bab i pendahuluan a. latar belakangscholar.unand.ac.id/20137/2/bab i.pdf · 2017-01-10 ·...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia sekarang yang menitikberatkan pada
pembangunan dalam bidang ekonomi dan hukum mempunyai fungsi yang sangat penting dalam
menunjang kemajuan perekonomian di Indonesia. Pelaksanaan pembangunan dengan penekanan
yang lebih menonjol kepada segi pemerataan.
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai
peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata. Sebaliknya, berhasilnya
pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat, yang berarti pembangunan harus
dilaksanakan secara merata oleh segenap lapisan masyarakat.
Hampir setiap bidang kehidupan sekarang ini diatur oleh peraturan- peraturan hukum.
Melalui penormaan terhadap tingkah laku manusia ini hukum menelusuri hampir semua bidang
kehidupan manusia. Campur tangan hukum yang semakin meluas kedalam bidang kehidupan
masyarakat menyebabkan masalah efektivitas penerapan hukum menjadi semakin penting untuk
diperhitungkan. Itu artinya hukum harus bisa menjadi institusi yang bekerja secara efektif di
dalam masyarakat.
Bagi suatu masyarakat yang sedang membangun, hukum selalu dikaitkan dengan usaha-
usaha untuk meningkatkan tarafkehidupan masyarakat kearah yang lebih baik, sebab melalui
norma hukum yang dimaksud maka diharapkan ketertiban dan kepastian dapat terpenuhi
sehingga mampu mewujudkan apa yang dicita-citakan dalam kehidupan masyarakat.
Persaingan dalam dunia bisnis antar perusahaan membuat perusahaan harus
berkonsentrasi pada rangkaian proses atau aktivitas penciptaan produk dan jasa yang terkait
dengan kompetensi utamanya. Dengan adanya konsentrasi terhadap kompetensi utama dari
perusahaan, akan dihasilkan sejumlah produk dan jasa memiliki kualitas yang memiliki daya
saing di pasaran.
Salah satu usaha yang ditempuh oleh pengusaha dalam rangka melakukan efisiensi
dalam penglolaan usahanya adalah outsourcing di sebut juga sub kontrak yaitu memborongkan
sebagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada
perusahaan lain yang kemudian disebut perusahaan penerima pekerjaan1. Pengertian outsourcing
terdapat dalam Pasal 1601 KHU Perdata yang mengatur perjanjian-perjanjian perborongan
pekerjaan yaitu suatu perjanjian dimana pihak ke satu, pemborong, mengikatkan diri untuk suatu
pekerjaan tertentu bagi pihak yang lain, yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu.
Outsourcing dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai alih daya. Dalam praktek
pengertian dasar outsourcing adalah pengalihan sebagian atau seluruh pekerjaan dan atau
wewenang kepada pihak lain guna mendukung strategi pemakai jasa outsourcing baik pribadi,
perusahaan, divisi, atau pun sebuah unit dalam perusahaan2.
Outsourcing (alih daya) dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai
pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja. Pengaturan hukum outsourcing (alih
daya) di Indonesia diatur dalam Undang- Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 (Pasal
64, 65 dan 66) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa
Pekerja/Buruh (Kepmen 101/2004).
1 M. Fauzi, Aspek Hukum Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (outsourcing), Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul, Desember 2006, hlm. 87
2 Komang Priambada, Outsourcing Versus Serikat Pekerja?, Daya Pudlishing, Jakarta, 2008, hlm 12
Di dalam Undang-Undang tidak menyebutkan secara tegas mengenai istilah outsorcing.
Tetapi pengertian outsourcing dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 64 Undang-Undang
Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, yang isinya perusahaan dapat menyerahkan sebagian
pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedian
jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis3.
Prinsip dasar pelaksanaan outsourcing adalah terjadinya suatu kesepakatan kerjasama
antara perusahaan pengguna jasa tenaga kerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja dalam
bentuk perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja, dimana perusahaan
pengguna tenaga kerja akan membayar suatu jumlah tertentu sesuai kesepakatan atas hasil
pekerjaan dari tenaga kerja yang disediakan oleh perusahaan penyedia tenaga kerja.
Perjanjian pemborongan pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan pengguna tenaga
kerja dan perusahaan penyedia tenaga kerja harus dalam bentuk tertulis, sesuai ketentuan Pasal
65 ayat (1) sebagai berikut :
“Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis”.
Dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi
disebutkan bahwa outsourcing (alih daya) sebagai salah satu faktor yang harus diperhatikan
dengan serius dalam menarik iklim investasi ke Indonesia. Bentuk keseriusan pemerintah
tersebut dengan menugaskan menteri tenaga kerja untuk membuat draft revisi terhadap Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Outsourcing tidak dapat dipandang
secara jangka pendek saja, dengan menggunakan outsourcing perusahaan pasti akan
mengeluarkan dana lebih sebagai management fee perusahaan outsourcing. Outsourcing harus
dipandang secara jangka panjang, mulai dari pengembangan karir karyawan, efisiensi dalam
3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 64
bidang tenaga kerja, organisasi, benefit dan lainnya. Perusahaan dapat fokus pada kompetensi
utamanya dalam bisnis sehingga dapat berkompetisi dalam pasar, dimana hal-hal intern
perusahaan yang bersifat penunjang (supporting) dialihkan kepada pihak lain yang lebih
profesional. Pada pelaksanaannya, pengalihan ini juga menimbulkan beberapa permasalahan
terutama masalah ketenagakerjaan4.
