bab iv analisis pendapat shahrur tentang...

20
60 BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG MEKANISME AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur Tentang Hukum Kewarisan Islam Dari uraian bab sebelumnya dapat dilihat bahwa al-Islam salih li kuli zaman wa makan menjadi konsep kunci bagi Shahrur untuk melakukan konstruksi baru dalam pemikiran keislaman. Dibanding dengan pemikir muslim lain, Shahrur adalah sosok pemikir radikal. Dia membuang hampir seluruh peninggalan tradisi fiqih dan mengajak seluruh kaum muslimin memiliki komitmen pada diri mereka untuk memikirkan berbagai permasalahan yang kurang dikembangkan dalam fiqh tradisional, Shahrur menekankan pembacaan ulang terhadap ayat-ayat at- Tanzil al-Hakim seperti ayat-ayat tentang pembagian harta waris. Shahrur menawarkan konsep baru dalam menafsirkan ayat-ayat hukum seperti, pandangan bahwa perkataan Nabi bukanlah wahyu, Ijma' bukanlah konsensus ulama' yang sudah meninggal dunia, melainkan konsensus para ulama' yang masih hidup, dan Qiyas (analogi) yang berarti mengajukan bukti- bukti materi bukan menganologikan sesuatu yang ada saat ini dangan sesuatu yang telah tiada, dengan berinteraksi dengan al-Qur'an atas dasar ini, maka akan mampu menyelesaikan problematika yang berkembang dalam Islam.

Upload: duongtram

Post on 06-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

60

BAB IV

ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG MEKANISME

AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM

A. Analisis Pemikiran Shahrur Tentang Hukum Kewarisan Islam

Dari uraian bab sebelumnya dapat dilihat bahwa al-Islam salih li kuli

zaman wa makan menjadi konsep kunci bagi Shahrur untuk melakukan

konstruksi baru dalam pemikiran keislaman.

Dibanding dengan pemikir muslim lain, Shahrur adalah sosok pemikir

radikal. Dia membuang hampir seluruh peninggalan tradisi fiqih dan mengajak

seluruh kaum muslimin memiliki komitmen pada diri mereka untuk

memikirkan berbagai permasalahan yang kurang dikembangkan dalam fiqh

tradisional, Shahrur menekankan pembacaan ulang terhadap ayat-ayat at-

Tanzil al-Hakim seperti ayat-ayat tentang pembagian harta waris.

Shahrur menawarkan konsep baru dalam menafsirkan ayat-ayat hukum

seperti, pandangan bahwa perkataan Nabi bukanlah wahyu, Ijma' bukanlah

konsensus ulama' yang sudah meninggal dunia, melainkan konsensus para

ulama' yang masih hidup, dan Qiyas (analogi) yang berarti mengajukan bukti-

bukti materi bukan menganologikan sesuatu yang ada saat ini dangan sesuatu

yang telah tiada, dengan berinteraksi dengan al-Qur'an atas dasar ini, maka

akan mampu menyelesaikan problematika yang berkembang dalam Islam.

Page 2: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

61

Dalam rekonstruksi pemikiran keislamannya, Shahrur menggunakan

pendekatan linguistik,1 karena yang dikaji adalah teks Al-Qur'an. 2 Sebagai

seorang saintis, tipikal keilmuan yang mengedepankan sifat empiris, rasional

dan ilmiah sangat mewarnai landasan metodologis pemikirannya. Adapun

metode yang digunakan dapat disimpulkan paling tidak Shahrur menggunakan

dua macam metode inti dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an khususnya

tentang ayat-ayat pembagian harta waris yaitu:

1. Analisis Linguistik (Linguistikal Analysis)

Metode ini dalam bahasa Shahrur disebut sebagai al-Manhaj at-

Tarikhi al-Ilm fi Dirasah al-Lughawiyyah (metode historis ilmiah studi

bahasa). Metode ini diaplikasikan Shahrur dengan mencari makna kata

dengan menganalisis hubungan suatu kata dengan kata lain yang

berdekatan atau berlawanan (cross examination) sebab menurut Shahrur

kata itu tidak mempunyai sinonim.

Berkaitan dengan metode pertama ini, Shahrur menerapkan teori

linguistic yang pernah dikemukakan oleh al-Jurjani yaitu:

1) Terdapat kesesuaian antara bahasa dan pemikiran,

2) Pemikiran manusia tentang aturan kebahasaaan tidaklah berkembang

sempurna sekaligus tetapi tumbuh dan sempurna sejalan dengan

problematika yang dihadapi oleh pemikiran manusia dan,

1 Linguistik yaitu penelaahan bahasa secara ilmu pengetahuan, tujuan utamanya adalah

mempelajari bahasa (hubungan suatu bahasa dengan bahasa lain) lihat Departemen P&K, ensiklopedia umum, proyek pengembangan perpustakaan Jawa Tengah 1984, hlm. 633.

