bab i pendahuluan a. latar belakang masalaheprints.ums.ac.id/62311/3/4. bab i - pendahuluan.pdf ·...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam harus mampu membentuk peserta didik untuk
membangun dirinya sendiri, dengan membekali peserta didik agar mampu hidup
dengan kemampuan masing-masing. Semakin maraknya angka pengangguran
disetiap jenjang pendidikan dan pemberitaan di televisi terkait pembegalan,
pencurian, perampokan, dan penyelundupan narkoba merupakan salah satu akibat
dari lemahnya ekonomi dan keimanan seseorang, sehingga menghalalkan
berbagai cara untuk mendapatkan uang. Selain itu, mereka juga kurang
mengembangkan keterampilan sehingga kurang mampu bersaing di era modern
yang penuh dengan ide kreativitas dan inovasi. Fenomena-fenomena tersebut
menuntut khususnya pada dunia pendidikan Islam untuk mengembangkan
kemandirian peserta didik.
Sebagai lembaga pendidikan tradisional di Negara Indonesia, Pondok
Pesantren masih tetap konsisten dalam mendidik peserta didiknya menggunakan
sarana keteladanan, penciptaan lingkungan yang kondusif, pembiasaan yang baik,
serta kegiatan yang terarah dalam mengembangkan kemandirian peserta didiknya
dalam berprilaku sehari-hari.1 Dalam mengimplementasikan kemandirian di
Pondok Pesantren terhadap santri, tidak cukup dengan mengandalkan ceramah
dan pengarahan, namun juga dikuatkan dengan keteladanan dan penciptaan miliu
yang kondusif, sehingga semua apa yang dilihat peserta didik dan didengarkannya
1 Ahmad Suharto, Senarai Kearifan Gontory (Kata Bijak Para Perintis dan Masyayikh
Gontor), (Yogyakarta: YPPWP Guru Muslich, 2016), hlm.127
2
berupa gerakan dan suara-suara, merupakan faktor pendukung dalam
meningkatkan kemandirian santri di Pondok Pesantren.
Tujuan implementasi kemandirian santri di Pondok Pesantren,
sebenarnya mengarahkan santri agar mampu memiliki akhlak yang mulia,
mengabdi kepada masyarakat, memiliki kemandirian, memiliki prilaku dan sikap
yang selalu beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, memiliki keteguhan dalam
berprilaku, dan mampu menegakkan agama Islam, baik bagi dirinya sendiri
maupun bagi masyarakatnya, serta mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan
kepribadian dirinya sendiri.2
Kemandirian yang diterapkan di Pondok Pesantren, merupakan
pengenjawatahan dari filsafat kepompong, dimana santri berevolusi menjadi lebih
baik dalam memperjuangkan masa depannya yang gemilang, dan mampu berdiri
sendiri tanpa mengharapkan santunan orang lain untuk keluar dari belunggu
kepompong, karena disitu ada proses penguatan daya tahan, daya juang, daya
saing, daya suai, dan daya kreatif. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad
Suharto, bahwa:
“Pondok Pesantren mengutamakan pendidikan kemandirian, mendidik santri
untuk selalu “al-I’timad alan nafsi”, pandai menolong diri sendiri, tidak
bergantung dengan orang lain, tetapi selalu belajar untuk mencukupi
kebutuhan diri sendiri. Santri yang terdidik menolong diri sendiri, dapat
menghadapi masa depan dengan penuh harapan, jalan hidup terbentang luas
di mukanya. Sebaliknya pemuda yang tidak percaya pada dirinya, dia
senantiasa was-was dan ragu-ragu, serta tidak akan mendapat kepercayaan
dari masyarakat, sedang dia sendiri tidak percaya kepada dirinya sendiri”.3
2 Ahmad Muthohar, Pesantren di Tengah Arus Ideologi-ideologi Pendidikan,
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007), hlm.19 3 Ahmad Suharto, Melacak Akar Filosofis Pendidikan Gontor (Kajian Metamorfosis
Syajarah Thayyibah Gontor), (Yogyakarta: Nabela, 2017),
3
Hal diatas, diperkuat dengan Undang-Undang No.20, Tahun.2003,
tentang sistem pendidikan Nasional, Bab.2, Pasal:3, bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.4
Berdasarkan ungkapan Ahmad Suharto dan Undang-Undang diatas,
sebenarnya kemandirian santri yang ditekankan di Pondok Pesantren dan Negara
Indonesia memiliki kesamaan dalam pencapaiannya, yaitu agar santri mampu
berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain menghadapi segala rintangan
problematika kehidupannya sehari hari, membentuk kepribadian mandiri, percaya
pada kemampuan dan potensi diri sendiri, hingga mandiri dalam belajar, dalam
berpikir, dan pengembangan diri sendiri. Dan untuk memopang kemandirian
santri juga dibekali dengan berbagai macam ilmu, wawasan, kepernahan
pengalaman, keterampilan, dan kecakapan, namun penekanannya tetap pada
mental skill dan bukan job skill. Sebagaimana firman Allah SWT, dalam surat Al-
Insyirah, Ayat:5-6, yang berbunyi:
(6) يسرا العسر مع إن ( 5) فإن مع العسر يسراArtinya:
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S Al-Insyirah: 5-6)5
Kemandirian santri merupakan suatu sikap yang sangat diperlukan oleh
santri dalam menjalani aktivitas kehidupannya, sebaliknya ketergantungan kepada
4 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: CV. Eko Jaya, 2003), hlm.7
5 Tim Kreatif al-Ikhlâs, Al-Qur’an Terjemah Al-Ikhlâs, (Jakarta Pusat: Samad, t.h), hlm.
596
4
orang lain adalah sifat yang kurang baik bagi santri, karena santri akan melahirkan
sifat malas dan lemah semangat serta enggan berusaha, yang pada akhirnya akan
merugikan santri sendiri dan orang lain, karena santri pada hakekatnya adalah
“sendiri”, akan kembali ke asalnya sendiri, dan mempertanggung jawabkan semua
amalnya juga sendiri, tanpa ada seorangpun yang sanggup membantu dan
menemani santri tersebut.6
Santri dalam kehidupan sehari-hari, tidak akan selamanya
menggantungkan hidupnya pada orang lain. Tidak ada yang hidup abadi di dunia
ini. Oleh sebab itu, santri hendaknya dididik untuk mampu mandiri, dengan
dibiasakan untuk mengerjakan sesuatu yang sudah dapat dilakukannya sendiri.
Namun, dalam hal ini kemandirian santri jika tidak didukung dengan pendidikan
life skill maka tidak akan berjalan dengan baik, karena pendidikan life skill
merupakan pendukung dan penunjang dalam membentuk kepribadian santri untuk
lebih mandiri (dapat menghidupi diri sendiri bahkan orang lain dengan life skill
yang dimilikinya).7 Sebagaimana firman Allah SWT, dalam surat An-Nisa, ayat:9,
yang berbunyi:
عليهم ف لي ت قوا الل ولي قولوا وليخش الذين لو ت ركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا (9) ق ول سديدا
Artinya:
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
6 Juwariyah, Pendidikan Moral dalam Puisi Imam Syafi’i dan Ahmad Syauqi,
(Yogyakarta: Bidang Akademik, 2008), hlm.174 7 Helmawati, Pendidikan Keluarga Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014), hlm.164
5
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar. (Q.S An-Nisa : 9)8
Hal di atas, sangalah penting untuk dilaksanakan dalam meningkatkan
kemandirian santri, dikarenakan adanya kecenderungan dikalangan pendidik saat
ini, terlalu banyak memberikan proteksi yang tinggi kepada santrinya dalam
melakukan apapun yang ingin mereka lakukan, dan cenderung berlebihan, yang
mengakibatkan santri terlalu bergantungan terhadap bantuan orang lain.9
Sebagaimana firman Allah SWT, dalam surat Ar-Raad, Ayat:11, yang berbunyi:
بات من ب ي يديه ومن خلفه يفظونه من أمر الل إن الل ل ي غي ما بقوم *له معقوا ما بن فسهم وإذا أراد الل بقوم سوءا فال مرد له وما لم من دونه من حت ي غي
(11) وال
Artinya:
Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya
bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah
Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat
menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Q.S Ar-Raad:
11)10
Dari ayat tersebut menegaskan bahwa Allah SWT tidak merubah nasib
suatu kaum, sebelum kaum itu yang gigih mengubah nasibnya sendiri. Manusia
diberi kemampuan oleh Allah SWT untuk mengubah nasibnya sendiri.11
Artinya
kita sebagai manusia tanpa disadari telah diberikan life skill oleh Allah SWT, agar
