displasia bronkus

49
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD) merupakan .diagnosis klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan oksigen dalam periode waktu tertentu setelah lahir, dan disertai gambaran radiologis tertentu sesuai dengan kelainan anatomi. Gambaran DBP terus berkembang sesuai dengan semakin banyaknya pemberian steroid antenatal dan surfaktan pascanatal. Tatalaksana tersebut dapat menurunkan insiden dan derajat sindrom distres pernapasan, serta meningkatkan angka keberhasilan bayi hidup yang sangat kecil dan imatur (usia gestasi <30 minggu atau berat lahir <1250 gr). Faktor resiko terjadinya DBP adalah multifaktorial. Hal ini berhubungan langsung dengan derajat penyakit pare yang mendasarinya sebagian besar sindrom distres pernapasan), lama pemakaian ventilator, dan lama pemberian oksigen. Insiden DBP tampaknya akan terus berkembang dalam hubungannya dengan peningkatan kelangsungan TR 19 Page 1

Upload: dila-ardani

Post on 17-Feb-2016

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tr

TRANSCRIPT

Page 1: displasia bronkus

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD)

merupakan .diagnosis klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan

oksigen dalam periode waktu tertentu setelah lahir, dan disertai gambaran

radiologis tertentu sesuai dengan kelainan anatomi.

Gambaran DBP terus berkembang sesuai dengan semakin banyaknya

pemberian steroid antenatal dan surfaktan pascanatal. Tatalaksana tersebut

dapat menurunkan insiden dan derajat sindrom distres pernapasan, serta

meningkatkan angka keberhasilan bayi hidup yang sangat kecil dan imatur

(usia gestasi <30 minggu atau berat lahir <1250 gr).

Faktor resiko terjadinya DBP adalah multifaktorial. Hal ini

berhubungan langsung dengan derajat penyakit pare yang mendasarinya

sebagian besar sindrom distres pernapasan), lama pemakaian ventilator, dan

lama pemberian oksigen.

Insiden DBP tampaknya akan terus berkembang dalam hubungannya

dengan peningkatan kelangsungan hidup pada bayi dengan berat badan lahir

sangat rendah yang dirawat dan sembuh dari sindrom distres pernapasan.

Tujuan utama dari pencegahan DBP adalah untuk menghindari atau

eminimalkan perluasan penyakit yang dapat menghasilkan konsekuensi

seumur dup termasuk kelainan paru persisten. Tatalaksana DBP saat ini untuk

mengurangi derajat keparahannya.

TR 19 Page 1

Page 2: displasia bronkus

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi Pernapasan Bawah

Alat Pernapasan Bawah

a. Trakea

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak

sebagian di leher dan sebaian di rongga dada (torak).Dinding tenggorokan

tipis dan kaku, dikelilingi olehcincin tulang rawan, dan pada bagian

dalam rongga bersilia.Silia-silia ini berfungsimenyaring benda-benda

asing yang masuk ke saluran pernapasan.

b. Bronkus

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus

kanan dan bronkuskiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan

trakea, hanya tulang rawan bronkusbentuknya tidak teratur dan pada

bagian bronkus yang lebih besar cincin tulangrawannya melingkari lumen

dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadibronkiolus.

TR 19 Page 2

Page 3: displasia bronkus

c. Paru-paru

Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian

samping dibatasi olehotot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh

diafragma yang berotot kuat.Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru

kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus danparu-paru kiri (pulmo

sinister) yang terdiri atas 2 lobus.

Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut

pleura.Selaput bagian dalamyang langsung menyelaputi paru-paru disebut

pleura dalam (pleura visceralis) danselaput yang menyelaputi rongga dada

yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebutpleura luar (pleura

parietalis).

Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan

pleura yangberfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal

dari plasma darah yangmasuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura

bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.

TR 19 Page 3

Page 4: displasia bronkus

Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan

pembuluh darah.Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan

daerah permukaan dalamyang sangat lebar untuk pertukaran gas.

Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan

diameter ± 1mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan

bronkus. Bronkiolus ini memiliki gelembung-gelembung halus yang

disebut alveolus. Bronkiolus memiliki dinding yangtipis, tidak bertulang

rawan, dan tidak bersilia.

Gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan persentasenya

dalam campuran, terlepas dari keberadaan gas lain (hukum Dalton).

Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih

mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epiteliumberbentuk

kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus

berakhir pada gugus kantung udara (alveolus).

Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil

yang salah satusisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip

sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak

bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas

pernapasan.

B. Displasia Bronkopulmoner

1. Definisi

Displasia Bronkopulmoner (DBP) merupakan bentuk kelainan

perkembangan paru yang kronik biasanya terjadi pada bayi yang kurang

bulan dengan terapi oksigen dan positive-pressure ventilation (PPV).

Pada tahun 1967 dilaporkan bahwa secara klinis, radiografik dan

TR 19 Page 4

Page 5: displasia bronkus

histologik terjadi perubahan paru pada bayi kurang bulan yang

menyebabkan terjadinya respiratory distress syndrome (RDS).

Displasia bronkopulmoner (DBP) adalah kondisi serius pada paru

yang terjadi pada bayi:

Lahir kurang dari 10 minggu dari waktu yang ditentukan.

Berat badan lahir kurang dari 2,5 pound atau 1000 gram.

Terdapat masalah pada pernafasan pada saat lahir.

Memerlukan bantuan pernafasan dan oksigen dalam jangka waktu

lama.

Banyak dari bayi ini lahir dengan RDS yang serius. Paru-paru

mereka tidak dapat berkembang meskipun memproduksi surfaktan.

Surfaktan adalah cairan yang melapisi disamping paru sehingga bayi

dapat bernafas ketika lahir dengan terdapatnya udara.

Bayi dengan RDS banyak terjadi setelah minggu ke-2 sampai ke-4,

tetapi beberapa menjadi lebih buruk dan memerlukan banyak oksigen atau

bernafas dengan bantuan mesin, bayi ini kemudian akan berkembang

menjadi DBP.

Displasia bronkopulmoner (DBP) adalah penyebab paling banyak

dari penyakit respirasi kronik selama kehamilan dan penyebab jangka

panjang dari morbiditas perkembangan saraf, sistem pernafasan dan

medis serta jadi penyebab peningkatan biaya pelayanan kesehatan.