2 Muhammad In'm Esha, M. Syahrur, Teori Batas, dalam A. Khudori Soleh (ed), Pemikiran Islam Kontemporer, Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2003, hlm. 304.

Page 3: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

62

3) Tidaklah terdapat sinonim dalam bahasa arab.

Disamping al-Jurjani, metode Shahrur juga dipengaruhi oleh

pemikiran Ibn Faris, yaitu:

1) Bahasa itu beraturan

2) Bahasa muncul secara bersama dan strukturnya tBahasa muncul secara

bersama dan strukturnya terkait dengan jabatannya dalam bahasa dan,

3) Terdapat kesesuaian antara bahasa dan pemikiran, karena bahasa itu

berkembang terus.3

Analisis linguistik ini dalam prakteknya digabungkan oleh Shahrur

dengan metode tematik (dalam bahasa Shahrur adalah at-Tartil) yaitu

dengan mengumpulkan sejumlah ayat dan kemudian secara intrateks dan

interteks, ayat-ayat tersebut dianalisis secara kebahasaaan. Metode

penggabungan ayat ini oleh Sahiron Syamsuddin disebut dengan metode

intratekstualitas.4

Selanjutnya dengan berdasarkan dari metode linguistiknya "kata

adalah ekspresi dari makna", maka Shahrur dalam mengumpulkan ayat-

ayat yang berserakan dengan menggunakan pendekatan sematik,5 dengan

analisa paradigmatik dan sintagmatis. Analisa sintagmatis adalah

memahami makna teks dengan mengaitkannya pada konsep-konsep lain

yang berdekatan atau berlawanan sedang analisis sintagmatis adalah

3 Muhammad In'm Esha, Pembacaan Kontemporer Al-Qur'an: Studi Terhadap Pemikiran Muhammad Shahrur dalam Al-Tahrir Jurnal Pemikiran Islam, STAIN Ponorogo, Vol. 4, No. 1, Januari 2004, hlm. 35-36.

4 Sahiron Syamsuddin, (ed), Metode Intratekstualitas Muhammad Shahrur dalam Penafsiran Al-Qur'an, dalam Studi Al-Qur'an Kontemporer Wacana Baru Berbagai Metodologi Tafsir, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2002, hlm. 137.

5 Semantik adalah Ilmu yang berhubungan dengan fenomena makna dalam pengertian yang lebih luas dari kata. Dalam filologi istilah ini menunjukkan pada studi histories berorientasi empiris, tentang perubahan-perubahan makna dalam perkataan (Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000, hlm. 981)

Page 4: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

63

memahami makna teks dalam kaitannya dengan hubungan linier kata-kata

disekelilingnya.6

2. Penerapan Ilmu-ilmu Eksakta Modern

Metode ini diakui Shahrur sendiri dalam bukunya "Nahw Usul

Jadidah al-Fiqh al-Islami," dia memaparkan sebagai berikut:

"Sesungguhnya ilmu-ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu eksakta mempunyai hubungan dengan pemahaman dan aplikasi ayat-ayat tentang pembagian harta waris, dalam mengaplikasikan dan memahami ayat-ayat waris disamping dengan menggunakan teori matematika klasik, kami juga menggunakan teknik analitik (al-handasah at-Tahliliyah), matematika analitik (at-Tahlil ar-Riyadi) dan teori himpunan dalam matematika modern."7

Metode ini bisa disebut dengan metaforik saintifik yang diadopsi

dari ilmu-ilmu eksakta modern seperti matematika analitik, teknik analitik

dan teori himpunan), disamping itu Shahrur juga memperhatikan

perkembangan ilmu-ilmu sosial dalam memperkuat penafsirannya,

sebelumnya Shahrur melihat beberapa problem dalam penafsiran

konvensional diantaranya terdapat problem epistemologi yaitu bahwa

penafsiran konvensional terhadap ayat-ayat waris masih terpaku pada

penerapan teori matematika klasik (al-amaliyyat al-hisabiyyah al-arba')

yang terfokus pada proses penjumlahan, pengurangan, perkalian dan

pembagian. Disamping itu juga terdapat problem sosial politik dimana

tradisi patriakhis dan politik sangat mempengaruhi pada penafsiran

6 Sahiron Syamsuddin, op.cit., hlm. 138. 7 Muhammad Shahrur, Metodologi fiqh Islam Kontempoprer, terj. Sahiron Syamsuddin,

