1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Wilayah kekuasaan Dinasti Fathimiyah (909-1171 M) meliputi Afrika
Utara, Mesir, Suriah. Dinasti Fathimiyah Mesir tumbuh dan berkembang
selama dua abad dengan khalifah terakhirnya adalah khalifah Al-‘Adhid.1
Dinasti Fathimiyah Mesir tumbuh dan berkembang selama dua abad. Keadaan
Mesir sebelum datangannya Shalahuddin dipenuhi dengan pertikaian dalam
negeri dan persaingan antar kelompok, seperti Mamalik Turki, Sudan, dan
Maroko. Kelaparan dan wabah penyakit merajalela, pembunuhan para
khalifah dan menteri dilakukan dengan berbagai macam cara.2
Pada pertengahan abad ke-12 yaitu tahun 564 H Asaduddin Syirkuh,
paman Shalahuddin Al-Ayyubi diangkat menjadi menteri daulah Fathimiyah
sebagai hadiah dari Khalifah karena Asaduddin telah menyelamatkan Dinasti
Fathimiyah dari serangan musuh. Asaduddin Syirkuh menjabat sebagai
menteri tidak lebih dari dua bulan karena ia meninggal.3 Khalifah Al-‘Adhid
berpikir untuk memilih seorang menteri pengganti dan terlipilihlah
Shalahuddin Al-Ayyubi sebagai pengganti, meskipun masih muda.
1 Muhammad Yusuf Anas, 2011, Para Penakluk dari Timur, Jogjakarta: Diva Press, halaman 201.
2 Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubi: Pahlawan Hithin dan Pembebas Al-
Quds, Jakarta: Inti Medina, halaman 15. 3 Ibid, halaman 19.
2
Shalahuddin diangkat menjadi menteri pada usia 32 tahun setelah terlatih oleh
berbagai bentuk peperangan.4
Setelah diangkat menjadi menteri, nama Shalahuddin menjadi tenar
dan tersohor. Hal tersebut dilatar belakangi oleh Shalahuddin yang
memandang pentingnya menarik hati rakyat Mesir, memberikan kehidupan
yang berlimpah ruah, memperlakukan mereka dengan lemah-lembut, serta
toleransi. Selain alasan tersebut, Shalahuddin mendapat kemenangan atas
bangsa Eropa serta menguasai kota Aqabah.5 Shalahuddin selama menjadi
menteri telah berhasil melumpuhkan konspirasi-konspirasi dalam negeri
seperti pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh beberapa
pengacau, serta menghancurkan konspirasi dari luar.6
Shalahuddin Al-Ayyubi yang di Eropa lebih dikenal dengan nama
Saladin. Shalahuddin sangat dihormati kegigihan dan kecerdasannya. Ia lahir
di tengah konflik yang berkepanjangan, yakni perang antara Islam dan Kristen
Eropa.7 Shalahuddin kecil, saat itu menyaksikan pergulatan politik ayahnya
dengan pamannya, Syirkuh. Shalahuddin pun mempelajari kondisi ini untuk
mempertahankan diri menghadapi dunia politik yang kasar dan keras. Bahkan
pembunuhan dan pemberontakan dianggap sebagai alat yang biasa
dipergunakan untuk pengembangan karier. Oleh karena itu, Shalahuddin
4 Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubi: Pahlawan Hithin dan Pembebas Al-
Quds, Jakarta: Inti Medina, halaman 23. 5 Ibid.
6 Ibid, halaman 24.
7 Muhammad Yusuf Anas, 2011, Para Penakluk dari Timur, Jogjakarta: Diva Press, halaman 195.
3
muda pun berusaha mempersiapkan diri untuk menyongsong masa depannya.
Shalahuddin mulai mempelajari sejarah Arab secara detail.8
Ayah Shalahuddin, Ayub, menginginkan Shalahuddin menjadi anak
yang pandai dalam segala hal, hingga pada usia 14 tahun Shalahuddin dikirim
ke kota Aleppo oleh ayahnya untuk belajar militer pada pamannya, Asaduddin
Syirkuh. Shalahuddin belajar cara berburu, menunggang kuda, belajar teknik
memanah dan menggunakan pedang. Shalahuddin juga belajar mendisiplinkan
diri untuk menghadapi pertempuran dan mempersiapkan skill
kepemimpinannya dari sang paman. Seiring berkembangnya waktu,
Shalahuddin mampu mengembangkan seni perang yang mumpuni.9 Selain
belajar militer, Shalahuddin juga belajar bersama dengan anak-anak petinggi
di kerajaan tempat pamannya tinggal. Shalahuddin belajar mengenai ilmu-
ilmu agama, syair, dan lainnya.
