1
BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang
Pengadaan Tanah untuk jalan Tol atau infrastruktur merupakan kebijakan unggulan Presiden
Joko Widodo yang berdampak sosial untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, antara lain jalan tol dan dermaga. Isu utama setiap kebijakan sosial adalah untuk menciptakan kesejahteraan, isu ini adalah
tentang kekayaan menyangkut kesejahteraan sosial dan ekonomi. Politik kebijakan sosial akan
mengalami tingkatan bidang permainan politik selanjutnya: pemerintahan yang baik. Hal ini berarti
bahwa politik kebijakan sosial tidak akan menjadi politik semata, tetapi tentang pemerintahan yang baik dengan landasan akuntabilitas, responsivitas, transparansi, keadilan, dan partisipasi.
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum seperti jalan tol merupakan bagian dari kebijakan
sosial, di mana rakyat seyogianya memberikan dukungan penuh terhadap proyek pembangunan infrastruktur yang dicanangkan oleh pemerintah. Sebab, baik jalan tol maupun dermaga tentunya akan
memberikan manfaat bagi peningkatan taraf kesejahteraan rakyat, baik langsung maupun tidak
langsung. Namun, fakta yang muncul sering kali kontras dengan prediksi dan harapan. Data empiris
justru membuktikan bahwa pembangunan jalan tol merupakan proyek yang paling banyak menghadapi kendala, terutama kendala pembebasan lahan. Hampir semua proyek pembangunan jalan tol, seperti
jalan tol ruas Pandaan-Malang, menghadapi masalah pembebasan lahan. Pembangunan jalan tol
Pandaan-Malang melewati 2 Kabupaten yaitu Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan, 1 Kota yaitu Kota Malang, 34 desa, dan 7 kecamatan, dengan Total luas 3.750.103m². Rencana pembangunan
jalan tol Pandaan-Malang yang memiliki luas total 3.750.103m², dengan Panjang 38,688km,
2
sedangkan yang sudah terbayar/ terbebaskan dan dalam proses pembangunan memiliki total luas 2.566.204m², dan yang belum terbebaskan/ terbayar memiliki total luas 1.183.899m².
Kebutuhan akan lahan atau tanah tidak bisa dielakan lagi keberadaannya, karena tanah
merupakan kebutuhan utama dalam pelaksanaan pembangunan, karena itu sebelum pelaksanaan suatu
pembangunan harus ada terlebih dahulu tersedia nya komponen yang paling prinsip yang dinamakan lahan atau tanah. Tanpa adanya komponen yang utama ini, maka pembangunan tidak akan bisa
diwujudkan. Untuk itu dibentuklah suatu lembaga pengadaan tanah untuk pembangunan, yaitu
Pelaksana Pengadaan Tanah (yang selanjutnya disebut P2T). Pada hukum Positif Indonesia telah mengatur mekanisme pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
Ketentuan umum Undang-undang Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2012 Tentang
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum (selanjutnya disebut dengan UU No 2 tahun 2012) mengartikan Pengadaan Tanah sebagai suatu kegiatan menyediakan tanah dengan cara
memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Secara lebih mendetail,
memberikan pengertian pengadaan tanah sebagai suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mendapatkan tanah bagi kepentingan tertentu dengan cara memberi ganti kerugian kepada si empunya (baik perorangan maupun badan hukum).
1
Pihak yang berhak sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut adalah masyarakat yang tanah
nya dilepaskan untuk pembangunan. Pelepasan tanah oleh masyarakat untuk pembangunan menunjukan peran aktif dari masyarakat tersebut termasuk kesediaannya untuk mengorbankan
tanahnya demi sarana pembangunan kepentingan umum. Pengorbanan tanah oleh masyarakat ini
1 Jarot Widya Muliawan, Cara Mudah Pahami Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan (Yogyakarta,
2016), hlm.1
3
bukan semata-mata merupakan hibah masyarakat kepada pemerintah, artinya tanpa pemberian ganti kerugian, akan tetapi apabila pemerintah akan memanfaatkan tanah yang dimiliki masyarakat harus
memberikan ganti kerugian yang layak agar tidak mengakibatkan kesengsaraan terhadap masyarakat
atas setiap tanahnya yang dipergunakan pemerintah demi pembangunan kepentingan umum.