yogyakarta: elsaq press, 2004, hlm.180

Page 5: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

64

konvensional, akibatnya wanita hampir selalu merupakan pihak yang

diperlakukan secara kurang adil. Selain itu hukum waris konvensional

menekankan perhatiannya pada bagian-bagian individu bukan bagian

kelompok.8

Lebih lanjut Shahrur menyatakan bahwa hukum waris telah

dijelaskan dalam ayat-ayat at-Tanzil al-Hakim (al-Qur’an), namun hukum

ini telah diterapkan oleh masyarakat muslim berdasarkan pemahaman para

ahli fiqih yang dipengaruhi oleh tradisi dan budaya lokal pada abad-abad

pertama Islam (diluar ketentuan dari ayat-ayat Al-Qur'an) yang termuat

dalam buku-buku faraidl. Berkaitan dengan tetapnya teks dan bergeraknya

kandungan makna, dari sini Shahrur menegaskan bahwa hendaknya

dibedakan antara ayat-ayat waris dalam at-Tanzil dengan ilmu faraid

dalam tradisi fiqh, dengan kata lain ayat-ayat waris dalam at-Tanzil adalah

satu hal sementara ilmu faraidl dalam tradisi tidak tetap tetapi mengalami

proses.9 Oleh karena itu pembacaan ulang terhadap ayat-ayat at-Tanzil

perlu dilakukan.

Untuk mengatasi problem-problem tersebut, Shahrur menawarkan

metode baru dalam menafsirkan ayat-ayat waris yaitu dengan menerapkan

ilmu eksakta seperti matematika analitik, teknik analitik dan teori

himpunan disamping matematika klasik masih tetap dipergunakan serta

menafsirkan ulang ayat-ayat waris.

8 Ibid., hlm. 221 9 Ibid.

Page 6: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

65

Dari sini dapat dilihat bahwa Shahrur menggunakan metode

dekonstruktif dalam melakukan penelitian terhadap pemikiran keislaman

dan memulai suatu penelitian baru dengan perspektif baru pula. Terkait

dengan pembacaan ulang terhadap ayat-ayat At-Tanzil tentang pembagian

waris. Shahrur tidak terikat dengan perspektif, nalar sosial ataupun nalar

politik masa lalu yang menganut pola pikir patriakhis dalam memahami

makna ayat-ayat waris dan konsep sisa harta waris (asabah) dan hubungan

darah garis ibu.

Jika diselidiki secara mendalam tentang dasar utama dari hukum

Islam, ternyata faraidl yang telah berkembang sampai saat ini terdiri dari

dua unsur:

Pertama; hukum adat dan kebiasaan yang berlaku dikalangan

suku-suku arab sebelum Islam dan membiarkan dasar-dasar hukum adat

Arab tetap berlaku kecuali diubah secara tegas oleh ketentuan dalam Al-

Qur'an.

Kedua; peraturan-peraturan dalam Al-Qur'an yang membawa

perubahan yang tegas kepada adat-adat masyarakat arab zaman jahiliyah.10

Dengan datangnya Islam, bangsa Arab kemudian menyesuaikan

hukum adat mereka, apabila ada bagian hukum adat yang bertentangan

dengan Al-Qur'an maka akan diubah sedangkan selebihnya masih dipakai.

Apa yang bertentangan atau tidak bertentangan itu tergantung pula dari

10 Abdullah Siddik, Hukum Waris Islam dan Perkembangannya di Seluruh Dunia Islam,

Jakarta: Widjaya, 1984, hlm. 49.

Page 7: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

66

penafsiran mereka yang dipengaruhi oleh pikiran patrilineal masyarakat

Arab.

Hal tersebut bisa dilihat bahwa faraidl yang telah berkembang saat

ini masih tetap bertahan kepada asas hukum adat Arab, yang masih

mementingkan konsep 'Asabah (ahli waris garis bapak lebih utama dari

ahli waris garis ibu) meskipun sudah menganggap kelompok dzawil

furudh, satu pembaharuan dari ketentuan Al-Qur'an yang lebih baik dari

sistem ashabah bangsa Arab jahiliyah dan menempatkan kelompok dzawil

furudh lebih utama dari ashabah, namun pada hakekatnya dalam ilmu

faraidl tetap bertahan kepada 'ashabah sebagai ahli waris utama.11

Hal ini tentu saja berbeda dengan pemikiran Shahrur tentang

hukum waris dengan metode dekonstruktif, ia menekankan pembacaan

ulang terhadap ayat-ayat waris dan melakukan pembongkaran besar-

besaran terhadap seluruh peninggalan tradisi fiqih dan meletakkan dasar-

dasar baru fiqh yang sesuai dengan Al-Qur'an.

Dengan adanya perbedaan cara berpikir maka produk hukum yang

dihasilkan juga berbeda. Dalam ilmu faraidl yang kita pahami sekarang,

mengelompokkan ahli waris kedalam tiga kelompok keutamaan, yaitu:

1. Kelompok dzawil furudh yaitu ahli waris yang bagiannya telah

ditentukan dalam Al-Qur'an.

2. Kelompok 'Ashabah yaitu (kata ashabah berasal dari kata 'ushbah

pengertian 'ushbah menurut masyarakat Arab yang patrilineal masih

11 Ibid., hlm. 339.

Page 8: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

67

tetap dipertahankan yaitu yang berarti ahli waris di garis bapak lebih

utama dari ahli waris garis ibu) ahli waris yang menerima bagian sisa

kecil dari harta waris.

