bab i pendahuluan a. mengapa kita perlu...

22
1 BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU MENGETAHUI HENDAYA PERKEMBANGAN ANAK? Anak yang mempunyai hendaya perkembangan atau child with developmental impairment (di Indonesia lazim disebut sebagai anak ―tunagrahita‖ atau mental retardation) dengan tingkat kelainan berat dan sangat berat ( severely and profoundly mental-retardation) secara nyata sangat memerlukan perhatian dan waktu yang penuh dalam pemberian layanan pendidikannya. Bagi mereka yang tergolong mental retardation yang mempunyai latar belakang hendaya berat dan sangat berat disebabkan oleh faktor- faktor kelelahan, emosional dan penderitaan atau kelaparan pada ibu hamil, maka kecenderungan ketidakberfungsian sensori-integrasi atau dysfunction in sensory integration secara bersamaan dapat diikuti dengan kemunculan hendaya lainnya. Misalnya yang terjadi pada anak dengan hendaya spektrum autistik atau ASD (autistic spectrum disorder) meliputi anak yang mempunyai hendaya-hendaya sebagai berikut di bawah ini. 1. Autistic disorder (Autism) 2. Non-Autistic pervasive developmental delay (PDDs), meliputi: a. Asperger’s syndrome, b. Pervasive developmental Disorder Nos (Nos adalah not otherwise specified) c. Fragile X syndrome, d. Retts syndrome, e. Childhood disintegrative disorder. 3. Attention deficit disorder with or without hyperactivity atau ADD or ADHD (Anak yang mempunyai hendaya kekurangan perhatian diikuti dengan hiperaktif maupun tidak) 4. Cerebral palsy. 5. Down syndrome.

Upload: trandieu

Post on 16-Apr-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. MENGAPA KITA PERLU MENGETAHUI HENDAYA PERKEMBANGAN

ANAK?

Anak yang mempunyai hendaya perkembangan atau child with developmental

impairment (di Indonesia lazim disebut sebagai anak ―tunagrahita‖ atau ―mental

retardation”) dengan tingkat kelainan berat dan sangat berat (severely and profoundly

mental-retardation) secara nyata sangat memerlukan perhatian dan waktu yang penuh

dalam pemberian layanan pendidikannya. Bagi mereka yang tergolong mental retardation

yang mempunyai latar belakang hendaya berat dan sangat berat disebabkan oleh faktor-

faktor kelelahan, emosional dan penderitaan atau kelaparan pada ibu hamil, maka

kecenderungan ketidakberfungsian sensori-integrasi atau dysfunction in sensory

integration secara bersamaan dapat diikuti dengan kemunculan hendaya lainnya.

Misalnya yang terjadi pada anak dengan hendaya spektrum autistik atau ASD (autistic

spectrum disorder) meliputi anak yang mempunyai hendaya-hendaya sebagai berikut di

bawah ini.

1. Autistic disorder (Autism)

2. Non-Autistic pervasive developmental delay (PDDs), meliputi:

a. Asperger’s syndrome,

b. Pervasive developmental Disorder Nos (Nos adalah not otherwise specified)

c. Fragile X syndrome,

d. Retts syndrome,

e. Childhood disintegrative disorder.

3. Attention deficit disorder with or without hyperactivity atau ADD or ADHD (Anak

yang mempunyai hendaya kekurangan perhatian diikuti dengan hiperaktif maupun

tidak)

4. Cerebral palsy.

5. Down syndrome.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

2

6. Fetal alcohol syndrome (FAS).

7. Spina bifida.

8. Nonverbal learning disorder (NLD).

9. Bipolar disorder (Kranowitz, C.,S. 2002:5; Siegel, B. 1996:10-11).

Autism merupakan hendaya perkembangan atau developmental disorder,

kelainannya sangat mempengaruhi diri anak yang bersangkutan dalam berbagai aspek

lingkungan kehidupan dan pengalaman-pengalamannya. Olehkarenanya tidaklah

mengherankan jikalau masyarakat mengenali sindrom autism sebagai pervasive

developmental disorder (PDD).

Siegel (1996:9) memberikan gambaran secara rinci tentang hubungan yang sangat

erat diantara Asperger’s syndrom, fragile X syndrom, Rett syndrome, dan anak-anak

dengan hendaya disintegratif yang berada dalam kelompok hendaya perkembangan

pervasif (PDD). Hal ini menghindari salah pengertian diantara masyarakat (di luar para

peneliti) dalam mengenali ‖hendaya autistik‖ atau ‖autistic disorder‖ yang sebetulnya

merupakan istilah teknis bagi para psikolog sebagai ahli pengguna Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorder ( edisi keempat atau DSM-IV). Dapatlah dikatakan

bahwa perlu adanya pemahaman dalam membedakan kata anak autistik atau autistic

disorder (autism) dengan pervasive developmental disorders yang dikenal dengan istilah

Autistic spectrum disoder.

Untuk lebih jelasnya, keberadaan dari anak dengan hendaya autistik atau autistic

disorder dengan kelainan-kelainan pada kelompok autistic spectrum disorder (ASD),

dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2, di bawah ini.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

3

Gambar 1: The Pervasive Developmental Disorder: Autistic Spectrum Disorders

(Sumber: Siegel, B.,1996:10)

Gambar 2: Autistic Spectrum Disorder dan Hendaya Perkembangan Lainnya

(Sumber: Siegel, B. ,1996:11)

MENTAL RETARDATION

AUTISTIC DISORDER

DEVELOP MENTAL

LANGUAGE DISORDER

PDD, NOS

Asperger’s Syndrome

- CDD

- RETT

- FRA-X

- APDD

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

4

Diantara mereka yang tergolong sindrom autism dengan kelainan yang serius

semenjak usia dini, umumnya dapat ditandai dengan menunjukkan sikap-dirinya untuk

berusaha selalu menghindar dari setiap kontak-sosial, walaupun terhadap orang tuanya

sendiri. Penyandang kelainan sindrom semacam ini awalnya diketemukan oleh Leo

Kanner (1943; dalam Ward, A. J. 1970:350) disebut dengan early infantile autism atau

anak autistik usia dini.. Kata autism berasal dari bahasa Yunani Kuno atau Greek yang

berarti ―self‖ atau diri-sendiri, sehingga mereka berkecenderungan untuk hidup dalam

dunianya sendiri. Para peneliti beranggapan bahwa kehidupan dalam dunianya-sendiri

semacam ini akan berlangsung selama kehidupannya. Mereka secara nyata mempunyai

kesulitan untuk belajar berkomunikasi secara verbal dan non-verbal. Banyak juga

diantara mereka suka menyakiti dirinya sendiri dan berperilaku sangat ekstrim yaitu suka

untuk melakukan kegiatan gerak yang sama selama berjam-jam setiap waktu atau

stereotype (Alloy, L.B. 2005:93).

