bab ii tinjauan pustaka a. dismenor 1. - digilib.ump.ac.id · penjelasan lain dikemukakan oleh...

26
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenor 1. Pengertian Dismenor Dismenor merupakan nyeri haid yang mengakibatkan rasa tidak enak di perut bawah sebelum dan selama haid dan sering kali menimbulkan rasa mual (Wiknjosastro, 2005). Rasa nyeri saat menstruasi ini dapat mengganggu wanita dan mendorong penderita untuk melakukan pemeriksaan atau konsultasi kedokter atau tenaga kesehatan (Manuaba, 1998). Jadi dismenor merupakan nyeri yang terjadi saat menstruasi pada perut bagian bawah yang dapat menyebabkan aktifitas menjadi terganggu. 2. Gejala Dismenor Menurut Manuaba (1998), gejala dismenor terdiri dari nyeri abdomen bagian bawah, menjalar ke daerah pinggung dan paha, dan terkadang disertai mual, muntah, sakit kepala dan diare. 3. Jenis Dismenor Menurut Smeltzer dan Bare (2002), dismenor dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : a. Dismenor Primer Dismenor primer yaitu nyeri saat menstruasi tanpa adanya kelainan patologi pelvis. Nyeri ini dapat terjadi pada waktu menarke atau segera setelahnya. Hal ini akibat dari pembentukan prostaglandin yang berlebihan yang menyebabkan uterus untuk berkontraksi. Gejala kram

Upload: danghanh

Post on 01-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dismenor

1. Pengertian Dismenor

Dismenor merupakan nyeri haid yang mengakibatkan rasa tidak enak

di perut bawah sebelum dan selama haid dan sering kali menimbulkan rasa

mual (Wiknjosastro, 2005). Rasa nyeri saat menstruasi ini dapat

mengganggu wanita dan mendorong penderita untuk melakukan

pemeriksaan atau konsultasi kedokter atau tenaga kesehatan (Manuaba,

1998). Jadi dismenor merupakan nyeri yang terjadi saat menstruasi pada

perut bagian bawah yang dapat menyebabkan aktifitas menjadi terganggu.

2. Gejala Dismenor

Menurut Manuaba (1998), gejala dismenor terdiri dari nyeri abdomen

bagian bawah, menjalar ke daerah pinggung dan paha, dan terkadang

disertai mual, muntah, sakit kepala dan diare.

3. Jenis Dismenor

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), dismenor dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

a. Dismenor Primer

Dismenor primer yaitu nyeri saat menstruasi tanpa adanya kelainan

patologi pelvis. Nyeri ini dapat terjadi pada waktu menarke atau segera

setelahnya. Hal ini akibat dari pembentukan prostaglandin yang

berlebihan yang menyebabkan uterus untuk berkontraksi. Gejala kram

11

pada perut bagian bawah tarjadi selama 2 hari pertama haid dan bisa

menjalar ke punggung (Rayburn dan Carey, 2001).

b. Dismenor Sekunder

Dismenor sekunder yaitu nyeri haid yang terdapat patologi pelvis,

seperti endometriosis, tumor atau penyakit inflamatori pelvik. Dismenor

sekunder sering mengalami nyeri yang terjadi beberapa hari sebelum

haid, disertai ovulasi dan kadang kala pada saat melakukan hubungan

seksual.

4. Faktor Resiko Dismenor

Menurut Proverawati dan Misaroh (2009), wanita yang beresiko

mengalami dismenor meliputi wanita yang merokok, wanita yang minum

alkohol atau soda selama menstruasi (soda cenderung untuk memperpanjang

nyeri haid), wanita dengan kelebihan berat badan, wanita yang mengalami

menstruasi sebelum usia 11, dan ada riwayat nyeri menstruasi pada

keluarga.

5. Faktor – Faktor Penyebab Dismenor

Beberapa faktor yang memegang peranan sebagai penyebab dismenor

primer, antara lain :

a. Faktor Kejiwaan

Dismenor primer banyak dialami oleh remaja yang sedang

mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun

psikis. Ketidaksiapan remaja putri dalam menghadapi perkembangan dan

pertumbuhan pada dirinya tersebut, mengakibatkan gangguan psikis yang

12

akhirnya menyebabkan gangguan fisiknya, misalnya gangguan haid

seperti dismenor (Hurlock, 2007).

