bab ii tinjauan pustaka a. citra diri...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Citra Diri Remaja
Merupakan salah satu dari 5 komponen konsep diri tetapi dalam penelitian ini
peneliti hanya membatasi komponen citra diri saja :
Citra diri atau gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar
dan tidak sadar. Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima
reaksi dari tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain. Kemudian mulai
memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan.
Pada usia remaja, fokus individu terhadap fisik lebih menonjol dari periode
kehidupan yang lain. Bentuk tubuh, tinggi, berat bdan dan tanda-tanda pertumbuhan
sekunder. Perkembangan mamae menstruasi, perubahan suara, pertumbuhan bulu,
semua akan menjadi bagian dari gambaran diri.
Remaja dengan citra dirinya, menilai diri sendiri dan menilai lingkungannya
terutama lingkungan sosial. Dalam masa remaja, sering kali remaja menilai dirinya
tidak selaras dengan yang sesungguhnya. Maksudnya, remaja sering memiliki citra
diri yang lebih tinggi ataupun yang lebih rendah dari yang semestinya. Umumnya
remaja putri seringkali menilai diri lebih tinggi (overestimate), dan remaja pria
menilai diri lebih rendah (underestimate). Mappiare (1982), dikutip dari Rumini S &
Sundari S (2004).
Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek
psikologinya. Pandangan yang realistik terhadap diri, menerima dan menyukai bagian
tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan
harga diri. Individu yang stabil realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya
akan memperlihatkan kemampuan mantap terhadap realisasi yang akan memacu
sukses di dalam kehidupan (Kelliat, 2002).
Citra diri bisa tertanam dalam fikiran bawah sadar oleh pengaruh orang lain,
pengaruh lingkungan, pengalaman masa lalu atau sengaja ditanamkan oleh fikiran
bawah sadar. Citra diri ada yang bersifat membangun, adapula yang bersifat negatif
dan merusak. Citra diri yang positif akan membawa seseorang pada kehidupan sukses
dan bahagia dunia akhirat, sebaliknya citra diri yang negatif akan menghancurkan
kehidupan seseorang dan membawa pada kesengsaraan hidup dunia dan akhirat. Citra
diri memegang peranan penting dalam kehidupan seseorang, antara lain: citra diri
merupakan blueprint kehidupan seseorang, ia akan menjalani kehidupannya sesuai
gambaran mental yang ada dalam citra dirinya, gambaran mental pada fikiran bawah
sadar seseorang cenderung menjelma ke alam nyata, kiprah seseorang dibatasi dengan
citra dirinya, ia tidak akan pernah melampaui batasan-batasannya yang tergambar
dalam fikiran bawah sadarnya, citra diri negatif membawa mereka dalam kehancuran,
citra diri positif membawa mereka pada kemenangan dan keberhasilan, citra diri
negatif menarik unsur negatif ke dalam kehidupan seseorang, citra diri positif
menarik unsur positif dalam kehidupannya (Tadabbur, 2008).
1. Citra Diri Negatif
Citra diri negatif adalah gambaran serta anggapan seseorang tentang dirinya
sendiri yang bersifat negatif. Citra diri negatif tertanam di dalam diri seseorang
akibat pengaruh lingkungan, orang lain atau pengalaman masa lalu yang
membekas dalam dirinya. Di daerah yang lingkungan hidupnya miskin para orang
tua menanamkan fikiran negatif terhadap putra putrinya. Ketika anak
menyampaikan cita-citanya maka orang tua selalu merendahkannya. Jika ucapan
orang tua yang berulang-ulang itu terekam dalam fikiran bawah sadar sianak
secara mendalam, maka ucapan itu telah membentuk citra diri si anak. Apapun
usaha dan bisnis yang digelutinya akan mengalami kehancuran selama citra diri
negatif itu masih tertanam dalam fikiran bawah sadarnya. Untuk mencapai sukses
harus merubah citra dirinya. Mengubah citra diri yang telah tertanam dalam diri
seseorang membutuhkan usaha yang gigih dan sungguh-sungguh (Tadabbur,
2008).