Lebih lanjut Ward (1970: 350-362), menyatakan bahwa penyandang sindrom

autism usia dini (early infantile autism), dapat terdeteksi melalui suatu diagnosis khusus

oleh ahli medis atau psikolog semenjak usia mereka 30 bulan (APA, 1980). Karya tulis

Kanner (1943) memberikan definisi tentang kelainan autism usia dini sebagai tipe

‖kelainan psikis yang sampai kini tidak terungkapkan‖, yang tentunya harus dibedakan

dengan penyandang schizophrenia masa kecil, dan juga dengan oligophrenia yang

mempunyai potensi intelektualnya lebih baik dibandingkan dengan penyandang sindrom

autism (Kanner dan Eisenberg 1956:557, dalam Delphie, B. 2006:12).

American Pshyciatric Association (APA, 2000) lebih jauh menyatakan bahwa

anak autistik merupakan ‖kelainan‖ yang sangat jarang ditemui karena kejadiannya hanya

4 sampai 5 diantara 10.000 kelahiran bayi (APA, 1980 dalam Delphie, B. 2006:1; Alloy,

L.B. 2000:493; APA, 2000 dalam Halgin, R.P. & Whitbourne,S.K., 2005: 374 ). Hasil

penelitian Wing dan Potter (2002), menyatakan bahwa tingkat privalensi anak autistik

berkisar 3,8 dari 10.000 anak-anak, dan tingkatan privalensi 60 dari 10.000 anak-anak

merupakan perkiraan bagi autistic-spectrum disorders (dalam Halgin & Whitbourne

2005:374).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

5

Schizophrenia merupakan suatu hendaya dengan adanya gejala-gejala berkaitan

dengan gangguan psikis, cara berfikir, persepsi, perasaan diri, perilaku dan keberfungsian

kecerdasan interpersonal—disebut juga dengan kecerdasan diri (self smart) yang

mengarah kepada kemampuan untuk mengamati diri sendiri (self observation), proses

berfikir, refleksi diri dan intusi spiritual (Lazear, D. 2004:24). Gejala selanjutnya,

ditandai dengan karakeristik khusus berupa: ketidakberfungsian emosional dan kognitif

termasuk halusinasi dan khayalan, ketidakmampuan mengorganisir perilaku dan cara

berbicara, dan emosi yang tidak pada tempatnya, dan suka menghindarkan diri dari

kenyataan lingkungan (Duran, V.M. dan Barlow, D.H., 2006:471; The American

Heritage Dictionary, 1985:1098; Halgin,R.P. & Whitbourne,S.K., 2005:301). Sedangkan

oligophrenia atau mental deficiency, yaitu perkembangan intelektual di bawah re-rata

normal, disebabkan oleh adanya luka otak atau karena penyakit, dengan karakteristik

utama berupa hambatan belajar. Hambatan belajar ini sangat menghambat khususnya

dalam hal kemampuan sosial, vokasional dan kemampuan berbicara ( The American

Heritage Dictionary, 1985:786 dan 866).

Dalam beberapa dekade terakhir ini, pembicaraan tentang sindrom autism banyak

berubah secara radikal. Sebelumnya, popularitas pembicaraan mengenai autism dimulai

sejak tahun 1950-an dan tahun 1960-an berkaitan dengan perspektif psikodinamika yang

memandang penyebab terjadinya autism diawali dengan adanya ‖penerimaan dingin‖ dan

‖tidak diterima kehadirannya‖ oleh orangtuanya (Bettelheim, 1967). Namun dewasa ini,

para peneliti lebih berfokus pada ketidakberfungsian otak. Mereka telah menemukan

bahwa faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebabnya antara lain sebagai berikut.

(1). Ketidakberfungsian sistem syaraf di otak,

(2). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perspektif kognitif, dan

(3). Beberapa penilaian lainnya berkaitan dengan konsekuensi-konsekuensi terhadap

dugaan adanya kerusakan-kerusakan secara fisik

(Dalam Alloy, L.B. et al. 2005: 497).

Di bawah ini dijelaskan beberapa perspektif terjadinya kelainan autistik sebagai bahan

pemikiran dalam pemberian bantuan dan layanan pendidikannya.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

6

1. Perspektif Berdasarkan Neuroscience

Perspektif berdasarkan ilmu syaraf mengenai terjadinya kelainan autism dapat

dilihat dari hasil-hasil penelitian para ahli terdahulu yang menyatakan bahwa penyebab

kelainan autism antara lain: (a) hasil penelitian terhadap genetika, (b) hasil penelitian

terhadap kromosom, (c) hasil penelitian biokemikal, (d) hasil penelitian terhadap kelainan

bawaan, dan (e) hasil penelitian yang bersifat neurologis.

a. Penelitian Genetika

Penelitian awal terhadap penyebab sindrom autism adalah penelitian terhadap

genetika. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli medis dan psikolog semula ditujukan

pada anak dengan gangguan psikis atau schizophrenia dengan menggunakan Diagnostic

and Statistical Manual of Mental Disorder ( DSM- Edisi I hingga III dan DSM, edisi

keempat, dengan revisi teks). Hasil penelitian menyatakan bahwa terjadi perbedaan

antara anak schizophrenic dengan anak autistik. Anak schizophrenic merupakan individu

yang hidupnya tidak konstan yang selalu ingin melawan disebabkan oleh ego-nya,

sedangkan anak autistik usia dini (early infantile autism) sangat sejalan dengan

kehidupannya karena adanya tingkah laku yang berfokus terhadap dirinya sendiri dan

adanya perilaku pengulangan gerak (repetitive) atau tingkah laku yang bersifat monoton

(stereotypic).

Lebih jauh, penyebab adanya kelainan sindroma autism dilakukan terhadap

pasangan-kembar atau bayi kembar yang dilakukan di Inggris, hasilnya menunjukkan

bukti-bukti sebagai berikut.

(1).Penelitian yang dilakukan terhadap 11 pasangan kembar monozygotic (M2) dan

pasangan kembar dari zygotic (D2) yang dilakukan oleh Folstein dan Rutter tahun

1977, telah diketemukan sedikitnya satu anak yang mengidap kelainan sindrom

autism. Sebelumnya didiagnosis tidak sebagai penyandang kelainan sindrom autism,

ternyata ia dipastikan sebagai anak yang mempunyai hendaya berbahasa dan kognisi.