mampu untuk hidup mandiri dalam mengarungi kehidupan di dunia ini dan
8 Tim Kreatif al-Ikhlâs, Al-Qur’an Terjemah Al-Ikhlâs, (Jakarta Pusat: Samad, t.h), hlm.
78 9 Ngainun Naim, Character Building, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm.164
10 Tim Kreatif al-Ikhlâs, Al-Qur’an Terjemah Al-Ikhlâs, (Jakarta Pusat: Samad, t.h),
hlm. 250 11
Abdullah Gymnastiar, Malu jadi Benalu, (Bandung: MQ Publishing, 2003), hlm.12
6
berusaha agar tidak bergantung kepada orang lain. Jika ingin sukses maka kita
perlu berusaha untuk meraihnya, tidak hanya berdiam menunggu bantuan orang
lain.
Pondok Pesantren, sebagaimana tertuang pada, Peraturan Pemerintah,
No.55, Tahun.2007, tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
dalam Pasal.1, yang berbunyi:
“Lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat yang
menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis
pendidikan lainnya. Sebagai lembaga pendidikan, pendidikan di pesantren
ditujukan untuk menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT,
akhlak mulia, serta tradisi pesantren untuk mengembangkan kemampuan,
pengetahuan, dan life skill peserta didik untuk menjadi ahli ilmu agama
Islam dan menjadi muslim yang memiliki life skill untuk membangun
kehidupan yang islami di masyarakat”.12
Salah satu Pondok Pesantren yang di dalam kesehariannya, menanamkan
pendidikan life skill dalam meningkatkan kemandirian santrinya yaitu: Pondok
Modern Darussalam Gontor Putra II Madusari Siman Ponorogo. Dimana
penanaman pendidikan life skill di Pondok ini, mengarah kepada aspek
pembentukan perilaku yang dilaksanakan dengan pendidikan by talking and by
doing, pemberian tugas, pembiasan, pelatihan, pengawalan, dan penciptaan miliu.
Tujuaannya adalah untuk mewujudkan generasi yang unggul demi terwujudnya
khairu ummah yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan
berpikiran bebas, serta mampu menjadi warga Negara Indonesia yang selalu
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
Penanaman pendidikan life skill dalam meningkatkan kemandirian santri
baru di Pondok Modern Darussalam Gontor Putra II (PM Gontor Putra II)
12
Suryadharma Ali, Mengawal Tradisi Meraih Prestasi; Inovasi dan Aksi Pendidikan
Islam, (Malang: UIN-Maliki Press, 2013), hlm.159-160
7
diterapkan dengan sistem klasikal dan berasrama penuh, dimana kyai sebagai
sentral figurnya dan masjid sebagai pusat miliu yang menjiwai dan pusat kegiatan,
keteladanan figuritas kyai dalam segala hal, pembinaan hidup berasrama dengan
mengandalkan penciptaan miliu yang edukatif serta kegiatan yang komprehensif
selama kurang lebih 24 jam, baik akademis maupun non akademis.
Penanaman pendidikan life skill PM Gontor Putra II, dilakukan dengan
menciptakan berbagai macam kegiatan, meliputi: kepramukaan, kesenian,
keterampilan, muhadhoroh (latihan pidato), muhadhasah (percakapan bahasa
Arab dan Inggris), olahraga, dan keorganisasian. Semua kegiatan tersebut,
dijalankan oleh santri sendiri dan terbimbing oleh Dewan Guru di PM Gontor
Putra II, sehingga dapat memberikan bekal bagi santri untuk kehidupan yang
aplikatif dan dapat menjadi sumber inspirasi bagi santri ketika kembali ke
masyarakat serta dapat terlaksana dengan terencana, terarah, dan terpantau.
Jadi, penanaman pendidikan life skill dalam meningkatkan kemandirian
santri baru di PM Gontor Putra II, dilakukan dengan berbagai macam kegiatan,
dimana kegiatan tersebut, diyakini dapat menumbuhkan dinamika kehidupan
santri yang tinggi, membentuk kepribadian santri yang militansi, menimbulkan
kreatifitas dan produktivitas santri, serta menimbulkan etos kerja santri yang
tinggi. Pada akhirnya, santri PM Gontor Putra II akan mempunyai kemandirian
yang dinamis, kreatif, dan produktif.
Berdasarkan uraian diatas, maka tertarik untuk melakukan penelitian,
dengan judul “Penanaman Pendidikan Life Skill dalam Meningkatkan
Kemandirian Santri Baru di Pondok Modern Darussalam Gontor Putra II
Madusari Siman Ponorogo”.
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan konteks penelitian yang telah dipaparkan di atas, masalah
pokok yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah penanaman pendidikan
life skill untuk meningkatkan kemandirian santri barudi Pondok Modern
Darussalam Gontor Putra II, Madusari, Siman, Ponorogo. Untuk memudahkan
penelitian, maka rumusan masalah yang ingin dicari jawabannya dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi penanaman pendidikan life skill dalam meningkatkan
kemandirian santri baru di Pondok Modern Darussalam Gontor Putra II,
Madusari, Siman, Ponorogo?
2. Bagaimana implementasi penanaman pendidikan life skill dalam
meningkatkan kemandirian santri baru di Pondok Modern Darussalam
Gontor Putra II, Madusari, Siman, Ponorogo?
3. Apa saja faktor penghambat dan pendukung penanaman pendidikan life skill
dalam meningkatkan kemandirian santri baru di Pondok Modern
Darussalam Gontor Putra II, Madusari, Siman, Ponorogo?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
a. Strategi penanaman pendidikan life skill dalam meningkatkan
kemandirian santri baru di Pondok Modern Darussalam Gontor Putra
II, Madusari, Siman, Ponorogo.
9
b. Implementasi penanaman pendidikan life skill dalam meningkatkan
kemandirian santri baru di Pondok Modern Darussalam Gontor Putra
II, Madusari, Siman, Ponorogo.
c. Faktor penghambat dan pendukung penanaman pendidikan life skill
dalam meningkatkan kemandirian santri baru di Pondok Modern
Darussalam Gontor Putra II, Madusari, Siman, Ponorogo.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara
kajian ilmiah maupun sebagai bentuk aplikasi secara langsung terhadap
upaya peningkatan mutu pendidikan di lembaga pendidikan Islam secara
umumnya dan Pondok Pesantren secara khususnya. Manfaat yang penelitian
ini, yaitu:
a. Manfaat secara teoritis, dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan keilmuan dan pengetahuan tentang penanaman
pendidikan life skill dalam meningkatkan kemandirian santri/peserta
didik di lembaga pendidikan Islam secara umumnya, dan Pondok
Pesantren secara khususnya.
b. Manfaat secara praktis, dapat memberikan contoh yang baik lembaga
pendidikan Islam secara umumnya dan Pondok Pesantren secara
khususnya tentang penanaman pendidikan life skill dalam
meningkatkan kemandirian santri dan memberikan informasi
tambahan bagi guru/pendidik tentang strategi, implementasi, dan
faktor pendukung mampun penghambat dalam menanamkan
10
pendidikan life skill dalam meningkatkan kemandirian santri di
Pondok Pesantren.
