditekan, karena dengan tertembusnya formasi yang cukup keras, kalau tidak terlumasi dengan baik, bit akan cepat tumpul sehingga daya tembusnya menjadi lambat dan memperlambat proses pemboran.
5. Menahan Padatan Dari Formasi dan Melepaskannya di Permukaan.Lumpur pemboran yang baik mempunyai sifat tixotropi yang menyebabkan partikel-
partikel padatan dapat dibawa sampai kepermukaan, dan menahannya didalam lumpur selama sirkulasi berhenti. Kemampuan lumpur untuk menahan serbuk bor selama sirkulasi dihentikan terutama tergantung terhadap gel strength, dengan cairan menjadi gel tekanan terhadap gerakan serbuk bor kebawah dapat dipertinggi. Serbuk bor dapat ditahan agar tidak turun kebawah, karena bila ia mengendap dibawah bisa menyebabkan akumulasi serbuk bor dan pipa akan terjepit. Selain itu ini akan memperberat kerja pompa untuk memulai sirkulasi kembali. Tetapi gel yang terlalu besar akan berakibat buruk juga, karena akan menahan permbuangan serbuk bor dipermukaan (selain pasir). Penggunaan alat seperti desander dan shale shaker dapat membantu pengambilan serbuk bor dari lumpur dipermukaan. Patut ditambahkan bahwa pasir harus dibuang dari lumpur karena sifatnya yang abrassive pada pompa, sambungan-sambungan
Pemeliharaan Pompa-pompa di Rig Pemboran Pompa lumpur adalah suatu alat untuk memompakan cairan dengan mengubahtenaga
mekanis menjadi tenaga hidrolis. Fungsinya untuk memberikan dayahidrolis berupa tekanan dan volume aliran/debit lumpur, dengan mengalirkanlumpur dari tangki melalui manifold stand pipe masuk ke drill string, menuju ke nozzle pahat dengan mengefektifkan jet velosity-nya. Kemudian dengan tekananyang dihasilkan oleh pompa lumpur, cairan pemboran akan membawa serbuk bordari dasar lubang menuju permukaan melalui annulus.
Sedangkan prinsip kerja pompa triplex single acting itu sendiri adalahdengan satu kali gerakan bolak-balik akan menghasilkan satu kali kerja. Dimana pada saat piston bergerak ke
27
belakang terjadi langkah pengisapan sehingga liner terisi oleh cairan. Karena pompa triplex bekerja cepat maka pengisian liner dilakukan oleh pompa centrifugal sebagai super charging-nya. Sedangkan pada saat piston bergerak ke depan, maka terjadi langkah penekanan (discharge) sehingga volume cairan yang ada di salam liner terdorong keluar menuju discharge manifold.
Tipe Lumpur PemboranSesuai dengan lithologi dan stratigrafi yang berbeda-beda untuk setiap lapangan, serta
tujuan pemboran yang berbeda-beda (eksplorasi, pengembangan, kerja ulang) kita mengenal type/ sistim lumput yang berbeda-beda pula, seperti :
1) Sistim Lumpur Tak Terdispersi (Non Dispersed). Termasuk diantaranya lumpur tajak untuk permukaan dan sumur dangkal dengan treatment yang sangat terbatas.
2) Sistim Lumpur Terdispersi untuk sumur yang lebih dalam yang membutuhkan berat jenis yang lebih tinggi atau kondisi lubanh yang problematis. Lumpur perlu didispersikan menggunakan dispersant seperti senyawa Lignosulfonat, Lignite serta Tannin
3) Lime Mud (Calcium Treated Mud), sistim Lumpur yang mengandalkan ion-ion Calcium untuk melindungi lapisan formasi shale yang mudah runtuh karena me-nyerap air.
4) Sistim Lumpur Air Garam yang mengandalkan larutan garam (NaCl, KCl)) untuk mengurangi pembasahan formasi oleh air.
5) Sistim Lumpur Polymer yang mengandalkan polymer-polymer seperti Poly Acrylate, Xanthan Gum, Cellulosa untuk melindungi formasi dan mencegah terlarutnya cuttings kedalam lumpur bor. Sistim ini dapat ditingkatkan kemam-puannya dengan menambahkan daram KCl atau NaCl, sehingga sistim ini disebut Salt Polymer System.
6) Oil Base Mud. Untuk membor lapisan formasi yang sangat peka terhadap air, digunakan sistim lumpur yang menggunakan minyak sebagai medium pelarut. Bahan-bahan kimia yang dipakai haruslah dapat larut atau kompatibel dengan minyak., berbeda dengan bahan kimia yang larut dalam air. Sistim Lumpur ini Sistim Lumpur ini sangat handal melindungi desintefrasi formasi, tahan suhu tinggi, akan tetapi kecuali mahal juga kurang ramah lingkungan
7) Sistim Lumpur Synthetis menggunakan fluida sintetis dar jenis ester, ether, dan poly alha olefin, untuk menggantikan minyak sebagai medium pelarut. Lumpur ini sekwaalitas dengan Oil Based Mud, ramah lingkungan, akan tetapi dianggap teralu mahal.
Bahan Kimia LumpurSeperti kita ketahui, berbagai aditif berupa bahan kimia (baik yang diproduksi khusus
untuk keperluan lumpur pemboran maupun bahan kimia umum) dan mineral dibutuhkan untuk memberikan karakeristik pada lumpur pemboran. Bahan-bahan tesebut dapat diklasifikasi sebagai berikut:
28
1) Viscosifiers (bahan pengental) seperti Bentonite, CMC, Attapulgite dan polymer2) Weighting Materials (Pemberat): Barite, Calcium Carbonate, Garam2 terlarut.3) Thinners (Pengencer): Phosphates, Lignosulfonate, Lignite, Poly Acrylate4) Filtrat Reducers : Starch, CMC, PAC, Acrylate, Bentonite, Dispersant5) Lost Circulation Materials : Granular, Flake, Fibrous, Slurries6) Aditif Khusus: Flocculant, Corrosion Control, Defoamer, pH Control, Lubricant
PENGGUNAAN TEKNOLOGI VIBROSEISMIC DALAM PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK
Suatu reservoir minyak akan menurun kemampuannya dalam berproduksi akibat
terbatasnya tekanan alamiah reservoir dan kehilangan tekanan selama proses produksi
berlangsung. Pada saat produksi berlangsung, tekanan reservoir akan terus menurun
sehingga laju produksi yang dihasilkan pada proses produksi tahap pertama (primary
recovery) akan semakin kecil dan cenderung menjadi tidak menguntungkan lagi.
Jumlah minyak yang dapat diproduksi pada tahap pertama berkisar antara 10 % sampai
dengan 30 % dari jumlah total minyak awal yang terdapat di dalam reservoir. Oleh
karena itu jumlah minyak yang masih tersisa dalam reservoir setelah produksi tahap
pertama tersebut masih sangat besar.
Proses perolehan minyak tahap pertama merupakan proses perolehan dengan
menggunakan tenaga pendorong alami, seperti tenaga pendorong gas terlarut (solution
gas drive), tenaga pendorong air (water drive), dan tenaga pendorong tudung gas (gas
cap drive). Mengingat masih cukup besarnya minyak yang tersisa setelah produksi
tahap pertama, maka untuk mengatasi hal tersebut diupayakan suatu usaha untuk
meningkatkan perolehan minyak. Metode peningkatan perolehan minyak tahap lanjut ini
dikenal dengan metode peningkatan perolehan tahap kedua (secondary recovery) dan
metode peningkatan perolehan tahap ketiga (tertiary recovery). Metode perolehan
minyak tahap kedua mengacu pada teknik yang bertujuan untuk mempertahankan
29
tekanan reservoir, seperti injeksi air atau injeksi gas. Sedangkan metode peningkatan
perolehan minyak tahap ketiga mengacu pada semua teknik yang diaplikasikan
sesudah teknik perolehan tahap kedua.Teknik perolehan minyak tahap kedua dan tahap
ketiga biasa dikenal dengan teknik peningkatan perolehan minyak (enhanced oil
recovery – EOR). Secara umum EOR didefinisikan sebagai teknik peningkatan
perolehan minyak dengan melakukan injeksi material, yang secara normal material
tersebut tidak berada di reservoir. Definisi EOR tersebut mencakup semua jenis proses
perolehan minyak (drive, push-pull, dan well treatment) dan melingkupi berbagai teknik
peningkatan perolehan dengan menggunakan bahan kimia (chemicals agent).
