Download - 2. Laporan Pendahuluan Askep Anak Autisme
LAPORAN PENDAHULUAN
AUTISME PADA ANAK
1. KONSEP DASAR AUTISME
1.1 Definisi
Autisme diartikan oleh Leo Kanner dalam penelitiannya pada tahun 1943
adalah suatu gangguan metabolisme tubuh yang dapat menyebabkan kelainan pada
seseorang sehingga secara tak langsung individu tersebut dapat dikatakan “ hidup
dalam dunianya sendiri “ (Dr. Melly Budhiman, 2002).
Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti
aliran. Jadi autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri
(Purwati, 2007).
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang
ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu
perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006).
1.2 Etiologi
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya
yaitu:
1.2.1 Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan kromosom
yang disebutkan syndrome fragile-x (ditemukan pada 5-20% penyandang autis).
1.2.2 Faktor Cacat (kelainan pada bayi)
Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak yang
berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun setelah
persalinan, kemudian juga disebabkan adanya Kongenital Rubella, Herpes Simplex
Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection.
1.2.3 Faktor Kelahiran dan Persalinan
Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam
timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan persalinan. Seperti
adanya pendarahan yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang bercampur feces,
dan obat-obatan ke dalam janin, ditambah dengan adanya keracunan seperti logam
berat timah, arsen, ataupun merkuri yang bisa saja berasal dari polusi udara, air
bahkan makanan.
Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi
makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang
mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam
tingkah laku dan fisik termasuk autis.
1.3 Manisfestasi Klinik
1.3.1 Pada Tahap Pertumbuhan
Umumnya penderita Autis infantil memperlihatkan pertumbuhan fisik yang
wajar dan normal seperti pada tingkat kemampuan gerak (berjalan, merangkak, dan
berdiri), kemampuan bercakap-cakap, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Anak
dengan autis juga dapat meniru beberapa lagu yang didengarakannya atau dapat
menggunakan panca indranya dengan normal dan secara luas ketika mengeksplorasi
lingkungannya. Walaupun terdapat kenormalan pada proses pertumbuhannya, pada
anak penderita Autis didapati keterbatasan dalam memfungsikan organnya, misalnya:
1) Sulit berbicara (Aphasia), pada pertumbuhan anak normal didapati kelancaran
bicara pada usia 12- 14 bulan.
2) Sulit menggerakkan badan karena gangguan saraf motorik (Apraxia).
3) Sulit menggerakkan otot (Athaxia).
4) Tangan terus bergerak dan tak terkendali (Athetoid).
5) Mengalami kesulitan membaca (Dyslexia).
6) Mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata atau kalimat yang sulit dan rumit
(Dysphasia).
7) Sulit menggerakkan kaki dan tangan (Dyskinesia) karena kekakuan otot kaki dan
tangan (Spastic) atau kelemasan otot kaki dan tangan (Hypotonic) sehingga tak
mampu untuk mengembangkan kemampuan duduk, berdiri, dan berjalan secara
mandiri, pada pertumbuhan anak normal didapati kemampuan untuk berdiri sendiri
dan berjalan pada usia 6-18 bulan .
8) Terdapat kegagalan untuk memberikan respon terhadap rangsang nyeri sehingga
anak sering terlihat menyakiti diri sendiri.
9) Mungkin didapatkan adanya kelainan bentuk jari tangan dan kaki yang nantinya
juga dapat mempengaruhi perkembangan mental, kejiwaan, dan intelektual.
Anak Autis dapat menunjukkan pertumbuhan fisik normal hingga sekitar usia 2
tahun dan setelah itu didapati penurunan kesehatan yang drastis.