Pengadaan tanah bertujuan untuk menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara dan masyarakat dengan tetap menjamin
kepentingan umum pihak yang berhak. Menurut John Salindeho, Kepentingan Umum merupakan
termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan rakyat dengan memperhatikan segi sosial, politik, psikologis, dan hamkamnas (pertahanan dan keamanan nasional) atas dasar asas pembangunan
Nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional serta Wawasan Nusantara.2 Pembangunan yang
berkesinambungan membutuhkan proses yang tidak mudah dan untuk itu terkadang muncul permasalahan, untuk itu dalam pelaksanaannya harus dijalankan sesuai dengan aturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini eks pemegang hak atas tanah tidak boleh
ditelantarkan demi pembangunan untuk kepentingan umum.3
Dengan Adanya berbagai aktivitas pengadaan tanah tersebut maka akan terjadi pengalihfungsian lahan pertanian . Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan, Pasal 44 (3) menyatakan:
"Pengalihfungsian Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan dengan
syarat:
2 John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1998, hlm.40 3 Jarot Widya Muliawan, Cara Mudah Pahami........., Op.Cit, hlm. 2-3
4
a. dilakukan kajian kelayakan strategis;b. disusun rencana alih fungsi lahan;
c. dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik; dan
d. disediakan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang
dialihfungsikan . "
Pada Undang-undang No. 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan
berkelanjutan Pasal 44 (3), dijelaskan bahwa tanah pertanian pangan berkelanjutan yang terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum, harus dilakukan dengan disediakan lahan pengganti
terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dialihfungikan4. Sedangkan menurut UU No. 2
Th. 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum cara menentukan bentuk ganti kerugian ialah dengan cara musyawarah bentuk ganti kerugian, pada Pasal 36 UU No. 2
th 2012 pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk:
a. Uang;
b. Tanah Pengganti;c. Pemukiman Kembali;
d. Kepemilikan Saham; atau
e. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
4 Rahayu Subekti, "Jurnal Perlindungan Lahan Pertanian dalam mengantisipasi Alih Fungsi
Tanah Akibat Pengadaan Tanah bagi Pembangunan" dalam https://jurnal.uns.ac.id/yustisia/article/
viewFile/8662/7750, diakses tgl 06 Desember 2017
5
Dalam hal ini instansi yang membutuhkan tanah dan Pelaksana Pengadaan Tanah melakukan Musyawarah penentuan bentuk ganti kerugian, pada Pasal 37 (2) pada Undang-undang No. 2 di atas,
dijelaskan bahwa “hasil kesepakatan dalam musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak yang dimuat dalam berita acara
kesepakatan”. Dalam hal ini di Desa Capang, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, termasuk salah
satu wilayah yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Pandaan-Malang. Menurut
data yang diperoleh dari kantor Pengadaan Tanah, luas Desa Capang yang terkena pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol Pandaan-Malang seluas 107.088m², dan jumlah bidang 153 bidang.
Jumlah bidang yang sudah dibebaskan di Desa Capang sebanyak 133 Bidang, dengan total luas
91.477m², dan sisa bidang yang belum dibebaskan sebanyak 20 bidang dengan luas 15.611m². Penyebab sisa bidang yang belum terbayar tersebut dikarenakan, ada masalah pada bentuk besaran
nilai ganti kerugian yang telah diberikan oleh hasil penilaian dari tim apprasial. Warga tidak sepakat
dengan jumlah besaran nilai ganti kerugian tersebut, sehingga mereka menolak lahan untuk
dibebaskan. Kesadaran para pemilik tanah dalam mengorbankan tanahnya dalam kepentingan umum
dinilai masih rendah, terbukti setiap ada pembebasan tanah para pemilik tanah masih ada yang
mengharapkan uang ganti kerugian sebesar mungkin, dengan harapan setelah tanahnya dibebaskan para pemilik tanah tidak akan terlantar. Keluhan dan harapan warga ini belum terdengar sepenuhnya
oleh pemerintah, kalau sebelum berlakunya UU No. 2 Tahun 2012 setiap pemberian ganti kerugian ini
masih berpatokan pada harga NJOP dan diketahui bersama harga NJOP itu sendiri masih dibawah
harga pasaran yang ada di masyarakat. Sebelum berlakunya UU No. 2 Tahun 2012, masih menggunakan Pasal 16 Perda No. 6 tahun 2004 dalam menentukan dasar dan cara perhitungan ganti
6
kerugian ditetapkan atas dasar Nilai Jual Objek Pajak ( yang selanjutnya disebut NJOP )5. Namun
dengan berlakunya UU No. 2 Tahun 2012 yang berlaku efektif 1 Januari 2015, penentuan bentuk dan
besarnya ganti kerugian ditentukan oleh juru taksir (appraisall). Apakah dengan adanya juru taksir
(appraisal) tersebut menjamin masalah besarnya ganti kerugian, dan tidak akan timbul masalah? tentu
tidak ada yang menjamin. Tim ini Independent, yang menentukan harga ganti kerugian tanpa ada pengaruh dari pihak manapun.
