bab ii tinjauan pustaka a. dismenor 1. - digilib.ump.ac.id · penjelasan lain dikemukakan oleh...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dismenor
1. Pengertian Dismenor
Dismenor merupakan nyeri haid yang mengakibatkan rasa tidak enak
di perut bawah sebelum dan selama haid dan sering kali menimbulkan rasa
mual (Wiknjosastro, 2005). Rasa nyeri saat menstruasi ini dapat
mengganggu wanita dan mendorong penderita untuk melakukan
pemeriksaan atau konsultasi kedokter atau tenaga kesehatan (Manuaba,
1998). Jadi dismenor merupakan nyeri yang terjadi saat menstruasi pada
perut bagian bawah yang dapat menyebabkan aktifitas menjadi terganggu.
2. Gejala Dismenor
Menurut Manuaba (1998), gejala dismenor terdiri dari nyeri abdomen
bagian bawah, menjalar ke daerah pinggung dan paha, dan terkadang
disertai mual, muntah, sakit kepala dan diare.
3. Jenis Dismenor
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), dismenor dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Dismenor Primer
Dismenor primer yaitu nyeri saat menstruasi tanpa adanya kelainan
patologi pelvis. Nyeri ini dapat terjadi pada waktu menarke atau segera
setelahnya. Hal ini akibat dari pembentukan prostaglandin yang
berlebihan yang menyebabkan uterus untuk berkontraksi. Gejala kram
11
pada perut bagian bawah tarjadi selama 2 hari pertama haid dan bisa
menjalar ke punggung (Rayburn dan Carey, 2001).
b. Dismenor Sekunder
Dismenor sekunder yaitu nyeri haid yang terdapat patologi pelvis,
seperti endometriosis, tumor atau penyakit inflamatori pelvik. Dismenor
sekunder sering mengalami nyeri yang terjadi beberapa hari sebelum
haid, disertai ovulasi dan kadang kala pada saat melakukan hubungan
seksual.
4. Faktor Resiko Dismenor
Menurut Proverawati dan Misaroh (2009), wanita yang beresiko
mengalami dismenor meliputi wanita yang merokok, wanita yang minum
alkohol atau soda selama menstruasi (soda cenderung untuk memperpanjang
nyeri haid), wanita dengan kelebihan berat badan, wanita yang mengalami
menstruasi sebelum usia 11, dan ada riwayat nyeri menstruasi pada
keluarga.
5. Faktor – Faktor Penyebab Dismenor
Beberapa faktor yang memegang peranan sebagai penyebab dismenor
primer, antara lain :
a. Faktor Kejiwaan
Dismenor primer banyak dialami oleh remaja yang sedang
mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun
psikis. Ketidaksiapan remaja putri dalam menghadapi perkembangan dan
pertumbuhan pada dirinya tersebut, mengakibatkan gangguan psikis yang
12
akhirnya menyebabkan gangguan fisiknya, misalnya gangguan haid
seperti dismenor (Hurlock, 2007).
Pengalaman tidak menyenangkan pada seorang gadis terhadap
peristiwa menstruasinya menimbulkan beberapa tingkah laku patologis.
Pada umumnya mereka akan diliputi kecemasan sebagai bentuk
penolakan pada fungsi fisik dan psikisnya. Apabila keadaan ini terus
berlanjut, maka mengakibatkan gangguan menstruasi. Gangguan
menstruasi yang banyak dialami adalah kesakitan pada saat menstruasi
yang bersifat khas, yaitu nyeri haid atau dismenor (Kartono, 2006).
b. Faktor Konstitusi
Faktor ini erat hubungannya dengan faktor kejiwaan, dapat juga
menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor – faktor seperti
anemia, penyakit menahun dan sebagainya dapat mempengaruhi
timbulnya dismenor (Wiknjosastro, 2005).
c. Faktor Obstruksi Kanalis Servikalis
Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya
dismenor primer adalah stenosis kanalis servikalis. Pada wanita dengan
uterus hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis.
Akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai penyebab dismenor.