3. Kelompok dzawil arhman yaitu ahli waris dari garis ibu.12

Sedangkan Shahrur dalam kajiannya terhadap ayat-ayat waris

mengemukakan bahwa ahli waris adalah orang yang telah disebutkan serta

bagiannya telah ditetapkan dalam ayat-ayat waris, kemudian Shahrur

membagi ahli waris kedalam dua kelompok:

- Kelompok pertama yaitu kelompok keluarga yang menduduki posisi

utama dalam pembagian waris yaitu generasi terdekat penerima waris

yang terdiri dari keluarga menurut garis cabang (furu' anak-anak

kebawah), keluarga menurut garis ushul (kedua orang tua keatas) dan

suami atau istri.

- Kelompok kedua yaitu kategori saudara laki-laki/ perempuan

kedudukan saudara dalam waris adalah sama baik dari ibu atau dari

bapak.13

Dari ketentuan tersebut dapat kita lihat bahwa Shahrur tidak

mengakui adanya kelompok 'ashabah dan kelompok dzawil arham dan

serta pihak paman baik dari ibu atau bapak, anak laki-laki paman dan

seterusnya yang tidak disebut secara eksplisit dalam ayat waris adalah

pihak yang tidak berhak memperoleh bagian harta waris.

12 TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris: Hukum-hukum Waris dalam Syari'at

Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1973, hlm. 67. 13 Muhammad Shahrur, op.cit., hlm. 296.

Page 9: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

68

Berkaitan dengan teori ketidakadaan sinonimitas dalam linguistik

Arab, diaplikasikan oleh Shahrur dalam seluruh karyanya, terkait dengan

kajiannya tentang ayat-ayat waris, Shahrur membedakan nuansa makna

kata seperti kata walad (pluralnya adalah awlad) menurut Shahrur tidak

sama persis artinya dengan kata dhakar (yang berarti jenis kelamin laki-

laki baik sudah dewasa atau masih anak-anak) dan berbeda pula maknanya

dengan kata Ibn (yang berarti hanya anak laki-laki).Menurut Shahrur kata

awlad yang merupakan bentuk jama dari kata walad mengandung

pengertian maskulin (anak laki-laki) dan juga feminin (anak perempuan),

karena dalam bahasa Arab tidak dijumpai bentuk feminin pada kata al-

walad, pemaknaan kata walad yang berarti hanya anak laki-laki saja

merupakan pemaksaan yang menyalahi salah satu keistimewaan bahasa

Arab yang memiliki kosa kata berbentuk maskulin yang sekaligus

mengandung arti feminin.14

Kata walad juga mencakup pengertian seluruh manusia yang hidup

di bumi, oleh karena itu prinsip waris mencakup seluruh kemungkinan

kasus pewarisan yang dialami oleh seluruh penduduk bumi dan berlaku

bagi setiap insan yang dilahirkan, dari sini Shahrur menegaskan bahwa

firman Allah: لادكمفي أو الله وصيكمي adalah wasiat Allah yang menjelaskan

bagian laki-laki dan perempuan dalam kondisi bersama-sama yaitu

bergabungnya dua jenis kelamin bukan dalam kondisi sendirian (misalnya

laki-laki dan perempuan, ibu dan bapak, saudara laki-laki dan saudara

14 Ibid., hlm. 234.

Page 10: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

69

perempuan, duda dan janda) untuk kasus yang ada hanya anak laki-laki

saja atau hanya ada anak perempuan saja yang hanya dimiliki orang

tuanya, maka pembagian diantara mereka adalah sama rata, sehingga tidak

akan didapati setengah (1/2) bagian sisa jika membagi ½ bagian untuk

satu-satunya anak perempuan yang dimiliki orang tuanya atau 1/3 bagian

sisa jika membagi 2/3 bagian untuk dua perempuan atau lebih yang tidak

memiliki atau bersama-sama dengan saudaranya laki-laki padahal dalam

ayat yang tidak disebutkan siapa saja yang berhak menerimanya.

Disamping dalam struktur kata Shahrur juga membedakan nuansa

makna kata antara struktur kalimat seperti:

bagi seorang anak laki-laki bagian semisal) للذكر مثـل حـظ الـأنثيين (1bagian dua anak perempuan) dengan struktur kalimat lain, seperti.