Ciri-ciri citra diri negatif
Tanda-tanda orang yang mempunyai citra diri yang negatif secara umum antara
lain:
a. Merasa rendah diri, menganggap diri tidak berguna dan tidak berarti di tengah
masyarakat. Merasa keberadaannya tidak dibutuhkan oleh masyarakat dan
lingkungan.
b. Merasa tidak pantas atau berhak memiliki atau mendapatkan sesuatu.
c. Merasa terlalu muda atau tua untuk melakukan sesuatu.
d. Merasa dibenci dan tidak disukai oleh lingkungan dan orang disekitarnya.
e. Merasa tidak mampu dan selalu khawatir mendapat kegagalan dan cemoohan
dari orang disekelilingnya.
f. Merasa kurang pendidikan dibanding orang lain.
g. Jarang memiliki dorongan dan semangat hidup, tidak berani memulai sesuat
hal yang baru, selalu khawatir berbuat salah dan ditertawakan orang.
2. Citra Diri Positif
Citra diri positif adalah anggapan atau gambaran seseorang tentang dirinya
sendiri yang bersifat positif. Umumnya sejak anak-anak orang tua mereka telah
menanamkan nilai-nilai positif ke dalam fikiran si anak. Orang yang mempunyai
citra diri positif mempunyai semangat hidup dan semangat juang yang tinggi. Ia
mempunya cita-cita dan gambaran yang jelas tentang masa depannya. Ia
merasakan dirinya penuh semangat, optimis, dan yakin pada setiap yang
dikerjakan. Citra diri positif menjadi blueprint kehidupannya, dunia seolah-olah
tunduk padanya, sukses demi sukses diraih seiring dengan berjalannya waktu
(Tadabbur, 2008).
Ciri citra diri positif
Tanda-tanda orang mempunyai citra diri positif antara lain:
a. Mempunyai gambaran yang jelas tentang masa depannya.
b. Optimis mengarungi kehidupan.
c. Yakin dapat mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
d. Penuh harapan dan yakin dapat meraih kehidupan yang lebih baik.
e. Segera bangkit dari kegagalan dan tidak larut dalam duka berkepanjangan.
f. Tidak ada hal yang tidak mungkin.
g. Penuh rasa percaya diri.
3. Membentuk Citra Diri Positif
Mengubah citra diri yang negatif menjadi positif bukanlah pekerjaan yang
mudah, dibutuhkan suatu usaha yang gigih dan sunggauh-sungguh. Ucapa-ucapan
negatif yang sering didengatnya itu mengendap didalam fikiran bawah sadar
membentuk citra diri negatif. Untuk membentuk citra diri positif, terlebih dahulu
citra diri negatif itu harus dihapuskan dari fikirn bawah sadar, kemudian diganti
dengan citra diri baru yang positif (Tadabbbur, 2008).
Tadabbur (2008), mengatakan bahwa menanam fikiran baru kedalam fikiran
bawah sadar tidak bisa dilakukan begitu saja. Kita tidak bisa memaksakan suatu
pemikiran kedalam fikiran bawah sadar, ia akan menolak jika kita paksakan.
Semakin kuat kita memaksakan semakin kuat pula dia menolak. Cara paling
efektif memasukkan pengaruh ke dalam fikiran bawah sadar adalah dengan
memasuki kondisi alpha. Para ahli telah menemukan bahwa otak manusia
memancarkan gelombang otak yang dapat diukur dengan alat EEG. Otak
memancarkan gelombang sesuai kondisi fikiran dan jiwanya. Ada 4 kondisi
gelombang otak manusia yaitu:
a. Beta 14-100 Hz
Pada kondisi ini seseorang dalam keadaan terjaga dan sadar sepenuhnya.
Otak kiri dalam keadaan aktif digunakan untuk konsentrasi berfikir, berhitung,
menganalisa atau mengevaluasi keadaan disekitarnya sehingga gelombang
otak meninggi. Gelombang otak yang tinggi merangsang otak mengeluarkan
hormon kortisol dan norefinefrin yang menyebabkan rasa cemas, tegang dan
stres.
b. Alfa 8-14 Hz
Orang yang sedang melamun, tenang, rileks dan santai gelombang
otaknya berada pada frekuensi ini. Kondisi ini merupakam pintu masuk atau
akses kedalan fikiran bawah sadar. Inilah kondisi yang kita cari untuk
memasukkan informasi atau saran kedalam fikiran bawah sadar. Pada kondisi
ini otak memproduksi hormon serotonin dan endorfin yang menyebabkan
seseorang merasa nyaman, tenang dan bahagia. Hormon ini meningkatkan
imunitas tubuh, melebarkan pembuluh darah, menstabilkan detak jantung dan
mempertajam indra kita. Pada kondisi ini otak menjadi cerdas dan mudah
menyerap berbagai informasi yang diterima. Anak balita gelombang otaknya
selalu dalam keadaan alfa kerena itu mereka mdah menyerap informasi atau
mengingat dan menghafal sesuatu dengan cepat.