Problematika mengenai outsourcing (alih daya) memang cukup bervariasi. Hal ini
dikarenakan penggunaan outsourcing (alih daya) dalam dunia usaha di Indonesia kini semakin
marak dan telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda oleh pelaku usaha, sementara
regulasi yang ada belum terlalu memadai untuk mengatur tentang outsourcing yang telah
berjalan tersebut. Pelaksanaan sistem outsourcing juga memberikan manfaat bagi pemerintah,
masyarakat, pekerja, industri, dan perusahaan.
Bagi pemerintah outsourcing memberi manfaat yaitu membantu mengembangkan dan
mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional, pembinaan dan pengembangan kegiatan
koperasi, usaha kecil dan menengah (UKM) dengan tumbuhnya perusahaan alih daya.
Mengurangi beban pemerintah dalam mengatasi pengangguran dan perluasan kesempatan kerja5.
Bagi masyarakat, sistem outsourcing memberi manfaat antara lain aktivasi industri di
daerah akan mendorong kegiatan ekonomi penunjang di lingkungan masyarakat,
mengembangkan infrastruktur sosial masyarakat, budaya kerja, disiplin dan peningkatan
kemampuan ekonomi, mengurangi pengangguran dan mencegah terjadinya urbanisasi,
meningkatkan kemampuan dan budaya perusahaan di lingkungan masyarakat. Bagi industri,
mengurangi beban keterbatasan lahan untuk pengembangan perusahaan dikawasan industri,
meningkatkan fleksibilitas dalam pengembangan produk baru dan teknologi. Produk yang sudah
4 http://jurnalhukum.blogspot.com, Pan Mohamad Faiz, Tinjauan Yuridis terhadap Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di akses mei 2016
5 Iftida Yasar, Menjadi Karyawan Outsourcing, Gramedi Pustaka Utama, Jakarta, 2011, hlm 6
stabil dan menggunakan teknologi lama bisa dikembang di perusahaan mitra. Meningkatkan
daya saing perusahaan dengan efisiensi penggunaan fasilitas dan teknologi yang berkembang
pesat.6
Bagi perusahaan, pertama perusahaan principal (pemberi kerja) dapat membagi
beban/resiko usaha. Kedua, akan tercapai efesiensi karena segala sumber daya perusahaan
tersebut diarahkan pada pekerjaan-pekerjaan yang merupakan bisnis inti perusahaan. Jadi,
penyerahan pekerjaan-pekerjaan tertentu kepada pihak lain sesungguhnya dilakukan tidak dalam
rangka menekan biaya produksi. Namun, dalam prakteknya sering kali terjadi penyimpangan
seperti terjadinya deskriminasi upah antara pekerja perusahaan principal (pekerja tetap) dengan
pekerja perusahaan outsourcing (umumnya pekerja kontrak). Dengan sistem kerja kontrak,
kelangsungan kerja pekerja perusahaan outsourcing tidak terjamin7.
Sistem outsourcing telah membuka peluang munculnya perusahaan baru di bidang jasa
outsourcing, dan pada sisi lain telah memungkinkan perusahaan yang telah berdiri untuk
melakukan efisiensi melalui pemanfaatan jasa perusahaan utsourcing. Sistem outsourcing
ditujukan untuk mengatasi beberapa permasalahan perekonomian oleh karena itu , pekerjaan
yang di outsourcing bukanlah pekerjaan yang berhubungan langsung dengan inti bisnis
perusahaan, melainkan pekerjaan penunjang (staff level ke bawah), meski terkadang ada juga
posisi manajerial yang di outsourcing, namun tetap saja hanya untuk pekerjaan dalam waktu
tertentu.
Dalam perkembangnnya banyak pihak yang menolak pemberlakuan sistem outsourcing,
karena sistem outsourcing dianggap merugikan pekerja dan hanya menguntungkan perusahaan.
Hal ini disebabkan karena outsourcing membuat perusahaan lebih memilih mengangkat pekerja
6 Ibid, hlm 7 7 Libertus Jehani, Hak-Hak Karyawan Kontrak, Forum Sahabat, Jakarta, 2008, hlm 3.
secara outsourcing dari pada pekerja tetap karena melalui outsourcing perusahaan dapat
menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di
perusahaan yang bersangkutan. Adanya beberapa masalah pokok praktek outsourcing yang tidak
benar, antara lain pembayaran gaji yang tak sesuai, tidak adanya tunjangan-tunjangan (kesehatan,
masa kerja), kontrak yang tidak diperpanjang8. Selain itu dalam pelaksanaannya pekerjaan yang
dioutsource tidak hanya sebatas pekerjaan yang tidak berkaitan dengan kegiatan utama tapi
termasuk juga pekerjaan yang merupakan kegiatan utama perusahaan tersebut.
