berdasarkan kepada tempoh waktu turunnya al
TRANSCRIPT
Berdasarkan kepada tempoh waktu turunnya Al-Quran, ayat-ayat Al-Quran dibahagikan kepada 2 jenis:
Ayat-ayat Makkiyah : Ayat-ayat yang diturunkan di Mekah atau sebelum Nabi s.a.w. berhijrah ke Madinah Ayat-ayat Madaniyyah : Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi s.a.w. berhijrah ke Madinah.
Perbezaan ayat - ayat Makaniyyah dengan ayat - ayat Madaniyyah ialah:
Ayat - ayat Makaniyyah pada umumnya pendek-pendek sedangkan ayat-ayat Madaniyyah panjang - panjang, surah Madaniyyah yang merupakan 11/30 dari isi Al Quran ayat-ayatnya berjumlah 1456, sedangkan surah Makaniyyah yang merupakan 19/30 dari isi Al Quran jumlah ayat - ayatnya ialah 4780 ayat. Juz 28 keseluruhannya merupakan ayat Madaniyyah kecuali surah (60) Mumtahinah, ayat - ayatnya berjumlah 137, manakala juz 29 ialah ayat Makaniyyah kecuali surah (76) Ad-Dahr ayat - ayatnya berjumlah 431. Surah Al-Anfaal dan surah Al-Syu'araa masing - masing merupakan setengah juz tetapi yang pertama ayat Madaniyyah dengan bilangan ayat sebanyak 75, sedangkan yang kedua ayat Makaniyyah dengan ayatnya berjumlah 227.
Dalam surah - surah Madaniyyah terdapat perkataan "ya ayyuhalladzina aamanu" dan hanya sedikit sekali terdapat perkataan "yaa ayyuhannaas", sedangkan dalam surah Makiyyah pula adalah sebaliknya.
Ayat - ayat Makaniyyah pada umumnya mengandungi hal - hal yang berhubung dengan keimanan, ancaman dan pahala, kisah - kisah umat yang terdahulu yang mengandungi pengajaran dan budi pekerti, manakala ayat - ayat Madaniyyah pula mengandungi hukum - hukum, baik yang berhubungan dengan hukum adat atau hukum - hukum duniawi, seperti hukum kemasyarakatan, hukum ketatanegaraan, hukum perang, hukum internasional, hukum antara agama dan lain-lain.
SURAT AL-MAKKIYAH DAN AL-MADANIYAH
A. Pengertian Makkiyah dan Madaniyah
Studi tentang ayat-ayat Makiyyah dan Madaniyah sesungguhnya tidak lebih dari
memahami pengelompokan ayat-ayat Al-Quran berdasarkan waktu dan tempat turunnya sebuah
ayat atau beberapa ayat Al-Quran. Dalam hubungan ini, para sarjana muslim mendefinisikan
terminologi Makkiyah dan Madaniyah. Keempat prespektif itu adalah sebagai berikut:[1]
1. Prespektif masa turun
Menurut prespektif ini bahwa Makkiyah adalah ayat-ayat yang turun sebelum Rasulullah
hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Mekkah, sedangkan Madaniyah ayat-ayat yang
turun sesudah Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Madinah. Ayat-ayat
yang turun setelah peristiwa hijrah disebut Madaniyah walaupun turun di Mekah atau Arafah.
Dengan demikian surat An-Nisa’ [4]:58 termasuk kategori Madaniyah kendatipun
diturunkan di Mekah, yaitu pada peristiwa terbukanya kota Mekah (fath Mekah):
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya,dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Seusungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat” (an-Nisa’ [4]: 58).
Begitu pula, surat Al-Maidah [5]:3 termasuk kategori Madaniyah kendatipun tidak
diturunkan pada peristiwa haji wada’.
2. Prespektif tempat turun
Menurut prespektif ini Makkiyah adalah ayat-ayat yang turun di Mekah dan sekitarnya
seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyyah, sedangkan Madaniyah adalah ayat-ayat yang turun di
Madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba’, dan Su’la.
Namun terdapat kelemahan dari pendefinisian di atas sebab terdapat ayat-ayat tertentu,
yang tidak diturunkan di Mekah dan di Madinah dan sekitarnya. Misalnya surat At-Taubah
[9]:42 diturunkan di Tabuk, surat Az-Zukhruf [43]:45 diturunkan di tengah perjalanan antara
Mekah dan Madinah. Kedua ayat tersebut, jika melihat definisi kedua, tidak dapat dikategorikan
ke dalam makiyyah dan Madaniyah.
3. Prespektif objek pembicaraan
Menurut prespektif ini makiyyah adalah khitab bagi orang-orang Mekah, sedangkan
Madaniyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Madinah.
