bab i pendahuluan -...

133
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk kehidupan yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Perkawinan dalan Bahasa Arab disebut dengan al-nikah atau al-wathi yang bermakna bersetubuh, berkumpul dan akad. 2 Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan perkawinan sebagai sebuah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan, masing-masing menjadi suami-isteri dalam rangka memperoleh kebahagiaan hidup dan membangun keluarga dalam sinaran Ilahi. Lebih jelasnya ia menyatakan “Marriage is a relationship of body and soul between a man and woman as husband and wife for the purpose of establishing a happy and lasting family founded an belief in god almighty”. 3 Dalam Kompilasi Hukum Islam pengertian perkawinan atau pernikahan yaitu akad yang sangat kuat untuk mentaati “perintah Allah dan melaksanakannya 1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 2 Imam Taqiyuddin, Kifayatul al-Akhyar fi Hal ghayat al-Ikhtiyar, (Bandung : Al-Ma’Arif, t.t), Juz II, h. 36 3 Tahir Mahmood, Personal law in Islamic Countries, (New Delhi : Academy of law and Religion, 1987), h. 209 1

Upload: duongdien

Post on 05-Apr-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang

perempuan sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk kehidupan yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1 Perkawinan dalan

Bahasa Arab disebut dengan al-nikah atau al-wathi yang bermakna bersetubuh,

berkumpul dan akad.2 Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan perkawinan

sebagai sebuah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan,

masing-masing menjadi suami-isteri dalam rangka memperoleh kebahagiaan

hidup dan membangun keluarga dalam sinaran Ilahi. Lebih jelasnya ia

menyatakan “Marriage is a relationship of body and soul between a man and

woman as husband and wife for the purpose of establishing a happy and lasting

family founded an belief in god almighty”.3

Dalam Kompilasi Hukum Islam pengertian perkawinan atau pernikahan

yaitu akad yang sangat kuat untuk mentaati “perintah Allah dan melaksanakannya

1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

2 Imam Taqiyuddin, Kifayatul al-Akhyar fi Hal ghayat al-Ikhtiyar, (Bandung : Al-Ma’Arif, t.t), Juz II, h. 36

3 Tahir Mahmood, Personal law in Islamic Countries, (New Delhi : Academy of law and Religion, 1987), h. 209

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

2

merupakan ibadah.4 Dan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan

rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah”.5

Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetbooek)

putusnya perkawinan dipakai istilah “pembubaran perkawinan” (ont binding des

huweliks).6 Yang diatur dalam bab X dengan tiga bagian, yaitu tentang

pembubaran perkawinan pada umumnya (pasal 199), tentang pembubaran

perkawinan setelah pisah meja dan ranjang (pasal 200-2006 b), tentang perceraian

perkawinan (pasal 207-232 a), dan yang tidak dikenal dalam hukum adat atau

hukum agama (Islam) walaupun kenyataannya juga terjadi, ialah bab XI tentang

pisah meja dan ranjang (pasal 233-249).

Dengan ibadah dalam sebuah perkawinan menjadi perkawinan yang harus

dipelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan tercapainya apa yang menjadi

tujuan perkawinan yaitu : terwujudnya keluarga sakinah, mawaddah dan

warahmah. Namun seringkali apa yang menjadi tujuan perkawinan itu kandas

diperjalanan harus bubar ditengah jalan karena beberapa sebab dan alasan

perceraian.

Walaupun perkawinan itu ditujukan untuk selama-lamanya, tetapi ada

kalanya terjadi hal-hal tertentu yang menyebabkan perkawinan tidak dapat

4 Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 “Perkawinan Menurut Hukum Islam Adalah Pernikahan,

yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqal ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”

5 Kompilasi Hukum Islam Pasal 3 “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah”, Lihat Juga Tim Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung : Fokus Media, 2005), h. 7

6 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia; Menurut Perundangan, Hukum Adat dan Hukum Agama, (Bandung : Mandar Maju, 1990), Cet Ke 1, h. 160

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

3

diteruskan, misalnya salah satu pihak berbuat serong dengan orang lain, terjadi

pertengkaran terus menerus antara suami isteri, suami atau isteri mendapat

hukuman lima tahun penjara atau lebih berat, dan masih banyak lagi alasan-alasan

yang menyebabkan perceraian.

Adanya perceraian membawa akibat hukum terputusnya ikatan suami

isteri. Apabila dalam perkawinan telah dilahirkan anak, maka perceraian juga

membawa akibat hukum terhadap anak, yaitu orang tua tidak dapat memelihara

anak secara bersama-sama lagi, untuk itu pemeliharaan anak diserahkan kepada

salah satu dari orang tua. Di lain pihak akibat perceraian terhadap harta kekayaan

adalah harus dibaginya harta bersama antara suami isteri tersebut.7

Dalam pasal 199 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan

perkawinan dapat bubar karena (1) kematian salah satu pihak ; (2) keadaan tidak

hadirnya suami isteri selama sepuluh tahun, yang disusul oleh perkawinan baru

isteri atau suami, setelah mendapat izin dari hakim sesuai dengan pasal 199 ayat 3

dan 4 yang menyatakan bahwa keputusan hakim setelah adanya perpisahan meja

dan ranjang dan pembekuan pernyataan bubarnya perkawinan dalam putusan itu

dalam registrasi catatan sipil karena kematian salah satu pihak.

Ada beberapa sebab yang menyatakan bahwa perkawinan dapat putus

berdasarkan atas persetujuan antara suami-isteri.8 Lebih lanjut dinyatakan dalam

pasal 209 ayat (1), (2), (3), dan (4) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata alasan-

7 Masyudin, ‘Akibat Perceraian’, Artikel Diakses Pada Tanggal 19 Juli 2010 dari http://www.Skripsi-Tesis.com,

8 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta : Kencana, 2006), h. 445-446

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

4

alasan yang dapat mengakibatkan perceraian adalah : zina baik yang dilakukan

oleh suami atau isteri ; meninggalkan tempat tinggal bersama dengan sengaja ;

suami atau isteri di hukum selama 5 tahun penjara atau lebih yang dijatuhkan

setelah perkawinan dilaksanakan ; salah satu pihak melakukan penganiayaan berat

yang membahayakan jiwa pihak lain (suami atau isteri).9

Sebenarnya perpisahan suatau ikatan perkawinan merupakan hal yang

wajar. Karena akad atau perikatan terjadi jika dua orang yang apabila mempunyai

kemauan dan kesanggupan yang dipadukan dalam suatu ketentuan dan dinyatakan

denga kata-kata yang bisa dipahami. Dengan demikan terjadilah peristiwa hukum

yang disebut dengan perikatan.10 Apabila ikatan tersebut sudah tidak dapat

dipertahankan lagi, karena berbagai pertimbangan maka konsekuensinya dapat

terjadi talak. Pada dasarnya perkara talak itu diperbolehkan, namun merupakan

hal yang amat dibenci oleh Allah SWT.

Idealnya sebuah kehidupan rumah tangga adalah untuk hidup rukun

bahagia dan tenteram namun sebuah perjalanan hidup tidak selamanya mulus

sesuai yang diharapkan, kadang terdapat perbedaan pandangan dalam memahami

kehidupan dan pertengkaran diantara pasangan suami isteri yang merasa tidak

nyaman dan tenteram lagi dengan perkawinan mereka, karena pada kenyataannya

membina hubungan keluarga tidak mudah bahkan sering terjadi perkawinan

9 R.. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : PT.

Pradnya Paramita, 2006), Cet. 37, h. 46-51

10 Ahmad Kurzari, Perkawinan Sebagai Sebuah Perikatan, (Jakarta: Rajawali Press, 1995), h. 1

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

5

mereka kandas ditengah jalan.11 Perselisihan yang timbul dalam pernikahan kini

banyak disebabkan permasalahan yang beragam bermula dari faktor ekonomi,

perbedaan dalam menentukan sikap penyelesaian masalah yang mementingkan

ego, dan lain sebagainya.12

Syarat untuk mendirikan rumah tangga bahagia dapat dikelompokkan

menjadi empat faktor yaitu :13

1. Faktor yang berkenaan dengan ciri-ciri pribadi, keadaan bathin dan hubungan

timbal balik antara anggota-anggota keluarga. Faktor inilah yang merupakan

faktor terpenting.

2. Faktor yang berkaitan dengan masalah ekonomi keluarga, meliputi

penghasilan yang memadai, pengaturan terhadap urusan rumah tangga

termasuk ketertiban pembelanjaan rumah tangga.

3. Faktor-faktor yang berkaitan dengan pikiran-pikiran umum yang

mendominasi rumah, termasuk perilaku suami isteri dan pandangan mereka

terhadap nilai-nilai moral dan agama.

4. Faktor-faktor sosial yang berkaitan dengan hubungan keluarga dan cara

pengaturan waktu-waktu senggang, waktu untuk istirahat dan rekreasi.

Banyak suami yang tidak mengetahui apa yang diinginkannya. Oleh karena

itu, yang pertama harus dikerjakan seorang isteri adalah membantunya

11 Chuzaemah Tahido Yanggo dan A. Hafit Anshari. A. Z., Problematika Hukum Islam dan Kontemporer, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2002), h. 72

12 Budianto, ‘Perselisihan Dalam Rumah Tangga’, artikel diakses pada tangga 09 Februari 2010dari http://docs.google.com.

13 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet Ke-1, h. 166

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

6

memperjelas angan-angan dan keinginan yang ada dalam benaknya, atau

membantunya mengetahui apa yang sebenarnya dicari dalam kehidupan ini.

Setelah itu ia mengajukan diri agar diikut sertakan dalam merealisasikan

tujuan-tujuan yang hendak dicapai suaminya dan juga tujuan mereka berdua.

Sebenarnya, dua tujuan diatas tidak ada bedanya. Tujuan-tujuan suami

haruslah satu dan sesuai dengan tujuan isterinya yang menjadi teman

hidupnya. Sebab, keberadaan satu tujuan merupakan asas pernikahan yang

bahagia.14

Seorang suami atau isteri yang baik tidak akan meninggalkan pasangannya

disaat mengalami berbagai macam cobaan. Sebagaimana mereka telah bersama-

sama merasakan kebahagiaan, maka mereka juga harus bersama-sama pula

sewaktu berada dalam keadaan susah tanpa disertai keluh kesah dan perasaan

marah.15

Pada saat didalam rumah tangga timbul masalah seperti suami ketahuan

berselingkuh dengan perempuan lain maka bicarakan berdua dengan baik-baik

tanpa emosi dan pertengkaran. Selesaikan masalah rumah tangga dengan pikiran

dewasa dan kepala dingin. Apabila dalam rumah tangganya mengalami masalah,

alangkah indahnya antara suami dan isteri mengingat kembali masa-masa indah

dahulu agar rasa emosi itu bisa diredam oleh diri sendiri. Jika masalah tersebut

tidak dapat diselesaikan dan jalan terakhirnya yaitu perceraian maka bercerailah

14 Adil Abdul Mun’im Abu Abbas, Ketika Menikah Jadi Pilihan, h. 80

15 Ibid., h. 85

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

7

secara resmi menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Pada Pasal 39 UUP

dinyatakan :

1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak.

2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami isteri tdak

akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.

3) Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan

perundangan sendiri.

Masalah yang muncul kemudian adalah bagaimana perceraian tanpa

melalui proses persidangan di pengadilan yang membuat masyarakat tidak

mempunyai kekuatan hukum di Indonesia. Kasus perceraian sering terjadi di

tengah-tengah kehidupan masyarakat, apakah dilakukan karena inisiatif suami

untuk permohonan cerai talak atau inisiatif untuk menggungat cerai suami.

Dalam masalah perceraian sudah diatur sedemikian oleh aturan yang

dijadikan pedoman oleh umat Islam di Negara Indonesia, tetapi masyarakat di

Desa Kadu Ti’is hampir seluruhnya melakukan perceraian tanpa mengikuti

peraturan yang sudah ditetapkan tersebut. Bukannya masyarakat di Desa Kadu

Ti’is tidak ingin mematuhi aturan yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang

hanya saja terbatasnya keuangan di Desa Kadu Ti’is dan mahalnya biaya

perceraian. Perceraian yang dilakukan di Desa Kadu Ti’is tanpa melalui proses

persidangan di Pengadilan Agama. Bila dilihat dari hukum yang berlaku maka

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

8

perceraian yang mereka lakukan tidak mempunyai kekuatan hukum meskipun

keduanya sebelumnya melakukan pernikahan yang dicatat.16

Akan tetapi pada kenyataannya banyak sekali masyarakat yang melakukan

sebuah perceraian sebagai jalan terakhir untuk mengakhiri sebuah pernikahan

tanpa melalui proses persidangan di pengadilan. Padahal sudah jelas sekali bahwa

perceraian hanya dapat dilakukan melalui sebuah proses persidangan

dipengadilan dan telah melalui prosedur yang telah ditentukan serta telah melalui

usaha untuk perdamaian untuk tidak terjadinya perceraian, jika semua jalan itu

sudah dijalankan dan tetap menjadi keinginan antara suami isteri tetap bercerai

maka perceraianlah yang menjadi jalan terakhir bagi keduanya.

Akibat hukum dari perceraian yang dilakukan tanpa melalui proses

persidangan di pengadilan pada masyarakat merupakan akibat hukum berdasarkan

hukum Islam. Akibat hukum tersebut meliputi akibat terhadap harta benda,

sedangkan apabila dipandang dari perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 maka perceraian tersebut belumlah mempunyai akibat hukum yang diakui

dan bersifat mengikat secara yuridis.

Seperti yang terjadi pada masyarakat Desa Kadu Ti’is Kecamatan Mekar

Jaya Kabupaten Pandeglang ketika diantara mereka ada yang bercerai mereka

hanya mendatangkan pihak keluarga dan beberapa orang saksi, bukan hanya itu

saja, ada beberapa masyarakat Desa Kadu Ti’is yang ingin bercerai hanya cukup

mengucapkan kata cerai secara lisan di depan saksi-saksi, kemudian mereka

16 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sanuri, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

9

mendapatkan bukti cerai yaitu sebuah selembar kertas yang menyatakan mereka

sah bercerai. Dengan cara yang mereka lakukan tersebut dianggap perceraian

yang sah, tapi jika ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maka

perceraian mereka tidaklah sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap.

Menurut Undang-Undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 39 ayat 1 dan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak dan

rujuk, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan.17

Perceraian tanpa melalui proses persidangan di pengadilan bukan hanya di

desa kadu ti’is saja tapi di semua desa yang ada di daerah terpencil. Karena bagi

mereka proses perceraian sangat membutuhkan biaya yang besar sedangkan

mereka tidak cukup untuk membayar biaya perceraian di pengadilan maka dari itu

mereka melakukan perceraian tanpa melalui proses persidangan hanya lewat

KUA lalu mereka mendapatkan surat cerai mereka.18 Ada sebagian

masyarakatnya jika ingin bercerai maka hanya mendatangkan penghulu yang

waktu itu menikahkan mereka lalu mendatangkan kedua orang tua mereka

masing-masing sebagai saksi bahwa suami dan isteri akan melakukan perceraian

setelah itu suami dan isteri mendatangani surat cerai diatas selembar kertas yang

bermaterai, maka menurut mereka sudah sah perceraian mereka berdua dan

mereka sudah tidak menjadi pasangan suami isteri.

17 Abdurahman, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Perkawinan, (Jakarta :

Akademik Presindo, 1986), Cet Ke 1, h. 114

18 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sanuri, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

10

Selain karena faktor biaya yang sangat mahal melakukan proses

perceraian di pengadilan, faktor lainnya, dikarenakan tempat pengadilan yang

begitu jauh dari tempat tinggal mereka. Tempat tinggal mereka di pelosok-

pelosok dan perdesaan yang jauh dari mana-mana termasuk pasar sekalipun

sedangkan tempat pengadilan agama yang letaknya di perkotaan jauh dari

pedesaan, makanya masyarakat tidak bisa melakukan perceraian melalui proses

persidangan. Selain itu dikarenakan awamnya atau tidak tahunya Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 dikehidupan mereka. Dengan adanya perilaku perceraian

masyarakat Desa Kadu Ti’is tersebut maka saya tertarik untuk melakukan

penelitian yang akan saya tinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis merasa terdorong untuk

melakukan penelitian dan membuat pembahasan skripsi ini dengan judul

“PERCERAIAN TANPA MELALUI PROSES PERSIDANGAN DI

PENGADILAN AGAMA DI TINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974

(Studi Kasus Di Desa Kadu Ti’is Kecamatan Mekar Jaya Kabupaten

Pandeglang)”

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan ini tidak meluas kemana-mana, maka skripsi ini harus

penulis batasi agar nantinya diharapkan dapat memberikan konstribusi

pemahaman yang mendalam. Karena pembahasan mengenai perceraian sangat

luas, maka penelitian ini difokuskan pembahasannya mengenai perceraian tanpa

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

11

melalui proses persidangan di pengadilan agama. Karena di dalam Undang-

Undang yang berkaitan dengan masalah perceraian sangat luas, maka penulis juga

mempertegas batasan-batasan penyusunan skripsi ini mengenai perceraian tanpa

melalui proses persidangan di pengadilan agama di tinjau dari Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974.

2. Perumusan Masalah

Menurut Peraturan Perundang-undangan Nomor 1 Tahun 1974 pada pasal

39 ayat 1 dan KHI Pasal 115 yang berbunyi : Perceraian hanya dapat dilakukan

didepan Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak

berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Meskipun peraturan perceraian telah

jelas diatur seperti yang sudah dijelaskan diatas, akan tetapi pada kenyataannya

sebagian masyarakat dari Desa Kadu Ti’is yang melakukan perceraian tidak

melalui Pengadilan. Maka dalam permasalahan ini penulis akan menelusuri dan

meneliti tinjauan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Faktor apa saja yang menyebabkan sebagian masyarakat di Desa Kadu Ti’is

melakukan perceraian tanpa melalui proses persidangan di Pengadilan

Agama?

2. Bagaimana tatacara perceraian diluar Pengadilan Agama yang dilakukan

sebagian masyarakat Desa Kadu Ti’is?

3. Apakah tradisi perceraian tanpa melalui proses persidangan di Pengadilan

Agama pada sebagian masyarakat desa Kadu Ti’is sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974?

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

12

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui proses perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974.

b. Untuk mengetahui faktor penyebab dari perceraian di Desa Kadu Ti’is

tanpa melalui proses persidangan di Pengadilan Agama.

c. Untuk mengetahui dampak positif dan negaifnya akibat perceraian

masyarakat di Desa Kadu Ti’is.

d. Untuk mengetahui tradisi perceraian di Desa Kadu Ti’is dengan menurut

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui faktor yang

menyebabkan masyarakat bercerai tanpa proses persidangan di

pengadilan

b. Memberikan pemahaman kepada masyarakat pentingnya perceraian

melalui proses persidangan di pengadilan Agama

c. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai betapa penting

mempunyai surat cerai atau kekuatan hukum perceraian yang sah melalui

proses persidangan di pengadilan dan menurut Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

13

d. Dapat mengetahui dampak positif dan negatif perceraian tanpa melalui

proses persidangan di pengadilan

D. METODE PENELITIAN

Untuk memperoleh data yang akan di butuhkan untuk menyusun skripsi

ini, maka penulis menggunakan beberapa langkah antara lain :

1. Jenis Penelitian

a. Penulis kepustakaan (library research) yaitu penulis yang di lakukan

dengan cara mengkaji buku-buku, literatur-literatur, dan yang lainnya

yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini.

b. Penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang di lakukan

dengan cara mengumpulkan data-data lapangan yang berkaitan dengan

judul skripsi ini.

2. Sumber Data

a. Data Primer : Data yang didapat dari hasil wawancara dengan masyarakat

yang bercerai tanpa melalui proses persidangan. Dalam penelitian

menggunakan tehnik wawancara secara mendalam (in-depth interview)

dengan menggunakan pokok-pokok masalah sebagai pedoman

wawancara. Pokok-pokok tersebut guna menghindari terjadinya

penyimpangan dari pokok masalah penelitian dan kevakuman selama

wawancara.

b. Data Sekunder : Data yang memberikan bahan tidak langsung atau data

yang didapat selain dari data primer. Data ini dikumpulkan melalui

penelusuran buku, makalah tulis baik dari surat kabar, internet, literatur-

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

14

literatur yang mempunyai relevansi dalam penelitian ini dan data lapangan

tempat penelitian, ataupun data lain yang berkumpul dan yang mempunyai

hubungan dengan tema ini.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data-data akurat saat penelitian, penulis

menggunakan beberapa tehnik, yaitu :

a. Interview (Wawancara), yaitu suatu alat pengumpulan data yang

digunakan untuk memperoleh informasi yang jelas dan akurat yang

berkaitan dengan hal yang diteliti.19 Wawancara dilakukan dengan cara

mengadakan tanya jawab langsung dengan masyarakat setempat, serta

tanya jawab juga dilakukan dengan lembaga pemerintahan dibidang

hukum yaitu pengadilan setempat.

b. Dokumentasi, yaitu dengan cara melihat dokumen dan arsip-arsip yang

ada di lembaga pemerintah atau swasta setempat yang dijadikan objek

penelitian serta data-data yang diperoleh dari literatur dan referensi yang

berhubungan dan berkenaan dengan judul skripsi ini.

c. Observasi, adalah kegiatan yang diarahkan untuk memperhatikan sesuatu

secara akurat, serta mencatat fenomena atau kejadian yang muncul saat

pengamatan serta mempertimbangkan hubungan aspek dalam fenomena

tersebut. Observasi dilakukan penelitian apabila dalam penelitian nanti

sedang terjadi kegiatan yang menjadi objek utama bagi penelitian.