Banyak wanita menderita dismenor hanya karena mengalami stenosis
kanalis servikalis tanpa hiperantefleksi posisi uterus. Sebaliknya terdapat
wanita tanpa keluhan dismenor walaupun ada stenosis kanalis servikalis
dan uterus terletak hiperantefleksi (Wiknjosastro, 2005).
13
d. Faktor Endokrin
Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada
dismenor primer karena kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor
endokrin erat hubungannya dengan keadaan tersebut. Dari hasil
penelitian Novak dan Reinolds dalam Wiknjosastro (2005) , hormon
estrogen merangsang kontraktibilitas sedangkan hormon progesteron
menghambatnya.
Penjelasan lain dikemukakan oleh Clitheroe dan Piteles, bahwa
ketika endometrium dalam fase sekresi akan memproduksi hormon
prostaglandin yang menyebabkan kontraksi otot polos. Jika hormon
prostaglandin yang diproduksi banyak dan dilepaskan diperedaran darah,
maka selain mengakibatkan dismenor juga menyebabkan keluhan lain
seperti diare, nausea, muntah, flushing (Wiknjosastro, 2005).
6. Derajat Dismenor
Setiap wanita mempunyai pengalaman nyeri dismenor yang berbeda-
beda, dimana hal itu muncul rasa tidak nyaman, letih, sakit yang dapat
mengganggu aktifitas sehari- hari. Nyeri akan berkurang setelah menstruasi,
namun ada beberapa wanita nyeri bisa terus dialami selama periode
menstruasi (Proverawati dan Misaroh, 2009).
Hampir seluruh perempuan pasti pernah merasakan nyeri menstruasi,
terutama pada awal menstruasi namun dengan kadar nyeri yang berbeda-beda.
14
Menurut Manuaba (2001), dismenor secara siklik dibagi menjadi tiga
tingkat keparahan, yaitu:
a. Dismenor ringan
Dismenor yang berlangsung beberapa saat dan klien masih dapat
melaksanakan aktifitas sehari-hari.
b. Dismenor sedang
Dismenor ini membuat klien memerlukan penanganan dan kondisi penderita
masih dapat beraktivitas.
c. Dismenor berat
Dismenor berat membuat klien memerlukan istirahat beberapa hari dan
dapat disertai sakit kepala, migrain, pingsan, diare, rasa tertekan, mual dan
sakit perut dan tidak dapat melakukan aktifitas sehari- hari.
7. Penanganan Dismenor
Ada banyak hal yang dapat dilakukan dalam menangani dismenor dan
mencegah dismenor bertambah parah, yaitu dengan cara terapi farmakologi
dan non farmakologi.
Menurut Wiknjosastro (2005), hal ini dapat diatasi dengan :
a. Penerangan dan Nasihat
Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa dismenor primer adalah
gangguan siklus menstruasi yang tidak berbahaya bagi kesehatan.
Hendaknya dalam masalah ini diadakan penjelasan dan diskusi mengenai
informasi dismenor, penanggulangan yang tepat serta pencegahan agar
dismenor tidak mengarah pada tingkat yang sedang bahkan ke tingkat
berat.
15
Penerangan tentang pemenuhan nutrisi yang baik perlu diberikan,
karena dengan pemenuhan nutrisi yang baik maka status gizi remaja
menjadi baik. Dengan status gizi yang baik tersebut maka ketahanan
tubuh meningkat dan ganggauan menstruasi dapat dicegah. Nasehat
menegenai makan bergizi, istirahat dan olah raga cukup dapat berguna
dan terkadang juga diperlukan psikoterapi.
b. Pemberian Obat Analgetik
Obat analgetik yang sering digunakan adalah preparat kombinasi
aspirin, fenasetin, dan kafein. Obat-obat peten yang beredar di pasaran
ialah novalgia, ponstan, acet- aminophen dan sebagainya.
Obat analgetik adalah obat penghilang nyeri yang banyak
digunakan untuk mengatasi sakit kepala, demam, dan nyeri ringan. Obat-
obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Dengan banyaknya macam obat
analgetik yang tersedia di pasaran, harus dipilih obat yang optimal untuk
keadaan tertentu. Sebelum memilih obat penghilang nyeri yang tepat,
sebaiknya diketahui dulu apa yang disebut nyeri dan macam nyeri yang
dapat disembuhkan dengan analgetika (Decha Care, 2011).