Displasia bronkopulmoner (DBP) merupakan perkembangan tidak

normal pada jaringan paru. Ditandai dengan terjadinya inflamasi dan

adanya jaringan parut pada paru. Perkembangan ini sering terjadi pada

bayi kurang bulan yang lahir dengan paru yang tidak berkembang.

Bronko diartikan sebagai jalan nafas (dari pembuluh bronkus)

yang mengantarkan oksigen ke paru untuk pernafasan. Pulmonary

diartikan sebagai paru (alveoli) dimana terjadi pertukaran oksigen dan

karbondioksida. Displasia diartikan sebagai perubahan yang tidak normal

TR 19 Page 5

Page 6: displasia bronkus

pada struktur dan organisasi dari sel. Perubahan sel pada DBP terjadi

pada jalan nafas kecil dan pada alveoli dari paru yang dapat menyebabkan

kesulitan bernafas dan menimbulkan masalah pada fungsi paru.

Asma yang lama, cystic fibrosis dan DBP merupakan salah satu

penyebab penyakit paru kronik pada anak-anak. Seperti yang disebutkan

oleh the National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) of the

National Institutes of Health (NIH) bahwa antara 5000 dan 10.000 kasus

DBP terjadi setiap tahunnya di Amerika Serikat. Anak yang lahir dengan

berat yang rendah (kurang dari 2,2 pounds atau kurang dari 1000 gram)

merupakan faktor risiko terjadinya DBP. Biasanya bayi akan mengalami

gejala yang serius, pada kasus yang jarang biasanya disertai komplikasi

lainnya dari bayi kurang bulan yang dapat berakibat fatal.

2. Epidemiologi

Faktor resiko terjadinya DBP adalah multifaktorial. Hal ini

berhubungan langsung dengan derajat penyakit paru yang mendasarinya

sebagian besar sindrom distres pernapasan), lama pemakaian ventilator,

dan lama pemberian oksigen. Displasia bronkopulmoner terjadi pada 26%

bayi hampir aterm yang menderita penyakit paru yang berat (misalnya

sindrom distres pernapasan, aspirasi mekonium, pneumonia, sepsis dan

50% pada bayi yang menderita hipoplasia pulmoner.

Insidens DBP bergantung pada definisi yang digunakan. Terdapat

kurang dari 50% bayi prematur yang membutuhkan suplementasi oksigen

pada 28 hari setelah bayi lahir yang tetap bergantung pada oksigen pada

36 minggu PCA. Pada populasi neonatus dengan BBLSR (<1500g),

insidens ketergantungan oksigen pada 28 hari setelah lahir adalah sekitar

30% hingga 50%, pada 36 minggu PCA insidens ketergantungan oksigen

pada bayi yang sama menurun menjadi 4-30%. Sekitar 60% bayi dengan

BBLSR membutuhkan ventilator dan surfaktan, dan bergantung

TR 19 Page 6

Page 7: displasia bronkus

padaoksigen hingga 28 hari, dan 30% dan bayi dengan BBLSR tetap

bergantung pada oksigen pada 36 minggu PCA. Di Amerka Serikat,

insiden DBP bervariasi antara 17- 57%.

Beberapa studi menunjukkan bahwa sepertiga bayi dengan

BBLSR mengalami bentuk ringan dari BPD atipikal. Insidens DBP

berbanding terbalik dengan usia scat bayi dilahirkan dan berat badan

lahir. Oleh karena itu, insidens DBP lebih tinggi pada bayi - bayi

prematur dan berat badan rendah.Semakin banyak bayi prematur yang

bertahan hidup, maka jumlah total anak - anak yang menderita DBP juga

meningkat, meskipun secara klinis derajatnya lebih ringan.

3. Etiologi

Kebanyakan DBP terjadi pada bayi kurang bulan biasanya pada

umur kehamilan 34 minggu atau kurang dan berat lahir kurang dari 2000

gram. Kondisi bayi akan terlihat seperti mengalami respiratory distress

syndrome (RDS) atau penyakit membran hialin yang akan menimbulkan

kerusakan pada jaringan paru. Displasia bronkopulmoner (DBP) terjadi

pada bayi yang telah menerima terapi oksigen konsentrasi tinggi dalam

jangka panjang dan menggunakan ventilator dalam jangka panjang

(biasanya lebih dari 1 minggu), untuk mengobati RDS pada bayi baru

lahir.

Cedera paru-paru yang menyebabkan terjadinya DBP bisa

disebabkan oleh meningkatnya tekanan di dalam paru-paru karena

ventilator mekanik atau karena keracunan oksigen yang terjadi akibat

pemaparan oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang. Faktor

risiko terjadinya DBP:

Bayi kurang bulan

Infeksi saluran pernafasan

Penyakit jantung bawaan

TR 19 Page 7

Page 8: displasia bronkus

Penyakit berat lainnya pada bayi baru lahir yang memerlukan terapi

oksigen atau ventilator.

Mesin ventilator digunakan untuk pernafasan pada bayi tidak

cukup bulan, selain ventilator juga memerlukan tambahan oksigen untuk

paru-paru bayi tidak cukup bulan. Oksigen dihantarkan melalui saluran

pembuluh darah ke trakea bayi dan memberikan tekanan yang rendah dari

mesin untuk pergerakan udara pada paru yang mengalami kelainan

perkembangan. Kadang-kadang untuk kelangsungan hidup bayi juga

diberikan oksigen dengan jumlah konsentrasi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan konsentrasi oksigen di udara.

Meskipun ventilator mekanik sangat penting untuk kelangsungan

hidup, tetapi tekanan dari ventilasi dan kelebihan oksigen dapat

membahayakan paru-paru bayi dan berperan penting untuk terjadinya

RDS. Hampir setengah dari seluruh bayi yang lahir dengan berat badan

yang rendah akan mengalami beberapa bentuk dari RDS.

Displasia Bronkopulmoner (DBP) juga dapat timbul dari kondisi

lain yang membahayakan paru-paru bayi yang serupa dengan trauma,

pneumonia dan infeksi yang lain. Semua keadaan tersebut dapat

menimbulkan inflamasi dan terjadinya jaringan parut yang berhubungan

dengan DBP.

Bayi kurang bulan, bayi dengan berat rendah dan bayi laki-laki

berkulit putih mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk berkembang

menjadi DBP, untuk berbagai alasan yang tidak diketahui oleh dokter.

Faktor genetik juga memegang peran penting untuk terjadinya DBP.