Pengalaman tidak menyenangkan pada seorang gadis terhadap

peristiwa menstruasinya menimbulkan beberapa tingkah laku patologis.

Pada umumnya mereka akan diliputi kecemasan sebagai bentuk

penolakan pada fungsi fisik dan psikisnya. Apabila keadaan ini terus

berlanjut, maka mengakibatkan gangguan menstruasi. Gangguan

menstruasi yang banyak dialami adalah kesakitan pada saat menstruasi

yang bersifat khas, yaitu nyeri haid atau dismenor (Kartono, 2006).

b. Faktor Konstitusi

Faktor ini erat hubungannya dengan faktor kejiwaan, dapat juga

menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor – faktor seperti

anemia, penyakit menahun dan sebagainya dapat mempengaruhi

timbulnya dismenor (Wiknjosastro, 2005).

c. Faktor Obstruksi Kanalis Servikalis

Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya

dismenor primer adalah stenosis kanalis servikalis. Pada wanita dengan

uterus hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis.

Akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai penyebab dismenor.

Banyak wanita menderita dismenor hanya karena mengalami stenosis

kanalis servikalis tanpa hiperantefleksi posisi uterus. Sebaliknya terdapat

wanita tanpa keluhan dismenor walaupun ada stenosis kanalis servikalis

dan uterus terletak hiperantefleksi (Wiknjosastro, 2005).

13

d. Faktor Endokrin

Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada

dismenor primer karena kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor

endokrin erat hubungannya dengan keadaan tersebut. Dari hasil

penelitian Novak dan Reinolds dalam Wiknjosastro (2005) , hormon

estrogen merangsang kontraktibilitas sedangkan hormon progesteron

menghambatnya.

Penjelasan lain dikemukakan oleh Clitheroe dan Piteles, bahwa

ketika endometrium dalam fase sekresi akan memproduksi hormon

prostaglandin yang menyebabkan kontraksi otot polos. Jika hormon

prostaglandin yang diproduksi banyak dan dilepaskan diperedaran darah,

maka selain mengakibatkan dismenor juga menyebabkan keluhan lain

seperti diare, nausea, muntah, flushing (Wiknjosastro, 2005).

6. Derajat Dismenor

Setiap wanita mempunyai pengalaman nyeri dismenor yang berbeda-

beda, dimana hal itu muncul rasa tidak nyaman, letih, sakit yang dapat

mengganggu aktifitas sehari- hari. Nyeri akan berkurang setelah menstruasi,

namun ada beberapa wanita nyeri bisa terus dialami selama periode

menstruasi (Proverawati dan Misaroh, 2009).

Hampir seluruh perempuan pasti pernah merasakan nyeri menstruasi,

terutama pada awal menstruasi namun dengan kadar nyeri yang berbeda-beda.

14

Menurut Manuaba (2001), dismenor secara siklik dibagi menjadi tiga

tingkat keparahan, yaitu:

a. Dismenor ringan

Dismenor yang berlangsung beberapa saat dan klien masih dapat

melaksanakan aktifitas sehari-hari.

b. Dismenor sedang

Dismenor ini membuat klien memerlukan penanganan dan kondisi penderita

masih dapat beraktivitas.

c. Dismenor berat

Dismenor berat membuat klien memerlukan istirahat beberapa hari dan

dapat disertai sakit kepala, migrain, pingsan, diare, rasa tertekan, mual dan

sakit perut dan tidak dapat melakukan aktifitas sehari- hari.

7. Penanganan Dismenor

Ada banyak hal yang dapat dilakukan dalam menangani dismenor dan

mencegah dismenor bertambah parah, yaitu dengan cara terapi farmakologi

dan non farmakologi.

Menurut Wiknjosastro (2005), hal ini dapat diatasi dengan :

a. Penerangan dan Nasihat

Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa dismenor primer adalah

gangguan siklus menstruasi yang tidak berbahaya bagi kesehatan.

Hendaknya dalam masalah ini diadakan penjelasan dan diskusi mengenai

informasi dismenor, penanggulangan yang tepat serta pencegahan agar

dismenor tidak mengarah pada tingkat yang sedang bahkan ke tingkat

berat.