Dari berbagai kajian teoritis, eksperimen di laboratorium, dan lapangan dewasa ini,
maka diperkenalkan suatu metode EOR yang baru yaitu vibroseismik (VibroSeismic
Impact Technology – VSIT). Pada prinsipnya, metode ini menerapkan stimulasi
gelombang elastik ke dalam reservoir dengan menggunakan vibrator dari permukaan.
Vibroseismik bukan merupakan pengganti metode EOR konvensional, tetapi dapat
digunakan sebagai alternatif atau sebagai alat pelengkap agar metode yang telah ada
menjadi lebih efektif dan optimal. Vibrasi seismik, berdasarkan eksperimen lapangan,
telah digunakan untuk mendapatkan peningkatan perolehan yang cukup sukses di
lapangan minyak Negara Rusia. Berdasarkan eksperimen laboratorium vibrasi seismik
dapat memperbesar pori batuan pada kasus tertentu, menurunkan viskositas,
meningkatkan permeabilitas, menurunkan tegangan permukaan, dan mengubah
komposisi fluida yang ada. Mengacu pada hal tersebut, maka vibrasi seismik ternyata
dapat memperbaiki mobilitas minyak. Keunggulan teknologi vibroseismik dibanding
teknologi lainnya adalah biaya operasinya yang relatif murah dan tidak merusak
lingkungan.
Teknologi eksploitasi baru dari Rusia untuk meremajakan lapangan tua marginal (kurang
ekonomis) yaitu teknologi yang menggunakan vibroseis truk dengan roda setinggi
manusia dewasa itu menurunkan pelat besi di perutnya dan beratnya bisa mencapai 27
ton. Perlahan pelat baja berukuran 1 x 1,5 meter itu mulai bergetar dan memukul tanah
di bawahnya dengan irama tetap. Getaran seismik yang mencapai kedalaman ratusan
meter tersebut bisa membangunkan ladang-ladang minyak tua kembali berproduksi.
Sepintas teknik vibroseismik ini terlihat amat mudah. Cuma getarkan, tunggu sebulan,
minyak pun menyembur. Tapi, sesungguhnya tak sesederhana itu karena untuk
menentukan lokasi penggetaran saja tidak asal-asalan. Ada perhitungan yang harus
dilakukan dan perlu teknik monitoring untuk memperkirakan di mana letak yang baik.
Setelah menentukan beberapa titik lokasi yang harus digetar, truk pun mulai beraksi.
Untuk satu titik, truk itu bisa bergetar 3 – 6 jam sehari. Keesokannya, truk pindah ke titik
lain atau tetap pada titik yang sama sesuai dengan kondisi ladang minyak. Kegiatan ini
bisa berlangsung 1 – 3 bulan. Reaksi getaran itu bisa langsung dirasakan dengan
peningkatan produksi minyak sepekan setelah digetarkan. Namun, ada pula yang
responsnya baru terlihat pada enam bulan pasca penggetaran. Dalam beberapa kasus,
lapangan tetangga yang berjarak beberapa kilometer juga ikut “bangun”.
KenaikanRecovery Factor yang diperoleh dari tiap – tiap sumur bervariasi, ada yang
30
10% sampai 70%. Kadar minyak juga bisa meningkat, ada satu lapangan minyak dari
10% menjadi 90%.
Suatu studi laboratorium yang dilakukan oleh Tutuka Ariadji, dkk di laboratorium ITB,
vibrasi menyebabkan peningkatan harga porositas efektif batuan sebesar 1% sampai
10% dari harga porositas sebelum vibrasi. Adanya pengaruh dari penggetaran
(frekuensi dan amplitudo) terhadap Saturasi Minyak Sisa (Sor) yaitu dapat menurunkan
Sor sampai 55 %, menaikkan Permeabilitas Relatif Minyak (kro) sampai 73 %, menaikkan
Permeabilitas Relatif Air (krw) sampai 76% dari harga awalnya. Pada umumnya,
kenaikan krw lebih tinggi dari pada kenaikan kro atau terjadi kenaikan kadar air untuk
frekwensi 10 Hz.
Mekanisme vibroseismik dalam peningkatan perolehan minyak dan gas memiliki
dampak pada dua segi, yaitu segi batuan dan fluida yang terdapat di dalam batuan
tersebut. Dari segi fluida, getaran yang diberikan akan menambah energi yang nantinya
akan mengurangi tekanan kapiler, sekaligus tegangan permukaan. Pada beberapa
percobaan yang dilakukan, terdapat juga perubahan viskositas fluida setelah diberi efek
getaran. Dari segi batuan, pemberian getaran ini akan memperbesar nilai porositas dan
permeabilitas batuan tersebut. Besar kandungan clay juga merupakan faktor yang
mempengaruhi hal tersebut.
Meski demikian, tidak semua lapangan minyak cocok menggunakan teknologi ini. Hanya
lapangan minyak di darat atau dekat pantai dan memiliki 20° – 38° API. Sifat geologi
juga mempengaruhi efektivitasnya. Batuan pasir (sandstone) lebih ramah dibanding
gambut atau batu bara, karena lapisan gambut dan batubara meredam frekuensi dan
amplitude yang dihantarkan dari vibroseis truk.
Teknik vibrasi ini sebetulnya bekerja dengan cara menghilangkan gesekan atau
tegangan permukaan antara minyak dan batuan di sekitarnya. Sebagai contoh,
permukaan air yang bisa bergerak sampai ke mulut botol bila diberi getaran. Tegangan
permukaan air dengan dinding botol hilang sehingga air bisa tumpah keluar.
Teknik ini paling ekonomis dan effisien dibanding teknik Enhanced Oil Recovery (EOR)
yang ada karena tidak memerlukan infrastruktur baru dan tidak perlu penambahan
sumur pemboran yang baru dan dapat juga diterapkan dengan metode EOR yang lain
secara bersamaan. Teknologi menginjeksikan air ke dalam sumur untuk mendorong 31
minyak keluar selain tidak ekonomis untuk lapangan kecil, juga perlu filter yang mahal.
Sedangkan injeksi uap panas bisa mengakibatkan minyak justru meleleh. Selain dari
pada itu, teknologi vibroseismik ini merupakan metode yang paling ramah terhadap
lingkungan dibandingkan dengan metode lain.
LEDAKAN (SUMUR PENGEBORAN)
Sebuah ledakan adalah tidak terkontrolnya penggunaan fluida formasi dari baik ,
biasanya untuk minyak bumi produksi, setelah sistem kontrol tekanan telah gagal. [1]
Penyebab ledakan gasLedakan A disebabkan saat kombinasi kontrol dengan baik sistem gagal -
terutamapengeboran lumpur hidrostatik dan preventers blow-out (BOP) - dan tekanan
formasi pori lebih besar dari lubang sumur tekanan di kedalaman.
Ketika seperti insiden terjadi, fluida formasi mulai mengalir ke dalam lubang sumur dan
menaiki dan anulus / atau di dalam pipa bor , dan umumnya disebut tendangan . Jika
sumur tidak ditutup, tendangan dapat dengan cepat meningkat menjadi ledakan ketika
fluida formasi mencapai permukaan, terutama bila cairan adalah gas yang cepat
mengembang karena mengalir ke atas lubang sumur dan mempercepat untuk
dekatkecepatan suara . Ledakan gas dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan
pada rig pengeboran, cedera atau kematian personil rig, dan kerusakan pada
lingkungan jika hidrokarbon tumpah.
Sebelum pengembangan pukulan-out preventers, ledakan gas umum selama operasi
pengeboran, dan disebut sebagai gushers .Pembentukan tendangan
32
Tendangan dapat menjadi hasil dari kontrol kepadatan lumpur yang tidak benar, sebuah
overpressured terduga (dangkal) kantong gas, atau mungkin akibat dari hilangnya cairan
pengeboran untuk formasi disebut zona pencuri . Jika baik adalah pengembangan baik
(dan bukan kucing liar), zona ini pencuri harus sudah diketahui oleh driller dan bahan
yang tepat kehilangan kontrol akan digunakan. Namun, kehilangan cairan tak terduga
dapat terjadi jika formasi retak suatu tempat di bagian terbuka-lubang, menyebabkan
cepat hilangnya tekanan hidrostatik dan aliran mungkin memungkinkan cairan formasi
ke dalam lubang sumur. (Lihat "ledakan Underground" diskusi di bagian berikutnya.)
Dangkal kantong gas overpressured umumnya tak terduga dan biasanya menyebabkan
tendangan lebih keras karena ekspansi gas yang cepat segera.