6
Pelaksana Pengadaan Tanah (yang selanjutnya disebut P2T) setelah menerima rekomendasi
dari tim appraisal, kemudian menyampaikan kepada para pemilik tanah, dan para pemilik tanah mempunyai otoritas menolak usulan harga dari tim appraisal. Kesimpulannya, kalau masyarakat masih
menolak besarnya ganti kerugian yang sudah disampaikan, karena masih dianggap masih terlalu
rendah, maka masyarakat berhak mengajukan keberatan terhadap besar nya ganti kerugian tersebut ke Pengadilan Negeri di wilayah lokasi pengadaan tanah bagi kepentingan umum.
7 Pasal 4 Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 03 tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan
Penitipan Ganti Kerugian Ke Pengadilan Negeri dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum, Keberatan dapat diajukan oleh: 1. pihak yang berhak atau kuasanya yang hadir tetapi menolak hasil Musyawarah Penetapan
Ganti Kerugian; dan/atau
5 Ibid, hlm. 147 6 Mudakir Iskandar Syah, Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum (Jakarta,
2015), hlm. 79-80 7
Ibid, hlm. 80
7
2. pihak yang berhak yang tidak hadir dan tidak memberikan kuasa yang menolak hasilMusyawarah Penetapan Ganti Kerugian.
Pasal 5 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.3 tahun 2016 Keberatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diajukan paling lama 14 (empat belas) Hari setelah hasil
Pengumuman Penetapan Ganti Kerugian.8 Pasal 86 ayat (3) Perpres Nomor 71 Tahun 2012, Penitipan
Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal:
a. Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil
musyawarah dan tidak mengajukan keberatan ke pengadilan; b. Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan putusan
pengadilan negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Pihak yang Berhak tidak diketahui keberadaannya; ataud. Objek Pengadaan Tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian:
1) sedang menjadi Objek perkara di pengadilan;
2) masih dipersengketakan kepemilikannya;
3) diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau4) menjadi jaminan di bank
9.
8 Lihat Lampiran Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri dalam Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum, pada bagian yang berhak mengajukan keberatan ke Pengadilan Pasal 4
& 5 9
Lihat Jarot Widya Muliawan, Cara Mudah Pahami........., Op.Cit., hlm.75-76
8
Penerapan konsinyasi dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum pada kenyataannya mendapat pertentangan dari berbagai pihak khususnya masyarakat yang
kedudukannya sebagai pemegang hak atas tanah yang terkena konsinyasi. Sebagian masyarakat
menolak adanya konsinyasi pengadaan tanah untuk kepentingan umum karena penerapan konsinyasi
ini dianggap melanggar prinsip keadilan dan melanggar hak asasi manusia. Dengan adanya penolakan terhadap konsinyasi tersebut, berarti bahwa masyarakat juga tetap menolak ganti rugi yang dititipkan
di Pengadilan Negeri. Hal tersebut menghambat proses pembebasan hak atas tanah yang
mengakibatkan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum tidak dapat diselesaikan tepat waktu.
Apabila dilihat dari segi akibat hukum dari yang ditimbulkannya, konsinyasi ini merupakan
cara yang efektif untuk menyelesaikan sengketa ganti rugi yang tidak kunjung selesai. Pada kenyataannya, konsinyasi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini memang tidak dapat
diterima oleh masyarakat sebagai alternatif penyelesaian sengketa ganti rugi pengadaan tanah karena
beberapa alasan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Tetapi konsinyasi tersebut telah menimbulkan akibat hukum yang begitu besar yang sama halnya dengan pencabutan hak atas tanah. Apabila ada dua pilihan cara yang demikian, maka cara
yang seharusnya dilakukan adalah cara yang paling nyata yaitu pencabutan hak atas tanah. Pasal 1
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 menegaskan bahwa: “Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan
pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria,
9
Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya”.
10
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dirumuskan masalah tersebut sebagai berikut: 1. Bagaimanakah proses Apprasial dalam menentukan penilaian ganti kerugian terhadap
pihak yang di konsinyasi Berdasar Nilai Kewajaran di Desa Capang?