15

Penerangan tentang pemenuhan nutrisi yang baik perlu diberikan,

karena dengan pemenuhan nutrisi yang baik maka status gizi remaja

menjadi baik. Dengan status gizi yang baik tersebut maka ketahanan

tubuh meningkat dan ganggauan menstruasi dapat dicegah. Nasehat

menegenai makan bergizi, istirahat dan olah raga cukup dapat berguna

dan terkadang juga diperlukan psikoterapi.

b. Pemberian Obat Analgetik

Obat analgetik yang sering digunakan adalah preparat kombinasi

aspirin, fenasetin, dan kafein. Obat-obat peten yang beredar di pasaran

ialah novalgia, ponstan, acet- aminophen dan sebagainya.

Obat analgetik adalah obat penghilang nyeri yang banyak

digunakan untuk mengatasi sakit kepala, demam, dan nyeri ringan. Obat-

obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Dengan banyaknya macam obat

analgetik yang tersedia di pasaran, harus dipilih obat yang optimal untuk

keadaan tertentu. Sebelum memilih obat penghilang nyeri yang tepat,

sebaiknya diketahui dulu apa yang disebut nyeri dan macam nyeri yang

dapat disembuhkan dengan analgetika (Decha Care, 2011).

Ada tiga kelas analgetik tanpa resep yang saat ini tersedia di

pasaran, yaitu: golongan parasetamol, golongan salisilat meliputi aspirin

atau asetilsalisilat, atrium salisilat, magnesium salisilat, cholin salisilat;

dan golongan turunan asam propionat seperti ibuprofen, naproxen, dan

ketoprofen.

16

Karena memiliki sifat farmakologis yang mirip, golongan salisilat

dan turunan asam propionat digolongkan sebagai obat anti inflamasi non-

steroid (AINS). Obat-obat ini tersedia dalam berbagai merek, termasuk

sebagai obat generik, dan sering dikombinasikan dengan obat atau bahan

tambahan seperti kafein. Obat-obat AINS memiliki sifat analgetika

(penghilang nyeri), antipiretika (turun panas), dan antiinflamasi (anti

bengkak atau radang) (Decha Care, 2011).

c. Terapi Hormonal

Tujuan terapi hormonal ialah menekan ovulasi. Tindakan ini

bersifat sementara dengan maksud untuk membuktikan bahwa gangguan

tersebut benar-benar dismenor primer, atau untuk memungkinkan

penderita melaksanakan pekerjaan pada waktu haid tanpa gangguan.

d. Terapi dengan Obat Nonsteroid Antiprostaglandin

Terapi ini memegang peranan penting dalam dismenor primer.

Termasuk disini ibuprofen dan naproksen, dalam kurang lebih 70%

penderita dapat disembuhkan atau mengalami perbaikan. Hendaknya

pengobatan diberikan sebelum haid mulai, satu sampai tiga hari sebelum

haid dan pada hari pertama haid.

Setelah seseorang mengkonsumsi obat tidak mendapatkan

kesembuhan dan berdampak buruk baginya, berbagai kemungkinan bisa

menjadi alasan yang menyebabkan dampak buruk obat. Mulai dari

kesalahan aturan mengkonsumsi obat, kemungkinan kesalahan diagnosis

17

dokter yang memberikan obat, sampai pada kemungkinan mengkonsumsi

obat palsu.

Karena pada beberapa kasus yang terjadi, karena ingin membeli obat

yang murah, seseorang membeli obat (berdasarkan resep dokter) di tempat

yang tidak terjamin keasliannya dan akhirnya memperoleh obat palsu.

Untuk lebih memahami dampak obat, ada baiknya terlebih dahulu

mengetahui efek samping obat. Setiap obat pasti memiliki efek samping.

Aspirin misalnya, obat ini bisa menyebabkan mual, muntah, rasa panas di

dada, gangguan pencernaan, bahkan bisa menimbulkan perdarahan di

saluran cerna (Decha Care, 2011). Obat ini berkhasiat setelah 15 menit

sampai 20 menit, memuncak 1 sampai 2 jam dan berkhasiat hanya 3 sampai

4 jam (Long, 1996).

Selain itu perlakuan yang paling umum dengan akses termudah untuk

mengobati dismenore adalah melalui memakai obat anti-inflamasi non-

steroid. Ibuprofen merupakan salah satu bentuk yang paling umum obat

anti-inflamasi non-steroid. Namun, ada efek samping yang terkait dengan

obat ini. Efek samping yang umum termasuk mual, diare, ulkus peptikum,

dan dispepsia (Pendergraft, 2009).