ى (2 bagi seorang anak laki-laki dua kali lipat bagian) للذ آرمثال حظ األ نثseorang anak perempuan) atau nuansa makna kata dari

ـ (3 bagi seorang anak laki-laki bagian semisal) الـأنثيين ىللذكر مثل حظdua bagian untuk dua anak perempuan)

Untuk struktur kalimat pertama terdapat penggandaan jumlah

perempuan, pada kondisi terdapat variabel pengikut (tabi') dan variabel

peubah yaitu jumlah perempuan yang bernilai 1, 2 atau lebih sampai tak

terhingga, disini Shahrur menyatakan bahwa seakan-akan Allah

menyatakan "perhatikan bagian yang telah kalian tentukan untuk dua

perempuan lalu berikanlah semisal itu kepada pihak laki-laki" karena

dilihat dari logika teoritis dan aplikasi ilmiah manapun tidak masuk akal

mengetahui dan menentukan semisal sesuatu (bagian laki-laki) sebelum

mengetahui dan menentukan batasan sesuatu yang dimisalkan tersebut,

Page 11: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

70

disini berarti bahwa perempuan adalah dasar atau titik tolak dalam

penentuan bagian masing-masing pihak.15 Dari sini dapat dilihat bahwa

Shahrur menggunakan cabang dari ilmu eksakta modern yaitu variabel

pengikut dan variabel peubah dalam menafsirkan ayat-ayat waris.

Dalam matematika konsep variabel pengikut dan variabel peubah

digambarkan dengan rumus persamaan fungsi y = f (x), nilai dipengaruhi

oleh nilai x, disini y adalah variabel pengikut dan x adalah sebagai

variabel peubah, nilai y dipengaruhi oleh nilai x, apabila nilai x mengalami

perubahan maka nilai y juga ikut berubah.16

Dengan menggunakan metode dari ilmu-ilmu eksakta modern

dalam menafsirkan ayat-ayat waris, Shahrur menyimbolkan laki-laki

dengan (y) sebagai variabel pengikut dan perempuan dengan simbol (x)

sebagai variabel peubah, penyebutan laki-laki lebih dahulu daripada

perempuan dalam ayat نيـظ الـأنثيللذكر مثـل ح karena posisinya adalah

sebagai variabel pengikut, sedangkan perempuan disebut dengan jumlah

satu, dua sampai tak terhingga (1, 2, …~) karena posisinya adalah sebagai

variabel peubah, karena sebagai variabel peubah, posisi perempuan dalam

hal ini adalah dasar dalam perhitungan waris, jika hanya pihak perempuan

yang disebut dalam ayat maka secara otomatis menyertakan pihak laki-laki

sebagai kebalikannya seperti penyebutan ibu (al umm) tanpa penyebutan

15 Ibid., hlm. 236. 16 Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Matematika dan Peradaban Manusia:

Referensi dan Petunjuk Lengkap untuk Matematika, Proyek Pengembangan Sistem dan Standart Perbukuan Dasar dan Menengah, 2003, hlm. 260-261.

Page 12: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

71

bapak dalam ayat ه الثلـثفلأم اهوأب رثهوو لدو له كني لم 17 فإن Dalam hal ini

bagian laki-laki yang berposisi sebagai variabel pengikut (y) ditetapkan

batasannya setelah bagian perempuan ditetapkan, karena sebagai variabel

pengikut nilai y berubah dan berganti sesuai dengan perubahan bagian

perempuan (x), jadi nilai laki-laki tidak selamanya tetap dengan dua kali

perempuan

Untuk sistem penyelesaian pembagian harta waris, Shahrur

menekankan wasiat dan hutang sebagai dasar pembagian, keberadaan

wasiat dan hutang akan menangguhkan pembagian harta waris hal ini

berdasarkan pada firman Allah SWT ـنيد ـا أووصـي بهة يصيد وعب من

Dalam kondisi ketika wasiat dan hutang belum mencakup harta

keseluruhan maka sisa harta (setelah ditunaikannya wasiat dan

dibayarkannya hutang) dibagikan untuk suami atau istri (jika ada) sisa

hasil dari suami atau istri dibagikan kepada ibu-bapak (jika ada), disini

Shahrur memahami bahwa firman Allah مما تـرك (Qs. An-Nisa': 11) (dari

harta yang ditinggalkannya) yang berarti bahwa ada bagian lain yang harus

ditunaikan sebelum bagian ibu-bapak diberikan yaitu bagian suami atau

istri (jika ada), dengan demikian bagian ibu-bapak diberikan setelah harta

17 Karena hukum waris diturunkan untuk menjelaskan bagian untuk laki-laki dan

perempuan dalam kondisi bersama-sama bukan dalam kondisi sendirian. Disamping itu dalam prinsip-prinsip pembacaan kontemporer Shahrur menyatakan bahwa at-Tanzil al-Hakim memiliki tingkatan tertinggi dalam hal kefasihan dan ia adalah satu-satunya kitab yang dalam seluruh ayat-ayatnya memperlihatkan batas pemisah antara pemanjangan (takwil), kalimat yang menjemukan dan peringkasan (ijaz) oleh karena itu kita harus mampu membaca apa yang tidak tersurat, seperti dalam ayat-ayat pembagian warisan yang tidak menyebutkan laki-laki. Lihat Muhammad Shahrur , Nahw Ushul Jadidah Li al-Fiqh al-Islami, Damaskus: al-Ahali Li-Thiba'at Wa al-Nasyr Wa al-Tauzi,l 2000, hlm. 190