19 Badan Penelitian Dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah,

Metodelogi Penelitian Sosial (terapan dan kebijaksanaan), hal : 39

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

15

4. Jenis Data

Adapun jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data

kuantitatif (deskriptif) yaitu data yang didapatkan dari buku, literatur-literatur

yang mempunyai relevansi dalam penelitian ini dan data lapangan tempat

penelitian.

5. Tehnik Analisa Data

Dalam menyusun skripsi ini menggunakan tehnik analisa dengan cara

menganalisis dan mengambil kesimpulan dari data-data yang ada.

6. Tehnik Penulisan Skripsi

Adapun tehnik penulisan skripsi ini menggunakan buku pedoman

penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cet 1 Tahun 2005.

7. Kerangka Teori

Menurut Sayyid Sabiq dalam kitabnya, fiqh al-Sunnah menyatakan bahwa

kata itlaq, yang berarti “melepaskan” atau “meninggalkan”. Selanjutnya dalam

istilah agama, talak berarti melepaskan ikatan perkawinan atau putusnya

hubungan perkawinan.20

Sedangkan Al-San’ani dalam kitabnya, subul al-salam memberikan

pengertian talak menurut bahasa adalah “pelepasan ikatan yang kokoh”,

sedangkan menurut istilah syara’, talak adalah pelepasan akad perkawinan.21

20 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah [terj.] Drs. Moh. Tholib, (Bandung : Al-Ma’ruf, 1994), hal. 9

21 Al-San’ani, Subulus Salam [terj.] Abu Bakar Muhammad, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1995)

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

16

Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

perceraian dalam istilah ahli fikih disebut talak atau furqah. Talak berarti

membuka ikatan atau membatalkan perjanjian dan furqah berarti bercerai, yaitu

lawan kata dari berkumpul. Kemudian kedua kata ini dijadikan istlah oleh para

ahli fikih yang berarti perceraian antara suami isteri.

Kemudian yang dimaksud dengan perceraian atau talak disini adalah

sebagaimana yang dijelaskan didalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

pasal 38 menerangkan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, percerian,

dan atas keputusan pengadilan. Kemudian dalam pasal 39 disebutkan bahwa

perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan

yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami isteri itu

tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri. Tata cara perceraian di depan

sidang pengadilan diatur dalam peraturan perUndang-Undangan tersendiri yang

sudah jelas.

E. REVIEW STUDI TERDAHULU

Penulis melakukan review terdahulu sebelum menentukan judul skripsi,

dalam review terdahulu penulis meringkas skripsi yang ada kaitannya dengan

perceraian.

Diantaranya adalah :

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

17

Pertama, skripsi yang berjudul, Penyelesaian Perkara Perceraian Bersama

Dengan Gugatan Penguasa Anak (analisis putusan No. 816/pdt.G/2004/PPAJT)

Oleh : Ariyanih (102044124992) Tahun 2006.

Skripsi menjelaskan bahwa cerai gugat diatur dalam pasal 86 ayat (1)

yaitu: gugatan soal penguasa anak, nafkah anak, nafkah isteri, dan harta bersama

suami isteri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun

sesudah perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.

Kedua, skripsi yang berjudul, Penyelesaian Perkara Cerai Gugat Di Pengadilan

Agama Karena Penganiayaan (Studi kasus di pengadilan agama jaktim)

Oleh : Desi Royalya (101044222186)Tahun 2005.

Skripsi ini menjelaskan bahwa sebab berakhirnya suatu ikatan perkawinan

terbagi menjadi :

1. Berakhirnya perkawinan dalam keadaan suami isteri masih hidup dapat terjadi

atas kehendak suami dan isteri.

2. Dapat juga terjadi di luar kehendak keduanya.

Ketiga, skripsi yang berjudul, Cerai Gugat Menurut Hukum Islam Dan Hukum

Positif (Studi kasus cerai gugat karena cacat badan di pengadilan agama jaktim)

Oleh : Ahmad Madroji (101044222175) Tahun 2005.

Skripsi ini menjelaskan hukum cerai gugat karena cacat badan menurut

KHI landasan hukum cerai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, analisa

tentang cerai gugat karena cacat badan menurut Hukum Islam dan Hukum Positif.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

18

Jelas sekali bahwa skirpsi ini berbeda dengan skripsi terdahulu. Dalam skripsi ini

yang akan saya tulis mengenai tentang perilaku perceraian masyarakat kadu ti’is

Mekar Jaya pandeglang.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk lebih mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi ini, maka

penulis mengklarifikasikan dalam beberapa bab, dengan sistematika sebagai

berikut :

Pada Bab Pertama, penulis menjelaskan mengenai pendahuluan yang memuat

latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian.

Pada Bab Kedua, penulis menjelaskan mengenai pengertian perceraian, rukun

dan syarat-syarat perceraian, perceraian dalam perspektif fiqh, perceraian dalam

perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Pada Baba Ketiga, penulis menjelaskan mengenai sejarah singkat desa kadu

ti’is, letak geografis, kondisi kebudayaan, dan kondisi perekonomian di desa kadu

ti’is.

Pada Bab Keempat, penulis menjelaskan mengenai tradisi perceraian

masyarakat di desa kadu ti’is, alasan dan faktor perceraian, akibat perceraian

masyarakat di desa kdu ti’is yang membahas tentang dampak positif dan

negatifnya, prosedur perceraian di desa kadu ti’is, perceraian menurur Undang-

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

19

Undang Nomor 1 Tahun 1974, dan analisa penulis terhadap perilaku perceraian

yang terjadi pada masyarakat kadu ti’is.

Pada Bab Kelima, penulis menjelaskan mengenai inti kajian penelitian penulis

mengenai kesimpulan dan saran-saran.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

BAB II

TINJAUAN HUKUM TENTANG PERCERAIAN

A. Pengertian Perceraian

a. Pengertian

“Putusnya Perkawinan” adalah istilah hukum yang digunakan dalam UU

Perkawinan untuk menjelaskan “perceraian” atau berakhirnya hubungan

perkawinan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang selama ini hidup

sebagai suami isteri. Untuk maksud perceraian itu fiqh menggunakan istilah

furqah.1

Perceraian dalam istilah ahli fiqih disebut “talak” atau “furqah”. “Talak”

berarti “membuka ikatan”, “membatalkan perjanjian”. “furqah” berarti “bercerai”,

lawan dari “berkumpul”. Kemudian kedua perkataan ini dijadikan istilah oleh

ahli-ahli fiqih yang berarti : perceraian antara suami isteri.

Perceraian berasal dari bahasa Arab yaitu Thalaq yang berarti membuka

ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda atau tawanan ataupun ikatan ma’nawi

seperti ikatan pernikahan. Sedangkan thalaq menurut istilah adalah

menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatan dengan

menggunakan kata-kata tertentu. Secara spesifik menurut syara’ thalaq adalah

melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami isteri.2

1 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat Dan

Undang-Undang Perkawinan, ( Jakarta : Kencana, 2006), h. 189

2 Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1987), Cet ke-1, h. 94

20

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

21

Perkataan “talak” dan “furqah” dalam istilah fiqih mempunyai arti yang

umum dan arti yang khusus. Arti yang umum, ialah segala macam bentuk

perceraian yang dijatuhkan oleh suami, yang telah ditetapkan oleh hakim dan

perceraian yang jatuh dengan sendirinya seperti perceraian yang disebabkan

meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Arti khusus ialah perceraian

yang diajtuhkan oleh suami saja.3

Talak merupakan kalimat bahasa Arab yang artinya “menceraikan” atau

“melepaskan”. Mengikuti istilah syara ia bermaksud, “melepaskan ikatan

pernikahan atau perkawinan dengan kalimat atau lafaz yang menunjukkan talak

atau perceraian”.

Dalam Islam perceraian biasa disebut dengan talak. Dan dalam bab ini

penulis akan memaparkan beberapa pengertian dari talak. Kata talak berasal dari

bahasa arab “ithlaq” yang berarti “melepaskan” atau meninggalkan. Dalam istilah

fiqih berarti melepaskan ikatan perkawinan, yakni perceraian antara suami isteri,4

talak merupakan perceraian yang timbul karena sebab-sebab dari pihak suami.5

Jika suami melafazkan kalimat sindiran kepada isterinya, maka dengan

sendirinya mereka berdua telah terpisah dan istrinya berada dalam keadaan iddah.

Jika semasa isteri didalam iddah kedua pasangan ingin berdamai, mereka boleh

3 Ibid., h. 156

4 Muhammad Baghir Al Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al Qur’an, As Sunnah da Pendapat Para Ulama, (Bandung : Mizan, 2002), Cet Ke 2, h. 81

5 Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indah, 1985), Cet Ke 2, h. 35

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

22

): /قالطال( Artinya: “Maka rujuklah mereka dengan cara yang baik atau ceraikanlah mereka

dengan cara yang baik pula”. (QS. At-Talaq : 2)

Talak merupakan perbuatan yang tidak disukai oleh Allah SWT., hal ini

pun disepakati oleh para ulama sebagaimana yang terdapat dalam hadits Nabi

SAW :

هيلعصلى اهللا اهللالوس رالق : الا قمهن ع ااهللايض ررم عنب انع : ملسورواه ابود اودوابن م جه وصححه (قال الط اهللالى الالح الضغبا

)الحاآم

Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda : perbuatan yang paling dibenci oleh Allah adalah thalaq”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan dinilai shahi oleh Hakim)6

Adapun pengertian perceraian menurut istilah ahli hukum adalah :

a. Mazhab Syafi’i mendefinisikan talak sebagai pelepasan akad nikah dengan

lafal talak atau yang semakna dengan lafal talak itu.

b. Mazhab Maliki mendefinisikan talak sebagai suatu sifat hukum yang

menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami isteri.7

6 Abu Daud, Sunan Abu Daud (Beirut : Dar al-Fikr, 1994), Jilid 2, h. 500

7 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam ”Nikah”, Ensiklopedia Islam, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), Cet Ke-2, Jilid 4, h. 53

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

23

c. Mazhab Hanafi dan Mazhab Hambali mendefinisikannya sebagai pelepasan

ikatan perkawinan secara langsung atau pelepasan perkawinan dimasa yang

akan datang.

d. Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan melepas tali perkawinan dan

mengakhiri hubungan suami isteri.8

Menurut Prof. Subekti, S.H. perceraian adalah penghapusan perkawinan

dengan putusan hakim, atau tuntutan dari salah satu pihak dalam perkawinan

tersebut.9

b. Hukum Perceraian

Perceraian dalam Islam memang dibolehkan kalau rumah tangga yang

didirikan sulit dirajut kembali, tetapi menjatuhkan talak mempunyai muatan

hukum yang berbeda-beda. Hukum perceraian adalah10 :

a) Wajib

Sebuah rumah tangga yang selalu ribut dan terjadi pertengkaran (syiqaq) yang

sangat memuncak antara suami dan isteri, serta sudah diusahakan intervensi

pihak ketiga yang terdiri dari dua orang, satu orang dari pihak suami dan satu

orang lagi dari pihak isteri, yang berfungsi sebagai pendamaian. Namun usaha

ini tidak membawa hasil maka sudah seharusnya talak itu dijatuhkan.

8 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Terjemah, (Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1996), Cet ke-2, Jilid 9,

h. 9

9 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : Intermasa, 2003), Cet ke-31, h. 42

10 Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, (Yogyakarta: Darussalam Perum Griya Suryo, 2004), h. 232

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

24

b) Sunnah

Seorang isteri yang kurang menjaga kehormatannya seperti bermata

keranjang, mudah mengundang kecemburuan suaminya, bergaul terlalu dekat

dengan orang lain, dan sebagainya, dan setelah diberikan peringatan oleh

suaminya tentang perilaku dan sikapnya itu agar dihentikan tetapi dia tetap

tidak menghiraukan, maka sebaiknya (sunnah) talak itu dijatuhkan.

c) Mubah (boleh)

Hubungan rumah tangga antara suami dan isterinya cenderung tertutup,

pergaulan sehari-harinya kurang harmonis, ada ketidakcocokan, dan

sebagainya, maka suasana rumah tangga semacam ini dibolehkan terjadi

perceraian.

d) Haram

Seorang isteri dalam keadaan haid, atau dalam keadaan suci dan hari-hari

yang dilalui antara suami dan isterinya biasa mengadakan hubungan badan,

tahu-tahu suaminya mau menjatuhkan talak.

e) Makruh

Sebuah rumah tangga yang berjalan sebagaimana biasanya dan tidak terjadi

badai sedikitpun yang dianggap bisa meretakkan keharmonisan rumah

tangganya yang didirikan, maka menjatuhkan talak pada suasana semacam

imi hukumnya makruh menurut Syafi’i dan Hambali. Sedangkan pendapat

Hanafi adalah haram hukumnya, karena bisa menimbulkan kesengsaraan

terhadap isteri dan anak-anaknya. Ini berlandaskan kepada sabda Nabi SAW :

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

25

“Tidak boleh mendatangkan mudarat (kepada isterinya) dan tidak juga

kepada orang lain.” (HR. Ibnu Majah, Ahmad dan Malik).

Talak adalah sesuatu yang halal yang dibenci oleh Allah SWT, tetapi ada

talak yang dijatuhkan oleh seorang suami yang tidak dibenci oleh Allah SWT

disebabkan oleh tindakan dan perilaku pasangannya11 diantaranya :

1. Isterinya diketahui berbuat zina;

2. Isterinya berbuat nusyuz dan sudah berkali-kali dikasih peringatan;

3. Isterinya suka mabuk, penjudi, bertindak tanduk yang bisa merugikan

lingkungan sekitarnya; dan

4. Isterinya susah diajak kerja sama dalam membina rumah tangga yang lebih

damai dan tentram, mau menang sendiri, kurang menghargai peran suami, dan

sebagainya.

Talak atau sebuah perceraian itu sah apabila dijatuhkan oleh seorang laki-

laki yang bertindak sebagai suami (atau bisa diwakilkan), dewasa (baligh), tidak

gila, dan tidak ada paksaan.

Seorang suami yang dipaksa oleh orang lain agar menceraikan isterinya

tanpa sebab-sebab yang dibenarkan oleh syariat Islam, menurut Syafi’i dan

Maliki, adalah tidak sah talaknya.

Hal ini berlandaskan pada Nabi Muhammad SAW :

“Diangkat (tidak diberikan beban hukum) kepada umatku tentang kesalahan,

kelupaan dan sesuatu yang dipaksa kepadanya.” (HR. Ibnu Majah).

11 Ibid., h. 234.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

26

Sedangkan pendapat Hanafi, talak yang dipaksakan kepada seorang

suami dan orang yang bersangkutan mau menerimanya adalah tetap sah,

karena ada tindakan menerima terhadap sesuatu yang dipaksakan itu.

Adapun seorang suami yang menjatuhkan talak kepada isterinya dan

dia dalam keadaan mabuk, menurut Syafi’i, Maliki dan Hanafi, adalah sah

jika orang yang bersangkutan itu mabuk mengikuti kemauannya sendiri,

bukan karena paksaan atau darurat lainnya. Istinbath hukum semacam ini

merupakan hukuman yang harus diterima oleh seorang pemabuk yang

bergelimang dengan kemaksiatan. Sedangkan pendapat Hanbali, seorang

suami yang sedang mabuk yang menjatuhkan talak kepada isterinya adalah

tidak sah, karena pada saat itu orang yang bersangkutan sudah hilang akal atau

bisa dikatagorikan orang hilang.

Seorang suami yang menjatuhkan talak kepada isterinya dengan

perkataan yang bolok-olok atau bersenda gurau, menurut Syafi’i dan Hanafi,

adalah sah. Ini berlandaskan kepada sabda Nabi Muhammad SAW :

“Ada tiga perkara: sesungguhnya memang benar-benar sungguh-sungguh

dan ungkapan olok-oloknya sama dengan ungkapan yang sungguh-sungguh:

yaitu nikah, talak dan rujuk.” (HR. At-Turmudzi dan Ibnu Majah).

Sedangkan pendapat Maliki dan Hanbali, suami yang menjatuhkan

talak dengan perkataan bernada senda gurau adalah tidak sah, karena ucapan

yang dilontarkan itu hanya sekedar guyonan belaka dan tidak bisa

dikatagorikan yang sungguh-sungguh.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

27

c. Dasar Hukum Perceraian

Perceraian (thalak) dalam agama Islam diatur dalam Al-Qur’an dan Al-

Hadits Nabi SAW. Dan adanya landasan tersebut menegaskan bahwa perceraian

dalam Islam dibolehkan atau halal dilakukan sebagaimana yang tercantum dalam

surat Al-Baqarah ayat 227 :

)227 :2/ البقره ( ⌧ Artinya: “Dan kalau mereka tetap hendak menceraikan isterinya itu, maka Allah

Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Selanjutnya disebutkan sebagaiman firman Allah dalam Al-Qur’an suarat

Al-Baqarah ayat 228 :

)228 : 2/ لبقره ( Artinya: “Dan wanita-wanita yang diceraikan itu harus menahan diri

(menunggu) tiga kali quru’ dan tidak boleh mereka menyembunyikan isi kandungannya yang telah diciptakan oleh Allah, jika mereka benar-benar percaya kepada Allah dan hari kemudian. Dan suaminya berhak menarik kembali isterinya itu (dalam masa iddah), kalau mereka mau berdamai. Dan kaum wanita mempunyai hak terhadap kaum pria, sebagaimana kaum pria mempunyai hak terhadap kaum wanita dengan cara yang sebaik-baiknya. Hanya kaum pria

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

28

mempunyai kedudukan lebih tinggi dari kaum wanita satu tingkat. Tuhan Maha Tinggi dan Maha Bijaksana. (QS. Al-Baqarah : 228)

Selanjutnya disebutkan sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an

Surat Al-Baqarah ayat 229 :

☺ ☺ ⌧ ☺

⌧ ☺

) : / البقره ( Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) itu hanya dua kali, sesudah itu harus

kembali rujuk lagi dengan cara yagn sebaik-baiknya, atau diceraikan lepas dengan cara yang sebaik-baiknya pula. Dan tidak dihalalkan bagi kamu mengambil kembali apa yagn sudah diberikan kepada isterimu sedikitpun juga, kecuali kalau kedua belah pihak merasa tidak akan dapat menepati batas-batas yang telah ditentukan oleh Allah. (Dalam hal ini) kalau kamu pun (para hakim) berpendapat bahwa tidak mungkin bagi kedua belah pihak dapat menepati batas-batas yang telah ditentukan oleh Allah itu, maka tidak ada dosa buat kedua belah pihak mengenai uang tebusan dari isteri-isterinya itu. Demikianlah batasan-batasan ketentuan dari Allah. Janganlah hendaknya kamu langgar batas-batas tersebut. Barang siapa yang melanggar batas-batas Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.

Firman Allah SWT surat At-Thalaq ayat 1 :

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

29

) : / الطالق (

Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (izinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barang kali, Allah mengadakan sesudah itu sesuatu ketentuan yang baru”. (Q.S. At-Thalaq ayat 1).

Firman Allah SWT surat Al-Baqarah ayat 231 :

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

30

) : / البقره ( ⌧

Artinya: “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya. Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula), janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan. Karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa berbuat demikian maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan dan ingatlah nikmat Allah padamu. Dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al-Kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkannya itu, dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasannya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah : 231)

B. Rukun Dan Syarat-Syarat Perceraian

Rukun talak ialah unsur pokok yang harus ada dalam talak dan

terwujudnya talak bergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur dimaksud. Rukun

talak ada empat, sebagai berikut12 :

a. Suami

Suami adalah yang emiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkannya,

selain suami tidak berhak menjatuhkannya. Oleh karena talak itu bersifat

menghilangkan ikatan perkawinan, maka talak tidak mungkin terwujud kecuali

setelah nyata adanya akad perkawinan yang sah.

Abu Ya’la dan Al-Hakim meriwayatkan hadits dari Jabir bahwa

Rasulullah SAW bersabda :

12 Drs. H. Abdul Rahman Ghazaly, M. A., Fikih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 201

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

31

ال طالق ال بعد نكح وال عتق اال بعد ملك

Artinya: “Tidak ada talak kecuali setelah akad perkawinan dan tidak ada

pemerdekaan kecuali setelah ada pemilikan.

Abu Daud dan Al-Tirmizi meriwayatkan hadits dari Amir Ibn Syu’aib

bahwa Rasulullah SAW bersabda :

وال طالق فيما ال النذر البن ادم تيما ال يملق واال عتق فيا ال يملك يملك

Artinya: “tidak ada nazar bagi anak Adam (manusia) tentang hal yang baik

dimiliki, tidak ada pemerdekaan budak dalam hal yang tidak dimiliki,

dan tidak ada talak dalam hal yang tidak dimiliki.