Displasia bronkopulmoner (DBP) menyebabkan semua bayi tidak

dapat berkembang dengan baik, ketika pertama kali didefinisikan oleh

dokter DBP menyebabkan kerusakan pada paru akibat ventilasi mekanik

dan pemberian tambahan oksigen ketika terapi RDS.

TR 19 Page 8

Page 9: displasia bronkus

Saat ini para spesialis percaya bahwa keadaan bayi yang lahir

kurang bulan dan adanya RDS merupakan faktor yang berperan untuk

terjadinya DBP tetapi tidak hanya tergantung pada kedua faktor tersebut.

Displasia bronkopulmoner (DBP) menyebabkan kemampuan dari paru-

paru bayi untuk berkembang menjadi terbatas saat pertama lahir sampai

dengan beberapa hari untuk memberikan respon terhadap situasi yang

merugikan ini. Hal ini terjadi karena adanya toksisitas oksigen, trauma

mekanik pada paru, infeksi atau pneumonia.

Faktor etiologi yang berperan pada terjadinya DBP:

Kelahiran kurang bulan (dengan paru yang terbentuk tidak

sempurna): Infeksi biasanya terjadi pada bayi yang lahir dengan usia

kehamilan kurang dari 32 minggu dan berat lahir kurang dari 1000

gram

Konsentrasi oksigen yang tinggi (termasuk radikal bebas yang

memicu kerusakan paru karena defisiensi antioksidan) : konsentrasi

oksigen yang tinggi merupakan faktor etiologi pada pasien dengan

paru yang terbentuk tidak sempurna dan konsentrasi lebih dari 60%

berhubungan dengan tingginya insidensi penyakit

Ventilator mekanik (volum tidal yang besar dan pengurangan

compliance paru)

Respiratory distress syndrome (RDS) yang memerlukan ventilasi

mekanik : Penggunaan tekanan ventilasi positif yang terus-menerus

pada bayi dengan RDS memicu dilatasi bronkus terminalis yang

menyebabkan nekrosis iskemik pada saluran nafas bawah. PIE

(pulmonary interstitial emphysema) dan pneumotorak menyebabkan

kerusakan paru yang kronis. Penggunaan ventilasi mekanik pada

pasien RDS merupakan penyebab dasar terjadinya DBP, juga terjadi

pada pasien dengan hernia diafragmatik persistent pulmonary

hipertensi pada bayi, aspirasi

TR 19 Page 9

Page 10: displasia bronkus

Faktor familial (atopi, alergi, dan atau asma)

Agen infeksi (seperti Ureaplasma urealyticum): Ureaplasma

urealyticum adalah penyebab infeksi yang paling sering pada bayi

dengan DBP, terjadi pada awal dan perubahan kearah DBP yang

berat selama 3 minggu. Bakteri dan jamur yang lain juga berpengaruh

Adanya kebocoran udara seperti pneumonia intersisial

Patent ductus arteriosus (PDA)

Nutrisi dan atau defisiensi vitamin A atau E

Bacterial pneumonias

Kelebihan cairan

Level steroid yang rendah

Ketidakseimbangan antara elastase dan proteinase inhibitor

Miscellaneous faktor

4. Patofisiologi

Patofisiologi DBP sangat kompleks dan sulit dipahami. Displasia

bronkopulmoner (DBP) disebabkan oleh berbagai faktor yang bersifat

toksik yang menyebabkan kerusakan jalan nafas kecil dan mengganggu

proses alveolarisasi, yang menyebabkan terjadinya pengurangan area

untuk proses pertukaran gas secara keseluruhan. Pembentukan

mikrovaskular pada paru juga berbahaya yang turut mempengaruhi

terjadinya DBP. Terjadinya kerusakan paru selama proses pertumbuhan

dapat menyebabkan disfungsi paru secara signifikan. Paru (alveolar dan

kompartemen vaskular), jantung, otak merupakan organ yang paling

banyak dipengaruhi.

TR 19 Page 10

Page 11: displasia bronkus

Gambar 1. Kelainan jalan nafas pada Displasia Bronkopulmoner

Pada gambar 1 dapat dilihat beberapa kelainan pada DBP,

diantaranya penyempitan alveolus yang menyebabkan kolapnya jalan

nafas. Pada DBP juga terjadi penurunan kapasitas jalan nafas, peradangan

dan fibrosis peribronkial, jaringan mikrovaskular paru yang tidak

beraturan, serta penyempitan sederhana pada alveolus yang menyebabkan

pertukaran gas terganggu.

Gambar 2 menjelaskan tentang faktor antenatal/posnatal

memberikan kontribusi dalam pelepasan sitokin proinflamasi dan

antiinflamasi. Ketidakseimbangan mediator akan mengaktivasi kematian

sel paru, karakteristik dari kerusakan alveolar dan disregulasi

angiogenesis menimbulkan kerusakan alveoli yang luas dan tidak

terbentuknya jaringan vaskular paru, yang mengakibatkan terjadinya

DBP.

TR 19 Page 11

Page 12: displasia bronkus

Gambar 2. Patogenesis Displasia Bronkopulmoner

5. Klasifikasi

Klasifikasi klinis dari DBP:

a. Stadium 1 (1 sampai 3 hari) : DBP memperlihatkan gejala seperti

penyakit membran hialin dan menunjukkan adanya penyakit

membran hialin, atelektasis, hiperemia vaskular dan pelebaran

limfatik. Dengan gambaran radiologis seperti pada gambar 3.

TR 19 Page 12

Page 13: displasia bronkus

Gambar 3. Gambaran radiologis stadium 1 displasia

bronkopulmoner.

b. Stadium 2 (4 sampai 10 hari) : Terjadi kerusakan pada paru yang

melibatkan bronkus terminal dan menyebabkan terjadinya nekrosis

iskemik pada jalan nafas dan menyebabkan perubahan pada paru

dengan segera. Obstruksi bronkiolus juga terlihat pada stadium ini,

juga terjadi nekrosis bronkial, fibrosis peribronkial dan terjadinya

metaplasia skuamosa yang menyingkirkan keadaan bronkiolitis,

penyakit membran hialin dapat tetap terjadi pada stadium ini, juga

terjadi emfisema dari alveoli. Dengan gambaran radiologis seperti

pada gambar 4.