1.3.2 Pada Tahap Perkembangan
Pada tahap ini penderita autis memperlihatkan keterbelakangan dan gangguan
dalam hal psikologis dan intelektual. Selain itu, kemampuan untuk berkomunikasi
dan berprilaku juga mengalami penyimpangan. Dalam usia 5 tahun, komunikasi anak
dan ibu terganggu dengan adanya sikap anak yang tidak mau menatap ibunya ketika
ditimang, hal ini menunjukkan kesan tidak mengenal.Tidak dapat bercakap-cakap
dengan orang lain di sekitar secara mandiri, adanya gangguan praverbal yang
ditunjukkan dengan berteriak dan ekolia (bicara yang mengulang kata atau
ungkapan), padahal anak normal pada usia 6- 18 bulan sudah dapat melakukannya
(dalam kemampuan berbahasa sesuai batas usia). Dalam berperilaku, anak biasanya
duduk dalam jangka waktu yang lama, sibuk dengan tangannya (dengan
mengepakkannya, memainkan jarinya atau bertepuk tangan), tercengang dan
menatap terus pada objek tertentu (mengkilap dan bersifat mekanis) seolah tak dapat
dipisahkan dan sangat terikat daripadanya. Gambaran lain adalah adanya sikap
rirualistik dan konvulsif dimana anak menekankan suatu rutinitas kehidupan harian
tertentu dan menolak suatu perubahan, dan adanya gerakan yang tidak biasa
ditemukan pada anak normal yaitu sering mengedipkan mata secara berulang, wajah
sering menyeringai, sikap melompat dan berjingkat. Pada segi psikologis didapati
adanya perubahan suasana hati yang tiba-tiba, tertawa dengan sebab yang tidak jelas
dan sering diselingi dengan kemarahan yang bersifat destruktif. Anak sering
ketakutan dengan suara tertentu dan tercengang dengan suara yang lain. Hal ini juga
akan mengarahkan anak untuk mengalami gangguan mental psikotik paranoid (takut
dan curiga sehingga memperlihatkan sikap tidak mempercayai orang lain),
schizotypal (menyendiri dan asik dengan dunianya sendiri), dan histionik (selalu ingin
diperhatikan, diutamakan, dan dituruti seluruh keinginannya). Sisi intelektual anak
dengan autis akan dihadapkan dengan adanya retardasi, tetapi ada kecenderungan
untuk membaik jika anak dapat lepas dari sikap menarik diri. Kemampuan olah bicara
anak autis sering terhambat pada hal intonasi dan hal lain yang mengalami gangguan
adalah kemampuan untuk menentukan waktu.
Tanda dan gejala diberbagai bidang yaitu:
1) Di bidang komunikasi:
(1) Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada. Anak
nampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian
hilang kemampuan bicara.
(2) Terkadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
(3) Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang dengan bahasa yang tidak
dimengerti orang lain.
(4) Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau membeo
(Echolalia).
(5) Bila senang meniru dapat menghafal kata-kata atau nyanyian yang didengar
tanpa mengerti artinya.
(6) Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata-kata) atau sedikit
berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
(7) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang dia
inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.
2) Di bidang interaksi sosial:
(1) Anak autis lebih suka menyendiri
(2) Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari
tatapan muka atau mata dengan orang lain.
(3) Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya
maupun yang lebih tua dari umurnya.
(4) Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.
3) Di bidang sensoris:
(1) Anak autis tidak peka terhadap sentuhan seperti tidak suka dipeluk.
(2) Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
(3) Anak autis senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda yang
ada disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut.
4) Di bidang pola bermain:
(1) Anak autis tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
(2)Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman sebayanya.
(3) Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.
(4)Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-
putar.
(5)Senang terhadap benda-benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda,
dan sejenisnya.
(6)Sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa
kemana-mana.
5) Di bidang perilaku:
(1) Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan
berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
(2) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti
bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung.
(3) Berputar-putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan
dengan bolak-balik, dan melakukan gerakan yang diulang-ulang.
(4) Tidak suka terhadap perubahan.
(5) Duduk bengong dengan tatapan kosong.
6) Di bidang emosi:
(1) Anak autis sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa.
(2) Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan
keinginannya.
(3) Kadang agresif dan merusak.
(4) Kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri.
(5) Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada
disekitarnya atau didekatnya.
1.4 Patofisiologi
Autisme adalah beberapa kelainan yang disebabkan oleh mutasi berkumpul di
beberapa jalur molekuler umum, atau adalah (seperti cacat intelektual) set besar
gangguan dengan berbagai mekanisme. autism tampaknya timbul akibat dari
perkembangan faktor-faktor yang mempengaruhi banyak atau semua fungsi sistem
otak, dan mengganggu perkembangan otak waktu lebih dari produk akhir.