Praktek sehari-hari outsourcing yang lebih menguntungkan bagi perusahaan tetapi tidak
demikian dengan pekerja/buruh yang selama ini lebih banyak merugikan pekerja/buruh, karena
hubungan kerja selalu dalam bentuk tidak tetap/kontrak (PKWT), upah lebih rendah, jaminan
sosial kalaupun ada hanya sebatas minimal, tidak adanya job security serta tidak adanya jaminan
pengembangan karir, sehingga dalam keadaan seperti itu pelaksanaan outsourcing akan
menyengsarakan pekerja/buruh dan membuat kaburnya hubungan industrial. Pelaksanaan
outsourcing banyak dilakukan untuk menekan biaya pekerja/buruh dengan perlindungan dan
syarat kerja yang diberikan jauh dibawah dari yang seharusnya diberikan sehingga sangat
merugikan pekerja/buruh.9
Hak-hak tenaga kerja telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu Undang-
undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 3 ayat (2) yang
berbunyi:
“Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja”.
8 Pan Mohamad Faiz. Op.cit. 9 ibid
Dalam Pasal 6 ayat (1) yang menjadi ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja adalah
jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan
kesehatan10 .
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan Pasal 6 yang berbunyi
:
“Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa deskriminasi dari pengusaha”.
Pasal 11 berbunyi :
“Setiap tenaga kerja berhak memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan potensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.”
Pasal 61 ayat (5) berbunyi :
“Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perushaan, atau perjanjian kerja bersama”.
Pasal 86 ayat (1) berbunyi :
“Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama”.
Bab X bagian kedua tentang pengupahan Pasal 88 ayat (1) berbunyi :
“setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Pasal 99 ayat (1) berbunyi :
“setiap tanaga kerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan social tenaga kerja”.
10 Labotarium Pusat Data Hukum Fakultas Hukum UAJY, Himpunan Lengkap Undang- Undang Bidang Perburuhan, Andi Offset, Yogyakarta, 2006
Secara umum hak-hak karyawan outsourcing (alih daya) yaitu mendapatkan upah,
mendapatkan uang lembur, mendapatkan hak cuti, mendapatkan THR (Tunjangan Hari Raya),
mendapatkan perlindungan Jamsostek, mendapatkan kompensasi PHK11.
Di Indonesia telah banyak bermunculan perusahaan-perusahaan outsourcing khususnya
dikota Padang, salah satu perusahaan yang menggunakan sistem outsourcing dikota Padang
adalah PT. Wiratama Jaya Perkasa, yang bergerak dalam bidang penyediaan jasa tenaga kerja.
PT. Wiratama Jaya Perkasa yang berdiri sejak tahun 2012 ini adalah perusahaan outsoutcing
yang memberikan pelayanan kepada pengguna jasa dalam bentuk penempatan tenaga kerja
dengan sistem kontrak kerja yaitu dengan pengelolaan dari PT. Wiratama Jaya Perkasa. Sistem
ini sangat membantu pengguna jasa dalam menangani manajemen sumber daya manusia, juga
membantu dalam penempatan tenaga kerja yang sesuai kualifikasi perusahan, memudahkan
pengguna jasa dalam pengontrolan kenerja karyawan, membantu perusahan agar dapat lebih
berkonsentrasi dalam pengembangan usaha. PT. Wiratama Jaya Perkasa menyediakan tenaga
kerja formal untuk seluruh posisi kerja yang diperlukan di sektor industri, perdagangan, dan jasa.
Adapun tenaga kerja yang disediakan oleh PT. Wiratama Jaya Perkasa adalah:
1. Security atau Satpam
2. Office Boy/Girl
3. Cleaning Service
4. Driver
Dalam melakukan rekrumen tenaga kerja PT. Wiratama Jaya Perkasa merekrut sendiri
tanaga kerjanya yaitu dengan tahapan pertama penyeleksian berkas, interview, kontrak kerja
tertulis, mada bintal, training, training penempatan, dan penempatan di perusahaan pemberi
kerja.
11 Iftida Yasar, op.cit, hlm 105
Dalam pelaksanaan pekerjaan dalam sistem outsourcing di PT. Wiratama Jaya Perkasa
sering kali terdapat kesalahan pemahaman perusahaan terhadap sistem kerja outsouring sehingga
dapat merugikan hak-hak pekerja/buruh, kemudian dalam hal pemutusan hubungan kerja PT.
Wiratama Jaya Perkasa melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa memberikan atau
membayar uang pesangon kepada pekerja/buruh yang sangat dibutuhkan oleh pekerja/buruh12.
Dalam Pasal 156 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 disebutkan :
“dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima”.
Karna setelah di lakukan pemutusan hubungan kerja akan sulit bagi mereka untuk
mendapatkan pekerjaan yang baru dengan adanya pesangon yang di berikan oleh perusahaan
akan sangat membantu pekerja/buruh. Disini jelas terdapat adanya perbedaan hak antara
pekerja/buruh outsourcing dengan pegawai/karyawan tetap, sedangkan dalam peraturan
perundang-undangan tidak ada pasal dan bab yang membahas masalah kesetaraan hak dan
kewajiban antara outsourcing dengan pegawai tetap/yang lainnya yang ada hanya masalah ikatan
kerja dan waktu kerja saja, sebenarnya antara outsourcing dengan pegawai tetap/lainnya adalah
setara.
Kondisi ini menarik perhatian penulis untuk mengkaji lebih dalam tentang outsourcing
tersebut. maka penulis melakukan kajian ilmiah melalui penelitian dan selanjutnya dituangkan
dalam bentuk Tesis, untuk itu maka penulis memilih judul : “Perlindungan Hukum Dalam
Perjanjian kerja Sistim Outsourcing (Alih Daya) Terhadap Tenaga Kerja di PT. Wiratama
Jaya Perkasa Padang”.