Untuk sahnya talak, suami yang menjatuhkan talak disyaratkan13 :

1. Berakal

Suami yang gila tidak sah menjatuhkan talak. Yang dimaksud dengan gila

dalam hal ini ialah hilang akal atau rusak akal karena sakit, termasuk

kedalamnya sakit pitam, hilang akal karena sakit panas, atau sakit ingatan

karena rusak syaraf otaknya.

2. Baligh

Tidak dipandang jatuh talak yang dinyatakan oleh orang yang belum dewasa.

Dalam hal ini ulama Hanabilah mengatakan bahwa talak oleh anak yang

13 Ibid, h. 202

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

32

sudah mumayyiz kendati umur anak itu kurang dari 10 tahun asalkan ia telah

mengenal arti talak dan mengetahui akibatnya, talaknya dipandang jatuh.

3. Atas kemauan sendiri

Yang dimaksud atas kemauan sendiri disini ialah adanya kehendak pada diri

suami untuk menjatuhkan talak itu dan dijatuhkan atas pilihan sendiri, bukan

dipaksa orang lain.

Kehendak dan kesukarelaan melakukan perbuatan menjadi dasar taklif dan

pertanggung jawaban. Oleh karena itu, orang yang dipaksa melakukan sesuatu

(dalam hal ini menjatuhkan talak) tidak bertanggung jawab atas perbuatannya.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :

هيلا عوهركتااسم وانيسالن واءطخ اليتم ان ععض ر اهللانا

Artinya: “Sungguh Allah melepaskan dari umatku tanggung jawab dari dosa

silap, lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepadanya.

b. Isteri

Masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak terhadap isteri

sendiri. Tidak dipandang jatuh talak yang dijatuhkan terhadap isteri orang lain.

Untuk sahnya talak, bagi isteri yang ditalak disyaratkan sebagai berikut14 :

1) Isteri itu masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami. Isteri yang

menjalani masa iddah talak raj’i dari suaminya oleh hukum Islam dipandang

masih berada dalam perlindungan kekuasaan suami. Karenaya bila dalam masa

itu suami menjatuhkan talak lagi, dipandang jatuh talaknya sehingga

14 Ibid, h. 203

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

33

menambah jumlah talak yang dijatuhkan dan mengurangi hak talak yang

dimiliki suami. Dalam hal talak ba’in, bekas suami tidak berhak menjatuhkan

talak lagi terhadap bekas isterinya meski dalam masa iddahnya, karena dengan

talak ba’in itu bekas isteri tidak lagi berada dalam perlindungan kekuasaan

bekas suami.

2) Kedudukan isteri yang ditalak itu harus berdasarkan atas akad perkawinan

yang sah. Jika ia menjadi isteri dengan akad nikah yang batil, seperti akad

nikah terhadap wanita dalam masa iddahnya, atau akad nikah dengan

perempuan saudara isterinya (memadu antara dua perempuan bersaudara), atau

akad nikah dengan anak tirinya padahal suami pernah menggauli ibu anak

tirinya itu dan anak tiri itu berada dalam pemeliharaannya, maka talak yang

demikian tidak dipandang ada.

c. Shighat Talak

Shighat talak ialah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap

isterinya yang menunjukkan talak, baik itu sharih (jelas) maupun kinayah

(sindiran), baik berupa ucapan atau lisan, isyarat bagi suami tuna wicara

ataupun dengan suruhan orang lain.

Talak tidak dipandang jatuh jika perbuatan suami terhadap isterinya

menunjukkan kemarahannya, semisal suami memarahi isteri, memukulnya,

mengantarkannya ke rumah orang tuanya, menyerahkan barang-barangnya,

tanpa disertai pernyataan talak, maka yang demikian itu bukan talak.

Demikian pula niat talak atau masih berada dalam pikiran dan angan-angan,

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

34

tidak diucapkan, tidak dipandang sebagai talak. Pembicaraan suami tentang

talak tetapi tidak ditujukan terhadap isterinya juga tidak dipandang sebagai

talak.

d. Qashdu (Sengaja),

Artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan oleh

yang mengucapkannya untuk talak, bukan untuk maksud lain. Oleh karena itu,

salah ucap yang tidak dimaksud untuk talak dipandang tidak jatuh talak,

seperti suami memberikan sebua salak kepada isterinya, semestinya ia

mengatakan kepada isterinya itu kata-kata : “Ini sebuah salak untukmu”,

tetapi keliru ucapan, berbunyi: “Ini sebuah talak untukmu”, maka talak tidak

dipandang jatuh.15

C. Perceraian Dalam Perspektif Fiqh

Menurut istilah, adalah : melepaskan ikatan (hal al-qoid) atau bisa juga

disebut pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata yang telah

ditentukan.16

Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan sebuah upaya untuk

melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan

perkawinan itu sendiri. Definisi yang agak panjang dapat dilihat di dalam

kitab kifayat al-Akhyar yang menjelaskan talak sebagai sebuah nama untuk

melepaskan ikatan nikah dan talak adalah lafaz jahiliyah yang setelah Islam

15 Ibid, h. 204

16 Azhari Akmal Tarigan dan Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada Media Grouf, 2006), h. 207

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

35

datang menetapkan lafaz itu sebagai kata untuk melepaskan nikah. Dalil-dalil

tentang talak itu berdasarkan al-Qur’an, hadist, ijma ahli agama dan ahli

sunnah.17

Dari definisi diatas, jelaslah bahwa talak merupakan sebuah institusi

yang digunakan untuk melepaskan sebuah ikatan perkawinan. Dengan

demikian ikatan perkawinan sebenarnya dapat putus dan tata caranya telah

diatur baik di dalam fikih maupun di dalam UUP. Meskipun perkawinan

tersebut sebuah ikatan suci namun tidak boleh dipandang mutlak atau tidak

boleh dianggap tidak dapat diputuskan. Perkawinan Islam tidak boleh

dipandang sebagai sebuah sakramen seperti yang terdapat di dalam agama

Hindu dan Kristen, sehingga tidak dapat diputuskan. Ikatan perkawinan harus

dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, bisa bertahan dengan bahagia dan

bisa juga putus di tengah jalan.18

Para ulama klasik juga telah membahas masalah putusnya perkawinan

ini di dalam lembaran kitab-kitab fikih. Menurut Imam Malik srebab-sebab

putusnya perkawinan adalah talak, khulu, khiyar atau fasakh, syiqoq, nusyuz,

ila’ dan zihar. Imam safi’i menuliskan sebab-sebab putusnya perkawinan

adalah talak, khulu, khiyar atau fasakh, syiqoq, nusyuz, ila’, zihar dan li’an.

As-Sarakshi juga menuliskan sebab-sebab perceraian, talak, khulu, ila’ dan

zihar.19

17 Ibid 18 Ibid

19 Ibid, h. 208

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

36

Islam mendorong terwujudnya perkawinan yang bahagia dan kekal

dan menghindarkan terjadinya perceraian (talak). Dapatlah dikatakan, pada

prinsipnya Islam tidak memberi peluang untuk terjadinya perceraian kecuali

pada hal-hal yang darurat.

Ada empat kemungkinan yang dapt terjadi dalam kehidupan rumah

tangga yang dapat memicu terjadinya perceraian20 yaitu :

1. Terjadinya nusyuz dari pihak isteri

Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan seorang isteri

terhadap suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran

perintah, penyelewengan dan hal-hal yang dapat mengganggu

keharmonisan rumah tangga.

Berdasarkan firman Allah memberikan opsi sebagai berikut :

a. Isteri diberi nasehat dengan cara yang ma’ruf agar ia segera sadar

terhadap kekeliruan yang diperbuatnya.

b. Pisah ranjang. Cara ini bermakna sebagai hukuman psikologis bagi

isteri dan dalam kesendiriannya tersebut ia dapat melakukan koreksi

terhadap kekeliruannya.

c. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, langkah berikutnya adalah

memberi hukuman fisik dengan cara memukulnya. Penting untuk

20 Ahmad Rafiq,Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 1995), h. 269-272

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

37

dicatat, yang boleh dipukul adalah bagian yang tidak membahayakan

si isteri seperti betisnya.21

2. Nusyuz Suami Terhadap Isteri

Kemungkinan nusyuz ternyata tidak hanya datang dari isteri tetapi

dapat juga datang dari suami. Selama ini sering disalah pahami bahwa

nusyuz hanya datang dari pihak isteri saja. Padahal al-Qur’an juga

menyebutkan adanya nusyuz dari suami sebagaimana yang tercantum

pada firman Allah SWT :

⌧ ☺

☺ ☯ ⌧ ☯ ⌧

⌧ ☺

) : / النساء ( Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz, atau tidak acuh

dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu menggauli isterimu dengan baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa : 4/128)

21 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta : UI Press, 1986), h. 93

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

38

Adapun nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian dari

pihak suami untuk memenuhi kewajibannya terhadap isteri, baik nafkah lahir

ataupun nafkah batin.

3. Terjadinya siqoq

Jika kedua kemungkinan diatas telah disebutkan di muka

menggambarkan satu pihak yang melakukan nusyuz sedangkan pihak yang

lain dalam kondisi normal, maka kemungkinan yang ketiga ini terjadi karena

kedua-duanya terlibat dalam syiqoq (percekcokan), misalnya disebabkna

kesulitan ekonomi, sehingga keduanya sering bertengkar.

Tampaknya alasan untuk terjadinya perceraian lebih disebabkan oleh

alasan syiqoq. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

dinyatakan bahwa syiqoq adalah perselisihan yang tajam dan terus menerus

antara suami isteri.

Untuk sampai pada kesimpulan bahwa suami isteri tidak dapat lagi

didamaikan harus dilalui beberapa proses. Sebagaimana firman Allah SWT :

☺ ☺

☯ ☺

) : / النساء ( ☺ ⌧Artinya: “Bila kamu khawatir terjadinya perpecahan antara mereka berdua,

putuslah seorang penengah masing-masing dari pihak keluarga suami dan pihak keluarga isteri. Jika keduanya menghendaki

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

39

kerukunan, Allah akan memberikan jalan kepada mereka, sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal”. (QS. An-Nisa : 4/35)

Berdasarkan ayat diatas, jelas sekali aturan Islam dalam menangani

problema kericuhan dalam rumah tangga. Dipilihnya hakam (arbitrator) dari

masing-masing pihak di karenakan para perantara itu akan lebih mengetahui

karakter, sifat keluarga mereka. Ini lebih mudah mendamaikan suami isteri

yang sedang bertengkar. An-Nawawi dalam syarah muhazzab menytakan

bahwa disunnahkan hakam itu dari pihak suami isteri, dan jika tidak boleh

dari pihak lain.22

4. Salah satu pihak melakukan perbuatan zina (fahisyah), yang

menimbulkan saling tuduh-menuduh antar keduanya.

Cara menyelesaikannya adalah dengan cara membuktikan tuduhan

yang di dakwakan, dengan cara li’an seperti telah disinggung di muka. Li’an

sesungguhnya telah memasuki “gerbang putusnya” perkawinan, dan bahkan

untuk selama-lamanya. Karena akibat li’an adalah terjadinya talak ba’in

kubro.23

Jika diamati aturan-aturan fikih berkenaan dengan talak, terkesan

seolah-olah fikih memberi aturan yang sangat longgar bahkan dalam tingkat

tertentu memberikan kekuasaan yang terlalu besar pada laki-laki. Seolah-olah

22 Azhari Akmal Tarigan dan Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta :

Kencana Prenada Media Grouf, 2006), h. 214

23 Ibid., h. 214

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

40

talak menjadi hak frerogatif laki-laki sehingga bisa saja seorang suami

bertindak otoriter, misalnya, mencerai isteri (perempuan) secara sepihak.24

Jika fikih terkesan mempermudah terjadinya perceraian, maka UUP

dan aturan-aturan lainnya terkesan mempersulit terjadinya perceraian ini

untuk dapat terwujudnya sebuah perceraian harus ada alasan-alasan tertentu

yang dibenarkan Undang-Undang dan ajaran agama. Jadi tidak semata-mata

diserahkan kepada aturan-aturan agama.25

D. Perceraian Dalam Perspektif UU No.1 Tahun 1974

Pada pasal 1 UU No.1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa tujuan

perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal berdasarkan

ketuhanan Yang Maha Esa. Namun dalam realitanya sering kali perkawinan

tersebut kandas ditengah jalan yang mengakibatkan putusnya perkawinan baik

karena sebab kematian, perceraian ataupun karena putusan pengadilan

berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.26

Pasal 38 UUP menyatakan :

Perkawinan dapat putus karena, a. Kematian, b. Perceraian, dan c. atas

keputusan pengadilan.

Kematian sebagai salah satu sebab putusnya perkawinan adalah jika

salah satu pihak baik suami atau isteri meninggal dunia. Sedangkan untuk

24 Ibid, h. 215

25 Ibid, h. 216

26 Ibid., h. 216

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

41

sebab perceraian, UUP memberikan peraturan-peraturan yang telah baku,

terperinci, dan sangat jelas. Adapun putusnya perkawinan dengan keputusan

pengadilan adalah jika kepergian salah satu pihak tanpa kabar berita untuk

waktu yang lama. Dan UUP tidak menyebutkan beberapa lama jangka waktu

untuk menetapkan hilangnya atau dianggap meninggalnya seseorang itu. Di

dalam UUP pasal 38 tersebut dipandang cukup jelas.27

Didalam PP No.9 Tahun 1975 pasal 16 dinyatakan hal-hal yang

menyebabkan terjadinya perceraian. Perceraian dapat terjadi karena alasan

sebagai berikut :

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan ;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama (2) tahun berturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal yang lain

diluar kemampuannya ;

c. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihka lain ;

d. Salah satu pihak mendapt cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menghilangkan kewajibannya sebagai suami atau isteri ;

e. Antara suami isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Selanjutnya pada pasal 39 UUP dinyatakan :

27 Ibid, h. 217

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

42

1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak.

2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami isteri

tdak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.

3) Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan

perundangan sendiri.

Pasal 41 UUP juga membicarakan akibat yang ditimbulkan oleh

perceraian. Adapaun bunyi pasalnya sebagai berikut :

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah :

a. Baik ibu atau bapak tertap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-

anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada

perselisihan mengenai penguasaan anak, pengadilan memberikan

keputusannya.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan

pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan

tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan

bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan

biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas

isteri.

Berbeda dengan putusnya perkawinan dengan sebab kematian yang

merupakan ketentuan Allah yang tidak bisa ditolak, sebab-sebab lain seperti

Page 43: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

43

percerian pada dasarnya kesalahan yang bersumber dari manusia itu sendiri.

Terjadinya perceraian misalnya, lebih disebabkan ketidak mampuan pasangan

saumi isteri tersebut merealisasikan tujuan perkawinan itu sendiri.28

28 Ibid, h. 220

Page 44: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

BAB III

GAMBARAN UMUM DESA KADU TI’IS

A. Sejarah Singkat Desa Kadu Ti’is

Nama “Ranca” adalah lahan yang dialiri air yang mengandung banyak

lumpur hingga mencapai 1-2 meter sehingga lahan ini tidak di garap oleh

masyarakat, nama “Bugel” adalah sebuah bukit/hutan tua, atau di sebut oleh

masyarakat setempat adalah “Leuweung Kolot”, dan bukit ini mempunyai

mata air yang terus mengalir ke ranca tersebut. Sehingga di satukanlah ranca

dan bukit tersebut sehingga menjadi “Rancabugel”1

Sedangkan di lihat dari sudut pemerintahan, desa Rancabugel adalah

salah satu pemekaran dari Desa Wirasinga Kecamatan Cimanuk, pada tahun

1980 Desa Wirasinga di mekarkan menjadi 3 (tiga desa) yaitu Desa

Wirasinga, Rancabugel dan Pasirmae, pada awalnya Desa Rancabugel masuk

kepada Kecamatan Cimanuk, pada tahun 2005 ada pemekaran Kecamatan

antara Kecamatan Banjar dan Kecamatan Cimanuk, dan Desa Rancabugel

masuk kepada Kecamatan baru yaitu Kecamatan Mekarjaya.

Desa Rancabugel pernah dipimpin oleh beberapa kepala desa

diantaranya :

a. Bapak Husein

b. Bapak H. Dulsirad

c. Bapak Nurdin

1 Wawancara Pribadi dengan Sumantri. Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari, 2010

43

Page 45: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

44

d. Bapak Sukraya

e. Bapak Sumantri

B. Letak Geografis

Desa Rancabugel dengan luas Wilayah seluruhnya 323 ha,

Penggunaan lahan di Desa Rancabugel terdiri Lahan Sawah 150 ha dan Lahan

Darat 173 ha. Lahan Darat terbagi pada lahan Perkebunan, Hutan dan

Pertanian dan Pemukiman.2

a. Batas-Batas Desa Rancabugel sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Gunung Cupu Kecamatan Cimanuk

Sebelah Timur : Desa Pareang, Desa Wirasinga

Sebelah Barat : Desa Pasirmae Kecamatan Cipeucang

Sebelah Selatan : Kabupaten Lebak

b. Sedangkan jarak tempuh ke desa rancabugel adalah :

Jarak dari Kecamatan Mekarjaya 10 km

Jarak dari ibu kota Kabupaten 25 km

Jarak dari ibu kota Provinsi 45 km

Jarak dari ibu kota Negara 155 km

c. Daftar Kampung atau dusun, dan jaraknya dari satu kampung ke kampung

lain 500 m-1 km. Diantaranya :

a. Kampung Rancabugel

2 Wawancara Pribadi dengan Sumantri. Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari, 2010

Page 46: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

45

b. Kampung Karoya

c. Kampung Pasir Pogor Girang

d. Kampung Pasir Pogor Kidul

e. Kampung Kebon

f. Kampung Dukuh

g. Kampung Karya Jaya Barat

h. Kampung Karya Jaya Timur

i. Kampung Panamun

j. Kampung Kadu Ti’is

k. Kampung Garunggang

l. Kampung Rancanyenang

m. Kampung Dahu

C. Kondisi Kebudayaan

Sebelum kita membahas kebudayaan di Desa Kadu Ti’is, kita bahas

pengertian kebudayaan itu sendiri terlebih dahulu. Definisi kebudayaan yang

di kemukakan oleh beberapa ahli yaitu3 :

1. Edward B. Taylor

Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya

terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, adat istiadat, dan

3 Kuntoro, ‘Pengertian Kebudayaan’, artikel diakses pada tangga 09 Februari 2010dari

http://docs.google.com.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

46

kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai

anggota masyarakat.

2. M. Jacobs dan B. J. Stern

Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi

sosial, ideologi, realigi, dan kesenian serta benda yang kesemuanya

merupakan warisan sosial.

3. Koentjaraningrat

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil

karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

diri manusia dengan relajar.

4. Dr. K. Kopper

Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan

pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara

individu maupun kelompok.

5. William H. Haviland

Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki

bersama oleh para anggota masyarakat yang jika dilaksanakan oleh para

anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat

diterima oleh semua masyarakat.

6. Kihajar Dewantara

Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia

terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan

Page 48: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

47

bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan

kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai

keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan

damai.

7. Francis Merill

• Pola-pola perilaku yang dihasilkan oleh interaksi sosial

• Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh seseorang

sebagai anggota suatu masyarakat yang ditemukan melalui interaksi

simbolis.

8. Bounded et:al

Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan

transmisi diri kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu,

misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk

mengalihkan keyakinan budaya diantara para angggota suatu masyarakat.

Pesan-peasan tentang kebudayaan yang diharapkan dapat ditemukan di

dalam media, pemerintah, institusi agama, sistem pendidikan, dan

semacam itu.

9. Mitchell (Dictionary of Soriblogy)

Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau

aktifitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah

Page 49: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

48

memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar dialihkan secara

genetikal.4

10. Robert H. Lowie

Kebudayaan adalah segala sesuatau yang diperolah individu dari

masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, nama-nama artis,

kebiasaan makan, keahlian yang diperoleh bukan dari kreatifitasnya

sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang didapat melalui

pendidikan formal atau informal.

11. Arkeologi R. Soekmono

Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda

ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.

Secara etimologi (bahasa), kebudayaan berasal dari akar kata budaya

(Budaya Sansekerta) “bodhya” yang diartikan pikiran dan akal budi.

Berbudaya berarti mempunyai budaya, mempunyai pikiran dan akal budi

untuk memajukan diri. Kebudayaan diartikan sebagai segala sesuatu yang

dilakukan oleh manusia sebagai hasil pemikiran dan akal budinya; peradaban

sebagai hasil akal budinya; ilmu pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial

yang dimanfaatkan untuk kehidupannya dan memberikan manfaat

kepadanya.5

4 Kuntoro, ‘Pengertian Kebudayaan’, artikel diakses pada tangga 09 Februari 2010dari

http://docs.google.com. 5 Dadan Anugerah dan Winny Kresnowiati, Komunikasi Antar Budaya Konsep dan

Aplikasinya, (Jakarta : Jala Permata, 2008), Cet Ke-1, h. 32

Page 50: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

49

Desa Kadu Ti’is mempunyai kebudayan tersendiri yang mungkin

berbeda dari yang lainnya. Seperti dalam bidang pengetahuan : anak-anak di

Desa ini pendidikannya bisa dihitung, lulusan SD jumlahnya 1.071 orang,

lulusan SLTP jumlahnya 227 orang, lulusan SLTA jumlahnya 52 orang,

lulusan perguruan D II jumlahnya 4 orang, SI jumlahnya 3 orang, dan yang

tidak sekolah jumlahnya 412 orang, kebanyakan orang tua disini mengatakan

bahwa buat apa anak saya sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya mereka

di dapur-dapur juga kerjanya dan lagian saya tidak mampu untuk

menyekolahkan anak saya ke tingkat yang lebih tinggi.6

Untuk masalah kepercayaan, masyarakat Desa Kau Ti’is masih

percaya kepada Allah SWT., tetapi ada juga yang masih percaya dengan guna-

guna, pelet pokoknya hal-hal yang berbau mistis. Kepercayan seperti itu

sudah menjadi kebudayaan bagi masyarakat Desa Kadu Ti’is serta kota

Pandeglang.