2. Faktor apakah yang menghambat dalam proses pelaksanaan Pengadaan Tanah untukKepentingan Umum sehingga terjadi proses Konsinyasi atas lahan di Desa Capang ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk memaparkan proses Apprasial dalam menentukan penilaian ganti kerugian terhadap
pihak yang di konsinyasi Berdasar Nilai Kewajaran di Desa Capang.
2. Untuk mengetahui Faktor yang menghambat dalam proses pelaksanaan Pengadaan Tanahuntuk Kepentingan Umum sehingga terjadi proses Konsinyasi atas lahan di Desa Capang.
D. Kegunaan Penelitian Penulisan ini diharapkan dapat memberikan kegunaan antara lain:
10 Diah Putri Agustini, ”Konsinyasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum”. Dalam http://repository.unej.ac.id /bitstream/handle/ 123456789/65303/ 110710101093_DIAH%20
PUTRI%20AGUSTINI_umi.pdf?sequence=1, diakses tgl 06 Desember 2017
10
1. Kegunaan yang bersifat Teoritis- Penelitian ini diharapkan sebagai instrument pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
dalam bidang Hukum Perdata, yang berkaitan dengan Upaya Hukum yang dilakukan
Masyarakat yang menolak besarnya ganti kerugian pembebasan lahan pada pengadaan
tanah untuk kepentingan umum Proses pelaksanaan pengadaan Tanah untuk kepentingan Umum,dan Proses konsinyasi.
2. Kegunaan praktis
a) Bagi MasyarakatManfaat yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat ialah Masyarakat menjadi
mengerti tentang proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan mengetahui upaya
hukum bagi masyarakat yang menolak dengan besarnya ganti kerugian pada pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
b) Bagi Negara/Pemerintah
Manfaat yang dapat dirasakan lamgsung oleh pemerintah ialah, proses pengadaan
tanah menjadi lebih mudah dan cepat, dikarenakan warga mulai mengerti manfaat pengadaan tanah untuk kepentingan umum tersebut, dan telah mengerti proses pelaksanaan konsinyasi
bagi warga yang tetap menolak besarnya ganti kerugian pada kegiatan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum. Serta pemerintah lebih hati-hati dalam melakukan pemberian ganti kerugian, agar tidak merugikan masyarakat, dan tidak bertindak secara memaksa.
c) Bagi Universitas Widyagama
Sebagai suatu hasil karya yang dapat menambah pengetahuan keilmuan tentang proses
pelaksanaan konsinyasi dalam kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, sebagai
11
bahan wacana dan pustaka bagi mahasiswa atau pihak lain yang memiliki ketertarikan di bidang yang sama.
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengadaan TanahKetentuan umum Undang-undang Republik Indonesia No.2 Tahun 2012 Tentang
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum mengartikan Pengadaan
Tanah sebagai suatu kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.
11 Secara lebih mendetail, Imam koeswahyono
memberikan pengertian pengadaan tanah sebagai suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mendapatkan tanah bagi kepentingan tertentu dengan cara memberi ganti kerugian kepada si empunya ( baik perorangan maupun badan hukum ).
12
Kata Pengadaan Tanah merupakan istilah asal mulanya atau istilah asli sesuai dengan
ketentuan yang di atur dengan hukum, akan tetapi istilah ini menurut ketentuan yang diatur
dalam keputusan mendagri lebih dikenal dengan sebutan istilah pembebasan. Sedangkan yang dimaksud dengan pembebasan tanah menurut kepmendagri Nomor Ba.12/108/1275 adalah
setiap perubahan yang bermaksud langsung atau tidak langsung melepaskan hubungan hukum
11 Lihat Lampiran Undang-undang No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan
bagi Kepentingan Umum, pada bagian arti dari pengadaan Tanah pasal 1 angka 2 12 Jarot Widya Muliawan, Cara Mudah Pahami........., Op.Cit, hlm. 1
12
yang ada antara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang berhak/penguasa tanah itu.