Antalgin juga merupakan obat mengurangi rasa nyeri saat haid, namun

obat ini memiliki efek samping yaitu manifestasinya kelainan pada kulit,

dan pada penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan agranulositosis.

Asamefenamat atau lebih dikenal dengan ponstan tidak dibenarkan jika

dibeli di apotek karena harus dengan resep dokter. Apabila dijual bebas,

18

kemasan menggunakan lingkaran hijau atau biru, sedangkan jika obat resep

menggunakan lingkaran merah. Selain itu juga terdapat efek samping yaitu

terhadap saluran cerna yaitu pada mukosa lambung (Katzung, 1998).

Menurut Proverawati dan Misaroh (2005), nyeri haid dapat diatasi dengan

cara non farmakologi yaitu :

a. Kompres dengan botol panas (hangat) tepat pada bagian yang terasa

kram (bisa di perut atau pinggang bagian bawah), mandi dengan air

hangat dan minum minuman hangat yang mengandung kalsium tinggi.

Dengan suhu panas akan meredakan iskemia dengan menurunkan

kontraksi dan meningkatkan sirkulasi (Bobak dan Jensen, 2004).

b. Olah raga teratur (termasuk banyak jalan). Dengan olah raga dapat

meningkatkan pasokan darah ke organ reproduksi sehingga

memperlancar peredaran darah. Olah raga teratur seperti berjalan,

jogging, berlari, berenang, bersepeda atau aerobik dapat memperbaiki

kesehatan secara umum dan menjaga siklus menstruasi agar tetap teratur.

Beberapa wanita mencapai keringanan melalui olah raga, yang tidak

hanya mengurangi stres tapi juga meningkatkan produksi endorfin otak,

penawar sakit alami tubuh. Tidak ada pembatasan aktivitas selama haid.

c. Aroma terapi dan pemijatan juga dapat mengurangi rasa tidak nyaman.

Pijatan yang ringan dan melingkar dengan menggunakan telunjuk pada

perut bagian bawah akan membantu mengurangi nyeri haid.

d. Melakukan tarik nafas dalam secara perlahan-lahan untuk relaksasi.

Dengan tarik nafas dalam di percaya dapat menurunkan intensitas nyeri.

19

e. Menghindari konsumsi alkohol, soda, kopi, dan juga coklat karena dapat

meningkatkan kadar estrogen yang nantinya memicu lepasnya

prostaglandin dan memperpanjang nyeri.

B. Perilaku

1. Pengertian

Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan

yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat

(Bloom, 1908 dalam Notoatmodjo, 2007). Perilaku manusia adalah hasil

daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan

lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan

tindakan. Dengan kata lain perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang

individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam dirinya

(Sarwono, 1997).

Ruang lingkup perilaku menurut Notoatmodjo ( 2007), terdiri dari :

a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit

Perilaku ini adalah bagaimana manusia berespon, baik secara pasif

(mengetahui, bersikap dan mempersepsi penyakit atau rasa sakit yang

ada pada dirinya dan diluar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang

dilakukan sehubungan dengan penyakit atau sakit tersebut.

b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan

Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon

seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem peleyanan

20

kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon

terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-

obatan yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, dan sikap.

c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour)

Perilaku terhadap makanan diartikan sebagai respon seseorang

terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini

meliputi pengetahuan, persepsi, sikap, dan praktek kita terhadap makanan

serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi), pengolahan

makanan dan semua yang berhubungan dengan kebutuhan tubuh.

d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (enviromental health behaviour)

Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon seseorang

terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup

yang sangat luas. Bloom (1908), dalam Notoatmodjo (2007), membagi

perilaku manusia dalam 3 domain. Ketiga domain tersebut adalah sebagai

berikut :

a. Pengetahuan (Domain Kognitif)

Pengetahuan adalah seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan

pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya

termasuk manusia dan kehidupannya. Pengetahuan mencakup penalaran,

penjelasan, dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu termasuk

21

praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan

hidup yang belum dibuktikan secara sistematis (Azwar, 2011).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek, melalui panca indra.