TR 19 Page 13

Page 14: displasia bronkus

Gambar 4. Gambaran radiologis stadium 2 displasia

bronkopulmoner.

c. Stadium 3 (11 sampai 20 hari) : Terjadi perubahan progresif dari

paru termasuk penurunan kemapuan dari alveoli yang ditandai

dengan hipertrofi dari alveoli dan bronkial, dinding otot dan kelenjar,

juga regenerasi dari sel dan eksudasi makrofag dan histiosit pada

jalan nafas. Terjadi juga airtrapping, hiperinflasi dari paru,

trakeomegali, trakeomalasia, edema intestinal dan disfungsi siliar.

Dengan gambaran radiologis seperti pada gambar 5.

Gambar 5. Gambaran radiologis stadium 3 displasia

bronkopulmoner.

d. Stadium 4 (lebih dari 1 bulan): Emfesima dari alveoli menyebabkan

terjadinya hipertensi pulmonal dan terjadi kerusakan paru yang

kronik serta penyakit jantung pulmonal. Pada paru terjadi fibrosis,

atelektasis dan gambaran cobblestone. Hipertensi pulmonal

menyebabkan penebalan pada tunika intima arteri pulmonalis yang

menyebabkan hipertrofi peribronkial. Onset terjadinya DBP biasanya

tidak sesuai dengan rangkaian gejala yang progresif sesuai stadium

diatas. Dengan gambaran radiologis seperti pada gambar 6.

TR 19 Page 14

Page 15: displasia bronkus

Gambar 6. Gambaran radiologis stadium 4 displasia

bronkopulmoner.

6. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala DBP yaitu:

a. Pernafasan yang cepat (takipne)

b. Retraksi

c. Batuk

d. Paradoksal respirasi (Pergerakan rongga dada dan abdomen

berlawanan pada saat respirasi)

e. Wheezing

f. Abnormal posture

g. Craning neck (leher terlihat seperti burung bangau)

h. Sulit bernafas

i. Sianosis yang episodik/berulang

j. Gejala seperti asma yang episodik

k. Gejala infeksi saluran nafas

Seperti : Iritabilitas, demam, kongesti nasal, batuk, perubahan dalam

gambaran respirasi, wheezing

l. Pulmonary Distress Syndrom

TR 19 Page 15

Page 16: displasia bronkus

Seperti : Sulit bernafas, kolaps paru dan lainnya

Biasanya DBP mulai terjadi pada bayi yang berusia 1 minggu dan

lebih sulit didiagnosis pada bayi yang berusia 14 sampai 30 hari. Dasar

diagnosis bayi dengan DBP yaitu:

Riwayat kelainan paru pada hari pertama setelah lahir (kelainan pada

paru dapat terjadi ketika menggunakan respirator untuk memberikan

oksigen dengan tekanan minimum selama 3 hari sampai 2 minggu

dari usia bayi)

Terus-menerus memerlukan suplemen/oksigen tambahan sampai

berusia 28 hari

Secara klinis memperlihatkan gejala kesulitan respirasi/bernafas

sampai berusia lebih dari 28 hari

Foto thoraks pada bayi dapat membantu diagnosis DBP. Meskipun

untuk kriteria diagnosis yang penting untuk DBP lebih tergantung pada

lamanya pemberian oksigen tambahan sampai bayi berusia lebih dari 28

hari.

Kriteria yang digunakan untuk diagnosis DBP termasuk lama

terjadinya respiration distress dan lamanya bayi memerlukan bantuan

respirator, banyak dokter mendiagnosis DBP pada bayi saat berusia 2 atau

3 minggu, meski beberapa dokter mendiagnosis DBP pada bayi saat

berusia lebih dari 28 hari.

7. Diagnosis

Diagnosis yang direkomendasikan untuk mengkonfirmasi BPD

adalah fototoraks, tes darah, dan ekokardiografi. Pada pemeriksaan

fototoraks, dapat diketahui apakah paru-paru mengalami kolaps, edema,

atau dalam keadaan normal. Foto toraks juga dapat membedakan antara

BPD dengan atelektasis dan pneumonia. Tes darah dapat berupa tes

darah arteri untuk mengetahui apakah pasien mengalami asidosis dan

TR 19 Page 16

Page 17: displasia bronkus

hipoksia. Ekokardiografi dapat menjadi tes untuk mengkonfirmasi

diagnosis yang ada. Pada ekokardiografi dapat ditemukan adanya

hipertensi pulmonal pada BBLR.

8. Pemeriksaan fisik

Bayi dengan DBP memperlihatkan ketidak normalan pada

pemeriksaan fisik, foto thoraks, tes fungsi paru dan pemeriksaan

histopatologi. Observasi awal harus dilakukan pada bayi yang lahir

dengan RDS, jika keadaan ini terus berlangsung maka dapat

meningkatkan terjadinya risiko DBP.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan takipne, takikardi,

peningkatan kerja pernafasan seperti retraksi, pernafasan cuping hidung

dan mendengkur/ngorok. Dan akan terjadi penurunan berat badan dalam

10 hari pertama kehidupan. Pada pemeriksaan fisik tanda vital termasuk

respirasi rate dan saturasi oksigen pada saat istirahat dan sedang

beraktivitas juga harus diketahui juga tanda hipertensi pulmonal termasuk

edema perifer, hepatomegali dan distensi vena.

Bayi dengan DBP yang berat sering pada bayi tidak cukup bulan

dan berat badan yang sangat rendah. Mereka memerlukan oksigen dan

bantuan ventilator yang akan makin meningkat dalam 2 minggu

kehidupan. Pada minggu 2-4 tambahan oksigen, bantuan ventilator atau

keduanya biasanya akan meningkat secara adekuat untuk ventilasi dan

oksigenasi.

9. Penatalaksanaan

Faktor penting untuk mendiagnosis adanya DBP yaitu kurang

bulan, infeksi, penggunaan ventilator dan oksigen. Displasia

bronkopulmoner (DBP) khusus didiagnosis jika bayi masih memerlukan

tambahan oksigen dan terus memperlihatkan problem pada pernafasan

TR 19 Page 17

Page 18: displasia bronkus

sampai berusia 28 hari. Pemeriksaan foto thoraks mungkin dapat

membantu diagnosis. Pada bayi dengan RDS foto thoraks

memperlihatkan gambaran groud glass, pada bayi dengan DBP foto

thoraks terlihat seperti gambaran bunga karang/spon.