B. Perumusan Masalah
12 Wawancara dengan “MH”, Danru Security PT. Wiratama Jaya Perkasa, Padang Mei 2016
Berdasarkan hal-hal yang terdapat pada uraian dalam latar belakang masalah
sebagaimana tersebut di atas, maka permasalahan yang hendak diteliti dalam penulisan tesis ini
adalah :
1. Bagaimanakah Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Perjanjian Kerja Antara
Buruh/Tenaga Kerja PT.Wiratama Jaya Perkasa?
2. Bagaimanakah Peran Pemerintah Kota Padang Dalam Memberikan Perlindungan
Hukum Terhadap Pekerja/buruh Outsourcing?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Perjanjian Kerja
Antara Buruh/Tenaga Kerja PT.Wiratama Jaya Perkasa.
2. Untuk Mengetahui Peran Pemerintah Kota Padang Dalam Memberikan Perlindungan
Hukum Terhadap Pekerja/buruh Outsourcing.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis maupun secara praktis.
1. Secara Teoritis
a). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang ilmu hukum, khususnya
ilmu hukum yang berkaitan dengan ketenagakerjaan Outsourcing atau alih daya.
b). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian yang
sejenis dan berkaitan.
2. Secara Praktis
a). Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan dalam bidang ilmu hukum, terutama hukum perdata dalam hal
pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dalam sistem
outsourcing (alih daya) di PT. Wiratama Jaya Perkasa Padang.
b). Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap
tenaga kerja outsourcing atau alih daya.
c). Dapat memberikan masukan pada pihak aparat penegak hukum atau pemerintah
yang terkait dalam memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja
outsourcing atau alih daya.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai Outsourcing sudah pernah di laksanakan. Penelitian yang
dilakukan oleh Nirmala pada tahun 2015 dengan judul “Kewajiban Hukum Pelaku Usaha
Outsourcing Berdasarkan Peraturan Ketenagakerjaan”. Penelitiannya dilaksanakan secara yuridis
empiris pada Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum di Universitas Hasanudin Makasar.
Hasil tulisannya menggambarkan bagaimana Pelaksanaan Kewajiban Hukum Pelaku Usaha
Dalam Hubungan Hukum Outsourcing Sesudah Berlakunya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012?, dan bagaimanakah Efektifitas
Pengawasan Pelaksanaan Kewajiban Hukum Pelaku Usaha terhadap Perjanjian Kerja Setelah
Berlakunya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2012 di Kota Makassar?
Selanjutnya penelitian mengenai Outsourcing juga pernah ditulis oleh Evi Rosmanasari
pada tahun 2008 dengan judul “Pelaksanaan Perlindungan HukumTerhadap Tenaga Kerja
Outsourcing PT. Indah Karya Nuansa Indonesia di PT. Pertamina (Persero) UP-VI Balongan”.
Penelitiannya dilaksanakan secara yuridis empiris pada Program Pascasarjana Magister Ilmu
Hukum di Universitas Diponegoro. Dalam tulisannya menggambarkan Bagaimanakah
Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Outsourcing PT. INKANINDO yang
bekerja di PT. PERTAMINA (Persero) UP-VI BALONGAN?, dan hambatan-hambatan apa yang
dihadapi PT. INKANINDO sebagai Penyedia Tenaga Kerja Outsourcing dalam memberikan
perlindungan terhadap tenaga kerjanya?, serta Upaya-Upaya apa yang dilakukan untuk
menghadapi hambatan-hambatan dalam memberikan perlindungan tersebut ?
Untuk itu penelitian yang Penulis lakukan jelas bukan merupakan penelitian ulangan
dari peneliti sebelumnya. Dalam tesis yang berjudul “Perlindungan Hukum Dalam Perjanjian
Outsourcing (alih Daya) Pada PT Wiratama Jaya Perkasa Kota Padang”. Dalam melakukan
penelitian ini Penulis mencoba untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum dalam
perjanjian outsourcing atau alih daya pada PT. Wiratama Jaya Perkasa Padang, Untuk
mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh PT. Wiratama Jaya Perkasa sebagai
penyedia tenaga kerja outsourcing dalam memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga
kerjanya. Dan mengetahui bentuk upaya yang dilakukan oleh PT. Wiratama Jaya Perkasa dalam
menghadapi hambatan-hambatan untuk memberikan perlindungan hukum tersebut.