c. Theta 4-8 Hz
Pada kondisi ini seseorang berada dalam keadaan tidur dan mimpi, tubuh
menjadi rileks dan santai. Otak mengeluarkan melatonin, catecholamine dan
AVP (arginine-vasopressin) yang memberi rasa nyaman pada seluruh tubuh.
d. Delta 1-4 Hz
Frekuensi terendah ini muncul disaat seseorang tidur pulas tanpa mimpi,
tidak sadar, tidak bisa merasakan badan, tidak berfikir. Pada saat otak
mengeluarkan hormon pertumbuhan HGH (Human Growth Hormon) yang
bisa membuat orang awet muda. Jika seseorang tidur dalam keadaan delta
walaupun sebentar, ketika bangun kembali tubuhnya akan terasa sangat
nyaman dan segar (Tadabbur, 2008).
Keberhasilan anda menghilangkan pengaruh negatif dan memasukkan
pengaruh positif kedalan fikiran bawah sadar tergantung kemampuan anda
memasuki keadaan alfa. Semakin pandai anda masuk kekondisi alfa semakin
mudah anda membentuk citra diri positif pada diri anda. Memasuki kondisi alfa
bisa dilakukan dengan meditasi, hipnoterapi atau bantuan suara musik yang
menimbulkan rasa tenang dan nyaman (rileks). Setelah anda memasuki kondisi
alfa anda bisa mengulang kalimat tertentu untuk mengubah citra diri menjadi
positif (Tadabbur, 2008).
Beberapa cara untuk menciptakan citra diri yang positif:
1) Menjadi diri anda sendiri, menerima kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
2) Melakukan hal positif untuk diri sendiri dan lingkungan.
3) Meningkatkan nilai diri.
4) Menghargai perbedaan dengan lingkungan, tidak menyalahkan lingkungan.
5) Mengevaluasi semua tindakan yang telah dilakukan.
6) Menahargai kelebihan dan kehebatan orang lain.
7) Siap meminta maaf jika ternyata kita memang melakukan kesalahan (Arianto,
2008).
Manfaat memiliki citra diri yang positif
1) Membangun percaya diri
Citra diri yang positif secara alamiah akan membangun rasa percaya diri,
yang merupakan salah satu kunci sukses. Citra dirinya yang positif
mendorongnya untuk melakukan sesuatu yang masih dapat dilakukan. Fokus
pada hal-hal yang masih bisa dilakukan, bukan pada hal-hal yang sudah tidak
bisa dilakukan lagi. Dari sinilah terdongkrak rasa percaya diri.
2) Meningkatkan daya juang
Dampak langsung dari citra diri yang positif adalah semangat juang
yang tinggi. Orang yang memiliki citra diri positif, percaya bahwa dirinya
jauh lebih berharga dari pada masalah ataupun penyakit yang sedang
dihadapinya.Bisa melihat bahwa hidupnya jauh lebih indah dari segala krisis
dan kegagalan jangka pendek yang harus dilewatinya. Segala upaya di jalani
dengan tekun untuk mengalahkan masalah yang sedang terjadi dan meraih
kembali kesuksesan. Inilah daya juang yang lebih tinggi yang muncul dari
orang dengan citra diri positif.
3) Membawa perubahan positif
Orang yang memiliki citra diri yang positif senantiasa mempunyai
inisiatif untuk menggulirkan perubahan positif bagi lingkungan tempat
berkarya. Tidak akan menunggu agar kehidupan menjadi lebih baik,
sebaliknya akan melakukan perubahan untuk membuat kehidupan menjadi
lebih baik. Manfaat terbaik citra diri pada usia berapappun adalah bahwa akan
merasa nyaman dengan diri sendir dan berkat itu lebih banyak orang berada di
dekat kita (Arianto, 2008).
Citra diri adalah aspek yang penting dari perkembangan konsep diri yaitu
merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri. Bila remaja memandang
tubuhnya sesuai dengan harapannya maupun dengan ideal yang ada, maka akan
memberikan keuntungan positif bagi diri remaja. Hal ini akan menimbulkan citra
diri yang positif, karena remaja yang memandang dirinya tidak sesuai dengan
harapan dan kenyataan maka dapat menimbulkan citra diri yang negatif, hingga
remaja tidak puas dengan dirinya, menjadi sulit menerima diri apa adanya, peka
terhadap kritik, responsif terhadap pujian dan pesimis.