Cara utama untuk mendeteksi tendangan adalah perubahan relatif dalam tingkat
sirkulasi kembali ke permukaan ke dalam lubang lumpur. Kru pengeboran atau insinyur
lumpur melacak tingkat dalam lubang lumpur, dan peningkatan dalam tingkat ini akan
menunjukkan bahwa zona tekanan yang lebih tinggi telah ditemukan di bit. Sebaliknya,
penurunan tingkat ini akan mengindikasikan kehilangan sirkulasi ke formasi (yang
mungkin memungkinkan masuknya fluida formasi dari zona lain jika kepala hidrostatik
pada kedalaman berkurang dari kurang dari satu kolom penuh lumpur). Tingkat
pengembalian lumpur juga dapat diawasi secara ketat agar sesuai dengan tingkat yang
sedang dipompa ke bawah pipa bor. Jika tingkat pengembalian lebih lambat dari yang
diharapkan, berarti sejumlah lumpur sedang hilang ke zona pencuri, tapi ini belum tentu
namun tendangan (dan mungkin tidak pernah menjadi satu). Dalam kasus zona tekanan
yang lebih tinggi, peningkatan kembali lumpur akan melihat sebagai masuknya
pembentukan mendorong lumpur pengeboran ke permukaan pada tingkat yang lebih
tinggi.
Respon pertama yang mendeteksi tendangan akan mengisolasi lubang sumur dari
permukaan dengan mengaktifkan BOP dan mendekati sumur. Kemudian kru
pengeboran akan berusaha untuk beredar di lebih berat cairan membunuh untuk
meningkatkan tekanan hidrostatik (kadang-kadang dengan bantuan dari kontrol
baik perusahaan).Dalam prosesnya, masuknya cairan akan perlahan-lahan beredar
keluar dengan cara yang terkendali, berhati-hati untuk tidak membiarkan gas apapun
untuk mempercepat sampai lubang sumur terlalu cepat dengan mengontrol tekanan
casing dengan tersedak pada jadwal yang telah ditetapkan. Dalam membunuh
sederhana, setelah lumpur kill-berat telah mencapai bit tekanan casing yang
dimanipulasi untuk menjaga bor pipa tekanan konstan (asumsi tingkat memompa
konstan), ini akan memastikan memegang tekanan dasar sumur konstan
memadai. Tekanan casing secara bertahap akan meningkat dengan siput kontaminan
mendekati permukaan jika masuknya adalah gas, yang akan memperluas ketika
bergerak meningkatkan tekanan annulus dan secara keseluruhan di kedalaman secara
bertahap menurun. Efek ini akan semakin berkurang jika cairan masuknya terutama air
garam. Dan dengan cairan pengeboran berbasis minyak dapat bertopeng pada tahap
33
awal mengendalikan tendangan karena masuknya gas dapat larut ke dalam minyak di
bawah tekanan di kedalaman, hanya untuk keluar dari solusi dan memperluas lebih
cepat karena masuknya yang mendekati permukaan.Setelah semua kontaminan telah
beredar keluar, tekanan casing harus telah mencapai nol.
Kadang-kadang, bagaimanapun, perusahaan bor underbalanced untuk lebih baik,
tingkat penetrasi lebih cepat dan dengan demikian mereka "bor untuk iseng" karena
secara ekonomis lebih sehat untuk mengambil waktu untuk membunuh tendangan dari
mengebor kehilangan keseimbangan (yang menyebabkan tingkat penetrasi lebih
lambat). Dalam keadaan ini, selalu dengan teknisi ahli di rig, memanggil spesialis "well
control" mungkin tidak diperlukan.
LedakanKetika semua kontrol yang dijelaskan di atas gagal, ledakan terjadi. Ledakan gas yang
berbahaya karena mereka dapat mengeluarkan tali bor keluar dari sumur, dan gaya dari
fluida dapat melarikan diri cukup kuat untuk merusak rig pengeboran . Ledakan gas
sering menyalakan karena adanya sumber pengapian, dari percikan api dari batuan
yang dikeluarkan bersama dengan cairan mudah terbakar, atau hanya dari panas yang
dihasilkan oleh gesekan. (Jarang gas mengalir akan berisi hidrogen sulfida yang
beracun dan operator minyak mungkin memutuskan untuk memicu aliran untuk
mengubah ini untuk bahan kurang berbahaya.) Sebuah perusahaan kontrol juga akan
perlu untuk memadamkan api dengan baik dan / atau topi dengan baik, dan mengganti
kepala casing dan hanggar.
Kadang-kadang, ledakan gas bisa begitu kuat bahwa mereka tidak dapat langsung
dikendalikan dari permukaan, terutama jika ada begitu banyak energi di zona mengalir
yang tidak menguras signifikan selama ledakan. Dalam kasus tersebut, sumur lainnya
(disebut bantuan sumur) dapat dibor untuk memotong dengan baik atau saku, untuk
memungkinkan membunuh-berat cairan yang akan diperkenalkan di kedalaman.
(Berlawanan dengan apa yang mungkin disimpulkan dari, sumur istilah tersebut
umumnya tidak digunakan untuk membantu meringankan tekanan menggunakan
beberapa outlet dari zona ledakan.)
Sebuah "ledakan bawah tanah" adalah situasi khusus di mana cairan dari zona tekanan
tinggi mengalir tidak terkendali ke zona tekanan rendah di dalam bagian terbuka dari
lubang sumur. Biasanya mereka datang lubang sumur untuk formasi dangkal (biasanya
dekat sepatu casing terakhir) yang telah retak dari efek keseluruhan kepala lumpur
hidrostatik ditambah tekanan casing yang dikenakan pada saat tendangan
awal.Ledakan gas bawah tanah bisa sangat sulit untuk membawa di bawah kontrol
meskipun tidak ada aliran keluar di lokasi bor itu sendiri. Namun, jika dibiarkan, dalam
waktu cairan dapat menemukan jalan mereka ke permukaan di tempat lain di sekitar
(mungkin "kawah" rig), atau mungkin menekan zona lainnya, sehingga menimbulkan
masalah saat mengebor sumur berikutnya
34
KERUSAKAN FORMASI DAN SUMUR
Kontak antara formasi dengan fluida lain adalh dasar yang menyebabkan kerusakan formasi. Adapun yang dimaksud fluida disini adalah lumpur pemboran, fluida workover, fluida perforasi ataupun dari fluida reservoir itu sendiri dimana karakteristik reservoirnya telah berubah. Beberapa kemungkinan mekanisme terjadinya kerusakan formasi meliputi :
1. Penyumbatan yang berasosiasi dengan padatan.Penyumbatan oleh padatan dapat terjadi pada permukaan formasi, lubang perforasi atau pada formasi itu sendiri. Penyumbatan oleh padatan tersebut berupa material pemberat, clay, material loss circulation, pengendapan scale dan asphalt.
2. Padatan sangat kecil.Padatan yang dimaksud berupa oksida besi atau partikel silikat lain. Padatan ini sering terbawa oleh aliran dan akhirnya terendapkan dalam pori-pori pada permeabilitas relatif formasi dan akan berkembang menjadi penyumbat yang serius.
Klasifikasi Mekanisme Kerusakan FormasiMekanisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan formasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :1. Penyumbatan partikel pada ruang poriKetika partikel-partikel halus melalui media berpori, seringkali terendapkan di saluran rongga pori yang mengakibatkan penurunan permeabilitas. Partikel-partikel besar yang tertransport ke permukaan media porous akan menutup pori-pori permukaan dan membentuk filter cake eksternal. Partikel kecil yang melewati media porous dapat menempel pada permukaan badan pori yang menyebabkan penurunan kecil
35
permeabilitas atau dapat menutup rongga pori yang secara efektif menyumbat ruang pori. Penutupan dapat terjadi ketika partikel kira-kira berukuran 1/3 hingga 1/7 dari rongga pori atau lebih.
2. Migrasi partikel halusPartikel halus yang menyebabkan penymbatan dapat berasal dari luar atau media porous itu sendiri. Pergerakan partikel halus kemungkinan disebabkan oleh perubahan komposisi kimia air atau secara mekanik yaitu karena gaya gesek pergerakan fluida. Kerusakan formasi sering disebabkan oleh dispersi partikel lempung halus ketika salinitas air konat menurun atau komposisi kimia berubah.