Pendefinisian di atas dirumuskan para sarjana muslim berdasarkan asumsi bahwa
kebanyakan ayat Al-Quran dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha An-nas” yang menjadi kriteria
Makiyyah, dan ungkapan “ya ayyuha Al-ladziina” yang menjadi kriteria Madaniyah. Namun tidak
selamanya asumsi ini benar. Misalnya Surat Al-Baqarah [2] termasuk kategori Madaniyah,
padahal di dalamnya terdapat salah satu ayat, yaitu ayat 21 dan ayat 168 yang dimulai dengan
ungkapan “ya ayyuha An-nas”. Lagi pula banyak ayat Al-Quran yang tidak dimulai dengan dua
ungkapan di atas.
Adapun pendefenisian Makiyyah dan Madaniyah dari prespektif tema pembicaraan akan
disiggung lebih rinci dalam uraian karakteristik kedua klasifikasi tersebut.
Sekalipun ketiga definisi di atas pada dasarnya merupakan bagian dari pengklasifikasian
ayat-ayat Al-Quran. Tetapi untuk menghindari kekeliruan kami sepakat memilih definisi yang
pertama. Dengan pengklasifikasian yang teliti berdasarkan tempat dan waktu turunnya ayat,
akan diketahui ayat-ayat mana saja yang turun lebih dahulu dan turun kemudian. Selanjutnya
akan diketahui kronologi turunnya ayat tertentu.
B. Cara Mengetahui Makiyyah dan Madaniyah
Dalam menetapkan mana ayat-ayat Al-Quran yang termasuk kategori Makiyyah dan
Madaniyah, para sarjana muslim berpegang teguh pada dua pendekatan sebagai berikut:[2]
1. Pendekatan transmisi
Melalui perangkat ini sarjana muslim merujuk kepada riwayat-riwayat valid yang berasal
dari para sahabat, yaitu orang-orang yang besar kemungkinan menyaksikan turunnya wahyu,
atau para generasi tabiin yang saling berjumpa dan mendengar langsung dari para sahabat
tentang aspek aspek yang berkaitan dengan proses kewahyuan Al-Quran, termasuk di dalamnya
adalah informasi kronologis Al-Quran.
Seperti halnya hadis-hadis Nabi telah terekam dalam kodifikasi-kodifikasi kitab hadis, para
sarjana muslim pun telah merekam informasi dari para sahabat dan tabiin tentang Makkiyyah
dan Madaniyah dalam kitab-kitab tafsir bi Al-matsur, tulisan-tulisan tentang asbab An-
Nuzul, pembahasan-pembahasan ilmu Al-Quran, dan jenis-jenis tulisan lainnya.
Dengan demikian prangkat transmisi itu dikaitkan kepada riwayat yang sah dari sahabat-
sahabat yang hidup di masa turunnya wahyu itu. Mereka ini menyaksikan sendiri turunnya.
Atau dari Tabi’in yang mendapatkannya dari sahabat. Mereka itu mendengar dari sahabat
bagaimana cara turunnya, tempat-tempat turunnya dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
waktu itu.
2. Pendekatan analogi (Qiyas)
Ketika melakukan kategorisasi Makkiyyah dan Madaniyah, para sarjana muslim penganut
pendekatan analogi bertolak dari ciri-ciri spesifik dari kedua klasifikasi itu. Dengan demikian,
bila dalam surat Makkiyyah terdapat sebuah ayat yang memiliki ciri-ciri khusus Madaniyah,
ayat ini termasuk kategori Madaniyah. Tentu saja, para ulama telah menetapkan tema-tema
sentral yang ditetapkan pula sebagai ciri-ciri khusus bagi kedua klasifikasi itu. Misalnya mereka
menetapkan tema kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu sebagai ciri khusus Makkiyyah;
tema faraid dan ketentuan had sebagai ciri khusus Madaniyah.
Dari uraian di atas kami menilai bahwa yang lebih mendapat perhatian ialah apa-apa yang
terdapat (isi atau pembahasan) pada Al-Makkiy dan Al-Madaniy.
C. Ciri-ciri Spesifik Makiyyah dan Madaniyah
Para ulama berusaha merumuskan ciri-ciri spesifik Makkiyyah dan Madaniyah dalam
menguraikan kronologis Al-Quran. Mereka mengajukan dua titik tekan dalam usahanya itu,
yaitu titik tekan analogi dan titik tekan tematis. Dari titik tekan pertama diformulasikan ciri-ciri
khusus Makkiyyah dan Madaniyah sebagai berikut:[3]
1. Makkiyyah
a) Di dalamnya terdapat ayat sajdah.
b) Ayat-ayatnya dimulai dengan kata “kalla”. Lafal ini hanya terdapat pada separuh terakhir dari
Al-Quran yang disebutkan 33 kali pada 15 surat.
c) Dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha an-nas” dan tidak ada ayat yang dimulai dengan
uangkapan “ya ayyhal Al-ladzina” kecuali dalam surat Al-Hajj [22], karena dipunghujung surat
terdapat sebuah ayat yang dimulai dengan ungkapan “ya ayyhal Al-ladzina”.
d) Ayat-ayatnya mengandung tema kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu.
e) Ayat-ayatnya berbicara tentangkisah Nabi Adam dan Iblis, kecuali surat Al-Baqarah [2]; dan
f) Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf terpotong-potong (huruf at-tahajji) seperti Alif lam
mim, Alif Lam Ra, Ha Mim dan sebagainya, kecuali surat Al-Baqarah dan Ali ‘imran [3]. Sedang
surat Ra’d masih dipersilihkan.
2. Madaniyah
a) Mengandung ketentuan-ketentuan faraid dan had (sanksi)
b) Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surat Al-Ankabut [29]; dan
c) Mengandung uraian tentang perdebatan dengan Ahli Kitabin.
Sedangkan berdasarkan titik tekan tematis, para ulama merumuskan ciri-ciri spesifik
Makkiyyah dan Madaniyah sebagai berikut:
1. Makkiyah
a) Menjelaskan ajakan monotheisme, ibadah kepada Allah semata, penetapan risalah kenabian,
penetapan hari kebangkitan dan pembalasan, uraian tentang kiamat dan perihalnya, neraka dan
siksanya, surga dan kenikmatannya, dan mendebat kelompok musyrikin dengan argumen-
argumen rasional.
b) Menetapkan fondasi-fondasi umum sebagai pembentukan hukum syara’ dan keutamaan-
keutamaan akhlak yang harus dimiki anggota masyarakat. Juga berisikan celaan-celaan
terhadap kriminalitas-kriminalitas yang dilakukan kelompok musyrikin, mengonsumsi harta
anak secara zalim serta uraian tentang hak-hak.
c) Menyebutkan kisah-kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelajaran bagi mereka
sehingga mengetahui nasib orang yang mendustakan sebelum mereka; dan sebagai hiburan
buat Rasulullah sehingga ia tabah dalam menghadapi gangguan mereka dan yakin akan
menang.
d) Suku katanya pendek-pendek disertai kata-kata yang mengesankan sekali, pernyataannya
singkat, ditelinga terasa menembus dan terdengar sangat keras, menggetarkan hati dan
maknanya menyakinkan dengan diperkuat lafal-lafal sumpah, seperti yang surat-surat pendek,
dan perkecualiannya hanya sedikit.
e) Semua surat yang isinya memberi penekanan pada masalah akidah adalah Makkiyah.[4]
2. Madaniyah
a) Menjelaskan permasalahan ibadah, muamalah,, had, hudud, bangunan rumah tangga, warisan,
keutamaan jihad, kehidupan sosial, aturan-aturan pemerintah menangani perdamaian dan
peperangan, serta persoalan-persoalan pembentukan hukum syara’.
b) Seruan terhadap ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, dan ajakan kepada mereka
untuk masuk Islam. Penjelasan mengenai mereka terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan
mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka setelah ilmu datang kepada mereka
karena rasa dengki di antara sesama mereka.
c) Menyingkap perilaku orang-orang munafik, menganilis kejiwaannya, membuka kedoknya dan
menjelaskan bahwa ia berbahaya bagi agama.
d) Suku kata dan ayatnya panjang-panjang dan dengan gaya bahsa yang memantapkan syariat
dan menjelaskan tujuan dan sasarannya.[5]
Ciri-ciri spesifik yang dimiliki Madaniyah, baik dilihat dari presfektif analogi ataupun
tematis, memperlihatkan langkah-langkah yang ditempuh Islam dalam mensyariatkan
peraturan-peraturannya, yaitu dengan cara periodik.
Laporan-laporan sejarah telah membuktikan adanya sistem sosio-kultural yang berbeda
antara Mekah dan Madinah. Mekah dihuni komunitas atheis yang keras kepala dengan aksinya
yang selalu menghalangi dakwah Nabi dan para sahabatnya, sedangkan di Madinah setelah
Nabi hijrah kesana terdapat tiga komunitas. Komunitas muslim yang terdiri dari kelompok
Muhajirin dan Anshar, komunitas munafik, dan komunitas Yahudi. Al-Quran menyadari benar
sosio-kultural antara kedua tempat itu. Oleh karena itu, alur pembicaraan ayat yang diturunkan
bagi penghuni Mekah sangat berbeda dengan alur yang diturunkan bagi penduduk Madinah.http://arif-areva.blogspot.com/2013/03/surat-al-makkiyah-dan-al-madaniyah.html
http://ulumquran2010.blogspot.com/2010/03/ayat-makki-dan-madani.html