Rentang respon konsep diri dapat digambarkan sebagai berikut:
Respon aktif respon maladaptif
Aktualisasi
diri
Konsep diri
positif
Konsep diri
rendah
Kekacauan
identitas
depersonalisasi
(Stuart and Sundeen, 1991)
Rentang respon konsep diri menurut Stuart and Sundeen (1991) :
1) Aktualisasi diri
Aktualisasi diri merupakan pertanyaan tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman yang sukses.
2) Konsep diri positif
Konsep diri positif menunjukkan bahwa individu akan sukses di dalam
hidupnya.
3) Harga diri rendah
Harga diri rendah adalah transisi antara respon konsep diri adaptif dan
mal-adaptif.
4) Kekacauan identitas
Kekacauan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk
mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak ke dalam
kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
5) Depersonalisasi
Depersonalisasi adalah suatu perasaan tidak realistis dan keasingan dari
diri sendiri.
4. Stressor Pencetus
Stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya bagian
badan, tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi
tubuh, proses tumbuh dan kembang, prosedur tindakan dan pengobatan
Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi transisi peran. Ada 3 jenis
transisi peran yaitu :
1) Transisi perkembangan
Setiap tahap perkembangan harus dilalui individu dengan menyelesaikan
tugas perkembangan yang berbeda-beda.
2) Transisi situasi
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau
berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status
sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua. Perubahan situs menyebabkan
perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran, yaitu konflik
peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan.
3) Transisi sehat – sakit
Stressor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dari
berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi
semua komponen konsep diri diantaranya gambaran diri.
5. Mekanisme koping
Mekanisme koping pada gangguan konsep diri dapat dibagi 2 yaitu koping
jangka pendek dan koping jangka panjang (Stuart and Sundeen, 1991).
a. Koping jangka pendek
Logam (dikutip oleh Stuart and Sundeen) membagi empat kategori
koping jangka pendek, khususnya pada krisis identitas yaitu :
1) Aktifitas yang memberi kesempatan lari sementara dari krisis, misalnya
pemakaian obat, ikut musik rock, balap motor atas mobil, olah raga berat,
atau obsesi rentan televisi.
Aktifitas yang memberi kesempatan mengganti identitas, misalnya ikut
kelompok tertentu untuk mendapatkan identitas yang sudah dimiliki
kelompok, memiliki kelompok tertentu, atau pengikat kelompok tertentu
2) Aktifitas yang memberi kekuatan atau dukungan sementara terhadap
konsep diri / identitas yang kabur, misalnya aktifitas yang kompetisi yaitu
olah raga, prestasi akademi, kontes, kelompok anak muda (gang).
3) Aktifitas yang memberi arti dari kehidupan, misalnya penjelasan tentang
keisengan akan menurunkan kegairahan dan tidak berarti pada diri sendiri
dan orang lain.
b. Koping jangka panjang
Semua koping jangka pendek dapat berkembang menjadi panjang.
Penyelesaian positif akan menghasilkan integritas ego identitas dan keunikan
individu.
6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Citra Diri
1) Gender
Remaja awal sering memilki citra diri yang lebih tinggi atau rendah dari
yang semestinya. Remaja putri sering menilai dirinya lebih tinggi atau over
estimate dan remaja pria sering menilai dirinya lebih rendah atau under
estimate. Mappiare (1982), dikutip dari Rumini S & Sundari S (2004).
2) Lingkungan
Dalam hidup bermasyarakat remaja dituntut untuk bersosialisasi. Sejak
anak-anak memasuki peer group bahkan sebenarnya sejak usia 4 tahun, anak
telah merasakan kebutuhan atau kehausan sosial. Pada masa menjelang
remaja, peer group cenderung terdiri atas satu jenis kelamin yang sama karena
secara fisik mempunyai ciri yang berbeda.
Pada masa remaja awal anak pria maupun wanita timbul kesadaran
terhadap dirinya. Persepsi terhadap dirinya disebut body image. Istilah sex
appropriate phisique lebih tepat untuk anak pria sedangkan untuk anak wanita
sex appropriate face dan figure. Dalam peer group diusahakan agar physical
appearence tidak terlalu berbeda sebab bagi yang sangat berbeda sering
ditolak atau diberi nama panggilan nickname (paraban, jawa) yang bersifat
menghina sehingga yang bersangkutan yakin bagaimana orang lain
menganggap dirinya misal si gendut, si jelek, dll.