D. Telaah Pustaka
Telaah pustaka ini, merujuk kepada penelitian yang sudah pernah
dilakukan sebelumnya, tetapi fokus penelitian yang peneliti lakukan berbeda
dengan yang ada, adapun penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tesis yang ditulis oleh Eka Ester Yustiningrum, dengan judul penelitiannya
“Implementasi Pendidikan Life Skill Di SMK Batik 1 Surakarta”.13
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa perencanaan implementasi life
skill sudah tergolong tepat yang mendukung proses pelaksanaan
implementasi life skill. Kendala-kendala dalam pelaksanaan tidak terlalu
signifikan, karena mudah diatasi. Kegiatan pelaksanaan proses implementasi
life skill melalaui tahap-tahap yaitu tahap persiapan, tahap identifikasi siswa,
penyusunan program implementasi life skill, menentukan materi program
serta identifikasi sekolah. Untuk menghindari terjadinya kegagalan meminta
sumbangan pemikiran dan saran, kritik dari masyarakat melalui media atau
sarana yang representatif yaitu suatu wadah untuk duduk bersama, untuk
menampung dan mengakomodasi usul, kritik dan saran. Dalam
mengimplementasikan sistem pendidikan life skill di SMK Batik 1
Surakarta, proses pelaksanaannya mempunyai dasar yang jelas yaitu
dokumentasi dari pemerintah UUSPN No.20, Tahun 2003, UU No.25,
13
Eka Ester Yustiningrum, Implementasi Pendidikan Life Skill Di SMK Batik 1
Surakarta, Tesis, (Surakarta: Pascasarjana UMS, 2006)
11
Tahun 2000, tentang Properma, UU No.22, Tahun 1999, tentang otonomi
daerah, PP No.29, Tahun 1990, Kepmendiknas No.044/4/2002, Tanggal 2
April 2002. Jadwal kegiatan disusun secara berurutan, program manajemen
dijadwalkan lebih awal daripada operasionalisasi yaitu dengan diawali
konsolidasi dan koordinasi diteruskan peningkatan kualitas guru dan pelatih.
Evaluasi dan monitoring untuk menjaga ketercapaian sasaran program
monitoring difokuskan pada: 1) kegiatan, 2) aspek meliputi: persiapan,
pelaksanaan kegiatan, hasil-hasil waktu monitoring. Dengan tahap-tahap
yang telah dilaksanakan, maka hasil sesuai dengan yang ingin dicapai yaitu
calon tenaga yang berkualitas.
2. Tesis yang ditulis oleh Machbub Ainur Rofiq, dengan judul penelitiannya
“Pendidikan enterpreunership dan jiwa kemandirian santri di Pondok
Pesantren Sidogiri Pasuruan dan Pondok Pesantren Riyadlul Jannah Pacet
Mojokerto”.14
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa Jiwa kemandirian
santri di Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan dan Pondok Pesantren
Riyadlul Jannah Pacet Mojokerto telah mengakar kuat. Praktek pendidikan
enterpreneurship di Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan dan Pondok
Pesantren Riyadlul Jannah Pacet Mojokerto dalam praktek kurikulum, dan
menejemennya secara keseluruhan yang meliputi sistemnya telah berjalan
dengan baik, yang berupa pengajaran di kelas, pelatihan, praktek langsung
di lapangan dengan didampingi oleh guru, tutor, dan choach yang
berpengalaman, meski memiliki kekurangan dalam praktek evaluasinya.
14
Machbub Ainur Rofiq, Pendidikan enterpreunership dan jiwa kemandirian santri di
Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan dan Pondok Pesantren Riyadlul Jannah Pacet Mojokerto,
Tesis, (Surabaya: Pascasarjana UIN Sunan Ampel, 2017)
12
3. Tesis yang ditulis oleh Jamal Ripani, dengan judul penelitiannya
“Manajemen Strategi Pelaksanaan Life Skills Santri di Pondok Pesantren
Darul Ilmi Banjarbaru”.15
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa
pelaksanaan pendidikan life skills di Pondok Pesantren Darul Ilmi berjalan
tanpa ada peraturan yang khusus mengatur tentang pendidikan life skills.
Pendidikan life skills dilaksanakan dengan mengacu kepada visi, misi dan
tujuan Pondok Pesantren Darul Ilmi. Strategi yang dilaksanakan dalam
melaksanakan pendidikan life skills di Pondok Pesantren Darul Ilmi adalah
dengan cara menanamkan minat santri, mengatur pelaksanaan kegiatan,
menambah sarana yang mendukung terhadap pendidikan life skills. Problem
yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan life skills antara lain : sarana
yang kurang lengkap untuk kegiatan pendidikan life skills, waktu kegiatan
santri yang sangat padat dan belum adanya aturan dari Pondok Pesantren
Darul Ilmi yang mengatur tentang pendidikan life skills.
4. Tesis yang ditulis oleh Evi Susanti, dengan judul penelitiannya “Manajemen
pendidikan life skills dalam membina kemandirian vokasional santri (Studi
Di Pondok Pesantren Babussalam Kabupaten Kapuas)”. Penelitian ini
menghasilkan temuan bahwa manajemen pendidikan Lifeskills di pesantren
Pesantren Babussalam Kapuas dapat meningkatkan Kemandirian vokasional
santri setelah mereka keluar dari lembaga pendidikan tersebut. kemandirin
tersebut ditunjukkan dengan kemampuan berfikir dan berbuat untuk diri
sendiri, aktif, kreatif, kompeten, independen, mempunyai kecenderungan
15
Jamal Ripani, Manajemen Strategi Pelaksanaan Life Skills Santri di Pondok
Pesantren Darul Ilmi Banjarbaru, Tesis, (Banjarmasin: Pascasarjana UIN Antasari, 2016)
13
memecahkan masalah, tidak merasa takut mengambil resiko dan percaya
terhadap penilaian sendiri.16
5. Tesis yang ditulis oleh Ahsanatul Khulailiyah, dengan judul penelitiannya
“Edupreneurship Sebagai Usaha Pembentukan Karakter Kemandirian
Santri (Studi Kasus di Pondok Pesantren al-Urwatul Wutsqo Jombang)”.17
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa konsep edupreneurship yang
dilaksanakan di Pondok Pesantren al-Urwatul Wutsqo Jombang pada
mulanya berasal dari kewajiban praktik amal shaleh sebagai wadah para
santri menyalurkan bakat, keterampilan serta potensinya, yang kemudian
menjadi kegiatan wirausaha santri karena hasil yang didapat dari kegiatan
tersebut bernilai jual di masyarakat. Kedua, kegiatan edupreneurship yang
bergerak di bidang pertanian ketela ungu, perkebunan kelengkeng, dan
perikanan ikan lele serta ikan nila ini dilaksanakan oleh masing-masing
kelompok santri beserta koordinator yang membawahi sebagai penanggung
jawab kegiatan mulai dari awal kegiatan hingga proses penjualan ke
tengkulak atau pembeli. Ketiga, karakter mandiri yang ditanamkan pada
santri dalam kegiatan wirausaha ini bukan bertujuan agar dapat
meningkatkan taraf hidup pribadi, mandiri bagi santri berarti membina
mereka untuk mempersiapkan mental dalam menghadapi hidup di segala
situasi dan kondisi setelah lulus dari pesantren melalui bekal ilmu
16
Evi Susanti, “Manajemen Pendidikan Life Skills Dalam Membina Kemandirian
Vokasional Santri (Studi Di Pondok Pesantren Babussalam Kabupaten Kapuas)”, Tesis,
(Palangkaraya: IAIN Palangkaraya, 2015) 17
Ahsanatul Khulailiyah, “Edupreneurship Sebagai Usaha Pembentukan Karakter
Kemandirian Santri (Studi Kasus di Pondok Pesantren al-Urwatul Wutsqo Jombang)”, Tesis,
(Surabaya: Pascasarjana UIN Sunan Ampel, 2017)
14
pengetahuan serta keterampilan yang telah dipelajari di Pondok Pesantren
al-Urwatul Wutsqo Jombang.