3. Presipitasi kimiaPresipitasi padatan dari garam (senyawa anorganik) atau minyak mentah (senyawa organik) dalam formasi dapat menyebabkan kerusakan formasi hebat ketika padatan tersebut menymbat ruang pori. Presipitasi dapat juga terjadi akibat perubahan tekanan dan temperatur di sekitar lubang sumur atau alterasi komposisi fasa oleh fluida injeksi.Presipitasi anorganik dikarenakan adanya ion bivalen seperti kalsium atau barium, yang berkombinasi dengan karbonat atau sulfat. Ion-ion dalam larutan air konat di reservoir mula-mula berada pada kesetimbangan kimia dengan mineral formasi. Perubahan komposisi air garam/formasi menyebabkan presipitasi.Awalnya air formasi jenuh dengan kalsium bikarbonat, peningkatan konsentrasi pada sisi kiri persamaan di atas atau penurun konsentrasi pada sisi kanan akan mendorong reaksi ke kanan dan kalsium karbonat terpresipitasi.Penambahan ion kalsium dan penghilangan CO2 akan menyebabkan presipitasi. Jadi injeksi fluida dengan kandungan kalsium tinggi seperti fluida komplesi CaCl2 pada reservoir dengan konsentrasi bikarbonat tinggi akan menimbulkan kerusakan formasi. Begitu juga dengan penurunan tekanan di sekitar lubang sumur yang menyebabkan pembebasan CO2 dari air formasi sehingga terjadi presipitasi.Senyawa organik yang biasa menyebabkan kerusakan formasi adalah wax/lilin (parafin) dan aspaltin. Presipitasi wax terjadi ketika temperatur turun atau komposisi kimia minyak berubah karena pembebasan gas akibat penurunan tekanan. Aspaltin merupakan golongan aromatik dengan berat molekul tinggi dan senyawa naftena yang terdispersi secara koloid dalam minyak mentah (Schechter, 1992). Kondisi koloid stabil dengan adanya resin dalam minyak mentah, ketika resin hilang, aspaltin terflokulasi hingga menciptakan partikel yang cukup menyebabkan kerusakan formasi. Perubahan kimia dalam minyak yang menurunkan konsantrasi resin yang dapat menimbulkan pengendapan aspaltin.
4. Emulsi, perubahan permeabilitas relatif dan wetabilitasKerusakan formasi dapat disebabkan oleh perubahan fluidanya sendiri seperti perubahan viskositas minyak atau permeabilitas relatif. Namun sifatnya sementara karena fluida bergerak dan secara teoritis dapat digerakkan dari sekitar lubang sumur. Emulsi air dalam minyak di sekitar lubang sumur dapat menyebabkan kerusakan formasi karena viskositas emulsi lebih besar daripada viskositas minyak. Biasanya emulsi terbentuk oleh percampuran secara mekanik minyak dan air, yang merusak salah satu fasanya dalam bentuk gelembung kecil yang terdispersi dalam fasa lainnya. Pembentukan emulsi mungkin secara kimia melalui pemasukan surfactan atau partikel halus yang cenderung menstabilkan gelembung kecil.
36
Peningkatan saturasi air di sekitar lubang sumur dapat menurunkan permeabilitas minyak sehingga menimbulkan kerusakan formasi, yang disebut blok air. Unsur kimia tertentu dapat mengubah wetabilitas formasi sehingga merubah permeabilitas relatif secara keseluruhan dalam formasi. Jika formasi water wet berubah menjadi oil wet maka permeabilitas relatif minyak mengalami penurunan besar di sekitar lubang sumur.
5. MekanikKerusakan formasi dapat juga diakibatkan penghancuran fisik atau kompaksi batuan saat perforasi, ataupun keruntuhan material formasi lemah di sekitar lubang sumur. Keruntuhan tersebut mungkin terjadi pada formasi yang rapuh atau formasi yang menjadi lemah karena acidizing.
6. BiologisSumur yang diinjeksi air akan rentan terhadap kerusakan formasi akibat bakteri di lingkungan sekitar lubang sumur. Bakteri yang terinjeksi, terutama anaerobik dapat tumbuh cepat dalam formasi dan menyumbat ruang pori dengan bakteri itu sendiri atau dengan presipitasi yang dihasilkan oleh aktifitas organisme. Untuk mencegah kerusakan formasi biologis tersebut maka air injeksi dirawat dengan bactericides.
Penyebab Terjadinya Kerusakan FormasiAdanya formation damage (kerusakan formasi) dan pengurasan permeabilitas efektif minyak pada zona produktif disekitar lubang bor akan menyebabkan kerusakan formasi. Kerusakan ini dapat terjadi pada waktu pemboran, well completion, dan operasi produksi. Penurunan permeabilitas ini akibat adanya material lain yang masuk kedalam porositas batuan dan naiknya produksi air dan gas (Schechter R.S., 1992; Allen T.O., 1982).
1. Kerusakan Formasi Akibat Operasi PemboranUntuk menahan dinding lubang bor agar tidak runtuh pada saat operasi pemboran digunakan lumpur pemboran. Pada beberapa kasus lumpur pemboran masuk kedalam formasi. Masalah yang akan timbul adalah untuk formasi yang mengandung clay sehingga akan terjadi reaksi kimia antara filtrat lumpur pemboran dengan clay disekitar lumpur pemboran. Akibat reaksi kimia ini akan menyebabkan pengembangan, dehidrasi atau terdepresinya sebagian lempung yang mengakibatkan tertutupnya porositas batuan. Hal ini sering disebut dengan clay blocking.Kerusakan formasi lain akibat operasi pemboran yaitu berupa invasi partikel padatan pemboran kedalam formasi. Invasi lumpur pemboran dapat dibagi tiga yaitu:A. Filtrasi Dinamik
Filtrasi dinamik adalah filtrasi yang terjadi pada saat sirkulasi lumpur serta pada saat drill string berotasi. Filtrasi ini mengandung air filtrat yang paling dominan hingga mencapai 10% – 90% dari volume filtratnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya filtrasi dinamik adalah: Kecepatan aliran lumpur Jenis lumpur Tekanan filtrasi Viskositas lumpur Temperatur lumpur
37
Dengan adanya sirkulasi lumpur maka lumpur akan bersifat dinamik sehingga akan mengikis transisi dari shear strength rendah antara mud cake dan lumpur. Hal yang dimikian akan menyebabkan terjadinya pengendapan dari hasil kikisan sebelumnya.
B. Filtrasi StatikFiltrasi statik adalah filtrasi dimana tidak terjadi sirkulasi lumpur pemboran dan rotasi drill string. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya filtrasi statik adalah:
Jenis lumpur Tekanan filtrasi Viskositas lumpur Temperatur lumpurTerinvasinya filtrat lumpur kedalam formasi yang paling serius adalah pada saat
permulaan dimana mud cake belum terbentuk. Terinvasinya filtrat lumpur pemboran disebut Surge Loss. Filtrasi pada saat pemboran akan melalui tiga tahap yaitu:
1. Periode surge, yaitu sebelum terbentuknya cake pada dinding sumur. 2. Periode transisi, yaitu filtrat cake sudah terbentuk tetapi belum sempurna
(tekanan gradien rekah belum sempurna). 3. Periode gradien, yaitu saat volume filtrat sudah tetap atau tebal mud cake
sudah stabil.
C. Filtrasi Dibawah BitFiltrasi dibawah bit adalah filtrasi dinamik yang terinvasi melalui bawah bit, yang sebenarnya dianggap tidak serius. Invasi dibawah bit ini tergantung pada beberapa faktor:
Kecepatan lumpur pemboran Porositas batuan Permeabilitas Perbedaan tekanan bit dengan formasinya Radius sumur
2. Kerusakan Formasi Akibat Operasi KomplesiPada saat sumur selesai dikomplesi akan disertai adanya kerusakan formasi antara lain semen, perforasi, dan formation fracturing. Adanya invasi semen diakibatkan karena adanya rate sirkulasi yang tinggi, tidak adanya mud cake (disini lubang sumur dibersihkan dari mud cake sebelum operasi penyemenan dimulai), tekanan hidrostatik serta viskositas semen. Penurunan laju produksi sumur dapat diakibatkan oleh adanya penymbatan lubang perforasi oleh ion organik maupun anorganik sehingga tekanan turun dan temperatur naik.Tingkat kekerasan formasi bertambah dengan adanya beban pada casing, semen serta runtuhnya formasi. Untuk formasi yang bersifat unconsolidated pada saat komplesi, pasir akan ikut terproduksikan bersama fluida hidrokarbon.