3) Perubahan fisiologis, seksual dan sosial
Perubahan fisik dan seksual atau bio seksual mempunyai arti penting
dalam psikososialnya bila dibanding dengan perkembangan tingkah laku
seksualnya. Keadaan wajah yang berjerawat sangat besar pengaruhnya pada
kehidupan sosial penderita saperti kurang percaya diri, malu, menarik diri,
stress, frustasi smpai dengan harga diri rendah.
4) Standar sosial budaya
Berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-beda pada setiap
orang dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut
menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu, seperti adanya perasaan
minder
5) Pengalaman sukses dan gagal
Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan citra diri
dan demikian sebaliknya (Tarwoto dan Wartonah, 2006)
6) Penampilan fisik (Jerawat)
Penampilan fisik menggambarkan citra diri seseorang dan
mempengaruhi seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Adanya
masalah jerawat seringkali membuat penderita menjadi kurang percaya diri,
stress sampai dengan harga diri rendah.
7) Petunjuk wajah
Wajah adalah cermin jiwa, berseri-seri dipersepaikan sebagai
penggembira sedangkan wajah yang kusut dapat di katakan sebagai stress.
Orang yang stress merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya jerawat
(Agussyafii, 2007).
7. Dampak citra diri terhadap perilaku
Menurut Rahmat (2002), Individu cenderung bertingkah laku sesuai dengan
citra dirinya. Apabila individu mempunyai citra diri yang positif maka ia akan
mengenbangkan perilaku-perilaku yang positif sesuai dengan caranya
memandang diri dan lingkungan. Begitu pula sebaliknya, apabila individu
mempenyai citra diri yang negatif, maka ia akan mengembangkan paerilaku-
perilaku yang cenderung negatif sesuai dengan caranya memandang diri dan
lingkungannya.
8. Jerawat dan Citra Diri
Para ahli dari Universitas Bath dalam laporan yang dimuat jurnal Health
Psychology mengidentifikasikan bahwa pasien pengidap jerawat yang
mencemaskan dengan kondisi kulitnya cenderung malas untuk berolahraga.
Fenomena dari sebuah riset melibatkan 50 remaja yang menderita jerawat
mengatakan selain mereka cenderung enggan berpartisipasi dalam kegiatan fisik,
penderita jerawat merasa penampilannya dinilai negatif juga mengalami problem
kepercayaan diri serta kualitas hidup yang lebih buruk. Menurut Standage,
kecemasan sosial yang berkaitan dengan penyakit kulit seringkali dilupakan. Kulit
adalah organ yang paling terlihat dari manusia dan merupakan bagian terpenting
dalam citra seseorang. Penderita jerawat menjadi lebih cemas dengan
penempilannya sehingga membuat mereka menghindar dari aktifitas fisik.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Gardner, bahwa citra diri
merupakan landasan bagi suatu bangunan yang dinamakan kepribadian. Seorang
wanita selalu merasa dirinya jelek dan tidak menarik bagi lawan jenisnya harus
menemukan jalan untuk menghilangkan perasaan yang keliru tersebut. Semakin
kuat perasaan negatif dalam dirinya semakin besar kemungkinan bahwa orang-
orang disekitarnya menjadi takin bahwa gadis ini memang jelek. Ini dalah
semacam lingkaran setan yang lambat laun akan membuat gadis merasa
terbelenggu dalam kepedihan dan pesimis.
A. Jerawat
1. Definisi
Jerawat didefinisikan sebagai pembengkakan di permukaan kulit karena
kelenjar yang memproduksi minyak tersumbat dan terkena bakteri (Kartikawati,
2005).
2. Etiologi
Beberapa faktor yang berkaitan dengan patogenesis penyakit, diantaranya
a. Peningkatan produksi sebum
Penderita dengan akne vulkanis memiliki produksi sebum yang lebih
dari rata-rata dan biasanya keparahan akne sebanding dengan jumlah produksi
sebum. Kelenjar sebasea mulai berkembang sebelum pubertas. Androgen yang
dikeluarkan oleh kelenjar adrenal terutama dehydroepiandroterone sulphate
(DHEA-S) merangsang aktifitas kelenjar sebasea, menstimulasi pembentukan
komedo. Androgen pada saat pubertas dihasilkan oleh gonad (testis pada pria,
ovarium pada wanita) terutama testosteron ikut berperan merangsang kelenjar
sebasea.