(2).Penelitian terhadap tiga pasangan bayi-kembar telah diketemukan bukti bahwa

kecenderungan tingkat indeks sebagai autism adalah 50 persen untuk pasangan

kembar M2 dan nol persen untuk D2. Tingkat kecenderungan terhadap sindrom

autism tersebut secara pasti berpengaruh terhadap kelainan kognitif sebesar 86 persen

dan kelainan sosial sebesar 19 persen (Rutter, Mc Donald, Le Counter, et al., 1990).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

7

(3).Penelitian berikutnya terhadap contoh pasangan-kembar, menunjukkan data

kecenderungan terhadap autism adalah 60 persen untuk M2 dan 10 persen untuk D2

(Bailey, Le Counter, Gottsman, et al., 1995).

(4). Penelitian yang telah dilakukan oleh negara-negara Nordic, menunjukkan bahwa

tingkat indeks dimungkinkan adanya penyandang kelainan sindrom autism pada

pasangan-kembar M2 sebesar 91 persen dan nol persen untuk D2. Pengaruh kelainan

terhadap hambatan kognitif secara pasti dinyatakan bahwa 91 persen untuk M2 dan

30 persen untuk D2 (Steffenburg, Gillberg, Hellgren, et al., 1989). Sedangkan pada

anak-anak dengan sindrom autism yang tidak kembar diketemukan bukti bahwa

kurang lebih tiga hingga tujuh persen mempunyai hendaya dalam kognitif dan sosial

(Bailey, Philips & Rutter, 1996).

(5). Penelitian terhadap pasangan-kembar pada penyandang kelainan sindrom autism

lainnya diketemukan bukti bahwa 12 persen dari pasangan-kembar autism

menunjukkan bukti adanya hendaya dalam interaksi-sosial. Jika dibandingkan antara

anak autistik dengan Down’s Syndrome, diketemukan data nol persen kelainan pada

interaksi-sosial (Bolton & Rutter, 1990).

(6).Penelitian berikutnya, tidak diketemukan perbedaan terhadap hambatan pada

masalah-masalah kognitif antara pasangan-kembar autism dengan Down’s Syndrome

maupun dengan anak yang mempunyai kelainan kurang-berat (Szatmari, Jones, Tuff,

et al., 1993).

(7).Sejauhmanapun komponen-komponen genetika berpengaruh terhadap sindrom

autism, namun terdapat perbedaan yang cukup berpengaruh pada beberapa

penyandang kelainan sindrom autism. Penelitian terhadap keluarga penyandang

autism pasangan-kembar, terdapat bukti yang menunjukkan adanya satu sebagai

penyandang autism dan satunya lagi dengan kelainan Down’s Syndrome. Maka

salah satu dari mereka dipastikan mempunyai kelainan pada tingkat yang lebih berat

atau profoundly (Baird, August, 1985).

(8). Penelitian lain memberikan bukti terhadap pasien dengan sindrom autism yang telah

menunjukkan tingkat keberfungsian sistem syaraf yang lebih baik, umumnya berasal

dari keluarga yang mempunyai kelainan psikis (De Long, 1992).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

8

(9). Fakta lain, menunjukkan adanya hendaya afektif tiga kali lebih pada keluarga dari

anak-anak penyandang kelainan sindrom autism yang mengidap tuberious scelerosis

atau epilepsy (Bailey, Phillips & Rutter, 1996).

b. Hasil Penelitian Terhadap Kromosom

Fragile X syndrome dapat berpengaruh terhadap terjadinya tunagrahita, begitu

pula pada penyandang kelainan sindrom autism. Ada dua penelitian yang telah

menunjukkan bukti bahwa tingkat prevalensi diantara orang tua yang mempunyai

anak autistik adalah 2,5 hingga 7 persen (Bailey, Phillips & Rutter, 1996; Hagerman,

1992). Ketidaknormalan lain, seperti tuberious scelerosis dan anomalies pada

kromosom 15, dapat menjadi penyebab terjadinya penyandang kelainan sindrom

autism (Bailey, Phillips & Rutter, 1996). Kasus-kasus berkaitan dengan autism

mempunyai kaitan dengan keluarbiasaan atau penyimpangan pada kromosom-

kromosom, kecuali pada kromosom nomor 14 (Gillberg & Coleman, 2000).

c. Hasil Penelitian Biokemikal

Fokus utama penelitian para ahli terhadap anak dengan sindrom autism, seperti

halnya pada anak schizophrenia, saat ini tertuju kepada pengaruh obat terhadap kekuatan

syaraf pemancar. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada diri anak autistik

tidak diperlukan penggunaan serotonin dan dopamine dalam dosis tinggi, seperti dugaan

awal dari para ahli (Tsai & Ghaziudin, 1997). Lebih lanjut, penelitian lainnya

menemukan bukti bahwa pada 30 anak penyandang autism telah kehabisan serotonin, dan

terjadinya kadar tingkat rendah pada dopamine (Chugani, Muzik, Behen, et al. 1999;

Ernst, Zametkin, Matochik, et al. 1997).

Apapun pengaruh dari serotonin dan dopamine dalam perkembangan anak

autistik, dua syaraf pemancar dimungkinkan hanya berpengaruh saat berlangsungnya

upaya-upaya penyembuhan. Ketika anak autistik menerima obat stimulan seperti

amphetamines melalui peningkatan dopamine, maka gejala-gejala berkaitan dengan

hiperaktif, perilaku gerak yang berulang-ulang menjadi bertambah atau menjadi lebih

buruk dalam upaya menstimulasi dirinya (Young, Kavanagh, Anderson, et al., 1982

dalam Alloy, L.B., 2005:493).

Obat-obatan yang menghambat dophamine seperti phenothlazines dapat

mengurangi gejala-gejala autistik termasuk pada gejala-gejala gerakan-gerakan repetitif

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

9

dan pengrusakan diri (Campbell, Overall, Small, et al., 1989; Tsai 1992, dalam Alloy

L.B. 2005: 495). Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan

risperidone sebagai antipsikotik secara khusus terhadap 8-14 orang dewasa penyandang

autism menunjukkan bukti bahwa perilaku-perilaku repetitif, agresi dan masalah-masalah

perilaku lainnya dapat berkurang (McDougle, Homes, Carlson, et al., 1998 dalam Alloy,

L.B., 2005:495).

d. Kelainan Bawaan dan Komplikasi Kelahiran

Selagi faktor-faktor genetika berpengaruh dalam banyak kasus terjadinya sindrom

autism, faktor non-genetika dapat juga berpengaruh walaupun bukan merupakan faktor

utama. Beberapa kesulitan atau komplikasi kelahiran sering muncul menjadi penyebab

sindrom autism termasuk kelahiran sebelum waktunya, pendarahan saat pertama umur

kandungan mendekati tiga bulan, penggunaan obat-obatan selama mengandung, dan

munculnya ‖meconium‖ dalam cairan ‖aminiotic‖ (Gillberg & Coleman, 2000; Tsai,

1987 dalam Alloy, L.B., 2005: 498). Selanjutnya, Tsai dan Ghaziudin (1977 dalam

Alloy, L.B., 2005:498) menyatakan bahwa penyebab sindrom autism bisa juga

dikarenakan oleh adanya penyakit Rubella pada ibu hamil, fungsi kekebalan tubuh yang

lemah, mekanisasi ‖autoimune‖ , dan masalah-masalah berkaitan dengan kekebalan

tubuh. Namun dalam kebanyakan kasus terjadinya sindrom autism, kelainan bawaan dan

komplikasi kelahiran barangkali bukan merupakan kasus-kasus utama dari sebab

terjadinya hendaya sindrom autism. Lebih jauh, kelainan bawaan sangat berkaitan

dengan faktor-faktor genetika.

e.Hasil Penelitian yang Bersifat Neurologis

Banyak peneliti berpendapat bahwa apapun yang terjadi pada kasus utama,

sindrom autism berasal dari luasnya defisit dalam otak, yang dapat digambarkan sebagai

berikut.