3. Kerusakan Formasi Akibat Operasi ProduksiKerusakan formasi pada saat produksi dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yang meliputi:A. Endapan Organik
Untuk jenis hidrokarbon berat seperti asphalt akan terendapkan didalam tubing, lubang perforasi, dan formasi karena adanya penurunan tekanan dan temperatur disekitar lubang bor selama proses produksi berlangsung. Fraksi hidrokarbon yang terendapkan akan membentuk kristal. Sebab lain adalah penurunan
38
temperatur sehingga menyebabkan reaksi kimia antara minyak mentah dan asam organik.
B. Endapan Silt dan ClayUntuk formasi unconsolidated, problem sumur berupa terikutnya partikel padatan yang menyebabkan rusaknya formasi itu sendiri serta rusaknya peralatan produksi.
C. Gas BlockingDengan diproduksikannya minyak akan diikuti dengan turunnya tekanan reservoir sampai dibawah tekanan bubble point (Pb) minyak sehingga akan menyebabkan gas lebih banyak keluar dari larutannya. Keluarnya gas dari larutan akan sebanding dengan laju produksi. Akumulasi gas pada lubang perforasi disebut dengan Gas Blocking.
D. Water BlockingWater blocking dan water encroshment akan menyebabkan naikknya water oil ratio. Water encroshment dipengaruhi oleh permeabilitas batuan khususnya yang berlapis-lapis yang akan menyebabkan air terproduksi ke sumur bersama-sama dengan minyak. Water coning sensitif terhadap rate produksi serta stabil seiring dengan kenaikan permeabilitas terhadap saturasi air. Water coning akan terjadi melalui lapisan semen yang rekah, akibat adanya water blocking.
Penyebab Terjadinya Kerusakan SumurProblem mekanis yang terjadi pada suatu sumur perlu diperhatikan karena hal ini akan mempersulit pengontrolan sumurnya, sehingga apabila tidak diatasi sejak dini akan menimbulkan kafatalan.Secara garis besar penyebab terjadinya kerusakan sumur dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kerusakan yang terjadi pada bawah permukaan dan kerusakan yang terjadi pada atas permukaan.1. Kerusakan yang Terjadi pada Bawah PermukaanKerusakan ini pada umumnya adalah:a. Kebocoran casing/tubingPenyebab terjadinya kebocoran casing/tubing ini adalah proses korosi dan collapse (sambungan pada casing). Korosi pada casing/tubing disebabkan adanya kandungan H2S, CO2, HCl, mud acid atau perbedaan potensial/kontak dua macam fluida yang berbeda kegaramannya sehingga menyebabkan pengikisan kimiawi (non-abrasi) pada dinding casing terutama bagian dalamnya, sehingga makin lama makin tipis dan akhirnya bocor.Kebocoran casing itu selanjutnya dapat mengakibatkan terjadinya komunikasi zona-zona lain dengan zona produktif dan akan mengakibatkan laju produksi minyak turun.b. Kerusakan primary cementingPrimary cementing adalah penyemenan pertama yang dilakukan langsung setelah casing dipasang begitu operasi pemboran selesai.
Tujuan primary cementing adalah: Memisahkan lapisan yang akan diproduksi dengan yang tidak Mencegah mengalirnya fluida dari satu lapisan ke lapisan yang lain Melindungi pipa dari tekanan formasi Menutup zona loss circulation Mencegah proses korosi pada casing oleh fluida formasi
39
Sebab-sebab terjadinya kerusakan primary cementing adalah adanya tekanan yang besar pada operasi workover atau kualitas semen dan pengerjaannya yang kurang baik.c. Kerusakan peralatan produksi bawah permukaan
Kerusakan peralatan produksi bawah permukaan antara lain: Tubing atau packer bocor Kerusakan pada casing atau tubing Kesalahan atau kerusakan pada artificial lift Kerusakan pada plug
Adapun problem di atas harus ditangani sejak dini dengan melakukan recompletion (komplesi kembali secara keseluruhan sehingga baik/sempurna).
2. Kerusakan yang Terjadi pada Atas Permukaana. Penggantian atau modifikasi X-ma treePekerjaan ini dilakukan untuk meningkatkan laju produksi dimana diinginkan hasil yang optimum dan efisien, serta diinginkannya produksi melalui dual completion.b. Penggantian jenis bean atau chokeHal ini berkaitan erat dengan keadaan pasaran minyak dunia yang sering berfluktuasi.
STUDI PERENCANAAN CHEMICAL INJECTION DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI RESERVOIR
Alasan dilakukan EOR adalah dari hasil perkiraan-perkiraan reservoir tersebut masih
mempunyai jumlah cadangan yang cukup besar, tetapi tekanannya sudah menurun
sehingga apabila dilakukan produksi tahap lanjut maka hasilnya masih menguntungkan.
Sekarang makin banyak digunakan metode EOR pada awal kehidupan suatu reservoir atau
sebelum produksi secara alamiah yang ekonomis berakhir. Pemakaian suatu metode
40
EOR tentunya harus dipastikan lebih dahulu apakah penerapan metode EOR yang dipilih
itu dapat dibayar oleh kelebihan perolehan minyak dibandingkan dengan perolehan
secara alamiah.
Injeksi kimia adalah salah satu dari metode EOR. Prinsip dari metoda ini adalah
menambahkan zat kimia kedalam reservoir dengan jalan injeksi dan bertujuan untuk
mengubah sifat-sifat fisik/kimia fluida reservoir dengan fluida pendesak. Sasaran
utamanya adalah untuk mengurangi tekanan kapiler atau menaikkan viscositas fluida
pendesak agar dapat memperbaiki efisiensi pendesakan (Ed) dan effisiensi penyapuan
(Es).
Kondisi reservoir yang perlu diperhatikan pada proses kimia ini adalah temperatur, jenis
reservoir dan mekanisme pendorong reservoir. Jenis reservoir disini menyangkut ada
tidaknya tudung gas, sebab adanya tudung gas dapat menyebabkan masuknya sebagian
minyak yang terdesak kedaerah yang mempunyai saturasi gas 100 % sehingga minyak
terperangkap. Jenis mekanisme water drive pada reservoir mengakibatkan konsentrasi
zat kimia yang diperlukan untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air menjadi
bertambah banyak.
Permeabilitas reservoir juga merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses
kimia karena menyangkut kemampuan batuan dalam mengalirkan fluida. Permeabilitas
yang sesuai untuk proses kimia dapat berkisar antara 20-2500 md.
Pada prinsipnya metoda pendesakan fluida kimia dibedakan atas dua tujuan, tergantung
fluida yang digunakan yaitu :
1. Memperbaiki mobilitas ratio antara fluida pendesak dengan fluida reservoir (minyak),
sehingga effisiensi penyapuan (Es) menjadi besar.
2. Memperkecil dan mengurangi gaya-gaya antar permukaan dari sistem batuan-fluida
reservoir, sehingga effisiensi pendesakan (Ed) meningkat.
Umumnya pendesakan kimia tidak dilakukan secara terpisah tetapi merupakan suatu kombinasi
pendesakan tertentu untuk mendapatkan kondisi yang optimum. Menurut jenisnya pendesakan
kimia dapat dibagi menjadi :
Injeksi Polimer (Polymer Flooding)
Injeksi Surfactant (Surfactant Flooding)
Injeksi Alkaline (Alkaline Flooding)
Sebelum dilakukan proses Chemical flooding maka diperlukan studi pendahuluan yang meliputi :
1. Perolehan data-data
A. Sifat fisik batuan reservoir :
Permeabilitas rata-rata dalam berbagai luasan reservoir.
Data porositas dalam berbagai luasan reservoir.
Heterogenitas reservoir mengenai perubahan permeabilitas dalam setiap ketebalan.
B. Sifat fisik fluida.
Meliputi : gravitasi, faktor volume formasi dan viscositas sebagai fungsi saturasi fluida.
C. Distribusi saturasi air.
Distribusi saturasi sesudah dan sebelum injeksi.
D. Model Geologi.
41
Diperlukan pengetahuan tentang model geologi yang dapat diterapkannya waterflooding
dengan tepat, pengetahuan meliputi stratigrafi dan struktur.
E. Sejarah produksi dan tekanan.
Identifikasi mengenai mekanisme pendorong selama produksi tahap awal seperti : water
drive, gas cap drive, solution gas drive, segregation drive atau combination drive.
Perkiraan minyak yang tersisa setelah produksi awal serta distribusi tekanan dalam
reservoir.
F. Air untuk injeksi.
Air untuk injeksi harus mempunyai syarat-syarat :
Tersedia dalam jumlah yang cukup selama masa injeksi.
Tidak mengandung padatan-padatan yang tidak dapat larut.
Secara kimiawi stabil dan tidak mudah bereaksi dengan elemen-elemen yang terdapat
dalam sistem injeksi dan reservoir.
