Download - Bab IV Pembahasan
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan pada
An D dengan Dengue Haemorrhagic Fever di ruang Edelweis RS dr. REHATTA
KELET JEPARA. Pembahasan ini ditinjau dari proses keperawatan dengan
menggunakan tinjauan kasus dan tinjauan teori. Penulis akan membahas
keberhasilan dari pemecahan-pemecahan masalah yang muncul pada pasien dari
askep pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, impelementasi, evaluasi.
A. Pengkajian
Dari hasil pengkajian An D dengan Dengue Haemorrhagic Fever didapat
bahwa klien mengalami keluhan badannya panas dan terasa lemas. Kemudian
di dalam teori atau konsep dasar bahwa pasien dengan Dengue Haemorrhagic
Fever adalah penyakit demam akut, dengan ciri-ciri demam manifestasi
perdarahan, dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan
kematian (Mansjoer, 2009).
B. Diagnosa keperawatan
1. Diagnosa pertama : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih.
Kekurangan volume cairan adalah penurunan cairan intravaskuler, cairan
interstiil, dan cairan interseluler. Ini berkaitan dengan dehidrasi kehilangan
air bersamaan dengan perubahan kandungan sodium.
75
76
Dengan batasan karakteristik mayor adalah individu memperlihatkan
atau melaporkan kelemahan, peningkatan suhu tubuh, penurunan tekanan
darah, penurunan denyut nadi, penurunan turgor kulit, penurunan
pengeluaran urine, menurunnya pengisian vena, membrane mucus kering,
kehilangan berat badan secara tiba – tiba (Rosernberg, 2010).
Diagnosa ini ditegakan pada An D karena pasien mengatakan badannya
panas, tubuh terasa lemah, mukosa bibir kering, penurunan volume urine,
kepala pusing.
Diagnosa ini menjadi diagnosa prioritas pertama karena ini menjadi
keluhan utama pasien dan berdasarkan Kebutuhan Dasar Manusia menurut
maslow kebutuhan fisiologi. Hal ini sesuai dengan teori kebutuhan
menurut Hierarki Maslow yang diperluas oleh kalish bahwa kebutuhan
fisiologi terletak pada tingkat pertama yaitu kebutuhan bertahan hidup.
Selain itu didukung dengan adanya batasan karakteristik kelemahan,
peningkatan suhu tubuh, penurunan tekanan darah, penurunan denyut nadi,
penurunan turgor kulit, penurunan pengeluaran urine, menurunnya
pengisian vena, membrane mucus kering, kehilangan berat badan secara
tiba – tiba (Carpenito, 2007).
2. Diagnosa kedua : Hipertermi berhubungan dengan kecepatan metabolisme
meningkat.
Pengertian dari hipertermia adalah suatu keadaan dimana individu
mengalami atau beresiko mengalami peningkatan suhu lebih dari 37,30C
karena kerentanan terhadap faktor faktor eksternal. Adapun batasan
karakteristik dari diagnosa ini adalah mayor: suhu lebih dari 380C, kulit
77
hangat, takikardi. Minor :kulit kemerahan, peningkatan kedalaman
pernapasan, perasaan hangat atau dingin, nyeri dan sakit yanag spesifik,
malaise, keletihan,kehilangan nafsu makan dan berkeringat (Carpenito,
2007).
Diagnosa hipertermi ditegakan pada An D karena terdapat data kulit
pasien tampak kemerahan teraba panas, suhu 39,3 0C dan adanya ptekie di
tangan. Data tersebut sesuai dengan kriteria mayor maupun minor dalam
penegakan diagnosa.
Diagnosa ini menjadi diagnosa prioritas yang kedua karena
didasarkan atas tingkat kegawatdaruratannya. Karena jika tidak
mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat dapat meningkatkan resiko
yang tidak baik. Peningkatan suhu yang tinggi menimbulkan reaksi
kejang, kejang tersebut yang menimbulkan kerusakan otak sehingga
mengancam jiwa pasien. Hal ini sesuai dengan batasan karakteristik dari
diagnosa ini adalah mayor: suhu lebih dari 380C, kulit hangat, takikardi.
Minor :kulit kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan, perasaan
hangat atau dingin, nyeri dan sakit yanag spesifik, malaise,
keletihan,kehilangan nafsu makan dan berkeringat (Carpenito, 2007).