Ada tiga kelas analgetik tanpa resep yang saat ini tersedia di
pasaran, yaitu: golongan parasetamol, golongan salisilat meliputi aspirin
atau asetilsalisilat, atrium salisilat, magnesium salisilat, cholin salisilat;
dan golongan turunan asam propionat seperti ibuprofen, naproxen, dan
ketoprofen.
16
Karena memiliki sifat farmakologis yang mirip, golongan salisilat
dan turunan asam propionat digolongkan sebagai obat anti inflamasi non-
steroid (AINS). Obat-obat ini tersedia dalam berbagai merek, termasuk
sebagai obat generik, dan sering dikombinasikan dengan obat atau bahan
tambahan seperti kafein. Obat-obat AINS memiliki sifat analgetika
(penghilang nyeri), antipiretika (turun panas), dan antiinflamasi (anti
bengkak atau radang) (Decha Care, 2011).
c. Terapi Hormonal
Tujuan terapi hormonal ialah menekan ovulasi. Tindakan ini
bersifat sementara dengan maksud untuk membuktikan bahwa gangguan
tersebut benar-benar dismenor primer, atau untuk memungkinkan
penderita melaksanakan pekerjaan pada waktu haid tanpa gangguan.
d. Terapi dengan Obat Nonsteroid Antiprostaglandin
Terapi ini memegang peranan penting dalam dismenor primer.
Termasuk disini ibuprofen dan naproksen, dalam kurang lebih 70%
penderita dapat disembuhkan atau mengalami perbaikan. Hendaknya
pengobatan diberikan sebelum haid mulai, satu sampai tiga hari sebelum
haid dan pada hari pertama haid.
Setelah seseorang mengkonsumsi obat tidak mendapatkan
kesembuhan dan berdampak buruk baginya, berbagai kemungkinan bisa
menjadi alasan yang menyebabkan dampak buruk obat. Mulai dari
kesalahan aturan mengkonsumsi obat, kemungkinan kesalahan diagnosis
17
dokter yang memberikan obat, sampai pada kemungkinan mengkonsumsi
obat palsu.
Karena pada beberapa kasus yang terjadi, karena ingin membeli obat
yang murah, seseorang membeli obat (berdasarkan resep dokter) di tempat
yang tidak terjamin keasliannya dan akhirnya memperoleh obat palsu.
Untuk lebih memahami dampak obat, ada baiknya terlebih dahulu
mengetahui efek samping obat. Setiap obat pasti memiliki efek samping.
Aspirin misalnya, obat ini bisa menyebabkan mual, muntah, rasa panas di
dada, gangguan pencernaan, bahkan bisa menimbulkan perdarahan di
saluran cerna (Decha Care, 2011). Obat ini berkhasiat setelah 15 menit
sampai 20 menit, memuncak 1 sampai 2 jam dan berkhasiat hanya 3 sampai
4 jam (Long, 1996).
Selain itu perlakuan yang paling umum dengan akses termudah untuk
mengobati dismenore adalah melalui memakai obat anti-inflamasi non-
steroid. Ibuprofen merupakan salah satu bentuk yang paling umum obat
anti-inflamasi non-steroid. Namun, ada efek samping yang terkait dengan
obat ini. Efek samping yang umum termasuk mual, diare, ulkus peptikum,
dan dispepsia (Pendergraft, 2009).
Antalgin juga merupakan obat mengurangi rasa nyeri saat haid, namun
obat ini memiliki efek samping yaitu manifestasinya kelainan pada kulit,
dan pada penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan agranulositosis.
Asamefenamat atau lebih dikenal dengan ponstan tidak dibenarkan jika
dibeli di apotek karena harus dengan resep dokter. Apabila dijual bebas,
18
kemasan menggunakan lingkaran hijau atau biru, sedangkan jika obat resep
menggunakan lingkaran merah. Selain itu juga terdapat efek samping yaitu
terhadap saluran cerna yaitu pada mukosa lambung (Katzung, 1998).
