adab imam & makmum dalam shalat berjamaah
Post on 04-Apr-2018
250 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 Adab Imam & Makmum Dalam Shalat Berjamaah
1/8
Adab Imam & Makmumdalam
Shalat Berjama'ah
(Oleh: Armen Halim Naro)Seorang muslim yang baik, senantiasa berupaya untukmenyempurnakan setiap amalnya, karena hal itu merupakan buktikeimanannya. Kesempurnaan pelaksanaan shalat berjama'ahmerupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Persatuandan kesatuan umat Islam terlihat dari lurus dan rapatnya suatu shaf(dalam shalat berjama'ah), sebagaimana yang disabdakan olehRaslullh shallallhu 'alaihi wasallam:
Hendaklah kalian luruskan shaf kalian,atau Allh akan memecah belah persatuan kalian.[1]
Pembahasan ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama, Adab-adabImam dan kedua, Adab-adab Makmum.
Tidak diragukan lagi, bahwa tugas imam merupakan tugaskeagamaan yang mulia, yang telah diemban sendiri oleh Raslullhshallallhu 'alaihi wasallam dan juga Khulafa ArRasyidinradhiyallhu'anhum setelah beliau shallallhu 'alaihi
wasallam wafat.Banyak hadits yang menerangkan tentang fadhilah imam.Diantaranya sabda Raslullh shallallhu 'alaihi wasallam, Tigagolongan di atas unggukan misik pada hari kiamat, kemudianbeliau menyebutkan, diantara mereka, (ialah) seseorang yangmenjadi imam untuk satu kaum sedangkan mereka (kaum tersebut)suka kepadanya. Pada hadits yang lain disebutkan, bahwa diamemperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang shalat dibelakangnya.[2]
Akan tetapi dalam hal ini manusia berada di dua ujung
pertentangan.Pertama, menjauhnya para penuntut ilmu dari tugas yang mulia ini,tatkala tidak ada penghalang yang menghalanginya menjadi imam.Dan yang kedua, sangat disayangkan masjid pada masa sekarangini telah sepi dari para imam yang bersih dan berilmu dari kalanganpenuntut ilmu dan ahli ilmu kecuali orang-orang yang dirahmatioleh Allh Ta'la.Bahkan kebanyakan yang mengambil posisi ini dari golongan orang-orang awam dan orang-orang yang bodoh. Semisal, dalam halmembaca al-Fatihah saja tidak tepat, apalagi menjawab pertanyaantentang sebuah hukum dalam agama. Mereka tidaklah maju kedepan, kecuali dalam rangka mencari penghasilan.
http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#1http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#2http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#1http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#2 -
7/30/2019 Adab Imam & Makmum Dalam Shalat Berjamaah
2/8
Secara tidak langsung, para imam seperti ini menjauhkan orang-orang yang semestinya layak menempati posisi yang penting ini.Hingga, sebagaimana yang terjadi di sebagian daerah kaummuslimin sering kita temui, seorang imam masjid tidak memenuhikriteria kelayakan syarat-syarat menjadi imam.
Oleh karenanya, tidaklah aneh, kita melihat ada diantara merekayang mencukur jenggot, memanjangkan kumis, menjulurkanpakaiannya (sampai ke lantai) dengan sombong, atau memakaiemas, merokok, mendengarkan musik, atau bermuamalah denganriba, menipu dalam bermua`amalah, memberi saham dalam halyang haram, atau istrinya ber-tabarruj, atau membiarkan anak-anaknya tidak shalat, bahkan kadang-kadang sampai kepadaperkara yang lebih parah dari apa yang telah kita sebutkan diatas. [3]Berikut ini, akan dijelaskan tentang siapa yang berhak menjadiimam, dan beberapa adab berkaitan dengannya.
Pertama: Menimbang diri, apakah dirinya layak menjadiimam untuk jamaah, atau ada yang lebih afdhal darinya?Penilaian ini tentu berdasarkan sudut pandang syariat. Diantarayang harus menjadi penilaiannya ialah: [4]
Jika seseorang sebagai tamu, maka yang berhak menjadi imam ialah tuan rumah,
jika tuan rumah layak menjadi imam.