Pengetahuan merupakan domain yang penting akan terbentuknya

tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Notoatmodjo (2007), untuk mengukur tingkat pengetahuan terdiri dari

enam tingkatan, yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya atau rangsangan yang telah diterima.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya)

dalam hal ini yaitu penggunaan hukum-hukum atau rumus, metode,

prinsip dan lain sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau

objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

22

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Seseorang mampu

mengenali kesalahan-kesalahan logis, menunjukkan kontradiksi atau

membedakan diantara fakta, pendapat, hipotesis, asumsi dan simpulan

serta mampu menggambarkan hubungan antar ide.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru dan koheren. Manusia mampu menyusun formulasi baru.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek dan didasarkan pada suatu kriteria

yang ditentukan sendiri atau dengan ketentuan yang sudah ada

sehingga, mampu menyatakan alasan untuk pertimbangan tersebut.

Menurut Irmayanti (2007), Faktor yang mempengaruhi pengetahuan :

1) Pendidikan

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan seseorang

melalui upaya pengajaran dan pelatihan baik di sekolah ataupun di

luar sekolah. Makin tinggi pendidikan, makin mudah seseorang

menerima pengetahuan.

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana

diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut

akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan

23

bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak

berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak

diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada

pendidikan non formal (Sunaryo,2004).

2) Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan

cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu. Semua

pengalaman pribadi dapat merupakan sumber kebenaran pengetahuan.

Namun pengalaman pribadi menuntut untuk menarik kesimpulan

dengan benar. Untuk menarik kesimpulan dengan benar diperlukan

berfikir kritis dan logis (Notoatmodjo, 2010).

3) Usia

Semakin tambah usia seseorang maka semakin bijaksana dan banyak

pengalaman atau hal yang telah dijumpai dan dikerjakan untuk

memiliki pengetahuan. Dengan pengetahuan tersebut dapat

mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan

manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang

bertolak dari masalah nyata dalam berperilaku.

4) Sumber Informasi

Informasi diartikan sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan,

menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan,

24

menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu.

Informasi yang diperoleh dari beberapa sumber akan mengetahui

tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh

informasi maka ia cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas.

Dalam penanganan dismenor, sumber informasi dapat

menstimulasi pengetahuan tentang dismenor dan cara penanganannya.

Sumber informasi diperoleh dari orang tua, teman, televisi, buku

ataupun guru. Remaja putri akan mengalami kesulitan menghadapi

menstruasi jika sebelumnya mereka belum pernah mengetahui atau

membicarakannya baik dengan teman sebaya atau dengan ibu atau

keluarga. Namun tidak selamanya ibu dapat memberikan informasi

tentang menstruasi karena terhalang tradisi yang menganggap tabu

untuk membicarakan tentang menstruasi, sehingga akan

mempengaruhi terhadap kualitas kesehatan selama menstruasi pada

remaja. Dengan informasi tentang kebiasaan hidup sehat dan cara-cara

mencegah penyakit diharapkan akan terjadi peningkatan pengetahuan,

sikap dan perilaku kesehatan dalam diri individu atau kelompok

sasaran yang berdasarkan atas kesadaran atau kemauan individu yang

bersangkutan (Sarwono, 1997).

Dalam beberapa penelitia disebutkan bahwa dismenor yang timbul

pada remaja putri merupakan dampak dari kurang pengetahuannya

mereka tentang dismenor. Terlebih jika mereka tidak mendapatkan

informasi tersebut sejak dini. Mereka yang memiliki informasi kurang

25

menganggap bahwa keadaan itu sebagai permasalahan yang dapat

menyulitkan mereka. Mereka tidak siap dalam menghadapi menstruasi

dan segala hal yang akan dialami oleh remaja putri. Akhirnya kecemasan

melanda mereka dan mengakibatkan penurunan terhadap ambang nyeri

yang pada akhirnya membuat nyeri haid menjadi lebih berat. Penanganan

yang kurang tepat membuat remaja putri selalu mengalaminya setiap

siklus menstruasinya (Kartono, 2006).

Pengetahuan tentang menstruasi, dismenor, dan cara

penanggulangannya akan memberikan kesiapan mental remaja untuk

beradaptasi dengan kondisi fisiologis yang sedang mereka alami.

Persiapan mental yang ditunjang dengan pengetahuan yang baik akan

menciptakan kondisi psikis yang mempengaruhi respon remaja terhadap

dismenor tersebut (Nelwati, 2006).