Kesenian di Desa Kadu Ti’is seperti alat musik yang sering mereka

gunakan adalah gendang, suling yang sering di gunakan oleh orang-orang

sunda dan sering digunakan jika ada salah seorang masyarakat sedang

mengadakan pernikahan maka sering memanggil dangdutan atau tarian-tarian

6 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumantri, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010

Page 51: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

50

seperti jaipongan dan lain-lainnya. Bukan hanya dari segi alat musiknya saja

tapi kesenian yang masih digunakan si desa ini yaitu pencak silat.7

Adat istiadat di desa ini dalam masalah pernikahan, jika ada salah satu

dari masyarakat ini ada yang melakukan pernikahan maka sesudah mereka

resmi menjadi pasangan suami isteri lalu mereka digiring atau diarak keliling

desa gunanya untuk mengetahui kepada penduduk desa sekitar bahwa mereka

berdua telah resmi menjadi pasangan suami isteri. Pasangan suami isteri

tersebut di temani oleh keluarga mereka masing-masing untuk keliling desa.

Selain itu ada juga yang sudah menjadi adat istiadat masyarakat disini,

seperti dalam setiap hari-hari besar contohnya maulid Nabi SAW., bulan

Rajab, Roah, dan bulan Syafar. Di saat bulan-bulan tertentu itu mereka

mempunyai kebiasaan melakukan sedekahan (itu sebutan bagi masyarakat

Desa Kadu Ti’is).

Setiap acara maulidan tanggal 12, 24, 25, dan 27 masyarakat

mengeluarkan sedekah buat masyarakat sekitar seperti memberikan makanan

kesetiap rumah dan semua masyarakat di Desa itu melakukannya dengan

ikhlas dan senang. Pada setiap bulan Rajab pun mereka melakukan sedekahan

seperti itu. Membawakan atau memberikan makanan kepada masyarakat

sekitar, istilahnya mereka saling tukar-menukar makanan. Begitupun saat

7 Wawancara Pribadi dengan Suprana, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 12 Juni 2010

Page 52: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

51

menjelang datangnya bulan puasa (Roah), masyarakat sekitar memberikan

atau sedekahkan makanannya kepada masyarakat sekitar.8

Jika menjelang bulan syafar, sama seperti maulidan, Rajab dan Roah

sama-sama memberikan sedekahan makanannya kepada masyarakat tetapi

disini yang bikin bedanya adalah setiap bulan syafar masyarakatnya

diwajibkan memberikan sedekah makanannya berupa ketupat dan itu sudah

menjadi tradisi di Desa Kadu Ti’is. Hanya bukan syafar saja sedekahannya

harus berupa ketupat itu yang jadi utamanya di bulan syafar.

Kalau kita lihat dari setiap acara hari-hari besar seperti yang diatas

bahwa menggambarkan di Desa ini masih kuat agamanya tetapi kenapa masih

ada yang mempercayai dengan adanya dukun ataupun yang lainnya.

Dalam masalah perceraian di Desa Kadu Ti’is ini pun sudah menjadi

tradisi mereka, setiap masyarakat yang melakukan perceraian tidak melalui

proses persidangan di karena ada beberapa faktor penyebab yang menurut

mereka tidak bisa melakukan perceraiannya di depan persidangan. Salah satu

faktor penyebabnya yaitu:

1. Letak persidangannya yang jauh dari perkampungan mereka

2. Faktor ekonomi

3. Repot dan sulitnya mengurus perceraian, mereka menginginkan perceraian

yagn simpel dan gampang.

8 Wawancara Pribadi dengan Suprana, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 12 Juni 2010

Page 53: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

52

4. Karena sudah adanya perceraian (tidak melalui proses persidangan) yang

seperti itu di Desa Kadu Ti’is sejak berdirinya Desa tersebut.

Angka perceraian di Kabupaten Pandeglang saat ini terbilang tinggi.

Berdasarkan data di Pengadilan Agama (PA) dalam kurun waktu sebulan, ada

20 hingga 25 perkara. Bahkan, sampai akhir April ini, sudah 100 perkara yang

selesai disidangkan.Walaupun begitu, bila dibandingkan kabupaten dan kota

lain di Banten, jumlahini terbilang rendah. Humas PA Pandeglang Sopyan

Maulani mengatakan, perceraian di Pandeglang mayoritas didominasi oleh

faktor ekonomi. Istri dengan terpaksa menuntut suami karena merasa tidak

dipenuhi kebutuhan hidupnya. “Penyebab lainnya karena ditinggal pergi

dalam jangka waktu lama oleh suami,” katanya kepada Radar Banten di ruang

kerjanya, Jumat (30/4). Ia menilai, jika dibanding dengan daerah lain, kasus

perceraian di Pandeglang relatif kecil. “Di sini yang menggugat cerai rata-rata

istri. Kalau dirata-rata jumlahnya mencapai 75 persen,” tukasnya seraya

menambahkan ada empat alasan isteri menggugat cerai suami.9

Pertama si suami meninggalkan isteri selama dua tahun lebih, kedua

suami tidak memberikan nafkah wajib selama tiga bulan, ketiga menyakiti

badan seperti memukul dan keempat membiarkan atau tidak mempedulikan

isteri selama enam bulan. Ia melanjutkan, tahun 2008 perkara perceraian

mencapai 150 perkara dan tahun 2009 meningkat jadi 280 kasus. “Jenis

9 Kuntoro, ‘Pengertian Kebudayaan’, artikel diakses pada tangga 09 Februari 2010 dari

http://docs.google.com.

Page 54: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

53

perceraian yang ditangani PA terbagi dua. Yakni gugat cerai (cerai yang

diajukan isteri-red) dan permohonan ikrar talak yang disampaikan

suami,”paparnya.

Dalam kesempatan ini bapak yang telah 13 tahun menjadi hakim di PA

Pandeglang meminta masyarakat mematuhi Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan. Dalam aturan itu, semua persoalan dalam

pernikahan harus diselesaikan melalui jalur ini. Rain Fachrudin meminta

Pemkab memperbanyak lapangan kerja sebagai solusi menekan angka

perceraian. “Saya yakin gugat cerai yang diajukan isteri akan berkurang jika

suami memiliki pekerjaan alias tidak menganggur,”10

D. Kondisi Ekonomi

Secara umum mata pencaharian masyarakat di Desa Rancabugel masih

mengandalkan sektor pertanian yang pada umumnya dikarenakan kondisi

yang sangat mendukung untuk pertanian, namun demikian ada beberapa

sektor lain yang menjadi andalan pendapatan masyarakat. Seperti Buruh

Perkebunan, Budidaya Ikan Air Tawar, Beternak dan Berkebun ada juga

beberapa masyarakat yang berdagang kecil-kecilan, melihat kondisi jalan

yang dilalui desa Rancabugel sekarang banyak yang rusak sehingga sulit

untuk memasarkan hasil pertanian.11

10 Kuntoro, ‘Pengertian Kebudayaan’, artikel diakses pada tangga 09 Februari 2010dari

http://docs.google.com. 11 Wawancara Pibadi dengan Bapak Sumantri, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010

Page 55: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

BAB IV

PERCERAIAN MASYARAKAT DI DESA KADU TI’IS

A. Tradisi Perceraian Masyarakat Desa Kadu Ti’is

a. Prosedur Perceraian

Semua masyarakat yang sudah berumah tangga sudah pasti

menginginkan rumah tangganya yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Akan

tetapi tidak sedikit pula masyarakat yang rumah tangganya mengalami

perselisihan yang pada ujungnya berakhir dengan sebuah perceraian.

Seperti halnya masyarakat di Desa Kadu Ti’is ternyata tidak semua

masyarakatnya dapat atau memiliki suasana sebagaimana yang mereka

inginkan. Beberapa rumah tangga tidak harmonis lagi, yang kemudian

bercerai. Mereka menganggap bahwa perceraian adalah suatu jalan yang

terbaik diantara mereka karena menurut mereka apabila tidak bercerai, salah

satu diantara mereka merasa tersakiti dikarenakan tidak ada rasa

tanggungjawab antara mereka. Selain alasan yang diatas ada juga alasan dari

terjadinya perceraian diantaranya faktor ekonomi dan karena tidak saling

memahami antara keduanya yang mengakibatkan perselisihan terus-menerus

sehingga perceraian dipilih sebagai jalan terbaik.

Perceraian bukanlah suatu yang mustahil terjadi bagi setiap

masyarakat yang sudah menikah. Masyarakat yang berada di Desa Kadu Ti’is

pun ada masyarakat yang bercerai akan tetapi mereka bercerai tidak mengikuti

54

Page 56: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

55

prosedur yang telah ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Proses perceraian yang dilakukan masyarakat Kadu Ti’is yaitu perceraian

tanpa melalui proses persidangan di pengadilan agama.

Prosedur perceraian yang dilakukan suami isteri di Desa Kadu Ti’is

langkah pertama yaitu melalui kelurahan, maupun para penghulu atau lebe

dan juga tokoh masyarakat setempat. Masyarakat yang ingin melakukan

perceraian biasanya mereka mendatangi Bapak RT setempat dan mereka

mengemukakan alasan-alasan kenapa mereka ingin bercerai, dalam hal ini

Bapak RT berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang ingin bercerai

dengan segala cara, jika RT setempat tidak mampu lagi untuk mendamaikan

kedua belah pihak untuk hidup rukun, maka Bapak RT menghadirkan RW

setempat.1

Tugas RT dan RW dalam hal ini yaitu bermusyawarah untuk berusaha

mendamaikan kedua belah pihak yang ingin melakukan perceraian, jika RT

dan RW tidak sanggup membujuk kedua belah pihak untuk rukun kembali dan

tidak sanggup mendamaikan mereka maka dari pihak RT dan RW memanggil

atau menghadirkan Bapak lurah, penghulu dan tokoh masyarakat juga para

saksi dari pihak keluarga masing-masing.

Pasangan suami isteri yang ingin melakukan perceraian setelah sudah

memberitahukan kepada RT, RW, Bapak Lurah, penghulu, dan tokoh

1 Wawancara Pribadi dengan Bapak Abah Ibin, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari

2010, Jam 14:10

Page 57: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

56

masyarakat, kemudian suami mengucapkan kata cerai kepada isterinya yang

disaksikan oleh pihak keluarga masing-masing dan dihadapan penghulu,

setelah kata talak itu di ucapkan maka resmilah mereka bercerai dan bagi

mereka itu sudah sah perceraian kedua belah pihak.

Persyaratan yang lain yaitu hanya selembar kertas yang berisi

ungkapan bahwa telah terjadi perceraian diantara keduanya, yang kemudian

ditanda tangani oleh suami dan istri yang bercerai di atas materai. Dari tata

perceraian yang mereka lakukakan tersebut sudah dianggap sah, dan yang

menjadi bukti dari perceraian mereka adalah selembar kertas yang berisi

ungkapan cerai lalu selembar kertas itu di pegang oleh kedua belah pihak

yang sudah sah melakukan perceraian.2

Tradisi atau kebiasaan perceraian yang berlaku di desa kadu ti’is sudah

berlaku sejak dahulu kala hingga sekarang pun tradisi ini tetap berjalan. Bagi

masyarakat kadu ti’is proses perceraian yang mereka lakukan sudah sah dan

mempunyai kekuatan hukum, sehingga mereka tidak merasa takut akan hal

yang datang dikemudian hari jika salah satu diantara kedua belah pihak ada

menuntut hak asuh anak dan menuntut harta gono gini, karena mereka

memiliki selembar kertas yang berisi ungkapan cerai yang ditanda tangani di

atas materai. Itulah yang dapat dijadikan bukti oleh mereka.3

2 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sanuri, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010 3 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sanuri, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010

Page 58: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

57

Jika perceraian sudah terjadi ada kemungkinan kedua belah pihak

rujuk kembali dan bisa juga tidak, dengan kata lain tetap bersatus janda atau

duda bahkan ada juga yang menikah lagi dengan orang lain yang dianggap

lebih baik dari pasangan mereka sebelumnya. Bagi mereka yang akan

menikah lagi dengan yang lain maka harus menunjukkan tanda bukti bahwa

dia sudah bercerai dengan pasangannya yang sebelumnya.

Mengenai perceraian biasanya diprioritaskan adalah anak-anak dan

bagaimana masa depannya. Namun bagi masyarakat Kadu Ti’is perceraian

bukanlah penghalang bagi anak-anak mereka untuk mendapatkan kasih

sayang dari orang tua kandung mereka. Hal ini karena mereka memberikan

kebebasan kepada anaknya untuk ikut ke bapak atau ibunya. Orang tua

mereka tetap mengutamakan kasih sayang kepada anak-anak mereka

meskipun sudah bercerai.4

Sedangkan mengenai harta bersama menurut tradisi masyarakat Kadu

Ti’is jatuhnya kepada istri dikarenakan anak yang diperoleh dari

pernikahannya yang terdahulu diasuh oleh mantan isterinya sehingga harta

bersama tersebut jatuh kepda mantan isterinya guna untuk kehidupan anaknya

pada saat ini dan masa depannya. Setelah terjadi perceraian suami tidak boleh

mempermasalahkan mana yang menjadi hak isterinyaa dan suaminya tidak

berhak untuk meminta bahkan menggunakannya sedikitpun.5

4 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sanuri, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010 5 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sanuri, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010

Page 59: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

58

Prosedur perceraian baik penerimaan perkara sampai jalannya

persidangan secara global, mulai dari pendaftaran perkara di kepaniteraan

pengadilan sampai perkara tersebut disidangkan.

Awal surat gugatan atau permohonan yang telah dibuat dan

ditandatangani diajukan kepanitera Pengadilan Agama atau (surat gugatan

diajukan pada sub kepaniteraan gugatan sedangkan permohonan pada sub

kepaniteraan permohonan) Undang-Undang membedakan antara perceraian

atas kehendak isteri. Hal ini karena karakteristik Hukum Islam dalam

perceraian memang menghendaki demikian.6

Perceraian atas kehendak suami disebut dengan cerai talak dan

perceraian atas kehendak isteri disebut cerai gugat. Menurut Hukum Islam

suamilah yang memegang tali perkawinan, oleh karenanya suamilah yang

berhak melepaskan tali perkawinan dengan mengucapkan ikrar talak.

Pemohonan cerai talak meskipun bentuknya adalah permohonan tetapi pada

hakekatnya adalah kontentius (perkara gugatan). Sedangkan perceraian atas

kehendak isteri disebut dengan cerai gugatan.7

Sebelum perkara terdaftar di kepaniteraan, penitera melakukan

penelitian terlebih dahulu terhadap kelengkapan berkas perkara (penelitian

terhadap bentuk dari isi gugatan permohonan) sudah dilakukan sebelum

perkara didaftarkan. Misalnya dalam membuat surat gugatan kepaniteraan

6 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, (Jakarta : Pustaka Pelajar, 2003), Cet Ke4, h. 206

7 Ibid., h. 208

Page 60: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

59

dibolehkan memberikan arahan pada penggugat apabila dalam gugatan yang

dibuat tidak sesuai. Apabila terjadi kesalahan dalam gugatan atau permohonan

maka tidak boleh didaftarkan sebelum petita dan positanya jelas.

Jika hal tersebut terjadi maka gugatan atau permohonan tersebut

terlebih dahulu harus diperbaiki, panitera sebagai pihak yang mempunyai

kewenangan dalam meneliti berkas gugatan atau permohonan sebaiknya

melakukan penelitian tersebut disertai dengan membuat resume tentang

kelengkapan berkas perkara, lalu berkas perkara beserta resume tersebut

diserahkan kepada ketua pengadilan (dengan buku ekspedisi lokal

sebenarnya) dengan disertai saran tidak misalnya berbunyi “syarat-syarat

cukup dan siap untuk di sidangkan”.8

Kemudian penggugat atau pemohon menghadap kemeja I untuk

menaksir besarnya biaya perkara dan menulisnya pada surat kuasa untuk

membayar (SKUM). Besarnya biaya perkara diperkirakan harus telah

mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut. Hal ini sejalan dengan

pasal 193 Rbg atau pasal 182 ayat (1) HIR atau pasal 90 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 Perubahan dari Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, yang meliputi :

a. Biaya kepaniteraan dan biaya materai

b. Biaya pemeriksaan saksi ahli, juru bahasa dan biaya sumpah

8 Raihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

2001), Cet Ke2, Cet Ke8, h. 129

Page 61: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

60

c. Biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan hakim yang lain

d. Biaya pemanggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah pengadilan

yang berkenaan dengan perkara tersebut.9

Ketentuan diatas tidak berlaku bagi yang tidak mampu dan diizinkan

untuk mengajukan gugatan perkara secara prodeo (Cuma-Cuma). Ketidak

mampuannya dapat dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari

lurah atau kepala desa setempat yang dilegalisir oleh camat. Setelah itu,

penggugat atau pemohon menghadap kemeja II dengan menyerahkan surat

gugatan atau permohonan dan surat kuasa untuk membayar (SKUM) yang

telah dibayar. Setelah selesai, kemudian surat gugatan atau permohonan

tersebut dimaksudkan dalam map berkas acara, kemudian menyerahkannya

pada wakil panitia untuk disampaikan kepada ketua pengadilan melalui

panitera.10

Setelah terdaftar, gugatan diberi nomor perkara, kemudian diajukan

kepada ketua pengadilan, setelah ketua pengadilan menerima gugatan maka ia

menunjuk hakim yang ditugaskan untuk menangani perkara tersebut. Pada

prinsipnya pemeriksaan dalam persidangan dilakukan oleh hakim maka ketua

9 Pasal 90 ayat (1), Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Perubahan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, h. 74 10 M. Fauzan, Pokok-Pokok Acara Peradilan Agama Dan Mahkamah Syar’iyah Di Indonesia,

(Jakarta : Kencana, 2005), Cet Ke2, h. 14

Page 62: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

61

menunjuk seorang hakim sebagai ketua majelis dan dibantu dua orang hakim

anggota.11

Setalah itu hakim bersangkutan dengan surat ketetapannya dapat

menetapkan hari, tanggal serta jam, kapan perkara itu akan disidangkan, ketua

majelis memerintahkan memanggil kedua belah pihak supaya hadir dalam

persidangan. Pasal 121 HIR,12 untuk membantu majelis hakim dalam

menyelesaikan perkara, maka ditunjuk seorang atau lebih penitera sidang

dalam hal ini panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera

pengganti.13

Tata cara memanggil dimana harus secara resmi dan patut, yaitu :

a. Dilakukan oleh jurusita atau jurusita pengganti diserahkan kepada pribadi

yang dipanggil ditempat tinggalnya.

b. Apabila tidak ditemukan maka surat panggilan tersebut diserahkan kepada

kepala desa dimana ia tinggal.

c. Apabila salah seorang telah meninggal dunia maka disampaikan kepada

ahli warisnya.

11 R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata: Tata Cara Dan Proses Persidangan, (Jakarta :

Sinar Grafika, 2004), Cet Ke6, h. 39 12 M. Fauzan, Pokok-Pokok Acara Peradilan Agama Dan Mahkamah Syar’iyah Di Indonesia,

(Jakarta : Kencana, 2005), Cet Ke2, h. 13

13 A. Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2006), Cet Ke1, h. 214

Page 63: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

62

d. Setelah melakukan pemanggilan maka jurusita harus menyerahkan risalah

(tanda bukti bahwa para pihak telah dipanggil) kepada hakim yang akan

memeriksa perkara yang bersangkutan.

e. Kemudian pada hari yang telah ditentukan sidang perkara dimulai.14

Sedangkan proses pemeriksaan perkara di depan sidang dilakukan

melalui tahap-tahap dalam hukum acara perdata sebagaimana yang telah

tertera dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 perubahan dari Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pasal 5415 : “hukum

acara yang berlaku pada pengadilan Agama dalam lingkungan peradilan

Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada pengadilan dalam

lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam

Undang-Undang ini”.