Pertama.

Kebanyakan tanda-tanda yang mengacu kepada karakteristik autism, antara lain adanya

hendaya atau hambatan dalam perkembangan bahasa, mereka yang tergolong pada

kelainan tunagrahita, perilaku ke-arah gerakan-gerakan yang ganjil, kegiatan-kegiatan

yang terjadi di luar semestinya dan sering dilakukan secara berlebihan terhadap masukan

atau rangsangan pada sensori, sangat responsif dalam gerak sentuhan sebagai upaya

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

10

melawan adanya rangsangan visual dan yang bersifat pendengaran. Kesemuanya itu

sangat erat dengan keberfungsian dari sistem syaraf pusat yang ada di otak.

Kedua

Diperkirakan sebesar 25 persen dari populasi anak-usia dewasa yang mengidap sindrom

autism mendapatkan peningkatan kelainan kejang-kejang yang berasal dari adanya

pengaruh sistem syaraf pusat (Alloy, et al., 2005:498).

Ketiga

Penelitian dan uji coba terhadap neurologis pada anak-anak dengan sindrom autism

terkadang mengacu kepada ketidaknormalan seperti: (a) terjadi kekuatan otot yang

rendah, (b) rendahnya koordinasi, (c) suka mengeluarkan air liur, (d) dan berperilaku

hiperaktif.

Keempat

Alur terjadinya sindrom autism umumnya berkaitan dengan‖neuro-physiology‖ atau

fisiologi syaraf. Dikenal adanya dua tipe penelitian, yaitu penelitian berkaitan dengan

penggunaan electroencephalogram (EEG) dan ERP (event-related potentials).

Electroencephalogram dari seseorang dengan kelainan autism pada umumnya sangat sulit

untuk diperoleh karena hasil tes baru dapat diperoleh bila adanya kerja sama dengan yang

bersangkutan. Dalam penelitian Minshew (1991 dalam Alloy, L.B., 2005:498) ternyata

menghasilkan data yang menyatakan bahwa 50 persen dari penyandang autism

menunjukkan adanya ketidaknormalan EEG. Hasil penelitian lanjutan pada dewasa ini

oleh Dawson, Klinger, Panagiotides, dan kawan-kawan (1995), menyatakan bahwa anak

dengan sindrom autism menunjukkan tendensi adanya penurunan kegiatan EEG pada sisi

‖frontal‖ dan ‖temporal region‖ dari otak, jika dibandingkan dengan anak-anak pada

umumnya (dalam Alloy, L.B., 2005:498). Begitu pula penelitian lainnya yang dilakukan

oleh Rossi, Parmeggian, Bach, dan kawan-kawan (1995), menunjukkan bahwa 23,6

persen dari 106 responden-pasien dengan kelainan autistik diketahui adanya

ketidaknormalan pada EEG, dan 18,9 persen ternyata mempunyai kelainan kejang-kejang

secara klinis.

Penelitian dengan menggunakan ERP atau event-related potentials yang dilakukan

terhadap getaran-getaran otak telah menujukkan pola-pola reaksi terhadap rangsangan

berbagai sensori. Ini berarti bahwa pada penyandang sindrom autism menunjukkan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

11

adanya ketidaknormalan atensi terhadap rangsangan-rangsangan terhadap bahasa maupun

rangsangan-rangsangan baru.

Penelitian dengan EEG maupun ERP ternyata menunjukkan data secara jelas bahwa

hendaya yang bersifat neurologis terjadi pada seseorang dengan kelainan sindrom autism.

Kelima

Autopsi terhadap otak manusia pada penyandang sindrom autism telah menunjukkan

bukti adanya ketidaknormalan yang terjadi pada ‖cerebellum‖ dan pada sistem ‖limbic‖.

Ketidaknormalan ini dapat berpengaruh pada kemampuan kognisi, emosi, dan perilaku

seseorang, khususnya syaraf pada sistem limbic menjadi lebih mengecil dan lebih

kencang. Dalam beberapa bagian, ‖denditres‖ lebih pendek dan kurang kompleks.

Dendrites merupakan cabang-cabang yang dapat menerima tanda-tanda dengan daerah

syaraf yang berdekatan.

Terakhir

Beberapa peneliti telah menemukan adanya megalencephaly , yaitu ukuran otak yang

besarnya melebihi kenormalan, yang banyak terjadi pada individu yang mempunyai

sindrom autism (Bailey, Luthert, Dean, et al., 1998 dan Kemper & Bauman, 1998 dalam

Alloy, L.B., 2005:499). Dewasa ini para ahli dalam penelitiannya telah menggunakan

teknik-teknik penggambaran otak, seperti MRI (magnetic resonance imaging) dan PET

scans, untuk meningkatkan hipotesa baru tentang terjadinya autism.

2. Perspektif Kognitif

Tidak seorangpun dapat menolak pernayataan yang berbunyi bahwa anak dengan

sindrom autism mempunyai masalah yang dapat mempengaruhi kapasitasnya untuk

meniru dan memahami, menjadi luwes dan berdaya cipta, memahami dan dapat

menerapkan aturan-aturan, dan dapat menggunakan informasi-informasi yang datang dari

lingkungannya. Dengan kata lain, bahwa anak autistik tidak mampu untuk mengatasi

lingkungan dalam kehidupannya.

Teori-teori kognitif berpendapat bahwa masalah-masalah kognitif pada anak

dengan sindrom autism merupakan hal yang pokok dan penyebab terjadinya

permasalahan sosial pada diri anak autistik (Rutter, Bailey, et al., 1994 dalam Alloy,

L.B., 2005:499). Hasil penemuan penelitian dewasa ini lebih terfokuskan pada empat

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

12

area fungsi kognitif. Keempat area tersebut adalah: (1) fungsi eksekutif, (2)

pengkategorian dan daya ingat, (3) pemahaman sosial, dan (4) teori berfikir.