Shalahuddin dikenal sebagai seorang panglima dan pahlawan perang
Islam yang pandai, tangguh, dan adil. Selain memiliki kepandaian dan
ketangguhan, Shalahuddin juga memiliki kepribadian yaitu Takwa kepada
Allah, ia selalu merasa takut kepada-Nya, selalu berbaik sangka kepada-Nya,
selalu memohon perlindungan kepada-Nya, menjauhi perbuatan-perbuatan
haram dan melaksanakan perintah-perintah-Nya. Itulah kepribadian yang
8 Muhammad Yusuf Anas, 2011, Para Penakluk dari Timur, Jogjakarta: Diva Press, halaman 199.
9 Ibid, halaman 200.
4
dimiliki Shalahuddin dan menjadi penghantar kemenangan dan tanda-tanda
yang membahagiakan.10
Shalahuddin adalah orang yang tunduk hatinya dan mudah menangis.
Shalahuddin memiliki hati yang lembut dan mudah menangis apabila
mendengar ayat Al-Qur’an dibaca. Shalahuddin sangat menjunjung tinggi
hukum-hukum agama dan sangat membenci filsafat-filsafat dan pemikiran
yang merusak agama. Ia juga membenci orang yang menentang hukum
Islam.11
Shalahuddin selalu menjaga ketauhidan agamanya. Ia tidak pernah
meninggalkan kewajibannya melaksanakan shalat, bahkan ia tidak pernah
menundanya. Shalahuddin tidak hanya rajin melaksanakan shalat wajib, ia
juga rajin melakukan shalat sunnah. Shalahuddin pun senantiasa berwasiat
kepada putra-putranya dan gubernur-gubernur yang ia angkat untuk bertakwa,
mematuhi peraturan Tuhan, menjaga hak-hak orang lain, dan menjauhkan diri
dari berbuat zalim. Ia juga berwasiat kepada anaknya, Dzahir yang diambil
dari pendapat sejarawan muslim bahwasanya Shalahuddin berwasiat, “Aku
wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah karena takwa adalah
inti segala kebaikan. Dan aku perintahkan kepadamu dengan perintah Allah
karena itu adalah penyebab keselamatanmu. Hati-hatilah menumpahkan darah
dan menjerumuskan diri ke sana karena darah tidaklah hilang begitu saja. Aku
10
Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubi: Pahlawan Hithin dan Pembebas Al-
Quds, Jakarta: Inti Medina, halaman 104.
11 Ibid, halaman 106.
5
wasiatkan kepadamu untuk menjaga hati rakyat dan perhatikan keadaan
mereka. Kamu adalah orang kepercayaanku dan kepercayaan Allah atas
mereka.” 12
Al-Qadhi Ibnu Syidad berkata, “Jika ia mendengar kabar bahwa
musuh telah menyerang kaum muslimin, ia akan bersujud dan berdoa.” Ibnu
Syidad berkata, “Aku melihatnya bersujud dan air matanya mengalir
membasahi rambutnya yang beruban lalu membasahi sajadahnya.” 13
Shalahuddin adalah contoh seorang pemimpin yang adil, taat
beragama dan pemimpin yang sangat peduli dengan rakyatnya. Sifat-sifat
Shalahuddin tersebut terbukti denga kebijakan-kebijakan yang ia ambil dalam
menyelesaikan perkara-perkara yang ada dalam masyaraknya, ia dapat
menyelesaikannya dengan adil, tidak ada yang merasa terbebani. Ia adalah
pemimpin yang sangat peduli dengan rakyatnya, seperti yang diwariskannya
pada putranya bahwa tugas seorang pemimpin adalah untuk menjaga hati
rakyat dan memperhatikan keadaan mereka. Kamu adalah orang
kepercayaanku dan kepercayaan Allah atas mereka. Selain itu, Shalahuddin
juga membangunkan lembaga-lembaga pendidikan seperti madrasah,
perpustakaan, kemudian lembaga sosial seperti rumah sakit, khanqah, dan
tempat-tempat berlindung untuk rakyatnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk menjadikan
Kebijakan Shalahuddin Al-Ayyubi di Mesir (1171-1193 M) sebagai objek
12
Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubi: Pahlawan Hithin dan Pembebas Al-
Quds, Jakarta: Inti Medina, halaman 107. 13
Ibid, halaman 108.