Pengobatan medis tidak dengan segera mengobati DBP. Bayi

yang didiagnosis pertama kali dengan DBP memerlukan perawatan

intensif di rumah sakit, khususnya di newborn intensive care unit (NICU)

sampai mereka dapat bernafas dengan baik meskipun dipertahankan tanpa

bantuan ventilator. Beberapa bayi memerlukan jet ventilasi, terus-

menerus tekanan ventilasi yang rendah digunakan untuk meminimalkan

kerusakan paru dari ventilasi yang memperbesar kemungkinan terjadinya

DBP. Tidak semua rumah sakit menggunakan prosedur ini dalam

pengobatan DBP, tetapi rumah sakit dengan NICU yang besar

menggunakannya. Bayi dengan DBP juga di terapi dengan berbagai obat

yang berbeda untuk memperbaiki fungsi paru.

Ventilator biasanya diperlukan untuk memberikan tekanan pada

paru-paru agar jaringan paru-paru mengembang dan untuk memberikan

oksigen tambahan.

Jika bayi sudah dapat menyesuaikan diri, maka tekanan dan konsentrasi

oksigen secara berangsur-angsur dikurangi. Ketika ventilator dilepas,

oksigen bisa terus diberikan melalui masker atau selang kecil yang

dimasukkan ke lubang hidung, selama beberapa minggu atau beberapa

bulan.

Pada kasus DBP yang berat penggunaan steroid dianjurkan.

Pengobatan ini sebagai antiinflamasi yang kuat tetapi juga mempunyai

efek samping jangka panjang dan jangka pendek. Dokter biasanya

memilih obat ini setelah berdiskusi dan mempertimbangkan manfaat dan

risiko dari obat.

TR 19 Page 18

Page 19: displasia bronkus

Antibiotik kadang-kadang diperlukan untuk mengatasi infeksi

bakteri karena bayi dengan DBP akan menjadi pneumonia. Bayi dengan

RDS belum bisa didiagnosis dengan DBP, pemberian surfaktan natural

atau sintetik mungkin dapat mengurangi perubahan kearah DBP.

Bayi yang dirawat di rumah sakit dengan DBP mungkin perlu

pemberian minum dengan formula tinggi kalori melalui gastric tube yang

dimasukkan ke dalam perut untuk mendapatkan kalori dan nutrisi untuk

memulai pertumbuhan. Pada kasus yang berat bayi dengan DBP tidak

dapat menggunakan sistem gastrointestinal untuk mencernakan makanan.

Disini bayi memerlukan pemberian intravena (IV) yang disebut TPN atau

total parenteral nutrisi yang terdiri dari protein, lemak, gula dan nutrisi.

Makanan biasanya diberikan melalui selang yang dimasukkan ke

lambung.

Diperlukan ekstra kalori karena bayi memerlukan kalori yang

lebih untuk bisa bernafas. Cairan cenderung tertimbun di dalam paru-paru

yang mengalami inflamasi, sehingga asupan cairan agak dibatasi dan

kadang diberikan diuretik untuk meningkatkan pembuangan cairan dari

tubuh. Setelah dirawat beberapa bulan, kadang bayi meninggal. Pada bayi

yang selamat, gangguan pernafasan secara berangsur-angsur akan

menghilang. Tetapi pada tahun-tahun pertama, bayi ini memiliki risiko

tinggi menderita pneumonia (terutama yang disebabkan oleh virus). Bisa

diberikan imunisasi dengan antibodi untuk RSV (respiratory syncytia).

Bayi yang dirawat di NICU dengan DBP dapat mengalami

perubahan selama beberapa minggu sampai bulan. Menurut National

Institutes of Health (NIH) perkiraan rata-rata lamanya bayi dengan DBP

dirawat secara intensif di rumah sakit kurang lebih 120 hari. Setelah

dirawat di rumah sakit bayi mungkin masih terus memerlukan

pengobatan, terapi pernafasan dan oksigen di rumah. Meskipun pada

banyak anak pemberian bantuan oksigen dihentikan pada akhir tahun

TR 19 Page 19

Page 20: displasia bronkus

pertama, beberapa kasus yang berat memerlukan ventilator selama

beberapa tahun atau selama hidupnya, meskipun kasus ini jarang terjadi.

Perbaikan pada bayi dengan DBP terjadi secara bertahap.

Beberapa bayi akan mengalami perbaikan secara lambat, yang lainnya

mungkin tidak akan menunjukkan perbaikan dari kondisi tersebut jika

penyakit pada paru mereka sangat berat. Paru akan terus berkembang

sampai usia 5-7 tahun dan fungsi paru dapat terganggu sampai usia

sekolah meskipun pada anak mayoritas fungsinya baik. Adanya jaringan

parut, kekakuan pada jaringan paru akan selalu menurunkan fungsi paru.

Beberapa terapi untuk DBP:

a. Diuretik

Digunakan untuk pengobatan edema paru juga mengurangi

cairan di paru. Furosemid mungkin memberikan banyak efek

termasuk efek pada sintesis prostaglandin, vasodilatasi secara

langsung,dan peningkatan produksi surfaktan. Efek samping jangka

panjang dari terapi furosemid yaitu : azotemia, ototoksisitas,

gangguan elektrolit, pengeluaran kalsium dalam urin secara

berlebihan, osteopenia, dan nefrokalsinosis, hilangnya pendengaran,

hiponatremia, hipokalemia, hipokalsemia, alkalosis, batu ginjal,

kolelitiasis dan ototoksisitas.

Dosis diuretik untuk bayi yaitu 0.5-2 mg/kg/kali PO/IV (pada

bayi dengan usia kehamilan kurang dari 31 minggu). Diuretik thiazid

biasanya digunakan dengan diuretik hemat kalium seperti

spironolakton, tidak seefektif dengan pemberian furosemid.

Monitoring kadar elektrolit secara rutin diperlukan pada pasien

dengan penggunaan terapi diuretik jangka panjang.

Suplemen/tambahan elektrolit kadang diperlukan pada terapi jangka

panjang.

TR 19 Page 20

Page 21: displasia bronkus

b. Bronkodilator

Inhalasi dengan β-agonis merupakan pengobatan yang efektif

untuk bronkospasme yang reversible yang cukup aman dan efektif

untuk terapi jangka panjang juga membantu membuka jalan nafas.

Albuterol merupakan drug of choice sebagai agent long-acting.

Antagonis muskarinik dapat berguna khususnya pada pasien

yang tidak memberi respon pada terapi dengan albuterol. Kromolin

bukan bonkodilator tetapi sering digunakan sebagai antiinflamasi

dengan efek samping yang minimal.