Setelah hakim membuka sidang dan dinyatakan terbuka untuk umum,

dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan tentang keadaan para pihak, ini

hanya bersifat cecking identitas para pihak apakah para pihak sudah mengerti

mengapa mereka dipanggil untuk menghadiri sidang. Pada uapaya

perdamaian, inisiatif perdamaian dapat timbul dari hakim penggugat ataupun

tergugat. Hakim harus sungguh-sungguh mendamaikan para pihak apabila

ternyata upaya perdamaian yang dilakukan tidak berhasil, maka sidang

14 R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata: Tata Cara Dan Proses Persidangan, (Jakarta :

Sinar Grafika, 2004), Cet Ke6, h. 40 15 Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, h. 202-203

Page 64: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

63

dinyatakan tertutup untuk umum dilanjutkan ketahap pemeriksaan diwali

dengan membaca surat gugatan.16

Selanjutnya pada tahap dari tergugat, pihak tergugat diberikan

kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala kepentingannya

terhadap penggugat melalui hakim. Pada tahap replik penggugat kembali

menegaskan isi gugatannya yang dilakukan oleh tergugat dan juga

mempertahankan diri atas sanggahan-sanggahan yang disangkal tergugat.

Kemudian pada tahap duplik, tergugat dapat menjelaskan kembali jawabannya

yang disangkal oleh penggugat.17

Tahap replik dan duplik dapat diulang-ulang sampai hakim dapat

memandang cukup, kemudian dilanjutkan dengan pembuktian. Pada tahap

pembuktian, penggugat dan tergugat mengajukan semua alat-alat bukti yang

demikian untuk mendukung jawabannya (sanggahan-sanggahan), masing-

masing pihak berhak menilai alat bukti pihak lawannya.

Kemudian tahap kesimpulan, masing-masing pihak mengajukan

pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan. Kemudian pada tahap putusan,

hakim menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara tersebut dan

menyimpulkan dalam putusan dan putusan hakim adalah untuk mengakhiri

sengketanya.

16 R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata: Tata Cara Dan Proses Persidangan, (Jakarta :

Sinar Grafika, 2004), Cet Ke6, h. 41-42 17 Ibid., h. 43

Page 65: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

64

b. Alasan Perceraian dan faktor perceraian

Yang dimaksud dengan alasan perceraian di sini adalah suatu kondisi

dimana suami atau isteri mempergunakannya sebagai alasan untuk mengakhiri

atau memutuskan tali perkawinan mereka.

Di Indonesia dalam hal masalah perceraian telah diatur dalam

rangkaian Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Dan

sebagai warga Negara Indonesia sudah sepatutnya kita harus mentaati dan

menjalankan peraturan yang ada. Pada pasal 39 ayat 1 menerangkan bahwa

“perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak.”

Dalam hal terjadinya perceraian haruslah memenuhi beberapa alasan-

alasan. Sehingga perceraian tersebut dapat terlaksana, hal ini sesuai dengan

pasal 39 ayat 2 undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang

berbunyi : “Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa

antara suami dan isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.”

Tradisi perceraian masyarakat di Kadu Ti’is yang dilakukan diluar

persidangan di Pengadilan Agama sudah menjadi adat atau kebiasaan yang

dilakukan masyarakat di desa ini dan berlaku hingga sekarang. Perceraian

yang terjadi ini terdapat berbagai macam alasan diantaranya yaitu:18

18 Wawancara Pribadi dengan Abah Ibin, Desa Kadu Tti’is Pandegllang, 13 Februari 2010

Page 66: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

65

1. Faktor ekonomi, seperti yang sudah kita ketahui biaya perceraian melalui

Pengadilan Agama sangatlah tinggi sehingga bagi masyarakat yang

berlatar belakang ekonomi menengah kebawah dalam hal ini masyarakat

Kadu Ti’is tidaklah mampu menyelesaikan masalah perceraian mereka

melalui Pengadilan Agama.

2. Waktu persidangan (proses persidanga sangat lama)

3. Karena perselingkuhan dari salah satu pihak (suami atau isteri) dan

4. Karena meninggal dunia.

Berdasarkan alasan-alasan diatas yang banyak terjadi perceraian di

Desa Kadu Ti’is dikarenakan meninggal dunia dan perselingkuhan. Bagi

masyarakat Desa Kadu Ti’is jika telah terjadi perselingkuhan maka jalan yang

terbaik yaitu perceraian, hal ini dianggap bila diteruskan rumah tangganya

tidak akan harmonis lagi.19

Sebenarnya masih banyak alasan-alasan yang sering terjadi dalam

perceraian di dalam rumah tangga masyarakat Desa Kadu Ti’is yaitu

dikarenakan faktor perekonomian, kurangnya komunikasi antara suami dan

isteri, ditinggal mati (meninggal) oleh salah satu dari mereka, perselingkuhan.

Alasan tersebut yang sering membuat perceraian terjadi.

Perceraian yang dilakukan di luar persidangan yang sudah menjadi

tradisi di Desa Kadu Ti’is ini merupakan hal yang tidak boleh berlaku lagi di

19 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumantri, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari,

2010

Page 67: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

66

Indonesia. Prosedur perceraian sudah diatur sedemikian rupa, sehingga

perceraiannya sah menurut Agama dan Negara. Sedangkan yang melatar

belakangi terjadinya perceraian di luar persidangan di Desa Kadu Ti’is yang

paling utama adalah faktor ekonomi.20

Dengan kurangnya ekonomi bagi masyarakat Kadu Ti’is ini suatu

hambatan bagi mereka untuk menjalankan peraturan-peraturan hukum yang

ada di Indonesia khususnya mengenai perceraian. Masyarakat Kadu Ti’is

merasa tidak mampu untuk membayar pengeluaran untuk mengurusi prosedur

perceraian yang dilakukan di pengadilan. Maka mereka memilih untuk

bercerai yang tidak sah menurut Negara, yaitu yang hanya dihadiri dari pihak

KUA, suami dan isteri yang akan bercerai kemudian mendatangani surat cerai

yang ditulis di selembar kertas yang bermaterai.

Mengenai putusnya perkawinan yang disebabkan oleh perceraian ada

beberapa alasan yang melatarbelakangi kenapa perceraian dapat terjadi. Hal

ini dijelaskan dalam kompilasi hukum Islam pasal 116 dan PP No. 9 tahun

1975 pasal 19. Terdapat juga pasal 39 ayat 2 UUP No.1 tahun 1974.

Alasan perceraian menurut hukum Islam adalah :

1. Tidak ada lagi keserasian dan keseimbangan dalam suasana rumah tangga,

tidak ada lagi rasa kasih sayang yang merupakan tujuan dan hikmah dari

perkawinanan

20 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumantri, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari

2010

Page 68: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

67

2. Karena salah satu pihak berpindah Agama

3. Salah satu pihak melakukan perbuatan Keji

4. Suami tidak memberi apa yang seharusnya menjadi hak Isteri

5. Suami melanggar janji yang pernah diucapkan sewaktu Akad Pernikahan

(Taklik Talak).21

Hal-hal yang menjadi sebab putusnya Ikatan Perkawinanan antara

seorang suami dengan seorang Isteri yang menjadi pihak-pihak terkait dalam

perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan pasal 38 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan ada tiga

sebab, yaitu karena kematian, karena Perceraian, dan atas keputusan

pengadilan agama.22

Perceraian bisa merupakan sebab hak suami, sebab hak istri, dan sebab

keputusan pengadilan.

1. Sebab yang merupakan hak suami

Islam memperbolehkan untuk memutus ikatan perkawinan atas dasar

kemauan pihak-pihak. Suami di beri hak untuk melaksanakan suatu perbuatan

hukum yang akan menjadi sebab pemutusannya. Perbuatan hukum itu disebut

dengan Talak.23

2. Sebab yang merupakan Hak Isteri.

21 Muhammad Hamidy, Perkawinan Dan Permasalahannya, (Surabaya : Bina Ilmu, 1980), h. 22 Ahmad Khuzari, MA., Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

1995), Cet 1, h. 117 23 Ibid, h. 117-118

Page 69: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

68

Isteri diberi hak untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang

menjadi sebab putusnya perkawinan, perbuatan hukum tersebut adalah

Khul’un.24 Isteri meminta suaminya untuk melakukan pemutusan tali ikatan

perkawinan dengan cara isteri menyediakan pembayaran untuk menembus

dirinya kepada suami.

3. Sebab atas keputusan Pengadilan.

Sesuai dengan kedudukannya, kekuasaan atau hak pengadilan berada

di luar pihak-pihak yang mengadakan akad sehingga dalam hal pemutusan

hubungan ikatan perkawinan ini pengadilan tidak melakukan inisiatif

keterlibatannya terjadi apabila salah satu pihak, baik pihak suami ataw pihak

isteri mengajukan gugatan atau permohonan kepada pengadilan.25

Suami isteri memiliki hak yang sama untuk melakukan perceraian

karena para pihak itu tidak melaksanakan hak dan kewajiban dalam rumah

tangga. Akan tetapi perceraian itu, harus dengan alasan-alasan yang sesuai

dengan apa yang telah diatur dalam Undang-Undang.

Adapun menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

perkawinan pasal 39 ayat 2 dijelaskan bahwa untuk melakukan perceraian

diperlukan alasan-alasan yang dapat di jadikan dasar untuk perceraian, oleh

karena itu dalam peraturan pemerintahan nomor 9 tahun 1975 tentang

pelaksanaan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal

24 Ibid, h. 121 25 Ibid, h. 123

Page 70: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

69

19 dan dalam kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 116 dan 51 menjelaskan

tentang alasan perceraian yang dapat terjadi.

Untuk itu penulis berusaha untuk menguraikannya satu persatu sebagai

berikut :

1. Salah satu pihak berbuat Zina atau pemabuk, pemadat, penjudi dan lain

sebagainya yang sukar disembuhkan

Zina adalah perbuatan yang dilarang oleh agama. Zina merupakan alasan

untuk bercerai. Pembuktian zina ini dapat dibuktikan dengan mendengar

kesaksian para saksi yang memang benar-benar mengetahuai perbuatan

zina tersebut. Namun dalam pembuktian ini sangat sulit untuk di

buktikan, maka dalam persidangan digunakan istilah perselingkuhan.

Awal dari perbuatan ini menimbulkan pertengkaran serta memancing

konflik dalam rumah tangga secara terus menurus.begitu pula dengan

perbuatan judi, madat serta mabuk yang berdampak sama dengan

perbuatan zina.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya.

Perceraian dengan alasan diatas bertujuan untuk melindungi pihak yang

ditinggalkan karena tidak ada kejelasan tentang informasi keadaan pihak

yang meninggalkan. Jadi pihak yang ditinggalkan dapat dilindungi dari

haknya.

Page 71: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

70

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau

hukumannya lebih berat setelah per kawinan berlangsung.

Dalam peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Pasal 23 disebutkan bahwa :

Gugatan perceraian karena salah seorang suami atau isteri mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun hukuman yang lebih berat, sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 19 huruf (c) maka untuk mendapatkan putusan perceraian, sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutus perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Hal ini berarti pihak tergugat tidak dapat melumpuhkan alat bukti yang

diajukan penggugat, karena hakim pun terikat secara mutlak atas alat bukti

tersebut, dengan syarat :

a. Hukuman yang dijatuhkan paling rendah lima tahun penjara

b. Putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

c. Adanya keterangan dari pengadilan yang bersangkutan, menjelaskan

bahwa putusan pidana tersebut telah benar mempunyai hukum tetap

d. Putusan dijatuhkan setelah perkawinan berlangsung antara suami

isteri.26

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

26 M. Yahya Harap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta : Pustaka

Kartini, 1993), Cet Ke 2, h. 260

Page 72: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

71

Jika seorang suami melakukan penganiayaan berat terhadap

isterinya, maka isteri berhak mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya

di pengadilan. Sebagai langkah untuk tidak terjadi lagi hal-hal yang lebih

buruk lagi.

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri.

Cacat badan juga dapat dijadikan alasan untuk bercerai, ini disebabkan

oleh karena salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya sebagai

suami isteri. Perceraian pada alasan ini bisa tidak terjadi kalau masing-

masing pihak dapat menerima kekurangan serta kelebihan masing-masing.

6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak pada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah

tangga.

Pertengkaran yang terjadi antara suami isteri secara terus menerus ini

berdampak buruk bagi kelangsungan hidup rumah tangga mereka. Semua

usaha harus dilakukan untuk berdamai antara suami isteri tersebut tapi kalau

tidak bisa maka salah satu jalan adalah perceraian.

Masyarakat Desa Kadu Ti’is melakukan perceraian tanpa melalui

proses persidangan di Pengadilan Agama karena ada beberapa faktor yang

menyebabkan masyarakat hanya melakukan perceraiannya melalui saksi-saksi

dari kedua belah pihak. Faktor diantaranya letak Pengadilan Agama yang jauh

dari perkampungan mereka, ketidak tahuan mereka dalam melakukan

Page 73: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

72

perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan lain

sebagainya.

Faktor yang menyebabkan perceraian sering terjadi dalam rumah

tangga di Desa Kadu Ti’is diantaranya yaitu27 :

1. Faktor Perekonomian

Masyarakat Desa Kadu Ti’is masih mengandalkan dari sektor pertanian

karena kondisi yang sangat mendukung untuk pertanian, ada beberapa

sektor lain yang menjadi andalan masyarakat Desa Kadu Ti’is seperti dari

perkebunan salah satunya kelapa muda yang sering dijual keluar daerah,

pertenakan seperti melihara kambing, ayam dan sebagainya. Mereka

hanya mengandalkan penghasilan dari perkebunan, pertanian dan

perternakan saja, itupun tidak banyak yang didapat dari penghasilan

tersebut.

2. Letak Pengadilan Agama yang jauh

Jarak antara perkampungan dengan kotanya sangat jauh dijangkau oleh

masyarakat perkampungan. Bukan hanya letak Pengadilan saja yang jauh

tapi dari perkampungan kepasarpun sangat jauh jaraknya dan sulit

dijangkau oleh masyarakat perkampungan. Kebanyakan masyarakat yang

bertempat tinggal diperkampungan seperti di Desa Kadu Ti’is ini harus

mempunyai kendaraan seperti motor. Motor yang mereka punya hampir

27 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumantri, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari

2010, Pukul 13:00

Page 74: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

73

seluruhnya motor bodongan yang tidak mempunyai STNK dan mesin

yang sudah diganti oleh mereka masing-masing. Masyarakat sekitar

walaupun membeli motor bodongan seperti itu, bagi mereka yang penting

hanya sebagai kendara untuk mereka pergi jauh-jauh seperti kepasar itu

sudah jauh jika sudah melewati pasa mereka tidak berani karena sudah

banyak polisi, bisa-bisa mereka terkena tilang oleh polisi.

3. Faktor ketidak tahuan masyarakat terhadap perceraian

Pada dasarnya masyarakat yang tinggalnya di perkampungan ataupun di

pedesaan tidak mengetahui adanya peraturan yang dibuat oleh pemerintah.

Ada juga yang sudah mengetahui tapi berpura-pura tidak mengetahuinya,

itu yang membuat masyarakatnya menjadi tidak memperdulikan terhadap

peraturan-peraturan yang sudah ada.

4. Faktor Pendidikan

Pendidikan masyarakat di Desa Kadu Ti’is kebanyakan lulusannya hanya

sampai tingkat SLTA, untuk melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi lagi

orang tua tidak bisa membiayainya dikarenakan mahalnya biaya

perguruan tinggi. Bagi orang tua disana, anak mereka bisa bersekolah

sampai tingkat SD saja sudah bersyukur alhamdulilah. Masyarakat di Desa

Kadu Ti’is hanya lulus sampai SD dan yang tidak bersekolah jumlah

masih banyak sekitar 412 orang makanya mereka tidak mengetahui

peraturan diluar dari Desa mereka seperti peraturan Undang-Undang

tentang perceraian dan yang lain-lain. Jika kita lihat pendidikan di Desa

Page 75: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

74

Kadu Ti’is sudah jelas bahwa sangat kurangnya pendidikan disana.

Pengetahuan serta wawasan masyarakat disana sangat kurang sekali,

makanya mereka tidak mengerti tentang apa itu Undang-Undang, cara

menggunakan komputer, dan yang lainnya.

Ada yang melanjutkan sampai keperguruan tinggi S1 jumlahnya 3

orang dan DII jumlahnya 4 orang. Rata-rata masyarakat yang mempunyai

gelar DII dan S1 menjabat sebagai lurah di desa dan ada juga yang menjadi

tokoh Agama yang suka mengajar ngaji disana pokoknya masyarakat yang

sekolahnya sampai tingkat tinggi mendapatkan kepercayaan dari masyarakat

sekitar dan dihormati.

c. Kekuatan Hukum Perceraian

Tidak ada seorang pun yang ketika melangsungkan perkawinan

mengharapkan akan mengalami perceraian. Apalagi jika dari perkawinan itu

telah dikaruniai anak. Walaupun demikian ada kalanya ada sebab-sebab

tertentu yang mengakibatkan perkawinan tidak dapat diteruskan lagi sehingga

terpaksa harus terjadi perceraian antara suami isteri.

Untuk melakukan perceraian pihak yang ingin melakukan perceraian

harus mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan. Hal ini sesuai dengan

ketentuan pasal 39 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 yang menentukan

bahwa ”pengadilan hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

Page 76: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

75

kedua belah pihak yang akan bercerai itu, maka perceraian tidak jadi

dilakukan.

Dalam hal ini adanya ketentuan bahwa perceraian harus dilakukan di

depan sidang pengadilan, semata-mata ditujukan demi kepastian hukum dari

perceraian itu sendiri. Seperti diketahui bahwa putusan yang berasal dari

lembaga peradilan mempunyai kepastian hukum yang kuat, dan bersifat

mengikat para pihak yang disebutkan dalam putusan itu. Dengan adanya sifat

yang mengikat ini, maka para pihak yang tidak mentaati putusan pengadilan

dapat dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku. Sebagai contoh, bekas

suami yang tidak mau memberikan biaya hidup yang ditentukan oleh

pengadilan selama isteri masih dalam masa iddah atau tidak mau memberikan

biaya pemeliharaan dan pendidikan anank yang di wajibkan kepadanya, dapat

dituntut oleh bekas isteri dengan menggunakan dasar putusan pengadilan yang

telah memberikan kewajiban itu kepada bekas suami.

Adapun pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus perkara

perceraian ialah Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam.28

Setelah perkawinan putus karena perceraian, maka sejak perceraian itu

mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dalam arti telah tidak ada upaya

hukum lain lagi oleh para pihak, maka berlakulah segala akibat putusnya

perkawinan karena perceraian. Jika dari perkawinan yang telah dilakukan,

28 Soemati, ‘Kekuatan Hukum Perceraian’, Artikel Diakses Pada Tanggal 20 Agustus 2009

dari http://docs.google.com

Page 77: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

76

terdapat anak, maka terhadap anak tersebut berlaku akibat perceraian

sebagaimana diatur dalam pasal 41 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974.

Itu kekuatan hukum menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

sedangkan menurut tradisi di Desa Kadu Ti’is bagi suami isteri yang ingin

bercerai hanya mendatangkan saksi kedua belah pihak dan di depan bapak

Sumantri (dalam kedudukan/jabatan sebagai lurah)setelah itu pihak-pihak

yang akan melakukan perceraian menandatangi surat cerai diatas selembar

kertas yang bermaterai, selembar kertas yang bermaterai tersebut oleh

masyarakat lingkungan desa Kadu Ti'is beranggapan sudah mempunyai

kekuatan hukum tetap, setelah itu kertas tersebut di pegang oleh kedua belah

pihak yang sudah sah bercerai. Kemudian ada lagi tradisi yang menganggap

atau melakukan perceraian hanya dengan ucapan yang di ucapkan di depan

saksi-saksi kedua belah pihak seperti orang tua dari sang suami dan kedua

orang tua sang isteri.

Sebenarnya kekuatan hukum yang seperti itu tidak sah jika dilihat dari

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. kekuatan hukum tersebut juga tidak

bisa dijadikan bukti jika suatu saat nanti salah satu dari mereka melakukan

tuntutan seperti kewajiban mantan suami memberikan biaya pemeliharaan dan

pendidikan anak maka sang isteri tidak bisa menuntut mantan suaminya

dikarenakan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap yang bisa dan

mengharuskan mantan suaminya memberikan biaya pemeliharaan dan

Page 78: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

77

pendidikan anaknya. Kekuatan hukum mereka hanya sebuah selembar kertas

yang bermaterai saja, itu tidak bisa dijadikan kekuatan hukum tetap atau

kekuatan hukum yang kuat dan bersifat mengikat karena tidak ada keputusan

dari pengadilan, itu hanya keputusan dari kedua orang tua mereka masing-

masing.

Tradisi perceraian di Desa Kadu Ti’is tidak pernah mengalami

permasalahan seperti menuntut mantan suami agar memberikan biaya

pemeliharaan dan pendidikan anak atau sebaliknya mantan isteri dituntut

untuk melakukan keadilan dalam mengatur anaknya untuk bisa hidup bersama

mantan suaminya

B. Akibat Perceraian Masyarakat Di Desa Kadu Ti’is

Akibat perceraian ialah bahwa suami dan isteri hidup sendiri-sendiri,

isteri atau suami dapat bebas untuk menikah lagi dengan orang lain.