Fungsi eksekutif

Para ahli banyak memberikan pendapat mereka, yang menyatakan bahwa seseorang

dengan sindrom autism mempunyai hambatan yang cukup besar dalam melakukan

pemecahan masalah, mengambil inisiatif dalam perencanaan, melakukan kontrol terhadap

gerak-hati, mempertahankan perhatian, melakukan kontrol terhadap penampilan perilaku,

dan berperilaku tidak pantas yang dapat menghambat dirinya sendiri (Ozonoff, 1995

dalam Alloy, et al., 2005:499).

Penelitian lainnya, menyatakan bahwa anak dengan sindrom autism secara konsisten

menunjukkan adanya kekurangan dalam berbagai fungsi pelaksana atau eksekutif yang

melaksanakan tugas-tugas penilaian perubahan dan perencanaan, disamping itu anak

penyandang sindrom autism lebih banyak membuat kesalahan-kesalahan ‖perseverative‖

– yaitu penggunaan secara spontan terhadap: fikiran, hayalan, anak kalimat, waktu dalam

benaknya dibandingkan dengan anak penyandang ADHD (Wenar & Kerig, 2006:149).

Penelitian yang telah dilakukan terhadap pengintegrasian daya ingat telah menunjukkan

bukti bahwa seseorang dengan sindrom autism juga mempunyai kesulitan dalam

pembentukan konsep-konsep baru dan mendapat kesulitan pada saat dirinya berupaya

untuk memahami informasi baru berdasarkan konsep-konsep yang baru ia peroleh

tersebut. Secara khusus, anak dengan sindrom autism mempunyai kesulitan dalam

membentuk prototipe suatu benda atau objek sehingga dirinya bertendensi ke arah tidak

memenuhi aturan-aturan. Seperti halnya orang-orang amnesia, orang-orang dengan

sindrom autism berkecenderungan ke arah defisit daya ingatan untuk jangka pendek

maupun jangka panjang. Hal ini dimungkinkan terjadi disebabkan oleh adanya

ketidakberfungsian dalam amygdala dan hippo campus (Bachevalier, 1994; De Long,

1992; Klinger & Dawson, 1996 dalam Alloy, L.B., 2000:499).

Pemahaman sosial

Pemahaman sosial dari anak-anak yang mempunyai sindrom autism terhambat

disebabkan mereka dalam kehidupannya tidak menaruh perhatian sama sekali pada tanda-

tanda emosional dan perhatian orang lain yang ada di sekeliling mereka. Jadi dapat

dikatakan bahwa terjadi ketidakmampuan yang cukup parah terhadap pemahaman akan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

13

tanda-tanda atau isyarat tubuh seperti apa yang telah dilihat atau diarahkan. Mereka juga

mempunyai permasalahan dalam memahami emosi serta ekspresi wajah orang lain di

sekitarnya (Hobson, 1993; Sigman,1995 dalam Alloy L.B., 2005:499).

Terakhir: Hipotesa Kognitif

Permasalahan yang mendasar pada anak dengan sindrom autism adalah ‖ia tidak

mempunyai teori berfikir‖. – sepertinya mereka tidak memahami akan keberadaannya

berkaitan dengan keadaan mental sebenarnya, seperti perilaku untuk ‖percaya‖ atau

pernyataan ‖hasratnya‖. Olehkarenanya ia tidak dapat memperkirakan dan memahami

bentuk tindakan dirinya untuk berperilaku sesuai dengan keadaan mental sebenarnya.

Hal tersebut dapat dibuktikan dalam salah satu penelitian terhadap anak normal dan anak

dengan sindrom autism saat diberikan tugas-tugas berkaitan dengan dua boneka mainan.

Nama-nama anak responden itu adalah Sally dan Anna. Ilustrasinya sebagai berikut ini.

Sally telah melihat ada dua keranjang berwarna merah dan biru serta boneka mainan. Ia

meletakkan boneka mainan tersebut dalam keranjang merah, kemudian ia pergi. Ketika

Sally pergi, Anne mengeluarkan boneka mainan dari keranjang merah itu, dan kemudian

menyembunyikannya di keranjang lainnya yang berwarna biru. Ketika Sally kembali,

anak lain menanyakan kepada Sally untuk mencari dimana boneka mainan tersebut.

Lebih lanjut, dalam penelitian tersebut diperoleh informasi bahwa lebih dari 80 persen

anak dengan sindrom autism dari seluruh responden mampu menjawab ‖dalam

keranjang‖, hanya 20 persen saja dari mereka menjawab dengan benar, yaitu ‖dalam keranjang biru‖.

Ini berarti bawa anak dengan sindrom autism bukan tidak dapat mengingat, tetapi mereka

tidak mampu melihat lebih teliti terhadap tindakan apa yang telah dilakukan orang lain.

(Adaptasi dari Alloy,L.B., 2005:499).

Ketiadaan keterampilan kritis semacam ilustrasi tersebut di atas, berkontribusi

terhadap isolasi- sosial dari anak dengan sindrom autism. Anak dengan sindrom autism

selalu berubah-ubah dalam mencapai kesuksesan berkaitan dengan tugas-tugas yang

berhubungan dengan teori belajar. Sedangkan bagi anak normal kesuksesan dalam

mencapai teori belajar dapat berkembang semenjak usia 18 bulan. Oleh karenanya,

sekitar 20 persen dari kasus-kasus berkaitan dengan hendaya sindrom autism disebabkan

oleh ketidakmampuan berfikir. Fein dan Waterhouse (1990), menyarankan bahwa

pemaparan ‖teori berfikir‖ mungkin dapat diterapkan pada sebagian kelompok anak saja

-- sehingga mereka ini dapat berkembang menjadi normal – tetapi sulit sekali untuk

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

14

diterapkan pada anak dengan sindrom autism yang sejak awalnya mempunyai

perkembangan sosial yang abnormal (dalam Alloy,L.B., 2005:499).

Menurut Wenar dan Kerig (2006:150) bahwa ‖mind-blindness‖ sering terjadi

pada anak penyandang autistic spectrum disorder dan merupakan salah satu kekurangan

kemampuan yang cukup tinggi. Dimaksudkan dengan mind-blindness adalah kelangkaan

dalam memahami keadaan psikis terhadap diri-sendiri atau orang lain. Istilah lain untuk

ini adalah ‖theory of mind‖. Disebut dengan teori disebabkan oleh pendapat bahwa

ketika kita tidak dapat merasakan, mencium, atau mengamati langsung pikiran kita

terhadap orang lain, kita percaya mereka mempunyainya. Tes ―theory of mind‖ disebut

juga dengan istilah ‖a false belief task‖. Dalam tes ini anak yang bersangkutan disuruh

melakukan dugaan tentang apa yang diketahui seseorang dan apa yang tidak diketahui,

serta meramalkan tindakan perilaku yang sesuai.