F. Kerangka Teoritis dan Konseptual
a. Kerangka Teoritis
Kata teori dalam teori hukum dapat diartikan sebagai suatu kesatuan pandangan,
pendapat dan pengertian-pengertian yang berhubungan dengan kenyataan yang dirumuskan
sedemikian, sehingga memungkinkan menjabarkan hipotesis-hipotesis yang dapat dikaji
(Gijssels, 1982: 134).13
Teori digunakan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau
proses tertentu terjadi, kemudian teori ini harus diuji dengan menghadapkan pada fakta-fakta
yang menunjukkan ketidak benaran, kemudian untuk menunjukkan bangunan berfikir yang
tersusun sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataan), juga simbolis.14 Teori hukum
mempersoalkan apakah sosiologi hukum atau dogmatik hukum harus dipandang sebagai ilmu
empirik yang bersifat deskriptif atau tidak.15
Sejalan dengan hal diatas, maka terdapat beberapa teori yang akan digunakan dalam
tulisan ilmiah berupa tesis ini. Teori tersebut adalah:
1. Teori kesepakatan
Kata sepakat dalam suatu perjanjian dapat diperoleh melalui suatu proses penawaran
(offerte) dan penerimaan (acceptatie). Istilah penawaran (offerte) merupakan suatu
pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan perjanjian, yang tentunya
dalam penawaran tersebut telah terkandung unsur esensialia dari perjanjian yang akan
dibuat. Penerimaan (acceptatie) sendiri merupakan pernyataan kehendak tanpa syarat
untuk menerima penawaran tersebut.
Kata sepakat dapat diberikan secara tegas maupun diam-diam. Secara tegas dapat
dilakukan dengan tertulis, lisan maupun dengan suatu tanda tertentu. Cara tertulis dapat
dilakukan dengan akta otentik maupun dengan akta di bawah tangan.
13 Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Edisi Revisi, Cahaya Atma Pustaka, yogyakarta, 2012, hlm.4 14 Otje Salman dan Anton F Susanti, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan, Dan Membuka Kembali,
Rafika Aditama Press, Jakarta, 2004, hlm.21 15 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Disertasi Dan Tesis,
Rajawali Press, Jakarta, 2014, hlm.5
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesepakatan maka perlu dilihat apa itu
perjanjian, dapat dilihat Pasal 1313 KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal ini, perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih”. Sebab Kesepakatan atau kata sepakat merupakan bentukkan
atau merupakan unsur dari suatu perjanjian (Overeenkomst) yang bertujuan untuk
menciptakan suatu keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian
mencapai suatu kesepakatan atau tercapainya suatu kehendak.
Mengenai kapan saat terjadinya kata sepakat, terdapat 4 (empat) teori yang
menyoroti hal tersebut, yaitu:
(1). Teori Ucapan (Uitings Theorie)
Teori ini berpijak kepada salah satu prinsip hukum bahwa suatu kehendak baru
memiliki arti apabila kehendak tersebut telah dinyatakan. Menurut teori ini, kata
sepakat terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran telah menulis surat jawaban
yang menyatakan ia menerima surat pernyataan. Kelemahan teori ini yaitu tidak
adanya kepastian hukum karena pihak yang memberikan tawaran tidak tahu persis
kapan pihak yang menerima tawaran tersebut menyiapkan surat jawaban.
(2). Teori Pengiriman (verzendings Theorie)
Menurut teori ini, kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran telah
mengirimkan surat jawaban atas penawaran yang diajukan terhadap dirinya.
Dikirimkannya surat maka berarti si pengirim kehilangan kekuasaan atas surat, selain
itu saat pengiriman dapat ditentukan dengan tepat. Kelemahan teori ini yaitu kadang
terjadi perjanjian yang telah lahir di luar pengetahuan orang yang melakukan
penawaran tersebut, selain itu akan muncul persoalan jika si penerima menunda-nunda
untuk mengirimkan jawaban.
(3). Teori Penerimaan (Ontvangs Theorie)
Menurut teori ini, terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung surat
jawaban dari pihak yang menerima tawaran.
(4). Teori Pengetahuan (Vernemings Theorie)
Teori ini berpendapat bahwa kesepakatan terjadi pada saat pihak yang melakukan
penawaran mengetahui bahwa penawarannya telah diketahui oleh pihak yang
menerima penawaran tersebut. Kelemahan teori ini antara lain memungkinkan
terlambat lahirnya perjanjian karena menunda-nunda untuk membuka surat penawaran
dan sukar untuk mengetahui secara pasti kapan penerima tawaran mengetahui isi surat
penawaran.
Dari ke empat teori mengenai kapan saat terjadinya kata sepakat, teori yang tepat
digunakan untuk perjanjian outsourcing adalah teori pengetahuan.
2. Teori Perlindungan Hukum
Awal mula dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum
alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid
Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa
hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan
moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan
moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia
yang diwujudkan melalui hukum dan moral.