6
penelitian. Walaupun Shalahuddin termasuk menteri muda, tetapi
kemampuannya dalam politik, mengambil hati para rakyatnya, keadilannya,
akidahnya, dan ia pun pintar dalam hal pemikiran dan pendidikannya sehingga
membuktikan bahwa ia layak menyandang sebagai seorang pemimpin.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi Mesir pada masa Dinasti Ayyubiyah (1171-1193 M)?
2. Bagaimana kebijakan Shalahuddin Al-Ayyubi di Mesir pada masa Dinasti
Ayyubiyah (1171-1193 M)?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Menjelaskan kondisi Mesir pada masa Dinasti Ayyubiyah (1171-1193 M).
2. Menjelaskan kebijakan Shalahuddin Al-Ayyubi di Mesir pada masa
Dinasti Ayyubiyah (1171-1193 M).
7
D. MANFAAT PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian di
atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, manfaat penelitian
ini antara lain adalah :
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis serta
pembaca mengenai tokoh Shalahuddin Al-Ayyubi dan kebijakan yang
diambil di Mesir (1171-1193 M).
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan penelitian lain mengenai
kebijakan Shalahuddin Al-Ayyubi di Mesir (1171-1193 M).
E. BATASAN MASALAH
Batasan masalah diperlukan agar penulis fokus pada masalah yang
akan dikaji dan bahasannya tidak meluas. Hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah proses penelitian dan juga memperdalam masalah yang akan
dibahas.
Berdasarkan judul penelitian yang dipilih dan rumusan masalah di
atas, maka batasan masalah penelitian ini yaitu membahas kondisi Mesir dan
kebijakan yang diambil oleh Shalahuddin Al-Ayyubi di Mesir pada masa
Dinasti Ayyubiyah (1171-1193 M).
8
F. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka merupakan kajian penelitian sebelumnya, baik yang
sudah dipublikasikan maupun belum, yang berkaitan dengan objek penelitian.
Penelitian mengenai pembahasan yang terkait dengan penelitian ini pernah
dilakukan oleh :
Pertama, Asti Latifah Sofi, mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya UI Depok dengan skripsinya yang berjudul “Peran Salahuddin Al-
Ayyubi dalam Perang Salib III (1187-1192 M)”. Dalam skripsinya tersebut,
Asti membahas tentang perang yang dimulai dari serangan terhadap kaum
Frank di Hattin yang bertepatan pada hari sabtu, 24 Rabiul Akhir 583 H yang
mendulang kemenangan, diikuti dengan penyerahan diri wilayah Acre lima
hari kemudian, lalu wilayah selatan pantai Mediterania timur dari Gaza hingga
Jubayl (keuali Tirus) hingga Yerusalem yang berhasil ditaklukkannya.
Pembatasan masalah pada skripsi ini yaitu pada konsepsi jihad dalam Islam
serta tinjauan jihad Salahuddin pada Perang Salib III.
Kedua, Sri Wahyuni, mahasiswa Fakultas Adab IAIN Sunan
KalijagaYogyakarta dengan skripsinya yang berjudul “Konflik Politik Dinasti
Abbasiyyah-Dinasti Fatimiyah (Analisis Historis terhadap Lahirnya Mahdlar
Baghdad)”. Dalam skripsinya tersebut, Wahyuni mengangkat tentang konflik
politik yang terjadi pada Dinasti Abbasiyah, Bani Buaih, dan Dinasti
Fatimiyah yang menjadi latar belakang lahirnya Mahdlar Baghdad. Dengan
kata lain, fokus permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini terbatas pada
9
konflik politik segitiga dinasti-dinasti di atas dengan mengungkap sejarah dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar lahirnya Mahdlar Baghdad.