Pada anak dengan kelainan sindrom autism berdasarkan hasil penelitian melalui

tes tersebut ternyata bahwa ia tidak mampu melakukan tugas yang diberikan dalam tes

tersebut, tanpa memandang seberapa tingginya kemampuan inteligensinya. Implikasi dari

kelangkaan theory of mind pada penyandang sindrom autism akan berpengaruh sangat

dalam terhadap: (a) hubungan sosial dan perkembangan bahasa, seperti ditampakkan

pada perilaku dirinya yang kurang memahami minat dan motivasi dalam berbagai

pengalaman dengan orang lain, (b) perkembangan emosional, antara lain: kurangnya

pemahaman terhadap persesuaian antara perasaan yang ada di dalam diri dengan ekspresi

pura-pura, (c) kemampuan berkomunikasi, antara lain: kesulitan untuk dapat

menyesuaikan pandangan-fikirannya dengan orang lain yang diajak berbicara (Wenar dan

Kerig, 2006:151).

Pada sisi lainnya, bukti-bukti hasil penelitian menyatakan bahwa ‖theory of

Mind‖ banyak berguna dalam melakukan hipotesis terhadap sindrom autism. Namun,

Tager-Fulsberg (2001 dalam Wenar dan Kerig, 2006: 153), menyatakan bahwa ada

beberapa bentuk kelainan yang belum dapat dijelaskan melalui model ‖Theory of Mind‖

atau teori berfikir, sebagai contohnya: perilaku repetitif (atau perilaku tertentu yang

dilakukan berulang-ulang), perilaku stereotipe dan minat yang terbatas, serta

keterampilan visual-spatial yang tinggi. Jadi, dalam hal ini masih belum jelas hubungan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

15

antara perilaku repetitif, stereotipe, dan keterampilan visual-spatial dengan teori berfikir

karena dalam tes teori berfikir tidak mencantumkan ketiga perilaku itu

Penelitian lain, ternyata dapat memberi bukti-bukti yang menyatakan bahwa anak

dengan sindrom autism mempunyai kemampuan memecahkan masalah berkaitan dengan

teori berfikir yang ada kaitannya dengan kemampuan verbalnya, seperti yang dinyatakan

oleh hasil penelitian dari Yirmira, Solomonica-Levi, Schulman, dan kawan-kawan (1996

dalam Alloy, L.B., 2005:500). Hasil penelitian terakhir oleh Ozonoff & Miller (1995

dalam Alloy, L.B., 2005:500), menunjukkan beberapa bukti lagi dimana kemampuan

memecahkan masalah semacam tersebut di atas dapat diajarkan kepada anak dengan

sindrom autism yang kemampuan inteligensinya pada batas normal. Perlu diketahui

bahwa meskipun penjelasan teori berfikir merupakan hal yang sangat menarik, namun

secara psikologis, bagi anak dengan sindrom autism dalam penerapan tes yang ada pada

model teori berfikir tersebut hendaknya diikuti dengan model-model lainnya yang

bersifat etiologis dan biologis agar dapat menjelaskan mengapa teori berfikir terjadi

dalam urutan pertama.

Dalam perkembangan kognitifnya, anak-anak dengan sindrom autism mempunyai

tingkat inteligensi yang bervariasi. Di awali dengan tingkat re-rata sama dengan anak

tunagrahita berat. Satu hal yang perlu mendapatkan perhatian kita semua bahwa

pengukuran tingkat inteligensi melalui tes-tes yang akan menghasilkan skor intelligence

quotient atau IQ akan tidak berhasil karena tes ukur tersebut tidak peka sebagai alat ukur

dalam mengukur bentuk-bentuk non-standar inteligensi, seperti perilaku dan masalah-

masalah berkaitan dengan perkembangan sensori-integrasi yang ada di otak (Firth, 2003

dalam Wenar dan Kerig, 2006:138). Di sisi lainnya secara kontras, anak-anak

penyandang asperger’s disorder mempunyai re-rata kemampuan kognitif yang lebih

unggul dari pada penyandang kelainan sindrom autism. Oleh karenanya perhatian kita

terhadap data kemampuan inteligensi untuk penyandang sindrom autism tidak dapat

diterima secara akurat. Sebagai contoh, seorang anak savant atau terpelajar dengan daya-

ingat yang luar biasa yang mampu mengingat dan menceriterakan jadwal

pemberangkatan bus di setiap perjalanan di suatu kota besar, namun ternyata masih

mempunyai kesulitan untuk menemukan tempat pemberhentian bus, juga saat

bernegosiasi dalam membeli karcis perjalananannya dengan kondektur bus.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

16

Sekalipun inteligensi itu utuh, pada anak-anak penyandang sindrom autistic

spectrum disorder masih berkecenderungan menunjukkan angka skor dengan pola-pola

khusus yang menunjukkan adanya tingkat kemampuan berbeda. Secara umum, tingkat

skor hasil asesmen terhadap social reasoning pada anak penyandang sindrom autism

masih dalam tingkatan rendah. Hal iu terjadi pada hasil-hasil asesmen pada tes

pemahaman (comprehension) dalam Wechsler Intelligence Scale for Children yang

menanyakan tentang bagaimana caranya jika yang bersangkutan kehilangan dompet yang

berisi uangnya.

Secara kontras, anak penyandang kelainan sindrom autism menunjukkan nilai

baik dalam tes-tes berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas yang erat hubungannya

dengan alasan-alasan tertentu pada suatu benda-benda nyata (concrete object). Tes

seperti ini antara lain adalah bentuk tes block design yang memerlukan kemampuan

memecahkan masalah pada teka-teki visual (Firth, 2003 dalam Wenar dan Kerig,

2006:133).

Sesuatu yang menarik dalam perbedaan kemampuan kognitif antara anak-anak

yang mempunyai kelainan khusus dengan anak-anak penyandang autistic spectrum

disorder adalah saat mereka menggunakan konteks-konteks untuk memecahkan masalah.

Umumnya, seseorang baru dapat menemukan cara penggunaan yang benar dalam

memecahkan permasalahan dalam konteks nyata. Contohnya, dalam memecahkan suatu

persamaan penghitungan lima dan empat ke dalam permasalahan kata (misalnya, jika

kamu mempunyai uang lima rupiah dan kemudian ditambah dengan empat rupiah

berapakah uang yang kamu punyai sekarang?).