Neuroanatomical penelitian dan asosiasi-asosiasi dengan teratogen sangat
menyarankan bahwa mekanisme autisme itu meliputi perubahan dari perkembangan
otak segera setelah pembuahan. anomali ini muncul untuk memulai kaskade patologis
peristiwa dalam otak yang secara signifikan dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan. Hanya setelah lahir, otak anak-anak autistik cenderung tumbuh lebih
cepat dari biasanya, diikuti dengan normal atau relatif lebih lambat pertumbuhan di
masa kanak-kanak. Tidak diketahui apakah awal pertumbuhan yang berlebihan terjadi
pada semua anak-anak autistik. Tampaknya menjadi yang paling menonjol di
wilayah-wilayah otak yang mendasari perkembangan kognitif yang lebih tinggi
spesialisasi.
Hipotesis untuk seluler dan molekuler dasar patologis berlebih awal meliputi:
1) Kelebihan neuron yang menyebabkan overconnectivity lokal di daerah otak kunci.
2) Terganggu saraf migrasi selama awal kehamilan.
Interaksi antara sistem kekebalan dan sistem saraf mulai awal selama tahap
embrionik kehidupan dan sukses neurodevelopment tergantung pada respon imun
yang seimbang. Ada kemungkinan bahwa aktivitas kekebalan yang menyimpang
selama periode kritis neurodevelopment adalah bagian dari mekanisme dari beberapa
bentuk ASD. Meskipun beberapa kelainan pada sistem kekebalan telah ditemukan
dalam sub-sub kelompok khusus individu autistic tidak diketahui apakah kelainan ini
relevan dengan atau sekunder untuk proses penyakit autisme. Sebagaimana
autoantibodies ditemukan dalam kondisi selain ASD, dan tidak selalu hadir dalam
ASD, hubungan antara gangguan kekebalan dan autisme tetap tidak jelas dan
controversial. Hubungan antara zat kimia saraf dengan autisme belum dipahami
dengan baik; beberapa telah diselidiki, dengan banyak bukti-bukti untuk peran
serotonin dan perbedaan genetis dalam transportasi.
Beberapa data menunjukkan peningkatan beberapa hormon pertumbuhan data
lain berpendapat untuk berkurang faktor pertumbuhan. Beberapa kekeliruan
metabolisme bawaan berhubungan dengan autisme tetapi account mungkin kurang
dari 5% dari kasus. Sistem neuron cermin (MNS) hypothesizes autisme teori bahwa
distorsi dalam perkembangan MNS imitasi mengganggu dan menyebabkan autisme
fitur inti kerusakan sosial dan komunikasi, kesulitan MNS beroperasi ketika binatang
melakukan suatu tindakan atau mengamati binatang lain melakukan tindakan yang
sama. MNS dapat berkontribusi pada pemahaman individu orang lain dengan
mengaktifkan modeling perilaku mereka diwujudkan melalui simulasi dari tindakan
mereka, niat, dan emosi.
Individu autistik cenderung menggunakan berbagai wilayah otak (kuning)
untuk tugas gerakan dibandingkan dengan kelompok kontrol (biru).
ASD-pola yang terkait fungsi dan menyimpang rendah aktivasi di otak berbeda-beda
tergantung pada apakah otak melakukan tugas-tugas sosial atau nonsocial. Di autisme
ada bukti untuk mengurangi konektivitas fungsional dari jaringan standar, skala besar
jaringan otak yang terlibat sosial dan emosional dalam pengolahan, dengan
konektivitas utuh dari tugas-jaringan positif, yang digunakan dalam perhatian
berkesinambungan dan tujuan-diarahkan berpikir. Pada orang dengan autis dua
jaringan tidak berkorelasi negatif pada waktunya, menunjukkan adanya
ketidakseimbangan dalam Toggling antara dua jaringan, mungkin mencerminkan
gangguan referensial diri berpikir.
1.5 Klasifikasi
Berdasarkan waktu munculnya gangguan, Kurniasih (2002) membagi autisme
menjadi dua yaitu:
1) Autisme sejak bayi (Autisme Infantil) anak sudah menunjukkan perbedaan-
perbedaan dibandingkan dengan anak non autistik, dan biasanya baru bisa
terdeteksi sekitar usia bayi 6 bulan.
2) Autisme regresif ditandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan
kemampuan yang sebelumnya jadi hilang. Yang awalnya sudah sempat
menunjukkan perkembangan ini berhenti. Kontak mata yang tadinya sudah bagus,
lenyap. Dan jika awalnya sudah bisa mulai mengucapkan beberapa patah kata,
hilang kemampuan bicaranya. (Kurniasih, 2002).