Page 13: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

72

dipotong bagian suami atau istri sisa hasil setelah bagian untuk ibu-bapak

seluruhnya diberikan kepada anak-anak baik laki-laki maupun perempuan

sesuai dengan jumlah mereka.18

Lebih lanjut menurut Shahrur untuk ketentuan bagian waris

saudara ditetapkan ketika tidak ada garis cabang dan asal (pada kondisi

kalalah), karena sebagai ahli waris yang menduduki peringkat kedua,

keberadaan ahli waris kelompok pertama akan menghalangi saudara

mendapatkan harta waris. Berdasarkan ayat 12 surat an-Nisa' Allah

menetapkan bagian waris saudara pada kondisi kalalah dan

menetapkannya dalam ayat waris bagi suami-istri maka ketentuan

tersebut berlaku ketika ada suami atau istri, bukan ketika suami atau istri

tidak ada dan ketentuan bagian tersebut merupakan batas maksimal untuk

saudara karena sisa setelah bagian saudara, adalah merupakan bagian

suami atau istri. Dengan analisis linguistiknya Shahrur menyatakan

bahwa firman Allah ـارضم ـرغي dalam surat an-Nisa': 12, (memberi

madlarat pada ahli waris), kata mudarr berasal dari kata kerja darra yang

memiliki tiga pengertian; pertama, ad-durr (bahaya) lawan kata dari an-

naf (manfaat), kedua ad-durr berasal dari kata ad-darrah yang berarti

istri kedua, ketiga, ad-durr yang memiliki pengertian terbebani oleh

kesulitan, dalam pengertian ini menurut Shahrur ad-durr adalah bahaya

lawan kata dari an-naf (manfaat) dalam arti jika sisa harta setelah

bagian saudara diberikan kepada orang lain yang tidak disebut dalam ayat

18 Muhammad Shahrur, op cit., hlm. 263.

Page 14: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

73

waris, maka akan terjadi bahaya besar (darur kabir) bagi suami atau istri

yang lebih berhak mewarisinya karena suami atau istri adalah pewaris

paling asasi dan paling dekat (al-aqrab).19 Hal ini berbeda dengan para

ahli tafsir, menurut ahli tafsir bahwa yang dimaksud dengan "memberi

madlarat kepada ahli waris" adalah tindakan-tindakan seperti berwasiat

lebih dari sepertiga harta peninggalan dan berwasiat dengan maksud

mengurangi harta warisan, sekalipun kurang dari sepertiga.20

Lebih lanjut menurut Shahrur jika dalam kondisi ketika tidak ada

suami atau istri, furu' dan usul, maka seluruh harta diwariskan kepada

saudara berdasarkan atas ketentuan dalam ayat 176 surat an-Nisa' warisan

tersebut tidak berpindah kepada anak-anak mereka.

B. Aplikasi Penyelesaian Pembagian Harta Waris Tanpa 'Aul dan Radd

Menurut Shahrur

Dalam bab-bab sebelumnya penulis sudah memaparkan mengenai

konsep umum tentang kewarisan dimana terjadi perbedaan pendapat mengenai

masalah ‘aul dan radd.

Mekanisme 'aul ditempuh apabila dalam penyelesaian pembagian

waris terjadi jumlah bagian ashabul furudh melebihi dari jumlah harta yang

akan dibagi, masalah ini belum muncul pada masa Rasulullah dan Abu Bakar,

'aul merupakan masalah yang ijtihadi, ini ditempuh sebagai konsekwensi tidak

adanya petunjuk nash yang sharih baik dari al-Qur'an maupun al-Hadis yang

disepakati oleh para fuqaha. Sedang mekanisme radd ditempuh apabila dalam

19 Ibid., hlm. 389. 20 Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. Ke-2,

1992, hlm. 231.

Page 15: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

74

penyelesaian pembagian waris terjadi jumlah bagian-bagian ashhabul furudh

kurang dari jumlah harta yang akan dibagi, sedang ahli waris yang ashabah

tidak ada, yang dijadikan landasan hukum penerimaan radd oleh mayoritas

ulama adalah surat al-anfal ayat 75, pada kenyataannya ayat tersebut ditujukan

kepada ahli waris dzawil arham. Dalam pembahasan fiqh mawaris dzawil

arham digunakan untuk menunjuk ahli waris yang tidak termasuk ke dalam

ahli waris ash-habul furudh dan ashabah, bahkan ada yang mengatakan bahwa

mereka bukan ahli waris, sebagai mana yang telah dikemukakan pada bab

sebelumnya bahwa ayat-ayat waris dalam at-Tanzil al-hakim menurut Shahrur

hanya berada pada tiga tempat yaitu ayat 11, 12, 176 surat an-Nisa’ dan

ketentuan ahli waris serta bagiannya adalah mereka yang disebut dalam ketiga

ayat tersebut. Shahrur tidak mengakui adanya kelompok ashabah dan

kelompok dzawil arham serta pihak paman, sebagaimana para ahli faraid

memahaminya.