Ketiga, Yunida Nur Apriyani, mahasiswa Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan skripsinya yang berjudul “Nilai-nilai
Pendidikan Karakter dalam Kepemimpinan Khalifah Shalahuddin Al-Ayyubi
dan Relasinya terhadap Pendidikan Agama Islam”. Skripsi Yunida tersebut
mengangkat tentang apa saja nilai-nilai pendidikan karakter dalam
kepemimpinan Khalifah Shalahuddin Al-Ayyubi, dan bagaimana relevansi
nilai-nilai pendidikan karakter dalam kepemimpinan Khalifah Shalahuddin
Al-Ayyubi terhadap Pendidikan Agama Islam.
Keempat, skripsi Tanti Enggar Pangesti mahasiswa UIN Sunan
Kalijaga Tahun 2014 dengan judul “Perebutan Kekuasaan Shalahuddin al-
Ayyubi dengan Richard Coeur De Lion dalam Perang Salib III (1187-1192
M)”.
G. LANDASAN TEORI
Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis kebijakan Shalahuddin
Al-Ayyubi di Mesir (1171-1193 M). Untuk memudahkan penelitian, maka
diperlukan beberapa teori yang relevan dengan permasalahan yang diteliti,
sehingga peneliti menggunakan Teori Kekuasaan Politik menurut Lasswell.
George Catlin mencoba mengembangkan sebuah teori sistematis atau
kerangka konsepsual bagi ilmu politik di mana kekuasaan ditempatkan di
10
pusatnya. Politik dapat dipandang sebagai “studi tentang pemerintahan”, jika
pemerintah berate “pengawasan”. Catlin menggunakan definisi Max Weber
tentang politik sebagai “perebutan kekuasaan atau usaha saling mempengaruhi
dari para pemegang kekuasaan”. Menurutnya, bidang garap ilmu politik
adalah “bidang studi tentang kontrol-kontrol sosial, atau lebih khusus lagi,
tentang hubungan kontrol manusia, dan bahkan hewan, serta kehendak-
kehendaknya”. Menurut Catlin, ilmu politik merupakan studi mengenai
“fenomena control dengan suatu hipotesa awal yang menganggap pentingnya
kekuasaan sebagai penentu, yang mendasar tapi sulit dimengerti”. Ilmu politik
dapat digambarkan juga sebagai “ilmu tentang kekuasaan”. 14
Lasswell menyatakan dengan menyetujui pandangan Catlin bahwa
“politik, sebagai studi teoritis, memusatkan perhatian pada hubungan orang-
orang, dalam asosiasi dan kompetisi, penyerahan diri dan kontrol, dalam
rangka mencari, bukannya produksi dan konsumsi suatu keinginan, melainkan
untuk memiliki jalan mereka dengan teman-teman mereka … apa yang dicari
orang dalam perundingan politik adalah kekuasaan.” Lasswell juga
membedakan antara konsep politik umum dan bentuk-bentuk spesifiknya
seperti yang diterapkan dalam politik. 15
Menurut Lasswell, kekuasaan adalah “suatu bentuk pelaksanaan
pengaruh yang khusus”, “proses pendekatan kebijakan-kebijakan pihak lain
dengan bantuan (yang aktual ataupun ancaman) penyitaan-penyitaan yang
14
S. P. Varma, 2010, Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 245. 15
Ibid, halaman 247.
11
kasar bagi ketidaksepakatan atas kebijakan-kebijakan yang ditujukan”.