Sangat nyata sekali dan seringkali terjadi bahwa pada anak penyandang sindrom

autism tidak ditemui faktor keuntungan dari adanya informasi kontekstual. Namun

kenyataannya, anak penyandang sindrom autism lebih mampu dibandingkan dengan

teman mainnya saat melaksanakan tugas-tugas yang mengacuhkan konteks. Misalnya,

saat mereka menyelesaikan suatu kegiatan berupa tugas menyimpan atau membuat

gambar yang harus diselesaikan dalam bentuk geometrik yang kompleks. Di sisi lain,

pada anak-anak dengan perkembangan khusus lainnya akan mendapatkan kesulitan untuk

melakukan tugas-tugas kegiatan berkaitan dengan mengacuhkan konteks dalam upaya

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

17

mengambil suatu objek, sedangkan untuk hal semacam ini bagi anak autistik dapat

melakukannya dengan baik.

Data tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi perbedaan-perbedaan dalam

berfikir anak penyandang sindrom autism, tidak berarti bahwa hal tersebut dapat

menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan. Karakteristik berfikir anak autistik yang

memfokuskan pada bagian-bagian kecil (secara rinci) dan mengacuhkan atau

mengabaikan bentuk gambar secara keseluruhan, merupakan istilah: a lack of central

coherence (Firth, 2003 dalam Wenar dan Kerig, 2006:134).

3. Kelompok yang Mempunyai Resiko Menjadi Autism

Status sosial ekonomi dan latar belakang budaya etnik bukan merupakan faktor

yang mengandung resiko terjadinya autism, artinya privalensi autism tidak berkaitan

dengan tingkat kelas sosial tertentu atau etnik tertentu -- pada penelitian-penelitian

terdahulu dinyatakan bahwa sindrom autism sering terjadi pada keluarga dengan tingkat

sosial yang tinggi (Wenar , C. & Kerig, P, 2006: 131). Gender merupakan faktor resiko

yang paling signifikan. Oleh karenanya perbandingan yang terkena resiko sindrom

autism antara laki-laki dan perempun mempunyai perbandingan tiga atau empat laki-laki

berbanding satu perempuan (Alloy,L.B. 2005:500; Wenar,C. & Kerig,P.,2006:131).

Menurut Wing, L. (1991) rasio anak laki-laki terhadap anak perempuan perbandingannya

berkisar dua berbanding satu (dalam Wenar, C & Kerig, P., 2006:132).

Dari hasil penelitian lain ternyata resiko terjadinya ketunagrahitaan sama dengan

anak dengan sindrom autism. Secara khusus, perempuan yang menyandang sindrom

autism umumnya tingkat kelainannya lebih berat jika dibandingkan dengan laki-laki yang

menyandang kelainan sindrom autism. Bagi perempuan penyandang autism yang tidak

mempunyai kelainan penyerta-tunagrahita mempunyai masalah sedikit lebih berat

dibandingkan dengan laki-laki penyandang sindrom autism yang tidak mempunyai

kelainan penyerta-tunagrahita (Klin & Volkenar, 1999 dalam Alloy, L.B., 2005:500).

Faktor resiko lain bagi terjadinya sindrom autism adalah kemunculan suatu

kelainan pada anak-kembar. Menurut Gillberg dan Colemen (2000 dalam Alloy, L.B.,

2005:500) pada pasangan anak-kembar prevalensi autism diperkirakan antara dua hingga

lima persen. Tingkat resiko ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penyandang

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

18

sindrom autism pasangan-kembar monozygote, tetapi tidak pada pasangan-kembar

dizygote (Hodapp & Dykens, 1996; Klinger & Dawson, 1996; Szymanski & Kaplan,

1997 dalam Alloy, L.B., 2005: 500).

B. HENDAYA-HENDAYA PADA ANAK DI LUAR KEWAJARAN

Seperti yang telah disampaikan pada kata pengantar bahwa anak di luar kewajaran

merupakan istilah lain terhadap anak autistik yang mempunyai gejala-gejala autistik.

Gejala-gejala kelainannya sangat erat kaitannya dengan isolasi sosial (social isolation),

hendaya perkembangan fungsional (mental retardation), ketidakmampuan berbahasa

(language deficits), dan suka berperilaku yang dilakukan secara berulang-ulang dan

stereotipe (repetitive and stereotype).

1. Isolasi Sosial

Coleman (1989:1 dalam Alloy, 2005:493) menggambarkan tentang anak

penyandang sindrom autism seperti di bawah ini.

Ia secara diam-diam sering berjalan jinjit saat memasuki ruang tunggu keluarga.

Pandangan matanya atau tatapannya selalu dipalingkan jika bertemu pandang dengan orang lain.

Boneka mainan kesukaannya selalu ia pegang dan diputar-putarkan dari waktu ke waktu. Ketika

sesorang mulai menaruh perhatian dan memperhatikannya, ia selalu berusaha menghindarkan diri,

khususnya saat tangan anda hendak menyentuh kepalanya. Pandangan matanya selalu diarahkan ke luar jendela ketika diketahuinya ada seseorang berada di dekatnya. Ia terlihat selalu ingin

menyendiri secara total, dan hidup dengan ’dunianya sendiri’ secara sendirian .

Hal yang umum diketahui pada anak yang telah didiagnosis sebagai

penyandang sindrom autism adalah bahwa yang bersangkutan mempunyai

hendaya perilaku sosial (Rapin, 1991; Waterhouse, 1994; Mesibov, Adam,S. Dan

Klinger, 1997 dalam Alloy,L,B., 2005:494). Anak penyandang sindrom autism

kebanyakan menghindarkan diri dari hubungan sosial dan berkecenderungan ke

arah ‖ hidup dalam kesendirian secara ekstrim‖. Pada saat bayi, secara nyata ia

tidak tertarik kepada orang lain yang ada di sekitarnya. Sulit untuk dapat

digendong karena secara tiba-tiba ia menjadi tegang atau kaku. Terkadang

menjadi lemah-lunglai, saat ibunya akan mengambilnya dari pembaringan

sewaktu akan digendong atau ditimang-timang.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

19

Saat menginjak usia lebih dewasa perasaan takut untuk berhubungan

dengan orang lain menjadi parah. Tingkatan isolasi-sosial penyandang sindrom

autism sangat bervariasi. Kebanyakan penyandang sindrom autism yang usianya

mendekati remaja akan berperilaku mengarah kepada sifat ketergantungan kepada

ibunya, dicirikan dengan suka berpegangan secara erat pada ibunya ketika ada

orang asing muncul didekatnya (Copps, Sigman & Mundy, 1994; Sigman &

Mundy, 1989 dalam Alloy,L.B., 2005: 495). Walaupun isolasi-sosial nampaknya

ekstrim, namun tidak diartikan bahwa penyandang sindrom autism tidak

menunjukkan perasaan emosionalnya. Yang bersangkutan dapat mengamuk,

panik atau menangis.