3. Diagnosa ketiga : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
fisik.
Intoleransi aktivitas adalah penurunan dalam kapasitas fisiologis
seseorang untuk melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau
yang dibutuhkan, dengan batasan karakteristik mayor yang terdapat
78
antaralain kelemahan, pusing, sedangkan karakteristik minornya adalah
pucat atau sianosis.
Dengan batasan karakteristik mayor adalah selama aktivitas ,
kelemahan, pusing, dispnea, tiga menit setelah aktivitas, keletihan akibat
aktivitas, frekuensi pernafasan >24, frekuansi nadi >95. Batasan
karakteristik minor adalah pucat atau sianosis, konfusi (Carpenito, 2007).
Adapun data yang menunjang untuk ditegakkan diagnosa ini adalah
pasien mengeluh tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Data
Obyektifnya pasien lemah, pasien berbaring diatas tempat tidur, pasien
aktifitasnya dibantu keluarganya. Dari data yang mendukung diagnosa
keperawatan maka penulis prioritaskan sebagai masalah ke dua karena
masalah tersebut non urgent yang memerlukan perawatan yang lebih lanjut
dan perlahan.
C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa pertama : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih.
Intervensi keperawatan yang dibuat mempunyai tujuan yang ingin
dicapai yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam,
diharapkan volume cairan dalam tubuh terpenuhi dengan KH Cairan
tubuh terpenuhi, mukosa bibir lembab, turgor kulit baik. Adapun rencana
tindakan yang dilakukan adalah monitor vital sign dengan rasional
mengetahui kondisi pasien, observasi tanda – tanda syok dengan rasional
agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok, kaji keadaan
79
umum pasien (lemah,pucat) dengan rasional menetapkan data dasar pasien
untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya, anjurkan pasien
untuk minum yang banyak dengan rasional asupan cairan sangat
diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh, berikan penkes tentang
perlunya asupan cairan / keseimbangan cairan bagi tubuh dengan rasional
agar pasien mengetahui pentingnya asupan cairan bagi tubuh, kolaborasi
dalam pemberian cairan parenteral dengan rasional pemberian cairan IV
sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh
karena langsung ke dalam pembuluh darah (Doengoes, 2003).
2. Diagnosa kedua : Hipertermi berhubungan dengan kecepatan metabolisme
meningkat.
Intervensi keperawatan yang dibuat mempunyai tujuan yang ingin
dicapai yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah suhu tubuh
klien dapat normal (36,5 – 37,5). Dengan Kriteria hasilnya adalah Suhu
tubuh 36,5 - 37, 50C, pasien tampak rileks. Untuk mencapai hal tersebut
maka dapat direncanakan tindakan yang akan dilakukan adalah pantau
suhu tubuh, rasionalnya adalah mengamati adanya peningkatan suhu yang
ekstrim. Berikan kompres hangat, rasional: pemberian kompres hangat
dapat meningkatan penguapan bantu penurunan suhu. Anjurkan pasien
banyak minum, rasionalnya adalah penyokong keseimbangan cairan tubuh
agar suhu tubuh dapat normal. Kolaborasi dalam pemberian obat penurun
panas, rasional adalah parasetamol merupakan salah satu obat penurun
panas yang dapat digunakan atau diperhitungkan (Doengoes, 2003).
80
3. Diagnosa ketiga : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
fisik.
Intervensi keperawatan yang dibuat mempunyai tujuan yang ingin
dicapai yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, pasien
mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan KH pasien mampu makan
minum secara mandiri, melakukan ADL dengan sedikit bantuan. Adapun
rencana tindakan yang dilakukan adalah kaji keluhan pasien dengan
rasional untuk mengidentifikasikan masalah – masalah pasien, kaji hal-hal
yang mampu atau yang tidak mampu untuk dilakukan klien dengan
rasional untuk mengetahui tingkat ketergantungan untuk mengetahui
kebutuhanya, bantu pasien memenuhi kebutuhan sehari-hari sesuai tingkat
keterbatasan dengan rasional bantuan sangat diperlukan untuk pasien saat
kondisi lemah, letakkan barang-barang ditempat yang mudah terjangkau
pasien dengan rasional akan membantu pasien untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain, ajarkan pasien dan
keluarga tentang teknik perawatan diri yang meminimalkan konsumsi
oksigen dengan rasional untuk mencegah keletihan dan menghemat energi
pasien, libatkan keluarga untuk memenuhi kebutuhannya dengan rasional
dapat memotivasi pasien (Doengoes, 2003).