Lasswell mendapatkan dirinya sepaham dengan Merriam dalam menolak ide
bahwa pelaksanaan kekuasaan umumnya selalu bersandar pada kekerasan atau
bahwa esensi situasi kekuasaan adalah paksaan, dalam artian kekerasan dan
kekasaran fisik.” Kekuasaan dapat bersandar pada keyakinan dan loyalitas,
kebiasaan dan apati, seperti halnya kepentingan. Bahkan tekanan-tekanan
tidak selalu mengambil bentuk kekerasan. Kekuasaan hanya mendorong suatu
kontrol efektif atas kebijakan; alat yang menjadikan kontrol efektif mungkin
banyak dan bergam. Kekuasaan politik merupakan suatu istilah yang
kompleks yang selalu berkaitan dengan bentuk kekuasaan yang lain – seperti
kemakmuran, persenjataan, kekuasaan sipil, pengaruh atas opini – yang tidak
satu pun dapat dipandang sebagai sub bagian dari yang lain. 16
Harold D. Lasswell adalah ilmuwan yang lahir pada tahun 1902 dan
telah menelorkan karya yang luar biasa dalam menyibak dimensi baru dalam
penelitian ilmu politik termasuk pengembangan metodenya, perangkat dan
peralatannya. Lasswell adalah satu dari sekian ilmuwan politik modern, dan
yang paling maju di antara para pengikut Charles Merriam di Universitas
Chicago, yang menentang pendekatan tradisional ilmu politik sambil
menyerukan penggunaan pendekatan yang baru. Selain itu, dibandingkan
dengan rekan profesi seangkatannya, ia adalah ilmuwan yang paling produktif
yang selama paruh abad terakhir telah menghasilkan baik secara sendiri atau
16
S. P. Varma, 2010, Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 249.
12
bersama-sama lebih dari selusin buku yang membahas berbagai aspek ilmu
politik17
Ilmu politik menurut Lasswell adalah ilmu tentang kekuasaan.“Analisa
politik,” menurutnya adalah “studi tentang perubahan-perubahan bentuk dan
susunan pola nilai masyarakat”. Nilai-nilai yang utama adalah keamanan,
pendapatan dan martabat. Segelintir orang yang bisa memperoleh sebagian
besar nilai tersebut adalah elit. “Posisi itu mereka jaga dengan cara manipulasi
simbol-simbol, mengendalikan saluran (sumber-sumber daya) bahkan dengan
menggunakan kekerasan” – suatu penjelasan yang sepenuhnya bersumber
pada pendapat Gaetano Mosca, Roberts Mitchel dan Carl Schmitt. Studi
politik serta merta menjadi “studi tentang pengaruh dan kelompok yang
berpengaruh”, elit adalah mereka yang “lebih berpengaruh daripada orang
kebanyakan, yaitu massa”. Meskipun begitu Lasswell tidak tertarik untuk
menganalisa perangkat-perangkat tersebut. Menurutnya, suatu tatanan dunia
baru bisa ditelorkan baik oleh “eksternalisasi keresahan”, sebagaimana yang
dipikir Marx atau oleh internalisasi, seperti yang dikedepankan Freud.
Lasswell sangat tertarik dengan “suatu elit yang didasarkan pada daftar kata-
kata, catatan kaki, pertanyaan-pertanyaan, dan tanggapan-tanggapan yang
terkondisi, sebagai kebalikan dari elit yang didasarkan pada daftar kata-kata,
gas beracun, hak, dan prestis keluarga” – dengan kata lain, pada suatu elit
yang terdiri dari para manipulator. 18
17
S. P. Varma, 2010, Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 253. 18
S. P. Varma, 2010, Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 257.
13
Sejalan dengan anggapannya mengenai politik sebagai ilmu tentang
konteks kekuasaan dan keyakinan yang mendasari pemahamannya tentang
politik, atau imbangan kekuasaan dalam masyarakat, Lasswell dikenal sebagai
orang yang mengintrodusir ilmu politik sebagai ilmu kebijakan.19
Konsep
Lasswell tentang proses-proses politik sangat berkaitan dengan konsepnya
tentang ilmu politik sebagai “studi tentang pengaruh dan kelompok yang
berpengaruh”, dan menganggap nilai sebagai suatu bagian dari seluruh
aspirasi manusia. 20
Dalam analisis politik Lasswell, perhatiannya sangat tercurah pada
proses pembuatan keputusan. Menurutnya, suatu keputusan merupakan “hasil
dari suatu pertentangan yang membentuk kekuasaan” atau merupakan hasil
dari suatu “interaksi dalam arena politik”. Pembuatan keputusan yang rasional
menurutnya menyangkut: (a) kejelasan konsep tujuannya, (b) keseksamaan
perhitungan kemungkinan, dan (c) penerapan pengetahuan tentang cara dan
alat-alat yang tersedia secara jitu. Dengan kata lain, ia mencakup manipulasi
yang menyeluruh terhadap fakta, nilai dan harapan. Harapan baginya
merupakan suatu bagian yang sangat penting yang membentuk seluruh proses
tersebut. Tidak ada pembuat keputusan yang bisa memenuhi harapan masa
depannya dari perhitungannya membuat keputusan, kecuali apabila ia
sungguh-sungguh memahami harapannya, tentu ia akan dapat memutuskan
harapan-harapan tersebut dalam konteks nilai-nilai, tujuan-tujuan atau
19
Ibid, halaman 258. 20
Ibid, halaman 260.