Lorna Wing (1972:24), menyatakan bahwa anak dengan sindrom autism

mempunyai kesulitan berperilaku dan bermasalah dalam emosionalnya. Hal itu

disebabkan karena ia kurang mampu memahami dirinya terhadap lingkungan

yang ada di sekelilingnya, dan hal ini merupakan penyebab utama dari kelainan-

sosial yang disandangnya. Kelainan sosialnya tersebut adalah: (a) berperilaku

suka menyendiri (a loofness and social withdrawal), (b) berperilaku pasif

(passive), dan (c) terkadang suka berperilaku aktif tetapi dilakukan dengan aneh

(active but odd ).

Perilaku suka menyendiri atau a loofness and social withdrawal bagi

kebanyakan anak dengan sindrom autism usia muda dimaksudkan bahwa yang

bersangkutan jarang melakukan pendekatan sosial secara spontan, kecuali yang

bersangkutan ‖ada maunya‖ atau sedang memerlukan suatu bantuan dari orang

lain. Namun anehnya, ia selalu menolak jika ada upaya-upaya pendekatan atau

bantuan dari orang-orang yang ada di sekelilingya. Perilaku yang sering nampak

antara lain: bila ia dipanggil namanya tetapi ia tidak pernah menyahut, tidak

pernah mendengarkan apabila ada orang yang berbicara dengannya, tidak adanya

ekspresi-wajah atau terlihat bahwa wajahnya tidak menunjukkan adanya ekspresi

tertentu, tidak pernah melihat wajah seseorang secara langsung, ia akan menarik

tangannya bila anda menyentuh tangannya, ia akan berjalan melewati anda tanpa

permisi terkadang anda diloncati jika anda duduk menghalangi jalannya, tidak

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

20

pernah menunjukkan rasa simpati terhadap orang lain yang kesakitan atau

kesusahan.

Berperilaku pasif, diartikan bahwa anak dengan sindrom autism tidak

pernah melakukan suatu inisiatif untuk berupaya melakukan hubungan dengan

orang di sekitarnya. Pada perilaku aktif tetapi aneh, diartikan bahwa yang

bersangkutan baru mau melakukan respon jika seseorang melakukan hubungan

yang sesuai dengan ‖keberadaannya‖ dan mampu melakukan interaksi

dengannya. Hal ini terjadi disebabkan anak penyandang autism mempunyai

hendaya atau disorder pada beberapa bagian bukan pada satu bagian (Alloy,

L.B., 2005: 494).

2. Hendaya Perkembangan Fungsional pada Anak Autistik

Sebagian besar anak autistik mempunyai hendaya-rangkap dengan hendaya

perkembangan fungsional atau ‖ketunagrahitaan‖. Diperkirakan antara 76 hingga 89

persen mempunyai nilai skor IQ di bawah 70 (Poryson, Clark & Gillberg, 1986 dalam

Alloy, L.B., 2005:: 494-495). Hanya saja anak autistik berbeda sekali dengan anak-anak

tunagrahita dalam hal ketidakmampuan kognitifnya, kebanyakan dari anak autistik

kemampuan kognitifnya lebih baik dibandingkan dengan anak tunagrahita. Contohnya,

Dari hasil tes pada suatu penelitian terhadap kemampuan sensorimotor, ternyata anak

autistik dapat menemukan benda-benda yang disembunyikan, begitu pula terhadap tes

kemampuan berbahasa dan pemahaman. Anak tunagrahita saat menjawab tes yang

diajukan kepadanya, nilainya berkecenderungan berada pada batas re-rata, sedangkan

pada autistik berbeda dan berkecenderungan bervariasi. Sebagian besar kasus utama

pada kelainan perkembangan anak autistik adalah pada masalah kognitif bukan semata-

mata akibat dari penarikan dirinya dari lingkungan masyarakatnya.

Pada beberapa kasus terhadap anak autistik, telah menunjukkan adanya

kemampuan inteligensi yang berada pada rerata normal dan di atas re-rata normal.

Kemampuan inteligensinya sewaktu-waktu dapat dimunculkan dalam suatu kemampuan

tertentu pada matematika, seni dan musik. Pada kasus-kasus lainnya menunjukkan

bahwa anak-anak Asperger’s Disorder tidak mempunyai masalah dalam bahasa dan

perkembangan fungsionalnya, sehingga mereka diperkirakan secara prognosis dalam

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

21

jangka panjang akan lebih cemerlang jika dibandingkan dengan mereka yang secara

formal mempunyai sindrom autism.

3. Ketidakmampuan Berbahasa atau Deficits language

Hampir lebih dari separuh anak-anak autistik tidak mampu berbicara. Separuhnya

lagi hanya mampu berceloteh yang maknanya sulit dipahami orang lain, suka berceloteh

atau terkadang suaranya mendengking, menjerit atau menunjukkan gejala echolalia atau

mengulang-ulangi kata yang pernah ia dengar sebelumnya. Kemampuan echolalia disini

dimaksudkan sebagai kemampuan untuk menirukan secara persis terhadap ucapan kata

yang telah diucapkan orang lain, namun ia sendiri tidak mengerti maknanya. Pada

beberapa anak autistik kemampuan mengucapkan kata-kata tanpa tujuan tertentu tersebut

pada umumnya ia peroleh dari pengucapan kata hasil pendengarannya dari program

televisi komersial (alloy, L.B., 2005:496).

Secara umum, anak autistik mampu berbicara untuk berkomunikasi melalui cara-

cara yang sangat terbatas, dengan menggunakan kata-ganti orang secara aneh. Misalnya,

mengucapkan kata-ganti dirinya (‖saya‖) dengan kata-ganti orang kedua (‖kamu‖) atau

dengan kata-ganti orang ketiga (‖dia‖). Beberapa dari mereka saat berbicara, kata-kata

yang terucapkan mempunyai makna-harfiah yang ekstrim (Bailey, Phillips & Rutter,

1996 dalam Alloy, L.B., 2005: 497).

Intinya, anak autistik tidak dapat berkomunikasi secara timbal balik, tidak dapat

menggunakan kata-kata yang umum digunakan sebagai bentuk ‖memberi dan

mengambil‖ dalam suatu dialog pembicaraan. Masalah ketidakmampuan berbahasa

secara pelik pada diri anak autistik merupakan suatu perkiraan prognosis sebagai

indikator yang tepat. Olehkarenanya, mereka memerlukan suatu terapi penyembuhan

tersendiri agar yang bersangkutan mampu mengembangkan kemampuan berbicara yang

bermakna, dilakukan semenjak yang bersangkutan berusia lima tahun (Werry, 1996;

Kobayashi, Murata& Yoshigama, 1992; Venter, Lord & Schopler, 1992 dalam Alloy,

L.B., 2005: 496).

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. MENGAPA KITA PERLU …file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194606261967011... · Penelitian dewasa ini yang telah dilakukan terhadap penggunaan risperidone

22