Menurut Proverawati dan Misaroh (2005), nyeri haid dapat diatasi dengan
cara non farmakologi yaitu :
a. Kompres dengan botol panas (hangat) tepat pada bagian yang terasa
kram (bisa di perut atau pinggang bagian bawah), mandi dengan air
hangat dan minum minuman hangat yang mengandung kalsium tinggi.
Dengan suhu panas akan meredakan iskemia dengan menurunkan
kontraksi dan meningkatkan sirkulasi (Bobak dan Jensen, 2004).
b. Olah raga teratur (termasuk banyak jalan). Dengan olah raga dapat
meningkatkan pasokan darah ke organ reproduksi sehingga
memperlancar peredaran darah. Olah raga teratur seperti berjalan,
jogging, berlari, berenang, bersepeda atau aerobik dapat memperbaiki
kesehatan secara umum dan menjaga siklus menstruasi agar tetap teratur.
Beberapa wanita mencapai keringanan melalui olah raga, yang tidak
hanya mengurangi stres tapi juga meningkatkan produksi endorfin otak,
penawar sakit alami tubuh. Tidak ada pembatasan aktivitas selama haid.
c. Aroma terapi dan pemijatan juga dapat mengurangi rasa tidak nyaman.
Pijatan yang ringan dan melingkar dengan menggunakan telunjuk pada
perut bagian bawah akan membantu mengurangi nyeri haid.
d. Melakukan tarik nafas dalam secara perlahan-lahan untuk relaksasi.
Dengan tarik nafas dalam di percaya dapat menurunkan intensitas nyeri.
19
e. Menghindari konsumsi alkohol, soda, kopi, dan juga coklat karena dapat
meningkatkan kadar estrogen yang nantinya memicu lepasnya
prostaglandin dan memperpanjang nyeri.
B. Perilaku
1. Pengertian
Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan
yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat
(Bloom, 1908 dalam Notoatmodjo, 2007). Perilaku manusia adalah hasil
daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan
lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
tindakan. Dengan kata lain perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam dirinya
(Sarwono, 1997).
Ruang lingkup perilaku menurut Notoatmodjo ( 2007), terdiri dari :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit
Perilaku ini adalah bagaimana manusia berespon, baik secara pasif
(mengetahui, bersikap dan mempersepsi penyakit atau rasa sakit yang
ada pada dirinya dan diluar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang
dilakukan sehubungan dengan penyakit atau sakit tersebut.
b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan
Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon
seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem peleyanan
20
kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon
terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-
obatan yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, dan sikap.
c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour)
Perilaku terhadap makanan diartikan sebagai respon seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini
meliputi pengetahuan, persepsi, sikap, dan praktek kita terhadap makanan
serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi), pengolahan
makanan dan semua yang berhubungan dengan kebutuhan tubuh.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (enviromental health behaviour)
Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon seseorang
terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup
yang sangat luas. Bloom (1908), dalam Notoatmodjo (2007), membagi
perilaku manusia dalam 3 domain. Ketiga domain tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Pengetahuan (Domain Kognitif)
Pengetahuan adalah seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan
pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya
termasuk manusia dan kehidupannya. Pengetahuan mencakup penalaran,
penjelasan, dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu termasuk
21
praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan
hidup yang belum dibuktikan secara sistematis (Azwar, 2011).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek, melalui panca indra.
Pengetahuan merupakan domain yang penting akan terbentuknya
tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Notoatmodjo (2007), untuk mengukur tingkat pengetahuan terdiri dari
enam tingkatan, yaitu:
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya atau rangsangan yang telah diterima.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya)
dalam hal ini yaitu penggunaan hukum-hukum atau rumus, metode,
prinsip dan lain sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau
objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
22
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Seseorang mampu
mengenali kesalahan-kesalahan logis, menunjukkan kontradiksi atau
membedakan diantara fakta, pendapat, hipotesis, asumsi dan simpulan
serta mampu menggambarkan hubungan antar ide.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru dan koheren. Manusia mampu menyusun formulasi baru.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek dan didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau dengan ketentuan yang sudah ada
sehingga, mampu menyatakan alasan untuk pertimbangan tersebut.