Perceraian membawa konsekwensi yuridis yang berhubungan dengan status

isteri, status anak dan status harta kekayaan. Sesudah perceraian bekas isteri

dapat bebas untuk menikah setelah masa iddah berakhir. Persetubuhan antara

bekas suami dan bekas isteri dilarang, sebab mereka sudah tidak terikat dalam

pernikahan yang sah lagi. Terhadap isteri, sebagai akibat terjadinya

perceraian, isteri dapat menikah kembali setelah masa iddah berakhir baik

dengan bekas suami ataupun dengan orang lain.29

29 Masyudin, ‘Akibat Perceraian’, Artikel Diakses Pada Tanggal 19 Juli 2010 dari

http://www.Skripsi-Tesis.com,

Page 79: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

78

Akibat dari perceraian tersebut yaitu berdampak terhadap isteri yang

berstatus janda atau suami yang berstatus duda, perebutan hak asuh anak,

perkembangan anak dan psikologi terhadap anak, kecewanya orang tua dari

masing pihak yang melihat anaknya telah bercerai dan masih banyak lagi

akibat dari perceraian.

Apabila perkawinan yang diharapkan tidak tercapai, dan perceraian

yang diambil sebagai jalan keluarnya maka akan timbul akibat dari perceraian

itu sendiri. Dalam hal ini baik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 atau

Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur hal tersebut pada pasal-pasal berikut

ini, yaitu :

1. Dalam pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 197430 disebutkan,

akibat putusnya perkawinan karena percerian ialah :

a. Baik Ibu atau Bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik

anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana

ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan

menghindari keputusan:

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan

pendidikan yang di perlukan anak itu; Bilamna bapak dalam

kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut pengadilan dapat

menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut:

30 Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : Pradnya

Paramita, 2006), h. 549

Page 80: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

79

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan

biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas

isteri;

2. Dalam Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam (KHI)31 dinyataakan, bilamana

perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

a. Memberikan Mut’ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa

uang atau benda kecuali bekas isteri tersebut Qobla al-Dukhul;

b. Memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama

dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusyuz

dan dalam keadaan tidak hamil:

c. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya, dan separoh apabila

Qobla al-Dukhul;

d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum

mencapai umur 21 tahun:

e. Dalam Pasal 150 dinyatakan, bekas suami berhak melakukan rujuk’

kepada bekas isterinya yang masih dalam masa iddah;

f. Dalam Pasal 151 dinyatakn, Bekas Isteri selama dalam masa iddah,

wajib menjaga dirinya tidak menerima pinangan dan tidak menikah

dengan pria lain;

31 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta ; Akademik Presindo, 2004),

h. 149

Page 81: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

80

g. Dalam Pasal 152 dinyatakan, Bekas isteri berhak mendapat nafkah

iddah dari bekas suaminya kecuali bila ia nusyuz;

h. Dalam Pasal 156 dinyatakan Akibat putusnya perkawinan karena

perceraian ialah:

a. Anak yang belum mumayiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya,

kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan

oleh:

1. Wanita-wanita dalam garis lurus dari ibu;

2. Ayah;

3. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;

4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;

5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu;

6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah;

b. Anak yang sudah mumayiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah

dari ayah atau ibunya;

c. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan

jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah

dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan

Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang

mempunyai hak hadhanah pula;

d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah

menurut kemampuanya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa

dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun);

Page 82: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

81

e. Bilammana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak,

Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b),(c),

dan (d);

f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya

menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak

yang tidak turut padanya.

Menurut masyarakat Desa Kadu Ti’is perceraian itu bisa berdampak

kepada semua orang. Berdampak di sini dibagi menjadi dua bagian yaitu

dampak positif dan dampak negatif.

a. Dampak Positif

Perceraian adalah perbuatan yang sangat di benci oleh Allah SWT.

Karena perceraian itu bisa berdampak kepada semua orang, seperti berdampak

kepada diri sendiri, orang tua dan yang terutama berdampak buat anak sendiri.

Walaupun perceraian itu di benci oleh Allah tapi masih ada saja yang

melakukan perceraian karena jalan terakhirnya adalah perceraian dan hanya

jalan itu yang terbaik buat keduanya.

Di Desa Kadu Ti’is perceraian menurut masyarakatnya berbeda-beda,

ada yang mengatakan perceraian yang mereka lakukan itu yang terbaik buat

keduanya, ada juga yang mengatakan bahwa perceraian itu mereka lakukan

karena sang suami yang kunjung tidak ada kabarnya dan tidak memberikan

nafkah lagi kepada isteri dan anaknya, ada juga yang mengatakan bahwa dari

Page 83: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

82

pada harus menahan rasa sakit hati karena melihat suami selingkuh lebih baik

perceraianlah yang Ibu Nengsih lakukan.

Menurut masyarakat Desa Kadu Ti’is perceraian dimana-mana

berdampak negatif tidak ada dampak positifnya. Penulis penasaran dengan

pengakuan dari salah seorang Ibu Nengsih yang menyatakan bahwa ia

mengalami perceraian oleh suaminya dikarenakan adanya perselingkuh antara

suami saya dengan perempuan lain selama ia bekerja di Jakarta. Mengapa

penulis penasaran dengan perceraian yang dialami oleh ibu Nengsih?

Karena ibu Nengsih satu-satunya masyarakat di Desa Kadu Ti’is yang

mengatakan bahwa perceraian berdampak positif buat dirinya sendiri dan

anaknya, walaupun tidak menutup kemungkinan perceraian tersebut

berdampak negatif buat sang buah hati (anak).

Timbul pertanyaan penulis mengapa ibu Nengsih mengatakan bahwa

perceraian ini berdampak positif bagi ibu sendiri. Perrtanyaan penulis dijawab

bahwa32: ”Dampak positifnya status bagi saya jadi lebih jelas dan tidak

digantung oleh yang tidak kunjung pulang dan menunggu kiriman uang buat

kebutuhan hidup sehari-hari saya dengan anak tidak kunjung dikirim, saya

lama-lama jenuh menunggu yang tidak jelas dan tidak ada kepastian dari

suami sehingga saya mengambil tindakan menuntut bercerai dengan suami.

Alasan lain sehingga saya berkeras menuntut bercerai diketahui bahwa selama

ini suami saya tidak mengirimkan uang dan tidak pernah pulang-pulang ke

32 Wawancara Dengan Ibu Nengsih, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010

Page 84: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

83

kampung, karena suami saya telah berselingkuh dengan perempuan lain di

Jakarta.

Setelah saya bercerai dengan suami saya, saya merasa lega dan senang

karena pada akhirnya saya mempunyai status yang saya sandang yaitu single

parent walaupun sebenarnya di dalam hati saya merasakan sakit yang begitu

mendalam karena saya tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh suami

saya.33

Sebenarnya mempunyai status single parent tersebut tidaklah mudah

karena saya harus berkerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup saya dan

anak saya, yang pada saat itu masih kecil. Hidup diperkampungan seperti ini

memanglah sulit karena jauh dari mana-mana apa lagi pekerjaan. Pekerjaan

saya hanya bertani menanam padi agar hasil padi saya bisa di jual ke luar kota

dan yang pastinya saya bisa menghasilkan uang agar saya bisa memenuhi

kehidupan saya dan anak saya.34

Dampak positif yang ibu Nengsih rasakanpun bukan hanya itu saja

tapi ibu Nengsih bisa lebih banyak mendapatkan pengalaman hidup, bisa

mengontrol emosinya sendiri, bisa menata hidupnya kembali dengan orang

lain dan lain sebagainya. Dengan kesabaran ibu Nengsih dan terus

menjalankan hidupnya sendiri beserta anaknya dan mendidiknya dengan

sungguh-sungguh.

33 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nengsih, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010 34 Wawamcara Pribadi dengan Ibu Nengsih, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010

Page 85: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

84

Seperti yang telah kita ketahui menurut Kompilasi Hukum Islam

(KHI) Pasal 153 ayat 2 b : Apabila perkawinan putus karena perceraian waktu

tunggu yang masih haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-

kurangnya 90 (sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90

(sembilan puluh) hari.35

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, sebelum Ibu Nengsih

menjalankan masa Iddah selama 3 (tiga) kali suci selama masih datang bulam

jika tidak datang bulan maka masa Iddah 90 (sembilan puluh) hari setelah

masa Iddah selesai maka Ibu Nengsih diperbolehkan menikah kembali.

Setelah menikah dan mempunyai keluarga baru, ibu Nengsih tidak

ingin mengalami perceraian untuk yang kedua kalinya, untuk itu ibu Nengsih

akan lebih memperbaiki lagi kehidupannya.

b. Dampak Negatif

Jika kita melihat dari sisi negatif perceraian, maka dampak dari

perceraian itu sangatlah buruk kepada psikologi anak dan perkembangan anak

itu sendiri. Memang sangat tidak adil khususnya buat anak sendiri yang harus

melihat kedua orang tuanya berpisah atau bercerai. Mengapa sebagai orang

tua tidak pernah melihat atau memikirkan dampak dari perceraian yang

mereka lakukan terhadap anaknya dan kenapa harus anak yang menjadi

korban dari perceraian orang tua kita

35 Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokus Media, 2007), h. 49

Page 86: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

85

Idealnya, seorang anak dibesarkan dalam keluarga yang terdiri dari

ayah dan ibu. Tetapi kadangkala keadaan ”memaksa” seorang ibu

membesarkan anak seorang diri. Meski si ibu sudah merawat dan

memperhatikan si anak, tapi tetap saja ada dampak psikologis yang akan

dialami oleh anak yang dibesarkan tanpa figur ayah.36

Menurut Lifina Dewi, M. Psi, psikolog dari Universitas Indonesia,

”Pada anak-anak yang memiliki sifat tegar atau tidak memperdulikan keadaan

yang sebenarnya mungkin dampaknya tidak terlalu terlihat tapi untuk anak

yang sensitif pasti akan terjadi perubahan perilaku, misalnya jadi pemurung

atau suka menangis diam-diam, hal ini biasanya terjadi pada anak yang orang

tuanya bercerai.37

Kadangkala, perceraian adalah satu-satunya jalan bagi orang tua untuk

dapat terus menjalani kehidupan sesuai yang mereka inginkan. Namun apapun

alasannya, perceraian selalu menimbulkan akibat buruk pada anak, meskipun

dalam kasus tertentu perceraian dianggap merupakan alternatif terbaik

daripada membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan

pernikahan yang buruk.

Jika memang perceraian adalah satu-satunya jalan yang harus

ditempuh dan tak terhindar lagi, apa tindakan terbaik yang harus dilakukan

36 Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari

2010 dari http://docs.google.com, 37 Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari

2010 dari http://docs.google.com,

Page 87: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

86

oleh orang tua (Mama dan Papa) untuk mengurangi dampak negatif

perceraian tersebut bagi perkembangan mental anak-anak mereka. Dengan

kata lain bagaimana orang tua menyiapkan anak agar dapat beradaptasi

dengan perubahan yang terjadi akibat perceraian.38

Sebagai orang dewasa, mudah bagi kita memahami bahwa pernikahan

tidak selamanya berlangsung sesuai harapan dan rencana. Setiap orang

berubah, perubahan berdampak pada penyesuaian kebutuhan; termasuk

kebutuhan untuk diperhatikan dan dicintai. Kondisi ini beresiko mengubah

perasaan pada pasangan, rasa cinta bekurang, atau jatuh cinta pada orang lain,

hingga akhirnya berujung pada keputusan untuk berpisah.39

Entah apapun penyebabnya, perpisahan selalu menciptakan kesedihan

bagi pihak yang merasa ditinggalkan, atau dikhianati. Akan lebih mudah

kondisinya jika perpisahan hanya melibatkan pasangan.

Banyak sekali dampak negatif perceraian yang bisa muncul pada

anak.”Marah pada diri sendiri, marah pada lingkungan, jadi pembangkang,

tidak sabaran, impulsif, dan lain-lain. Bisa jadi, anak akan merasa bersalah

dan menganggap dirinyalah biang keladi atau penyebab perceraian orang

tuanya. ”Anak akan mempunyai pikiran: ’Ah jangan-jangan saya yang

membuat papa dan mama bercerai,’ sehingga muncul rasa marah dan bersalah

38 Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari

2010 dari http://docs.google.com, 39 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sanuri, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010

Page 88: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

87

pada dirinya.” Apalagi jika dalam proses selanjutnya, terjadi perebutan anak

antara suami isteri. ”Anak menjadi sulit untuk memilih, pingin ikut ayah, tapi

kok akhirnya ikut sang ibu. Ia akan merasa menjadi biang keladi perebutan

hak asuh anak.” Dampak lain adalah anak jadi apatis, menarik diri, atau

sebaliknya, mungkin kelihatan tidak terpengruh oleh perceraian orang tuanya.

”Orang tua harus berhati-hati melihat, apakah ini memang reaksi yang wajar,

karena dia sudah secara matang bisa menerima hal itu, atau hanya pura-pura.”

Anak juga bisa menjadi tidak percaya diri dan merasa takut menjalani

kedekatan dengan lawan jenis, anak bisa jadi akan dendam pada orang tuanya,

seperti terlibat drugs dan alkohol, dan yang ekstrem, muncul pikiran untuk

bunuh diri.”40

Psikolog, Dra. Sugiarti Musabiq, M. Kes, mengungkap pentingnya

ayah dan ibu yang telah berpisah untuk tidak mementingkan kepentingan diri

sendiri. ”Perceraian, bagaimanapun prosesnya, memang tetap mengandung

konflik dan mempengaruhi emosi pasangan maupun anak. Senantiasa ada

masa transisi yang relatif berat. Masa transisi yang dimaksud adalah

perubahan keadaan yang semula tenang menjadi bergejolak karena

ketidaksepahaman maupun konflik antara pasangan, yang mau tidak mau

40 Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari

2010 dari http://docs.google.com,

Page 89: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

88

berefek pada sikap, tingkah laku dan perkataan, baik yang disadari maupun

tidak”.41

Agar dampak proses perceraian dapat diminimalisasi pada anak,

pastikanlah anda dan pasangan melakukan langkah-langkah berikut ini :

a. Sampaikan baik-baik

Anak mengingat saat-saat orang tua menyampaikan berita perceraian

dalam waktu yang sangat panjang. Karena berita ini membuatnya panik,

menguncang rasa aman dirinya. Idealnya berita ini disampaikan bersama-

sama pada anak oleh anda dan pasangan. Sampaikan bahwa keputusan itu

diambil untuk kebaikan bersama. Jelaskan juga bahwa pernikahan ini diawali

oleh cinta, dan sebenarnya anda mengharapkan untuk selalu bersama. Tetapi

setelah dijalani hal tersebut tidak terlaksana. Ungkapan juga bahwa anda

sebenarnya sedih dan kecewa. Pastikan pula bahwa perpisahan ini bukan salah

anak, anda dan pasangan tetap akan mencintai mereka dan selalu menemani

mereka sekalipun berpisah.42

b. Jangan saling menjelekkan

Sekalipun tergolong sulit, sebaiknya anda tidak mengungkapkan hal-

hal buruk tentang pasangan. Jika anda butuh bercerita atau ingin curhat

tentang pasangan, pastikan anak tidak mendengar apapun. Tidak

mengabaikan. Hal yang menjadi masalah pada anak-anak korban perceraian

41 Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari 2010 dari http://docs.google.com,

42 Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari

2010 dari http://docs.google.com,

Page 90: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

89

adalah mereka selalu menduga-duga tentang kepastian mendapat perhatian

dari orang tua. Karenanya sebaiknya anda dan pasangan selalu menepati janji

dan jadwal yang berhubungan dengan anak.

c. Masa transisi

Kondisi yang paling menegangkan bagi anak adalah ketika dia pergi

meninggalkan orang tua yang satu ke orang tua yang lain. Hal ini disebabkan

karena anak merasakan ketegangan diantara kedua orang tuanya. Atasi

kondisi ini dengan memberi penguatan positif bahwa anda dan pasangan

mencintai mereka, dan sangat ingin mereka menikmati suasana yang gembira

ketika berada bersama anda ataupun pasangan.

d. Tenggang rasa

Umunya orang tua berpikiran bahwa agar semuanya berjalan lancar,

peraturan yang diterapkan ketika anak bersama ibu haruslah konsisten

diterapkan saat ia ada bersama ayah. Sebenarnya tidak perlu demikian, tidak

perlu membuat perdebatan baru dengan mantan. Anak yang paling kecil

sekalipun bisa menemukan dan memahami bahwa ayah ibunya berbeda,

demikian pula aturan ketika dia bersama ayah atau ibunya.

e. Kepentingan bersama.

Jika anda adalah orang tua yang mendapatkan mandat perwalian anak,

pastikan bahwa mantan pasangan tahu bahwa anda sangat menginginkan

Page 91: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

90

keterlibatannya dalam kehidupan anak. Hal ini akan membuat mantan

pasangan merasa lebih nyaman ketika ia akan bertemu dengan anak.43

f. Menikmati hubungan baru

Sekalipun semula tidak terpikirkan, sebaiknya sejak awal dipahami

bahwa anda ataupun pasangan memiliki kemungkinan menjalin hubungan

baru. Pastikan anda siap menghadapi situasi ini.

Hal yang penting untuk diingat bahwa reaksi dan dampak perceraian

terhadap anak sebenarnya dapat diatasi jika anda dan pasangan memberi

dukungan yang positif pada anak sejak awal. Tetapi jika perceraian anda

sudah terlanjur mengarah ke situasi yang negatif, tidak pernah ada kata

terlambat untuk memperbaikinya, karena anak-anak anda membutuhkannya,

berapa pun usia mereka.

Keinginan untuk menarik anak ke salah satu pihak dan menentang

pihak yang lain akan sangat menonjol pada model perceraian tersebut. Tapi

jika itu dilakukan, berarti orang tua sungguh-sungguh merupakan individu

egois yang hanya memikirkan diri sendiri, dan tidak memikirkan

kesejahteraan dan masa depan anak.

Kalau perceraian memang tidak terhindar lagi, maka mari membuat

perceraian tersebut menjadi perceraian yang tidak merugikan anak. Suami

isteri memang bercerai, tapi jangan sampai anak dan orang tua ikut juga

43Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari

2010 dari http://docs.google.com,

Page 92: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

91

bercerai. Anak-anak sangat membutuhkan cinta dari kedua orang tua dan

menginginkan kedua orang tuanya menjadi bagian dalam hidup mereka. Bagi

anak, rasa percaya diri, rasa terima dan bangga pada dirinya sendiri

bergantung pada ekspresi cinta kedua orang tuanya. Bagi anda yang akan atau

sedang atau telah bercerai, cobalah untuk selalu mengingat hal tersebut dan

masa depan anak-anak anda. Perhatian berupa materi memang perlu, namun

itu saja sangat tidak memadai untuk membuat anak mampu beradaptasi

dengan baik. Jangan lagi menjadikan negeri ini semakin riwet dengan

membiarkan anak-anak kita yang tidak berdosa menjadi terlantar.44

Perceraian yang dilakukan di Desa Kadu Ti’is ini memang dilihat dari

Undang-Undang tidak sah karena tidak ada kekuatan hukum tetapnya, tetapi

masyarakat di Desa ini yang sudah bercerai tidak pernah ada masalah sama

sekali seperti masalah kepada anak, harta bersama serta masalah pendidikan

dan pemeliharaan anak sekalipun. Memang setelah orang tuanya bercerai

anaklah yang menjadi korbannya tetapi mereka bercerai secara baik-baik dan

tidak meninggalkan tanggung jawabnya kepada anak mereka masing-masing.

Seperti dengan perceraian yang dialami oleh ibu Nengsih dengan

mantan suaminya. Mereka bercerai dengan mempunyai anak yang masih

kecil, lalu mereka berdua tidak memperebutkan anaknya harus ikut dengan

siapa karena mereka sebagai orang tua tahu bahwa dengan perceraian mereka

44 Anton, ‘Dampak Perceraian Terhadap Anak’, Artikel Diakses Pada Tanggal 09 Februari

2010 dari http://docs.google.com,

Page 93: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

92

sudah membuat anak mereka menjadi hancur hatinya, maka dari itu mereka

berdua sebagai orang tuanya tidak mengharuskan anaknya ikut dengan siapa.

Bagi ibu Nengsih serta mantan suami anaknya adalah segala-galanya buat

mereka dan mereka tidak akan pernah menghilangkan rasa kasih sayang

mereka buat anak-anaknya.

Ibu Nengsih dan mantan suami mempercayai anaknya dididik oleh

neneknya karena ibu Nengsih dan mantan suami harus bekerja di jakarta

untuk memenuhi kebutuhan hidup buat anaknya juga agar anaknya bisa

terpenuhi semua kebutuhannya. Bukan hanya itu saja tapi ibu Nengsih dan

mantan suami tidak pernah lepas untuk memberikan kasih sayang mereka

kepada anaknya seperti menjenguk atau merawatnya sesekali jika mereka

sedang pulang ke kampung. Selama mereka berada di kampung mereka tidak

henti-hentinya memberikan kasih sayang, merawatnya, mendidiknya,

memberikan apa yang dibutuhkan anaknya walaupun sebenarnya keadaan

mereka sangat sulit dalam perekonomiannya mereka tetap berusaha membuat

anaknya senang dan bahagia, bagi mereka apapun yang akan mereka lakukan,

itu yang terbaik buat anaknya.