6. Jurnal yang ditulis oleh Uci Sanusi, dengan judul “Pendidikan Kemandirian
di Pondok Pesantren (Studi Mengenai Realitas Kemandirian Santri Di
Pondok Pesantren Al-Istiqlal Cianjur Dan Pondok Pesantren Bahrul Ulum
Tasikmalaya)”.18
Jurnal ini menghasilkan temuan bahwa kemandirian santri
yang ditemukan diantaranya perilaku pengelolaan kehidupan sederhana
seperti makan, mencuci, dan sebagainya. Ciri minimal yang terbentuk
adalah santri tidak mengandalkan orang lain dan ini menjadi indikator
penting, dan kurikulum yang dikembangkan pada kedua pondok cukup
sederhana, tidak terstruktur dengan rapi dan tidak terdokumentasi dengan
baik. Kurikulum dan pembelajaran berjalan menurut jadwal hasil inisiatif
kyai dan para ustadznya.
7. Jurnal yang ditulis oleh Nurfina Aznam, dengan judul “Implementasi Life
Skill pada Pembelajaran Kimia Bahan Aditif”.19
Jurnal ini menghasilkan
temuan bahwa pada dasarnya Life Skill dapat diimplementasikan pada
materi pembelajaran Mata Kuliah Kimia Bahan Aditif. Materi perkuliahan
dapat disusun ke dalam pokok-pokok dan sub-pokok bahasan yang berisi
pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan untuk memecahkan masalah-
masalah yang ada di masyarakat, dan diberi tugas-tugas yang dapat melatih
dan membekali mahasiswa dengan kecakapan serta sikap yang dapat di
manfaatkan pada kehidupan nyata. Proses pembelajaran harus dapat
18
Uci Sanusi, Pendidikan Kemandirian Di Pondok Pesantren (Studi Mengenai Realitas
Kemandirian Santri Di Pondok Pesantren Al-Istiqlal Cianjur Dan Pondok Pesantren Bahrul
Ulum Tasikmalaya, Jurnal Pendidikan Agma Islam, Ta’lim, Vol.10, No.2, Tahun 2012 19
Nufiana Aznam, Implementasi Life Skill pada Pembelajaran Kimia Bahan Aditif,
Jurnal Cakrawala Pendidikan, Juni, No.2, Tahun.2002, hlm.166-179
15
memotivasi mahasiswa, sehingga muncul ide-ide kreatif dari mahasiswa.
Selain itu, evaluasi yang diberikan harus komprehensif, karena banyak hal
yang dilakukan.
8. Jurnal yang ditulis oleh Moh. Farid Ma’ruf, dengan judul “Implementasi
Program Life Skill di Man Yogyakarta 3”.20
Jurnal ini menghasilkan temuan
bahwa program life skill telah dapat berjalan dengan baik di Mayoga serta
mendapatkan dukungan dari seluruh warga sekolah. Inilah salah satu
keunggulan yang menjadikan Mayoga mampu menjadi madrasah yang
diminati oleh masyarakat sehingga menjadi sekolah yang mampu
mendekatkan lulusannya dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Program life skill ini seyogyanya juga dilaksanakan di semua sekolah dan
madrasah agar lulusan sekolah dan madrasah di Indonesia benar-benar
menjadi lulusan yang cakap dan siap menghadapi problematika hidup dan
kehidupan secara wajar dan tanpa adanya tekanan sebagaimana makna life
skill.
9. Jurnal yang ditulis oleh Titin Suprihatin, dkk, dengan judul “Pembentukan
Life Skill Melalui Pembelajaran PKN”.21
Jurnal ini menghasilkan temuan
bahwa di SMA N 2 Pati dalam proses pembelajarannya telah menerapkan
pembelajaran yang berbasis life skill yang ditunjukkan oleh sikap siswa
yang telah mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
20
Moh. Farid Ma’ruf, implementasi program life skill di man yogyakarta 3, Jurnal
Dewantara, Volume 1 No. 1, Tahun. 2015, hlm. 78-82 21
Titin Suprihatin, dkk, Pembentukan Life Skill Melalui Pembelajaran PKN, Jurnal
Unnes Civic Education, Volume 1 , No. 1, Tahun 2012, hlm. 43-45
16
10. Jurnal yang ditulis oleh Husaini Usman, dengan judul “Model Pendidikan
Kecakapan Hidup Sebagai Alternatif Mengurangi Angka Kemiskinan”.22
Jurnal ini menghasilkan temuan bahwa anak-anak putus sekolah sangat
tertarik untuk mengikuti pelatihan. Mereka memilih pelatihan yang dapat
meningkatkan penghasilannya. Lembar kerja ternyata layak untuk materi
pelatihan. Pelatihan kecakapan hidup dapat mengentaskan masyarakat
miskin. Terdapat sejumlah kriteria pelatihan efektif. Model pelatihan
kecakapan hidup adalah efektif.
11. Jurnal yang ditulis oleh Ahmad Fauzi,M.Pd dkk, dengan judul
“Pengelolaan Pendidikan Life Skills di Pondok Pesantren Kabupaten
Pandeglang”.23
Jurnal ini menghasilkan temuan bahwa pengelolaan
pendidikan life skill dilakukan melalui tiga tahap yaitu perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. Pada tahap perencanaan adapun langkah-langkah
yang dilakukan antara lain: a) menetapkan tujuan pendidikan life skill; b)
mengidentifikasi kebutuhan; c) penyusunan kurikulum pendidikan life skill
yang terdiri dari kurikulum penunjang akademik, keagamaan, vocasional
skill dan pengabdian masyarakat. Sedangkan pada tahap pelaksanaan
langkah-langkah yang dilakukan antara lain: a) pengorganisasian santri; b)
pengelolaan kelas, dan sarana prasarana dan fasilitas pembelajaran life skill.
Terakhir pada tahap evaluasi pendidikan life skill menggunakan evaluasi
hasil kerja yang menekankan pada kemampuan santri dalam
mentransformasikan nilai-nilai ajaran agama melalui ilmu dari pesantren di
22
Husaini Usman, Model Pendidikan Kecakapan Hidup Sebagai Alternatif Mengurangi
Angka Kemiskinan, Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 17, Nomor 1, Tahun 2010, hlm. 7-14 23
Ahmad Fauzi,M.Pd dkk, Pengelolaan Pendidikan Life Skills di Pondok Pesantren
Kabupaten Pandeglang, Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 2. No 2, Tahun 2017, Hlm. 116-213
17
masyarakat. Dalam penerapan pendidikan life skills di Pondok Pesantren
Kabupaten Pandeglang menggunakan beberapa pinsip, antara lain: a) Etika
sosio-religius b) menggunakan prinsip learnig to know, lerning to do,
learning to be, dan learning to life together c) tetap menggunakan beberapa
metode khas pesantren, akan tetapi melakukan pengkombinasian dengan
metode-metode modern; d) Potensi daerah sekitar pesantren dapat
direfleksikan dalam penyelenggaraan kecakapan hidup (life skills) di
pesantren; dan e) Paradigma learning for life learning to work dapat
dijadikan sebagai dasar pendidikan, sehingga terjadi pertautan antar
pendidikan dengan kebutuhan nyata para santri.
12. Jurnal yang ditulis oleh Susi Ratnawati & Indah Noviandari, dengan judul
“Model Life Skill Berbasis Potensi Ekonomi Lokal Bagi Mantan Penderita
Kusta Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan”.24
Jurnal ini menghasilkan
temuan bahwa Pemberian kesempatan dan peningkatan kemampuan
penduduk miskin mantan penderita kusta menyangkut : kemudahan untuk
memperoleh sumber daya, peningkatan keterampilan Life Skill,
pendayagunaan kemajuan teknologi, memanfaatkan pasar secara terus
menerus, serta mendapatkan layanan dari berbagai sumber pembiayaan.
Model Implementasi Life Skill Berbasis Potensi Ekonomi lokal adalah
sebagai berikut : 1) wawasan, pola pikir dan sikap mental warga belajar
dikembangkan sehingga mampu mengoptimalkan potensi yang dimilikinya,
merubah tantangan menjadi peluang bagi peningkatan kehidupannya, 2)
Peningkatan mutu tim fasilitasi terhadap pelaksanaan program pendidikan
24
Susi Ratnawati & Indah Noviandari, Model Life Skill Berbasis Potensi Ekonomi
Lokal Bagi Mantan Penderita Kusta Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan, Jurnal Jurnal
Kebijakan dan Manajemen Publik Vol.3, No.1 Tahun 2012:, Hlm. 1-11.