Dengan adanya pengetahuan yang baik akan mempengaruhi status

kesehatan seseorang atau masyarakat tersebut. Apabila tidak memiliki

pengetahuan yang cukup mengenai sebab akibat dan resiko,

menyebabkan adanya usaha pencegahan dan pengobatan yang tidak

benar.

b. Sikap (Domain Afektif)

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus

atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga

manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat

ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap

26

secara realitas menunjukan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus

tertentu (Sunaryo, 2004).

Sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif,

dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan

berperilaku terhadap suatu objek (Azwar, 2011). Sikap yang terdapat

pada diri individu akan memberi warna atau corak tingkah laku ataupun

perbuatan individu yang bersangkutan. Dengan memahami atau

mengetahui sikap individu, dapat diperkirakan respon ataupun perilaku

yang akan diambil oleh individu yang bersangkutan (Sunaryo, 2004).

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari beberapa tingkatan :

1) Menerima (receiving), diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespon (responding), merupakan memberi jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu

indikasi dari sikap.

3) Menghargai (valuing), berupa mengajak orang lain untuk mengerjakan

atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat

tiga.

4) Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap

yang paling tinggi.

27

Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2011) :

1) Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi akan ikut membentuk dan mempengaruhi

penghayatan terhadap stimulus sosial. Untuk dapat menjadi dasar

pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan

yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman

terjadi dalam situasi yang melibatkan emosional.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita

harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita,

seseorang yang berarti khusus bagi kita, akan banyak mempengaruhi

pembentukan sikap kita pada sesuatu.

3) Pengaruh kebudayaan

Hal ini berhubungan dengan budaya dan norma. Kebudayaan

akan mewarnai sikap dalam masyarakat dan memberikan corak

pengalaman individu-individu pada kelompok masyarakatnya.

4) Madia massa

Dalam penyampaian informasi, media massa membawa pesan-

pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.

Dengan adanya informasi baru akan memberikan landasan kognitif

baru bagi terbentuknya sikap.

28

5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan

keduanya meletakan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri

individu.

6) Pengaruh faktor emosional

Selain ditentukan oleh lingkungan sikap merupakan pernyataan

yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi

atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

Menurut Attkinson dalam Sunaryo (2004), sikap mempunyai 5 fungsi,

yaitu sebagai berikut :

1) Fungsi instrumental

Fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat,

dan menggambarkan keadaan keinginan.

2) Fungsi pertahanan ego

Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari

kecemasan atau ancaman harga dirinya.

3) Fungsi nilai ekspresi

Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu.

Sistem nilai apa yang ada pada diri individu, dapat dilihat dari sikap

yang diambil oleh individu yang bersangkutan terhadap nilai tertentu.

29

4) Fungsi pengetahuan

Sikap ini membantu individu untuk memahami dunia, yang

membawa keteraturan terhadap bermacam-macam informasi yang

diperlukan dalam kehidupan sehari- hari.

5) Fungsi penyesuaian sosial

Sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari

masyarakat. Sikap yang diambil individu tersebut dapat menyesuaikan

dengan lingkungannya.

Sikap merupakan kecenderungan untuk berespon (secara positif

atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap seseorang

dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek

tertentu, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya

(Sarwono, 1997).

Sikap dapat bersifat positif ada pula bersifat negatif. Dalam sikap

positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

mengharapkan objek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat

kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai

objek tertentu (Sarwono, 2000).

Untuk dapat bersikap dan berperilaku positif terhadap gejala atau

keluhan dismenor, seseorang harus mempunyai pengetahuan baik

mengenai dismenor maupun penanganannya. Dengan perilaku yang

sesuai dengan upaya penanganan dismenor tersebut, diharapkan angka

kejadian dan akibat negatif dari dismenor dapat menurun.

30

c. Praktik (Domain Psikomotor)

Merupakan setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek

kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa

yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan melaksanakan atau

mempraktekan apa yang diketahui.

Suatu sikap pada diri individu belum tentu terwujud dalam suatu

tindakan. Agar sikap terwujud dalam perilaku nyata diperlukan faktor

pendukung dan fasilitas (Sunaryo, 2004).

Menurut Notoatmodjo (2007), praktik mempunyai tingkatan, yaitu :

1) Persepsi (perception), mengenal dan memilih beberapa objek

sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2) Respon terpimpin (guided response), dapat melakukan sesuatu dengan

urutan yang benar.