Methylxantin sering digunakan pada pasien yang apneu,

memberikan efek diuretik yang ringan dan membantu meningkatkan

kontraktilitas diafragma, obat ini memberikan efek yang potensial

untuk DBP.

Albuterol (Proventil, Ventolin)

Spesifik beta 2-agonis yang digunakan untuk pengobatan

bronkospsme pada bayi dengan DBP. Meningkatkan compliance

paru dan menurunkan resistensi sekunder jalan nafas untuk

relaksasi sel otot. Penggunaanya sebagai aerosol pada bayi dengan

DBP (khususnya jika tergantung ventilator) masih belum jelas.

Sebab secara klinis relaksasi dari otot kecil tidak terlihat pada

minggu pertama setelah lahir. Dosis anak yaitu 0.1-0.2 mg (0.02-

0.04 mL of 0.5% dalam 1-2 mL 0.45-0.9% NaCl) per kg/kali,

inhlasi dengan nebulizer tiap 4-6 jam.

Beta-blockers antagonis memberikan pengaruh yaitu

inhalasi ipratropium meningkatkan waktu bronkodilatasi, pada

kardiovaskular memberikan efek peningkatan MAOIs,

antidepresan trisiklik dan obat simpatomimetik.

Ipratropium bromida (Atrovent)

TR 19 Page 21

Page 22: displasia bronkus

Antagonis muskarinik yang memberi efek bronkodilatasi.

Dapat meningkatkan pulmonary mekanik pada bayi dengan DBP,

digunakan secara inhalasi.

Dosis pada anak 0.025-0.08 mg/kg inhalasi dengan

nebulizer tiap 6 jam (dalam1.5-2 mL 0.9% NaCl). Penggunaan

dengan antikolinergik seperti dronabinol meningkatkan toksisitas,

penggunaan dengan albuterol dapat meningkatkan efek obat.

Theophylline (Elixophyllin)

Sebagai bronkodilator sistemik. Digunakan untuk

pengobatan apneu pada bayi kurang bulan. Mampu meningkatkan

kontraktilitas otot skeletal dan penurunan kerja diafragma pada

bayi dengan DBP. Obat memberikan pengaruh pada enzim hepatik

sitokrom P450 (CYP), aminoglutetimid, barbiturat, karbamazepin,

ketokonazol, loop diuretic, fenobarbital, fenitoin, rifamfisin,

isoniazid dan simpatomimetik memberikan efek mungkin terjadi

penurunan.

Terjadi peningkatan efek dengan allopurinol, beta bloker,

kortikosteroid, hormon tiroid efedrin, karbamazepin, simetidin,

eritromisin, makrolid, propranolol dan interferon.

c. Vasodilator Paru

Tambahan oksigen efektif sebagai vasodilator dan untuk

pengobatan pada bayi dengan hipoksia.

d. Steroid

Penggunaan steroid masih kontroversial, karena dapat

meningkatkan risiko sepsis. Sering digunakan sebagai short regimen,

tidak menunjukkan adanya efek jangka panjang. Inhalasi steroid

memberikan efek antiinflamasi tanpa efek samping sistemik juga

digunakan untuk pencegahan dan pengobatan. Biasa digunakan pada

bayi kurang bulan, sebagai agen baru untuk nebulisasi sebagai obat

TR 19 Page 22

Page 23: displasia bronkus

pada bayi yang kecil. Menyebabkan retardasi pertumbuhan yang

linear.

Sistemik dan inhalasi kortikosteroid digunakan pada bayi

kurang bulan untuk mencegah dan pengobatan pada DBP.

Deksametason merupakan kortikosteroid sistemik primer yang

digunakan pada bayi baru lahir yang kurang bulan. Obat ini

menstabilisasi sel membran lisosom, meningkatkan sintesis surfaktan

dan peningkatan konsentrasi serum vitamin A, menghambat

prostaglandin dan leukotrien, penurunan PE, menurunkan agregasi

granulosit dan peningkatan mikrosirkulasi pada paru. Efek samping

yaitu hiperglikemia, hipertensi, penurunan berat badan, perdarahan

gastrointestinal atau perforasi, cerebral palsy, supresi adrenal dan

kematian.

Pada tahun 1998 dilaporkan penggunaan deksametason

selama 2 minggu tidak dapat mencegah DBP dan menyebabkan

kelainan neurologis. Bayi yang mendapatkan terapi kombinasi

deksametason dengan indometasin meningkatkan risiko perforasi

intestinal spontan. Perkembangan saraf pada bayi juga harus selalu

diperiksa pada bayi yang mendapatkan terapi jangka panjang dari

deksametason. Glukokortikosteroid inhalasi memberikan efek yang

menguntungkan untuk mengurangi pengaruh kortikosteroid sistemik

pada bayi yang menerima inhalasi steroid. Penggunaan terus-menerus

deksametason pada bayi dengan DBP tidak dianjurkan, American

Academy of Pediatrics dan the Canadian Society of Pediatrics tidak

menganjurkan penggunaan kortikosteroid terus-menerus pada bayi

kurang bulan untuk pengobatan DBP.

Terapi Oksigen

TR 19 Page 23

Page 24: displasia bronkus

Oksigen dapat menerima elektron dalam bentuk radikal bebas.

Oksigen radikal bebas menyebabkan kerusakan membran sel, modifikasi

protein dan ketidaknormalan DNA. Dibandingkan dengan janin, neonatus

hidup dengan lingkungan yang kaya akan oksigen relatif. Oksigen ada

dimana-mana dan diperlukan untuk kelangsungan hidup extrauterine.

Meskipun pada neonatus terjadi defisiensi relatif dari enzim antioksidan.

Enzim antioksidan utama pada manusia yaitu superoksida

dismutase, gluthatione peroksidase dan katalase. Aktivitas enzim

antioksidan meningkat selama trimester terakhir dari kehamilan yang

sama dengan peningkatan surfaktan dan alveolarisasi, serta

perkembangan pembuluh darah paru. Peningkatan ukuran alveolar,

produksi surfaktan dan enzim antioksidan pada janin yang mengalami

transisi dari lingkungan intrauterine yang hipoksik ke lingkungan

extrauterine yang relatif hiperoksik. Neonatus kurang bulan yang

terekspos oksigen dengan konsentrasi tinggi meningkatkan risiko

kerusakan dan radikal bebas oksigen.

Penelitian pada binatang dan manusia mengenai superoksida

dismutase dan katalase mengakibatkan penurunan kerusakan sel,

peningkatan angka kelangsungan hidup dan pencegahan kerusakan pada

paru. Oksidasi lipid dan protein juga terjadi pada bayi dengan DBP.