18
kecakapan hidup guna memantau dan memberikan supervisi terhadap
program sehingga mencapai tujuan yang diharapkan, 3) bentuk
Pendampingan dikembangkan guna mendukung program pendidikan
kecakapan hidup, 4) optimalisasi peran berbagai instansi untuk
melaksanakan dan mengembangakan program kecakapan hidup, sesuai
dengan karakteristik dan potensi daerah.
13. Jurnal yang ditulis oleh Ir. Abdul Malik, MP, dkk, dengan judul
“Peningkatan Kemandirian Santri dan Pondok Pesantren Nurul Falah
Muhammadiyah Melalui Penerapan Pengelolaan Usaha Teknologi
Pertanian”.25
Jurnal ini menghasilkan temuan bahwa Secara umum
kurikulum yang diajarkan di PONPES tidak mampu mengembangkan ilmu
agamanya (berdakwah) di masyarakat dikarenakan mereka kesulitan
ekonomi. Melihat banyaknya kenyataan para lulusan PONPES yang
mengalami kondisi tersebut diatas, maka Pimpinan Ranting Muhammadiyah
Desa Godong Kecamatan Gudo Jombang, pada tahun 2009, mendirikan
Pondok Pesantren “Nurul Falah. Dikelola ustad Mahmud Fauzi, lulusan
pondok pesantrem Gontor dan lulusan perguruan tinggi di Arab Saudi.
Pondok Pesantren Nurul Falah ini baru mempunyai santri satu angkatan
yang berjumlah 10 orang. Untuk kurikulum yang dikembangkan diarahkan
pada dua target yaitu menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian bidang
agama dan memiliki kemandirian dibidang ekonomi. Dan untuk mencapai
target kedua yakni para santri memiliki ketrampilan dibidang ekonomi dan
mempunyai jiwa kewirasusahaan, Pondok Pensantren telah membangun
25
Ir. Abdul Malik, MP, dkk, Peningkatan Kemandirian Santri dan Pondok Pesantren
Nurul Falah Muhammadiyah Melalui Penerapan Pengelolaan Usaha Teknologi Pertanian, Jurnal
Dedikasi Volume. 8, Tahun 2011, hlm. 1-5
19
beberapa fasilitas praktik bisnis seperti, kolam lele, kandang ayam ayam
kampung dan usaha bisnis jamur.
14. Jurnal yang ditulis oleh Imam Mawardi, dengan judul “Pendidikan Life
Skills Berbasis Budaya Nilai-nilai Islami dalam Pembelajaran”.26
Jurnal ini
menghasilkan temuan bahwa pendidikan life skills yang berperan untuk
men-gonfirmasi fungsi kemanusiaan manusia sebagai hamba Allah dan
sebagai kha-lifah di muka bumi. Life skills sebagai keterampilan hidup dapat
membantu pe-serta didik untuk mengatasi berbagai masalah kehidupan.
Keterampilan ini meli-puti aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan
kejuruan yang berhubungan dengan perkembangan moral siswa yang
mereka hadapi sebagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupannya. Fungsi
keterampilan hidup terkait dengan nilai-nilai budaya Islam tidak hanya
dipahami sebagai keterampilan untuk bekerja tetapi juga mencakup
kemampuan untuk melakukan tugas-tugas sebagai hamba dan khalifah
Allah secara luas. Pengembangan kurikulum berbasis Life skills harus
diinternalisasikan dalam pembelajaran sekolah formal. Ide ini didasarkan
pada sudut pandang bahwa pendidikan adalah untuk kehidupan yang
bermakna dan bukan hanya semata-mata mencari pekerjaan.
15. Jurnal yang ditulis oleh Iin Hindun, dengan judul “Model Pengembangan
Pendidikan kecakapan Hidup (Life Skill) Pada Sekolah Umum Tingkat
Menengah di Kota Batu ”.27
Jurnal ini menghasilkan temuan bahwa 1)
tanggapan guru terhadap PKH dan kepentingannya dalam merealisasikan
26
Imam Mawardi, Pendidikan Life Skills Berbasis Budaya Nilai-nilai Islami dalam
Pembelajaran, Jurnal Pendidikan Islam, Vol.6, No.2, Tahun 2012, hlm.216 27
Iin Hindun, Model Pengembangan Pendidikan kecakapan Hidup (Life Skill) Pada
Sekolah Umum Tingkat Menengah di Kota Batu, Jurnal Pendidikan Humanity, Vol.1, No.1,
Tahun, 2005, hlm.29-35
20
PKH bervariasi, tanggapan yan positif mendorong guru melaksanakan PKH
dalam pembelajaran sesuai dengan semangat kebijakan PKH yaitu untuk
menunbuhkan kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan terjun dalam
kehidupan. Tanggapan yang skeptis mendorong guru acuh tak acuh pada
PKH. 2) Implementasi PKH pada bidang studi IPA meliputi kecakapan
kesadaran diri, kecakapan berpikir rasional, kecakapan sosial, dan
akademik. 3) model pengembangan PKH di dua sekolah yang diteliti dan
hampir memiliki kesamaan dan pelaksanaan pengembangannya.
16. Jurnal yang ditulis oleh H.M Djumransjah, dengan judul “Pendidikan
Pesantren dan Kemandirian”.28
Jurnal ini menghasilkan temuan bahwa
pengembangan program pendidikan berkelanjutan dalam memberikan bekal
kemandirian kepada santri berfokus pada perumusan visi misi, tujuan
pelaksanaannya, dan diaplikasikan dalam berbagai program kegiatan dengan
menggunakan strategi pelaksanaan yang bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat.
17. Jurnal yang ditulis oleh Hari Amirullah Rachman, dengan judul “Dimensi
Kecakapan Hidup (life skill) Dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani”.29
Jurnal ini menghasilkan temuan bahwa Pada dasarnya, pendidikan
kecakapan hidup adalah pendidikan yang memberi bekal dasar dan latihan
yang dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai
kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan
terampil menjalankan kehidupannya yaitu dapat menjaga kelangsungan
28
H.M Djumransjah, Pendidikan Pesantren dan Kemandirian, Jurnal Ilmu Pendidikan,
Vol.6, No.2, Tahun, 2001, hlm.139 - 149 29
Hari Amirullah Rachman, Dimensi Kecakapan Hidup (life skill) Dalam Pembelajaran
Pendidikan Jasmani, Jurnal Pendidikan Jasmani, Vol.6, No.2, Tahun, 2009, hlm.19 - 26
21
hidup dan perkembangannya. Kecakapan hidup dapat dipilah menjadi dua
kategori, yaitu kecakapan hidup yang bersifat dasar dan instrumental.
Kecakapan dasar bersifat universal dan berlaku sepanjang zaman, dan
kecakapan instrumental bersifat relatif, kondisional, dan dapat berubah-ubah
sesuai dengan perubahan ruang, waktu, dan situasi. Pendidikan jasmani
merupakan suatu keniscayaan bagi pendidikan kecakapan hidup untuk
terimplemantasikan melalui kurikulum dan pembelajaran di sekolah. Tujuan
yang ingin dicapai oleh pembelajaran pendidikan jasmani sangat
dimungkinkan untuk bersinergi dengan dimensi kecakapan hidup, baik
kecakapan hidup generic maupun spesifik. Hal ini memberikan gambaran
bahwa pendidikan kecakapan hidup dapat diberikan melalui pembelajaran
pendidikan jasmani di sekolah.