Penguasa lebih berhak menjadi imam, atau yang mewakilinya. Maka tidaklah boleh
maju menjadi imam, kecuali atas izinnya. Begitu juga orang yang ditunjuk oleh
penguasa sebagai imam, yang disebut dengan imam rawatib.Kefasihan dan kealiman dirinya. Maksudnya, jika ada yang lebih fasih dalam
membawakan bacaan Al Qur'an dan lebih alim, sebaiknya dia mendahulukan
orang tersebut. Hal ini ditegaskan oleh hadits yang diriwayatkan Abi Mas`ud Al
Badri radhiyallhu'anhu.
Raslullh shallallhu 'alaihi wasallam bersabda:
Yang (berhak) menjadi imam (suatu) kaum,
ialah yang paling pandai membaca Kitabullah.
Jika mereka dalam bacaan sama,maka yang lebih mengetahui tentang sunnah.
http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#3http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#4http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#3http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#4 -
7/30/2019 Adab Imam & Makmum Dalam Shalat Berjamaah
3/8
Jika mereka dalam sunnah sama,
maka yang lebih dahulu hijrah.
Jika mereka dalam hijrah sama,
maka yang lebih dahulu masuk Islam
(dalam riwayat lain: umur).
Dan janganlah seseorang menjadi imam terhadap yang laindi tempat kekuasaannya (dalam riwayat lain: di rumahnya).
Dan janganlah duduk di tempat duduknya,
kecuali seizinnya.[5]
Seseorang tidak dianjurkan menjadi imam, apabila jamaah tidak menyukainya.
Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu radhiyallhu'anhu disebutkan:
Tiga golongan yang tidak terangkat shalat mereka
lebih satu jengkal dari kepala mereka:
(Yaitu) seseorang menjadi imam suatu kaum
yang membencinya... [6]
Berkata Shiddiq Hasan Khan rahimahullh:
Dhahir hadits yang menerangkan hal ini, bahwa tidak ada perbedaan antara orang-
orang yang membenci dari orang-orang yang mulia (ahli ilmu, pent), atau yang
lainnya. Maka, dengan adanya unsur kebencian, dapat menjadi udzur bagi yang
layak menjadi imam untuk meninggalkannya.Kebanyakan, kebencian yang timbul terkhusus pada zaman sekarang ini berasal
dari permasalahan dunia. Jika ada di sana dalil yang mengkhususkan kebencian,
karena kebencian (didasarkan, red.) karena Allh, seperti seseorang membenci
orang yang bergelimang maksiat, atau melalaikan kewajiban yang telah dibebankan
kepadanya, maka kebencian ini bagaikan kibrit ahmar (ungkapan untuk
menunjukkan sesuatu yang sangat langka, pen.). Tidak ada hakikatnya, kecuali
pada bilangan tertentu dari hamba Allh.
(Jika) tidak ada dalil yang mengkhususkan kebencian tersebut, maka yang lebih
utama, bagi siapa yang mengetahui, bahwa sekelompok orang membencinya tanpa
sebab atau karena sebab agama agar tidak menjadi imam untuk mereka, pahala
meninggalkannya lebih besar dari pahala melakukannya.[7]
Berkata Ahmad dan Ishaq:
Jika yang membencinya satu, dua atau tiga, maka tidak mengapa ia shalat bersama
mereka, hingga dibenci oleh kebanyakan kaum.[8]
Kedua: Seseorang yang menjadi imam harus mengetahuihukum-hukum yang berkaitan dengan shalat, dari bacaan-bacaan shalat yang shahih, hukum-hukum sujud sahwi danseterusnya.Seringkali kita mendapatkan seorang imam memiliki bacaan yangsalah, sehingga merubah makna ayat, sebagaimana yang pernahpenulis dengar dari sebagian imam yang sedang membawakan
http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#5http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#6http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#7http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#8http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#5http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#6http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#7http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#8 -
7/30/2019 Adab Imam & Makmum Dalam Shalat Berjamaah
4/8
surat Al Lumazah, dia mengucapkan Allazi jmaa mlaw waaddadah, dengan memanjangkanJa, sehingga artinya berubahdari arti mengumpulkan harta, menjadi menyetubuhinya.[9]Nauzubillah.