Menurut Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam adalah ketentuan akal
yang bersumber dari Tuhan yang bertujuan untuk kebaikan dan dibuat oleh orang yang
mengurus masyarakat untuk disebarluaskan. Eksistensi dam konsep hukum alam selama
ini, masih banyak dipertentangkan dan ditolak oleh sebagian besar filosof hukum, tetapi
dalam kanyataann justru tulisan-tulisan pakar yang menolak itu, banyak menggunakan
[aham hukum alam yang kemungkinan tidak disadarinya. Salah satu alasan yang mendasari
penolakkan sejumlah filosof hukum terhadap hukum alam, karena mereka masih
mengganggap pencarian terhadap sesuatu yang absolut dari hukum alam, hanya merupakan
suatu perbuatan yang sai-sia dan tidak bermanfaat.16
Terjadi perbedaan pandangan para filosof tentang eksitensi hukum alam, tetapi pada
aspek yang lain juga menimbulkan sejumlah harapan bahwa pencarian pada yang “absolut”
merupakan kerinduan manusia akan hakikat keadilan. Hukum alam sebagai kaidah yang
bersifat “universal, abadi, dan berlaku mutlak”, ternyata dalam kehidupan modern
sekalipun tetap akan eksis yang terbukti dengan semakin banyaknya orang membicarakan
masalah hak asasi manusia (HAM).17
Menurut Von Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam adalah cerminan dari
undang-undang abadi (lex naturalis). Jauh sebelum lahirnya aliran sejarah hukum, ternyata
aliran hukm alam tidak hanya disajikan sebagai ilmu pengetahuan, tetapi juga diterima
sebagai prinsip-prinsip dasar dalam perundang-undangan. Keseriusan umat manusia akan
kerinduan terhadap keadilan, merupakan hal yang esensi yang berharap adanya suatu
hukum yang lebih tinggi dari hukum positif. Hukum alam telah menunjukkan, bahwa
sesungguhnya hakikat ebenaran dan keadilan merupakan suatu konsep yang mencakup
16 Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia, Bogor, 2004, hlm 116 17 ibid
banyak teori. Berbagai anggapan dan pendapat para filosof hukum bermunculan dari masa
ke masa. Pada abad ke-17, substansi hukum alam telah menempatkan suatu asas yang
berisfat universal yang bisa disebut HAM.18
Pada dasarnya setiap manusia terlahir sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa (YME) yang secara kodrati mendapatkan hak dasar yaitu kebebasan, hak hidup, hak
untuk dilindungi, dan hak yang lainnya. Hal ini senada dengan prinsip hukum alam pada
abad ke-18 yaitu kebebasan individu dan keutamaan rasio, salah satu penganutnya adalah
Locke, menurut Locke teori hukum beranjak dari dua hal di atas yaitu kebebasan individu
dan keutamaan rasio. Ia juga mengajarkan pada kontrak sosial. Menurutnya manusia yang
melakukan kontrak sosial adalah manusia yang tertib dan menghargai kebebasan, hak
hidup dan pemilikan harta sebagai hak bawaan manusia. Menurut Locke masyarakat yang
ideal adalah masyarakat yang tidak melanggar hak-hak dasar manusia.
Menurut Locke, hak-hak tersebut tidak ikut diserahkan kepada penguasa ketika
kontrak sosial dilakukan. Oleh karena itu, kekuasaan penguasa yang diberikan lewat
kontrak sosial, dengan sendirinya tidak mungkin bersifat mutlak. Kalau begitu, adanya
kekuasaan tersebut justru untuk melindungi hak-hak kodrat dimaksud dari bahaya-bahaya
yang mungkin mengancam, baik datang dari dalam maupun dair luar. Begitulah, hukum
yang dibuat dalam negara pun bertugas melindungi hak-hak dasar tersebut.19
Hak-hak dasar yang biasa disebut sebagai hak asasi, tanpa perbedaan antara satu
dengan lainnya. Dengan hak asasi tersebut, manusia dapat mengembangkan diri pribadi,
peranan, dan sumbangannya bagi kesejahteraan hidup manusia.
18 ibid 19 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, Markus Y. Hage, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas
Ruang dan Generasi, Genta, Publishing, Yogyakarta, 2010, hlm 72,73
Pemikiran yang lebih eksplisit tentang hukum sebagai pelindung hak-hak asasi dan
kebebasan warganya, dikemukakan oleh Immanuel Kant. Bagi Kant, manusia merupakan
makhluk berakal dan berkehendak bebas. Negara bertugas menegakkan hak-hak
dan kebebasan warganya. Kemakmuran dan kebahagian rakyat merupakan tujuan negara
dan hukum, oleh karena itu, hak-hak dasar itu, tidak boleh dihalangi oleh negara.20
Hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak
mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak
keamanan, dan hak kesejahteraan, yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau
dirampas oleh siapapun.
Menurut Fitzgerald, dia menjelaskan teori pelindungn hukum Salmond bahwa
hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan
dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap
kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai
kepentingan di lain pihak.21
Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari
suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang
pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan
prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseoranan dengan pemerintah
yang dianggap mewakili kepentingak masyarakat.
Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman
terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di
20 Ibid, hlm 75 21 Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti,Bandung, 2000,hlm 53
berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh
hukum.22
Menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra berpendapat bahwa hukum dapat
difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan
fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif.23
Pendapat Sunaryati Hartono mengatakan bahwa hukum dibutuhkan untuk mereka
yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan
sosial.24
Menurut pendapat Pjillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat
sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif.25 Perlindungan hukum
yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan
pemerintah berikap hati-hati dalam pengambilan keputusan bwedasarkan diskresi, dan
perlindungan yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk
penangananya di lembaga peradilan.26
Patut dicatat bahwa upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum tentunya yang
diinginkan oleh manusia adalah ketertiban dan keteraturan antara nilai dasar dari hukum
yakni adanya kepastian hukum, kegunaan hukum serta keadilan hukum, meskipun pada
umumnya dalam praktek ketiga nilai dasar tersebut bersitegang, namun haruslah
diusahakan untuk ketiga nilai dasar tersebut bersamaan.27
22 Ibid, hlm 69 23 Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem,, Remaja Rusdakarya, Bandung, 1993, hlm
118 24 Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, hlm 55 25 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm 2 26 Maria Alfons, Implementasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-produk Masyarakat Lokal
Dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual, Universitas Brawijaya, Malang, 2010, hlm 18 27 Ibid, hlm 20
Fungsi primer hukum, yakni melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang dapat
merugikan dan menderitakan hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun penguasa. Di
samping itu berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Perlindungan, keadilan, dan kesejahteraan
tersebut ditujukan pada subyek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban, tidak
terkecuali kaum wanita.