Saturasi oksigen yang ideal pada bayi cukup bulan dan kurang

bulan tidak dapat ditentukan karena bervariasi sesuai dengan usia

kehamilan. Secara praktis para klinisi menggunakan parameter saturasi

oksigen yaitu 88-92%. Sulit untuk terjadinya keseimbangan yang optimal

pada paru-paru neonatus (alveolar dan vaskular) dan hemostasis vaskular

retina. Pada Supplemental Therapeutic Oxygen for Prethreshold

Retinopathy of Prematurity (STOP-ROP) terjadi penurunan retinopathy of

prematurity (ROP) yang berat. Saturasi oksigen >95% meminimalkan

TR 19 Page 24

Page 25: displasia bronkus

pengaruh retinopati tetapi meningkatkan risiko untuk pneumonia atau

DBP.

Hal-hal yang berhubungan dengan terapi oksigen:

Oksigen normal diberikan pada bayi kurang bulan. Hipertensi

pulmonal dan penyakit jantung pulmonal diakibatkan oleh hipoksia

yang kronik dan jadi petunjuk terjadinya remodeling jalan nafas pada

bayi dengan DBP yang berat. Oksigen adalah vasodilator paru yang

kuat yang menstimulasi produksi nitrit okside (NO), NO

menyebabkan relaksasi sel otot dengan mengaktivasi cyclic

guanosine monophosphate

Pulse oximetry adalah monitoring noninvasif untuk oksigenasi

Desaturasi yang berulang dan hipoksia terjadi pada bayi dengan

DBP yang menerima ventilator mekanik, stimulasi yang berlebih dan

bronkospasme

Transfusi packed RBCs dapat meningkatkan kapasitas oksigen

pembawa pada bayi kurang bulan dengan anemia (hematokrit <

30%), tetapi transfusi dapat meningkatkan terjadinya komplikasi.

Hemoglobin yang ideal tidak dapat dibentuk dengan baik pada bayi

dengan sakit yang serius. Hemoglobin tidak berkorelasi dengan baik

dengan transport oksigen

Diperlukan transfusi yang berulang dan donor untuk meminimalkan

terapi eritropoetin, suplemen besi dan pengurangan keperluan

phlebotomy.

Diet

Bayi dengan DBP terjadi peningkatan kebutuhan energi. Nutrisi

parenteral sering digunakan untuk memperbaiki keadaan katabolik pada

bayi preterm, kelebihan cairan pada minggu pertama dari kehidupan bayi

yang dapat meningkatkan terjadinya risiko PDA dan DBP. Masukan yang

TR 19 Page 25

Page 26: displasia bronkus

optimal dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral untuk

mencegah kerusakan paru dan untuk perbaikan jaringan.

Vitamin A dan E adalah nutrisi antioksidan yang membantu

mencegah peroksidasi lipid dan integritas sel. Meskipun suplemen

vitamin E pada neonatus kurang bulan tidak dapat mencegah terjadinya

DBP. Berdasarkan penelitian bahwa vitamin A dapat menurunkan risiko

terjadinya DBP pada bayi yang lahir kurang bulan. Bayi kurang bulan

biasanya terjadi defisiensi vitamin.

Bayi kurang bulan memerlukan air dalam jumlah yang lebih

banyak sebab terjadi peningkatan insensible water loss sehingga mereka

menjadi kurus dan kulit menjadi tidak terbentuk sempurna. Jumlah cairan

meningkatkan risiko simptomatik PDA dan PE. Peningkatan penggunaan

ventilator dan oksigen untuk keperluan terapi PDA dan PE dapat

menyebabkan kerusakan paru dan peningkatan risiko DBP. Hal-hal yang

berhubungan dengan nutrisi:

Suplemen protein dan lemak meningkat secara progresif sehingga

diperlukan 3-3.5 g/kg/hari. Konsentrasi lipid yang lebih buruk pada

bayi dengan DBP ditandai dengan kelainan pada vaskular lipid.

Glokosa yang berlebih dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan

glukosuria.

Kalsium dan fosfat juga diperlukan pada bayi kurang bulan. Pada janin

banyak terdapat mineral dan digunakan selama trimester 3, bayi yang

kurang bulan mengalami defisiensi kalsium dan fosfat dan

meningkatkan risiko ricketsia.

Furosemid terapi dan kalsium intravena untuk mineralisasi tulang bisa

berakibat lebih buruk dan terjadi hiperparatiroid sekunder.

Vitamin A adalah suplemen untuk perbaikan paru dan menurunkan

insidensi DBP.

TR 19 Page 26

Page 27: displasia bronkus

Supplemen mineral (seperti copper, zinc, mangan) diperlukan karena

merupakan kofaktor enzim antioksidan yang esensial.

Pemberian makanan enteral melalui pemberian ASI merupakan nutrisi

terbaik untuk mencegah komplikasi pemberian makanan seperti sepsis

dan necrotizing enterocolitis. ASI dan formula dapat meningkatkan

energi ketika terjadi masukan cairan yang minimal. Bayi memerlukan

energi 120-150 kcal/kg/hari .

10. Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya DBP, sebaiknya alat bantu pernafasan

dilepaskan secepat mungkin atau pemakaiannya dipersingkat. Bayi yang

lahir kurang bulan atau mempunyai masalah pada jalan nafas setelah lahir

berisiko tinggi untuk terjadi DBP yang akan menimbulkan masalah

kesehatan jangka panjang, DBP dapat menjadi kondisi yang serius yang

memerlukan perawatan medis yang intensif. Pencegahan dapat dilakukan

dengan menghilangkan faktor risiko yang mempertinggi kelahiran bayi

dengan berat badan rendah dan program perawatan prenatal secara

regular bagi wanita dengan risiko tinggi melahirkan bayi kurang bulan.

Tidak ada metode khusus yang menjamin tidak terjadinya DBP:

Hindari terjadinya prematuritas

Penggunaan kortikosteroid pada ibu dengan risiko prematuritas

mampu menurunkan angka mortalitas dan insidensi RDS.

Multidisplin ilmu diperlukan pada semua pasien dengan penyakit

yang sedang dan berat. Tim ini termasuk dokter, ahli paru anak, ahli

jantung anak, ahli gizi dan ahli fisioterapi yang memonitor pertumbuhan

dan nutrisi, monitor status perkembangan saraf termasuk pasien di NICU

dengan risiko tinggi. Pemberian kalsium dan fosfat pada pasien dengan

risiko tinggi untuk terjadinya hiperparatiroid dan riketsia.