14
sasaran-sasaran di satu pihak, dan pengetahuan factual apa pun yang mungkin
didapatkan di lain pihak.21
“Suatu gambaran akan kemunculan perubahan yang berarti pada masa
depan” akan membuat pengambil keputusan “berpikir secara kreatif untuk
menghindari, mencegah, atau meneruskan kecenderungan yang ada guna
mendekatkan masa depan tersebut dengan keinginannya”. Dengan meletakkan
komponen-komponen perilaku pengambilan keputusan, Lasswell membahas
berbagai tipe pemikiran dengan mengaitkan masing-masing komponen
tersebut secara erat. Pemikiran-pemikiran tersebut adalah pemikiran tujuan,
pemikiran kecenderungan dan pemikiran ilmiah. Pemikiran tujuan seperti
yang ditunjukkan Eulau. “berhubungan dengan analisa dan seleksi nilai-nilai
atau sasaran-sasaran yang akan dituju dan keputusan yang diarahkan
kepadanya. Pemikiran kecenderungan mencakup analisa kecenderungan masa
lalu dan kemungkinan-kemungkinan masa yang akan datang. Dan pemikiran
ilmiah mengacu pada kondisi-kondisi yang mambatasi melalui penerapan
keahlian yang memadai.22
Bagi Lasswell, analisa perkembangan sebagai metode pemahaman
proses pengambilan keputusan berhubungan dengan ilmu kebijakan. Suatu
kebijakan bertujuan pada realisasi nilai-nilai tujuan tertentu, peneliti ulang
perlu mempunyai pemahaman yang jelas atas nilai-nilai yang diusahakan
untuk derealisasikannya melalui proses pengambilan keputusan. Pada tahap
21
S. P. Varma, 2010, Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 260. 22
Ibid, halaman 261.
15
ini Lasswell tidak terlalu banyak membicarakan nilai-nilai khusus – karena ia
menganggap “martabat manusia” adalah nilai yang sentral – meski umumnya
ia percaya bahwa pencapaian tujuan dan aspek-aspek perumusan kebijakan
ilmu politik merupakan hal yang lebih penting bagi bagian ilmu politik
positifistik atau ilmiah.23
Penekanan sentral Lasswell pada perlakuan ilmu politik sebagai suatu
“ilmu kebijakan” – menempatkan “pengetahuan ada bersama dengan tujuan
yang jelas, dan sepenuhnya berhubungan dengan hal yang tidak menentu
untuk muncul dalam proses sejarah yang terbuka”. Salah satu fungsi ilmu
kebijakan yang lain adalah “memudahkan modifikasi kecenderungan-
kecenderungan dengan membuat eksplisit apa kenyataan kecenderungan itu
dan mengendalikannya sesuai dengan tujuan-tujuan sosial yang ada”, selain
dorongan apa yang disebut Lasswell “fikiran proyektif” – untuk meneruskan
pembentukan kebijakan dengan bantuan dari apa yang tampaknya akan terjadi
di bawah keadaan yang berbeda.24
Lasswell telah menjadikan dua hal sangat jelas: (1) bahwa perilaku
politik selalu berorientasi pada nilai atau berusaha mencapai tujuan; nilai-nilai
dan tujuan itu sendiri dibentuk di dalam dan oleh proses perilaku yang
sesungguhnya merupakan suatu bagian; dan (2) bahwa perilaku politik
bertujuan menjangkau masa depan, dan bersifat mengantisipasi, serta
berhubungan dengan masa lampau dan senantiasa memperhatikan kejadian
23
S. P. Varma, 2010, Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 262. 24
Ibid, halaman 261.