b. Kerangka Konseptual
Dalam penelitian hukum normatif maupun sosiologis atau empiris, dimungkinkan
untuk menyusun kerangka konseptual yang dipiris, dimungkinkan untuk menyusun kerangka
konsepsional yang didasarkan atau diambil dari peraturan-peraturan perundang-undangan
tertentu atau norma-norma hukum yang berlaku serta pendapat-pendapat dari para ahli atau
sarjana, yang dapat dijadikan pedoman operasional di dalam proses pengumpulan,
pengolahan, analisa dan konstruksi data.
Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus
didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang
sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai berikut:
a. Perlindungan Hukum
Berbicara mengenai perlindungan hukum, hal tersebut merupakan salah satu hal
terpenting dari unsur suatu negara hukum. Dianggap penting karena dalam
pembentukan suatu negara akan dibentuk pula hukum yang mengatur tiap-tiap warga
negaranya. Sudah lazim untuk diketahui bahwa suatu negara akan terjadi suatu
hubungan timbal balik antara warga negaranya sendiri. Hubungan tersebut melahirkan
suatu hak dan kewajiban satu sama lain. Sehingga dalam pemenuhan hak dan kewajiban
tersebut perlu adanya suatu perlindungan hukum.
Perlindungan hukum mempunyai makna sebagai perlindungan dengan menggunakan
sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum, ditujukan kepada
perlindungan terhadap kepentingankepentingan tertentu, yaitu dengan cara menjadikan
kepentingan yang perlu dilindungi tersebut ke dalam sebuah hak hukum. Dalam ilmu
hukum “Hak” disebut juga hukum subyektif, Hukum subyektif merupakan segi aktif dari
pada hubungan hukum yang diberikan oleh hukum obyektif.
Perlindungan hukum selalu terkait dengan peran dan fungsi hukum sebagai pengatur
dan pelindung kepentingan masyarakat, Bronislaw Malinowski dalam bukunya berjudul
Crime and Custom in Savage, mengatakan “bahwa hukum tidak hanya berperan di dalam
keadaan-keadaan yang penuh kekerasan dan pertentangan, akan tetapi bahwa hukum juga
berperan pada aktivitas sehari-hari” 28.
Sedangkan, menurut Andrian Sutedi, perlindungan hukum bermaksud untuk
memberikan kepastian hukum dari pelaksanaanya dan dalam waktu bersamaan
memberikan perlindungan terhadap pekerja. Oleh karena itu, untuk menjamin
terlaksananya secara baik sehingga tercapai tujuan untuk melindungi pekerja, diperlukan
pengawas ketenagakerjaan maupun oleh masyarakat akan kesadaran dan itikad baik
semua pihak29.
b. Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri
untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.30 Sedangkan menurut M.
Yahya Harahap, perjanjian maksudnya adalah hubungan hukum yang menyangkut
28 R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm 13. 29 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 222 30 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung , 1990, hlm.4
hukum kekayaan antara 2 (dua) orang atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan
kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.31
c. Outsourcing
Beberapa pakar serta praktisi outsourcing (Alih Daya) dari Indonesia
memberikan definisi mengenai outsourcing, antara lain menyebutkan bahwa outsourcing
(Alih Daya) dalam bahasa Indonesia disebut sebagai alih daya, adalah pendelegasian
operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa
outsourcing).32
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Muzni Tambusai, Direktur
Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
yang mendefinisikan pengertian outsourcing (Alih Daya) sebagai memborongkan satu
bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada
perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan.33
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, terdapat persamaan dalam memandang
outsourcing (Alih Daya) yaitu terdapat penyerahan sebagian kegiatan perusahaan pada
pihak lain.
d. Perjanjian Kerja
Subekti, memberikan pengertian tentang perjanjian kerja adalah Perjanjian antara
seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri, adanya
suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas
31 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 6 32 Chandra Suwondo, Outsourcing; Implementasi di Indonesia, Elex Media Computindo, Jakarta, hlm 2. 33 Muzni Tambusai, Pelaksanaan Outsourcing (Alih Daya) ditinjau dari aspek hukum ketenagakerjaan tidak
mengaburkan hubungan industrial, http://www.nakertrans.go.id/arsip berita/naker/outsourcing.php. Mei 2016.
(dierstverhanding), yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan)
berhak memberikan perintah -perintah yang harus ditaati oleh pihak yang lain”.34
e. Tenaga Kerja
Menurut Payaman Simanjutak, Pengertian tenaga memiliki arti yang luas
Pengertian tenaga kerja disini mencakup tenaga kerja/buruh yang sedang terkait dalam
suatu hubungan kerja dan tenaga kerja yang belum bekerja. Sedangkan pengertian dari
pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain. Dengan kata lain, pekerja atau buruh adalah tenaga kerja yang sedang
dalam ikatan hubungan kerja.35
f. PT. Wiratama Jaya Perkasa
PT. Wiratama Jaya Perkasa merupakan suatu perusahaan yang berbentuk PT atau
Perseroan Terbatas, yang berbadan hukum sejak tanggal 31 Mei 2013 berdasarkan Akte
Pendirian No. 199 tanggal 31 Mei Tahun 2013 dibuat dihadapan Notaris Hj. Eli Satria,
Sarjana Hukum, dengan Direktur Muhammad Syaifullah.