Undang-undang Nomor 2 Th. 2012 dalam Pasal 1 angka 2: Pengadaan Tanah adalah
kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada
pihak yang berhak. Arti pengadaan tanah secara luas mengandung 3 unsur, yaitu:
a. Kegiatan untuk mendapatkan tanah, dalam rangka pemenuhan kebutuhan lahan untuk
pembangunan kepentingan umum.b. Pemberian ganti rugi kepada yang terkena kegiatan.
c. Pelepasan hubungan hukum dari pemilik tanah kepada pihak lain.13
2. Fungsi Sosial atas TanahDasar pemikiran mengenai pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum juga
berasal dari konsep fungsi sosial yang melekat pada setiap hak atas tanah. Dalam Pasal 6
UUPA disebutkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ketentuan tersebut
mendasari sifat kebersamaan atau kemasyarakatan dari setiap hak atas tanah. Dengan fungsi sosial tersebut, hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidak dapat dibenarkan bahwa
tanahnya itu akan dipergunakan atau tidak dipergunakan semata-mata untuk kepentingan
pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian masyarakat. Penggunaan tanah harus
13 Lihat Mudakir Iskandar Syah, Pembebasan Tanah........, Op. Cit., hlm. 1-3
13
disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan pemilik sekaligus bagi masyarakat dan negara.
14
Tanah adalah bagian yang terdapat pada kerak bumi yang tersusun atas mineral dan
bahan organik. Tanah merupakan salah satu penunjang yang membantu kehidupan semua
mahluk hidup yang ada di bumi. Tanah sangat mendukung terhadap kehidupan tanaman yang menyediakan hara dan air di bumi. selain itu, Tanah juga merupakan tempat hidup berbagai
mikroorganisme yang ada di bumi dan juga merupakan tempat berpijak bagi sebagian mahluk
hidup yang ada di darat. Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan mencegah terjadinya erosi.
15
Dalam hukum tanah, kata tanah dipakai dalam arti yuridis sebagai suatu pengetian
yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) sebagaimana dalam Pasal 4 bahwa hak menguasai dari negara ditentukan
adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah. Tanah merupakan salah
satu unsur terpenting dalam pelaksanaan pembangunan, karena itu sebelum pelaksanaan suatu
pembangunan harus ada terlebih dahulu tersedianya komponen yang paling prinsip yang dinamakan lahan atau tanah. Tanpa adanya komponen yang utama ini, maka pembangunan
tidak akan bisa diwujudkan. Untuk itu dibentuklah lembaga pengadaan tanah untuk
14Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Hukum Pengadaan Tanah untuk Kepentingan
Umum, (Malang, 2007), hlm. 16 15
Lihat Anonim, " Pengertian dan Definisi Tanah " dalam http:// farahatikahgeografi tanah.
blogspot.co.id/p/ pengertian-tanah .html, diakses tgl 21 November 2017
14
pembangunan,16
sedangkan pada Undang-undang No. 2 th 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, tanah adalah objek utama untuk pelaksanaan
pembangunan jalan tol tersebut.
3. Definisi Kepentingan Umum
Kepentingan Umum bisa diartikan sebagai kepentingan untuk keperluan atau kepentingan orang banyak, sehingga dapat disimpulkan bahwa kepentingan umum adalah
kepentingan yang kemanfaatannya harus dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dengan
memperhatikan bidang sosial, politik, psikologis, hankamnas (pertahanan dan keamanan nasional) atas dasar asas Pembangunan Nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional
serta Wawaan Nasional demi kemakmuran seluruh masyarakat. Dalam hal ini eks pemegang
hak atas tanah tidak boleh ditelantarkan demi pembangunan untuk kepentingan umum. Oloan Sitorus dan Dayat Limbong menyatakan bahwa, "Di dalam konsep kepentingan umum, harus
memenuhi 3 (tiga) hal yaitu; unsur peruntukan, unsur kemanfaatan, unsur siapakah yang
dapat melaksanakan dan unsur sifat dari pembangunan untuk kepentingan umum tersebut".