3) Mekanisme (mecanism), setelah melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

4) Adopsi (adoption), adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang

sudah berkembang dengan baik.

3. Bentuk Perilaku

Menurut Sunaryo (2004), bentuk perilaku ada 2 yaitu :

a. Perilaku pasif (respons internal)

Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu

dan tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum

ada tindakan nyata.

31

b. Perilaku aktif (respon eksternal)

Perilaku yang sifatnya terbuka. Perilaku aktif dapat diamati

langsung berupa tindakan yang nyata.

C. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan merupakan segala bentuk pengalaman dan interaksi

individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan

sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan

kesehatan (Sarwono, 1997).

Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan

yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

makanan, dan lingkungan. Respon atau reaksi organisme dapat berbentuk pasif

(respon tertutup) dan aktif (respon terbuka) (Sunaryo, 2004).

Skiner (1983) dalam Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)

Perilaku pemeliharan kesehatan adalah usaha seseorang untuk

memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit atau usaha untuk

penyembuhan bila sakit.

Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari tiga aspek, yaitu:

a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan bila sakit serta

pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari sakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.

32

c. Perilaku gizi (makanan dan minuman)

2. Perilaku pencarian dan penanganan sistem atau fasilitas pelayanan

kesehatan atau pencarian pengobatan (health seeking behavior)

Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

sakit atau kecelakaan. Perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self

treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Perilaku kesehatan lingkungan adalah cara seseorang merespon

lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga

lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatan.

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Sarwono (1997), Perilaku

kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:

1. Faktor yang mempermudah (predisposing factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan, sikap masyarakat terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan, kepercayaan, tradisi, norma sosial dan unsur

lain yang terdapat dalam diri individu maupun masyarakat.

2. Faktor pendukung (enabling factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas

pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya bagi masyarakat.

3. Faktor penguat (rainforcing factor)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),

tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas kesehatan, termasuk

juga undang-undang, peraturan yang terkait dengan kesehatan. Untuk dapat

33

berperilaku sehat positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan

perilaku contoh (acuan) dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan para

petugas kesehatan.

D. Teori Perilaku

Menurut Green (1980) dalam Sarwono (1997) perilaku seseorang atau

masyarakat tentang kesehatan sangat ditentukan oleh pengetahuan, sikap,

kepercayaan, tradisi, umur dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang

bersangkutan. Disamping itu fasilitas, sikap dan perilaku para petugas

kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat

terbentuknya perilaku.

Pengetahuan dan sikap yang terdapat dalam diri seseorang maupun

masyarakat merupakan salah satu predisposisi yang mempengaruhi perilaku

dan perilaku merupakan faktor yang mempengaruhi status kesehatan seseorang

atau masyarakat.

Dalam upaya penanganan dismenor, seseorang harus mempunyai

pengetahuan yang baik. Dengan dibekali pengetahuan yang baik akan menjadi

dasar dalam pembentukan sikap positif terhadap penanganan dismenor tersebut

(faktor predisposisi). Pengetahuan tersebut dapat berasal dari berbagai sumber

informasi yang diperoleh seperti televisi, radio, internet, buku (faktor

pendukung). Informasi itu dapat berupa penjelasan dari petugas kesehatan,

peran orang tua ataupun teman (faktor pendorong) juga dapat membantu dalam

34

pembentukan perilaku yang terkait dengan upaya penanganan dismenor.

Sehingga diperoleh penanganan yang tepat.

E. Kerangka Teori

Gambar 2.1

Kerangka Teori Lawrence Green (1980) dalam Sarwono (1997)

Faktor Predisposisi : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Nilai 4. Keyakinan

Faktor Pendukung : 1. Ketersediaan

Fasilitas/ sarana kesehatan

2. Sumber informasi

Perilaku penanganan

dismenor

Faktor pendorong : 1. Petugas kesehatan 2. Tokoh masyarakat 3. Orang tua 4. Teman

35

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2

VARIABEL INDEPENDENT VARIABEL DEPENDENT

G. Hipotesis

Hipotesis yang penulis buat pada penelitian ini adalah :

Ada hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap dan sumber informasi dengan

perilaku penanganan dismenor pada Mahasiswi angkatan tahun 2010-2011

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

1. Tingkat Pengetahuan 2. Sikap 3. Sumber informasi

Perilaku penanganan dismenor