D. Implementasi Keperawatan
1. Diagnosa pertama : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih.
81
Tindakan yang dilakukan adalah mengobservasi vital sign,
mengobservasi tanda-tanda syok, mengkaji keadaan umum pasien,
memantau masukan dan haluaran, menganjurkan pasien untuk minum
yang banyak, berkolaborasi dalam pemberian cairan parenteral.
Semua intervensi dilakukan karena pasien kooperatif dan agar
masalah dapat teratasi serta mencegah komplikasi.
2. Diagnosa kedua : Hipertermi berhubungan dengan kecepatan
metabolisme meningkat.
Tindakan yang dilakukan adalah mengobservasi tanda-tanda vital,
memberikan kompres hangat, menganjurkan pasien untuk tidak memakai
selimut dan jaket tebal, berkolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium,
berkolaborasi dalam pemberian terapi cairan intravena dan obat-obatan
(antipiretik) sesuai program dokter.
Semua intervensi dilakukan karena pasien kooperatif dan
mencegah supaya tidak terjadi komplikasi.
3. Diagnosa ketiga : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot, kelemahan
Tindakan yang dilakukan adalah mengkaji keluhan pasien, megkaji
hal-hal yang mampu atau tidak mampu untuk dilakukan pasien,
membantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari, melibatkan
keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan pasien.
Intervensi yang tidak dilakukan adalah berikan dorongan untuk
melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi
dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.
82
E. Evaluasi Keperawatan
1. Diagnosa pertama : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih.
Hasil evaluasi tindakan yang dilakukan adalah pasien
mengatakan badannya sudah tidak lemas lagi. Hal ini terlihat pada
mukosa bibir pasien lembab, turgor kulit elastis, sehingga masalah
pada diagnosa kekurangan volume cairan teratasi.
2. Diagnosa kedua : Hipertermi berhubungan dengan kecepatan
metabolisme meningkat.
Hasil evaluasi tindakan yang dilakukan adalah pasien
mengatakan badannya sudah tidak panas lagi. Hal ini terlihat pada
suhu tubuh pasien menurun (S : 37,20C), ptekie di tangan berkurang,
sehingga masalah pada diagnosa hipertermi teratasi.
3. Diagnosa ketiga : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
fisik.
Hasil evaluasi tindakan yang dilakukan adalah pasien
mengatakan badannya sudah tidak pegal lagi . Hal ini terlihat dalam
aktivitas pasien mandiri, pasien sehingga masalah pada diagnosa
intoleransi aktivitas teratasi
F. Beberapa diagnosa keperawatan berdasarkan konsep dasar yang tidak
ditegakkan pada An. D adalah:
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak
adekuat.
83
Menurut carpenito perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
menunjukkan suatu keadan dimana individu dapat mencerna makanan
tetapi makanannya tidak adekuat dalam kualitas maupun kuantitas dengan
batasan karakteristik mayor antara lain masukan makanan tidak adekuat
kurang dari yang dianjurkan dengan atau tampak penurunan berat badan.
Sedangkan menurut Doengoes bahwa merumuskan diagnosa
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh diperlukan adanya data
masukan makanan tidak adekuat, kurang minat pada makanan, penurunan
berat badan, dan tonus otot buruk. Diagnosa ini tidak ditegakkan pada An
D karena saat pengkajian tidak ditemukan data – data seperti yang
disebabkan di atas.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakitnya (Doengoes, 2003)
Kurang pengetahuan adalah tidak adanya atau kurangnya informasi
kognitif sehubungan dengan topic spesifik (Wilkinson, 2007).
Diagnosa ini tidak penulis tegakkan karena informasi yang
diberikan pada pasien dan keluarga sudah adekuat dan saat ditanya pasien
mengatakan tahu tentang penyakitnya.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun
Pengertian diagnosa ini adalah dimana keadaan pasien dapat
menurunkan resiko infeksi, perubahan gaya hidup untuk mencegah
terjadinya infeksi ( Carpenito, 2007).