Menurut Irmayanti (2007), Faktor yang mempengaruhi pengetahuan :
1) Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan seseorang
melalui upaya pengajaran dan pelatihan baik di sekolah ataupun di
luar sekolah. Makin tinggi pendidikan, makin mudah seseorang
menerima pengetahuan.
Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana
diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut
akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan
23
bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak
berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak
diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada
pendidikan non formal (Sunaryo,2004).
2) Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan
cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu. Semua
pengalaman pribadi dapat merupakan sumber kebenaran pengetahuan.
Namun pengalaman pribadi menuntut untuk menarik kesimpulan
dengan benar. Untuk menarik kesimpulan dengan benar diperlukan
berfikir kritis dan logis (Notoatmodjo, 2010).
3) Usia
Semakin tambah usia seseorang maka semakin bijaksana dan banyak
pengalaman atau hal yang telah dijumpai dan dikerjakan untuk
memiliki pengetahuan. Dengan pengetahuan tersebut dapat
mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan
manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang
bertolak dari masalah nyata dalam berperilaku.
4) Sumber Informasi
Informasi diartikan sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan,
24
menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu.
Informasi yang diperoleh dari beberapa sumber akan mengetahui
tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh
informasi maka ia cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas.
Dalam penanganan dismenor, sumber informasi dapat
menstimulasi pengetahuan tentang dismenor dan cara penanganannya.
Sumber informasi diperoleh dari orang tua, teman, televisi, buku
ataupun guru. Remaja putri akan mengalami kesulitan menghadapi
menstruasi jika sebelumnya mereka belum pernah mengetahui atau
membicarakannya baik dengan teman sebaya atau dengan ibu atau
keluarga. Namun tidak selamanya ibu dapat memberikan informasi
tentang menstruasi karena terhalang tradisi yang menganggap tabu
untuk membicarakan tentang menstruasi, sehingga akan
mempengaruhi terhadap kualitas kesehatan selama menstruasi pada
remaja. Dengan informasi tentang kebiasaan hidup sehat dan cara-cara
mencegah penyakit diharapkan akan terjadi peningkatan pengetahuan,
sikap dan perilaku kesehatan dalam diri individu atau kelompok
sasaran yang berdasarkan atas kesadaran atau kemauan individu yang
bersangkutan (Sarwono, 1997).
Dalam beberapa penelitia disebutkan bahwa dismenor yang timbul
pada remaja putri merupakan dampak dari kurang pengetahuannya
mereka tentang dismenor. Terlebih jika mereka tidak mendapatkan
informasi tersebut sejak dini. Mereka yang memiliki informasi kurang
25
menganggap bahwa keadaan itu sebagai permasalahan yang dapat
menyulitkan mereka. Mereka tidak siap dalam menghadapi menstruasi
dan segala hal yang akan dialami oleh remaja putri. Akhirnya kecemasan
melanda mereka dan mengakibatkan penurunan terhadap ambang nyeri
yang pada akhirnya membuat nyeri haid menjadi lebih berat. Penanganan
yang kurang tepat membuat remaja putri selalu mengalaminya setiap
siklus menstruasinya (Kartono, 2006).
Pengetahuan tentang menstruasi, dismenor, dan cara
penanggulangannya akan memberikan kesiapan mental remaja untuk
beradaptasi dengan kondisi fisiologis yang sedang mereka alami.
Persiapan mental yang ditunjang dengan pengetahuan yang baik akan
menciptakan kondisi psikis yang mempengaruhi respon remaja terhadap
dismenor tersebut (Nelwati, 2006).
Dengan adanya pengetahuan yang baik akan mempengaruhi status
kesehatan seseorang atau masyarakat tersebut. Apabila tidak memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai sebab akibat dan resiko,
menyebabkan adanya usaha pencegahan dan pengobatan yang tidak
benar.
b. Sikap (Domain Afektif)
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus
atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga
manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap
26
secara realitas menunjukan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus
tertentu (Sunaryo, 2004).
Sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif,
dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan
berperilaku terhadap suatu objek (Azwar, 2011). Sikap yang terdapat
pada diri individu akan memberi warna atau corak tingkah laku ataupun
perbuatan individu yang bersangkutan. Dengan memahami atau
mengetahui sikap individu, dapat diperkirakan respon ataupun perilaku
yang akan diambil oleh individu yang bersangkutan (Sunaryo, 2004).
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari beberapa tingkatan :
1) Menerima (receiving), diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2) Merespon (responding), merupakan memberi jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap.
3) Menghargai (valuing), berupa mengajak orang lain untuk mengerjakan
atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat
tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap
yang paling tinggi.
27
Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2011) :
1) Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi akan ikut membentuk dan mempengaruhi
penghayatan terhadap stimulus sosial. Untuk dapat menjadi dasar
pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan
yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman
terjadi dalam situasi yang melibatkan emosional.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita
harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita,
seseorang yang berarti khusus bagi kita, akan banyak mempengaruhi
pembentukan sikap kita pada sesuatu.
3) Pengaruh kebudayaan
Hal ini berhubungan dengan budaya dan norma. Kebudayaan
akan mewarnai sikap dalam masyarakat dan memberikan corak
pengalaman individu-individu pada kelompok masyarakatnya.
4) Madia massa
Dalam penyampaian informasi, media massa membawa pesan-
pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.
Dengan adanya informasi baru akan memberikan landasan kognitif
baru bagi terbentuknya sikap.
28
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan
keduanya meletakan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri
individu.
6) Pengaruh faktor emosional
Selain ditentukan oleh lingkungan sikap merupakan pernyataan
yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi
atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
Menurut Attkinson dalam Sunaryo (2004), sikap mempunyai 5 fungsi,
yaitu sebagai berikut :
1) Fungsi instrumental
Fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat,
dan menggambarkan keadaan keinginan.
2) Fungsi pertahanan ego
Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari
kecemasan atau ancaman harga dirinya.
3) Fungsi nilai ekspresi
Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu.
Sistem nilai apa yang ada pada diri individu, dapat dilihat dari sikap
yang diambil oleh individu yang bersangkutan terhadap nilai tertentu.
29
4) Fungsi pengetahuan
Sikap ini membantu individu untuk memahami dunia, yang
membawa keteraturan terhadap bermacam-macam informasi yang
diperlukan dalam kehidupan sehari- hari.
5) Fungsi penyesuaian sosial
Sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari
masyarakat. Sikap yang diambil individu tersebut dapat menyesuaikan
dengan lingkungannya.
Sikap merupakan kecenderungan untuk berespon (secara positif
atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap seseorang
dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek
tertentu, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya
(Sarwono, 1997).
Sikap dapat bersifat positif ada pula bersifat negatif. Dalam sikap
positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan objek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat
kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai
objek tertentu (Sarwono, 2000).
Untuk dapat bersikap dan berperilaku positif terhadap gejala atau
keluhan dismenor, seseorang harus mempunyai pengetahuan baik
mengenai dismenor maupun penanganannya. Dengan perilaku yang
sesuai dengan upaya penanganan dismenor tersebut, diharapkan angka
kejadian dan akibat negatif dari dismenor dapat menurun.
30
c. Praktik (Domain Psikomotor)
Merupakan setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek
kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa
yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan melaksanakan atau
mempraktekan apa yang diketahui.
Suatu sikap pada diri individu belum tentu terwujud dalam suatu
tindakan. Agar sikap terwujud dalam perilaku nyata diperlukan faktor
pendukung dan fasilitas (Sunaryo, 2004).
Menurut Notoatmodjo (2007), praktik mempunyai tingkatan, yaitu :
1) Persepsi (perception), mengenal dan memilih beberapa objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
2) Respon terpimpin (guided response), dapat melakukan sesuatu dengan
urutan yang benar.
3) Mekanisme (mecanism), setelah melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4) Adopsi (adoption), adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang
sudah berkembang dengan baik.