Ketiga: Mentakhfif shalat.Yaitu mempersingkat shalat demi menjaga keadaan jamaah danuntuk memudahkannya. Batasan dalam hal ini, ialah mencukupkanshalat dengan hal-hal yang wajib dan yang sunat-sunat saja, atauhanya mencukupkan hal-hal yang penting dan tidak mengejarsemua hal-hal yang dianjurkan.[10]Di antara nash yang menerangkan hal ini, ialah hadist yangdiriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallhu'anhu :
Jika salah seorang kalian shalat bersama manusia,maka hendaklah (dia) mentakhfif,karena pada mereka ada yang sakit, lemah dan orang tua.(Akan tetapi), jika dia shalat sendiri, maka berlamalahsekehendaknya.[11]
Akan tetapi perlu diingat, bahwa takhfif merupakan suatu perkarayang relatif. Tidak ada batasannya menurut syariat atau adat. Bisasaja menurut sebagian orang pelaksanaan shalatnya terasa
panjang, sedangkan menurut yang lain terasa pendek, begitu jugasebaliknya.Oleh karenanya, hendaklah bagi imam mencontoh yang dilakukanNabi shallallhu 'alaihi wasallam, bahwa penambahan ataupunpengurangan yang dilakukan beliau shallallhu 'alaihi wasallamdalam shalat, kembali kepada mashlahat. Semua itu, hendaklahdikembalikan kepada sunnah, bukan pada keinginan imam, dantidak juga kepada keinginan makmum.[12]
Keempat: Kewajiban imam untuk meluruskan dan
merapatkan shaf.Ketika shaf dilihatnya telah lurus dan rapat, barulah seorang imambertakbir, sebagaimana Nabi shallallhu 'alaihi wasallammengerjakannya.Dari Numan bin Basyir radhiyallhu'anhu berkata:Adalah Raslullh shallallhu 'alaihi wasallam meluruskan shafkami. Seakan-akan beliau meluruskan anak panah. Sampai beliaumelihat, bahwa kami telah memenuhi panggilan beliau. Kemudian,suatu hari beliau keluar (untuk shalat). Beliau berdiri, dan ketikahendak bertakbir, nampak seseorang kelihatan dadanya maju darishaf. Beliaupun berkata:
http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#9http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#10http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#11http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#12http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#9http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#10http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#11http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#12 -
7/30/2019 Adab Imam & Makmum Dalam Shalat Berjamaah
5/8
Hendaklah kalian luruskan shaf kalian,atau Allh akan memecah-belah persatuan kalian.[13]
Adalah Umar bin Khattab radhiyallhu'anhu mewakilkan seseoranguntuk meluruskan shaf. Beliau tidak akan bertakbir hingga
dikabarkan, bahwa shaf telah lurus. Begitu juga Ali dan Utsmanmelakukannya juga. Ali sering berkata, Maju, wahai fulan! Kebelakang, wahai fulan![14]Salah satu kesalahan yang sering terjadi, seorang imam menghadapkiblat dan dia mengucapkan dengan suara lantang, Rapat danluruskan shaf, kemudian dia langsung bertakbir. Kita tidak tahu,apakah imam tersebut tidak tahu arti rapat dan lurus. Atau rapatdan lurus yang dia maksud berbeda dengan rapat dan lurus yangdipahami oleh semua orang?!Anas bin Malik radhiyallhu'anhu berkata:Adalah salah seorang kami menempelkan bahunya ke bahukawannya, kakinya dengan kaki kawannya. Dalam satu riwayatdisebutkan, Aku telah melihat salah seorang kami menempelkanbahunya ke bahu kawannya, kakinya dengan kaki temannya. Jikaengkau lakukan pada zaman sekarang, niscaya mereka bagaikankeledai liar (tidak suka dengan hal itu, pen).[15]Oleh karenanya, Busyair bin Yasar Al Anshari berkata, dari Anasradhiyallhu'anhu, Bahwa ketika beliau datang ke Madinah,dikatakan kepadanya, Apa yang engkau ingkari pada merekasemenjak engkau mengenal Raslullh shallallhu 'alaihi wasallam?Beliau menjawab, Tidak ada yang aku ingkari dari mereka, kecuali
mereka tidak merapatkan shaf. [16]Berkata Syaikh Masyhur bin Hasan hafizhahullah:Jika para jamaah tidak mengerjakan apa yang dikatakan oleh Anasdan Numan radhiyallhu'anhuma, maka celah-celah tetap ada dishaf. Kenyataanya, jika shaf dirapatkan, tentu shaf dapat diisi olehdua atau tiga orang lagi. Akan tetapi, jika mereka tidakmelakukannya, niscaya mereka akan jatuh ke dalam larangansyariat. Diantaranya:
Membiarkan celah untuk syetan dan Allh Ta'la putuskanperkaranya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar
radhiyallhu'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallhu 'alaihiwasallam bersabda, Luruskanlah shaf kalian, dan luruskanlah
pundak-pundak kalian, dan tutuplah celah-celah. Jangan
biarkan celah-celah tersebut untuk syetan. Barangsiapa yangmenyambung shaf, niscaya Allh akan menyambung
(urusan)nya. Barangsiapa yang memutuskan shaf, niscaya Allhakan memutus (urusan)nya.[17].