TR 19 Page 27

Page 28: displasia bronkus

Pasien yang berusia < 2 bulan yang berisiko tinggi terinfeksi

respiratory syncytial virus diberikan injeksi imun jika tidak ada

kontraindikasi.

Pasien yang berusia > 6 bulan diberikan vaksin influenza jika

tidak ada kontraindikasi. Fisioterapi thoraks pada pasien dengan

osteopenia yang mengalami fraktur patologis.

11. Komplikasi

Setelah stadium yang kritis dari DBP beberapa bayi masih

menunjukkan adanya komplikasi jangka panjang.. Mereka sering lebih

rentan terkena infeksi saluran nafas seperti influenza, respiratory

syncytial virus (RSV) dan pneumonia. Ketika terinfeksi mereka cenderung

mudah sakit dibandingkan anak-anak lain pada umunya.

Displasia bronkopulmoner (DBP) juga menimbulkan komplikasi

pada sistem sirkulasi seperti terjadinya hipertensi pulmonal dimana arteri

dan vena yang berasal dari jantung menuju ke paru menjadi lebih sempit

dan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah, meskipun hal ini

sebagai komplikasi yang lanjut terjadi.

Efek dari terapi dapat terjadi dehidrasi dan rendahnya kadar

kalium karena pemakain diuretik. Batu ginjal, masalah pendengaran,

rendahnya potasium dan kalsium dapat terjadi karena pemakaian

furosemid dalam jangka panjang.

Bayi dengan DBP pertumbuhannya terjadi lebih lambat dan terjadi

kesulitan penambahan berat badan dan mereka juga mudah kehilangan

berat badan ketika sakit. Pertumbuhan yang lambat masih terus terlihat

sampai anak berusia 2 tahun. Perkembangan paru anak komplit pada usia

8 tahun tetapi beberapa masalah pada fungsi paru akan terus menerus

terjadi sampai usia dewasa pada anak dengan DBP. Pertumbuhan dan

TR 19 Page 28

Page 29: displasia bronkus

perkembangan lambat pada bayi dengan DBP memperlihatkan keadaan

yang bervariasi lebih tergantung pada pengaruh prematuritas dan

kerusakan paru yang akut. Pada beberapa kasus yang berat

memperlihatkan pengaruh jangka panjang termasuk kelainan dalam

koordinasi, gait dan tonus dan kemampuan aktivitas, masalah pada

penglihatan dan pendengaran serta kemampuan belajar. Bayi kurang

bulan dengan DBP yang berat juga mempunyai insidensi yang lebih

tinggi untuk terjadinya cerebral palsy.

Komplikasi lain dari DBP yaitu:

a. Intubasi yang lama dapat menyebabkan subglottic stenosis dan

trakeomalacia.

b. Hipertensi pulmonal dapat terjadi karena kerusakan pembuluh darah

dan kemudian proliferasi intima, menyebabkan hipertrofi ventrikel

kanan dan jika berat dapat terjadi penyakit jantung pulmonal.

c. Edem paru juga sering terjadi secara sekunder akibat peningkatan

permeabilitas kapiler paru dan peningkatan tekanan pada paru hal ini

juga terjadi karena kelebihan cairan dalam paru yang menimbulkan

kesulitan perjalanan udara dalam jalan nafas.

d. Jalan nafas yang reaktif, bronkospasme, perubahan pada mekanisme

pulmonal yang menyebabkan tes fungsi paru tidak normal dan

peningkatan kerja pernafasan.

e. Malnutrisi dan kegagalan pertumbuhan dapat terjadi akibat

peningkatan kerja pernafasan dan kemudian pengeluaran kalori yang

tinggi.

f. Merusak/mengganggu fungsi pertahanan dari paru yang dapat

meningkatkan terjadinya infeksi khususnya respiratory syncytial

virus.

12. Prognosis

TR 19 Page 29

Page 30: displasia bronkus

a. Rata-rata angka kematian yang tinggi (17–47%) pada pasien dengan

penyakit yang berat yang memerlukan ventilator dalam waktu lama.

b. Tidak ada modalitas terapi yang memperlihatkan hasil yang

signifikan dalam jangka waktu yang lama pada displasia

bronkopulmoner kronik.

c. Pasien yang selamat biasanya memperlihatkan akibat jangka panjang

pada paru seperti hiperinflasi, jalan nafas yang reaktif dan intoleransi

pada saat aktivitas.

d. Pada anak yang usianya lebih tua dan dewasa muda biasa terjadi

secara asimptomatik yang menyebabkan ketidakmampuan untuk

melakukan aktivitas.

e. Teknologi terbaru, berupa ventilasi frekuensi tinggi dan surfaktan

eksogen dapat meningkatkan rata-rata kelangsungann hidup pada

bayi kurang bulan, meskipun penurunan insidensi dan berat penyakit

DBP sulit untuk ditunjukkan.

BAB III

TR 19 Page 30

Page 31: displasia bronkus

PENUTUP

A. Kesimpulan

Displasia bronkopulmoner (DBP) adalah penyebab paling banyak dari

penyakit respirasi kronik selama kehamilan dan penyebab jangka panjang dari

morbiditas perkembangan saraf, sistem pernafasan dan medis serta jadi

penyebab peningkatan biaya pelayanan kesehatan.

Displasia bronkopulmoner (DBP) merupakan perkembangan tidak

normal pada jaringan paru. Ditandai dengan terjadinya inflamasi dan adanya

jaringan parut pada paru. Perkembangan ini sering terjadi pada bayi kurang

bulan yang lahir dengan paru yang tidak berkembang.

TR 19 Page 31

Page 32: displasia bronkus

DAFTAR PUSTAKA

1. F. Paulsen and J. Waschke. 2012. Sobota Atlas Anatomi Manusia.

Jakarta : EGC

2. Guyton dan Hall. 2007. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC

3. Elizabeth J. Corwin. 2003. Buku Saku Patofisiologi. Ed 3. Jakarta : EGC

4. Setiawati, Landia dan Setyoningrum, RetnoAsih. 2013. Displasia

Bronkopulmoner. Jakarta: IDAI

5. Driscoll, W. 2007. Bronchopulmonary Dysplasia. Available from:

www.emedicine.com. Accessed July 17th,2012.

TR 19 Page 32