Sedangkan Yatim, Faisal Yatim (dalam buku karangan purwati 2007)
mengelompokkan autisme menjadi:
1) Autisme persepsi ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme internal
karena kelainan sudah timbul sebelum lahir
2) Autisme reaksi ini biasanya mulai terlihat pada anak-anak usia lebih besar (6-7
tahun) sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga terjadi sejak
usia minggu-minggu pertama. Penderita autisme reaktif ini bisa membuat gerakan-
gerakan tertentu berulang-ulang dan kadang-kadang disertai kejang-kejang.
1.6 Faktor Resiko
Penyebab autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang
mempengaruhi.Sehingga banyak teori penyebab yang telah diajukan oleh banyak ahli.
Hal ini yang menyulitkan untuk memastikan secara tajam faktor resiko gangguan
autis. Faktor resiko disusun oleh para ahli berdasarkan banyak teori penyebab autris
yang telah berkembang. Terdapat beberapa hal dan keadaan yang membuat resiko
anak menjadi autis lebih besar. Dengan diketahui resiko tersebut tentunya dapat
dilakukan tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi sejak dini pada anak
yang beresiko. Adapun beberapa resiko tersebut dapat diikelompokkan dalam
beberapa periode, seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia bayi.
1.6.1 Periode Kehamilan
Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang mempengaruhinya.
Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem susunan saraf otak sangat pesat
terjadi pada periode ini, sehingga segala sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu
tentunya sangat berpengaruh. Gangguan pada otak inilah nantinya akan
mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko
terjadinya autism
1.6.2 Periode Persalinan
Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi
selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat menentukan
kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang
paling berbahaya adalah hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh
bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap
gangguan ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak
baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya. Gangguan persalinan yang
dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah: pemotongan tali pusat terlalu
cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6), komplikasi selama
persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah
(< 2500 gram).
1.6.3 Periode Usia Bayi
Kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang terjadi
dapat mengakibatkan gangguan pada otak yang akhirnya dapat beresiko untuk
terjadinya gangguan autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk terjadinya
autisme adalah prematuritas, alergi makanan, kegagalan kenaikan berat badan,
kelainan bawaan: kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik,
gangguan pencernaan: sering muntah, kolik, sulit buang air besar, sering buang air
besar dan gangguan neurologI/saraf: trauma kepala, kejang, otot atipikal, kelemahan
otot.
1.7 Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan untuk anak dengan autism:
1.7.1 Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian
dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi
pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement
(hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang
paling banyak dipakai di Indonesia.
1.7.2 Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan
berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic
yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang
bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya
untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan
berbahasa akan sangat menolong.
1.7.3 Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan
motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang
pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap
makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat
penting untuk melatih mempergunakan otot halusnya dengan benar.
1.7.4 Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara
individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
Kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan
tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak
menolong untuk menguatkan ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
1.7.5 Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang
komunikasi dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam
ketrampilan berkomunikasi dua arah, membuat teman dan main bersama ditempat
bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada
mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari caranya.
1.7.6 Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam
belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara,
komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam
hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
1.7.7 Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak
memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka
banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila
mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar
belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan
merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki
perilakunya.
1.7.8 Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention)
dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya,
kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan
sosial, emosional dan intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi
perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
1.7.8 Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual
thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar
komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode PECS (Picture
Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk
mengembangkan ketrampilan komunikasi.
1.7.9 Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam
DAN (Defeat Autism Now). Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan
bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang
akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa
secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal
yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata
lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif,
yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).
1) Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
(1) Edukasi kepada, keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu
perkembangan anak, karena orang tua adalah orang terdekat mereka yang
dapat membantu untuk belajar berkomunikasi, berperilaku terhadap
lingkungan dan orang sekitar, intinya keluarga adalah jendela bagi penderita
untuk masuk ke dunia luar, walaupun diakui hal ini bukanlah hal yang mudah.
(2) Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah pengawasan
dokter. Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika dicurigai terdapat
kerusakan di otak yang mengganggu pusat emosi dari penderita, yang
seringkali menimbulkan gangguan emosi mendadak, agresifitas, hiperaktif
dan stereotipik. Beberapa obat yang diberikan adalah Haloperidol
(antipsikotik), fenfluramin, naltrexone (antiopiat), clompramin (mengurangi
kejang dan perilaku agresif)
2.1 Manajemen Keperawatan
2.1.1 Pengkajian
1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR
2) Riwayat Kesehatan
3) Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin terganggu.
Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan
perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme Gangguan
pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak
kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme. Gangguan persalinan yang
dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah: pemotongan tali pusat
terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ),
komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat
lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram).
4) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKK)
Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang lain,
tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak mata atau
hanya sedikit melakukan kontak mata, menunjukkan ketidakpekaan terhadap
nyeri, lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk
hubungan pribadi yang terbuka, jarang memainkan permainan khayalan,
memutar benda, terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung kepada benda
yang sudah dikenalnya dengan baik, secara fisik terlalu.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita autisme.
6) Psikososial
(1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
(2) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
(3) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
(4) Perilaku menstimulasi diri
(5) Pola tidur tidak teratur
(6) Permainan stereotip
(7) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
(8) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
(9) Kemampuan bertutur kata menurun
(10) Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
7) Neurologis
(1) Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
(2) Refleks mengisap buruk
(3) Tidak mampu menangis ketika lapar
8) Gastrointestinal
(1) Penurunan nafsu makan
(2) Penurunan berat badan
2.1.2 Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang muncul
1) Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus
2) Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan
rawat inap di rumah sakit.
3) Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan
2.1.3 Intervensi Keperawatan
1) Diagnosa I: Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan
terhadap stimulus
Hasil yang diharapkan: Anak mengomunikasikan kebutuhannya dengan
menggunakan kata-kata atau gerakan tubuh yang sederhana dan konkret.
Intervensi Rasional1. Ketika berkomunikasi dengan
anak, bicaralah dengan kalimat singkat yang terdiri atas satu hingga tiga kata, dan ulangi perintah sesuai yang diperlukan. Minta anak untuk melihat kepada anda ketika anda berbicara dan pantau bahasa tubuhnya dengan cermat.
1. Kalimat yang sederhana dan diulang-ulang mungkin merupakan satu-satunya cara berkomunikasi karena anak yang autistik mungkin tidak mampu mengembangkan tahap pikiran operasional yang konkret. Kontak mata langsung mendorong anak berkonsentrasi pada pembicaraan serta menghubungkan pembicaraan dengan bahasa dan komunikasi. Karena artikulasi anak yang tidak jelas, bahasa tubuh dapat menjadi satu-satunya cara baginya untuk mengomunikasikan pengenalan atau pemahamannya terhadap isi pembicaraan
2. Gunakan irama, musik, dan gerakan tubuh untuk membantu perkembangan komunikasi sampai anak dapat memahami bahasa
2. Gerakan fisik dan suara membantu anak mengenali integritas tubuh serta batasan-batasannya sehingga mendoronnya terpisah dari objek dan orang lain
3. Bantu anak mengenali hubungan antara sebab dan akibat dengan cara menyebutkan perasaannya yang khusus dan mengidentifikasi penyebab stimulus bagi mereka
3. Memahami konsep penyebab dan efek membantu anak membangun kemampuan untuk terpisah dari objek serta orang lain dan mendorongnya mengekpresikan kebutuhan serta perasaannya melalui kata-kata
4. Ketika berkomunikasi dengan anak, bedakan kenyataan dengan fantasi, dalam pernyataan yang singkat dan jelas
4. Biasanya anak austik tidak mampu membedakan antara realitas dan fantasi, dan gagal untuk mengenali nyeri atau sensasi lain serta peristiwa hidup dengan cara yang bermakna. Menekankan perbedaan antara realitas dan fantasi membantu anak mengekpresikan kebutuhan serta perasaannya.
2) Diagnosa II: Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang
berhubungan dengan rawat inap di RS.
Hasil yang diharapkan:
Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan kekerasan atau
perilaku merusak diri sendiri, yang ditandai oleh frekuensi tantrum dan sikap
agresi atau destruktif bekurang, serta peningkatan kemampuan mengatasi
frustasi
Intervensi Rasional1. Sediakan lingkungan kondusif dan
sebanyak mungkin rutinitas sepanjang periode perawatan di RS
1. Anak yang austik dapat berkembang melalui lingkungan yang kondusif dan rutinitas, dan biasanya tidak dapat beradaptasi terhadap perubahan dalam hidup mereka. Mempertahankan program yang teratur dapat mencegah perasaan frustasi, yang dapat menuntun pada ledakan kekerasan
2. Lakukan intervensi keperawatan dalam sesingkat dan sering. Dekati anak dengan sikap lembut, bersahabat dan jelaskan apa yang anda akan lakukan dengan kalimat yang jelas, dan sederhana. Apabila dibutuhkan, demontrasikan prosedur kepada orang tua.