Dalam hal ini menurut shahrur bahwa mekanisme ‘aul dan radd

terlahir dari pemaksaan empat pola perhitungan klasik (al-amaliyat al-

hisabiyyah al-arba’) yang terfokus pada penjumlahan, pengurangan, perkalian

dan pembagian, karena tidak masuk akal bahwa Allah menetapkan bagi

hamba-Nya sebuah hukum yang bersifat kekal namun hukum tersebut tidak

memiliki ketelitian sehingga membutuhkan jalan keluar berupa ‘aul dan radd.

Apa yang dikatakan shahrur di atas adalah sebuah realitas yang harus kita

terima dengan jujur, satu keinginan Shahrur adalah ingin membuat fiqh

Page 16: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

75

menjadi dinamis, maka dia menekankan pembacaan ulang terhadap ayat-ayat

dalam at-Tanzil al-Hakim.

Berikut ini akan dikemukakan contoh kasus pembagian waris serta

aplikasi penyelesaiannya.

Contoh kasus ‘aul :

Seorang wafat meninggalkan ahli waris suami, ibu dan dua anak

perempuan, harta yang ditinggalkan setelah ditunaikan wasiat dan dibayarkan

hutang adalah sebesar Rp. 39.000.000 maka bagian masing-masing adalah

sebagai berikut :

Ahli waris Fard Dari Am.12 penerimaan

Suami ¼ 3 3/12 x Rp.39.000.000 = Rp. 9.750.000

Ibu 1/6 2 2/12 x Rp.39.000.000 = Rp. 6.5000.000

2 anak pr 2/3 8 8/12 x Rp.26.000.000 = Rp. 26.000.000

Jumlah = Rp. 42.250.000

Dengan demikian terjadi kekurangan harta sebesar Rp. 3.250.000, maka

penerimaan masing-masing ahli waris harus dikurangi secara proporsional

dengan mekanisme ‘aul yaitu menaikkan angka penyebut yang semula 12

dinaikkan sebesar angka pembilangnya yaitu 13, dengan demikian bagian

masing-masing ashhabul furudh menjadi ;

Suami 3/13 x Rp.39.000.000 = Rp. 9.000.000

Ibu 2/13 x Rp. 39.000.000 = Rp. 6.000.000

2 anak pr 8/13 x Rp. 39.000.000 = Rp. 24.000.000

Jumlah = Rp.39.000.000

Page 17: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

76

Adapun penyelesaian menurut Shahrur adalah sebagai berikut :

- Suami mendapat seperempat dari harta waris yaitu,

41 x Rp. 39.000.000 = Rp. 9.750.000

Sisa harta pertama sebesar Rp. 29.250.000

- Ibu mendapat seperenam dari sisa harta pertama yaitu,

61 x Rp. 29.250.000 = Rp. 4.875.000

Sisa harta kedua sebesar Rp. 24.375.00

- Dua anak perempuan mendapat sisa harta setelah

Diambil oleh suami dan ibu yaitu sebesar = Rp. 24.375.000

Jumlah = Rp. 39.000.000

Contoh kasus Radd

Seorang wafat meninggalkan ahli waris yang terdiri dari ibu dan

seorang anak perempuan, harta yang ditinggalkan pewaris setelah ditunaikan

wasiat dan dibayarkan hutang adalah sebesar Rp. 36.000.000, maka bagian

masing- masing ahli waris adalah sebagai berikut :

Ahli waris Fard Dari Am. 6 Penerimaan

Ibu 1/6 1 1/6 x Rp. 36.000.000 = Rp. 6.000.000

anak pr ½ 3 3/6 x Rp. 36.000.000 = Rp. 18.000.000

Jumlah = Rp.24.000.000

Dengan demikian terdapat kelebihan harta sebesar Rp. 12.000.000, maka sisa

harta tersebut dikembalikan kepada ashhabul furudh dengan mekanisme radd

yaitu dengan cara menurunkan angka penyebut yaitu 6 diturunkan sebesar

angka pembilangnya yaitu 4, dengan demikian bagian masing-masing ahli

waris menjadi

Page 18: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

77

Ibu ¼ x 36.000.000 = Rp. 9.000.000

Seorang anak pr ¾ x 36.000.000 = Rp. 27.000.000

Jumlah = Rp. 36.000.000

Adapun penyelesaian menurut Shahrur adalah sebagai berikut :

Ibu mendapat 61 dari harta yaitu,

61 x Rp. 36.000.000 = Rp. 6.000.000

Menyisakan harta sebesar Rp. 30.000.000

Seorang anak perempuan mendapat sisa harta

Setelah diambil oleh ibu yaitu sebesar = Rp. 30.000.000

Jumlah Rp. 36.000.000

Dari beberapa uraian dan contoh kasus yang telah penulis paparkan

didapati bahwa penyelesaian pembagian waris menurut Shahrur tidak terdapat

selisih lebih ataupun selisih kurang dari harta yang akan dibagikan karena

harta sudah terbagi secara keseluruhan, dengan demikian penyelesaian dengan

mekanisme 'aul dan radd didalam perhitungan waris tidak perlu digunakan.