Enzim 5α redustase merubah testosteron menjadi dehidrotestos teron
yang dianggap sebagai androgen jaringan yang paling paten. Meningkatnya
aktifitas kelenjar sebasea pada penderita akne yang mempunyai kadar hormon
androgen yang normal mungkin disebabkan oleh meningkatnya aktifitas
enzim 5α-reductase di kelenjar sebasea (Soetjiningsih, 2004)
b. Kerotinisasi abnormal duktus pilosebasea
Pada penderita akne terjadi hiperkerotosis duktus pilo-sebasea yang
secara klinis tampak sebagai komedo tertutup (whitehend) dan komedo
terbuka (blachead) yang didahului oleh mikrokomedo. Mikrokomedo
merupakan lesi inisial akne dengan inflamasi dan non inflamasi.
Penyebab terjadinya hiperkeratosis yaitu :
1). Androgen selain menstimulasi kelenjar sebasea juga berpengaruh pada
hiperkerotasis saluran kelenjar.
2). Pada penderita akne komposisi sebum menunjukkan penurunan
konsentrasi asam linoleat yang signifikan dan terdapat hubungan yang
terbalik antara produksi sebum dan konsentrasi asam linoleat. Hal ini
dapat menghindari hiporkeratosis folikel serta penurunan fungsi barier
epitel.
3). Kolonisasi Propionibacterium acnes
Organisme yang dominan sebagai flora di felikel pilo-sebasea adalah
propionibacterium acnes (P.Acnes) yaitu differoid pleomorfik yang
bersifat anaerob. Remaja dengan kulit yang berminyak mengandung
P.acnes lebih tinggi. P.acnes menghasilkan enzim lipase yang dapat
mengubah trigliserid dalam sebum menjadi asam lemak bebas. Fraksi
asam lemak bebas ini dapat menginduksi inflamasi dan mempengaruhi
kekentala dalam sebum
4). Proses inflamasi
Proses inflamasi diakibatkan oleh mediator aktif yang dihasilkan oleh
P.acnes yang terdapat didalam folikel.
P.acnes dapat memicu reaksi radang imun dari non imun :
1. P.Acnes mempengaruhi lipase yang dapat menghidrofisis trigliserid
dari sebum menjadi asam lemak bebas yang bersifat iritasi dan
komedogonik.
2. Pelepasan faktor kemotatik oleh P.Acnes akan menarik lekosit ke
daerah lesi. Enzim hidrolisis yang dihasilkan oleh lekosit dapat
merusak dinding folikel, kemudian isi folikel seperti sebum, epitel
yang mengalami keratinisasi, rambut dan P.acnes masuk ke dalam
dermis. Reaksi non imun benda asing dimulai pertama kali oleh
moncunuklear, kemudian oleh sel makrofag dari sel raksasa, sehingga
timbul inflamasi.
3. Aktifasi komplementasi dari penjamu
P.acnes dapat mengaktifasi komplemen melalui jalur klasik dan
alternatif. Reaksi ini akan menghasilkan C5a yang bersifat neutrophilic
chemotactic faktor dan menimbulkan inflamasi lanjutan. Lekosit yang
ditarik oleh C5a menangkap P.acnes, menghasilkan enzim hidrolitik
yang dapat merusak jaringan sehingga timbul inflamasi (reaksi imun)
(Soetjiningsih,2004).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Jerawat
Soetjiningsih (2004), berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya jerawat, antara lain :
a. Faktor genetik
Faktor genetik memegang peranan penting terhadap seseorang menderita
jerawat . Penelitian di Jerman menunjukkan bahwa jerawat terdapat pada 45
% remaja yang salah satu atau kedua orang tuanya menderita jerawat, dan
hanya 8 % bila kedua orang tuanya tidak menderita jerawat.
b. Faktor hormonal
Beberapa faktor fisiologis seperti menstruasi dapat mempengaruhi
jerawat. Pada wanita, 60-70 % jerawat yang diderita menjadi lebih parah
beberapa hari sebelum menstruasi dan menetap sampai seminggu setelah
menstruasi.
c. Diet
Makanan yang berlemak dan tingginya suhu badan karena makanan
yang pedas menjadi penyebab tersering munculnya jerawat. Tingginya suhu
tubuh akan menyebabkan berkembang biaknya bakteri.
d. Iklim
Cuaca yang panas dan lembab memperburuk jerawat. Hidrasi pada
stratum korneum epidermis dapat merangsang terjadinya jerawat, pejanan
sinar matahari yang berlebih dapat memperburuk akne.
e. Lingkungan
Jerawat lebih sering ditemukan dan gejalanya lebih berat di daerah
industri dan pertambangan dibandingkan dengan di pedesaan
f. Stres
Jerawat dapat kembali atau bertambah buruk pada penderita dengan stres
emosional.