2. Simulasi reservoir.
Simulasi dibuat berdasarkan data-data diatas, simulasi dapat dibuat dalam sistem 1
dimensi, 2 dimensi dan 3 dimensi dengan teknik numeric.
3. Laboratorium.
Diadakan penelitian laboratorium untuk mencari kecocokan antara
prosesChemicalflooding dengan sifat batuan dan fluidanya.
4. Pilot project.
Mencoba mengaplikasikan ke dalam permasalahan di lapangan. Ada dua jenis pola
injeksi yang umum digunakan, yaitu pola five-spot dan single injeksion. Kedua pola ini
dapat memaksimalkan jumlah migrasi minyak.
5. Monitoring.
Melihat dan mengevaluasi hasil yang diperoleh dari lapangan. Untuk mengamati apakah
tidak tejadi aliran minyak yang keluar dari pilot area.
6. Resimulasi.
Hasil yang diperoleh dari lapangan dibandingkan dengan simulasi reservoir yang dibuat,
kemudian mengadakan penyesuaian antara kondisi lapangan dengan simulasi reservoir.
7. Evaluasi ekonomi.
Meliputi : Perkiraan biaya yang dibutuhkan, perhitungan-perhitungan dan presentasi.
Penentuan Lokasi Sumur Injeksi-Produksi
Pada umumnya sumur-sumur yang sudah ada sebelum injeksi dipergunakan secara
maksimal pada waktu berlangsungnya injeksi nanti. Jika masih dibutuhkan sumur-sumur
baru maka perlu ditentukan lokasinya. Untuk memilih lokasi sebaiknya digunakan peta
distribusi cadangan minyak tersisa. Di daerah yang sisa minyaknya masih besar mingkin
diperlukan lebih banyak sumur produksi daripada daerah yang cadangan minyaknya
sedikit. Peta isopermeabilitas juga membantu dalam memilih arah aliran supaya
penembusan fluida injeksi (breakthrough) tidak terjadi terlalu dini.
Penentuan Pola Sumur Injeksi-Produksi
Salah satu cara untuk meningkatkan faktor perolehan minyak adalah dengan membuat pola
sumur injeksi-produksi. Tetapi harus tetap memegang prinsip bahwa sumur yang sudah
42
ada harus dapat dipergunakan semaksimal mungkin pada waktu berlangsungnya injeksi
nanti.
Pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan pola sumur injeksi produksi tergantung pada :
1. Tingkat keseragaman formasi, yaitu penyebaran permeabilitas kearah lateral maupun
kearah vertikal.
2. Struktur batuan reservoir meliputi patahan, kemiringan dan ukuran.
3. Sumur-sumur yang sudah (lokasi dan penyebaran)
4. Topografi
5. Ekonomi
Pada operasi Chemicalflooding atupun waterflooding sumur-sumur injeksi dan produksi
umumnya dibentuk dalam suatu pola tertentu yang beraturan, misalnyqa pola tiga titik, lima titik,
tujuh titik, dan sebagainya. Pola sumur dimana sumur produksi dikelilingi oleh sumur-sumur
injeksi disebut dengan pola normal. Sedangkan bila sebaliknya sumur-sumur produksi
mengelilingi sumur injeksi disebut pola inverted. Masing-masing pola mempunyai jalur arus
berbeda-beda sehingga memberikan luas daerah penyapuan yang berbeda-beda. Pola-pola
yang paling umum digunakan :
1. Direct line drive : sumur injeksi dan produksi membentuk garis tertentu dan saling
berlawanan. Dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam sistem, ini adalah jarak
antara sumur-sumur sejenis (a) dan jarak antara sumur-sumur tak sejenis (b).
2. Staggered line drive : sumur-sumur yang membentuk garis tertentu dimana sumur injeksi
dan produksinya saling berlawanan dengan jarak yang sama panjang, umumnya adalah
a/2 yang ditarik secara lateral dengan ukuran tertentu.
3. Four spot : terdiri dari tiga jenis sumur injeksi yang membentuk segitiga dan sumur
produksi terletak ditengah-tengahnya.
4. Five spot : pola yang paling dikenal dalam waterflooding dimana sumur injeksi
membentuk segi empat dengan sumur produksi terletak ditengah-tengahnya.
5. Seven spot : sumur-sumur injeksi ditempatkan pada sudut-sudut dari bentuk
hexagonal dan sumur produksinya terletak ditengh-tengahnya.
Usaha pemecahan masalah dalam melakukan pengembangan lapangan dapat dilakukan
dengan menggunakan simulator CMG (Computer Modeling Group). Adapun langkah-langkah
pengerjaan dalam simulator, yaitu :
1. Persiapan Data
Untuk dapat melakukan simulasi reservoar, diperlukan data-data input untuk dapat
mempresentasikan kondisi reservoar sebaik mungkin dan mendiskripsikan struktur
geologi lapangan yang akan dimodelkan. Data yang diperlukan untuk simulasi reservoir
antara lain adalah data geologi, data batuan, data fluida data sumur dan dataequilibrium.
Data geologi meliputi peta top struktur, peta bottom struktur dan petaisopach. Data
batuan meliputi porositas, permeabilitas, kompresibilitas batuan, saturasi dan tekanan
kapiler. Data fluida meliputi viskositas, kompressibilitas fluida dan faktor volume formasi.
Data sumur meliputi kedalaman perforasi, diameter tubing dan tekanan alir dasar sumur.
Data equilibrium meliputi kedalaman datum, tekanan reservoir dan temperatur reservoir.
2. Inisialisasi
43
Inisialisasi merupakan proses pengkajian ulang data yang dimasukkan ke dalam simulator
apakah sudah lengkap atau belum dan proses menghitung cadangan dihitung
berdasarkan model yang telah dibuat. Cadangan yang dihasilkan kemudian
dibandingkan dengan cadangan yang dihitung dengan Metode Volumetris.3. History Matching
Sebelum memutuskan suatu model digunakan untuk prediksi harus dilakukan penyelarasan
(matching) antara data produksi model simulasi dengan data produksi aktual agar kondisi
dan kinerja model reservoir hasil simulasi mirip atau sama dengan kondisi dan kinerja
reservoir aslinya.
4. Prediksi
Prediksi merupakan tahap akhir dalam simulasi reservoir setelah proses history matching
selesai. Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui perilaku reservoir pada proses simulasi
untuk masa yang akan datang. Ketepatan hasil peramalan melalui model reservoir
dipengaruhi oleh kualitas hasil dari penyelarasan.
Peramalan yang dapat dilakukan melalui model dengan menggunakan simulator yaitu :
Hubungan tekanan reservoir dengan produksi kumulatif fluida
Hubungan laju produksi dengan waktu
Peningkatan recovery factor untuk berbagai skenario
Jumlah dan penyebaran titik injeksi yang optimum
HASIL YANG DIHARAPKAN
Dalam melakukan simulasi diharapkan dapat mengetahui kemampuan reservoir tersebut di
waktu yang akan datang dengan melakukan berbagai skenario. Hasil yang diharapkan
dalam simulasi antara lain :
Mengetahui performance reservoir pada waktu tertentu
Memberikan berbagai usulan skenario untuk meningkatkan recovery factor dari reservoir
yang bersangkutan
Memilih skenario yang sesuai untuk meningkatkan recovery factor dari reservoir tersebut.
Merencanakan tahap lanjut untuk dilakukannya injeksi kimia dari hasil simulasi reservoir
yang bersangkutan.
44
INJEKSI SURFACTANT
Chemical Flooding (Injeksi Kimia) adalah salah satu jenis metode pengurasan minyak tahap
lanjut (EOR) dengan jalan menambahkan zat-zat kimia ke dalam air injeksi untuk menaikkan
perolehan minyak sehingga akan menaikkan efisiensi penyapuan dan atau menurunkkan
saturasi minyak sisa yang tertinggal di reservoir.
Injeksi kimia memiliki prospek yang bagus, pada reservoir-reservoir yang telah sukses dilakukan
injeksi air dengan kandungan minyak yang masih bernilai ekonomis. Tetapi pengembangannya
masih lambat, karena biaya dan resiko yang tinggi serta teknologinya yang kompleks. Beberapa
faktor yang dirasakan penting dalam menentukan keberhasilan suatu injeksi kimia ialah :
Kedalaman
Tingkat heterogenitas reservoir
Sifat-sifat petrofisik
Kemiringan
Mekanisme pendorong
Cadangan minyak tersisa
Saturasi minyak tersisa
Viskositas minyak
Ada 3 tipe umum yang termasuk dalam injeksi kimia, yaitu Injeksi Polymer, Injeksi Surfactant,
dan Injeksi Alkaline. Tetapi seiring dengan perkembangan penelitian, ada kombinasi antara
injeksi surfactant dan injeksi polymer atau yang lebih dikenal dengan nama Micellar-Polymer
Flooding.