Perpecahan hati dan banyaknya perselisihan diantara jamaah.
Hilangnya pahala yang besar, sebagaimana diterangkan dalamhadits shahih, diantaranya
sabda Raslullh shallallhu 'alaihi wasallam:
http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#13http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#14http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#15http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#16http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#17http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#13http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#14http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#15http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#16http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#17 -
7/30/2019 Adab Imam & Makmum Dalam Shalat Berjamaah
6/8
Sesungguhnya Allh dan MalaikatNya mendoakanorang yang menyambung shaf.[18] [19]
Kelima: Meletakkan orang-orang yang telah baligh danberilmu di belakang imam.Sebagaimana yang disabdakan oleh Raslullh shallallhu 'alaihiwasallam :
Hendaklah yang mengiringikuorang-orang yang telah baligh dan berakal,kemudian orang-orang setelah mereka,kemudian orang-orang setelah mereka,dan janganlah kalian berselisih,niscaya berselisih juga hati kalian,dan jauhilah oleh kalian suara riuh seperti di pasar.[20]
Keenam: Membuat sutrah (pembatas)[21] ketika hendakshalat.Hadits yang menerangkan hal ini sangat mashur. Diantaranya haditsIbnu Umar radhiyallhu'anhu:
Janganlah shalat, kecuali dengan menggunakan sutrah (pembatas).Dan jangan biarkan seseorang lewat di hadapanmu.
Jika dia tidak mau, maka bunuhlah dia,sesungguhnya bersamanya jin.[22]
Sedangkan dalam shalat berjamaah, maka kewajiban mengambilsutrah ditanggung oleh imam. Hal ini tidak perselisihan di kalanganpara ulama.[23]Nabi telah menerangkan, bahwa lewat di hadapan orang yangshalat merupakan perbuatan dosa. Beliau shallallhu 'alaihiwasallam bersabda,Jika orang yang lewat di hadapan orang shalat mengetahuiapa yang dia peroleh (dari dosa, pen), niscaya (dia) berdiriselama empat puluh, (itu) lebih baik daripada melewatiorang yang sedang shalat tersebut.
http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#18http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#19http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#20http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#21http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#22http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#23http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#18http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#19http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#20http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#21http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#22http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#23 -
7/30/2019 Adab Imam & Makmum Dalam Shalat Berjamaah
7/8
Salah seorang rawi hadits bernama Abu Nadhar berkata:Aku tidak tahu, apakah (yang dimaksud itu, red.) empat puluh hariatau bulan atau tahun.[24]
Ketujuh: Menasihati jamaah, agar tidak mendahului imam
dalam ruku atau sujudnya, karena (seorang) imam dijadikanuntuk diikuti.Imam Ahmad berkata:Imam (adalah) orang yang paling layak dalam menasihati orang-orang yang shalat di belakangnya, dan melarang mereka darimendahuluinya dalam ruku atau sujud. Janganlah mereka ruku dansujud serentak (bersamaan) dengan imam. Akan tetapi, hendaklahmemerintahkan mereka agar rukuk dan sujud mereka, bangkit danturun mereka (dilakukan) setelah imam. Dan hendaklah dia berbaikdalam mengajar mereka, karena dia bertanggung jawab kepadamereka dan akan diminta pertanggungjawaban besok. Danseharusnyalah imam meperbaiki shalatnya, menyempurnakan sertamemperkokohnya. Dan hendaklah hal itu menjadi perhatiannya,karena, jika dia mendirikan shalat dengan baik, maka dia punmemperoleh ganjaran yang serupa dengan orang yang shalat dibelakangnya. Sebaliknya, dia berdosa seperti dosa mereka, jika diatidak menyempurnakan shalatnya.[25]
Kedelapan. Dianjurkan bagi imam, ketika dia ruku agarmemanjangkan sedikit rukunya, manakala merasa ada yangmasuk, sehingga (yang masuk itu) dapat memperoleh satu
rakaat, selagi tidak memberatkan makmum, karenakehormatan orang-orang yang makmum lebih mulia darikehormatan orang yang masuk tersebut.[26]
Demikianlah sebagian adab-adab imam yang dapat kamisampaikan. Insya Allh, pada edisi mendatang akan kami terangkanadab-adab makmun. Wallahu alam.