18. Jurnal yang ditulis oleh Sarika Chauhan, Vallabh Vidyanagar, dengan judul
“Effectiveness Of A Life Skills Programme On Teacher Trainees”.30
Jurnal
ini menghasilkan temuan bahwa: The tremendous changes in knowledge
explosion and rapid technological advancement in the social and economic
spheres at national and international level necessitate for improvement of
national educational quality. Teachers’ role is larger in that sense. Many
countries are concerned with lifting up educational standards through
compulsory school education to meet the demands of an active, happy and
fulfilled life in the globalizatio era. To beprepared for the demands of the
knowledge economy, students need to know how to use their knowledge and
skills, applying knowledge to new situations, analyzing information,
30
Sarika Chauhan, Effectiveness Of A Life Skills Programme On Teacher Trainees,
International Multidisciplinary E-journal, April, Vol.5, 2016.
22
comprehending new ideas, communicating, collaborating, solving problems
and making decisions (Saltpeter J., 2003). They are responsible to develop
essential skills and abilities among adolescents and youth. Therefore the
need is realized to introduce life skills programme for the prospective
teachers at pre service teacher education programme. Hence, it is desired
that the future teachers would develop essential constructs of life skills
which not only help them to face challenges in life confidently but also to
train their students, in future, to utilize the skills in their personal and
professional life. The present study was an attempt to develop the life skills
programme and evaluate its effect on teacher trainees in enhancing their
life skills.
(Perubahan yang luar biasa dalam ledakan pengetahuan dan kemajuan
teknologi yang pesat di bidang sosial dan ekonomi di tingkat nasional dan
internasional memerlukan perbaikan kualitas pendidikan nasional Peran
guru lebih besar dalam pengertian itu. Banyak negara prihatin dengan
mengangkat standar pendidikan melalui pendidikan wajib sekolah
memenuhi tuntutan kehidupan yang aktif, bahagia dan terpenuhi di era
globalisasi. Menjadi disiapkan untuk tuntutan ekonomi pengetahuan,
kebutuhan siswa untuk mengetahui bagaimana cara menggunakannya
pengetahuan dan keterampilan, menerapkan pengetahuan pada situasi baru,
menganalisis informasi, memahami gagasan baru, berkomunikasi,
berkolaborasi, memecahkan masalah dan membuat keputusan (Saltpeter J.,
2003). Mereka bertanggung jawab untuk mengembangkan keterampilan dan
kemampuan penting antara remaja dan remaja. Oleh karena itu kebutuhan
direalisasikan untuk mengenalkan kecakapan hidup program untuk calon
guru pada program pendidikan guru pra sekolah. Karenanya, Diharapkan
guru masa depan akan mengembangkan konstruksi keterampilan hidup yang
penting yang tidak hanya membantu mereka menghadapi tantangan dalam
hidup dengan percaya diri tapi juga untuk melatih murid mereka, di masa
depan, untuk memanfaatkan keterampilan dalam kehidupan pribadi dan
profesional mereka. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengembangkan
program kecakapan hidup dan mengevaluasi pengaruhnya terhadap peserta
pelatihan guru dalam meningkatkan keterampilan hidup mereka).
23
19. Jurnal yang ditulis oleh Deepika Anand and R. K. Anuradha, dengan judul
“Life skill based education for sustainable future of adolescent girls”.31
menyebutkan bahwa: Adolescence is a period of transition between
childhood and adulthood that occupies a crucial position in the life of
human beings. This period is an important physiological phase of life
characterized by an exceptionally rapid rate of growth and development.
Good nutritional status, positive health and healthy eating habits are
important stepping stones among adolescent girls for health promotion and
disease prevention. Life skills are abilities for adaptive and positive
behaviour that enable individuals to deal effectively with the demands and
challenges of everyday life. These skills are usually associated with
managing and living better quality of life by accomplishing adolescent’s
ambitions. Life skills enable individuals to translate knowledge, attitudes
and values into actual abilities. Life skills as an approach is designed to
enhance efforts to positively develop or change behaviour related to healthy
functioning in society.
(Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa yang menempati posisi penting dalam kehidupan manusia. Periode
ini merupakan fase fisiologis penting kehidupan yang ditandai dengan
tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat. Status gizi yang
baik, kesehatan positif dan kebiasaan makan sehat merupakan batu loncatan
penting di kalangan remaja putri untuk promosi kesehatan dan pencegahan
penyakit. Kecakapan hidup adalah kemampuan untuk perilaku adaptif dan
positif yang memungkinkan individu untuk menangani secara efektif
tuntutan dan tantangan kehidupan sehari-hari. Keterampilan ini biasanya
dikaitkan dengan pengelolaan dan kualitas hidup yang lebih baik dengan
mencapai ambisi remaja. Kecakapan hidup memungkinkan individu
menerjemahkan pengetahuan, sikap, dan nilai ke dalam kemampuan aktual.
31
Deepika Anand and R. K. Anuradha, “Life skill based education for sustainable
future of adolescent girls”, International Journal Home of Science, IJHS 2016, 2(2): 213-217
24
Kecakapan hidup sebagai pendekatan dirancang untuk meningkatkan usaha
untuk secara positif mengembangkan atau mengubah perilaku yang
berkaitan dengan fungsi sehat di masyarakat)
20. Jurnal yang ditulis oleh Kwame Akyeampong, dengan judul
“Reconceptualised life skills in secondary education in the African context:
Lessons learnt from reforms in Ghana”. 32
Jurnal ini menghasilkan temuan
bahwa: Early notions of life skills in Africa did not take into account the
importance of a flexible and portable set of skills that would enable youth to
adapt to changes in the world of work and lay the foundations for
productive well-being and behaviour. Rather, life skills education in many
secondary education curricula in Africa started with an emphasis on
developing specific technical vocational skills considered essential for
employability or self-employment. Using Ghana as an example, this paper
shows how secondary education curriculum reformers recommended shifts
that embraced a new interpretation of life skills focused on 21st-century
skills. This gradual move also reflected the difficulty that secondary
education in general has had in networking with the world of work to
provide work experience that would lead to the development of work-related
skills and enhance employability. The author’s main argument is that
although the reconceptualisation of life skills in secondary education to
reflect 21st-century skills is a welcome shift in the African context, this
needs to be accompanied by reforms in teacher education. Classroom
teaching and learning need to be adapted in a fundamental way in order to
32
Kwame Akyeampong, “Reconceptualised Life Skills In Secondary Education In The
African Context: Lessons Learnt From Reforms In Ghana”, International Review of Education,
Vol.60, May, 2014.
25
ensure that youth fully benefit from the inclusion of 21st-century life skills in
secondary education curricula. Such reforms must include pedagogical
practices which nurture communication, collaboration, creativity and
critical thinking skills.
(Gagasan awal tentang kecakapan hidup di Afrika tidak memperhitungkan
pentingnya seperangkat keterampilan fleksibel dan portabel yang
memungkinkan remaja beradaptasi dengan perubahan dalam dunia kerja dan
meletakkan fondasi untuk kesejahteraan dan perilaku produktif. Sebaliknya,
pendidikan keterampilan hidup di banyak kurikulum pendidikan menengah
di Afrika dimulai dengan penekanan pada pengembangan ketrampilan
kejuruan teknis spesifik yang dianggap penting untuk dipekerjakan atau
wirausaha. Dengan menggunakan Ghana sebagai contoh, makalah ini
menunjukkan bagaimana pembaharu kurikulum pendidikan menengah
merekomendasikan pergeseran yang mencakup interpretasi baru
keterampilan hidup yang berfokus pada keterampilan abad ke-21. Langkah
bertahap ini juga mencerminkan kesulitan bahwa pendidikan menengah
pada umumnya memiliki jaringan dengan dunia kerja untuk memberikan
pengalaman kerja yang akan mengarah pada pengembangan keterampilan
terkait pekerjaan dan meningkatkan kemampuan kerja. Argumen utama
penulis adalah bahwa meskipun rekonseptualisasi keterampilan hidup di
pendidikan menengah untuk mencerminkan keterampilan abad ke-21 adalah
pergeseran yang disambut baik dalam konteks Afrika, ini perlu disertai
dengan reformasi dalam pendidikan guru. Pembelajaran dan pembelajaran
di kelas perlu disesuaikan dengan cara yang mendasar untuk memastikan
bahwa kaum muda mendapatkan manfaat sepenuhnya dari masuknya
keterampilan hidup abad ke-21 dalam kurikulum pendidikan menengah.