Ibu Nengsih beruntung anaknya tidak berdampak terhadap perceraian

mereka, tetapi sesungguhnya ibu Nengsih serta mantan suami tidak

mengetahui bahwa anaknya mempunyai rasa minder atau tidak percaya diri

Page 94: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

93

jika kumpul dengan ibu Nengsih dengan suami barunya dan bapak dengan

isteri barunya yang masing-masing sudah diberikan anak.45

Penulis yang kebetulan dekat dengan anak dari ibu Nengsih yang

bernama Suprana yang sudah dewasa berusia kira-kira 25 tahun dan yang

pada saat itu dia bersedia di wawancarai oleh penulis tentang bagaimana

perceraian yang dialami oleh kedua orang tuanya lalu bagaimana dengan

perasaan Suprana sendiri melihat orang tuanya sudah bercerai. Suprana

menceritakan semua kepada penulis.46

Pertama kali Suprana melihat orang tuanya bercerai adalah perasaan

yang sangat sedih dan merasa dirinya tidak berguna bagi orang tuanya

terutama dirinya sendiri. Dia juga mempunyai perasaan minder atau tidak

percaya diri bila mendekati seorang wanita yang dia sukai, selain itu juga dia

merasa minder jika harus kumpul sama bapak tiri dan adek-adek tirinya

padahal bapak dan adek-adek tirinya sangat baik kepada dirinya hanya saja

Suprana merasa tidak pantas untuk ikut bergabung bersama bapak serta adek-

adek tirinya, dia lebih suka tinggal bersama neneknya dari pada harus ikut

gabung dengan keluarga baru dari ibunya sendiri.

Sedangkan kepada keluarga bapak barunya pun Suprana merasa

minder dan tidak percaya diri jika sedang berkumpul sama ibu dan adek-adek

tirinya. Selama Suprana bekerja di Jakarta pun Suprana tidak pernah mau

45 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nengsih, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010 46 Wawancara Pribadi dengan Suprana, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010

Page 95: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

94

tinggal bersama bapak kandungnya di Jakarta padahal bapaknya sendiri yang

meminta Suprana untuk tinggal di rumahnya tetapi tetap saja nana tidak mau.

Paling dia ke rumah bapaknya hanya sekedar menanyakan keadaan bapak

serta keluarganya setelah itu dia pergi lagi ketempat kerjanya dan dia lebih

milih untuk tinggal di tempat kerjanya dari pada tinggal di rumah bapak

kandungnya sendiri.

Perasaan minder dan tidak percaya diri itu ternyata susah dihilangkan

di dalam dirinya karena Suprana sendiripun tidak tahu kenapa perasaan itu

muncul dalam dirinya. Perasaan itu muncul setelah nana beranjak dewasa dan

sudah bisa memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik buat dirinya

sendiri.47

Dalam masalah harta kekayaanpun Ibu Nengsih serta mantan suami

tidak pernah meminta harta. Selain masyarakat disini mempunyai tradisi

dalam perceraiannya yang menurut Undang-Undang tidak sah tapi desa ini

pun mempunyai tradisi dimana setelah suami isteri telah bercerai maka harta

yang dipunyai oleh mereka dulu, seluruh hartanya jatuh kepada mantan isteri

dan mantan suami tidak berhak mendapatkan hartanya.48

C. Perceraian Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Pasal 14: Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan

menurut Agama Islam, yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat

47 Wawancara Pribadi dengan Suprana, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010

48 Wawancara Pribadi dengan Suprana, Desa Kadu Ti’is Pandeglang, 13 Februari 2010

Page 96: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

95

kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia

bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya serta

meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.49

Pasal 15: Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang

dimaksud dalam pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga

puluh) hari memanggil pengirim surat dan juga isterinya untuk meminta

penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud

perceraian itu.

Pasal 16

Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan

untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam pasal 14 apabila

memang terdapat alasan seperti yang dimaksud dalam pasal 19 Peraturan

Pemerintah ini, dan pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri yang

bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam

rumah tangga.

Pasal 17: Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk

menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 16, Ketua Pengadilan

membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat

Keterangan itu dikirimkan kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu

terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian.

49 Hasanudin, ‘Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974’, artikel diakses pada

tangga 09 Februari 2010dari http://docs.google.com.

Page 97: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

96

Pasal 18: Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu

dinyatakan didepan sidang Pengadilan.

Pasal 19: Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi,

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selarna 2 (dua) tahun berturut-

turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang syah atau karena hal lain

diluar kemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak yang lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;

f. Antar suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Pasal 20:

(1) Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada

Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.

(2) Dalam hal kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak

mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan

kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.

Page 98: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

97

(3) Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian

diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat. Ketua

Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui

Perwakilan Republik Indonesia setempat.

Pasal 21

(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 19 huruf b,

diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.

(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampaui 2 (dua)

tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.

(3) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan

sikap tidak mau lagi kembali kerumah kediaman bersama.

Pasal 22

(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 19 huruf f,

diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman tergugat.

(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas

bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu

dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat

dengan suami isteri itu.

Pasal 23: Gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami

isteri mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih

berat sebagai dimaksud dalam Pasal 19 huruf c maka untuk rnendapatkan

putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan

Page 99: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

98

putusan Pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang

menyatakaan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang

tetap.

Pasal 24

(1) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan Penggugat

atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin

ditimbulkan. Pengadilan dapat mengizinkan suami isteri tersebut untuk

tidak tinggal dalam satu rumah.

(2) Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan pengugat

atau tergugat, pengadilan dapat:

a. Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami;

b. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan

pendidikan anak;

c. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang

barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang-barang

yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri.

Pasal 25: Gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri

meninggal sebelum adanya putusan Pengadilan mengenai gugatan

perceraian itu.

Pasal 26

(1) Setiap kali diadakan sidang Pengadilan yang memeriksa gugatan

perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan

dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut.

Page 100: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

99

(2) Bagi Pengadilan Negeri panggilan dilakukan oleh juru sita; bagi

Pengadilan Agama panggilan dilakukan oleh Petugas yang ditunjuk

oleh ketua Pengadilan Agama.

(3) Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan. Apabila

yang bersangkutan tidak dapat dijumpai, panggilan disampaikan

melalui Lurah atau yang dipersamakan dengan itu.

(4) Panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dan

disampaikan secara patut dan sudah diterima oleh penggugat maupun

tergugat atau kuasa mereka selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum

sidang dibuka.

(5) Panggilan kepada tergugat dilampiri dengan salinan surat gugatan.

Pasal 27

(1) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal 20

ayat (2), panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada

papan pengumuman di Pengadilan dan mengumumkannya melalui

satu atau beberapa surat kabar atau mass media lain yang ditetapkan

oleh Pengadilan.

(2) Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau mass

media tersebut ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan

tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua.

Page 101: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

100

(3) Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagai dimaksud dalam

ayat (2) dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga)

bulan.

(4) Dalam hal sudah dilakukan panggilan sebagai dimaksud dalam ayat

(2) dan tercatat atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima tanpa

hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak

beralasan.

Pasal 28: Apabila tergugat berada dalam keadaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) panggilan disampaikan melalui Perwakilan

Republik Indonesia setempat.

Pasal 29

(1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim selambat-

lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya berkas/surat gugatan

perceraian.

(2) Dalam menetapkan waktu mengadakan sidang pemeriksaan gugatan

perceraian perlu diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan

diterimanya panggilan tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau

kuasa mereka.

(3) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal 20

ayat (3) sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-

kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan

perceraian pada Kepaniteraan Pengadilan.

Page 102: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

101

Pasal 30: Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami dan

isteri datang sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.

Pasal 31

(1) Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan

kedua pihak.

(2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan

pada setiap sidang perneriksaan.

Pasal 32: Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan

gugatan perceraian baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada

sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu

dicapainya perdamaian.

Pasal 33: Apabila tidak dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan

gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.

Pasal 34

(1) Putusan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka.

(2) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya

terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor

pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama

Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah

mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Page 103: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

102

Didalam PP No.9 Tahun 1975 pasal 16 dinyatakan hal-hal yang

menyebabkan terjadinya perceraian. Perceraian dapat terjadi karena alasan

sebagai berikut :

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan ;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama (2) tahun berturut-

turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal

yang lain diluar kemampuannya;

c. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihka lain ;

d. Salah satu pihak mendapt cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menghilangkan kewajibannya sebagai suami atau isteri ;

e. Antara suami isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Selanjutnya pada pasal 39 UUP dinyatakan :

1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak.

2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami isteri

tdak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.

3) Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan

perundangan sendiri.

Page 104: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

103

Pasal 41 UUP juga membicarakan akibat yang ditimbulkan oleh

perceraian. Adapaun bunyi pasalnya sebagai berikut :

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah :

a. Baik ibu atau bapak tertap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-

anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada

perselisihan mengenai penguasaan anak, pengadilan memberikan

keputusannya.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan

pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan

tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan

bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan

biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas

isteri.

D. Analisa Penulis

Dari uraian penjelasan setiap bab diatas dapat diketahui bahwa

perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah

Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak. Gugatan perceraian yang diajukan oleh suami atau isteri

atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat

kediaman tergugat.

Page 105: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

104

Adapun pelaksaan perceraian yang dilakukan suami isteri di Desa

Kadu Ti’is itu sebagaimana hasil penelitian yang penulis lakukan di

Kecamatan Mekar Jaya Kabupaten Pandeglang melalui aparat kelurahan,

maupun para penghulu atau lebe dan juga tokoh masyarakat setempat, secara

singkat penulis uraikan pelaksanaan perceraian di luar Pengadilan Agama

tersebut.

Pada pasangan suami isteri yang ingin melakukan perceraian itu yang

biasanya yang pertama mereka datangi adalah Bapak RT setempat disana

mereka mengemukakan alasan-alasan kenapa mereka ingin bercerai, dalam

hal ini RT mewakili tugas seorang hakim yakni berusaha mendamaikan kedua

belah pihak yang sedang bersengketa dengan segala cara, akan tetapi bilamana

RT setempat tidak mampu lagi untuk membujuk atau mendamaikan kedua

belah pihak untuk hidup rukun, maka biasanya Bapak RT menghadirkan RW

setempat.

Tugas RW dalam hal ini sama halnya seperti RT yaitu berembuk atau

bermusyawarah dengan RT untuk berusaha mendamaikan kedua belah pihak

yang bersengketa, perlu diketahui pula bahwa selama proses ini, yakni

menghadapi RT dan RW para pasangan kawin yang melakukan perceraian itu

tidak didampingi oleh siapapun. Barulah setelah RT dan RW sudah tidak

sanggup lagi mendamaikaan kedua belah pihak maka dari pihak RT dan RW

memanggil atau menghadirkan penghulu dan tokoh masyarakat juga para

saksi dari pihak keluarga masing-masing atau orang yang mengetahui

kejadian yang sebenarnya.

Page 106: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

105

Pada hal ini penghulu dan tokoh masyarakat berperan sama seperti RT

dan RW tersebut yakni berusaha mendamaikan kedua belah pihak. Apabila

tidak ditemukan kesepakatan antara kedua belah pihak untuk mendamaikan,

maka penghulu dan tokoh masyarakat meminta keterangan dahulu oleh para

saksi, guna mengetahui kebenaran-kebenaran para pihak yang bersangkutan.

Apabila hal ini para saksi memberikan keterangan yang sama seperti

yang dijelaskan oleh para pihak yang bersengketa, maka penghulu dan tokoh

masyarakat kembali mengkonfirmasikan hal ini kepada para pihak yang

bersengketa. Setelah hal ini dilakukan dan para pihak yang bersangkutan

masih tetap pada pendiriannya (yakni ingin bercerai) maka penghulu dan

tokoh masyarakat mengambil keputusan perceraian dengan lisan yang

didengarkan oleh para saksi dan pihak isteri yang bersengketa, dengan

demikian kedua belah pihak telah bercerai dan berakhirlah hubungan

perkawinan mereka. Perlu diketahui perceraian mereka hanya dilakukan

secara lisan dan tidak tertulis, tetapi apabila salah satu pihak yang bersengketa

tidak hadir pada putusan perceraian tersebut maka penghulu dan tokoh

masyarakat membuat surat pernyataan cerai untuk disampaikan kepada pihak

yang tidak hadir.

Perlu diketahui pula bahwa proses perceraian yang dilakukan oleh

kedua belah pihak yang bersengketa itu dilakukan dari pengaduan kedua belah

pihak sampai diputusnya itu 10 hari dan tidak dipungut biaya. Adapun apabila

para pihak yang bersengketa itu memiliki anak, maka apabila anak tersebut

Page 107: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

106

berusia dibawah 6 tahun itu biasanya diasuh oleh ibunya dan apabila diatas

usia tersebut itu diserahkan sepenuhnya kepada anak untuk memilih kepada

siapa dia akan tinggal atau dipelihara. Akan tetapi dari pihak suami tidak

memberikan nafkah kepada anaknya.

Menurut hukum Islam, cerai (talak) adalah ikrar suami dihadapan

sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya

perkawinan sebagaimana kita lihat dalam pasal 129, 130, 131 (11) sesuai

dengan pasal 117 KHI.50

Islam mengajarkan kepada kita bahwa dalam perceraian, jika sang

isteri atau sang suami ingin melakukan perceraian maka lakukanlah atau

laksanakanlah sesuai dengan ajaran agama dan menurut Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 agar perceraiannya mempunyai kekuatan hukum tetap

dan mempunyai surat keterangan cerai dari Pengadilan Agama.

Jadi berdasarkan analisa penulis dalam melaksanakan perceraian tanpa

melalui proses persidangan yang dilakukan di Desa Kadu Ti’is sangat

bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan dan ajaran Agama Islam karena memiliki perbedaan dalam

penafsiran menurut adat di Desa Kadu Ti’is dan menurut Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974. sehingga dalam hal ini lebih baik ketentuan-ketentuan

tersebut tidak dijadikan patokan utama dalam suatu perceraian dan dapat

membuka pola pikir masyarakat di Desa Kadu Ti’is di Kecamatan Mekar Jaya

50 Abdul Manan, M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Pengadilan Agama,

(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Cet Ke 5, h. 28

Page 108: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

107

Kabupaten Pandeglang karena Allah SWT melihat manusia bukan dari

banyaknya harta dan jabatan. Akan tetapi semua dilihat dan diukur

berdasarkan iman dan takwa seseorang. Dan ketahuilah bahwa perceraian itu

sangat dibenci oleh Allah SWT.

Page 109: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diatas penulis dapat memberikan beberapa

kesimpulan diantaranya sebagai berikut :

1. Faktor utama penyebab terjadinya perceraian di luar Pengadilan Agama adalah

faktor ekonomi, faktor yang lain yaitu terjadinya pertengkaran dalam rumah

tangga dan suami yang selingku dengan perempuan lain.

2. Tata cara perceraian di luar Pengadilan Agama yang terjadi di Desa Kadu Ti’is

yaitu dengan mereka mendatangi RT untuk menyelesaikan masalah mereka

setelah itu ketua RT menghadirkan ketua RW, apabila belum selesai juga maka

ketua RW menghadirkan Penghulu dan Tokoh masyarakat. Kemudian

menghadirkan saksi dari kedua orang tua mereka masing-masing untuk dimintai

keterangan dan pada akhirnya Penghulu dan Tokoh Masyarakat dengan

disaksikan para saksi memutuskan perceraian secara lisan bagi yang hadir dan

tertulis bagi pihak yang tidak hadir.

3. Perceraian yang dilakukan di Desa Kadu Ti’is tidak sah menurut Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 dan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan sudah

jelas perceraian tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 dikarenakan teori dengan kenyataan yang ada di Desa Kadu Ti’is tidak

108

Page 110: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

109

mengikuti prosedur tata cara perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Pernikahan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

B. Saran-Saran

Penulis berharap agar kiranya pemahaman tentang tata cara perceraian yang

sesuai dengan pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

dan pasal 115 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dimana salah satu persyaratan

perceraian harus di depan sidang Pengadilan di masukkan kedalam materi setiap

majelis taklim yang berada di Desa Kadu Ti’is agar masyarakat menajadi paham dan

mengerti tentang tata cara perceraian, dan kepada petugas Kantor Urusan Agama di

Desa Kadu Ti’is memberikan pemahaman kepada pasangan suami isteri yang ingin

bercerai agar melakukan perceraian di depan sidang Pengadilan. Akhirnya semoga

penelitian ini dapat memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana.

Page 111: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Kencana, Jakarta, 2006

Abdurrahman, Kompilsai Hukum Islam Di Indonesia, Akademik Presindo, Jakarta, 2004

Abdul Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, Kencana, Jakarta, 2003

Abu Daud, Sunan Abu Daud, Dar al-Fikr, Beirut, 1994

Adil Abdul Mun’im Abu Abbas, Ketika Menikah Jadi Pilihan,

Ahmad Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2006

Ahmad Kurzari, Perkawinan Sebagai Sebuah Perikatan, Rajawali Press, 1995

Ahmad Rafiq, Hukum Islam Di Indonesia, Rajawali Pres, Jakarta, 1995

Al-San’ani, Subulus Salam, Al-Ikhlas, Surabaya, 1995

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, Kencana, Jakarta, 2006

Azhari Akmal Tarigan dan Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Kencana Prenada Media Grouf, Jakarta, 2006

Badan Penelitian Dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah, Metodelogi Penelitian Sosial (Terapan dan Kebijaksanaan)

Chuzaemah Tahido Yanggo dan A. Hafit Anshari. A. Z., Problematika Hukum Islam dan Kontemporer, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2002

Dadan Anugerah dan Winny Kresnowiati, Komunikasi Antar Budaya Konsep dan Aplikasinya, Jala Permata, Jakarta, 2008

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam “Nikah”, Ensiklopedia Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia: Menurut Perundangan Hukum Adat dan Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung, 1990

110

Page 112: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

111

Imam Taqiyuddin, Kifayatul al-Akhyar fi Hal ghayat al-Ikhtiyar, Al-Ma’arif, Bandung, 1995

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1987

Kompilasi Hukum Islam Pasal 3 “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan hidup rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah”, Lihat Juga Tim Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam, Fokus Media, Bandung, 2005

Tahir Mahmood, Personal law in Islamic Countries, Academy of law and Religion, New Delhi, 1987

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2003

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004

Muhammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, Darussalam Perum Griya Suryo, Yogyakarta, 2004

Muhammad Fauzan, Pokok-Pokok Acara Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah Di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005

Muhammad Hamidy, Perkawinan Dan Permasalahannya, Bina Ilmu, Surabaya, 1980

Muhammad Yahya Harap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, Pustaka Kartini, Jakarta, 1993

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Raihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001

R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata: Tata Cara dan Proses Persidangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2006

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Daar al-Fath, Kairo, 2000

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Terjemahan, PT. Al-Ma’arif, Bandung, 1996

Page 113: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

112

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, UI Pres, Jakarta, 1986

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2003

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006

www.google.com

Page 114: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

114

WAWANCARA KUESIONER PENELITIAN

(Perceraian Tanpa Melalui Proses Persidangan Di Pengadilan Agama)

Desa Kadu Ti’is Kec. Mekar Jaya Kab. Pandeglang

Narasumber : Bapak Sanuri

Jabatan : Penghulu

Pewawancara : Risna Ayesa

Hari/Tanggal : Sabtu, 13 Februari 2010

1. Apakah bapak sudah lama menjadi penghulu di desa kadu ti’is?

Jawab :

Sudah cukup lama juga saya menjadi penghulu di desa kadu ti’is sekitar 2 tahun saya

menjabat sebagai penghulu.

2. Apakah bapak pernah mengurus perceraian di desa ini?

Jawab :

Tidak karena saya menjadi penghulu baru 2 tahun jadi saya belum pernah mengurus

perceraian.

3. Bagaimana menurut bapak tentang proses perceraian yang dilakukan pada masyarakat

di desa kadu ti’is?

Jawab :

Perceraian di desa ini memang seperti itu, masyarakatnya tidak ada yang melalui

proses perceraiannya di depan persidangan karena biaya yang sangat mahal dan

Page 115: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

115

mengurus di Pengadilannya sangat sulit dan ribet bukan hanya itu saja, sudah menjadi

tradisi dan kebiasaanya bagi masyarakat di desa kadu ti’is.

4. Apa Bapak Sanuri bekerja di KUA?

Jawab :

Saya tidak bekerja di KUA dan saya bukan pegawai KUA

5. Jika Bapak bukan salah satu pegawai dari KUA, mengapa Bapak bisa menjadi

penghulu di Desa Kadun Ti’is?

Jawab :

Saya bisa menjadi penghulu karena saya dipilih oleh bapak lurah setempat yaitu

Bapak Sumantri untuk mewakili desa ini menjadi penghulu di Desa Kadu Ti’is.

6. Apakah peran KUA di desa tersebut?

Jawab :

Peran KUA di desa ini hanya sebagai tempat pencatat nikah bagi masyarakat desa

sedangkan penghulu di datangkan bukan dari KUA melainkan penghulu desa masing-

masing yang sudah di pilih oleh Bapak Lurah yaitu Bapak Sumantri.

7. Apakah di KUA sebelum menikahkan orang ada kurscaten terlebih dahulu dari BP4?

Jawab :

Di sini sih setiap masyarakat yang ingin menikah memang mendapatkan pengarahan

atau nasehat terlebih dahulu tetapi bukan dari BP4 melainkan dari orang tua masing-

masing.