45
Injeksi Polymer meliputi penambahan bahan pengental (thickening agent) ke dalam air injeksi
untuk meningkatkan viskositasnya. Bahan pengental yang biasa dipakai adalah polymer. Metode
ini memiliki keuntungan dapat mengurangi volume total air yang diperlukan untruk mencapai
saturasi minyak sisa dan meningkatkan efisiensi penyapuan karena memperbaiki perbandingan
mobilitas minyak-air.
Kadang sering dipakai berselang-seling dengan surfactant. Injeksi surfactant betujuan untuk
menurunkan tegangan antar muka dan mendesak minyak yang tidak terdesak hanya dengan
menggunakan pendorong air sehingga menaikkan efisiensi pendesakan dalam skala pori. Injeksi
alkaline merupakan sebuah proses dimana pH air injeksi dikontrol pada harga 12-13 untuk
memperbaiki perolehan minyak, biasanya dilakukan dengan penambahan NaOH. Untuk micellar-
polymer flooding akan memberikan tingkat perolehan minyak yang lebih besar dibanding dengan
ketiga injeksi kimia lainnya, dikarenakan micellar-polymer flooding dapat meningkatkan efisiensi
penyapuan dan efisiensi pendesakan sehingga akan meningkatkan mobilitas minyak di
reservoir.
Injeksi SurfactantInjeksi surfactant digunakan untuk menurunkan tegangan antarmuka minyak-fluida injeksi
supaya perolehan minyak meningkat. Jadi effisiensi injeksi meningkat sesuai dengan penurunan
tegangan antarmuka (L.C Uren and E.H Fahmy). Ojeda et al (1954) mengidentifikasikan
parameter-parameter penting yang menentukan kinerja injeksi surfactant, yaitu :
•Geometri pori
•Tegangan antarmuka
•Kebasahan atau sudut kontak
•ΔP atau ΔP/L
•Karakteristik perpindahan kromatografis surfactant pada sistem tertentu
Injeksi surfactant ini ditujukan untuk memproduksikan residual oil yang ditinggalkan oleh water
drive, dimana minyak yang terjebak oleh tekanan kapiler, sehingga tidak dapat bergerak dapat
dikeluarkan dengan menginjeksikan larutan surfactant. Percampuran surfactant dengan minyak
membentuk emulsi yang akan mengurangi tekanan kapiler.
Setelah minyak dapat bergerak, maka diharapkan tidak ada lagi minyak yang tertinggal. Pada
surfactant flooding kita tidak perlu menginjeksikan surfactant seterusnya, melainkan diikuti
dengan fluida pendesak lainnya, yaitu air yang dicampur dengan polymer untuk meningkatkan
efisiensi penya¬puan dan akhirnya diinjeksikan air.
Untuk memperbaiki kondisi reservoir yang tidak diharapkan, seperti konsentrasi ion bervalensi
dua, salinitas air formasi yang sangat tinggi, serta absorbsi batuan reservoir terhadap larutan
dan kondisi-kondisi lain yang mungkin da¬pat menghambat proses surfaktan flooding, maka
perlu ditambahkan bahan-bahan kimia yang lain seperti kosurfaktan (u¬mumnya alkohol) dan
larutan NaCl. Disamping kedua additive diatas, yang perlu diperha¬tikan dalam operasi
surfaktan flooding adalah kualitas dan kuantitas dari zat tersebut.
Pada dasarnya ada dua konsep yang telah dikembangkan dalam penggunaan surfactant untuk
meningkatkan perolehan minyak. Konsep pertama adalah larutan yang mengandung surfactant
46
dengan konsentrasi rendah diinjeksikan. Surfactant dilarutkan di dalam air atau minyak dan
berada dalam jumlah yang setimbang dengan gumpalan-gumpalan surfactant yang dikenal
sebagai micelle. Sejumlah besar fluida (sekitar 15 – 60% atau lebih) diinjeksikan ke dalam
reservoir untuk mengurangi tegangan antarmuka antara minyak dan air, sehingga dapat
meningkatkan perolehan minyak.
Pada konsep kedua, larutan surfactant dengan konsentrasi yang lebih tinggi diinjeksikan ke
dalam reservoir dalam jumlah yang relatif kecil (3 – 20% PV). Dalam hal ini, micelles yang
terbentuk bisa berupa dispersi stabil air di dalam hidrokarbon atau hidrokarbon di dalam air.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya surfactant pada permukaan air/minyak antara
lain :
Jenis asam organik yang terkandung
Komposisi kimiawi minyak mentah
Kadar wax, dan sebagainya
Penelitian yang mendalam mengenai faktor-faktor ini belum pernah dilakukan. Oleh karena itu,
didalam prakteknya, harus kasus perkasus perlu diteliti. Dengan melihat kenyataan bahwa
penurunan tegangan antarmuka yang drastis dapat memperbesar recovery, maka percobaan
pemakaian surfactant yang dimanufaktur kemudian banyak dilakukan. Dan juga jenis minyak
buminya tidak lagi tergantung pada berapa acid numbernya.
Dasar pertimbangan yang diguankan untuk memilih metoda pendesakan surfactant pada suatu
reservoir, yang diperoleh dari data empiris diantaranya meliputi
1. Sifat fisik fluida reservoir yang terdiri dari : gravity minyak, viskositas minyak, komposisi
dan kandugan kloridanya.
2. Sifat fisik batuan reservoir yang terdiri dari : saturasi minyak sisa, tipe formasinya,
ketebalan, kedalaman, permeabilitas rata-rata dan temperaturnya.
Kriteria seleksi untuk injeksi surfactant yang diharapkan dapat menghasilkan perolehan optimum
adalah sebagai berikut :
1.Kualitas crude oil
Gravity : > 25 API
Viskositas : < 30 cp
Permeabilitas rata-rata (mD) : < 250
Kandungan klorida : < 20000 ppm
Saturasi minyak sisa : > 20
Jenis batuan : Sandstone
Komposisi diutamakan minyak menengah ringan (Light Intermediate)
2.Surfactant dan polimer
Ukuran dari slug adalah 5 – 15% dari volume pori (PV) untuk sistim surfactant yang tinggi
konsentrasinya sedangkan untuk yang rendah besarnya 15 – 50% dari volume pori (PV).
Konsentrasi polimer berkisar antara 500 – 2000 mg/i
Volume polimer yang diinjeksikan kira-kira 50% dari volume pori.
47
3.Kondisi reservoir
Saturasi minyak >30% PV
Tipe fomasi diutamakan sandstone
Ketebalan formasi > 10 ft
Permeabilitas > 20 md
Kedalaman < 8000 ft
Temperatur < 175F
4.Batasan lain
Penyapuan areal oleh water floding sebelum injeksi surfactant diusahakan lebih besar
dari 50%
Diusahakan formasi yang homogen
Tidak terlalu banyak mengandung annydrite, pysum atau clay.
Salinitas lebih kecil dari 20000 ppm dan kandungan ion divale (Ca dan Mg) lebih kecil
dari 500 ppm.
Sifat – sifat SurfactantSurfactant adalah bahan kimia yang molekulnya selalu mencari tempat diantara dua fluida yang
tidak mau bercampur dan surfactant mengikat kedua fluida tersebut menjadi emulsi. Surfactant
yang berada di dalam slug harus dibuat agar membentuk micelle, yaitu surfactant yang aktif dan
mampu mengikat air dan minyak pada konsentrasi tertentu. Jika konsentrasinya masih kecil,
maka campuran surfactant tersebut masih berupa monomor (belum aktif). Untuk itu setiap slug
perlu diketahui CMC-nya (Critical Micelles Cocentration) yaitu konsentrasi tertentu, sehingga
campuran surfactant yang semula monomor berubah menjadi micelle.
Surfactant yang umum dipakai dalam proses eksploitasi EOR adalah sodium sulfonate yang
ionik bermuatan negatif. Sedangkan jenis lain jarang dipakai. Larutan surfactant yang biasa
digunakan di lapangan untuk pendesakan minyak sisa hasil pendorongan air, terdiri dari
komponen surfactant, air, minyak dan alkohol sebagai kosurfactant. Campuran cairan surfactant
ini diijeksikan ke dalam reservoir sebagai slug kemudian didorong oleh larutan polimer untuk
memperbaiki mobilitas aliran, selanjutnya diikuti pendorongan air agar hemat bahan polimer.