[1] HR Muslim no. 436.
[2] Kitab Mulakhkhsul Fiqhi, Syaikh Shalih bin Fauzan, halaman 1/149.
[3] Kitab Akhtha-ul Mushallin, Syaikh Masyhur Hasan Al Salman, halaman 249.[4] Ibid, halaman 1/151.
[5] HR Muslim 2/133. Lihat Irwa Ghalil 2/256-257.
[6]
HR Ibnu Majah no. 971. Berkata Syaikh Khalil Makmun Syikha,Sanad ini shahih,
dan rijalnya tsiqat. Hadits ini juga diriwayatkan melalui jalan Thalhah, Abdullah bin
Amr dan Abu Umamah c . Berkata Shiddiq Hasan Khan,Dalam bab ini, banyak hadits
dari kelompok sahabat saling menguatkan satu sama lain. (Lihat Taliqatur Radhiyah,
halaman 1/336.
[7] Taliqatur Radhiyah, halaman 1/337-338.
[8] Lihat Dhaif Sunan Tirmizi, halaman 39.[9]
Sebagaimana yang dikisahkan kepada penulis, bahwa seorang imam berdiri setelah
rakaat keempat pada shalat rubaiah (empat rakaat). Ketika dia berdiri, maka
http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#24http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#25http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#26http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#24http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#25http://majalahassunnah.com/index.php/kajian/fikih/273-adab-imam-a-makmum-dalam-shalat-berjamaah#26 -
7/30/2019 Adab Imam & Makmum Dalam Shalat Berjamaah
8/8
bertasbihlah para makmun yang berada di belakangnya, sehingga membuat masjid
menjadi riuh.
Tasbih makmum malah membuat imam bertambah bingung. Apakah berdiri atau
bagaimana!? Setelah lama berdiri, hingga membuat salah seorang makmun
menyeletuk,Rakaatnya bertambaaah, Pak!! Lihat, bagaimana imam dan makmum
tersebut tidak mengetahui tata cara shalat yang benar.
[10]
Shalatul Jamaah, Syaikh Shalih Ghanim Al Sadlan, halaman 166, Darul Wathan 1414
H.
[11] HR Bukhari, Fathul Bari, 2/199, no. 703.
[12] Shalatul Jamaah, halaman 166-167.
[13] HR Muslim no. 436.
[14] Lihat Jami Tirmidzi, 1/439; Muwaththa, 1/173 dan Al Umm, 1/233.
[15]
HR Abu Yala dalam Musnad, no. 3720 dan lain-lain, sebagimana dalam Silsilah
Shahihah, no. 31.
[16]
HR Bukhari no. 724, sebagaimana dalam kitab Akhtha-ul Mushallin, Syaikh Masyhur
Hasan, halaman 207.[17] HR Abu Daud dalam Sunan, no. 666, dan lihat Shahih Targhib Wa Tarhib, no. 495.
[18] HR Ahmad dalam Musnad, 4/269, 285,304 dan yang lainnya. Hadistnya shahih.
[19] Lihat Akhtha-ul Mushallin, halaman 210-211.
[20] HR Muslim no. 432 dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih, no. 1572.
[21]
Pembatas yang sah untuk dijadikan sutrah adalah setinggi beban unta, yaitu kira-kira
satu hasta. Lihat Akhtha-ul Mushallin, halaman 83.
[22] HR Muslim no. 260 dan yang lain.
[23] Fathul Bari, 1/572.
[24] HR Bukhari 1/584 no. 510 dan Muslim 1/363 no. 507.
[25] Kitab Shalat, halaman 47-48, nukilan dari kitab Akhtha-ul Mushallin, halaman 254.
[26] Al-Mulakhkhashul Fiqhi Hal. (159)
(Majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun VII)
top related