Reformasi semacam itu harus mencakup praktik pedagogis yang memupuk
komunikasi, kolaborasi, kreativitas dan kemampuan berpikir kritis).
Berdasarkan beberapa penelitian di atas, peneliti banyak menemukan
beberapa hal yang berkaitan dengan kemandirian santri dan life skill, namun
belum ada yang meneliti dan membahas tentang penanaman pendidikan life skill
dalam meningkatkan kemandirian santri baru di Pondok Pesantren. Menurut
penulis, pendidikan life skill merupakan sebagian dari pendidikan yang diterapkan
di Pondok Pesantren bagi santrinya, dimana pendidikan life skill di Pondok
26
Pesantren telah mampu membentuk kemandirian santri, terlihat dari bagaimana
mereka melaksanakan berbagai macam kegiatan kehidupan sehari-hari di Pondok
Pesantren, terlebih dari hal ini, pendidikan life skill juga bekal yang sangat penting
bagi mereka dalam menghadapi tantangan kehidupan di masyarakat setelah
mereka menyelesaikan pendidikan dan pengajarannya di Pondok Pesantren. Hal
inilah yang menjadikan penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Penanaman Pendidikan Life Skill dalam Meningkatkan Kemandirian Santri Baru
di Pondok Modern Darussalam Gontor Putra II Madusari Siman Ponorogo”, ini
juga yang menjadikan penelitian ini berbeda dari penelitian yang terdahulu.
E. Kerangka Teoritik
1. Penanaman
Penanaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya proses,
cara, perbuatan menanam, menanami atau menanamkan.33
Jika ditarik
kedalam pendidikan life skill dalam meningkatkan kemandirian santri, maka
penanaman disini adalah proses atau cara menanamkan benih pendidikan
life skill agar tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kemandirian di
dalam diri santri di Pondok Pesantren.
2. Pendidikan Life Skill
Banyak definisi yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli mengenai
pendidikan life skill, di antara sebagai berikut:
a. Menurut Satori, pendidikan life skill merupakan kecapakan untuk
hidup, yang tidak semata-mata hanya memiliki kemampuan tertentu
saja, namun ia harus memiliki kemampuan-kemampuan dasar, seperti
33
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), hlm.23
27
calistung (membaca, menulis, dan menghitung), merumuskan, dan
memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam tim,
terus belajar di tempat kerja, dan mempergunakan tekmologi.34
b. Menurut Imam Mawardi, pendidikan life skills merupakan pendidikan
yang orientasi dasarnya membekali keterampilan peserta didik yang
terdiri dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta aspek
kejuruan berkaitan dengan pengembangan akhlak peserta didik,
sehingga nantinya peserta didik mampu menghadapi tuntutan dan
tantangan dalam kehidupan mereka. Dengan demikian, fungsi life skill
apabila dikaitkan dengan budaya nilai-nilai islami tidak hanya
dipahami sekedar sebagai keterampilan untuk mencari penghidupan
atau pekerjaan, tetapi lebih luas yang mencakup keterampilan untuk
menjalankan tugas kehidupan sebagai hamba Allah dan sebagai
khalifah-Nya.35
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dipahami bahwa
pendidikan life skill adalah kegiatan yang memberikan bekal kepada peserta
didik untuk dapat bertahan hidup di masa mendatang yang begitu banyak
kebutuhan yang harus dihadapi dan juga memberikan kemampuan yang
diperlukan kepada peserta didik untuk menempuh kehidupan dengan
sukses, bahagia, dan secara bermartabat di masyarakat.
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teori Imam Mawardi,
sebab pendidikan life skill atau keterampilan hidup merupakan suatu bekal
34
Anwar, Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education), (Bandung: Alfabeta,
2012), hlm.20 35
Imam Mawardi, Pendidikan Life Skills Berbasis Budaya Nilai-nilai Islami dalam
Pembelajaran, Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam, Vol.6, No.2, Oktober, 2012, hlm.216
28
yang diberikan kepada santri di Pondok Pesantren yang menyangkut aspek
pengetahuan, tingkah laku, mental, serta kecakapan yang berkaitan dengan
pengembangan akhlak santri sehingga mereka ketika terjun ke masyarakat
mampu menghadapi tuntutan dan tantangan yang ada di masyarakat. Dan
pendidikan life skill yang ada di Pondok Pesantren tidak selalu dikaitkan
dengan bagaimana peluang kerja mereka di luar nanti, namun lebih luas
daripada itu, yaitu menyangkut kepada keterampilan santri dalam
menjalankan tugas sebagai hamba Allah SWT.
3. Kemandirian Santri
Banyak definisi yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli mengenai
kemandirian santri, di antara sebagai berikut:
a. Menurut Desmita, kemandirian santri merupakan kebebasan santri
untuk memilih, menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai
dan menentukan dirinya sendiri di masa yang akan datang, serta
kemampuan untuk mengendalikan pikiran, perasaan dan tindakan
sendiri secara bebas, serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-
perasaan malu dan keragu-raguan.36
b. Menurut Juwariyah, kemandirian santri merupakan sikap yang sangat
diperlukan oleh santri dalam menjalani aktivitas kehidupannya,
sebaliknya ketergantungan kepada orang lain adalah sifat yang kurang
baik, karena ia akan melahirkan sifat malas dan lemah semangat serta
enggan berusaha, yang pada akhirnya akan merugikan diri sendiri dan
orang lain. Dan kemandirian santri merupakan pengejawantahan dari
36
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012), hlm.185
29
kemampuan santri untuk mampu hidup tanpa menggantungkan
nasibnya kepada orang lain, karena manusia pada hakekatnya adalah
sendiri, akan kembali ke asalnya sendiri, dan mempertanggung
jawabkan semua amalnya juga sendiri, tanpa ada seorangpun yang
sanggup membantu dan menemani.37
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa kemandirian
santri adalah usaha sadar dan terencana berupa penumbuhkembangan dan
bimbingan yang ditujukan kepada santri agar kelak mempunyai sikap mau
mengusahakan dan berbuat sesuatu atas kesadaran dan usaha sendiri serta
tidak mudah menggantungkan kebutuhannya kepada orang lain.
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teori Juwariyah, sebab
kemandirian santri merupakan proses pengembangan diri santri untuk
mampu terlepas dari pengaruh orang lain, proses menemukan jati dirinya
atau identitas ego (perkembangan individualitas yang mantap, kokoh, dan
berdiri sendiri). Kemandirian santri di Pondok Pesantren biasanya ditandai
dengan kemampuan santri dalam menentukan nasib dirinya sendiri,
kemampuan santri untuk mengeluarkan kreatif dan inisiatif yang ada dalam
dirinya, kemampuan santri untuk mengatur tingkah laku, sikap, dan mental,
kemampuan santri untuk bertanggung jawab, menahan diri, membuat
keputusan-keputusan, serta kemampuan santri untuk mencari solusi dari
setiap permasalahan yang dihadapinya tanpa harus dibantu orang lain.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
37
Juwariyah, Pendidikan Moral dalam Puisi Imam Syafi’i dan Ahmad Syauqi, hlm. 174.
30
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research), sebab
data yang dikumpulkan terhadap objek yang bersangkutan secara langsung.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif, yakni
dengan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diperlukan agar dapat diamati
yang dilakukan dalam kehidupan yang nyata dan sebenarnya,38
serta
mendekspripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial,
sikap, kepercayaan, persepsi, dan pemikiran orang baik secara individu
maupun kelompok.39
Peneliti melakukan penelitian terhadap “Penanaman
Pendidikan Life Skill Dalam Meningkatkan Kemandirian Santri Baru Di
Pondok Modern Gontor Putra II, Madusari, Siman, Ponorogo”.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan
fenomenologis,40
yaitu: menggambarkan data dengan apa adanya. Peneliti
mengambil kesimpulan dari obyek yang memancarkan fenomena-fenomena,
yang nantinya dapat digunakan peneliti dalam menyusun hasil akhir dari
penelitian. Pendekatan fenomenologis, dalam penelitian ini diharapkan
dapat mengetahui strategi, implementasi, faktor pendukung dan penghambat
penanaman pendidikan life skill dalam meningkatkan kemandirian santri
baru di Pondok Modern Gontor Putra II, Madusari, Siman, Ponorogo.