Slug yang biasa digunakan dari 5 - 15 % PV (Pore Volume), diharapkan kemampuannya
menghasilkan tambahan perolehan diatas perolehan jika digunakan secondery recovery.
Variabel–variabel yang mempengaruhi Injeksi SurfactantVariabel-variabel yang mempengaruhi injeksi surfactant diantaranya adalah adsorbsi,
konsentrasi slug surfactant, clay, salinitas.
•Adsorbsi
Persoalan yang dijumpai pada injeksi surfactant adalah adsorbsi batuan reservoir terhadap
larutan surfactant. Adsorbsi batuan reservoir pada slug surfactant terjadi akibat gaya tarik-
menarik antara molekul-molekul surfactant dengan batuan reservoir dan besarnya gaya ini
tergantung dari besarnya afinitas batuan reservoir terhadap surfactant. Jika adsorbsi yang terjadi
kuat sekali, maka surfactant yang ada dalam slug surfactant menjadi menipis, akibatnya
kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air semakin menurun.
48
Mekanisme terjadinya adsorbsi adalah sebagai berikut, surfactant yang dilarutkan dalam air yang
merupakan microemulsion diinjeksikan ke dalam reservoir. Slug surfactant akan mempengaruhi
tegangan permukaan minyak-air, sekaligus akan bersinggungan dengan permukaan butiran
batuan. Pada saat terjadi persinggungan ini molekul-molekul surfactant akan ditarik oleh
molekul-molekul batuan reservoir dan diendapkan pada permukaan batuan secara kontinyu
sampai mencapai titik jenuh. Akibatnya kualitas surfactant menurun karena terjadi adsorbsi
sehingga mengakibatkan fraksinasi, yaitu pemisahan surfactant dengan berat ekivalen rendah
didepan dibandingkan dengan berat ekivalen tinggi.
•Konsentrasi Slug Surfactant
Konsentrasi surfactant juga berpengaruh besar terhadap terjadinya adsorbsi batuan reservoir
pada surfactant. Makin pekat konsentrasi surfactant yang digunakan, maka akan semakin besar
adsorbsi yang diakibatkannya mencapai titik jenuh.
•Clay
Terdapatnya clay dalam reservoir harus diperhitungkan karena clay dapat menurunkan recovery
minyak, disebabkan oleh sifat clay yang suka air (Lyophile) menyebabkan adsorbsi yang terjadi
besar sekali. Untuk reservoir dengan salinitas rendah, peranan clay ini sangat dominan.
•Salinitas
Salinitas air formasi berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan minyak-air oleh
surfactant. Untuk konsentrasi garam-garam tertentu, NaCl akan menyebabkan penurunan
tegangan permukaan minyak-air tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena ikatan kimia yang
membentuk NaCl adalah ikatan ion yang sangat mudah terurai menjadi ion Na+ dan ion Cl-,
begitu juga halnya dengan molekul-molekul surfactant.Di dalam air ia akan mudah terurai
menjadi ion RSO3- dan H+. Konsekuensinya bila pada operasi injeksi surfactant terdapat garam
NaCl, maka akan membentuk HCl dan RSO3Na, dimana HCl dan RSO3Na buakan merupakan
zat aktif permukaan dan tidak dapat menurunkan tegangan permukaan minyak-air.
Selain mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air, garam NaCl juga mengakibatkan
fraksinasi surfactant yang lebih besar, sampai batuan reservoir tersebut mencapai titik jenuh.
Mekanisme Injeksi SurfactantLarutan surfactant yang merupakan microemulsion yang diinjeksikan ke dalam reservoir, mula-
mula bersinggungan dengan permukaan gelembung-gelembung minyak melalui film air yang
tipis, yang merupakan pembatas antara batuan reservoir dan gelembung-gelembung minyak.
Surfactant memulai perannya sebagai zat aktif permukaan untuk menurunkan tegangan
permukaan minyak-air. Pertama sekali molekul-molekul surfactant yang mempunyai rumus kimia
RSO3H akan terurai dalam air menjadi ion-ion RSO3- dan H+. Ion-ion RSO3- akan
bersinggungan dengan gelembung-gelembung minyak, ia akan mempengaruhi ikatan antara
molekul-molekul minyak dan juga mempengaruhi adhesion tension antara gelembung-
gelembung minyak dengan batuan reservoir, akibatnya ikatan antara gelembung-gelembung
minyak akan semakin besar dan adhesion tension semakin kecil sehingga terbentuk oil bank
didesak dan diproduksikan.
Pada operasi di lapangan, setelah slug surfactant diinjeksikan kemudian diikuti oleh larutan
polimer. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya fingering dan chanelling. Karena surfactant
+ kosurfactant harganya cukup mahal, di satu pihak polymer melindungi bank ini sehingga tidak
49
terjadi fingering menerobos zone minyak dan di lain pihak melindungi surfactant bank dari
terobosan air pendesak.
Agar slug surfactant efektivitasnya dalam mempengaruhi sifat kimia fisika sistem fluida di dalam
batuan reservoir dapat berjalan baik, maka hal-hal diatas harus diperhatikan. Misalnya mobilitas
masing-masing larutan harus dikontrol. Mobilitas slug surfactant harus lebih kecil dari mobilitas
minyak dan air didepannya. Pelaksanaan di lapangan untuk injeksi surfactant meliputi sistem
perlakuan terhadap air injeksi, sistem pencampuran slug surfactant dan sistem injeksi fluida.
Sistem Injeksi FluidaInjeksi fluida ke dalam reservoir dengan melalui beberapa sumur umumnya dilakukan dengan
memakai sistem manifold. Karena biasanya digunakan pompa positive displacement untuk
menginjeksikan fluida di dalam reservoir, laju aliran volumetris total dapat dikontrol, untuk melihat
program injeksi secara keseluruhan.
Tanpa alat pengontrol aliran pada masing-masing sumur, aliran relatif ditentukan dengan
mengukur daya tahan aliran dalam aliran masing-masing sumur injeksi. Untuk mengimbangi
injeksi yang tak terkontrol, dibutuhkan beberapa jenis kontrol aliran pada masing-masing sumur.
Jika fluida yang diinjeksikan adalah atau slug tercampur (miscible slug), throttling valve
sederhana cukup untuk mengukur aliran. Jika sejumlah sumur mendapat fluida dari satu pompa
dalam jumlah yang besar, alat-alat pengontrol dapat menjadi tidak stabil karena seluruh sistem
saling berhubungan. Perubahan sedikit saja pada perawatan throttling pada sumur
menyebabkan perubahan aliran di sebuah sumur yang lainnya, karena laju alir total tetap
konstan. Namun sistem ini tetap dapat bekerja jika cukup memonitoring terhadap laju injeksi
pada masing-masing sumur.
Performance Reservoir Setelah Injeksi SurfactantPerformance reservoir setelah injeksi surfactant pada dasarnya tidak sama antara satu reservoir
dengan reservoir lainnya, tergantung pada karakteristik reservoir tersebut yang lebih sesuai atau
tepat untuk pelaksanaan injeksi surfactant. Namun dari data-data yang diperoleh dari
keberhasilan injeksi surfactant pada sumur-sumur produksi yang telah dilakukan, dapat diambil
performance reservoir setelah injeksi surfactant.
Perolehan minyak yang dapat diharapkan dari injeksi surfactant adalah sekitar 82% dari OOIP,
atau bahkan lebih jika dilkakukan injeksi surfactant di laboratorium dengan memakai model
batupasir. Namun keseluruhan dari injeksi surfactant dapat dihasilkan perolehan minyak yang
lebih besar daripada injeksi air konvensional. Sedangkan perolehan minyak tambahan adalah
sekitar 15% dari residual oil reserves. Untuk reservoir dengan kandungan minyak kental atau
reservoir minyak berat, perolehan yang mungkin didapat adalah sekitar 30%. Selain itu, reservoir
dengan solution gas drive perolehan yang dapat diharapkan lebih kecil, yaitu sekitar 15% dan
untuk reservoir dengan water drive, injeksi gas atau gravity drainage sekitar 10%.
50
Laju produksi minyak selama injeksi surfactant meningkat. Perolehan minyak bertambah jika
ukuran buffer mobilitas semakin besar. Perolehan minyak maksimum dengan injeksi surfactant
terjadi pada harga salinitas (kadar garam) yang optimal.
51