Shahrur menawarkan metode baru dalam menafsirkan ayat-ayat waris

salah satunya dengan penerapan ilmu eksakta modern disamping matematika

klasik masih tetap digunakan, dengan menggunakan konsep variabel pe'ubah

dan pengikut dalam menafsirkan ayat waris Shahrur menyimbolkan laki-laki

sebagai variabel pengikut (y) dan perempuan sebagai variabel peubah (x),

karena sebagai variabel pengikut nilai y selalu berubah sesuai dengan

Page 19: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

78

perubahan nilai x (perempuan), jadi nilai laki-laki tidak selamanya tetap

dengan dua kali bagian perempuan.

Dalam teori batasnya Shahrur bahwa ketentuan surat an-Nisa' ayat 11

adalah merupakan ayat yang menyebutkan batas maksimal dan batas minimal

sekaligus dimana dalam batas hukum ini ditetapkan batas maksimal laki-laki

dua kali perempuan dan batas minimal perempuan adalah setengah(0,5) laki-

laki dan ijtihad bergerak diantaranya dengan melihat keterlibatan

perempuan.21 Dalam hal ini dapat digambarkan sebagai berikut yang

dirumuskan dengan perubahan variabel x (perempuan);

- Jika terdiri dari dua perempuan maka bagi seorang laki-laki bagian yang

sama dengan bagian 2 perempuan yaitu 1/2 bagian untuk 2 perempuan dan

½ bagian sisanya merupakan bagian laki-laki. Kriteria ini berlaku pada

segala kasus dimana jumlah perempuan dua kali dari jumlah laki-laki, ini

adalah batas pertama hukum waris yaitu; نيظ الأنثيللذكر مثل ح

- Jika perempuan lebih dari dua sampai tak terhingga, maka bagian yang

diperoleh adalah 2/3 dan 1/3 sisanya merupakan bagian laki-laki. Kriteria

ini berlaku pada segala kasus dimana jumlah perempuan lebih besar dua

kali dari jumlah laki-laki. Ketentuan ini merupakan batas kedua hukum

waris yaitu; كا ترثلثا م نن فلهق اثنتيفو اءنس كن فإن

- Jika perempuan itu sendiri maka bagian yang diperoleh ½ dan ½ bagian

sisanya merupakan bagian laki-laki, kriteria ini berlaku pada segala kasus

21 Muhammad Shahrur, al-Kitab wa al-Qur'an; Qira'ah al-Muasirah, Damaskus: al-ahali

li Thiba'at wa al-Nasyr wa al-Tauzi, 1990, hlm. 630

Page 20: BAB IV ANALISIS PENDAPAT SHAHRUR TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1... · AUL DAN RADD DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Shahrur

79

dimana jumlah perempuan sama dengan jumlah laki-laki dan ketentuan ini

merupakan batas ketiga hukum waris yaitu; ة فلهاحدكانت و إنفوا النص

Ketentuan bagian waris tersebut ditetapkan pada kondisi

bergabungnya dua jenis kelamin, karena sesungguhnya ayat-ayat waris

diturunkan pada kondisi bergabungnya dua jenis kelamin bukan dalam kondisi

sendirian, misalnya laki-laki dan perempuan, ibu dan bapak, saudara laki-laki

dan saudara perempuan, janda atau duda. Adapun pada kondisi waris sejenis

seperti pewaris hanya meninggalkan anak laki-laki saja tanpa anak perempuan

atau sebaliknya, maka penyelesaiannya cukup dibagi sama rata diantara

mereka, jika menganggap hukum ini berlaku dalam kondisi individual (satu

jenis kelamin saja) maka akan didapati setengah(1/2) bagian sisa jika

membagi setengah (1/2) bagian untuk satu-satunya anak perempuan yang

dimiliki orang tuanya, dan juga akan didapati sepertiga(1/3) bagian sisa jika

membagi dua pertiga (2/3) bagian untuk dua perempuan atau lebih yang tidak

bersama dengan saudaranya laki-laki, padahal dalam ayat tidak disebutkan

siapa saja yang berhak menerimanya.

Dari ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa bagian laki-laki tidak

selamanya tetap dengan dua kali bagian perempuan. Munculnya teori batas

(limit) dan penerapan ilmu-ilmu pengetahuan modern yang ditawarkan

Shahrur akan membawa warna baru dalam penafsiran al-Qur'an oleh karena

itu menurut penulis dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi

maka semua itu bisa dipergunakan sebagai alat bantu dalam memahami ayat-

ayat waris.