3. Subjek dan Objek Penelitian
38
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya
Offset, 2007), hlm. 4. 39
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007), hlm.94 40
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm.9
31
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah Pengasuh Pondok,
Direktur KMI, Asatidz, dan Pengurus Rayon Santri Baru Pondok Modern
Gontor Putra II dan keterangan yang terkait dengan penelitian “penanaman
pendidikan life skill dalam meningkatkan kemandirian santri baru di
Pondok Modern Gontor Putra II”. Sedangkan objek dalam penelitian ini
adalah Pondok Modern Gontor Putra II, Desa Madusari, Kec. Siman, Kab.
Ponorogo, Provinsi Jawa Timur.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik untuk menemukan data-data dalam penelitian “penanaman
pendidikan life skill dalam meningkatkan kemandirian santri baru di
Pondok Modern Gontor Putra II”, menggunakan tiga jenis teknik
pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi.
a. Observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek secara langsung
untuk mengetahui keberadaan objek, situasi, konteks, dan maknanya
dalam upaya mengumpulkan data penelitian.41
Dalam hal ini, secara
langsung terjun ke lokasi penelitian untuk melakukan pengamatan
untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini. Data
yang dikumpulkan melalui metode observasi ini, berupa kegiatan-
kegiatan pendidikan life skill, strategi yang dilakukan dalam
penanaman pendidikan life skill dalam meningkatkan kemandirian
santri baru, dan kehidupan sehari-hari santri baru di Pondok Modern
Darussalam Putra II, Madusari, Siman, Ponorogo.
41
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:
Alfabeta, 2012), hlm.105
32
b. Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk
mendapatkan informasi-informasi terkait dengan penelitian, yang
digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya jawab.
Dalam penelitian kualitatif wawancara sifatnya mendalam karena
ingin mengeksplorasi informasi secara holistic dan jelas dari
informan.42
Peneliti menggunakan metode wawancara dari sumber
yang relevan berupa pendapat, kesan, pengalaman, pemikiran untuk
mendapatkan informasi secara mendalam. Wawancara tersebut
dilakukan kepada Pengasuh Pondok, Direktur KMI, Asatidz, dan
Pengurus Rayon santri baru Pondok Modern Gontor Putra II,
Madusari, Siman, Ponorogo.
c. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal yang bersifat
variabel berupa buku, surat kabar, majalah, catatan, transkip, agenda,
dan sebagainya.43
Dengan dokumentasi akan diperoleh data tentang
gambaran umum dan sejarah berdirinya Pondok Modern Darussalam
Gontor Putra II, Madusari, Siman, Ponorogo, deksripsi mengenai
beberapa kegiatan pendidikan life skill, catatan perkembangan santri
baru, dan dokumentasi rapot mental santri baik di pengasuhan santri
maupun di asrama santri.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses pengorganisasian dan
mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga
dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
42
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm.130 43
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2006), hlm.134
33
direncanakan oleh peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
analisis Miles dan Hubberman, dimana analisis Miles dan Hubberman ini
merupakan analisis yang dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam
analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan.
a. Reduksi data (Data Reduction) adalah bagian analisis yang berfungsi
untuk mempertegas, memperpendek, dan membuat fokus hal-hal yang
penting serta mengatur sedemikian rupa untuk dilakukan penarikan
kesimpulan. Oleh sebab itu data sebenarnya diringkas dan catatan
yang diperoleh dari permasalahan.
b. Penyajian data (Data Display) merupakan serangkaian kalimat atau
informasi yang disusun secara logis dan sistematis sehingga
memungkinkan peneliti untuk melakukan penarikan kesimpulan.
c. Penarikan kesimpulan (Verification) merupakan rangkaian analisis
data puncak, dan kesimpulan membutuhkan verifikasi selama
penelitian berlangsung. Oleh karena itu, ada baiknya suatu kesimpulan
ditinjau ulang dengan cara memverifikasi kembali catatan-catatan
selama penelitian dan mencari pola, tema, model, hubungan, dan
persamaan untuk ditarik sebuah kesimpulan.44
44
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, hlm.99
34
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran pembahasan yang sistematis dan mudah
dipahami, maka tesis ini disusun sistematika pembahasan yang terdiri dari lima
bab yang diawali dengan
Bab I : Bab ini, merupakan bab pendahuluan yang berisikan tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian
dan sistematika penulisan.
Bab II : Bab ini, membahas tentang teori yang akan digunakan dalam
penelitian serta menjadi kerangka berfikir dalam memahami
pembahasan pada bab selanjutnya, pada bab ini akan
dideskripsikan secara umum tentang 1. pendidikan life skill yang
terdiri dari pengertian pendidikan life skill, tujuan penanaman
pendidikan life skill, strategi penanaman pendidikan life skill, dan
implementasi penanaman pendidikan life skill dan 2.
kemandirian santri yang terdiri dari pengertian kemandirian
santri, bentuk-bentuk kemandirian santri, dan metode
peningkatan kemandirian santri, 3. Upaya peningkatakan
kemandirian santri melalui pendidikan life skill di Pondok
Pesantren.
Bab III : Bab ini, membahas tentang data-data yang ditemukan di
lapangan yang berkaitan dengan penanaman pendidikan life skill
dalam meningkatkan kemandirian santri di PM Gontor II dan
35
juga akan membicarakan tentang hasil penelitian dari penanaman
pendidikan life skill dalam meningkatkan kemandirian santri baru
di PM Gontor Putra II, yang terdiri dari A. Paparan data
penelitian, mencakup hal-hal berikut ini: 1. Profil PM Gontor
Putra II yang terdiri dari sejarah PM Gontor Putra II, lembaga
pendidikan Islam dengan sistem Pondok, struktur kelembagaan
PM Gontor Putra II, orientasi pendidikan dan pengajaran di PM
Gontor Putra II, dan keadaan santri baru, 2. Tujuan penanaman
pendidikan life skill dalam meningkatkan kemandirian santri baru
di PM Gontor Putra II, 3. Strategi penanaman pendidikan life
skill dalam meningkatkan kemandirian santri baru di PM Gontor
Putra II, 4. Implementasi penanaman pendidikan life skill dalam
meningkatkan kemandirian santri baru di PM Gontor Putra II,
dan 5. Faktor penghambat dan pendukung penanaman
pendidikan life skill dalam meningkatkan kemandirian santri baru
di PM Gontor Putra II. B. Hasil penelitian penanaman
pendidikan life skill dalam meningkatkan kemandirian santri baru
di PM Gontor Putra II.
Bab IV : Bab ini, membahas tentang analisis terhadap hasil penelitian
berkaitan dengan penanaman pendidikan life skill dalam
meningkatkan kemandirian santri baru di PM Gontor Putra II
yang terdiri dari: A. Strategi penanaman pendidikan life skill
dalam meningkatkan kemandirian santri baru di PM Gontor
36
Putra II, B. Implementasi penanaman pendidikan life skill dalam
meningkatkan kemandirian santri baru di PM Gontor Putra II,
dan C. Faktor penghambat dan pendukung penanaman
pendidikan life skill dalam meningkatkan kemandirian santri baru
di PM Gontor Putra II.
Bab V : Bab ini, membahas tentang kesimpulan penelitian tentang
penanaman pendidikan life skill dalam meningkatkan
kemandirian santri baru di PM Gontor Putra II dan saran serta
kata penutup. Pada bab ini disertakan beberapa lampiran yang
akan memperkuat dan memperjelas pembahasan dalam tesis ini