Berdasarkan hal tersebut bahwa untuk melaksanakan proses Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum harus melalui proses yang diatur dalam undang-undang, tidak
mengesampingkan hak yang harus diberikan kepada pemilik hak atas tanah.17
Selain itu, juga harus mengartikan makna kepentingan umum dengan benar, dalam hal ini selalu berorientasi pada kesejahteraan masyarakat banyak, tidak untuk kepentingan pribadi
16 Lihat Jarot Widya Muliawan, Loc. Cit, Hlm. 11 17 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Mitra Kebijakan
Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2004, hlm. 45
15
atau golongan18
. Berdasarkan Pasal 1 angka 6 UU No. 2 tahun 2012 Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah
dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.19
Dalam hal ini Bernhard Limbong mengemukakan unsur-unsur dari kepentingan umum
yaitu:20
a. Kepentingan Bangsa, Negara, dan Masyarakat;
b. diwujudkan oleh Pemerintah, baik pusat maupun daerah;
c. dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat.Secara mendetail, macam-macam atau jenis kepentingan umum yang telah diatur
dalam Pasal 10 undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 sebagai berikut:
a. Pertahanan dan keamanan nasional;b. Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas
operasi kereta api;
c. Waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan
sanitasi,dan pembangunan pengairan lainnya;d. Pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
e. Infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
18 Jarot Widya Muliawan,Cara Mudah Pahami ...., Op. Cit., hlm. 3-4 19 Lihat Lampiran Undang-undang No.2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum, pada bagian pengertian dari kepentingan umum pasal 1 angka 6 20 Bernhard Limbong, Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, Margaretha Pustaka, Jakarta, 2015,
hlm. 158
16
f. Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;g. Jaringan telekomunikasi dan informatika pemerintah;
h. Tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
i. Rumah sakit pemerintah/pemerintah daerah;
j. Fasilitas keselamatan umum;k. Tempat pemakaman umum pemerintah/pemerintah daerah;
l. Fasilitas sosial,fasilitas umum,dan ruang terbuka hijau publik;
m. Cagar alam cagar budaya;n. Kantor pemerintah/daerah/desa;
o. Penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan
untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;p. Prasarana pendidikan atau sekolah pemerintah;
q. Prasarana olahraga pemerintah; dan
r. Pasar umum dan lapangan parkir umum.21
4. Definisi Jalan TolJalan adalah prasarana hubungan darat yang diperuntukkan bagi lalulintas
kendaraan, orang dan hewan. Jalan dikelompokkan berdasarkan jalan umun dan jalan khusus.
Jalan umum adalah jalan yang peruntukkan untuk jalan lalulintas untuk umum. Jalan khusus adalah jalan yang termasuk selain jalan umum.
Jalan tol adalah jalan umum yang kepada pemakainya dikenakan kewajiban
membayar tol dan merupakan jalan alternatif lintas jalan umum yang telah ada. Jalan tol
21 Jarot Widya Muliawan, Cara Mudah......., Op. Cit, hlm. 3-5
17
diselenggarakan dengan maksud untuk mempercepat pewujudan jaringan jalan dengan sebagian atau seluruh pendanaan berasal dari pengguna jalan untuk meringankan beban
pemerintah. Jalan tol diselenggarakan dengan tujuan meningkatkan efisien pelayanan jasa
distribusi guna menujukkan pertumbuhan ekonomi dengan perkembangan wilayah dengan
memperhatikan rencana induk jaringan jalan.22
5. Definisi Konsinyasi
Secara etimologi (asal kata) pengistilahan konsinyasi dalam bahasa inggris berasal
dari kata consign, consignmen 23
, artinya “ menyerahkan, mengirimkan, menyerahkan sebagai penitipan”. Adapun dalam bahasa Belanda berasal dari kata consignatie yang berarti
“penitipan uang atau barang pada pengadilan guna pembayaran utang”.24
Melakukan
Konsinyasi / Consignatie atau yang dikenal dengan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) pada Pasal 1404. Penitipan Ganti Kerugian pada
Pengadilan Negeri (Konsinyasi) dilakukan pada pengadilan negeri di wilayah lokasi
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
22 Lihat Anonim, "Pengertian Jalan Tol " dalam http://repository.usu.ac.id/ bitstream/ handle/123456789/22937/Chapter%20II.pdf;jsessionid=C6FC1A1F82FB7A4E89C1337CF0C301F5? sequence=
4, diakses tgl. 21 November 2017 23 John M. Echol and Hasan Shadily, "Kamus English-Indonesian Dictionary", Gramedia pustaka
Utama, Jakarta, 2015, hlm.141 24
Kamus Hukum, edisi lengkap, penerbit Aneka Ilmu, Semarang, 1997, hlm. 242.