16
masa lalu. Akan tetapi dia tidak begitu berhasil untuk menciptakan suatu
rekonsiliasi antara model-model analisa perkembangan dan keseimbangan,
yang sebetulnya merupakan pusat perhatian metodologisnya sejak semula.
Dia sadar pada kenyataan bahwa kedua hal tersebut berbeda: model
keseimbangan tidak mampu mengatasi masalah perubahan; sedang model
perkembangan tidak hanya membahas tahap awal tapi juga tahap akhir dari
pola perubahan, meski tidak mengatakan apa pun tentang karakter tahap-tahap
tersebut.25
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan oleh Lasswell tersebut bahwa
“Kekuasaan dapat bersandar pada keyakinan dan loyalitas, kebiasaan, apati,
seperti halnya kepentingan. Bahkan tekanan-tekanan tidak selalu mengambil
bentuk kekerasan.” Teori ini mewakili Shalahuddin dalam mendapatkan
kepercayaan khalifah Al-‘Adhid dan dari orang-orang Mesir untuk
memerintah daerah mereka, hingga Shalahuddin mendirikan Dinasti
Ayyubiyah setelah meninggalnya khalifah Al-‘Adhid dan sebagian besar
rakyat Mesir menerimanya, ini merupakan bukti keyakinan dan loyalitas yang
diberikannya kepada rakyatnya. Shalahuddin membuktikan bahwa dirinya
dapat menuju tujuannya, mendirikan Dinasti Ayyubiyah tanpa mengambil
langkah kekerasan.
Sedangkan pernyataan Lasswell dalam teorinya yang relevan dengan
penelitian kebijakan ini yaitu “Analisis politik Lasswell adalah proses
pembuatan keputusan. Keputusan merupakan hasil dari suatu pertentangan
25
S. P. Varma, 2010, Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 261.
17
yang membentuk kekuasaan atau hasil dari suatu interaksi dalam arena politik.
Pengambilan keputusan berhubungan dengan ilmu kebijakan. Kebijakan
bertujuan pada realisasi nilai-nilai tujuan tertentu.” Begitu pula dengan
Shalahuddin, ia menentukan kebijakan yang akan ia ambil sesuai dengan
nilai-nilai tujuan tertentu, perhitungan kemungkinan yang akan terjadi,
termasuk fakta dan harapan. Ia telah mempertimbangkan segala hal yang akan
terjadi setelah ia menetapkan kebijakan yang akan diambil. Shalahuddin
hendak menyatukan daerah-daerah Islam dan memperkuat orang Islam dari
dalam, membawa mereka untuk kembali ke jalan yang benar, tetapi juga
memberikan kenyamanan pada orang salib yang tidak menyakiti mereka.
H. DATA DAN SUMBER DATA
Data bisa berwujud suatu keadaan, gambar, suara, huruf, angka, bahasa,
maupun simbol-simbol yang bisa digunakan sebagai bahan untuk melihat
lingkungan, obyek, kejadian maupun suatu konsep.
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi
mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua yaitu,
data primer dan data sekunder.
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang dibuat oleh peneliti dengan
maksud khusus untuk menyelesaikan permasalahan yang akan menjadi
bahan penelitian. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah :
18
1. Shalahuddin Al-Ayyubiy: Pahlawan Hithin dan Pembebas Al-
Quds. Karya Lilik Rochmad Nurcholisho.
2. Para Penakluk dari Timur. Karya Muhammad Yusuf Anas.
3. Sejarah Peradaban Islam. Karya Samsul Munir Amin.
4. Sejarah Peradaban Islam. karya Badri Yatim.
5. Buku Pintar Sejarah Islam. Karya Qasim A. Ibrahim dan
Muhammad A. Saleh.
6. Shalahuddin Al-Ayyubi: Pahlawan Islam Pembebas Baitul
Maqdis. Karya Ali Muhammad Ash-Shalabi.