2. Sesi yang singkat dan sering memungkinkan anak mudah mengenal perawat serta lingkungan rumah sakit. Mempertahankan sikap tenang, ramah dan mendemontrasikan prosedur pada orang tua, dapat membantu anak menerima intervensi sebagai tindakan yang tidak mengancam, dapat mencegah perilaku destruktif
3. Gunakan restrain fisik selama prosedur ketika membutuhkannya, untuk memastikan keamanan anak dan untuk mengalihkan amarah dan frustasinya, misalnya untuk mencagah anak dari membenturkan kepalanya ke dinding berulang-ulang, restrain badan anak pada bagian atasnya, tetapi memperbolehkan anak untuk memukul bantal
3. Restrain fisik dapat mencegah anak dari tindakan mencederai diri sendiri. Biarkan anak terlibat dalam perilaku yang tidak terlalu membahayakan, misalnya membanding bantal, perilaku semacam ini memungkinkan menyalurkan amarahnya, serta mengekpresikan frustasinya dengan cara yang aman
4. Gunakan teknik modifikasi perilaku yang tepat untuk menghargai perilaku positif dan menghukum perilaku yang negatif. Misalnya,
4. Pemberian imbalan dan hukuman dapat membantu mengubah perilaku anak dan mencegah episode kekerasan
hargai perilaku yang positif dengan cara memberi anak makanan atau mainan kesukaannya, beri hukuman untuk perilaku yang negatif dengan cara mencabut hak istimewanya
5. Ketika anak berperilaku destruktif, tanyakan apakah ia mencoba menyampaikan sesuatu, misalnya apakah ia ingin sesuatu untuk dimakan atau diminum atau apakah ia perlu pergi ke kamar mandi
5. Setiap peningkatan perilaku agresif menunjukkan perasaan stres meningkat, kemungkinan muncul dari kebutuhan untuk mengomunikasikan sesuatu.
3) Diagnosa III: Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan
gangguan.
Hasil yang diharapkan:
Orang tua mendemontrasikan keterampilan peran menjadi orang tua yang
tepat yang ditandai oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang kondisi anak
dan mencari nasihat serta bantuan
Intervensi Rasional1. Anjurkan orang tua untuk
mengekpresikan perasaan dan kekhawatiran mereka
1. Membiarkan orang tua mengekpresikan perasaan dan kekhawatiran mereka tentang kondisi kronis anak membantu mereka beradaptasi terhadap frustasi dengan lebih baik, suatu kondisi yang tampaknya cenderung meningkat
2. Rujuk orang tua ke kelompok pendukung autisme setempat dan kesekolah khusus jika diperlukan
2. Kelompok pendukung memperbolehkan orang tua menemui orang tua dari anak yang menderita autisme untuk berbagi informasi dan memberikan dukungan emosioanl
3. Anjurkan orang tua untuk mengikuti konseling (bila ada)
3. Kontak dengan kelompok swabantu membantu orang tua memperoleh informasi tentang masa terkini, dan perkembangan yang berhubungan dengan autisme
2.1.4 Implementasi Keperawatan
Setelah rencana disusun , selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang nyata
untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat khusus agar semua
perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu yang telah ditentukan. Dalam
implementasi keperawatan perawat langsung melaksanakan atau dapat
mendelegasikan kepada perawat lain yang dipercaya.
2.1.5 Evaluasi Keperawatan
Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan yang
dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk mengetahui sejauh
mana masalah klien teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau
pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum tercapai dalam proses keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis,
Edisi 9. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC..
Potter, Patricia A. 2005. Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik
Edisi 4. Jakarta: EGC.
Soetjiningsih. 2012. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Ngastiyah. 2000. Perawatan Anak Sakit.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson,M,Judith. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Adnyana, I Made Oka. 2007. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi.
Available from: http://www.cerminduniakedokteran.com. (Diunduh pada
tanggal 18 Desember 2014)
Anggra. 2009. Cerebral palsi. Available from: http://sugengrawuh.blogspot.com.
(Diunduh pada tanggal 5 Desember 2010)
Eaton, Marilyn, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatn Pediatrik, Volume 2. Jakarta:
EGC.
http://www.indonesiaindonesia.com/f/12784-cerebral-palsy/. (Diunduh pada tanggal
18 Desember 2014)