18
Penitipan Ganti Kerugian sesuai ketentuan pada Pasal 86 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012, Dilakukan dalam hal;
a. Pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan
hasil musyawarah dan tidak mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri;
b. Pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkanputusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
c. Pihak yang berhak tidak diketahui keberadaannya;d. Dalam hal pihak yang berhak telah diundang secara patut tidak hadir dan tidak
memberikan kuasa,sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) Peraturan Presiden
Nomor 71 Tahun 2012;25
6. Lembaga Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T)
Pelaksana Pengadaan Tanah ( yang selanjutnya disebut P2T) kalau belum berdasarkan
ketentuan sebelum berlakunya UU Nomor 2 Tahun 2012 dan Perpres Nomor 71 Tahun 2012,
merupakan singkatan Panitia Pengadaan Tanah, namun dengan berlakunya UU dan Perpres tersebut dirubah P2T merupakan singkat Pelaksana Pengadaan Tanah. Pelaksana pengadaan
tanah dibentuk atas dasar hukum baik produk hukum yang berasal dari pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Kepanitiaan ini kalau didasarkan kepada ketentuan lama (sebelum UU No.2 th.2012) untuk panitia tingkat Walikota/Bupati diketuai oleh Walikota/Bupati, untuk
tingkat provinsi diketuai oleh Gubernur, dengan susunan seluruh anggotanya terdiri BPN dan
25 Lihat Jarot Widya Muliawan, Loc. Cit., hlm. 8
19
unit organisasi pemerintah daerah baik unit organisasi yang bersifat administratif maupun bersifat teknis.
Sedangkan kepanitiaan dengan berlakunya UU Nomor 2 Tahun 2012 dan Perpres
Nomor 71 Tahun 2012, ketua P2T adalah Kepala Kantor Pertanahan, dengan keanggotaan unit
organisasi bersifat administratif maupun bersifat teknis. Kita tidak mempermasalahkan kepanitiaan, siapapun panitia yang penting yang dapat menghasilkan kerja optimal.
Pemerintah dalam hal ini adalah Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) dalam melaksanakan
tugasnya melakukan proses pembebasan tanah yang pertama kali setelah adanya kesepakatan lokasi dan selanjutnya mengadakan sosialisasi dan pendataan terhadap pemilik tanah yang
terkena pembebasan yang dimanfaatkan untuk proyek pembangunan kepentingan umum.
Tugas pokok dan fungsi P2T berdasarkan pasal 7 Perpres 36 Tahun 2005 adalah : a. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah pembangunan,tanaman,dan benda-
benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang haknya akan dilepas atau
diserahkan,dan dokumen yang mendukungnya.
b. Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan ataudiserahkan dan dokumen yang mendukungnya.
c. Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang akan terkena rencana
pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaantanah tersebut dalam bentuk konsultasi publik baik melalui tatap muka,media cetak
maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh masyarakat yang terkena
rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah.
20
d. Mengadakan musyawarah dengan pemegang hak atas tanah dan instansi pemerintahdan/atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk
dan/atau besarnya ganti kerugian.26
7. Pengadilan Negeri dalam Konsinyasi
Pengadilan negeri dibentuk oleh Menteri kehakiman dengan persetujuan MahkamahAgung, Panitera diangkat dan diberhentikan oleh menteri kehakiman (Menteri hukum dan
perundang-undangan) dan Panitera pengganti oleh kepala Pengadilan bersangkutan. Pada tiap-
tiap pengadilan negeri ditempatkan suatu kejaksaan negeri yang terdiri dari seorang atau lebih Jaksa dan Jaksa-jaksa muda. Menurut Wikipedia. Pengadilan Negeri (PN) adalah merupakan
sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota
kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, yang berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada
umumnya.27
Dalam hal ini Pengadilan Negeri berperan penting dalam pelaksanaan konsinyasi bagi
pembangunan untuk kepentingan umum, karna pengajuan keberatan bagi warga yang keberatan dengan nilai ganti kerugian di ajukan ke Pengadilan Negeri setempat, dan putusan
dari pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap tidak dapat diganggu gugat.
26 Mudakir Iskandar Syah, Pembebasan Tanah ...., Op. Cit., Hlm. 37-39 27
Srikandi Rahayu," Pengertian Dan Ruang Lingkup Pengadilan Negeri" dalam http://
seputarpengertian. Blogspot .co.id/2016/05/pengertian-dan-ruang -lingkup-pengadilan.html /posting :2016/05/24
/diakses pada tanggal 20 Juli 2017.
21
F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan
Jenis Penelitian ini adalah penelitian Empiris dengan menggunakan pendekatan
yuridis sosiologis, karena hendak Meneliti tentang Proses Pelaksanaan Konsinyasi dalam
Kegiatan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Jalan Tol Pandaan-Malang.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Capang, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan.