7. Perang Salib: Sudut Pandang Islam. Karya Carole Hillenbrand.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu data yang sudah dikumpulkan sebagai
tambahan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi sebagai acuan
penelitian. Dalam sebuah penelitian, yang bisa menjadi data sekunder
yaitu buku, artikel, jurnal, serta situs internet yang berkenaan dengan
penelitian yang dilakukan. Sumber data sekunder dalam penelitian ini
adalah :
1. Sejarah Peradaban Islam. Karya Koto, Aladin dkk.
2. Shalahuddin Al-Ayyubi dan Perang Salib III. Karya Alwi
Alatas.
3. Sejarah Dinasti Fatimiyah. Blog Arifa Rahmi.
19
I. METODE PENELITIAN
Metode merupakan cara-cara, strategi untuk memahami realitas
langkah-langkah sistematis untuk memecahkanrangkaian sebab akibat
berikutnya. Metode berfungsi menyederhanakan masalah, sehingga lebih
mudah untuk dipecahkan dan dipahami.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
dan metode sejarah. Penelitian kualitatif menurut Zuldafrial (2011:2) adalah
penelitian yang berdasarkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang atau pelaku yang diamati. Gottschalk (dalam Haidar dan
Nugraha, 2013:5) menjelaskan yang dimaksud metode sejarah adalah proses
menguji dan menganalisis secara kritik rekaman dan peninggalan masa
lampau. Dengan demikian, diperlukan rekonstruksi yang imajinatif daripada
masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses yang
disebut dengan historiografis (penulisan sejarah).
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan melalui penelitian kepustakaan (library research). Pengumpulan
data dengan teknik pustaka yaitu mengumpulkan data yang berkaitan
dengan objek penelitian melalui buku, jurnal, skripsi, artikel, situs internet
yang mendukung penelitian ini. Selain itu, penelitian kepustakaan peneliti
lakukan ke berbagai perpustakaan untuk mendukung penelitian ini,
diantaranya: perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta,
20
perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta, perpustakaan
Ganesha Surakarta, perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
perpustakaan Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
2. Teknik Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis. Berdasarkan analisis
rumusan masalah yang ada, maka peneliti membagi analisis awal terdiri
dari latar belakang dinasti Fatimiyah hingga munculnya dinasti
Ayyubiyah, biografi Shalahuddin Al-Ayyubiy, pemaparan tentang kondisi
Mesir sebelum dan setelah dipimpin oleh Shalahuddin, serta kebijakan
Shalahuddin Al Ayyubiy di Mesir (1171-1193 M).
3. Teknik Akhir
Teknik terakhir dari penelitian ini adalah mendeskripsikan hasil
analisis yang disajikan secara informal, yaitu deskriptif melalui kata-kata,
kalimat, gambar dan bentuk-bentuk narasi yang lain serta kesimpulan.
J. SISTEMATIKA PENULISAN
Agar diperoleh suatu pembahasan yang jelas dan berkesinambungan
antara bab demi bab maka sistematika penulisan penelitian sangat diperlukan.
Hasil penelitian ini akan disajikan dalam tiga bab. Secara garis besar, ketiga
bab tersebut yaitu: bab satu berupa pendahuluan, bab dua berupa pembahasan,
dan bab tiga merupakan penutup. Adapun sistematika penulisannya sebagai
berikut:
21
Bab I meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Batasan Masalah, Tinjauan Pustaka, Landasan
Teori, Sumber Data, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II merupakan pembahasan yang terdiri dari latar belakang dinasti
Fatimiyah hingga munculnya dinasti Ayyubiyah, biografi Shalahuddin Al-
Ayyubiy, pemaparan tentang kondisi Mesir sebelum dan setelah dipimpin
oleh Shalahuddin, serta kebijakan Shalahuddin Al-Ayyubiy di Mesir (1171-
1193 M).
Bab III merupakan penutup. Penutup terdiri dari kesimpulan hasil
penelitian dan saran-saran yang bermanfaat untuk penelitian di masa yang
akan datang. Kesimpulan merupakan hasil yang diperoleh peneliti setelah
meneliti dan menganalisis pembahasan yang dikaji. Sedangkan saran berisi
anjuran untuk pembaca dan peneliti lain yang akan meneliti pada objek yang
sama. Selain itu, diakhir laporan terdapat daftar pustaka dan lampiran
penelitian.