3. Bentuk Perilaku
Menurut Sunaryo (2004), bentuk perilaku ada 2 yaitu :
a. Perilaku pasif (respons internal)
Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu
dan tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum
ada tindakan nyata.
31
b. Perilaku aktif (respon eksternal)
Perilaku yang sifatnya terbuka. Perilaku aktif dapat diamati
langsung berupa tindakan yang nyata.
C. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan merupakan segala bentuk pengalaman dan interaksi
individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan
sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan
kesehatan (Sarwono, 1997).
Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, dan lingkungan. Respon atau reaksi organisme dapat berbentuk pasif
(respon tertutup) dan aktif (respon terbuka) (Sunaryo, 2004).
Skiner (1983) dalam Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Perilaku pemeliharan kesehatan adalah usaha seseorang untuk
memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit atau usaha untuk
penyembuhan bila sakit.
Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari tiga aspek, yaitu:
a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan bila sakit serta
pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari sakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.
32
c. Perilaku gizi (makanan dan minuman)
2. Perilaku pencarian dan penanganan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan atau pencarian pengobatan (health seeking behavior)
Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
sakit atau kecelakaan. Perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self
treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Perilaku kesehatan lingkungan adalah cara seseorang merespon
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga
lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatan.
Menurut Lawrence Green (1980) dalam Sarwono (1997), Perilaku
kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:
1. Faktor yang mempermudah (predisposing factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan, sikap masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan, kepercayaan, tradisi, norma sosial dan unsur
lain yang terdapat dalam diri individu maupun masyarakat.
2. Faktor pendukung (enabling factor)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya bagi masyarakat.
3. Faktor penguat (rainforcing factor)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),
tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas kesehatan, termasuk
juga undang-undang, peraturan yang terkait dengan kesehatan. Untuk dapat
33
berperilaku sehat positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan
perilaku contoh (acuan) dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan para
petugas kesehatan.
D. Teori Perilaku
Menurut Green (1980) dalam Sarwono (1997) perilaku seseorang atau
masyarakat tentang kesehatan sangat ditentukan oleh pengetahuan, sikap,
kepercayaan, tradisi, umur dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang
bersangkutan. Disamping itu fasilitas, sikap dan perilaku para petugas
kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat
terbentuknya perilaku.
Pengetahuan dan sikap yang terdapat dalam diri seseorang maupun
masyarakat merupakan salah satu predisposisi yang mempengaruhi perilaku
dan perilaku merupakan faktor yang mempengaruhi status kesehatan seseorang
atau masyarakat.
Dalam upaya penanganan dismenor, seseorang harus mempunyai
pengetahuan yang baik. Dengan dibekali pengetahuan yang baik akan menjadi
dasar dalam pembentukan sikap positif terhadap penanganan dismenor tersebut
(faktor predisposisi). Pengetahuan tersebut dapat berasal dari berbagai sumber
informasi yang diperoleh seperti televisi, radio, internet, buku (faktor
pendukung). Informasi itu dapat berupa penjelasan dari petugas kesehatan,
peran orang tua ataupun teman (faktor pendorong) juga dapat membantu dalam
34
pembentukan perilaku yang terkait dengan upaya penanganan dismenor.
Sehingga diperoleh penanganan yang tepat.
E. Kerangka Teori
Gambar 2.1
Kerangka Teori Lawrence Green (1980) dalam Sarwono (1997)
Faktor Predisposisi : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Nilai 4. Keyakinan
Faktor Pendukung : 1. Ketersediaan
Fasilitas/ sarana kesehatan
2. Sumber informasi
Perilaku penanganan
dismenor
Faktor pendorong : 1. Petugas kesehatan 2. Tokoh masyarakat 3. Orang tua 4. Teman
35
F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2
VARIABEL INDEPENDENT VARIABEL DEPENDENT
G. Hipotesis
Hipotesis yang penulis buat pada penelitian ini adalah :
Ada hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap dan sumber informasi dengan
perilaku penanganan dismenor pada Mahasiswi angkatan tahun 2010-2011
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
1. Tingkat Pengetahuan 2. Sikap 3. Sumber informasi
Perilaku penanganan dismenor