4. Epidemiologi
Jerawat merupakan penyakit yang sering dijumpai dan sebagian besar
merupakan kelainan fisiologis. Jerawat paling sering terjadi pada remaja dan
dimulai pada awal pubertas walau tidak jarang orang dewasa pun masih mungkin
mempunyai jerawat. Insiden pada remaja bervariasi antara 30-60 % dengan
insiden terbanyak pada umur 14-17 tahun pada wanita.
Kligman melaporkan 15% remaja mempunyai akne klinis (akne mayor) dan
85 % akne fisiologis (akne minor) yaitu akne yang hanya dapat terdiri dari
beberapa komedo. Pada seorang gadis akne vulgaris dapat terjadi pada
premenarke. Setelah masa remaja kelainan ini berangsur berkurang dan bisa
menetap sampai dekade umur 30-an atau lebih.
5. Manifestasi Klinis
Lesi jerawat terutama terdapat di wajah, punggung, dada dan lengan atas.
Akne vulgaris ditandai oleh lesi yang polienorfi, walaupun dapat terjadi salah satu
bentuk lesi yang dominan pada suatu saat atau sepanjang perjalanan penyakit.
Manifestasi klinis jerawat dapat berupa lesi non inflamasi (komedo terbuka dan
komedo tertutup) lesi inflamasi superfisial (papul, pustul) dan lesi inflamasi
dalam (nodul).
a. Komedo
Komedo adalah suatu tanda awal dari jerawat, sering muncul 1-2 tahun
sebelum pubertas. Lesi dapat berupa komedo terbuka atau komedo tertutup.
Komedo terbuka tampak sebagai lesi yang datar atau sedikit mininggi
dengan sunbu folikel yang berwarna gelap, berisi keratin dan lipid. Ukuran
bervariasi anatara 2-3mm, biasanya bahan keratin terlepas dan tidak terjadi
inflamasi kecuali bila terjadi truma.
Komedo tertutup berupa papul kecil, biasanya kurang dari 1mm,
berwarna pucat, mempunyai potensi yang lebih besar untuk mengalami
inflamasi sehingga dianggap lebih penting secara klinis.
b. Papul
Papul merupakan reaksi radang dengan diameter <5mm. Papul
superficial senbuh dalam 5-10 hari dengan sedikit jaringan parut, tetapi dapat
terjadi hiperpigmentasi pasca inflamasi, terutama pada remaja dengan kulit
yang berwarna gelap. Papul yang lebih dalam, penyembuhannya memerlukan
waktu yang lebih lama dan dapat meninggalkan jaringan parut.
c. Pustul
Pustul jerawat merupakan papul dengan puncak berupa pus atao nanah.
Biasanya usia pustul lebih pendek dari pada papul.
d. Nodul
Merupakan lesi radang dengan diameter 1cm atau lebih, disertai nyeri,
dan lesi dapat bertahan sampai beberapa minggu atau bulan. Lesi bemtuk
inilah biasaanya yang menyebabkan jaringan parut (Soetjiningsih, 2004).
6. Patofisiologi
Jerawat berasal dari folikel sebasea dan lesi awal berupa komedo.
Pemberitahuan komedo dimulai dari bagian tengah folikel akibat masuknya bahan
keratin sehingga dinding felikel menjadi tipis dan menggelembung. Secara
bertahap akan terjadi penumpukan kereatin sehingga dinding folikel menjadi
bertambah tipis dan dilatasi (Soetjiningsih, 2004).
Pada waktu yang bersamaan kelenjar sebasea menjadi atropi dan diganti
dengan sel epitel yang tidak terdiferensiasi. Kondisi yang telah terbentuk
sempurna mempunyai dinding yang tipis, komedo terbuka mempunyai lubang
patulous dan bahan keratin tersusun dalam bentuk lamelar yang konsentris dengan
rambut sebagian pusatnya. Komedo tertutup mempunyai keratin yang tidak padat
dan lubang folikelnya sempit. Komedo terbuka jarang mengalami inflamasi,
kecuali bila sering terkena trauma. Mikrokomedo dan komedo tertutup merupakan
sumber timbulnya lesi yang inflamasi.