Peneliti Memilih lokasi penelitian di Desa Tersebut dikarenakan di Desa Capang tersebut termasuk salah Satu Desa yang terkena Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Jalan Tol
Pandaan-Malang. Selain itu di Desa Capang tersebut terdapat Masalah yang menghambat
proses Pengadaan Tanah, untuk itu Peneliti Memilih Desa tersebut sebagai lokasi Penelitian.
3. Jenis & Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan permasalahan dan tujuan
penelitian, dibagi ke dalam 2 (dua) jenis data yaitu:
a. Data PrimerMenurut Soemitro, data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
masyarakat28
. Sedangkan menurut Moeleong, sumber data primer adalah kata-kata dan
tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai. Data didapat dari pihak-pihak yang dapat memberikan pendapat, informasi atau
keterangan diantaranya: Anggota Pelaksana Pengadaan Tanah, staf ppk Pengadaan Tanah, dan
28 Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta 1990), hlm. 52
22
warga yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum jalan tol Pandaan-malang.
b. Data Sekunder
Menurut Lofland selain kata-kata atau tindakan sebagai sumber data utama, data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain merupakan sumber data yang dapat dilihat dari segi sumber data. Dalam penelitian ini juga diperlukan data sekunder yang berfungsi sebagai
pelengkap/ pendukung data primer.
Bahan-bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat di bagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber tertulis, sumber dari arsip-arsip, dokumen-dokumen pribadi,
dan dokumen resmi.29
Adapun data sekunder yang membahas mengenai proses konsinyasi
pada kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum: a. Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk
pembangunan bagi kepentingan Umum.
b. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (selanjutnya disebut dengan UUPA)c. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
d. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanahdan Benda-Benda yang ada di Atasnya.
29 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, 2002), hlm. 113
23
e. PERMA No 3 Tahun 2016 tentang tata cara Pengajuan Keberatan danPenitipan ganti kerugian ke Pengadilan Negeri dalam Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
4. Teknik Pengumpulan Data
Suatu penelitian membutuhkan sarana untuk menemukan dan mengetahui lebih mendalam mengenai gejala-gejala tertentu yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian
kebenaran penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sebagai tindak
lanjut dalam memperoleh data-data sebagaimana yang diharapkan, maka penulis melakukan teknik pengambilan data yang berupa:
a. Penelitian Lapangan (field research)
Pada bagian ini penulis mengadakan pengumpulan data dengan cara berinteraksi langsung dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini melakukan teknik interview
(wawancara) dengan beberapa pihak yang berhubungan langsung dengan pengadaan tanah
tersebut,guna memperoleh data yang akurat yakni:
1) Tim P2T ( Pelaksana Pengadaan Tanah ),2) Warga yang Bidang miliknya Terkena Pengadaan Tanah,
3) Staf Kantor PPK Pengadaan Tanah, dan
4) Pihak Konsultanb. Penelitian Pustaka (library research)
Dalam penelitian ini penulis memperoleh data melalui jalan membaca buku, majalah,
koran, jurnal ilmiah dan literature lainnya yang mempunyai keterkaitan dengan materi
pembahasan.
24
5. Metode Analisis DataMetode analisis data yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah deskriptif
kualitatif yaitu menggambarkan data untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial
tertentu dan peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta berdasarkan kualitas
data serta diuraikan berdasarkan landasan teori.30
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan kejadian atau fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang
terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi.
Penelitian ini menafsirkan dan menguraikan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam suatu masyarakat, pertentangan
antara dua keadaan atau lebih, hubungan antar variable yang timbul, perbedaan antar fakta
yang ada serta pengaruhnya terhadap suatu kondisi, dan sebagainya.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan hukum ini akan disusun dalam 4 (empat) bab dengan sistematika:
Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang masalah dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab II Hasil Penelitian, Proses Apprasial dalam menentukan penilaian ganti kerugian berdasar nilai kewajaran dan faktor-faktor penghambat pengadaan tanah sehingga terjadi
proses konsinyasi.
30) Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta, 1989 ), hlm. 4
25
Bab III Analisis Hasil Penelitian, dari penelitian tersebut diketahui bahwa proses apprasial dalam menentukan nilai ganti kerugian sudah sesuai dengan perhitungan yang
matang, dan memperhatikan nilai kewajaran yang diberikan. Dan mengetahui faktor-faktor
yang menjadi penghambat pengadaan tanah sehingga terjadi konsinyasi.
Bab IV Penutup, PENUTUP, terdiri dari kesimpulan dan saran-saran dari hasil pembahasan bab-bab sebelumnya.