PT. Wiratama Jaya Perkasa yang berkedudukan sesuai akte pendirian beralamat Jl.
Citarum No. 37 Kelurahan Alai Parak Kopi Kecamatan Padang Utara. PT. Wiratama Jaya
Perkasa mempunyai Visi dan Misi yaitu : “Menjadi outsourcing profesional yang
bermanfaat dan bermartabat serta mampu menjembatani tenaga kerja ke dunia
kerja”. Dengan semangat tinggi, berdedikasi untuk menciptakan SDM yang memiliki
etos kerja profesional, menciptakan dunia kerja baru, memberikan manfaat terbaik bagi
customer serta mewujudkan budaya yang mempesona dalam kehidupan masa depan.
34 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni Bandung , Bandung, 1977, hlm. 63 35 Simanjuntak, Payaman, J. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta, 2001, hlm 12
G. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan
maupun tekhnologi. Hal ini disebabkan oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan
kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut
dilakukan analisa dan konstruksi terhadap data yang dikumpulkan dan diolah36.
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis
empiris. Untuk melaksanakan metode yuridis empiris tersebut akan digunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Sifat Penelitian
Penelitian hukum ini bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang menggambarkan
serta menjelaskan suatu keadaan yang diperoleh melalui penelitian di lapangan yang dapat
mendukung teori yang sudah ada.
2. Sumber dan Jenis Data
a. Sumber Data
Sumber data yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah :
1) Data Primer, yaitu data yang berasal dari sumber asli atau data diperoleh dari tangan
pertama melalui penelitian lapangan. Dalam hal ini data yang diperoleh dengan
melakukan wawancara dengan Pihak Perusahaan yaitu PT. Wiratama Jaya Perkasa dan
beberapa tenaga kerja outsourcing atau alih daya di PT. Wiratama Jaya Perkasa.
2) Data sekunder, yaitu yang diperoleh dari bahan kepustakaan maupun dari perundang-
undangan.
b. Jenis Data
36 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, RadjaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 1
Jenis data yang dicari dalam penulisan ini adalah :
1) Data primer yang didapat dari hasil penelitian lapangan
2) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan kepustakaan maupun dari peraturan
perundang-undangan.
Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan hukum tersier.37
a) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,
artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-
undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan
dan putusan-putusan hakim.38 Dalam penulisan tesis ini bahan hukum primer yang
akan dipergunakan adalah:
(1). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (2). Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. (3). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja. (4). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Hubungan Industrial (5). Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No.KEP-
100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
(6). Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No.KEP-101/MEN/VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia JasaPekerja/Buruh.
(7). Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No.KEP-220/MEN/X/2004 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.
b) Bahan Hukum Sekunder
37 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994 , hlm. 118.
38 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jaklarta , 2008, hlm. 141.
Bahan hukum sekunder yakni berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-
buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas
putusan pengadilan39. Bahan hukum sekunder yang akan digunakan dalam penulisan
ini adalah : buku-buku atau literatur-literatur mengenai pertanahan, majalah-majalah
hukum dan bahan-bahan dari internet yang berkaitan dengan permasalahan yang
diteliti.
c) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk atau
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti
ensiklopedia ataupun bahan-bahan non hukum yang dapat memberikan penjelasan
terhadap permasalahan yang dibahas.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan ada dua yaitu :
a) Studi Dokumen
Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang dilakukan dengan studi dokumen
yang dikumpulkan dengan mempergunakan studi pustaka sebagai alat pengumpulan data
yang dilakukan di Perpustakaan, baik melalui penelusuran katalog maupun browsing
internet. Pada tahap awal pengumpulan data dilakukan inventaris seluruh data dan atau
dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan pengkategorian
data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah ditetapkan.
b) Wawancara
39 Ibid, hlm. 141.
Teknik ini dipakai untuk memperoleh data yang dilakukan dengan Tanya jawab
dengan pihak yang terkait di PT. Wiratama Jaya Perkasa Padang dan Tenaga Kerja.
Sebelum penulis melakukan wawancara, terlebih dahulu disiapkan daftar pertanyaan yanag
akan diajukan. Wawancara dilakukan secara terstruktur (structured interview guide).
4. Pengolahan dan Analisis Data
a) Pengolahan Data
Data yang digunakan adalah seluruh data yang berhasil dikumpulkan dan
disatukan. Tahap selanjutnya dilakukan editing, yaitu melakukan pengeditan seluruh data
yang telah dikumpulkan dan disaring menjadi suatu pengumpulan data yang benar-benar
dapat dijadikan acuan dalam penarikan kesimpulan.
b) Analisis Data
Analisis data menggunakan metode analisis kualitatif yaitu uraian yang dilakukan
terhadap data yang terkumpul dengan tidak menggunakan rumus statistik namun berupa
kalimat berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, pandangan ahli dan termasuk
pengalaman peneliti, kemudian ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari
permasalahan.40
40 Soejono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm 13.