8. Apa penyebab perceraian yang sering terjadi di desa?

Jawab :

Page 116: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

116

Yang saya ketahui penyebab perceraian dari rumah tangga mereka yaitu dikarenakan

faktor ekonomi, suami tidak memberikan nafkah kepada anak dan isterinya selama

berbulan-bulan, suami berselingkuh dengan wanita lain (adanya orang ketiga dalam

rumah tangganya), ditinggal mati (meninggal) oleh suami, sudah tida ada lagi ketidak

cocokan dalam rumah tangganya. Tapi yang paling sering terjadi dalam perceraian di

desa ini yaitu seringnya ditinggal mati (meninggal) oleh suami, faktor ekonomi dan

perselingkuhan itu yang sering di jadikan penyebab retaknya rumah tangga di desa

ini.

9. Bagaimana dengan si anak dan harta kekayaan yang dimiliki oleh mereka berdua

selama mereka masih menjadi pasangan suami isteri?

Jawab :

Selama pasangan itu sudah resmi bercerai maka si anak bebas untuk hidup dengan

siapa saja dan kedua orang tuanya tetap memberiikan kasih sayang yang cukup

kepada anaknya tanpa ada kekurangan sedikitpun sedangkan dengan harta kekayaan

tidak pernah dijadikan masalah yang besar juga karena masyarakat disini tidak

mempunyai harta yangg banyak paling hartanya hanyalah sawah dan peternakan. Jika

masalah harta di desa ini bisa dibilang sudah tradisi juga karena setiap pasangan yang

resmi bercerai maka bagi mantan isterilah yang berhak mendapatkan harta

kekayaannya sedangkan mantan suami tidak berhak membawa harta sedikipun dari

isterinya, karena itu sudah menjadi tradisi di desa ini juga. Makanya masyarakat

disini yang sudah pisah dari suaminya mereka masih bisa menghidupkan anak-

anaknya serta dirinya sendiri dengan bergantung kepada hasil dari sawah dan

peternakannya tersebut.

Page 117: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

117

10. Apa yang membuktikan bahwa kedua belah pihak sudah resmi bercerai?

Jawab :

Kalau yang dimaksud adalah surat cerai maka didesa ini tidak ada surat cerainya.

Mereka hanya memegang kertas selembar yang bertuliskan kata cerai lalu di

tandatangani diatas materai oleh kedua belah pihak setelah itu surat tersebut di

pegang oleh masing-masing kedua belah pihak yang sudah resmi bercerai.

Page 118: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

121

WAWANCARA KUESIONER PENELITIAN

(Perceraian Tanpa Melalui Proses Persidangan Di Pengadilan Agama)

Desa Kadu Ti’is Kec. Mekar Jaya Kab. Pandeglang

Narasumber : Abah Ibin

Jabatan : Tokoh yang di tuakan di Desa

Pewawancara : Risna Ayesa

Hari/Tanggal : Sabtu, 13 Februari 2010

1. Apakah Bapak sudah lama tinggal dikampung ini?

Jawab :

Saya tinggal dikampung ini sejak saya dilahirkan oleh Ibu saya. Saya dibesarkan

dikampung ini sampai saya sudah berkeluarga tetap tinggal dikampung ini karena

saya sudah cinta dengan perkampungan sini. Orang tua saya juga tinggal disini.

Suasan dipedesaan yang sejuk dan tidak ramai dari kendaraan yang membuat saya

betah untuk tinggal di Desa ini.

2. Apakah perceraian di Desa ini selalu tidak melalui proses persidangan di Pengadilan

Agama?

Jawab :

Perceraian di Desa ini memang tidak pernah melalui proses persidangan di

Pengadilan Agama dikarenakan beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat di

Desa ini tidak pernah melakukan perceraian melalui proses persidangan di Pengadilan

Agama. Perceraian tersebut sudah lama sejak orang tua saya tinggal disini jadi

Page 119: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

122

menurut masyarakat disini sudah tidak heran lagi dengan perceraian yang tidak

melalui proses persidangan di Pengadilan Agama.

3. Bagaimana menurut Bapak sendiri tentang adanya perceraian tanpa melalui proses

persidangan di Pengadilan Agama?

Jawab :

Menurut saya sah-sah saja perceraian yang seperti ini karena perceraian di Desa ini

sudah menjadi tradisi atau kebiasaan untuk masyarakat sekitar. Di desa ini jika ada

yang bercerai pasti minta bantuan saya karena saya disini dihormati oleh masyarakat

desa dank arena saya yang mengerti tentang perceraian.

4. Apakah menurut Bapak sah dengan adanya perceraian tanpa melalui proses

persidangan di Pengadilan Agama dengan adanya peraturan Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan?

Jawab :

Tadi yang sudah saya jelaskan sama risna bahwa perceraian yang seperti itu sah-sah

saja tapi jika kita melihat kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perceraian

tersebut tidak sah karena tidak mempunyai kekuatan hokum yang tetap dan tidak ada

surat cerai yang akan memperkuatnya dalam bentuk masalah apapun, tapi mau

gimana lagi kalau perceraian itu sudah menjadi tradisi dan kebiasaan di Desa ini dan

susah dirubahnya.

5. Apa saja yang menyebabkan masyarakat di Desa ini bercerai?

Jawab :

Penyebab dari perceraian dalam rumah tangga di Desa kami itu rata-rata karena

ditinggal meninggal oleh suaminya dan rata-rata suami selingkuh diluar sana dengan

Page 120: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

123

seorang perempuan lain dan kebanyakan yang menginginkan perceraian itu adalah

isteri (isteri yang meminta untuk bercerai dari suaminya).

Page 121: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

118

WAWANCARA KUESIONER PENELITIAN

(Perceraian Tanpa Melalui Proses Persidangan Di Pengadilan Agama)

Desa Kadu Ti’is Kec. Mekar Jaya Kab. Pandeglang

Narasumber : Suprana

Jabatan : Anak Ibu Nengsih

Pewawancara : Risna Ayesa

Hari/Tanggal : Sabtu, 13 Februari 2010

1. Apakah benar kamu anak dari Ibu Nengsih?

Jawab :

Iya memang benar saya anak dari Ibu Nengsih

2. Apakah saya boleh mewawancarai anda?

Jawab :

Boleh saja, memang ingin wawancara mengenai apa nih

3. Apakah kamu sudah mengetahui bahwa orang tua kamu sudah bercerai?

Jawab :

Iya, Saya sudah tahu bahwa orang tua saya sudah bercerai

4. Sejak kapan kamu mengetahui perceraian orang tuamu?

Jawab :

Sejak umur 8 tahun saya mengetahuinya. Ibu dan Nenek saya yang cerita sama saya

bahwa Bapak saya sudah pisah dengan Ibu.

Page 122: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

119

5. Apakah kamu dirawat atau diasuh oleh Ibu atau Bapak?

Jawab :

Orang tua saya tetap merawat dan mendidik saya sampai saya dewasa seperti ini tapi

saya dari kecil tinggal sama Nenek dan Nenek yang merawat saya dengan sabar dan

penuh kasih sayang.

6. Berapa lama kamu tinggal dirumah Nenek dan apakah selama kamu sudah dewasa

tinggal bersama dari salah satu orang tuamu?

Jawab :

Dari bayi sampai dewasa sekarang ini saya tetap tinggal bersama Nenek saya. Saya

tidak mau tinggal bersama Ibu ataupun Bapak karena orang tua saya sudah

mempunyai keluarga sendiri jadi saya tidak mau merusak kebahagiaan mereka.

7. Setelah kamu mengetahu orang tua kamu bercerai, Bagaimana perasaan kamu?

Jawab :

Perasaan saya sedih karena orang tua saya sudah tidak bersama-sama lagi dan saya

sedih karena sering kali teman-teman saya meledek orang tua saya yang sudah

bercerai dan saya sering diejek bahwa saya tidak punya Bapak tapi saya tidak pernah

diambil hati. Setiap teman ngejek saya seperti itu saya hanya cuek dan langsung pergi

dari teman-teman saya.

8. Apakah setelah orang tuamu sudah mempunyai keluarga baru lagi, kamu sering

datang menjenguk orang tuamu?

Jawab :

Kalau Ibu saya sering datang kerumahnya karena rumah Ibu dekat dengan rumah

Nenek masih di kampung hanya beda desa saja sedangkan Bapak saya jarang main

Page 123: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

120

kerumahnya karena Bapak saya menetap di Jakarta dengan keluarga barunya, ingin

ketempat Bapak tapi jauh dan saya tidak mempunyai ongkos untuk kerumah Bapak.

Page 124: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

WAWANCARA KUESIONER PENELITIAN

(Perceraian Tanpa Melalui Proses Persidangan Di Pengadilan Agama)

Desa Kadu Ti’is Kec. Mekar Jaya Kab. Pandeglang

Narasumber : Bapak Sanuri

Jabatan : Penghulu

Pewawancara : Risna Ayesa

Hari/Tanggal : Sabtu, 13 Februari 2010

1. Apakah bapak sudah lama menjadi penghulu di desa kadu ti’is?

Jawab :

Sudah cukup lama juga saya menjadi penghulu di desa kadu ti’is sekitar 2 tahun saya

menjabat sebagai penghulu.

2. Apakah bapak pernah mengurus perceraian di desa ini?

Jawab :

Tidak karena saya menjadi penghulu baru 2 tahun jadi saya belum pernah mengurus

perceraian.

3. Bagaimana menurut bapak tentang proses perceraian yang dilakukan pada masyarakat

di desa kadu ti’is?

Jawab :

Perceraian di desa ini memang seperti itu, masyarakatnya tidak ada yang melalui

proses perceraiannya di depan persidangan karena biaya yang sangat mahal dan

Page 125: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

mengurus di Pengadilannya sangat sulit dan ribet bukan hanya itu saja, sudah menjadi

tradisi dan kebiasaanya bagi masyarakat di desa kadu ti’is.

4. Bapak di Desa ini sebagai penghulu berarti Bapak mengetahui prosedur perceraian,

mengapa Bapak tidak memberitahukan kepada masyarakat tentang prosedur

perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974?

Jawab :

Diberitahukan beberapa kalipun kepada masyarakat di Desa ini, mereka tetap tidak

akan melakukan perceraian di Pengadilan Agama dikarena faktor dari perekonomian

di Desa kami yang menyebabkan masyarakat sini tidak melakukan proses

perceraiannya di Pengadilan Agama.

5. Mengapa Bapak tetap melakukan perceraian tersebut jika ada pasangan suami isteri

yang bercerai tanpa melalui proses persidangan di Pengadilan Agama?

Jawab :

Karena di Desa ini yang ditunjuk untuk menjadi penghulu itu adalah Bapak jadi

semua yang ingin bercerai melapor ke Bapak. Jika saya tidak melaksanakan

permintaan kedua belah pihak maka saya akan dilaporkan kepada Bapak Lurah dan

bias-bisa saya tidak dipercaya oleh masyarakat sekitar.

6. Apakah Bapak Pegawai dari KUA?

Jawab :

Saya bukan pegawai KUA. Aku menjadi penghulu karena ditunjuk atau dipilih oleh

Bapak Sumantri sebagai lurah di Desa Kadu Ti’is untuk menjadi penghulu di Desa

Kadu Ti’is.

Page 126: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

7. Apakah data-data perceraian di desa ini ada di KUA dan apa gunanya KUA di Desa

Kadu Ti’is?

Jawab :

Gunanya KUA hanya mencatatkan pernikahan dan perceraiannya.

Data-data perceraian tersebut ada di KUA tetapi kami tidak memberi ijin kepada

siapapun untuk melihat ataupun foto copy karena kami tidak ingin mengambil resiko

ketahuan oleh orang lain karena perceraian di Desa tidak melalui proses persidangan i

dan kami takut dilacak keberadaan Desa kami karena itu bentuknya non illegal dan

tidak mempunyai kekuatan hkum yang tetap di Pengadilan Agama

Page 127: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

124

WAWANCARA KUESIONER PENELITIAN

(Perceraian Tanpa Melalui Proses Persidangan Di Pengadilan Agama)

Desa Kadu Ti’is Kec. Mekar Jaya Kab. Pandeglang

Narasumber : Ibu Nengsih

Jabatan : Yang mengalami perceraian

Pewawancara : Risna Ayesa

Hari/Tanggal : Sabtu, 13 Februari 2010

1. Apa benar Ibu sudah bercerai dari suami?

Jawab :

Iya memang benar saya sudah bercerai dari suami saya yang dulu.

2. Siapa yang menginginkan perceraian ini?

Jawab :

Saya yang ingin bercerai dari suami saya

3. Apa yang menyebabkan Ibu ingin bercerai dari suami Ibu?

Jawab :

Suami saya telah berselingkuh dengan wanita lain selama dia bekerja di jakarta dan

dia sudah tidak menafkahi anak serta isterinya.

4. Apakah Ibu bercerai melalui proses persidangan di Pengadilan Agama? Mengapa!

Jawab :

Tidak, saya tidak melalui proses persidangan di Pengadilan Agama karena letak PA

yang sangat jauh dari desa saya dan mahalnya biaya perceraian dan susah atau

Page 128: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

125

ribetnya mengurus perceraian di Pengadilan Agama. Saya bercerai dengan suami

hanya melalui kiyai dan disaksikan oleh kedua orang tua kita masing-masing.

5. Apa yang membuktikan Ibu dan suami bahwa Ibu telah bercerai?

Jawab :

Bukti bahwa saya sudah resmi bercerai dari suami saya yaitu hanya selembar kertas

yang ditandatangani oleh saya dan suami diatas materai dan disaksikan oleh kiyai dan

kedua orang tua kita masing-masing.

6. Apakah sah perceraian yang Ibu lakukan tanpa melalui proses persidangan di

Pengadilan Agama?

Jawab :

Iya sah perceraian yang saya lakukan karena saya bercerai dengan suami disaksikan

oleh kedua orang tua kita masing-masing dan dihadapan Bapak penghulu yang waktu

itu menikahkan saya dengan suami saya.

7. Bagaimana dengan anak Ibu yang sekarang sudah dewasa dengan perceraian Ibu dan

suami?

Jawab :

Saya bercerai dengan suami sejak anak saya masih kecil sekitar umur 5 bulan tapi

setelah anak saya berumur 8 tahun saya memberitahukan tentang keadaan orang

tuanya yang sudah mengalami perceraian atau pisah dari bapaknya. Anak saya juga

sebelumnya lama-lama mengetahui bahwa Bapaknya sudah tidak tinggal bersama lagi

dengan Ibunya. Semakin dewasa saya memberi tahu mengapa alasan Ibu dan Bapak

berceraian. Ibu bercerai karena Bapak selingkuh dnegan perempuan lain selama

Bapak bekerja di Jakarta.

Page 129: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

126

8. Setelah Ibu bercerai dari suami dan Ibu menikah lagi, apakah dengan bukti selembar

kertas yang menyatakan bahwa Ibu pernah menikah bisa dijadikan bukti abhwa Ibu

telah bercerai dari suami Ibu yang pertama?

Jawab :

Jika saya menikah dengan laki-laki lain maka saya hanya menunjukkan selembar

kertas yang menyatakan saya pernah bercerai dari suami setelah itu selembar kertas

tersebut ditunjukkan kepada orang tua laki-laki dan dihadapan penghulu. Jika semua

sudah selesai maka saya baru bias menikah kembali dengan laki-laki lain.

9. Apakah Ibu menikah kembali sebelumnya meminta ijin kepada anak Ibu?

Jawab :

Pastinya saya minta ijin kepada anak saya, masalah boleh atau tidaknya dengan anak

saya, saya akan terima keputusannya karena saya menikah dengan laki-laki lain yang

benar-benar sayang dan mau nerima anak saya apa adanya. Jika saya diperbolehkan

menikah kembali sama anak maka saya akan menikah.

10. Selama Ibu bercerai dari suami, Apakah Ibu melarang anaknya untuk tidak bertemu

dengan Bapaknya?

Jawab :

Saya tidak pernah melarang anak untuk tidak bertemu lagi dengan Bapaknya karena

saya tidak berhak, dia adalah Bapak dari anak saya juga dan saya tidak boleh ikutin

egois saya sendiri. Semua akan saya lakukan demi anak, apapun itu.

Page 130: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

127

WAWANCARA KUESIONER PENELITIAN

(Perceraian Tanpa Melalui Proses Persidangan Di Pengadilan Agama)

Desa Kadu Ti’is Kec. Mekar Jaya Kab. Pandeglang

Narasumber : Bapak Sumantri

Jabatan : Kelurahan

Pewawancara : Risna Ayesa

Hari/Tanggal : Sabtu, 13 Februari 2010

1. Bagaimana menurut bapak jika ada masyarakat di sekitar ini ada yang ingin bercerai?

Jawab :

Yang pertama pasti saya merasa sedih karena saya sebagai lurah tidak bisa membuat

warga di desa ini hidup harmonis dan tentram. Kemudian saya akan bertanya kepada

kedua belah pihak yang ingin bercerai, alasan apa yang membuat kedua belah pihak

ingin bercerai lalu apa tidak ada jalan yang lain selain perceraian dan apa sudah

dipikirkan dengan baik-baik, setelah saya bertanya kepada mereka dan kedua belah

pihak sudah yakin ingin bercerai maka saya sebagai lurah di desa ini, akan saya bantu

mengurus perceraian kedua belah pihak.

2. Bagaimana proses perceraian di Desa Kadu Ti’is ini?

Jawab :

Proses perceraian di desa ini hanya datang ke RT, RW dan kelurahan untuk

mengetahui bahwa kedua belah pihak ingin bercerai lalu dari RT memanggil bapak

Sanuri yang bekerja di KUA lalu kedua belah pihak membawa saksi-saksi yaitu

Page 131: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

128

kedua orang tua kedua belah pihak setelah itu kedua belah pihak melakukan

perceraian di depan saksi-saksi dan di depan bapak Sanuri setelah itu kedua belah

pihak sudah sah bercerai lalu kedua belah pihak menandatangani surat cerai di atas

selembar kertas yang bermateraikan dan kertas itu di pegang oleh masing-masing

kedua belah pihak yang sudah sah melakukan perceraian.

3. Siapa saja yang berperan penting dalam proses perceraian?

Jawab :

Yaitu RT, RW, bapak lurah. Kedua orang mereka masing-masing untuk dan bapak

Sanuri sebagai yang bekerja di KUA dan sering menikahkan masyarakat di desa ini.

4. Apakah proses perceraian ini sudah ada sejak lama?

Jawab :

Memang proses perceraian di desa ini tidak melalui proses persidangan di Pengadilan

Agama sudah ada sejak dahulu kala. Dan perceraian yang sperti ini sudah menjadi

adat bagi masyarakat di desa kadu ti’is.

5. Apakah masyarakat di desa ini mengetahui tentang proses perceraian yang harus

dilakukan di depan Pengadilan Agama?

Jawab :

Masyarakat disini tidak mengetahui dan tidak paham sekali dengan peraturan undang-

undang yang seperti itu dan kalau mengetahuipun mereka tetap tidak bisa melakukan

perceraian di Pengadilan Agama. Kebanyakan masyarakat disini mengetahuinya

bahwa perceraian yang seperti itu yang biasa dilakukan di desa kadu ti’is.

6. Fakor apa yang menyebabkan masyarakat di desa kadu ti’is melakukan perceraian

tanpa mealui proses persidangan di Pengadilan Agama?

Page 132: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

129

Jawab :

Faktor yang pertama karena perekonomian di desa tersebut sangat lemah, fakktor

yang kedua karena letak Pengadilan Agama yang jauh dari letak desanya, yang ketiga

karena biaya mengurus perceraian di Pengadilan Agama terbilang mahal, dan faktor

yang terakhir adalah karena perceraian ini sudah menjadi adat ataupun kebiasaan bagi

masyarakat di desa kadu ti’is.

7. Apakah letak Pengadilan Agama menjadi faktor perceraian tidak dapat dilaksanakan

di Pengadilan Agama?

Jawab :

Iya, salah satunya karena letak Pengadilan Agama yang begitu jauh dari

perkampungan atau desa.

8. Apakah bapak sebagai lurah di desa ini sudah memberikan mereka nasehat tentang

adanya peraturan perceraian menurut Undang-Undang?

Jawab :

Setiap masyarakat disini yang ingin melakukan perceraian sudah saya kasih tahu

bahwa proses perceraian itu harus melalui proses persidnagan di Pengadilan Agama

dan sbelumnyapun saya sudah sering mengatakanya di setiap ada pertemuan dan

disetiap ada acara di desa.

9. Apakah setelah kedua belah pihak bercerai maka data-data perceraian itu ada di

KUA?

Jawab :

Data-data itu ada di KUA tetapi data perceraian tersebut sudah lama kalau untuk

akhir-akhir ini sudah tidak ada lagi yang bercerai di desa kadu ti’is, maksudnya

Page 133: BAB I PENDAHULUAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4029/1/RISNA...BAB I . PENDAHULUAN . A ... 2. Selanjutnya Tahir Mahmood mendefinisikan

130

perceraian di desa ini sudah jarang terjadi lagi. Data-data perceraian disini juga tidak

bisa dilegalisir karena kami tidak menginjikan memberikan baik dalam bentuk

legalisir ataupun foto copy kepada siapapun, saya takut desa kami dilacak oleh

pegawai Pengadilan atau siapapun