Pada awalnya lemak keluar melalui dinding komedo yang udem dan
kemudian timbul reaksi selular pada dermis. Ketika pecah, seluruh isi komedo
masuk ke dermis, reaksi yang timbul lebih hebat dan terdapat sel bakteri difteroid
gram positif dengan bentukan khas P.Acnes di luar dan didalam sel lekosit.
Lesi yang pecah nampak sebagai pustul, nodul atau nodul dengan pustul
diatasnya, tergantung letak dan luasnya inflamasi. Selanjutnya kontraksi jaringan
fibrus yang terbentuk dapat menimbulkan jaringan parut (Seotjiningsih, 2004).
7. Klasifikasi
Menurut bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI / RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo dikutip dari Djuanda (2002), klasifikasi jerawat yaitu:
a) Ringan : Terdapat 5-10 komedo putih, komedo hitam dan papul pada wajah
atau terdapat <5 pustul dan nodul pada wajah.
b) Sedang : Terdapat >10 komedo putih, komedo hitam dan papul atau terdapat
5-10 pustul dan nodul pada wajah.
c) Berat : Terdapat >10 pustul dan nodul pada wajah.
8. Diagnosis
Diagnosis jerawat vulgaris pada umumnya mudah ditegakkan, keluhan
penderita dapat berupa rasa gatal atau sakit, tetapi pada umumnya keluhan
penderita lebih bersifat kosmetis.
Pada pemeriksaan kulit didapatkan erupsi kulit pada tempat predileksi yang
bersifat polimorfi, yang terdiri dari komedo (tanda patogromonik akne vulgaris),
popul, pustul dan nodul.
Salah satu dari tipe lesi itu dapat lebih menonjol, sehingga diagnosis yang
ditegakkan berdasarkan atas lesi, yang dominan, misalnya jerawat vulgaris
komedonal bila lesi yang dominan adalah komedo.
9. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :
a. Menghindari trauma psikologis
b. Menghindari terjadinya jaringan parut
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diperhatikan :
1) Perhatian terhadap keadaan emosional remaja tidak boleh diabaikan.
2) Pengobatan memerlukan waktu beberapa bulan dan pengobatan tapikal.
3) Diet makanan tidak meningkatkan keparahan akne sehingga pembatasan diet
tidak diperlukan, kecuali pada penderita yang mengeluhkan penyakitnya
memburuk setelah mengkonsumsi makanan tertentu.
4) Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
Penderita wanita perlu diperiksa adanya hirsutisme, alopesia dan obesitas.
Perlu ditanyakan tentang siklus menstruasi dari penggunaan pil kontrasepsi
oral (Soetjiningsih, 2004).
10. Upaya pencegahan jerawat
a. Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipid sebum dan perubahan isi
sebum dengan cara : Diet rendah lemak dan karbohidrat, melakukan
perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit dan kotoran dan jasad
renik.
b. Menghindari terjadinya faktor pemicu akne : hidup teratur dan sehat, cukup
istirahat, olahraga, hindari stress, penggunaan kosmetik secukupnya, hindari
minuman keras, pedas, rokok dan lingkungan yang tidak sehat, mengindari
polusi debu, pemencetan lesi yang tidak logistik.
c. Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai penyebab
penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya (Soetjiningsih,
2004).
B. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep
1. Kerangka Teori
Faktor Internal: Gender Perubahan
fisiologis, seksual dan social.
Pengalam sukses dan gagal
Citra diri
Faktor Eksternal: Lingkungan Standart social
budaya Penampilan
fisik (Jerawat) Petunjuk
wajah
Sumber: Agussyafii (2007), Tarwoto & Wartonah (2006).
2. Kerangka Konsep
Citra diri Jerawat
Sumber: Agussyafii (2007), Tarwoto & Wartonah (2006).
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu variabel independen
dan variabel dependen. Pada penelitian ini variabel independennya adalah jerawat
dan variabel dependennya adalah citra diri.
D. Hipotesis
Rumusan hipotesis dalam penelitian ini, ada hubungan antara jerawat dengan
gangguan citra diri remaja putri.